STEP VII
-
Upload
dion-kristamtomo -
Category
Documents
-
view
774 -
download
43
Transcript of STEP VII
STEP VII
Step VII merupakan tahapan menarik kesimpulan berdasarkan seluruh informasi
yang didapat berdasarkan learning objective yang telah ditentukan.
1. Fase-fase dalam perawatan periodontal
Fase-fase perawatan periodontal menurut Carranza (1996).yakni:
1. Fase preliminary atau pendahuluan
a. Perawatan kasus darurat (emergensi)
i. Dental atau periapikal
ii. Periodontal, dll
b. Pencabutan gigi dengan prognosis tidak ada harapan, dan pemasangan gigi
tiruan sementara (bila diperlukan karena alasan tertentu)
Fase preliminary menurut Peter (2004) meliputi:
1. Pramedikasi
Harus diperhatikan pentingnya pramedikasi bagi pasien-pasien
yang menderita endokarditis bacterial subakut, penyakit jantung,
hipertensi, dan kondisi sistemik lainnya. Selain itu, sedasi sebelum
dilakukan prosedur dapat diberikan bila diindikasikan.
2. Tindakan Darurat
Yaitu perawatan segera untuk abses periodontal, gingivitis ulseratif
akut yang nekrosis (ANUG), lesi karies yang luas, sakit gigi, dst.
2. Terapi fase I (fase etiotropik)
a. Kontrol plak
b. Kontrol diet (bagi pasien dengan karies rampan)
c. Penskeleran dan penyerutan akar
d. Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi
11
12
e. Ekskavasi karies dan restorasi (sementara atau permanen, tergantung
apakah prognosis ginginya sudah final, dan lokasi karies)
f. Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)
g. Terapi oklusal (penyelarasan oklusal)
h. Penggerakan gigi secara ortodontik
i. Pensplinan provisional
3. Evaluasi respons terhadap fase I
Merupakan tahapan pengecekan kembali kondisi klinis yakni
a. Kedalaman saku dan inflamasi gingiva
b. Plak, kalkulus dan karies
4. Terapi fase II (fase bedah)
a. Bedah periodontal
b. Perawatan saluran akar
5. Terapi fase III (fase restoratif)
a. Restorasi final
b. Gigi tiruan cekat dan lepasan
6. Evalusi respons terhadap prosedur retoratif
7. Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi periodontal suportif)
a. Kunjungan berkala
b. Plak dan kalkulus
c. Kondisi gingiva (saku, inflamasi)
d. Oklusi, mobiliti gigi
e. Perubahan patologis lainnya (Carranza, 1996).
2. Macam-macam perawatan pada perawatan periodontal fase I
Perawatan fase I merupakan aspek penting bagi terapi periodontal. Terapi
fase I memberikan kesempatan bagi dokter gigi untuk mengevaluasi respon
jaringan dan sikap pasien terhadap perawatan periodontal. Yang keduanya penting
bagi keberhasilan keseluruhan pengobatan. Dan pada perawatan fase I merupakan
perawatan yang rumit karena membutuhkan analisis yang rinci dari masing-
13
masing penyakit pasien dan kesesuaian perawatan. Sejumlah kondisi tertentu
perlu dipertimbangkan dalam merumuskan rencana perawatan untuk setiap pasien,
pertimbangan – pertimbangan antara lain :
a. Kesehatan umum dan toleransi perawatan
b. Jumah gigi
c. Jumlah kalkulus supragingiva
d. Jumlah kalkulus subgingiva
e. Kedalaman poket (probing)
f. Kerjasama pasien
g. Sensitivitas pasien (Carranza et.al., 2002)
Menurut Carranzza (1996) perawatan periodontal Fase I dapat meliputi:
a. Kontrol plak
b. Kontrol diet (bagi pasien dengan karies rampan)
c. Penskeleran dan penyerutan akar
d. Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi
e. Ekskavasi karies dan restorasi (sementara atau permanen, tergantung
apakah prognosis ginginya sudah final, dan lokasi karies). Karies
merupakan tempat atau fokus infeksi yang mana juga merupakan tempat
yang paling rentan sebagai retensi plak. Penumpatan karies sangat penting,
terutama pada karies klas V yang letaknya sangat dekat dengan jaringan
periodontal. Adanya bakteri dan produk patogennya selama periode
penyembuhan pasca perawatan periodontal dapat menyebabkan presentase
keberhasilan erawatan periodontal sangat kecil atau sulit didapat.
f. Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)
g. Terapi oklusal (penyelarasan oklusal)
Tujuan terapi oklusi adalah untuk membangun hubungan yang
stabil, menguntungkan kesehatan gigi dan mulut pasien, termasuk
periodonsium. Pedoman berikut ini berlaku untuk terapi oklusi pada
umumnya :
14
1. Harus ada dasar biologis yang kuat untuk dilakukan terapi.
Sudahkan pasien dipastikan periodontitis?
2. Terapi oklusal harus dipertimbangkan sebagai tambahan terapi
periodontal. Apakah ada bukti klinis dari pengalaman penyakit
periodontal dari gigi tertentu memiliki efek negatif terhadap
trauma oklusal?
3. Signifikan, perubahan ireversibel oklusal harus
dipertimbangkan dalam konteks pengobatan restoratif yang
direncanakan untuk pasien.
Persetujuan menyeluruh dan informasi harus disediakan untuk
pasien. Sangat penting bahwa pasien dapat memahami tujuan, batasan dan
konsekuensi dari terapi oklusal. Terapi oklusal dianggap tepat jika dapat
meningkatkan stabilitas dan kenyamanan, sementara tidak mengobati
periodonsium sendiri.
h. Penggerakan gigi secara ortodontik
i. Pensplinan provisional
3. Instruksi DHE
Membentuk kebiasaan baru pada pasien untuk menjaga oral hygiene
bukanlah hal yang mudah, untuk itu perlu diperhatikan bahwa pasien harus
menerima dan harus mengerti konsep patogenesis, pengobatan pencegahan, dan
penyakit periodontal (carranza et.al., 2006).
Pasien dapat mengurangi terbentuknya plak dan gingivitis dengan
pengulangan instruksi dan motivasi supaya lebih efektif. Namun, instruksi tentang
cara untuk membersihkan gigi harus lebih dari sekedar demonstrasi di dental
chair tentang penggunaan sikat gigi. Dibutuhkan partisipasi dan motivasi yanng
besar dari pasien karena hal ini merupakan prosedur yang melelahkan (carranza
et.al., 2006).
15
Setiap strategi untuk memperkenalkan kontrol plak pada pasien
periodontal meliputi beberapa elemen. Pada kunjungan instruksi pertama, pasien
harus diberi sikat gigi baru, pembersih interdental, dan disclosing agent.
Penggunaan disclosing agent untuk menunjukkan plak pada pasien, karena plak
gigi sulit dilihat tanpa bantuan disclosing agent ini. Pastikan pasien untuk
membilas pewarna dan air liur yang berwarna sehingga plak bernoda dan pelicle
dapat ditampilkan kepada pasien (carranza et.al., 2006).
Cara menggosok gigi harus didemonstrasikan pada mulut pasien dengan
cara bercermin. Kemudian instruksikan pasien untuk mengulangi prosedur yang
sudah ditunjukkan dibawah pengawasan dokter gigi. Kemudian pasien
didemonstrasikan cara pengguanaan dental floss. Serta, mendorong pasien untuk
membersihkan gigi dengan benar setidaknya sekali sehari dengan lama untuk
membersihkan keseluruhan gigi membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit (carranza
et.al., 2006).
Ada banyak macam teknik menyikat gigi, diantaranya roll method, fone
method, leonard method (vertical), horisontal method (teknik Scrub), dan teknik
Bass. Namun, yang sering dianjurkan adalah teknik Bass. Karena pada teknik ini
dapat menekan bagian sulkus. Yakni dengan cara meletakkan bulu sikat gigi pada
margin gingiva dengan sudut 450 terhadap sumbu panjang gigi. Untuk bagian
oklusal dengan cara menggosok permukaannya dan menekan pada permukaan pit
dan fissure (carranza et.al., 2006).
Instruksi DHE pada perawatan periodontal lebih ditekankan pada
menghilangkan etiologi utama dari penyakit periodontal seperti plak dengan
melakukan kontrol plak yakni kontrol plak metode mekanis yang dapat
diinstruksikan pada pasien dapat meliputi:
1. Teknik Penyikatan Gigi
Sudah banyak teknik-teknik penyikatan gigi yang diperkenalkan dewasa
ini, tetapi metode penyikatan gigi yang dapat memenuhi persyaratan ideal
hanya ada beberapa saja :
16
a. Teknik penyikatan harus dapat membersihkan semua permukaan gigi,
khususnya daerah leher gingiva dan regio interdental.
b. Gerakan sikat gigi tidak boleh melukai jaringan lunak maupun jaringan
keras.
c. Teknik harus sederhana dan mudah dipelajari.
d. Metode harus tersusun dengan baik sehingga setiap bagian gigi-geligi
dapat disikat bergantian dan tidak ada daerah yang terlewatkan
(Manson dan Eley, 1993).
2. Pembersihan interdental
Daerah interdental adalah daerah retensi plak yang sering ditemukan dan
paling sulit dijangkau oleh sikat gigi, sehingga seringkali perlu digunakan
metode pembersihan khusus. Untuk itu dapat digunakan salah satunya
dengan benang gigi/dental floss. Agar efektif, floss harus digerakkan
mengelilingi kurvatur gigi sehingga berkontak rapat dengan permukaan
gigi. Floss harus digunakan secara terkontrol sehinggga tidak melukai
gingiva (Manson dan Eley, 1993).
3. Persyaratan sikat gigi yang ideal
a. Kepala sikat gigi harus cukup kecil untuk dapat dimanipulasi dengan
efektif di daerah manapun di dalam rongga mulut
b. Bulu-bulu sikat harus mempunyai panjang yang sama sehingga dapat
berfungsi bergantian
c. Tekstur harus memungkinkan sikat dapat digunakan dengan efektif
tanpa merusak jaringan lunak maupun jaringan keras
d. Sikat harus mudah dibersihkan
e. Pegangan sikat harus nyaman di pegang dan stabil (Manson dan Eley,
1993).
17
4. Definisi, prosedur, alat yang digunakan, indikasi dan kontraindikasi dari
Scalling dan root planning
a. Definisi
Scaling merupakan tindakan perawatan untuk menghilangkan plak,
kalkulus dan stain pada permukaan mahkota dan akar gigi. Sedangkan root
planing merupakan suatu tindakan untuk membersihkan dan menghaluskan
permukaan akar dari jaringan nekrotik maupun sisa bakteri dan produknya yang
melekat pada permukaan akar (sementum) (Krismariono, 2009).
Faktor-faktor yang terkait efektifitas dalam perawatan periodontal menurut
Krismariono (2009):
1. Asesibilitas
Faktor ini menetukan efektifitas perawatan, yang berhubungan dengan
posisi operator terhadap pasien. Hal ini penting karena berkaitan pula dengan
kenyamanan dan ketahanan fisik operator selama perawatan. Scaling dan root
planing merupakan tindakan perawatan yang dilakukan pada seluruh gigi,
sehingga membutuhkan waktu dan energi yang cukup, oleh karena itu perlu
dipertimbangkan faktor kenyamanan posisi.
2. Visibilitas, iluminasi dan retraksi
Pandangan langsung dibantu dengan penerangan mutlak diperlukan. Jika
pandangan tidak bisa secara langsung tertuju pada area perawatan (misalnya distal
gigi molar), maka pandangan dapat dibantu dengan kaca mulut. Kaca mulut ini
juga berfungsi sebagai pemantul cahaya ke area perawatan. Kaca mulut dalam hal
ini juga berfungsi sebagai retraktor lidah sehingga operator dapat mencapai area
perawatan tanpa adanya halangan.
3. Kondisi Alat
Sebelum digunakan, hendaknya alat dalam keadaan baik, bersih dan steril.
Bagian cutting edge seharusnya tajam agar memudahkan pengambilan kalkulus
(Gambar 1). Alat yang tumpul cenderung tidak dapat memberikan hasil yang baik,
karena kalkulus tidak terambil secara menyeluruh serta kepekaan operator
terhadap adanya kalkulus dengan bantuan alat yang tumpul menjadikan hasil dari
perawatan tidak optimal. Alat yang tumpul juga cenderung merusak jaringan
18
karena adanya kekuatan yang berlebihan dan gerakan cenderung tidak terkontrol
sebagai akibat kompensasi dari penggunaan alat yang tumpul.
Gambar 1. Alat scaling periodontal.
4. Stabilisasi alat
Stabilitas alat diperlukan agar penggunaan alat dapat dikendalikan dengan
baik oleh operator, sehingga tergelincirnya alat (cutting edge) dari permukaan gigi
dapat dicegah. Selain itu juga mencegah injuri pada tangan operator. Stabilisasi
alat terdiri dari: instrument grasp dan finger rest.
a. Instrument grasp
Cara memegang alat menentukan efektifitas perawatan karena
berhubungan dengan ketepatan kontrol pergerakan alat selama scaling dan
root planing. Ada 3 cara instrument grasp, yaitu: modified pen grasp,
standard pen grasp dan palm and thumb grasp. Modified pen grasp
merupakan metode yang paling efektif dan stabil untuk scaling dan root
planing. Cara ini memungkinkan kepekaan untuk mendeteksi kondisi
permukaan gigi terutama subgingiva. Dengan modified pen grasp maupun
standard pen grasp dapat mencegah perputaran alat di luar kontrol ketika
digunakan. Palm and thumb grasp umumnya digunakan untuk membentuk
gigi di luar rongga mulut.
b. Finger rest
Tumpuan digunakan untuk mencegah adanya pergerakan alat yang
tidak terkontrol. Dengan tumpuan, akan mencegah kerusakan jaringan dan
injuri pada tangan operator. Tumpuan umumnya diperankan oleh jari
manis. Tumpuan dengan jari tengah tidak disarankan karena jari tengah
kurang peka untuk mendeteksi adanya kalkulus pada permukaan gigi.
Selama berfungsi sebagai tumpuan, jari manis seharusnya secara
19
keseluruhan menempel pada jari tengah, karena jika tidak maka operator
akan kehilangan kekuatan selama scaling dan gerakan menjadi tidak
terkontrol. Tumpuan dapat diletakkan pada intra maupun ekstra oral (pada
jaringan lunak). Tumpuan pada gigi yang berdekatan dengan area
perawatan, lebih stabil dibandingakn dengan tumpuan pada ekstra oral.
Intra oral finger rest terdiri dari 4 cara, yaitu: conventional (tumpuan pada
gigi dalam 1 rahang sisi yang sama), cross arch (tumpuan pada gigi dalam
1 rahang sisi yang berlawanan), opposite arch (tumpuan pada gigi pada
rahang yang berlawanan), finger on finger (tumpuan pada jari telunjuk/ibu
jari tangan yang lain yang diletakkan pada gigi yang berdekatan dengan
area perawatan pada rahang yang sama). Tumpuan ekstra oral digunakan
untuk scaling gigi posterior rahang atas. Caranya dengan menempelkan
jari tangan sisi telapak tangan maupun punggung tangan pada pipi/bibir.
Metode yang paling sering digunakan adalah palm-up (dengan meletakkan
punggung jari tengah dan jari manis pada sisi lateral kanan mandibula,
digunakan untuk scaling regio posterior atas kanan) dan palm-down
(dengan meletakkan jari tengah dan jari manis sisi telapak pada lateral kiri
mandibula, digunakan untuk scaling regio posterior atas kiri). Kekuatan
untuk melepaskan karang gigi selama scaling dapat ditingkatkan dengan
bantuan jari tangan yang lain yang tidak berfungsi memegang alat. Metode
yang sering digunakan adalah: index finger reinforced rest (jari telunjuk
berperan membantu mendorong alat pada posisi blade ketika digunakan
untuk melepas kalkulus dari permukaan gigi) dan thumb reinforced rest
(ibu jari berperan membantu mendorong alat pada posisi blade ketika
digunakan untuk melepas kalkulus dari permukaan gigi).
5. Aplikasi alat (Scaler)
a. Adaptasi alat pada permukaan gigi
Dimaksudkan sebagai tindakan untuk meletakkan blade pada
permukaan gigi sesuai konturnya. Untuk alat yang ujungnya tajam (sickle)
maka aplikasi alat harus hati-hati untuk mencegah laserasi pada jaringan
lunak. Ketepatan adaptasi alat dapat dicapai dengan memutar alat
20
sedemikian rupa sehingga selalu menempel pada permukaan gigi
mengikuti konturnya. Jika hanya middle third yang menempel pada
permukaan gigi, sedangkan ujungnya tidak, hal ini akan menyebabkan
trauma pada jaringan lunak terutama pada scaling subgingiva (Gambar 2).
Gambar 2. Blade scaler, terdiri dari 3 bagian. A). Lower one third,
B). Middlethird, C). Upper one third.
Gambar 3. Adaptasi blade pada gigi (sisi kiri benar, sisi kanan salah).
b. Angulasi
Merupakan sudut yang dibentuk antara alat dengan permukaan
gigi, sering diistilahkan dengan tooth-blade relationship. Angulasi yang
benar akan mempermudah menghilangkan kalkulus pada permukaan gigi.
Sudut yang disarankan adalah sebesar 45- 900. khusus untuk scaling
subgingiva, ketika blade dimasukkan ke dalam sulkus, maka sudut
angulasi seharusnya 04,10,11 agar tidak melukai gingiva (Gambar 4).
21
Gambar 4. Sudut angulasi blade terhadap gigi. A). 0o–90o sudut untuk
insersi alat, B). 45o-90o sudut untuk scalling & root planing., C) Kurang
dari 45o : salah. D). Lebih dari 90o sudut : salah.
c. Tekanan arah lateral
Dimaksudkan sebagai kekuatan yang diaplikasikan pada
permukaan gigi selama tindakan scaling dan root planing. Besar kekuatan
bervariasi tergantung besar kecilnya kalkulus, serta tahapan scaling. Pada
tahap awal scaling dengan kalkulus yang besar, memerlukan kekuatan
yang besar pula, sedangkan jika sudah memasuki tahap root planing, maka
yang diperlukan adalah tekanan ringan dengan peningkatan kepekaan
terhadap keberadaan sisa kalkulus. Kekuatan yang berlebihan pada tahap
root planing menyebabkan permukaan gigi (khususnya sementum)
tergores dan timbul cekungan.
b. Prosedur
Terdapat dua macam gerakan dasar dalam scalling dan root planning menurut
Peter (2004):
1. Gerakan Eksplorasi
Gerakan ini ditujukan untuk mencari letak deposit subgingiva. Mata
pisau instrument dilewatkan sepanjang permukaan akar atau deposit kalkulus,
ke arah apical, hingga ke dasar poket dengan sudut 0-25o. Bila terdapat
hambatan selama gerakan eksplorasi, mata pisau instrument sebaik-baiknya
digerakkan ke arah lateral dari permukaan akar dan apabila mungkin,
digerakkan kembali ke arah lateral dari permukaan akar dan apabila
22
mungkin,digerakkan kembali ke arah apical dengan perlahan-lahan.Gerakan
ini membantu membedakan birai kalkulus dengan dasar poket.
2. Gerakan Menarik
Setelah kalkulus atau permukaan yang kasar ditemukan sudut
instrument dibuat 80◦ terhadap permukaan akar dan kalkulus, dan dengan hati-
hati instrument digerakkan kearah oklusal sepanjang permukaan akar untuk
melepas kalkulus tersebut. Gerakan ini diikuti dengan gerakan penghalusan
dengan pengendalian alat yang baik. Detoksifikasi akar dilakukan dengan
kuret yang tajam dan gerakan-gerakan yang pendek dan halus, berirama, serta
kontinu. Instrumen diletakkan pada tepi deposit, kemudian digerakkan
kebeberapa arah agar seluruh permukaan dapat dikenai. Lakukan dengan hati-
hati agar permukaan akar tidak tergores atau tercungkil. Pengerokan ini terus
dikerjakan hingga permukaan akar benar-benar halus.
c. Alat Scalling
Menurut carranza (2002) alat scalling terdiri dari 2 jenis, yakni manual
scaller dan ultrasonic scaller.
1. Manual Scaller
Alat-alat manual scaller terdiri dari :
1. Sickle scaler (Scaler supragingiva)
Sickle scaler mempunyai sebuah permukaan yang datar dan dua cutting
edge yang menyatu membentuk ujung yang runcing. Penampang
melintangnya berbentuk segitiga dan sisi pemotong pada kedua sisi. Sickle
ini terutama digunakan untuk menghilangkan kalkulus supragingiva.
Karena desainnya, sickle susah masuk dibawah gingiva tanpa merusak
jaringan disekitar gingiva. Banyak jenis sickle, sickle dengan shank lurus
digunakan untuk gigi anterior dan premolar, sedangkan shank bersudut
digunakan untuk gigi posterior.
23
2. Kuret
Alat ini digunakan untuk menghilangkan kalkulus subgingiva,root
planing,dan menghilangkan jaringan lunak pada dinding poket.Kuret
mempunyai blade dengan ujung membulat.Potongan melintang blade
semisirkuler dengan dasar cembung.Apabila dibandingkan dengan
sickle,kuret lebih tipis.
Ada 2 tipe dasar kuret :
a. Universal
Kuret universal bisa digunakan untuk semua regio dengan mengubah
letak jari penyangga, titik tumpu, dan posisi tangan operator. Ukuran
blade, angulasi, dan panjang shank bervariasi, permukaan blade tegak
lurus dengan bagian shank. Sisi pemotong pada kuret universal ganda.
24
b. Kuret untuk daerah spesifik
Kuret gracey adalah jenis kuret untuk daerah spesifik, satu set terdiri dari
beberapa alat dengan desain dan sudut yang disesuaikan untuk berbagai
daerah tertentu pada gigi yang anatomisnya spesifik. Kuret ini dan
modifikasinya merupakan alat terbaik untuk scaling subgingiva dan root
planing karena dapat beradaptasi baik dengan anatomi akar gigi. Sisi
pemotong pada kuret gracey tunggal. Bladenya membentuk sudut 60°
terhadap shank.
3. Hoe Scaler
Desainnya blade membentuk sudut 99°-100°. Cutting edgenya dibentuk
oleh pertemuan permukaan ujung yang datar dengan apek dalam blade.
Cutting edge dibevel 45°. Punggung blade bulat agar mudah masuk poket.
Cara penggunaanya :
1. Blade diinsersikan pada dasar poket sehingga terdapat dua kontak
dengan gigi.
2. Alat diaktivasi dengan pull stroke ke arah mahkota dengan tetap
mempertahankan dua titik kontak.
25
4. Chisel Scaler
Chisel scaler didesain untuk permukaan proksimal gigi anterior yang
terlalu rapat ruang interproksimalnya. Double ended dengan shank lurus
dan melengkung. Bladenya sedikit melengkung dengan cutting edge yang
lurus dan dibevel 45°. Cara penggunaan chisel adalah dengan
menginsersikan dari fasial kelingual, diaktivasi dengan push motion.
5. File
Desain file serupa dengan hoe, file jarang digunakan untuk scaling dan
root palnning karena ukurannya dan menyebabkan permukaan akar
menjadi kasar. File kadang digunakan untuk menghilangkan margin
restorasi yang overhanging.
2. Ultrasonic scaller
Ultrasonic scaler adalah scaler yang digerakkan oleh suatu generator
mesin, mesin ini menghasilkan gelombang ultrasonik yang kemudian diubah
menjadi energi mekanik yang mampu menimbulkan gerakan pada ujung tip.
Gerakan inilah yang digunakan untuk tindakan perawatan periodontal (Carranza
et.al., 2002).
26
Prinsip kerja ultrasonic scaler terdiri dari frekuensi, stroke atau gaya gores,
dan aliran air. Frekuensi adalah jumlah gerakan tip tiap detik, gerakan dapat
berupa orbital, elips, atau linier tergantung jenis ultrasonik. Frekuensi merupakan
hal yang penting karena besarnya kekuatan yang dihasilkan tergantung pada
besarnya frekuensi yang diaplikasikan. Stroke atau gaya gores adalah jarak
maksimum yang mampu dicapai tip dalam suatu gerakan. Setting power yang
tinggi akan menghasilkan pola stroke yang panjang dibanding setting power yang
kecil (Carranza et.al., 2002).
Aliran air berkontribusi pada tiga efek fisiologi yang mampu
meningkatkan efektivitas scaler, yaitu acoustic microstreaming, acoustic
turbulence, dan kavitasi. Acoustic microstreaming adalah gerakan pembersihan
yang berasal dari fluida searah yang disebabkan oleh gelombang ultrasonik.
Gerakan pembersih ini memiliki energi yang sebanding dengan besar frekuensi
yang diaplikasikan sehingga mampu untuk melakukan tindakan pemotongan pada
ujung tip. Acoustic turbulence terjadi ketika air membasahi tip yang berputar
sehingga terbentuk aliran air yang berfungsi sebagai pendingin. Kavitasi adalah
bentukan gelembung air yang terbentuk akibat putaran tip, ketika gelembung air
ini pecah, timbul energi yang cukup besar untuk merusak biofilm gigi (Carranza
et.al., 2002).
Kini ultrasonic scaller terdiri dari dua jenis berdasarkan tenaga
pendorongnya, magnetostrictive scaler dan piezoelectric scaler. Tenaga
magnetostrictive mampu mengubah energi listrik menjadi getaran mekanis pada
resonansi frekuensi antara 25-45 kHz. Perbedaan antara magnetostrictive dan
piezoelectric terdapat pada bahan tip yang berbeda. Magnetostrictive terdiri dari
tip yang terbentuk dari bahan feromagnetik, yaitu suatu lempengan logam dari
besi atau ferrit yang dililit oleh suatu kumparan tembaga yang akan menghasilkan
medan magnet ketika dialiri listrik. Tumpukan logam atau batang transducer
tersebut akan berkonstriksi apabila teraliri listrik, apabila dipasok arus listrik
bolak – balik maka akan menghasilkan medan magnet bolak – balik pula sehingga
menghasilkan gerakan tip secara elips pada frekuensi 18.000 – 45.000 Hz. Pola
27
getaran dari ujung berbentuk elips, yang berarti bahwa semua sisi ujung yang aktif
dan akan bekerja ketika disesuaikan dengan gigi. Gerakan yang dihasilkan berupa
gerakan memutar 3600. Namun akibat besarnya daya induksi feromagnetik
tersebut menghasilkan panas yang berlebih sehingga membutuhkan banyak air
sebagai pendingin (Carranza et.al., 2002).
Piezoelectric menggunakan aliran listrik yang disalurkan pada Kristal
reaktif, yang memanfaatkan efek piezoelectric, yaitu interaksi elektromekanis
linier antara arus lisrik dengan suatu kristal reaktif, interaksi ini akan
menimbulkan stress mekanik dari bahan tersebut. Stress meknik ini akan
memberikan kristal tersebut dengan pasokan arus listrik bolak – balik yang akan
menghasilkan konstriksi dan relaksasi dari kristal tersebut, sehingga mampu
menggerakkan ujung scaler tip secara linier. Pola getaran ujung adalah linier, atau
bolak – balik, yang berarti bahwa kedua sisi ujung bergerak aktif. Gerakan ini
akan menghasilkan energi panas yang lebih rendah, sehingga membutuhkan air
yang lebih sedikit (Carranza et.al., 2002).
5. Indikasi dan kontraindikasi scalling dan root planing
Indikasi scalling dan rootplaning menurut Wents (1978):
1. Sebagai tindakan pencegahan terhadap penyakit periodontal (preventive
periodontics), yakni kontrol plak, scaling subgingiva dan rootplaning
merupakan dasar dari terapi pencegahan.
2. Pada penyakit inflamasi jaringan periodontal awal (early inflammatory
periodontal disease) atau gingivitis. Dengan scaling dan root planing dapat
mengurangi/menghilangkan inflamasi pada gingiva
3. Penyakit periodontal tingkat lanjut (advanced periodontal disease) atau
periodontitis yang mana tujuannya adalah:
a. Mengurangi edema, hemorrhage, mempersiapkan jaringan
periodontal untuk perawatan lebih lanjut
28
b. Jika tidak dimungkinkan prosedur bedah prosedur ini cukup efektif
untuk mengontrol destruksi periodontal progresif.
4. Maintenance of periodontal health yakni prosedur ini tindakan dalam
pemeliharaan jaringan periodontal yang sehat atau untuk menghindari
rekurensi/kambuhnya penyakit
5. Acute periodontal abscess control prsedur ini dapat dilakukan sebagai
perawatan pendahuluan sebelum dilakukan perawatan lain yang lebih
spesifik.
Indikasi lain menurut Glickman (1962) yakni pembersihan plak atau kalkulus
pada gingivitis kronis ataupun pada daerah supragingiva, subgingiva dan
pocket dimana dengan menghilangkan deposit dengan scalling dan root
planning menghilangkan stimulus dari eksudasi inflamasi, sehingga
mengurangi perubahan degeneratif yang merusak proses regeneratif yang
normal. Penghapusan sementum nekrotik mempersiapkan akar sehingga akar
dapat reseptif terhadap aposisi sementum baru, sehingga sementum nekrotik
tidak terdeposit pada sementum baru atau permukaan dentin.
Indikasi lainnya menurut Lindhe (2003) yakni dapat digunakan pada kasus
furcation involvement pada penyakit periodontitis destruktif derajat I dimana
scalling dan rootplaning pada daerah jalan masuk menuju furkasi (furcation
entrance) pada kasus ini dapat mengurangi inflamasi pada gingiva sehingga
jaringan lunak dari jaringan periodontal dapat beradaptasi dengan baik pada
dinding jaringan keras pada furcation entrance tersebut.
Menurut Wents (1978) secara umum tidak ada kontraindikasi pada perawatan
subgingival scaling dan rootplaning. Namun, dokter harus menghindari untuk
memperlakukan semua pasien dengan hanya prosedur ini, jika memang ada
langkah-langkah tambahan yang diperlukan. Kesalahan yang paling sering
dilakukan adalah membuat semua pasien dengan terapi tunggal karena idak
akan pernah ada dua pasien merespon sama pada prosedur perawatan tunggal.
Kuncinya adalah melalui pengalaman, dalam terapi tunggal akan memerlukan
29
prosedur lain selain subgingival scaling dan root planing untuk benar-benar
mengendalikan proses penyakit periodontal.
6. Indikasi kuret gingiva
Indikasi untuk kuret sangat terbatas. Dapat digunakan setelah scaling dan
penghalusan akar untuk tujuan berikut :
1. Kuret dapat dilakukan sebagai bagian dari upaya baru pada pocket
intrabony yang cukup dalam terletak di wilayah yang hanya dapat
diakses operasi 'tertutup', dianggap dianjurkan. Namun, kesulitan
teknis dan aksesibilitas yang tidak memadai sering menjadi
kontraindikasi operasi tersebut.
2. Kuret dapat dilakukan sebagai prosedur nondefinitive untuk
mengurangi peradangan sebelum penghapusan pocket yang
menggunakan metode lain atau pada pasien yang teknik bedah lebih
agresif (misalnya, flaps) kontraindikasi karena usia, masalah-masalah
sistemik, masalah psikologi, dan sebagainya. Itu harus dipahami
bahwa pada pasien ini, tujuan dari penghapusan pocket terganggu dan
terdapat gangguan prognosis. Secara klinis untuk pendekatan ini hanya
ketika teknik bedah ditunjukkan tidak dapat dilakukan, dan untuk
dokter dan pasien harus memiliki pemahaman yang jelas tentang
keterbatasan.
3. Kuret juga sering dilakukan pada kunjungan 20 sebagai metode
pemeliharaan untuk area peradangan berulang dan kedalaman pocket,
terutama ketika operasi pengurangan pocket sebelumnya telah
dilakukan. Probing yang hati-hati harus mengetahui tingkat kehalusan
akar dan kuret yang diperlukan untuk menghindari penyusutan yang
tidak perlu, pembentukan saku, atau keduanya.
30
7. Respon jaringan setelah mendapatkan perawatan periodontal
Menurut Carranza (2002) proses penyembuhan yang umum berupa
penyingkiran debris jaringan yang mengalami degenerasi serta penggantian
jaringan yang telah rusak karena penyakit adalah sama pada semua bentuk terapi
periodontal. Ada tiga aspek penyembuhan periodontal yang perlu diperhatikan
karena berkaitan dengan hasil perawatan yang dicapai, yaitu regenerasi
(regeneration), perbaikan (repair), dan perlekatan baru (new attachment).
a. Regenerasi
Regenerasi adalah pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel dan substansi
seluler baru membentuk jaringan atau bagian yang baru. Regenerasi berasal dari
tipe jaringan yang sama dengan jaringan yang rusak, atau dari prekusornya.
Pengganti epitel gingiva yang rusak adalah berasal dari epitel, sedangkan jaringan
ikat dan ligamen periodontal penggantinya adalah berasal dari jaringan ikat.
Sebaliknya tulang dan sementum baru bukan berasal dari tulang dan sementum
yang telah ada, tetapi dari jaringan ikat yang merupakan prekusor keduanya.
Jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi berkembang menjadi osteoblas dan
sementoblas yang nantinya akan membentuk tulang alveolar dan sementum baru.
Pada jaringan periodonsium, regenerasi merupakan suatu proses fisiologis
yang kontiniu. Dalam keadaan normal, sel dan jaringan baru senantiasa dibentuk
untuk menggantikan sel dan jaringan yang matang dan mati. Proses tersebut
tercermin dari adanya aktivitas mitotik pada epitel gingiva dan jaringan ikat
ligamen periodontal, pembentukan tulang baru, dan deposisi sementum yang terus
menerus.
Sebenarnya regenerasi juga berlangsung selama berkembangnya penyakit
periodontal yang destruktif. Kebanyakan penyakit gingiva dan periodontal adalah
berupa penyakit inflamatori kronis, yang berarti adalah suatu proses
penyembuhan. Karena regenerasi merupakan bagian dari penyembuhan, maka
pada waktu berkembangnya penyakit gingiva dan periodontal yang berupa
inflamasi sebenarnya berlangsung juga regenerasi. Akan tetapi karena bakteri
31
beserta produk bakteri yang berperan dalam proses penyakit, dan eksudat
inflamasi yang dihasilkan bersifat menciderai sel-sel dan jaringan yang sedang
regenerasi, maka penyembuhan pada saat masih berlangsungnya penyakit tidak
berakhir dengan sempurna.
Terapi periodontal akan menyingkirkan plak bakteri dan menciptakan
kondisi yang dapat menghalangi pembentukan dan penumpukan kembali plak.
Dengan tersingkirnya faktor-faktor yang menghalangi regenerasi tersebut,
kapasitas regeneratif jaringan akan maksimal dan memungkinkan terjadinya
regenerasi.
b. Perbaikan
Proses perbaikan hanya mengembalikan kontinuitas permukaan gingiva
dan mengembalikan sulkus gingiva yang normal dengan level dasarnya pada
permukaan akar sama dengan level dasar saku periodontal sebelum perawatan.
Pada gambar proses tersebut akan menghentikan perusakan tulang alveolar
tanpa meninggikan tinggi tulang. Perbaikan periodonsium yang rusak mencakup
32
mobilisasi sel-sel epitel dan jaringan ikat ke daerah yang rusak dan peningkatan
pembelahan mitotik lokal guna penyediaan sel-sel dalam jumlah yang mencukupi.
c. Perlekatan Baru
Perlekatan baru adalah tertanamnya serabut ligamen periodontal yang baru
ke sementum yang baru dan perlekatan epitel gingiva ke permukaan gigi yang
tadinya tersingkap karena penyakit.
Apabila gingiva atau ligamen periodontal melekat kembali ke permukaan
gigi pada posisi semula sebelum tersingkirkan pada waktu penscalingan dan
penyerutan akar atau pada waktu preparasi gigi pada daerah subgingiva untuk
pembuatan suatu restorasi, proses tersebut bukanlah perlekatan baru melainkan
hanya berupa perlekatan kembali (reattachment). Istilah perlekatan kembali
digunakan untuk perbaikan kembali periodonsium.
Namun karena pada kenyataannya yang melekat kembali bukanlah serabut
yang ada tetapi serabut yang baru dibentuk dan melekatnya ke sementum yang
baru, maka istilah yang paling tepat adalah perlekatan baru (new attachment).
Sekarang istilah perlekatan kembali hanya digunakan untuk menyatakan
33
perbaikan daerah pada akar gigi yang bukan tersingkap karena pembentukan saku
periodontal, misalnya karena insisi pada prosedur bedah, karena fraktur akar, atau
pada perawatan lesi periapikal.
Bentuk penyembuhan lain yang berbeda dengan perlekatan baru adalah
adaptasi epitel (epithelial adaptation). Pada adaptasi epitel, epitel gingiva
beradaptasi rapat dengan permukaan gigi sedangkan saku periodontal tetap ada.
Namun karena epitel gingiva beradaptasi rapat, probe tidak dapat dimasukkan
sampai kedasar saku. Sulkus yang dalam ini didindingi oleh epitel yang tipis dan
panjang, oleh sebab itu bentuk penyembuhan ini dinamakan juga epitel penyatu
yang panjang (long junctional epithelium).
Adaptasi epitel bisa sama daya tahannya terhadap penyakit seperti
perlekatan jaringan ikat yang sebenarnya. Apabila adaptasi epitel tidak disertai
oleh pendarahan pada probing, tanda-tanda klinis inflamasi, dan penumpukan plak
pada permukaan gigi, berarti sulkus yang dalam ini berada dalam keadaan inaktif,
tanpa disertai kehilangan perlekatan selanjutnya. Pada kasus yang demikian
sulkus dengan kedalaman 4,0-5,0 mm pasca perawatan masih akseptabel.
Perlekatan baru dan regenerasi tulang merupakan sasaran dari terapi
periodontal. Penelitian laboratorium dan klinis yang dilakukan secara intensif
34
sejak tahun 1970an telah mengembangkan beberapa konsep dan tehnik perawatan
yang menghasilkan hasil perawatan yang mendekati sasaran yang ideal tersebut.
Regenerasi ligamen periodontal merupakan kunci dari tercapainya
perlekatan baru. Dengan regenerasinya ligamen periodontal akan dimungkinkan
kontinuitas antara tulang alaveolar dengan sementum. Disamping itu, pada
ligamen periodontal terkandung sel-sel yang dapat mensintesa dan membentuk
kembali gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar.
Pada masa penyembuhan pasca terapi periodontal guna menyingkirkan
saku periodontal, daerah luka dinvasi oleh sel-sel yang berasal dari empat sumber
yang berbeda epitel oral, jaringan ikat gingiva, tulang alveolar, dan ligamen
periodontal .
Hasil penyembuhan saku periodontal yang dicapai sangat tergantung pada
sekuens proliferasi sel-sel yang terlibat pada stadium penyembuhan. Apabila
epitel berproliferasi lebih dahulu sepanjang permukaan akar gigi sebelum jaringan
periodonsium lainnya mencapai daerah tersebut, maka bentuk penyembuhan yang
dicapai adalah berupa epitel penyatu yang panjang. Bila sel-sel dari jaringan ikat
gingiva yang terlebih dahulu mempopulasi daerah tersebut, hasilnya adalah
serabut-serabut yang sejajar dengan permukaan akar gigi dan remodeling tulang
alveolar, tanpa perlekatan serabut ke sementum. Apabila sel-sel tulang yang lebih
dulu mencapai daerah tersebut, bisa terjadi resorpsi akar dan ankilosis. Sebaliknya
bila sel-sel dari ligamen periodontal proliferasi lebih dulu ke daerah tersebut, baru
akan terjadi pembentukan sementum dan ligamen periodontal baru.
35
Pemahaman terhadap sekuens proliferasi sel-sel tersebut telah
diaplikasikan untuk kebutuhan klinis dengan dikembangkannya tehnik perawatan
yang dinamakan regenerasi jaringan terarah (guided tissue regeneration), yang
lebih menjamin tercapainya perlekatan baru.
8. Fase perawatan periodontal fase pemeliharaan.
Penyebab Kekambuhan Penyakit Periodontal
a. Perawatan inadekuat
b. Restorasi inadekuat
c. pasien tidak kontrol periodik
d. Adanya penyakit sistemik (Carranza, 1996).
Tanda kasus yg tidak berhasil dalam perawatan :
1. Kembalinya inflamasi dengan adanya BOP gingiva
2. Bertambah dalamnya pocket
3. Peningkatan bone loss
4. Peningkatan mobilitas gigi (Carranza, 1996).
9. Pertimbangan penggunaan antibiotik
36
Berbagai macam penyakit periodontal dihasilkan dari penderita dengan
jaringan periodontal yang terkolonisasi oleh organisme rongga mulut spesifik
dengan jumlah yang cukup untuk menyerang sistem pertahanan jaringan.
Keberhasilan klinis dari perawatan penyakit-penyakit tersebut membutuhkan
pengurangan jumlah bakteri atau meningkatkan kemampuan jaringan host untuk
mempertahankan atau memperbaiki dirinya sendiri. Secara tradisional, dasar dari
keberhasilan klinis meliputi pendidikan kesehatan gigi kepada pasien,
debridement akar gigi secara mekanis baik bedah dan tanpa bedah untuk
menghilangkan bakteri subgingiva dan sekresinya dari permukaan akar gigi; dan
terapi periodontal suportif umumnya setiap 3 sampai 6 bulan sekali. Pada
beberapa jenis penyakit, meliputi chronic advanced periodontitis, refractory
periodontitis, aggressive periodontitis, dan periodontitis sebagai manifestasi dari
penyakit sistemik, penambahan agen terapi kimia mungkin dibutuhkan untuk
mengontrol proses penyakit (Carranza, et. al. 2002).
Panduan untuk penggunaan antibiotik pada terapi periodontal sebagai berikut:
1. Diagnosa klinis dan situasi yang mengharuskan untuk kemungkinan terapi
antibiotik sebagai keharusan pada pengendalian penyakit periodontal yang
aktif. Diagnosa pada pasien dapat berubah sewaktu-waktu. Misalnya,
seorang pasien yang menunjukkan generalized slight chronic periodontitis
dapat dikembalikan ke jaringan periodontal sehat setelah terapi awal.
Tetapi, jika pasien telah dirawat dengan baik dan penyakit aktif terus
berlanjut, diagnosa dapat berubah menjadi refractory periodontitis
(Carranza et. al. 2002).
2. Berlanjutnya aktivitas penyakit, seperti yang terukur dengan berlanjutnya
attachment loss, eksudat purulen, dan/atau periodontal pocket sedalam
>5mm yang berdarah saat probing, merupakan sebuah indikasi untuk
analisis mikroba dan terapi periodontal lebih lanjut (Carranza et. al. 2002).
3. Ketika digunakan untu kmengobati penyakit periodontal, antibiotik dipilih
berdasarkan komposisi mikroba dari plak, rekam medik pasien, dan
pengobatan yang sedang berjalan (Carranza et. al. 2002).
37
4. Pengambilan sampel mikrobiologis dilakukan atas instruksi dari
laboratorium mikrobiologi yang dirujuk. Umumnya sampel diambil pada
awal pertemuan sebelum instrumentasi pada poket. Plak supragingiva
dihilangkan dan sebuah papper point endodontik dimasukkan ke
subgingiva sampai poket terdalam untuk menyerap plak yang kurang
melekat. Papper point ditempatkan pada reduced transfer fluid dan
dikirimkan hari itu juga ke laboratorium. Laboratorium akan mengirim
dokter gigi perujuk sebuah laporan yang meliputi penyakit yang
ditemukan dan berbagai sediaan antibiotik (Carranza et. al. 2002).
5. Pengambilan sampel plak dapat dilakukan pada pemeriksaan awal, root
planing, reevaluasi, atau kontrol terapi periodontal suportif. Indikasi klinis
untuk uji mikroba termasuk jenis agresif dari penyakit periodontal,
penyakit yang sulit disembuhkan oleh terapi mekanis standar, dan
periodontitis terkait penyakit sistemik (Carranza et. al. 2002).
6. Antibiotik telah memperlihatkan kegunaannya untuk mengurangi
kebutuhan bedah periodontal pada pasien dengan periodontitis kronis
(Carranza et. al. 2002).
7. Terapi antibiotik tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal. Di mana
seharusnya menjadi bagian dari rencana perawatan periodontal terpadu
yang terdiri dari debridement permukaan akar gigi, peningkatan
kebersihan mulut, dan terapi periodontal suportif pada intinya. Terapi
kimia tambahan lain meliputi agen antimikroba yang ditempatkan pada
subgingiva, irigasi ultrasonik pada subgingiva dengan iodophor ketika
debridement akar gigi, pembilasan dengn chlorhexidine selama 2 minggu,
dan irigasi intra oral oleh pasien sendiri dengan atau tanpa terapi kimia.
Chlorhexidine gluconate merupakan pembilas antiplak yang efektif, tetapi
aktivitas antimikrobanya mengurang sebagian besar materi oraganik yang
ada pada poket subgingiva. Bagaimanapun juga, povidone-iodine
(Betadine) merupakan agen antimikroba yang efektif ketika digunakan
secara langsung pada poket periodontal, bahkan pada konsentrasi rendah.
38
Povidone-iodine harus digunakan dengan pengawasan pada pasien yang
sedang hamil atau menyusui (Carranza et. al. 2002).
8. Beberapa sumber telah menjelaskan beberapa seri dari langkah-langkah
penggunaan agen antimikroba untuk membantu penyempuhan regereratif.
Mereka merekomendasikan menggunakan antibiotik pada 2 hari sebelum
pembedahan dan melanjutkannya paling sedikit 8 hari (Jorgensen et. al.,
2000; Nowzari et. al., 1996; Slots et. al. 1999 dalam Carranza et. al.
2002).
39
Skema pertimbangan penggunaan antibiotik berdasarkan carranza (2002)
DIAGNOSA KLINIS
Sehat
Terapi Periodontal Supportif
Periodontitis Kronis
Terapi Periodontal meliputi:1. Oral Hygiene2. Pembersihan akar gigi3. Terapi supportif dan atau4. Tindakan bedah untuk pembersihan akar atau terapi regeneratif5. Antibiotik jika diindikasikan sesuai dengan analisis mikroba
Efektif Inefektif
agresif, refraktori atau periodontitis
terkait medis
Analisis Mikroba
40
DAFTAR PUSTAKA
Carranza F.A, Jr., Michael G. Newman. 1996. The treatment plan, in: Carranza
FA Jr & Newman MG (eds), Clinical Periodontology, 8th edition.
Philadelphia:WB Saunders Co., p: 399-401.
Carranza F.A., et.al.. 2006. Carranza’s Clinical Periodontology, 10th edition. St.
Louis:Elsevier.
Carranza F.A., Michael G. Newman, Henry H. Takei. 2002. Carranza’s Clinical
Periodontology, 9th edition. Philadelphia:WB Saunders Co.
Krismariono, Agung. 2009. Prinsip-prinsip Dasar Scalling dan Root Planing
dalam Perawatan Periodontal. Jurnal Periodontic, Vol 1 (30-34)
Lindhe, Jan, et.al. 2003. Clinical Periodontology and Implant Dentistry 4th
edition. Slovenia:Blackwell Munksgaard
Manson, DJ., BM Eley. 1993. Buku Ajar Periodonti. Jakarta : Hipokrates
Peter F, Arthur R, John L. 2004. Silabus Periodonti edisi 4.
Wentz, Frank M. 1978. Principles and Practices of Periodontics.