STATUS PEMULIAAN TANAMAN KELAPA DALAM...
Transcript of STATUS PEMULIAAN TANAMAN KELAPA DALAM...
Perspektif Vol. 13 No.2 /Desember 2014. Hlm 99 - 110
ISSN: 1412-8004
Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 99
STATUS PEMULIAAN TANAMAN KELAPA DALAM PENYEDIAAN
BENIH UNGGUL DI INDONESIA The Status of Coconut Plant Breeding to Support Providing of Superior Seed in
Indonesia
BUDI SANTOSA
Balai Penelitian Tanaman Palma
Indonesian Palm Crops Research Institute
Jalan Raya Mapanget, Manado 95001. Telp. Telp. (0431) 812430. Faks. (0431) 812017
E-mail: [email protected]
Diterima: 31 Januari 2014 ; Direvisi: 24 November 2014; Disetujui: 5 Desember 2014
ABSTRAK
Tanaman kelapa merupakan tanaman yang sangat
bermanfaat bagi manusia dan tersebar di seluruh
propinsi di Indonesia dengan banyak aksesi sehingga
keragaman genetik tinggi. Hal tersebut menyebabkan
produktivitas kelapa secara nasional masih rendah
yaitu sekitar 1 ton kopra/ha/tahun. Pemerintah melalui
Balitka yang sekarang telah berganti nama menjadi
Balit Palma telah melakukan penelitian dan
mendapatkan varietas kelapa unggul yang potensi
produktivitas berkisar 2,5 – 3,5 ton kopra/ha/tahun.
Varietas Kelapa Unggul yang telah dilepas adalah
Kelapa Dalam, Kelapa Genjah, Kelapa Hibrida, dan
Kelapa Kopyor. Varietas Kelapa Unggul sebagian besar
merupakan hasil seleksi dari eksplorasi aksesi-aksesi
kelapa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia
yang telah ditanam di dalam kebun percobaan
maupun areal Blok Penghasil Tinggi (BPT). Pengadaan
benih kelapa unggul yang diperlukan oleh para petani
atau perusahaan perkebunan kelapa dapat diambil
dari kebun percobaan maupun area BPT. Pengadaan
benih kelapa kopyor telah dilakukan dengan
memanfaatkan teknik bioteknologi yaitu kultur
jaringan, karena bibit kelapa kopyor sangat sulit
bahkan tidak mungkin diusahakan dengan cara
konvensional. Teknik kultur jaringan dengan
menggunakan metode penyelamatan embrio pada
kelapa kopyor telah berhasil menghasilkan tanaman
kelapa kopyor. Pada saat ini tanaman kelapa kopyor
yang berasal dari kultur jaringan telah ditanam di
kebun percobaan Balit Palma dan telah menghasilkan
buah kelapa kopyor sekitar 90 persen per tandan.
Kata kunci: pemuliaan, kelapa, benih unggul, kultur
jaringan
ABSTRACT
Coconut is an estate crop that give many advantages to
human being and distributed in all of provinces in
Indonesia with a lot of accessions that have high
genetic diversity. These causes coconut national
productivity is still low that is 1 ton of copra/ha /year.
The Government through Indonesian Coconut and
Other Palmae Research Institute present has renamed
to Indonesian Palmae Research Institute (IPRI) has
conducted research and obtain some superior coconut
varieties that potential productivity around 2.5 - 3.5
tons of copra/ha/year. Superior coconut varieties that
have been released are tall Coconut Dwarf, Coconut,
Hybrid Coconut, and Kopyor Coconut. Coconut
varieties of superior largely are result of selection of
the exploration coconut accessions derived from
various regions in Indonesia, which has been planted
in the experimental garden or high yield block (HYB)
area. The procurement of superior coconut seedlings
needed by farmers or coconut plantation companies
can be taken from an experimental garden or HYB
areas. The procurement of Kopyor coconut seed has
been doing by biotechnology techniques such as tissue
culture, due to kopyor coconut seedlings could not be
cultivated by conventional technique. Tissue culture
techniques by using the embryo rescue method on
kopyor coconut has managed to generate kopyor
coconut plants. Recently the kopyor coconut obtained
through tissue culture have planted in IPRI
experimental garden and fruit is kopyor coconuts
reach to 90 % /bunches.
Keywords: breeding, coconut, superior seeds, tissue
culture.
100 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110
PENDAHULUAN
Kelapa merupakan tanaman perkebunan
yang berbatang lurus dari famili Palmae, dan
sebagian besar merupakan perkebunan rakyat
yang diusahakan secara turun-temurun.
Tanaman tersebut berada di seluruh propinsi di
Indonsia dengan sebaran : Sumatera dengan
sebaran terbanyak mencapai 34,5%, Jawa 23,2%,
Sulawesi 19,6%, Bali, NTB dan NTT 8,0%,
Kalimantan 7,2%, Maluku dan Papua 7,5%
(Allorerung et al., 2006). Jika dilihat menurut
propinsi, kebun kelapa terluas berada di propinsi
Riau (15,28%), disusul Jawa Tengah (7,68%), Jawa
Timur (7,67%), Sulawesi Utara (7,27%), Sulawesi
Tengah (4,78%), dan Jawa Barat (4,60%), serta
beberapa daerah lainnya (Dewan Kelapa
Indonesia, 2014). Tanaman kelapa merupakan
komoditas penting yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi bagi masyarakat Indonesia,
karena hampir seluruh bagian dari tanaman
dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan
manusia. Selain hal tersebut kelapa juga memberi
kontribusi pada bidang-bidang antara lain:
pangan, kesehatan, energi, lingkungan,
konstruksi, pariwisata dengan adanya kerajinan
yang berasal dari bagian tanaman kelapa.
Indonesia memiliki lahan perkebunan
kelapa terluas di dunia, dengan luas areal
mencapai 3,86 juta ha atau 31,2% dari total areal
dunia sekitar 12 juta ha. Sebagian besar (98%)
dari total luas perkebunan kelapa di Indonesia
merupakan perkebunan rakyat, dan sisanya
berupa perkebunan negara dan perkebunan
swasta (Dewan Kelapa Indonesia, 2014).
Produktivitas kelapa di Indonesia rata-rata 1,0
ton kopra/ha/tahun atau 4.500 butir/ha/tahun
(Allorerung et al., 2006). Hal tersebut mungkin
disebabkan: 1.) tanaman kelapa yang diusahakan
oleh petani varietasnya masih campuran,
sehingga produktifitas rata-rata rendah dan
tingkat keragaman genetik tinggi dalam satu
areal pertanaman 2.) Pada umumnya usaha tani
kelapa tidak atau belum menerapkan teknik
budidaya yang baik seperti pemakaian benih
atau bibit unggul, jarak tanam dan pemeliharaan
tanaman di lapang.
Untuk meningkatkan produktivitas tanaman
kelapa, pemerintah Indonesia melalui Balai
Penelitian Tanaman Kelapa yang sekarang telah
berganti nama menjadi Balai Penelitian Tanaman
Palma (Balit Palma), telah melepas varietas
Kelapa Unggul dengan potensi produksi berkisar
2,5 – 3,5 ton kopra/ha/tahun untuk varietas
Kelapa Dalam. Varietas Kelapa yang dihasilkan
merupakan hasil seleksi dari tanaman kelapa
disuatu daerah tertentu, varietas tersebut seperti
Kelapa Dalam Mapanget/DMT, dalam Palu/DPU,
Dalam Bali/DBI. Usaha untuk menghasilkan
varietas baru dengan cara persilangan, dan telah
dilepas dengan nama Kelapa Hibrida yang
mempunyai potensi produksi berkisar 3,0 – 5,0
ton kopra/ha/tahun (Balitbangtan, 2013). Selain
menghasilkan Varietas Kelapa Dalam Unggul, Di
Balitka juga telah menghasilkan Varietas Kelapa
Kopyor yang potensi produksinya 3 – 4 buah/
tandan seperti Kelapa Genjah Hijau kopyor,
Genjah Kuning Kopyor (Balitbangtan, 2013).
Secara umum kelapa kopyor yang ditanam oleh
masyarakat petani kelapa menghasilkan 1 – 2
butir/tandan yang ditanam diantara tanaman
kelapa normal dan ada yang berupa populasi
(Mashud et al., 2006).
Pada buah kelapa sekitar 30% berupa daging
buah yang mengandung protein, karbohidrat,
lemak, vitamin yang larut dalam lemak (vitamin
A, D, E, dan K), dan pro-vitamin A yang sangat
penting untuk metabolisme tubuh. Sekitar 90%
asam lemak dalam daging buah adalah asam
lemak jenuh yang berantai karbon sedang (C6-
C12) yang lebih mudah dicerna dan diserap
tubuh (Karouw dan Tenda, 2007). Daging buah
kelapa mengandung asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh terdiri atas:
asam kaprilat (C-8), kaprat (C-10), laurat (C-12),
miristat (C-14), palmitat (C-16), dan stearat (C-
18); sedangkan asam lemak tak jenuh terdiri atas
oleat (C18-1) dan linoleat (C18-2). Pada kelapa
sawit tidak mengandung asam kaprilat, kaprat,
dan laurat. Kandungan asam lemak tak jenuh
pada daging buah/minyak kelapa (oleat 6,0%
dan linoleat 2,0%) adalah yang paling rendah
dibanding minyak nabati lainnya seperti: inti
sawit, kelapa sawit, bunga matahari, dan kedelai.
(Foale, 2003). Asam laurat dan kaprat
mempunyai efek terhadap kesehatan yang
hampir sama dengan ASI yaitu dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada bayi
Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 101
dari infeksi virus, bakteri dan protozoa. Daging
buah selain sebagai bahan baku untuk minyak
kelapa kasar (Crude Coconut oil) dan industri
dessicated coconut, juga telah dimanfaatkan untuk
berbagai produk seperti: santan kelapa, tart
kelapa, coconut chip, virgin coconut oil (VCO),
permen kelapa, selai kelapa, es kelapa, sabun,
minyak rambut (Karouw dan Tenda, 2007). Pada
buah kelapa mengandung asam-asam amino
yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kelapa
Genjah (GKN/Genjah Kuning Nias, GRA/Gendah
Raja, dan GKB/Genjah Kuning Bali), dan Kelapa
Dalam (DTE/Dalam Takome, DTA/Dalam Tenga
dan DTM/Dalam Mapanget mengandung 10 jenis
asam amino essensial yang terdiri dari: histidin,
threonin, arginin, metionin, valin, fenilalanin,
tirosin, ileusin, leusin, dan lisin (Tenda et al.,
1997). Minyak kelapa dapat diproses lebih lanjut
menjadi biodiesel yang dapat langsung
digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
Biodiesel yang berasal dari minyak kelapa murni
memiliki viskositas yang paling rendah (2,5 CSt –
3,7CSt) dibandingkan dengan ester metal yang
berasal dari minyak nabati lainnya (Prakoso et al.
2007). Tehnologi pengelolahan biodiesel minyak
kelapa dengan teknik metanolisis berskala 50 L/
periode proses, dan teknologi ini dapat
diaplikasikan pada industri oleokimia skala kecil
menengah atau kelompok tani (Karouw et al.,
2007). Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industri yang berbasisi kelapa yang semakin
meningkat, adanya alih fungsi lahan perkebunan
kelapa seperti menjadi tempat tinggal, industri,
serta produktivitas kelapa secara nasional yang
masih rendah karena masih banyak tanaman
kelapa yang belum diremajakan. Oleh karena itu
masih banyak benih kelapa yang dibutuhkan
untuk peremajaan kelapa guna memenuhi
permintaan bahan baku untuk industri. Pada
tulisan ini akan disampaikan status pemuliaan
tanaman kelapa dalam menyediakan benih
unggul.
PEMULIAAN KELAPA
Pemuliaan tanaman secara umum bertujuan
untuk menghasilkan varietas unggul baru suatu
tanaman yang lebih baik dan mempunyai nilai
ekonomi serta bermanfaat bagi umat manusia
dan lingkungan hidup. Demikian pula dengan
pemuliaan tanaman kelapa bertujuan untuk
menghasilkan varietas kelapa unggul baru
seperti: produksi kopra yang tinggi, kadar
minyak, ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang
memiliki keragaman genetik kelapa yang cukup
besar dan tersebar diseluruh propinsi di
Indonesia. Pemuliaan tanaman kelapa dapat
dilakukan dengan secara konvensional dan non-
konvensional melalui bioteknologi. Secara umum
tahap pemuliaan tanaman meliputi seleksi pohon
induk yang memiliki karakter sesuai yang
diinginkan, melakukan persilangan, dan
menyeleksi hasil persilangan untuk
menghasilkan varietas unggul. Salah satu cara
untuk menghasilkan varietas unggul kelapa
adalah melakukan eksplorasi kelapa ke daerah-
daerah yang terdapat banyak tanaman kelapa
untuk diidentifikasi, diseleksi, dan selanjutnya
tanaman yang terpilih dikoleksi pada kebun
percobaan atau ditanam pada blok pertanaman
potensial di daerah tersebut, dan dapat dilepas
sebagai varietas unggul. Untuk mendapatkan
varietas kelapa unggul yang diinginkan, secara
umum observasi tanaman dilakukan pada
karakter vegetatif dan generatif berdasarkan
Standard Techniques in Coconut Breeding (Santos et
al., 1997) yaitu sebagai berikut:
Karakter Vegetatif
Pengamatan terhadap karakter vegetatif
tanaman kelapa dilakukan pada bagian
morfologi batang dan daun.
1. Morfologi batang meliputi: a. Lingkar batang
bawah (diukur pada 20 cm di atas permukaan
tanah), b. Lingkar batang atas (diukur pada
1,5 m di atas permukaan tanah, dan c.
Panjang batang 11 bekas daun (diukur pada
panjang batang pada daerah 11 bekas daun,
dmulai pada ketinggian 1,5 m di atas
permukaan tanah).
2. Morfologi daun meliputi : a. Panjang tangkai
daun, b. Lebar tangkai daun, c.Tebal tangkai
daun, d. Warna tangkai daun, e. Panjang
rachis, f. Bentuk mahkota daun, g. Jumlah
anak daun, dan h. Panjang dan lebar anak
daun.
102 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110
Karakter Generatif
Pengamatan terhadap karakter generatif
tanaman kelapa dilakukan pada morfologi bunga
dan buah.
1. Morfologi bunga meliputi: a. Panjang tangkai
tandan, b. Lebar dan tebal tangkai tandan, c.
Diameter tangkai tandan, d. Panjang
rangkaian bunga, e. Jumlah tangkai bunga,
dan f. Jumlah bunga betina.
2. Morfologi buah meliputi: a. Produksi buah,
dan b. Komponen buah.
PEMULIAAN KELAPA SECARA
KONVENSIONAL
Eksplorasi dan Koleksi
Eksplorasi, koleksi dan karakterisasi kelapa
lokal telah lama dilakukan oleh para peneliti
misal Mangindaan et al. (2002) di daerah
Minahasa Utara telah dihasilkan kelapa dalam
Mamuaya sebagai kelapa unggul lokal asal
Wasian yang merupakan hasil seleksi lapang.
Jenis kelapa ini memiliki berat daging buah
cukup tinggi yaitu 1.514 g/butir dan jauh lebih
tinggi terhadap beberapa kelapa dalam unggul
koleksi di kebun Mapanget. kelapa dalam
Mamuaya ini dapat dimanfaat sebagai tetua
jantan untuk menghasilkan kelapa hibrida.
Miftahorrachman dan Maskromo (2006) telah
melakukan eksplorasi kelapa di daerah pulau
Derawan, kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Hasil dari diidentifikasi kelapa dari daerah
tersebut berupa tiga genotipe kelapa dalam
yaitu: kelapa Kacang, Tembisan (nama lokal), dan
Sabut merah. Lengkey dan Hengky (2006) telah
berhasil mendapatkan satu genotipe Kelapa
Dalam Australia yang merupakan hasil
eksplorasi di Pulau Babi Kabupaten Kepulauan
Aru, Propinsi Maluku.
Untuk mendapatkan varietas unggul kelapa
selain eksplorasi lapang ditanaman rakyat juga
dapat dilakukan di areal plasma nutfah kelapa
yaitu mengidentifikasi plasma nutfah kelapa
untuk daerah lahan kering dengan bulan kering
sampai 6 bulan dan curah hujan 1000-1900
mm/tahun di daerah Kecamatan Nita Kabupaten
Sikka-NTT. Hasil dari evaluasi tersebut yaitu
telah dihasilkan Kelapa Dalam Sikka dengan
potensi produksi 2,5 ton kopra/ha/tahun yang
cocok untuk diusahakan di daerah Kering
(Tenda et al., 2006). Varietas unggul kelapa hasil
eksplorasi secara umum ada dua, yaitu Kelapa
Dalam dan Kelapa Genjah. Varietas Kelapa
Dalam pada saat ini masih banyak diusahakan
oleh para petani karena Kelapa Dalam umumnya
memiliki batang tinggi, bila nantinya ditebang
dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan
lambat berbuah (umur panen 5-6 tahun). Varietas
Kelapa Genjah cepat berbuah (umur panen 3-4
tahun), lebih cepat berproduksi dibandingkan
Kelapa Dalam.
Keragaman Genetik
Keragaman genetik plasma nutfah kelapa di
daerah areal pertanaman yang berasal dari
eksplorasi pada suatu daerah, masih perlu
dilakukan untuk mengelompokan aksesi kelapa,
sehingga memudahkan para peneliti untuk
mendapatkan aksesi kelapa yang dapat
digunakan sebagai tetua persilangan, atau
digunakan sebagai sumber benih atau bibit
kelapa unggul. Seperti evaluasi keragaman
genetik terhadap 6 asesi Kelapa Dalam asal
Propinsi Gorontalo yang dilakukan oleh
Miftahorrachman et al., 2007) menunjukkan
bahwa terdapat tiga kelompok dimana hanya 3
karakter yang berpengaruh terhadap keragaman
genetik, karakter tebal tangkai daun memberikan
sumbangan paling besar yaitu 60%, berat buah
(26,67%), dan lingkar batang pada 20 cm dari
permukaan tanah (13,33%). Evaluasi untuk
pengadaan benih kelapa Dalam Bali di Blok
Penghasil Tinggi (BPT) Kabupaten Karangasem
(Kec. Abang), Buleleng (Kec. Gerokgak), dan
Jembrana (Kec. Pekutatan dan Mendoyo),
propinsi Bali mempunyai karakter fenotip untuk
komponen buah dengan nilai koefisien
keragaman genetik yang rendah (<20%) dan
produksi kopra/ha/tahun 3,25-3,65 ton, sehingga
kelapa Dalam Bali di keempat lokasi BPT tersebut
dapat digunakan sebagai pohon produksi
benih/bibit (Maskromo. 2007). Karakterisasi
kelapa dalam di Jawa Timur yang dilakukan di
tiga kabupaten yaitu Kabupaten Pacitan (Desa
Sidomulyo dan Adiwarno), Kabupaten
Tulungagung (desa Sukorejo dan Belimbing), dan
Kabupaten Lumajang (Desa Tegalrejo) oleh
Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 103
Tenda dan Kumaunang (2007) menunjukkan
bahwa popupasi kelapa Dalam di daerah tersebut
memiliki nilai keragaman genetik yang sedang,
yaitu panjang tangkai daun, jumlah tangkai
bunga, jumlah bunga betina, dan berat air,
sedangkan karakter lainnya termasuk rendah.
Karakterisasi fisiologi 18 kultivar kelapa dalam
yang meliputi kadar air, jumlah stomata, kadar
klorofil, kadar lilin dan lemak yang dilakukan
oleh Manaroinsong dan Kumaunang (2005)
menunjukkan bahwa setiap kultivar kelapa
dalam yang diteliti memiliki karakter fisiologi
yang berbeda.
Evaluasi tanaman selain berdasarkan
karakter fenotip juga dapat dilakukan pada
tingkat genetik yang hasilnya lebih baik, karena
pada tingkat gen tidak dipengaruhi oleh
lingkungan. Evaluasi tanaman tingkat gen dapat
dilakukan dengan memakaian penanda/ marka
molekuler. Hasil-hasil penelitian berdasarkan
marka molekuler untuk mengevaluasi populasi
tanaman kelapa dalam lokal seperti yang
dilakukan oleh Pandin (2009a) dengan
menggunakan 10 primer RAPD untuk
menganalisis kutivar kelapa dalam Mapanget
(DMT) dengan Dalam Tenga (DTA). Hasil
analisis menunjukkan bahwa 10 primer RAPD
tersebut dapat memisahkan dalam masing-
masing kelompok dan hubungan kekerabatan
antara kelapa DMT dan DTA sebesar 52%. Hasil
analisis terhadap Kelapa Dalam Bali (DBI) dan
Dalam Sawarna (DSA) masing-masing 10
individu tanaman menggunakan 10 primer
RAPD hasil penelitian Pandin (2009c)
menunjukkan bahwa koefisien keragaman antar
individu Kelapa DBI rata-rata 21,7% dan kelapa
DSA rata-rata 12,7%, sedangkan keragaman
genetik antara kelapa DBI dan DSA sebesar 46%.
Hasil penelitian Kamaunang dan Maskromo
(2007) menggunakan tiga primer SSRs terhadap
terhadap 12 asesi Kelapa dalam yang ditanam di
Kebun Percobaan Mapanget menunjukkan
bahwa tingkat keragaman genetiknya sekitar
50%. Analisis molekuler dengan menggunakan
15 primer SSR untuk mengetahui tingkat depresi
silang dalam pada tanaman kelapa DMT-32
generasi 2 sampai 4 yang menyerbuk sendiri
memperlihatkan kecenderungan semakin
meningkat depresi silang dalamnya pada setiap
generasi. Beberapa lokus SSR yang digunakan
sudah tidak lagi mengikuti hukum Hardy-
Weinberg berarti beberapa lokus SSR sudah tidak
lagi diwariskan secara bebas. Kelapa DMT-32
generasi 4 sudah menunjukkan tanaman yang
homogen sehingga dapat digunakan sebagai
tetua untuk materi persilangan (Pandin 2009b).
Pemanfaatan marka molekuler pada tanaman
kelapa yang dilakukan oleh Manimekalai dan
Nagarajan (2006) menggunakan 19 primer ISSR
terhadap 33 asesi kelapa yang berasal
plasmanutfah Internasional di India. Hasil
analisisnya menunjukkan bahwa 33 asesi kelapa
berdasarkan asalnya dapat dikelompokan
menjadi tiga yaitu Asia Tenggara, Asia Selatan
dan Pasifik Selatan. Analisis menggunakan 14
primer SSR terhadap 102 asesi kelapa yang
berasal dari 10 lokasi yang dilakukan oleh Rajesh
et al. (2008) menghasilkan 90 alel dengan rata-rata
6,42 alel per lokus dan 0,61 alel polimorfi.
Tanaman kelapa dalam dengan heterosigot
tertinggi berasal dari daerah Pallikara, sedangkan
tanaman kelapa pendek dengan heretosigot
rendah dari Valayar. Hasil analisis mikrosatelit
pada 9 populasi kelapa dengan menggunakan
delapan primer menghasilkan 37 alel
memperlihatkan, bahwa dua populasi kelapa
Laccadive Micro Tall (LMT02 dan LMT 03) dan
Laccadive Small Tall (LCT02) memiliki
heterosigot tinggi (<0,5), serta Laccadive Micro
Tall (LMT01) heterosigotnya rendah (0,24)
(Devakumara et al., 2010).
Pemuliaan Kelapa dengan Persilangan
Pemuliaan tanaman kelapa yang telah
dilakukan adalah mengadakan persilangan
diantata tetua yang telah terseleksi, berdasarkan
Tabel 3. (Balitbangtan, 2013) telah dilepas varietas
kelapa unggul baru yaitu Khina 4 dan Khina 5
pada tahun 2006. Varietas Khina 4 merupakan
persilangan antata Kelapa Genjah Raja (GRA) x
Dalam Mapanget (DMT). Varietas Khina 5
merupakan hasil persilangan antara Kelapa
Genjah Bali x Dalam Mapanget. Kelapa varietas
Khina 4 dan 5 dikenal dengan naman Varietas
Hibrida yang berdasarkan diskripsi untuk umur
panen masih lebih lambat dari salah satu
tetuanya, sedangkan kadar minyak masih lebih
rendah dari kedua tetuanya. Hal tersebut
104 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110
disebabkan daya gabung dari tetua persilangan
yang berbeda, seperti hasil penelitian Novarianto
(2011) menunjukkan bahwa Kelapa Genjah Raja
mempunyai daya gabung umum yang paling
baik dibandingan kelapa Genjah Bali dan Genjah
Salak.
Evaluasi terhadap empat aksesi kelapa
dalam komposit hibrida (DMT x DPU, DTA x
DSA, DPU x DRL, DBI x DRL) dari 15 aksesi hasil
persilangan enam kultivar Kelapa Dalam Unggul
(DTA, DMT, DPU, DBI, DSA, dan DRL) yang
dilakukan oleh Kamaunang dan Faozi (2007)
memperlihatkan penampilan terbaik pada
karakter jumlah daun, lingkar batang semu dan
tinggi tanaman. Variabilitas genetik karakter
empat aksesi hasil persilangan yang diuji
termasuk luas, hal ini disebabkan nilai
keragaman genetik cukup tinggi.
Varietas Kelapa Unggul
Kelapa Unggul Lokal merupakan kelapa
yang berasal dari hasil eksplorasi atau koleksi
yang dilakukan karakterisasi dan seleksi,
sehingga mendapatkan tanaman kelapa unggul
lokal yang akhirnya dilepas varietas Kelapa
unggul baik kelapa dalam maupun genjah.
Varietas Kelapa Dalam yang sudah dilepas
seperti yang terdapat pada Tabel 1, 2, dan 4 yaitu
Dalam Mapanget, Dalam Tenga, dan Dalam Bali
pada tahun 2004; Dalam Takome (2006); Dalam
Sawarna, Dalam Kima Atas, Dalam Banyuwangi,
Dalam Lubuk Pakam, Dalam Rennel, dan Dalam
Bojong Bulat pada tahun 2008; Dalam Kramat
dan Dalam Molowahu (2009); Dalam Adonara
(2012); Dalam Panua pada tahun 2013; Genjah
Kuning Nias, Genjang Kuning Bali, dan Genjah
Salak pada tahun 2006; Genjah Hijau Kopyor,
Genjah Coklat Kopyor, dan Genjah Kuning
Kopyor pada tahun 2010 (Balitbangtan,
2013). Secara umum kelapa dibagi dalam 3
kelompok, yaitu kelapa Dalam, kelapa Genjah,
dan Kelapa Salak (Gambar 1).
Tabel 1. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Dalam
Varietas Umur mulai
berbuah
(tahun)
Umur
panen
(tahun)
Jumlah
tandan
buah/tahun
Jumlah
buah/tandan
(butir)
Jumlah
buah/pohon
(butir)
Kadar
minyak
(%)
Kopra/ha
/thn (ton)
Dalam Mapanget (DMT) 5 6 12-14 7 90 62,95
3,3
Dalam Tenga (DTA) 5 6 12-14 7 90 69,31 3
Dalam Palu (DPU) 5 6 12-14 6 75 69,28 2,8
Dalam Bali (DBI) 5 6 12-14 6 75 65,52 3
Dalam Sawarna (DSA) 4 5 12-14 7-8 70-80 66,65 3,58
Dalam Takome (DTE) 5 6 12-14 60-80 700-800 60,50 2,14
Dalam Kima Atas (DTA) 5 6 14-17 8-12 80-110 61,82 3,17
Dalam Banyuwangi (DBG) 4-5 5-6 12-15 7-8 60-90 62,96 2,62
Dalam Lubuk Pakam
(DLP)
5 6 13-16 7-10 60-90 59,96 2,67
Dalam Adonara 5 6 12-15 12-14 80-105 66,83
Dalam Panua 4 5 13,9 10,06 148,76 66,28
Dalam Kramat 4-5 5-6 13 8 100-104 65,00
Dalam Molowahu 4-5 5-6 13 9 100-126 67,00
Dalam Rennel (DRL) 5 6 14-16 8-18 100-110 67,60 3,4
Dalam Bojong Bulat (DBB) 4-6 5-6 12 8 88-107 68-69 2,5
Gambar 1. Tiga varietas Kelapa yaitu: Kelapa
Dalam, Kelapa Hibrida, dan Kelapa
Genjah.
Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 105
Penyediaan Benih Kelapa Unggul
Penyediaan benih Kelapa Unggul sangat
diperlukan guna meningkatkan produktifitas
kelapa secara nasional. Hal ini disebabkan
sebagian besar tanaman kelapa yang ada saat ini
sudah berumur tua, secara teoritis tanaman
kelapa yang berumur lebih dari 60 tahun yaitu
tanaman kelapa yang ditanam pada tahun 1946
(Allorerung, 2006). Oleh karena itu untuk
peremajaan perlu disediakan benih unggul,
sehingga diharapkan perkebunan kelapa baik
milik pemerintah/swasta dan rakyat sudah
ditanami jenis kelapa yang unggul semua dan
Tabel 2. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Genjah
Varietas Umur
mulai
berbuah
(bulan)
Umur panen
(bulan)
Jumlah
tandan
buah/tahun
Jumlah
buah/tandan
(butir)
Jumlah
buah/pohon
(butir)
Kadar
minyak
(%)
Genjah Kuning Nias
(GKN)
40 48 12-14 8-10 60-120 62,76
Genjang Kuning Bali
(KGB)
36 48 12-14 9-12 60-110 61,80
Genjah Raja (GRA) 40 48 12-14 8-10 70-120 66,41
Genjah Salak (GSK) 24 36 12-14 9-11 80-120 64,84
Sumber : Balitbangtan, 2013.
Tabel 3. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Hibrida Indonesia
Varietas Umur
mulai
berbuah
(bulan)
Umur
panen
(bulan)
Jumlah
tandan
buah/tahun
Jumlah
buah/tandan
(butir)
Jumlah
buah/pohon
(butir)
Kadar
minyak
(%)
Kopra/ha/thn
(ton)
Khina1 48 13 80 60,00 5,01
Khina2 48 15 84 60,61 4,39
Khina3 48 15 84 62,64 4,38
Khina4 44 58 13 8 104 60,00 3.5
Khina5 45 58 14 7 98 60,08 3,0
Sumber : Balitbangtan, 2013.
Tabel 4. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Genjah Kopyor
Varietas Umur
mulai
berbuah
(bulan)
Umur
panen
(bulan)
Jumlah
buah/tandan
(butir)
Jumlah
buah/pohon
(butir)
Jumlah buah
kopyor/tandan
(butir)
Kadar
minyak (%)
Genjah Hijau
Kopyor
42 48 11,42 120-140 3,89 8,16-8,42
Genjah Coklat
Kopyor
42 48 11,40 80-150 4,00 7,88-8,02
Genjah
Kuning
Kopyor2010
42 48 8,40 100-120 3,16 9,15-9,23
Sumber : Balitbangtan, 2013.
106 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110
produktivitas kelapa secara nasional bisa
meningkat. Penyediaan benih kelapa unggul
dapat dilakukan dengan cara pembuatan kebun
bibit secara monokultur (satu blok kebun bibit
ditanam satu jenis varietas kelapa), atau
komposit (satu blok kebun bibit ditanami lebih
dari satu varietas kelapa) yang nantinya dapat
berfungsi sebagai sumber benih unggul.
Evaluasi untuk memdapatkan bibit kelapa
unggul lokal yang akan digunakan sebagai bahan
untuk membuat kebun induk kelapa dalam
komposit di propinsi Jawa Tengah. Evaluasi
dilakukan di Blok Penghasil Tinggi (BPT) di Desa
Kaligesing (kab. Purworejo), Desa Karanggedang
(Kab.Banyumas), dan Desa Petanahan (Kab.
Kebumen) memperlihatkan bahwa keragaman
genetik di tiga lokasi adalah < 20% termasuk
rendah dengan rata-rata produktivitas berturut-
turut 2.63, 2,74, dan 2.44 ton kopra/ha/tahun.
Ketiga BPT masih layak digunakan sebagai
sumber kebun induk kelapa Dalam komposit
(Kumaunang, 2008). Evaluasi empat aksesi
plasma nutfah kelapa Dalam di Gorontalo yaitu
Dalam orange Pontolo (DOP), Dalam Coklat
Pontolo (DCP), Dalam Hijau Pontolo (DHP), dan
Dalam Pontolo (DPO) yang dilakukan Oleh
Miftahorrachman (2008) hasilnya menunjukkan
bahwa empat aksesi kelapa Dalam tersebut
memiliki keragaman karakter yang besar (98,0
persen). Kelapa Dalam Coklat Pontolo dan Dalam
Pontolo memiliki potensi produksi kopra tinggi
(4,1 – 4,7 ton kopra/ha/tahun) yang dapat
digunakan sebagai tetua persilangan maupun
benih kelapa.
Selain pengadaan benih kelapa Dalam
unggul dengan evaluasi pada BPT juga dilakulan
usaha untuk menghasilkan kelapa kopyor.
Usaha untuk meningkat produksi kelapa kopyor
per tandan buah telah dilakukan penelitian oleh
Novarianto dan Lolong (2012) menunjukkan
bahwa pola kerodong dengan penyerbukan
sendiri (tanpa bantuan manusia) dapat
meningkatkan produksi kelapa kopyor sampai
45,71%, sedangkan secara umumnya produksi
kelapa kopyor masih rendah yaitu 15,75% per
tandan. Usaha pengembangan kelapa kopyor
dalam rangka pengadaan bibit dapat dilakukan
dengan cara transplantasi embrio yang berasal
dari varietas yang sama (Mashud dan Matana,
2006).
Pengendalian terhadap Hama dan Penyakit
Tanaman
Beberapa sentral kelapa kopyor di Indonesia
terdapat di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Lampung, dan Sulawesi Utara. Salah
satu usaha untuk menjaga produksi kelapa tetap
tinggi yaitu dengan cara menggunakan musuh
alami. Produksi kelapa kopyor bisa menurun
akibat serangan hama kumbang Oryctes
rhinoceros. Untuk mengatasi atau mengendalikan
hama tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan musuh alami seperti hasil
penelitian yang dilakukan oleh Salim dan
Hosang (2013) menunjukkan bahwa musuh alami
M. anisopline menyebabkan mortalitas 100% pada
larva O. rhinoceros instar 1 ((L1), larva instar 2
(L2) dan larva instar 3 (L3) pada skala
laboratorium.
PEMULIAAN KELAPA SECARA NON-
KONVENSIONAL
Pemuliaan tanaman secara non-
konvensional yang disebut juga secara
bioteknologi, baru digunakan apabila masalah
tersebut tidak dapat dikerjakan/diselesaikan
dengan cara konvensional seperti: penyelamatan
embrio (embryo rescue), rekayasa genetik, marka
molekuler. Teknik bioteknologi yang digunakan
untuk pemuliaan tanaman adalah penyelamatan
embrio dengan teknik kultur jaringan.
Keberhasilkan kultur jaringan antara lain
dipengaruhi oleh tahap dalam proses sterilisasi
bahan tanaman/eksplan.
Pada kultur jaringan tahapan sterilisasi
eksplan merupakan tahapan yang penting dalam
kultur jaringan agar tidak terjadi kontaminasi
eksplan yang diakibatkan oleh jamur. Metode
sterilisasi menggunakan pemutih (sun klin)
untuk eksplan silinder endosperm dan embrio
menunjukkan tingkat kontaminasi rendah yaitu
18,67% (Mashud et al., 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mashud dan Tulalo (1999) menggunakan embrio
kelapa Dalam Mapanget (DMT) yang berumur 9
Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 107
bulan yang dikulturkan pada media Y3 + 60 ppm
GA3, memperlihatkan bahwa kecepatan
berkecambah menjadi lebih cepat (23,33 hari)
dibandingan Media kontrol (33,00 hari), daya
kecambah hasilnya lebih tinggi = 76,66%
dibandingkan media kontrol = 50% (Mashud dan
Tulalo 1999). Media Y3 + 200 µM/l IBA memberi
respon yang baik terhadap plantlet kelapa genjah
kuning Nias yang berasal dari embrio kelapa
terhadap jumlah akar, jumlah daun dan tinggi
tanaman (Mashud, 2008). Hal yang sama juga
terjadi pada eksplan zaitun yang diperbanyak
secara in-vitro yang dilakukan oleh Peixe et al.
(2007), peremdaman eksplan zaitun dalam
larutan 3g/l IBA selama 10 detik dapat
meningkatkan pembentukan akar zaitu sebanyak
85%. Penambahan 100µM NAA pada media
tumbuh Y3 dapat meningkatkan jumlah akar
lateral yang paling banyak pada Plantlet GKN
berumur 8 bulan yang ditumbuhkan pada media
Y3 cair (Mashud, 2008). Sedangkan
menggunakan 10% air kelapa pada media Y3
dapat meningkatkan kecepatan berkecambah
embrio kelapa Dalam Mapanget secara in vitro
(Mashud, 2009).
Usaha pengadaan bibit dengan kultur
jaringan sangat cocok untuk kelapa kopyor,
dimana Kelapa kopyor merupakan kelapa
dengan daging buah yang tidak normal dan
sebagian besar daging buah tidak melekat pada
tempurung, tetapi memiliki embrio yang normal.
Oleh karena itu kelapa kopyor tidak dapat
dikembangbiakkan secara konvensional dengan
biji, seperti kelapa normal dan tanaman kelapa
kopyor hanya dapat ditanam menggunakan
teknik kultur embrio. Seperti hasil penelitian
yang dilakikan oleh Mashud (2013), yaitu
menambahan zat pengatur tumbuh 1,5 mg/l BAP
pada media Y3 untuk pertumbuhan kecambah
Kelapa Genjah Kopyor yang dibelah dapat
menghasilkan persentase planlet normal tertinggi
secara in vitro. Pada ekspan zaitun yang
diperbanyak menggunakan media OM + 50 ml/l
air kelapa + 8,87 µM BAP dapat meningkatkan
pembentukan eksplan baru rata-rata 3,4 kali
setiap 30 hari (Peixe et al., 2007). Sampai saat ini
usaha untuk menghasilkan bibit kelapa kopyor
masih terus dilakukan, berdasarkan hasil
penelitian di Balit Palma, bibit kelapa kopyor
sudah dapat dihasilkan melalui teknik kultur
jaringan, dan telah ditanam di kebun percobaan.
Tanaman kelapa kopyor tersebut sudah
berproduksi menghasilkan kelapa kopyor sekitar
90% per tandan.
Kelapa kopyor yang terdapat di Indonesia
ada dua jenis yaitu tipe Dalam dan Genjah. Bibit
kelapa kopyor tipe Dalam bersifat menyerbuk
silang sehingga harus ditanam pada areal yang
terisolasi secara ketat dari tanaman kelapa
normal agar tidak terjadi penyerbukan silang,
sedangkan bibit kelapa kopyor Genjah yang
berasal dari kultur jaringan (kultur embrio)
diperkirakan dapat dikembangkan pada areal
yang relatif lebih sempit dengan isolasi tidak
terlalu ketat karena sifat tanaman kelapa kopyor
tipe Genjah adalah tanaman menyerbuk sendiri
(Mashud dan Manaroinsong, 2007).
KESIMPULAN DAN SARAN
Tanaman kelapa tersebar diseluruh propinsi
di Indonesia dengan banyak aksesi dan sebagian
besar merupakan perkebunan rakyat, sehingga
produktifitas kelapa masih rendah. Pemerintah
melalui Balitka yang sekarang menjadi Balit
Palma, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian telah lama
melakukan penelitian untuk menghasilkan
varietas kelapa unggul. Tanaman kelapa
merupakan tanaman tahunan sehingga untuk
mendapat varietas unggul memerlukan waktu
yang lama, karena tanaman kelapa umur
panennya 4 – 6 tahun. Saat ini Balit Palma telah
melepas Varietas Unggul baik yang berupa hasil
eksplorasi maupun persilangan berupa varietas
kelapa normal maupun kopyor, seperti : Kelapa
Dalam Mapanget, Dalam Kima Atas, Dalam Bali,
Genjah Kuning Bali, Genjah Salak, Khina, Genjah
Hijau Kopyor. Pemuliaan kelapa yang telah
dilakukan di Balit Palma telah dilakukan baik
secara konvensional maupun nonkonvensional
atau bioteknologi. Pemuliaan tanaman kelapa
secara bioteknologi yang telah dilakukan adalah
menggunakan marka molekuler dan teknik
kultur jaringan untuk penyelamatan embrio
kelapa kopyor agar dapat menghasilkan bibit
tanaman kelapa kopyor. Buah kelapa sangat
bermanfaat untuk kesehatan karena mengandung
108 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110
10 jenis asam amino essensial, dan asam lemak
jenuh yang berantai karbon sedang (C6-C12)
yang lebih mudah dicerna dan diserap tubuh.
Buah kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk
berbagai produk seperti: tart kelapa, coconut
chip, virgin coconut oil (VCO), permen kelapa,
selai kelapa, es kelapa, sabun cair. Minyak kelapa
dapat diproses lebih lanjut menjadi biodiesel
yang dapat langsung digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel.
Kelapa mempunyai masa depan yang cerah
untuk diolah dan dikembangkan secara bersama-
sama untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Pengembangan kelapa ke depan, perlu dilakukan
peremajaan terhadap tanaman kelapa yang
sudah tua dan kurang produktif serta dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan
tanaman kelapa yang pendek walaupun sudah
berumur lebih dari 30 tahun. Hal tersebut
berhubungan dengan biaya petik buah kelapa
yang semakin hari semakin mahal karena
semakin berkurangnya jumlah tenaga kerja.
Dalam bidang kultur jaringan kelapa masih perlu
dikembangkan metode penyelamatan embrio
kelapa kopyor yang dapat mempercepat
penyediaan benihnya.
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D., Z. Mahmud, dan B. Prastowo.
2006. Peluang Kelapa untuk
Pengembangan Produk Kesehatan dan
Biodisel. Buku1, Prosiding : Konperensi
Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei
2006. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. 12-31.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan). 2013. Varietas Unggul
Kelapa, Pinang, dan Aren di Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 58 hlm.
Devakumara, D., V. Nirala, B.A. Jerarda, C.
Jayabosea, R. Chandramohanana, dan
P.M. Jacobb. 2010. Microsatellite analysis
of distinct coconut accessions from Agatti
and Kavaratti Islands, Lakshadweep,
India. Scientia Horticulturae (125): 309–
315.
Dewan Kelapa Indonesia (Dekindo). 2014.
Bermusyawarah dan berkoordinasi bagi
pembangunan perkelapaan Nasional
tahun 2009. Dewan Kelapa Indonesia.
www.dekindo.com/acara/seminar.
diunduh tanggal 23 Juni 2014.
Foale. 2003. Coconut in the human diet-an
excellent component. Coco info
International 10(2):17-19.
Karouw, S. dan E.T. Tenda. 2007. Daging Buah
Kelapa: Sumber Asam Lemak dan Asam
Amino Essensial. Prosiding; Konperensi
Nasoinal Kelapa VI. Buku 2. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. 220-226.
Karouw, S., N. Hengky, A. Lay, dan R. Berlina.
2007. Biodiesel Minyak Kelapa: Bahan
Bakar Cair Masa Depan. Prosiding;
Konperensi Nasoinal Kelapa VI. Buku 2.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. 227-232.
Kumaunang, J. 2008. Identifikasi Kelapa Dalam
Unggul Lokal Untuk Materi Kebun
Induk Kelapa Dalam Komposit di
Propinsi Jawa Tengah. Buletin Palma.
35:26-33.
______________ dan I. Faozi. 2007. Keragaan
Awal Kelapa Dalam Komposit Hibrida
Intervarietas di Banyuwangi. Buletin
Palma (32):37-44.
______________ dan I. Maskromo. 2007.
Keragaman Genetik Plasma Nutfah
Kelapa Dalam (Cocos nucifera L) di Kebun
Percobaan Mapanget Berdasarkan
Penanda DNA SSRs. Buletin Palma
(33):18-27.
Lengkey, H. G., dan N. Hengky. 2006. Kelapa
Dalam Australia Asal Pulau Babi
Kabupaten Kepulauan Aru, Propinsi
Maluku, Buletin Palma (30):9-16.
Manaroinsong, E, dan J. Kumaunang. 2005.
Karakter fisiologi beberapa kultivar
kelapa Dalam. Buletin Palma. (29):14-22.
Mangindaan, H.F., H.G. Lengkey, dan H.
Novarianto. 2002. Karakterisasi kelapa
Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 109
dalam Mamuaya asal Wasian, Sulawesi
Utara. Buletin Palma (28):27-31.
Manimekalai. R, dan P. Nagarajan. 2006.
Assessing genetic relationships among
coconut (Cocos nucifera L.) accessions
using inter simple sequence repeat
markers. Scientia Horticulturae (108):49-
54
Mashud, N. 2008. Pengaruh Zat Pengatur
Tumbuh IBA Terhadap Pertumbuhan
Plantlet Kelapa Genjah Kuning Nias
(GKN). Buletin Palma (35):9-15.
____________. 2009. Pertumbuhan Embrio Kelapa
Dalam Mapanget pada Media Y3 yang
disubstitusi dengan Air Kelapa. Buletin
Palma (37):138-144.
____________. 2013. Efek Zat Pengatur Tumbuh
BAP Terhadap Pertumbuhan Planlet
Kelapa Genjah Kopyor dari Kecambah
yang Dibelah. Buletin Palma 14(2):82-87.
____________ dan E. Manaroinsong. 2007.
Teknologi Kultur Embrio untuk
Pengembangan Kelapa Kopyor. Buletin
Palma. (33): 37-44.
____________ dan M. A. Tulalo. 1999. Pengaruh
GA3 Terhadap Perkecambahan Embrio
Kelapa DMT umur 9 bulan. Buletin
Palma. (25):69-73.
____________ dan Y.R. Matana. 2006.
Transplantasi Embrio Kelapa. Buletin
Palma. No. 31:19-27.
____________, I. Maskromo, R. T.P. Hutapea, dan
H. Novarianto. 2006. Potensi dan Peluang
Pengembangan Kelapa Kopyor di
Indonesia. Prosiding: Koperensi
Nasional Kelapa VI. Gorontalo 16-18 Mei
2006. 112-122.
____________, N. Hengky, V. K. Masing, dan E.
Manaroinsong. 2005. Pengaruh Metode
Sterilisasi Silinder Endosperm dan
Embrio Pada Pertumbuhan In Vitro
Plantlet Kelapa Genjah Kuning Nias.
Buletin Palma (29):8-13.
____________, V. K. Masing, E. Manaroinsong,
dan Y. Matana. 2006. Pengaruh NAA
Terhadap Pertumbuhan Plantlet Kelapa
Genjah Kuning Nias. Buletin Plasma
(30):17-23.
Maskromo, I. 2007. Identifikasi Blok Penghasil
Tinggi dan Potensi Benih Kelapa Dalam
di Propinsi Bali. Buletin Palma (32):29-36.
____________ dan N. Hengky. 2006.
Pengembangan Kelapa Kopyor di
Indonesia. Buletin Palma (30):28-36.
Miftahorrachman, dan I. Maskromo. 2006.
Identifikasi Plasma Nutfah Kelapa Unik
di Kabupaten Terau, Kalimantan Timur.
Buletin Palma (30):1-8.
____________, M. Tulalo, dan E. S. Tenda. 2007.
Kekerabatan Antar Enam Aksesi Plasma
Nutfah Kelapa Asal Propinsi Gorontalo.
Buletin Palma (33):28-36.
____________. 2008. Evaluasi Keragaman Plasma
Nutfah Kelapa Dalam di Gorontato.
Buletin Palma (34):42-50.
Novarianto, H. 2011. Penampilan Bibit Kelapa
Genjah x Genjah. Buletin Palma. 12(1):18-
26.
____________ dan A.A. Lolong. 2012.
Peningkatan Persentase Buah Kelapa
Kopyor melalui Penyerbukan Sendiri.
Buletin Palma, vol. 13(1):7-16.
Pandin, D.S. 2009a. Keragaman Genetik Kultivar
Kelapa Dalam Mapanget (DMT) dan
Dalam Tenga (DTA) berdasarkan
penanda Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD). Biletin Palma. 36:17-29.
___________. 2009b. Depresi Silang dalam Kelapa
Dalam Mapanget Berdasarkan Penanda
Mikrosatelit (SSR). Buletin Palma 37:127-
137.
___________. 2009c. Keragaman genetik Kelapa
Dalam Bali (DBI) dan Dalam Sawarna
(DSA) Berdasarkan Penanda Random
Amplified Polimorphic DNA (RADP).
Buletin Palma. 37:152-165.
Peixe, A., A. Raposo, R. Lourenc¸o, H. Cardoso,
dan E. Macedo. 2007. Coconut water and
BAP successfully replaced zeatin in olive
(Olea europaea L.) micropropagation.
Scientia Horticulturae 113: 1–7.
Prakoso, T., T.H. Soerawidjaja, P.M. Pasang, R.
Berlina, S. Karouw, dan N. Hengky. 2007.
Teknologi Proses Produksi Biodiesel
Berbasis Minyak Kelapa. Prosiding;
Konperensi Nasoinal Kelapa VI. Buku 2.
Badan Penelitian dan Pengembangan
110 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110
Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. 242-248.
Rajesh, M.K., V. Arunachalam, P. Nagarajan, P.
Lebrun, K. Samsudeen, dan C. Thamban.
2008. Genetic survey of 10 Indian coconut
landraces by simple sequence repeats
(SSRs). Scientia Horticulturae (118):282-
287.
Salim, dan M. L. A. Hosang. 2013. Serangan
Oryctes rhinoceros pada Kelapa Kopyor di
Beberapa sentral Produksi dan Potensi
Metarhizium anisopliae Sebagai Musuh
Alami. Buletin Palma 14(1):47-53.
Santos, G. A., P. A. Batagul, A. Othman, L.
Boudoin, and J. P. Laboisse. 1997. Manual
Standardized research tehcniques in
coconut breeding. IPGRI-COGENT.
Malaysia.
Tenda, E. S., J. Mawikere, dan N. Hengky. 2006.
Kelapa Dalam Sikka untuk Materi
Pengembangan di Lahan Kering Iklim
Kering. Buletin Palma. (31):1-9.
____________ dan J. Kamaunang. 2007.
Keragaman Fenotipik Kelapa Dalam di
Kabupaten Pacitan, Tulungagung, dan
Lumajang, Jawa Timur. Buletin Palma
(32):22-28.
____________, T., H.G. Lengkey, J. Kamaunang.
1997. Produksi buah tiga cultivar kelapa
Genjah dan tiga kultivar Kelapa dalam. J.
Penelitian Tanaman Industri 3(2).