Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

121
Strategi Petani dalam Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi di Daerah Irigasi Wanir (studi kasus di Dusun Leles Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung ) SKRIPSI Hardian Eko Nurseto G1E03002 Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran 2009 1

Transcript of Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Page 1: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Strategi Petani dalam Pemenuhan Kebutuhan

Air Irigasi di Daerah Irigasi Wanir

(studi kasus di Dusun Leles Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung)

SKRIPSI

Hardian Eko Nurseto

G1E03002

Jurusan Antropologi Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Padjadjaran

2009

1

Page 2: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian yang dilakukan ini mengenai strategi petani dalam pemenuhan

kebutuhan air irigasi pada Daerah Irigasi Wanir. Penelitian ini bermaksud

menggambarkan bagaimana petani di Dusun Leles Desa Mekarsari Kecamatan

Ciparay Kabupaten Bandung berkerjasama dalam menjamin ketersediaan air irigasi

mereka sepanjang tahun.

Daerah Irigasi Wanir berada pada daerah hulu subDAS Citarum yang

mengairi lahan seluas 2062.5 ha dan tersebar dalam 14 desa di 3 kecamatan yaitu

kecamatan Pacet, Ciparay dan Majalaya. Selama periode kekeringan tahun 2006,

debit air di bendungan Wanir mengalami penyusutan hingga 8366 l/detik (9160

l/detik menjadi 794 l/detik). Dampaknya adalah sekitar 1.500 hektar sawah di Pacet,

Ciparay, dan Majalaya gagal panen (data sekunder Dinas pengairan Ciparay, 2007).

Pada musim penghujan sungai Citarum sering kali meluap dan membanjiri

pemukiman dan persawahan. Keterangan yang dihimpun Antara menyebutkan

sebanyak lima desa di Kecamatan Majalaya dan Ciparay tercatat dilanda banjir

cukup parah dengan ketinggian antara 0,5 meter hingga 1,5 meter di persawahan dan

permukiman penduduk. Di Kecamatan Ciparay, banjir bandang Sungai Citarum

melibas dua desa yaitu Desa Sumbersari dan Mekarsari yang mengakibatkan 384

2

Page 3: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

rumah yang dihuni 1.392 jiwa terendam air setinggi 0,5 hingga satu meter. Selain itu

sekitar 215 hektare sawah yang siap panen terancam membusuk karena terendam air

(Media Indonesia, 9-04-2001).

Ketersediaan air irigasi sangat penting dalam pertanian, karena air dapat

memelihara stuktur tanah, menghambat dan menekan pertumbuhan gulma, mengatur

tinggi rendahnya suhu tanah, dan membawa zat hara yang diperlukan oleh padi

(Siregar, 1981:180). Idealnya air harus selalu tergenang selama kurang lebih 80 hari,

dan 20 hari sisanya atau menjelang masa panen, sawah tidak memerlukan banyak air,

bahkan harus dikeringkan (Hardjono, 1990). Namun, sifat dan jumlah pasokan air

bisa tak terduga, ketika musim kemarau air sulit untuk didapat dan dapat mengancam

pertumbuhan, dan terkadang di musim hujan jumlah air di saluran-saluran irigasi

melewati batas dan menimbulkan banjir di petak-petak sawah, sehingga diperlukan

berbagai strategi untuk menyiasati dan menjamin ketersediaan air guna

mempertahankan produktifitas pertanian.

Penelitian Krishna (2000) di Rajathan India Selatan tentang keterlibatan

penduduk desa dalam proyek penampungan air menunjukkan bahwa resiko

kekurangan pasokan air dapat diselesaikan bersama-sama oleh warga desa. Salah

satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah berkerjasama

dan menciptakan organisasi perkumpulan pemakai air. Jadi, berbagai upaya

masyarakat dalam pengelolaan air dapat memunculkan tindakan-tindakan bersama

dengan tujuan untuk menghindari dan menyelesaikan persoalan pasokan air.

3

Page 4: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Dalam menjamin ketersediaan air, terutama di Jawa, kelompok-kelompok

petani membangun jaringan irigasi dengan memanfaatkan aliran sungai untuk

mengairi sawah-sawah mereka. Irigasi tidak dapat dilaksanakan secara perorangan,

berbagai kegiatan keirigasian menuntut kerjasama diantara para petani yang

bersangkutan. Petani-petani Jawa menjawab tuntutan itu dengan mengembangkan

kerjasama yang erat diantara mereka, dan kerjasama yang erat itu menjadi landasan

bagi munculnya peradaban khas masyarakat pertanian padi pada masa lampau, yaitu

peradaban pengairan (hidraulic civilization) (Hutapea, 1996: x).

Pada masyarakat Bali, para petani-petani Bali mengembangkan teknologi

irigasi yang kita kenal dengan nama Subak1. Dalam organisasi Subak kerjasama

antar petani juga menjadi faktor penting dalam penyediaan dan pendistribusian air

irigasi. Ketika musim kemarau misalnya, dalam menghadapi kekurangan air mereka

mengembangkan sistem pinjam-meminjam air antar Subak dalam satu aliran sungai.

Penelitian Wayan Widia mengenai pengelolaan irigasi dalam kasusnya di Subak

Agung Yeh Ho, Tabanan-Bali menjelaskan, bahwa dalam menghadapi kekurangan air

pada musim kemarau Subak / Subak Gede saling meminjamkan air yang difasilitatori

oleh Subak Agung dalam kasus ini adalah Subak Agung Yeh ho. Apabila ada Subak di

hilir yang membutuhkan pinjaman air irigasi, maka mereka melapor kepada Pekaseh

(pimpinan) Subak Agung yang kemudian akan meninjau Subak yang kekurangan air

dan menghubungi Subak yang akan dipinjami air. Apabila persediaan air di Subak

1 Subak adalah lembaga yang mengatur dan menyalurkan air ke sawah-sawah untuk pertanian dan juga sangat efktif digunakan untuk memungut pajak tanah (Liefrinck dan Graeder dalam Shusila 1992: 213-215).

4

Page 5: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

yang akan di pinjami air memungkinkan untuk dipinjam, maka penjaga pintu

bendung akan mengalirkan air untuk Subak yang membutuhkan. Pada umumnya

Subak di Hulu akan meminjamkan beberapa saat (beberapa hari) untuk dapat

menolong temannya yang ada di daerah hilir (Widia, 1996, dalam Kurnia, 1997:

247).

Pinjam-meminjam air ini bisa terjadi karena adanya kerjasama yang dilandasi

oleh rasa persaudaraan dan rasa persatuan antara Subak-Subak di wilayah sungai Yeh

Ho. Pertemuan-pertemuan mereka dalam upacara adat di pura-pura menjadi pemicu

rasa persatuan dan persaudaraan diantara mereka.

Namun, dalam telaah kesejarah yang dilakukan oleh S.R. Hutapea nilai-nilai

kerjasama dan kebersamaan dalam pengelolaan irigasi pada periode Sebelum

Penjajahan, Penjajahan, Republik Indonesia, mengalami gangguan yang semakin

lama semakin serius sejak periode Penjajahan. Melemahnya kerjasama dan

berkembangnya individualisme dalam pengelolaan irigasi terus berlanjut hingga ke

masa pemerintahan Orde Baru. Pembentukan Perkumpulan Petani Pemakai Air

(P3A) oleh pemerintah ternyata belum berfungsi dengan baik. Sistemnya yang

seragam seluruh Indonesia, membuat petani menjadi pasif, dan hanya bergerak jika

diperintah (Asnawi, 1996, dalam Hutapea, 1996: 43-45).

Mengacu pada Hutapea dan Asnawi yang melihat penurunan tingkat

kerjasama petani, Penelitian ini akan berusaha melihat apakah petani di Dusun Leles

Desa Mekarsari melakukan kerjasama dalam pengadaan air irigasi demi terjaminnya

pasokan air pada sawah-sawah mereka? Penelitian ini juga ingin mencoba

5

Page 6: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

mengungkapkan lebih dalam tentang strategi kerjasama yang dilakukan petani dalam

menjaga pasokan air pada petak-petak sawahnya. Selain itu, penelitian ini juga akan

membandingkan pola-pola kerjasama yang dilakukan petani antara musim kemarau

yang sulit air dan musim penghujan yang surplus air.

1.2. Masalah Penelitian

Petani di Dusun Leles Desa Mekarsari sudah sejak lama menggunakan

saluran irigasi Wanir untuk memasok air ke sawah-sawah mereka. Di lihat dari sisi

geografisnya letak Dusun Leles Desa Mekarsari berada pada ketinggian 700 mdpl

dan terletak di hilir saluran irigasi, membuat daerah ini hanya mendapatkan air sisa

dari daerah lain diatasnya dan sering kekurangan pasokan air pada musim kemarau.

Begitu pula pada musim penghujan, karena letaknya yang berada dihilir membuat

daerah ini kerap dilanda banjir akibat meluapnya air dari sungai citarum ataupun

saluran irigasi yang pintu-pintu airnya rusak atau hilang.

Ketidakstabilan pasokan air irigasi ini akan menimbulkan permasalan dalam

mekanisme pembagian air. Hal tersebut akan membawa kita pada permasalahan

bagaimana strategi yang dilakukan petani dalam rangka menjamin ketersedian air

irigasi di petak-petak sawahnya. Penelitian ini ingin melihat bagaimana petani

membuat kerjasama dalam pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk menjamin

ketersediaan air irigasi pada lahan pertaniannya, guna mempertahankan produktifitas

pertanian mereka.

Berdasarkan uraian diatas maka pertanyaan penelitian difokuskan kepada :

6

Page 7: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

1. Bagaimana pengelolaan irigasi di Dusun Leles Desa Mekarsari Kecamatan

Ciparay Kabupaten Bandung?

2. Bagaimana petani berkerjasama dalam pemenuhan kebutuhan air irigasi

untuk menjamin ketersediaan air irigasi di musim kemarau dan musim

penghujan?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana petani

melakukan strategi kerjasama dalam pemenuhan kebutuhan air irigasi di Dusun Leles

Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung dalam menghadapi

fluktuasi air irigasi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Selain itu

penelitian ini juga berusaha membandingkan antara strategi yang dilakukan petani

pada musim kemarau dan musim penghujan terkait dengan perbedaan pasokan air

irigasi.

1.4. Tinjauan Pustaka

1.4.1. Petani

Petani (Peasant) merupakan masyarakat yang mencari nafkahnya dan

mengambil cara hidup dengan mengelola tanah. Pertanian yang dilakukan dalam hal

ini adalah suatu mata pencaharian hidup dan bukan merupakan kegiatan untuk

mencari keuntungan (Redfield, 1982:19). Wolf (1985:2) membedakan petani

menurut kegiatan usahanya kedalam dua kelompok: Pertama, pengusaha pertanian

7

Page 8: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

(farmer) yaitu pengelola perusahaan pertanian dengan mengkombinasikan faktor-

faktor produksi yang diupayakan dengan sejumlah modal kemudian hasil produksi

dijual ke pasar untuk memperoleh keuntungan. Kedua, petani pedesaan (peasant)

yaitu petani yang bercocok tanam di daerah pedesaan, ia tidak melakukan usaha

pertanian sebagai sebuah perusahaan bisnis tetapi hanya mengelola lahan pertanian

untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Scott (1989:62) melihat petani dari sudut pandang moral yang hidup dalam

pola subsisten (yaitu rumah tangga petani yang mengerjakan suatu lahan kecil untuk

dikonsumsi sendiri) dan enggan mengambil resiko. Pada prinsipnya petani

beranggapan bahwa pertanian bukanlah suatu usaha yang ekonomis untuk

memperoleh keuntungan melainkan suatu usaha pertanian subsistensi yang semata-

mata bertujuan untuk menghasilkan pangan (Scott. 1989:22).

Pandangan lain mengenai petani diungkapkan oleh Popkins (1986:4) yang

lebih mengakui adanya rasionalitas petani yang akan terus memaksimalkan

sumberdaya dan kemakmuran sendiri. Dalam kehidupan petani terdapat resiko yang

mereka ambil, walaupun mereka sangat miskin dan dekat dengan garis bahaya,

namun cukup banyak kejadian para petani masih mempunyai sedikit kelebihan dan

kemudian melakukan tindakan investasi yang beresiko. Ia membantah anggapan

bahwa petani enggan mengambil resiko ketika mereka mengevaluasi strategi-strategi

ekonomi dan anggapan-anggapan bahwa mereka lebih menyukai strategi kecil tapi

mendatangkan hasil yang pasti daripada strategi yang dapat menghasilkan hasil yang

besar tapi dapat mendatangkan resiko yang besar pula (Popkin, 1986:14-15).

8

Page 9: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

1.4.2. Sumber Daya Air

Pentingnya air irigasi bagi pertanian ini menjadikan “air” sebagai sumber

daya2 bagi petani dan mengandung arti bahwa adanya akses3 terhadap sumber daya

tersebut. Menurut Garret Hardin (1968, dalam Cousins 1995) apabila suatu

sumberdaya itu open access atau tidak ada hak milik, sumber daya ini dapat dimiliki

oleh setiap orang, dan hal ini sama saja dengan tidak dimiliki oleh siapapun,

sehingga dapat dipakai secara bebas. Hal ini menurut Hardin akan menyebabkan

“Tragedy of the Common” karena dengan akses terbuka (open access), akan terjadi

over-eksploitasi sumber daya tersebut yang akan menyebabkan rusaknya sumber

daya tersebut. Hardin berpendapat bahwa akses terbuka akan mendorong aktor-aktor

rasional untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya yang pada akhirnya

menyebabkan penurunan kualitas sumber daya tersebut. Namun, pendapat Hardin ini

memunculkan kritik-kritik terhadapnya, karena model tragedy of the commons gagal

membedakan antara akses terbuka dan kepemilikan komunal.

2 Sumber daya adalah hasil dari pendapat, keinginan, keahlian, teknologi, modal, hukum, dan penataan secara institusi, seperti halnya kebiasaan politik. Apa yang menjadi sumber daya di suatu daerah mungkin hanya merupakan benda biasa saja di daerah lainnya (Mitchell,1989).

Menurut Koning (2001: 262) sumber daya adalah aset, hak milik, produk, sarana-sarana, kepunyaan, kekayaan, nasib baik, kemakmuran dan modal.

Sumber daya menurut Bromley ialah benefit stream atau aliran manfaat yang bisa diperoleh untuk mencapai tujuan. Secara umum Sumber daya merupakan “energi” yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.3 Akses (acces), di dalam The Concise Oxford Dictionary (1991: 7), dapat diartikan sebagai 1) sebuah jalan untuk mendatangkan atau mencapai sesuatu; 2) Hak atau kesempatan untuk menjangkau sesuatu; 3) merujuk pada kepentingan kelompok tertentu untuk mengerjakan sesuatu.

Akses dapat dilihat secara kepemilikan atau penguasaan, bagaimana seseorang dapat mengakses yang menjadi miliknya dan bukan hak miliknya, atau bagaimana seseorang memiliki akses terhadap sesuatu yang bukan hak miliknya melalui penguasaan tanpa memilikinya.

9

Page 10: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Common property is not “everybody’s property”. The concept implies that potential resource users who are not members of a group of co-equal owners are excluded. The concept “property” has no meaning at all without this feature of exclusion of all who are not either owners themselves or have some arrangement with owners to use the resource in question (Cousins, 1995: 4).

Menurut pendapat tersebut di bawah kepemilikan bersama, hak individual

dapat dibatasi dan diatur sehingga eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya dapat

dicegah. Bromley dan Cernea (1989) menyatakan bahwa sumber daya bukan dilihat

dari aspek fisik melainkan lebih pada unsur-unsur sosial yang terkait dalam

pemanfaatan sumber daya tersebut. Hak pemanfaatan sumber daya ditentukan oleh

anggota-anggota masyarakat beserta aturan –aturan yag telah disepakati.

Bromley dan Carnea (1989) membagi kepemilikan dan pengaturan atas

sumberdaya ke dalam empat kategori, yaitu open-acces (sumber daya yang berhak

diakses oleh siapa saja, misalnya udara, sinar matahari); commom property (sumber

daya milik bersama dan bukan milik pribadi) sumber daya ini hanya dapat diakses

oleh suatu kelompok masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk mengunakan

sumber daya itu. Penggunaan sumber daya tersebut diatur oleh sistem tertentu yang

telah disepakati oleh masyarakat pengguna sumber daya tersebut ; state property

(sumber daya milik negara) penggunaan sumber daya ini dikontrol langsung oleh

negara, dan penggunaannya diautr oleh undang-undang dalam suatu negara, misalnya

PLN (Perusahaan Listrik Negara); dan private property (sumber daya milik

perorangan).

10

Page 11: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Sependapat dengan Bromley dan Carnea ternyata air irigasi tidaklah open

access, Akses petani terhadap air irigasi tergantung pada banyak hal seperti,

kepemilikan fisik, kedekatan tempat tinggal dengan sumber daya, dan hubungan-

hubungan sosial dengan pengambilan kebijakan pengelolaan air, inilah yang disebut

modal. Mereka yang memiliki modal besar dan kontrol terhadap sumber daya, dalam

artian memiliki teknologi dan sarana penyaluran air, dekat dengan sumber air atau

bahkan menguasaianya, serta memiliki hubungan yang baik dengan pengaturan

tingkat desa, hampir selalu mempunyai akses istimewa pada sumber daya air dan

lebih mampu mengeksploitasinya (Benda-Beckman, Franz von dan Keebet Von

Benda-Beckman, 2001: 41).

Pengelolaan sumber daya tentu saja berhubungan dengan pranata sosial,

karena merupakan sistem yang menjadi wahana yang masyarakat dalam berinteraksi

menurut pola-pola resmi. Pranata juga dapat dibatasi sebagai sistem norma khusus

atau sistem aturan yang menata suatu ruang kajian tindakan berpola mantap guna

memenuhi suatu keperluan khusus manusia dalam kehidupan bermasyarakat

(Koentjaraningrat, 1992). Pranata sosial yang dikembangkan di berbagai tempat

memenuhi fungsinya masing-masing secara khusus mengacu ke bentuk-bentuk

persoalan yang dihadapi masyarakat. Van de Ven, misalnya menunjukan bagaimana

pembagian waktu antar orang di dalam pengelolaan pertanian sebagai perwujudan

solidaritas telah menyebabkan teratasinya persoalan pangan yang dihadapi penduduk.

(Van de Ven, 2000: 90, dalam Abdullah, 2004).

11

Page 12: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

1.4.3. Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi.

Petani sebagai pengelola lahan pertanian tentunya harus menjamin

ketersediaan air pada petak-petak sawah mereka, agar proses produksi mereka

berjalan dengan baik. Penyediaan dan pengendalian air merupakan faktor yang

penting dalam penanaman padi. Air yang berlebih sama besar bahayanya dengan

kekurangan air, dan untuk mengatasi permasalahan tersebut biasanya petani-petani

memiliki mekanisme tertentu dalam pemenuhan kebutuhan atas air dengan mengacu

pada waktu (Geertz, 1983:31).

Variasi-variasi keadaan alam dan kemampuannya di dalam mendukung

pemenuhan kebutuhan hidup merupakan hal penting untuk dilihat secara seksama di

berbagai tempat karena hal ini dapat memperkuat desakan untuk membuat strategi

yang tepat, apakah itu terkait dengan rekayasa lingkungan alam, maupun cara lain

yang dapat mengatasi kelangkaan sumberdaya itu. (Benda-Beckmann et al. 1988

dalam Benda-Beckmann 2001).

Dalam mengahadapi ketidakpastian pasokan air baik di musim kemarau

maupun penghujan petani dapat mengembangkan suatu strategi untuk menjamin

ketersediaan air irigasi. Yang dimaksud dengan strategi disini adalah rencana jangka

panjang dengan diikuti tindakan-dalam menggunakan kemampuan, sumber daya dan

lingkungan secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Terdapat empat unsur

penting yang saling berkaitan dalam pengertian strategi, yaitu: kemampuan, sumber

12

Page 13: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

daya, lingkungan, dan tujuan (Mulyana, 2007) 4. Jadi dalam konteks penelitian ini,

ketidakpastian pasokan air irigasi ke petak-petak sawah membuat petani melakukan

strategi dengan mengembangkan kerjasama untuk tujuan menjamin ketersediaan air

irigasi.

Dalam mengembangkan kerjasama, petani dapat menggunakan hubungan

sosial dan jaringan sosial5 untuk menjamin ketersediaan air irigasi. Dalam

masyarakat terdapat berbagai bentuk ikatan sosial yang berfungsi dengan baik, baik

itu ikatan antarorang dalam berbagai bentuknya maupun ikatan antarkelompok.

Ikatan ini membentuk suatu jaringan yang didasarkan pada berbagai prinsip.

Keluarga atau kerabat menjadi prinsip yang mendasar dalam berbagai transaksi

sosial. Yang secara umum memiliki implikasi yang luas hingga keluar batas keluarga

dan kerabat. Ikatan kekerabatan dapat mempengaruhi struktur akses yang bersifat

ekonomi atau bersifat politik dalam usaha akumulasi kekayaan dan kekuasaan.

Proses yang sama terjadi pada ikatan tempat tinggal dan ketetanggaan. Hubungan-

hubungan ketetanggaan yang diidealkan dalam suatu masyarakat dapat menjadi basis

yang kuat didalam menggalang kekuatan serta mobilisasi dana dan tenaga kerja.

Gotong royong misalnya, kegiatan ini sangat fungsional bagi pemecahan persoalan

4 Konsep dari strategi akan lebih dimengerti bila dibandingkan dengan taktik. Taktik mencakup pilihan terbaik yang telah dipilih pada keputusan tingkat strategi. Taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat.5 Jaringan sosial adalah suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama diantara individu-individu atau kelompok-kelompok (Granovetter dan Swedberg, 1992 dalam Damsar, 1997). Jaringan sosial terbentuk dalam masyarakat karena seseorang tidak dapat dan tidak mau berhubungan dengan semua orang yang ada, tetapi hubungannya selalu terbatas pada sejumlah orang saja. Begitu juga, setiap orang belajar dari pengalamannya untuk masing-masing memilih untuk mengembangkan hubungan-hubungan sosial yang tersedia di masyarakatnya. (Suparlan, 1988).

13

Page 14: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

sehari-hari yang dihadapi penduduk. Ikatan-ikatan semacam ini menjadi dasar

adanya kohesi sosial dan solidaritas dalam masyarakat yang telah ditunjukan sebagai

ikatan yang kuat untuk menghadapi berbagai persoalan dalam hidup manusia.

Jaringan ini pada gilirannya akan menjadi sumber penting yang siap dimanfaatkan

oleh anggota dalam mengakses berbagai kesempatan dan kepentingan. Pada saat

mekanisme formal tidak mampu merespon kebutuhan penduduk, maka jaringan ini

akan membentuk kekuatan yang telah teruji (Abdullah, 2004).

Ostrom (2000) mengungkapkan bahwa persoalan tentang sumber daya air yang

berkaitan dengan kualitas dan kuantitasnya harus menyadarkan semua pihak bahwa

persoalan air perlu dikelola secara bersama-sama dalam sebuah organisasi6, dalam

hal ini adalah organisasi irigasi. Organisasi irigasi adalah pola-pola interaksi diantara

manusia secara langsung ataupun tidak langsung, berkepentingan dengan irigasi

tersebut. Berarti irigasi sebagai suatu organisasi sosial menyangkut bagaimana orang

bersangkut-paut dengan pengairan saling berhubungan satu sama lain.

Menurut Coward (1980), fungsi organisasi irigasi di dalam aktifitasnya dapat

dikategorikan kedalam tiga bagian.

Pertama, aturan-aturan yang menetapkan atau mengontrol

pengalokasian dan pendistribusian air untuk sawah-sawah.

Kedua, aturan untuk memobilisasikan para petani dan sumber-

sumber lainnya didalam pemeliharaan dan perbaikan irigasi.

6 Pengorganisasian merupakan pengaturan kegiatan yang didalamnya terdapat pembagian kerja, tugas, hak dan kewajiban dalam sebuah kesatuan atau kelompok.

14

Page 15: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Ketiga, aturan-aturan yang menyelesaikan perselisihan diantara

petani yang disebabkan oleh air.

Aturan-aturan ini didalamnya juga meliputi kedudukan dan peranan-peranan individu

dan kelompok yang secara langsung atau tidak langsung berkepentingan dengan

irigasi yang dapat mempengaruhi ketiga kategori tersebut.

Selain pembentukan organisasi irigasi, menurut Wolf (1985:42) dalam

menghadapi cobaan yang berat, petani akan membuat pesekutuan-pesekutuan.

Persekutuan ini dinamakan koalisi dalam arti kombinasi atau persekutuan terutama

yang bersifat sementara antara orang, golongan, negara. Koalisi-koalisi petani ini

oleh Wolf (1985:144) dibedakan kedalam tiga kriteria, yaitu: (1) tingkat koalisi yang

dibentuk antara orang-orang yang mempunyai banyak kepentingan yang sama

(koalisi banyak benang atau manystranded) atau antara orang-orang yang terikat oleh

satu kepentingan tunggal (koalisi satu benang atau singlestranded). Koalisi yang

banyak benang terbentuk oleh banyak ikatan yang jalin-menjalin dan saling

mencakup dengan mengandalkan hubungan kerabat atau sahabat atau tetangga. (2)

jumlah orang yang terlibat koalisi. Koalisi itu diadik yang melibatkan dua orang atau

dua kelompok orang, atau koalisi itu poliadik yang melibatkan banyak orang atau

banyak kelompok orang. (3) apakah koalisi itu terbentuk oleh orang-orang yang

mempunyai peluang-peluang hidup yang sama dan menduduki posisi yang sama

dalam tatanan sosial, ataukah oleh orang-orang yang menduduki posisi berbeda

dalam tatanan sosial.

15

Page 16: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

1.5. Kerangka Pemikiran

Kestabilan pasokan air yang di setiap musim menjadi tantangan petani di

Dusun Leles. Kelangkaan air di musim kemarau dan berlimpahnya air di musim

penghujan merupakan masalah yang menuntut strategi ke arah kerjasama agar lahan

garapan tetap berproduksi. Kerjasama antar pemakai saluran irigasi menjadi penting

karena air tidak dimiliki satu orang saja dan resiko ketika pasokannya tidak stabil

juga tidak ditanggung satu orang saja. Selain sebab alami seperti musim, faktor sosial

juga menjadi penyebab ketidakstabilan (sifat air sebagai sumberdaya) yakni, akan

diperebutkan jika pemakai lebih besar daripada yang tersedia. Persaingan menjadi

sesuatu yang tidak bisa dihindari antar pengguna air irigasi.

Pengaturan irigasi agar sesuai kebutuhan pada akhirnya menuntut strategi dari

para penggunanya. Strategi yang dimaksud adalah hubungan-hubungan sosial dalam

upaya untuk menjamin ketersediaan irigasi yang mewujud dalam bentuk kerjasama,

baik antarorang atau antarkelompok. Oleh karena itu diasumsikan terdapat berbagai

bentuk kerjasama yang dilakukan petani dalam mengatasi ketidakpastian pasokan air

irigasi di musim kemarau dan penghujan. Bentuk-bentuk kerjasama bisa dilihat dari

pembentukan organisasi irigasi, hubungan-hubungan sosial, jaringan sosial, dan

koalisi-koalisi yang dilakukan petani dalam rangka menjamin ketersediaan air di

petak-petak sawahnya. Pemenuhan kebutuhan air irigasi ini merupakan perwujudan

dari strategi yang dilakukan petani untuk mengatasi kekurangan air.

Strategi pemenuhan air irigasi untuk produksi pertanian merupakan upaya

petani dalam mengelola hubungan-hubungan sosial seperti kerjasama antar orang

16

Page 17: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

maupun antar kelompok dalam bentuk organisasi irigasi, hubungan-hubungan sosial,

jaringan sosial, dan koalisi-koalisi yang ada. Pentingnya aspek sosial dalam

pengelolaan irigasi ini perlu diketahui lebih mendalam mengingat strategi dalam

pengelolaan sumberdaya berkaitan erat dengan kemampuan individu maupun

kelompok dalam mengoptimalkan akses dan kontrol sumberdaya.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan

pemaparan deskriptif yang bertujuan menggambarkan bagaimana petani-petani di

Dusun Leles Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung membuat

strategi-strategi dalam mengelola irigasi. Bogdan dan Tylor dalam Lexy J Moleong

(1990) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut

secara holistik (utuh). Metode deskriptif ini memiliki dua tujuan, yaitu mengetahui

perkembangan sarana fisik atau aspek fenomena sosial tertentu, lalu

menggambarkannya dengan rinci (Singarimbun dan Effendi,1981: 4). Dengan

penelitian deskriptif ini diharapkan analisis penelitian dapat menggambarkan

fenomena sosial secara terperinci.

Menurut Melly G. Tan, metode penelitian deskriptif memberikan gambaran

secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu dan

menjelaskan penyebab dari keadaan atau gejala tersebut (dalam Koentjaraningrat,

17

Page 18: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

1990). Pendekatan tersebut juga berusaha menganalisis dan menyajikan fakta secara

sistematis sehingga dapat dengan mudah dipahami dan disimpulkan.

1.6.1. Satuan analisis dan populasi penelitian

Untuk memahami bagaimana strategi pengelolaan irigasi, maka satuan

analisisnya adalah petani yang terhimpun dalam organisasi petani P3A/Mitra cai.

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat petani sawah irigasi di Dusun

Leles Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung

1.6.2. Metode pengumpulan data

Karena satuan analisis penelitian ini adalah petani baik individu maupun yang

terhimpun dalam kelompok petani., maka teknik pengumpulan datanya adalah

pengamatan terlibat (observasi partisipan), wawancara mendalam (deep interview),

dan studi kepustakaan, dan dokumentasi.

1.6.2.1. Pengamatan terlibat (observasi partisipan)

Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan terlibat dalam aktifitas petani yang berkaitan dengan pemenuhan

pasokan air irigasi di musim kemarau. pengamatan ini dilakukan secara wajar dan

objektif tanpa berupaya untuk mengatur atau mempengaruhi sehingga dapat

berpengaruh terhadap hasil penelitian. Dengan menggunakan teknik ini peneliti dapat

18

Page 19: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

memahami apa yang dikajinya sesuai dengan pandangan obyek penelitian.

Fenomena-fenomena yang ditemukan di lapangan dari hasil pengamatan digunakan

untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian. Cara yang dilakukan

antara lain, mengamati lahan persawahan, menelusuri jaringan-jaringan irigasi,

mengamati kegiatan para petani di sawah, maupun ditempat lain, misalnya warung,

kantor kelurahan atau tempat umum lainnya. Hasil pengamatan ini dicatat dalam

buku catatan dan direkam dengan kamera dalam bentuk foto dan film.

1.6.2.2. Wawancara mendalam (deep interview)

Teknik ini merupakan cara untuk mendapatkan keterangan atau pendirian

secara lisan, dengan becakap-cakap berhadapan muka dengan orang yang

diwawancarai. Peneliti perlu mengajukan pertanyaan awal mengenai siapa, apa, di

mana, kapan, kenapa, dan bagaimana. Selain itu, teknik ini juga dilakukan untuk

memeriksa jawaban-jawaban yang telah diperoleh dengan mengajukan pertanyaan

secara berulang-ulang. Sebelum melakukan wawancara ada pentingnya melakukan

persetujuan dengan responden. Untuk memperoleh data yang lebih akurat, dalam

proses wawancara mendalam dilakukan dengan kombinasi pendapat dari minimal

tiga orang dengan harapan untuk memperkaya informasi tentang strategi petani

dalam menjamin ketersediaan air. (Koentjaraningrat, 1990: 129).

Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan kunci, yaitu orang-orang

yang mempunyai pengetahuan luas terhadap organisasi irigasi, pertanian, masalah-

masalah yang berkaitan dengan pengelolaan dan kekurangan air, yang terdiri dari

19

Page 20: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun informal di Dusun Leles Desa

Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Selain itu juga, wawancara

dilakukan pada informan biasa yaitu masyarakat yang ditemui secara khusus maupun

tidak sengaja atau kebetulan pada saat peneliti berada di lapangan.

Wawancara mendalam juga memiliki kegunaan lain, yaitu untuk mengatasi

kekurangan pada teknik diskusi yang terfokus (focus group discussion) dalam suatu

kelompok, sehingga pemikiran-pemikiran secara individual dapat tergali. Teknik ini

dikerjakan berdasarkan pedoman wawancara dengan bantuan tape recorder.

1.6.2.3. Studi Kepustakaan dan pengumpulan data sekunder

Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui buku-buku riset-

riset yang telah dilakukan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sebagai

landasan dan pembatasan masalah penelitian, serta mempercepat pemahaman tentang

lapangan penelitian juga untuk mempertajam analisis. Pengumpulan data-data

seperti, data kependudukan, dan data-data lainnya yang dianggap perlu untuk

menambah informasi, dikumpulkan pada saat penelitian lapangan berlangsung. Studi

kepustakaan memanfaatkan beberapa perpustakaan di Bandung dan Jatinangor,

Perpustakaan Jurusan Antropologi Sosial Unpad, Perpustakaan Fisip Unpad, dan

Perpustakaan CISRAL Unpad, Pusat Dinamika Penduduk (PDP), Perpustakaan

AKATIGA, dan Internet.

1.6.3. Lokasi Penelitian

20

Page 21: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Lokasi penelitian ini Dusun Leles Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay

Kabupaten Bandung Jawa Barat. Tempat ini dipilih karena Dusun Leles adalah

daerah paling hilir dari Daerah Irigasi (DI) wanir, sehingga terdapat permasalahan-

permasalahan terkait ketidakstabilan pasokan air.

Banyaknya pengguna air irigasi di DI Wanir, jarak yang jauh dari bendung

utama, hal ini membuat daerah ini hanya mendapat air sisa dari daerah-daerah

diatasnya. sehingga petani di Dusun Leles ini harus melakukan strategi kerjasama

dalam pengadaan air irigasi untuk sawah-sawah mereka. Permasalahan inilah yang

membuat Dusun Leles dianggap cocok untuk dijadikan lokasi penelitian.

Gambar 1.1. Peta Kabupaten Bandung

1.6.4. Data Set Penelitian

21

Page 22: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Tabel 1.1 Data Set Penelitian

Topik Data Set Sumber Data Teknik

Pengumpulan

DataPermasalahan Irigasi di Musim Kemarau

Ketersediaan air

irigasi

saluran irigasi,

Siklus kemarau

Petani, Pengurus

P3A, PU pengairan

Wawancara,

observasi

Masalah-masalah

yang timbul

Pola tanam,

Pemilihan Benih,

pengaturan irigasi

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara,

observasi

Permasalahan Irigasi di Musim PenghujanKetersediaan air

irigasi

saluran irigasi,

Siklus Penghujan

Petani, Pengurus

P3A, PU pengairan

Wawancara,

observasiMasalah-masalah

yang timbul

Pola tanam,

Pemilihan Benih,

pengaturan irigasi

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara,

observasi

Pengelolaan IrigasiPola Pengelolaan Cara kerja, waktu

kerja, detail

kegiatan

pengelolaan

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara,

observasi

Masalah dalam

Pengelolaan

masalah yang

dihadapi

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara

Strategi petani di musim kemarauPola keseharian Bentuk kegiatan

pertanian

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara,

observasi

22

Page 23: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

strategi

penyelesaian

masalah di musim

kemarau

Bentuk-bentuk

kerjasama,

Hubungan sosial,

jaringan sosial,

koalisi-koalisi, dan

lain-lain

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara,

observasi

Strategi petani di musim PenghujanPola keseharian Bentuk kegiatan

pertanian

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara,

observasi

strategi

penyelesaian

masalah di musim

Penghujan

Bentuk-bentuk

kerjasama,

Hubungan sosial,

jaringan sosial,

koalisi-koalisi, dan

lain-lain

Petani, Pengurus

P3A

Wawancara,

observasi

1.6.5. Rancangan Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analis data

kualitatif. Peneliti melakukan pengumpulan dan pengolahan data dalam bentuk kata-

kata. Data kualitatif dianalisa dengan interpretasi terhadap data yang bersamaan

waktunya dengan tahap pengumpulan data. Proses analisa data dalam pendekatan

23

Page 24: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

kualitatif terdiri atas tiga tahap kegiatan yang bersamaan yaitu; reduksi data,

penampilan data dan penulisan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan,

penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data yang diperoleh dari lapangan.

Reduksi data dilakukan dengan membaca transkrip wawancara, catatan pengamatan

atau dokumen-dokumen yang akan dianalisis, setelah itu disusun catatan atas data

tersebut. Kegiatan reduksi data dilanjutkan dengan penampilan data, yaitu

penyusunan data menjadi kumpulan informasi yang terorganisasi. Kegiatan terakhir

dari proses analisis data kualitatif adalah pembuatan kesimpulan yang disusun

setelah tahap pengumpulan data berakhir.

1.7. Organisasi Penulisan

Bab I dari skripsi ini merupakan pendahuan, didalamnya diuraikan tentang

latar belakang penelitian, sedikit permasalahan, perumusan masalah, tujuan

penelitain, tinjauan pustaka, dan metode penelitian sebagai penjelasan mengenai

cara-cara yang ditempuh dalam proses penelitian.

Bab II berisi gambaran umum mengenai letak dan keadaan alam daerah

penelitan. Penjelasan dimulai dengan menjelaskan kondisi kabupaten Bandung,

kemudian kecamatan Ciparay, sedikit gambaran tentang daerah irigasi Wanir, Desa

Mekarsari, dan yang terakhir gambaran tentang dusun Leles sebagai lokasi

penelitian. Dalam bab ini juga duraikan mengenai kependudukan, pendidikan, mata

pencaharian dan sarana transportasi di desa Mekarsari.

24

Page 25: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Bab III menguraikan siapa saja pengguna air irigasi Wanir, dari mulai petani,

kolam ikan arus deras, dan indutri tekstil. Bab ini juga menjelaskan permasalahan-

permasalahan yang terjadi di daerah irigasi Wanir baik di musim hujan maupun

kemarau. Bagian terakhir dari bab ini menjelaskan mitra cai sebagi pengelola air

irigasi Wanir.

Bab IV menguraikan bentuk-bentuk kerjasama yang dilakukan petani dalam

menjamin ketersediaan air irigasi mereka. Bentuk-bentuk kerjasama itu antara lain

nganir cai dan pompanisasi, iuran petani, dan kerjasama ditingkat keluarga.

Bab V, bab ini merupakan bagian terakhir dari skripsi ini. Bab ini berisi

penarikan kesimpulan yang diambil dari ringkasan hasil penelitian mengenai

pengelolaan irigasi di daerah irigasi Wanir serta saran-saran yang dapat diambil dari

penelitian ini.

Selain kelima bab diatas, skripsi ini juga dilengkapi dengan gambar-gambar,

peta lokasi penelitian, dan lampiran yang berupa, rinicaian luas petak tersier D.U.

Wanir, susunan pengurus P3A/Mitra cai “Harapan I”, serta undangan-undangan

musyawarah kerja dari Mitra cai “Harapan I”.

BAB II

25

Page 26: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

GAMBARAN UMUM

Bab ini menguraikan gambaran umum dari lokasi penelitian yaitu Dusun

leles, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Data yang

tercantum pada gambaran umum ini disesuaikan dengan konteks penelitian yang

memfokuskan pada pengelolaan irigasi dan digunakan sebagai acuan untuk

mengetahui berbagai aspek yang melatari penelitian.

2.1 Kabupaten Bandung

Kabupaten Bandung berada di cekungan dataran tinggi bandung dan

termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak antara 6°41’ sampai 7° 19’

lintang Selatan dan 107° 22’ sampai 108° 5’ Bujur Timur. Sebelah Utaranya

berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Purwakarta; di bagian Selatan berbatasan

dengan Kota Cimahi; di bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan

Garut; dan di bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Purwakarta.

Secara administratif wilayah pemerintahan Kabupaten Bandung pada tahun 2007

terdiri dari 45 kecamatan, 432 desa dan 8 kelurahan.Luas wilayah daerah Kabupaten

Bandung sekitar 291.346 hektar, pada tahun 2004 Kabupaten Bandung dihuni sekitar

4.145.967 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan 2.058.411 (49,65%) dan

penduduk laki-laki 2.087.556 jiwa (50,35%).

26

Page 27: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Wilayah Kabupaten Bandung terletak pada ketinggian antara 110 meter

sampai dengan 2.429 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujannya antara

60-150 mm/hari, suhu rata-rata berkisar antara 19°C dengan penyimpangan harian

mencapai 5°C, dan kelembaban udara bervariasi antara 78% pada musim hujan dan

70% pada musim kemarau. Kemiringan lereng bervariasi antara 0-8°, 0-15° hingga

di atas 45° yang secara topografis di bagi menjadi dua bagian, sebagian wilayahnya

yang berupa perbukitan terbentang sepanjang bagian utara, selatan, serta bagian barat

dengan kemiringan beragam antara 52-45°. Sebagian lagi berupa dataran yang

terhampar luas di bagian tengah Cekungan Bandung dengan kemiringan antara 0-2

°dan 2-8° ke arah barat dan ke arah Sungai Citarum yang membelah wilayah timur

ke barat ke utara menuju Laut Jawa (Badan Pengembangan Informasi Daerah

Kabupaten Bandung 2004: 11-12).

Menurut data sejarah, wilayah Kabupaten Bandung pada awalnya

merupakan daerah jajahan Mataram. Sultan Agung menunjuk Wiro Angun-Angun

(1641-1681) sebagai bupati pertama yang pusat pemerintahannya berada di tepi utara

Sungai Citarum atau di tengah dataran Bandung, tepatnya di sebuah kota kecil

bernama Karapyak yang kemudian berubah nama menjadi Bojongasih, Citeureup,

dan sekarang daerah ini dikenal dengan nama Deuyeuhkolot (Hardjono, 1990: 28).

Pada masa penjajahan, Pemerintah Kolonial Belanda berencana membangun Jalan

Pos sepanjang 1000 Km dari Anyer Banten sampai Panarukan Jawa Timur yang

melewati dataran tinggi Jawa Barat dengan tujuan untuk memperbaiki komunikasi

militer dan sebagai sarana pengawasan penduduk setempat. Deandels yang pada saat

27

Page 28: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

itu menjabat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda pada tanggal 25 Mei 1810

memerintahkan Bupati Priangan untuk memindahkan pusat pemerintahannya ke

suatu lokasi yang berjarak 11 km ke Utara. Lokasi yang dipilihkan adalah adalah

tempat jalan baru Anyer-Panarukan membelah sungai Cikapundung. Pada saat itu

tanah di sepanjang Sungai Cikapundung masih berhutan lebat dan tempat terpilihnya

hanya merupakan dusun kecil yang terdiri dari beberapa rumah (Pemerintah Daerah

1974: 117, dalam Hardjono, 1990: 28) kota baru ini yang dididrikan pada tahun 1811

dengan penduduk berjumlah 1800 diberi nama Bandung meskipun sebelumnya nama

itu hanya digunakan sebagai nama wilayah (Hardjono, 1990: 28).

Sejak tahun 1906 pemerintah Hindia Belanda secara administratif mengubah

Bandung menjadi Gementee (Kota Praja) dan mulai saat itu Kabupaten Bandung

secara administratif terpisah dengan Gementee. Baru pada tahun 1974 atau setelah 68

tahun, Ibu Kota Kabupaten Bandung dipindahkan ke daerah Baleendah yang secara

resmi menjadi wilayah administratif Kabupaten Bandung (Badan Pengembangan

Informasi Daerah Kabupaten Bandung 2004: 5). Namun pada tahun 1980 Gubernur

Jawa Barat menginstruksikan agar Kabupaten Bandung dipindahkan dari Baleendah

ke Soreang, karena daerah itu sering terkena banjir. Secara resmi kompleks kantor

pemerintahan daerah Kabupaten Bandung dipindahkan ke Soreang pada tanggal 1

April 1989 di atas lahan seluas 24 Hektar.

Penggunaan tanah di Kabupaten Bandung masih mempunyai ciri-ciri utama

dari jaman kolonial. Padi masih merupakan tanaman utama di wilayah ini, tetapi

masalah drainase belum juga bisa terpecahkan dari ratusan tahun lalu. Pada musim

28

Page 29: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

kemarau tingkat ketinggian air di sungai Citarum sangat rendah sehingga

menyulitkan petani dalam proses penanaman padi (Hardjono, 1990: 29).

2.2. Daerah Irigasi Wanir

Daerah Irigasi (DI) Wanir adalah salah satu dari 25 DI yang terdapat di

Kabupaten Bandung. Daerah irigasi Wanir berada di wilayah kerja Cabang Dinas PU

Pengairan wilayah VIII Ciparay dan cabang dinas PU Pengairan wilayah IX

Majalaya, Dinas PU Pengairan kabupaten bandung.

Suplai air utama Daerah Irigasi Wanir ini berasal dari sungai Citarum bagian

hulu. Daerah Irigasi ini memiliki bangunan utama berupa bendung, saluran primer

sepanjang 1.25 km dan saluran sekunder sepanjang 27.22 km. Terdapat tujuh buah

saluran sekunder di Daerah Irigasi Wanir, yaitu Saluran sekunder Cibodas, Saluran

sekunder Cikoneng, Saluran sekunder Cipeujeuh, Saluran sekunder Sukasadar,

Saluran sekunder Pasir astana, Saluran sekunder Wangisagara, dan Saluran sekunder

Rancakentang.

Pembangunan Daerah Irigasi Wanir dimulai pada tahun 1965/1966 yang

diawali dengan pembuatan pintu intake dan saluran induknya. Berikut ini adalah

perkembangan daerah irigasi wanir sejak awal pembangunannya :

Tabel 2.1. Perkembangan Pembangunan Daerah Irigasi Wanir

Tahun Fasilitas Jumlah

1965/1966• Pintu intake

• Saluran pembawa

1 buah

29

Page 30: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

1968/1969 • Bendung

1988/1989

• Bangunan penguras

• Bangunan sadap

• Bangunan bagi

• Bangunan terjun

• Bangunan got miring

1 buah

13 buah

7 buah

2 buah

1990/1991 • Bangunan sadap 24 buah Sumber : Dinas Pengairan Kecamatan Ciparay, 2007

• Bangunan-bangunan tersebut terletak pada saluran induk Wanir, saluran

sekunder Wangisagara, Cibodas, dan Cipeujeuh.

Daerah Irigasi Wanir mengairi 14 desa di tiga kecamatan yaitu Kecamatan

Pacet, Kecamatan Ciparay dan Kecamatan Majalaya. Dengan keadaan geografis

sebagai berikut (data sekunder Dinas Pertanian Kecamatan Pacet, Ciparay dan

Majalaya):

1. Kecamatan Pacet

Keadaan topografi terdiri dari daerah datar sebanyak 40%, daerah berbukit

dan bergelombang sebanyak 60% dengan rata-rata kemiringan sebesar 30%

ketinggian tempat berkisar antara 700 – 1400 mdpl. Jenis tanah yang ada di wilayah

ini terdiri dari Aluvial, Andosol, dan Podsolik merah kuning. Suhu rata-rata 26oC dan

kelembaban udara 60 – 75%.

30

Page 31: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

2. Kecamatan Ciparay

Keadaan topografi wilayah Ciparay berbukit di sebelah selatan dan datar di

sebelah utara. Ketinggian tempat yaitu 673 mdpl. Jenis tanah didominasi oleh

Latosol dengan suhu rata-rata 28oC.

3. Kecamatan Majalaya

Keadaan topografi wilayah Majalaya sebelah selatan umumnya landai dan

berteras serta miring ke sebelah utara. Jenis tanah pada umumnya Latosol campur

Grumusol, sedangkan sebelah barat, timur dan utara umumnya datar dengan jenis

tanah Latosol. Ketinggian tempat berkisar antara 650 – 720 mdpl dengan suhu rata-

rata 29-30 oC.

Daerah Irigasi Wanir pada tahun 2001 mengairi lahan seluas 2.213,5 ha yang

tersebar dalam 101 petak tersier dan 14 desa. Pada tahun 2002 luas areal potensial

saluran irigasi sebesar 2.062,50 ha dan terjadi penyempitan luas areal pengairan

karena alih fungsi lahan sebesar 64,50 ha, sehingga luas areal fungsionalnya menjadi

1998 ha (lampiran). Pada tahun 2007 terjadi penyempitan luas areal pengairan

Daerah Irigasi Wanir yang disebabkan oleh alih fungsi lahan dari persawahan

menjadi pemukiman dan industri. Alih fungsi lahan persawahan menjadi pemukiman

dan industri ini sebesar 188 ha atau sebesar 333.5 ha dari luas awal. Saat ini Daerah

Irigasi Wanir mengairi lahan hanya seluas 1.880 ha yang tersebar dalam 101 petak

tersier. Tabel dibawah ini akan menyajikan rincian perubahan luas lahan yang diairi

oleh jaringan irigasi Wanir.

31

Page 32: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Tabel 2.2. Luas Lahan yang Diairi oleh Jaringan Irigasi Wanir

KecamatanLuas Areal Pengairan Teknis PU (hektar) Alih Fungsi

(hektar)Tahun 2001 Tahun 2007

Pacet 369,2 314 55,2Ciparay 849,3 616 233.3Majalaya 995 950 45Total 2.213,5 1.880 333.5

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Bandung dan Dinas Pengairan Kecamatan

Ciparay, 2007

Sejak tahun 2000 pengelolaan air irigasi di DI Wanir telah diserahkan kepada

Gabungan P3A. Dalam berita acara pembentukan GP3A ini disebutkan bahwa GP3A

mempunyai kewajiban mengelola jaringan irigasi pada tingkat primer dan sekunder,

sedangkan P3A ikut mengelola jaringan irigasi pada tingkat tersier. GP3A ini

membawahi seluruh P3A atau mitra cai yang ada di wilayah pengairan Daerah

Irigasi Wanir. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Daerah Irigasi

Wanir bernama GP3A Tirta Walatra, dengan struktur organisasi sebagai berikut :

Tabel 2.3. Struktur Organisasi GP3A Tirta Walatra

Jabatan Nama Dari P3A desaKetua T. Muchsin CipeujeuhWakil Ketua Ayi Saepudin NeglasariBidang Administrasi E. Kusaeri CipeujeuhBidang Keuangan 1. Dadang

2. Yaya Wijaya

Cipeujeuh

WangisagaraBidang Teknik 1. Harisman Wangisagara

32

Page 33: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

2. Ojat PakutandangBidang Usaha 1. Endang

2. Didin Samsudin

Wangisagara

CikonengBadan Pengawas :Ketua H. rahmat WangisagaraAnggota 1. K. Komarudin

2. O. Jayusman

Pakutandang

TanjungwangiSumber : Berita Acara GP3A, 2000

Terkait dengan struktur organisasi GP3A diatas, dapat kita lihat bahwa Desa

Mekarsari tidak memiliki perwakilan dalam struktur organisasi kepengurusan GP3A.

Tidak adanya perwakilan di kepengurusan GP3A ini tentunya terkait pada power dan

posisi tawar petani Desa Mekarsari dalam pengadaan air irigasi. Absennya mekarsari

dari kepengurusan membuat permasalan-permasalahan irigasi di Desa Mekarsari

sering terabaikan, sehingga membuat petani Desa Mekarsari harus menyelesaikan

sendiri permasalahan-permasalan irigasi di desanya.

Dalam pelaksanaan operasi7 dan pemeliharaan8 (O & P) di Daerah Irigasi

Wanir, petugas PU pengairan Ciparay mempekerjakan sejumlah orang, sebagai

berikut :

1. Pemelihara/penjaga bendung : 1 orang

7 Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.

8 Pemeliharaan pada hakekatnya adalah pekerjaan perawatan dan perbaikan pada saluran atau bangunan yang sudah ada. Kegiatan pemeliharaan diperlukan untuk menjamin berfungsinya jaringan irigasi yang efisien terus-menerus dan untuk memperpanjang usia ekonomi jaringan. Jaringan irigasi yang sudah dibangun perlu dipelihara agar tetap berada dalam keadaan baik supaya bisa dioperasikan secara efisien.

33

Page 34: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

2. Bangunan bagi 1 orang : 1 orang

3. Pemelihara saluran : 3 orang

4. Mandor : 1 orang

Sesuai dengan PP. No.20 Tahun 2006 tentang irigasi, operasi dan

pemeliharaan yang dilakukan oleh petugas PU pengairan hanya pada fasilitas-

fasilitas yang terdapat pada saluran primer dan sekunder. Operasi dan pemeliharaan

pada saluran tersier dan kuarter diserahkan sepenuhnya kepada pihak petani untuk

mengelola air irigasi dalam hal ini adalah GP3A dan P3A. Rehabilitasi saluran

biasanya dilakukan oleh masyarakat atau Dinas pengairan membayar sejumlah

pekerja untuk melakukan rehabilitasi.

Air irigasi dari bendung Wanir yang mengaliri daerah Pacet, Majalaya, dan

Ciparay ini tidak hanya digunakan untuk mengaliri petak-petak sawah para petani

saja, tetapi digunakan juga oleh kolam ikan arus deras dan industri-industri tekstil di

Majalaya.

Kolam ikan arus deras ini hanya berada di Desa Cipeujueh dan Desa

Cikoneng Kecamatan Ciparay. Kedua desa ini berada di hulu DI Wanir yang debit air

irigasinya masih tinggi sehingga sangat cocok untuk kolam arus deras yang

membutuhkan pasokan air yang tinggi untuk memacu pertumbuhan ikannya. Jika

kita urutkan dari hulu ke hilir seluruh desa-desa yang teraliri DI Desa Mekarsari

merupakan desa paling akhir dari sistem irigasi ini, hal ini membuat Desa Mekarsari

memiliki banyak permasalahan terkait ketersediaan air irigasi. Letaknya di daerah

paling akhir sistem irigasi juga membuat Desa ini sulit untuk mengakses sumber

34

Page 35: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

daya air yang ada, karena letaknya yang jauh dari pusat bendungan. Berbeda dengan

daerah hulu seperti daerah Cipeujeuh dan Cikoneng, pengguna irigasi di daerah

tersebut dengan mudah mengakses air irigasi karena air irigasi melimpah dan belum

digunakan oleh petani yang lain .

2.3. Kecamatan Ciparay

Wilayah Kecamatan Ciparay terletak sekitar 25 Km sebelah selatan Ibukota

Propinsi Jawa Barat, serta 23 Km kearah tenggara dari pusat pemerintahan

Kabupaten Bandung. Daerah ini berada ditepi barat sungai Citarum dengan kondisi

topografis yang berbukit disebelah selatan dan dataran disebelah utara. Pusat

pemerintahannya berada pada tepi jalan besar yang menghubungkan daerah Majalaya

dengan Dayeuhkolot. Pemandangan khas yang bisa kita lihat di sekitar kantor

kecamatan ciparay adalah barisan delman yang terparkir menunggu penumpang,

pasar yang selalu ramai yang menyediakan berbagai kebutuhan untuk warga-warga

di wilayah Ciparay, Pacet, dan hingga Majalaya. daerah ini juga memiliki sebuah

terminal yang menghubungkan daerah ciparay dengan daerah-daerah sekitarnya

seperti Pacet, Majalaya, Ibu Kota Propinsi “Bandung”, dan Pusat pemerintahan

Kabupaten Bandung “Soreang”.

Kecamatan Ciparay terdiri dari 14 desa dan terbagi kedalam 50

dusun/kampung. Dengan luas Wilayah 4.839.739 Ha yang terdiri dari lahan sawah

35

Page 36: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

2.637,998 Ha, lahan kering 2.176,951 Ha, kolam ikan 30 Ha, dan tanah keperluan

fasilitas umum 23,76 Ha. Lahan persawahan merupakan areal terluas dari wilayah

Ciparay, mencapai 56,856% dari seluruh luas wilayah Kecamatan Ciparay. Besarnya

persentase luas lahan persawahan ini adalah karena sebagian besar wilayah

kecamatan ini terdiri atas bukit-bukit kecil di kaki pegunungan yang dapat pengairan

dari sungai Citarum.

Kecamatan Ciparay ini berada pada ketinggian 673 mdpl. Jenis tanah yang

ada diwilayah Kecamatan Ciparay adalah Latosol dengan tipe iklim termasuk zone

C2 (oldeman9) dengan suhu rata-rata 28° C (Progama Penyuluhan Pertanian

Kecamatan Ciparay, 2007). Pada tahun 1930-an petani berhasil membelokan air

dari sungai Citarum ke dalam saluran-saluran irigasi dengan membendung sungai

Citarum dan membangun pintu air didaerah Wanir (Hardjono, 1990: 41). Hingga saat

ini Kecamatan Ciparay masih mendapat suplai air dari sungai citarum yang

disalurkan memalui pintu air Wanir. Air sungai Citarum ini dimanfaatkan oleh warga

antara lain untuk irigasi persawahan, kolam ikan, industri, dan keperluan rumah

9 Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5. Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, et al., 1980)

36

Page 37: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

tangga. Terdapat dua bendungan irigasi pemerintah yaitu bendung Wanir dan

bendung Wangisagara. Bendungan-bendungan ini membendung langsung air sungai

Citarum untuk didistribusikan ke areal-areal persawahan, kolam-kolam ikan dan

industri disekitar daerah Ciparay dan Majalaya.

2.4 Desa Mekarsari

2.4.1 Lokasi dan Tata guna lahan

Desa Mekarsari adalah desa pemekaran dari Desa Magung. Pada tahun 1983

Desa Magung dimekarkan menjadi Desa Mekarsari dan Desa Manggungharja. Desa

Mekarsari merupakan salah satu desa dari 14 desa di Kecamatan Ciparay Kabupaten

Bandung. Desa Mekarsari berjarak 4 km dari pusat pemerintahan Kecamatan. Jarak

dengan ibukota Kabupaten 35 km, dengan ibukota Propinsi 37 km, dan jarak dari

ibukota Negara 149 km.

Desa Mekarsari terletak pada ketinggian 700 mdpl, suhu rata-rata 29°-32°C,

dengan karakteristik berupa hamparan dataran. Terdapat jalan aspal dengan lebar

sekitar 10 meter yang merupakan jalan utama desa ini dan juga sebagai jalan

alternatif yang menghubungkan jalan raya Ciparay-Majalaya dengan jalan Sapan.

Pemukiman penduduk tersebar sepanjang jalan utama desa ini, sehingga kita harus

berjalan melewati rumah-rumah penduduk untuk melihat hamparan sawah yang luas

yang ada di desa ini. Desa Mekarsari ini dilintasi oleh tiga buah sungai Sungai

Citarum dibagian utara, Sungai Cipadaulun dibagian tengah, dan Sungai Cirasea

37

Page 38: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

dibagian barat. Desa mekarsari berbatasan langsung dengan Desa Ciparay

Kecamatan Ciparay disebelah barat, Desa Manggungharja Kecamatan Ciparay dan

Desa Padaulun Kecamatan Majalaya disebelah selatan, dan Desa Sukamaju

Kecamatan Majalaya disebelah utara dan timur.

Alat transportasi yang tersedia di desa ini antara lain delman, becak, dan ojeg.

Delman menjadi alat angkut terbesar dan termurah di desa ini. Dengan biaya berkisar

antar Rp 1.000,00 – Rp 2.000,00 tergantung jarak yang ditempuh kita sudah bisa

sampai ketempat tujuan. Bahkan anak-anak sekolah hanya membayar Rp 500,00

untuk dapat sampai ke sekolah-sekolah yang ada di desa ini, walaupun mereka harus

rela untuk berdesak-desakan dengan pelajar lainnya yang akan berangkat atau pulang

sekolah. Delman-delman ini bisa memuat hingga 10 pelajar sekali jalan, itu sebabnya

mereka bisa membayar murah ongkos delmannya. Delman-delman ini juga sering

terlihat mengantar ibu-ibu ke pasar Ciparay yang hanya berjarak sekitar 4 km dari

desa, dan membawa pupuk, pakan ternak dan barang-barang berat lainnya..

Secara administratif, Desa Mekarsari terbagi menjadi 13 Rukun Warga (RW)

dan terdiri dari tiga cantilan/dusun, yaitu Dusun Leles, Dusun Bojong Nangka,

Dusun Cieuri. Dari setiap cantilan/dusun ini terdiri dari 4-5 RW. Luas wilayah Desa

Mekarsari sebesar 190,118 Ha. Sebagian besar luas wilayah tersebut digunakan

untuk persawahan sekitar 160 Ha atau 84,158 % dari luas wilayah keseluruhan Desa

Mekarsari. Kawasan pemukiman menempati lahan seluas 21 Ha atau 11,045 %.

Terdapat satu kawasan disekitar RW 10 dan 11 yang merupakan kebun

bambu, ini adalah tempat yang paling rindang dan sejuk dari seluruh wilayah desa.

38

Page 39: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Areal-areal diantara pohon bambu yang rimbun digunakan oleh warga untuk

bermain dan olah raga. Warga pun membangun lapangan voli dan lapangan sepak

bola yang dua buah gawang bola dengan ukuran yang tidak standar untuk menunjang

kegiatan olah raga mereka. Bila hujan datang, anak-anak kecil berbondong-bondong

datang kelapangan bola untuk bermain bola sambil bermandikan lumpur.

Tabel 2.4. Tata Guna Lahan Desa Mekarsari

Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)Sawah Irigasi Teknis

Pemukiman

Jalan

Bangunan Umum

Pekuburan

Lain-lain

160

21

2,88

2,365

1,99

1,883

84,2

11,1

1,5

1,2

1,1

0,9Total 190,118 100

Sumber : Monografi Desa Mekarsari Semester II 2007

39

Page 40: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Gambar 2.1. Peta Wilayah Desa Mekarsari

2.4.2 Jumlah Penduduk

Penduduk adalah jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada

waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitu fertilitas,

mortalitas, dan migrasi. Jumlah penduduk Desa Mekarsari menurut catatan

Monografi desa semester II tahun 2007 berjumlah 10.708 jiwa dan terdiri dari 2.994

KK. Jumlah penduduk sebanyak laki-laki 5.490 jiwa dan perempuan 5.218 jiwa,

serta jumlah penduduk produktif (15-56 tahun) di desa Mekarsari sebesar 6.684 jiwa

atau sebesar 78,1 %. Jumlah penduduk produktif ini merupakan jumlah terbanyak di

desa Mekarsari. (Monografi Desa Mekarsari Semester II Tahun 2007)

40

Page 41: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

2.4.3 Mata Pencaharian Penduduk

Mata Pencaharian sebagian besar penduduk Desa Mekarsari adalah buruh

pabrik, menurut data dari monografi Desa Mekarsari semester II tahun 2007 sekitar

2.259 orang atau sekitar 55,5% dari jumlah penduduk Mekarsari yang bekerja.

Mereka bekerja di industri-industri tekstil yang banyak terdapat di daerah Kecamatan

Majalaya. Banyaknya penduduk Mekarsari yang menjadi buruh pabrik dikarenakan

saat ini para pemuda menilai bahwa kerja kantoran lebih baik daripada bertani,

sehingga mereka lebih memilih menjadi buruh pabrik dari pada mencangkul

disawah. Selain sebagai buruh pabrik, mata pencaharian utama penduduk Desa

Mekarsari berhubungan dengan pertanian, sekitar 483 orang atau 11,9% bermata

pencaharian sebagai petani baik pemilik sawah maupun petani maro, karena saat ini

banyak kepemilikan sawah-sawah di Desa Mekarsari sudah berpindah tangan dari

warga sekitar ke orang-orang kaya di Bandung dan Jakarta. dan 384 orang atau 9,4%

sebagai buruh tani. Dalam bidang pertanian, penduduk bercocok tanam di sawah,

sekitar 84,2% luas seluruh wilayah desa, dengan hasil produksi pertanian mencapai

560 ton gabah dari 160 Ha lahan sawah yang ditanami.

Tabel 2.5. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Mekarsari

Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)Pegawai Negeri Sipil 122 3ABRI / POLRI 72 1,8Buruh Pabrik / Swasta 2.259 55,5Pedagang 364 8,9Petani 483 11,9

41

Page 42: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Buruh Tani 384 9,4Pertukangan 251 6,2Pensiunan 47 1,2Jasa 49 1,2Pemulung 38 0,9Total 4.069 100

Sumber : Monografi Desa Mekarsari Semester II Tahun 2007

Selain mengacu pada data resmi desa mengenai keanekaragaman mata

pencaharian, masyarakat desa Mekarsari juga mengenal penggolongan sosial

ekonomi. Secara umum terdapat tiga golongan yaitu beunghar/mampu,

sedeng/menengah, miskin/tidak mampu. Penggolongan sosial ini didasari oleh

beberapa faktor antara lain, kepemilikan lahan, kepemilikan alat giling padi, jenis

pekerjaan, dan jabatan.

Tabel 2.6. Pelapisan Masyarakat Desa Mekarsari Berdasakan Kategori Sosial

Ekonomi

Golongan Uraian Beunghar/mampu Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI/POLRI, Bos

pabrik, Pemilik Sawah, Pemilik Penggilingan

Padi, Guru, Pedagang Besar.Sedeng/menenga

h

Petani maro(penggarap sawah), Buruh Pabrik,

Pemilik Warung Kelontong.Miskin/tidak

mampu

Buruh Tani, Tukang Becak, Tukang Sampah,

Pembantu.Sumber : Data Primer 2007

42

Page 43: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

2.5. Dusun Leles di Desa Mekarsari

Penelitian ini khususnya dilakukan disebuah dusun di desa Mekarsari. Dusun

ini bernama dusun Leles. Dusun leles merupakan satu dusun dari tiga dusun yang ada

di desa Mekarsari. Dusun ini terletak dibagian paling barat dari wilayah desa

Mekarsari dan berbatasan langsung dengan desa Magunggharja. Dusun leles ini

meliputi RW 10, RW 11, RW 12, dan RW 13, yang dibatasi oleh batas alam yaitu

sungai Cipadaulun dan sungai Cirasea.

Jika dilihat dari jalan raya Majalaya Ciparay, Dusun Leles merupakan daerah

paling depan dari desa Mekarsari. Warga setempat menganggap dusun Leles sebagai

jantungnya desa Mekarsari. Hal itu dikarenakan di dusun ini terdapat sarana

pendidikan dari mulai SD hingga SMU, sarana olah raga seperti Lapangan voli dan

lapangan sepak bola, Mesjid Persis dan pesantren. Sarana-sarana ini membuat

jalanan di dusun Leles tidak pernah sepi, pagi dan siang pelajar hilir mudik, sore hari

para pemuda berolahraga di lapangan voli dan lapangan bola atau sekedar ngobrol-

ngobrol di pinggir jalan, setiap malam mesjid selalu mengadakan pengajian rutin.

Dilihat dari topografinya, dusun ini merupakan hamparan tanah yang datar

tanpa bukit yang dihiasi oleh talun bambu di sebelah utaranya. Dusun ini dilewati

oleh dua buah anak sungai Citarum yang pada musim hujan airnya sering meluap

sehingga membanjiri persawahan dan rumah warga, sungai itu adalah sungai

Cipadaulun dan sungai Cirasea.

43

Page 44: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Sungai Cirasea mengalir dari sebelah barat hingga ke selatan dusun Leles.

Sungai Cirasea ini juga menjadi batas geografis yang membatasi wilayah dusun

Leles dengan desa sebelah, Desa Ciparay Kecamatan Ciparay. sungai yang kanan

kirinya ditumbuhi pohon-pohon bambu ini sering digunakan anak-anak untuk

berenang. Walaupun airnya berwarna coklat, anak-anak biasanya berenang disini

sambil membersihkan diri mereka dari lumpur-lumpur yang menempel dibadan

sehabis bermain bola.

Sementara sungai Cipadaulun berada dibagian timur dari dusun Leles dan

menjadi pembatas wilayah dengan dusun Cieuri yang masih berada dalam satu desa.

Sungai ini lansung berbatasan dengan pematang sawah milik petani, tidak ada talun

bambu dipinggir-pinggirnya, sehingga sering terjadi longsor kecil yang membuat

pematang sawah amblas. Walaupun berbatasan langsung dengan sawah-sawah

petani, air dari sungai ini tidak dapat mengalir ke petak-petak sawah, karena

ketinggian airnya lebih rendah dari permukaan tanah, kecuali ketika sungai ini

meluap akibat hujan besar. Berbeda dengan sungai Cirasea yang sering digunakan

berenang oleh anak-anak, sungai Cipadaulun ini memiliki air dengan bau yang

menyengat. Air disungai setiap harinya berubah-rubah warna terkadang hitam,

merah, coklat, hijau tua, dan unggu. Air yang berwarna dan bau yang menyengat ini

berasal dari limbah pabrik yang dibuang ke sungai dari pabrik-pabrik disekitar

Majalaya.

Dusun ini memiliki pola pemukiman yang mengikuti jalan utama.

Pemukiman warga berada disekitar jalan utama yang menghubungkan desa

44

Page 45: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Mekarsari dengan jalan raya Ciparay-Majalaya dan jalan Sapan. Sawah di dusun

Leles tersebar di sebelah selatan, Sawah-sawah ini berada dibelakang pemukiman

warga.

Secara geografis dusun leles berada di daerah paling hilir dan merupakan

daerah terakhir dari jaringan irigasi Wanir. Letak geografis tersebut mempengaruhi

ketersediaan air pada saluran irigasi, terlebih pada musim kemarau. Letak di daerah

hilir menyebabkan perlunya waktu yang lebih lama untuk mengalirkan air dari

bendung wanir ke dusun leles dan semakin banyaknya hambatan-hambatan yang

ditemui saat perjalanan air tersebut. Beberapa hal yang menjadi hambatan kelancaran

pasokan air irigasi di dusun Leles, terutama di musim kemarau antara lain, rusaknya

pintu-pintu air, mengeringnya tanah pada saluran irigasi kuarter, dan perebutan air

dengan pengguna air irigasi di daerah girang atau hulu.

2.6. Rangkuman

Secara geografis DI Wanir terletak di tiga kecamatan di Kabupaten Bandung,

yaitu Kecamatan Pacet, Kecamatan Ciparay, dan Kecamatan Majalaya.

Pembangunan DI Wanir ini dimulai pada tahun 1965/1966 dengan suplai air

utamanya dari sungai Citarum. Dari tahun ke tahun luas lahan yang dialiri oleh

irigasi Wanir terus berkurang karena alih fungsi lahan, dari areal persawahan menjadi

industri atau pemukiman.

Air irigasi dari bendungan Wanir awalnya diperuntukkan untuk petani sebagai

faktor pendukung pertanian mereka. Namun, saat ini pengguna air irigasi tidak hanya

45

Page 46: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

petani saja, air irigasi juga digunakan untuk mengairi kolam ikan arus deras di daerah

hulu (Cipeujeuh dan Cikoneng) dan industri tekstil daerah Majalaya.

Penelitian ini dilakukan di Dusun Leles, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciparay,

daerah ini merupakan daerah paling hilir dari Irigasi Wanir. Letak geografisnya yang

paling hilir dari DI Wanir, mempengaruhi ketersediaan air irigasi di daerah ini. Air

irigasi membutuhkan waktu lebih lama untuk mengalir kedaerah ini karena saluran

irigasi yang bertambah panjang, dan semakin banyak hambatan yang ditemui selama

perjalannya, sehingga di musim kemarau daerah ini sering kekurangan air irigasi

karena lokasinya yang berada di akhir saluran irigasi membuat pasokan air untuk

daerah ini sering habis tersedot oleh daerah lain diatasnya. Sementara di musim

hujan daerah ini kerap kali dilanda banjir karena limpahan air dari daerah-daerah

yang ada diatasnya (di daerah hulu).

46

Page 47: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

BAB. III

PENGGUNA, PERMASALAHAN,

DAN PENGELOLAAN IRIGASI

Bab ketiga ini menguraikan tentang aktor-aktor yang pengguna air irigasi

Wanir dan apa saja yang menjadi masalah dalam penggunaan air irigasi. Kemudian

bab ini juga akan menguraikan bagaimana petani di dusun Leles mengelola air irigasi

agar pasokan air tetap tersedia disetiap musim.

3.1. Pengguna Air Irigasi DI. Wanir

Sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar di Daerah Irigasi Wanir,

karena Daerah Irigasi Wanir yang dibangun tahun 1965/1966 pada awalnya dibangun

dengan tujuan untuk memajukan pertanian disekitar Pacet, Ciparay, dan Majalaya.

Namun dengan semakin bertambahnya penduduk dan berkembangnya pembangunan

berbagai sektor, pengguna air irigasi Wanir menjadi semakin bertambah. Saat ini

yang menggunakan air irigasi Wanir antara lain petani, Industri tekstil disekitar

Majalaya, dan kolam ikan arus deras.

3.1.1. Petani

47

Page 48: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Petani yang menggunakan air irigasi dari DI Wanir tersebar di seluruh

wilayah pengairan DI Wanir, mulai dari kecamatan Pacet, Ciparay, dan Majalaya.

Petani-petani di DI Wanir menggunakan air irigasi untuk mengairi sawah-sawah

mereka. Petani merupakan pengguna air irigasi terbanyak di DI Wanir. Petani-petani

tidak hanya menanam padi yang nanti berasnya dapat kita jumpai di pasar-pasar dan

kita makan sebagai makanan pokok, walaupun sebenarnya komoditi utamanya

adalah padi. beraneka ragam tanaman mereka tanam, mulai dari padi, beras merah,

beras ketan, ketan hitam, kacang tanah, jagung, hingga sayur mayur seperti tomat

dan sawi. Air irigasi merupakan faktor penting dalam mendukung pertanian mereka,

karena tanpanya tanaman-tanaman tidak akan tumbuh.

Sektor pertanian memegang peran yang penting dalam kehidupan sosial

masyarakat sekitar DI Wanir. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat sekitar DI

Wanir bergantung pada sektor pertanian. Untuk menjamin ketersediaan air irigasi

diseluruh DI Wanir tentunya dibutuhkan mekanisme khusus yang mengatur

pembagian dan pendistribusian air irigasi. Seperti yang dikemukakan Geertz (1983),

bahwa penyediaan dan pengendalian air merupakan faktor yang penting dalam

penanaman padi. Air yang berlebih sama bahayanya dengan kekurangan air. Untuk

itu dibutuhkan sebuah pengelolaan air irigasi dengan mengembangkan kerjasama dan

dikelola secara bersama-sama dalam sebuah organisasi.

Luasnya daerah pengairan DI Wanir pendistribusian air irigasi yang adil

menjadi penting agar seluruh pengguna irigasi dapat memperoleh manfaat dari air

irigasi. Untuk membuat pembagian air yang merata tentunya dibutuhkan kerjasama

48

Page 49: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

dari semua elemen masyarakat dalam mengelola air irigasi. Seperti dikemukakan

diatas bahwa petani mengembangkan kerjasama dan mengelola secara bersama-sama

dalam sebuah organisasi, pengelolaan irigasi di DI Wanir Sejak tahun 2000, dikelola

empat belas P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang tersbar diseluruh daerah

pengairan DI Wanir dengan satu GP3A (gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air)

sebagai induknya.

Dalam berita acara pembentukan GP3A ini disebutkan bahwa GP3A

mengelola pengairan secara global dan mempunyai kewajiban mengelola jaringan

irigasi pada tingkat primer dan sekunder, sedangkan P3A10 ikut mengelola jaringan

irigasi pada tingkat tersier di petak-petak sawah daerah masing-masing, biasanya

P3A ada di tingkat desa. P3A ini berfungsi mengelola masyarakat tani untuk

partisipatif dalam pengelolaan sistem irigasi di tingkat tersier yang diwujudkan mulai

dari pemikiran, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan kegiatan dalam

pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi. Partisipasi ini

dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga,

material, dan dana.

Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Daerah Irigasi Wanir

bernama GP3A Tirta Walatra. GP3A Titra Walatra ini terdiri dari 14 Perkumpulan

10 Perkumpulan petani pemakai air (P3A) adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. (Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006).

49

Page 50: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Petani Pemakai Air (P3A) di tiap desa di kecamatan Pacet, Ciparay dan Majalaya.

Berikut daftar P3A di DI Wanir:

Tabel 3.1. P3A Tiap Desa di Daerah Irigasi Wanir

Kecamatan Desa Nama P3A

PacetCipeujeuh SaluyuCipeujeuh BarokahTanjungwangi Mekarwangi

Ciparay

Cikoneng Sukagalih ICikoneng Sukagalih IISagaracipta TirtagaraPakutandang TatandangMagungharja Cinta damaiMekarsari Harapan I

Majalaya

Neglasari NeglasariWangisagara TirtawangiPadamulya Tirtawangi IIPadaulun PadaulunBiru Tirta amanah

Sumber : Dinas Pengairan Kecamatan Ciparay, 2007

Untuk menciptakan pendistribusian yang adil, pengurus GP3A bersama

seluruh pengurus P3A di DI Wanir melakukan rapat setiap awal musim tanam. Rapat

ini antara lain membahas rencana tata tanam global, perbaikan dan perawatan saluran

air, dan bila rapat ini di awal musim kemarau rapat juga membahas penjadwalan

pengaliran air ke setiap P3A-P3A di DI. Wanir agar seluruh wilayah pengairan dapat

teraliri air irigasi. Penyusunan rencana tata tanam global bertujuan untuk menetapkan

a. Pola tanam yang sesuai dengan kondisi fisik serta dapat meningkatkan

pendapatan petani walaupun dalam kondisi air terbatas

50

Page 51: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

b. Mengatur sistem pembagian air irigasi terutama dalam kondisi air terbatas.

c. Menetapkan waktu pengeringan saluran untuk melaksanakan pemeliharaan

saluran.

Ketika musim kemarau pasokan air dari sungai citarum tidak mencukupi

kebutuhan para pengguna irigasi di DI Wanir sehingga penjadwalan distribusi air

irigasi dilakukan oleh GP3A agar air dapat terbagi secara merata. Penjadwalan air ini

dibuat melalui rapat GP3A yang dihadiri oleh para pengurus P3A dari seluruh daerah

irigasi Wanir, dan penjadwalan air ini berlaku setiap tahun disaat musim kemarau

atau disaat debit air citarum turun. Penjadwalan ini delakukan dengan cara membuka

secara bergilir saluran tiga sekunder utama (saluran Cipeujeuh, saluran Cikoneng,

dan saluran Wangisagara) melalui pintu bagi di daerah Pacet. Umumnya setiap desa

mendapatkan dua waktu pengaliran air irigasi. Khususnya untuk Dusun Leles Desa

Mekarsari mendapatkan jatah air pada Minggu dan Jumat pukul 18.00 sampai 06.00.

Berikut ini tabel penjadwalan air DI Wanir di musim kemarau:

Tabel 3.2. Jadwal Pembagian Air irigasi di Daerah Irigasi Wanir

Kecamatan Desa Hari Waktu

PacetCipeujeuh Selasa dan Sabtu 06.00 sampai 18.00Tanjungwangi Selasa dan Sabtu 06.00 sampai 18.00Cikoneng Senin dan Kamis 06.00 sampai 18.00

Ciparay Sagaracipta Senin dan Kamis 06.00 sampai 18.00Pakutandang Senin dan Rabu 18.00 sampai 06.00Magungharja Minggu dan Jumat 18.00 sampai 06.00Mekarsari Minggu dan Jumat 18.00 sampai 06.00Neglasari Jumat 06.00 sampai 18.00

51

Page 52: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Selasa 18.00 sampai 06.00Wangisagara Jumat

Selasa

06.00 sampai 18.00

18.00 sampai 06.00

Majalaya

Padamulya Kamis dan Sabtu 18.00 sampai 06.00

Sukamukti Kamis dan Sabtu 18.00 sampai 06.00Padaulun Minggu dan Rabu 06.00 sampai 18.00Biru Minggu dan Rabu 06.00 sampai 18.00

Sumber: GP3A Tirta Walatra, 2007

Seluruh petani di DI Wanir tergabung dalam P3A di masing-masing

daerahnya. Namun, tidak seluruh petani mengambil bagian dalam pengelolaan air

irigasi. Hanya para pengurus P3A saja yang menjadi pengelola irigasi ditingkat

saluran tersier. Dalam pendistribusian air irigasi ternyata tidak seluruh pengguna

irigasi dapat merasakan manfaat air irigasi. Peran GP3A dalam mengelola air irigasi

secara global ternyata tidak berjalan dengan baik. Banyak hambatan yang ditemui

dalam pendistribusian air irigasi antara lain, adanya perebutan air antara petani

dengan Running water dan industri tekstil.

3.1.2. Kolam Ikan Arus Deras (Running Water / Raning)

Running water adalah perikanan arus deras yang pengelolaannya

membutuhkan debit air tinggi. Ikan yang dijadikan komoditas adalah ikan mujaer

dan ikan mas. Running water mulai ada di Di Wanir pada awal tahun 90an. Di

sepanjang daerah irigasi Wanir, running water terdapat di daerah hulu yaitu di daerah

Cipeujeuh dan Cikoneng. Yang menjalankan perikana arus deras ini merupakan

52

Page 53: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

orang luar daerah, mereka membangun di daerah ini karena ketersediaan air yang

melimpah. Hampir seluruh pemilik running water merupakan orang yang memiliki

modal besar seperti Jendral, dan pengusaha-pengusaha Cina. Mereka memiliki

hubungan yang baik dengan aparat pemerintahan desa, sehingga mereka bisa

membangun kolam ikan dekat dengan saluran sekunder.

Lokasinya yang dekat dengan saluran sekunder membuat running water ini

dengan mudah mengambil air langsung dari saluran sekunder. Air yang mengalir

pada saluran irigasi langsung dibelokkan menuju kolam-kolam ikan dengan cara

membobol tembok saluran sekunder kemudian membuat pintu air untuk mengontrol

debit air yang masuk ke kolam. Air irigasi yang masuk ke kolam selanjutnya dibuang

melalui saluran pembuangan ke sungai.

Pembuangan air dari kolam ke sungai ini menjadi masalah karena air tidak

dapat digunakan kembali oleh petani. Ketinggian permukaan air yang lebih rendah

dari permukaan sawah menyebabkan air tidak dapat mengalir ke sawah. Pembobolan

saluran irigasi sekunder juga membuat berkurangnya debit air irigasi untuk pasokan

air ke daerah hilir seperti daerah Leles (lihat gambar 3.1, dan gambar 3.2)

53

Page 54: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Gambar 3.1. Runing Water

Gambar 3.2. Air dari saluran irigasi yang dibelokan ke Running water

Pembangunan running di dekat sumber air (saluran sekunder) ini

memudahkan pemilik running untuk mengakses sumber daya air yang ada. Untuk

melancarkan akses mereka terhadap sumber daya air, para pemilik running water

mengaktifkan hubungan sosial dengan aparat pemerintahan, baik desa maupun

kecamatan. Hubungan baik dan kedekatannya dengan aparat desa juga membuat

terjaminnya pasokan air irigasi ke running-running ini. Hal ini ternyata sejalan

dengan pendapat Benda-Beckman (2001) bahwa Mereka yang memiliki modal besar

dan kontrol terhadap sumber daya, dalam artian memiliki teknologi dan sarana

penyaluran air, dekat dengan sumber air atau bahkan menguasaianya, serta memiliki

hubungan yang baik dengan pengaturan tingkat desa, hampir selalu mempunyai

akses istimewa pada sumber daya air dan lebih mampu mengeksploitasinya.

3.1.3. Industri Tekstil

54

Page 55: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Air irigasi Wanir yang mengairi 1.880 ha di tiga kecamatan ini ternyata tidak

hanya digunakan untuk petani dan pengelolaa ikan saja, industri tekstil pun ternyata

menggunakan air irigasi Wanir. Industri tektil ini menggunakan air irigasi sebagai

bahan baku air yang digunakan pada saat proses produksi. Terdapat sembilan

perusahaan yang bergerak di industri tekstil dan pengolahan kain yang sumber airnya

berasal dari air irigasi di DI Wanir. Industri-industri ini tidak tersebar di seluruh

wilayah pengairan DI Wanir tetapi hanya terdapat di Kecamatan Majalaya saja,

karena wilayah Kecamatan Ciparay dan Kecamatan Pacet tidak diperuntukkan bagi

kawasan industri, melainkan sebagai kawasan pertanian, pemukiman dan pendidikan

(Kantor Kecamatan Ciparay, 2007). Tercatat secara resmi terdapat sembilan industri

tekstil yang mengunakan air irigasi dari saluran irigasi DI Wanir (Dinas PSDA

Provinsi Jabar, 2007). Pemakaian air ini berkisar antara 0,5 l/detik sampai 10 l/detik

setiap harinya untuk tiap industri. Perusahaan-perusahaan tersebut berproduksi setiap

harinya selama 24 jam dengan menggunakan air irigasi.

Tabel. 3.3. Daftar Perusahaan yang Mendapat Rekomendasi Teknis SIPPA dari

BPSDA Wilayah Sungai Citarum

No. Nama perusahaan Jenis produksi Lokasi

1.PT. Ganesha Pertiwi Textile

MillsTekstil Desa Biru

2. PT. Sari Sandang Tekstil Desa Padamulya

3. CV. Purnama TirtatexPengolahan

kainDesa Padamulya

55

Page 56: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

4. PT. Tribintang Lokawarna Tekstil Desa Padaulun5. PT. Ferinatex Jaya Tekstil Desa Sukamukti6. PT. Pertenunan Muintex Tekstil Desa Padaulun

7. PT. JasatexPengolahan

kainDesa Padaulun

8. PT. Aktex Cidalaya Biru Tekstil Desa Biru9. PT Setiatex Kusuma Jaya Tekstil Desa Sukamukti

Sumber : Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat, 2007

Perusahaan-perusahaan diatas mengambil air irigasi dengan membuat pintu

pada saluran irigasi, dan membelokan air irigasi untuk ditampung di kolam

penampungan. Kolam-kolam penampungan ini tidak berada di dalam kompleks

pabrik. Kolam-kolam penampungan ini dibangun oleh masing-masing pabrik pada

lokasi yang dekat dengan saluran sekunder dan berada didaerah tinggi. Kolam-kolam

ini bisa berjarak hingga 2 Km jauhnya dari pabrik.

Kolam-kolam penampungan air ini banyak ditemukan di desa Padaulun, dan

Biru. Kolam penampungan yang dibuat oleh pabrik ini cukup besar, salah satunya

kolam penampungan milik PT. Pertenunan Muintex di desa Padaulun. PT.

Pertenunan Muintex memiliki dua kolam penampungan, yang pertama berukuran 20

m X 8 m dengan kedalaman mencapai 4 m, kemudian yang kolam kedua dengan

ukuran lebih kecil 10 m X 10 m dengan kedalaman 4 m. kolam-kolam ini dibuat

besar dengan tujuan agar mampu menjaga pasokan air untuk proses produksi pabrik

selama 24 jam.

56

Page 57: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Pabrik membangun saluran penghubung antara kolam penampungan dan

pabrik dengan menggunakan pipa paralon yang ditimbun didalam tanah. Dahulu

pendistribusian air dari kolam penampungan ke pabrik dilakukan dengan

menggunakan selokan, sehingga petani masih bisa mengambil sedikit air untuk

dialirkan ke sawah mereka. Tetapi dengan menggunakan pipa paralon, saat ini petani

kesulitan mendapatkan air untuk mengairi sawah.

Dalam menjaga pasokan air untuk produksinya pihak industri banyak

memperkerjakan preman-preman atau orang yang ditakuti di daerah setempat untuk

menjaga pasokan air dan kolam-kolam penampungan mereka. Para petani menyebut

mereka dengan sebutan babah hideung. Pilihan pihak industri dengan

memperkerjakan para preman datau babah hideung ini membuat petani segan untuk

mengganggu pasokan air milik pabrik.

Terdapat beberapa persoalan yang dihadapi para pengguna air irigasi DI

Wanir (petani, running water, dan industri) ini. Pertama akses pertani terhadap

sumber daya air irigasi terganggu dengan adanya kedua sektor lain yang memiliki

modal dan teknologi yang lebih tinggi dalam mengakses sumberdaya air. Padalah

menurut pasal 8 ayat 2 UU. No. 11 Tahun 1974 prioritas penggunaan air adalah untuk

kebutuhan domestik, pertanian, dan ketenagaan (industri). Berdasarkan undang-

undang ini dapat disimpulkan bahwa industri berada dalam prioritas terakhir untuk

penggunaan air. Tetapi, dalam kenyataannya di DI Wanir, industri dan running water

57

Page 58: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

(yang juga merupakan sektor ketenagaan) justru memperoleh akses yang lebih baik

terhadapa air irigasi.

Pemilik usaha running water memiliki akses yang baik terhadap air irigasi,

karena modal dan hubungan sosial dengan aparat desa yang mereka miliki.

Sedangkan, pada sektor Industri terdapat teknologi yang lebih tinggi dibandingkan

para petani, dengan membangun kolam penampungan air di daerah hulu dan saluran

air yang menghubungkan kolam penampungan dengan pabrik. Dalam Benda-

Beckman (2001) dinyatakan bahwa mereka yang memiliki modal besar dan kontrol

terhadap sumber daya, dalam artian memiliki teknologi dan sarana penyaluran air,

dekat dengan sumber air atau bahkan menguasaianya, serta memiliki hubungan yang

baik dengan pengaturan tingkat desa, hampir selalu mempunyai akses istimewa pada

sumber daya air dan lebih mampu mengeksploitasinya. Hal ini terlihat dari

kemudahan akses terhadap air yang dimiliki oleh running water dan industri yang

memiliki modal lebih besar daripada petani.

Selain itu petani juga mengalami masalah dengan pihak industri yaitu,

industri mempekerjakan para preman-preman setempat yang disegani para petani

untuk menjaga pasokan air mereka. Selain itu beberapa pengurus P3A bekerja pada

industri untuk memasok air ke kolam penampungan, karena tergiur dengan

pendapatan yang tinggi.

Adapun masalah juga yang dihadapi petani sehingga mereka seolah tidak bisa

melawan kekuatan industri, banyak buruh pabrik yang merupakan keluarga dari para

petani tersebut (anaknya, istrinya, suaminya, dan sanak saudaranya) sehingga apabila

58

Page 59: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

petani melawan dan industri tidak mendapatkan air, maka ancaman yang terjadi

adalah PHK terhadap anggota keluarga petani.

Posisi petani di DI wanir terhadap industri dan running water sangat lemah

karena faktor-faktor di atas. Jadi, para petani perlu melakukan strategi kerjasama

untuk menanggulangi permasalahan air irigasi ini.

3.2. Permasalahan Irigasi di Dusun Leles

3.2.1. Permasalahan irigasi di Musim Kemarau

Dusun Leles merupakan daerah paling hilir dari saluran irigasi Wanir. Letak

geografis tersebut mempengaruhi ketersediaan air pada saluran irigasi, terlebih pada

musim kemarau. Letak di daerah hilir menyebabkan perlunya waktu yang lebih lama

untuk mengalirkan air dari bendung Wanir ke Dusun Leles dan semakin banyaknya

hambatan-hambatan yang ditemui saat perjalanan air tersebut. Beberapa hal yang

menjadi hambatan kelancaran pasokan air irigasi di dusun Leles, terutama di musim

kemarau antara lain, rusaknya pintu-pintu air, mengeringnya tanah pada saluran

irigasi kuarter, dan perebutan air dengan pengguna air irigasi di daerah girang atau

hulu.

3.2.1.1 Rusak dan Hilangnya Pintu Air

Saluran irigasi mempunyai pintu air yang berfungsi untuk membandung air

agar dapat mengalir ke daerah yang lebih rendah. Pintu air merupakan komponen

59

Page 60: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

yang penting, karena disitulah pengaturan air dilakukan. Ketika debit air rendah,

pintu akan ditutup jika diperlukan, dengan tujuan menaikan ketinggian permukaan

air hingga batas ketinggian tertentu agar air mengalir ke daerah yang lebih rendah.

Dusun Leles memiliki dua saluran irigasi. Satu saluran merupakan saluran

tersier, dengan lebar sekitar 1,5 meter; saluran ini merupakan kepanjangan langsung

dari saluran irigasi Wanir. Sedangkan satu saluran lagi merupakan cabang dari

saluran tersier yang para petani sebut solokan, lebarnya sekitar 0,5 meter. Kedua

saluran irigasi ini terletak di batas dusun Leles dan Manggungharja (lihat gambar

3.3).

Gambar 3.3. Saluran Irigasi Tersier Dusun Leles

Pada saluran tersier, terdapat dua pintu air yang digunakan untuk mengatur

aliran air. Agar saluran kuarter atau ”solokan” dapat dialiri air maka pintu air harus

ditutup agar ketinggian air melebihi permukaan saluran kuarter. Kondisi pintu air

merupakan hal yang perlu diperhatikan karena ia berfungsi untuk mengalirkan dan

membagi air. Ketika masuk musim kemarau debit air irigasi berkurang, peran pintu

60

Page 61: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

air menjadi semakin penting karena melaluinya pembagian air yang adil bagi daerah

pertanian di saluran irigasi Wanir dapat dilakukan. Namun, salah satu masalah dalam

irigasi justru terletak pada pintu air ini

Pintu air terdiri dari komponen logam: baut, mur, drat (knop yang berfungsi

untuk menutup dan membuka pintu air), talang besi, seng, dan daun pintu yang

terbuat dari papan kayu. Hal yang menjadi masalah ialah terjadinya pencurian

terhadap komponen logam pintu air ini. Karena logam besi ini memiliki nilai jual

yang tinggi. Menurut seluruh keterangan informan, komponen logam itu diambil

oleh tukang kindeu (pemulung besi) untuk mereka jual (lihat gambar 3.4 dan gambar

3.5).

Gambar 3.4. Pintu Air yang Drat-nya Sudah Hilang

61

Page 62: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Gambar 3.5. Pintu Air

Kasus ini terjadi karena penjagaan di pintu air, terutama di saluran tersier dan

sekunder, pengawasannya kurang ketat. Memang, pada saluran primer dan sekunder,

terdapat rumah atau kantor penjaga petugas Gabungan Petugas P3A yang dari

letaknya dapat memantau area saluran irigasi. Dengan begitu, pintu-pintu air dapat

dipantau. Selain itu terdapat juga rumah milik warga yang bukan petugas namun

letaknya dekat dengan pintu air.

Menurut keterangan informan, kunci pintu air biasanya berada atau dititipkan

pada rumah penjaga atau warga yang rumahnya dekat dengan pintu air. Tetapi

seringkali pintu bisa dibuka tanpa mengikuti jadwal atau ketentuan yang berlaku.

Bahkan, lanjutnya lagi, ada beberapa petani yang telah memiliki (duplikat) kunci

tersebut sehingga tidak perlu melewati petugas untuk membukanya.

3.2.1.2. Solokan

Di musim kemarau, saluran irigasi kuarter yang jarang dialiri air

menyebabkan tanah berada dalam kondisi kering sehingga mengakibatkan tanah

retak (tela-tela). Kondisi tanah yang kering pada saluran irigasi berpengaruh

terhadap kelancaran datangnya pasokan air. Ketika saluran irigasi mendapat pasokan

62

Page 63: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

air dari hulu, perlu menunggu satu hari agar air dapat mengalir lancar pada saluran.

Pada hari pertama saat saluran diairi, air langsung meresap kedalam retakan-retakan

pada tanah yang kering pada solokan. Akibatnya, saluran tidak bisa langsung dialiri

air secara lancar. Biasanya, baru pada hari kedua, setelah kondisi tanah basah, air

dapat mengalir lancar pada saluran irigasi (lihat gambar 3.6).

Gambar 3.6. Solokan yang

Kering Karena Tidak Teraliri Air.

3.2.1.3.Perebutan Air

Saluran irigasi Wanir mengairi lahan pertanian mulai dari hulu hingga

hilirnya. Di musim kemarau, kecilnya curah hujan menyebabkan menurunnya debit

air sehingga pasokan air bagi lahan-lahan di sepanjang saluran berkurang. Hal ini

diatasi dengan pembagian jatah dibukanya pintu air untuk mengairi daerah di

sepanjang saluran irigasi. Gabungan P3A unit irigasi Wanir sebagai lembaga yang

menangani irigasi telah membuat jadwal menyangkut pembagian air untuk setiap

63

Page 64: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

desa. Dusun Leles mendapatkan jatah air melalui saluran Cibodas setiap hari Minggu

dan Jumat, mulai dari pukul 18.00 – 06.00. Namun pada praktiknya sering terjadi

ketidaksesuaian menyangkut jadwal pembukaan pintu air ini.

Perebutan air pada saluran irigasi sering terjadi pada musim kemarau, hal ini

disebabkan karena debit air disungai citarum turun sehingga berpengaruh pada

berkurangnya pasokan air irigasi bagi pengguna air irigasi. Perebutan air ini tidak

hanya antar-petani dengan petani, tetapi perebutan air ini juga diramaikan oleh para

pemilik running water atau perikanan arus deras dan Industri.

running water membutuh air secara terus-menerus untuk kebutuhan ikan-ikan

mereka. Lokasi kolam yang bersebelahan dengan saluran skunder memudahkan

pemilik running water untuk langsung mengambil air dari saluran sekunder. “kalau

saya tidak boleh mengambil air dari saluran irigasi, kenapa dulu desa memberikan

izin sama saya untuk membangun kolam disini? Ya sekarang sih saya meminta pihak

desa untuk mengatur air supaya air bisa masik kekolam terus. Kalau tidak kan bisa

repot...” (ko’ Ak, 8 maret 2009), kalimat tadi adalah pernyataan dari salah satu

pemilik running water yang menggunakan ijin dari pihak desa sebagai modal dalam

menggunakan air irigasi setiap waktu.

Selain petani dan pemilik running water, industri juga menjadi aktor lain

dalam perebutan air irigasi ini. Dalam menjaga pasokan air untuk pabrik, para babah

hideung diberi bayaran yang tinggi oleh pabrik, mereka juga diberi uang oleh pabrik

untuk membeli air dari pintu pembagi. Jadi sering kali para babah hideung ini

mengambil air pada waktu-waktu yang bukan seharusnya. Untuk mempermudah

64

Page 65: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

usaha mereka itu, para babah hideung membayar sejumlah uang kepada petugas dari

PU pengairan yang bertugas menjaga pintu bagi di Jalan Cagak. Hal ini

menyebabkan petani kesulitan mendapat air untuk sawah mereka. Seperti yang

dituturkan olah salah seorang informan :

“Nya eta ceuk bapa ge da duit, da nu kuasa mah duit. Bere we duit kara rada di ageungan angger we suap menyuap. Ayeuna aya pabrik, patani jarang kabagean, da modalna ageung pabrik mah.”“Ya itu kata bapak juga uang, soalnya yang berkuasa itu uang. Dikasih aja uang baru baru agak dibesarkan (air irigasi) tetap saja suap menyaup. Sekarang ada pabrik, petani jarang kebagian, soalnya pabrik besar modalnya” (Pa Yy, 14-03-09)

Pabrik memiliki kontrol yang besar terhadap sumber daya air irigasi di musim

kemarau dengan memperkerjakan para babah hideung. Selain itu juga pabrik

memiliki teknologi dan sarana penyaluran air untuk mempermudah akses mereka

terhadap air irigasi ini.

Walaupun tidak sampai terjadi kontak fisik dalam perebutan air ini,

kekurangan air irigasi ini membuat petani di dusun Leles harus melakukan kerjasama

dengan berbagai pihak baik sesama petani maupun aktor yang lain dalam mengatasi

hal ini.

3.2.2. Permasalahan Irigasi di Musim Hujan

Pada musim hujan, nasib petani lebih beruntung. Air irigasi terus mengalir,

bahkan debit air bertambah. Air didapat tidak hanya dari saluran irigasi, tapi juga

dari air hujan yang turun. Petani tidak akan kekurangan air untuk kebutuhan

65

Page 66: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

pertanian. Hal ini akan membuat kerja para petani menjadi mudah dalam mengolah

lahan pertanian. Seperti dalam membajak tanah, dengan cukupnya ketersedian air

membuat kerja petani yang menggunakan cangkul, kerbau atau pun traktor11 menjadi

lebih ringan karena tanah akan lebih cepat menjadi gembur. Selain itu, pada masa-

masa ketika padi harus tetap tergenang air, petani tidak harus bingung mencari air

seperti ketika musim kemarau. Dengan ketersedian air yang cukup, kerja pertanian

akan lebih lancar dan petani tidak harus membuang tenaga dan waktu untuk mencari

air guna kebutuhan pertanian.

Meskipun mempunyai beban kerja yang lebih ringan, pada musim hujan juga

banyak masalah yang timbul. Seperti ketika hujan turun terkadang membuat sungai

Cirasea dan Cipadaulun (anak sungai Citarum) meluap sehingga terjadi banjir sampai

ke pemukiman dan ke sawah yang menyebabkan padi terbenam oleh air. Jika padi

baru di tanam sekitar 2 minggu, padi akan terbawa arus banjir. Hal ini terjadi karena

padi masih berbentuk bibit, belum berkembang sehingga mudah terbawa arus banjir.

Banjir ini disebabkan kondisi daerah dusun Leles yang secara geografis berada di

hilir sungai, yang menyebabkan dusun Leles mejadi tempat tumpahan air dari hulu

sungai, ditambah dengan banyaknya sampah yang menyumbat aliran air di sungai.

Tetapi menurut keterangan beberapa informan, selama ini banjir di dusun Leles

belum pernah menyebabkan kerusakan yang signifikan. Di dusun leles, selama ini

banjir tidak bertahan lama; paling lama sekitar 6 jam. Jika sungai Cirasea atau

11 . Di dusun leles, tidak semua petani mempunyai kerbau atau traktor. Untuk membajak sawah, banyak petani menyewa kerbau atau traktor. Ongkos sewa yang harus dikeluarkan petani dalam satu bedug (muali pukul 06.00-12.00) berbeda-beda, untuk sewa kerbau beserta pembajaknya sebesar Rp 60.000,00 –Rp 65.000,00, sedangkan traktor sekitar Rp 150.000,00.

66

Page 67: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Cipadaulun mulai meluap pada pukul 6, biasanya akan mulai surut sekitar jam 10-12

malam. Seperti menurut seorang informan, “..da ngan sakedap banjir mah kadieu.

lamun banjir maghrib, da unggal banjir oge maghrib banjir jam 6, jam 12 ge urang

tos beberes deui..” ( banjir cuman sebentar datangnya, banjir biasanya datangnya

maghrib jam 6, jam 12 saya sudah beres-beres rumah lagi) ujarnya atau menurut

informan lainnya “..akh banjir mah datang na ukur saliwat ..” ( banjir datangnya

cuman ngelewat aja, sementara). Bahkan ketika banjir, para petani justru

memanfaatkan kondisi tersebut. Para petani dan masyarakat lainnya berkumpul di

titik-titik banjir untuk mencari ikan (dilakukan dengan menjaring atau menyetrum)

karena banyak ikan dari kolam milik warga yang ikut terbawa arus banjir (lihat

gambar 3.7 dan gambar 3.8).

Gambar 3.7. Seseorang Sedang Menjaring Ikan Sesaat Setelah Terjadi Banjir

67

Page 68: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Gambar 3.8. Banjir Ketika Musim Hujan Bisa Mencapai Setinggi

Pinggang Orang Dewasa.

Selain banjir, di dusun Leles hujan membawa permasalahan lainnya. Ketika

sawah menjelang panen, ketika padi berumur sekitar 80 hari, padi harus dalam

keadaan kering. Tetapi hujan turun hampir setiap hari dan terus membuat padi

tergenang. Untuk itu dibutuhkan pengaturan air yang baik, sehingga air yang

tergenang bisa dibuang melalui lubang-lubang saluran air ke sungai. Menurut

informan, kondisi di sawah yang tergenang saat akan mejelang panen, akan

mengundang hama tikus untuk datang ke sawah mereka. Menurutnya, kondisi sawah

yang basah dan padi yang sudah berbuah saat menjelang panen, sangat disukai oleh

hama tikus. Sehingga apabila hama tikus menyerang petani akan mengalami

kerugian, karena sawahnya mengalami kerusakan.

Ketika musim hujan, sering terjadi angin besar di sawah.. Angin besar

tersebut membuat padi-padi yang sedang tumbuh dan terutama yang siap panen akan

68

Page 69: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

rubuh (ayeuh). Hal ini terjadi karena kualitas tanah yang terlalu gembur dan benih

padi yang dipilih untuk ditanam secara fisik lebih besar dan tinggi sehingga akan

lebih gampang terkena angin dan rubuh, seperti penuturan seorang informan, “eta

teh dampak tina Sawahna lendot, sawahna legok. Nu ledok tea,”. Hal itu akan

mengakibatkan bulir (buah) padi akan ikut tergenang air. Jika tergenang sampai 3

hari atau lebih, padi akan rusak bahkan menjadi busuk atau terjadi hapa12. Hal ini

mengakibatkan kerugian karena gabah tidak bisa jual, atau harganya menjadi turun

(lihat gambar 3.9).

Gambar 3. 9. Padi yang Ayeuh Terkena Angin Besar.

Musim secara alamiah mempengaruhi jumlah air irigasi. Air akan melimpah

dimusim hujan dan akan langka di musim kemarau. Terutama pada musim kemarau

petani mengalami berbagai macam permasalah, mulai dari permasalahn teknis

hingga permasalahan sosial.

12 Padi yang tidak tumbuh sempurna, ketika di panen padi tidak mempunyai buah atau biji padi,kosong.

69

Page 70: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Permasalahan teknis seperti hilang dan rusaknya pintu air disebabkan oleh

orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka mengambil peralatan pintu air

seperti baut, kunci pintu dan lain-lain untuk dijual karena memiliki nilai ekonomis

yang tinggi. Hal ini menyebabkan fungsi pintu air tidak dapat berjalan dengan

semestinya. Sehingga petani harus menghabiskan waktu lebih lama untuk

mendistribusikan air irigasi. Permasalan sosial yang dihadapai tentang perebutan air

telah dijelaskan di sub bab sebelumnya, yakni permasalahan petani dengan industri

dan running water.

Tidak hanya di musim kemarau, musim hujan pun petani memiliki masalah

dalam pasokan air irigasi. Dalam musim ini jumlah air berlebih, kadang-kadang

mereka mengalami kebanjiran yang bisa merusak padi-padi di sawah mereka.

Intinya, petani saat ini dalam posisi yang kurang menguntungkan baik dari efek

musim maupun sosial. Untuk menghadapi masalah tersebut petani harus

mengembangkan strategi kerjasama yang dituangkan dalam bentuk organisasi irigasi

seperti yang diungkapkan Ostrom (2000), dalam hal ini dibentuk P3A atau Mitra cai

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pengairan.

3.3. P3A / Mitra cai “Harapan I” sebagai pengelola irigasi

Dalam usaha pemenuhan kebutuhan air irigasi, petani di dusun Leles

tergabung dalam satu organisasi Mitra cai atau P3A. Mitra cai atau P3A

(Perkumpulan Petani Pemakai Air) Harapan I di susun Leles merupakan organisasi

yang dibentuk pemerintah sekitar tahun 1980-an. Mitra Cai merupakan organisasi

70

Page 71: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

bentukan pemerintah Orde Baru yang dibuat untuk mengelola air irigasi. Tepatnya

organisasi ini dibentuk oleh dinas pengairan dan dikuatkan juga oleh Surat

Keputusan (SK) Gubernur. Mitra cai yang memiliki jumlah anggota hingga 80 orang

ini berfungsi untuk mengorganisir dan mengelola ketersediaan air untuk sawah-

sawah yang ada di dudun Leles.

“berdasarkan peraturan weh, ketentuan ti pamarentah,ti Dinas Pengairan.Peraturan pamarentah P3 cai mah. Kapungkur mah nuju Orde Baru, Mitra Cai mah. Kawitan bapa dines teh nuju jadi Ketua Desa teh taun 1987 dugi ka 1994, harita teh tos ngawitan P3A berdiri, malah bapa karek dilatih. Semua desa nu aya pertanian, jadi sadayana kedah ngalaksanakeun pengairanna sistemna berdasarkeun P3A/Mitra Cai. P3A/Mitra Cai kapungkur mah, Bapa taun 1988 tos dilatih di Waduk Darma salami hampir sasasih. Waktos harita nu dilatih teh camat, teras kapolsek, teras Kaur Ekbang kecamatan, ditambih juru pengairan. Tah harita teh kedah tos berdiri P3A, di desa teh cai teh sistem berdasarkan P3A/Mitra Cai. taunna nya bapa kirang apal, da tos lami.”“berdasarkan peraturan saja, ketentuan dari pemereintah, dari dinas pegairan. Peraturan pemerintah P3Air itu. Dulu waktu jaman Orde Baru mitra cai itu (dibentuk). Awalnya bapak waktu menjabat sebagai ketua desa pada tahun 1987 sampai 1994, waktu itu P3a sudah mulai berdiri, malah bapak baru dilatih. Semua desa yang ada pertaniannya, jadi semua harus melaksanakan pengairan dengan system berdasarkan P3A/Mitra cai. P3A/Mitra cai dahulu, bapak tahun 1988 sudah dilatih di Waduk Darma selama hampir satu bulan. Waktu itu yang dilatih adalah Camat, lalu Kapolsek, lalu Kaur Ekbang kecamatan, ditambah dengan juru pengeiran. Nah waktu itu harus sudah berdiri P3A, di desa itun sistemnya berdasarkan P3A/Mitra cai. Tahunnya ya bapak kurang hafal, karena sudah lama.” (Pa Ed, 10 maret 2009)

Mitra cai memiliki struktur piramida dari mulai ketua hingga tim lapangan.

para pengurus ini dipilih oleh anggota dan diberi kepercayaan untuk mengelola air

irigasi. Untuk ketua dipimpin oleh Pak Endin Abdurrohim yang merupakan bekas

kepala desa. Wakil ketua dalam susunan organisasi mitra cai ini Eman Sobandi.

Susunan organisasi berlanjut langsung ke sekretaris yang dijabat oleh Jajang

Rukmana. Adapun posisi bendahara diisii oleh H. A. Sachmar. Bagian tata usaha

71

Page 72: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Sakam, U. Komaludin, Ikin Sodikin. Kemudian yang terakhir ialah tim lapangan, tim

lapangan ini diketuai oleh Eman dengan anggota yang terdiri dari Encang, Yaya

Sumarya, Nandang Kesmed, Asep, Ama, Sidin, dan Maman.(lampiran)

Ketua mitra cai mengatur dan mengorganisir segala hal mengenai

ketersediaan air. Secara struktural ialah yang memimpin organisasi ini. Ia

mempunyai wewenang untuk mengatur dan menginstruksikan kepada anggota

lainnya perihal ketersediaan dan distribusi air. Pak Endin Abdurrohim adalah seorang

mantan kepala desa, dan saat ini yang menggantikan posisinya sebagai kepala desa di

Desa Mekarsari adalah anaknya. Hal inilah yang membuat Pak Endin Abdurrohim

dituakan oleh warga desa dan diangkat menjadi ketua P3A/ Mitra Cai “Harapan I”

Selanjutnya, posisi ketua dibantu oleh sekretaris yang berfungsi mencatat dan

melaporkan tentang berbagai hal. Mulai dari mencatat jalannya rapat, catatan

properti yang dimiliki, jumlah anggota mitra cai hingga jumlah keseluruhan petani di

dusun leles.Pak Eman Sobandi, dia adalah pensiunan kepala sekolah di Majalaya,

kiprahnya sebagai kepala sekolah membuat para petani di Dusun Leles memilihnya

menjadi sekertaris yang membantu ketua dalam pengelolaan irigasi. Sedangkan Haji

A. Sachmar yang menjabat sebagai bendahara adalah seorang petani kaya di Dusun

Leles, dia meiliki sawah yang digarap oleh para petani maro, huller (mesin

penggiling padi), dan dua buah truk untuk pendistribusian beras-berasnya.

bendahara mencatat jumlah pemasukan untuk mitra cai, mulai bantuan pemerintah

hingga iuran dari para petani. Iuran petani dikumpulkan saat musim panen sesuai

dengan jumlah lahan sawah yang dimiliki petani. Kemudian tim lapangan bertugas

72

Page 73: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

untuk bekerja dari mulai menagih iuran saat hendak nganir cai hingga menyusuri

saluran sepanjang saluran irigasi dari hulu hingga ke hilir untuk memastikan air

irigasi masuk ke Leles. Mereka yang memegang peranan langsung di lapangan dalam

ada atau tidaknya ketersediaan air, terutama pada musim kemarau. Dari mulai,

pengecekan di setiap pintu air mempetan, hingga perbaikan saluran irigasi.

Kebanyakan dari tim lapangan merupakan petani yang memiliki status sosial

menengah di Dusun Leles, seperti buruh tani, petani maro, dan petani yang memiliki

tanah garapan yang kecil. Seperti misalanya Pak Sakam, Pak Sakam hanyalah

seorang buruh tani yang setiap subuh dan sore hari menjadi tukang becak untuk

menambah penghasilanya. Mulai pagi hari hingga siang Pak Sakam menjadi

pengurus P3A/Mitra Cai “Harapan I” dan jika ada permintaan dia juga sering

menggarap sawah milik orang lain sebagai buruh tani atau biasa disebut dengan

ngabedug karena waktu kerjanya hanya dari pagi sampai adzan dzuhur.

Bentuk-bentuk pengelolaan yang dilakukan mitra cai dalam upaya

menyediakan air irigasi berbeda-beda dalam satu tahunnya. Perbedaan pengelolaan

ini dikarenakan adanya perbedaan musim (kemarau-penghujan) yang berpengaruh

pada stok air yang tersedia di saluran irigasi, dan akan dijelaskan pada sub-bab

selanjutanya.

3.3.1. Pengelolaan Irigasi di Musim Kemarau

Ketersediaan air irigasi di musim kemarau yang menipis, membuat para

pengurus Mitra cai harus bekerja lebih ekstra dalam menjamin ketersediaan air

73

Page 74: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

irigasi di petak-petak sawah dusun Leles. Pengelolaan irigasi di dusun Leles

dilakukan oleh P3A Mitra Cai bersama para petani.

Ketentuan yang dibuat oleh GP3A se DI Wanir mengenai pembagian air

selama musim kemarau ternyata belum bisa mencukupi kebutuhan air irigasi para

petani di dusun Leles. Untuk seluruh wilayah DI Wanir, dusun Leles mendapatkan

jatah dialiri air 2 kali semingu, yaitu setiap hari Minggu malam dan Jumat malam,

mulai dari pukul 18.00 – 06.00.

Seperti telah dijelaskan pada permasalahan di musim kemarau, stok air yang

menipis, pintu air yang rusak dan hilang, serta terjadinya perebutan air dengan petani

daerah lain menjadi penyebab kelangkaan air irigasi di dusun Leles. Mitra cai dalam

menghadapi kesulitan ini ternyata memiliki strategi khusus demi menjamin air irigasi

di wilayahnya. Strategi itu adalah nganir cai dan pompanisasi, yang akan dijelaskan

secar rinci di bab selanjutnya.

3.3.2. Pengelolaan Irigasi pada Musim Hujan

Ketika musim hujan datang aktifitas kerjasama petani berubah, mereka tidak

lagi nganir cai, maupun menyedot air sungai dengan pompa diesel. Di awal musim

hujan, petani memperbaiki saluran-saluran irigasi tersier untuk bersiap-siap

menghadapi debit air yang akan bertambah Perbaikan ini dikelola oleh petugas Mitra

cai. Biasanya petugas Mitra cai akan mengundang petani-petani untuk berpartisipasi

dalam gotong royong untuk memperbaiki saluran. Hubungan-hubungan ketetanggaan

para petani di Dusun Leles menjadi basis yang kuat didalam menggalang kekuatan

74

Page 75: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

serta mobilisasi tenaga kerja untuk perbaikan saluran irigasi. Selain memperbaiki,

pada awal musim hujan petugas Mitra cai akan mengecek pintu-pintu air yang

terhubung dengan saluran irigasi ke dusun Leles. Ini dilakukan untuk memeriksa jika

ada pintu air yang rusak, dan membersihkan pintu air dari sampah-sampah yang

nantinya akan menyumbat air.

Untuk petani sendiri, ada beberapa perbaikan yang dilakukan secara individu.

Perbaikan yang dilakukan hanya pada saluran irigasi quarter, yang berada di daerah

lahan miliknya. Perbaikan saluran irigasi oleh petani ini berupa pembersihan saluran

dari sampah, peninggian galengan, memperdalam parit, ngarucug, dan menyumbat

kuluwung. Pembersihan sampah dilakukan oleh petani untuk membuat aliran air pada

saluran lebih lancar, karena sampah akan menyumbat jalannya air yang akan

menyebabkan banjir pada musim hujan. Untuk kegiatan peninggian galengan dan

memperdalam parit, keduanya bisa dilaksanakan sekaligus. Peninggian parit

dilakukan dengan cara menambahkan lumpur ke galengan dan disusun agar

galengan pada saluran bertambah tinggi. Lumpur untuk menambah tinggi galengan

di dapat dari hasil petani memperdalam parit. Ketika memperdalam parit, petani akan

menggali dasar parit dengan menggunakan cangkul untuk memperdalam dan

tanahnya digunakan untuk menambah tinggi galengan. Hal ini dilakukan untuk

mengantisipasi bertambahnya debit air yang nantinya akan berpotensi menyebabkan

banjir ketika turun hujan. Untuk mencegah pondasi galengan longsor atau rubuh

ketika turun hujan dan debit air bertambah tinggi, petani akan menahan atau

menopang galengan dengan menggunakan bambu yang ditanamkan pada sisi-sisi

75

Page 76: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

galengan yang berada di pinggiran air. Aktivitas yang bersifat antisipatif terhadap

banjir ini disebut ngarucug.

Selain itu petani juga akan mempetan kuluwung atau menyumbat lubang-

lubang saluran air pada sawahnya yang terhubung dengan saluran irigasi. Ini

dilakukan untuk menyumbat air yang akan masuk dari saluran irigasi ke sawahnya

ketika turun hujan agar sawah mereka tidak kelebihan air. Jika sawah petani

mengalami kelebihan air setelah turun hujan, petani akan membuka kuluwung

kembali untuk membuang air ke sungai melalui saluran-saluran air. Jika dilihat

semua kegiatan perbaikan saluran irigasi yang dilakukan petani adalah untuk

mengantisipasi dan persiapan menghadapi musim hujan yang secara otomatis akan

menambah debit air pada saluran irigasi. Jika tidak ada persiapan dari awal, musim

hujan di dusun Leles akan berpotensi mengakibatkan banjir yang berdampak pada

rusaknya sawah-sawah milik petani.

Dalam pemenuhan kebutuhan irigasi, petani di Dusun Leles mengembangkan

organisasi irigasi yaitu Mitra cai untuk menyelesaikan berbagai persoalan irigasi.

Jika mengacu pada Wolf (1985) tentang koalisi-koalisi petani, petani di Dusun Leles

melakukan koalisi antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama

(singlestranded) yaitu ketersediaan air irigasi. Petani di Dusun Leles menggunakan

P3A/Mitra cai “Harapan I” untuk menjamin ketersediaan air irigasi pada petak-petak

sawah mereka. Ketika mereka berhadapan dengan pihak luar, mereka saling

bekerjasama dan tergabung dalam satu organisasi P3A/Mitra cai “Harapan I”.

76

Page 77: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Kerjasama ini didasari oleh kesamaan kebutuhan, tujuan dan teritorial atau

wilayah mereka. Pembentukan P3A/ Mitra cai “Harapan I” ini ternyata sejalan

dengan penelitian Krishna (2000) yang dilakukan di India Selatan, yang warga

desanya membangun organisasi perkumpulan pemakai air untuk mengatasi masalah

pasokan air. petani di Dusun Leles Desa Mekarsari bekerjasama dalam P3A/Mitra cai

“Harapan I” dalam menyelesaikan persoalan-persoalan irigasi dengan pihak luar,

seperti menghadapi pihak industri dan running water maupun dengan petani-petani

dari daerah lain dalam perebutan air. tidak hanya menyelesaikan persoalan irigasi

dengan pihak luar, P3A/Mitra cai “Harapan I” mengelola dan menyelesaikan

permasalahan-permasalan irigasi di Dusun Leles sendiri, seperti perbaikan saluran

irigasi, pembagian air irigasi secara merata ke petak-petak sawah di Dusun Leles.

3.4. Iuran Petani

Dalam melaksanakan pengelolaan irgiasi P3A/Mitra cai “Harapan I” tentu

membutuhkan biaya untuk opersionalnya. Biaya ini tentunya tidak ditanggung oleh

Mitra cai, karena tidak adanya bantuan dana dari pemerintah desa, dalam rapat

anggota disepakati bahwa petani akan membayarkan sejumlah uang atau gabah

setiap kali panen untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran Mitra cai. Besarnya iuran

yang dikeluarkan petani ini berbeda-beda, tergantung dari luas lahan garapannya dan

juga musim tanamnya. Penentuan besarnya iuran ini dilakukan disetiap awal musim

tanam ketika rapat anggota, besarnya iuran disepakati oleh para petani yang hadir

dalam rapat dan para pengurus P3A/Mitra cai “Harapan I”.

77

Page 78: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

3.4.1. Iuran Petani pada Musim Kemarau

Mitra cai telah menetapkan iuran rutin untuk mengisi kas, pada para petani

sebesar 40 kg/100 tumbak yang menurut keterangan informan—baik pengurus Mitra

cai maupun petani lain—besarnya iuran ini telah disepakati dalam rapat anggota.

Iuran ini dilakukan saat musim kemarau. Penagihan biasa dilakukan oleh Pak Sakam

selakua pengurus P3A/Mitra cai. Penagihan iuran biasa dilakukan di sawah-sawah

petani setiap mereka panen, hal ini dimaksud agar petani langsung membayar iuran

tersebut. Karena menurut Pak Sakam, petani yang sudah membawa gabah-gabahnya

pulang biasanya enggan untuk membayar iuran. “Upami tos dicandak uih ka bumi

mah, sok rada seuseut marayarna teh!” ujar Pak Sakam.

Tidak ada aturan dan sanksi tegas menyangkut pembayaran iuran ini

membuat para petani tidak pernah secara maksimal membayar iuran.. Ketua Mitra

cai menuturkan bahwa tidak ada sanksi tegas menyangkut iuran ini. Ia sendiri sering

mengeluh kepada para petani yang tidak maksimal dalam pembayaran. Contohnya,

mang Od (45), petani dengan luas lahan 400 tumbak, membayar iuran sebesar 20 kg

dan kadang-kadang 50 kg. Padahal jika mengikuti aturan pertama, ia seharusnya

membayar 160 kg. Lebih sulit lagi pada petani dengan luas lahan yang besar, para

petugas Mitra cai menuturkan bahwa justru para petani besar yang lebih sedikit

membayar iuran irigasi. Hal tersebut menurutnya terjadi karena perhitungan petani

besar yang tidak mau rugi karena besarnya jumlah iuran yang harus dibayar. Hal ini

dicontohkan oleh bu Hj Id (60), ia memberikan 10 kg ketika petugas Mitra cai

78

Page 79: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

menagih iuran langsung di sawah. Iuran itu tidak sebanding dengan jumlah lahan

yang ia miliki seluas 6 bahu (3000 tumbak). Begitu pula dengan pak Haji Ay (50)

yang memiliki kolam ikan yang sumber airnya diambil dari saluran irigasi. Kolam

yang ia miliki seluas 250 tumbak, namun ia belum pernah membayar iuran irigasi.

Sanksi tertulis dari P3A memang tidak ada, namun menurut Ketua Mitra cai, sesekali

bagi petani yang tidak membayar iuran, ia tidak akan mengalirkan air menuju lahan

petani bersangkutan. Namun, petugas Mitra cai lain menuturkan, malah benar-benar

tidak ada sanksi bagi yang tidak membayar karena iuran ini lebih dianggap sukarela

oleh petani.

Selain itu, terdapat iuran yang dilakukan ketika akan pergi nganir cai, di

mana petugas lapangan Mitra cai mendatangi masing-masing petani untuk meminta

kesediaannya memberikan ongkos nganir cai. Dalam satu kali nganir cai ini,

menurut Ketua Mitra cai, minimal harus ada Rp. 100.000, karena jika kurang dari

jumlah itu, para petugas lapangan enggan untuk pergi. Keengganan ini disebabkan

oleh biaya operasional yang tinggi setiap kali nganir cai. Ongkos transportasi yang

mencapai 20.000 untuk sekali pergi, uang leuleueur untuk petugas pintu air, upah

ngaburuhan pemuda setempat yang membantu membuka pintu air dan konsumsi

rokok serta kopi untuk petugas lapangan mitra cai dusun Leles.

3.4.2. Iuran Petani pada Musim Hujan

Ketika musim hujan, ketika air berlimpah dan bisa didapatkan dengan mudah

tentunya akan memudahkan kerja petani dan meringankan beban dari petugas P3A /

79

Page 80: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Mitra cai. Petani tidak harus bingung mencari air dan mengeluarkan biaya lebih

untuk menyewa pompa, petugas P3A/ Mitra cai juga tidak harus pergi ke hulu untuk

menggiring air ke dusun Leles. Tetapi, kondisi-kondisi seperti itu juga tak luput dari

permasalahan iuran irigasi. Dari kondisi ini muncul permasalahan dari hubungan

petani dan petugas P3A/ Mitra cai. Permasalahan itu ada karena sebagian besar

petani di dusun Leles pada musim hujan tidak mau membayar iuran kepada pengurus

P3A. Padahal iuran tersebut telah disepakati bersama pada rapat yang

diselenggarakan oleh kelompok tani dan pengurus P3A/ Mitra cai. Jika pada musim

kemarau petani dibebani iuran 40 kg setiap 100 tumbak, untuk musim hujan tidak

ada ketentuan harus membayar iuran tetapi petani diharapkan membayar iuran

seihklasnya kepada pengurus P3A/ Mitra cai. Seperti menurut pak Endin, ketua

kelompok tani, “..tah ayeuna musim hijih teu diputuskeun kedah sabraha , sabraha

weh lah tapi ulah henteu pisan..” (sekarang musim pertama (hujan) tidak diputuskan

harus membayar iuran berapa, berapa aja tapi jangan sampai tidak membayar iuran).

Petani tidak membayar iuran pada musim hujan kepada pengurus P3A dengan alasan

ketika musim hujan, kinerja petugas P3A tidak ada dalam pengelolaan saluran irigasi.

Petani beranggapan ketika musim hujan, tanpa adanya petugas P3A air di saluran

irigasi akan tetap mengalir. Bahkan petani ada yang mempunyai alasan bahwa air

yang ada pada musim hujan itu ada, bukan dari hasil kerja P3a tapi turun dari langit,

dari Tuhan. Seperti ini menurutnya, “... cai teh ti Alloh datangna “margi dipasihan

ku Alloh teh hujan pan ..”13 (air itu dari Allah datangnya, kan hujan juga dikasih oleh

13 Pa Dd, 13 maret 2009

80

Page 81: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Allah). Tetapi menurut petugas P3A pada musim hujan, para petugas pun harus

melakukan perbaikan-perbaikan pada pintu air dan saluran irigasi. Karena tanpa itu,

ketika hujan turun akan bisa mengakibatkan banjir. Menurut pak Sakam, seorang

pengurus P3A/ Mitra cai, petani-petani di dusun Leles ini kurang mempunyai

kesadaran diri dan toleransi pada pengurus P3A. Mereka sering komplain jika tidak

air tetapi ketika dimintai iuran, susah untuk membayar dan iuran yang dibayarkan

tidak sesuai dengan aturan.

Iuran pada musim hujan ini sebenarnya akan disimpan untuk uang kas yang

nantinya akan digunakan untuk pengeluaran pengurus P3A dalam mengelola saluran

irigasi pada musim kemarau. Karena tidak ada uang kas atau dana awal untuk

keperluan petugas P3A, untuk musim selanjutnya P3A/ Mitra cai meminjam terlebih

dahulu kepada petani kaya yang nantinya akan diganti dari iuran yang didapat dari

petani pada akhir panen. Dari hasil iuran musim sebelumnya (kemarau), terkumpul

2920 kg14 gabah dan uang sebesar Rp. 1.170.000. Hasil tersebut dipakai untuk

membayar gaji para pengurus P3A. Untuk pengurus yang langsung turun ke

lapangan sebanyak 5 orang diberi masing-masing uang sebesar Rp. 300.000 dan

gabah sebanyak 250 kg, sedangkan untuk ketua P3A, yang berperan dalam

mengkoordinasi, memberi instruksi, dan konsolidasi ke desa-desa lain diberi uang

sebesar Rp. 150.000 dan gabah sebanyak 150 kg.

14 1 kwintal gabah Rp. 200.000

81

Page 82: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

BAB. IV

Bentuk-bentuk Kerjasama

DI Wanir yang wilayah pengairannya mencapai 1.880 ha dan pengguna air

irigasi yang beragam, dari mulai petani, kolam ikan, hingga industri tekstil, tentunya

membutuhkan suatu mekanisme yang mengatur pembagian air agar seluruh

pengguna dapat merasakan manfaat dari air irigasi tersebut. Pengaturan pembagian

air yang dibuat oleh GP3A se DI Wanir mengenai pembagian air selama musim

kemarau ternyata belum bisa mencukupi kebutuhan air irigasi para petani di dusun

Leles. Untuk seluruh wilayah DI Wanir, dusun Leles mendapatkan jatah dialiri air

dua kali seminggu, yaitu setiap hari Minggu malam dan Jumat malam, mulai dari

pukul 18.00 – 06.00. seperti halnya telah dituliskan pada bagian pengelolaan di

musim kemarau, para petani dusun leles bekerjasama untuk menyiasati kekurangan

air ini. Kegiatannya antara lain nganir cai, pompanisasi, dan gotong-royong.

Bab keempat ini menjelaskan bagaimana para petani di dusun leles membuat

strategi kerjasama untuk mengatasi masalah pasokan air, dengan mengaktifkan

hubungan-hubungan sosial yang ada baik itu antarorang maupun antarkelompok.

82

Page 83: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

4.1. Nganir Cai

Dalam penelitan ini ditemukan adanya sebuah strategi kerjasama yang

dilakukan Mitra cai dusun Leles dalam menjaga pasokan air di musim kemarau.

Kegiatan ini mereka sebut dengan nganir cai. Nganir cai merupakan suatu usaha

yang dilakukan mitra cai pada saat musim kemarau untuk mendatangkan dan

menjaga air irigasi dari Dam Wanir agar sampai ke wilayah dusun Leles. Kegiatan ini

dilakukan untuk menjaga jatah air mereka agar tidak terpakai oleh pihak lain, baik itu

petani dari daerah lain maupun running water dan industri. Nganir cai ini dilakukan

dengan cara pergi ke wilayah hulu untuk membuka saluran air agar air dapat

mengalir hingga ke dusun Leles. Nganir cai ini dilakukan setiap jadwal dusun Leles

mendapatkan air dari Wanir, yaitu setiap malam senin dan malam sabtu, seperti yang

dikatakan oleh seorang pengurus mitra cai di dusun Leles

“Nganir ka tonggoh teh Saminggu dua kali. Dina dinten sabtu sareng dinten senen. Angkat ti dieu jam opat….. ka ditu ka jalan cagak, ka Wanir…uih ti ditu teh mapay susukan, ari ti dieu mah sok kana mobil. Ti ditu mimiti lungsur sekitar jam delapan jam tujuh mapay susukan ka dieu,dongkap ka dieu jam dua subuh.” “Nganir ke hulu itu seminggu dua kali. Pada hari sabtu dan hari senin. Berangkat dari sini jam empat, kesana ke jalan cagak, ke Wanir. Pulang dari sana menyusuri selokan (saluran irigasi) kesini, kalau dari sini sreingnya naik mobil. Dari sana mulai turun menyusuri selokan sekitar jam tujuh, sampai disini jam dua subuh.” (Pa Yy, 9 maret 2009)

Pada jadwal pembagian air irigasi untuk dusun Leles malam sabtu dan malam

senin, para petugas lapangan Mitra cai dusun Leles pergi menuju hulu saluran irigasi

Wanir untuk membuka pintu-pintu air yang menghubungkan saluran irigasi di dusun

83

Page 84: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Leles dengan Wanir dan menutup pintu-pintu air pada saluran Cibodas yang menuju

ke daerah lain. Jumlah pintu air yang dibuka dan ditutup, dari hulu hingga hilir,

berjumlah 22 buah. Pintu air dibuka agar air dapat mengalir menuju dusun Leles

karena sebelumnya telah dibendung oleh petani dari daerah lain untuk diarahkan

menuju saluran irigasi daerah mereka. Sedangkan pintu air yang menuju daerah lain

mereka tutup agar air dapat sampai ke dusun Leles. Pekerjaan yang dilakukan

semalaman ini disebut dengan istilah nganir cai yang dalam pengertian petani

setempat adalah ngagiring cai (menggiring air).

Petugas lapangan Mitra cai berangkat dari dusun Leles ke Wanir sekitar pukul

16.00 untuk nganir cai. Biasanya jumlah orang yang pergi menuju Wanir untuk

nganir cai sekitar empat sampai enam orang. Mereka pergi menggunakan angkot dari

pasar ciparay menuju jalan cagak. Sesampainya di Wanir, mereka membagi menjadi

dua kelompok. Kelompok pertama pada separuh malam pertama berangkat dari

Wanir menyusuri saluran irigasi pada pukul 19.00-20.00—setelah membuka pintu-

pintu air—biasanya air tiba di dusun Leles sekitar pukul 23.00. kemudian kelompok

kedua , air tiba sekitar pukul 03.00.

Tugas kelompok pertama adalah membuka pintu-pintu air yang menuju

dusun Leles, dan menutup pintu-pintu air yang menuju daerah lain. Dan tugas

kelompok kedua adalah mengontrol pintu-pintu air tadi agar tetap pada posisinya

sehingga air dapat mengalir ke dusun Leles. Pembagian tugas ini dikarenakan pintu-

pintu air yang sudah dibuka, ditutup lagi oleh petani daerah lain yang berada di

sepanjang daerah hulu untuk dialiri menuju sawah mereka. Hal ini terbukti pada

84

Page 85: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

pukul 05.00 subuh, seringkali air sudah tidak mengalir lagi karena pintu airnya

ditutup oleh petani di daerah hulu.

Menurut penuturan para petugas lapangan, petani daerah hulu biasanya juga

memantau pintu air mereka, sehingga mereka bisa dengan cepat membuka kembali

pintu air menuju saluran mereka dan menutup yang lain. Sepanjang penuturan

informan, belum pernah para petugas lapangan bertemu langsung apalagi terjadi

konflik fisik dengan petani daerah hulu disaat mereka sedang nganir. Seperti yang

dituturkan salah satu informan

“da orang girang teh sok ngararintip, lamun tos dileuleureskeun engke teh sok di barongkaran deui aram-aram teh. Tapi da tara nembongan pas urang nuju ngaleuleures mah. jadi tara aya masalah dugi ka garelut mah.”Soalnya orang daerah hulu sering mengintip, kalau sudah dibetulkan nanti suka dibongkar lagi aram-aramnya. Tapi tidak pernah muncul kalau kita sedang membetulkan, jadi tidak pernah ada masalah apalagi samapai berkelahi. (Pa Yy, 9 maret 2009)

Pintu-pintu air yang berfungsi sebagai pengatur aliran irigasi agar dapat

dinikmati oleh seluruh petani DI.Wanir ternyata sudah tidak berfungsi dengan baik.

Peralatan di pintu-pintu air yang terbuat dari kuningan dan besi ini ternyata

mengundang tangan-tangan jahil untuk mencurinya. Hal ini dikarenakan harga jual

besi dan kuningan yang tinggi. Sehingga oleh para petani tukang kideu15-lah yang

dianggap sebagai pelakunya.

15 Tukang kindeu adalah tukang rongsokan, atau orang yang suka mengumpulakan barang-barang bekas yang terbuat dari plastik, kertas, dan logam seperti besi, dan kuningan.

85

Page 86: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

“Tah nu eta aya kasulitan itu na teh si pintu teh tos teu araya beusi-beusina. ayana tukang kindeu, tukang rongsokan eta tea. Beusina di karilo, kuningan na tos teu aya tinggal tihang-tihang na weh tipayun mah kuningan na weh hungkul sareung pamuteranna. Ari ayeuna mah sareung tihang na di rarabutan teh Jadi jang mengkolkeun cai teh masang aram-aram jang ngagantikeun pintu air tea. Geuningan di Kukun mah tos teu araya pamuterna teh. Jadi tutupna teh kudu di angkat ku jalmi opatan. Biasana ari ti dieu mah sok diangkat ku orang ditu. Tah engke jalmina dipasihan artos jang roko-roko wae mah.”“Nah yang itu ada kesulitan si pintunya sudah tidak ada besi-besinya, adanya tukang kindeu, tukang rongsokan itu. Besinya pada di kilo, kuningannya sudah tidak ada tinggal tihang-tihangnya saja, dulu hanya kuningan dan pemutarnya saja. Kalau sekarang sama tihannya dicabuti. Jadi untuk membelokkan air harus memasang aram-aram buat menggantikan pintu air. seperti di Kukun sudah tidak ada pemutarnya. Jadi tutupnya hatus diangkat oleh empat orang. Biasanya kalau kita suka diangkat samam orang sana. Nah nanti orangnya dikasih uang untuk sekedar beli rokok. (pak Yy, 10 maret 2009)

Hilangnya sebagian alat-alat pintu air seperti pemutar pintu, kunci-kunci,

atap, tiang-tiang, hingga pintu airnya membuat petani dan petugas Mitra cai kesulitan

dalam mengatur aliran air. Dalam penyusuran saluran irigasi dari Wanir ke Leles,

selama perjalanan para petugas Mitra cai harus mengumpulkan pelepah pisang,

batang-batang bambu, jerami, dan sampah-sampah untuk membuat aram-aram 16

yang akan digunakan sebagai pengganti pintu air-pintu air yang sudah rusak dan

hilang agar air tidak mengalir ketempat lain (lihat gambar 4.1 dan gambar 4.2).

Padahal sebelumnya, mereka hanya membawa kunci pintu air saja untuk membuka

dan menutup pintu-pintu air tersebut.

16 Aram-aram merupakan gabungan dari barang-barang seperti bambu, pelepah pisang , jerami, dan sampah-sampah yang disusun sedemikain rupa, sehingga dapat membendung air, agar air dapat dialirkan ketempat yang dituju.

86

Page 87: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Gambar 4.1. Tempat Pintu Air yang Saat Ini Pintu Airnya Sudah Hilang.

Gambar 4.2. Aram-aram.

‘mapay-mapay tiditu, nya eta pan urang teh tiditu teh ngontrol, dimana bedol cai ku urang pendet mun teu di cocokan. Tipayun kantos ka ditu teh sok nyandak alat, model konci tipayun mah da pintu teh diputer, ayeuna mah tos teu aya, nu tihang na, nu ieu na pintu na. ayeuna mah kedah urang weh ngababat ieu bangsa ieu .. hawu, awi, cocongoan, gebok jeung jarami ato motong haur batur sakieu atuh abi mah, aya nu nyiar runtah ngider, jang nyieun aram-aram tea di anggo mendet. Kan ayeuna seeur nu ka perikanan tadina ieu teh, tina pintu kadieuken teh kan seeur nu digemblongkeun ditombros-tombroskeun tah urang teh nyetop keur mendetan eta, nobros. Menyusuri dari sana, ya itu kan kita itu darisana mengontrol, dimana air jebol kita kita pendet kalau tidak dicocokan, dulu pernah kesana suka membawa alat, seperti kunci dulu itu pintu itu diputar, sekarang sih sudah tidak ada, yang tihangnya, yang ininya pintunya. Sekarang kita harus memotong sebangsa kayu, bambu, cocongoan, pelepah pisang atau jerami, atau memotong pohon orang lain. Lumayan saya sih, ada yang mengumpulkan sampah segala untuk membuat aram-aram untuk dipakai menyumbat. Kan sekarng banyak ke perikanan tadinya

87

Page 88: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

ini semua, dari pintu kearah sini kan banyak yang dijebol, nah kita menyetop buat menyumbat saluran. (Pa Yy, 9 maret 2009)

Kesulitan petugas mitra cai dalam membuka pintu-pintu air antara lain di

pintu air Kukun. Pintu air ini yang tersisa hanya daun pintunya saja yang ada didasar

selokan. Dari mulain drat, baut, gula-gula, kusen atau tiang-tiang penyangga

semuanya sudah hilang. Hilangnya alat-alat ini membuat para petugas harus bersusah

payah dalam membuka daun pintunya. Petugas harus membawa tambang, untuk

mengikat daun pintu dari bawah, lalu diikat ke bambu dan diangkat beramai-ramai.

Sementara dibagian bawah daun pintu, ada orang yang mencongkel daun pintu

dengan linggis agar air dapat mengalir. Di pintu ini membutuhkan banyak tenaga,

sehingga terkadang para petugas meminta tolong warga sekitar untuk membantu

membuka daun pintu tersebut. Kemudian mereka memberi imbalan dengan sejumlah

uang atau rokok.

Keberadaan Pintu air Kukun sangat penting pengaruhnya bagi ketersediaan air

irigasi di dusun Leles. Pintu ini yang menutup aliran ke dusun Leles, apabila pintu

tidak dibuka air irigasi akan langsung mengalir ke sungai Cirasea sehingga tidak

dapat digunakan lagi oleh petani, karena ketinggian airnya yang lebih rendah dari

permukaan sawah. Seperti dikatakan oleh seorang informan .

“Enya pintu-pintu air teh tos teu aya, nu kadieu mah ayeuna mah nu jadi masalah cai mah di Kukun, da di Kukun apanan cai teh di gubrakeun ka cirasea mun tos kapendet eta teh, eta nu masalah pisan mah. Jadi lamun tos ngagubrak ka cirasea mah tos tetiasa dikukumaha deui”“Iya pintu-pintu air itu sudah tidak ada, yang ke arah sini sakarang yang menjadi masalah air itu di Kukun, soalnya di Kukun itu air terbuang ke cirasea kalau sudah

88

Page 89: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

tersumbat, itu yang menjadi masalah. Jadi kalau sudah terbuang ke cirasea sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. (Pa Yy, 10 maret 2009)

Setelah semua pintu-pintu air menuju dusun Leles terbuka dan air sudah

mulai mengalir sampai ke dusun Leles, pintu air dan kuluwung di wilayah dusun pun

harus dibersihkan agar air dapat lancar mengaliri saluran dan solokan di wilayah

dusun Leles. Jadi, ketika tiba di dusun setelah nganir cai dari Wanir, pekerjaan

mereka belum selesai. mereka harus membuka lagi saluran-saluran air, selokan-

selokan dan kuluwung pada petak-petak sawah agar air irigasi mengalir dengan

lancar pada sawah-sawah yang terdapat di dusun Leles.

“malem saptu sareng malem senen…tah eta the caina teh teu normal ti ditu teh. Jalaran tetep sanajan ti jadwal oge gangguan mah tetep aya we…gangguanna teh ti para petani oge, ku para petani teh dibendung-bendung…dipendet kitu. Upami aya ti dieu mios teh jam lima, aya opatan, aya genepan, aya limaan, mios kaditu ka Cipeujeuh, desa Pacet. Upami ming tiditu aya opatan, nu kahijina jam tujuh miosna ti ditu, solat magrib di ditu, mapay ngabedah-bedahkeun bendungan-bendungan dam sadap-dam nu dipendet..ti ditu kadieu teh dietang aya 22 dam sadap nu di damel ku pengairan, namun ayeuna mah tos reksak, sadayana tos teu aya nu utuh, aya nu tos teu aya, aya nu aya keneh teu berfungsi, seueurna mah tos teu aya, janten sulit upami nu ti dieu ngalirkeun cai ti ditu. Jalaran ku teu ayana pintu cai tea nya kapaksa milari runtah, milari awi milari kai, di kulepan, anu kaditu, anu ka batur teh. nembe milari runtah, janten ku tiasana kapendet ge teu normal, teu kapendet sadayana cai teh, tetep we ngocor keneh ka batur ge ka ditu. Eta teh teu sababara hiji, dietang teh aya welasna, pintu-pintu sadap nu tos reksak tea...aya we pintu nu ageung, upami eta mah pintu keseluruhan, aya di Cibodas, langsung eta ka Maruyung, eta pintu permanen, saageungna solokan eta mah. Kaduana ti Kukun ti desa Cikoneng caket desa, tah eta kaditu langkung ka palih kulon ka balong-balong di desa Cikoneng, salangkungan ka Cirasea dipiceun. Janten pintu nu agengna mah aya dua, nu di Cibodas sareng nu di Kukun, tah janten ti dina mah tinggal pintu-pintu sadap. Upami nu dipendet nu kadieuna eta ngocor kaditu rupina ti parapatan ka batur weh. Kitu di batur mah desa nu sanes. Sulit pisan ku ayeuna reksakna pintu-pintu sadap. Tos teu normal. Pintu teh dicarandak...kieu...teu aya, kantun daunna mungkul, dratna teu aya, gula-gulana teu aya, pangeret pamikul kusen ti luhur teu aya, eh kusenna mah aya...eh, teu aya kusenna mah teu aya, teras dratna tos teu

89

Page 90: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

aya, gula-gulana, kantun daunna mungkul. Janten upami eta mah teu diusahakeun, moal kengeng cai...kapaksa usahana nya nganggo tambang...P3A ti dieu teh nyandak tambang, dibeulitkeun, ditalian ti handap, tina daunna nu aya lubang-lubangna tea pan, ngangge awi, ditanggung istilahna mah, digotong ku duaan, janten kedah limaan, ti kenca duaan, katuhu duaan, ti handap saurang disungkal ku linggis, nembe kengeng...teu kitu mah...sawaktos-waktos sok muruhkeun, ari jalmi ti luar ti dieu mah nya moal kaangkat, tiluan, opatan, nya kapaksa nyuhungkeun bantosan ka masarakat didinya, engke urang masihan..tah kitu.” (Pa Ed, 9 maret 2009)

Dalam setiap Nganir cai, mitra cai membutuhkan biaya. Biaya tersebut antara

lain untuk biaya transportasi ke jalan Cagak, konsumsi bagi para anggota yang pergi

nganir cai, uang rokok bagi yang membantu, uang kebersihan dan uang leleeur17.

Keseluruhan biaya ini kira-kira sebesar Rp 100.000,00. Biaya-biaya ini didapat dari

sumbangan warga yang dikumpulkan sore hari sebelum mereka berangkat nganir

cai.

Biasanya setiap akan pergi nganir cai Ketua Mitra cai mengumumkan kepada

seluruh warga melalui pengeras suara masjid bahwa nanti malam mereka akan

berangkat Nganir cai dan membutuhkan uang jalan. Setelah pengumuman biasanya

dua sampai tiga orang dari anggota mitra cai keliling kerumah-rumah penduduk

untuk meminta sumbangan. Besarnya sumbangan tidak ditentukan, semua itu

tergantung kemampuan dan keikhlasan warga. Biasanya besarnya sumbangan mulai

dari Rp.1.000,00 sampai Rp.2.000,00. Seperti yang dituturkan oleh salah seorang

Mitra cai yang sering ikut nganir cai :

17 Uang leleeur maksudnya adalah unag pelicin yang diberikan kepada petugas PU pengairan yang menjaga pintu bagi di Jalan cagak , dengan tujuan agar air tidak di berikan kepada daerah lain.

90

Page 91: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Ari ti dieu mah sok angkat ka ditu dipasihan artos. Kangge kabersihan, kangge ongkos ngalereskeun ku itu. Da ongkos mah da sok aya nu masihan dua rebu, aya nu sarebu da tos dikempelkeun mah dugi ka kenging kitu ka dalapan puluh, aya saratus. da sabraha kali kaditu na oge, aya puluh na kali. saminggu teh dua kaliKalau dari sini suka berangkat kesana diberi uang. Untuk kebersihan, untuk ongkos membetulkan saluran oleh orang sana. Sebenarnya onkos itu sering ada yang memberi dua ribu, ada yang seribu kalau sudah dikumpulkan bisa mencapai delapan puluh, hingga seratus. Berapa kali kesananya juga, ada puluhan kali, seminggu dua kali. (Pa Yy, 9 maret 2009).

Hasil dari sumbangan warga ini kemudian dikumpulkan kepada bendahara

atau ketua untuk dihitung, dan kemudian di bagi-bagikan kembali untuk keperluan

nganir cai. Apabila sumbangan yang didapat melebihi dari biaya yang dikeluarkan

pada saat nganir cai, maka uang tersebut akan dimasukan kedalam kas dan

digunakan kembali untuk nganir cai selanjutnya.

Strategi nganir cai di musim kemarau untuk membawa air dari bendungan

Wanir ke sawah-sawah di Dusun Leles ini ternyata masih belum bisa menyelesaikan

masalah

4.2. Pompanisasi

Pompanisasi adalah istilah yang diberikan oleh petani Dusun Leles

bagi proses pengairan lahan dengan menggunakan mesin pompa air. Pompanisasi ini

dilakukan apabila usaha nganir cai sudah tidak memberikan hasil, karena air di

bendungan Wanir tidak ada akibat dari menurunnya debit air sungai Citarum airnya.

Hal ini membuat air irigasi tidak sampai ke sawah-sawah di Dusun Leles. Sumber air

diperoleh dari sungai Cirasea yang ada di sebelah barat Dusun Leles. Proses

menyedot air ini menggunakan pipa penyedot yang dihubungkan dengan dengan pipa

91

Page 92: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

pembuangan melalui alat pompa yang daya hisapnya diperoleh dari mesin

diesel/generator.

P3A / Mitra cai “Harapan I” memiliki satu buah pompa diesel yang didapat

dari bantuan pemerintah desa. Walaupun pompa diesel ini merupakan bantuan dari

pemerintah desa, pengelolaan dan pengoperasian pompa diesel sepenuhnya

diserahkan ke pihak P3A / Mitra cai “Harapan I”. Mulai dari perawatan pompa,

penggantian suku cadang, bahan bakar (solar), seluruh biayanya ditanggung oleh

P3A / Mitra cai “Harapan I”. Pompa diesel ini digunakan ketika padi di sawah

sedang membutuhkan air sementara pasokan air dari saluran irigasi benar-benar

kering atau tidak mencukupi apabila tidak terairi maka padi akan mati, sehingga

dibutuhkan bantuan pompa untuk memasok air ke sawah untuk menjaga padi-padi itu

tetap hidup.

Proses pompanisasi, pertama-tama, mesin pompa dan selang diangkut menuju

sisi sungai Cirasea yang bersisian juga dengan lahan persawahan milik para petani di

Dusun Leles. Mesin pompa diangkut engan cara mengikat mesin pada sebatang kayu

dan kemudian dipikul oleh dua orang di sisi-sisi batang kayu tersebut. Kemudian,

mengangkut selang penghisap, selang ini panjangnya kira- kira 10 meter dengan

diameter enam inci. Selang penghisap ini terbuat dari bahan plastik tebal membuat

selang ini tidak dapat digulung ataupun dilipat, dan dibutuhkan paling sedikit tiga

orang untuk mengangkutnya. Sedangkan yang paling berat adalah pompa

penghubung antara selang penghisap dan mesin diesel. Pompa ini harus diangkat

oleh sekurangnya empat orang karena beratnya mencapai 150 kg yang diangkut

92

Page 93: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

menggunakan gerobak atau semacam kereta dorong. Pemasangannya komponen-

komponen tersebut bisa dilakukan sekitar selama setengah jam.

Ketika semua komponen sudah terpasang semua, perlu waktu sekitar 15

menit untuk memanaskan mesin pompa agar kerjanya berjalan lancar. Pak Endin

menuturkan bahwa kadang pemanasan mesin bisa berlangusng selama 1 jam karena

mesin sebelumnya sudah lama tidak dipakai. Setelah mesin menyala, selang

penghisap yang telah dimasukkan ke sungai Cirasea akan menyedot air dan

menyemburkannya pada selang lainnya menuju lahan persawahan warga dan saluran

irigasi. Pemasangan mesin pompa ini tidak bisa dilakukan pada ketinggian tanah

yang rendah. Mengikuti prinsip gravitasi, mesin harus diletakkan lebih tinggi dari

lahan yang akan diairi agar air dapat mengalir lancar. Karena itu, setiap pemasangan

pompa selalu diletakkan di sebuah penopang papan datar dengan empat kaki tiang

yang bentuknya menyerupai meja yang tinggi.

Pompanisasi dilakukan setiap hari selama sekitar dua minggu. Jadi sekitar

dua minggu itu, mesin pompa terus digunakan, sesekali dimatikan untuk istirahat.

Selama masa itu pula, persediaan solar harus terus tercukupi karena jika mesin

sampai mati karena kehabisan bahan bakar hal tersebut akan menyulitkan petugas

untuk mengoperasikan mesin pompa kembali. Petugas P3A yang terlibat adalah

petugas yang sama dengan proses nganir cai. Mereka bergantian menjaga pompa di

waktu siang dan malam. Tugas mereka adalah menjaga agar mesin tidak hilang, tetap

berjalan, dan menambahkan bahan bakar. Ketika malam hari tiba, para petugas pun

93

Page 94: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

ikut tidur di dekat tempat mesin pompa agar dapat bertindak jika ewaktu-waktu

pompa bermasalah.

Penjagaan pompa ini, selain dilakukan oleh petugas lapangan P3A, juga

dibantu oleh pemuda setempat. Menurut pak Endin, hal tersebut dianggap setidaknya

memberikan pekerjaan kepada para pemuda yang menganggur, “lumayan lah kanggo

pamuda nu ngaranggur mah”. Para pemuda ini berjumlah sekitar 2-4 orang,

meskipun tidak tetap. Mereka mendapatkan uang jasa dengan 1 atau 2 bungkus

rokok. Selain itu ada pula petani non-petugas P3A yang suka ikut membantu

pemasangan atau menjaga pompa. Tapi tidak seluruh petani di dusun Leles terlibat,

hanya 2-3 orang yang ikut membantu secara teknis. Petani lain yang sawahnya diairi

melalui pompanisasi ikut berpartisipasi dengan membayar iuran (dari gabah 40

kg/100 tumbak setiap petani) untuk biaya operasional pompa. Ibu-ibu juga terkadang

dengan sukarela memberi makanan untuk para penjaga pomapa sebagai bagian dari

suport mereka kepaa para penjaga pompa.

Karena tidak adanya uang kas pada P3A/ Mitra cai ”harapan I”, untuk modal

awal pengoperasian pompa, biasanya meminjam bantuan dana pada sesepuh atau

petani besar di dusun Leles, yang nantinya akan diganti oleh uang kas P3A/ Mitra cai

setelah panen yang didapat dari iuran petani. Modal awal biasanya digunakan untuk

membeli solar sebagai bahan bakar pompa, mengganti oli dan sukun cadang yang

rusak sebelum pompa digunakan, serta membeli rokok, makanan untuk mengganjal

perut para penjaga pompa. Modal awal ini juga digunakan untuk memberi sedikit

94

Page 95: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

uang untuk pemuda-pemuda yang ikut menjaga pompa. (untuk informasi gambar

lihat gambar 4.3, 4.4, 4.5, dan 4.6).

Gambar 4.3. Pompa Air Sedang Diangkut ke Pinggir Sungai.

Gambar 4.4. Pompa Air Sedang Dipasangi Selang.

Gambar 4.5. Gambar Petunjuk Perawatan Mesin pompa.

95

Page 96: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Gambar 4.6. Pemberian Solar Pada Mesin Pompa

Dalam proses pompanisasi ini ternyata tidak hanya pengurus P3A saja yang

terlibat didalamnya. Banyak elemen masyarakat dusun Leles yang mengambil bagian

dalam pompanisasi ini. Para pemuda desa, secara bergantian menemani petugas P3A

menjaga pompa, petani-petai kaya walaupun mereka tidak pernah terlibat langsung

dalam pengoperasian pompa, tetapi meraka membantu dalam bentuk donasi atau

pinjaman untuk modal awal pengoperasian pompa, petani-petani lain yang tidak

memiliki modal untuk membantu, mereka memberikan tenaganya untuk menemani

menjaga pompa air ini atau sekedar memberi makana dan minuman bagi penjaga

pompa.

Dengan pompanisasi ini kira-kira ¾ luas lahan yang berada di dusun Leles

bisa terpenuhi kebutuhan air irigasinya. Tidak seluruh areal sawah di dusun Leles

mendapatkan air dari pompanisasi ini. Karena, sering kali air hasil pompanisasi lebih

dulu meresap kedalam tanah sebelum sempat mengairi seluruh areal persawahan,

akibat dari tanah di saluran irigasi terlalu kering. Biasanya daerah yang tidak dapat

96

Page 97: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

air hasil pompanisasi ini adalah blok Cigula yang berada di sebelah timur dibagian

akhir dari saluran irigasi di Dusun Leles. Namun, walupun sawah-sawah di blok

Cigula tidak terairi air hasil pompanisasi, sawah-sawah di blok Cigula ini tetap dapat

berproduksi. Hal ini bisa tercapai karena bantuan air dari bendungan kecil yang

dikelola oleh pak Eman di selokan pembuangan pabrik dekat blok Cigula.

4.3. Gotong Royong

Petani beserta Mitra cai dusun Leles rutin mengadakan kerja bakti untuk

membersihkan saluran irigasi tersier dan quarter menjelang musim hujan dan

kemarau. Pada musim hujan, debit air di saluran irigasi akan meningkat, namun

kondisi saluran-salurannya perlu dibersihkan dari tanaman liar dan sampah-sampah

agar air dapat mengalir lancar. Sedangkan menjelang kemarau, meskipun dari proses

nganir cai debit air yang diperoleh jauh lebih sedikit, saluran tetap perlu dibersihkan

agar air mengalir lancar karena jika pada saluran terdapat sampah atau tumbuhan liar

maka akan mengakibatkan debit air yang sedikit itu lebih sulit untuk mengalir lancar.

Jadi, pada dasarnya, pembersihan saluran ini bertujuan untuk melancarkan aliran air

irigasi.

Kerja bakti ini dilakukan atas inisiatif Mitra cai yang dikabarkan pada petani

melalui undangan yang dikirim ke tiap rumah petani—didatangi oleh petugas

lapangan Mitra cai. Pemberitahuan juga dilakukan melalui pengeras suara masjid

oleh Ketua Mitra cai, yang sering terdengar ketika satu atau dua hari menjelang hari

kerja bakti.

97

Page 98: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Jumlah petani anggota Mitra cai di dusun Leles tercatat ada 80 orang menurut

keterangan Ketua Mitra cai. Dari jumlah itu seringkali sekitar 3/4 dari jumlah total

petani yang datang saat kerja bakti berlangsung, sekitar 50-65 orang. Caranya bisa

dua macam, ada petani yang terlibat langsung, ada pula petani yang ngaburuhan18

orang lain untuk menggantikan kehadirannya. Contoh yang kedua ini biasanya sering

dilakukan oleh petani berlahan luas seperti Hj. Id (60). Ia menuturkan bahwa setiap

ada kerja bakti ia ngaburuhan satu orang pekerja, sementara ia sendiri belum pernah

turun langsung untuk kerja bakti.

Ketika kegiatan berlangsung, para petani membawa alat masing-masing

seperti celurit dan golok. Alat itu digunakan untuk membabat tumbuhan liar.

Kegiatannya berlangsung di pagi hari. Jika mulai jam 8, maka sekitar jam 11

kegiatannya sudah berakhir. Rata-rata, menurut penuturan petani dan petugasMitra

cai, kegiatan ini memang tidak berlangsung lama, hanya sekitar 3 jam. Pembagian

kerjanya sendiri yang umum adalah petani membersihkan saluran-saluran air yang

ada disekitar lahan garapannya dan sebagian lagi membersihkan sampah-sampah

disaluran tersier dan solokan.

4.4. Kerjasama di Tingkat Keluarga

Bentuk-bentuk kerjasama yang diuraikan diatas merupakan kerjasama yang

dilakukan petani-petani di dusun Leles dalam memenuhi kebutuhan air irigasi

18 Mempekerjakan, membayar orang yang disuruh untuk ikut kerja bakti.

98

Page 99: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

mereka. Kerjasama antar petani dusun Leles itu timbul dari adanya satu tujuan, yaitu

ketersediaan air irigasi. Lalu, adakah kerjasama yang petani lakukan atas dasar

hubungan kekerabatan?

Dalam penelitian ditemukan adanya kerjasama dalam menjamin ketersediaan

air irigasi dan meningkatkan produktifitas pertanian mereka dengan menggunakan

hubungan kekerabatan. Salah satunya adalah keluarga besar Kesmed.

Pak Kesmed merupakan salah satu warga Dusun Leles yang termasuk

memiliki sawah terluas di Dusun Leles, yakni sekitar 600 tumbak. Pak Kesmed

sudah tidak lagi bekerja sebagai petani di sawah miliknya karena sudah tua dan tak

mampu lagi mengolah tanah. Saat ini sawahnya diurus oleh anak-anaknya. Pak

Kesmed memiliki delapan orang anak, yaitu: Akim, Mimi, Nandang, Apong, Iip,

Cucu, Ate, dan Deden. Semua anak Pak Kesmed memiliki pekerjaan yang berbeda-

beda, pekerjaannya bukan hanya di bidang pertanian saja.

Anak pertama yaitu Akim bekerja sebagai pedagang di pasar. Kemudian

Mimi adalah seorang ibu rumah tangga, namun ia terkadang bekerja di sawah

sebagai buruh tani membantu kerabatnya yang sedang panen. Walaupun hanya

seorang buruh tani dan ibu rumah tangga tetapi bu Mimi memiliki seekor kerbau

yang sering dia sewakan untuk membajak sawah. Anak ketiga dari pak Kesmed

adalah Pak Nandang, yang tinggal tepat di sebelah rumah bapaknya. Pak Nandang

bekerja sebagai petani yang menggarap sawah milik bapaknya (Pak Kesmed) yang

luasnya sekitar 200 tumbak. Ia juga merupakan salah satu petugas Mitra Cai yang

99

Page 100: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

bekerja di bagian lapangan atau mengurus pengairan sawah di Dusun Leles19. Pak

Nandang juga memiliki seekor kerbau yang ia gunakan untuk menggarap sawah.

Kerbau ini biasa ia gunakan dari pagi hingga siang hari pada saat memasuki masanya

membajak tanah. Setelah siang hari, terkadang kerbaunya ia pinjamkan kepada

saudara-saudaranya untuk menggarap sawah mereka. Terkadang kerbaunya pun

kerap ia sewakan pada petani lainnya untuk membajak sawah20. Selain itu ia pun

memiliki mesin diesel berukuran 4inci untuk membantu menyedot air pada musim

kemarau dari sungai Cipadaulun (lihat gambar 16) .

Anak yang keempat adalah Apong. Sama seperti Pak Nandang, Apong juga

bekerja sebagai petani yang menggarap sawah milik ayahnya sebesar 200 tumbak.

Lalu anak kelima Pak Kesmed yaitu Iip. Iip adalah seorang guru yang bekerja di

salah satu sekolah dasar di Dusun Leles. Iip memiliki suami yang bernama Pak Eman

yang berprofesi sebagai petani. Kemudian anak keenam adalah Cucu. Sama seperti

Mimi, Cucu berprofesi sebagai buruh tani. Suami dari Cucu adalah Pak Asep yang

juga merupakan petugas Mitra Cai yang bekerja di lapangan21. Jadi, Pak Eman dan

Pak Asep merupakan menantu dari Pak Kesmed.

Selanjutnya adalah Ate atau biasa dipanggil Dadang. Profesi Ate berbeda

dengan saudara-saudaranya. Umumnya anak Pak Kesmed bekerja di bidang

pertanian, Ate justru memiliki pekerjaan sebagai tentara di Banten. Hal ini

dikarenakan sejak kecil Ate bercita-cita sebagai tentara. Terakhir adalah Deden.

19 Petugas ini biasa disebut ulu-ulu20 Biaya penyewan kerbau sabedugeun (dar pukul 6 pagi hingga adzan dzuhur) sekitar 60.00021 Selain pak Nandang dan Pak Asep, petugas Mitrai Cai yang bekerja di bagian lapangan atau mengurusi pengairan sawah Dusun Leles adalah Pak Ama dan Pak Yaya.

10

Page 101: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Deden bekerja sebagai petani yang mengolah sawah milik ayahnya sebesar 200

tumbak.

Pak Eman yang menikah dengan Iip anak kelima Pak Kesmed, merupakan

petani nengah22 yang menggarap sawah milik pengusaha dari Bandung dan beberapa

petak sawah milik salah seorang Bos pabrik tekstil. Pak Eman memiliki traktor

pribadi dan juga bendungan yang berfungsi membendung air pada musim kemarau.

Bendungan ini ia bangun secara gotong- royong dengan petani lainnya di sekitar

daerah Cigula23. Gotong Royong ini dipimpin oleh Pak Eman. Bendungan ini sendiri

dibangun pada tahun 1995. bendungan ini dibangun di saluran pembuangan pabrik

yang tinggi permukaan airnya lebih rendah dari permukaan sawah. Berbeda dari

sungai yang kering dimusim kemarau, saluran pembuangan pabrik airnya tidak

pernah surut, hanya saja air pembuangan ini kotor dan berbau menyengat.

Awalnya bendungan ini dibuat tidak permanen, setiap musim kemarau pak

Eman menyusun karung-karung tanah dan pelepah-pelepah pisang untuk menyumbat

saluran pembuangan agar permukaan airnya naik dan dapat mengalir ke sawah.

Namun, setiap musim hujan tiba karung-karung tanah dan pelepah-pelepah pisang

hanyut terbawa air, sehingga pada musim kemarau selanjutnya harus membuat

bendungan itu lagi. Pada tahun 1995, seperti telah dijelaskan diatas, pembangunan

bendungan permanen pun dilakukan. Pak Eman membuat bendungan tersebut

22 Mengolah sawah yang bukan milik pribadinya dengan perjanjian, apabila panen hasilnya dibagi dua antara pemilik sawah dan penggarap sawah.23 Daerah Cigula terkadang tidak mendapatkan aliran air irigasi hasil Nganir cai pada musim kemarau dan kerap kebanjiran pada musim penghujan. Hal ini dikarenakan daerah Cigula berada di dataran paling rendah dan paling ujung dari dusun leles sehingga air hasil Nganir cai terkadanga habis dijalan sebelum mencapai blok Cigula ini.

10

Page 102: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

dengan menancapkan semacam papan penghalang untuk membendung air pada

musim kemarau. Papan penghalang selebar 2,5 meter ini terbuat dari kayu. Papan

tersebut ditancapkan secara melintang untuk menahan dan membendung aliran

sungai24. Sebelumnya Pak Kesmed juga telah memasang fondasi atau semacam

dudukan agar papan penghalang ini bisa berdiri. Dudukan ini dibuat dengan

menggali sisi-sisi sungai sedalam 50cm. Jadi bendungan ini bukan semacam tanah

ceruk untuk membendung air, melainkan hanya papan yang dipasang melintang di

tengah kanal, yang berfungsi untuk menahan dan membendung air untuk sementara.

Setelah air dapat tertahan dan terbendung kemudian. aliran air itu dibelokkan dan

dialirkan pada sawah-sawah di sekitarnya melalui sebuah lubang (kuluwung) ke tiap

petak sawah disekitarnya.

Pembangunan bendungan ini menghabiskan bahan bangunan antara lain batu

podasi empat truk, pasir dua truk, dan semen empat puluh empat sak. Bangunan ini

selesai dalam kurun waktu tujuh hari, pengerjaan dilakukan secara gotong royong

dan biaya pembangunan didapat dari sumbangan-sumbangan warga. Jika dilihat dari

proses pembuatannya, seharusnya bendungan ini bukan milik pribadi melainkan

milik seluruh warga dusun Leles. Tetapi dalam kenyataan dilapangan, para petani

mengatakan bahwa bendungan ini milik pak Eman. Dari penelusuran pengakuan

bendungan ini sebagai bendungan pak Eman karena ide pembuatan dan pengelola

bendungan ini adalah pak Eman. Jadi warga menganggap bahwa bendungan ini milik

pak Eman. 24 Aliran ini ialah merupakan semacam kanal pembuangan yang dibuat oleh pabrik yang melalui sawah-sawah di Dusun Leles yang akan berakhir di sungai Cipadaulun

10

Page 103: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Pembangunan bendungan ini ternyata bermanfaat bagi jaminan ketersediaan

air di musim kemarau tidak hanya bagi sawah milik keluarga Kesmed, tetapi juga

bagi sawah-sawah lainnya yang berada disekitar blok Cigula dusun Leles. Berbeda

dengan pengelolaan air irigasi oleh Mitra cai, walaupun bendungan yang membantu

mengairi sawah-sawah sekitar blok Cigula milik warga yang lain pada musim

kemarau ini, tidak ada patokan mengenai iuran pengelolaan bendungan. Pak Eman

selaku pengurus dan pengelola bendungan tidak meminta iuran khusus kepada warga

yang lain setiap waktu panen. Hanya saja warga terkadang memberi gabah se-ridho-

nya kepada pak Eman sebagi ucapan terimakasih karena sawahnya sudah diberi air.

seperti yang dituturkan salah satu petani yang memilki sawah di blok Cigula:

“ah, da jang Eman mah tara nyuhun keun ato kumaha-kumaha lamun pas panen mah. saurna mah “da jang Eman mah ikhlas ngocorkeun cai teh”. Meureunan lamun teu dikocorkeun kalo laen mah, sawah jang Eman kabanjiran atuh. Nya eta mah itung-itung mieceun cai. Nya walopun jang Eman ikhlas ngocorkeun cai ka sawah emak teh, tapi biasa emak mah sok masihan segon25 ka jang Eman, bangsa salantang dugi ka tilu lantang26 mah ka jang Eman teh, da eta tea tos di kocoran cai.” “ah, pak Eman tidak pernah meminta atau giman-gimana ketika panen tiba. Katanya “ soalnya pak Eman ikhlas mengalirkan airnya”. Mungkin kalau tidak dialirkan ketempat lain, sawah pak Eman akan kebanjiran. Ya itu sih itung-itung membuang air. walaupun pak Eman ikhlas mengakirkan air ke sawah ibu, tapi biasanya ibu suka memberi gabah sekitar satu sampai tiga lantang buat pak Eman, karena sudah dialiri air.(bu Ibah, 12 maret 2009)

Dalam mengelola sawah keluarga, anak-anak Pak Kesmed bekerja sama demi

peningkatan produktifitas hasil panen yang maksimal. Hal ini dikarenakan mereka

memiliki sawah yang luas, sehingga mereka membutuhkan startegi tertentu untuk

25 Segon adalah gabah basah yang baru dipanen.26 Tiga lantang sama dengan dua kilogram.

10

Page 104: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

memaksimalkan hasil panen mereka. Strateginya terlihat pada keterlibatan anak-anak

pak Kesmed dalam P3A/Mitra Cai. Terdapat tiga orang yang menduduki posisi

lapangan di Mitra cai yang berasal dari keluarga Pak Kesmed, yaitu Pak Nandang,

Pak Yaya, dan Asep. Tiga orang inilah yang rutin nganir cai pada musim kemarau

dengan bantuan iuran dari para petani. Mereka yang secara teknis dan langsung

mengurus masalah ketersediaan air bagi sawah di Dusun Leles. Tentu dengan adanya

tiga orang dari keluarga Pak Kesmed ini memudahkan mereka dalam mengakses

sumber daya air bagi sawah-sawahnya. Selain itu, karena mereka yang paling

mengerti teknis di lapangan, maka sedikit banyak mereka dapat mempengaruhi

kebijakan-kebijakan mengenai pengelolaan air yang nantinya mungkin saja dapat

menguntungkan sawah keluarga mereka27.

Gambar 4.7. Pak Nandang Bersama Mesin Diesel Miliknya.

27 Laporan mengenai kendala tim lapangan biasanya disampaikan kepada Pak Endin selaku ketua Mitra Cai. Kemudian laporan ini akan diolah untuk nantinya akan diambil sebagai landasan dalam memutuskan suatu kebijakan

10

Page 105: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Keuntungan lain dari bergabungnya Pak Nandang, Pak Yaya, dan Asep dalam

tim lapangan Mitra Cai ialah mereka tidak perlu membayar iuran seperti yang

dilakukan petani lainnya yang tidak tergabung sebagai anggota mitra cai. Hal ini

dikarenakan mereka adalah tim lapangan Mitra Cai. Tim yang melakukan nganir cai

dengan berangkat ke hulu untuk menjemput air irigasi. Sebagai “balas jasa” atas

perkerjaan tersebut, para pengurus mitra cai dibebaskan dari iuran-iuran di setiap

musimnya, malahan mereka mendapatkan “honor” dari hasil iuran para petani

lainnya28. Jadi Keluarga Pak Kesmed yang total lahannya seluas 600 tumbak tidak

membayar iuran pada mitra cai setiap masa panen.29 Hasil panen sawah keluarga pak

Kesmed pun dapat lebih maksimal karena tidak dikurangi dengan iuran seperti yang

harus dibayar oleh petani lainnya yang tidak menjadi pengurus Mitra Cai.

Dengan semakin tingginya produksi hasil sawah keluarga Kesmed, maka

hasil surplusnya dapat diinvestasikan pada hal lain yang dapat mendukung

produktifitas sawah mereka, salah satunya ialah dengan pembelian kerbau, traktor

dan pompa deisel. Sebagai contoh, Mimi dan Pak Nandang masing-masing memiliki

satu ekor kerbau. Dengan adanya kerbau atau traktor akan mempercepat proses

membajak sawah tanpa harus menyewa ketempat lain, ini dapat mengurangi ongkos

produksi. Dengan menggunakan traktor waktu yang dibutuhkan dalam membajak

sawah dengan luas sekitar 200 hektar menghabiskan waktu 1 hari, sedangkan dengan

cara manual membutuhkan waktu lebih lama dan diperlukan biaya lebih untuk

28 Untuk musim kemarau tiap 100 tumbak ditagih 40 kg dan untuk musim hujan sebesar 10 kg.29 Dengan aturan 40 kg/100 tumbak, pada musim kamarau saja mereka dengan total luas 600 tumbak, berarti mereka tidak harus membayar sebesar total 240 kg gabah.

10

Page 106: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

membayar ongkos kuli tani yang membantu membajak sawah. Dengan traktor dan

kerbau juga, tanah yang dibajak akan menjadi gembur secara lebih merata. Hal ini

tentu akan mempengaruhi kualitas tanaman padi mereka. Jadi, kepemilikan kerbau

dan traktor ini dapat membantu mereka, baik dari segi efektitas maupun

produktifitas. Selain itu, kehadiran mesin diesel di sisi mereka dapat begitu

membantu di saat-saat genting, terutama pada musim kemarau. Kondisi ketika debit

air di saluran irigasi sangat kecil bahkan terkadang hingga air tidak bisa mengalir.

Masa ketika mereka begitu membutuhkan air untuk nutrisi bagi tanaman padi

mereka. Hari-hari ketika mereka membutuhkan suatu bantuan agar air dapat mengalir

di petak sawah mereka. Kondisi yang tepat bagi mesin diesel mereka untuk segera

turun tangan bagi pemecahan masalah ini. Mesin diesel yang mampu menyedot air

dari sungai Cipadaulun untuk kemudian disalurkan pada sawah mereka. Selain itu

sumber daya yang mereka miliki ini dapat memberikan pemasukan langsung berupa

uang dengan cara menyewakan traktor, kerbau, dan mesin diesel yang mereka miliki

kepada petani lainnya. Intinya, bantuan sumber daya ini, dapat menghemat waktu,

tenaga, biaya, meningkakan produktifitas hasil panen, dan memberikan pemasukan

tambahan bagi mereka.

Ikatan kekerabatan dapat mempengaruhi struktur akses yang bersifat ekonomi

dalam usaha akumulasi kekayaan dan kekuasaan. Keluarga Kesmed menggunakan

ikatan kekerabatan mereka untuk memudahkan mereka mengakses sumber daya air

dan teknologi pertanian. Dalam bekerjasama, masing-masing anggota keluarga

memiliki peran yang berbeda-beda, dari mulai pemilik kerbau, pemilik pompa diesel,

10

Page 107: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

pengurus bendungan, hingga pengurus sawah (buruh tani). Kerjasama antar keluarga

dengan sumberdaya yang berbeda-beda ini membuat keluarga Pak Kesmed yang

memiliki sawah yang terbilang luas ini dapat selalu memanen padinya baik pada

musim kemarau ataupun hujan dengan produktifitas yang tinggi. Kerjasama ini

memberikan kemudahan bagi mereka karena didukung oleh sumber daya manusia

yang tersedia, kemudahan akses, dan teknologi yang mendukung mereka. Kerjasama

ini didasari oleh adanya ikatan kekeluargaan diantara mereka, yang membuat

kerjasama mereka langgeng.

Mengacu pada Wolf (1985) keluarga Kesmed ini merupakan keluarga luas

dengan banyak keluarga-keluarga inti didalamnya. Keluarga-keluarga inti itu antara

lain keluarga pak Kesmed itu sendiri, keluarga Akim, Mimi, Nandang, Apong, Iip

bersama pak Eman, Cucu, dan Deden. Berbeda dengan banyak keluarga luas lainnya

yang tidak memiliki tanah untuk diolah dan mengharuskan anak-anaknya mencari

penghidupan lain diluar pertanian, keluarga-keluarga inti ini malah saling

bekerjasama dalam proses produksi pengolahan sawah milik ayah mereka. Mereka

bekerjasama menggunakan sumber daya-sumberdaya yang mereka miliki seperti

traktor, kerbau untuk membajak, bendungan, dan pompa air untuk menyedot air

dikala kemarau panjang, untuk meningkatkan hasil produksi semaksimal mungkin.

Dalam kerjasama keluarga ini mereka saling bekerjasama dari mulai pembajakan

sawah, pemenuhan kebutuhan air, hingga proses pemanenan. Keterlibatannya dengan

pengambilan keputusan di P3A membuat keluarga ini memiliki kemudahan dalam

10

Page 108: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

mengakses sumber daya air irigasi, selain itu kepemilikan teknologi juga membuat

keluarga mereka mampu mengoptimalkan hasil panen dengan maksimal.

Wolf (1985) menyebut bentuk kerjasama ini dengan komunitas korporatif

tertutup, dimana komunitas seperti ini membatasi keanggotaanya kepada orang-orang

yang dilahirkan atau dibesarkan dilingkungannya saja. Hanya saja komunitas ini

masih menerima anggota lainnya yang diambil dari proses pernikahan dengan

anggota kelompok yang ada, seperti yang terjadi pada pak Eman dan pak Asep.

Keluarga pak Kesmed ini merupakan keluarga luas memiliki hubungan

kerjasama antar anggotanya yang menurut Wolf (1985) termasuk pada kriteria koalisi

yang manystranded, poliadik, dan horizontal. Disebut koalisi ini merupakan koalisi

yang banyak-benang (manystranded) karena koalisi ini terbentuk dari satu ikatan

yang jalin-menjalin dan saling mencangkup, tidak hanya dengan satu tujuan produksi

saja mereka berkoalisi, tetapi mereka berkoalisi dalam kehidupan sehari-hari, dalam

pemenuhan kebutuhan hidup, perawatan keluarga yang sakit, dan kematian. Karena

koalisi ini terdiri dari banyak keluarga inti yang saling berkerjasama dan mereka juga

memiliki kesamaan dalam status dengan ikatan keluarga, maka ini disebut dengan

poliadik-horizontal. Kerjasama keluarga ini bersifat langgeng dan kontinu.

Namun, jika merujuk pada Wolf (1985) koalisi yang terjadi dalam keluarga

luas ini tidak berjalan dengan mulus apabila pemimpin telah meninggal dan anak-

anaknya sebagai ahli waris membagi sawah-sawahnya. Pembagian sawah menjadi

petak-petak kecil untuk setiap keluarga inti ini membuat mereka hanya mengelola

10

Page 109: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

sumber daya yang lebih kecil dari sebelumnya. Hal ini berdampak pada menurunnya

surplus yang mereka peroleh.

rangkuman

Strategi kerjasama petani dalam pengelolaan air sangatlah penting, karena tanpa itu

petani tidak dapat menjamin ketersediaan air irigasi mereka, dan akan berpengaruh

terhadap hasil panen mereka. Letak geografis Dusun Leles yang berada di hilir irigasi

Wanir kurang menguntungkan petani di daerah tersebut. Lamanya waktu air irigasi

untuk sampai ke daerah tersebut dan banyaknya hambatan-hambatan yang ditemui

10

Page 110: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

selama air mengalir, menyebabkan pasokan air di Dusun Leles tidak stabil. Selain itu,

kurangnya modal dan kekuasaan petani dalam mengakses sumber daya air irigasi

menjadi faktor tambahan yang menghambat pasokan air. Masalah-masalah di atas

menunjukan bahwa, petani di Dusun Leles perlu melakukan strategi kerjasama di

antara mereka dengan cara nganir cai, pompanisasi, iuran petani di setiap akhir

musim panen, dan kerjasama di tingkat keluarga.

Usaha nganir cai yang dilakukan petani di Dusun Leles mampu

menyelesaikan masalah pasokan air, namun pada musim kemarau panjang – ketika

air sungai Citarum surut dan tidak bisa mengisi bendungan Wanir – usaha nganir cai

menjadi percuma karena tidak ada air yang bisa dimanfaatkan. Untuk mengatasi

masalah ini petani melalui Mitra cai mengembangkan teknologi pengairan dengan

menyedot air dari sungai di dekat daerah mereka untuk dialirkan ke petak-petak

sawah. Usaha ini disebut dengan pompanisasi, yang menggunakan mesin diesel

sebagai tenaga penyedot air.

Pompanisasi ini efektif digunakan ketika air di saluran irigasi benar-benar

surut. Masalahnya biaya operasional yang dikeluarkan untuk usaha ini terlalu tinggi

sehingga hal ini dapat mengurangi keuntungan petani. Selain itu juga, kekuatan

pompa yang dimiliki Mitra cai ini tidak mampu mengairi seluruh areal persawahan di

Dusun Leles, karena air lebih dulu terserap kedalam tanah sebelum mengairi seluruh

areal persawahan. Blok Cigula sebagai daerah paling jauh dari pompa air sering kali

tidak mendapat aliran air dari pompanisasi ini.

11

Page 111: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Strategi kerjasama terakhir yang dilakukan adalah kerjasama keluarga yang

dilakukan di Blok Cigula. Kepemilikan sawah di blok ini kebetulan dimiliki oleh satu

keluarga. Usaha membuat bendungan semi permanen di saluran pembuangan pabrik

yang mengalir ke daerah ini menjadi jawaban dalam menjamin ketersediaan air di

blok ini.

Berdasarkan kriteria koalisi petani Wolf (1985), kasus ini menggunakan

koalisi yang bersifat singlestranded-polyadik-horizontal, artinya mereka memiliki

kepentingan yang sama terhadap keberhasilan pertanian. Koalisi ini meliputi banyak

orang dan mereka juga memiliki kesamaan dalam status dengan ikatan keluarga.

Kerjasama keluarga ini lebih efektif menyelesaikan masalah, karena sifatnya

langgeng dan kontinu. Sedangkan nganir cai dan pompanisasi dilakukan hanya

ketika ada masalah saja.

11

Page 112: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Bab. V

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi kerjasama petani di

Dusun Leles Desa Mekarsari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Yang akan dilihat dalam penelitia ini adalah bagaimana pengelolaan irigasi di Dusun

Leles, serta bagaimana petani bekerjasama dalam pengelolaan irigasi untuk

menjamin ketersediaan air irigasi di musim kemarau dan musim hujan. Data

diperoleh dengan pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan,

serta pengumpulan data sekunder.

Dusun Leles berada di daerah paling hilir dari daerah irigasi Wanir. Kondisi

ini menyebabkan pasokan air irigasi di daerah ini tidak stabil. Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi hambatan kelancaran

11

Page 113: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

pasokan air irigasi di dusun Leles, terutama di musim kemarau antara lain, rusaknya

pintu-pintu air, mengeringnya tanah pada saluran irigasi kuarter (solokan) membuat

air yang mengalir lebih dulu terserap kedalam tanah sebelum mengalir ke petak-

petak sawah, dan perebutan air dengan pengguna air irigasi (petani lain, industri dan

pemilik kolam ikan arus deras) di daerah girang atau hulu. Pada musim hujan juga

banyak masalah yang timbul, seperti ketika hujan turun terkadang membuat sungai

Cirasea dan Cipadaulun (anak sungai Citarum) meluap sehingga terjadi banjir sampai

ke pemukiman dan ke sawah yang menyebabkan padi terbenam oleh air. Jika padi

tergenang sampai 3 hari atau lebih, padi akan rusak bahkan menjadi busuk atau

terjadi hapa. Hal mengakibatkan kerugian karena gabah tidak bisa jual, atau

harganya menjadi turun. Selain banjir, hujan yang disertai dengan angin juga sering

membuat padi-padi rubuh sehingga tidak dapat dipanen karena busuk.

Untuk mengatasi masalah diatas, petani membuat sebuah organisasi

P3A/Mitra cai yang kemudian dikuatkan oleh Surat Keputusan (SK) Gubernur.

P3A/Mitra cai ini terbentuk sekitar 1980-an dengan nama P3A/Mitra Cai “Harapan

I”. Bentuk-bentuk pengelolaan yang dilakukan mitra cai dalam upaya menyediakan

air irigasi berbeda-beda dalam satu tahunnya. Perbedaan pengelolaan ini dikarenakan

adanya perbedaan musim (kemarau-hujan) yang berpengaruh pada stok air yang

tersedia di saluran irigasi.

Pengelolaan mitra cai untuk menjamin pasokan air irigasi pada musim

kemarau ialah, Pembagian dan penjadwalan penggunaan air irigasi dengan daerah

lain, nganir cai dan pompanisasi. Untuk mengatasi masalah ini, para petani, mitra

11

Page 114: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

cai, dan industri bekerjasama membuat bendungan di saluran pembuangan air dari

industri. Sementara pada awal musim hujan, untuk bersiap-siap menghadapi debit air

yang bertambah petani berkerja bakti memperbaiki saluran-saluran irigasi tersier.

Perbaikan saluran irigasi oleh petani ini berupa pembersihan saluran dari sampah,

peninggian galengan, memperdalam parit, ngarucug, dan menyumbat kuluwung.

Dalam melaksanakan pengelolaan irigasi P3A/Mitra cai membutuhkan biaya

untuk operasionalnya. Biaya ini tidak ditanggung oleh P3A/Mitra cai, dalam rapat

anggota telah disepakati bahwa petani yang menjadi anggota P3A/Mitra cai tetapi

tidak menjadi pengurus akan membayarkan sejumlah uang atau gabah setiap kali

panen untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran P3A/Mitra cai. Besarnya iuran yang

dikeluarkan petani ini berbeda-beda, tergantung dari luas lahan garapannya dan juga

musim tanamnya. Besarnya iuran yang harus dikeluarkan petani musim kemarau

sebesar 40 kg gabah/100 tumbak setiap kali panen, dan untuk musim hujan tidak ada

ketentuan harus membayar iuran tetapi petani diharapkan membayar iuran

seihklasnya kepada pengurus mitra cai. Pembayaran biasanya dilakukan duisawah

ketika sedang memanen padi.

Pada masa musim tanam pemilihan terhadap benih diperlukan, pemilihan

benih yang cocok akan berpengaruh pada pencapaian hasil panen. Benih IR-64

cenderung menjadi pilihan petani pada musim hujan. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi kerugian yang disebabkan angin yang menyebabkan padi ayéuh (rubuh).

Sementara dimusim kemarau Sarinah menjadi pilihan untuk ditanam, karena

11

Page 115: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

ketahanannya terhadap ketersediaan air yang minim. Petani mendapatkan benih-

benih ini antara lain dari bantuan pemerintah atau membeli toko

Dalam penelitian ini air irigasi menjadi sebuah sumber daya yang merupakan

commom property, sehingga pemakaiannya harus diatur agar seluruh pengguna dapat

merasakan manfaatnya. Air bagi petani merupakan faktor penting dalam keberhasilan

pertanian mereka. Padi tidak akan tumbuh tanpa suplai air yang cukup. Tetapi air

juga bisa menjadi petaka bagi petani ketika jumlahnya berlebih, air dapat membanjiri

sawah-sawah mereka dan menghancurkan padi-padi mereka. Jadi keberadaan air

sebai faktor pendukung pertanian julahnya harus terjaga, dan untuk menjaga

kestabilan pasokan air irigasi ini dibutuhkan suatu pengelolaan dan kerjasama antar

petani agar suplai air irigasi stabil. Hal ini sejalan dengan pendapat Ostrom (2000)

mengungkapkan bahwa persoalan tentang sumber daya air yang berkaitan dengan

kualitas dan kuantitasnya harus menyadarkan semua pihak bahwa persoalan air perlu

dikelola secara bersama-sama dalam sebuah organisasi, dalam hal ini organisasi

irigasi.

Dalam pengelolaan dan pemakaian air irigasi organisasi P3A/Mitra cai

mengatur dan mengelola saluran irigasi dimasing-masing daerah/desa. Pengelolaan

air irigasi ini membutuhkan kerjasama antara seluruh pengguna air irigasi dan

seluruh P3A/Mitra cai yang ada di DI. Wanir yang tergabung dalam Gabungan P3A

(GP3A Tirta Walatra) dengan mengaktifkan hubungan sosial dan jaringan soaial yang

mereka miliki agar maslah pasokan air ini dapat terselesaikan.

11

Page 116: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Jika mengacu pada Wolf (1985:144) tentang koalisi-koalisi petani, petani di

Dusun Leles melakukan koalisi antara orang-orang yang mempunyai banyak

kepentingan yang sama (manystranded) yaitu ketersediaan air irigasi. Petani di

Dusun Leles menggunakan P3A/Mitra cai “Harapan I” untuk menjamin ketersediaan

air irigasi pada petak-petak sawah mereka. Ketika mereka berhadapan dengan pihak

luar mereka saling bekerjasama dan tergabung dalam satu organisasi P3A/Mitra cai

“Harapan I”. Kerjasama ini didasari oleh kesamaan kebutuhan, tujuan dan teritorial

atau wilayah mereka.

Dalam memenuhi kebutuhan air irigasi ternyata petani tidak hanya

menggunakan mitra cai sebagai sarana untuk menjamin ketersediaan air irigasi.

Dilapangan ditemukan bahwa petani juga mengaktifkan hubungan-hubungan

kekerabatan mereka untuk menjamin ketersediaan air dan produktifitas pertaniaan

mereka. Seperti yang dilakukan keluarga besar Kesmed. Mereka saling bekerjasama

dari mulai pembajakan sawah, pemenuhan kebutuhan air, hingga proses pemanenan.

Kemudahan akses terhadap sumber daya dan teknologi juga membuat keluarga

mereka mampu mengoptimalkan hasil panen dengan maksimal.

Bentuk koalisi yang dilakukan P3A/Mitra cai dan keluarga ternyata memiliki

perbedaan. Dalam kasus keluarga Kesmed, koalisi mereka bersifat singlestranded-

polyadik-horizontal, artinya mereka memiliki kepentingan yang sama terhadap

keberhasilan pertanian. Koalisi ini meliputi banyak orang dan mereka juga memiliki

kesamaan dalam status dengan ikatan keluarga. Koalisi ini bersifat langgeng.

Sedangkan hubungan kerjasama yang dilakukan P3A/ Mitra cai “Harapan I” bersifat

11

Page 117: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

koalisi singlestranded-polyadik-vertikal, yang artinya mereka memiliki satu tujuan

dalam pengelolaan irigasi yaitu ketersediaan air irigasi, tetapi adanya perbedaan

dalam status. Kedudukan pengurus lebih tinggi dibandingkan angota-anggotanya.

Koalisi ini bersifat tidak langgeng. Sehingga ketika musim hujan dimana petani tidak

membutuhkan air hasil nganir cai ataupun pompanisasi hubungan mereka menjadi

rapuh.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2004. Pengembangan Sumberdaya Sosial di Daerah; dalam

Dinamika Kependudukan dan Kebijakan (editor: Faturochman dkk).

Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah

Mada, hal 177-196.

Allen, R.E. (ed.). 1991. The Concise Oxford Dictionary, Eight Edition. Oxford:

Clarendon Press.

Asnawi, Sjofjan, dan Mochtar Naim. 1996. Aspek Kelembagaan Pembangunan

Irigasi Sebuah Pendekatan Holistik Terpadu; dalam Irigasi di Indonesia:

Peran Masyarakat dan Penelitian (editor: Suzzane E.siskel dan S.R. Hutapea)

Jakarta: LP3ES. Hlm 40-51.

Benda-Beckmann, Franz von, Keebet von Benda-Beckmann, dan Juliette Koning

(editor). 2001. Sumberdaya Alam dan Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

11

Page 118: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Benda-Beckmann, Franz von, dan Keebet von Benda-Beckmann. 2001. Jaminan

Sosial, Sumberdaya Alam, dan Kompleksitas Hukum; dalam Sumberdaya Alam

dan Jaminan Sosial Sosial (editor: F. Von Benda-Beckmann dkk). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, hlm 23-60.

Bromley, D.W., and Cernea, M. M. 1989. The Management of Common Property

Natural Resources: Some Conceptual and Operational Fallacies. World Bank

Discussion Paper No.57, The World Bank, Washington,. DC.

Cousin, Ben. 1995. A Role for Common Property Institutions in Land Redistribution

Programmes in South Africa. International Institute For Environment and

Development: Gatekeeper Series No. 53.

Coward, E Walter, Jr. 1980. Irrigation and Agriculture Development in Asia.

Prespective from the Social Sciences. London: Cornell University.

Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian: Proses perubahan Ekologi di Indonesia.

Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Hardjono, Joan. 1990. Tanah, Pekerjaan dan Nafkah di Pedesaan Jawa Barat.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hutapea S.R dan Suzzane E, Siskel. 1996. Irigasi di Indonesia: Peran Masyarakat

dan Penelitian Jakarta: LP3ES.

Krishna, Anirudh. 2000. Creating and Harnessing Social Capital; dalam Social

Capital; Multifaceted Prespective. P. Dasgupta dan Ismail Serageldin (peny).

Washington D.C. : The International Bank for Recontruction and Development/

The World Bank.

11

Page 119: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Kurnia, Ganjar. 1997. Hemat Air Irigasi: Kebijaksanaan, Teknik, Pengelolaan, dan

Sosial Budaya. Bandung: Pusat Dinamika Pembangunan.

Koning, Juliette. 1998. Akses Terhadap Tanah dan Air di Pedesaan Jawa; Peranan

Sumberdaya Alam dalam Jaminan Ekonomi dan Sosial. Dalam Sumber Daya

Alam dan Jaminan Sosial, Editor Franz von Benda-Beckmann. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 1984. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat (ed.). 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta :

Gramedia.

Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

Mitchell, Bruce. 1989. Geography and Resource analysis. 2nd Edition Singapore.

Longman Scientific and Technical, hlm 2-6.

Mulyana, Imam. 2007. Mengupas Konsep Strategi. (http://id.shvoong.com/business-

management/management/1658495-mengupas-konsep-strategi/ di akses pada

tanggal 22 juli 2008).

Moleong. Lexy.J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oldeman, L.R., Irsal Las , dan Muladi. 1980. The Agroclimatic Map of Kalimantan,

Irian Jaya, and Bali, West and East Nusa Tenggara. CRIA. Bogor.

Indonesia.

11

Page 120: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Ostrom, Elinor. 2000. Social Capital:A Fad or a Fundamental Concept? Dalam

Social Capital; Multifaceted Prespective. P. Dasgupta dan Ismail Serageldin

(peny.). Whasington, D.C. : The international Bank for Reconstruction and

Development/The World Bank.

Popkin, Samuel L. 1986. Petani Rasional. Terjemahan oleh Sjahrir Mawi. Jakarta:

Lembaga Penerbit Yayasan Padamu Negeri.

Redfield, Robert. 1982. Masyarakat Petani dan Kebudayaannya. Jakarta: Rajawali

Press.

Scott, James. C. 1989. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3ES.

Siregar, Dr.Hadrian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor: Satra

Hudaya.

Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 1981. Metode Penelitian Survai. Jakarta:

LP3ES.

Suparlan, Parsudi. 1988. Jaringan Sosial. Dari Buletin Antropologi No.13/III.

Perpustakaan FASA UGM Yogyakarta.

Windia, Wayan. 2006. Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan

Konsep Tri Hita Karana. Bali: Pusataka Bali Post.

Wolf, Eric. 1985. Petani: Suatu Tinjauan Antropologi. Jakarta: Rajawali Pers dan

Yayasan Ilmu-ilmu Sosial.

Data Monografi Kecamatan Pacet Semester I (Satu) Tahun 2007.

Data Monografi Kecamatan Ciparay Semester I (Satu) Tahun 2007.

12

Page 121: Strategi Petani dalam Pengelolaan Irigasi

Data Monografi Kecamatan Majalaya Semester I (Satu) Tahun 2007.

Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharaan Daerah Irigasi Wanir, Dinas Pengairan

Kecamatan Ciparay.

Media Indonesia, 9 april 2001

12