strategi pengembangan puri maerokoco taman wisata budaya jawa ...
Transcript of strategi pengembangan puri maerokoco taman wisata budaya jawa ...
i
STRATEGI PENGEMBANGAN PURI
MAEROKOCO TAMAN WISATA BUDAYA
JAWA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Disusun Oleh:
HANI AGUSTINA PRASETYANI
NIM. 12020110110036
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
ii
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun : Hani Agustina Prasetyani
Nomor Induk Mahasiswa : 12020110110036
Fakultas/Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/IESP
Judul Skripsi : STRATEGI PENGEMBANGAN PURI
MAEROKOCO TAMAN WISATA
BUDAYA JAWA TENGAH
Dosen Pembimbing : Arif Pujiyono, S.E., M.Si.
Semarang, 3 Oktober 2014
Dosen Pembimbing,
(Arif Pujiyono, S.E., M.Si.)
NIP. 19711222 199802 1 004
iii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Mahasiswa : Hani Agustina Prasetyani
Nomor Induk Mahasiswa : 12020110110036
Fakultas / Jurusan : Ekonomika dan Bisnis / IESP
Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Puri Maerokoco
Taman Wisata Budaya Jawa Tengah
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal: .............................................. 2014
Tim penguji
1. Arif Pujiyono, S.E, M.Si. (..................................................)
2. Banatul Hayati, S.E, M.Si. (...................................................)
3. Nenik Woyanti, S.E, M.Si. (..................................................)
Mengetahui Atas Nama Dekan, Pembantu Dekan I
(Anis Chariri, SE, M.Com, Ph.D, Akt) NIP. 19670809 199203 1001
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Hani Agustina Prasetyani,
menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Strategi Pengembangan Puri Maerokoco
Taman Wisata Budaya Jawa Tengah, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini
saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat
keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara
menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang
menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya
akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri,dan/atau tidak terdapat bagian atau
keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang
lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut
di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi
yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti
bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-
olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan
oleh universitas batal saya terima.
Semarang, 3 Oktober 2014
Yang membuat pernyataan,
(Hani Agustina Prasetyani)
NIM : 12020110110036
v
ABSTRACT
Puri Maerokoco is a potential and interesting tourism object site from
Semarang. Puri Maerokoco is the only art and education tourism object and
exhibits a miniature of East Java Province. The miniature includes its region and
city. Although Puri Maerokoco is very potential, it doesn’t development well than
the other site object in Semarang. Many ways have been done to promote and
increase the visitors to visit, but it doesn’t help much.
The purpose of this research is to analyze the match strategy for
development Puri Maerokoco. This research using Analytical Network Process
(ANP) methods. Develoment strategy analyze of object site Puri Maerokoco
including economic aspect, infrastructure aspect, management aspect and
promotion aspect.
The result of ANP analyze showing that from the all of development aspect
site objet Puri Maerokoco, have the economic aspect is the main priority and the
match development strategy for using is had cooperation with the stakeholder.
Strategy recommendation to had cooperation with the stakeholder is the strategy
with the highest priority with score 0,444.
Keyword: Development of strategy Puri Maerokoco, ANP (Analytical Network
Process), economy, had cooperation with the stakeholder.
vi
ABSTRAK
Obyek wisata Puri Maerokoco merupakan obyek wisata yang cukup
menarik dan potensial di Kota Semarang. Potensi yang dimiliki oleh Puri
Maerokoco adalah satu-satunya tempat wisata budaya dan edukasi yang
menampilkan miniatur kota dan kabupaten yang ada di Jawa Tengah. Meskipun
demikian, obyek wisata Puri Maerokoco ternyata masih kurang berkembang
dibandingkan dengan obyek wisata lain yang ada di Kota Semarang. Berbagai
langkah telah dilakukan, namun langkah- langkah tersebut ternyata masih belum
mampu untuk meningkatkan jumlah pengunjung.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalis strategi yang tepat untuk
pengembangan obyek wisata Puri Maerokoco. Penelitian ini menggunakan
metode Analytical Network Process (ANP). Analisis strategi pengembangan
obyek wisata Puri Maerokoco meliputi aspek ekonomi, infrastruktur, manajemen
dan promosi.
Hasil analisis ANP menunjukkan bahwa dari keempat aspek
pengembangan obyek wisata Puri Maerokoco, menghasilkan aspek ekonomi
sebagai prioritas utama dan strategi pengembangan yang tepat untuk dilakukan
adalah bekerjasama dengan investor. Rekomendasi strategi bekerjasama dengan
investor merupakan strategi dengan prioritas paling tinggi.
Kata Kunci : Strategi pengembangan Puri Maerokoco, ANP (Analytical Network
Process), ekonomi, bekerjasama dengan investor.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi
Pengembangan Puri Maerokoco Taman Wisata Budaya Jawa Tengah”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)
pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro dengan baik.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu,
ungkapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada:
1. Prof. Drs. H. Moh. Nasir, M.Si., Akt., Ph. D, selaku Dekan Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
2. Arif Pujiyono, S.E, M.Si., selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan segala ilmu dan dengan penuh kesabaran membimbing serta
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
baik.
3. Evi Yulia Purwanti, SE., M.Si selaku pembimbing akademik penulis yang
telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama penulis belajar
di kampus Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Semarang.
4. Darwanto, S.E, M.Si., selaku dosen wali yang telah memberikan segala
bimbingan, arahan, dan dan didikan selama penulis belajar di kampus
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.
viii
5. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan IESP yang
namanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan
banyak ilmu yang sangat berharga.
6. Orang tua (Ayah dan Ibu), Winda Aditya, dan keluarga besar , atas segala
kesabaran, kasih sayang dan dukungan yang tiada hentinya, selalu
memberikan semangat, serta doa yang tulus mengalir.
7. Fala Putrama yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Pengelola Puri Maerokoco, staf Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, staff
BAPPEDA Kota Semarang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Semarang yang telah memberikan ijin dan kesempatan pada penulis untuk
melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian skripsi ini.
9. Mastur Mujib, S.E, M.Si., sebagai kakak senior terima kasih atas segala
bantuan, arahan, informasi dan tambahan ilmu yang diberikan.
10. Teman-teman Fenny Sumardiani, Esti Jayanti, Pradipta Eka, Hana Setyani,
Evi Wulandari, dan Rischa Firsada, terima kasih atas doa dan dorongan
semangat yang telah diberikan kepada penulis.
11. Teman-teman IESP 2010 Diah Ayu Wigati, Dian Pratiwi, Nana Desi
Natalia, Melisa Anindita, Rici Pratami, serta teman-teman IESP 2010
lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih
banyak atas bimbingan, suka-duka, dan kekompakan.
ix
12. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,
terimakasih atas segala bimbingan serta doanya.
Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan kemampuan dan
pengalaman yang ada pada penulis sehingga tidak menutup kemungkinan bila
skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Akhir kata, penulis berharap dengan selesainya skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membutuhkan.
Semarang, 3 Oktober 2014
Hani Agustina Prasetyani
12020110110036
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................................. iv
ABSTRACT....................................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 11
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 12
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................... 13
BAB II TELAAH PUSTAKA ....................................................................... 15
2.1 Landasan Teori.......................................................................... 15
2.1.1 Penawaran ................................................................... 15
2.1.2 Pengertian Pariwisata ................................................. 18
2.1.3 Jenis Pariwisata .......................................................... 19
xi
2.1.4 Penawaran Pariwisata .................................................. 22
2.1.5 Industri Pariwisata ...................................................... 25
2.1.6 Daya Tarik Wisata ...................................................... 28
2.1.7 Pengembangan Pariwisata .......................................... 31
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................. 33
2.3 Kerangka Pemikiran.................................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 40
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............ 40
3.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 41
3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 42
3.4 Metode Analisis ........................................................................ 44
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ................................................................ 50
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian....................................................... 50
4.2 Analisis Data ............................................................................. 53
4.3 Interpretasi Hasil ANP .............................................................. 70
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 73
5.1 Simpulan ................................................................................... 73
5.2 Saran ......................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 77
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data Jumlah Pengunjung Obyek Wisata dan Jumlah
Pendapatan di Kota Semarang Tahun 2013 ...................................... 5
Tabel 1.2 Data Pendapatan yang diperoleh dari Tiket Masuk
Tahun 2009-2013 ........................................................................... 10
Tabel 2.1 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu ........................................ 36
Tabel 3.1 Nilai Perbandingan Antar Elemen ................................................... 47
Tabel 4.1 Hasil Perbandingan Berpasangan .................................................... 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Jumlah Pengunjung Puri Maerokoco Taman Wisata Budaya
Jawa Tengah Tahun 2003 – 2013 ............................................... 8
Gambar 2.1 Kurva Penawaran Kamar Hotel ................................................. 23
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran..................................................................... 39
Gambar 3.1 Tahapan dalam ANP .................................................................... 45
Gambar 4.1 Jaringan Feedback Pengembangan Puri Maerokoco ................... 63
Gambar 4.2 Prioritas Aspek Menurut Para Ahli .............................................. 67
Gambar 4.3 Prioritas Permasalahan Menurut Para Ahli .................................. 68
Gambar 4.4 Prioritas Solusi Menurut Para Ahli .............................................. 69
Gambar 4.5 Prioritas Strategi Menurut Para Ahli............................................ 70
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Kuesioner ANP ........................................................................ 77
Lampiran B Tabulasi Data Mentah Dan Pengolahan ANP ........................... 85
Lampiran C Surat Ijin Penelitian ................................................................... 95
Lampiran D Foto Responden ......................................................................... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang mempunyai prospek
yang cerah dan berpotensi sangat besar untuk dikembangkan, karena pariwisata
merupakan salah satu kebutuhan yang vital bagi manusia. Dengan berwisata orang
cenderung dapat memuaskan hasrat ingin tahu, mengembalikan kesegaran pikiran
dan jasmaninya pada alam dan lingkungan yang berbeda dengan alam
lingkungannya sehari–hari, menambah daya kreatifitasnya, berbelanja, beribadah
dan alasan lainnya. Dengan meningkatnya waktu luang atau dengan kata lain
berkurangnya jam kerja seseorang, maka akan meningkatkan aktivitas
kepariwisataan. Pariwisata juga menawarkan jenis produk dan wisata yang
beragam, mulai dari wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata buatan,
wisata edukasi.
Yoeti (2008) mengatakan bahwa dalam industri pariwisata terbuka
peluang untuk meningkatkan perolehan devisa negara dan meningkatkan
perekonomian suatu negara. Dalam perekonomian suatu negara, apabila
dikembangkan secara terpadu dan berencana, maka peran sektor pariwisata akan
melebihi sektor migas serta industri lainnya. Maju dan berkembangnya pariwisata
dapat mengembangkan daerah-daerah miskin menjadi lokasi baru. Banyak negara
bergantung pada industri pariwisata, karena pariwisata sebagai sumber pajak dan
pendapatan bagi pemerintah maupun perusahaan yang menjual jasa kepada
2
wisatawan. Oleh karena itu, pengembangan industri pariwisata ini adalah salah
satu strategi yang dipakai oleh perusahaan maupun pemerintah untuk
mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan
perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada para wisatawan. Semakin
besar pendapatan seseorang, maka akan semakin besar pula bagian yang
disisihkan untuk berpariwisata (Spillane, 1994).
Pariwisata mempunyai dampak pada sektor ekonomi, sosial dan budaya.
Pada sektor ekonomi, dengan adanya kegiatan pariwisata akan menambah sumber
devisa, pajak dan retribusi parkir atau karcis masuk. Dengan adanya pariwisata
juga akan menimbulkan usaha-usaha ekonomi yang saling menunjang
kegiatannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Pada sektor
sosial, kegiatan pariwisata akan banyak menyerap tenaga kerja baik dari kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana maupun dari berbagai sektor usaha yang
langsung maupun yang tidak langsung berkaitan dengan kepariwisataan, sehingga
akan menekan angka pengangguran dan meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Berdasarkan sektor budaya, pariwisata merupakan sarana untuk
memperkenalkan alam dan kebudayaan daerah tujuan wisata. Dengan sarana
inilah dapat mendorong kreativitas rakyat dalam menggali, meningkatkan serta
melestarikan seni budaya daerahnya.
Perkembangan sektor pariwisata dewasa ini menunjukkan kemajuan yang
cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat wisata yang ada.
Berkembangnya sektor pariwisata juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan
transportasi. Dengan adanya kemajuan teknologi dan transportasi akan
3
memudahkan seseorang melakukan kegiatan pariwisata. Indonesia merupakan
salah satu negara yang memiliki tingkat sumber daya alam yang berlimpah, baik
daratan, udara, maupun di perairan. Selain itu, Indonesia merupakan suatu negara
yang memiliki keaneragaman budaya dan mempunyai nilai sejarah yang tinggi.
Hal itu terwujud dari banyaknya peninggalan-peninggalan sejarah di berbagai
tempat. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang penting bagi
pengembangan kepariwisataan khususnya wisata alam dan wisata yang benilai
sejarah.
Kekayaan dan keragaman alam dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia,
merupakan modal dasar dalam pembangunan. Keberagaman kekayaan sumber
daya alam, seperti potensi alam, flora, fauna, keindahan alam serta bentuknya
yang berkepulauan kaya akan adat istiadat, kebudayaan, dan bahasa sehingga
memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun
mancanegara. Dari daya tarik ini akan mendorong pemerintah untuk melakukan
pembangunan pada industri pariwisata. Menurut Undang–Undang nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa pembangunan
kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha
dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global.
Kota Semarang merupakan Ibukota Jawa Tengah sebenarnya menyimpan
begitu banyak keunikan yang dapat dinikmati. Sektor pariwisata di Semarang
mempunyai potensi yang cukup besar di mana Kota Semarang memiliki tempat
yang syarat akan nilai sejarah dan budaya yang berpotensi menjadi daerah tujuan
4
wisata di Jawa Tengah. Semarang memiliki keunikan dari bentuk geologisnya
yang jarang ditemui di kota-kota lain, Semarang terbagi menjadi daerah dengan
dua iklim, yaitu iklim panas dan sejuk. Iklim yang panas terjadi karena kota
berada di pesisir pantai Semarang yang merupakan dataran rendah, sedangkan
iklim yang sejuk didapat karena sebagian Kota Semarang letaknya berada tidak
jauh dari gunung Ungaran.
Kota Semarang selama ini dikenal sebagai kota industri dan bisnis, tetapi
bukan berarti Semarang tidak memiliki tempat wisata yang menarik untuk
dikunjungi. Kota Semarang memiliki wisata budaya dan wisata sejarah seperti
Museum Ronggowarsito, Museum Mandala Bakti, Museum Nyonya Meneer,
Museum Jamu Jago, Taman Budaya Raden saleh, Museum Rekor Indonesia
(MURI). Selain wisata budaya dan wisata sejarah, ada juga tempat wisata yang
menonjolkan keindahan alam seperti Wisata Alam Goa Kreo, Taman Rekreasi
Tanjung Mas, Kampoeng Wisata Taman Lele, Kebun Binatang Mangkang.
Semarang juga memiliki wisata buatan seperti Kolam Renang Ngalian Tirta
Indah,Taman Rekreasi Marina, Taman Ria Wonderia, Paradise Club dan Water
Blaster. Untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan, terdapat banyak hotel di
Semarang dari yang paling murah hingga hotel berbintang. Transportasi yang
mudah dan nyaman dengan biro perjalanan yang siap memandu perjalanan para
wisatawan.
Berikut ini adalah tabel jumlah jumlah pengunjung obyek wisata di Kota
Semarang tahun 2013 :
5
Tabel 1.1 Data Jumlah Pengunjung Obyek Wisata dan Jumlah Pendapatan
di Kota Semarang Tahun 2013
Nama Obyek Wisata Pengunjung Jumlah Pendapatan
(Rp)
1. Taman Lele 26.846 448.516.000 2. TBRS 2.368 7.537.000
3. Taman Margasatwa
Mangkang
250.006 1.888.986.000
4. Goa Kreo 76.008 616.248.000
5. Marina 191.240 636.054.000 6. Puri Maerokoco 25.064 338.529.000
7. Water Blaster 139.339 4.173.390.000 8. Tinjomoyo 2.368 7.537.000 9. Tanjung Mas 16.695 33.395.000
10. Gelanggang Pemuda 76.970 494.716.000 11. Ngaliyan Tirta Indah 18.892 261.718.000
12. ISC 33.296 101.571.000 13. Oasis 1.465 21.870.000 14. Paradise Club 6.407 115.528.000
15. Museum Ronggowarsito 38.744 107.565.000 16. MEC Tapak Tugurejo 81.983 223.248.000 17. Museum Rekor Indonesia 15.437 0
18. Museum Nyonya Meneer 13.956 0 19. Taman Ria Wonderia 138.157 1.579.262.000
20. Vihara Budha Gaya 14.481 0 21. Masjid Agung Jateng 338.877 164.685.000
Jumlah 2013 1.461.755 10.537.834.000
2012 1.128.189 3.372.901.000
2011 1.074.660 4.052.228.000
2010 2.113.139 3.409.921.000
2009 596.746 2.308.276.000
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Semarang, Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 1.1 jumlah kunjungan wisatawan tahun 2013 terbesar
ada pada objek wisata Masjid Agung Jateng yaitu 338.877 pengunjung, kemudian
Obyek Wisata Taman Margasatwa Mangkang sebesar 250.006 pengunjung.
Sedangkan untuk jumlah pendapatan terbesar tahun 2013 yaitu obyek wisata
Water Blaster sebesar Rp. 4.173.390.000. Hal ini dikarenakan harga tiket masuk
6
Water Blaster yang cukup mahal yaitu sebesar Rp 50.000 sehingga menjadikan
obyek wisata tersebut mendapatkan pendapatan yang cukup besar. Kemudian
Obyek wisata Taman Margasatwa Mangkang yaitu sebesar Rp. 188.986.000.
Jumlah pengunjung obyek wisata kota Semarang dari tahun 2009 hingga
2013 cenderung meningkat, hanya pada tahun 2011 mengalami penurunan jumlah
pengunjung dari 2.113.139 menjadi 1.074.660 wisatawan. Pendapatan obyek
wisata Kota Semarang cenderung meningkat, namun hanya pada tahun 2012
mengalami penurunan sebesar 0,16 % dari Rp. 4.052.228.000 pada tahun 2011
turun menjadi Rp. 3.372.901.000 pada tahun 2012. Pada tahun 2013 jumlah
pengunjung mengalami peningkatan sebesar 2,12 %.
Puri Maerokoco Taman Wisata Budaya Jawa Tengah atau yang lebih
dikenal masyarakat luas dengan sebutan Puri Maerokoco adalah salah satu obyek
wisata budaya dan juga wisata edukasi yang berada di Jalan Yos Sudarso komplek
Tawang Mas Semarang yaitu komplek pengembangan kawasan baru di Semarang
Barat yang terdiri dari pemukiman, perkantoran, perdagangan, olahraga, rekreasi
dan pariwisata. Nama Puri Maerokoco diambil dari salah satu bagian epos
Mahabarata yang menceritakan tentang keinginan salah seorang Dewi memiliki
seribu bangunan hanya dalam satu malam. Pembangunan Puri Maerokoco
dilaksanakan antara tahun 1988 hingga tahun 1993. Sedangkan fasilitas rekreasi
sendiri diselesaikan pada tahun 1996. Puri Maerokoco terdiri dari 35 anjungan,
Puri Maerokoco berusaha menampilkan “wajah” 35 kabupaten / kota di seluruh
Jawa Tengah.
7
Puri Maerokoco adalah salah satu bagian yang tak terpisahkan dari seluruh
kawasan PRPP (Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan) Jawa Tengah. Puri
Maerokoco sendiri merupakan tempat wisata yang memiliki konsep hampir sama
dengan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang berada di Jakarta. Puri
Maeroko adalah tempat wisata yang didalamnya berisi miniatur anjungan
kabupaten dan kota di Jawa Tengah. Para pengunjung yang ingin berkeliling
melihat anjungan di Puri Maerokoco tidak harus berjalan kaki namun juga dapat
menggunakan motor atau mobil.
Puri Maerokoco sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi tempat
wisata unggulan, karena memiliki konsep yang berbeda dengan tempat wisata
yang lain yang ada di Semarang bahkan di Jawa Tengah. Pada kenyataannya, Puri
Maerokoco kurang mampu bersaing dengan obyek wisata yang lain yang ada di
Semarang. Hal ini dibuktikan dengan cenderung menurunnya jumlah pengunjung
di Puri Maerokoco. Penurunan jumlah pengunjung ini disebabkan oleh modal
kerja yang terbatas, sehingga pengelola kurang maksimal dalam menangani
masalah-masalah lain yang ada di Puri Maerokoco, seperti sering terjadinya banjir
rob serta rusaknya beberapa anjungan dan infrastruktur yang ada di Puri
Maerokoco sehingga terlihat kotor dan tidak terawat.
Gambar 1.1 menunjukkan jumlah pengunjung obyek wisata Puri
Maerokoco Taman Wisata Budaya Jawa Tengah tahun 2003 – 2013 :
8
Gambar 1.1 Jumlah Pengunjung Puri Maerokoco
Taman Wisata Budaya Jawa Tengah
Tahun 2003 -2013
Sumber : Pengelola Puri Maerokoco , Tahun 2013 data diolah
Salah satu tolok ukur perkembangan pariwisata adalah pertumbuhan
jumlah kunjungan wisatawan karena dengan peningkatan jumlah wisatawan yang
datang secara langsung akan diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana
pendukung pariwisata, pembangunan wilayah yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan bagi wisatawan. Pada gambar 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah
pengunjung cenderung menurun sepanjang tahun 2004 hingga tahun 2013.
Penurunan jumlah pengunjung dapat dilihat dari tahun 2005, namun pada tahun
2006 jumlah pengunjung sebesar 121.199, meningkat sebesar 0,13% dari tahun
2005 karena pada tahun 2006 pengelola aktif mengadakan kerjasama dengan
event organizer untuk mengadakan berbagai acara yang dapat menarik kunjungan
wisatawan. Pada tahun 2007-2013 terjadi tren penurunan jumlah pengunjung Puri
Maerokoco. Hal ini disebabkan karena banjir rob yang belum bisa teratasi
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
jumlah pengunjung
9
sehingga membuat pengunjung setiap tahun mengalami penurunan, selain itu
penurunan jumlah pengunjung di Puri Maerokoco juga disebabkan karena
menjamurnya tempat wisata yang memberikan wahana dan permainan yang
menarik bagi para pengunjung.
Sistem pengelolaan Puri Maerokoco berada dibawah manajemen PT PRPP
(Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan) Jawa Tengah. PT PRPP merupakan
perusahaan yang didirikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk
menangani masalah Puri Maerokoco. Walaupun didirikan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah, namun pengelolaan Puri Maerokoco diserahkan
sepenuhnya kepada PT. PRPP. Sumber modal Puri Maerokoco sebesar 78,5%
berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan 21,5% merupakan hasil
sharing antara Pemerintah Kabupaten / Kota yang memiliki anjungan di Puri
Maerokoco. Total modal yang diterima PT PRPP yang merupakan hasil sharing
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten / Kota di Jawa
Tengah dari tahun 2007 hingga tahun 2013 adalah sebesar Rp. 1.000.000.000 per
tahun, yang turun dari tahun-tahun sebelumnya yakni sebesar Rp.3.000.000.000
per tahun. Pengelola memanfaatkan pendapatan dari hasil penjualan tiket sebagai
dana tambahan untuk mengelola Puri Maerokoco, namun dari pendapatan tersebut
dirasa kurang cukup untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Puri
Maerokoco.
10
Tabel 1.2
Data Pendapatan yang Diperoleh Dari Tiket Masuk
Tahun 2009-2013
Tahun Pendapatan
(Rp)
Prosentase Perubahan
(%)
2009 322.500.000 -
2010 157.790.000 -0,5
2011 147.960.000 -0,06 2012 134.820.000 -0,08 2013 133.300.000 -0,01
Jumlah 896.370.000
Sumber : Pengelola Puri Maerokoco, 2013 (data diolah)
Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pendapatan Puri Maerokoco dari hasil
penjualan tiket masuk dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini
disebabkan karena jumlah pengunjung juga cenderung terus menurun. Pendapatan
yang diperoleh dari hasil penjualan tiket dan modal yang dimiliki oleh Puri
Maerokoco belum bisa menutup biaya operasional Puri Maerokoco yang tinggi,
karena biaya operasional Puri Maerokoco rata – rata menghabiskan dana lebih
dari Rp 1.000.000.000 setiap tahunnya. Dana tersebut digunakan untuk perbaikan
dan perawatan berbagai infrastruktur dan sarana penunjang, dana untuk gaji
pegawai dan dana operasional lainnya sehingga diperlukan kerjasama dengan
investor atau stakeholder agar pengelola dapat memiliki modal yang cukup untuk
menutup biaya operasional yang tinggi dan dapat mengembangkan Puri
Maerokoco menjadi tempat wisata andalan di Semarang bahkan di Jawa Tengah.
Berbagai langkah telah ditempuh pengelola Puri Maerokoco agar mampu
meningkatkan jumlah pengunjung di obyek wisata Puri Maerokoco. Salah satu
kebijakan yang telah dijalankan oleh pengelola adalah dengan mengirimkan surat
setiap bulannya ke sekolah-sekolah terutama ke Sekolah Dasar di Jawa Tengah
11
untuk mengunjungi Puri Maerokoco. Hal ini dilakukan agar para murid SD lebih
tertarik untuk mengunjungi Puri Maerokoco.
1.2 Rumusan Masalah
Puri Maerokoco merupakan salah satu obyek wisata di Kota Semarang
yang memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan, dimana Puri
Maerokoco dapat menyuguhkan miniatur kota dan kabupaten yang ada di Jawa
Tengah. Namun, dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, jumlah pengunjung
di Puri Maerokoco justru selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini
dikarenakan modal yang dimiliki Puri Maerokoco terbatas, sehingga infrastruktur
dan sarana pendukung yang ada terlihat kotor dan tidak terawat serta sistem
pengelolaan di Puri Maerokoco yang kurang maksimal. Selain itu, tempat yang
kurang strategis karena sering terjadi banjir rob disekitar Puri Maerokoco juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya minat masyarakat
untuk berkunjung.
Untuk meningkatkan jumlah pengunjung, pihak pengelola Puri Maerokoco
telah melakukan beberapa langkah seperti mengirimkan surat atau undangan ke
beberapa Sekolah Dasar yang ada di Jawa Tengah, serta melakukan promosi di
yellow page. Namun, berbagai langkah yang telah ditempuh tersebut ternyata
masih belum membuahkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu perlu adanya
penerapan sistem pengelolaan yang lebih baik dan menentukan prioritas strategi
pengembangan obyek wisata tersebut yang perlu dilakukan untuk pengelolaan di
kawasan obyek wisata Puri Maerokoco menjadi lebih baik dan menarik.
12
Atas dasar permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang dapat
dirumuskan adalah :
1. Bagaimana sistem pengelolaan Puri Maerokoco Taman Wisata Budaya
Jawa Tengah yang telah diterapkan oleh pihak pengelola selama ini ?
2. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan oleh
pengelola dalam rangka meningkatkan jumlah pengunjung Puri
Maerokoco Taman Wisata Budaya Jawa Tengah ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan Puri Maerokoco Taman Wisata
Budaya Jawa Tengah yang telah diterapkan oleh pihak pengelola selama
ini.
2. Untuk mengidentifikasi strategi pengembangan yang tepat untuk
diterapkan oleh pengelola dalam meningkatkan jumlah pengunjung ke Puri
Maerokoco Taman Budaya Jawa Tengah.
Adapun Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan saran, masukan dan
pertimbangan bagi pihak pengelola Puri Maerokoco untuk menentukan
strategi pengelolaan pariwisata Puri Maerokoco yang tepat.
13
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi semua pihak
yang membaca dan tertarik dengan pengembangan obyek pariwisata.
3. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan atau bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan yang
tepat yaitu dalam memajukan obyek wisata khususnya meningkatkan
jumlah pengunjung wisata Puri Maerokoco.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima bab yaitu,
pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan analisis, dan penutup.
BAB I merupakan pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah yang menjadi dasar penelitian, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II merupakan tinjauan pustaka. Pada bab ini berisi tentang dasar-
dasar teori ekonomi dan teori pariwisata yang melandasi penelitian di Puri
Maerokoco, penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, dan kerangka
pemikiran dari penelitian ini.
BAB III merupakan metodologi penelitian yang memaparkan mengenai
variabel dan definisi operasional yang digunakan, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian.
14
BAB IV merupakan hasil dan analisis dari penelitian. Pada bab ini berisi
mengenai gambaran umum obyek wisata Puri Maerokoco, hasil analisis data dari
penelitian yang telah dilakukan.
BAB V merupakan penutup. Pada bab ini memaparkan simpulan dari
penelitian, dan saran mengenai kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh
pengelola Puri Maerokoco.
15
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Penawaran
Penawaran merupakan jumlah dari suatu barang atau jasa yang ditawarkan
oleh produsen pada berbagai tingkat harga (Setyowati, 2013). Berdasarkan hukum
penawaran, jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen sangat
dipengaruhi oleh tingkat harga yang berlaku. Semakin tinggi harga suatu barang
di pasar, maka produsen akan terdorong untuk menawarkan barang tersebut dalam
jumlah yang banyak. Begitu juga sebaliknya, jika harga suatu barang relatif
murah, maka produsen akan mengurangi jumlah barang yang ditawarkan ke pasar
(Samuelson dan Nordhaus, 1990).
Menurut Sukirno (2005) dan Setyowati (2013), faktor- faktor penentu
penawaran meliputi:
1. Harga barang itu sendiri
Bagi perusahaan penentu harga setidaknya mengacu pada dua hal, yaitu
jumlah biaya produksi per unit dan margin laba yang diharapkan serta harga
pesaing. Dalam hal penentuan harga pertama, jika meningkatknya harga
disebabkan oleh kenaikan margin laba, maka perusahaan akan meningkatkan
penawaran produk dan jasanya karena dapat meningkatkan penerimaan penjualan.
Sebaliknya, jika margin laba menurun katakanlah karena harga pesaing menurun,
16
maka penawaran barang dan jasa perusahaan akan menurun, dengan asumsi daya
beli konsumen terbatas. Jika konsumsi meningkat, penurunan harga bisa saja
diikuti oleh peningkatan penawaran karena perusahaan bisa mendapatkan
tambahan penerimaan penjualan dari penambahan penawaran.
2. Harga-harga barang lain
Jika harga barang lain mengalami perubahan, maka penawaran terhadap
suatu barang juga akan mengalami perubahan. Perubahan penawaran tersebut
dapat menjadi lebih banyak atau mungkin menjadi berkurang, tergantung dari
sifat kedua barang yang bersangkutan. Jika barang X dan Y bersifat subsitusi,
adanya kenaikan harga barang X maka akan mendorong produsen untuk
meningkatkan produksi barang X dan mengurangi produksi barang Y, sehingga
kurva penawaran barang X akan bergeser ke kanan dan kurva penawaran barang
Y akan bergeser ke kiri. Apabila ke dua barang tersebut bersifat komplementer,
maka peningkatan harga barang Y akan diikuti oleh peningkatan produksi barang
X, sehingga kurva penawaran untuk kedua barang tersebut akan bergeser ke
kanan.
3. Jumlah produsen
Jika jumlah produsen dalam suatu pasar bertambah banyak, maka jumlah
barang yang ditawarkan di pasar tersebut juga akan mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah produsen tersebut akan menggeser kurva penawaran ke
kanan. Hal ini akan mengakibatkan pada tingkat harga yang berlaku jumlah
barang yang ditawarkan oleh produsen di pasar akan semakin banyak atau jumlah
barang yang sama akan dijual pada tingkat harga yang lebih rendah.
17
4. Tingkat Teknologi
Teknologi adalah metode atau cara untuk menciptakan efisiensi dan
efektivitas produksi. Kemajuan teknologi dapat mengurangi biaya produksi,
menaikkan produktivitas, menaikkan mutu suatu barang dan menciptakan barang-
barang yang baru. Kemajuan teknologi mengakibatkan penambahan produksi
dapat dilakukan dengan lebih cepat dan biaya produksi semakin murah, sehingga
keuntungan yang didapat produsen juga semakin bertambah. Dengan adanya
kemajuan teknologi , maka akan cenderung meningkatkan penawaran barang dan
jasa perusahaan. Sebaliknya, apabila teknologi yang dimilki suatu perusahaan
rendah, maka penawaran barang dan jasa perusahaan juga akan menurun.
5. Biaya produksi
Pembelian faktor produksi merupakan pengeluaran yang sangat penting
dalam proses produksi perusahaan. Pengeluaran tersebut mempunyai peranan
yang sangat besar dalam menentukan biaya produksi. Biaya produksi secara
umum meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya.
Kenaikan terhadap biaya-biaya tersebut dapat mengurangi penawaran barang dan
jasa perusahaan, dengan asumsi modal perusahaan tidak bertambah. Namun, jika
modal perusahaan bertambah, walaupun biaya produksi meningkat, perusahaan
bisa saja menambah penawaran produk dan jasanya.
6. Perkiraan tentang masa depan
Apabila produsen beranggapan bahwa harga suatu barang di masa
datangakan mengalami peningkatan, maka ia akan berusaha untuk menimbun
18
barang tersebut sambil menunggu harga mengalami kenaikan dan baru akan
menjualnya setelah harga barang tersebut benar-benar mengalami kenaikan.
Dengan demikian ia akan mendapatkan keuntungan dari adanya kenaikan harga
barang tersebut.
2.1.2 Pengertian Pariwisata
Menurut Suwantoro (1997) Pariwisata adalah Perubahan tempat tinggal
seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk
melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Sedangkan menurut Undang-
Undang no. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata
adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah
daerah. Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan
kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi
tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional maupun global.
Menurut Buchli (dalam Yoeti, 1985) yang dimaksud pariwisata adalah
setiap peralihan tempat untuk sementara waktu dan mereka yang mengadakan
perjalanan tersebut memperoleh pelayanan dari perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam industri pariwisata. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui
sesuatu, memperbaiki kesehatan, maupun untuk tujuan lainnya (Spillane, 1994).
19
Menurut UU no. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud
dengan kepariwisataan adalah sebagai berikut :
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagaian dari kegiatan tersebut
yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati
obyek atau daya tarik.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwasata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,
termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang
terkait pada bidang tersebut.
4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata.
5. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa.
Seseorang dapat melakukan perjalanan dengan berbagai cara karena alasan
yang berbeda-beda pula. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila
memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan yaitu (Spillane, 1994):
1. Harus bersifat sementara
2. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi karena
dipaksa.
3. Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran.
2.1.3 Jenis Pariwisata
Spillane (1994) menyatakan bahwa motif-motif dalam pariwisata sangat
bervariasi dan mempunyai pengaruh yang menentukan pada daerah tujuan wisata
20
yang akan dikunjungi. Perbedaan motif tersebut tercermin dengan adanya
berbagai jenis pariwisata. Walaupun banyak jenis wisata ditentukan menurut
motif tujuan perjalanan, namun dapat pula dibedakan adanya beberapa jenis
pariwisata khusus, yaitu :
1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure tourism)
Pariwisata jenis ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya dengan tujuan untuk berlibur, memenuhi keingin- tahuannya,
mengendorkan syaraf-syaraf yang tegang, maupun untuk melihat sesuatu yang
baru, untuk menikmati keindahan alam, untuk mengetahui hikayat rakyat
setempat, untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota, atau
bahkan sebaliknya untuk menikmati hiburan di kota-kota besar ataupun untuk ikut
serta dalam keramaian pusat-pusat wisatawan.
2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk tujuan beristirahat, memulihkan kondisi jasmani dan rohaninya,
maupun untuk menyegarkan keletihan dan kelelahannya. Biasanya mereka akan
tinggal selama mungkin di tempat-tempat wisata agar menemukan kenikmatan
yang diperlukan.
3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural tourism).
Jenis pariwisata ini ditandai dengan motivasi, seperti ingin belajar di pusat
penelitian dan riset, untuk mempelajari adat istiadat dan kelembagaan dari daerah
yang berbeda, untuk mengunjungi monumen bersejarah, untuk mengunjungi pusat
21
kesenian, pusat-pusat keagamaan, maupun ikut serta dalam festival- festival seni
musik.
4. Pariwisata untuk olahraga (Sport tourism)
Jenis pariwisata ini bertujuan untuk olahraga. Jenis pariwisata ini dapat
dibagi dalam dua kategori :
a. Big Sport Events, yaitu pariwisata-pariwisata olahraga besar yang
menarik perhatian tidak hanya pada olahragawannya sendiri, tetapi
juga ribuan penonton atau penggemarnya.
b. Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi
mereka yang ingin berlatih dan mempraktikan sendiri. Negara yang
memiliki banyak fasilitas atau tempat-tempat olahraga seperti ini tentu
dapat menarik sejumlah besar penggemar jenis olahraga pariwisata ini.
5. Pariwisata untuk urusan dagang (Bussines tourism)
Pariwisata jenis ini menekankan pada pemanfaatan waktu luang oleh
pelakunya disela-sela kesibukan bisnis yang sedang dijalani. Biasanya waktu
luang tersebut akan dimanfaatkan untuk mengunjungi berbagai obyek wisata yang
ada di daerah tujuan.
6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention tourism)
Motif pariwisata jenis ini biasanya dilatar belakangi oleh adanya agenda
rapat atau konferensi yang biasanya dihadiri oleh banyak orang dari berbagai
daerah atau negara yang berbeda, sehingga mengharuskan untuk tinggal beberapa
hari di daerah atau negara penyelenggara konferensi tersebut.
22
2.1.4 Penawaran Pariwisata
Penawaran dalam pariwisata dapat diartikan semua macam produk dan
pelayanan atau jasa yang dihasilkan oleh sekelompok perusahaan industri
pariwisata sebagai pemasok, yang ditawarkan baik kepada wisatawan yang datang
secara langsung atau yang membeli melalui agen perjalanan atau biro wisata
sebagai perantara (Yoeti, 2008). Termasuk dalam pengertian penawaran tersebut
adalah semua bentuk daya tarik (tourist attraction), semua bentuk fasilitas dan
pelayanan yang tersedia pada suatu daerah tujuan wisata yang dapat memuaskan
kebutuhan dan keinginan wisatawan selama mereka berkunjung di daerah tujuan
wisata tersebut.
Menurut Wahab (dalam Yoeti, 2008) penawaran dalam industri pariwisata
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Basically a sevice supply. Produk pariwisata tidak dapat disimpan atau
dipindah-pindahkan dan hanya dapat dikonsumsi atau dinikmati di mana
produk tersebut tersedia, karena wisatawan itu sendiri yang datang.
2. It is rigit. Produk yang ditawarkan itu sifatnya kaku, tidak bisa diubah untuk
tujuan atau penggunaan yang lain di luar dunia perjalanan pada umumnya atau
dunia pariwisata pada khususnya.
3. Tourism is not a basic need of man. Perjalanan wisata bukan kebutuhan pokok
bagi manusia, karena itu penawarannya akan bersaing dengan barang-barang
kebutuhan manusia yang lebih penting, misalnya akan melakukan perjalanan
23
wisata dulu, atau membeli komputer terlebih dahulu. Jadi penawaran dalam
industri pariwisata sangat bersaing dengan barang-barang mewah.
Gambar 2.1
Kurva Penawaran Kamar Hotel dalam Ribuan
Y
160
F
120
E
80
40
0 25 50 75 100 X
Sumber : Yoeti, 2008
Hukum penawaran biasanya digambarkan dalam bentuk grafik yang
dikenal sebagai kurva penawaran, seperti gambar 2.1. Dalam gambar dapat dilihat
garis vertikal Y yang menunjukkan tingkat harga dalam Dollar AS dan garis
horizontal X menunjukkan jumlah hotel yang ditawarkan. Titik E menunjukkan
tingkat tarif hotel rata-rata adalah 80 Dollar AS dengan jumlah kamar yang
tersedia 50.000 kamar. Pada titik F harga rata-rata berada pada tingkat 120 Dollar
AS dengan jumlah kamar yang ditawarkan sebanyak 75.000 kamar. Hal ini
24
dikarenakan terjadinya perubahan harga yang berdampak pada perubahan jumlah
kamar yang tersedia.
Menurut Spillane ( l987), aspek-aspek penawaran pariwisata terdiri dari:
1. Proses Produksi Industri Pariwisata
Kemajuan pengembangan pariwisata sebagai industri, sebenarnya
ditunjang oleh bermacam-macam usaha yang perlu dikelola secara terpadu dan
baik, diantaranya adalah :
a. Promosi untuk memperkenalkan objek wisata
b. Transportasi yang lancar
c. Kemudahan keimigrasian atau birokrasi.
d. Akomodasi yang menjamin penginapan yang nyaman.
e. Pemandu wisata yang cakap.
f. Penawaran barang dan jasa dengan mutu terjamin dan harga yang wajar.
g. Pengisian waktu dengan atraksi-atraksi yang menarik.
h. Kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup.
2. Pentingnya Tenaga Kerja dan Penyediaannya
Perkembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan kesempatan
kerja. Berkembangnya suatu daerah pariwisata tidak hanya membuka lapangan kerja
bagi penduduk seternpat, tetapi juga rnenarik pendatang-pendatang baru dari luar daerah,
justru karena tersedianya lapangan kerja tadi. Para pendatang tersebut tidak selalu
memiliki sifat dan adat kebiasaan yang sama dengan penduduk setempat.
25
3. Pentingnya Infrastruktur / Prasarana
Motivasi yang mendorong orang untuk mengadakan perjalanan akan
menimbulkan permintaan-permintaan yang sarna mengenai prasarana, sarana-sarana
perjalanan dan perhuhungan, sarana-sarana akomodasi dan jasa-jasa, serta
persediaan-persediaan lain. Industri pariwisata memerlukan prasarana ekonomi,
seperti jalan raya, jembatan, terminal, pelabuhan, lapangan udara. Di samping itu
dibutuhkan pula prasarana bersifat public utilit ies, seperti pembangk it tenaga
listr ik, proyek penjernihan air bersih, fasilitas olahraga dan rekreasi, pos dan
telekomunikasi, bank, money changer, perusahaan asuransi, periklanan, percetakan dan banyak
sektor perekonomian lainnya.
4. Pentingnya Kredit
Faktor-faktor penentu dari pertumbuhan pariwisata adalah berbagai fasilitas
(PMA, PMDN, Kredit Bank, dan lain-lain) yang diberikan oleh pemerintah. Tanpa adanya
perangsang-perangsang seperti itu tidak mungkin terjadi investasi yang besar.
2.1.5 Industri Pariwisata
2.1.5.1 Definisi Industri Pariwisata
Industri pariwisata adalah perusahaan yang secara langsung memberikan
pelayanan kepada wisatawan, yang semata-mata tujuan perjalanannya untuk
bersenang-senang, sehingga wisatawan tersebut akan merasa nyaman, aman, dan
puas ketika mengunjungi suatu daerah wisata (Yoeti, 2008). Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa industri pariwisata melibatkan
berbagai macam usaha yang meliputi tour operator, penyedia jasa transportasi,
26
hotel, restoran, mal, bank, dan lain sebagainya. Menurut Marpaung (2002)
industri pariwisata adalah berbagai macam bidang usaha yang secara bersama-
sama menghasilkan produk maupun jasa yang baik secara langsung maupun tidak
langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perjalanannya.
Pariwisata sebagai suatu industri keberadaannya dapat dijelaskan dengan
adanya sekelompok perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat bergantung
dari kunjungan wisatawan. Dengan kata lain, bila tidak ada wisatawan, maka
kelompok perusahaan tidak dapat dilihat sistem kerjanya karena tidak ada orang
yang akan dilayani. Industri pariwisata lebih bersifat tidak berwujud. Industri
pariwisata pada dasarnya memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan industri-
industri lainnya. Ada beberapa ciri-ciri industri pariwisata menurut Yoeti (2008),
yaitu:
1. Perusahaan Jasa
Pariwisata disebut sebagai industri jasa, karena masing-masing perusahaan
yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa (service industry)
yang masing-masing bekerja sama menghasilkan produk (good and service) yang
dibutuhkan wisatawan selama dalam perjalanan wisata yang dilakukannya pada
daerah tujuan wisata.
2. Dipengaruhi Musim
Industri pariwisata itu sangat dipengaruhi oleh musim. Bila musim liburan
datang, maka semua kapasitas akan cepat habis terjual. Sebaliknya, bila musim
libur selesai, maka semua kapasitas terbengkalai, kamar-kamar hotel kosong,
restoran, dan taman-taman rekreasi sepi pengunjung.
27
2.1.5.2 Produk Industri Pariwisata
Produk industri pariwisata adalah keseluruhan pelayanan yang diterima
oleh wisatawan, semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke tempat
tujuan (daerah tujuan wisata) dan kembali ke rumah. Sebagai industri yang
kompleks, produk industri pariwisata memiliki perbedaan dengan produk industri
lain. Menurut Yoeti (2006), ada beberapa ciri yang dimiliki produk industri
pariwisata yaitu:
1. Produk wisata mempunyai ciri yang tidak dapat dipindahkan. Orang tidak bisa
membawa produk wisata kepada konsumen, tetapi konsumen itu sendiri harus
mengunjungi, mengalami, dan datang untuk menikmati produk wisata itu.
2. Pada umumnya peran perantara tidak diperlukan, karena proses produksi
terjadi pada saat yang bersamaan dengan konsumsi. Satu-satunya perantara
yang merupakan saluran dalam penjualan jasa industri pariwisata hanyalah
Travel Agent atau Tour Operator saja.
3. Hasil atau produk industri pariwisata tidak dapat ditimbun, seperti halnya yang
terjadi pada industri barang lainnya, di mana penimbunan hanya merupakan
kebiasaan untuk meningkatkan permintaan.
4. Hasil atau produk industri pariwisata tidak mempunyai standar atau ukuran
obyektif, seperti halnya dengan industri barang lainnya yang mempunyai
ukuran panjang, lebar, isi dan lain- lain. Produk industri pariwisata hanya
menggunakan patokan bagus jelek atau puas tidaknya orang yang diberi
pelayanan.
28
5. Permintaan terhadap hasil atau produk pariwisata sangat dipengaruhi oleh
faktor- faktor ekonomis. Terjadinya kekacauan atau peperangan akan
mengakibatkan permintaan berkurang, sedangkan bila musim libur dengan
kondisi normal permintaan akan meningkat.
6. Calon konsumen tidak dapat mencoba atau mencicipi produk yang akan
dibelinya. Dia hanya dapat melihat melalui brosur, televisi atau film yang
dibuat khusus untuk itu.
7. Hasil atau produk industri pariwisata banyak bergantung pada tenaga manusia
dan sedikit sekali yang dapat digantikan dengan mesin.
8. Dari segi kepemilikan usaha, penyediaan produk industri pariwisata dengan
membangun sarana dan prasarana kepariwisataan yang memakan biaya besar
dan mempunyai tingkat risiko yang tinggi.
2.1.6 Daya Tarik Wisata
Menurut Spillane (1994), suatu obyek wisata atau destination, harus
meliputi lima unsur yang penting agar wisatawan dapat merasa puas dalam
menikmati perjalanannya, maka obyek wisata harus meliputi:
1. Atraksi (Attractions)
Merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertian attractions
mampu menarik wisatawan yang ingin mengunjunginya. Motivasi wisatawan
untuk mengunjungi suatu tempat tujuan adalah untuk memenuhi atau memuaskan
beberapa kebutuhan atau permintaan. Biasanya mereka tertarik pada suatu lokasi
karena ciri khas tertentu.
29
2. Fasilitas (Facility)
Fasilitas cenderung berorientasi pada attractions disuatu lokasi karena
fasilitas harus dekat dengan pasarnya. Fasilitas cenderung mendukung bukan
mendorong pertumbuhan dan cenderung berkembang pada saat yang sama atau
sesudah attractions berkembang. Suatu attractions juga dapat merupakan fasilitas.
Jumlah dan jenis fasilitas tergantung kebutuhan wisatawan. Seperti fasilitas harus
cocok dengan kualitas dan harga penginapan, makanan, dan minuman yang juga
cocok dengan kemampuan membayar dari wisatawan yang mengunjungi tempat
tersebut.
3. Infrastruktur (Infrastructure)
Attractions dan fasilitas tidak dapat tercapai dengan mudah kalau belum
ada infrastruktur dasar. Infrastruktur termasuk semua konstruksi di bawah dan di
atas tanah dan suatu wilayah atau daerah.
4. Transportasi (Transportation)
Ada beberapa usul mengenai pengangkutan dan fasilitas yang dapat
menjadi semacam pedoman termasuk:
a. Informasi lengkap tentang fasilitas, lokasi terminal, dan pelayanan
pengangkutan lokasi ditempat tujuan harus tersedia untuk semua
penumpang sebelum berangkat dari daerah asal.
b. Sistem keamanan harus disediakan di terminal untuk mencegah
kriminalitas.
c. Suatu sistem standar atau seragam untuk tanda-tanda lalu lintas dan
simbol-simbol harus dikembangkan dan dipasang di semua bandara.
30
d. Sistem informasi harus menyediakan data tentang informasi pelayanan
pengangkutan lain yang dapat dihubungi di terminal termasuk jadwal dan
tarif.
e. Informasi terbaru dan sedang berlaku, baik jadwal keberangkatan atau
kedatangan harus tersedia di papan pengumuman, lisan atau telepon.
f. Tenaga kerja untuk membantu para penumpang.
g. Informasi lengkap tentang lokasi, tarif, jadwal, dan rute dan pelayanan
pengangkutan lokal.
h. Peta kota harus tersedia bagi penumpang.
5. Keramahtamahan (Hospitality)
Wisatawan yang sedang berada dalam lingkungan yang belum mereka
kenal maka kepastian akan jaminan keamanan sangat penting, khususnya
wisatawan asing.
Terdapat empat kelompok yang merupakan daya tarik bagi wisatawan
datang pada suatu tujuan wisata, yaitu:
1. Daya Tarik Alam (Natural Attractions)
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: pemandangan laut, pantai,
danau, air terjun, kebun raya, agrowisata, gunung berapai, dll.
2. Daya Tarik Bangunan (Built Attractions)
Termasuk dalam kelompok ini antara lain: bangunan dengan arsitek yang
menarik seperti rumah adat dan yang termasuk bangunan kuno dan modern.
31
3. Daya Tarik Kebudayaan (Cultural Attractions)
Dalam kelompok ini termasuk diantaranya: peninggalan sejarah, cerita
rakyat, kesenian tradisonal, museum, upacara keagamaan, festival kesenian.
4. Daya Tarik Sosial (Social Attractions)
Tata cara hidup masyarakat, ragam bahasa, upacara perkawinan, potong
gigi, khitanan dan kegiatan sosial lainnya.
2.1.7 Pengembangan Pariwisata
Pengembangan pariwisata tidak lepas dari perkembangan politik,
ekonomi, sosial dan pengembangan disektor lainnya, maka didalam
pengembangan pariwisata dibutuhkan perencanaan terlebih dahulu. Dari
pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu proses
yang terjadi secara terus menerus, untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
terhadap ancaman yang ada untuk dapat berkembang dalam mencapai tujuan
individu dalam organisasi dan tujuan organisasi secara keseluruhan (Demartoto,
2008).
Dalam pengembangan pariwisata dibutuhkan perencanaan terlebih dahulu.
Yoeti (2008) mengungkapkan beberapa prinsip perencanaan pariwisata,
diantaranya:
a. Perencanaan harus memiliki satu kesatuan dengan pembangunan regional
atau nasional dari pembangunan perekonomian suatu negara.
32
b. Perencanaan pengembangan kepariwisataan menghendaki pendekatan
terpadu dengan sektor-sektor lainnya, terutama sektor pertanian, jasa,
perdagangan, dan sektor transportasi.
c. Perencanaan suatu daerah tujuan pariwisata harus berdasarkan suatu studi
yang khusus dibuat untuk daerah tersebut dan dengan memperhatikan
perlindungan terhadap lingkungan alam serta budaya di daerah yang
bersangkutan.
d. Perencanaan pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah harus
diikuti oleh adanya perencanaan fisik daerah yang bersangkutan secara
keseluruhan.
e. Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata tidak hanya
memperhatikan segi administrasi saja tetapi juga didasarkan atas penelitian
yang sesuai dengan lingkungan alam sekitar, faktor geografis dan ekologi
dari daerah yang bersangkutan.
Dalam melakukan pengembangan kepariwisataan, perlu dilakukan
pendekatan terhadap organisasi pariwisata yang ada (baik pemerintah,
masyarakat, dan swasta) serta pihak-pihak terkait guna mendukung kelangsungan
pembangunan pariwisata di daerah tersebut (Demartoto, 2008). Oleh karena itu,
dalam perencanaan kepariwisataan dibutuhkan perumusan yang cermat dan
diambil kata sepakat, apa yang menjadi kewajian pemerintah dan mana yang
menjadi tanggung jawab pihak swasta, sehingga dalam pengembangan
selanjutnya tidak terjadi tumpang tindih yang dapat menimbulkan perbedaan
anatara satu pihak dengan pihak yang lain.
33
2.2 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa studi terdahulu yang telah menjelaskan mengenai
strategi pengembangan pariwisata dan Analytic Network Process, beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Anung Setyadi, dkk (2012) yang berjudul
“Strategi Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Sebangau Kalimantan
Tengah” dengan menggunakan analisi ANP menunjukkan bahwa ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata
ekowisata TNS ini. Yang pertama adalah aspek yang mempengaruhi
pengembangan TNS, aspek konservasi memiliki nilai tertinggi sebesar 0,0653
dari seluruh aspek yang ada, sedangkan untuk masalah utama yang dihadapi
dalam pengembangan TNS adalah masalah yang berkaitan dengan daya tarik,
yaitu kurangnya sarana prasarana dan akomodasi dengan nilai 0,0124. Untuk
solusi yang menjadi prioritas adalah solusi yang berkaitan dengan daya tarik
yaitu meningkatkan sarana prasarana dan akomodasi yang memiliki nilai
sebesar 0,0095. Untuk strategi sendiri, penilaian yang diberikan oleh para ahli
menyebutkan bahwa strategi yang diutamakan adalah strategi yang berkaitan
dengan peningkatan informasi dan promosi produk ekowisata dengan nilai
0,0766. Diikuti dengan strategi yang berkaitan dengan peningkatan kerjasama
dan pemahaman terhadap ekowisata bagi stakeholders dengan nilai sebesar
0,0633.
34
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kusuma Sari (2011) dengan judul
“Pengembangan Pariwisata Obyek Wisata Pantai Sigandu Kabupaten
Batang” dengan pendekatan AHP, menunjukkan bahwa alternatif yang
diambil dalam Pengembangan Pantai Sigandu secara keseluruhan adalah
pengembangan Pantai Sigandu sebagai obyek wisata primadona Kabupaten
Batang dengan bobot nilai 0,128, Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP) dengan bobot nilai 1,108, dan memberikan
sarana dan fasilitas pada investor dengan bobot nilai 0,103.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Iwan Vanany (2003) dengan judul “Aplikasi
Analytic Network Process (ANP) Pada Perencanaan Sistem Pengukuran
Kinerja” menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan pada sistem
pengukuran kerja PT X. Dari hasil pembobotan ANP diperoleh bahwa
perspektif finansial sebesar 0,3636 lebih besar dibandingkan dengan
perspektif proses bisnis yaitu sebesar 0,2726, perspektif tumbuh dan belajar
sebesar 0,1819, dan perspektif konsumen sebesar 0,1818.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Endri (2009) dengan judul “Permasalahan
Pengembangan Sukuk Korporasi di Indonesia menggunakan Metode Analytic
Network Process (ANP)” menunjukkan bahwa pelaku pasar merupakan aspek
yang paling berpengaruh dalam pengembangan sukuk korporasi di Indonesia
yang berbobot 0,388, diikuti oleh aspek regulasi yaitu sebesar 0,282. Pada
aspek masalah, minimnya pemahaman pelaku pasar sebesar 0,201 serta
terbatasnya SDM professional yang terlibat di pasar modal syariah menjadi
prioritas utama yaitu sebesar 0,180. Dalam hal solusi, sosialisasi dan edukasi
35
menjadi solusi utama pengembangan sukuk korporasi di Indonesia, yaitu
sebesar 0,235, dilanjutkan dengan revisi regulasi perpajakan sebesar 0,230
dan penyediaan SDM professional sebesar 0,192. Dalam hal strategi, market
driven strategy menjadi strategi yang dianggap tepat untuk dilakukan yaitu
sebesar 0,495.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Syamsul Ma’arif Tahajuddin (2011)
dengan judul “Pengembangan Obyek Wisata Wonderia di Kota Semarang”
yang menggunakan pendekatan SWOT dan AHP memiliki tujuan untuk
mengetahui kondisi internal dan eksternal yang dihadapi oleh Wonderia serta
kemudian mengetahui strategi pengembangan yang harus diprioritaskan oleh
pengelola guna meningkatkan jumlah pengunjung Wonderia. Hasil analisis
SWOT menyebutkan bahwa Wonderia berada di kuadran I, yang berarti
Wonderia merupakan obyek wisata yang mempunyai potensi cukup besar
untuk berkembang di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kebijakan
yang disarankan adalah strategi progresif. Hasil analisis AHP menyebutkan
bahwa kriteria yang harus diprioritaskan adalah aspek infrastruktur dengan
nilai 0,413. Untuk keseluruhan alternatif yang direkomendasikan oleh key
person, seharusnya yang menjadi prioritas adalah alternatif s tandarisasi
karena memiliki nilai tertinggi dengan skor 0,167.
36
Tabel 2.1
Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama Penulis (th) dan Judul
Alat Analisis
Hasil Penelitian
1.
Anung
Setyadi, dkk(2012).
Strategi Pengembangan
Ekowisata
Taman Nasional
Sebangau Kalimantan
Tengah.
Analytic
Network Process
(ANP)
Aspek yang mempengaruhi pengembangan
TNS, aspek konservasi memiliki nilai tertinggi sebesar 0,0653 dari seluruh aspek
yang ada, sedangkan untuk masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan TNS adalah masalah yang berkaitan dengan daya
tarik, yaitu kurangnya sarana prasarana dan akomodasi dengan nilai 0,0124. Untuk solusi
yang menjadi prioritas adalah solusi yang berkaitan dengan daya tarik yaitu meningkatkan sarana prasarana dan
akomodasi yang memiliki nilai sebesar 0,0095. Untuk strategi sendiri, penilaian yang
diberikan oleh para ahli menyebutkan bahwa strategi yang diutamakan adalah strategi yang berkaitan dengan peningkatan informasi dan
promosi produk ekowisata dengan nilai 0,0766. Diikuti dengan strategi yang berkaitan
dengan peningkatan kerjasama dan pemahaman terhadap ekowisata bagi stakeholders dengan nilai sebesar 0,0633.
2. Dewi Kusuma
Sari(2011). Pengembangan
Pariwisata
Obyek Wisata Pantai Sigandu
Kabupaten Batang.
Analytic
Hierarki Process (AHP)
Alternatif yang diambil dalam Pengembangan
Pantai Sigandu secara keseluruhan adalah pengembangan Pantai Sigandu sebagai obyek wisata primadona Kabupaten Batang dengan
bobot nilai 0,128, Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dengan
bobot nilai 1,108, dan memberikan sarana dan fasilitas pada investor dengan bobot nilai 0,103.
37
3. Iwan Vanany(2003).
Aplikasi
Analytic Network
Process (ANP) Pada
Perencanaan
Sistem Pengukuran
Kinerja.
Analytic Network Process
(ANP)
Permasalahan pada sistem pengukuran kerja PT X diperoleh bahwa perspektif finansial sebesar 0,3636 lebih besar dibandingkan
dengan perspektif proses bisnis yaitu sebesar 0,2726, perspektif tumbuh dan belajar sebesar
0,1819, dan perspektif konsumen sebesar 0,1818.
4. Endri (2009). Permasalahan
Pengembangan Sukuk
Korporasi di
Indonesia menggunakan
Metode Analytic Network
Process (ANP).
Analytic Network
Process (ANP)
Pelaku pasar merupakan aspek yang paling berpengaruh dalam pengembangan sukuk
korporasi di Indonesia yang berbobot 0,388, diikuti oleh aspek regulasi yaitu sebesar 0,282. Pada aspek masalah, minimnya
pemahaman pelaku pasar sebesar 0,201 serta terbatasnya SDM professional yang terlibat di
pasar modal syariah menjadi prioritas utama yaitu sebesar 0,180. Dalam hal solusi, sosialisasi dan edukasi menjadi solusi utama
pengembangan sukuk korporasi di Indonesia, yaitu sebesar 0,235, dilanjutkan dengan revisi
regulasi perpajakan sebesar 0,230 dan penyediaan SDM professional sebesar 0,192. Dalam hal strategi, market driven strategy
menjadi strategi yang dianggap tepat untuk dilakukan yaitu sebesar 0,495.
5. Eko Syamsul
Ma’arif
Tahajuddin. (2011).
Pengembangan Obyek Wisata Wonderia di
Kota Semarang.
Analisis SWOT
dan Analytic
Hierarki Process (AHP)
Hasil analisis SWOT menyebutkan bahwa Wonderia berada di kuadran I, yang berarti
Wonderia merupakan obyek wisata yang mempunyai potensi cukup besar untuk
berkembang di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kebijakan yang disarankan adalah strategi progresif. Hasil analisis AHP
menyebutkan bahwa kriteria yang harus diprioritaskan adalah aspek infrastruktur
dengan nilai 0,413. Untuk keseluruhan alternatif yang direkomendasikan oleh key person, seharusnya yang menjadi prioritas
adalah alternatif standarisasi karena memiliki nilai tertinggi dengan skor 0,167.
38
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori penawaran pariwisata, semakin tinggi daya tarik yang
dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata maka semakin banyak pula wisatawan
yang berkunjung di daerah tujuan wisata tersebut. Sebagai salah satu tempat
tujuan wisata di Kota Semarang, Puri Maerokoco Taman Wisata Budaya Jawa
Tengah memiliki potensi untuk dikembangkan. Puri Maerokoco merupakan satu-
satunya obyek wisata di Semarang bahkan di Jawa Tengah yang menampilkan
miniatur rumah adat kota dan kabupaten yang ada di Jawa Tengah, seharusnya
menjadikan Puri Maerokoco mampu bersaing dengan obyek wisata lain yang ada
di Kota Semarang. Meskipun memiliki banyak potensi, namun pada kenyataannya
obyek wisata ini justru jauh tertinggal dari obyek wisata lain yang ada di Kota
Semarang.
Untuk mengembangkan obyek wisata Puri Maerokoco yang dibutuhkan
adalah menganalisa aspek, permasalahan dan solusi alternatif yang didiskusikan
oleh para key person kemudian dapat dirumuskan sebuah strategi pengembangan
guna meningkatkan jumlah pengunjung di obyek wisata Puri Maerokoco agar
dapat membuat strategi pengembangannya. Penentuan strategi pengembangan
tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Analytic Network Process
(ANP).
39
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Sumber : Tahajuddin (2011), dengan modifikasi
Sumber : Tahajuddin (2011), dengan modifikasi
Turunnya jumlah pengunjung obyek
wisata Puri Maerokoco
Aspek yang
mempengaruhi
pengembangan Puri
Maerokoco
Kesimpulan yang dihasilkan merupakan strategi dalam rangka
meningkatkan jumlah pengunjung di Puri Maerokoco :
1. Meningkatkan kerjasama dengan investor atau stakeholder 2. Perawatan dan perbaikan anjungan, sarana dan prasarana
pendukung secara berkala 3. Peningkatan sistem manajemen, pengelolaan, dan kualitas
SDM, dengan cara melakukan studi banding atau memberikan pelatihan kepada para pegawai secara rutin
4. Melakukan promosi dan pengiklanan secara maksimal
Masalah yang
mempengaruhi
pengembangan Puri
Maerokoco
Solusi alternatif
ANALISIS ANP
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi kebijakan
dalam rangka meningkatkan jumlah pengunjung di obyek wisata Puri Maerokoco.
Strategi kebijakan tersebut diperoleh dari hasil observasi dan diskusi dengan para
key person baik dari pengelola Puri Maerokoco maupun dari dinas-dinas terkait.
Adapun definisi dari strategi kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aspek infrastruktur merupakan langkah- langkah untuk meningkatkan jumlah
pengunjung Puri Maerokoco yang berkaitan dengan infrastruktur. Dalam
penelitian ini, peningkatan jumlah pengunjung diupayakan melalui perbaikan
dan perawatan anjungan dan sarana pendukung secara berkala. Perbaikan dan
perawatan yang dimaksud adalah melakukan peremajaan anjungan-anjungan
dan sarana prasarana pendukung yang telah rusak atau hilang serta melakukan
pengecekan terhadap kondisi anjungan dan sarana pendukung secara rutin.
2. Aspek manajemen merupakan aspek yang terkait dengan pengelola atau
manajemen Puri Maerokoco. Untuk meningkatkan jumlah pengunjung di Puri
Maerokoco diperlukan adanya perbaikan sistem manajamen, pengelolaan dan
kualitas SDM. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan
41
kepada para pegawai, melakukan studi banding ke tempat wisata yang lebih
maju dan penambahan tenaga kerja yang berkompeten.
3. Aspek ekonomi merupakan aspek yang berhubungan dengan permodalan dan
biaya operasional Puri Maerokoco. Untuk mengembangkan dan meningkatkan
jumlah pengunjung di Puri Maerokoco diperlukan adanya modal yang cukup
besar. Peningkatan modal kerja dapat dilakukan dengan cara melakukan
kerjasama dengan investor untuk bersama-sama mengembangkan Puri
Maerokoco.
4. Aspek promosi merupakan merupakan langkah- langkah yang bertujuan untuk
memperkenalkan Puri Maerokoco kepada masyarakat dan menarik minat
wisatawan agar bekunjung ke Puri Maerokoco. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara melakukan promosi dan pengiklanan mengenai Puri Maerokoco
secara optimal.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pengelompokannya
dapat dibagi menjadi dua, yakni:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni
informasi yang diperoleh langsung dari responden (Wardiyanta,2010). Adapun
data primer yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil observasi
lapangan, wawancara dengan beberapa key person, dan pengisian kuesioner oleh
responden.
42
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung dari
responden namun diterbitkan oleh badan atau instansi lain yang bukan merupakan
pengolahnya (Wardiyanta, 2010). Adapun data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang, dan pengelola
Puri Maerokoco. Data yang digunakan meliputi:
a. Data jumlah pengunjung dan pendapatan obyek wisata di Kota Semarang
tahun 2009-2013.
b. Data jumlah pengunjung Puri Maerokoco tahun 2003-2013.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Observasi
Menurut Hasan (2002), observasi adalah pemilihan, pengubahan,
pencatatan perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme individu
sesuai dengan tujuan empiris. Observasi dalam penelitian ini dilakukan di obyek
wisata Puri Maerokoco. Berdasarkan observasi tersebut dapat diketahui mengenai
kondisi fisik Puri Maerokoco. Kegiatan observasi ini kemudian dilanjutkan
dengan wawancara kepada pihak pengelola guna mendapatkan informasi yang
lebih akurat.
43
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden dan jawabannya
dicatat atau direkam (Hasan, 2002). Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan
kepada pakar ahli (key person) yang mengetahui seluk beluk kegiatan pariwisata
maupun yang berkaitan dengan pengembangan Puri Maerokoco, yaitu :
1. Dosen manajemen pariwisata Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Pariwisata
2. Staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Bidang Industri
Pariwisata
3. Kepala Personalia PT. Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan Jawa
Tengah
4. Kepala Subagian BUMD Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah
5. Staf Bappeda Kota Semarang Sub Bidang Pengembangan Kawasan.
c. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab (Sugiyono, 2007). Jawaban pertanyaan tersebut dilakukan sendiri
oleh responden tanpa bantuan fisik dari peneliti. Dalam penelitian ini kuesioner
dibagikan kepada para pakar ahli ahli (key person) pariwisata.
44
d. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu metode pengumpulan data dengan cara mempelajari
literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. Literatur tersebut dapat berasal
dari buku, jurnal, media cetak, maupun dari internet.
3.4 Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan metode Analytic Network Process (ANP)
yang merupakan pengembangan dari metode Analytical Hierarchy Process
(AHP). ANP mengijinkan adanya interaksi dan umpan balik dari elemen-elemen
dalam klaster (inner dependence) dan antar klaster (outer dependence). ANP
diterapkan pada pengambilan keputusan yang rumit, kompleks serta memerlukan
berbagai variasi interaksi dan ketergantungan. Sebagai metode pengembangan
dari metode AHP, ANP masih menggunakan cara Pairwise Comparison
Judgement Matrices (PCJM) antar elemen yang sejenis. Perbandingan
berpasangan ANP dilakukan antar elemen dalam komponen atau klaster untuk
setiap interaksi dalam network (Rusydiana, 2013).
Analytic Network Process (ANP) juga merupakan teori matematis yang
mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk
menyelesaikan bentuk permasalahan. ANP bergantung pada alternatif-alternatif
dan kriteria yang ada. Saaty (dalam Rusydiana, 2013) menjelaskan teknis analisis
ANP menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) pada
alternatif-alternatif dan kriteria proyek. Pada jaringan ANP, level dalam AHP
45
disebut klaster yang dapat memiliki kriteria dan alternatif didalamnya. Adapun
tahapan yang dilakukan dalam ANP adalah :
Gambar 3.1
Tahapan dalam ANP
Sumber : Ascarya dalam Rusydiana (2013)
FASE 1
Konstruksi
Model
FASE 2
Kuantifikasi
Model
FASE 3
Analisis
Hasil
Konstruksi Model
Kajian Pustaka Kuesioner
Indepth Interview FGD
Validasi/ konfirmasi Model
Survei Pakar ahli / Praktisi
Penyusunan Kuesioner ANP
Tes Kuesioner ANP
Analisis Data
Validasi Hasil
Interpretasi Hasil
PENELITI PAKAR
AHLI
PRAKTISI
46
1. Konstruksi Model
Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature review secara teori
maupun empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar ahli dan praktisi
pariwisata serta melalui indepth interview untuk mengkaji informasi secara lebih
dalam untuk memperoleh permasalahan yang sebenarnya.
2. Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuesioner ANP
berupa pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam
klaster kepada para responden. Penyebaran kuesioner ini dimaksudkan untuk
mengetahui mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih
dominan) serta seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Ketika
penilaian dilakukan untuk sepasang, nilai timbal balik secara otomatis ditetapkan
ke perbandingan terbalik dalam matriks. Data hasil penilaian kemudian
dikumpulkan dan diinput melalui software super decision untuk diproses sehingga
menghasilkan output berbentuk supermatriks. Hasil dari setiap responden akan
diinput pada jaringan ANP tersendiri. Dalam proses penilaian, masalah dapat
terjadi dalam konsistensi dari perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi
memberikan penilaian numerik dari seberapa besar evaluasi ini mungkin tidak
konsisten. Jika rasio yang dihitung kurang dari 0,10, maka konsistensi dianggap
memuaskan.
47
Tabel 3.1
Nilai Perbandingan Antar Elemen
Tingkat
Kepentingan
Definisi Penjelasan
9 Amat sangat lebih besar pengaruhnya
Bukti bahwa salah satu elemen sangat penting daripada pasangannya adalah
sangat jelas
7 Sangat besar pengaruhnya
Salah satu elemen sangat berpengaruh dan dominasinya tampak secara nyata
5 Lebih besar
pengaruhnya
Penilaian sangat memihak pada salah satu
elemen dibandingkan pasangannya
3 Sedikit lebih besar pengaruhnya
Penilaian sedikit lebih memihak pada salah satu elemen dibandingkan
pasangannya
1 Sama besar pengaruhnya
Kedua elemen memiliki pengaruh yang sama
2,4,6,8 Nilai tengah diantara
pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan jika terdapat keraguan
diantara kedua penilaian yang berdekatan.
Sumber :Saaty (dalam Darmanto, 2009)
3. Sintesis dan Analisis
Sintesis merupakan proses menyatukan semua bagian menjadi satu
kesatuan. Proses sintesis merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan
keputusan, ketika membuat keputusan dengan dibatasi batasan-batasan informasi.
Menurut Ascarya (dalam Rusydiana, 2013) adapun tahapan penghitungan sintesis
adalah:
a. Geometric Mean
Untuk mengetahui hasil penilaian individu dari para responden dan
menentukan hasil pendapat pada satu kelompok dilakukan penilaian dengan
menghitung geometric mean (Rusydiana, 2013). Pertanyaan berupa perbandingan
(Pairwise comparison) dari responden akan dikombinasikan, sehingga
membentuk suatu konsensus. Geometric mean merupakan jenis penghitungan
48
rata-rata yang menunjukan tendensi atau nilai tertentu dimana memiliki formula
sebagai berikut :
GM = (R1*R2*R3* ... *Rn)1/n ............................... ( 3.1 )
b. Rater Agreement
Rater agreement adalah ukuran yang menunjukan tingkat kesesuaian
(persetujuan) para responden (R1-Rn) terhadap suatu masalah dalam satu klaster.
Adapun alat yang digunakan untuk mengukur rater agreement adalah Kendall’s
Coefficient of Concordance (W;0< W≤ 1). W=1 menunjukan kesesua ian yang
sempurna (Rusydiana, 2013).
Untuk menghitung Kendall’s (W), yang pertama adalah dengan
memberikan ranking pada setiap jawaban kemudian menjumlahkannya.
Ri = =𝒎𝒋 1ri,j........................................................ (3.2)
Nilai rata-rata dari total ranking adalah:
U = (T1+T2+T3+.....+TP)/p ....................................... (3.3)
Jumlah kuadrat deviasi (S), dihitung dengan formula:
S = (T1-U)2 + (T2-U)2 + ... +(TP-U)2 ........................ (3.4)
MaxS = (n-U)2 + (2n-U)2 + ... + (pn-U)2.................. (3.5)
Sehingga diperoleh Kendall’s W, yaitu:
W = S ................................................................ (3.6)
MaxS
Dimana : R= Jawaban Responden T = Total Ranking tiap Aspek
p = Jumlah Aspek
n = Jumlah Responden
49
Jika nilai pengujian W sebesar 1 (W=1), dapat disimpulkan bahwa
penilaian atau pendapat dari para responden memiliki kesesuaian yang sempurna.
Sedangkan ketika nilai W sebesar 0 atau semakin mendekati 0, maka menunjukan
adanya ketidaksesuaian antar jawaban responden atau jawaban bervariatif
(Ascarya dalam Rusydiana, 2013).
Menurut Ascarya (dalam Rusydiana 2013), terdapat 3 prinsip-prinsip dasar
ANP yaitu dekomposisi, penilaian komparasi (comparative judgements), dan
komposisi hierarkis atau sintesis dari prioritas :
1. Prinsip dekomposisi, yaitu diterapkan untuk menstrukturkan masalah yang
kompleks menjadi kerangka hierarki atau kerangka ANP yang terdiri dari
jaringan-jaringan klaster.
2. Prinsip penilaian komparasi diterapkan untuk membangun pembandingan
pasangan (pairwise comparison) dari semua kombinasi elemen-elemen
dalam klaster dilihat dari klaster induknya. Pembandingan pasangan ini
digunakan untuk mendapatkan prioritas lokal dari elemen-elemen di dalam
suatu klaster dilihat dari klaster induknya.
3. Prinsip komposisi hierarkis atau sintesis diterapkan untuk mengalikan
prioritas lokal dari elemen-elemen dalam klaster dengan prioritas “global”
dari elemen induk yang akan menghasilkan prioritas global seluruh
hierarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global untuk
elemen level terendah (biasanya merupakan alternatif).