Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

19
Strategi belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving 2 Posted on January 26, 2009 by terasafit Strategi Pembelajaran Thinking Alauod Pair Problem Solving (TAPPS) ialah merupakan salah satu strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang dilakukan secara kolaboratif terstruktur oleh beberapa orang siswa. Strategi ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan kemudian diungkapkan kepada rekannya solusi terbaik dari permasalahan yang ada. Gagasan yang melatar belakangi strategi TAPPS adalah bahwa menyampaikan secara langsung dengan lisan solusi dari suatu proses pemecahan masalah membantu meningkatkan kempuan siswa dalam berpikir analitis.( Whimbey. 1999 : 23) Siswa dikelompokan berpasang-pangangan dan diberi satu rangkaian permasalahan yang terdapat dalam kehidupan sehari- hari. Dua siswa tersebut diberi peranan yang berbeda satu sama lain pada setiap masalah: sebagai pemecah masalah atau Problem Solver (PS) dan Pendengar atau listener (L). Problem solver (PS) membacakan masalah yang diamati dengan suara keras dan menyampaikan bagaimanakah solusi dari masalah tersebut. Listener (L) mendengarkan semua yang disampaikan oleh Problem Solver (PS) termaksud langkah-langkah solusi dari permasalahan tersebut dan menangkap semua kesalahan apapun yang terjadi. Agar pembelajaran ini berjalan lebih efektif maka L harus mengerti apa yang melatar belakangi PS memaparkan langkah- langkah pemecahan masalah tersebut. (http://www.wcer.wisc.edu. 02 Februari 2008). Untuk melaksanakan strategi TAPPS para siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok kecil yang sebagian berperan sebagai Problem solver dan yang lainya menjadi Listener. Dengan bebarapa ketentuan antara lain: (1) siswa bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang siswa, untuk memecahkan suatu masalah. (2) satu pasang siswa berperan sebagai Problem Solver (PS) dan pasangan siswa lainya berperan sebagai Listener (L). (3) Problem Solver menyampaikan secara lisan dengan jelas segala sesuatu dari hasil pemikirannya mengenai solusi dari masalah yang diberikan; Listener mendengarkan, memerikan dorongan dan usulan jika menemui pernyataan Promblem solver

Transcript of Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

Page 1: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

Strategi belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving   2

Posted on January 26, 2009 by terasafit

Strategi Pembelajaran Thinking Alauod Pair Problem Solving (TAPPS) ialah merupakan salah satu strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang dilakukan secara kolaboratif terstruktur oleh beberapa orang siswa. Strategi ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan kemudian diungkapkan kepada rekannya solusi terbaik dari permasalahan yang ada. Gagasan yang melatar belakangi strategi TAPPS adalah bahwa menyampaikan secara langsung dengan lisan solusi dari suatu proses pemecahan masalah membantu meningkatkan kempuan siswa dalam berpikir analitis.( Whimbey. 1999 : 23)Siswa dikelompokan berpasang-pangangan dan diberi satu rangkaian permasalahan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dua siswa tersebut diberi peranan yang berbeda satu sama lain pada setiap masalah: sebagai pemecah masalah atau Problem Solver (PS) dan Pendengar atau listener (L). Problem solver (PS) membacakan masalah yang diamati dengan suara keras dan menyampaikan bagaimanakah solusi dari masalah tersebut. Listener (L) mendengarkan semua yang disampaikan oleh Problem Solver (PS) termaksud langkah-langkah solusi dari permasalahan tersebut dan menangkap semua kesalahan apapun yang terjadi. Agar pembelajaran ini berjalan lebih efektif maka L harus mengerti apa yang melatar belakangi PS memaparkan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut. (http://www.wcer.wisc.edu. 02 Februari 2008).Untuk melaksanakan strategi TAPPS para siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok kecil yang sebagian berperan sebagai Problem solver dan yang lainya menjadi Listener. Dengan bebarapa ketentuan antara lain: (1) siswa bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang siswa, untuk memecahkan suatu masalah. (2) satu pasang siswa berperan sebagai Problem Solver (PS) dan pasangan siswa lainya berperan sebagai Listener (L). (3) Problem Solver menyampaikan secara lisan dengan jelas segala sesuatu dari hasil pemikirannya mengenai solusi dari masalah yang diberikan; Listener mendengarkan, memerikan dorongan dan usulan jika menemui pernyataan Promblem solver yang tidak sesuai atau tidak dimengerti. (4) untuk permasalahan berikutnya peran-peran siswa tersebut ditukar. (http://www.saskschools.ca. 02 Februari 2008)Seorang guru yang menggunakan strategi TAPPS pada pembelajaran-nya haruslah terlebih dahulu memaparkan tujuan dan aturan dalam pembelajaran ini. Intruksi untuk sepasang PS dan L dapat diringkas antara lain sebagai berikut (Stice. 2007):Problem Solver :1.menyiapkan buku catatan, alat tulis, kalkulator dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam menjelaskan solusi dari permasalahan yang diberikan.2.memberi tahukan kepada rekan yang menjadi L agar mempersiapakan sesuatu sebelum menjelaskan pemecahan masalah tersebut.3.membacakan masalah yang akan dijelaskan dengan cukup keras.4.memulai untuk memecahkan masalah yang diberikan, pada saat menjelaskan solusi dari permasalahan tersebut, listener hanya mendengarkan dan bereaksi hanya dengan apa yang dikatakan PS. Dan tidak boleh ada kerjasama antara PS dan L5.PS pertama kalinya pasti akan mengalami kesulitan dalam memilih kata. PS harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil pemikirannya. Menganggap bahwa listener tidak sedang mengevaluasi.6.tetap fokus kepada bagian dari permasalahan yang dihadapi problem soler.7.mencoba untuk tetap menyelesaikan masalah tersebut sekalipun PS menganggap masalah tersebut sepele. Kebanyakan orang-orang tidak menyadari bahwa peningkatan terjadi ketika

Page 2: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

mereka melibatkan diri di dalam proses belajar itu sendiri. Ketika PS meselesai pembahasan suatu masalah, rekamlah segala apapun hasil pemikiran dari apa yang dipelajari dalam proses pemecahan masalah tersebut.Listner :1.Menentukan secepat mungkin apa yang akan ditanyakan dan tidak mengkritik.2.Peran Listener adalah:a.Menuntun PS untuk terus berbicara, tetapi jangan melakukan masukan ketika PS sengan berpikirb.Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan oleh PS tidak ada yang salah, dan tidak ada langkah dari solusi tersebut yang hilang.c.Membantu PS agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi permasalahan-nya.d.Membantu merefleksikan proses mental dari PS yang berfungsi sebagai tindak lanjut dari pembelajaran ini.e.Memastikan diri bahwa L mengerti tiap langkah dari solusi tersebut.3.Jangan menolak apapun pernyataan dari PS dan mulailah untuk menyelesaikan masalah yang dimiliki listerner.4.Jangan membiarkan PS melanjutkan pemaparannya, jika:a.L tidak mengerti apa yang di paparkan oleh PS. Dengan mengatakan ”saya tidak mengeti apa maksudmu”b.L berpikir suatu kekeliruan telah dibuat. Dengan mengatakan ”apakah yang kamu katakan itu benar”5.Memberikan isyarat pada PS, jika PS melakukan kesalahan dalam proses berpikirnya atau dalam perhitungannya, tetapi jangan L memberikan jawaban yang benarBerdasasarkan apa yang telah dipaparkan diatas dapat dipahami bahawa strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dialami oleh siswa. Pembelajaran ini dilaksanakan secara kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 2 atau 4 orang yang terdiri dari Problem solver (Pemecah masalah) dan listener (pendengar). PS membacakan masalah yang diamati dengan suara keras dan menyampaikan bagaimanakah solusi dari masalah tersebut. Listener mendengarkan semua yang disampaikan oleh PS termaksud langkah-langkah solusi dari permasalahan tersebut dan menangkap semua kesalahan apapun yang terjadi. Dengan berbagai aturan dari tiap peran tersebut.

http://terasafit.wordpress.com/2009/01/26/strategi-belajar-thinking-aloud-pair-problem-solving-2/

Page 3: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

Efektivitas Penggunaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (tapps) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

Pengarang SUKAESIH, EmaSubjek

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan soal essai fisika. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen terhadap siswa kelas 1 A SMP Mutiara 5 Lembang. Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Pretest-Postest Design. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen berjumlah sepuluh orang yang dikenai perlakuan dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS), sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol berjumlah sepuluh orang yang dikenai pengajaran yang biasa guru lakukan yaitu diskusi kelas. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa digunakan tes uraian, sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengetahui aktifitas siswa mengikuti proses pembelajaran digunakan angket, observasi dan wawancara. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa: (1) Kemampuan pemahaman masalah siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) tergolong dalam kategori sangat tinggi, (2) Kemampuan pemikirian suatu rencana siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) tergolong dalam kategori tinggi, (3) Kemampuan pelaksanaan rencana siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) tergolong dalam kategori sedang, (4) Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dari kategori sangat rendah menjadi kategori sedang. Analisis statistik nonparametric digunakan karena hasil pengujian normalitas dengna menggunakan uji Liliofors memberikan hasil sebagian data berdistribusi tidak normal. Dari hasil analisis data skor diatas tes akhir menggunakan uji jumlah jenjang Wilcoxon diperoleh Rhitung = 94 dengan R = 78, pada taraf kepercayaan = 0.05 ternyata Rhitung > R . Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan akhir kedua kelompok sama.

Permalink http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0329106-082837/

Tipe Dokumen Skripsi Penulis SUKAESIH, Ema, No. Panggil SFIS SUK e URN etd-0329106-082837 Judul EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Fisika Pembimbing

Nama Pembimbing FungsiParsaoran Siahaan Pembimbing 1Setiya Utari Pembimbing 2Kata Kunci

Pemecahan Masalah Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS

Page 4: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

Tanggal Sidang 2005-08-14 Sipat Pengaksesan unrestricted Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan soal essai fisika. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen terhadap siswa kelas 1 A SMP Mutiara 5 Lembang. Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Pretest-Postest Design. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen berjumlah sepuluh orang yang dikenai perlakuan dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS), sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol berjumlah sepuluh orang yang dikenai pengajaran yang biasa guru lakukan yaitu diskusi kelas. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa digunakan tes uraian, sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengetahui aktifitas siswa mengikuti proses pembelajaran digunakan angket, observasi dan wawancara.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa: (1) Kemampuan pemahaman masalah siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) tergolong dalam kategori sangat tinggi, (2) Kemampuan pemikirian suatu rencana siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) tergolong dalam kategori tinggi, (3) Kemampuan pelaksanaan rencana siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) tergolong dalam kategori sedang, (4) Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dari kategori sangat rendah menjadi kategori sedang.

Analisis statistik nonparametric digunakan karena hasil pengujian normalitas dengna menggunakan uji Liliofors memberikan hasil sebagian data berdistribusi tidak normal. Dari hasil analisis data skor diatas tes akhir menggunakan uji jumlah jenjang Wilcoxon diperoleh Rhitung = 94 dengan R� = 78, pada taraf kepercayaan � = 0.05 ternyata Rhitung > R�. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan akhir kedua kelompok sama.

Full Text

  Filename       Size      Perkira

MODEL PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA ← Pola Kepribadian Individu – Elizabeth B. Hurlock

Permendiknas No. 15 Tahun 2010 – Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar →

Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNASPosted on 4 Desember 2010 by AKHMAD SUDRAJAT

Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu

Page 5: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.

Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah  dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.

Untuk mengatahui  definisi pendidikan  dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan   operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran  utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.

1. Usaha sadar dan terencana.

Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual).  Oleh karena itu, di setiap level manapun,  kegiatan pendidikan harus  disadari dan direncanakan, baik dalam tataran  nasional (makroskopik),  regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun  operasional (proses pembelajaran  oleh guru).

Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas),  pada dasarnya setiap kegiatan  pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI   No. 41 Tahun 2007 .  Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

Page 6: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya

Pada pokok pikiran yang kedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi pembelajaran.  Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan).  Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini, saya menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik.  Selain itu, saya juga  melihat  ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan  suasana  belajar, dan (b) mewujudkan  proses pembelajaran.

a. Mewujudkan  suasana  belajar

Berbicara tentang  mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar,  diantaranya  mencakup: (a)  lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

Baik lingkungan  fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan guru  dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator  belajar siswa .

b. Mewujudkan  proses pembelajaran

Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan  pra kondisi  agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana  mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut  untuk dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian  pembelajaran (lihat  Permendiknas RI   No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer pembelajaran, dimana guru bertindak  sebagai seorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)

Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran,  proses pembelajaran pun seyogyanya  didesain agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi  pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator  belajar.

Page 7: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus menggambarkan  pula  tujuan pendidikan nasional kita , yang  menurut hemat saya sudah  demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan  diantara ketiga dimensi tersebut.

Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat pokok pikiran yang ketiga  dari definisi pendidikan  ini  maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru.

Selanjutnya  tujuan-tujuan  tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan  di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan  pembelajaran yang  dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan  pada tataran operasional  memiliki arti yang strategis  bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan  uraian di atas,  kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang  tertuang  dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya  tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu,  tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang  siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa  peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.

===============

Begitulah pemahaman sederhana saya tentang apa itu pendidikan, dalam perspektif kebijakan. Saya berharap kiranya Anda dapat melengkapi dan menyempurnakan pemahaman saya  ini, melalui forum komentar yang tersedia di bawah.

Semoga bermanfaat  dan terima kasih.

========

Pengertian dan Tujuan Pendidikan menurut UU Sisdiknas Karena UU Sisdiknas itu puanjang...aku kutipin sebagian tentang pengertian dan tujuan pendidikan menurut UU RI No 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

Page 8: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait

secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

tertentu.

5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat

untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai

dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi

diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang

dikembangkan.

9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan

suatu satuan pendidikan.

10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan.

11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri

atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Page 9: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak

sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar

anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik

dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi,

informasi, dan media lain.

16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan

kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan

pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di

seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara

Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar.

21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu

pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan Pendidikan.

22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam

penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana,

dan prasarana.

24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur

masyarakat yang peduli pendidikan.

Page 10: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali

peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

26. Warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

27. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai

perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

29. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah

kota.

30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.

BAB IIDASAR, FUNGSI DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Rabu, 20 Oktober 2010

Page 11: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

Model Pembelajaran Hidrolisis Garam Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis A. MODEL PEMBELAJARAN Model pembelajaran adalah konsep yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mancapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Winataputra : 1992).Model-model pembelajaran yang penting untuk dikembangkan adalah :1. Intelegensi, merupakan kemampuan operasional dalam mentransformasi data lingkungan siswa;2. Keterampilan berpikir yang berkembang secara bertahap;3. Perkembangan adalah fungsi dari pengalaman dan kematangan.Model pembelajaran yang paling sesuai untuk ilmu kimia yang bersifat deklaratif dan prosedural adalah model pemrosesan informasi. Model pemrosesan informasi ini lebih dititik beratkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami dunia ini dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah, dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Model pemrosesan informasi (Joyce, Weil & Shower :1992) meliputi sejumlah mengajar dengan ciri utama bagaimana cara manusia memproses informasi melalui mengendalikan rangsangan yang datang dari lingkungan dengan mengorganisasikan data, mendeteksi, memecahkan masalah, mengembangkan konsep dan menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikannya.Beberapa model yang termasuk kelompok model pemrosesan informasi diantaranya adalah :Model berpikir induktif merupakan kelompok model pemrosesan informasi, Model ini dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Tabba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan suatu nama konsep, dan mengajari berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar menjadi lebih terampil dalam menyingkap dan mengorganisasikan informasi dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antara hal. (Winataputra : 1992 hal 35 – 36)Model yang dipilih hendaknya dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan mengembangkan perkembangan kognitif siswa. Dalam penyusunan model pembelajaran hal-hal yang harus diperhatikan guru adalah :(a) Analisis Konsep Konsep merupakan sekumpulan atribut atau karakteristik umum terhadap semua contoh (orang, objek, kejadian, ide, dan lain-lain) dari kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non contoh (Liliasari : 1997).Analisis konsep adalah suatu prosedur yang dapat dikembangkan untuk dapat menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran (Herron :1977, Dahar:1985). Untuk melakukan analisis konsep, guru hendaknya memperhatikan hal-hal dibawah ini :1) Label konsep2) Definisi konsep3) Atribut-atribut kriteria dan atribut-atribut variabel dari konsep4) Konsep Superordinat, sub ordinat dan koordinat5) Jenis konsep6) Contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsepKonsep-konsep kimia dapat dikelompokkan berdasarkan atribut-atribut yang menjadi 6 kelompok (Herron dalam Liliasari:1997) yaitu :

Page 12: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

a. Konsep konkrit, yaitu konsep contoh yang dapat dilihatb. Konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tak dapat dilihatc. Konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihatd. Konsep yang berdasarkan suatu prisipe. Konsep yang melibatkan penggambaran simbolf. Konsep yang menyatakan suatu sifatg. Konsep yang menunjukkan atribut ukuran(b) Peta Konsep Peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan preposisi-preposisi suatu bidang studi (Dahar:1985). Peta konsep menggambarkan konsep-konsep yang penting dan hubungan antara konsep-konsep itu. Peta konsep dapat menolong guru mengetahui konsep-konsep yang dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung, untuk mengetahui penguasaan konsep-konsep pada siswa dan untuk menolong para siswa mempelajari cara belajar (Dahar:1985).Peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan,(Dahar:1985) yaitu :(a) Menyelidiki apa yang diketahui siswa(b) Mempelajari cara belajar(c) Mengungkapkan konsepsi salah(d) Alat evaluasi B. KETERAMPILAN BERPIKIR KRITISBerpikir adalah salah satu proses keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan ditemukannya suatu pengetahuan. Berpikir merupakan proses yan dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses berpikir adalah landasan bagi semua siswa, proses berpikir berhubungan dengan “problem solving”, “proses kognitif”, “berpikir reflektif”, dan “metode ilmiah”. Akan tetapi guru hendaknya tidak perlu selaras dengan pola proses berpikir ini. Hendaknya guru dapat membimbing kelasnya sedemikian rupa sehingga para siswa melakukan langkah-langkah berpikir seperti cara-cara berpikir normal.Proses berpikir pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu :(1) Pembentukan pengertian(2) Pembentukan pendapat(3) Penarikan kesimpulan (Surya brata :1995 )Berdasarkan cara yang digunakan untuk menarik kesimpulan ada dua jenis berpikir menurut Enni (Arifin : 1996), yaitu :(1) Berpikir Induktif, Merupakan cara berpikir yang digunakan apabila seseorang membuat kesimpulan, berdasarkan informasi atau fakta yang dimiliki dan berdasarkan prinsip-prinsip penemuan serta dibuat yang spesifik menjadi umum.(2) Berpikir DeduktifSuatu cara berpikir yang digunakan jika seseorang membuat pernyataan berdasarkan premis-premis yang diketahui sebelumnya (kesimpulan yang ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus)Contoh :Proses pemikiran dalam penarikan kesimpulan tentang jenis larutan garam X yang belum diketahui, berdasarkan hasil test dengan kertas lakmus. Premis yang diketahui bahwa asam mengubah warna Indikator lakmus biru menjadi merah. Kertas lakmus biru dalam larutan garam X berubah menjadi merah maka larutan garam X bersifat asam.Proses berpikir dapat menggunakan keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir

Page 13: Strategi Belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving

kompleks, menurut Presseisen (Costa,1985). Keterampilan dasar yaitu kualifikasi, klarifikasi, hubungan variabel, tranformasi dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Dalam pendidikan, berpikir kritis terbukti mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin ilmu, menuju pemenuhan sendiri akan kebutuhan intelektual dan mengembangkan peserta didik sebagai individu berpotensi (Liliasari : 1996). Dalam proses pembelajaran pengembangan berpikir kritis lebih melibatkan peserta didik dari pada seseorang yang belajar (Splitter :1991).Berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif berdasarkan makna yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Ennis :1985). Menurut Lipmann (Splitter :1991) keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan bertanggungjawab yang memudahkan pengelolaan yang baik, karena berpikir kritis :1) didasarkan atas suatu kriteria 2) adalah introspeksi diri 3) membuat orang peka terhadap keadaan. Menurut Penner (1995), keterampilan berpikir kritis sebenarnya memiliki sifat seperti halnya keterampilan motorik, keduanya dapat dilatih agar dapat berkembang. Peranan guru sebagai fasilitator dan motivator dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar, guru memiliki kemampuan mengajukan pertanyaan yang merangsang siswa berpikir kritis. Sebagai motivator guru memberikan dorongan kepada siswa ketika siswa bertanya atau menjawab pertanyaan, dan hendaknya guru memberikan arahan kepada siswa apabila siswa memberikan jawaban yang salah atau kurang tepat.Agar proses berpikir kritis terjadi dalam belajar adalah adanya perencanaan yang secara spesifik memberikan perhatian kepada materi (content), konstruk, dan kondisi (Winocur dalam Costa :1985). Materi yang terdapat pada kurikulum disusun secara skematis agar dapat dengan mudah diasimilasikan(Winocur dalam Costa :1985). Konstruk dimaksudkan agar dalam belajar siswa dapat membangun struktur kognitifnya (Winocur dalam Costa :1985). Kondisi adalah agar siswa dapat belajar sesuai dengan urutan dan ada suplemen sehingga dapat mengembangkan kognitif siswa (Winocur dalam Costa :1985).Dalam tujuan kurikulum berpikir kritis menurut Ennis (1985) ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokan dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu :a. Memberikan penjelasan sederhana, meliputi memfokuskan pertanyaan, menganalisis pernyataan, dan bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.b. Membangun keterampilan dasar, meliputi mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.c. Menyimpulkan, meliputi mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, mengenduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan nilai pertimbangan.d. Memberikan penjelasan lanjut, meliputi mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan dalam tiga dimensi dan mengidentifikasikan asumsi.e. Mengatur strategi dan taktik, meliputi menentukan tindakan, dan berinteraksi dengan orang lain.Dari indikator keterampilan berpikir kritis diatas dirinci menjadi keterampilan berpikir yang lebih spesifik, tetapi hanya sebagian diantaranya yang sesuai dengan pembelajaran hidrolisis• menemukan persamaan dan perbedaan; • menemukan struktur / rumus;• menyimpulkan.• kemampuan memberikan alasan• menerapkan prinsip yang dapat diterima

http://pittsari4.blogspot.com/2010/10/model-pembelajaran-hidrolisis-garam.html