Strategi Pengolahan Bahan Ajar IPA Hasil
-
Upload
yeni-setiartini -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
description
Transcript of Strategi Pengolahan Bahan Ajar IPA Hasil
Strategi Pengolahan Bahan Ajar IPA (Hasil Kajian Terhadap Teori Reduksi Didaktis dan Pedagogi Materi Subyek), Edusains 1(1), Juni 2008 ISSN 1979-7281. Halaman 26-38.
STRATEGI BARU DALAM PENGOLAHAN BAHAN AJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
(Hasil Kajian Terhadap Teori Reduksi Didaktik Dan Pedagogi Materi Subyek)
Oleh
Yanti Herlanti (Staf Pengajar Pendidikan Biologi,
FTIK UIN Syarif Hidaytulloh Jakarta,
Penerima beasiswa IISEP 2003-2006)
Nuryani Y. Rustaman (Staf pengajar Program Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia)
Wawan Setiawan (Staf pengajar Jurusan Ilmu Komputer,
Universitas PendidikanIndonesia)
Abstract This study due to analyze and accommodate two theories of arranging subject matter. These theories are Reduction Deduction and Subject Matter Pedagogy. Accommodating of these theories resulted in new steps of arranging subject matter. These steps are Selection I, Structurization, Selection II, and Reduction. These steps implemented in arranging Heredity topic in Biology that learn at SMP. This implementation resulted in a historical technique to arrange heredity topic.
Keywords:
Reduction Deduction, Subject Matter Pedagogy, Historical Technique
Pendahuluan
Proses belajar mengajar senantiasa melibat tiga unsur, yaitu pengajar (guru),
pembelajar (siswa), dan materi subyek (bahan ajar). Materi subyek menjadi bahan
rujukan baik oleh pembelajar maupun pengajar. Pengajar merujuknya untuk
mengorganisasi dan mempresentasi pelajaran. Pembelajar merujuknya untuk
memahami dan mengembangkan strategi belajar tertentu.
Sebelum dipresentasikan pada pembelajar, materi subyek harus diolah terlebih
dahulu. Unsur pertama yang harus dipertimbangkan dalam pengolahan materi subyek
adalah hakekat dari ilmu pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan mempunyai hakekat
tertentu, pada materi subyek ilmu pengetahuan alam (IPA), hakekat yang harus
dipertimbangkan adalah hakekat IPA itu sendiri dan hakekat pembelajaran IPA.
2
Hakekat ilmu IPA menurut Frank1 adalah membangun sistem sederhana prinsip-prinsip
keilmuan, yang dari padanya fakta-fakta yang terobservasi dapat dijabarkan secara
matematis. Ilmuwan IPA lah yang berperan dalam mengembangkan penelitian
sehingga diperoleh konsep, teori, prinsip, atau hukum yang dikenal dengan produk IPA.
Proses dan produk IPA biasanya dikemukan oleh ilmuwan menggunakan eksplansi
ilmiah. Adapun hakekat pembelajaran IPA adalah mengembangkan ekplanasi
pedagogi dari ekplanasi ilmiah yang dikemukan oleh ilmuwan. Kekhasan hakekat IPA
dan pembelajaran IPA, menjadikan pengolahan materi subyek IPA pun memiliki
kekhasan tertentu. Pengolahan materi subyek bidang studi IPA harus
mempertimbangkan sains sebagai metode ilmiah (proses) dan pengetahuan
argumentatif. Melalui metode ilmiah ilmuwan menghasilkan produk IPA, dan melalui
pengetahuan argumentatif ilmuwan mempertimbangkan suatu teori itu salah atau benar.
Unsur kedua yang harus dipertimbangkan dalam pengolahan materi subyek
adalah kemudahan materi subyek untuk diajarkan guru (teachable) dan dipahami siswa
(accesible). Dua buah teori dalam pengolahan materi subyek dengan senantaiasa
mempertimbangkan kedua unsur tersebut adalah Teori Reduksi Didaktik yang
dikembangkan oleh Anwar2 dan teori Pedagogi Materi Subyek yang dikembangkan oleh
Nelson Siregar3. Studi ini betujuan untuk menelaah dua teori tersebut. Kedua teori
tersebut diakomodasi dan ditelaah, sehingga dihasilkan strategi baru dalam pengolahan
materi subyek. Selanjutnya strategi baru ini diterapkan untuk mengolah bahan ajar pada
mata pelajaran IPA dengan topik Hereditas di Kelas III SMP/MTs.
Pustaka
A. Materi Subyek dalam Pandangan PMS
Pandangan teori Pedagogi Materi Subyek menyebutkan “Proses Belajar
Mengajar (PBM) senantiasa melibatkan tiga unsur yaitu pembelajar, pengajar, dan
materi subyek. Interaksi yang terjadi pada ketiga unsur PBM adalah ketergantungan
yang saling menguntungkan dalam rangka mengkontruksi pengetahuan. Materi subyek
merupakan rujukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan. Pengajar merujuknya
1 H.A. Soeparmo, Struktur Keilmuan dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam, (Surabaya: Airlangga
University Press, 1984), h.13. 2 Saeful Anwar, “Untersuchungen zur Didaktischen Reduktion-Bedeutung, Moeglichkeit und
Grenze-dargestellt an Ausgewaelten Beispielein fuer de naturwissenschaftlichen Unterricht”, Dissertasi, (Dortmund: University Dortmund, 1994).
3 Nelson Siregar, “Pedagogi Materi Subyek: Dasar-dasar Pengembangan PBM”, Bahan
Perkuliahan Pedagogi Materi Subyek. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 1999).
3
untuk mengorganisasi dan mempresentasi pelajaran. Pembelajar merujuknya untuk
memahami dan mengembangkan strategi belajar tertentu. Interaksi antara ketiga unsur
digambarkan dalam model trilogue PBM seperti Gambar 1”4
Mekanisme interaksi dimulai ketika pengajar sebagai narasumber memulai
proses belajar mengajar dengan menginformasikan (informing), mengembangkan
(elicting), dan mengarahkan (directing). Peran ini sejalan dengan upaya memudahkan
pembelajar untuk mengakses materi subyek agar dipahami sebagai pengetahuan
deklaratif (intelligible), dipahami sebagai pengetahuan prosedural (plausible), dan
dipahami sebagai keterampilan intelektual (fruitfull)5. Akses terhadap materi subyek
sejalan dengan kompleksitas yang dikandung materi subyek, yaitu sebagai konten,
substansial, dan sintaktikal. Konten berfungsi sebagai unit dasar pengetahuan.
Substansial berfungsi sebagai bangunan dari pengetahuan. Sintaktikal adalah
keterampilan intelektual, yang berperan dalam membangun pengetahuan menggunakan
hukum, aturan, teori, dan lain-lain untuk menjamin agar bangunan yang dihasilkan
mempunyai dasar dan menjamin bangunan tersebut tidak terbantahkan.
Kualitas suatu materi subyek sebagai konten, substansi, dan sintaktikal dapat
dikaji dengan menggunakan analisis wacana. Analisis wacana didefinisikan sebagai
“kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan”6. Analisis wacana digunakan untuk mengetahui
kedalaman dan keluasan materi subyek. Hasil analisis wacana ini adalah tampilan
4 Ibid., h.13
5 Ibid., h.15
6 Benyamin Arifin dan Abdul Rani. Prinsip-prinsip Analisis Wacana. (Jakarta: Depdiknas,
Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, 2000), h.3.
pembelajar pengajar
Materi subyek
1. Intelligible 2. Plausible 3. Fruitfull
1. Informing 2. Eliciting 3. Directing
1. Konten 2. Substansial 3. Sintaktikal
Gambar 1. Hubungan antara Materi Subyek,
Pembelajar, dan Pengajar
4
berupa model representasi suatu teks. Model representasi teks menampilkan struktur
makro teks. Struktur makro sebenarnya mirip dengan outline, tetapi bentuknya lebih
rinci karena melibatkan proposisi. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam
membuat struktur makro tersebut adalah “...proposisi sebagai dasar unit informasi dan
penerapan argumen”7
Van Dijk dan Kintsch8 menyebutkan proposisi sebagai unit wacana yang
bertugas untuk mengkonstruksi ilmu. “Proposisi adalah sebagai unit dasar informasi
dalam sistem pemrosesan informasi manusia. Proposisi dapat disamakan dengan
gagasan”9. Suatu proposisi selalu terdiri atas dua unsur, yaitu suatu hubungan dan
sekumpulan argumen. Hubungan dari suatu proposisi dapat berupa kata sifat, kata
kerja, dan kata keterangan. Argumen merupakan topik dari proposisi yang dapat berupa
kata benda, kata ganti (kadang-kadang juga berupa kata kerja dan sifat). Contoh sebuah
proposisi, “Ruli mengukur suhu dengan termometer”. Mengukur adalah hubungan,
adapun Ruli, suhu, termometer adalah argumen. Ciri terpenting proposisi adalah suatu
unit informasi yang satu akan terkait dengan unit informasi yang lain, dari contoh
kalimat di atas memberikan informasi hubungan antara ketiga argumen (Ruli, suhu,
termometer) ialah tentang mengukur.
Argumentasi secara terpadu diperlukan untuk menunjukkan keabsahan suatu
materi subyek. Model Toulmin dapat digunakan untuk memperlihatkan keterpaduan
argumentasi. Model tersebut dapat digambarkan pada Gambar 2. Dalam konteks PMS,
Chambliss10
mengganti D dengan konten, W dengan Sintatikal, dan C dengan
substansial. Model representasi teks merupakan suatu argumentasi Toulmin, yang
secara eksplisit menjelaskan fenomena untuk mendukung klaim. Chambliss
menyatakan bahwa pembaca mempunyai kemampuan mengenal struktur argumen teks.
Pernyataan ini bermakna kompenen klaim terbentuk dari struktur makro dan mikro
suatu wacana.
7 Nelson Siregar, PBM sebagai Wacana Membangun Pengetahuan: Acuan Lapangan untuk
Pengembangan Kurikulum. Makalah pada penataran guru di UPI, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia), h.13.
8 Ibid
9 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h.36.
10 Nelson Siregar, Pedagogi Materi subyek: Memapankan Pengetahuan Praktis Mengajar.
Makalah Lokakarya MGMP Kimia Propinsi Jawa Barat, (Bandung: Sanggar IPA SMUN 8), h.13.
5
Gambar 2. Model Argumentasi Toulmin
Keterangan: D = Data, apa yang diperlukan untuk membangun eksplanasi W = Penjamin (Warrant) K = Kesimpulan (Claim)
Representasi teks merupakan interaksi aspek sintatikal dan aspek substansial,
yang dinyatakan dengan proposisi dan dihubungkan garis progresi dari atas ke bawah,
sedangkan garis elaborasi dari kanan ke kiri yang mengatur struktur organisasi makro
atau organisasi mikro. Model representasi teks dapat dilihat pada Gambar 311
.
Gambar 3. Model Representasi Teks
Keterangan: P-N = Proposisi utama S-n = Proposisi mikro
11
Ibid., h., 14.
Topik P-I
S-1 P-II
S-2
S-4 S-3
P-III S-5
S-7
S-10
S-6
S-8
P-IV S-9
S-12 S-11
Elaborasi
Pro
gresi
Data,
D
Disimpulkan,
C
Karena, W
6
B. Materi Subyek dalam pandangan RD
Materi subyek harus memiliki kriteria mudah dipahami siswa dan mudah
diajarkan guru. Penyederhanaan diperlukan agar materi subyek mudah dipahami siswa.
Penyederhanaan adalah upaya mengubah suatu eksplanasi ilmiah menjadi eksplanasi
pedagogi. Penyederhanaan ini disebut reduksi didaktik.
Menurut Saeful Anwar12
istilah reduksi didaktik berasal dari bahasa Jerman
“Didaktische Reduktion” dan pertama kali dipopulerkan oleh Gustav Gruner pada tahun
1967. Arti reduksi adalah pengurangan, sedangkan didaktik dalam arti sempit diartikan
sebagai ilmu pengajaran. Reduksi Didaktik (RD) bermakna proses transformasi dengan
cara mereduksi tingkat kesulitan materi subyek baik dari sisi kualitas maupun kuantitas,
sehingga menjadi materi subyek yang lebih mudah dipahami siswa.
Keberhasilan siswa dalam memahami suatu konsep yang diajarkan oleh guru,
sangat ditentukan oleh keberhasilan siswa menyimpan abstraksi konsep-konsep tersebut
dalam struktur kognitifnya. Oleh karena itu “...reduksi dilakukan secara didaktis-
psikologis, artinya materi subyek tersebut diolah sesuai dengan tingkat dan kemampuan
berfikir siswa”13
.
Gustav Gruner14
membagi dua proses reduksi didaktik, yaitu reduksi secara
vertikal dan horizontal. Reduksi didaktik secara vertikal adalah peralihan suatu
pernyataan sains menjadi pernyataan yang mempunyai gǘiltigkeitsumfang (tingkat
cakupan ilmiah) yang lebih kecil, pernyataan-pernyataan menjadi lebih sederhana.
Peralihan ini merupakan suatu pemilihan bagian-bagian tertentu dari pernyataan utama.
Reduksi didaktik secara horizontal adalah peralihan suatu pernyataan sains yang abstrak
menjadi pernyataan yang konkret, pernyataan tersebut lebih mudah dan sederhana
sementara gǘiltigkeitsumfang (tingkat cakupan ilmiah) tetap. Proses reduksi seperti ini
biasanya menggunakan simbol, sketsa, contoh, percobaan, dan analogi. Anwar15
memperkenalkan delapan cara mereduksi bahan ajar secara didaktik. Cara yang relevan
dengan topik penelitian ini adalah kembali kepada tahapan kualitas, pengabaian,
penggunaan penjelasan berupa gambar (visual) dan simbol, penggunaan analogi, dan
penggunaan tingkat perkembangan sejarah (teknik historis). Contoh cara reduksi
tersebut terlihat pada Tabel 1.
12
Saeful Anwar, Bahan Kuliah Pengolahan Bahan Ajar. Makalah Kuliah (Bandung: PPS UPI, 1994), h.6.
13 Ibid., h.7.
14 Ibid., h.9.
15 Ibid., h.14.
7
Tabel 1. Contoh Cara Reduksi
NO Cara reduksi Karakteristik Contoh 1. Kembali ke
tahapan kualitas
Ekplanasi berbentuk kuantitas (angka) pada sebuah tabel, atau diagram terlihat lebih kompleks dan sulit. Jika ekplanasi tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata sederhana, maka akan lebih mudah memahami ekplanasi tersebut.
Data kecepatan suatu reaksi yang disajikan dalam bentuk tabel, memerlukan pengamatan dan interpretasi data untuk memahami arti data. Jika data dalam tabel itu disajikan dalam bentuk kata-kata yang sederhana, maka orang akan lebih mudah mengerti.
2. Pengabaian Penyederhanaan bahasa dari bahasa yang kompleks dan rumit, menjadi bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami
Dalton mengatakan bahwa “atom berbentuk seperti bola pejal” merupakan hasil reduksi dari temuannya yang sangat kompleks dan rumit
3. Penggunaan simbol dan gambar
Gambar berguna untuk mewakili benda sebenarnya, yang tidak dapat memperlihatkan. Simbol berguna untuk mempersingkat sebuah penjelasan.
Proses hibridasasi yang dilakukan Mendel dapat dipahami, dengan melihat gambar berikut:
Pada pembelajaran genetika, Simbol berupa huruf digunakan untuk menggambarkan sifat tertentu.
4. Penggunaan analogi
Analogi adalah menyamakan suatu konsep yang abstrak dengan sesuatu yang lebih nyata dialami oleh siswa.
Proses fotosintesa dalam daun dianalogikan dengan proses pengolahan makanan di dapur.
5. Penggunaan
tingkat perkembangan sejarah
Penggunaan urutan waktu penemuan suatu konsep.
Contoh penggunaan tingkat perkembangan sejarah adalah ketika Wayan Bawa
16 atau S.L. Wolfe
17
(1985:1) membahas perkembangan teori sel.
Sel pertamakali digambarkan oleh Robert Hooke (1665). Pada tahun 1830-
an, 1840-an, 1850-an Karl Scheider, Theodore Schwann, dan Rudolf Virchow
adalah ilmuwan yang selanjutnya memunculkan teori sel....
16
Wayan Bawa, Dasar-dasar Biologi Sel. (Jakarta: Dikti, Depdikbud, 1988), h.4-8. 17
S.L. Wolfe, Cell Ultrastructure. (Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1985), h.1.
8
C. Kesamaan Pandangan Pengolahan Materi Subyek antara Teori RD dan PMS Pada teori RD pengolahan materi subyek dimulai dari tahapan seleksi,
strukturisasi didaktik, dan reduksi. Seleksi diperlukan untuk menyortir materi-materi
yang esensial bagi pembelajar, sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan
kognitif pembelajar. Strukturisasi menjamin agar tidak terjadi belajar secara parsial dari
satu konsep ke konsep lainnya. Strukturisasi membantu siswa dalam menghubungkan
satu konsep dengan konsep lainnya, serta mengetahui posisi konsep tersebut dengan
benar pada bangunan struktur keilmuannya. Reduksi diartikan sebagai pengurangan
tingkat kesulitan materi subyek. Pereduksian dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek pedagogis, sehingga materi subyek yang telah mengalami reduksi ini dapat
dengan mudah dipahami dan diajarkan.
Pada teori PMS dikenal analisis wacana yang didefinisikan sebagai instrumen
konseptual untuk memadukan pandangan psikologi, pedagogi, dan logika disiplin
keilmuan yang secara terpisah memusatkan diri pada pembelajar, pengajar dan materi
subyek. Pandangan psikologi mengisyaratkan agar materi subyek disesuaikan dengan
pengetahuan dan kemampuan pembelajar atau tingkat perkembangan anak.
Transformasi materi subyek ke dalam berbagai bentuk representasi secara psikologis
diperlukan agar mudah diajarkan dan mudah dijangkau. Pandangan logika keilmuan
menginginkan agar struktur ilmu dan logika keilmuan yang diperankan oleh materi
subyek dapat mendasari setiap eksplanasi terutama oleh pengajar.
Jika dilakukan akomodasi terhadap kedua teori tersebut, maka teori PMS yang
menyebutkan “...pandangan psikologi mengisyaratkan agar materi subyek disesuaikan
dengan pengetahuan dan kemampuan pembelajar atau tingkat perkembangan anak...”
bersinergi dengan tahap seleksi yang dikemukakan oleh teori RD, yang menyebutkan
bahwa “...proses seleksi diperlukan karena kemampuan otak dan waktu yang dimiliki
manusia terbatas sedangkan ilmu pengetahuan berjalan dan bertambah, oleh karena itu
orang yang belajar ilmu perlu memilah dan menseleksi ilmu mana yang relevan dengan
kebutuhannya...”.
Teori PMS yang menyebutkan “...transformasi materi subyek ke dalam
berbagai bentuk representasi secara psikologis diperlukan agar mudah diajarkan dan
9
mudah dijangkau...” bersinergi dengan tahapan reduksi pada teori RD, yang
menyebutkan, “....reduksi dengan mempertimbangkan aspek psikologis dan keilmuan,
diperlukan agar pembelajar mudah memahaminya...”.
Teori PMS juga menggunakan analisis wacana untuk menganalisis kedalaman
dan keluasan materi subyek, yang hasil dari analisis wacana ini adalah tampilan berupa
struktur makro dari suatu teks. Analisis wacana seperti ini dalam teori RD dapat
dikatagorikan sebagai strukturisasi didaktik. Baik teori PMS maupun RD memandang
pentingnya strukturisasi guna menjaga keilmuan yang dipresentasikan sesuai dengan
karakteristik bangunan keilmuan masing-masing, sehingga tidak terjadi pembelajaran
secara parsial dari konsep ke konsep lainnya. Strukturisasi berguna agar siswa
mengetahui benar bagaimana hubungan satu konsep dengan konsep lainnya, serta
mengetahui posisi konsep tersebut dengan benar pada bangunan struktur ilmunya.
Kedua teori pengolahan materi subyek, memandang pentingnya strukturisasi untuk
menggambarkan hirarki bangunan ilmu pengetahuan, dan memberikan kesesuaian
dengan tingkat kebutuhan siswa, membuat proses strukturisasi tidak boleh hanya dilihat
dari pandangan eksplanasi pedagogis tetapi juga dari pandangan eksplanasi ilmiah.
Metodologi
Penelitian ini bersifat kajian teoritis. Teori pengolahan bahan ajar yang dikaji
pada penelitan ini adalah teori Reduksi Didaktik (RD) yang dikembangkan oleh Anwar
(1994) dan teori Pedagogi Materi Subyek (PMS) yang dikembangkan oleh Siregar
(1999).
Teori RD memandang bahwa penyederhanaan sebuah materi ajar sangat
diperlukan untuk memudahkan siswa memahami materi tersebut. Penyederhanaan
sebuah bahan ajar dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu seleksi, strukturisasi, dan
reduksi. Seleksi merupakan upaya memilah-milah materi yang sesuai dengan
kebutuhan siswa. Strukturisasi adalah proses pembuatan kerangka konsep dari suatu
materi. Reduksi adalah upaya penyederhanaan materi sehingga mudah dipahami.
Penyederhanaan materi dilakukan dengan cara visualisasi, simbolisasi, analogisasi,
reduksasi, dan historisasi.
Teori PMS memandang pentingnya analisis wacana terhadap suatu materi
subyek. Analisis wacana menghasilkan sebuah struktur makro materi subyek.
Kejelasan struktur makro materi membuat materi mudah diajarkan dan mudah
dipahami.
10
Hasil dan Pembahasan
A. “Berpetualang Bersama Mendel” dengan menggunakan Teknik Historis adalah Hasil Kajian terhadap Teori RD dan PMS
Kajian terhadap teori RD dan PMS menghasilkan sebuah strategi baru dalam
pengolahan bahan ajar. Strategi tersebut digambarkan pada Bagan 1.
Bagan 1. Tahapan Pengolahan Materi Subyek
Hal yang membedakan tahapan pengolahan materi subyek yang baru dengan
tahapan pengolahan bahan ajar yang dikemukan Anwar adalah kuantitas seleksi. Anwar
menempatkan seleksi hanya satu kali pada awal tahapan pengolahan bahan ajar, seleksi
ini sifatnya adalah seleksi materi-materi yang relevan dengan kebutuhan dan
kemampuan intelektual siswa. Pada tahapan baru pengolahan materi subyek dilakukan
seleksi sebanyak dua kali. Seleksi pertama merupakan seleksi buku yang mewakili
eksplanasi ilmiah, sedangkan seleksi dua serupa dengan Anwar yaitu seleksi materi
yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Seleksi pertama sangat penting dilakukan, karena
Seleksi I
Memilih sebuah buku yang akan menjadi acuan dengan pertimbangan isi materi, tingkat kesulitan, metodologi instruksional, dan integritas keilmuan penulis.
Strukturisasi Analisis wacana terhadap buku hasil seleksi I
Seleksi II Memilih materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa (kurikulum)
Reduksi Melakukan penyederhanaan bahasa, analogisasi, visualisasi, simbolisasi, dan
pengunaan teknik pemaparan yang tepat.
11
seleksi pertama merupakan seleksi terhadap buku yang mewakili pandangan seorang
ilmuwan. Pandangan seorang ilmuwan ini penting untuk dipertimbangkan karena
pengetahuannya tentang karakteristik bangunan suatu konsep.
Strategi baru ini digunakan untuk mengolah materi subyek pada mata pelajaran
biologi kelas 3 SMP/MTs, topik pewarisan sifat (hereditas). Pada tahapan seleksi I
terpilih buku Biology Concept and Connections18
. Buku ini terpilih karena
pertimbangan integritas keilmuan para penulisnya dan isi materi. Campbell et al
adalah para pakar Biologi yang juga berprofesi sebagai pendidik. Hasil penelitian L. H.
Pridi19
menunjukkan keunggulan isi materi buku karya Campbell et al dari pada buku
modul Pelatihan Penataran Guru (PPG) tertulis yang biasa dijadikan acuan oleh guru-
guru SMP.
Strukturisasi dengan melakukan analisis wacana terhadap buku Biology Concept
and Connections pada topik Pattern of Inheritance diketahui topik tersebut memuat 172
proposisi makro dan 332 proposisi mikro, dan dari stuktur makro yang dapat diturunkan
dari makro I ada 2320
. Hasil strukturisasi menggambar bahwa materi ini teachable bagi
pengajar.
Seleksi II dilakukan dengan mengambil secara utuh proposisi makro dari materi-
materi yang relevan digunakan di tingkat SMP. Point 9.2 sampai dengan 9.5 pada
pekerjaan L.H. Pridi dianggap sesuai dengan kebutuhan siswa kelas III SMP.
Reduksi adalah transformasi dari ekplanasi ilmiah yang dikemukakan oleh
Campbell et al (1994) menjadi ekplanasi pedagogi yang disesuaikan dengan tahapan
berpikir siswa SMP. Hasil kajian terhadap cara reduksi yang digunakan pada buku
Biology Concepts and Connection, ditemukan gaya penyajian Campbell et al.
Campbell et al menggunakan alur penyajian secara bertahap mengikuti jalan pikiran
Mendel dan perkembangan sains. Contohnya Mendel melakukan penelitian persilangan
monohibrid, pembaca diarahkan untuk memahami pemikiran Mendel pada abad 19
yang mana istilah gen dan alela belum dimunculkan. Mendel membahasakan gen
dengan “sesuatu” dan alela dengan “faktor”. Penggunaan huruf-huruf yang
18
N.A. Campbell, Biology Concepts and Connections. (California: Addison Wesley Longman, 1994).
19
L.H. Pridi, Kajian atas Wacana Penurunan Sifat pada Modul Penataran Tertulis Guru SLTP Bidang Studi IPA di Pusat Pengembangan Penataran Tertulis Bandung. Tesis Magister (Bandung: PPS UPI,2002)
20
Ibid
12
menandakan genotip dari suatu sifat dikenalkan oleh ahli genetika pada abad ke-20,
dikemukakan oleh Campbell et al setelah dipaparkan penelitian Mendel dan hipotesa-
hipotesa Mendel. Proses reduksi seperti ini diistilahkan dengan teknik historis. Gaya
penyajian Campbell digunakan kembali dalam menyajikan materi hereditas untuk
tingkat SMP, karena dengan gaya penyajian seperti ini bahan ajar memenuhi kriteria
accessible. Hasil pengolahan materi subyek dengan strategi baru pada topik hereditas
menghasilkan gaya pemaparan dengan teknik historis seperti yang terlihat pada Bagan
2. Materi subyek dengan gaya pemaparan menggunakan teknik historis untuk
selanjutnya diistilahkan dengan “Berpetualang Bersama Mendel”.
4
Intermediet
Peristiwa dominan tidak penuh pada snapdragon
Pada bentuk panca indera manusia Contoh sifat unggul pada padi
Mengapa kambing berkulit belang bertotol dapat lahir dari induk kambing yang dua-duanya berwarna hitam ?
Penelitian Mendel pada monohibrid
Jawaban kejadian Yakub
Kejadian Yakub Penelitian Mendel pada dihibrid
2
2 3
pada bentuk panca indra manusia Pada penyakit turunan
Monohibrid
Dihibrid
4
Mendel mengawinkan dua sifat beda
Mendel mengemukakan dugaan-dugaannya
Mendel menemukan prinsip pengelompokan bebas (asortasi=Prinsif Mendel II )
Penerapan penelitian Mendel
3
Mendel memilih kacang ercis Mendel melakukan Hibridisasi Mendel Menemukan “DOMINASI” Mendel menemukan Gen dan Alela Penggunaan huruf oleh ahli genetika akan mempermudah memahami temuan Mendel
Fenotip
Genotip Alela pada saat pembentukan gamet Mendel menemukan pemisahan alela dari pasangannya (Segregasi=Prinsif Mendel I)
1
HEREDITAS
Bagan 2. Outline materi Berpetualang Bersama Mendel
untuk siswa SMP
13
B. Urgensi Seleksi I dan Reduksi pada Strategi Baru Pengolahan Materi Subyek
Hal yang membedakan tahapan pengolahan materi subyek yang baru dengan
tahapan pengolahan bahan ajar yang dikemukan Anwar adalah kuantitas seleksi. Anwar
(1994) menempatkan seleksi hanya satu kali pada awal tahapan pengolahan bahan ajar,
seleksi ini sifatnya adalah seleksi materi-materi yang relevan dengan kebutuhan dan
kemampuan intelektual siswa. Pada tahapan baru pengolahan materi subyek dilakukan
seleksi sebanyak dua kali. Seleksi pertama merupakan seleksi buku yang mewakili
eksplanasi ilmiah, sedangkan seleksi dua serupa dengan Anwar (1994) yaitu seleksi
materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Seleksi pertama sangat penting dilakukan, karena seleksi pertama merupakan
seleksi terhadap buku yang mewakili pandangan seorang ilmuwan. Pandangan seorang
ilmuwan ini penting untuk dipertimbangkan karena pengetahuannya tentang
karakteristik bangunan suatu konsep. Dari hasil kajian terhadap buku Campbell et al
(1994) ditemukan bagaimana seorang ilmuwan seperti Campbell et al menyajikan
penemuan-penemuan Mendel sebagai sebuah rangkaian proses yang panjang yang
dimulai dari ketertarikan Mendel terhadap kacang ercis; kemudian Mendel menemukan
dominasi satu sifat terhadap sifat lainnya ketika melakukan persilangan; gen, alela, dan
prinsip segregasi ditemukan Mendel pada penelitian persilangan satu sifat beda
(monohibrid); prinsip asortasi ditemukan Mendel dari penelitian terhadap dua sifat beda
(dihibrid). Campbell et al menjelaskan penelitian Mendel ini sebagai sebuah proses
bukan sekedar informasi. Pemaparan yang diberikan Campbell et al memberikan
sebuah kerangka berpikir bukan sekedar menghapal materi. Kerangka berpikir ini bisa
diberikan oleh Campbell kepada para pembaca karena Campbell memahami
karakteristik bangunan ilmu untuk konsep hereditas ini.
Jika tahapan seleksi I ini diabaikan, dan pengolahan bahan ajar langsung masuk
pada seleksi materi sesuai dengan kebutuhan siswa, maka dikhawatirkan penyajian
materi subyek hanya akan bersifat informatif dan tidak menyajikan sebuah bangunan
keilmuan. Dengan demikian kerangka berpikir pembelajar tidak akan terbentuk dalam
struktur kognitif siswa, karena materi yang disajikan disusun berdasarkan kebutuhan
siswa tanpa melihat bangunan keilmuannya. Bagan 3 menyajikan contoh outline
sebuah buku yang mengabaikan seleksi I dan hanya mempertimbangkan materi yang
sesuai kebutuhan siswa (kurikulum 2004).
14
HEREDITAS
Satu keluarga tidak ada yang sama persis
Pendahuluan
Ada persamaan dan perbedaan pada makhluk hidup yang terjadi pada sifat-sifat yang tampak dan tidak tampak.
Ada sifat menurun pada makhluk hidup yang diwariskan dari induk ke keturunannya.
Ilmu genetika mempelajari bagaimana sifat atau ciri induk diwarikan pada keturunannya.
Mendel adalah ilmuwan peletak prinsip-prinsip hereditas.
Kromosom dan Gen sebagai Faktor Pembawa Sifat
Dominan, Resesif, dan Dominan Parsial (Intermediat)
Genotip dan Fenotip
Percobaan Mendel
Alasan Mendel memilih kacang ercis.
Pengamatan mendel sebelum ekperimen menemukan tujuh sifat beda yang mencolok.
Sebelum melakukan percobaan Mendel mencoba mendapatkan galur murni dengan cara penyerbukan sendiri secara berulang-ulang.
Mendel menyilangkan tanaman berbatang panjang dan pendek. Keturunan pertama (F1) semua berbatang panjang.
Mendel menyilangkan antar keturunan pertama (F1) untuk mengetahui mengapa ada sifat yang tidak muncul.
Sifat resesif muncul kembali pada keturunan kedua (F2).
Mendel menyusun lima buah hipotesis.
Berdasarkan hipotesis Mendel mengemukakan hukum Mendel
I (segregasi) dan Hukum Mendel II (asortasi).
Contoh soal
Persilangan dua individu dengan satu sifat beda (Monohibrid)
Persilangan monohibrid dominan penuh
Persilangan monohibrid dominan parsial
Persilangan dua individu dengan tiga sifat beda (Trihibrid)
Persilangan dua individu dengan dua sifat beda (dihibrid)
Gambar 3. Outline Materi Hereditas untuk Siswa SMP
(Saktiyono, 2003:93-107)
15
Outline pada Bagan 3 menyajikan konsep hereditas sebagai sebuah informasi,
berbeda dengan outline pada Bagan 2 yang menyajikan konsep hereditas sebagai sebuah
proses. Pada Bagan 3 tampak bahwa istilah-istilah gen, dominan, resesesif, genotip, dan
fenotip disajikan sebagai sebuah informasi, begitu pula percobaan Mendel yang
menghasilkan prinsip segregasi dan asortasi disajikan sebatas informasi. Berbeda
dengan Bagan 2, istilah gen, dominan, genotip, dan fenotip, merupakan istilah yang
muncul dari sebuah proses penelitian Mendel pada Monohibrid.
Pada Bagan 3 Prinsip Mendel tentang segregasi dan asortasi dikemukan sebagai
informasi, sedangkan pada Bagan 2 prinsip-prinsip ini ditemukan lewat sebuah proses.
Pada Bagan 3, untuk sub konsep percobaan Mendel, hukum I dan II Mendel seakan-
akan muncul begitu saja setelah dugaan-dugaan yang dikemukakan Mendel. Berbeda
dengan Bagan 2, Prinsip Mendel I dan II digambarkan sebagai sebuah proses, Mendel
menemukan Prinsip Mendel I pada saat meneliti persilangan dengan satu sifat beda
(monohibrid). Prinsip Mendel II ditemukan pada penelitian persilangan dua sifat beda
(dihibrid).
Kesimpulan
Teori Reduksi Didaktik (RD) dan Pedagogi Materi Subyek (PMS) dapat
dipadukan, hasilnya adalah sebuah strategi baru dalam pengolahan materi subyek.
Strategi baru ini terdiri dari empat tahapan dalam pengolahan materi subyek, yang
meliputi seleksi I, Strukturisasi, Seleksi II, dan Reduksi. Implementasi strategi baru ini
dalam mengolah bahan ajar dengan topik hereditas pada kelas 3 SMP/MTs
menghasilkan sebuah bahan ajar yang disajikan dengan teknik historis.
Referensi
Anwar, Saeful, Bahan Kuliah Pengolahan Bahan Ajar, Makalah Kuliah, (Bandung: PPS UPI, 1994).
Arifin, B, & Rani, A, Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Jakarta: Depdiknas,
Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, 2000). Bawa, Wayan, Dasar-dasar Biologi Sel, (Jakarta: Dikti, Depdikbud, 1988). Campbell, N.A., et al, Biology Concepts and Connections, (California: Addison
Wesley Longman, 1994).
16
Dahar, R.W, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996). Pridi, L.H, Kajian atas Wacana Penurunan Sifat pada Modul Penataran Tertulis Guru
SLTP Bidang Studi IPA di Pusat Pengembangan Penataran Tertulis Bandung. Tesis Magister, (Bandung: PPS UPI, 2002).
Saktiyono, IPA: Biologi untuk Kelas 3 SLTP. (Jakarta: Erlangga, 2003).
Siregar, N, Pedagogi Materi-Subyek: Dasar-dasar Pengembangan PBM. Bahan Kuliah Pedagogi Materi Subyek, (Bandung : PPS UPI, 1999).
_________, Pedagogi Materi subyek: Memapankan Pengetahuan Praktis Mengajar, Makalah Lokakarya MGMP Kimia Propinsi Jawa Barat, (Bandung: Sanggar IPA SMUN 8, 1999).
__________, PBM sebagai Wacana Membangun Pengetahuan: Acuan Lapangan untuk Pengembangan Kurikulum. Makalah pada penataran guru, (Bandung: UPI, 2000).
Wolfe, S.L, Cell Ultrastructure, Belmont: (Wadsworth Publishing Company, 1985).