streptococus pyogenes

7
Uji Efektivitas Ekstrak Metanol Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Antimikroba Streptococcus pyogenes secara In Vitro Prasetyo Adi*, Sanarto Santoso**, Petter Tedjo* ABSTRAK Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri penyebab tersering pada inflamasi lanjutan setelah terjadinya pulpitis pada gigi. Untuk mengatasi penyakit infeksi tersebut, banyak dikembangkan penggunaan antimikroba, termasuk antimikroba herbal. Salah satu yang diduga mengandung antimikroba adalah biji kelor. Biji ini telah diketahui mengandung flavonoid dan benzyl isothiocyanate yang memiliki efek antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekstrak biji kelor memiliki efek antimikroba terhadap Streptococcus pyogenes secara in vitro. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan terhadap Streptococcus pyogenes dengan metode dilusi tabung. Kelompok perlakuan yaitu kelompok bakteri yang diberi ekstrak biji kelor dengan konsentrasi 8.75%, 10%, 11.25%, 12.5%, dan 13.75%. Kelompok kontrol terdiri dari kontrol bakteri sebagai kontrol positif dan kontrol ekstrak biji kelor sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar Hambat Minimal (KHM) tidak dapat diamati, sedangkan Kadar Bunuh Minimal (KBM) diperoleh pada 13.75%. Analisa data menggunakan One- way ANOVA dengan α = 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan efek antimikroba yang antara tiap perlakuan konsentrasi ekstrak biji kelor terhadap jumlah koloni Streptococcus pyogenes. Uji korelasi Pearson menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji kelor, maka semakin rendah pertumbuhan Streptococcus pyogenes secara in vitro. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu ekstrak biji kelor mempunyai efek antimikroba terhadap Streptococcus pyogenes, dengan KBM 13.75%. Kata kunci: Streptococcus pyogenes, ekstrak biji kelor, antimikroba. . ABSTRACT Streptococcus pyogenes is one of the bacteria that cause exacerbation after the occurrence of pulpitis in a tooth. In order to eliminate the infection, antimicrobial agents are developed, including those of herbal origins. One of the herb that suppose to have an antibacterial activity is moringa seeds. Moringa seed is claimed to contain flavonoid and benzyl isothiocyanate that have antimicrobial effect. This research is conducted to prove the antibacterial effect of moringa seeds extract on Streptococcus pyogenes using in vitro Method. This research is an experimental study which is carried out to Streptococcus pyogenes with tube dilution method. The treated groups are bacteria which are given the moringa seeds extract with range of concentration as follows: 8.75%, 10%, 11.25%, 12.5%, and 13.75%. The control groups includes bacteria as positive control and moringa seeds extract as negative control. The result indicated that minimal inhibitory concentration (MIC) can’t be found and minimal bactericidal concentration (MBC) is found at 13.75%. Results of One-way ANOVA with α = 0,05, showed significant difference among each concentration of moringa seeds extract related to the growth of colonies of Streptococcus pyogenes. Pearson correlation test showed that the higher concentration of moringa seeds extract, the less number of colony growth. The conclusion of this study is that moringa seeds extract has antimicrobial effect against Streptococcus pyogenes, with MBC is 13.75%. Keywords: Streptococcus pyogenes, moringa seeds extract, antimicrobial agent. * Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB ** Program Studi Pendidikan Dokter FKUB

description

bbb

Transcript of streptococus pyogenes

Page 1: streptococus pyogenes

Uji Efektivitas Ekstrak Metanol Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Antimikroba Streptococcus pyogenes secara In Vitro

Prasetyo Adi*, Sanarto Santoso**, Petter Tedjo*

ABSTRAK

Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri penyebab tersering pada inflamasi lanjutan setelah terjadinya pulpitis pada gigi. Untuk mengatasi penyakit infeksi tersebut, banyak dikembangkan penggunaan antimikroba, termasuk antimikroba herbal. Salah satu yang diduga mengandung antimikroba adalah biji kelor. Biji ini telah diketahui mengandung flavonoid dan benzyl isothiocyanate yang memiliki efek antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekstrak biji kelor memiliki efek antimikroba terhadap Streptococcus pyogenes secara in vitro. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan terhadap Streptococcus pyogenes dengan metode dilusi tabung. Kelompok perlakuan yaitu kelompok bakteri yang diberi ekstrak biji kelor dengan konsentrasi 8.75%, 10%, 11.25%, 12.5%, dan 13.75%. Kelompok kontrol terdiri dari kontrol bakteri sebagai kontrol positif dan kontrol ekstrak biji kelor sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar Hambat Minimal (KHM) tidak dapat diamati, sedangkan Kadar Bunuh Minimal (KBM) diperoleh pada 13.75%. Analisa data menggunakan One-way ANOVA dengan α = 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan efek antimikroba yang antara tiap perlakuan konsentrasi ekstrak biji kelor terhadap jumlah koloni Streptococcus pyogenes. Uji korelasi Pearson menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji kelor, maka semakin rendah pertumbuhan Streptococcus pyogenes secara in vitro. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu ekstrak biji kelor mempunyai efek antimikroba terhadap Streptococcus pyogenes, dengan KBM 13.75%. Kata kunci: Streptococcus pyogenes, ekstrak biji kelor, antimikroba. .

ABSTRACT

Streptococcus pyogenes is one of the bacteria that cause exacerbation after the occurrence of pulpitis in a tooth. In order to eliminate the infection, antimicrobial agents are developed, including those of herbal origins. One of the herb that suppose to have an antibacterial activity is moringa seeds. Moringa seed is claimed to contain flavonoid and benzyl isothiocyanate that have antimicrobial effect. This research is conducted to prove the antibacterial effect of moringa seeds extract on Streptococcus pyogenes using in vitro Method. This research is an experimental study which is carried out to Streptococcus pyogenes with tube dilution method. The treated groups are bacteria which are given the moringa seeds extract with range of concentration as follows: 8.75%, 10%, 11.25%, 12.5%, and 13.75%. The control groups includes bacteria as positive control and moringa seeds extract as negative control. The result indicated that minimal inhibitory concentration (MIC) can’t be found and minimal bactericidal concentration (MBC) is found at 13.75%. Results of One-way ANOVA with α = 0,05, showed significant difference among each concentration of moringa seeds extract related to the growth of colonies of Streptococcus pyogenes. Pearson correlation test showed that the higher concentration of moringa seeds extract, the less number of colony growth. The conclusion of this study is that moringa seeds extract has antimicrobial effect against Streptococcus pyogenes, with MBC is 13.75%. Keywords: Streptococcus pyogenes, moringa seeds extract, antimicrobial agent. * Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB ** Program Studi Pendidikan Dokter FKUB

Page 2: streptococus pyogenes

LATAR BELAKANG

Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri patogen yang mudah ditemukan dalam tubuh manusia, utamanya dalam kulit dan membran mukosa. Bakteri ini menyusun sekitar 25% dari keseluruhan flora normal dalam rongga mulut dan berpotensi menimbulkan infeksi streptokokal dengan tingkat prevalensi kejadian penyakit sekitar 5-15% dari seluruh populasi. Streptococcus pyogenes mudah ditemukan dalam ulser dan bulla. Terkadang bakteri ini menyebabkan koinfeksi bersama-sama dengan Staphylococcus aureus. Sejumlah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes antara lain cellulitis, tonsillitis, sinusitis, faringitis, otitis media, infeksi pada luka yang berlanjut menjadi lymphangitis, scarlet fever, endokarditis akut, serta infeksi supuratif lainnya.1 Meskipun dalam rongga mulut bakteri ini kurang banyak dikenal sebagai salah satu pathogen pencetus penyakit, keberadaannya dalam mukosa mulut perlu diperhatikan karena dalam keadaan tertentu tindakan iatrogenik maupun kondisi patologis memberikan kesempatan kepada bakteri ini untuk berkembang dan menimbulkan penyakit.2

Sejauh ini, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes terbatas pada antibiotik saja. Antibiotik yang digunakan utamanya dari golongan penisilin, khususnya penisilin G. Namun belakangan ini mulai timbul kasus resistensi mikroba terhadap antibiotik dan sejumlah laporan menyebutkan munculnya reaksi hipersenstivitas karena respon dari sistem imun terhadap obat yang diberikan. Di Amerika, kasus kejadian alergi penisilin dapat ditemukan pada 1 orang dalam setiap 50 penduduk. Melihat fakta ini, perlu dipikirkan suatu cara untuk mengatasi infeksi bakteri Streptococcus pyogenes dengan metode lain yang lebih dapat diterima dengan lebih baik dengan efek samping yang lebih minimal sehingga aman sebagai salah satu pertimbangan pilihan terapi.3

Jumlah tanaman obat Indonesia yang digunakan sebagai alternatif obat sangatlah banyak. Penggunaan tanaman obat pun saat ini berkembang sangat cepat. Salah satu contoh tanaman obat Indonesia yang sudah lama digunakan adalah kelor atau Moringa oleifera.4

Kelor (Moringa oleifera) adalah spesies monogenarik famili moringaceae yang paling luas ditanam, merupakan tanaman asli untuk bidang-bidang tanah India Sub-Himalaya, Pakistan, Bangladesh, dan Afganistan.5 Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa kelor (Moringa oleifera) mengandung asam amino, kalsium, antioksidan, antibakteri, seperti 4 (a-L-rhamnosyloxy) benzyl isothiocyanate serta zat-zat yang lain.6

Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan bahan antimikroba. Bagian-bagian tanaman kelor yang telah terbukti sebagai bahan antimikroba di antaranya daun, biji, minyak, bunga, akar, dan kulit kayu tanaman kelor.5 Namun, dari berbagai macam bagian tumbuhan itu, biji kelor terbukti lebih efektif sebagai bahan antimikroba pada penelitian yang dilakukan oleh Bukar.7

Fakta-fakta ini mendorong untuk dilakukannya penelitian terhadap uji efektivitas ekstrak metanol biji kelor terhadap bakteri Streptococcus pyogenes. Dengan mengetahui daya efektivitas ekstrak metanol biji kelor (Moringa oleifera) sebagai antimikroba, diharapkan dapat diketahui kadar hambat minimal, kadar bunuh minimal, dosis pemberian efektif ekstrak metanol biji kelor sebagai antibakteri. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini penulis menggunakan metode true experimental design dengan post test only control group design. Dalam penelitian ini dilakukan uji laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan efek antimikroba dari ekstrak metanol biji kelor (Moringa oleifera) terhadap pertumbuhan koloni Streptococcus pyogenes. Adapun uji kepekaan antimikroba yang dipakai adalah uji kepekaan antimikroba dengan metode dilusi tabung. Metode dilusi tabung dengan menggunakan ekstrak metanol biji kelor ini meliputi 2 tahap, yaitu tahap pengujian bahan di media cair untuk menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM), kemudian dilanjutkan dengan tahap penggoresan pada media BHIA (Brain Heart Infussion Agar) untuk menentukan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak metanol biji kelor tersebut dalam kaitannya dengan

Page 3: streptococus pyogenes

penghambatan pertumbuhan koloni Streptococcus pyogenes. Kelor yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari pasar tradisional kecamatan Blimbing kota Malang dan sampel yang digunakan adalah bakteri Streptococcus pyogenes yang diperoleh dari stok kultur Laboratorium MIkrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak metanol biji kelor dengan konsentrasi tertentu yang diperoleh melalui eksplorasi (penelitian pendahuluan). Variabel terikat pada penelitian ini adalah pertumbuhan Streptococcus pyogenes yaitu dengan melihat kekeruhan pada tabung untuk menentukan KHM dan jumlah koloni Streptococcus pyogenes pada media agar padat (BHIA) untuk menentukan KBM.

Prosedur penelitian pertama-tama adalah pembuatan perbenihan cair Streptococcus pyogenes. Suspensi bakteri pada MH Broth dispektrofotometri dengan λ=625 sehingga diketahui Optical Density (OD) yang setara dengan 108 bakteri/ml. Kemudian dengan rumus pengenceran N1. V1 = N2.V2, kepadatan bakteri tersebut diencerkan 2X dengan NaCl menjadi 106 bakteri/ml. Disiapkan 6 buah tabung reaksi. Tabung a tidak berisi ekstrak (hanya 1 ml aquades steril), tabung b berisi 1 ml ekstrak dengan konsentrasi 8.75%, tabung c berisi 1 ml ekstrak dengan konsentrasi 10%, tabung d berisi 1ml ekstrak dengan konsentrasi 11.25%, tabung e berisi 1 ml ekstrak dengan konsentrasi 12.5%, dan tabung f berisi 1 ml ekstrak dengan konsentrasi 13.75%. Ke dalam masing-masing tabung ditambahkan perbenihan cair Streptococus pyogenes yang berisi 106 CFU/ml (tabung b, c, d, e, dan f). Tabung a yang berisi 0 ml ekstrak merupakan kontrol positif (KP). Perlakuan yang sama dilakukan pada streaking plate yang menggunakan medium BHIA (Brain Heart Infussion Agar). Disiapkan 6 buah cawan petri yang diberi medium BHIA. Bakteri diinokulasikan pada masing-masing medium dengan menggoreskan satu ose pada masing-masing cawan petri. Cawan a merupakan Original Inoculum (OI) yang diberi 0 ml ekstrak, cawan b ditambahkan ekstrak dengan konsentrasi 8.75%, cawan c ditambahkan ekstrak dengan konsentrasi 10%, cawan d ditambahkan ekstrak dengan konsentrasi

11.25%, cawan e ditambahkan ekstrak dengan konsentrasi 12.5%, dan cawan f ditambahkan ekstrak dengan konsentrasi 13.75%. Keenam tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37⁰ C selama 18-24 jam kemudian diamati kekeruhannya dan dilihat nilai KHM. Keenam Streaking plate beserta OI juga diinkubasi pada 37 C selama 18-24 jam, kemudian koloni Streptococcus pyogenes dihitung dengan menggunakan colony counter untuk menentukan nilai KBM. HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan lima macam konsentrasi ekstrak biji kelor yaitu 8.75%, 10%, 11.25%, 12.%, 13.75% serta konsentrasi 0% (kontrol jamur atau jamur tanpa ekstrak). KHM (Kadar Hambat Minimal) adalah kadar terendah dari antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri (ditandai dengan tidak adanya kekeruhan pada tabung), setelah diinkubasikan selama 18-24 jam.8

KHM ditentukan dengan cara pengamatan kualitatif tingkat kekeruhan pada tabung berdasarkan garis hitam yang tampak di balik tabung. Pada Gambar 1 terlihat perbandingan tingkat kekeruhan pada masing-masing konsentrasi ekstrak. Pada konsentrasi ekstrak 8.75% tabung terlihat jernih, tetapi semakin tinggi konsentrasi ekstrak, hasil dilusi tabung semakin keruh karena semakin banyak juga jumlah ekstrak yang digunakan. Gambar 1 menunjukkan bahwa KHM ekstrak biji kelor tidak dapat diamati.

Tiap konsentrasi ekstrak biji kelor yang ada di-streaking penuh dalam BHIA (Brain Heart Infusion Agar) setelah tabung-tabung yang berisi konsentrasi ekstrak diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C dan diamati tingkat kekeruhannya untuk melihat KHM. Sebelum di-streaking, tabung dengan konsentrasi 8,75% dilakukan pengenceran dengan larutan NaCl sebanyak 1000x. Hal ini dilakukan karena apabila tidak diencerkan maka akan didapatkan pertumbuhan koloni bakteri yang tidak dapat dihitung (terlalu padat), sehingga pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan penghitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada BHI dengan konsentrasi ekstrak yang sebenarnya. Kemudian BHI diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi, dihitung pertumbuhan koloni pada masing-masing plate.

Page 4: streptococus pyogenes

Gambar 1 Hasil Pengamatan Uji Dilusi Tabung Ekstrak Biji kelor

Ekstrak Biji Kelor terhadap Streptococcus pyogenes Keterangan : Dari kiri ke kanan 8.75%; 0%; 13.75%; 12.5%; 11.25%; 10%; 0%

KBM (Kadar Bunuh Minimal) adalah kadar terendah dari antimikroba yang dapat membunuh bakteri (ditandai dengan tidak tumbuhnya bakteri pada BHIA) atau pertumbuhan koloninya kurang dari 0,1% dari jumlah koloni inokulum awal (original inoculum/OI) pada medium BHIA yang telah dilakukan penggoresan sebanyak satu ose (1 µl).8

Hasil pengamatan melalui colony

counter terhadap jumlah koloni bakteri Streptococcus pyogenes yang dihasilkan pada media BHI dalam beberapa konsentrasi ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) pada Tabel 1 menunjukkan hasil yang cukup bervariasi. Jumlah koloni bakteri Streptococcus pyogenes yang dihasilkan pada media BHI cenderung semakin menurun ketika diberi konsentrasi lebih tinggi dan pada dosis 13.75% tidak ada pertumbuhan koloni bakteri pada media BHI agar tersebut.

PEMBAHASAN

Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui adanya efek antimikroba ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) terhadap Streptococcus pyogenes secara in vitro. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dilusi tabung (tube dilution test). Metode

ini dapat mengukur Kadar Hambat Minimum (KHM) yang diamati secara kualitatif dari tingkat kekeruhan tabung dilusi dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) yang dilihat dari pertumbuhan koloni bakteri pada Brain Heart Infusion (BHI) < 0,1 % original inoculum. Penelitian ini juga dilakukan sehingga dapat diketahui hubungan antara konsentrasi ekstrak biji kelor terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes.

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Tes identifikasi telah dilakukan terhadap bakteri ini yaitu dengan pewarnaan Gram, penanaman pada Blood Agar Plate dan tes cakram basitrasin. Pada pewarnaan Gram didapatkan bakteri berbentuk bulat (coccus) bergerombol seperti anggur dan berwarna ungu, hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri Gram positif. Pada penanaman di Blood Agar Plate, koloni Streptococcus pyogenes membuat sebagian plate tampak bening karena memiliki

sifat β-hemolitik. Tes cakram basitrasin pada koloni ini menunjukkan bahwa Streptococcus pyogenes membuat zona inhibisi di sekitar cakram di area plate yang tampak translusen. Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak metanol biji kelor (Moringa oleifera). Ekstraksi dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran

Page 5: streptococus pyogenes

Brawijaya. Ekstrak didapatkan melalui cara ekstraksi metode maserasi dengan metanol 96%. Banyak biji kelor basah pada penelitian ini adalah 450 gram, sesudah dikeringkan menjadi 200 gram, dan setelah proses ekstraksi selesai diperoleh berat 14 gram. Bahan aktif yang diduga terdapat dalam ekstrak biji kelor adalah benzyl isothiocyanate yang dapat larut dalam metanol.9

Konsentrasi perlakuan pada penelitian ini didapat dari uji eksplorasi. Eksplorasi pertama dilakukan dengan menggunakan barisan geometri atau ukur, yaitu 25%, 12.5%, 6.25%, 3.125%, 1.5625%, 0.78125%. Berdasarkan hasil uji eksplorasi pertama, didapatkan pada konsentrasi 25% tidak didapatkan pertumbuhan koloni bakteri Streptococcus pyogenes dan pada plate 12.5% sudah terlihat mulai berkurang jumlah koloni bakteri tersebut. Lalu dilakukan perapatan dosis dengan barisan aritmatika atau angka dengan selisih 1.25% yaitu, konsentrasi 6.25%, 7.5%, 8.75%, 10%, 11.25%, 12.5%, 13.75%. Hasil dari perapatan dosis tersebut adalah pada konsentrasi 13.75% tidak didapatkan adanya pertumbuhan koloni bakteri dan pada konsentrasi 6.25% dan 7.5% koloni bakteri yang tumbuh hampir pada seluruh bagian plate, sedangkan pada konsentrasi 10% dan seterusnya, jumlah koloni bakteri berangsur-angsur berkurang sehingga bisa diamati. Kemudian dari hasil yang ada, diambil konsentrasi 8.75%, 10%, 11.25%, 12.5%, dan 13.75% sebagai konsentrasi ekstrak pada penelitian ini. Ekstrak biji kelor berwarna coklat kehitaman dan sebelum diinkubasikan, warna ektsrak tampak keruh. KHM (Kadar Hambat Minimum) ditentukan melalui uji dilusi tabung. Untuk menentukan KHM, dilakukan pengamatan kualitatif untuk mengamati tingkat kekeruhan pada tabung berdasarkan garis hitam yang tampak di balik tabung. Pada konsentrasi ekstrak 8.75% tabung terlihat jernih, tetapi itu tidak dapat menunjukkan bahwa itu merupakan KHM dari ekstrak yang ada. Bila diperhatikan pada tabung-tabung yang lain, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, hasil dilusi tabung semakin keruh karena semakin banyak juga jumlah ekstrak yang digunakan. Karena penentuan KHM didasarkan pengamatan visual tingkat kekeruhan, nilai KHM pada penelitian ini tidak dapat diamati.

Tiap konsentrasi ekstrak biji kelor pada tabung yang sudah ada di-streaking penuh dalam BHIA (Brain Heart Infusion Agar) setelah tabung-tabung itu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C dan diamati tingkat kekeruhannya untuk melihat KHM. Sebelum di-streaking, tabung dengan konsentrasi 8,75% dilakukan pengenceran dengan larutan NaCl sebanyak 1000x. Hal ini dilakukan karena apabila tidak diencerkan maka akan didapatkan pertumbuhan koloni bakteri yang tidak dapat dihitung (terlalu padat), sehingga pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan penghitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada BHI dengan konsentrasi ekstrak yang sebenarnya. Kemudian BHI diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam dan setelah diinkubasi, dihitung pertumbuhan koloni pada masing-masing plate.

Berdasarkan hasil pertumbuhan dan penghitungan koloni bakteri Streptococcus pyogenes tersebut dapat ditentukan KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari ekstrak biji kelor yaitu pada BHI yang tidak ditumbuhi koloni atau jumlah koloni < dari 0,1% dari original inoculum. KBM terlihat pada konsentrasi ekstrak 13.75% pada isolat Streptococcus pyogenes yang diteliti karena pada semua plate dengan konsentrasi itu tidak ditemui lagi pertumbuhan bakteri.

Sejumlah mikroorganisme, termasuk bakteri dan jamur, telah menunjukkan sensitivitas terhadap ekstrak biji kelor. Eksperimen secara in vitro menunjukkan bahwa biji kelor dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterobacter aerogenes, Staphylococcus aureus, Shigella spp, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Salmonella typhimurium. Studi yang lain juga melaporkan bahwa ekstrak biji kelor mempunyai aktivitas antimikroba terhadap jamur Mucor spp dan Rhizopus spp.7

Efek antibakteri biji kelor tersebut diduga disebabkan oleh kandungan utama biji kelor yaitu benzyl isothiocyanate (BITC). Senyawa ini dikenal memiliki manfaat sebagai pembunuh kuman atau antibakteri. Riset lainnya juga mengindikasikan bahwa kandungan kimia ini membantu dalam mencegah terjadinya kanker dan dapat sebagai terapi saat kekurangan vitamin.5

BITC menjadi bahan antimikroba karena BITC dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengganggu sintesis membran sel

Page 6: streptococus pyogenes

atau sintesis dari enzim esensial.7 Bahkan dapat menjadi bahan antimikroba yang membunuh bakteri tersebut karena BITC dapat berikatan dengan kelompok amino bakteri sehingga terjadi senyawa baru yaitu thioureas. Senyawa baru ini rupanya menghambat aktivitas pirimidin bakteri itu sehingga dapat berakibat terganggunya aktivitas replikasi DNA.10

Ekstrak biji kelor juga mengandung zat-zat lain yang dapat menjadi bahan antimikroba, salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid dapat merusak membran sel bakteri. Selain itu, flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan yang baik bagi tubuh manusia dan melindungi tubuh dari radikal bebas.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, yang dikhususkan pada biji kelor, maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji kelor mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus pyogenes secara in vitro. Hal ini makin diperkuat dengan adanya bukti – bukti tentang penelitian terkait yang telah dilakukan sebelumya.

KESIMPULAN

Ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pyogenes secara in vitro karena tidak adanya pertumbuhan atau matinya semua koloni bakteri tersebut.

Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri Streptococcus pyogenes tidak bisa diamati, sedangkan Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri Streptococcus pyogenes adalah pada konsentrasi 13.75%. SARAN

Peneliti lanjutan perlu untuk mencari Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri Streptococcus pyogenes

Selain diperlukan KHM ekstrak biji kelor, diperlukan juga penelitian lebih lanjut mengenai zat-zat aktif lainnya yang terdapat dalam biji kelor (Moringa oleifera) yang mempunyai efek sebagai antimikroba.

Untuk keperluan klinis, diperlukan penelitian lanjutan mengenai efek antimikroba biji kelor (Moringa oleifera) secara in vivo pada berbagai hewan coba maupun clinical trial untuk

melihat farmakodinamik, farmakokinetik dan toksisitas ekstrak biji kelor (Moringa oleifera) agar pemanfaatan ekstrak ini dapat diaplikasikan ke bidang kedokteran gigi sebagai antibiotik dalam bentuk salep, misalnya pada penyakit angular cheilitis. DAFTAR PUSTAKA

1. Todar, Kenneth. 2008. Streptococcus pyogenes and Streptococcal Disease. http://www.textbookofbacteriology.net/streptococcus_2.html. Diakses 6 Desember 2010.

2. Sandham, H. J. 2010. Criteria for The Assessment of Adverse Effects of Chemotherapy on the Oral Microflora dalam Journal of Dental Research. http://jdr.sagepub/content/73/3/692. Diakses 6 Desember 2010.

3. The Medical News. 2004. Antibiotics for Streptococcus pyogenes. www.themedicalnews.com. Diakses 28 Januari 2011.

4. Hanna, Giacinta. 2006. Taman TOGA (Online), (http://www.kebonkembang.com/component/content/article/172.html?joscclean=1&comment_id=1623, diakses 16 Januari 2011)

5. Fahey, J. W.. 2005. Moringa oleifera: A Review of The Medical Evidence for Its Nutrional, Therapeutic, and Prophylatic Properties Part 1. Trees for Life Journal.

6. Goyal, Bhoomika R, et al.. 2007. Phyto-pharmacology of Moringa oleifera Lam.o An overview. Natural Product Radiance. (4) : 347-353.

7. Bukar, A., Uba, A. and Oyeyi, T.I.. 2010. Antimicrobial Profile of Moringa oleifera Lam. Extracts Against Some Food – Borne Microorganisms. Bayero Journal of Pure and Applied Sciences, 3(1): 43 – 48.

8. Dzen, SM., Roekistiningsih., S, Santoso., S, Winarsih. 2003. Bakteriologi Medik. Malang: Bayumedia Publishing.

9. Nakamura et al. 2000. A glutathione S-transferase inducer from papaya: rapid screening, identification and structure-activity relationship of isothiocyanates. Cancer Lett. 157(2):193-200.

Page 7: streptococus pyogenes

10. Rawel, H.M., dan J. Kroll. 2006. Some aspects of reactions of benzyl isothiocyanate with bovine sarcoplasmic

proteins. Molecular Nutrition Food Research. (39): 465-474.

Menyetujui

Prasetyo Adi, drg, MS NIP : 1956 0416 198303 1003