Stlfur Batubara
-
Upload
meilani-kharlia-putri -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
description
Transcript of Stlfur Batubara
![Page 1: Stlfur Batubara](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/5695d4fd1a28ab9b02a3961b/html5/thumbnails/1.jpg)
Teori Tambahan
Sulfur Dan Batubara
Total Sulfur pada batubara adalah jumlah kandungan sulfur yang terdapat dalam
abu batubara (disebut pula noncombustible sulfur) dengan combustible sulfur. Atau
definisi lainnya menyebutkan, total sulfur adalah jumlah inorganic sulfur dengan
organic sulfur.
Definisi 1:
Total Sulfur (TS) = combustible sulfur + noncombustible sulfur.
Combustible sulfur didapat dari pengurangan total sulfur dengan noncombustible sulfur
yang terdapat dalam abu batubara.
Definisi 2 (definisi ISO):
Total Sulfur (TS) = inorganic sulfur* + organic sulfur.
*Inorganic sulfur: 1. Sulfate sulfur; 2. Pyritic sulfur
Berdasarkan definisi ISO, sulfur yang terdapat di dalam batubara untuk keperluan
analisis ada 3, yaitu sulfate sulfur, pyritic sulfur, dan organic sulfur.
Sulfate sulfur adalah sulfur yang terdapat dalam batubara, berbentuk sebagai
sulfat.
Pyritic sulfur sulfur yang terdapat dalam batubara, berbentuk sebagai pyrite atau
marcasite.
Organic sulfur adalah sulfur yang berikatan dengan material batubara, nilainya
didapat dari pengurangan total sulfur dengan jumlah sulfate sulfur dan pyritic
sulfur.
Organic sulfur = total sulfur – (sulfate sulfur + pyritic sulfur)
Pada saat pembakaran batubara di boiler, sulfur yang terdapat dalam batubara
akan berubah menjadi SO2 dan SO3 yang mencemari udara. Selain itu, sulfur tersebut
juga menimbulkan korosi pada permukaaan pemanas boiler. Oleh karena itu, total sulfur
pada steam coal diharapkan tidak lebih dari 1%.
![Page 2: Stlfur Batubara](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/5695d4fd1a28ab9b02a3961b/html5/thumbnails/2.jpg)
Sedangkan pada pengolahan besi baja, total sulfur pada kokas diharapkan tidak lebih
dari 0.6%. Bila lebih dari nilai ini, kualitas pemrosesan akan turun, seperti mudah
rapuhnya besi atau baja tersebut.
Sulfur adalah salah satu komponen dalam batubara, yang terdapat sebagai sulfur
organik maupun anorganik. Umumnya komponen sulfur dalam batubara terdapat
sebagai sulfur syngenetik yang erat hubungannya dengan proses fisika dan kimia selama
proses penggambutan (Meyers, 1982) dan dapat juga sebagai sulfur epigenetik yang
dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada batubara akibat proses presipitasi kimia
pada akhir proses pembatubaraan (Mackowsky, 1968).
ulfur walaupun secara relatif kandungannya rendah, merupakan salah satu
elemen penting pada batubara yang mempengaruhi kualitas. Terdapat berbagai cara
terbentuknya sulfur dalam batubara, diantaranya adalah berasal dari pengaruh lapisan
pengapit yang terendapkan dalam lingkungan laut (Horne et.al,1978), pengaruh air laut
selama proses pengendapan tumbuhan, proses mikrobial dan perubahan pH (Casagrande
et.al, 1987).
Di lingkungan laut, pH umumnya berkisar antara 4 – 8 (netral – basa) dan Eh
cukup rendah, kecuali pada beberapa centimeter dari permukaan. Sulfat berlimpah &
umumnya cukup banyak ion Fe yang hadir baik sebagai unsur terlarut dalam air laut
atau penguraian dari bahan tumbuhan & mineral. Keadaan ini menyebabkan aktifitas
bakteri sangat berperan untuk terbentuknya sulfur. Sedangkan lingkungan pengendapan
batubara pada air tawar (lacustrine dan rawa) pH umumnya rendah. Sulfat terlarut juga
rendah ( ± < 40 ppm), sehingga sulfur yang terbentuk sedikit karena aktifitas bakteri
rendah. Dengan demikian jumlah sulfur yang dihasilkan tergantung pada kondisi pH,
Eh, konsentrasi sulfat dan untuk pirit khususnya perlu kehadiran ion Fe dan aktivitas
bakteri. Pada lingkungan pengendapan batubara yang dipengaruhi oleh endapan laut
akan menghasilkan batubara dengan kadar sulfur yang tinggi, sedangkan batubara yang
terendapkan di lingkungan darat / air tawar umumnya didominasi oleh sulfur organik
dengan persentase pirit yang rendah.
![Page 3: Stlfur Batubara](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/5695d4fd1a28ab9b02a3961b/html5/thumbnails/3.jpg)
Dari hasil penelitian mengenai pembentukan dan keberadaan sulfur pada
batubara dan gambut, Casagrande (1987) membuat beberapa kesimpulan, yaitu :
a) Secara umum batubara bersulfur rendah (<1%) mengandung lebih banyak sulfur
organik daripada piritik. Sebaliknya batubara dengan kandungan sulfur tinggi
mengandung lebih banyak sulfur piritik daripada organik.
b) Batubara bersulfur tinggi biasanya berasosiasi dengan batuan penutup yang
berasal dari lingkungan laut.
c) Kandungan sulfur pada batubara umumnya paling tinggi pada bagian roof dan
pada bagian floor lapisan batubara.
Proses paling penting dalam pembentukan unsur dan senyawa sulfur adalah reaksi
reduksi sulfat oleh aktivitas bakteri. Berikut adalah skema yang menunjukkan urutan
proses pembentukan sulfur dalam batubara :
Gambar III.3 Skema pembentukan sulfur dalam batubara (modifikasi dari Suits
& Arthur, 2000)
![Page 4: Stlfur Batubara](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/5695d4fd1a28ab9b02a3961b/html5/thumbnails/4.jpg)
Batubara dengan kandungan abu dan sulfur yang rendah biasanya terendapkan
pada lingkungan darat pada saat penggambutan, dengan lapisan penutup dan lapisan
dibawahnya berupa sedimen klastik yang terendapkan pada lingkungan darat juga.
Sedangkan untuk batubara dengan kandungan abu dan sulfur yang tinggi, berasosiasi
dengan sedimen yang terendapkan pada lingkungan payau atau laut (Cecil et.al, 1979).
Terdapat 3 (tiga) jenis sulfur yang terdapat dalam batubara, yaitu :
1. Sulfur Piritik
Pirit (dan Markasit) merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai
pada batubara. Kedua jenis mineral ini memiliki komposisi kimia yang sama (FeS2)
tetapi berbeda pada sistem kristalnya. Pirit berbentuk isometrik sedangkan Markasit
berbentuk orthorombik (Taylor G.H, et.al., 1998).
Pirit (FeS2) merupakan mineral yang memberikan kontribusi besar terhadap
kandungan sulfur dalam batubara, atau lebih dikenal dengan sulfur piritik (Mackowsky,
1943 dalam Organic petrology, 1998). Berdasarkan genesanya, pirit pada batubara dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
Pirit Syngenetik, yaitu pirit yang terbentuk selama proses penggambutan
(peatification). Pirit jenis ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran
sangat halus dan tersebar dalam material pembentuk batubara (Demchuk, 1992
dalam international journal of coal geology, 1992).
Pirit Epigenetik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses pembatubaraan. Pirit
jenis ini biasanya terendapkan dalam kekar, rekahan dan cleat pada batubara
serta biasanya bersifat masif. (Mackowsky, 1968; Gluskoter, 1977; Frankie and
Howe, 1987 dalam international journal of coal geology, 1992). Umumnya pirit
jenis ini dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada batubara.
Pirit dapat terbentuk sebagai hasil reduksi sulfur primer oleh organisme dan air
tanah yang mengandung ion besi. Bentuk pirit hasil reduksi ini biasanya framboidal
dengan sumber sulfur yang tereduksi kemungkinan terdapat dalam material yang
terendapkan bersama batubara. Terbentuknya pirit epigenetik sangat berhubungan
dengan frekuensi cleat / rekahan karena kation-kation yang terlarut (dalam hal ini ion
Fe) akan terbawa ke dalam batubara oleh aliran air tanah melalui cleat tersebut dan
![Page 5: Stlfur Batubara](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/5695d4fd1a28ab9b02a3961b/html5/thumbnails/5.jpg)
selanjutnya bereaksi dengan sulfur yang telah tereduksi untuk kemudian membentuk
pirit (Demchuk T.D, dalam International Journal of Coal Geology, 1992).
Pembentukan pirit epigenetik sangat dipengaruhi oleh keterdapatan sulfur primer
yang telah tereduksi, ion besi dan tempat yang cocok bagi pembentukannya
(Casagrande et.al,1987). Persamaan umum pembentukan pada pirit (Leventhal, 1983
and Berner, 1984 dalam Organic Petrology, 1998) adalah :
SO4 2- + 2CH2O - - - - - 2CHO3 - + H2S
3H2S + 2FeO.OH - - - - - 2FeS + S + 4H2O
FeS + S0 - - - - - FeS2
Sulfat di atas umumnya berasal dari sedimen laut dangkal yang selanjutnya akan
direduksi oleh senyawa karbon organik menjadi hidrogen sulfida dengan reaksi sebagai
berikut :
SO4 2- + 2CH2O - - - - - 2HCO3 + H2S
Hidrogen sulfida yang terbentuk selanjutnya dioksidasi oleh goethite (FeO.OH),
atau hidrogen sulfida yang terbentuk dapat mereduksi ferric iron (FeIII) menjadi ferrous
iron (FeII). Oksigen seringkali mampu menembus sedimen anaerob dan mengoksidasi
hidrogen sulfida menjadi unsur sulfur (S0). Proses oksidasi sulfur ini dapat juga
berlangsung dengan media ferric iron (FeIII).
Berikut persamaan reaksinya :
3H2S +2 FeO.OH - - - - - 2 FeS + S + 4H2O
FeS + S0 - - - - - FeS2
Selain membentuk pirit, unsur sulfur tersebut dapat juga bereaksi dengan sulfida
membentuk polisulfida (SSn), yang selanjutnya mungkin akan diperlukan untuk proses
pembentukan pirit. Larutan polisulfida ini dapat bereaksi dengan FeS atau Fe3S4 untuk
membentuk pirit. Proses terbentuknya sulfur piritik ini sangat dipengaruhi oleh kondisi
pH, yaitu semakin tinggi harga pH maka akan mempercepat reaksi karena dalam
suasana basa akan banyak ion besi yang terlepaskan. Disamping itu unsur sulfur atau
polisulfida juga bisa bereaksi dengan komponen organik batubara membentuk senyawa
sulfur organik.
![Page 6: Stlfur Batubara](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/5695d4fd1a28ab9b02a3961b/html5/thumbnails/6.jpg)
Pirit framboidal berasosiasi dengan batuan penutup yang terendapkan pada
lingkungan laut sampai payau. Gambut yang mengandung sulfur tinggi (dalam bentuk
pirit framboidal) terbentuk pada lingkungan pengendapan yang dipengaruhi oleh
transgresi air laut atau payau, kecuali apabila terdapat dalam batuan sedimen yang
cukup tebal dan terendapkan sebelum fase transgresi (Cohen A.D dalam Organic
Petrology, Taylor G.H, 1998).
2. Sulfur Organik
Sulfur organik merupakan suatu elemen pada struktur makromolekul dalam
batubara yang kehadirannya secara parsial dikondisikan oleh kandungan dari elemen
yang berasal dari material tumbuhan asal. Dalam kondisi geokimia dan mikrobiologis
spesifik, sulfur inorganik dapat terubah menjadi sulfur organik. (Wiser W.H, 2000).
Secara umum sebagian besar sulfur dalam batubara berupa sulfur syngenetik yang
keterdapatan dan distribusinya dikontrol oleh kondisi fisika dan kimia selama proses
pembentukan gambut. Sulfur organik dalam batubara dapat berasal dari material kayu
dan pepohonan. Disamping itu sebagian sulfur juga mungkin terjadi dari sisa-sisa
organisme yang hidup selama perkembangan gambut.
Sulfur organik dapat terakumulasi dari sejumlah material organik oleh proses
penghancuran biokimia dan oksidasi. Namun secara umum, penghancuran biokimia
merupakan proses yang paling penting dalam pembentukan sulfur organik, yang
pembentukannya berjalan lebih lambat pada lingkungan yang basah atau jenuh air (A.C.
Cook, 1982).
Sulfur yang bukan berasal dari material pembentuk batubara diduga mendominasi
dalam menentukan kandungan sulfur total. Sulfur inorganik yang biasanya melimpah
dalam lingkungan marin atau payau kemungkinan besar akan terubah membentuk
hidrogen sulfida dan senyawa sulfat dalam kondisi dan proses geokimia. Reaksi yang
terjadi adalah reduksi sulfat oleh material organik menjadi hidrogen sulfida (H2S).
Reaksi reduksi ini dipicu oleh adanya bakteri desulfovibrio dan desulfotomaculum
(Trudinger et.al, dalam Meyers, 1982).
Unsur sulfur, hidrogen sulfida dan ion sulfida dapat bereaksi dengan unsur atau
molekul organik dari gambut menjadi sulfur organik. Unsur sulfur (S0) kemungkinan
![Page 7: Stlfur Batubara](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/5695d4fd1a28ab9b02a3961b/html5/thumbnails/7.jpg)
muncul dari proses oksidasi hidrogen sulfida yang terkena kontak dengan oksigen
terlarut dalam kisi – kisi air, di samping itu S0 juga bisa muncul karena adanya aktivitas
bakteri. Unsur sulfur (S0) dapat bereaksi dengan asam humik yang terbentuk selama
proses penggambutan (Meyers,1982).
Berdasarkan eksperimen dapat diketahui bahwa H2S juga dapat bereaksi dengan
asam humik yang terbentuk selama proses penggambutan. Jenis interaksi antara H2S
dengan asam humik inilah yang mempunyai peranan paling penting dalam menentukan
kandungan sulfur organik dalam batubara (Meyers, 1982). Disamping itu kandungan
sulfur organik yang tinggi hanya akan berasosiasi dengan lingkungan rawa gambut yang
minim suplai Fe (Gransh & Postuma, 1974 ; Bein et.al, 1990 ; Zaback & Pratt dalam
Suits and Arthur, 2000).
3. Sulfur Sulfat
Sulfat dalam batubara umumnya ditemui dalam bentuk sulfat besi, kalsium dan
barium. Kandungan sulfat tersebut biasanya rendah sekali atau tidak ada kecuali jika
batubara telah terlapukkan dan beberapa mineral pirit teroksidasi akan menjadi sulfat.
(Meyers, 1982 and Kasrai et.al, 1996).
Sulfur sulfat juga dapat berasal dari reaksi garam laut atau air payau yang
mengisi lapisan dasar yang jaraknya tidak jauh dan berada di atas atau di bawah lapisan
batubara. Pada umumnya kandungan sulfur organik lebih tinggi pada bagian bawah
lapisan, sedangkan kandungan sulfur piritik dan sulfat akan tinggi pada bagian atas dan
bagian bawah lapisan batubara.