stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu...

20
STIE IGI JAKARTA MATA KULIAH : ILMU ALAMIAH DASAR JURUSAN/SMESTER : MANAJEMEN/II HARI /TANGGAL : JUMAT/8 MEI 2020 MALAM DOSEN : DR. MARGIYANTO, MM,MPD POKOK BAHASAN : EVOLUSI KULTUR MANUSIA A. Pengertian Evolusi Kultural Manusia Konsep ”evolusi” mengacu pada sebuah transformasi yang berlangsung secara bertahap. Walaupun istilah tersebut merupakan istilah umum yang dapat dipakai dalam berbagai bidang studi (McHenry, 2000: 453 dalam Anonim). Dalam pandangan para antropolog istilah ”evolusi” yang merupakan gagasan bahwa bentuk-bentuk kehidupan berkembang dari suatu bentuk ke bentuk lain melalui mata rantai transformasi dan modifikasi yang tak pernah putus, pada umumnya diterima sebagai awal landasan berpikir mereka. Konsep ”evolusi” yang sering digandengkan dengan pengertian ‘perubahan secara perlahanlahan tapi pasti’, memang diawali dengan karya Charles Darwin dalam bukunya yag terkenal Origin of Species. (1859). Sebenarnya gagasan ini kasar yang menyatakan bahwa bentukbentuk kehidupan berkembang dari bentuk i

Transcript of stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu...

Page 1: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

STIE IGI JAKARTAMATA KULIAH : ILMU ALAMIAH DASAR

JURUSAN/SMESTER : MANAJEMEN/II

HARI /TANGGAL : JUMAT/8 MEI 2020 MALAM

DOSEN : DR. MARGIYANTO, MM,MPD

POKOK BAHASAN : EVOLUSI KULTUR MANUSIA

A. Pengertian Evolusi Kultural Manusia

Konsep ”evolusi” mengacu pada sebuah transformasi yang berlangsung

secara bertahap. Walaupun istilah tersebut merupakan istilah umum yang

dapat dipakai dalam berbagai bidang studi (McHenry, 2000: 453 dalam

Anonim). Dalam pandangan para antropolog istilah ”evolusi” yang

merupakan gagasan bahwa bentuk-bentuk kehidupan berkembang dari suatu

bentuk ke bentuk lain melalui mata rantai transformasi dan modifikasi yang

tak pernah putus, pada umumnya diterima sebagai awal landasan berpikir

mereka. Konsep ”evolusi” yang sering digandengkan dengan pengertian

‘perubahan secara perlahanlahan tapi pasti’, memang diawali dengan karya

Charles Darwin dalam bukunya yag terkenal Origin of Species. (1859).

Sebenarnya gagasan ini kasar yang menyatakan bahwa bentukbentuk

kehidupan berkembang dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya diperkirakan

sudah sejak zaman Yunani kuno, dan sejumlah pemikir sejak masa itu telah

membuat postulat yang serupa atau mendekati pengertian asal-usul kehidupan

yang evolusioner. Banyak pelopor sebelum Darwin, termasuk kakeknya

sendiri, yang mengakui adanya keragaman dan diversitas kehidupan dengan

mengajukan hipotesis tentang modifikasi evolusioner. Gagasan tentang

evolusi melalui seleksi alam ini merupakan gagasan utamanya Darwin dalam

bukunya tersebut. Darwin dianggap telah mencapai pemahaman yang koheren

⎯ meski tidak lengkap karena ia tidak tahu tentang proses hereditas atau

i

Page 2: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

pewarisan karakter yang kemudian ditemukan Gregor Mendel (Dobzhansky,

1962; Huxley, 1942) ⎯ pengaruhnya begitu luas, bukan hanya bidang biologi

saja, tetapi melebar ke bidang-bidang sosial budaya. Oleh karena itu

terminologi ‘evolusi’ tidak berhenti dalam bidang biologi, tetapi merambah

ke bidang lain, sehingga dikenal istilah-istilah dan teori-teori; Evolusi

Keluarga, Evolusi Agama, Evolusi Sosial Budaya. Untuk nama yang terakhir

ini sering overlap dengan Darwinisme Sosial di mana Herbert Spencer

merupakan sumber pertama yang memunculkan jargon the survival of the

fittest (daya tahan dari jenis atau individu yang memiliki ciri-ciri paling cocok

dengan lingkungannya), sebagaimana tertuang dalam karyanya Principles of

Sociology (1896).

Evolusi manusia adalah tema sentral yang menyatukan antropologi, dan

mereka mencoba memakai pendekatan ‘empat bidang’ (antropologi budaya,

antropologi fisik, arkeologi, dan linguistik) yang saling dihubungkan. Namun

jika menggunakan pendekatan 4 budang tersebut Arkeologi makin jauh dari

teori kebudayaan dan sosial, pengaruh-pengaruh sosio-biologi mendorong

sejumlah antropologi fisik untuk mengangkat kembali aneka penjelasan

biologis mengenai perilaku budaya. Akan tetapi secara umum antropologi

kebudayaan di Amerika Utara dan antropologi sosial serta etnologi di Eropa,

bisa dipandang sebagai bagian terpisah dari disiplin-disiplin antropologi

lainnya. Antropologi kebudayaan lebih dipengaruhi oleh perkembangan studi-

studi bahasa daripada biologi, dan antropologi sosial lebih dipengaruhi oleh

teori sosial dan historiografi (Kuper, 2000: 30 dalam Anonim).

1. Kultural atau kebudayaan

Istilah ”culture” (kebudayaan) berasal dari Bahasa Latin yakni

”cultura” dari kata dasar ”colere” yang berarti ”berkembang tumbuh”.

Namun secara umum pengertian ”kebudayaan” mengacu kepada

kumpulan pengetahuan yang secara sosial yang diwariskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras dengan pengertian

”kebudayaan” sehari-hari yang hanya merujuk kepada bagian-bagian

tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian

(D’Andrade, 2000: 1999). Tentu saja definisi di atas hanya sedikit

ii

Page 3: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

memuaskan bagi para antropolog, sebab begitu beragamnya definisi

kebudayaan sempat mencemaskan makin dalamnya perpecahan dan

menimbulkan kemerosotan efektivitas disiplin ilmu (Saifuddin, 2005:

83). Sebagai contoh Kroeber dan Kluckhohn dalam Culture: A Critical

Review of Concepts and Definitions (1952) bahwa ternyata pada tahun

itu ada 160 definisi kebudayaan. Hal itu pula yang dirasakan antropolog

Roger M. Kessing dalam Cultural Anthropology: A Contemporary

Perspective. mengamati bahwa ”tantangan bagi antropolog dalam tahun-

tahun terakhir adalah dipersempitnya ”kebudayaan” sehingga konsep ini

mencakup lebih sedikit tetapi menggambarkan lebih banyak” (1984: 73).

Selanjutnya Keesing mengidentifikasi empat pendekatan terakhir

terhadap masalah kebudayaan. Pendekatan pertama, yang memandang

kebudayaan sebagai sistem adaptif dari keyakinan perilaku yang fungsi

primernya adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan

sosialnya. Pendekatan ini dikaitkan dengan ekologi budaya dan

materialisme kebudayaan, serta bisa ditemukan dalam kajian atropolog

Julian Steward (1955), Leslie White (1949; 1959), dan Marvin Harris

(1968; 1979). Pendekatan kedua, yang memandang bahwa kebudayaan

sebagai sistem kognitif yang tersusun dari apapun yang diketahui dalam

berpikir menurut cara tertentu, yang dapat diterima bagi warga

kekebudayaannya. Pendekatan tersebut memiliki banyak nama dan

diasosiasikan dengan; etnosains, antropologi kognitif, atau etnografi

baru. Para tokoh kelompok ini adalah Harold Conklin (1955), Ward

Goodenough (1956; 1964), dan Charles O.Frake (1964, 1963; 1969).

Pendekatan ketiga, yang memandang kebudayaan sebagai sistem struktur

dari simbol-simbol yang dimiliki bersama yang memiliki analogi dengan

struktur pemikiran manusia. Tokoh-tokoh antropolognya adalah

kelompok strukturalisme yang dikonsepsikan oleh Claude Levi-Strauss

(1963; 1969). Sedangkan pendekatan keempat, adalah yang memandang

kebudayaan sebagai sistem simbol yang terdiri atas simbol-simbol dan

makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diidentifikasi, dan

iii

Page 4: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

bersifat publik. Pendekatan tersebut tokoh antropolognya adalah Cifford

Geertz (1973; 1983) dan David Schneider (1968).

2. Evolusi kebudayaan menurut Lewis H. Morgan (1818-1881)

Lewis H. Morgan adalah seorang perintis antropolog Amerika

terdahulu di mana sebagai karir awalnya adalah seorang ahli hukum yang

banyak melakukan penelitian atas suku Indian di hulu Sungai St.

Lawrence dekat kota New York. Karya terpentingnya berjudul Ancient

Society (1987) yang memuat delapan tahapan tentang evolusi

kebudayaan secara universal. Adapun dari delapan tahapan tersebut

adalah :

a. Zaman Liar Tua; merupakan zaman sejak adanya manusia sampai

menemukan api, kemudian manusia menemukan kepandaian

meramu, mencari akar-akar tumbuhtumbuhan liar.

b. Zaman Liar Madya; merupakan zaman di mana manusia menemukan

senjata busur-panah; pada zaman ini pula manusia mulai mengubah

mata pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan di sungai-

sungai sebagai pemburu.

c. Zaman Liar Muda; pada zaman ini manusia dari persenjataan busur-

panah sampai mendapatkan barang-barang tembikar, namun masih

berburu kehidupannya.

d. Zaman Barbar Tua; pada zaman ini sejak pandai membuat tembikar

sampai mulai beternak maupun bercocok tanam.

e. Zaman Barbar Madya; yaitu zaman sejak manusia beternak dan

bercocok tanam sampai kepandaian membuat benda-benda/alat-alat

dari logam.

f. Zaman barbar Muda; yaitu zaman sejak manusia memiliki

kepandaian membuat alat-alat dari logam sampai mengenal tulisan.

g. Zaman Peradaban Purba, menghasilkan beberapa peradaban klasik

zaman batu dan logam.

h. Zaman Peradaban masa kini; sejak zaman peradaban tua/klasik

sampai sekarang....................................................................................

iv

Page 5: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

B. Perkembangan Kebudayaan Masyarakat Pra Sejarah Indonesia

1. Kebudayaan Zaman Batu

Zaman batu berdasarkan hasil temuan alat – alatnya dan dari cara

pengerjaannya, maka zaman batu tersebut terbagi menjadi tiga yaitu:

a. Zaman Palaeolithikum (Batu Tua)

Sudrajad (2012) menyatakan bahwa zaman palaeolithikum atau zaman

batu tua merupakan zaman dimana peralatan manusia prasejarah dibuat

dari batu yang cara pengerjaannya masih sangat kasar. Zaman ini

berlangsung pada zaman pleistosen yang berlangsung kira-kira 600.000

tahun lamanya.

Pada saat itu manusia praaksara kehidupannya masih sangat

sederhana. Mereka hidup berkelompok dengan anggota kelompok

sebanyak 10-15 orang. Mereka sudah mengenal api, meskipun baru

dimanfaatkan sebagai senjata untuk menghadapi makhluk hidup lain, atau

untuk menakuti binatang buruan.

Zaman palaeolithikum (batu tua) disebut demikian sebab alat-alat batu

buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis.

Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya periode ini disebut masa

berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.

Yusliani dan Mansyur (2015) menyatakan bahwa hasil kebudayaan

Palaeolithikum banyak ditemukan di daerah Pacitan (Jawa Timur) dan

Ngandong (Jawa Timur). Untuk itu para Arkeolog sepakat untuk

membedakan temuan benda-benda pra-sejarah di kedua tempat tersebut

yaitu sebagai kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

Gambar 1. Alat Pacitan Dari Berbagai Sisi

Gambar tersebut merupakan peninggalan zaman Palaeolithikum yang

ditemukan pertama kali oleh Von Koenigswald tahun 1935 di Pacitan dan

v

Page 6: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

diberi nama dengan kapak genggam, karena alat tersebut serupa dengan

kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara

menggenggam.

Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas, atau

dalam ilmu pra-sejarah disebut dengan chopper artinya alat penetak.

Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu

sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai

tempat menggenggam. Pada awal penemuannya semua kapak genggam

ditemukan di permukaan bumi, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti

berasal dari lapisan mana.

Berdasarkan penelitian yang intensif yang dilakukan sejak awal tahun

1990, dan diperkuat dengan adanya penemuan terbaru tahun 2000 melalui

hasil ekskavasi yang dilakukan oleh tim peneliti Indonesia-Perancis

diwilayah Pegunungan Seribu/ Sewu maka dapat dipastikan bahwa kapak

gengga atau chopper dipergunakan manusia jenis Homo erectus.

Daerah penemuan kapak perimbas/kapak genggam selain di Punung

(Pacitan) Jawa Timur juga ditemukan di daerah-daerah lain yaitu seperti

Jampang Kulon, Parigi (Jawa Timur), Tambang Sawah, Lahat, dan

Kalianda (Sumatera), Awangbangkal (Kalimantan), Cabenge (Sulawesi),

Sembiran dan Terunyan (Bali).

b. Kebudayaan Mesolithikum

Zaman mesolithikum atau zaman batu tengah merupakan zaman

peralihan dari zaman palaeolithikum menuju ke zaman neolithikum.

Pada zaman ini kehidupan manusia praaksara belum banyak

mengalami perubahan. Alat-alat yang dihasilkan masih terlihat kasar

meskipun telah ada upaya untuk memperhalus dan mengasahnya

agar kelihatan lebih indah. Dari berbagai alat yang ditemukan, dapat

dianalisis bahwa kebudayaan zaman mesolithikum dapat dibedakan

menjadi tiga yaitu: pebble culture, bone culture dan flake culture

(Sudrajad, 2012).

Pebble culture terutama ditemukan dari suatu corak peninggalan

istimewa yaitu kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger adalah istilah

yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan

vi

Page 7: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya

adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah

timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai

ketinggian 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil.

Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera

yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan

tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman

ini sudah menetap (Callenfels dalam Yusliani dkk, 2015).

Lingkungan ini ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera

antara Langsa (Aceh) dan Medan. Di dua tempat

tersebutkemungkinan telah ada komunitas manusia praaksara yang

tinggal di dalam rumah-rumah bertonggak. Mereka hidup dari siput

dan kerang yang dipatahkan ujungnya kemudian dihisap isinya dari

bagian kepalanya. Kulit siput dan kerang tersebut kemudian dibuang

sehingga menimbulkan bukit kerang. Di dalam bukit kerang tersebut

ditemukan pebble atau sejenis kapak genggam khas Sumatera.

Gambar 1 Pebble/ Kapak Sumatera

Bentuk pebble seperti gambar dapat dikatakan sudah agak

sempurna dan buatannya agak halus. Bahan untuk membuat kapak

tersebut berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Selain pebble

yang ditemukan dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan sejenis

kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut

dengan Hache Courte atau kapak pendek. Kapak ini cara

penggunaannya dengan menggenggam (Suhartono, Didik: 2000).

Lingkungan kedua dari kebudayaan zaman mesolithikum adalah

Abris Sous Roche yaitu gua yang dipakai sebagai tempat tinggal.

vii

Page 8: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

Gua ini sebenarnya hanyalah sebuah ceruk di dalam batu karang

yang cukup untuk memberikan perlindungan dari panas dan hujan.

Di dasar gua tersebut ditemukan banyak peninggalan terutama yang

terbanyak dari zaman mesolithikum (Soekmono, 1973: 41). Alat-alat

yang ditemukan antara lain: mata panah, flake, batu penggilingan,

dan lain – lain (Anwasari: 1995).

Pada masa ini manusia mulai hidup menetap dengan membuat

rumah panggung di tepi pantai atau tinggal di dalam gua dan ceruk-

ceruk batu padas. Manusia prasejarah juga mulai bercocok tanam

dan telah terlihat mulai mengatur masyarakatnya. Mereka melakukan

pembagian pekerjaan dimana kaum laki-laki berburu, sedangkan

kaum wanita mengurusi anak dan membuat kerajinan berupa

anyaman dan keranjang (Sudrajad: 2012).

Manusia praaksara juga mulai mengenal kesenian. Di dalam

sebuah gua di Maros (Sulawesi Selatan) ditemukan tapak tangan

berwarna merah dan gambar babi hutan yang oleh para ahli diyakini

sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat prasejarah. Dari uraian

di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan mesolithikum dapat

dikategorikan dalam dua unit budaya yaitu kebudayaan

kjokkenmoddinger dan abris sous roche (Yusliani dan Mansyur:

2015).

c. Kebudayaan Neolithikum

Sudrajad (2012) menyatakan bahwa zaman neolithikum atau

zaman batu muda merupakan revolusi dalam kehidupan manusia

praaksara. Hal ini terkait dengan pemikiran mereka untuk tidak

menggantungkan diri dengan alam dan mulai berusaha untuk

menghasilkan makanan sendiri (food producing) dengan cara

bercocok tanam. Di samping bercocok tanam manusia praaksara juga

mulai beternak sapi dan kuda yang diambil dagingnya untuk

dikonsumsi.

Manusia praaksara juga telah hidup dengan menetap (sedenter).

Mereka membangun rumah-rumah dalam kelompok-kelompok yang

viii

Page 9: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

mendiami suatu wilayah tertentu. Peralatan yang digunakan juga

telah diasah dengan halus sehingga kelihatannya lebih indah.

Kebudayaan mereka juga telah mengalami kemajuan yang

ditunjukkan dengan kemampuan mereka menghasilkan gerabah dan

tenunan. Pola hidup menetap yang mereka jalani menghasilkan

kebudayaan yang lebih maju, karena mereka mempunyai waktu

luang untuk memikirkan kehidupannya.

2. Kebudayaan Zaman Logam

Dengan berkembangnya tingkat berpikir manusia, maka manusia

tidak hanya menggunakan bahan – bahan dari batu untuk membuat alat –

alat kehidupannya, tetapi juga mempergunakan bahan dari logam yaitu

perunggu dan besi untuk membuat alat – alat yang diperlukan. Dengan

adanya migrasi bangsa Deutro Melayu atau Melayu muda ke Indonesia

mengenal logam perunggu dan besi secara bersamaan, maka kebudayaan

logam yang dikenal di Indonesia. Dongson, nama kota kuno di Tonkin

yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu

kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan Dongson

(Nurhadi dan Sudarsono, 2017).

3. Kebudayaan Megalithikum

Sudrajad (2012) menyatakan bahwa zaman megalithikum atau

zaman batu besar adalah suatu kebudayaan yang berkaitan dengan

kehidupan religius manusia praaksara. Zaman megalithikum sejalan

dengan zaman neolithikum karenanya lebih tepat bila disebut dengan

kebudayaan megalithikum. Zaman megalithikum terbagi dalam dua fase

pencapaian. Fase pertama terkait dengan alat-alat upacara, sedangkan

fase kedua terkait dengan upacara penguburan. Kebudayaan

megalithikum menghasilkan alat-alat antara lain:

a. Menhir yaitu tugu batu yang dibuat dengan tujuan untuk

menghormati roh nenek moyang.

ix

Page 10: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

b. Dolmen yaitu meja batu dimana kakinya berupa tugu batu (menhir).

Biasanya meja batu ini digunakan untuk meletakkan sesaji. Kadang-

kadang dibawah dolmen adalah sebuah kuburan, sehingga orang

sering menganggapnya sebagai peti kubur.

c. Kubur batu yaitu bangunan yang disusun dari lempengan batu besar

yang membentuk kotak persegi panjang dan berfungsi sebagai peti

jenazah.

d. Sarkofagus yaitu batu besar yang dibuat menyerupai mangkuk atau

bulat dua tangkup yang berbentuk seperti peti jenazah. Sarkofagus

sering disimpan diatas tanah olehkarena itu sarkofagus seringkali

diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat

x

Page 11: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa

makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan

di ruang bawah tanah. Banyak ditemukan di Bali.

e. Waruga adalah peti kubur yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga

adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari

batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga

seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang

bagian tengahnya ada ruang.

f. Punden berundak yaitu sebuah bangunan yang digunakan untuk

sesaji yang merupakan bentuk dasar dari bangunan candi. Punden

berundak bukan merupakan “bangunan” tetapi merupakan

pengubahan bentang – lahan atau undak – undakan yang memotong

lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya tanah bahan

pembantunya batu; menghadap ke anak tangga tegak, lorong

melapisi jalan setapak, tangga, dan monolit tegak.

xi

Page 12: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

C. Nilai-Nilai Peninggalan Budaya Masa Pra Sejarah di Indonesia

Nurhadi dan Sudarsono (2017) menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu

yang dipandang baik, benar atau berharga bagi seseorang. Setiap masyarakat

atau setiap budaya memiliki nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Bahkan

budaya dan masyarakat itu merupakan nilai yang tak terhingga bagi orang

yang memilikinya. Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan, motivasi

dalam segala perbuatan karena nilai itu mengandung kekuatan yang

mendorong manusia meyakini untuk berbuat dan bertindak.

Sedangkan yang dimaksud dengan nilai penggalan budaya adalah

penggalan budaya yang diyakini baik, benar dan berguna bagi masyarakat.

Untuk itu bila masyarakat atau bangsa Indonesia masa kini meyakini

kebenaran nilai-nilai peninggalan budaya masa prasejarah, maka akan dapat

menumbuhkan kesadaran untuk ikut berperan serta dalam upaya

pemeliharaan warisan budaya bangsa.

Dari penjelasan di atas, tentu Anda ingin tahu lebih jauh tentang nilai apa

yang dapat diwariskan dari peninggalan budaya masa prasejarah ini. Untuk

itu simaklah uaraian materi tentang nilai-nilai peninggalan budaya masa

prasejarah ini yang terdiri dari:

a. Nilai Religius/Keagamaan

Nilai ini mencerminkan adanya kepercayaan terhadap sesuatu yang

berkuasa atas mereka, dalam hal ini mereka berusaha membatasi

perilakunya. Dari uraian tersebut, sikap yang perlu diwariskan adalah

sikap penghormatan kepada yang lain, mengatur perilaku agar tidak

semaunya dan penghormatan serta pemujaan sebagai dasar keagamaan.

b. Nilai Gotong Royong

xii

Page 13: stie-igi.ac.id · Web viewDongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut dengan kebudayaan

Masyarakat prasejarah hidup secara berkelompok, bekerja untuk

kepentingan kelompok bersama, membangun rumah juga dilakukan

secara bersama-sama. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya bangunan-

bangunan megalith yang dapat dipastikan secara gotong royong/bersama-

sama. Dengan demikian patutlah ditiru bahwa hal-hal yang menyangkut

kepentingan bersama hendaklah dilakukan secara bersama-sama (gotong

royong) dengan prinsip berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

c. Nilai musyawarah

Nilai ini sudah dikembangkan oleh masyarakat prasejarah dalam

hidupnya seperti dalam pemilihan pemimpin masyarakat dalam usaha

pertanian dan perburuan. Dari perilaku tersebut menjadi dasar bagi

tumbuh dan berkembangnya asas demokrasi.

d. Nilai Keadilan

Sikap ini sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat prasejarah

sejak masa berburu yaitu adanya pembagian tugas sesuai dengan tenaga

dan kemampuannya sehingga tugas antara kaum laki-laki berbeda dengan

kaum perempuan. Sikap keadilan ini berkembang pada masa

perundagian, yaitu pembagian tugas berdasarkan keahliannya. Dari nilai

tersebut mencerminkan sikap yang adil karena setiap orang akan

memperoleh hak yang sama/tugas yang sama apabila didukung oleh

kemampuannya.

xiii