Struktur Geologi Regional Cekungan Kutai
-
Upload
reza-febri-rafsanjani -
Category
Documents
-
view
63 -
download
0
Transcript of Struktur Geologi Regional Cekungan Kutai
Struktur Geologi Regional Cekungan Kutai
Struktur yang dapat diamati di Lembar Samarinda berupa lipatan antiklinorium dan sesar,
lipatan umumnya berarah Timurlaut- Baratdaya, dengan sayap lebih curam di bagian Tenggara.
Formasi Pamaluan, Berbuluh dan Balikpapan sebagian terlipat kuat dengan kemiringan antara
40º - 75º. Batuan yang lebih muda seperti Formasi Kampungbaru pada umumnya terlipat lemah.
Di daerah ini terdapat tiga jenis sesar yaitu sesar naik, sesar turun, dan sesar mendatar. Sesar naik
diduga terjadi pada Miosen Akhir yang kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi
kemudian. Sesar turun terjadi pada kala Pliosen. Di daerah Embalut terdapat lipatan yang
membentuk antiklin maupun sinklin
Sumberdaya mineral dan energi yang potensi di Lembar Samarinda berupa minyak dan gas
bumi serta batubara, terdapat di Sangasanga, Muarabadak dan Tanjung Selatan , sedangkan
batubara terdapat di Loahaur, Loabukit dan Sebuluh. Semuanya di tepi S. Mahakam.
Struktur geologi regional dan tektonika yang berkembang di sekitar daerah penyelidikan
adalah berupa perlipatan, sesar dan kelurusan berarah Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-
Tenggara.
Struktur perlipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu yang relatif sejajar dengan
pola struktur regional yakni Baratdaya-Timurlaut, sayap-sayap struktur antiklin dan sinklin
umumnya membentang asimetris dengan sudut kemiringan yang landai hingga curam. Secara
setempat ujung-ujung sumbu struktur perlipatan tersebut, sebagian ada yang menunjam,
terpotong oleh struktur sesar atau tertimbun batuan lain.
Struktur antiklin dan sinklin sebagian besar melipat batu-batuan sedimen berumur Tersier
dan menyingkapkan batuan malihan dan sedimen yang berumur jauh lebih tua.
Beberapa batuan sedimen Tersier pembawa batubara yang ikut terlipat, juga
menyingkapkan atau mendekatkan lapisan batubara ke permukaan bumi.
Struktur sesar umumnya membentuk sesar normal, sesar geser dan sesar naik, dengan pola
berarah Baratlaut-Tenggara dan Baratdaya-Timur laut.
Struktur sesar yang nampak saat ini umumnya mengoyak batuan-batuan sedimen berumur
Tersier dan Pra-Tersier.
Struktur ini kemungkinan yang menyebabkan terjadinya proses intrusi yang menghasilkan
mineralisasi, atau mengubah karakteristik lapisan batubara.
Kelurusan-kelurusan yang terbentuk, diperkirakan merupakan jejak atau indikasi struktur
sesar dan kekar dengan pola yang searah struktur umum regional. Kelurusan ini umumnya
menoreh batuan-batuan berumur Tersier dan Pra-Tersier.
Mengingat litologi di daerah ini didominasi oleh batuan yang berumur Tersier, diduga
kehadiran sesar, perlipatan dan kelurusan yang terlihat sekarang, berhubungan erat dengan
kegiatan tektonik pada Zaman Tersier atau Intra Miosen.
Secara regional kegiatan tektonik di daerah ini dimulai sejak Mesozoikum hingga Tersier
seiring dengan terbentuknya urutan stratigrafi dari litologi formasi batuan yang terlihat
sekarang. (S. Supriatna, Sukardi, dan E.Rustandi, 1995)
Cekungan Geologi Paparan Sunda
Cekungan Sumatra Utara
Pola geologi dan tatanan stratigrafi regional cekungan Sumatra Utara secara umum telah banyak diketahui
berkat hasil aktivitas eksplorasi minyak dan gas alam serta pemetaan bersistem pulau Sumatra dalam skala
1:250.000. Keith (1981) dalam google.co.id/cekungan sumatera membuat pembagian stratigraf Tersier
Cekungan Sumatra Utara menjadi tiga kelompok yaitu Kelompok I sebagai fase tektonik, pengangkatan dan
pengerosian, berumur Eosen hingga Oligosen Awal. Kelompok II merupakan fase genang laut yang dimulai
dengan pembentukan formasi-formasi dari tua ke muda yaitu Formasi Butar, Rampong, Bruksah, Bampo,
Peutu dan Formasi Baong. Kelompok III adalah perioda regresif dengan pembentukan kelompok
Lhoksukon.
Jika dilihat dari proses sedimentasi di cekungan sumatera utara. Kecepatan sedimentasi dan penurunan
dasar sedimen ataupun cekungan pada awal pembentukan cekungan relatif lambat kemudian dilanjutkan
dengan kecepatan sedimentasi lambat tetapi kecepatan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan sangat
cepat antara 15.5-12.4 juta tahun lalu.
Penurunan cepat dasar cekungan tersebut merupakan akibat mulainya rifting di laut Andaman dan pada
saat inilah terbentuk serpih laut dalam Formasi Baong yang kaya material organik dan menjadi salah satu
batuan induk potensial di daerah Aru. Periode antara 12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai dengan kecepatan
sedimentasi cukup besar tetapi penurunan dasar sedimen atau cekungan lebih lambat sebagai awal
pengangkatan Bukit Barisan atau dikenal sebagai tektonik Miosen Tengah. Batupasir Baong Tengah
terbentuk pada periode ini dan merupakan salah satu batuan waduk (reservoir) daerah Aru.
Pada 9.3-8.3 juta tahun lalu kecepatan sedimentasi sangat besar tetapi diikuti pula penurunan dasar sedimen
atau cekungan yang sangat besar sehingga penurunan sangat dipengaruhi. oleh pembebanan sedimen
disamping akibat penurunan tektonik. Pada waktu tersebut terbentuk endapan klastik kasar Keutapang
Bawah, diendapkan dalam lingkungan delta atau laut dangkal dan merupakan juga batuan waduk
(reservoir)penting di daerah Aru.
Model penurunan tektonik daerah Aru pada awalnya menunjukkan penurunan lambat dilanjutkan
penurunan sangat cepat antara 12.4-10.2 juta tahun lalu akibat rifting di Laut Andaman. Pada Miosen
Tengah atau antara 12.4-9.3 juta tahun lalu pola penurunan relatif lambat, stabil atau terjadi pengangkatan
akibat tektonik Miosen Tengah. Penurunan kembali cepat antara 9.3-8.3 juta tahun lalu dan menjadi sangat
lambat antara 5.3-4.4 juta tahun lalu sebelum terjadi pangangkatan Pilo Pleistosen.
Cekungan Sumatra Tengah
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di
Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang
busur. Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar
Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur.
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan
Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan
Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995 dalam www.google.co.id/cekungan sumatera).
Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–
Tenggara.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap,
yaitu : Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.
Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur. Tektonik
ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan sistem graben berarah Utara-
Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan
Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga
lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang mengendapkan batuan
reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan,
terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses
akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-
struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh
fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok
Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim kompresi
mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber
sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan
Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara
selatan.
Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur
Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-
Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial
kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
Cekungan Sumatra Selatan
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan
penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng
Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan
selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut
turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng
Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera
Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan
busur belakang.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut - tenggara,
yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur
laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda,
serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan
Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang
berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari
lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510
km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh
Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara
dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Salim et al. (1995) Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier (Eosen – Oligosen)
ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng
Samudra India di bawah lempeng Benua Asia. Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan
telah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan
yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen.
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan
menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur
cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar
berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang
membentuk graben dan horst dengan arah umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa
Mesozoik dan hasil pelapukan batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur
tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah
menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk
konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit
Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan.
Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan
Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai
perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang
terjadi pada Plio – Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada
cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut – tenggara sebagai hasil
orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang
berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang berarah barat laut – tenggara yang
sejajar dengan Pulau Sumatera .
Batuan sedimen tersebut telah mengalami gangguan tektonik sehingga terangkat membentuk lipatan dan
pensesaran. Proses erosi menyebabkan batuan terkikis kemudian membentuk morfologi yang tampak
sekarang. Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah merupakan satu cekungan besar
yang dipisahkan oleh Pegunungan Tigapuluh. Cekungan ini terbentuk akibat adanya pergerakan ulang sesar
bongkah pada batuan pra tersier serta diikuti oleh kegiatan vulkanik.
Daerah cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi depresi Jambi di utara, Sub Cekungan Palembang
Tengah dan Sub Cekungan Pelembang Selatan atau Depresi Lematang, masing-masing dipisahkan oleh
tinggian batuan dasar (“basement”).Di daerah Sumatera Selatan terdapat 3 (tiga)antiklinurium utama, dari
selatan ke utara: Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium Pendopo Benakat dan Antiklinorium
Palembang. Pensesaaran batuan dasar mengontrol sedimen selama paleogen. Stratigrafi normal
memperlihatkan bahwa pembentukan batubara utara-selatan dimana pada bagian barat daerah
penyelidikan sungai-sungai mengalir kearah sungai Semanggus, sedangkan pada bagian timur daerah
penyelidikan sungai sungai mengalir ke arah timur dengan Sungai Baung dan Sungai Benakat sebagai sungai
Utama.
Cekungan Jawa Timur
Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan dan ketidakselarasan serta
proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan pergerakan lempeng tektonik. Tahap awal
pembentukan cekungan tersebut ditandai dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh struktur yang
terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia
dan Sunda. Secara regional perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu.
Aktifitas tektonik utama yang berlangsung pada umur Plio Pleistosen, menyebabkan terjadinya
pengangkatan daerah regional Cekungan Jawa Timur dan menghasilkan bentuk morfologi seperti sekarang
ini. Struktur geologi daerah Cekungan Jawa Timur umumnya berupa sesar naik, sesar turun, sesar geser,
dan pelipatan yang mengarah Barat-Timur akibat pengaruh gaya kompresi dari arah Utara-Selatan.
Tatanan geologi Pulau Jawa secara umum dibagi berdasarkan posisi tektoniknya. Secara struktural Blok
Tuban dikontrol oleh half graben yang berumur Pre–Tersier. Peta Top struktur daerah telitian dapat dilihat
pada Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke
waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur.
Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan
vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada
tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus,
arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman
berumur kapur yang berarah Timur Laut - Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur - Barat (E-W) sejak
kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit
disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut
dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.
Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari
pola penyebarab singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur
ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan
juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo.
Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah
timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas
Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur
regangan. Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sear-sear
dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu
Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa
sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-
sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian
Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini
teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data
seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen
Akhir hingga Oligosen Akhir.
Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya
(Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif
hingga sekarang.
Fakta lain yang harus dipahami ialah bahwa akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut dihasilkan
cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh
Kusumadinata, 1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan yaitu
Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian
Karimun Jawa.
Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan
dengan batas cekungan berupa sesar-sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan
yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang
timur-barat dengan peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan.
Cekungan Kalimantan Timur
Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Adanya interaksi konvergen atau
kolisi antara 3 lempeng utama, yakni lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang
membentuk daerah timur Kalimantan (Hamilton, 1979).Evolusi tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian
Kalimantan yang aktif menjadi bahan perbincangan antara ahli-ahli ilmu kebumian. Pada jaman Kapur
Bawah, bagian dari continental passive margin di daerah Barat daya Kalimantan, yang terbentuk sebagai
bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda.
Pada jaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi, pada
daerah Kalimantan.Selama jaman Eosen, daerah Sulawesi berada di bagian timur kontinen dataran Sunda.
Pada pertengahan Eosen, terjadi interaksi konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama, yaitu lempeng
India dan lempeng Asia yang mempengaruhi makin terbukanya busur belakang samudra, Laut Sulawesi dan
Selat Malaka.
Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang dihasilkan oleh perkembangan regangan cekungan
yang besar pada daerah Kalimantan.Pada Pra-Tersier, Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu pusat
pengendapan, yang kemudian pada awal tersier terpisah menjadi 6 cekungan sebagai berikut :1 Cekungan
Barito, yang terletak di Kalimantan Selatan, 2.Cekungan Kutai, yang terletak di Kalimantan Timur,3.
Cekungan Tarakan, yang terletak di timur laut Kalimantan,4 Cekungan Sabah, yang terletak di utara
Kalimantan,5.Cekungan Sarawak, yang terletak di barat laut Kalimantan,6. Cekungan Melawai dan
Ketungau, yang terletak di Kalimantan Tengah
Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan
interaksi antara Lempeng Samudera Philipina, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasian yang terjadi
sejak Jaman Kapur sehingga menghasilkan kumpulan cekungan samudera dan blok mikro kontinen yang
dibatasi oleh adanya zona subduksi, pergerakan menjauh antar lempeng, dan sesar-sesar mayor.
Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada Kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase
pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan
lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang menghasilkan siklus
regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga
sekarang.
Pada Kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang
bergerak secara progresif ke arah Timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain
itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan
berasal dari bagian Selatan, Barat dan Utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulubalang
dan Formasi Balikpapan.
Formasi Pamaluan (Tomp), Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih batugamping dan
batulanau; berlapis sangat baik. Batu pasir kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitam-kecoklatan,
berbutir halus-sedang, terpilah baik, butiran membulat-bulat tanggung, padat, karbonan dan gamping.
Setempat dijumpai struktur sedimen seilang-silang dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 meter.
Batu lempung tebal rata-rata 45 cm, serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat, tebal sisipan antara 10 -20
cm. Batu gamping kelabu pejal, berbutir sedang kasar, setempat berlapis dan mengandung foraminifera
besar. Batu lanau tua kehitaman. Formasi Pemaluan merupakan batuan palling bawah yang tersinggkap di
lembar Samarinda dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Bebuluh. Tebal
formasi lebih kurang 2000 meter. Berumur Oligosen sampai awal Miosen.
Formasi Bebuluh (Tomb), Batugamping terumbu dengan sisipan batu gamping pasiran dan serpih, warna
kelabu padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang. Setempat batu gamping menghablur,
terkekar tak beraturan. Serpih kelabu kecoklatan berseling dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman.
Foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Lepidocyclina Sumatraensis Brady, Miogypsina Sp.
Miogupsinaides SPP. Operculina Sp., menunjukan umur Miosen awal – Miosen Tengah. Lingkungan
pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 meter. Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh
Formasi Pulau Balang.
Formasi Pulubalang (Tmpb), Perselingan antara graywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan
batugamping, batu lempung, batubara, dan tuf dasit. Batupasir graywacke, kelabu kehijauan, padat, tebal
lapisan antara 50 – 100 cm. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan muda kekuningan,
mengandung foraminifera besar. Batugamping, coklat muda kekuningan, mengandung foraminifera besar,
batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalalm batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 – 40 cm. di S.
Loa Haur, mengandung foraminifera besar antara lain Austrotrilina howchina, Borelis sp., Lepidocyclina
sp., Myogypsina sp., menunjukan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 – 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada
yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.
Formasi Balikpapan (Tmbp), perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping
dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 – 3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 0,5
– 5 m. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang siur, tebal lapisan 20 –
40 cm, mengandung Foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat
mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan setempat mengandung lensa-lensa
batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis tipis; serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping
pasiran, mengandung Foraminifera besar, moluska, menunjukan umur Miosen Akhir bagian bawah –
Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan delta, dengan ketebalan 1000 – 1500 m..
Formasi Kampungbaru (Tpkb), Batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih; lanau dan lignit; pada
umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak
berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan,
dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah
dan lempung, diameter 0.5 – 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan,
batubara/ lignit dengan tebal 0,5 – 3 m, koral. Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi, teballl 1 – 2 m.
Diduga berumur Miosen Akhir – Pilo Plistosen, lingkungan pengendapan delta – laut dangkal, tebal lebih
dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. Endapan
Alluvium, Kerikil, pasir dan lumpur terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.
Secara umum wilayah Kepulauan Nusantara merupakan pertemuan tiga lempeng yang sampai kini aktif
bergerak. Tiga lempeng tersebut adalah lempeng eurasia, lempeng indo australia, dan lempeng pasifik.
Pergerakan tiga lempeng tersebut menyebabkan patahan atau sesar yaitu pergeseran antara dua blok batuan
baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke bawah blok lainnya, menghasilkan lajur gunung api,
membentuk zona sudaksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan
membentuk pegunungan lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi serta
terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan
batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busurmuka, cekungan antar gunung dan cekungan busur
belakang. Cekungan-cekungan yang terbentuk di cekungan busur belakangan adalah cekungan sumatera
utara, cekungan sumatera tengah, cekungan sumatera selatan, cekungan jawa, dan cekungan Kalimantan.
Sumber Referensi : The Journal Geology of Indonesian