STRATEGI TRANSENDEN DALAM … · Web view... penulisan skripsi dapat dipandang sebagai sebagian...
Transcript of STRATEGI TRANSENDEN DALAM … · Web view... penulisan skripsi dapat dipandang sebagai sebagian...
Konseling Religius: Kerangka Kerja untuk Bimbingan Skripsi1
Oleh Adi Atmoko
Abstrak: Skripsi masih merupakan kendala besar bagi mahasiswa untuk lulus tepat waktu. Masalah skripsi bukan hanya aspek teknis, melainkan juga nonteknis (emosi). Dari sisi masalah, tujuan dan sesi-sesi pertemuan, maka pembimbingan skripsi dapat dipandang, dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu proses konseling. Gagasam utama dalam tulisan ini adalah suatu kerangka kerja terpadu sebagai acuan proses konseling dalam membimbing mahasiswa sedemikian rupa sehingga mampu mengatasi masalah teknis dan emosi, dan dapat menyelesaikan skripsi secara tepat waktu dengan memperoleh hasil yang sangat memuaskan. Kerangka kerja dikembangkan atas dasar strategi religius yang diharapkan sebagai acuan proses dan teknik konseling dalam Pembimbingan Skripsi berbasis pada Mahasiswa.
Kata-kata kunci: kerangka kerja pembimbingan skripsi, strategi religius
Sebelum semester genap 1999/2000 pembimbingan skripsi mahasiswa program studi BK
dilaksanakan secara tradisional dengan peran utama pada dosen pembimbing atas tugas dari
dekan, tanpa pedoman kerja dan monitoring yang jelas. Model tersebut dinilai kurang efektif
bagi peningkatan kualitas dan proses penulisan skripsi mahasiswa. Sebagai koreksi atas
kelemahan model tradisional, sejak semester genap 1999/2000 pembimbingan skripsi mahasiswa
program studi Bimbingan Konseling dilaksanakan dengan model terpadu, yaitu proses
pemberian bantuan terhadap mahasiswa penulis skripsi dengan melibatkan berbagai pihak dan
unsur yang terkait langsung dengan penyelesaian skripsi mahasiswa mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai penilaian. Pembimbingan skripsi terpadu melibatkan unsur pimpinan
program studi BK, satgas skripsi, dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II. Setelah
dievaluasi, model terpadu baik sejak tahap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi telah
berjalan efektif (Widada, 2001).
Namun, jika dicermati, ternyata pengertian terpadu tersebut tidak melibatkan mahasiswa
sebagai unsur subjek penyusun skripsi, tetapi masih dianggap sebagai objek yang dibimbing. Di
1 Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional dalam rangka Kongres XI dan Konvensi Nasional XVI Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dengan Tema: Revitalisasi Bimbingan dan Konseling untuk Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional, di Surabaya, tanggal 14 – 17 Nopember 2009
1
samping itu kegiatannya lebih banyak bersifat administratif dan teknis penulisan skripsi, seperti
penyusunan kebijakan, koordinasi, pengisian format, dan pembimbingan dalam penyusunan
proposal, studi pustaka, penyusunan instrumen, pengolahan data dan penulisan laporan.
Di sisi lain, penelitian Ramli (2000) menunjukkan bahwa hambatan yang dialami oleh
mahasiswa penyusun skripsi di program studi Bimbingan Konseling bukan hanya masalah
penguasaan metodologi penelitian, statistik dan teknik penulisan, melainkan juga masalah
motivasi mahasiswa yang merupakan hambatan internal. Di samping motivasi, surve penjajagan
oleh penulis pada tahun 2003 menunjukkan bahwa mahasiswa juga mengalami masalah emosi
dan perilaku yang dapat disebut sebagai masalah nonteknis. Dari 16 mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi diperoleh petunjuk bahwa mahasiswa mengalami masalah kecemasan (81%),
kegelisahan (75%), bingung (69%), rasa jenuh (63%), malas (56%), takut (44%), dan tidak
bersemangat (13%). Bahkan ada mahasiswa yang sudah mengalami gejala psikosomatis
misalnya sulit tidur dengan nyenyak (50%), berkeringat dingin di telapak tangan (38%), nafsu
makan berkurang (25%), merasa sakit perut pada saat tertentu saja (19%), dan merasa ingin
kencing, buang air besar pada saat tertentu (6,5%). Di samping itu, ada 50% mahasiswa yang
kegiatannya tidak teratur/tidak terjadwal dan 38% mahasiswa mengalami kesulitan biaya
penyusunan skripsi. Kondisi tersebut, tidak jauh berbeda dengan surve di tahun 2009 terhadap 19
mahasiswa, bahkan ada tambahan masalah kesehatan dan masalah pribadi.
Contoh keterkaitan masalah teknis penulisan dan emosi adalah mahasiswa yang
mengalami kesulitan dalam mencari literatur bagi penulisan skripsinya sesuai permintaan dosen
(mengalami masalah dalam hal teknis) akan juga mengalami kecemasan, kegelisahan, ketakutan
dan rasa jenuh sampai-sampai ia jadi malas (tidak bersemangat) bahkan sulit tidur dengan
nyenyak dan berkeringat dingin ketika akan menghadap dosen pembimbingnya. Dengan kata
lain, fokus masalah yang dialami oleh mahasiswa penyusun skripsi sebenarnya ada dua hal yaitu
fokus teknis dan fokus nonteknis skripsi.
Hal-hal yang berhubungan ketika masalah-masalah tersebut muncul adalah: (1)
penyelesaian skripsi tidak tepat waktu, (2) akan/sedang menghadap dosen pembimbing, (3) sulit
mencari literatur sesuai permintaan dosen, sering ke perpustakaan, (4) efektivitas kerja/mengetik
skripsi, (5) biaya, (6) ujian skripsi, (7) kurang kemampuan menulis, sulit memulai, kurang
memahami isi yang ditulis (8) mengerjakan revisi dari dosen, banyak revisi dan sering revisi (9)
2
tidak cocok dengan pembimbing, perbedaan pendapat dengan dosen (masih dianggap salah oleh
dosen), (10) manajemen kegiatan, malas mengerjakan yang lain, pembagian waktu yang sulit,
(11) kurang minat terhadap kuliah BK, (12) teori terlalu banyak, sulit mencari dan memilih
bahan yang akan ditulis (13) materi yang dihadapi monoton, (14) tugas yang dikerjakan terlalu
sulit, (15) seakan-akan dunia ini hanya skripsi, terlalu sibuk memikirkan skripsi, dan (16) sulit
menemui dosen karena sibuk.
Faktor kesibukan dosen yang sering dianggap oleh mahasiswa sebagai faktor yang
menghambat penulisan skripsi telah dapat dieliminasi dengan model pembimbingan delivery
services yakni layanan langsung bimbingan skripsi (Atmoko, 2009). Dengan model ini,
mahasiswa tidak lagi menyetor draft skripsi untuk dibawa pulang oleh dosen, dibaca, diberi
masukan dan kemudian diserahkan kepada mahasiswa beberapa hari kemudian (bahkan bisa
sebulan lebih). Namun, model ini mengharuskan dosen dan mahasiswa langsung membahas dan
mendiskusikan draft skripsi untuk kemudian diperoleh pemahaman tentang kekurangan draft,
dan disepakati tentang apa yang harus dilakukan mahasiswa untuk memperbaiki draft tersebut,
dan kapan mahasiswa akan konsultasi lagi dengan draft yang telah direvisi; demikian seterusnya
sampai mahasiswa siap ujian skripsi.
Hasilnya, sebagai kelebihan delivery services adalah ada 5 mahasiswa yang mampu
menyelesaikan skripsi paling cepat 4 bulan dan paling lama 6 bulan, rata-rata 5 bulan, dengan 3
orang memperoleh nilai A dan 2 orang memperoleh nilai A minus setelah diuji oleh penguji
yang bergelar doktor. Ini berarti potensi dan usaha mahasiswa lebih menentukan kecepatan
penyelesaian skripsi, bukan lagi pada kesibukan dosen. Namun, kelemahannya adalah masih ada
mahasiswa yang timbul tenggelam ketika konsultasi skripsi bahkan ada yang tenggelam dalam
persoalan nonteknis sehingga tidak pernah berkonsultasi lebih dari 2 bulan. Dari pengamatan dan
wawancara kepada mereka yang molor tersebut, terungkap bahwa masalah nonteknis skripsi
sangat menghambat penyelesaian skripsi, yang akhirnya masalah tersebut merembet ke masalah
teknis.
Mengingat bahwa pembimbingan skripsi terpadu yang telah dirintis lebih
menitikberatkan pada hal-hal administratif (kebijakan jurusan), dan pembimbingan model
delivery services juga masih fokus pada teknis skripsi, maka kiranya perlu dirintis
pembimbingan yang dapat juga menyelesaikan masalah fokus nonteknis yakni emosi mahasiswa.
3
Sebab, disamping faktor emosi memang merupakan bagian integral kehidupan dan sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan performansi manusia, pembimbingan fokus emosi mahasiswa
ini juga sejalan (bahkan bisa dikatakan menindak lanjuti) harapan dari unsur-unsur yang terlibat
(ketua jurusan, dosen dan mahasiswa sendiri) yakni agar mahasiswa mengerjakan skripsi dengan
penuh semangat dan motivasi yang tinggi dalam menyelesaikan kendala yang dijumpai sehingga
lebih cepat lulus.
STRATEGI RELIGIUS
Mengingat jenis masalah teknis dan nonteknis, sesi pertemuan dan tujuan penulisan
skripsi, maka proses pembimbingan skripsi dapat dipandang, dirancang dan dilaksanakan sebagai
proses konseling. Kerangka kerja konseling sebagai pembimbingan skripsi yang dipandang
relevan adalah dengan Strategi Religius. Strategi religus artinya strategi berdasar atas religi
(dalam hal ini Islam) yaitu mengambil inspirasi dari nash-nash Al Qur’an dan Sunah Rosul yang
diyakini mampu menjadi obat hati, petunjuk, dan rahmat bagi orang yang mempercayainya (QS
Yunus:57). Strategi ini mengarah pada dua fokus masalah skripsi secara terpadu yakni fokus
teknis dan fokus emosi dengan berbasis pada mahasiswa atas asumsi bahwa hakikat manusia
(mahasiswa) adalah subjek penyusun skripsi yang memiliki dimensi religiusitas.
Religiusitas
Religion berasal dari bahasa Latin religio yang berarti “menjilid kembali” atau
mengelompokkan sesuatu ke dalam kelompok yang lebih besar (Faiver, Ingersoll, O’Brien dan
McNally, 2001). Religion bermakna sebagai sistem keyakinan akan adanya Tuhan pencipta alam
semesta dan manusia akan adanya kehidupan berkelanjutan setelah kematian secara fisik. Ia
menjadi sistem keimanan dan peribadatan atas dasar agama tertentu, mempengaruhi kehidupan
seseorang dan mengelompokkan dalam suatu religi. Sedangkan religious adalah tingkat
keyakinan dan pengamalan suatu religi (agama), atau komitmen seseorang atau kelompok orang
atas suatu religi (Crowther, 1995:988), melibatkan komitmen dengan penuh kesadaran diri
terhadap sesuatu realitas maupun transenden yang dianggap suci (Creel, 1991). Religiusitas
4
(religiosity) adalah kualitas seseorang untuk menjadi religius dalam suatu religi. Religiusitas
mencakup seperangkat keyakinan dan praktik kelembagaan agama secara terorganisir.
Religiusitas cenderung diekspresikan sesuai golongan agama, eksternal, kognitif, behavioral,
ritualistik dan publik (Frame, 2004; Faiver, Ingersoll, O’Brien dan McNally, 2001).
Religiusitas menjadi sistem simbol norma yang berfungsi kuat, persuasif, dan
menimbulkan motivasi ekstrinsik (kegunaan, utamanya untuk sosialisasi dan justifikasi diri) dan
intrinsik (komitmen tulus, merupakan sentral dari kehidupan individu). Baik sebagai motivasi
ekstrinsik maupun intrinsik, religiusitas menghasilkan beberapa kode moral yang memandu
perilaku seseorang. Rasa bersalah adalah salah satu contoh munculnya perasaan yang disebabkan
oleh perilaku seseorang yang bertentangan atau melanggar kode moral yang berasal dari prinsip-
prinsip religi (Geertz, dalam Faiver, Ingersoll, O’Brien dan McNally, 2001). Dengan demikian,
religiusitas mahasiswa dapat didefinisikan sebagai tingkat keimanan (komitmen) atas suatu religi
(agama) yang diyakininya, yang menjadi suatu kode moral dan memotivasi perilaku, dan
memiliki tingkat kesesuaian amal (tindakan/perilaku) dengan keyakinan tersebut dalam
kehidupan sehari-harinya.
Richards and Bergin (dalam Frame 2003) mengidentifikasi sembilan dimensi religiusitas
seseorang yaitu (1) worldview, (2) religious affiliation, (3) level of orthodoxy, (4) religious
problem solving, (5) spiritual identity, (6) image of God, (7) value-lifestyle congruence, (8)
doctrinal knowledge, dan (9) religious and spiritual health and maturity.
Berikut merupakan penjelasan ringkas masing-masing dimensi.
(1) Worldview adalah cara pandang seseorang terhadap diri, alam dan Penciptanya. Ia
mencakup bagaimana cara seseorang memandang hakikat dunia, posisi dia di dunia,
keberadaan kejahatan, dan seberapa banyak usaha dia untuk menentukan nasib.
Religiusitas ditentukan oleh cara pandang yang didasari oleh sistem keyakinan bersifat
theistik (Ketuhanan) atau Kekuatan yang lebih tinggi. Beberapa pertanyaan yang dapat
menggali aspek ini misalnya bagaimana manusia ada dan apa tujuannya, bagaimana
keberadaan Tuhan atau Pencipta, apa tujuan hidup ini, bagaimana cara manusia hidup
untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian, apakah moral dan etika itu, mengapa ada
penderitaan, duka cita dan sakit, apakah ada kehidupan setelah mati.
5
(2) Afiliasi religius adalah tradisi religi yang dijalankan individu dalam kehidupan sehari-
hari, misalnya, apakah ia mengikuti tradisi Kristiani, Islam, Hindu dan sebagainya.
Tradisi religi menekankan pada tingkat latihan dan pengamalan aturan religi (syariat)
dalam hidup sehari-hari yang dapat menggambarkan latar belakang atau tingkat
keyakinan seseorang akan agamanya.
(3) Tingkat keortodokan berkenaan dengan sejauh mana kesesuaian sistem keyakinan dan
perilaku seseorang dengan tradisi dan doktrin yang telah digariskan oleh agama yang
dipeluk. Ini merupakan tingkat ketaatan seseorang terhadap agama yang dianut, mulai
dari tidak punya keyakinan sedikit pun terhadap agamanya, memiliki keyakinan agama
tetapi tidak taat menjalankan ibadah sesuai agamanya, sampai orang yang sangat taat
beribadah sesuai agamanya. Orang yang ortodok secara religius cenderung melihat
syariat agamanya sebagai perhatian psikologis mereka. Sebaliknya, orang yang tidak taat
cenderung melihat religi secara negatif dalam sistem keyakinan dan perilakunya.
(4) Penyelesaian masalah dengan strategi religi merupakan penerapan agama yang dipeluk
individu dalam menyelesaikan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tiga cara menggunakan religi sebagai pendekatan dalam menyelesaikan masalah
yaitu (a) orang yang menyerahkan diri sepenuhnya, ia mendekati masalahnya dengan
pemahaman bahwa masalah itu datang kepadanya untuk ditemukan suatu solusinya
dengan menyandarkan diri pada Tuhan atau Kekuatan yang lebih tinggi untuk membantu
dan menguatkan diri dalam menyelesaikan masalah itu, (b) orang yang
mengesampingkan Tuhan, ia bertanggung jawab untuk menyelesaikan sendiri masalah
yang dialami, dan (b) orang yang memandang penyelesaian masalah secara kolaboratif, ia
bekerja sama dengan atau minta pertolongan Tuhan untuk usaha menyelesaikan masalah
di samping usaha-usaha yang telah ia lakukan.
(5) Identitas spiritual berkenaan dengan bagaimana seseorang menerima dirinya sendiri
dalam hubungannya dengan Tuhan dan semesta alam. Dalam hal ini ada orang yang
percaya bahwa cinta Tuhan telah menciptakan dan mengilhami diri orang itu dengan
kemuliaan, ia yakin bahwa Tuhan mengasihi manusia. Tetapi ada pula orang yang tidak
memiliki pandangan ke-Tuhanan dalam hidupnya, ia tidak yakin bahwa Tuhan memiliki
tujuan khusus atau kemuliaan.
6
(6) Gambaran tentang Tuhan berkenaan dengan bagaimana seseorang menggambarkan sifat
Tuhan dan apakah ia meyakini sifat-sifat itu. Apakah ia menggambarkan Tuhan sebagai
penuh kasih, baik hati, pemurah, pemaaf, selalu mendampingi dan mudah dimintai
pertolongan, ataukah Tuhan adalah penuh dendam, penghukum, impersonal. Pemahaman
akan gambaran bagaimana Tuhan membentuk hubungan orang itu dengan orang lainnya,
berhubungan dengan tingkat harapan yang mereka rasakan dalam hidup sehari-hari.
(7) Kongruensi antara nilai yang diyakini dan gaya hidupnya mengindikasikan bahwa
seseorang memiliki perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai yang diyakini, apakah
berupa etika, moral, agama ataukah nilai religius. Ketika seseorang hidup secara konform
dengan keyakinannya, maka ia akan berfungsi lebih baik dan lebih sehat secara
psikologis. Seballiknya, orang yang berperilaku secara inkongruen dengan nilai yang
diyakini akan cenderung mengalami konflik interpersonal, lebih merasakan kecemasan,
dan merasa bersalah karena hidupnya tidak sesuai dengan standard yang mereka miliki.
(8) Religiusitas seseorang merupakan kompleksitas pengetahuan tentang doktrin religi dan
bagaimana orang itu mengkonstruknya. Bukan hal yang luar biasa jika orang yang aktif
dalam kegiatan gereja, sinagog atau mesjid namun memiliki informasi yang tidak lengkap
atau tidak benar tentang doktrin religi yang dipeluk. Mis-informasi itu seringkali
menciptakan gangguan dalam kongruensi antara nilai yang diyakini dengan gaya
hidupnya.
(9) Kematangan atau kesehatan religius berkaitan dengan jenis motivasi yang dimiliki
seseorang dalam menjalankan ibadah sesuai religinya. Religiusitas yang dimotivasi
secara intrinsik lebih sehat daripada secara ekstrinsik. Orang yang memiliki motivasi
instrinsik mampu menemukan motif utama dalam religi, mencapai harmoni dengan
preskripsi dan keyakinan religiusnya secara kuat dan berusaha keras untuk mengamalkan
sepenuhnya nilai-nilai religi yang dianutnya. Sebaliknya, orang yang dimotivasi secara
ekstrinsik menggunakan religi untuk diri sendiri, ia menggunakan agama sebagai sarana
keamanan diri, sosiabilitas, status dan justifikasi diri. Orang yang dimotivasi secara
instrinsik cenderung lebih sehat secara psikologis dan perilakunya cenderung kongruen
dengan keyakinannya, sebaliknya, jika motivasinya ekstrinsik, perilakunya kurang
konsisten dengan nilai yang diyakini.
7
Religiusitas dan Tindakan Manusia
Tindakan seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat religiusitasnya. Proposisi yang
diajukan adalah (1) faktor religiusitas secara langsung mempengaruhi emosi, (2) dan selanjutnya
emosi itu menentukan tindakan, atau dengan kata lain, religiusitas berpengaruh secara tidak
langsung terhadap tindakannya, yakni melalui emosi. Proposisi tersebut didukung oleh beberapa
temuan sebagai berikut. Religiusitas (religiosity) adalah kualitas seseorang yang mencakup
seperangkat keyakinan dan praktik agama yang berdaya kuat, persuasif dan menimbulkan mood
tertentu (Frame, 2003). Richards and Bergin (1997, dalam Frame, 2003) menunjukkan bahwa
keyakinan religius konseli mempengaruhi self-esteem positif dan kemampuan dalam mengatasi
masalah, daripada konseli yang tidak memiliki keyakinan religius. Temuan Widiyanto (2001)
menunjukkan bahwa kualitas religiusitas berpengaruh terhadap emosi dan kualitas tindakan guru
saat mengajar, guru yang memiliki keyakinan religius kuat memiliki stabilitas emosi yang lebih
tinggi yang selanjutnya dapat menampilkan tindakan yang lebih berkualitas dalam mengajar,
daripada guru yang kurang memiliki keyakinan religius.
Proposisi yang didukung oleh temuan tersebut dapat dijelaskan secara teoritik sebagai
berikut. Keadaan biologis berhubungan dengan emosi, disebut dengan emosi latar belakang
(background emotion), yaitu kondisi internal tubuh berupa perubahan hormonal dan rongga perut
yang dapat berwujud ketegangan atau relaks, kelelahan atau bertenaga, kesejahteraan atau rasa
tidak nyaman dan antisipasi atau kengerian yang semua itu cenderung berkaitan dengan perasaan
subjektif tertentu, misalnya keadaan internal tegang, lelah dan tidak nyaman cenderung
bersamaan dengan emosi negatif seperti marah dan kecewa, sebaliknya keadaan relaks, sejahtera
atau nyaman cenderung bersamaan dengan emosi positif seperti senang dan cinta/kasih sayang.
Kualitas religiusitas yang kuat, akan menumbuhkan background emotion menjadi lebih
tenang/relaks, merasa bertenaga, sejahtera, aman dan nyaman yang disertai perasaan positif
seperti rasa senang, gembira dan cinta. Emosi tersebut akan terus terpelihara dan terbawa saat
seseorang itu menghadapi sesuatu. Selanjutnya, ketika ia menghadapi stimulus berupa hal-hal
yang problematik, maka respon emosinya akan tetap positif, artinya ia tidak mudah “terpancing”
emosinya untuk bertindak eksplosif dalam menanggapi stimulus tersebut, atau dengan kata lain
8
emosi tetap stabil. Kestabilan emosi itu pada gilirannya melahirkan tindakan orang itu menjadi
lebih berkualitas dalam menghadapi perilaku emosional siswa.
Sebaliknya, relligiusitas yang lemah akan menumbuhkan background emotion menjadi
tegang, lelah, tidak nyaman dan kurang bertenaga yang disertai perasaan subjektif negatif seperti
marah, kecewa dan sedih. Emosi tersebut juga akan terus terpelihara dan terbawa dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, ketika ia menghadapi stimulus berupa sesuatu yang
problematik maka respon emosinya berupa emosi negative. Artinya ia mudah “terpancing”
emosinya untuk bertindak eksplosif dalam menanggapi stimulus tersebut, atau dengan kata lain
emosi tidak stabil. Ketidak-stabilan emosi itu pada gilirannya akan melahirkan tindakan orang itu
menjadi lebih rentan tidak terkendali, dalam menghadapi sesuatu yang problematik dalam
hidupnya. Ia akan menjadi mudah marah dan jenkel, cenderung membentak dan menghukum
secara fisik, bahkan ketika ia menghadapi suatu problem yang sebenarnya wajar menurut orang
lain.
Strategi Religius
Strategi Religius (SR) adalah ilmu yang dalam, mendeskripsikan (to describe),
menjelaskan (to explain), memperkirakan (to predict) dan mengontrol (to control) gejala alam
dan sosial dengan berdasarkan pada nas-nas atau firman Allah yang tersirat maupun tersurat
dalam kitab-kitab suci (Soewardi, 1996). Ini merupakan strategi dalam menggunakan sembilan
dimensi religiusitas seseorang yaitu (1) worldview, (2) religious affiliation, (3) level of
orthodoxy, (4) religious problem solving, (5) spiritual identity, (6) image of God, (7) value-
lifestyle congruence, (8) doctrinal knowledge, dan (9) religious and spiritual health and maturity
dalam rangka menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh manusia (dalam hal ini masalah teknis
dan nonteknis skripsi yang dihadapi mahasiswa).
Dalam bidang bimbingan, Atmoko (1994) mengemukakan pemikiran tentang bimbingan
pendekatan agama, yaitu bantuan kepada konseli dengan dasar pijakan, cara berfikir, analisis dan
diagnosis masalah, serta teknik-teknik pemecahan masalah yang menggunakan (berlandaskan
atas) konsep-konsep agama, khususnya Islam. Tujuan bimbingan pendekatan agama adalah
membantu memecahkan masalah konseli melalui penghayatan, peyakinan (menyakinkan) dan
pengamalan konsep-konsep agama baik yang ubudiah (vertikal) maupun yang muamalah
9
(horisontal), sehingga tercapai kesejahteraan pribadi maupun (berimbas kepada) kesejahteraan
masyarakat. Konseli diyakinkan bahwa tidak ada masalah yang tidak dapat terpecahkan (semua
masalah pasti ada jalan keluarnya) asalkan ia mau kembali ke petunjuk-petunjuk agama.
Dalam tulisan ini tradisi religi mengacu pada Islam, yakni bersumber pada Al-Qur’an dan
Hadis (QH). Penggunaan QH sebagai dasar ilmu dilakukan baik pada aspek ontologis,
epistimologis maupun aksiologisnya. Pada aspek ontologis, nas-nas dalam QH digunakan
sebagai sumber premis dasar, yakni sebagai the thing in itself atau the self evident-proposition
yang diyakini kebenarannya. Artinya, dalam merumuskan, membahas dan menginterpretasi
gejala, SR menggunakan ayat-ayat atau dalil dalam QH yang seringkali bukan hanya bersifat
empiris (bisa diamati) melainkan juga bersifat transenden. Hal ini berlawanan dengan ilmu yang
sekuler semata (biasanya disebut ilmu barat) yang meyakini bahwa the thing in itself adalah
sesuatu yang empiris (saja).
Pada aspek epistimologis, proses pencarian kebenaran bukan hanya menggunakan
kemampuan pikir (rasio) semata seperti ilmu barat melainkan juga menggunakan dzikir (intuisi).
Dalam hal ini nas (dzikir, naqliyah) memandu proses pikir (aqliyah) untuk mencari hubungan
sebab akibat. Nas-nas itu merupakan statement atau premis yang mengandung kebenaran-
kebenaran dengan hukum sebab-akibat, dan manusia diwajibkan berpikir untuk menemukan atau
mengungkapkan hukum sebab-akibat yang kadang tersirat. Nas-nas itulah yang memandu
inferensi, ke arah mana premis-premis dideduksi, diverifikasi dan divalidasi.
Pada aspek aksiologis, penggunaan hasil ilmu juga berpedoman pada nas-nas itu baik
yang langsung berhubungan maupun yang merupakan konteks. Dalam hal ini, secara umum
penggunaan ilmu ditujukan untuk menyembah Allah (Adz-Dzariah:56), meningkatkan iman dan
takwa (Al Baqoroh:2-5) dan rasa syukur atas nikmat Allah (Ibrahim: 7), untuk memakmurkan
bumi (Hud:61), bukan untuk melanggar nas-nas Allah atau menciptakan kerusakan di bumi
(Rum:41).
Badri (1981) memang mengakui ada kesulitan perumusan konsep kepribadian Islam
yang, sebagaimana terapi-terapi modern, menjadi landasan bagi penyusunan tujuan, strategi dan
teknik terapi. Berkenaan dengan itu, Badri (1981: 110 – 111) memberikan kerangka kerja yang
lebih konkrit, sebagai berikut:
Namun demikian, Qur’an dan Hadist secara eksplisit membicarakan sejumlah konsep atau sebab musabab yang menerangkan spesifik tingkah laku individu-individu ataupun
10
manusia kolektif. Dalam Qur’an sebab-musabab ini dianggap sebagai hukum-hukum psiko-religius dan sosial yaitu sunnah Allah. Seorang teoritikus muslim yang berbekal psikologi akademik Barat dan teori kepribadian, dan yang pada waktu bersamaan bersiap-siap membebaskan diri dari pengaruh-pengaruh yang negatif, akan sanggup membaca hukum-hukum Qur’an di bidang sosial dan psiko-religius sebagai sebuah kerangka utuh untuk konsep kepribadian Islam. Kemudian pada kerangka itu dapat ditempelkan otot dan daging dari hadist dan sejarah nabi, begitu pula dari karya-karya pemikir Islam zaman dahulu. Maka, para teoritisi kepribadian Islam yang mengabdikan diri dapat memberikan sebuah dimensi baru dalam teori kepribadian kepada seluruh bidang psikologi. Perlu dicatat sehubungan dengan hal di atas, bahwa psikolog-psikolog Barat yang terkemuka telah mulai menghargai sumbang sih psikolog zaman dahulu yang non-Barat terhadap teori kepribadian modern.
Temuan yang mendukung
Beberapa temuan yang menguatkan bahwa religi memiliki potensi dan kekuatan sebagai
strategi penyelesaian masalah dapat disebutkan sebagai berikut. Seorang psikolog wanita yang
terkenal di Indonesia, yakni Zakiah Daradjat, menyatakan bahwa berdasar pengalaman
menghadapi para penderita gangguan jiwa ternyata di samping perawatan secara teknis ilmiah,
agama mempunyai kekuatan yang besar dalam mempercepat kesembuhan penderita gangguan
jiwa. Terbukti pula bahwa seseorang yang kurang teguh dalam menjalankan agama seingkali
mudah terkena gangguan jiwa. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat
membentengi orang dari gangguan jiwa dan dapat mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang
yang gelisah tak berujung pangkal karena kekecewaan atau ketidakpuasan. Sembahyang, do’a-
do’a dan permohonan ampun kepada Allah, semuanya merupakan cara-cara pelegaan batin yang
akan mengembalikan ketenangan dan ketentraman jiwa. Mendukung pengalaman Daradjat,
penelitian Mohammad Saleh (2001) membuktikan bahwa sholat tahajjud yang dilaksanakan
secara rutin dan iklas mampu menghindarkan seseorang dari serangan berbagai penyakit karena
daya tahan imunologik dan kesehatan mental yang bersangkutan meningkat.
Pengalaman Badri (1981) selalu menunjukkan bahwa keyakinan pasien terhadap agama
Islam sangat berguna bagi usaha penyembuhan atau penyelesaian masalah. Misalnya, seorang
wanita yang mengalami kecemasan, rasa tak cukup, depresi dan reaksi-reaksi phobia yang telah
dua kali masuk rumah sakit selama hampir satu tahun, yang tidak terselesaikan oleh dukun
tradisional maupun terapi modern teknik desensitisasi standard, psikoterapi kelompok maupun
obat penenang oleh Badri sendiri, ternyata mengalami proses penyembuhan yang cepat setelah
dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an tentang pengampunan dosa. Seorang wanita yang mengalami
11
neurosis obsesional dengan gejala perilaku tidak khusuk sehingga selalu mengulang-ulang
sholat, yang tidak sembuh baik dengan teknik terapi tidur elektrik, obat penenang, aversi,
maupun desensitisasi sistematik, ternyata bisa sembuh setelah mengikuti sholat tarawih bersama
selama bulan Ramadhan dengan imam yang sangat fasih dalam membacakan ayat-ayat Al
Qur’an. Sentimen-sentimen dan konsep-konsep Islam tentang nilai sejati tentang hidup, mati, dan
kehidupan sesudah mati ternyata bisa mengobati seorang laki-laki yang mengalami gangguan
phobia terhadap mati dan hipokondria yang gawat. Dari pengalaman-pengalaman tersebut dan
banyak pengalaman psikiater lain yang senada, maka mulai berkembang terapi psiko-religius
yang berorientasi kepada Islam.
KERANGKA KERJA KONSELING RELIGIUS: Terapan Pembimbingan Skripsi
Skripsi
Skripsi merupakan karya ilmiah dalam suatu bidang studi yang ditulis oleh mahasiswa
Program Sarjana pada akhir studinya sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
program studi mereka yang ditulis berdasarkan hasil penelitian lapangan, hasil kajian pustaka,
atau hasil kerja pengembangan (Ali Saukah, dkk, 1996). Tujuan penulisan skripsi adalah
memberi pengalaman belajar kepada mahasiswa dalam memecahkan masalah secara ilmiah
dengan cara melakukan penelitian sendiri, menganalisis, dan menarik kesimpulan serta
menyusun menjadi bentuk skripsi (Pedoman Akademik, 1997). Dalam Program Studi Bimbingan
Konseling, skripsi menjadi mata kuliah wajib dengan bobot 6 SKS. Implikasinya, mata kuliah
skripsi diambil oleh semua mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling untuk lulus menjadi
sarjana. Mengingat berbagai persyaratan dan masalah yang menyertainya, maka ada mahasiswa
yang mengalami hambatan sehingga molor terlalu lama bahkan gagal lulus karena tidak
menyelesaikan skripsinya.
Fokus Masalah Penulisan Skripsi
Pengalaman dan studi penjajagan terhadap mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
menunjukkan bahwa muncul banyak masalah dalam menyelesaikan suatu skripsi dari awal
sampai lulus ujian. Masalah berkaitan dengan penyusunan skripsi dapat dipilah ke dalam dua
fokus, yaitu fokus emosional dan fokus teknis. Fokus emosional adalah masalah-masalah yang
12
pusatnya berupa emosi, misalnya muncul rasa jenuh, malas, cemas, gelisah, bingung, marah,
kecewa, dan tegang. Gejala-gejala yang tampak atau dirasakan antara lain berupa disharmoni
proses biokimia tubuh seperti peningkatan kadar hormon adrenalin, asam lambung, keringat
(dingin), detak jantung dan tekanan darah meningkat lebih dari biasanya, sulit tidur dan sulit
berkonsentrasi, pada taraf dan orang tertentu muncul gejala psikosomatik seperti ingin selalu
buang air kecil, diare, tangan terasa kelu, dan yang paling sering adalah muncul sakit maag.
Fokus teknis adalah masalah-masalah objektif yang berkaitan langsung dengan objek
penyusunan skripsi, antara lain kesulitan merumuskan masalah secara jelas dan spesifik yang
diterima oleh pembimbing, kesulitan menemukan sumber pustaka yang diperlukan, kerumitan
dalam penyusunan alat ukur, kesulitan biaya untuk pengumpulan data, kesibukan dosen sehingga
sulit ditemui untuk berkonsultasi, kerusakan file atau hardis secara tiba-tiba karena virus, dan
lain-lain masalah praktis. Gejala-gejala yang tampak ketika mahasiswa menhadapi masalah
fokus ini antara lain perilaku kurang terarah, lupa akan sesuatu yang sebenarnya penting bagi
penulisan skripsi, dan tidak segera mengerjakan/menulis skripsi atau perilaku tidak terjadwal.
Fokus emosional dan teknis serta gejala-gejala yang muncul pada dasarnya tidak terpisah.
Seorang mahasiswa bisa merasa cemas dan putus asa (mengalami masalah emosional) ketika
telah berkali-kali mengajukan suatu topik dan rumusan masalah tetapi dosen pembimbing belum
menyetujuinya (masalah teknisnya belum diselesaikan). Demikian pula, seorang mahasiswa yang
telah menyelesaikan laporan skripsi dan akan menempuh ujian (masalah teknis yang satu telah
diselesaikan, yang lain belum) juga bisa mengalami gejala-gejala pada masalah emosional seperti
cemas dan gelisah saat akan ujian. Dalam tulisan ini, masalah tersebut dipilah atau dibedakan
dalam rangka analisis untuk menentukan strategi penyelesaiannya.
Hakikat manusia
Manusia adalah makhluk yang diciptakan dari saripati tanah (Al Mu’minun:12-14), dan
yang pertama adalah Adam (Al Baqarah:30-38), dalam jasad manusia juga ditiupkan ruh (As-
Sajdah:9). Dengan demikian manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Manusia
tidak terdiri dari unsur fisik semata, tetapi juga memiliki akal pikiran, perasaan dan hawa nafsu.
Al-Qur’an menggunakan tiga istilah tentang manusia, yaitu al-basyar, al-insan dan an-
nas. Al-basyar memberikan rujukan manusia dari segi fisik, misalnya “bagaimana mungkin
13
Maryam punya anak, padahal ia tidak pernah disentuh oleh basyar (Ali Imron: 47), nabi
Muhammad adalah juga manusia (basyar) sebagaimana umumnya yang diberi wahyu (Al-
Kahfi:110). Konsep al-insan mengacu pada manusia yang bergerak maju ke taraf lebih tinggi
(becoming), mencari kesempurnaan, merindukan keabadian. Asas melajunya manusia mengalir
kembali kepada Tuhannya (inna lillahi wainna ilaaihi raji’un).
Sebagai al-insan, manusia dibekali dengan akal (Zumar:21), dan mampu
mengkomunikasikan pengetahuannya (Al-Baqarah:31-33), menerima amanah (Ahzab:72) dan
mempertanggungjawabkannya (Al-Isra:15); al-insan juga memiliki kecenderungan negatif
seperti dhalim dan kafir (Ibrahim:34) tergesa-gesa, bakhil (Isra:11), bodoh (Ahzab:71),
membantah dan mendebat (Khafi:53), gelisah, resah dan segan membantu (Ma’arij:19-21),
bersusah payah dan menderita (Insyiqaq:6, al-Balad:4), tidak berterima kasih (Adiyat:6), berbuat
dosa (Alaq:6), dan meragukan hari akhirat (Maryam:66).
Konsep an-anas merujuk manusia sebagai makhluk sosial, seperti sebutan waminan nas
(Baqarah:8, 165), aktsaran nas (A’raf:187, Hud:17), dan sebutan yaa ayuhan nas (Yunus:57).
Sebagai manusia, mahasiswa, ia memiliki kemampuan akal (Zumar:21), pilihan atau
kemerdekaan berkehendak (Ahzab:72,73; Az Zukhruf:29, Naba78:39, Muddattsir :36,37) dan
tanggung jawab (Ahzab:72; Al-Isra:15), dan mampu mengkomunikasikan pengetahuannya (Al-
Baqarah:31-33), namun juga memiliki berbagai keterbatasan, kepribadiannya mencakup konflik
antara tugas dan keinginan (hawa nafsu) (As-syams:1-10, Ali Imran:14, 15-17, Rum:30,
Yusuf:53, Al-Qiyamah:2), cenderung tergesa-gesa, bakhil (Isra:11), membantah dan mendebat
(Khafi:53), gelisah, resah dan segan membantu (Ma’arij:19-21), bersusah payah dan menderita
(Insyiqaq:6, al-Balad:4), tidak berterima kasih (Adiyat:6).
Dengan demikian, manusia pada dasarnya merupakan makhluk biologis, psikologis dan
sosial. Ketiga aspek tersebut harus diperhatikan dan dikembangkan dalam keseimbangan yang
selalu berada dalam hukum-hukum (sunatullah) yang berlaku mengingat ada kecenderungan
negatif (nafsu) dan positif (fitrah) dalam diri manusia. Oleh karena itu manusia harus
mengembangkan ilmu disertai dengan iman dan amal saleh (Thoha, Syukur, Priyono, (edt),
1996).
Ansari (1984) dengan berdasar pada Qur’an, mendeskripsikan pokok-pokok prinsip
manusia sebagai berikut. Manusia adalah makhluk ciptaan (Maryam:67), mempunyai arah dan
14
berevolusi (Mu’minuun:115-116, 12-16, Al-Insaan:2,3) berjuang mencapai tujuan moral
sehingga bisa mencipta dan membentuk kepribadian (Al-Balad:4, Al-Mulk:2, Hud:7), untuk
mengisi dan menjelmakan cita-cita moral maka manusia adalah makhluk sosial (Rum:28, An-
nisa:50, An’aam:165), pada pokoknya baik (Alam Nasrah:4) namun juga memiliki berbagai
keterbatasan, kepribadiannya mencakup konflik antara tugas dan keinginan (hawa nafsu) (As-
syams:1-10, Ali Imran:14, 15-17, Rum:30, Yusuf:53, Al-Qiyamah:2), memiliki kemerdekaan
berkehendak (Ahzab:72,73; Az Zukhruf:29, Naba78:39, Muddattsir :36,37), dengan
keterbatasannya dan kepribadiannya manusia harus mempertahankan eksistensi duniawinya
dengan identitas yang tidak terlepas dari kebangkitan kembali dan perhitungan hari akhir bagi
tindakan-tindakannya di dunia (Baqarah:2-5, Ahzab:73-77, Saba’:8,9; Dukhaan:24,25,
Jaatsiyah:26, Qaaf:9-15, Al Isra:13-14).
Kerangka Kerja Umum Strategi Konseling Religius
Berdasar konsepsi tentang hakikat manusia menurut Al-Qur’an seperti yang telah
diuraikan para pemikir Islam, maka penulis mencoba merumuskan kerangka kerja umum
bagaimana pembimbingan skripsi akan dioperasionalkan. Secara skematis, kerangka kerja
tersebut dapat dilihat pada gambar 1, yang diuraikan sebagai berikut
1) Tugas hidup manusia yang utama dan esensial adalah beribadah (Dzariat:56, Hijr:99).
2) Pedoman hidup yang utama dalam menjalankan tugas hidup tersebut adalah Al-Qur’an dan
Sunah Rosul (An’am:116, 153; Yunus:57-58; Hijr:41-42; Nahl:42-44, 64, 89; Baqarah:213).
3) Bahwa niat utama menjalankan tugas hidup adalah mencari ridho Allah (Lail:18-21; Hijr:40).
4) Tujuan jangka panjang dalam menjalankan tugas hidup adalah kehidupan akhirat yang baik
yakni masuk sorga (Imron:133; Fajr:27-30, An’am:32) dan terhindar atau selamat dari neraka
(Baqarah:24; Nahl:85; An’am:27-30; Fatir:36-37; Ali Imron:16).
5) Tujuan jangka panjang itu baru bisa dirasakan setelah manusia mengalami kematian yang
pasti akan dijumpai (Jum’at:8; Nahl:61).
6) Di samping tujuan jangka panjang, manusia juga memiliki tujuan jangka pendek yaitu
kehidupan dunia yang baik (Nahl:97; Sof:13; Hud:61; Qasas:77).
15
7) Untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, manusia pasti menghadapi
cobaan atau rintangan dan godaan (Mulk:2; Kahfi:7; Baqarah:49, 155-157, 214; Ambiya: 34-
35, 86-87; Haji:52-53; Furqan:18-20; Ankabut:2-7; Hijr:39).
8) Bahwa dalam mencapai tujuan dan menghadapi cobaan dan godaan, manusia harus bersikap
takwa (Khaser:18; Thalaq:2-3; Nahl:42) dan sabar (Baqarah:153, 155).
9) Sejalan dengan sikap sabar dan takwa, manusia secara akal dan perbuatan harus tetap
berusaha (Ro’du:11; Ankabut:69), dengan menyusun suatu rencana (Khaser:18), kerja atau
pelaksanaan rencana secara berurutan/sistematis dan sungguh-sungguh (Alam Nasyrah:7).
10) Manusia juga harus selalu melakukan kontrol diri/evaluasi diri (Rum:36, 41; Khaser:18-19),
yang selalu disertai rasa bersyukur atas apa yang telah dimiliki sampai saat ini (Ibrahim:7).
11) Dalam segala usahanya manusia harus diperkuat dengan do’a dan minta pertolongan kepada
Allah sang pencipta karena pada hakikatnya semua di dunia ini telah ditakdirkan oleh Yang
Maha Kuasa (Rum:37; Baqarah:153, 155; A’rof:205-206; Al-Isro’79-81, 108-110).
16
Gambar 1: Kerangka Kerja Umum dengan Strategi Religius
DIPERKUAT DENGAN DO’A, SABAR DAN SHOLAT: Rum:37; Baqarah:45-46, 153, 186; A’rof:205-206; Al Isra:79-81, 108-110
NIAT:Ridho AllahLail: 18-21
USAHA:Ro’du:11Ankabut:69RENCANA:Khaser:18KERJA: Alam Nasroh:7
TAKWA:Thalaq:2-3Nahl:42
TUGAS HIDUP:Dzariat:56; Hijr:99PEDOMAN HIDUP:An’am:116, 153; Yunus:57-58;
Hijr:41-42, Nahl:42-44, 64, 89; Baqarah:213
COBAAN & GODAAN:Mulk:2; Kahfi:7Baqarah:49, 155-157, 214Ambiya:34-35,86-87Haji:52-53Furqaan:18-20Hijr:39-40
TUJ. JK. PENDEK:Hidup baik di duniaNahl:97; Sof:13Hud:61;
Qasas:77
TUJ. JK. PANJANG:Masuk Sorga:Ali Imron:133; Fajr:27-30; Nahl:30; An’aam:32; Sof:12Terhindar dari neraka:Baqarah:24; Nahl:85; An’aam:27-30; Fatir:36-37
MATI:
Jum’at:
EVALUASI DIRI: Khaser:18-19; Rum:36, 41SYUKUR: Ibrahim:7
17
Dalam kerangka kerja tersebut, penulisan skripsi dapat dipandang sebagai sebagian
langkah atau tahap dalam rangka mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
Artinya, skripsi adalah salah satu bagian hidup (perlu disadari bahwa skripsi saja tidak
menjamin keberhasilan hidup) yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar kelak bisa
memperoleh kehidupan dunia yang lebih baik karena dapat menyandang gelar sarjana,
selanjutnya kehidupan baik itu diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan jangka
panjang yang lebih hakiki.
Kesulitan-kesulitan atau masalah yang muncul selama penulisan sampai ujian
skripsi baik fokus teknis maupun fokus emosional, dapat dipandang sebagai cobaan atau
godaan dalam rangka mencapai tujuan. Oleh karena itu mahasiswa perlu menggunakan
tahapan kerja: rencana-kerja-kontrol, dengan tetap meningkatkan ketakwaan dan
kesabaran, dengan disertai rasa bersyukur; selalu menyadari akan tugas hidup yang hakiki
dan memedomani Al-Qur’an dan Sunah Rosul (tidak terjerumus dalam pelampiasan yang
maksiat); serta selalu memohon akan pertolongan Allah.
Kerangka Kerja Operasional
Atas dasar kerangka kerja umum dan fokus masalah dalam penulisan skripsi, maka
dapat dirumuskan kerangka kerja operasional konseling religius dalam membimbing
penulisan skripsi dapat berjalan lancar, selesai tepat waktu dan memperoleh hasil atau
nilai yang sangat memuaskan, yaitu sebagai berikut. Skema kerangka kerja operasional
ini dapat dilihat pada gambar 2.
Mendekatkan diri kepada Allah
Nas-nas berkaitan dengan masalah skripsi antara lain: telah datang nasehat,
petunjuk, rahmat dan obat bagi hati dari Tuhanmu (Yunus:58), hanya dengan mengingat
Allah sajalah, akan diperoleh ketenteraman hati (Ar ra’d: 28), barang siapa bertakwa
kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar (dari masalahnya) (Ath
Thalaaq:2), barang siapa yang berserah diri kepada Allah, maka Dia akan mencukupkan
urusan orang itu (Ath Thalaaq:3), jika kalian bersyukur atas nikmat-Ku, nicaya Aku
menambah nikmat-Ku kepada kalian (Ibrahim:7), jadikanlah sabar dan sholat sebagai
18
pembantumu (untuk mencapai cita-cita), sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar (Al Baqoroh:153), Aku (Allah) kabulkan do’a orang yang berdo’a kepada-Ku (Al
Baqoroh:186).
Ayat-ayat tersebut cocok untuk menyelesaikan masalah-masalah fokus emosional
yang muncul dalam menyelesaikan skripsi. Pada aspek ontologis, ayat-ayat tersebut
mengisyaratkan adanya obat hati dari Allah dengan cara mendekatkan diri kepada Allah:
tawakal, sabar, bersyukur, berdo’a dan salat yang diyakini sebagai the thing in itself.
Pada aspek epistimologis, kita (konselor dan konseli: dosen dan mahasiswa) berusaha
mencari bukti-bukti keefektifan ayat tersebut untuk menyelesaikan masalah emosional
berkaitan dengan skripsi. Dalam hal ini kita mempelajari petunjuk teknis-operasionalnya
yang telah diuraikan secara rinci di Hadis, misalnya ada solat hajat, ada waktu-waktu dan
tata cara berdo’a yang pasti terkabul (mustajab) untuk memohon kelancaran dan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi, ada bacaan-bacaan dzikir untuk meningkatkan
keyakinan hati agar selalu berserah diri dan selalu bersyukur atas nikmat Allah walaupun
nikmat itu tampak kecil. Selanjutnya kita melaksanakan petunjuk operasional tersebut.
Bukti-bukti empiris secara tertulis hasil penelitian tentang do’a dalam
menyelesaikan masalah, sepengetahuan penulis, belum banyak didokumentasikan.
Sebagai contoh, bisa disebut misalnya pengakuan seorang janda yang berhasil mendidik
sembilan putra-putrinya (lima putra dan empat putri) sampai semuanya memperoleh gelar
sarjana bahwa rahasia kesuksesannya adalah banyak do’a (Williams, 1995), kisah-kisah di
Babad Tanah Jawa yang menceriterakan bahwa keberhasilan para raja Mataram dalam
mencapai cita-cita membangun negara adalah banyak melakukan do’a dan tirakat (Babad
Tanah Jawa, tanpa tahun). Pengalaman dan pengamatan penulis terhadap orang-orang
yang berhasil menyelesaikan studi (padahal banyak masalah “berat” yang ia dihadapi)
menunjukkan bahwa mereka umumnya rajin berdo’a, salat sunah, berdzikir dan berpuasa.
19
Gambar 2. Kerangkan Kerja Operasional dengan Strategi Religius
FOKUS MASALAH GEJALA PEMECAHAN HASIL
EVALUASI
Emosional: kecemasan, kegelisahan, bingung, rasa jenuh, malas, takut, tidak bersemangat
Teknis Skripsi:
tidak tepat waktu, menghadap dosen, sulit mencari literatur, efektivitas kerja mengetik, biaya, ujian, kurang kemampuan menulis, banyak revisi, perbedaan pendapat dengan dosen, teori terlalu banyak, sulit mencari dan memilih, manajemen kegiatan, materi monoton , tugas yang dikerjakan terlalu sulit
Disharmoni proses biokimiawi:peningkatan adrenalin, asam lambung, keringat, detak jantung, tekanan darah, psikosomatis (sulit tidur berkeringat dingin nafsu makan berkurang)
Kacau perilaku, dis-orientasi, mencari pelarian/pelampiasan
Mendekatkan diri kepada Allah:Sholat, tawakal, berdo’a banyak dzikir, membaca Al Qur’an, Istighfar, yakin / berprasangka baik kepada Allah
Rencana Kerja
Kontrol
Harmoni psikologis: tenang, pikiran jernih, tentramDaya tahan dan kesehatan mental meningkat
Perilaku terarah, efisien, efektif
Sripsi tepat waktu, nilai
20
Pada umumnya, perolehan dari pelaksanaan strategi ini adalah perasaan (hati) lebih
tenang, tenteram, lebih mantap atau yakin bisa menyelesaikan skripsi/tesis walaupun
masalah objektifnya sendiri mungkin belum terselesaikan. Secara psikologis hal ini
merupakan suatu ketenangan dan sikap positif yang memang ikut menentukan dalam
keberhasilan menyelesaikan skripsi.
Rencana-Kerja-Kontrol
Strategi ini adalah cara-cara menyelesaikan masalah yang berfokus pada teknis
skripsi yakni tugas-tugas nyata dalam menyusun skripsi (berkenaan langsung dengan
objek-objek penyusunan skripsi) yakni mulai dari menyusun proposal, melaksanakan
penelitian sampai menyusun laporan dan melaksanakan ujian. Ayat-ayat Allah yang
menjadi rujukan strategi ini sebagai berikut. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka yang mengubah keadaan mereka sendiri (Ar
ra’du:11), sesungguhnya di samping kesulitan-kesulitan (masalah) ada kemudahan
(penyelesaian), maka ketika engkau selesai mengerjakan suatu pekerjaan, kerjakanlah
pekerjaan yang lain (Alam Nasrah:6-7), setiap diri hendaklah meneliti apa yang telah
dilakukan, untuk hari esok (Al Hasyr: 18). Ayat-ayat tersebut “memerintahkan” bahwa
harus berusaha secara nyata mengatasi kesulitan-kesulitan, bekerja secara satu-persatu
(sistematis, terencana), dan selalu meneliti diri (evaluasi). Jika diringkas, ayat-ayat
tersebut mendorong kita untuk melakukan 3 hal yakni Rencana-Kerja-Kontrol (Plan-Do-
Chek).
1) Rencana
Rencana hendaknya disusun secara komprehensif, yakni bukan hanya tentang
teknis skripsi melainkan juga “semua hal” berkaitan dengan keberhasilan menyelesaikan
skripsi. Rencana komprehensif disadari pentingnya dan disusun sejak mahasiswa mulai
masuk kuliah. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah memahami “aturan main” yang
berlaku di universitas tempat ia kuliah dengan cara membaca buku pedoman (katalog)
tentang institusi tersebut, bertanya kepada para mahasiswa angkatan sebelumnya, bertanya
kepada dosen atau pejabat jurusan, mengobservasi perpustakaan, dan sebagainya.
21
Langkah ini untuk memahami deskripsi dan sajian mata kuliah sejak semestar awal
sampai akhir, situasi belajar mengajar di jurusan itu dan iklim jurusan, termasuk karakter
dosen-dosen. Di Universitas Negeri Malang, langkah ini bisa dilaksanakan bersamaan
dengan kegiatan Pengenalan Kehidupan Perguruan Tinggi (OKPT) bagi mahasiswa baru.
Berikutnya adalah mencocokkan “aturan main” yang kita pahami itu dengan posisi
dan kemampuan masing-masing. Dalam hal ini kita menuangkannya dalam bentuk
perencanaan berupa target-target tertentu, sebagai berikut (sekedar contoh).
(1) IPK minimal setiap semester adalah 3,0.
(2) Semester 1 – 2 membaca judul-judul skripsi yang ada di universitas atau jurusan
dan menentukan bidang minat yang akan menjadi topik skripsi. Bidang minat
dijabarkan lebih rinci dalam bentuk topik-topik yang akan menjadi bahan skripsi.
(3) Mencermati pokok-pokok ide, teori-teori atau konsep dari mata kuliah (-mata
kuliah) yang berkaitan dengan bidang minat yang akan menjadi topik skripsi.
(4) Mengikuti dengan sungguh-sungguh mata kuliah-mata kuliah yang berkaitan
dengan teknik penyusunan skripsi seperti metodologi penelitian, statistik, seminar
usulan penelitian, dan menerapkannya pada bidang minat yang menjadi topik
skripsi. Biasanya disajikan pada semester 3 sampai 5.
(5) Semester 3 sampai 5, bersamaan dengan mengikuti kuliah tersebut nomor 4), kita
mulai menyusun beberapa pra-proposal penelitian untuk calon skripsi (pokok-
pokoknya dulu). Di sini kita bisa meminta balikan dari dosen pembina mata kuliah
tersebut dan teman-teman diskusi saat kuliah, dan juga penting meminta masukan
dari dosen calon pembimbing skripsi (dosen pembimbing skripsi bisa diketahui
melalui ketua jurusan).
(6) Semester 6, kita menyusun proposal secara lengkap dan mengkonsultasikan
dengan dosen pembimbing skripsi yang telah ditentukan. Di sini penulisan skripsi
dilakukan secara resmi (formal tercatat di KRS) bersama dosen skripsi.
(7) Semester 7, terus melanjutkan proses penulisan skripsi bab per bab bersama
dengan dosen pembimbing, akan lebih baik jika sudah sampai pada pengambilan
data.
22
(8) Semester 8, melakukan analisis data dan menulis laporan, dan siap melaksanakan
ujian skripsi.
Teknik menulis skripsi biasanya sudah dipaparkan oleh berbagai buku bimbingan
penulisan skripsi. Di Universitas Negeri Malang telah terbit buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Buku itu
membahas hal-hal sekitar konsep penelitian sampai teknis pengetikan, ukuran kertas dan
sebagainya. Para mahasiswa hendaknya membaca buku yang dimaksud sejak awal
semester karena buku ini merupakan standard kerja di bidang penulisan skripsi (kalau bisa
memiliki sendiri). Di samping itu mahasiswa perlu memahami buku-buku tentang metode
penelitian dan analisis data yang banyak ragamnya di perpustakaan.
2) Kerja
Setelah menyusun target-target, kemudian kita menyusun jadwal kapan
melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai target tertentu. Misalnya, berapa
judul, kapan dan di mana kita membaca laporan-laporan skripsi; kapan membaca buku-
buku tentang penulisan skripsi dan buku teori/konsep yang akan diteliti di samping
membaca buku yang diwajibkan oleh suatu mata kuliah. Berapa buku dan laporan,
termasuk sumber-sumber yang lainnya, yang harus dibaca perlu dihitung banyaknya dan
dialokasikan waktunya secara rinci dan tepat (relatif). Semua itu dituangkan dalam
rencana mingguan, bahkan harian, di samping berbagai kegiatan lain seperti kuliah,
mengerjakan tugas terstruktur, mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, termasuk pulang
kampung.
3) Kontrol
Dalam pelaksanaan, tidak jarang terjadi ketidaksesuaian dengan apa yang
direncanakan, bahkan ada target yang mungkin tidak tercapai. Di sini evaluasi perlu terus
dilakukakan untuk menelusuri mengapa rencana tidak jalan dan target tidak tercapai.
Apakah karena faktor-faktor yang bisa dikendalikan oleh kita sebagai mahasiswa, ataukah
faktor-faktor di luar kendali. Faktor-faktor yang masih bisa dikendalikan perlu segera
diperbaiki, sedangkan faktor di luar kendali dipasrahkan kepada Tuhan (tawakal): yang
23
penting kita sudah berusaha sebaik mungkin sesuai kemampuan. Sikap tawakal, sabar dan
diikuti do’a dapat menimbulkan perasaan tenang dan mengurangi kecemasan atau
kekecewaan akibat kegagalan.
Peranan Konselor: Pembimbing Skripsi
Dengan strategi Religius, jelas bahwa pembimbing skripsi bukan hanya berperan
memberikan bimbingan teknis skripsi sebagaimana selama ini ia lakukan, melainkan
membimbing secara terpadu baik teknis maupun bimbingan pada fokus masalah emosi
mahasiswa sejak awal penulisan skripsi (bahkan awal mahasiwa masuk kuliah) sampai
ujian. Dalam hal ini secara rinci peranan pembimbing, paling tidak mencakup:
1) Menjelaskan hal ikhwal penulisan skripsi, antara lain pengertian, tujuan, prosedur
administratif dan akademik, hambatan yang akan ditemui, dan teknis penulisan skripsi
itu sendiri.
2) Membantu mahasiswa agar mereka lebih memahami dan meyakini Qur’an dan Sunah
Rosul yang berkaitan dengan strategi religius dalam menyelesaikan skripsi
sebagaimana telah diuraikan.
3) Membantu mahasiswa dalam menyusun rencana terpadu atas dasar strategi religius
dalam penulisan skripsi, mulai penetapan target, inventarisasi langkah-langkah dan
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penulisan, membantu mahasiswa menyusun
jadwal pelaksanaan, dan mengevaluasi diri.
4) Membimbing (mendampingi) mahasiswa dalam menyelesaikan fokus masalah
emosional dan fokus teknis skripsi mulai perencanaan-pelaksanaan –evaluasi skripsi.
SIMPULAN DAN SARAN
Dalam kerangka kerja konseling strategi Religius ini, tampak bahwa di samping
usaha batin (do’a, solat, sabar, tawakal, dzikir), konselor dan mahasiswa juga melakukan
usaha lahir mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi. Hal penting dalam
strategi ini adalah bahwa baik pendekatan diri kepada Allah maupun rencana-kerja-
kontrol, semua dilakukan atas dasar keyakinan terhadap ayat-ayat Allah sebagai suatu
kebenaran (the thing in itself) dengan niat yang tulus, lillahi ta’ala. Kerangka kerja ini
24
bersifat komprehensif yang mengacu pada fokus masalah nonteknis dan teknis penulisan
skripsi.
Dalam tulisan ini belum dibahas tentang terapan untuk proses dan teknik konseling
atas dasar kerangka kerja tersebut. Untuk itu disarankan kepada para ilmuwan dan praktisi
konseling agar melanjutkannya menjadi proses dan teknik konseling religius, bukan hanya
dalam rangka masalah skripsi, melainkan juga dapat diterapkan dalam berbagai masalah
yang dialami oleh siswa di tingkat SMP dan SMA.
DAFTAR RUJUKAN
Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir Al Qur’an
Atmoko, Adi. Bimbingan Pendekatan Agama, mencari model yang pas di sekolah. Bina Bimbingan. Th. 9. No. 1 . April 1994.
Atmoko, Adi. Delivery services dalam bimbingan skripsi. Makalah diisampaikan
dalam seminar kolegial Jurusan Bimbingan Konseling dan Psikologi, FIP
UM, tanggal 31 juli 2009
Ansari, Rahman F. 1984. Konsepsi Masyarakat Islam Modern. Alih bahasa Juniarso R, Abu Faiz, Asep Hikmat. Bandung: Risalah.
Babad Tanah Jawa. Tanpa tahun.
Badri, Malik B. 1981. Psikolog Islam di Lobang Buaya. Alih bahasa Anas Mahyudin dan Endi Hardi Wahyudin. Yogyakarta: UP Karyono
Chabib Thoha & Syukur Nc Priyono (editor). 1996. Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Pelajar kerjasama dengan IAIN Walisongo
Faiver, C; Ingersoll, RE; O’Brien,E; dan McNally,C. 2001. Explorations in Counseling and Spiritualy: Philosophical, Practical and Personal Reflection. Belmont: Thomson Learning
Frame, MW. 2003. Integration Religion and Spirituality into Counseling: A Comprehensive Approach. Pacific Grove: Thomson Learning
25
Herman Soewardi. 1996. Nalar, Kontemplasi dan Realita. Bandung: PPS UNPAD
Hidayatullah. Edisi 09. Th.XIII. Januari 2001
M. Ramli. 2000. Studi Tentang Hambatan dalam Penyusunan Skripsi dan Harapan Peme- cahannya. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Malang: Jurusan BKP FIP UM
Saukah, Ali (Edt.).2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang.
Widada. 2001. Efektivitas Pelaksanaan Pembimbingan Skripsi Terpadu Program Studi Bimbingan Konseling. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Malang: Jurusan BKP FIP UM
Williams, Walter L. 1995. Mozaik Kehidupan Orang Jawa: Pria dan Wanita dalam Kehidupan Masyarakat Moderen. Penerjemah: Ramelan. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Zakiah Daradjat. 1983. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung
26