Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

122
STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) YANG DIPICU OLEH STRES PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: RAFEATUN NISA NIM : 070600140

Transcript of Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

Page 1: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

1

STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)

YANG DIPICU OLEH STRES

PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

RAFEATUN NISANIM : 070600140

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN

2011

Page 2: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

2

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2011

Rafeatun Nisa

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dipicu oleh Stres pada Mahasiswa

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

x + 69 halaman

Stomatitis Aftosa Rekuren merupakan salah satu masalah klinis yang sering

dijumpai oleh dokter gigi. Penyakit ini seringkali dihubungkan dengan kondisi

psikiatrik penderita sebagai salah satu predisposisinya, antara lain stres. Insiden SAR

cenderung ditemukan antara yang tertinggi pada mahasiswa kedokteran gigi daripada

populasi umum lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi

faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR yang diderita oleh mahasiswa

kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara, untuk mengetahui tingkat keparahan

stres, untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres dari lingkungan

dental dikalangan mahasiswa kedokteran gigi dan untuk mengetahui tanggapan dan

perhatian mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara terhadap SAR yang

diderita.

Rancangan penelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan

pendekatan cross-sectional yang melibatkan 95 orang mahasiswa kedokteran gigi

yang mempunyai riwayat SAR. Subjek kemudian diberikan kuesioner untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner untuk

mengetahui tingkat keparahan stres dan faktor penyebab stres melalui lingkungan

Page 3: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

3

dental serta tanggapan dan perawatan yang mereka lakukan terhadap SAR yang

pernah mereka derita. Penilaian tingkat keparahan stres diukur dengan menggunakan

Skala Likert, sedangkan penilaian faktor penyebab stres diukur menggunakan Skala

Penilaian Grafik. Analisa data dilakukan dengan data diolah secara deskriptif yaitu

dihitung dalam bentuk persentase.

Hasil penelitian didapati bahwa proporsi faktor stres sebagai salah satu faktor

predisposisi SAR pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yaitu

sebanyak 56,8%. Sebagian besar mahasiswa mengalami tingkat stres tinggi yaitu

sebanyak 77,8%. Faktor utama penyebab stres dikalangan adalah faktor akademik

yaitu sebanyak 49,3%. Diantara stresor tertinggi dari lingkungan dental adalah ujian

dan nilai ujian (64%), pasien yang terlambat atau tidak hadir seperti dijanjikan (60%),

dan jumlah tugas kuliah (56,7%).

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bagi

mahasiswa kedokteran gigi, para ahli maupun dokter gigi bahwa mengetahui stresor

yang dialami amatlah penting supaya dapat diketahui dengan pasti faktor apakah

yang menyebabkan timbulnya SAR. Dengan demikian, dapat memperkecil resiko

terjadinya SAR dan dapat menentukan perawatan yang tepat dan adekuat bagi SAR.

Daftar rujukan : 43 (1975-2009)

Page 4: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

4

STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)

YANG DIPICU OLEH STRES

PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

RAFEATUN NISANIM : 070600140

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN

2011

Page 5: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

5

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 1 Maret 2011

Pembimbing : Tanda tangan

Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si ………………………

NIP . 19510611 198303 2001

Page 6: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

6

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 1 Maret 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si

ANGGOTA : 1. Syuaibah Lubis, drg

2. Ravina Naomi Tarigan, drg., Sp.PM

Page 7: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) yang dipicu oleh Stres pada

Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ” sebagai salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara. Salawat berserta salam juga penulis sampaikan pada

junjungan Nabi Muhammad Rasulullah SAW atas suri teladan yang baik.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih dengan segenap cinta dan ketulusan hati kepada keluarga

tersayang. Ayahanda Ahamadul Kaber Ali dan ibunda Aminah Moimuny, kakak-

kakak penulis Radziatun Nisa, Mardziatun Nisa dan Mahfuzatun Nisa atas segala

perhatian, dukungan moril dan materil, motivasi, harapan dan doa, serta cinta dan

kasih sayang yang melimpah.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu Wilda

Hafny Lubis, drg., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Sp.Ort., Ph.D selaku

Dekan FKG-USU, Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku ketua Departemen Ilmu

iv

Page 8: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

8

Penyakit Mulut dan koordinator skripsi, Syuaibah Lubis, drg., dan Ravina Naomi

Tarigan, drg., Sp.PM selaku tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan

memberikan saran, seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut FKG-

USU, serta Drs. Abdul Jalil AA. M.Kes selaku Pembantu Dekan III FKM-USU yang

telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam mengerjakan metode

penelitian, dan Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik serta

seluruh staf pengajar dan pegawai di FKG-USU yang telah membimbing, mendidik

dan membantu penulis selama menuntut ilmu di masa pendidikan.

Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada Paramjit Singh,

Umaiyal Sockalingam, Mohanasri Balachandran, Navissha Devi, Noorliyana

Marzuki, Lavanyah Rajagopal, Joel Jebaraj, Kristina Hutagalung dan teman-teman

seangkatan 2007 lainnya atas bantuan, semangat, motivasi dan kebersamaan di FKG-

USU ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat

kesalahan selama penulis melaksanakan penelitian penulisan skripsi ini. Akhir sekali,

penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran

yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 1 Maret 2011

Penulis,

( Rafeatun Nisa ) NIM : 070600140

v

Page 9: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

9

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR............................................................................................ iv

DAFTAR ISI........................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL................................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang......................................................................... 11.2. Permasalahan........................................................................... 41.3. Tujuan Penelitian..................................................................... 4

1.3.1. Tujuan Umum.............................................................. 41.3.2. Tujuan Khusus ............................................................ 4

1.4. Manfaat Penelitian................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1. Stomatitis Aftosa Rekuren...................................................... 6

2.1.1. Definisi ...................................................................62.1.2. Epidemiologi............................................................... 72.1.3. Faktor Predisposisi...................................................... 82.1.4. Gambaran Klinis......................................................... 132.1.5. Diagnosa .................................................................172.1.6. Perawatan.................................................................... 18

2.2. Peranan Faktor Stres............................................................... 202.2.1. Stres dan Stresor......................................................... 212.2.2. Respon Stres ............................................................... 222.2.3. Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren.......................... 232.2.4. Perawatan.................................................................... 24

2.3. Mahasiswa Kedokteran Gigi dan Stres................................... 24

vi

Page 10: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

10

KERANGKA TEORI..................................................................... 27

KERANGKA KONSEP.................................................................. 28

BAB 3 METODE PENELITIAN3.1. Rancangan Penelitian.............................................................. 293.2. Tempat dan Waktu Penelitian................................................. 293.3. Populasi dan Sampel............................................................... 29

3.3.1. Populasi .................................................................293.3.2. Sampel .................................................................29

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................................. 313.5. Variabel Penelitian.................................................................. 313.6. Definisi Operasional............................................................... 313.7. Sarana Penelitian..................................................................... 323.8. Cara Pengumpulan Data......................................................... 333.9. Pengolahan Data .................................................................... 343.10.............................................................................Analisa Data

.............................................................................................34

BAB 4 HASIL PENELITIAN4.1. Karakteristik Responden......................................................... 354.2. Status Stomatitis Aftosa Rekuren........................................... 364.3. Tingkat Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren......................... 384.4. Faktor Pencetus Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren............ 40

BAB 5 PEMBAHASAN............................................................................. 44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN6.1. Kesimpulan ............................................................................ 516.2. Saran....................................................................................... 52

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................. 53

LAMPIRAN

Page 11: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

11

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor............................................................. 15

2. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Mayor............................................................ 16

3. Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Herpetiformis................................................ 17

4. Karakteristik Gambaran Klinis dari Stomatitis Aftosa Rekuren....................... 17

5. Persentase Berdasarkan Faktor Predisposisi SAR pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara................................................... 37

6. Persentase Tingkat Stres Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang Mempunyai Riwayat SAR, Tahun 2011........................................ 39

7. Persentase Berdasarkan Stresor Utama pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang Mempunyai Riwayat SAR, Tahun 2011..... 43

vii

Page 12: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

12

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Informasi Karakteristik Responden, Tahun 2011............................................. 35

2. Distribusi dan Frekuensi SAR Berdasarkan Faktor Predisposisi pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Tahun 2011.......... 36

3. Distribusi dan Frekuensi SAR Berdasarkan Tindakan Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Tahun 2011............................. 38

4. Distribusi dan Frekuensi Tingkat Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang Mempunyai Riwayat SAR, Tahun 2011............................................................................... 40

5. Hasil Kuesioner Dental Environment Stress (DES) pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Tahun 2011............................. 41

viiii

Page 13: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Lembar Persetujuan Komisi Etik................................................................ 58

2. Lembar informed consent........................................................................... 59

3. Lembar Kuesioner Penelitian...................................................................... 62

ix

x

Page 14: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau lebih dikenali oleh masyarakat awam

dengan “sariawan” merupakan salah satu penyakit yang ulang kambuh pada mukosa

mulut yang paling sering terjadi.1 SAR merupakan salah satu kasus yang sering

dijumpai oleh dokter gigi diseluruh dunia sehingga dihasilkan beberapa penelitian-

penelitian yang berhubungan dengan SAR.2

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari

penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi SAR

berkisar 15-25% dari populasi.3-8 Di Amerika, prevalensi tertinggi ditemukan pada

mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi 56% dan mahasiswa

profesi 55%.9 Resiko terkena SAR cenderung meningkat pada kelompok

sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan dengan meningkatnya beban kerja

yang dialami kalangan profesi atau jabatan-jabatan yang memerlukan tanggung jawab

yang cukup besar, pada wanita dan individu yang stres, seperti mahasiswa yang

sedang menghadapi ujian.6,7

Hasil dari beberapa penelitian menemukan bahwa gangguan psikologis

seperti stres dan ansietas dapat berperan dalam permulaan dan berulangnya lesi

SAR.4 Dalam upaya mencari hubungan antara stres dengan SAR, Yaacob & Ab-

Hamid (1985) melakukan perawatan pada 12 pasien yang mengalami SAR dan stres

emosi yang berat. Perawatan dilakukan dengan pemberian obat anti-psikotik dan anti-

Page 15: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

2

depresi, hasilnya mayoritas pasien menjalani penyembuhan setelah diberikan obat

penenang. Yaacob & Ab-Hamid (1985) melihat ini sebagai indikasi adanya hubungan

pengaruh negatif dan terjadinya SAR.2

Beberapa peneliti dalam penelitiannya berkaitan dengan SAR, salah satu oleh

Ship (1967), menemukan prevalensi tertinggi yaitu 66% pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Kedokteran Gigi. Stres lingkungan juga telah dilaporkan mendahului

munculnya SAR pada 60% pasien dan kira-kira 20% pada kasus rekuren.10,11 Menurut

Donatsky (1973), 56% mahasiswa kedokteran gigi di Denmark memiliki pengalaman

terjadinya SAR.9 Mahasiswa kedokteran gigi cenderung mengalami prevalensi SAR

yang tertinggi dalam beberapa penelitian karena pendidikan ilmu kedokteran gigi

dinyatakan sebagai salah satu pendidikan yang amat dibutuhkan, penuh tantangan,

dan bidang studi yang dapat menimbulkan stres karena mahasiswa kedokteran gigi

diharapkan memperoleh pelbagai kompetensi seperti kompetensi dalam bidang

akademik dan klinikal serta keterampilan interpersonal.12 Beberapa penelitian

menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran gigi sering mengalami gejala stres,

ansietas yang lebih tinggi daripada populasi umum, tingkat depresi yang tinggi, dan

mengalami sensitifitas interpersonal.13 Stresor dari lingkungan dental dapat meliputi

dari beberapa aspek antaranya fisikokimia, sosial, biologis, dan psikis. Beberapa

contoh stres yang sering dilaporkan dalam beberapa penelitian antaranya berkaitan

dengan kepaniteraan klinik, manajemen pasien, kebutuhan memenuhi akademik dan

persyaratan klinis, interaksi dengan rekan mahasiswa, dosen dan staf pendukung,

hubungan dengan teman dan keluarga serta takut mengalami kegagalan. Akibat dari

Page 16: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

3

lingkungan yang stres ini kemungkinan besar menyebabkan kebanyakan mahasiswa

kedokteran gigi sering menderita SAR tanpa menyadari penyebab utamanya.14,15

Pada dasarnya SAR dapat memicu dalam meningkatkan stres dan

ketidaknyamanan, kemudian akan dapat meningkatkan kemungkinan terjadi penyakit

infeksi selain dapat mengganggu penyakit lainnya yang terjadi secara

psikoneuroimunologi.2 Walaupun SAR tidak mengancam kehidupan tetapi keluhan

rasa sakit yang hebat sangat mengganggu penderita pada saat makan, menelan atau

berbicara terutama pada penderita yang sering berulang kejadiannya.2,3 Selanjutnya

akan terjadi penurunan kualitas hidup dan kondisi kesehatan secara menyeluruh.

Dengan latar belakang yang demikian maka SAR sampai sekarang masih merupakan

penyakit mulut yang dianggap penting.2

Dari beberapa laporan penelitian diatas yang menyatakan stres dapat memicu

terjadinya stomatitis aftosa rekuren, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui proporsi SAR yang dipicu oleh stres pada mahasiswa kedokteran gigi

Universitas Sumatera Utara. Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat

meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan usaha memberikan pengetahuan

tentang faktor terjadinya dan gejala stres yang dapat menyebabkan timbulnya ulser

dan menurunnya prevalensi SAR.

Page 17: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

4

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

Berapakah proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada

mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Untuk mengetahui proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR

yang diderita oleh mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui tingkat keparahan stres pada mahasiswa kedokteran

gigi Universitas Sumatera Utara yang menderita SAR.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres dari

lingkungan dental dikalangan mahasiswa kedokteran gigi Universitas

Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui tanggapan dan perhatian mahasiswa kedokteran gigi

Universitas Sumatera Utara terhadap SAR yang diderita.

Page 18: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

5

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat seperti:

1. Bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara:

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi Fakultas

Kedokteran Gigi dalam menghasilkan lingkungan yang menyenangkan

bagi mahasiswa agar mereka dapat melanjutkan studi tanpa berasa takut

dan cemas.

2. Bagi mahasiswa kedokteran gigi:

Dapat memberi informasi mengenai cara-cara menanggulangi stres yang

dihadapi terhadap terjadinya SAR dan menyadari betapa pentingnya

menjaga kesehatan rongga mulut untuk meningkatkan kualitas hidup.

3. Bagi dokter gigi:

Diharapkan dokter gigi dapat memberikan edukasi, preventif, dan

perawatan yang sebaiknya terhadap terjadinya SAR dalam menunjang

kesehatan mahasiswa baik kesehatan rongga mulut maupun

keseluruhannya.

Page 19: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada

mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser

tunggal maupun lebih dari satu.3,6-8,16 SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak

berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum

lunak dan mukosa orofaring.16

2.1.1 Definisi

SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda

adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling

menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara.3,4 Penyakit ini relatif

ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi

orang – orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa

sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit

yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis

dengan gejala klinis yang sama.3,8 SAR dapat membuat frustasi pasien dan dokter gigi

dalam merawatnya karena kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser

baru dapat timbul dalam jumlah yang lebih banyak.17

Page 20: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

7

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang di teliti.

Angka prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia.3,9

Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia

(1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya

jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada

masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika Utara.9

Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari data

klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai

dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan

prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR 17,3%.18

SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40

tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith dan

Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering

ditemukan pada masa dewasa muda.2 SAR paling sering dimulai selama dekade

kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser akan makin

jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan tidak pernah terjadi

pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.5

2.1.4 Faktor Predisposisi

Page 21: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

8

Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada

SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya

berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari pasta gigi dan obat kumur

sodium lauryl sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan immunologi, alergi dan

sensitifitas, stres, defisiensi nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri, penyakit

sistemik, dan obat-obatan. Dokter gigi sebaiknya mempertimbangkan bahwa faktor-

faktor tersebut dapat memicu perkembangan ulser SAR.3,16,23

2.1.4.1 Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS

Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen

berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang

dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena

efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan

lebih rentan terhadap iritasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta

yang menggunakan pasta gigi yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebih

sedikit. Penurunan ini ditemukan setinggi 81% dalam satu penelitian. Studi yang

sama juga melaporkan bahwa subjek penelitian merasa bahwa sariawan yang mereka

alami kurang menyakitkan daripada pada saat mereka menggunakan pasta gigi yang

menggandung SLS.3,8,24

2.1.4.2 Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat

trauma.20 Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok

Page 22: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

9

ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut.22 Umumnya ulser

terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat

perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi.25 Trauma bukan

merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua

penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.26

2.1.4.3 Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang

menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah

human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut.

HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel

mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua

menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien

dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat

dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.9,24

2.1.4.4 Gangguan Immunologi

Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR,

adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu

penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien

SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa

aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak

diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6

Page 23: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

10

terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya

hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkan

menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada

penderita SAR.9

2.1.4.5 Stres

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi.

Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung

terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci

pada subbab selanjutnya.

2.1.4.6 Defisiensi Nutrisi

Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita

defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat,

13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat

dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi,

vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90%

dari pasien tersebut mengalami perbaikan.27

Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1,

B2 dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan

kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6

10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut

Page 24: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

11

selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren

berkurang.27

Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut

diterapi dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi

SAR yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.

Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada

pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya

perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya normal.28

2.1.4.7 Hormonal

Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak

yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor

hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan

progesteron.20,26

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron

secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran

darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan

keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi

sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan

terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan

dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.26

2.1.4.8 Infeksi Bakteri

Page 25: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

12

Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan

adanya hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR dengan

penelitian lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab

SAR. Donatsky dan Dablesteen mendukung pernyataan tersebut dengan melaporkan

adanya kenaikan titer antibodi terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR

dibandingkan dengan kontrol.9

2.1.4.9 Alergi dan Sensitifitas

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan

(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen

dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat

bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.29

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan

pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan

gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak dengan

beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini

disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel

kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan

ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.29

2.1.4.10 Obat-obatan

Page 26: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

13

Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen

kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang

pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.3,24

2.1.4.11 Penyakit Sistemik

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR.

Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus

dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi

serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan

keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi

neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.3

2.1.4.12 Merokok

Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok.

Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi

dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan

dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah

berhenti merokok.3,24

2.1.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis SAR penting untuk diketahui karena tidak ada metode

diagnosa laboratoriam spesifik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa

SAR. SAR diawali gejala prodormal yang digambarkan dengan rasa sakit dan

Page 27: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

14

terbakar selama 24-48 jam sebelum terjadi ulser. Ulser ini menyakitkan, berbatas

jelas, dangkal, bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan,

dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan dapat bertahan untuk beberapa hari atau

bulan.3

Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:

1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR.

Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat

dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi

epitelium, dan edema akan mulai berkembang.

2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi

SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus.

Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.

3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada

tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan

fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.

4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut akan

ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak meninggalkan

jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR menyembuh dan lesi

baru berkembang.6,9,19

Berdasarkan hal tersebut SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu stomatitis aftosa

rekuren tipe minor, stomatitis aftosa rekuren tipe mayor, dan stomatitis aftosa rekuren

tipe herpetiformis.

Page 28: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

15

2.1.3.1 SAR Tipe Minor

Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai dengan

85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat dan

oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang

eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin,

seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa tunggal atau

merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14

hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut.3,8,9,20

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor.21

2.1.3.2 SAR Tipe Mayor

Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe

minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm,

berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari

mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.3

Page 29: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

16

Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk

dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang

menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan jaringan parut setelah

sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena keparahan dan lamanya ulser.3,8,20,22

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor.3

2.1.3.3 SAR Tipe Herpetiformis

Istilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya (yang dapat

terdiri dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis

herpetik primer, tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peran etiologi pada SAR

tipe herpetiformis. SAR tipe herpetiformis jarang terjadi yaitu sekitar 5%-10% dari

kasus SAR. Setiap ulser berbentuk bulat atau oval, mempunyai diameter 0,5- 3,0 mm

dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur. Setiap ulser berlangsung selama

satu hingga dua minggu dan tidak akan meninggalkan jaringan parut ketika

sembuh.3,8,20,22

Page 30: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

17

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis.3

Gambar 4. Karateristik gambaran klinis dari stomatitis aftosa rekuren.3

2.1.5 Diagnosa

Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser.

Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada mulutnya,

lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus ditanyakan sejak dari umur

berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor

predisposisi juga harus dicatat.16 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada

Page 31: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

18

bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya

sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi,

dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh.8,11,17

2.1.6 Perawatan

Dalam upaya melakukan perawatan terhadap pasien SAR, tahapannya adalah :

1. Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit yang

dialami yaitu SAR agar mereka mengetahui dan menyadarinya.

2. Instruksi bertujuan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan

menghindari faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya SAR.

3. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala yang dihadapi agar pasien

dapat mendapatkan kualitas hidup yang menyenangkan.

Tindakan pencegahan timbulnya SAR dapat dilakukan diantaranya dengan

menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta mengkonsumsi nutrisi

yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Menjaga

kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan berkumur-kumur

menggunakan air garam hangat atau obat kumur. SAR juga dapat dicegah dengan

mengutamakan konsumsi makanan kaya serat seperti sayur dan buah yang

mengandung vitamin C, B12, dan mengandung zat besi.24

Karena penyebab SAR sulit diketahui maka pengobatannya hanya untuk

mengobati keluhannya saja. Perawatan merupakan tindakan simtomatik dengan

tujuan untuk mengurangi gejala, mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan

meningkatkan periode bebas penyakit.3

Page 32: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

19

Bagi pasien yang mengalami stomatitis aftosa rekuren mayor, perawatan

diberikan dengan pemberian obat untuk penyembuhan ulser dan diinstruksikan cara

pencegahan. Bagi pasien yang mengalami SAR akibat trauma pengobatan tidak

diindikasikan. 3,6,17

Pasien yang menderita SAR dengan kesakitan yang sedang atau parah, dapat

diberikan obat kumur yang mengandung benzokain dan lidokain yang kental untuk

menghilangkan rasa sakit jangka pendek yang berlangsung sekitar 10-15 menit. Bagi

menghilangkan rasa sakit yang berlangsung sehingga enam jam, dapat diberikan

zilactin secara topikal. Zilactin dapat lengket pada ulser dan membentuk membran

impermeabel yang melindungi ulser dari trauma dan iritasi lanjut. Dapat juga

diberikan ziladent yang juga mengandung benzokain untuk topikal analgesia. Selain

itu, dapat juga menggunakan larutan betadyne secara topikal dengan efek yang sama.

Dyclone digunakan sebagai obat kumur tetapi hanya sebelum makan dan sebelum

tidur. Aphthasol merupakan pasta oral amlexanox yang mirip dengan zilactin yang

digunakan untuk mengurangi rasa sakit dengan membentuk lapisan pelindung pada

ulser. 3,6,17

Bagi mempercepat penyembuhan ulser, glukokortikoid, baik secara oral atau

topikal adalah andalan terapi. Topikal betametason yang mengandung sirup dan

fluocinonide ointment dapat digunakan pada kasus SAR yang ringan. Pemberian

prednison secara oral ( sampai 15 mg / hari) pada ksaus SAR yang lebih parah. Hasil

terapeutik dalam dilihat dalam satu minggu. 3,6

Thalidomide adalah obat hipnotis yang mengandung imunosupresif dan anti-

inflamasi. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan stomatitis aftosa rekuren

Page 33: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

20

mayor, sindrom Behcet, serta eritema nodosum. Namun, resiko pada teratogenesis

telah membatasi penggunaannya.6

Klorheksidin adalah obat kumur antibakteri yang mempercepatkan

penyembuhan ulser dan mengurangi keparahan lesi SAR. Selain itu, tetrasiklin

diberikan sesuai dengan efek anti streptokokus, tetrasiklin 250mg dalam 10 cc sirup

direkomendasikan sebagai obat kumur, satu kali sehari selama dua minggu. 3,6,17

Levamisol telah dianjurkan sebagai perawatan yang mungkin untuk SAR,

namun oleh karena efek samping immunostimulatornya, pemakaian obat ini kurang

diindikasikan. 3,6

Pemberian obat-obatan tertentu yang tidak diperbolehkan hanya dapat

merusak jaringan normal disekeliling ulser dan bila pemakaiannya berlebihan maka

akan mematikan jaringan dan dapat memperluas ulser.8

2.2 Peranan Faktor Stres

Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat populer dalam percakapan

sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu

proses modernisasi yang biasanya diikuti oleh proliferasi teknologi, perubahan

tatanan hidup serta kompetisi antara individu yang makin berat.31

2.2.1 Stres dan Stresor

Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak

terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Taylor

Page 34: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

21

(1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai

perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk

mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres.31

Dalam menghadapai stres seseorang dapat mengadakan penyesuaian diri

secara efektif yaitu bersifat objektif, resional, dan efektif. Setiap orang mempunyai

cara-cara penyesuaian diri yang khusus terhadap stres yang dialami, yang tergantung

dari kemampuan, pengaruh lingkungan, pendidikan dan pengembangan diri.32

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor. Beberapa tipe

stresor yaitu : 33

a) Fisikokimia : lingkungan eksternal misalnya perubahan iklim dan cuaca, polusi,

bencana dan zat kimia.

b) Sosial : lingkungan sosial misalnya lingkungan hidup seperti pekerjaan, rumah,

pendidikan, dan hubungan antara manusia.

c) Biologis : lingkungan internal yaitu beberapa perubahan yang terjadi di dalam

tubuh. Misalnya penyakit, cedera, kelelahan, dan lain-lain.

d) Psikis : kondisi psikologis seperti perkara yang menyenangkan dan tidak

menyenangkan.

2.2.2 Respon Stres

Menurut Selye (1956), General Adaptation Syndrome (GAS) merupakan

salah satu teori yang paling banyak diterima mengenai stres dan dampaknya terhadap

Page 35: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

22

tubuh manusia. Ketika tubuh bertemu stresor, penyesuaian terjadi dalam upaya tubuh

mendapatkan kembali keseimbangannya (homeostatis).2

Pada tahap pertama GAS, terjadinya reaksi alarm. Setiap trauma fisik atau

mental akan memicu reaksi yang segera dalam menghambat stres. Akibat dari sistem

imun tubuh yang pada awalnya tertekan, tingkat normal daya tahan tubuh akan

menurun menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Jika stres

yang dihadapi ringan dan tidak berlangsung lama, tubuh akan kembali normal dan

pulih dengan cepat.2

Pada tahap kedua GAS, terjadinya resistensi atau adaptasi tubuh akibat dari

stresor yang tidak dapat diatasi. Akhirnya, tubuh beradaptasi terhadap stres dan

cenderung menyebabkan tubuh lebih tahan terhadap penyakit. Pada keadaan ini,

sistem imun bekerja lebih supaya dapat mengikuti kebutuhan yang diharapkan.

Sering kali individu merasa bahwa telah berhasil mengatasi efek stres dan tubuh

mereka kebal terhadap efek stres. 2

Pada tahap ketiga GAS, terjadinya kelelahan yaitu tubuh telah kehabisan

energi dan daya tahan tubuh. Tubuh mengalami kelelahan adrenal yang hebat dari

segi mental, fisik dan emosi. Apabila adrenal semakin berkurang, terjadinya

penurunan kadar gula darah menyebabkan penurunan toleransi terhadap stres,

kelelahan mental dan fisik yang terus berkembang maka tubuh tidak berdaya, dan

timbulnya penyakit. Bagi mendukung asumsi ini, Mcnally telah melakukan penelitian

dan ditemukan SAR pada responden yang mengalami tingkat stres yang tinggi.2

Page 36: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

23

2.2.3 Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren

Telah beberapa dekade dilakukan penelitian empiris klinis yang menunjukkan

bahwa faktor psikis mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit SAR.11 Genco

et.al. (1998) menuliskan stres jalur umum dari terjadinya sejumlah penyakit kronik,

salah satu bagian tubuh yang dapat dipengaruhi oleh stres adalah rongga mulut.34

Beberapa peneliti telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara

stresor psikologis dengan pengaruh sistem imun, dimana respon imun tubuh dapat

dimodulasi oleh stresor psikologis. Pada kondisi stres, hipotalamus memicu aktivitas

sepanjang aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal cortex). Aderenal korteks

mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen dari respon imun. Kortisol ini

akan melepaskan glukokortikoid dan katekolamin yang akan menyebabkan

penurunan produksi INF-γ (sitokin tipe 1) dan meningkatkan produksi IL-10 dan IL-4

(sitokin tipe 2) yang akan memicu terjadinya perubahan keseimbangan sitokin tipe

1/tipe 2 yang lebih ke arah respon tipe 2. Namun, penelitian terbaru menyatakan

bahwa disregulasi dari keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 inilah yang memainkan

peranan penting dalam menghubungkan pengaruh stres terhadap sistem imun. Dalam

upaya menghasilkan homeostatis akibat stres sering menghasilkan kondisi patologis

terhadap tubuh.35

1. Stres akibat stresor psikologis dapat mengakibatkan perubahan tingkat molekul pada berbagai sel imunokompeten. Berbagai perubahan tersebut dapat mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga mulut, sehingga sel epitel lebih peka terhadap rangsangan.36 Menurut penelitian Mcnally, menunjukkan kebanyakan orang yang menderita ulser mempunyai level stres yang meningkat. Sedangkan pasien yang menderita ulser pada waktu stres, maka ulser akan menjadi lebih parah, dan pada beberapa studi telah dilaporkan ada hubungan diantara keduanya. Dengan meningkatnya stresor seiring perkembangan zaman, maka prevalensi SAR

Page 37: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

24

yang berhubungan dengan stresor psikologis dapat diduga akan lebih tinggi.2,11,36 2.2.4 Perawatan Perawatan pasien SAR yang berhubungan dengan stres psikologis, dapat dilakukan dengan mengurangi tingkat stres yang diamati, dengan cara konseling dan psikoterapi pada kasus SAR yang parah dan dukungan sosial teman atau keluarga pada kasus yang kurang parah.11 Menurut Janicki (1971), konseling dan psikoterapi kelihatannya mempunyai efek terhadap seringnya dan rekurensi dalam mengurangi terjadinya SAR. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial mempunyai efek pendukung sistem imun.2 2.3 Mahasiswa Kedokteran Gigi dan Stres Tingkat stres yang tinggi dalam bidang kedokteran gigi telah banyak dilaporkan, bahkan profesi dokter gigi merupakan diantara profesi yang mengalami tingkat stres tertinggi. Akar dari terjadinya stres ini masih belum diketahui tetapi beberapa penelitian menyatakan kemungkinan berasal dari pengalaman sewaktu proses pembelajaran sebagai mahasiswa kedokteran gigi.14,15 Prevalensi stres dikalangan mahasiswa kedokteran gigi telah dilaporkan di beberapa negara antaranya Amerika Serikat, United Kingdom, German, Greece, Jordan, Nigeria, Afrika Selatan, India, Singapura, Malaysia, Jepang, Australia, dan West Indies.15 Menurut penelitian yang diterbitkan, menemukan bahwa sumber stres terjadi pada semua tahapan karier kedokteran gigi yang dimulai dari awal pendidikan sarjana kedokteran gigi.12,13 Tingginya tingkat stres yang dirasakan dikalangan mahasiswa kedokteran gigi sering dikaitkan dengan gejala fisik, tekanan psikologis, kelelahan karir, dan kelelahan emosi.12 Beberapa penelitian menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran gigi sering mengalami gejala stres, ansietas yang lebih tinggi daripada populasi umum, tingkat depresi yang tinggi, dan mengalami sensitivitas interpersonal.13

Diantara faktor pencetus yang paling tinggi terjadinya stres adalah beban tugas, tekanan prestasi, ujian, takut gagal, dan keyakinan diri. Intensitas stres sangat berbeda mengikut tahun studi. Analisa dari beberapa penelitian berpendapat bahwa mahasiswa kedokteran gigi tahun ke-4 dan yang telah lulus kurang khawatir dengan beban tugasan yang banyak, kesulitan kepaniteraan klinik, dan kegagalan tetapi mereka lebih khawatir akan masa depan profesi mereka. Bagi mahasiswa baru, mereka lebih prihatin mengenai kurangnya waktu untuk relaksasi.13 Stres khusus yang dilaporkan dalam beberapa penelitian meliputi banyak faktor antaranya berkaitan dengan kepaniteraan klinik, manajemen pasien seperti pasien terlambat atau tidak tampil sebagaimana yang dijanjikan, kebutuhan untuk memenuhi akademik dan persyaratan klinis, interaksi dengan rekan mahasiswa, dosen dan staf pendukung, hubungan dengan teman dan keluarga, takut mengalami kegagalan, dan ketakutan menghadapi orang tua setelah mengalami kegagalan. Perbedaan jenis kelamin juga telah dilaporkan, mahasiswa wanita sering mengalami stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki. Masalah yang sering ditemukan pada mahasiswa wanita adalah berkaitan dengan kepercayaan diri, memperoleh keterampilan klinis dan memenuhi persyaratan akademik.14,15 Selain itu, pengaruh orangtua dalam terjadinya stres

Page 38: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

25

juga memainkan peranan penting. Orangtua yang tidak dapat memenuhi impian mereka untuk menjadi dokter gigi akan mencoba memenuhinya melalui anak-anak mereka. Dalam banyak kasus, anak-anak dipaksa untuk mempelajari bidang yang bukan pilihan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa seperti ini akan mengalami tingkat stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang mempelajari bidang yang merupakan pilihan mereka.37 Tingginya tingkat stres dapat mengakibatkan prestasi akademik mahasiswa kedokteran gigi menurun.14 Oleh karena itu, mengetahui pemicu terjadinya stres dikalangan mahasiswa kedokteran gigi adalah amat penting dalam upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan belajar di seluruh fakultas kedokteran gigi.12KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEPBAB 3METODE PENELITIAN3.1 Rancangan PenelitianPenelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong silang (cross-sectional), yaitu mengetahui proporsi SAR yang disebabkan stres pada mahasiswa kedokteran gigi, dimana tiap subjek hanya diperiksa satu kali saja.383.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian adalah dari bulan Desember 2010 sehingga Januari 2011.3.3 Populasi dan Sampel3.3.1 PopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yang menderita atau pernah menderita SAR.3.3.2 SampelMetode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive non probability sampling, dimana pemilihan sekelompok subjek berdasarkan atas ciri-ciri tertentu dari populasi yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya.38 Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, penulis menggunakan persentase insiden SAR dikalangan mahasiswa kedokteran gigi dari hasil penelitian Ship (1967) yaitu 66%,10,11 diperoleh sampel dengan menggunakan rumus besar sampel untuk data nominal terhadap sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi (Sudigdo,S .2008) yaitu sebagai berikut: 38 n = Zα2. P. Q d2 = 1,962. 0,66 . (1-0,66) (0.10)2 = 86,2Dengan ketentuan :n : jumlah sampelZα : tingkat kemaknaan yang dikehendaki = 1,96P : prevalensi SAR (dari penelitian terdahulu) = 0,66 Q

: ( 1- P ) = 1- 0,66 = 0,34d : tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki = 0,10Jadi besar sampel minimum yang diperoleh adalah 86 orang yang akan diambil dari fakultas kedokteran gigi USU. Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria inklusi sampel mahasiswa kedokteran gigi USU :

- Mahasiswa yang mempunyai riwayat SAR

Kriteria eksklusi sampel mahasiswa kedokteran gigi USU :

Page 39: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

26

- Mahasiswa yang menolak diwawancarai

3.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas : Stres

Variabel terikat : Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)

Variabel terkendali : Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

3.6 Definisi Operasional

a) SAR merupakan suatu lesi yang ulang kambuh berbentuk bulat atau oval

dengan ukuran bervariasi 1- 10 mm tertutup selaput putih kekuningan, berbatas tegas

dan dikelilingi oleh batas eritematus.2,3,6,8

b) Penderita SAR merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara yang mempunyai riwayat penyakit SAR, dimana data

diperoleh melalui anamnesa.

c) Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap

perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik

dan emosi,11 dimana data diketahui melalui kuesioner stres yang disajikan.

d) Genetik adalah faktor keturunan dimana ada atau tidak riwayat SAR pada

orang tua atau keluarga lainnya,24 yang diperoleh dari kuesioner SAR.

e) Trauma adalah luka atau cedera yang terjadi pada jaringan mukosa mulut

akibat kontak fisik, kimia, thermis,24 yang dapat diketahui dari kuesioner SAR.

f) Alergi adalah reaksi hipersensitifitas akibat kontak dengan sesuatu bahan

tertentu,24 yang dapat diketahui dari kuesioner SAR.

Page 40: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

27

g) Gangguan hormonal, misalnya siklus menstruasi,24 yang diperoleh dari

kuesioner SAR.

3.7 Sarana Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa tiga jenis kuesioner yaitu:

a) Kuesioner SAR : untuk mengetahui penyebab timbulnya SAR pada

mahasiswa kedokteran gigi.

b) Kuesioner Perceived Stress Scale (PSS); (Cohen et al, 1983) : untuk

mengetahui dan mengukur tingkat keparahan stres pada mahasiswa kedokteran gigi.

Skala ini merupakan instrumen psikologis yang paling banyak digunakan untuk

mengukur persepsi stres. Ini adalah untuk mengukur situasi atau pengalaman yang

telah dialami individu selama satu bulan terakhir yang dinilai sebagai stres. Item

didesain untuk mengetahui betapa seseorang individu merasa bahwa hidupnya

dibebani, tidak terduga, dan tidak terkendali. Pertanyaan dan jawaban mudah

difahami dan bersifat umum sehingga dapat digunakan pada semua kelompok

populasi.2

c) Kuesioner Dental Environment Stress (DES) : untuk mengetahui penyebab

terjadinya stres dari lingkungan dental dikalangan mahasiswa kedokteran gigi.

Kuesioner ini diambil dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.12-

15,37,39

3.8 Cara Pengumpulan Data

Page 41: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

28

Pengumpulan data dilakukan pada mahasiswa kedokteran gigi USU yang

mempunyai riwayat penyakit SAR, data diperoleh melalui anamnesa, kemudian

diberikan informed consent bagi mahasiswa yang bersedia menjadi sampel.

Kemudian diberikan lembaran kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui penyebab

yang dapat menimbulkan ulser rekuren pada mahasiswa.

Untuk mengukur dan mengetahui ada tidaknya faktor stres pada mahasiswa

sebagai penyebab SAR, dilakukan dengan menyajikan kuesioner Perceived Stress

Scale (PSS). Metode skala yang digunakan adalah metode Skala Likert. Metode ini

meliputi 5 jawaban yaitu sangat sering (SS), sering (S), kadang-kadang (KK), hampir

tidak pernah (HTP), tidak pernah (TP). Untuk item positif skornya bergerak dari 0

SS, 1 S, 2 KK, 3 HTP, 4 TP dan item negatif 4 SS, 3 S, 2 KK, 1 HTP, 0 TP. Skor

stres diklasifikasikan ke dalam empat kategori; tingkat stres rendah (skor 0 hingga

11), tingkat stres normal (skor 12 hingga 15), tingkat stres tinggi (skor 16 hingga 26),

dan tingkat stres sangat tinggi (skor 27 dan lebih).2

Untuk mengetahui penyebab terjadinya stres dari lingkungan dental

dikalangan mahasiswa diberikan kuesioner Dental Environment Stress (DES).

Metode skala yang digunakan adalah Skala Penilaian Grafik. Di sini, subjek diminta

untuk mencek titik tertentu dari suatu kontinum pada garis tertentu.40 Nilai skala yang

di gunakan adalah 0 (tidak stres) hingga 5 (sangat stres). Bagi mempermudahkan

dalam menganalisis data, item dibagikan kedalam lima stressor utama yaitu :

penyesuaian diri (item 1 hingga 4), faktor pribadi (item 5 hingga 14), lingkungan

pendidikan (item 15 hingga 19), faktor akademik (item 20 hingga 29), dan faktor

klinis (item 30 hingga 37).14

Page 42: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

29

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data ditabulasi dengan menggunakan Mictosoft Office Excel 2007.

3.10 Analisa Data

Data diolah secara deskriptif yaitu data univariant dan dihitung dalam bentuk

persentase. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan riwayat SAR yang

diderita mahasiswa dengan tingkat keparahan stres dan faktor-faktor terjadinya stres

dari lingkungan dental.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karekteristik Responden

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 95 orang

mahasiswa yang mempunyai riwayat SAR diambil dari Fakultas Kedokteran Gigi

Page 43: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

30

Universitas Sumatera Utara. Dari 95 orang mahasiswa, 63 orang (66,3%) mahasiswa

masih kuliah dan 32 orang (33,7%) mahasiswa sedang menjalani kepaniteraan klinik.

Sebagian besar sampel berdasarkan jenis kelamin merupakan mahasiswa perempuan

sebanyak 80 orang (84,2%) dan mahasiswa laki-laki sebanyak 15 orang (15,8%).

Informasi karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. INFORMASI KARAKTERISTIK RESPONDEN, TAHUN 2011

No. Kriteria n

(nT = 95 )

%

1. Mahasiswa

Kuliah

Kepaniteraan Klinik

63

32

66,3%

33,7%

2. Jenis Kelamin

Laki – laki

Perempuan

15

80

15,8%

84,2%

Keterangan : n dinyatakan dalam orang

4.2 Status Stomatitis Aftosa Rekuren

Dari 95 orang mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara,

ditemukan bahwa ada beberapa faktor predisposisi terjadinya SAR yang terdiri dari

trauma, hormonal, alergi, genetik dan stres. Distribusi dan frekuensi berdasarkan

faktor predisposisi dapat dilihat pada Tabel 2 dan grafik persentase berdasarkan

faktor predisposisi dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 44: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

31

Tabel 2. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI SAR BERDASARKAN FAKTOR

PREDISPOSISI PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA, TAHUN 2011

No. Faktor Predisposisi n

(nT = 95 )

1. Trauma 16

2. Hormonal 12

3. Alergi 8

4. Genetik 5

5. Stres 54

Keterangan : n dinyatakan dalam orang

Gambar 5. PERSENTASE BERDASARKAN FAKTOR PREDISPOSISI SAR

PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA, TAHUN 2011

Page 45: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

32

Dari 95 orang mahasiswa yang mempunyai riwayat SAR, dijumpai 59 orang

(62,1%) mahasiswa tidak melakukan perawatan, 36 orang (37,9%) mahasiswa

melakukan perawatan. Pada yang melakukan perawatan, 5 orang (5,3%) melakukan

perawatan ke dokter, 12 orang (12,6%) minum vitamin, dan 19 orang (20%)

meningkatkan konsumsi buah dan sayur. Adapun tindakan pencegaham yang

dilakukan ialah 84 orang (88.4%) dengan menjaga kebersihan mulut dan 11 orang

(11,6%) dengan menggunakan obat kumur. Distribusi dan frekuensi SAR

berdasarkan tindakan mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI SAR BERDASARKAN TINDAKAN

MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA,

TAHUN 2011

No. Kriteria n

(nT = 95 )

%

Page 46: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

33

1. Perawatan

Ya

Tidak

36

59

37,9%

62,1%

2. Jenis Perawatan

Berobat ke dokter

Minum vitamin

Makan buah dan sayur

5

12

19

5,3%

12,6%

20,0%

3. Pencegahan

Menjaga kebersihan mulut

Menggunakan obat kumur

84

11

88,4%

11,6%

Keterangan : n dinyatakan dalam orang

4.3 Tingkat Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren

Menurut persentase faktor predisposisi yang didapat, dijumpai sebanyak 54

orang (56,8%) mahasiswa mengalami riwayat SAR disebabkan faktor stres. Dari 54

orang, jumlah mahasiswa perempuan 43 orang (79,6%) dan 11 orang (20,4%)

mahasiswa laki-laki.

Berdasarkan pengukuran tingkat stres pada mahasiswa kedokteran gigi

Universitas Sumatera Utara, dijumpai 2 orang (3,7%) mahasiswa dengan tingkat stres

rendah, 9 orang (16,6%) mahasiswa dengan tingkat stres normal, 42 orang (77,8%)

mahasiswa dengan tingkat stres tinggi, dan 1 orang (1,9%) mahasiswa dengan tingkat

stres sangat tinggi. Grafik persentase tingkat stress dapat dilihat pada Gambar 6. dan

distribusi dan frekuensi tingkat stres berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

Tabel 4.

Page 47: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

34

Gambar 6. PERSENTASE TINGKAT STRES MAHASISWA KEDOKTERAN

GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT

SAR, TAHUN 2011

Tabel 4. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI TINGKAT STRES BERDASARKAN

JENIS KELAMIN MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SAR, TAHUN 2011

No. Jenis Kelamin Tingkat Stres n

(nT = 54 )

%

Page 48: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

35

1. Laki - laki Rendah

Normal

Tinggi

Sangat Tinggi

-

2

9

-

-

3.7%

16,7%

-

2. Perempuan Rendah

Normal

Tinggi

Sangat Tinggi

2

7

33

1

3,7%

12,9%

61,1%

1,9%

Keterangan : n dinyatakan dalam orang

4.4 Faktor Pencetus Stres dan Stomatitis Aftosa Rekuren

Pada penelitian ini didapati, hasil kuesioner dari dental environment stress

(DES) yang merupakan faktor pencetus stres dari lingkungan dental yang dialami

pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara. Tabel 5. menunjukkan

persentase item DES dalam rangka penurunan.

Tabel 5. HASIL KUESIONER DENTAL ENVIRONMENT STRESS (DES) PADA

MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA,

TAHUN 2011

No. Stressor %

Page 49: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

36

1 Ujian dan nilai ujian 64.0%

2 Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang dijanjikan 60.0%

3 Jumlah tugas kuliah 56.7%

4 Kekurangan waktu klinis yang diberikan 53.7%

5 Masalah keuangan 53.0%

6 Takut mengalami kegagalan dalam pelajaran 53.0%

7 Kurangnya waktu untuk melakukan pekerjaan kuliah yang

ditugaskan

52.6%

8 Takut tidak mampu untuk mengejar karena ketinggalan dalam

pelajaran

52.6%

9 Kurangnya waktu untuk relaksasi 51.1%

10 Takut menghadapi orang tua setelah mengalami kegagalan 49.6%

11 Kesulitan tugasan kuliah 49.3%

12 Kurangnya suasana seperti rumah di tempat tinggal 46.7%

13 Persaingan nilai ujian 43.0%

14 Jauh dari pangkuan keluarga 42.6%

15 Perbedaan pendapat staf klinis mengenai perawatan pasien 42.6%

16 Kesulitan dalam mempelajari prosedur klinis 41.5%

17 Kesulitan dalam pemahaman literatur 40.4%

18 Kesulitan dalam mempelajari ketelitian ketrampilan manual yang

diperlukan dalam pekerjaan praklinis dan laboratorium

40.0%

19 Melengkapi persyaratan klinis 38.5%

20 Kurangnya kepercayaan dalam pengambilan keputusan klinis 38.2%

21 Menerima kritikkan mengenai pekerjaan klinis atau akademik 36.3%

22 Keberadaan dokter jaga di klinik 36.0%

23 Peralihan ke kepaniteraan klinik 35.2%

24 Kesehatan fisik diri 34.8%

25 Peraturan dan persyaratan fakultas 34.8%

26 Melengkapi persyaratan wisuda 34.0%

Page 50: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

37

27 Kurangnya kepercayaan untuk menjadi mahasiswa kedokteran gigi

yang sukses

33.7%

28 Keberadaan teknisi lab 32.6%

29 Konflik dengan rekan 31.9%

30 Bekerja pada pasien dengan kebersihan oral yang jelek 31.9%

31 Masalah lain yang berkaitan dengan tempat tinggal 30.0%

32 Kurangnya kepercayaan untuk menjadi dokter gigi yang sukses 30.0%

33 Diskriminasi karena ras, status kelas, atau kelompok etnis 27.8%

34 Hubungan dengan pacar 26.0%

35 Lingkungan belajar yang sesuai 23.0%

36 Ingin berteman 18.5%

37 Ketergantungan (misalnya narkoba, alkohol, merokok) 7.8%

Dari hasil kuesioner ini dapat dibagikan kedalam lima stresor utama yaitu

faktor akademik (49,3%), klinis (42,1%), pribadi (33,6%), lingkungan pendidikan

(33%), dan penyesuaian diri (35,6%) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. PERSENTASE BERDASARKAN STRESOR UTAMA PADA

MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SAR, TAHUN 2011

Page 51: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

38

BAB 5

PEMBAHASAN

Page 52: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

39

SAR telah menjadi salah satu penyakit ulang kambuh pada mukosa mulut

yang paling sering terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi berdasarkan prevalensi

tertinggi yaitu 66% dalam penelitian Ship (1967).10,11 Prevalensi ini cukup tinggi

sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui proporsi faktor stres sebagai

salah satu predisposisi SAR pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera

Utara.

Responden yang mempunyai riwayat SAR terdiri 15 (15,8%) mahasiswa

laki-laki dan 80 (84,2%) mahasiswa perempuan. Adanya bias dalam penelitian ini

dapat terjadi karena jumlah sampel laki-laki dan perempuan tidak seimbang, sehingga

perbandingan SAR berdasarkan jenis kelamin tidak dapat membuktikan literatur yang

menyatakan bahwa perempuan lebih sering terserang SAR dari laki-laki dengan ratio

3:2.6-8

Dari hasil penelitian pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa faktor stres menjadi

penyebab utama terjadinya SAR pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas

Sumatera Utara yaitu 56,8% dibanding faktor predisposisi lain. Hasil ini sangat sesuai

dengan literatur yang menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran gigi diantara

mahasiswa yang tertinggi mengalami stres.14,37,39 Berdasarkan dari hasil penelitian,

dapat dihubungkan bahwa faktor stres dapat menyebabkan Hipotalamus mensekresi

CRF (Corticotropin Releasing Factor) dan AVP (Argininevasopresin) yang

menstimulasi Hiposfisis anterior mensekresi ACTH ( Adenocortictropin Hormone).

ACTH menstimulasi korteks adrenal mensekresi hormon glukokortikoid (kortisol).

Hormon kortisol ini akan meningkatkan aktifitas Th-2 melalui IL-4, IL-4 akan

menstimuli mast cell, basofil, dan sel plasma menghasilkan Ig E sehingga

Page 53: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

40

menimbulkan reaksi anafilatik pada jaringan menyebabkan jaringan rentan terhadap

jejas. Hal inilah yang kemungkinan besar menyebabkan seseorang yang stres rentan

terhadap SAR. 35,41

SAR merupakan penyakit rongga mulut yang dapat sembuh sendiri dalam

waktu 10-14 hari tanpa pengobatan dan dapat kambuh kembali.3,6-8 Hasil penelitian

yang dilakukan menunjukkan bahwa 59 (62,1%) orang dari responden tidak

melakukan perawatan terhadap SAR yang dialami, ulser tersebut sembuh dengan

sendirinya dan 36 (37,9%) orang responden melakukan perawatan khusus terhadap

SAR. Data ini sesuai dengan sebagian besar literatur yang menyebutkan bahwa SAR

tidak memerlukan perawatan. Perawatan terhadap pasien SAR pada umumnya

bersifat non spesifik dan dilakukan dengan tujuan menghilangkan rasa sakit,

mengurangi besar dan lamanya ulser.3,6-8,11 Sedangkan tindakan pencegahan yang

dilakukan untuk mengurangi tingkat rekurensi dari SAR yaitu 84 (88,4%) orang

mahasiswa menjaga kebersihan mulut dan 11 (11,6%) orang mahasiswa hanya

menggunakan obat kumur. Tindakan pencegahan dengan menjaga kebersihan rongga

mulut bertujuan untuk mencegah berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen rongga

mulut yang dapat memicu terjadinya ulser dan penyakit mulut lainnya.1,7 Selain itu,

banyak juga para ahli yang menyatakan bahwa obat kumur dapat mengurangi rasa

sakit dan tingkat rekurensi dari SAR, dengan dosis yang telah ditetapkan.7,9 Hasil

penelitian juga menunjukkan bahwa 19 (20%) orang mahasiswa merawat lesi SAR

yang mereka alami dengan meningkatkan konsumsi buah dan sayur, hasil ini sesuai

dengan literatur yang menyebutkan bahwa untuk mencegah atau mengurangi

timbulnya SAR dapat diimbangi dengan banyak mengkonsumsi buah dan sayur,

Page 54: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

41

sebab faktor lain penyebab timbulnya SAR adalah defisiensi nutrisi.27 Dari hasil

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tanggapan dan tindakan pencegahan

mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara sangatlah baik sesuai dengan

tujuan penelitian.

Hasil pengukuran tingkat stres menunjukkan bahwa sebagian besar

mahasiswa (77,8%) mengalami tingkat stres tinggi, yang mendeskripsikan

kecenderungan stres pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara

cukup besar. Hal ini dipengaruhi oleh pelbagai faktor, dimana mahasiswa sekitar

umur 18-25 tahun merupakan masa penyesuaian diri seseorang terhadap pola

kehidupan mereka yang baru, dan merupakan masa peralihan dari masa remaja ke

masa dewasa.42 Sebagai contoh, pada mahasiswa kedokteran gigi yang harus mandiri

sebagai anak kos dan jauh dari orang tua yang dituntut untuk dapat mengatasi

permasalahan beban hidup dengan sendirinya, tuntutan akademis kuliah yang berat

memaksa untuk memperoleh nilai dan prestasi yang tinggi, tuntutan klinis yang harus

mengendalikan pasien yang tidak kooperatif, pengaturan waktu dan sebagainya.

Sehingga pada masa ini seseorang cenderung labil, resah dan mudah memberontak

serta emosinya sangat bergelora dan mudah tegang.13-15,37,39 Ketika hal ini terjadi

secara terus menerus maka seseorang akan mudah mengalami stres yang kemudian

akan mempermudah untuk mengalami penyakit-penyakit kronis berhubungan dengan

sistem imun, seperti SAR.35,41

Hasil penelitian mengenai pengukuran tingkat stres pada mahasiswa

kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara, mayoritas mahasiswa yang mengalami

tingka stress tinggi berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan literatur yang

Page 55: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

42

menjelaskan bahwa perempuan lebih cenderung mudah emosi dan labil.42 Menurut

Baldwin (2002) sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya

sama, namun dampak beban ini berbeda pada perempuan dan laki-laki, dimana

perempuan lebih peka terhadap lingkungannya dan lebih mudah menderita beban

psikis seperti cemas dan merasa tidak senang.42

Berdasarkan dari hasil kuesioner DES, didapati stresor utama pada mahasiswa

kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara adalah faktor akademik yaitu sebanyak

49,3%. Hasil ini amat mendukung literatur yang menunjukkan bahwa stresor

disebabkan akademik dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis

mahasiswa. Menurut Polychronopoulou A, dkk (2005) dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa faktor akademik juga merupakan stresor utama pada mahasiswa

kedokteran gigi di Greek.13

Dalam pembahasan ini, peneliti akan membahas lima item stresor tertinggi

yang dialami mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara. Stresor

tertinggi adalah “Ujian dan nilai ujian” yaitu sebanyak 64%. Hal ini juga ditemukan

pada penelitian Muirhead V, dkk (2007) terhadap mahasiswa kedokteran gigi di

Kanada, dimana “Ujian dan nilai ujian” juga mencatatkan stresor tertinggi.43 Hal ini

karena, kemungkinan mahasiswa berasa takut akan memperpanjang masa perkuliahan

karena mengalami kegagalan dan harus mengulang mata kuliah itu pada semester

berikutnya.

Stresor kedua tertinggi merupakan item yang terkait dengan faktor klinis pada

kuesioner DES yaitu “Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang

dijanjikan” dengan persentase sebanyak 60%. Stresor ini merupakan yang paling

Page 56: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

43

sering terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi yang sedang mengalami kepaniteraan

klinik.12-14,37,39 Hal ini karena, kehadiran pasien merupakan perkara yang amat penting

dalam melengkapi persyaratan klinis supaya dapat meneruskan kegiatan klinis ke

tahap selanjutnya.

Stresor ketiga tertinggi adalah “Jumlah tugas kuliah” yaitu sebanyak 56,7%.

Hasil ini amat sesuai dengan beberapa literatur yang menyatakan bahwa beban

tugasan kuliah amat mendorong dalam terjadinya stres pada mahasiswa kedokteran

gigi.12-14,37,39 Hal ini disebabkan beban tugasan yang banyak dapat mengurangi waktu

untuk melakukan revisi karena hampir semua waktu digunakan untuk menyelesaikan

tugasan kuliah sehingga pada akhirnya mahasiwa tidak mempunyai waktu yang

cukup untuk relaksasi dan akan merasa kelelahan. Sekiranya hal ini berlanjut, ini

akan mendatangkan efek negatif terhadap prestasi akademik mahasiswa.

“Kurangnya waktu klinis yang diberikan” merupakan stresor keempat

tertinggi yaitu sebanyak 53,7%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terlalu

banyak persyaratan yang harus dilengkapi di setiap departemen klinis sehingga

mahasiswa khawatir waktu klinis yang diberikan tidak mencukupi untuk melengkapi

semua persyaratan.

Dari hasil penelitian, didapati bahwa stres disebabkan oleh faktor keuangan

mencatatkan kelima tertinggi pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera

Utara yaitu sebanyak 53%. Hal ini karena, didapati mahasiswa harus membelanjakan

uang untuk materi kuliah termasuk buku, instrumen dan bahan-bahan klinis. Selain

itu, mahasiswa juga sering kali harus menanggung segala biaya perawatan yang

dilakukan terhadap pasien.

Page 57: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

44

Namun, seperti yang dinyatakan dalam penelitian sebelumnya bahwa variasi

stresor yang dirasakan oleh mahasiswa kedokteran gigi sangat berbeda mengikut

fakultasnya.12 Westerman et al, (1993) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

mahasiswa yang sedang berkuliah lebih tinggi mengalami stres dari mahasiswa

kepaniteraan klinik.37 Dalam penelitian ini peneliti tidak dapat untuk membuktikan

pernyataan tersebut karena peneliti hanya mencari faktor-faktor penyebab stres secara

umum pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yang mempunyai

riwayat SAR. Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari

perbandingan mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stres mengikut

jenis kelamin dan tingkat studi mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera

Utara. Ini karena mahasiswa pada tingkat studi yang berbeda akan memberikan

stresor yang berbeda.13

Kesimpulan dari hasil penelitian ini ialah stres dapat dialami hampir setiap

orang dan reaksinya berbeda pada setiap individu. Stresor psikologi saat ini semakin

banyak menimpa kehidupan manusia, sehingga dapat diperkirakan juga bahwa kasus

SAR akan semakin bertambah, mengingat salah satu faktor predisposisi terjadinya

SAR yaitu stres. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi bagi mahasiswa kedokteran gigi, para ahli maupun dokter gigi bahwa

mengetahui stresor yang dialami amatlah penting supaya dapat diketahui dengan pasti

faktor apakah yang menyebabkan timbulnya SAR. Dengan demikian, akan

memperkecil resiko terjadinya SAR dan dapat menentukan perawatan yang tepat dan

adekuat bagi SAR.

Page 58: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

45

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 59: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

46

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai

berikut :

1. Faktor predisposisi terjadinya SAR pada mahasiswa kedokteran gigi

Universitas Sumatera Utara terdiri dari trauma (16,8%), hormonal (12,6%),

alergi (8,4%), genetik (5,3%) dan stres (56,8%).

2. Proporsi faktor stres sebagai salah satu predisposisi SAR pada mahasiswa

kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara mencatatkan jumlah tertinggi

yaitu sebanyak 56,8%.

3. Sebagian besar mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara

mengalami tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 77,8%.

4. Faktor utama penyebab stres dikalangan mahasiswa kedokteran gigi

Universitas Sumatera Utara adalah faktor akademik yaitu sebanyak 49,3%.

5. Diantara stresor tertinggi dari lingkungan dental dikalangan mahasiswa

kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara adalah ujian dan nilai (64%),

pasien yang terlambat atau tidak hadir seperti dijanjikan (60%), dan jumlah

tugas kuliah (56,7%).

6.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan adalah :

Page 60: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

47

1. Perlunya relaksasi pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera

Utara untuk mengurangi tingkat stres dan kejenuhan yang dialami.

2. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan faktor yang dapat

menyebabkan stres sehingga terjadinya SAR berdasarkan jenis kelamin dan

tingkat studi mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Diharapkan agar fakultas kedokteran gigi dapat meningkatkan kualitas

lingkungan yang menyenangkan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dalam

memaksimalkan prestasi mahasiswa dan meminimalkan stres yang dialami.

4. Diharapkan mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara supaya

mengetahui dan menyadari penyebab yang memicu terjadinya SAR dan tidak

menganggap enteng akan penyakit ini agar dapat memperkecil resiko

terjadinya SAR dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.

DAFTAR RUJUKAN

Page 61: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

48

1. Anonymous. Sariawan/stomatitis. 24 Januari 2008.

(http://kesehatangigi.blogspot.com/2008/01/sariawanstomstitis.html) (24 Agustus

2010).

2. Nally M. I.M. Recurrent aphthous stomatitis and perceived stress (a preliminary

study). (http://apthous-stressutdy.tripod.com/html) (23 Agustus 2010).

3. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent

aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc. 2003;134:200-7.

4. Gallo CB, Mimura MAM, Sugaya NN. Psychological stress and recurrent

aphthous stomatitis. Clinics. 2009;64(7):645-8.

5. Rosarina A, Hendarti H.T, Soenartyo H. Prevalensi stomatitis aftosa rekuren

(SAR) yang dipicu oleh stress psikologis: di Klinik Penyakit Mulut Psgm Fkg

Unair September-oktober 2009. O Me Dent Journal. 2009;1;2:42-5.

6. Melamed F. Aphthous stomatitis. 17 April 2001.

(http://www.med.ucla.edu/modules/wfsection/article.php?articleid=207) (23

Agusuts 2010).

7. Scully C. Aphthous ulceration. N Engl J Med. 2006;355(2):165-72

8. Greenberg MS, Glick M. Burkets oral medicines diagnosis and treatment. 10th

ed., Philadelphia, London, Mexico City, New York, St. Louis, San Paulo,

Sydney: J.B. Lippincott Company., 2004; 63-65.

9. Jurge S, Kuffer R, Scully C, Porter SK. Mucosal Disease Series; Number VI

Recurrent Aphthous Stomatitis.

(www.biomedexperts.com/Abstract.bme/16390463/mucosal_disease_series_Num

ber_VI_Recurrent_apthous_stomatitis-) (23 Agusutus 2010)

Page 62: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

49

10. Zain R.B. Classification, epidemiology and aetiology of oral recurrent

ulceration/stomatitis, Annal Dent Univ Malaya 1999;6:34-37.

11. Lubis S. Stomatitis aftosa rekuren & lichen planus: kasus yang berhubungan

dengan stress. Dentika J Dent 2005;10:(2):102-7.

12. Polychronopoulou A, Divaris K. Dental Students’ Perceived Sources of Stress: A

Multi-Country Study. J Dent Educ 2009;73(5):631-9.

13. Polychronopoulou A, Divaris K. Perceived Sources of Stress Among Greek

Dental Students. J Dent Educ 2005;69(6):687-692.

14. Naidu R.S, Adams J.S, Simeon D, Persad S. Sources of stress and Psychological

Disturbance Among Dental Students in the West Indies. J Dent Educ

2002;66(9):1021-30.

15. Pau A, Rowland M.L, Naidoo S, Abdulkadir R, Makrynika E, Moraru R, et al.

Emotional Intelligence and Perceived Stress in Dental Undergraduates: A

Multinational Survey. J Dent Educ 2007;71(2):197-204.

16. Casiglia JM. Aphthous stomatitis (http://www.emedicine.com/emedicine

specialties/dermatology/diseases of the oral mucosa.html) (23 Agustus 2010).

17. Zunt L. Susan. Recurrent Aphthous Ulcers: Prevention And Treatment.

(http://www.mmcpub.com/pdf/2001jph/200104jph_pdf/01jphv10n4p17.pdf)

18. Harahap, A.O. Kesembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor Dengan

Pemberian Daun Pegagan (Centella asiatica). Jakarta: Jurnal Ilmiah dan

Teknologi Kedokteran GigiFKG UPDM, November 2006; 92-95.

Page 63: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

50

19. Roger RS. Recurrent aphthous stomatitis : clinical characteristic and associated

systemic disorder. Seminars in Cutaneus Medicine and Surgery 1997; 16 (4); 278-

283.

20. Lewis M.A.O, Lamey P.J. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut (Clinical Oral

Medicine). Cetakan I. Alih bahasa Elly Wiriawan. Jakarta: Widya Medika, 1998:

48-49.

21. Mcbride DR. Management of Aphthous Ulcers

(http://www.aafp.org/afp/20000701/149.html ) (23 Agustus 2010).

22. Gayford JJ, Haskel R. Penyakit mulut (clinical oral medicine). Edisi ke 2. Alih

bahasa lilian yuwono, Jakarta: EGC, 1990: 1-11.

23. Kilic SS. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) In Children. Jaypee Brothes

Publishers, New Delhi, 2004.

(http://immunoloji.uludag.edu.tr/notlar_seminerler/aphthous_eng_w.htm)

24. Anonym. Cancer Sores (Recureent Aphthous Stomatitis). (http://www.animated-

teeth.com/canker_sores/t1_canker_sores.htm)

25. Houston G. Traumatic Ulcers. (emedicine.medscape.com/article/1079501-

overview)

26. Adhwa. Faktor Predisposisi Recurrent Aphthous Stomatitis (Sariawan).

(http://adhwanotebook.blogspot.com/2009/01/faktor-predisposisi-recurrent-

aphthous.html)

27. Wray D, Ferguson MM, Mason DK, Hutcheon AW, Dagg JH. Recurrent

aphthae: treatment with Vitamin B12, folic acid and iron. Br Med J, 1975; 2:490-

493.

Page 64: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

51

28. Bor N.M, Karabiyikoglu A, Karabiyikoglu T. Treatment of Recurrent Aphthous

Stomatitis with Systemic Zinc Sulfate. J Islamic Academy of Sciences 1990; 3(4):

343-47.

29. Pratiknyo M, Hendarmin S. Aspek Klinik dan Penanggulangan Penyakit Alergi

(Clinical Aspect and Treatment of Allergy). Jakarta: Jurnal PDGI, Agustus 2007;

Vol. 57 No. 3; 77-81.

30. Fernandes R, Tuckey T, Lam P, Allidina S, Sharifi S, Nia D. The Best Treatment

For Aphthous Ulcers, An Evidence-Based Study of The Liteature.

(www.utoronto.ca/dentistry/newsresources/evidence_based/aphtousulcer.pdf)

31. Gunawan B, Sumadiono. Stres dan Sistem Imun Tubuh: Suatu Pendekatan

Psikoneuroimunologi. Cerm Dun Kedokteran 2007;154: 13-6.

32. Wade C, Tavris C. Psikologi. Edisi ke 9. Jilid 2, Alih bahasa Mursalin P,

Dinastuti., Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007; 285-91.

33. Anonymous. Stress. (http://library.thinkquest.org/20017/eh/advanced.html) (22

November 2010).

34. Dewi NH, Hayatun S. Stressor sebagai faktor predisposisi berbagai penyakit

kronik temasuk penyakit periodontium. IJD (edisi khusus). KPPIKG XIV, 2006:

32-6.

35. Agarwal SK, Marshall GD. Stress effects on immunity and its application to

clinical immunology. Clinical and Experimental Allergy 2001;31: 25-31.

36. Sulistyani E. Mekanisme eksaserbasi recurrent aphthous stomatitis yang dipicu

oleh stressor psikologis. J Dent (edisi khusus temu ilmiah nasional III), 2003;

334-37.

Page 65: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

52

37. Acharya S. Factors Affecting Stress Among Indian Dental Students. J Dent Educ

2004;67(10):1140-8.

38. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3.

Sagung Seto. Jakarta, 2008 : 78-109

39. Sanders AE, Lushington K. Effect of Perceived Stress on Student Performance in

Dental School. J Dent Educ 2002;66(1):75-81.

40. Nazir M. Metode Penelitian Edisi ke-3. Ghalia Indonesia. Jakarta, 1988 : 383-

404.

41. Tsigos C, Kyrou I, Chrousos G. Stress, Endocrine Physiology and

Pathophysiology. (http://www.endotext.org/adrenal/adrenal8/adrenal8.htm) (2

Nov 2010).

42. Nasution IK. Stres pada remaja. USU Repository; Medan: 2007.

43. Muirhead V, Locker D. Canadian Dental Student’s Perceptions of Stress. JCDA

2007;73(4):323-323e.

Page 66: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

53

Lampiran 1Lembar Persetujuan Komisi Etik

Page 67: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

54

Lampiran 2Lembar informed consent

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat Sejahtera Saudara / Saudari,

Perkenalkan nama saya Rafeatun Nisa, saat ini saya sedang menjalani

pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara. Saya ingin memberitahukan

kepada Saudara/Saudari bahwa saya sedang melakukan penelitian dengan judul

“Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara”. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui proporsi SAR (sariawan) yang dipicu oleh stres pada mahasiswa

kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara. Manfaat dari penelitian ini adalah

supaya dapat memberikan informasi mengenai stres yang dapat menyebabkan SAR

(sariwan) agar dapat memberikan edukasi, pencegahan dan perawatan yang sebaiknya

dalam menunjang kesehatan mahasiswa baik kesehatan rongga mulut maupun

keseluruhannya.

Penelitian akan dilakukan pada mahasiswa kedokteran gigi yang memenuhi

kriteria sampel, yaitu mempunyai riwayat penyakit SAR (sariawan). Mahasiswa yang

dapat meluangkan waktu dan bersedia menjadi sampel akan diminta untuk mengisi

kuesioner yang tersedia dengan memilih jawaban yang tertera dalam lembar

kuesioner. Sebelum itu, saya akan mencatat identitas Saudara/Saudari (nama, umur,

jenis kelamin, nim). Kemudian, Saudara/Saudari akan diberikan 3 lembaran

kuesioner yaitu: 1) Kuesioner SAR(sariwan) yang bertujuan untuk mengetahui

penyebab Saudara/Saudari mengalami sariawan, 2) Kuesioner Perceived Stress Scale

(PSS) untuk mengetahui dan mengukur tingkat keparahan stres yang dialami pada

Saudara/Saudari, 3) Kuesioner Dental Environment Stress (DES) yang bertujuan

Page 68: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

55

untuk mengetahui penyebab terjadinya stres dari lingkungan dental yang dialami pada

Saudara/Saudari.

Partisipasi Saudara/Saudari dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan

terjadi efek samping sama sekali.

Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu

Saudara/Saudari, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

( Rafeatun Nisa )

Page 69: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

56

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang namanya tersebut di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Nim :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan

penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpartisipasi dalam penelitian ini berjudul :

“Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara”.

Medan, / / 2011

Peneliti, Peserta Penelitian,

( Rafeatun Nisa )

Page 70: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

57

Lampiran 3Lembar Kuesioner Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) YANG DIPICU OLEH STRES

PADA MAHASISWA KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

No. Kartu : : Tanggal : :

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :2. Jenis kelamin : L P3. Umur :4. Nim :

PETUNJUK: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan melingkari jawaban yang tepat.

KUESIONER STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)

1. Adakah anda pernah mengalami ulser sariawan (SAR) di rongga mulut?a) Pernah b) Tidak pernah

2. Sekiranya pernah adakah anda mengalaminya pada bulan lalu?a) Yab) Tidak

3. Sejak kapan anda pernah mengalami SAR?a) Sejak usia dinib) Sejak mulai remajac) Sejak memasuki FKG

Page 71: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

58

4. Biasanya setelah berapa lamakah SAR tersebut sembuh?a) Kurang dari 1 minggub) 1-2 mingguc) Lebih 2 minggu

5. Biasanya berapa seringkah anda mengalami SAR?a) Lebih dari 1 kali dalam sebulanb) Sebulan sekalic) Setahun sekalid) Di saat tertentu sahaja

6. Apakah anda mempunyai riwayat penyakit sistemik? Jika Ya, nyatakan.a) Ya : b) Tidak

7. Apakah anda menyadari adanya alergi yang memicu terjadinya SAR?a) Yab) Tidak

8. Apakah anda menyadari adanya trauma yang memicu terjadinya SAR?a) Yab) Tidak

9. Khusus mahasiswi: Adakah anda sering mengalami SAR pada pra, sewaktu, dan pasca menstruasi?a) Yab) Tidak

10. Apakah orang tua atau anggota keluarga anda sering menderita SAR?a) Yab) Tidak

11. Disaat anda sedang menghadapi suatu masalah, dan tidak dapatmenyelesaikannya, apakah anda sering mengalami SAR?a) Yab) Tidak

Page 72: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

59

12. Apakah anda melakukan perawatan?a) Yab) Tidak

13. Jika ya, perawatan apa?a) Berobat ke dokterb) Minum vitaminc) Konsumsi banyak buah dan sayur

14. Biasanya apa yang anda lakukan untuk mencegah timbulnya SAR?a) Menjaga kebersihan mulutb) Menggunakan obat kumur

Page 73: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

60

KUESIONER PERCEIVED STRESS SCALE (PSS)

PETUNJUK: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan melingkari jawaban yang tepat.

Pada bulan lalu :

1. Seberapa sering Anda merasa terganggu mengenai sesuatu yang terjadi tanpa terduga? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

2. Seberapa sering Anda merasa bahwa tidak dapat mengendalikan hal-hal penting dalam kehidupan Anda? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

3. Seberapa sering Anda merasa gelisah dan tegang? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

4. Seberapa sering Anda merasa yakin mengenai kemampuan Anda dalam menangani masalah-masalah pribadi Anda? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

Page 74: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

61

5. Seberapa sering Anda merasa bahwa segalanya berjalan mengikut kehendak Anda? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

6. Seberapa sering Anda menemukan bahwa Anda tidak dapat mengatasi segala hal yang harus Anda lakukan? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

7. Seberapa sering Anda mampu mengontrol gangguan dalam kehidupan Anda? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

8. Seberapa sering Anda merasa senang dalam segala hal yang Anda lakukan? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

9. Seberapa sering Anda merasa marah karena hal-hal yang berada di luar pengawasan Anda? Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

10. Seberapa sering Anda merasa kesulitan yang menumpuk sehingga Anda tidak dapat mengatasinya?

Page 75: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

62

Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sangat sering

KUESIONER DENTAL ENVIRONMENT STRESS (DES)

Page 76: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

63

PETUNJUK: Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberikan nilai yang sesuai di ruang yang disediakan.

No. Pertanyaan 0 1 2 3 4 5

Tidak Sangat stres stres

1. Jauh dari pangkuan keluarga

2. Kurangnya suasana seperti rumah di tempat tinggal

3. Lingkungan belajar yang sesuai

4. Masalah lain yang berkaitan dengan tempat tinggal

5. Ingin berteman

6. Masalah keuangan

7. Kesehatan fisik diri

8. Hubungan dengan pacar

9. Konflik dengan rekan

10. Takut menghadapi orang tua setelah mengalami kegagalan

11. Kurangnya waktu untuk relaksasi

12. Ketergantungan (misalnya narkoba, alkohol, merokok)

13. Kurangnya kepercayaan untuk menjadi mahasiswa kedokteran gigi

yang sukses

14. Kurangnya kepercayaan untuk menjadi dokter gigi yang sukses

15. Menerima kritikkan mengenai pekerjaan klinis atau akademik

16. Peraturan dan persyaratan fakultas

17. Melengkapi persyaratan wisuda

18. Diskriminasi karena ras, status kelas, atau kelompok etnis

19. Bekerja pada pasien dengan kebersihan oral yang jelek

20. Jumlah tugas kuliah

21. Kesulitan tugasan kuliah

Page 77: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi USU

64

22. Persaingan nilai ujian

23. Kesulitan dalam mempelajari prosedur klinis

24. Ujian dan nilai ujian

25. Kesulitan dalam mempelajari ketelitian ketrampilan manual yang

diperlukan dalam pekerjaan praklinis dan laboratorium

26. Takut mengalami kegagalan dalam pelajaran

27. Kurangnya waktu untuk melakukan pekerjaan kuliah yang ditugaskan

28. Takut tidak mampu untuk mengejar karena ketinggalan dalam

pelajaran

29. Kesulitan dalam pemahaman literatur

30. Kurangnya kepercayaan dalam pengambilan keputusan klinis

31. Peralihan ke kepaniteraan klinik

32. Keberadaan dokter jaga di klinik

33. Kekurangan waktu klinis yang diberikan

34. Pasien yang terlambat atau tidak tampil seperti yang dijanjikan

35. Keberadaan teknisi lab

36. Perbedaan pendapat staf klinis mengenai perawatan pasien

37. Melengkapi persyaratan klinis