Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

6
8/19/2019 Strategi Bertahan Petani Rumput Laut http://slidepdf.com/reader/full/strategi-bertahan-petani-rumput-laut 1/6 AGAR SUDAH JATUH TAK TERTIMPA TANGGA (Anjloknya Harga dan Strategi Bertahan Petani Rumput Laut)  Beberapa hari ini saya sering turun ke lapangan untuk bertemu dan berbincang-bincang dengan petani rumput laut di Kabupaten Takalar, Pangkep dan Barru di Provinsi Sulawesi Selatan. Berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya, kini cukup sulit menemukan senyum di wajah mereka. Yang terlihat adalah wajah-wajah murung dan pasrah. Kemurungan itu tak lain disebabkan anjloknya harga jual rumput laut kering dalam lebih dari satu tahun terakhir. Fakta ini tak hanya terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yang selama ini dikenal sebagai salah satu pemasok rumput laut terbesar di Indonesia. Berbagai pertanyaan muncul di kepala saat bertemu dan berbincang-bincang dengan mereka. Tapi kerap semua pertanyaan itu tak bisa meluncur dari mulutku karena merasa pertanyaan-pertanyaan itu bisa menambah keresahan mereka saja. Apalagi aku sendiri tak membawa solusi, hanya bertanya dan ingin mengetahui nasib mereka yang sedang tertekan. Dengan kondisi seperti ini, merekalah yang seharusnya banyak bertanya. Baik tentang mengapa harga rumput laut turun drastis, mengapa bisa turun, mengapa tak juga membaik seperti sebelumnya, dan segudang pertanyaan lain yang tentunya tidak mudah untuk dijawab.

Transcript of Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

Page 1: Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

8/19/2019 Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-bertahan-petani-rumput-laut 1/6

AGAR SUDAH JATUH TAK TERTIMPA TANGGA

(Anjloknya Harga dan Strategi Bertahan PetaniRumput Laut) 

Beberapa hari ini saya sering turun ke lapangan untuk bertemu dan berbincang-bincang dengan

petani rumput laut di Kabupaten Takalar, Pangkep dan Barru di Provinsi Sulawesi Selatan. Berbeda

dengan beberapa tahun sebelumnya, kini cukup sulit menemukan senyum di wajah mereka. Yang

terlihat adalah wajah-wajah murung dan pasrah. Kemurungan itu tak lain disebabkan anjloknya harga

jual rumput laut kering dalam lebih dari satu tahun terakhir. Fakta ini tak hanya terjadi di Provinsi

Sulawesi Selatan yang selama ini dikenal sebagai salah satu pemasok rumput laut terbesar di

Indonesia.

Berbagai pertanyaan muncul di kepala saat bertemu dan berbincang-bincang dengan mereka. Tapi

kerap semua pertanyaan itu tak bisa meluncur dari mulutku karena merasa pertanyaan-pertanyaan

itu bisa menambah keresahan mereka saja. Apalagi aku sendiri tak membawa solusi, hanya bertanya

dan ingin mengetahui nasib mereka yang sedang tertekan. Dengan kondisi seperti ini, merekalah

yang seharusnya banyak bertanya. Baik tentang mengapa harga rumput laut turun drastis, mengapa

bisa turun, mengapa tak juga membaik seperti sebelumnya, dan segudang pertanyaan lain yang

tentunya tidak mudah untuk dijawab.

Page 2: Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

8/19/2019 Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-bertahan-petani-rumput-laut 2/6

Fakta anjloknya harga jual rumput laut di Sulawesi Selatan dan bisa dikatakan seluruh Indonesia

tergolong unik. Walau belum sampai merontokkan seluruh semangat petani, namun kondisi ini

menunjukkan ketidakberdayaan seluruh komponen yang terlibat dalam mata rantai tatakelola

rumput laut, mulai dari pembudidaya, pengumpul, pedagang, exportir, pengolah, bahkan

pemerintah sendiri. Sejak kejatuhan harga rumput laut di awal tahun 2015 sampai sekarang, tidak ada

satupun elemen yang mampu menjelaskan faktor penentu utama fenomena ini. Pemerintah sendiri

melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya bisa memberi penjelasan bahwa penurunan

harga yang mencapai 50% ini hanyalah fenomena biasa yang kerap terjadi di tahun-tahun

sebelumnya, sambil berharap harga akan bangkit kembali.

Sayangnya pernyataan-pernyataan pemerintah maupun pihak pemain utama tersebut seperti tidak

memiliki landasan analisis yang kuat. Seperti tahun-tahun sebelumnya, analisis masih di seputaran

kualitas yang belum memadai, permintaan negara importir yang menurun, ekonomi global yang

sedang lesu, atau adanya sinyalemen bahwa tarif export rumput laut yang “katanya” akan dinaikkan

oleh pemerintah. Bahkan ada statement yang sebenarnya cukup menggelikan. Ada sebahagian pihak

yang mengharapkan terjadinya bencana di negara exportir lain yang nantinya bisa mengkatrol harga

rumput laut di Indonesia. Analisis yang sungguh lucu, karena terkesan mengharapkan nasib sialnegara lain agar keberuntungan berpihak pada Indonesia.

Yang lebih tak menggemaskan lagi adalah, selama hamper 2 tahun anjloknya harga rumput laut, tidak

ada satupun pihak, baik pengumpul, pedagang dan pemegang kebijakan dan pihak-pihak lain yang

berkecimpung dalam tata niaga rumput laut yang pernah memberi penjelasan memadai kepada

petani. Dari penelusuran di Kabupaten Pangkep, Barru, Takalar dan sedikit pembudidaya di Maros,

Page 3: Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

8/19/2019 Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-bertahan-petani-rumput-laut 3/6

tidak ada satupun petani yang pernah diberi penjelasan cukup tentang kondisi ini. Semua pihak

sepertinya membisu, atau memang mungkin tidak tahu apa yang menyebabkan situasi ini bisa terjadi.

Di beberapa tempat, terutama di desa-desa pesisir di Kabupaten Barru dan Takalar, situasinya malah

sudah cukup mengkhawatirkan. Menurut informasi petani pembudidaya, saat ini jumlah pengumpul

atau pembeli local sudah jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Entah karena gulung tikar

atua bangkrut, atau beralih bisnis, dari 5 pengumpul di salah satu desa di Kabupaten Barru, kini hanya1 orang yang aktif melakukan pembelian dari petani. Itupun dengan harga yang cukup menyedihkan,

yakni antara Rp 6000 hingga Rp 6500 per kg untuk jenis cottoni. Bahkan yang lebih miris, menurut

seorang petani di Kabupaten Takalar, ada pembeli besar yang sudah berhutang kepada seorang

pengumpul selama 1 tahun terakhir karena belum mampu membayarkan pembelian rumput laut.

Kondisi seperti ini jelas sudah sangat mengkhawatirkan. Jika pembeli besar saja sudah sampai

berhutang, bagaimana pula nasib petani kecil pembudidaya yang jumlahnya ribuan di Sulawesi

Selatan dan di Indonesia?

Realitas terpuruknya harga jual rumput laut tentu berpengaruh besar terhadap petani pembudidaya

maupun masyarakat pesisir lainnya yang hidupnya sangat tergantung dengan rumput laut. Namunsekali lagi, masyarakat terutama petani pembudidaya selalu punya cara untuk tetap bertahan.

Hantaman atau tekanan alam dan ekonomi ternyata membuat mereka terlatih untuk mencari solusi

tanpa harus menunggu perlindungan dan pertolongan pihak lain. Kemampuan mereka untuk

bertahan membuktikan bahwa kapasitas untuk berreaksi terhadap tekanan dan gejolak merupakan

kemampuan dasar yang harus dimiliki masyarakat, termasuk petani rumput laut.

Melalui penelusuran di Kabupaten Barru, seperti di Desa Pancana, Kelurahan Tanete, Dusun Polejiwa

mencoba bertahan dengan tetap menurunkan bentangan untuk mempertahankan bibit,

membudidaya rumput laut untuk menjual bibit, atau menyimpan rumput laut kering sebagai modal

untuk melakukan budidaya di musim selanjutnya. Sebahagian kecil dari mereka ada yang

menggantung tali bentangan milik mereka dan mencoba memfokuskan diri pada usaha menjaring

ikan, memancing, kembali merawat empang atau tambak, berdagang ikan, bahkan mengembangkan

usaha pengolahan makanan berbahan baku local.

Satu hal yang patut disyukuri adalah, masyarakat pesisir termasuk petani rumput laut ternyata

bukanlah rakyat manja yang selalu meminta perlindungan atas tekanan ekonomi yang mereka alami.

Langsung atau tidak langsung, sebenarnya aku melihat ada perubahan besar dikalangan petani

rumput laut di kawasan pesisir. Kemampuan mereka menyesuaikan diri atau daya lenting (Resiliensi)

mereka terhadap tekanan ekonomi dan alam memang sedang teruji saat ini. Kelesuan dan

kemurungan di wajah mereka ternyata sama sekali bukan pertanda putus asa. Namun lebih

merupakan expresi kerja keras mereka mencari solusi atas apa yang sedang mereka alami.

Di satu sisi, anjloknya harga jual rumput laut yang terjadi belakangan ini menjadi pertanda rentan nya

tatakelola atau bisnis rumput laut secara nasional. Tapi di sisi lain, kemampuan mereka bertahan dan

mencari alternative solusi atas situasi yang mereka alami merupakan bukti kuatnya resiliensi mereka

terhadap perubahan ekonomi dan alam. Bagaimanapun juga, langsung atau tidak langsung

kedayatahanan ekonomi dan pangan melalui diversifikasi matapencaharian, penguatan komunitas

masyarakat pesisir yang selama 5 tahun didorong melalui Project Restoring Coastal Livelihoods di 4

Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan kini mulai terlihat. Mereka punya alternative untuk bertahan.

Page 4: Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

8/19/2019 Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-bertahan-petani-rumput-laut 4/6

Ya…solusi alternative yang mereka jalankan ternyata menjawab kerentanan tatakelola dan tataniaga

rumput laut yang ternyata sangat ringkih atau masih sangat lemah. Walaupun tak menjawab

persoalan utama anjloknya harga, namun solusi yang mereka jalankan bisa menjawab kebutuhan

rumah tangga yang tak bisa ditunda-tunda.

Kondisi yang sama juga ditemui di Kabupaten Pangkep, terutama di Desa Tamarupa, Kecamatan

Mandalle. Kebiasaan hidup dengan 2 atau 3 matapencaharian membuat mereka bisa tetap bertahanwalau harga rumput laut tak sesuai dengan yang mereka harapkan. Pak Arman dan Ibu Syarifah

berikut anggota kelompok Kalaroang masih melihat budidaya rumput laut adalah salah satu jenis

matapencaharian penting yang tak akan pernah mereka tinggalkan. Meskipun harga tak kunjung naik

selama hamper 2 tahun lebih, namun kehidupan keluarga mereka tak membuat ekonomi keluarga

lumpuh. Mereka masih memiliki jaring untuk mencari kepiting dan ikan, jarum dan tasi untuk

membuat jaring dan jala, atau masih memiliki sepetak sawah dan empang yang bisa mereka kelola

untuk budidaya ikan, udang dan menanam padi secara alami. Ya, secara alami! Mereka tak khawatir

kehabisan modal untuk membeli pupuk yang mahal, karena mereka bisa buat sendiri atau membeli

dengan harga murah pupuk organic untuk digunakan pada sawah dan empang mereka.

Satu hal yang menurutku luarbiasa adalah, mereka masih semangat dan memiliki rencana yang jelas

untuk terus membudidayakan rumput laut di musim-musim berikutnya. Apa yang membuat mereka

bisa tetap semangat walau harga jual rumput laut kering turun bebas selama 2 tahun terakhir?

Jawaban mereka sederhana; “…sudah terbiasa tanam rumput laut, walau harga rendah tapi lebih

pasti…”!! Hmmm…jawaban yang terlalu sederhana, tapi perlu ditelusuri lebih dalam. Kami pun

kemudian sama-sama berhitung untuk menjawab apakah benar-benar budidaya rumput laut masih

menjanjikan atau cuma karena tidak ada pilihan matapencaharian.

Untuk 100 bentang rumput laut, paling tidak menurut Pak Arman membutuhkan 500 g bibit. Dengan

harga Rp 2500 per kilogram, maka dibutuhkan biaya kurang lebih Rp. 1.250.000. Biaya ikat untuk 100

bentang tersebut menghabiskan biaya Rp 250.00, dan Rp 50.000 untuk konsumsi atau makan minum

pekerja mengikat. Selama kurang lebih 40 sampai 45 hari, paling tidak seorang petani rumput laut

harus mengeluarkan biaya Rp 90.000 untuk biaya bensin kapal. Total biaya produksi yang harus

dikeluarkan oleh petani rumput laut untuk satu musim selama 40 sampai 45 hari adalah Rp.

1.640.000.

Dalam kondisi cukup baik, maka 100 bentangan tersebut bisa menghasilkan kurang lebih 3500 kg.

Jika dikeringkan maka rumput laut kering yang diperoleh adalah kira-kira 500 kg. Berdasarkan harga

sekarang, jika rumput laut kering dengan berat 500 dijual di pengumpul local, maka uang yang

diperoleh oleh petani dari 100 bentangan tersebut adalah Rp. 3.500.000. Setelah dikurangi dengan

biaya produksi, maka petani rumput laut masih memperoleh Rp. 1.860.000 dari 100 bentangan

tersebut.

Pak Arman sendiri saat ini memiliki kurang lebih 300 bentangan, sehingga hasil yang didapat oleh Pak

Arman dalam satu musim budidaya bisa 3 kali lipat dari perhitungan keuntungan bersih di atas.

Perhitungan itu tentu terlalu kasar. Realitasnya tidaklah seperti itu. Selain masih banyak lagi biaya-

biaya tidak terduga, bobot rumput laut basah yang kadang tidak sesuai harapan, maupun

ketersediaan bibit. Di awal musim, biasanya petani rumput laut hanya memulai dari sedikit

bentangan, karena tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bibit. Biasanya petani memulai

Page 5: Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

8/19/2019 Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-bertahan-petani-rumput-laut 5/6

dengan 50 bentangan atau kurang lebih 250 kg bibit dengan harga Rp 600 ribu lebih. Selama 20

sampai 25 hari ya akan memperbanyak bibit hingga bisa menghasilkan 1 ton lebih. Sebahagian besar

hasil akan dibibitkan kembali, dan sisanya akan dikeringkan. Begitu seterusnya sampai seluruh

bentangan yang dimiliki petani bisa diturunkan.

Dikarenakan terbatasnya musim, petani di beberapa wilayah, termasuk Barru dan Pangkep tidak bisa

melakukan budidaya sepanjang tahun. Mereka paling-paling hanya bisa membudidayakan rumputlaut sebanyak 5 kali dan maksimal 7 kali, itupun jika kondisi laut memang sedang sangat mendukung.

Dengan harga rumput laut seperti saat ini, tentu keuntungan yang sebelumnya mereka nikmati saat

harga bagus tidak lagi bisa mereka terima. Apalagi biaya atau cost yang harus mereka keluarkan

untuk satu putaran tidak pernah berkurang, seperti biaya mengikat, harga bibit, maupun biaya

pemeliharaan. Tentu saja semua pengeluaran tersebut sangat menekan kemampuan petani rumput

laut. Alih-alih berhenti membudidaya, ternyata sebahagian besar petani masih tetap konsisten

melakukan budidaya walau harga sedang tidak berpihak kepada petani. Selain sudah menjadi

kebiasaan, rumput laut tetap menjanjikan pendapatan yang lebih pasti dibandingkan harus beralih

atau kembali focus pada matapencaharian sebelumnya sebagai nelayan, pekerja tambak dan lainnya.

Kondisi yang berbeda di temui di Kabupaten Takalar, khususnya di Dusun Puntodo, Desa Laikang.

Turunnya harga rumput laut tentu saja menjadi persoalan besar. Bagi sebahagian petani, mereka

tetap fokus membudidaya sambil menunggu harga “normal kembali”. Namun sebahagian dari

mereka sudah memilih strategi lain yang selama beberapa bulan atau 1 tahun terakhir menjadi

alternative pendapatan mereka.

Di Teluk Laikang saat ini sedang marak budidaya lobster menggunakan keramba. Disamping

harganya lebih stabil, pengerjaannya juga tidak terlalu rumit. Walau modal yang digunakan cukup

besar, yakni sekitar Rp 10 Juta untuk 4 kotak keramba ditambah bagan tancap sebagai media

mencari pakan. Mengapa usaha ini yang mereka jalankan? Selain alasan di atas, membudidayakanlobster tak membuat mereka “memutus hubungan” dengan rumput laut. Saat merawat keramba,

mereka juga tetap bisa bekerja merawat bentang rumput laut yang lokasinya tidak jauh dari lokasi

keramba.

Kendala utama dari budidaya keramba adalah, sampai saat ini bibit lobster masih didatangkan dari

Bantaeng. Mereka membeli bibit lobster tersebut melalui pengumpul di Puntondo yang memiliki

jaringan dengan nelayan pencari lobster yang ada di Bantaeng. Tentu karena pengadaan bibit lobster

dilakukan secara tradisional, maka ketersediaanya pun terbatas dan harus menunggu ketersediaan

barulah para pembudidaya bisa melakukan pemesanan.

Apapun strategi yang dijalankan petani, baik mengoptimalkan matapencaharian alternative atau

menekan biaya budidaya, tetap sebenarnya komoditas rumput laut menjadi andalan utama warga.

Berdasarkan perhitungan bersama Pak Armand an petani lainnya, terlihat biaya pembelian bibit

adalah pengeluaran terbesar yang harus dikeluarkan dari kantong pembudidaya. Untuk bisa tetap

membudidaya, biasanya mereka mempertahankan bibit setahun penuh sebanyak beberapa

bentangan saja. Sebahagian dari mereka yang masih menyimpan uang akan membeli dalam jumlah

sedikit. Ada juga yang meminjam dari pengumpul untuk kemudian dikembalikan saat penjualan.

Page 6: Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

8/19/2019 Strategi Bertahan Petani Rumput Laut

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-bertahan-petani-rumput-laut 6/6

Jika biaya bibit bisa ditekan, misalnya dengan membeli dengan cara lebih murah, atau meminjam

dengan pengembalian yang ringan, tentu solusi ini bisa sedikit membantu mengurangi cost budidaya

dan kembali membuat petani rumput laut lebih bersemangat. Tentu saja membeli dengan cara lebih

murah atau meminjam dengan pengembalian yang ringan tak sepenuhnya bisa diperoleh dari para

pengumpul local yang saat ini sudah banyak beralih profesi.

Harus ada penyedia bibit yang dikelola dengan tujuan mendukung petani rumput laut agar tetap bisabertahan. Penyedia bibit haruslah teritegrasi dalam tatakelola komoditas yang dilindungi oleh

pemerintah, pihak swasta dan juga bersinergi dengan pembudidaya. Ada banyak lokasi di Sulawesi

Selatan yang sangat sesuai dijadikan lokasi pembibitan. Pemerintah Kabupaten dan Provinsi juga

punya akses besar untuk menyediakan lokasi pembibitan ini. Walau bukan strategi yang samasekali

baru, tapi jika dijalankan dengan tujuan yang benar-benar merupakan solusi atas permasalahan

pembudidaya, maka peluang berkelanjutannya kawasan pembudidaya akan semakin besar.

Cerita petani rumput laut yang diperoleh dari Kabupaten Barru, Pangkep dan Takalar itu tentu saja

tak menggambarkan realitas utuh dari nasib petani akibat anjloknya harga rumput laut. Ada banyak

dampak sekaligus strategi yang mereka jalankan agar tetap bisa bertahan dengan kondisi yang ada.Bagi mereka tekanan seperti ini biasa terjadi selama hidup di kawasan pesisir. Yang tidak biasa

adalah, saat ini sangat minim ada penjelasan dari para pihak tentang alasan menurunnya harga. Ini

menjadi salahsatu bukti bahwa tatakelola komoditas rumput laut memang masih sangat kabur.

Ketika terjadi situasi seperti menurunnya harga jual, maka yang terlihat adalah “cuap-cuap” atau

analisis yang tak terlalu bisa dipertanggungjawabkan. Padahal, ada beberapa asosiasi petani,

pengumpul, pedagang atau exporter rumput laut di level provinsi maupun nasional. Kok

kelihatannya tidak kedengaran sama sekali? Atau mungkin juga komoditas ini tergolong komoditas

tak terbaca tatakelolanya walaupun sudah puluhan tahun menghidupi banyak orang di pesisir

maupun kalangan pedagang di kota besar?

Tatakelola komoditas rumput laut tentu menjadi penting dan dibuat lebih pasti sehingga terhindarlah

kejadian-kejadian seperti ini. Petani atau pembudidaya tentu selalu punya solusi walaupun tanpa

diberi input apapun sehingga bisa tetap bertahan dan dapur keluarga bisa “ngepul”. Tapi paling tidak

ada informasi yang lebih jelas, sehingga tidaklah petani dibiarkan menyimpan rumput laut kering

sampai 2 tahun lebih. Mereka butuh perlindungan, walau hanya dalam bentuk informasi yang lebih

pasti.

Maret 2016

Oleh; Tua Hasiholan Hutabarat