STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

12
Volume 17, Nomor 2, Desember 2013: 99-110 99 Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder ... BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis Volume 17, Nomor 2, Desember 2013, hlm. 99-110 STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM ADAPTASI DAN MITIGASI BANJIR DI KOTA SURAKARTA Muzakar Isa, M. Farid Wajdi, Syamsudin, Anton A. Setyawan Pusat Studi Penelitian dan Pengembangan Manajemen dan Bisnis (PPMB) UMS: Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Surakarta 57102, (0271) 717417 Ext. 453 Abstract: The objectives of the study are: to analyze the level of preparedness of the stakeholders in the adaptation and mitigation of floods in Surakarta, and to develop strategies to strengthen the capacity of adaptation and mitigation of floods in Surakarta. Mixed-method of quantitative and qualitative has been employed to develop the strategy posed. The competent 15 keypersons were selected using purposive quoted sampling for interview. Descriptive statistics and AHP were employed to analize the data. The results showed that that the stakeholders do not yet optimal in mitigation and adaptation to flooding. Capacity building strategy can be done through (a) develop a strategic plan for overcoming Flood, (b) education, training and socialization of the adaptation and mitigation of flooding, (c) development and improvement of the physical aspects, (d) public participation in flood mitigation, (e) planning and provision of logistics, funding, and equipment, (f) preparation of SOP flooding, and (g) encourage the protection of assets through insurance. Keywords: Capacity Building, Adaptation, Mitigation, Flood, AHP Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesiapan stakeholders dalam adaptasi dan mitigasi bencana banjir di Kota Surakarta, dan menyusun strategi penguatan kapasitas dalam adaptasi dan mitigasi bencana banjir di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method, yaitu gabungan antara pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Tokoh kunci sebanyak 25 orang yang diambil secara purposive quoted sampling. Deskriptif statistik dipakai untuk menganalisis data penelitian dan juga dilengkapi dengan metode Analysis Hierarchy Proccess. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stakeholder belum optimal dalam melakukan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap bahaya banjir. Strategi penguatan kapasitas dapat dilakukan melalui (a) menyusun renstra atas penanggulangan Banjir, (b) pendidikan, pelatihan dan sosialisasi terhadap adaptasi dan mitigasi banjir, (c) pembangunan dan perbaikan aspek fisik, (d) partisipasi masyarakat dalam mitigasi banjir, (e) perencanaan dan penyediaan logistik, dana, dan peralatan, (f) penyusunan SOP banjir, dan (g) mendorong perlindungan aset melalui asuransi. Kata Kunci: Penguatan Kapasitas, Adaptasi, Mitigasi, Banjir, AHP

Transcript of STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

Page 1: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

Volume 17, Nomor 2, Desember 2013: 99-110 99Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder ...

BENEFIT Jurnal Manajemen dan BisnisVolume 17, Nomor 2, Desember 2013, hlm. 99-110

STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDERDALAM ADAPTASI DAN MITIGASI BANJIR

DI KOTA SURAKARTA

Muzakar Isa, M. Farid Wajdi, Syamsudin, Anton A. Setyawan

Pusat Studi Penelitian dan Pengembangan Manajemen dan Bisnis (PPMB) UMS:Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Surakarta 57102, (0271) 717417 Ext. 453

Abstract: The objectives of the study are: to analyze the level of preparedness of the stakeholdersin the adaptation and mitigation of floods in Surakarta, and to develop strategies to strengthen thecapacity of adaptation and mitigation of floods in Surakarta. Mixed-method of quantitative andqualitative has been employed to develop the strategy posed. The competent 15 keypersons wereselected using purposive quoted sampling for interview. Descriptive statistics and AHP wereemployed to analize the data. The results showed that that the stakeholders do not yet optimal inmitigation and adaptation to flooding. Capacity building strategy can be done through (a) developa strategic plan for overcoming Flood, (b) education, training and socialization of the adaptationand mitigation of flooding, (c) development and improvement of the physical aspects, (d) publicparticipation in flood mitigation, (e) planning and provision of logistics, funding, and equipment,(f) preparation of SOP flooding, and (g) encourage the protection of assets through insurance.

Keywords: Capacity Building, Adaptation, Mitigation, Flood, AHP

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesiapan stakeholders dalam adaptasidan mitigasi bencana banjir di Kota Surakarta, dan menyusun strategi penguatan kapasitas dalamadaptasi dan mitigasi bencana banjir di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatanmixed method, yaitu gabungan antara pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Tokohkunci sebanyak 25 orang yang diambil secara purposive quoted sampling. Deskriptif statistikdipakai untuk menganalisis data penelitian dan juga dilengkapi dengan metode AnalysisHierarchy Proccess. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stakeholder belum optimal dalammelakukan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap bahaya banjir. Strategi penguatan kapasitasdapat dilakukan melalui (a) menyusun renstra atas penanggulangan Banjir, (b) pendidikan,pelatihan dan sosialisasi terhadap adaptasi dan mitigasi banjir, (c) pembangunan dan perbaikanaspek fisik, (d) partisipasi masyarakat dalam mitigasi banjir, (e) perencanaan dan penyediaanlogistik, dana, dan peralatan, (f) penyusunan SOP banjir, dan (g) mendorong perlindungan asetmelalui asuransi.

Kata Kunci: Penguatan Kapasitas, Adaptasi, Mitigasi, Banjir, AHP

Page 2: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

100 BENEFIT Jurnal Manajemen dan BisnisMuzakar Isa, dkk.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negarayang rawan bencana. Handayani (2011), danMurdlastomo (2011) menjelaskan bahwa Indone-sia terletak di salah satu titik pusat bencana yangpaling aktif di dunia. Secara geologis, Indonesiaterletak diantara lempeng Asia, Pasifik danAustralia. Secara geografis berupa kepulauandan negara maritim, secara demografis pendu-duknya banyak dan menyebar secara tidakmerata, secara sosiologis multietnis dan multi-kultur. Secara pedagogis banyak pendudukyang masih rendah pendidikannya, dan secaraekonomis masih banyak yang terbelakang.

Laporan kajian pengurangan resiko benca-na yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011 menempatkan Indonesiapada urutan pertama sebagai wilayah rawanbencana tsunami, dan tanah longsor di dunia.Laporan yang sama menempatkan Indonesiapada peringkat ketiga dalam hal bencana gempabumi, urutan keenam pada banjir. Selanjutnya,Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB) tahun 2013, menyebutkan bahwa antaratahun 1815 dan 2012 terdapat 11.406 kali peris-tiwa bencana di Indonesia, 38% diantaranyaadalah bencana banjir, puting beliung 18%,tanah longsor 16%, kekeringan 12%, gempa bumi4%, serta banjir dan tanah longsor 3%.

Tabel 1.Jumlah Kejadian Bencana di Indonesia Tahun 1815 – 2012

NO JENIS BENCANA JUMLAH PERSENTASE

1 Aksi Teror 28 0.252 Kecelakaan Transportasi 175 1.533 Kecelakaan Industri 26 0.234 Banjir 4,345 38.095 Banjir dan Tanah Longsor 381 3.346 Abrasi 200 1.757 Gempa Bumi 428 3.758 Tsunami 13 0.119 Gempa Bumi & Tsunami 38 0.33

10 Kekeringan 1,416 12.4111 KLB 119 1.0412 Kerusuhan Sosial 97 0.8513 Letusan Gunung Berapi 123 1.0814 Putting Beliung 2,026 17.7615 Kebakaran Hutan & Lahan 129 1.1316 Hama Tanaman 18 0.1617 Tanah Longsor 1,844 16.17

TOTAL 11,406 100.00

BNPB (2012) menyebutkan bahwa PropinsiJawa Tengah merupakan wilayah paling rawanbencana alam di Indonesia. Selama tahun 2007-2011 Jawa Tengah mengalami bencana sebanyak1.547 kali atau 309 kali bencana setiap tahunnya.Di Propinsi Jawa Tengah, eks KaresidenanSurakarta merupakan daerah yang rawan ben-

cana alam. Kejadian bencana alam di wilayahEks Karesidenan Surakarta tahun 2007-2011paling banyak terjadi di Kabupaten Wonogiridengan 127 kali kejadian bencana. SelanjutnyaKabupaten Boyolali dengan 61 kejadian bencana,Kabupaten Karanganyar (48 kejadian bencana),Kabupaten Sukoharjo (41 kejadian bencana),

Sumber: BNPB, 2013

Page 3: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

Volume 17, Nomor 2, Desember 2013: 99-110 101Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder ...

Kabupaten Sragen (39 kejadian bencana),Kabupaten Klaten (36 kejadian bencana) danterakhir Kota Surakarta (23 kejadian bencana).

Kejadian bencana alam di wilayah EksKaresidenan Surakarta tahun 2007-2011meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2007

Berdasarkan Rencana Nasional Penang-gulangan Becana Alam Nasional 2010-2014, danDewan Riset Daerah Jawa Tengah tahun 2011dijelaskan bahwa Jawa Tengah termasuk wila-yah dengan resiko tinggi dilanda bencana banjir,gelombang pasang/abrasi, gempa bumi, kebaka-ran, kekeringan, letusan gunung api, puting

terdapat 25 kejadian bencana, tahun 2008meningkat menjadi 57 kejadian bencana, tahun2009 meningkat menjadi 70 kejadian bencana,tahun 2012 meningkat menjadi 103 bencana dantahun 2011 menjadi 120 bencana.

Tabel 2.Jumlah Bencana di Eks Karesidenan Surakarta Tahun 2007-2011

Menurut Jumlah Bencana per Tahun

 NO TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011 TOTAL

1 Wonogiri 3 6 14 50 54 1272 Boyolali 3 27 7 9 15 613 Karanganyar 3 6 11 17 11 484 Sukoharjo 3 7 16 9 6 415 Sragen 8 5 7 11 8 396 Klaten 4 5 7 7 13 367 Kota Surakarta 1 1 8 - 13 23

Total 25 57 70 103 120 375

beliung, dan tanah longsor. Hal ini didukungoleh data BNPB tahun 2012 yang menyebutkanbahwa terdapat 9 jenis bencana yang seringterjadi di Jawa Tengah, yaitu banjir, banjir dantanah longsor, gelombang pasang/abrasi, gempabumi, kebakaran, kekeringan, letusan guningberapi, puting beliung dan tanah longsor.

Tabel 3.Jumlah Bencana di Jawa Tengah Tahun 2007-2011 Menurut Jenis Bencana

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012

No Kejadian Ban-jir

Banjir &Tanah

Longsor

G.Pasang/Abrasi

Gem-pa

Bumi

Keba-karan

Keke-ringan

LetusanGunung

Api

PutingBeli-ung

TanahLong-

sor

Total

1 Wonogiri 15 3 - - - 2 - 36 71 1272 Boyolali 12 - - - 1 3 0 36 9 613 Karang

Anyar9 1 - - 1 2 - 14 21 48

4 Sukoharjo 10 - - - - 5 - 19 7 415 Sragen 13 2 - - - 7 - 12 5 396 Klaten 17 - - - - 2 0 14 3 367 Kota

Surakarta16 1 - - - - - 4 2 23

Total 92 7 0 0 2 21 0 135 118 375

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012

Page 4: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

102 BENEFIT Jurnal Manajemen dan BisnisMuzakar Isa, dkk.

Berdasarkan tebel 3 di atas terlihat bahwaKota Surakarta rawan terhadap bencana banjir.Hal ini juga diperjelas oleh buku Indeks BencanaRawan Bencana Indonesia tahun 2011, yangmenyatakan Kota Solo merupakan daerah ra-wan banjir dengan kategori tinggi. Rahardjo(2009) menyebutkan banjir di Kota Surakartatidak terlepas dari adanya Sungai BengawanSolo. Banjir di Kota Surakarta bisa terjadi bebe-rapa kali dalam setiap musim hujan dan bahkanbanjir bisa berdurasi lebih dari 3 hari lamanya.Akibatnya kerugian yang sangat besar harusditanggung oleh seluruh komponen, baikmasyarakat, sektor swasta maupun pemerintahdaerah. Balai Besar Wilayah Sungai BengawanSolo, (2011) menjelaskan bahwa penyebab banjirdi Kota Surakarta dan sekitarnya adalah (1)curah hujan yang tinggi, (2) perubahan tata gunatanah, (3) penyimpangan - penyimpangan dalampemberian IMB, (4) penyempitan dan pendang-kalan sungai akibat digunakannya bantaransungai sebagai permukiman liar, (5) kebiasaansebagian masyarakat membuang sampah kesungai, (6) tanggul Sungai Bengawan Solo jobol/rusak, dan (7) pintu air Sungai Bengawan Soloyang rusak.

Banjir yang terjadi hampir setiap tahunharus diantisipasi untuk meminimalkan kerugi-an yang ditimbulkannya. Mistra (2007) danBNPB (2007) menjelaskan bahwa dampak banjirdapat terjadi pada beberapa aspek, yaitu: (1)Aspek Penduduk, berupa korban jiwa/mening-gal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korbanhilang, pengungsian, berjangkitnya wabah danpenduduk terisolasi. (2) Aspek Pemerintahan,berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, ar-sip, peralatan dan perlengkapan kantor danterganggunya jalannya pemerintahan. (3) AspekEkonomi, berupa hilangnya mata pencaharian,tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan,hilangnya harta benda, ternak dan terganggu-nya perekonomian masyarakat. (4) Aspek Sara-na/Prasarana, berupa kerusakan rumah pendu-duk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkan-toran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasilistrik, air minum dan jaringan komunikasi. Dan(5) Aspek Lingkungan, berupa kerusakan eko-sistem, obyek wisata, persawahan/lahan perta-nian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

Harjadi, dkk (2007), dan BNPB (2010)menjelaskan bencana merupakan fenomena yangterjadi karena (1) adanya bahaya/ancaman(hazard), (2) adanya kerentanan (vulnerability),dan (3) kondisi kapasitas yang lemah. Bahayaadalah kondisi yang berpeluang memberikanresiko bencana yang berasal dari kondisi ling-kungan yang kurang menguntungkan ataumembahayakan. Di sisi lain, kondisi kondisiekonomi, lingkungan/fisik, sosial masyarakatakan menentukan kondisi dari kerentanan(vulnerability). Hubungan ini secara sederhanadapat dipahami bahwa resiko bencana akanmeningkat bila tingkat bahaya (hazard) tinggi,resiko bencana juga akan meningkat bila tingkatkerentanan (vulnerability) tinggi. Resiko bencanabisa diturunkan bila kapasitas mitigasi (ketaha-nan, kesiap-siagaan) bencana dari masyarakatmeningkat. Resiko bencana secara umum difor-mulasikan dalam persamaan R= (H*V)/C,dimana R = risk/resiko bencana; H = hazard/ancaman ;   V=vulnerab i l i ty /k ere ntana n;  C= capacity/kapasitas mitigasi.R akan berbandinglurus dengan C dan H, dan berbanding terbalikdengan C.

David Mc Entire (2011) dan DavidAlexander (2006) menjelaskan bahwa kerentananmerupakan penentu yang lebih besar daripadabahaya (hazard) itu sendiri. Alasan adalah (1)bahaya tidak dapat menghasilkan bencanakecuali berinteraksi dengan manusia dan infra-struktur yang rentan (Cannon, 2008). Misalnya,banjir yang terjadi di daerah tak berpenghunidan terpencil tidak akan menyebabkan kematianmanusia, kerugian harta - terlepas dari ruanglingkup atau besar. Sebaliknya, jika banjir terjadidi dekat orang, bencana mungkin terjadi. (2)bahaya tidak dapat dihilangkan atau selaludikontrol (Perrow, 2007). Tidak ada cara untukmencegah kejadian letusan gunung berapi, angintopan. Sebaliknya, manusia bisa dan menentu-kan tingkat kerentanan dan kapasitas dalammenghadapi bencana.

Caroline Moser, et. al (2010) menjelaskan 3faktor penyebab kerentanan masyarakat terhadapbahaya banjir, yaitu (1) kerentanan fisik, yaitukurang tersedianya infrastruktur fisik sepertidrainase, selokan, dan tempat pengumpulansampah menyebabkan masyarakat rentanterhadap banjir. (2) Kerentanan politik-hukum,

Page 5: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

Volume 17, Nomor 2, Desember 2013: 99-110 103Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder ...

yaitu kerentanan terhadap tingkat kepemilikanrumah dan lahan, seperti lokasi perumahan didataran rendah, kantong-kantong kemiskinan,dan sepanjang tepi sungai. (3) Kerentanan sosial-ekonomi. Kelompok umur (anak-anak danlansia), kelompok (perempuan), orang catat, danimigran memiliki tingkat kerentanan terhadapbahaya bencana. David Alexander (2006) men-jelaskan bahwa kerentangan fisik dan sosialmerupakan aspek yang paling berpengaruh ter-hadap bencana.

Permasalahan penanganan banjir di KotaSurakarta salah satunya disebabkan masih ting-ginya tingkat kerentanan bahaya banjir, baikkerentanan individu, kelompok, masyarakat.Secara individual, orang tua memiliki pemaha-man tentang banjir yang memadai tapi keseha-tannya yang lemah dapat mempengaruhikemampuannya untuk melindungi diri. Seoranganak lebih mampu merawat kebutuhannya seca-ra fisik tetapi dia rentan karena kegagalan untukmemahami apa yang harus dilakukan ketikaperingatan banjir dikeluarkan. Perempuan jugarentan terhadap bencana, dimana perempuanterkadang memiliki sedikit sumber daya fisikdan temporal yang dapat membatasi kemam-puan mereka untuk menghadapi banjir. DalamAspek kerentanan kelompok, kelompok miskinminoritas rentan karena mereka tidak memilikisumber daya yang memadai untuk membeli tem-pat tinggal yang aman dari banjir, seperti orangmiskin yang tinggal di bantaran Sungai Benga-wan Solo. Dari sisi kerentanan masyarakat, dike-tahui bahwa lokasi tempat tinggal yang beradadi sekitar Sungai Bengawan Solo sangat rentanterhadap bahaya banjir, selain itu banyaknyamasyarakat yang tinggal di bantaran sungai jugamenyebabkan penyempitan dan pendangkalanterhadap sungai tersebut.

Lemahnya kepasitas BPBD/Satlak penanga-nan bencana juga merupakan faktor pentingpenyebab kerentanan banjir. Status geologis,geografis demografis daerah, seperti curahhujan yang tinggi, dataran rendah, juga dapatmenambah kondisi rentan masyarakat. Selain itukondisi tanggul dan pintu air Sungai BengawanSolo yang semakin tua dan kurang terawatsangat rentan akan kerusakan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisistingkat kesiapan stakeholders dalam adaptasi danmitigasi bencana banjir di Kota Surakarta, danmenyusun strategi penguatan kapasitas dalamadaptasi dan mitigasi bencana banjir di KotaSurakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatanmixed method, yaitu gabungan antara pendekatanpenelitian kualitatif dan kuantitatif. Keduapendekatan ini dilakukan untuk menjawab per-tanyaan penelitian yang tidak sepenuhnya dapatdijawab dengan salah satu pendekatan tersebut.

Populasi penelitian ini adalah seluruh stake-holders terkait penanganan bencana banjir diKota Surakarta. Pengambilan sampel mengguna-kan purposive sampling, yaitu pengambilan sampelterbatas pada orang tertentu yang dapat mem-berikan informasi yang diinginkan karena mere-ka yang memilikinya atau memenuhi beberapakriteria yang ditentukan oleh peneliti. Sampelyang dipilih merupakan orang-orang yangmemahami bencana banjir di Kota Surakarta.

Penelitian ini menggunakan dua jenis data,yaitu data primer dan sekunder. Data primermengacu pada informasi yang diperoleh daritangan pertama oleh peneliti terkait keberda-yaan stakeholder dalam adaptasi dan mitigasibanjir. Data sekunder mengacu pada informasiyang dikumpulkan dari sumber yang telah ada(Sekaran, 2006). Data skunder yang dibutuhkanyaitu data jenis dan jumlah bencana, lokasi ben-cana, kerugian akibat bencana, dan pihak pihakyang terkait dalam adaptasi dan mitigasi ben-cana.

Data primer diperoleh langsung dari res-ponden melalui indepth interview. Sedang-kandata sekunder diperoleh melalui studi literaturdari BNPB, dan laporan penelitian / jurnal ter-kait. Analisis kesiapan stakeholders dalampenanganan bencana banjir menggunakan anali-sis kualitatif deskriptif. Metode kualitatif des-kriptif adalah format penelitian kualitatif yangmemusatkan diri pada suatu unit tertentu dariberbagai fenomena (Bungin, 2011). Dalamanalisis ini dijelaskan bagaimana kondisi kesia-pan (keberdayaan) masing masing stakeholder

Page 6: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

104 BENEFIT Jurnal Manajemen dan BisnisMuzakar Isa, dkk.

terkait penanganan bencana. Selanjutnya analisisstrategi penguatan kapasitas dalam adaptasi danmitigasi bencana banjir menggunakan analisisAHP (Analytical Hierarchy Process). Alat ini digu-nakan untuk mengorganisasikan informasi dankebijakan dalam memilih alternatif yang palingdisukai. Saaty (2008) menyatakan bahwa AHPadalah sebuah teori pengukuran melalui perban-dingan berpasangan (pairwise comparison) danbersandar pada pendapat dari para ahli untukmendapatkan skala prioritas.

BENCANA BANJIRKOTA SURAKARTA

Kota Surakarta mengalami banjir besar ber-turut-turut pada tahun 2007, tahun 2009, dantahun 2011. Daerah yang tergenang banjir meli-puti daerah di sekitar hilir Kali Wingko (Joyo-takan), Kali Pepe Hilir (Sewu), Kali Boro (Jaga-lan), dan Bantaran Bengawan Solo (Semanggi,Sangkrah, Sewu, dan Pucangsawit). Banjirtersebut disebabkan oleh naiknya air BengawanSolo karena air kiriman dari daerah Wonogiri,Sukoharjo, Klaten dan Boyolali, yang diikutipenutupan pintu air di Demangan, Plalan, danPutat, untuk menghindari aliran balik (backwater) Bengawan Solo menuju kota. Penutupanpintu air menghambat laju air dari dalam kotamenuju Bengawan Solo, sehingga terjadi penum-pukan air di dekat pintu air, sementara lajupemompaan air belum cukup mengimbangi debitair yang masuk, sehingga terjadilah genanganbanjir di hilir anak Bengawan Solo tersebut. Polabanjir seperti inilah yang paling sering terjadidi Kota Solo.

Dilihat dari aspek kerentanan, Kota Solomemiliki tingkat kerentanan terhadap banjiryang semakin meningkat. Meningkatnya keren-tanan tidak terlepas dari perkembangan kotasendiri yang tidak terencana (unplanned urbani-zation). Hal ini bisa dilihat dari semakin domi-nannya penggunaan lahan perkotaan (urbanlanduse) di satu sisi; di sisi lain menyempitnyaruang terbuka (open space); dan menurunnyakemampuan saluran drainase untuk mengalir-kan aliran permukaan karena minimnya perawa-tan, sedimentasi yang besar termasuk menum-puknya sampah, serta dihuninya bantaran kali.

Dari analisis penggunaan lahan, menurutBudi Setiyarso (2008) menjelaskan bahwa peng-gunaan lahan perkotaan seperti permukiman,perdagangan, industri, dan jasa mencakup81.10% luas kota (3938.54 ha). Sedangkanpenggunaan lahan perdesaan (rural landuse)seperti sawah, tegalan, taman kota, lapangan,lahan kosong, termasuk kuburan hanya meliputi10.57% lahan kota (465.52 ha). Komposisi lahanyang didominasi lahan perkotaan menjadikansebagian besar air hujan menjadi aliranpermukaan dan sebagian kecil lainnya menjadiair tanah.

PEMBERDAYAAN STAKEHOLDERS

Bencana alam merupakan kejadian yangtidak ingin dialami oleh siapapun, dan kejadian-nya sangat sulit dihindari. Sebagaimana fungsidari resiko bencana, yaitu resiko = V x H / C,mengurangi hazard (H) sangat sulit dilakukan.Mengurangi vulnerability (V) juga merupakanupaya yang tidak mudah dilakukan dan memer-lukan upaya jangka panjang. Salah satu upayayang dalam jangka pendek bisa mengurangiresiko bencana adalah dengan meningkatkankapasitas masyarakat (C) melalui pemberdayaanstakeholders.

Kapasitas Pelaku Usaha

Pelaku usaha di Kota Surakarta secaraumum menyadari bahwa Kota Surakarta meru-pakan wilayah rawan bencana, khususnya banjir.Wilayah bencana ini terutama berada di sekitarSungai Bengawan Solo atau Solo bagian selatandan timur.

Pelaku usaha di Kota Surakarta padaumumnya belum mempertimbangkan risikobencana sebagai masalah utama dalam usahanya.Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuanpelaku usaha tentang risiko bencana. Hasiltemuan penelitian menunjukkan 70 persenpelaku usaha di Kota Surakarta belum melaku-kan tindakan untuk mengantisipasi risikobencana, dan 30 persen lainnya sudah melaku-kan tindakan antisipasi.

Page 7: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

Volume 17, Nomor 2, Desember 2013: 99-110 105Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder ...

Tabel 4.Tindakan Antisipasi Bencana

Prioritas pertama pelaku usaha dalammengantisipasi risiko bencana adalah menyisih-kan sebagian penghasilan untuk berjaga-jaga danmenyusun prosedur standar kerja yang aman.Selain itu, pengusaha melakukan kerjasamadengan pihak lain, misalnya mencari bapak asuhbisnis besar dengan mekanisme CSR. Pembelianpolis asuransi hanya menjadi opsi keempat kare-na sebagian besar pengusaha belum begitumengenal produk-produk asuransi yang dapatmelindungi aset yang mereka miliki.

Pelaku usaha di Kota Surakarta menyata-kan bahwa aspek bisnis yang penting untukdilindungi ketika terjadi bencana, antara lain:1. Peralatan Kerja (mesin). Peralatan kerja

merupakan aset penting yang harusdilindungi ketika bencana terjadi. Hal inimenjadi modal utama dalam proses recovery.

2. Tempat Usaha. Tempat usaha banyak yangjuga berfungsi sebagai rumah tempat tinggal.Dari situasi ini membuat adanya proseduryang rumit tentang perlindungan aset, karenaperusahaan asuransi harus mempunyai klasi-fikasi yang jelas tentang tempat usaha danrumah.

3. Akses Modal. Dampak risiko bencana bagipelaku usaha pada kemampuan keuanganberhubungan dengan akses mereka ke lem-baga keuangan. Berdasarkan in-depth inter-view, ditemukan bahwa banyak dari pelakuusaha yang setelah mengalami bencana tidakmampu membayar hutang mereka kepadabank. Dampaknya adalah mereka dimasuk-kan dalam daftar bad debt oleh Bank Indonesia.Hal ini akan membuat mereka tambah kesuli-tan dalam proses recovery usaha.

Tindakan Antisipasi Bencana PersentaseMenyisihkan sebagian penghasilan untuk berjaga-jaga 40%Menyusun prosedur standar kerja yang aman 35%Kerjasama dengan pihak lain 15%Membeli polis asuransi 5%Lainnya 5%

Sumber: Data Primer, 2013

4. Produk. Produk merupakan aset terakhiryang harus dilindungi. Pelaku usaha meng-anggap produk mereka sebagai uang tunai, danmasih mempertimbangkan peralatan kerja lebihpenting daripada produk jadi.

Kapasitas BPBD

Secara kelembagaan penanggulangan ben-cana di Indonesia saat ini mengacu padaUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentangPenanggulangan Bencana. Dalam undang un-dang tersebut dijelaskan bahwa penanggulanganbencana tingkat nasional dikoordinir oleh Ba-dan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),dan tingkat propinsi dan kabupaten/kota diko-ordinir oleh Badan Penanggulangan BencanaDaerah (BPBD). Pada tingkat kabupaten/kota,amanat undang-undang ini belum semuanyadilaksanakan.

Berdasarkan Data Dewan Riset DaerahJawa Tengah, pada tahun 2012 kelembagaanBPBD di Jawa Tengah baru terbentuk di 31Kab/kota, dengan rincian 11 BPBD dibentukberdasarkan perda dan 20 BPBD dibentuk ber-dasarkan Peraturan Bupati/Walikota. 4 (empat)kota yang belum/tidak membentuk BPBD, yaituKota Surakarta, Pekalongan, Magelang, danSalatiga, dengan alasan penang-gulangan ben-cana melekat pada Dinas kesbang-polinmas.

BPBD merupakan lembaga baru yang kebe-radaannya masih berusia satu sampai tiga tahun.Sampai saat ini BPBD secara kelembagaan meng-hadapi beberapa permasalahan, antara lain: ter-batasnya sumber daya manusia, sarana dan pra-sarana, kurangnya regulasi, terbatasnya ang-garan, dan masih adanya sebagian masyarakatyang belum paham kelembagaan BPBD.

Page 8: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

106 BENEFIT Jurnal Manajemen dan BisnisMuzakar Isa, dkk.

Menurut Setyawan dkk, (2012) salah satumasalah kelembagaan dalam menangani ben-cana di Kota Surakarta adalah belum adanyabadan yang secara khusus menangani bencana,yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah.Sampai dengan tanggal 12 November 2013,penanganan bencana di Kota Surakarta masihditangani oleh Satlak, dibawah koordinasi DinasKesbanglismas. Secara umum pemerintah KotaSurakarta kurang siap dalam menghadapibencana. Kelembagaan yang ada saat ini belummampu bekerja secara maksimal sesuai denganmanajemen bencana dan belum mampu menum-buhkan peran serta masyarakat terutama padamasa tanggap darurat (emergency responses).Selain itu, kelembagaan yang ada cenderungbelum berfungsi karena masih baru dan belummelakukan kegiatan seperti pelatihan dan sosi-alisasi pada masyarakat.

Sampai saat ini Kota Surakarta belum mem-punyai master plan manajemen risiko bencana.Mereka baru berkonsentrasi pada isu-isu sepertirehabiliasi dan rekonstruksi fisik akibat terjadi-nya bencana akan tetapi rehabilitasi ekonomi danbisnis belum dilakukan.

Pemerintah Kota Surakarta secara resmimemiliki Badan Penanggulangan BencanaDaerah (BPBD) pada hari rabu tanggal 13November 2013. BPBD ini merupakan strukturorganisasi tipe B yang dibawahi langsung olehSekretaris Daerah (Sekda) sebagai badan eks-evisio. Sementara tugas harian dijalankan olehseorang Kepala Harian. Kepala BPBD adalahSekretaris Daerah Kota Surakarta, Budi Suharto,dan Kepala Pelaksana Harian, Eko Nugroho,yang sebelumnya menjabat Kabid PemadamKebakaran (Damkar) Dinas Pekerjaan Umum(DPU). Sampai saat ini BPBD belum memilikikantor sendiri, dan sementara bertempat dikantor pemadam kebakaran yang terletak dikota barat.

Kapasitas Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi memiliki peran strategisdalam mitigasi bencana. Tri Dharma PerguruanTinggi, yang terdiri pendidikan, penelitian danpengabdian masyarakat sangat berperan dalammeningkatkan kapasitas masyarakat dalammenghadapi bencana. Perguruan tinggi memiliki

sumber daya yang memadai untuk menjaminpenggunaan landasan ilmu pengetahuan danteknologi dalam penanggulangan bencana, danpada sisi lain posisi perguruan tinggi juga netral.

Perguruan tinggi di Kota Surakarta melaluidosen, mahasiswa, dan pusat studinya sangatberperan dalam melakukan pendidikan, pela-tihan, dan kegiatan pengabdian masyarakat.sebagai contoh: fakultas kedokteran memilikibanyak dokter, perawat, laboratorium; fakultaspsikologi memiliki psikolog; fakultas teknikmemiliki arsitek, tenaga teknik sipil, tenaga elek-tro; fakultas ekonomi memiliki banyak sumberdaya yang fokus pada kajian risiko bencana danbiasanya perguruan tinggi memiliki jaringankomunikasi dan informasi yang luas dan dapatdimanfaatkan sewaktu mobilisasi dan mitigasipenanggulangan bencana.

Namun, harus diakui bahwa kemampuandari perguruan-perguruan tinggi dalampengembangan penanggulangan bencana, ber-beda-beda dan tidak merata. Tidak semua per-guruan tinggi siap menghadapi bencana yangmungkin saja terjadi di wilayahnya.

Kapasitas Masyarakat

Masyarakat yang tinggal di Surakartabagian selatan dan Surakarta bagian timur secaraumum menyadari bahwa mereka tinggal dilokasi rawan banjir, terutama pada musim hujan.Mereka menetap di lokasi tersebut karena sudahturun temurun hidup di lokasi tersebut, men-dapat warisan dari orang tua, dekat denganpekerjaan, dan kondisi ekonomi keluarga yangmemaksa mereka hanya mampu menyewa ataumenempati rumah di daerah tersebut.

Bagi masyarakat yang tinggal di lokasirawan bencana, mereka berpartisipasi dalammenangani pengurangan resiko banjir melaluipaparan lokasi bahaya dan identifikasi polakerentanan fisik. Pengurangan resiko banjirdilakukan pada seluruh rangkaian kegiatan dariawal sampai akhir (satu siklus) yang meliputi:kesiagaan, bencana dan pemulihan.

Masyarakat yang tinggal di lokasi rawanbencana lebih memilih pola pemberdayaan yangsifatnya bottom-up, yang di dalamnya adanuansa penghargaan dan pengakuan bahwamasyarakat memiliki potensi untuk memecahkan

Page 9: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

Volume 17, Nomor 2, Desember 2013: 99-110 107Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder ...

masalah serta mampu melakukan upaya-upayasecara swadaya. Masyarakat berharap tidakhanya ditempatkan dalam perspektif sebagaikelompok penerima bantuan saja, tetapi sebagaigarda terdepan dalam menghadapi bencanabanjir yang mampu menjadi subjek pengelolapenanganan bahaya banjir secara integrasidengan kekuatan lainnya.

Membangun partisipasi masyarakat dalampengurangan resiko banjir perlu dilakukandalam siklus manajemen bencana banjir secaramenyeluruh, dari mulai kesiapsiagaan, masasebelum bencana banjir, masa selama bencanabanjir dan masa setelah bencana banjir. Padaaspek kesiapsiagaan dilakukan sosialisasi, pem-buatan pemetaan swadaya, identifikasi potensikomunitas lokal dan penguatan kelompokmasyarakat serta pemahaman penanganan banjirkepada masyarakat. Partisipasi masyarakat yangbisa dilakukan pada masa sebelum bencana ban-jir berupa pemberian peringatan dini kepadakomunitas sekitar, penanganan evakuasi korbanbanjir, pencarian dan penyelamatan korbanbajir, pertolongan pertama pada korban banjir,penyiapan dapur umum. Pada masa selama ban-jir, partisipasi masyarakat berupa: Penyiapantenda darurat untuk penanganan korban banjir,kewaspadaan pada area banjir, pengumpulan,pengelolaan, dan penyaluran berbagai bantuandan pelaporan kejadian banjir kepada pihak ber-wenang. Bentuk paritisapasi masyarakat padamasa paska bencana bisa dilakukan dengan: pen-catatan berapa jumlah korban dan kerugian aki-bat banjir, penguburan korban, pemberian trau-ma healing kepada komunitas, perbaikan infra-struktur, pengobatan korban banjir di area ru-mah pertolongan, pelaporan penanganan banjirke pihak berwenang

STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS

Strategi penguatan kapasitas dalam adaptasidan mitigasi bencana banjir di Kota Surakartadirumuskan berdasarkan hasil diskusi dan wa-wancara mendalam dengan key person (pende-katan kualitatif) dan hasil analisis AHP (AnalisysHierarchy Process) sebagai bukti kuantitatif telahmemberikan beberapa butir prioritas, meskipunmasih kasar dan perlu ujicoba penerapan model-nya.

Berdasarkan hasil diskusi dan analisis AHP,ada 7 aspek yang diidentifikasikan yaitu: (1)penyusunan renstra penanggulangan Bencana,(2) pendidikan, pelatihan dan sosialisasibencana, (3) pembangunan dan perbaikan fisik(perbaikan tanggul dan pintu air, penghijauan,dan pengerukan sungai), (4) partisipasi masya-rakat (tidak membuang sampah di sungai, tidaktinggal di bantaran sungai), (5) perencanaan danpenyediaan logistik, dana, dan peralatan, (6)penyusunan SOP bencana, dan (7) mendorongperlindungan aset melalui asuransi.

Berdasarkan analisis AHP diperoleh nilaiinconsistensy ratio 0,03 < 0,1 (batas maximum) yangberarti hasil analisis tersebut dapat diterima.Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek penyu-sunan renstra penanggulangan Bencana (nilaibobot 0,253) merupakan aspek yang palingpenting untuk diperhatikan dalam adaptasi danmitigasi bencana banjir di Kota Surakarta. Aspekberikutnya yang penting adalah aspek pendi-dikan, pelatihan dan sosialisasi bencana (nilaibobot 0,208), (3) pembangunan dan perbaikanfisik (perbaikan tanggul dan pintu air, peng-hijauan, dan pengerukan sungai) (nilai bobot0,186), (4) partisipasi masyarakat (tidak mem-buang sampah di sungai, tidak tinggal di banta-ran sungai) (nilai bobot 0,126), (5) perencanaandan penyediaan logistik, dana, dan peralatan(nilai bobot 0,104), (6) penyusunan SOP bencana(nilai bobot 0,073), dan prioritas terakhir adalahmendorong perlindungan aset melalui asuransi(nilai bobot 0,049).

Gambar 1. Prioritas Aspek Strategi PenguatanKapasitas dalam Adaptasi dan Mitigasi Banjir

Page 10: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

108 BENEFIT Jurnal Manajemen dan BisnisMuzakar Isa, dkk.

Keterangan:1. Penyusunan renstra penanggulangan ben-

cana,2. Pendidikan, pelatihan dan sosialisasi ben-

cana,3. Pembangunan dan perbaikan fisik (perbaikan

tanggul dan pintu air, penghijauan, danpengerukan sungai)

4. Partisipasi masyarakat (tidak membuangsampah di sungai, tidak tinggal di bantaransungai),

5. Perencanaan dan penyediaan logistik, dana,dan peralatan,

6. Penyusunan SOP bencana,7. Mendorong perlindungan aset melalui asu-

ransi.

SIMPULAN

1. Pelaku usaha menyadari bahwa Kota Sura-karta merupakan wilayah rawan banjir. Akantetapi pelaku usaha pada umumnya belummempertimbangkan risiko bencana sebagaimasalah utama dalam usahanya.

2. BPBD Kota Surakarta merupakan lembagabaru yang keberadannya masih berusia satubulan. permasalahan yang dihadapi antaralain: terbatasnya sumber daya manusia, ter-batasnya sarana dan prasarana, kurangnyaregulasi, dan terbatasnya anggaran. Selainitu, Kota Surakarta belum mempunyai masterplan manajemen risiko bencana.

3. Perguruan tinggi memiliki peran strategsidalam adaptasi dan mitigasi banjir melaluikegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Per-guruan tinggi memilliki sumber daya yangmemadai untuk menjamin penggunaan landa-san ilmu pengetahuan dan teknologi dalampenanggulangan banjir, dan juga posisinyayang netral.

4. Masyarakat yang tinggal di Surakarta bagianselatan dan Surakarta bagian timur secaraumum menyadari bahwa mereka tinggal dilokasi rawan banjir, terutama pada musin hu-jan. Mereka menetap di lokasi tersebut kare-na sudah turun temurun hidup di lokasi terse-but, mendapat warisan dari orang tua, dekatdengan pekerjaan, dan kondisi ekonomikeluarga yang memaksa mereka hanya

mampu menyewa atau menempati rumah didaerah tersebut.

5. Strategi penguatan kapasitas dalam adaptasidan mitigasi bencana banjir dapat dilakukanmelalui 7 kegiatan prioritas yaitu: (1) penyu-sunan renstra penanggulangan Bencana, (2)pendidikan, pelatihan dan sosialisasi ben-cana, (3) pembangunan dan perbaikan fisik(perbaikan tanggul dan pintu air, penghi-jauan, dan penge-rukan sungai), (4) partisi-pasi masyarakat (tidak membuang sampahdi sungai, tidak tinggal di bantaran sungai),(5) perencanaan dan penyediaan logistik,dana, dan peralatan, (6) penyusunan SOPbencana, dan (7) mendorong perlindunganaset melalui asuransi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepadaLPPM UMS yang telah memberikan danapenelitian untuk kategori penelitian pusat studiselama dua tahun berturut-turut. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada tim surveyorpusat studi PPMB FEB UMS atas bantuannyadalam mengumpulkan data penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adger, W. N. (2006): Vulnerability: GlobalEnvironmental change, vol. 16, pp. 268-281

Afrizal Triwidiyanto, Ardy Maulidy Navastara,2013. Pemintakatan Risiko Bencana BanjirAkibat Luapan Kali Kemuning diKabupaten Sampang, Jurnal Teknik PomitsVol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

Anggara Dwi Putra dan Wiwandari Handayani,2013, Kajian Bentuk Adaptasi TerhadapBanjir Dan Rob Berdasarkan KarakteristikWilayah Dan Aktivitas Di KelurahanTanjung Mas, Jurnal Teknik PWK Volume 2Nomor 3 2013 hal. 786-796

Anonim, 2011. Manajemen Penanganan Bencanadi Jawa Tengah, Dewan Riset Daerah JawaTengah.

Page 11: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

Volume 17, Nomor 2, Desember 2013: 99-110 109Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder ...

Anonim, 2013. Perbandingan Jumlah KejadianBencana Indonesia Tahun 1815 s/d 2012.www.dibi.go.id. Di unduh, 5 Maret 2013

Badan Nasional Penenggulangan Bencana, 2010.Rencana Nasional Penanggulangan BencanaNasional 2010-2014. Jakarta: BNPB,

Badan Nasional Penenggulangan Bencana,2012.a. Indeks Rawan Bencana Indonesia,Jakarta: BNPB,

Badan Nasional Penenggulangan Bencana,2012.b. Data Informasi Bencana Indonesia,Jakarta: BNPB,

Birkmann J (2006.a.): Indicators and Criteria forMeasuring Vulnerability: Theoretical Basesand Requirements. In Birkmann, J. (Ed.):Measuring 107

Birkmann, J. (2006.b): Measuring Vulnerability toNatural Hazards. Towards disaster resilientsocieties Tokyo, New York, Paris, UNU Press.

Burhan, Bungin, 2011. Metodologi PenelitianKuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, danKebijakan Publik serta Ilmu sosial lainnya,Jakarta: Prenada Media Group.

Changzhi Li, Shuaijie Li, and Xiaotao Cheng,2012. Flood Risk Assessment in FujianProvince, China, Journal of Disaster ResearchVol.7 No.5, 2012

Cutter, S.L.; Boruff, B. J.; Shirley, W.L. (2003): Socialvulnerability to environmental hazards. InSocial Science Quarterly. Vol 84. pp. 242-261

Damm, M (2010) Evolution of Vulnerabilityconcepts. In Mapping So-cial-EcologicalVulnerability to Flooding. A sub-NationalApproach for Germany.

Damm, M. (2010): Mapping Social-EcologicalVulnerability to Flooding, UNU-EHS, Bonn,Germany

David McEntire, Understanding and reducingvulnerability: from the approach of liabilitiesand capabilities, Disaster Prevention andManagement, Vol. 21 No. 2, 2012, pp. 206-225

Djalante, Riyanti dan Frank Thomalla. 2010.Community Resilience To Natural HazardsAnd Climate Change Impacts: A Review Of

Definitions And Operational Frameworks.Diunduh dari : - pada 26 November 2011.

Eziyi Offia Ibem, 2011. Challenges of disastervulnerability reduction in Lagos MegacityArea, Nigeria Disaster Prevention andManagement, Vol. 20 No. 1, 2011pp. 27-40

Frerks, G.; Bender, S. (2004): VulnerabilityAnalysis as a Means of Strengthen PolicyFormulation and Policy Practice.

Gayan Wedawatta and Bingunath Ingirige, 2012.Resilience and adaptation of small andmedium-sized enterprises to flood risk,Disaster Prevention and Management Vol. 21No. 4, 2012 pp. 474-488

Harjadi, Prih; Mezak A Ratag, DwikoritaKarnawati, Syamsul Rizal, Surono, Sutardi,Triwibowo, Hermono Sigit, Atik Wasiati,Yusharmen, Pariatmono, SugengTriutomo, B. Wisnu Widjaja, 2007.Pengenalan Karakteristik Bencana Dan UpayaMitigasinya Di Indonesia, Badan KoordinasiNasional Penanganan Bencana, DirektoratMitigasi, Jakarta Pusat,

Indra, Agussabti, Syaiful Bahri, Muslem Zainuddin,T. Sofyan Umar, Eka Putra, 2011. StrategiPemberdayaan Masyarakat Survival PascaBencana, Prosiding Seminar Hasil PenelitianKebencanaan , TDMRC-Unsyiah, BandaAceh, 13 – 19 April 2011 , ISSN 2088-4532

Jaya, W.K, 2005. Dysfunctional Institutions inthe Case of Indonesia Regional Govern-ment Budget Process, Journal of IndonesiaEconomy and Business, Vol 20, No 2, April2005, Faculty of Economics of GadjahMada University, Indonesia.

Mayring, Phillip, 2000. Qualititative ContentAnalysis , Forum: Qualitative SocialResearch, Vol 1 No. 2 Juni.

Mistra, 2007. Antisipasi Rumah di Daerah RawanBanjir, Depok: Penebar Swadaya

Murdlastomo, H.Y.A., 2011. Belajar dari Bantul:Integrasi PRB dalam Mata Pelajaran, MakalahProsiding Semiloka Nasional UrgensiPendidikan Mitigasi Bencan, Fakultas IlmuSosial Dan Ekonomi, Universitas NegeriYogyakarta, 11 dan 12 Mei 2011.

Page 12: STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS STAKEHOLDER DALAM …

110 BENEFIT Jurnal Manajemen dan BisnisMuzakar Isa, dkk.

Neuman, W Lawrence. 2000, Social ResearchMethods, Qualitative and QuantitativeMethods 4th ed, Allyn and Bacon, Boston.

Ngai Weng Chan, 1997. Increasing flood risk inMalaysia: causes and solutions. DisasterPrevention and Management, Volume 6 ·Number 2 · 1997 · pp. 72–86

Olofsson, A. (2007), The preparedness of localauthorities for crisis communication withpeople who have foreign backgrounds –the case of Sweden, International Journalof Mass Emergencies and Disaster, Vol. 25,No. 2, pp. 145-173.

Pelling, M. (2005). Comments on the WorldConference on Disaster Reduction (WCDR).113

Pelling, M. 2003. The Vulnerability of Cities: NaturalDisaster and Social Resilience. EarthscanPublications Ltd.

Pelling.M (2003): The Vulnerability of Cities:Natural disasters and So-cial Resilience.

Plate, 2012. Flood risk and flood management,J. Hydrol, Vol.267, pp. 2-11, 2002.

Rahardjo, P.N., 2009. Masalah banjir sebagaiakibat Dari buruknya sistem pengelolaandas (Studi kasus di das cantiga bintaro).Jurnal Hidrosfir Indonesia Vol. 4 No.1 Jakarta,April 2009

Richardson, B. 1994, Socio-technical disaster:profile and prevalence, Disaster Preventionand Management, Vol. 3 No. 4, pp. 41-69,

Saaty, T.L 1980, The Analytic Hierarchy Process,McGraw-Hill, New York.

Sekaran, Uma, 2006. Metode Penelitian untukBisnis, Jakarta: Salemba Empat

Setywan, A.A., Muzakar Isa, dan Farid Wajdi,2012 Model Pengembangan Manajemen ResikoBencana dan Potensi Pembiayaan Mikro PascaBencana bagi UMKM Di Kota Surakarta,Laporan Penelitian PPMB FE UMS –AIFDR AUSAID

Shaluf Ibrahim Mohamed, 2007.a., An overviewon disasters, Disaster Prevention andManagement, Vol. 16, Iss: 5 pp. 687 – 703,

Shaluf Ibrahim Mohamed, 2007.b., DisasterTypes, Disaster Prevention and Management,Vol. 16 Iss: 5 pp. 704 – 717,

Suprapto, 2011, Statistik Pemodelan BencanaBanjir Indonesia (Kejadian 2002-2010),Jurnal Penanggulangan Bencana Volume 2Nomer 2, Tahun 2011,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24Tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana,

Vale, L. J. dan T. J. Campanella. 2005. TheResilience City: How Modern Cities Recoverfrom Disaster. Oxford University Press.

Weichselgartner, J. (2005): Mitigating floodhazards: lessons learned from the Elbe Riverflood 2002 in Germany. In: The University ofTokyo (ed.):