Storage Ethnografi

download Storage Ethnografi

of 12

Transcript of Storage Ethnografi

STORAGE ETNOGRAFI DI MUSEUM NASIONAL INDONESIAAbstrak: Museum Nasional Indonesia terletak di jalan merdeka barat No.12 Jakarta pusat. Dalam rangka tugasnya dalam perawatan dan pemeliharaan benda warisan budaya museum nasional berkewajiban untuk menyimpan benda warisan budaya yang tidak dipamerkan di storage untuk melindungi dari kerusakan dan bencana. Essay ini meneliti apakah museum nasional telah mempunyai storage yang memenuhi syarat untuk menjaga kelestarian dan studi benda warisan budaya. Penelitian ini hanya membahas storage ethnografi karna storage untuk setiap koleksi tidak sama tempat dan keadaannya. Penelitian ini menemukan bahwa storage ethnografi yang ada tidak memenuhi syarat, koleksi diletakkan dalam posisi bersinggungan atau bertumpuk, tanpa adanya kartu simpan, berdebu, iklim ruangan (suhu dan kelembaban) yang fluktuatif. Tetapi dari segi keamanan sudah dilengkapi dengan dengan adanya detektor getar dan Close Circuit Television ( CCTV). Terdapat beberapa saran agar storage etnografi dapat lebih baik untuk menjaga kelestarian sebuah benda cagar budaya. Keywords: Museum Nasional Indonesia; storage etnografi; benda warisan budaya; tidak memenuhi syarat

Pendahuluan Museum Nasional Indonesia (MNI) sebagai sebuah lembaga studi warisan budaya dan pusat informasi edukatif kultural dan rekreatif, mempunyai kewajiban menyelamatkan dan melestarikan benda warisan budaya bangsa Indonesia. Hingga saat ini koleksi yang dikelola berjumlah 143.879 benda, terdiri atas 7 jenis koleksi yaitu prasejarah, arkeologi, keramik, numismtik-heraldik, sejarah, etnografi dan geografi1. Museum Nasional Indonesia memiliki prinsip dasar dalam melakukan tugasnya yang tertuang dalam pasal 2 Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KM.45/OT/.001/MKP/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Museum Nasional, yaitu melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural mengenai1

Dra. Retno Sulistianingsih Sitowati, MM dalam www.museum nasional.or.id

Manajemen Museum

1

benda bernilai sejarah, budaya, dan ilmiah bersifat nasional. Berdasarkan tugasnya dalam rangka perawatan dan pengawetan benda bernilai sejarah, budaya dan ilmiah bersifat nasional, Museum nasional juga berkewajiban untuk menyimpan benda tersebut di storage yang baik karna Storage merupakan tempat yang sangat penting dan merupakan suatu zona fungsional untuk penanganan suatu jenis koleksi. Berdasarkan hal tersebut maka diadakan mengenai penelitian mengenai storage museum nasional untuk mengetahui kelayakan storage. Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan essay ini adalah melalui observasi langsung dan wawancara dengan pegawai museum. Karna Koleksi museum nasional sangat banyak yaitu 143.879 dan letak storage yang berjauhan dan berbeda-beda keadaannya maka penelitian ini dibatasi untuk membahas mengenai storage koleksi etnografi. Penulisan essay ini terdiri dari beberapa bagian yang berbeda, pertama membahas gedung Museum Nasional, kedua mengenai keadaan storage etnografii Museum Nasional, terakhir mengenai rekomendasi perencanaan storage yang baik sehingga koleksi tidak saja dapat aman dan terjaga tetapi pegawai museumpun dapat nyaman dan dengan mudah untuk melakukan studi suatu koleksi. Gedung Museum Nasional Museum Nasional Indonesia saat ini memiliki dua gedung utama yang digunakan sebagai tempat penyajian pameran tetap. Gedung A (gedung lama) adalah bangunan yang telah digunakan sejak tahun 1868. Hampir seluruh ruangan di gedung A terisi oleh berbagai koleksi peninggalan dari masa kolonial. Ruangan lainnya selain digunakan sebagai storage digunakan pula sebagai pos utama tenaga pengamanan museum. Selain itu terdapat pula ruang transit yang digunakan sebagai tempat kegiatan pameran, baik persiapan maupun pembongkaran. Gedung B yang diresmikan penggunaannya oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Juni 2007 merupakan bangunan yang seluruhnya baru, walaupun gaya arsitektur bagian depan museum dibuat mirip dengan gedung A. Gedung ini memiliki tujuh lantai dan

Manajemen Museum

2

dua lantai sarana parkir bawah tanah serta satu buah ruangan serba guna. Lantai 1 s.d 4 digunakan sebagai ruang pameran tetap dilengkapi dengan satu ruangan untuk penyelenggaraan pameran temporer. Lantai 5 sebagai tempat penyimpanan koleksi (storage), sedangkan lantai 6 dan 7 digunakan sebagai kantor, perpustakaan dan ruang studi koleksi. Menurut rencana, MNI akan segera menyiapkan pembangunan gedung tambahan di bagian belakang gedung B sebagai sarana penunjang dan fasilitas untuk menambah serta melengkapi ruang yang telah ada sebelumnya. (Museum Nasional, 2010: 16)

Storage Etnografi Storage etnografi jawa dan Sumatera terletak pada Gedung A lantai 1 dengan Jumlah koleksi ethnografi keseluruhan mencapai 41.430 dengan jumlah yang dipamerkan hanya 4764 dan yang disimpan 36.666 hanya sekitar 13 % (Bidang Registrasi dan Dokumentasi Museum Nasional, 2008). Storage koleksi terdapat dibelakang dan dibawah vitrin pameran tidak ditempat yang khusus, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah untuk mengganti-ganti koleksi pameran2. Luas ruangan ini 147.134 m2 (Museum nasional), pengamatan dilakukan pada dua lemari yaitu lemari 1 dan lemari 2 sebagai sampel dan didapatkan storage pada lemari 1 berupa topeng-topeng, alat permainan, dan juga alat musik sedangkan pada lemari 2 adalah koleksi keris

2

Wawancara dengan staf koleksi etnografi museum Nasional

Manajemen Museum

3

1

2

STORAGE LEMARI 1

STORAGE LEMARI 2

Manajemen Museum

4

Berdasarkan pengamatan didapatkan lemari storage yang digunakan berbahan dasar kayu, idealnya lemari storage terbuat dari bahan yang inert seperti stainless steel. Sebagian koleksi tidak ada nomer inventaris, tidak memiliki nomer simpan, antar koleksi tidak diberi pembatas (ditumpuk), korosi, berdebu, ada serangga seperti kecoa dan koleksi tidak dibungkus, ada koleksi yang dibungkuspun menggunakan kantong plastik, hal ini tidak disarankan karna akan merusak koleksi karna plastik mengandung PVC yang akan membentuk sejumlah klorida asam yang akan merusak koleksi (Hillberry dan Weinberg). Pada koleksi keris banyak yang rusak pisau keris terpisah dari gagang dan penutup / sarungnya. Seharusnya posisi koleksi dalam penyimpanan tidak diperkenankan diletakkan dalam posisi bersinggungan, ataupun bertumpuk. Bila koleksi terpaksa bertumpuk atau bersinggungan perlu disekat, khusus untuk koleksi tekstil dan logam dibungkus dengan kertas bebas asam. Penempatan koleksi juga belum semua terdeteksi karna tidak adanya kartu simpan sehingga masih sangat sulit jika mencari suatu koleksi. Lantai gedung lama ketinggiannya tidak sama dengan gedung baru, lantai licin, jarak tempat penyimpanan terlalu sempit, ruang pintu belakang sangat sempit, udara terlalu panas juga debu yang sangat banyak. Kelembaban sangat fluktuatif antara 68 100 % sedangkan suhu 28 - 31 0C Banyaknya AC yang menyala tidak seimbang dengan luas ruangan sehingga tidak terasa pengaruhnya, apalagi ketika malam AC diseluruh ruangan dimatikan dengan alasan efisiensi. Hal ini yang mengakibatkan suhu dan kelembaban udara fluktuatif. Seringkali ketika pengamatan ditemukan hama kutu, tikus dan serangga seperti kecoa. Perangkat Keamanan Untuk keperluan keamanan pada prinsipnya museum nasional hanya menggunakan satu pintu untuk keluar dan masuk pengunjung, tetapi pintu masuk pegawai yang berada di samping juga dibuka khusus untuk pegawai dimana di depannya dijaga oleh security. Begitu juga dengan lahan parkir hanya didepan yang dibuka, tetapi pintu samping dan belakang dapat dibuka jika ada kondisi yang membutuhkan lahan

Manajemen Museum

5

parkir yang lebih banyak itupun dengan pengawasan security. Untuk pengunjung museum memberlakukan penitipan tas jadi tidak diperbolehkan membawa tas untuk masuk museum Selain menggunakan pengaman fisik museum nasional juga menggunakan perangkat elektronik seperti detektor getar dimana alarm akan berbunyi apabila jendela atau vitrin memperoleh tingkat getaran yang tidak normal (untuk koleksi emas), detektor asap, sensor ini mendeteksi asap jika terjadi kebakaran dan membunyikan alarm yang juga dilengkapi alat penyemprot air (water sprinkle), dan sistem prevensi gas, dan yang terakhir CCTV (Close Circuit Television) yang dilengkapi pula pusat pemantau internal (internal monitoring centre) diruangan ini data yang ditransmisi oleh CCTV dapat dipantau melalui monitor-monitor. Tetapi sayangnya alarm untuk mendeteksi gerakan sering bunyi karna banyak tikus yang berkeliaran sehingga terkadang dimatikan. Pengendalian Bencana Upaya penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan tindakan preventif dan represif. Tindakan preventif merupakan usaha pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi bencana dengan maksud menekan atau mengurangi yang menyebabkan timbulnya bencana seperti memberi tanda larangan merokok pada setiap ruangan. Tindakan represif merupakan usaha yang dilakukan pada saat terjadi bencana dengan maksud untuk mengurangi/memperkecil kerugian-kerugian yang ditimbulkan. Sayangnya di museum ini belum ada tim penanggulangan bencana yang khusus, tetapi peralatan untuk penanggulangan bencana sudah ada seperti tabung pemadam kebakaran, hidrant dan smoke detector. Pengendalian Iklim Storage Untuk pengendalian kelembaban udara museum telah memiliki dehumidifier untuk mengatur fluktuasi kelembaban, tetapi sayangnya jumlahnya tidak sebanding dengan ruangan yang ada, sehingga kelembaban masih fluktuatif. Sedangkan untuk

Manajemen Museum

6

pengendalian temperatur menggunakan air conditioning (AC) tetapi jumlahnya tidak sesuai dengan luas ruangan terutama di gedung lama, selain itu pada malam hari AC juga dimatikan karna alasan efisiensi. Hal ini jelas saja mengakibatkan temperatur juga fluktuatif. Pendataan iklim biasanya dilakukan secara rutin oleh tim konservasi menggunakan data logger, tetapi permasalahannya sebagian data logger telah rusak hanya tinggal tiga yang masih dapat digunakan sehingga pendataan iklim tidak dapat diteliti pada waktu yang bersamaan tapi bergantian dari satu ruangan ke ruangan yang lain.

Managemen Hama Terpadu (Integrated Pest Management) Koleksi Etnografi yang berbahan dasar organik merupakan sasaran empuk bagi serangga, Karena koleksi ini merupakan sumber makanan bagi serangga. Penulis terkadang menemukan serangga seperti kutu buku, laba-laba, nyamuk, dan semut pada saat pengamatan storage. Serangga yang terdapat pada MNI terbagi menjadi 2 yaitu serangga perusak koleksi seperti kumbang, silverfish, firebrats, briestletails, kutu buku, dan barklice. Sedangkan serangga yang bukan perusak seperti lalat, lebah, nyamuk, dan laba-laba. (Sulystiani Diah 2006). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penanganan serangga secara terpadu atau Integrated Pest Management (IPM). IPM adalah penanganan serangga secara menyeluruh yang terdiri dari tindakan preventif dan kuratif. Pendekatan yang terintegrasi dalam IPM dilakukan dalam 5 tahap yaitu : (1) Tahap cegah (avoid), (2) Tahap halang (block), (3) tahap deteksi (detect) (4) tahap persiapan (confine) dan terakhir tahap aksi (act). Apabila seluruh tahapan dijalankan dan dilakukan berulang maka keberadaan serangga di museum dengan sendirinya akan dapat diminimalisasi. Pencemaran Udara Museum Nasional terletak di pusat kota Jakarta dimana banyak industri modern dan kendaraan bermotor menyebabkan tingkat polusi yang tinggi yaitu nomor tiga di

Manajemen Museum

7

dunia berdasarkan data WHO. Polusi di lingkungan museum ada dua tipe yaitu partikulat dan kontaminan. Partikulat adalah partikel halus atau debu tersuspensi di udara yang dapat menetap pada objek hal ini terbukti dengan banyaknya koleksi yang berdebu walau sudah secara rutin dibersihkan, sedangkan kontaminan adalah gas-gas yang terkandung di atmosfer, gas kimia ini tidak akan menetap tapi dapat bereaksi dan merugikan koleksi. Tetapi sayangnya belum ada alat khusus untuk mengatasi pencemaran udara ini. Sebagai bahan pertimbangan salah satu cara menarik partikulat di udara dapat menggunakan filter mesin pencuci udara yang digabungkan dengan filter karbon yang teraktivasi. (John D Hillerry dan Susan K. Weinberg) Perencanaan Storage Membangun sebuah ruang penyimpanan untuk koleksi museum adalah bukan masalah yang sederhana. Di butuhkan Master Plan untuk memenuhi banyaknya ruang penyimpanan dan desain dimana seharusnya lokasi ruang penyimpanan di tempatkan. Dalam pembuatan master plan ini dibutuhkan kerjasama antara arsitek, kontraktor dan staf musem. Storage Museum di dunia yang ideal seharusnya memiliki ruang yang cukup untuk memamerkan semua koleksi kepada pengunjung (Indonesia Collection Care 2009), Tetapi realitasnya di museum-museum Indonesia hanya kurang dari 10% koleksi yang dapat dipamerkan (Ali Akbar) dan hal ini terjadi juga di museum nasional yaitu sekitar 13% yang dipamerkan dan sisanya disimpan dalam storage. Seharusnya storage tidak hanya tempat menyimpan koleksi tetapi juga harus dapat digunakan untuk beragam penelitian dan perawatan koleksi, termasuk merekonstruksi koleksi yang rusak atau yang patah (Ali Akbar). Berdasarkan data penelitian ICCROM bekerja sama dengan Museum Nasional3, storage yang dibutuhkan untuk koleksi etnografi mencapai 455,8 m2 artinya kurang 308,66 m2 karna ruang storage etnografi hanya 147,134 m2 itu baru storage koleksi saat ini, karna storage yang baik juga

Manajemen Museum

8

harus menyiapkan ruang untuk koleksi yang akan bertambah di waktu yang akan datang. (John D. Hilberry and Susan K. Weinberg). Untuk koleksi yang disimpan storage harus memenuhi syarat untuk melindungi koleksi dari kerusakan serta mengamankannya dari tindak kejahatan dan bencana. Penyimpanan koleksi dilakukan di dalam ruangan storage terhadap koleksi yang tidak dipamerkan. Untuk koleksi yang belum steril di tempatkan di ruang penyimpanan sementara (karantina) dengan masa simpan paling lama 1 tahun3. Beberapa tahapan yang seharus dilalui sejak suatu koleksi diperoleh hingga menjadi koleksi yang disimpan di ruang penyimpanan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pendaftaran sementara oleh register 2. Memindahkan benda ke ruang penyimpanan sementara 3. Melakukan pembersihan dan jika perlu dilakukan perawatan di laboratorium Melakukan identifikasi, klasifikasi dan katalogisasi 4. Selanjutnya ditempatkan di dalam ruang penyimpanan dalam kegiatan sebagai berikut a. Memberi kartu simpan 2 rangkap pada koleksi, satu untuk admiinistrasi dan satu untuk ditempatkan dalam rak atau lemari penyimpanan. Kartu simpan berfungsi untuk mempermudah pencarian koleksi yang

ditempatkan di dalam ruang pamer maupun ruang penyimpanan b. Menempatkan koleksi di dalam kotak khuusus atau membuat pembatas agar masing-masing koleksi tidak bersentuhan satu sama lain. Khusus koleksi tekstil penyimpanannya tidak boleh dilipat sedangkan pakaian harus digantung c. Melakukan pemantauan terhadap kondisi keterawatan koleksi yang disimpan

3

Penulis ikut serta dalam penelitian yang hasilnya telah dipublikasikan dalam www. re-org.co.uk

Manajemen Museum

9

d. Membuat berita acara pemindahan yang dicantumkan dalam kartu simpan bagi koleksi yang akan dikeluarkan dari ruang penyimpanan4 Untuk. Pengaturan ruang, penempatan dan cara penyusunan storage harus memungkinkan dan menjamin: 1. Manajemen yang logis, sejalan dengan frekuensi penggunaannya 2. Akses ke storage yang menerapkan perangkat pengalaman dari kelalaian yang menyebabkan kebakaran, pencurian maupun faktor alam seperti banjir atau gempa. Sirkulasi yang relatif lancar, koleksi yang berukuran kecil diletakkan di atas base yang datar, koleksi yang berat diletakan di atas rak dengan alas streofoam yang cukup tebal 3. Pengambilan koleksi mudah diliat, dikenal dan accession-nya tidak sulit sehingga sirkulasi pemindahan koleksi tidak mengganggu penempatan koleksi lain 4. Terdapat tanda yang menunjukkan tata letak ruangan, unit-unit penyusunan koleksi (Irwan zulkarnaen dalam warta museum). Untuk koleksi ethnografi yang terbuat dari bahan organik sangat rentan terhadap hama, perubahan kelembaban kotor dan kerusakan akibat cahaya. Karena itu dibutuhkan kertas bebas asam untuk melapisi koleksi. Untuk bahan pembuat lemari sebaiknya dari bahan yang inert seperti stainless steel. Untuk membungkus koleksi yang disimpan di storage jangan menggunakan material berupa chipwood, kertas biasa, kertas koran, kertas kraft, styrofoam (polystirene), kapas, stapin, packing tape, polyurethane foam, kain wol dan sutera, kantong plastik PVC, dan kardu . Sebaiknya gunakan polyamida, double tape, pin logam, pita tenunan dari kapas, Expanded Polyetylene berupa lembaran, pipa (tubex), tongkat silinder panjang (roundex), lem 3M TM jet melt, kertas dan kardus bebas asam

4

Buku Pedoman Museum Indonesia 2008 hal

Manajemen Museum

10

(murni selulosa), wol polyester murni untuk membungkus koleksi yang akan disimpan atau dipacking. (Kursus International Collasia 2010) Setiap storage spesifik untuk suatu koleksi sehingga ukuran volume harus diperhitungkan sebelumnya dan dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui volume koleksi sehinga dapat diperkirakan ukuran storage yang sesuai. Pada saat ini Museum Nasional sedang melakukan renovasi sampai akhir tahun 2012 bekerja sama dengan pihak swasta, semoga essay ini dapat bermanfaat sebagai bahan petimbangan storage yang lebih baik.

Sumber Bacaan Ambrose, Timothy dan Crispin Paine. 2006. Museum Basics (2nd edition). London and New York: Routledge. Akbar, Ali. 2010. Museum Di Indonesia Kendala dan Harapan. Penerbit : Papas Sinar Sinanti Beck, Per E Guld. 1972. The Care of Historical Collections. American

assosciation for state and Local History Nashville. Gautama, Gatot dan Priyoyulianto (eds.). 2010. Pedoman Museum Indonesia. Jakarta: Direktorat Museum Hillberry, John D dan Weinberg, Susan K .Museum Storage.

Keputusan Menbudpar Km.45/OT.001/I/KP/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Museum Nasional.

Manajemen Museum

11

--------.2007. Pengelolaan Koleksi Museum. Direktorat Museum ,Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Rufaedah, Dedah dkk . 2008. Museum Nasional 1778-2008. Jakarta: Museum Nasional Indonesia

Satriana Rodina dkk. 2007. Gedung Arca Museum Nasional. Jakarta: Museum Nasional Indonesia

Sulistyani, Dyah dan Ita Yulita. 2006. Penanganan Serangga Perusak Koleksi Miniatur Rumah Adat Museum Nasional. Jakarta: Museum Nasional Warta Museum Tahun VI No.6 Agustus Desember 2010 Museum Nasional Jakarta

Manajemen Museum

12