Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

95
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT 2010

description

Uploaded from Google Docs

Transcript of Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

Page 1: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT

2010

Page 2: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 3: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT 2010 ISSN : - No. Publikasi : 91300.10.13 Katalog BPS : 1101001.9100 Ukuran Buku : 17.6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : vi + 78 halaman Naskah : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Gambar Kulit : Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Diterbitkan Oleh : Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Boleh dikutip dengan menyebutkan Sumbernya

Page 4: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 5: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

i STATISTIK

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, saya

menyambut baik penerbitan publikasi Statistik Daerah yang dilakukan oleh Badan

Pusat Statistik (BPS) provinsi dan kabupaten/kota. Penyusunan publikasi Statistik

Daerah ini merupakan inovasi dan pengembangan kegiatan perstatistikan serta

penyebarluasan informasi sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan visi BPS

sebagai “ pelopor data statistik terpercaya untuk semua “.

Penerbitan publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 dimaksudkan untuk melengkapi ragam publikasi

statistik yang telah tersedia di daerah seperti Daerah Dalam Angka (DDA) yang telah terbit secara rutin dalam memotret

kondisi daerah. Buku ini menyajikan indikator-indikator terpilih yang menggambarkan tentang kondisi daerah dalam

bentuk tampilan uraian deskriptif sederhana.

Saya berharap, publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 ini mampu memberikan informasi secara cepat

dan tepat kepada pemerintah daerah dan masyarakat yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan, monitor dan

evaluasi mengenai perkembangan pembangunan di berbagai sektor serta membantu para pengguna data lainnya

dalam memahami kondisi umum daerahnya.

Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah

berpartisipasi hingga terbitnya publikasi ini, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa meridhoi usaha kita.

Jakarta, September 2010

Kepala Badan Pusat Statistik,

DR. Rusman Heriawan

Kata Sambutan

Page 6: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 7: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

ii STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 diterbitkan oleh Badan Pusat

Statistik Provinsi Papua Barat berisi berbagai data dan informasi terpilih seputar

Provinsi Papua Barat yang dianalisis secara sederhana untuk membantu pengguna

data memahami perkembangan pembangunan serta potensi yang ada di Provinsi

Papua Barat. Publikasi yang terbit perdana ini diharapkan menjadi ikon baru Badan

Pusat Statistik dalam mengemas isu-isu terkini perkembangan pembangunan yang

ditampilkan dalam bentuk lebih informatif.

Publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 diterbitkan untuk melengkapi publikasi-publikasi statistik yang

sudah terbit secara rutin setiap tahun. Berbeda dengan publikasi-publikasi yang sudah ada, publikasi ini lebih

menekankan pada analisis.

Materi yang disajikan dalam Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 memuat berbagai informasi/indikator terpilih

yang terkait dengan pembangunan di berbagai sektor di Provinsi Papua Barat dan diharapkan dapat menjadi bahan

rujukan/kajian dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan.

Kritik dan saran konstruktif berbagai pihak kami harapkan untuk penyempurnaan penerbitan mendatang. Semoga

publikasi ini mampu memenuhi tuntutan kebutuhan data statistik, baik oleh instansi/dinas pemerintah, swasta, kalangan

akademisi maupun masyarakat luas.

Manokwari, November 2010

Kepala Badan Pusat Statistik

Provinsi Papua Barat,

Ir. Tanda Sirait, MM.

Kata Pengantar

Page 8: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 9: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

iii STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

No. Uraian Satuan 2007 2008 2009

1 Jumlah penduduk1 orang 715999 729962 743860

2 Jumlah penduduk 15 thn keatas yang bekerja2 orang 268117 316193 325759

3 Jumlah penganggur2 orang 28029 26189 26626

4 Jumlah Angkatan kerja2 orang 296146 342382 352385

5 TPAK2 persen 66.52 68.15 68.52

6 TPT2 persen 9.46 7.65 7.56

7 Persentase pekerja di sektor formal2 persen 36.52 33.77 32.82

8 Laju inflasi3 persen - 20.06 5.22

9 Ekspor (juta)5 rupiah 6416179.41 6787164.93 5170937.93

10 Impor (juta)5 rupiah 8529463.74 9977495.21 8513500.95

11 Pertumbuhan Ekonomi persen 6.95 7.33 6.26

12 PDRB ADHB (juta) rupiah 10367278.69 12469031.50 14547727.50

13 PDRB ADHK (juta) rupiah 5934315.82 6369374.22 6768199.45

14 PDRB per Kapita rupiah 14479459.73 17081754.25 19557077.28

15 Nilai Tukar Petani (NTP)4 persen - 106.24 104.98

16 Jumlah Penduduk miskin (ribu) orang 266.80 246.50 256.84

17 Persentase penduduk miskin persen 39.31 35.12 35.71

18 Angka partisipasi sekolah 7-12 tahun persen 92.64 93.18 93.35

19 Angka partisipasi sekolah 13-15 tahun persen 87.58 88.75 88.59

20 Angka partisipasi sekolah 16-18 tahun persen 57.84 57.53 57.95

21 Angka Harapan Hidup tahun 67.60 67.90 68.20

22 Rata-rata lama sekolah tahun 7.65 7.67 8.01

23 Angka melek huruf persen 90.32 92.15 92.34

24 Paritas Daya Beli (PPP) (ribu) rupiah 592.07 593.13 595.28

25 IPM persen 67.28 67.95 68.58

26 Rata-rata pengeluaran per kapita rupiah 293122 346929 444426

Catatan: 1. Berdasarkan Proyeksi SUPAS 2005-2015 2. Kondisi bulan Agustus (Sakernas) 3. Angka inflasi Papua Barat dihitung mulai 2008 4. Data tahun 2007 belum tersedia 5. Termasuk ekspor dan impor antar provinsi

Statistik Kunci

Page 10: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 11: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

iv STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Angka Kematian Bayi adalah probabilita bayi

meninggal sebelum mencapai usia satu tahun,

dinyatakan dalam per seribu kelahiran.

Angka Kematian Balita adalah probabilita bayi

meninggal sebelum mencapai usia lima tahun,

dinyatakan dalam per seribu kelahiran.

Angka Harapan Hidup pada waktu lahir adalah

perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan

asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut

umur.

Angka Reproduksi Neto adalah rasio bayi wanita

yang hidup sampai usia ibunya dikalikan dengan

angka reproduksi bruto.

Angka Kelahiran Total adalah setiap wanita di

Indonesia secara hipotesis akan melahirkan anak

hingga masa berakhir reproduksinya (15 – 49)

tahun.

Angka Melek Huruf Dewasa adalah perbandingan

antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang

dapat membaca dan menulis, dengan jumlah

penduduk usia 15 tahun ke atas.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah

perbandingan antara jumlah penduduk kelompok

usia sekolah (7-12 th; 13-15 th; 16-18 th) yang

bersekolah terhadap seluruh penduduk kelompok

usia sekolah (7-12 th; 13-15 th; 16-18 th).

Bersekolah adalah mereka yang perlu mengikuti

pendidikan di jalur formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA/

SMK/MA atau PT) maupun non formal (paket A,

paket B atau paket C).

Penjelasan Teknis

Daerah administrasi adalah wilayah administrasi

yang sudah memiliki dasar hukum yang sah menurut

Departemen Dalam Negeri.

Desa pesisir/tepi laut adalah desa/kelurahan

termasuk nagari atau lainnya yang memiliki wilayah

yang berbatasan langsung dengan garis pantai/laut

(atau merupakan desa pulau).

Desa bukan pesisir adalah desa/kelurahan termasuk

nagari atau lainnya yang tidak berbatasan langsung

dengan laut atau tidak mempunyai pesisir.

Kepadatan Penduduk adalah jumlah penduduk di

suatu daerah dibagi dengan luas daratan daerah

tersebut, biasanya dinyatakan sebagai penduduk per

Km2.

Laju pertumbuhan penduduk adalah rata-rata

tahunan laju perubahan jumlah penduduk di suatu

daerah selama periode waktu tertentu.

Angkatan Kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke

atas yang bekerja atau sementara tidak bekerja, dan

yang sedang mencari pekerjaan.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah

perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan

jumlah penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka adalah

perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan

jumlah angkatan kerja.

Page 12: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 13: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

v STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk

miskin.

Indeks Harga Konsumen adalah angka/indeks

yang menunjukkan perbandingan relatif antara

tingkat harga (konsumen/eceran) pada saat bulan

survei dan harga tersebut pada bulan sebelumnya.

Inflasi adalah indikator yang dapat memberikan

informasi tentang dinamika perkembangan harga

barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan

antara indeks harga yang diterima petani

dengan indeks harga yang dibayar petani yang

dinyatakan dalam persentase.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah

satu indikator penting untuk mengetahui

kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu

periode tertentu.

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita

adalah Produk Domestik Regional Bruto dibagi

dengan penduduk pertengahan tahun.

PDRB Harga Berlaku adalah nilai tambah

barang dan jasa yang dihitung menggunakan

harga yang berlaku pada setiap tahun.

PDRB Harga Konstan adalah nilai tambah

barang dan jasa yang dihitung menggunakan

harga yang berlaku pada satu tahun tertentu

sebagai tahun dasar.

IPM adalah indeks komposit dari gabungan 4 (empat)

indikator yaitu angka harapan hidup, angka melek

huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per

kapita.

Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi

yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang

dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan

sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau

barang yang kurang nilainya menjadi barang yang

lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih kepada pemakai

akhir.

Angka Koefisien Gini adalah ukuran kemerataan

pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas

pendapatan. Angka koefisien Gini terletak antara 0

(nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan

sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan

sempurna.

Garis kemiskinan adalah besarnya nilai rupiah

pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi

kebutuhan dasar minimum makanan dan nonmakanan

yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk tetap

berada pada kehidupan yang layak.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan

ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-

masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.

Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata

pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan

gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara

penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin

Page 14: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 15: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

vi STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Daftar Isi

Kata Sambutan i

Kata Pengantar ii

Statistik Kunci iii

Penjelasan Teknis v

Daftar Isi vi

1 Geografi dan Iklim 1 11 Industri Pengolahan 44

2 Pemerintahan 4 12 Konstruksi 46

3 Penduduk 7 13 Hotel dan Pariwisata 47

4 Ketenagakerjaan 13 14 Transportasi dan Komunikasi 51

5 Pendidikan 21 15 Perbankan dan Investasi 54

6 Kesehatan 25 16 Harga-harga 55

7 Perumahan dan Lingkungan 29 17 Pengeluaran Penduduk 61

8 Pembangunan Manusia 32 18 Perdagangan 64

9 Pertanian 38 19 Pendapatan Regional 65

10 Pertambangan dan Energi 41 20 Perbandingan Regional 69

Lampiran Tabel 74

Page 16: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 17: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

1 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Provinsi Papua Barat terletak pada bagian

kepala burung Pulau Papua. Secara geografis letak

Provinsi Papua Barat berada di daerah sekitar ekuator,

yaitu tepatnya pada koordinat 0º,0” hingga 4º,0” Lin-

tang Selatan dan 124º,00” hingga 132º‟0” Bujur Timur.

Batas-batas wilayah Provinsi Papua Barat adalah:

Utara: Samudera Pasifik

Selatan: Laut Banda dan Provinsi Maluku

Barat: Laut Seram dan Provinsi Maluku

Timur: Provinsi Papua

Provinsi Papua Barat adalah provinsi pemekaran

dari Provinsi Papua. Provinsi Papua Barat dimekarkan

dari Provinsi Papua berdasarkan UU No. 45 Tahun

1999. Dan berdasarkan Inpres No. 1 tahun 2003

provinsi ini bernama Irian Jaya Barat. Kemudian sejak

6 Februari 2007 resmi bernama Provinsi Papua Barat.

Pada awal pemekarannya, Provinsi Papua Barat

hanya terdiri dari Kabupaten Fakfak, Kabupaten So-

rong, Kabupaten Manokwari, dan Kota Sorong.

Wilayah tersebut sekarang terbagi kedalam

wilayah administrasi yang terdiri dari 10 (sepuluh) ka-

bupaten dan 1 (satu) kota, atau terjadi penambahan

tujuh kabupaten sejak pemekaran wilayah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 6 tahun 2008 luas wilayah Provinsi Papua

Barat adalah 97.024,37 Km2. Wilayah terluas adalah

Kabupaten Teluk Bintuni (21,48%) dan wilayah terkecil

adalah Kota Sorong (0,68 %).

Tahukah Anda? Pulau Papua (Indonesia dan Papua

New Guinea) adalah pulau terbesar

kedua di dunia setelah Green Land

(Denmark).

Gambar 1.2 Persentase Luas Wilayah Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota 2009

1

Gambar 1.1 Peta Provinsi Papua Barat

Papua Barat dimekarkan dari Papua Papua Barat resmi menjadi provinsi yang memiliki pemerintahan sendiri berdasarkan UU No. 45

tahun 1999 setelah dimekarkan dari provinsi induknya, Provinsi Papua.

GEOGRAFI DAN IKLIM

Sumber: Permendagri No. 6 Tahun 2008

Page 18: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

2

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Berdasarkan topografi wilayah, Provinsi Papua

Barat terbagi menjadi 34,52 persen merupakan desa

pesisir dan 65,48 persen adalah desa bukan pesisir.

Dari 65,48 persen desa yang terletak di bukan pesisir,

sebesar 15,60 persen berada pada daerah lembah/

daerah aliran sungai; 20,66 persen terletak pada

lereng atau punggung gunung; dan 29,21 persen

lainnya berada pada daerah dataran.

Suhu udara rata-rata di Provinsi Papua Barat

berada pada kisaran 22,00º–33,20º Celcius dengan

suhu udara minimum berada di Kabupaten Fakfak dan

suhu udara maksimum berada di Kota Sorong.

Sementara rata-rata kelembaban udara bervariasi

antara 81,25 persen sampai dengan 85,33 persen.

Curah hujan di Provinsi Papua Barat bervariasi.

Curah hujan terendah tercatat 1680,00 mm per tahun

berada di Kabupaten Kaimana dan yang tertinggi

3265,00 mm per tahun di Kabupaten Fakfak.

Sementara hari hujan terendah berada di Kabupaten

Manokwari yaitu 152 hari. Sedangkan Kabupaten

Kaimana yang memiliki curah hujan terendah justru

mempunyai hari hujan yang tertinggi di Provinsi Papua

Barat, yaitu sebanyak 246 hari atau sekitar dua per

tiga tahun selama tahun 2009 Kabupaten Kaimana

diguyur hujan. Fenomena rendahnya curah hujan

dengan hari hujan yang tinggi mengandung arti di

Kabupaten Kaimana sering terjadi hujan ringan atau

frekuensi hujan yang tingggi namun dengan intensitas

ringan.

Uraian Minimum Maksimum

Suhu Udara Rata-rata 22,00 33,20

Rata-rata Kelembaban Udara 81,25 85,33

Rata-rata Tekanan Udara 993,61 1010,50

Curah Hujan 1680,00 3265,00

Hari Hujan 152,00 246,00

Rata-rata Penyinaran Matahari

37,00 131,40

34.52

15.60

20.66

29.21

65.48

PesisirBukan Pesisir Lembah/Daerah Aliran SungaiBukan Pesisir Lereng/Punggung BukitBukan Pesisir Dataran

Gambar 1.3 Persentase Desa/Kelurahan Berdasarkan Topografi Wilayah 2008

Tabel 1.1 Keadaan Iklim Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Sensus Potensi Desa (PODES), 2008

Sumber: Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kab/Kota, 2009

1 GEOGRAFI DAN IKLIM

Selama Dua per Tiga Tahun 2009 Diguyur Hujan Sebagian wilayah di Papua Barat memiliki curah hujan yang tinggi, jumlah hari hujan dapat mencapai 246 hari atau lebih dari dua per tiga tahun selama tahun 2009

Tahukah Anda? Provinsi Papua Barat memiliki jumlah

pulau sebanyak 1.945 buah, dan

merupakan provinsi dengan jumlah

pulau terbanyak kedua di Indonesia

setelah Provinsi Kepulauan Riau

(2.408 pulau).

Page 19: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

3 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Papua Barat dan Papua merupakan daerah

gempa bumi yang sangat aktif terutama pada bagian

utara sepanjang Jayapura-Manokwari-Sorong. Papua

Barat dan Papua memiliki beberapa zonasi

kegempaan seperti zona Sorong, Ransiki, Terera

Aiduna di Kaimana dan Nabire, Yapen di Biak dan

Serui, Jayapura, Membramo dan Pegunungan Tengah.

Paling rentan ialah zona di Jayapura dan Sorong

dengan sejarah magnitude mendekati dan/atau lebih

dari 8,0 Skala Ricther (SR).

Sejak tahun 1900-Februari 2010 di Papua Barat

dan Papua telah mengalami sebanyak 6.725 kali

gempa signifikan, atau rata-rata mengalami sekitar 5

kali gempa setiap bulan dengan magnitude yang

bervariasi. Diantara getaran gempa tersebut 93 kali

diantaranya memiliki magnitude lebih dari 7,00 SR.

Selama tahun 2009, terekam sebanyak 10.520

kali sinyal seismik gempa bumi di Papua Barat dan

Papua, atau mengalami peningkatan sebesar 94,38

persen dari keadaan 2008 yang hanya tercatat 5.412

kali gempa bumi.

Gempa bumi signifikan dan merusak terjadi di

Manokwari, Papua Barat, tanggal 4 Januari 2009, yaitu

terjadi pada pukul 04:43:51 WIT dengan magnitude

sebesar 7,6 SR di kedalaman 48 km dpl. Gempa ini

memiliki intensitas V-VI MMI di Manokwari dan Sorong.

Efek merugikan dari gempa Manokwari

menyebabkan 4 korban jiwa, rawat inap 37 orang dan

rawat jalan 581 orang serta 5.000-an pengungsi. Hal

tersebut belum termasuk korban yang terluka secara

traumatik.

Tahukah Anda? Terjadi 6725 gempa bumi signifikan

di Papua Barat dan Papua sejak

tahun 1900-Februari 2010, dan 92

diantaranya mempunyai magnitude

lebih dari 7,0 SR.

Gambar 1.4 Peta Distribusi Gempa Tektonik Papua Barat dan Papua Tahun 2009

Tabel 1.2 Kerugian Akibat Gempa Bumi Manokwari (4 Januari 2009)

Sumber: Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Papua, 2009

Kerugian Akibat Gempa Jumlah Satuan

Meninggal 4 jiwa

Rawat Inap 37 jiwa

Rawat Jalan 581 jiwa

Mengungsi ± 5000 jiwa

Rumah Rusak Berat 1936 unit

Rumah Rusak Ringan 3730 unit

Tempat Ibadah rusak 152 unit

Kantor Pemerintahan rusak 51 unit

Sarana Pendidikan rusak 69 unit

Jembatan rusak 8 unit

Sumber: Departemen Kesehatan, 2009

1 GEOGRAFI DAN IKLIM

Terjadi Gempa dengan Skala 7,6 SR pada 4 Januari 2009 Terjadi dua getaran gempa dengan magnitude besar pada 4 Januari 2009 di Manokwari dengan

intensitas mencapai daerah Sorong dan sekitarnya.

Page 20: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

4

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Provinsi Papua Barat adalah provinsi hasil

pemekaran dari Provinsi Papua. Provinsi ini beribukota

di Kabupaten Manokwari. Meskipun dari sisi

infrastruktur dan fasilitas masih tertinggal dari Kota

Sorong, namun Kabupaten Manokwari tetap menjadi

pilihan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Papua

Barat.

Struktur hierarki dalam pembagian administrasi

pemerintahan digolongkan menjadi kabupaten, kota,

kecamatan (distrik), kelurahan, dan desa (kampung).

Sejak terjadi pemekaran dan memiliki kedaulatan

sendiri sebagai provinsi, wilayah kerja administrasi

terus mengalami perkembangan. Pemekaran wilayah

kabupaten/kota sejak terpisah dari Provinsi Papua

sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan

menjadi 10 (sepuluh) kabupaten dan 1 (satu) kota dari

kondisi semula 3 (tiga) kabupaten dan 1 (satu) kota.

Sejarah pembentukan kabupaten/kota

pemekaran diawali dengan berkembangnya

Kabupaten Fakfak yang mekar menjadi Kabupaten

Fakfak dan Kabupaten Kaimana (UU No. 26 Tahun

2002); Kabupaten Manokwari berkembang menjadi

Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama

dan Kabupaten Teluk Bintuni (UU No. 26 Tahun 2002);

dan Kabupaten Sorong berkembang menjadi

Kabupaten Sorong, kabupaten Sorong Selatan, dan

Kabupaten Raja Ampat (UU No. 26 Tahun 2002).

Selanjutnya pada perkembangannya Kabupaten

Sorong mekar kembali menjadi Kabupaten Sorong dan

Kabupaten Tambrauw (UU No. 56 Tahun 2008).

Terakhir di tahun 2009 terjadi pemekaran Kabupaten

2

Gambar 2.1 Jumlah Kecamatan, Kelurahan, dan Desa di Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Pemda Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Barat, 2009

Kabupaten Induk Kabupaten Pemekaran

Dasar Hukum

Fakfak Fakfak

UU No. 26 Tahun 2002 Kaimana

Manokwari

Manokwari

UU No. 26 Tahun 2002 Teluk Wondama

Teluk Bintuni

Sorong

Sorong

UU No. 26 Tahun 2002 Sorong Selatan

Raja Ampat

Sorong Sorong

UU No. 56 Tahun 2008 Tambrauw

Sorong Selatan Sorong Selatan

UU No. 13 Tahun 2009 Maybrat

Tabel 2.1 Sejarah Pemekaran Kabupaten/Kota dan Dasar Hukum di Provinsi Papua Barat

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2007 2008 2009

130 134 154

1203 12241293

49 51 68

Kecamatan Desa Kelurahan

PEMERINTAHAN

Terjadi Penambahan 7 Kabupaten Sejak Pemekaran Papua Barat Sejak pemekaran jumlah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat bertambah menjadi 10 kabupaten dan 1 kota yang semula hanya 3 kabupaten dan 1 kota.

Tahukah Anda? Manokwari (ibukota Provinsi Papua

Barat) dan Mamuju (ibukota Provinsi

Sulawesi Barat) adalah ibukota

provinsi yang wilayah administrasinya

masih bersatus kabupaten.

Page 21: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

5 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Sorong Selatan yang mekar menjadi Kabupaten

Sorong Selatan dan Maybrat (UU No. 13 Tahun 2009).

Perkembangan wilayah administrasi dibawah

level kabupaten/kota terjadi pemekaran wilayah

kecamatan, kelurahan, dan desa. Semula di tahun

2007 jumlah kecamatan adalah 130 kecamatan,

kemudian terjadi pemekaran wilayah sehingga menjadi

134 kecamatan di tahun 2008, dan di tahun 2009

jumlahnya meningkat menjadi 154 kecamatan. Selama

2007-2009 jumlah kecamatan meningkat sebanyak 24

kecamatan.

Pemekaran wilayah kelurahan juga terjadi cukup

cepat, selama tahun 2007-2009 jumlah kelurahan

meningkat sebanyak 19 kelurahan. Pemekaran

wilayah desa lebih dahsyat dibandingkan dengan

pemekaran wilayah kecamatan maupun kelurahan.

Perkembangan pemekaran wilayah desa meningkat

dari 1203 desa di tahun 2007 menjadi 1293 desa di

tahun 2009, atau terjadi peningkatan sebanyak 90

desa dalam kurun waktu dua tahun.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Provinsi Papua

Barat berjumlah 20.544 orang dengan rincian 13.236

orang (64,43%) berjenis kelamin laki-laki dan 7.308

orang (35,57%) berjenis kelamin perempuan. Dilihat

dari komposisinya terlihat bahwa jumlah PNS laki-laki

jauh lebih banyak dibandingkan dengan PNS

perempuan. Hal ini memberikan informasi bahwa

kesetaraan gender dalam pemerintahan di Provinsi

Papua Barat belum menunjukkan kemerataan. Kondisi

ini terjadi di seluruh instansi Pemda kabupaten di

Provinsi Papua Barat kecuali Kota Sorong.

Tahukah Anda? Abraham O. Atururi dan Rahimin

Katjong adalah Gubernur dan Wakil

Gubernur Pertama di Provinsi Papua

Barat.

Sumber: Pemda Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Barat, 2009

Tabel 2.2 Pembagian Daerah Administrasi menurut Kabupaten/Kota 2009

Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan Desa Kelurahan

Fakfak Fakfak 9 122 7

Kaimana Kaimana 7 84 2

Teluk Wondama Rasiei 13 75 1

Teluk Bintuni Bintuni 24 114 2

Manokwari Manokwari 29 412 9

Sorong Selatan Teminabuan 13 110 2

Sorong Aimas 18 118 13

Raja Ampat Waisai 17 97 1

Tambrauw Sausapor 7 53 0

Maybrat Kumurkek 11 108 1

Kota Sorong Sorong 6 - 30

Papua Barat Manokwari 154 1293 68

PB 2008 134 1224 51

PB 2007 130 1203 49

Sumber: Pemda Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Barat, 2009

0 5 10 15 20 25

Kaimana

Teluk Wondama

Teluk Bintuni

Prov Papua Barat

Raja Ampat

Sorong Selatan

Kota Sorong

Fakfak

sorong

Manokwari

2.90

3.19

4.09

4.14

4.63

5.98

14.58

15.71

21.10

23.69

Gambar 2.2 Persentase PNS Pemda Kabupaten/Kota/Provinsi Papua Barat dan Jumlah PNS menurut Jenis Kelamin 2009

2 PEMERINTAHAN

Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Desa/Kelurahan Sangat Pesat Selama dua tahun terakhir terjadi Penambahan 24 kecamatan, 90 desa, dan 19 kelurahan.

Page 22: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

6

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Distribusi persentase PNS menurut kabupaten/

kota/provinsi tercatat Kabupaten Manokwari memiliki

PNS yang terbanyak yaitu sebesar 23,69 persen dari

total PNS Pemda di Papua Barat. Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi dan pusat

pemerintahan membutuhkan sumber daya manusia

yang lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten/

kota lainnya. Disamping itu, Kabupaten Manokwari

juga memiliki jumlah kecamatan dan kelurahan/desa

terbesar (29 kecamatan dan 421 kelurahan/desa).

Sedangkan Kabupaten Kaimana memiliki distribusi

persentase terkecil dalam ketersediaan PNS yaitu

sebesar 2,90 persen.

Kualitas PNS sangat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan yang ditamatkan. Pemda Provinsi Papua

Barat termasuk memiliki kualitas SDM yang baik.

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan,

sebesar 61,79 persen PNS berlatar belakang

pendidikan sarjana. Sedangkan untuk PNS yang

berpendidikan rendah (SD dan SLTP) hanya memiliki

persentase sebesar 0,44 persen dan 0,70 persen.

Peta perpolitikan di Provinsi Papua Barat

menunjukkan tidak ada dominasi partai tertentu yang

duduk dalam kursi anggota DPRD. Tiga fraksi terbesar

yang menduduki kursi DPRD yaitu Fraksi Kedaulatan

Rakyat dan Fraksi Golkar masing-masing

mendapatkan jatah 9 kursi, sedangkan Fraksi PDIP

menduduki 8 kursi. Bila dilihat dari sisi gender, jumlah

perempuan yang duduk di kursi DPRD relatif rendah,

yaitu 15,91 persen dari 44 kursi. Hal ini mengandung

arti ketimpangan gender masih terjadi dalam berpolitik.

Tahukah Anda? Persentase perempuan yang duduk

dalam kursi DPRD Provinsi Papua

Barat hanya 15,91 persen.

Gambar 2.4 Jumlah Anggota DPRD menurut Jenis Kelamin

Sumber: Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua Barat, 2009

0 2 4 6 8

Golkar

Demokrasi …

PDIP

PAN

Bintang KPK

Kedaulatan …

8

4

8

6

5

6

1

2

0

0

1

3

Perempuan Laki-laki

0.440.70

29.42

7.66

61.79

SD SLTP SLTA Diploma Sarjana

Gambar 2.3 Persentase PNS Pemda Provinsi Papua Barat menurut Tingkat Pendidikan 2009

2 PEMERINTAHAN

Persentase Perempuan di DPRD Hanya 15,91 Persen. Dari 44 kursi yang diperebutkan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua Barat tahun 2009, hanya 15,91 persen kursi yang diduduki oleh perempuan.

Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Papua Barat, 2009

Page 23: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

7 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Dalam proses pembangunan, penduduk

merupakan faktor penting yang harus diperhatikan

karena sumber daya alam yang tersedia tidak akan

mungkin dapat dimanfaatkan tanpa adanya peranan

manusia. Dengan adanya manusia, sumber daya alam

tersebut dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan

hidup bagi diri dan keluarga secara berkelanjutan.

Besarnya peran penduduk tersebut maka pemerintah

dalam menangani masalah kependudukan tidak hanya

memperhatikan pada upaya pengendalian jumlah dan

pertumbuhan penduduk saja tetapi lebih menekankan

kearah perbaikan kualitas sumber daya manusia.

Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi

potensi dan mendatangkan manfaat yang besar bila

memiliki kualitas yang baik, namun besarnya jumlah

penduduk tersebut dapat menjadi beban yang akan

sulit untuk diselesaikan bila kualitasnya rendah.

Informasi kependudukan yang baik sangat diperlukan

untuk menunjang kearah pembangunan berkualitas.

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat terus

mengalami perkembangan setiap tahun, namun laju

pertumbuhan penduduknya cenderung mengalami

perlambatan dalam beberapa tahun terakhir. Pada

Sensus Penduduk yang pertama di tahun 1971,

penduduk Provinsi Papua Barat hanya mencapai

221,46 ribu jiwa. Pada Sensus Penduduk terakhir

tahun 2000 (angka sementara SP 2010 adalah

760.855 jiwa) jumlah penduduk Papua Barat

meningkat menjadi 529,69 ribu jiwa. Kemudian di

tahun 2009 penduduk Provinsi Papua Barat meningkat

menjadi 743,86 ribu jiwa.

3

Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Papua Barat 1971-2009

Sumber: SP1971, SP 1980, SP 1990, SP 2000, Hasil Proyeksi Supas 2005, BPS

1971 1980 1990 2000 2005 2009

Series1 221.46 283.49 358.51 529.69 688.2 743.9

0

100

200

300

400

500

600

700

800

Pen

du

du

k (r

ibu

)

PENDUDUK

Tahukah Anda? Jumlah penduduk Provinsi Papua

Barat tahun 2009 adalah yang terkecil

di Indonesia (743.860 jiwa), dengan

kontribusi terhadap penduduk

nasional hanya 0,32 Persen.

Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat sebesar 743.860 Jiwa Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tahun 2009 sebesar 743.860 jiwa meningkat dari jumlah

tahun 2008 sebesar 729.962 jiwa. Jumlah penduduk ini adalah yang terkecil di Indonesia dan kontribusinya terhadap penduduk Indonesia hanya 0,32 persen.

Page 24: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

8

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Jumlah penduduk di suatu wilayah sangat

dipengaruhi oleh fertilitas, mortalitas dan migrasi/

perpindahan penduduk. Ketiga faktor tersebutlah yang

menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh fertilitas

terutama terkait dengan kemampuan dalam

mengontrol jumlah kelahiran. Bagaimana peranan

program keluarga berencana yang dicanangkan

pemerintah apakah telah berjalan dengan baik

sehingga telah mampu mengontrol angka kelahiran.

Mortalitas terutama terkait dengan angka kematian

bayi (infant mortality rate) dan angka kematian ibu

(maternal mortality rate) yang tinggi. Disamping itu

peran migrasi juga sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan penduduk yang tinggi. Provinsi Papua

Barat sebagai provinsi yang relatif baru menjadi

magnet penarik bagi para pencari kerja karena

kesempatan kerja yang masih terbuka lebar. Daya tarik

lainnya adalah sumber daya alam berlimpah yang

dimiliki oleh provinsi ini belum tereksplorasi dengan

baik untuk dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

kemajuan daerah.

Pertumbuhan penduduk Provinsi Papua Barat

termasuk yang tertinggi di Indonesia. Dengan

pertumbuhan penduduk 3,43 persen antara tahun

2000-2009, menjadikan Provinsi Papua Barat berada

pada peringkat ketiga di Indonesia setelah Provinsi

Kepulauan Riau (4,27%) dan Provinsi Riau (3,46%).

Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi ini akan

menimbulkan masalah jika tidak dikendalikan. Masalah

yang akan timbul tidak hanya masalah kependudukan

Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/Kota Tahun 2000-2009

Sumber: SP2000 dan Hasil Proyeksi Supas 2005

Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005, Susenas 2007-2009

Uraian 2007 2008 2009

Jumlah Penduduk (jiwa) 715999 729962 743860

Pertumbuhan Penduduk (%) 1.98 1.95 1.90

Sex Ratio (%) 109.03 110.44 110.20

Jumlah Rumah Tangga (ruta) 168552 169439 169945

Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4.25 4.31 4.38

Penduduk menurut Kelompok Umur (%)

0-14 36.94 32.16 32.29

15-64 61.92 68.33 70.01

65+ 1.13 1.47 1.59

Tabel 3.1 Indikator Kependudukan

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Teluk Bintuni

Sorong Selatan

Sorong

Kota Sorong

Kaimana

Manokwari

Papua Barat

Fakfak

Teluk Wondama

Raja Ampat

PENDUDUK

Tahukah Anda? Provinsi Papua Barat memiliki rata-

rata pertumbuhan penduduk terbesar

ketiga (3,43%) di Indonesia selama

tahun 2000-2009 setelah Provinsi

Kepulauan Riau (4,27%) dan Provinsi

Riau (3,46%) (Statistik Indonesia,

2009).

Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat Terbesar Ketiga. Laju pertumbuhan penduduk Papua Barat tahun 2000-2009 menempati urutan ketiga di Indonesia, yaitu sebesar 3,43 persen. Urutan tersebut dibawah Provinsi Kepulauan Riau (4,27%) dan Provinsi Riau (3,46%).

3

Page 25: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

9 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

saja, tetapi dapat pula menimbulkan masalah sosial

dan kriminalitas. Perencanaan pembangunan yang

berbasis kependudukan sangat diperlukan untuk

mencegah atau mengatasi permasalahan yang akan

ditimbulkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat

pesat di masa mendatang.

Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut

kabupaten/kota dominan di dua daerah yaitu di

Kabupaten Manokwari (24%) dan Kota Sorong (23%).

Kota Sorong yang dahulu masih tergabung dengan

Kabupaten Sorong terkenal sebagai daerah yang kaya

dengan tambang minyak. Oleh sebab itu, daerah ini

menjadi daerah tujuan pencari kerja di Provinsi Papua

Barat. Selain itu, Kota Sorong menjadi pintu gerbang

bagi Provinsi Papua Barat karena terdapat bandar

udara dan pelabuhan kapal besar sebagai pintu masuk

penumpang dan barang dari dan ke Provinsi Papua

Barat. Di lain sisi, Kabupaten Manokwari semakin

padat ketika Papua Barat dimekarkan dari Provinsi

Papua dan Kabupaten Manokwari ditetapkan sebagai

ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Papua Barat.

Sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Manokwari

mulai membangun, mulai dari fasilitas pemerintahan,

pendidikan, kesehatan dan infrastruktur lainnya.

Kepadatan penduduk terbesar di Provinsi Papua

Barat berada di Kota Sorong yaitu sekitar 263 jiwa per

Km2 karena Kota Sorong memiliki wilayah terkecil

namun jumlah penduduk terbesar kedua di Provinsi

Papua Barat. Sementara kepadatan penduduk terkecil

adalah di Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Teluk

Wondama yaitu 3 jiwa per Km2.

Tahukah Anda? Provinsi Papua Barat memiliki rata-

rata kepadatan penduduk per Kilo

meter persegi terkecil di Indonesia.

Gambar 3.3 Persentase Distribusi Sebaran Penduduk 2009

9%

6% 3%

8%

24%8%

13%

6%

23%

Fakfak

Kaimana

Teluk Wondama

Teluk Bintuni

Manokwari

Sorong Selatan

Sorong

Raja Ampat

Kota Sorong

Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005

Gambar 3.4 Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Luas: Permendagri No 6 Thn 2008 Penduduk: Hasil Proyeksi Supas 2005

PENDUDUK

Penduduk Terpadat Papua Barat di Kabupaten Manokwari Kabupaten Manokwari menjadi wilayah terpadat di Provinsi Papua Barat dengan distribusi sebesar

23,77 persen, hanya beda tipis dengan Kota Sorong yang berada pada urutan kedua dengan distribusi sebesar 23,20 persen.

3

Page 26: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

10

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Berdasarkan rasio jenis kelamin (sex ratio),

jumlah penduduk Provinsi Papua Barat berjenis

kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan. Hal ini

terbukti dengan besarnya sex ratio penduduk pada

tahun 2007-2009 yang selalu berada diatas 100

persen. Sex ratio penduduk tahun 2007 sebesar

109,03 persen; tahun 2008 sebesar 110,44 persen;

dan pada tahun 2009 sebesar 110,20 persen.

Penduduk laki-laki di Provinsi Papua Barat yang

lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan salah

satunya diduga disebabkan migrasi masuk di Papua

Barat. Umumnya migrasi jarak jauh terjadi pada

penduduk berjenis kelamin laki-laki, dan penduduk

perempuan lazimnya bermigrasi pada jarak dekat

(Teori Migrasi Ravenstein). Disamping itu, faktor angka

kematian ibu (Mathernal Mortality Rate) disaat

malahirkan masih relatif tinggi terjadi di Provinsi Papua

Barat selaras dengan relatif tingginya penolong

kelahiran menggunakan jasa dukun/family/lainnya

yaitu mencapai 39,57 persen (Susenas, 2009).

Struktur dan komposisi penduduk dapat dilihat

dari piramida penduduk menurut kelompok umur di

wilayah tersebut. Dari komposisi sebaran penduduk

menurut kelompok umur tersebut Provinsi Papua Barat

termasuk sebagai struktur penduduk muda. Hal ini

tampak dari bentuk piramida penduduk dimana

penduduk lebih terdistribusi ke dalam kelompok umur

muda atau terjadi pelebaran pada alas piramida

penduduk. Selain itu dilihat dari besarnya median

umur, Provinsi Papua Barat tergolong pada penduduk

Gambar 3.6 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005-2015

Tahukah Anda? Rasio Jenis Kelamin (sex ratio)

penduduk Provinsi Papua Barat tahun

2009 adalah yang tertinggi ketiga di

Indonesia (110,2%), setelah Provinsi

Riau (111,3%) dan Provinsi Bangka

Belitung (110,7%).

Gambar 3.5 Sex Ratio Provinsi Papua Barat 2009

PENDUDUK

Penduduk Laki-laki 10 Persen Lebih Banyak daripada Perempuan. Berdasarkan Sex Ratio yang mencapai 110,20 persen, terlihat bahwa penduduk laki-laki 10 persen lebih banyak daripada penduduk perempuan. Salah satu penyumbangnya diduga akibat migrasi masuk lebih banyak berasal dari penduduk laki-laki.

3

(60000) (40000) (20000) 0 20000 40000 60000

0-4

10-14

20-24

30-34

40-44

50-54

60-64

70-74

Laki-laki Perempuan

Page 27: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

11 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

usia muda karena memiliki median umur 19,03 tahun.

Sedangkan kriteria penduduk usia muda adalah bila

median umur di suatu daerah ≤ 20 tahun.

Hal menarik lainnya yang dapat diamati dari

piramida penduduk Provinsi Papua Barat adalah

perkembangan arah pertumbuhan penduduk pada

kelompok umur 0-4 dan 5-9 tahun. Pada penduduk

kelompok umur 0-4 tahun jumlahnya lebih banyak dari

pada penduduk usia yang lebih tua yaitu pada

kelompok umur 5-9 tahun. Implikasi dari fenomena ini

adalah jika pemerintah daerah berhasil dalam

mempertahankan tingkat pertumbuhan yang rendah

atau lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya,

maka seharusnya penduduk pada kelompok umur 5-9

tahun jumlahnya lebih banyak dari pada penduduk

pada penduduk di kelompok umur 0-4 tahun. Saat ini

yang terjadi adalah sebaliknya, ukuran grafik bar pada

piramida penduduk kelompok umur 0-4 lebih panjang

dari kelompok umur 5-9 tahun. Hal ini membuktikan

bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi terutama

dari faktor fertilitas belum mampu terkontrol dengan

baik. Oleh karena itu, laju pertumbuhan penduduk

yang cenderung cepat, salah satunya dipicu oleh

tingkat fertilitas yang tinggi masih terjadi di Provinsi

Papua Barat.

Salah satu implikasi lain dari struktur umur muda

adalah tingkat beban ketergantungan yang tinggi.

Rasio ketergantungan (dependency ratio) digunakan

sebagai indikator yang secara kasar dapat

mengindikasikan keadaan ekonomi suatu daerah

tergolong sebagai daerah maju atau daerah sedang

Tahukah Anda?

Total Fertility Rate (TFR) Provinsi

Papua Barat (2,72) adalah tertinggi

kedua di Indonesia setelah Provinsi

NTT (2,87).

Angka Kematian Bayi/IMR (31,76)

Provinsi Papua Barat berada pada

peringkat keenam di Indonesia.

PENDUDUK

Tahukah Anda? Setiap hari terjadi penambahan sekitar

38 orang di Provinsi Papua Barat

selama tahun 2008-2009.

Perkembangan Fertilitas Perlu Mendapatkan Perhatian Pada kelompok umur 0-4 tahun dan 5-9 tahun dalam piramida penduduk terlihat semakin melebar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat fertilitas belum mampu dipertahankan dengan baik. Tergambar dalam piramida penduduk bahwa jumlah penduduk pada kelompok umur tersebut semakin tinggi.

Sumber: Image Google

3

Page 28: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

12

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu

indikator demografi yang penting. Semakin tingginya

persentase dependency ratio menunjukkan semakin

tingginya beban yang harus ditanggung penduduk

yang produktif untuk menanggung hidup penduduk

yang belum produktif dan tidak lagi produktif.

Sedangkan persentase dependency ratio yang

semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya

beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk

membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak

lagi produktif.

Gambar 3.8 memberikan informasi bahwa

persentase penduduk produktif dan non produktif baik

itu secara agregat maupun gender menunjukkan

kecenderungan yang sama. Baik itu penduduk laki-laki

maupun perempuan serta total penduduk

menunjukkan distribusi yang hampir sama.

Besarnya rasio ketergantungan Provinsi Papua

Barat mencapai 48,39 persen. Artinya dari 100 orang

yang masih produktif (15-64 tahun) harus menanggung

beban hidup sekitar 48 orang yang belum produktif (0-

14 tahun) dan tidak produktif (65 tahun keatas).

Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005

Laki-laki Perempuan L+P

30.46 31.76 31.08

67.72 67.02 67.39

1.82 1.22 1.53

0 - 14 15 - 64 65+

Gambar 3.8 Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur Produktif dan Non Produktif 2009

Tahukah Anda? Jumlah Penduduk Jawa Barat

(provinsi terpadat di Indonesia) 56

kali lipat jumlah penduduk Papua

B a r a t ( p r o v i n s i t e r j a r a n g

penduduknya di Indonesia).

►► Formulasi Dependency Ratio:

PENDUDUK

3 Sekitar 48 Orang Masih Ditanggung Penduduk Produktif. Dependency ratio Papua Barat sebesar 48,39 persen, srtinya sekitar 48 orang non produktif (usia 0-15 tahun dan 65 tahun keatas) beban hidupnya harus ditanggung oleh penduduk produktif (usia 15-64 tahun).

Laki-laki Perempuan L+P

47.67

49.20

48.39

Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005

Gambar 3.9 Dependency Ratio menurut Jenis Kelamin Provinsi Papua Barat 2009

Page 29: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

13 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Situasi ketenagakerjaan Provinsi Papua Barat

2009 ditandai dengan peningkatan penduduk usia

kerja. Sesuai dengan struktur penduduk Provinsi

Papua Barat yang tergolong dalam struktur penduduk

usia muda, maka perkembangan penduduk usia kerja

(15 tahun keatas) akan tumbuh relatif cepat. Penduduk

usia kerja meningkat dari 445.226 orang di tahun 2007

menjadi 514.293 orang di tahun 2009. Diantara

penduduk usia kerja tersebut 42,18 persen berada

pada usia muda 15-29 tahun.

Angkatan kerja tahun 2009 meningkat menjadi

352.385 orang dari 342.382 orang di tahun 2008 dan

296.146 orang di tahun 2007. Pada periode 2008-

2009, peningkatan angkatan kerja diikuti oleh

peningkatan penduduk yang bekerja namun jumlah

penduduk yang menganggur justru mengalami

peningkatan. Jumlah penduduk bekerja meningkat dari

316.117 orang di tahun 2008 menjadi 325.759 orang di

tahun 2009. Sementara jumlah penganggur meningkat

dari 26.189 orang di tahun 2008 menjadi 26.626 orang

di tahun 2009.

Konsep bekerja menggunakan ketentuan The one

hour criterion dari International Labour Organization

(ILO), dimana konsep ini digunakan secara

internasional supaya dapat diperbandingkan antar

wilayah dan antar periode.

Berdasarkan kelompok umur, penduduk yang

bekerja pada usia muda 15-29 tahun sebesar 32,20

persen. Sedangkan menurut jam kerja, sebanyak

68,50 persen memiliki jam kerja normal (35 jam keatas

dalam seminggu).

Tahukah Anda? Jumlah penduduk yang bekerja di

Provinsi Papua Barat adalah yang

terkecil di Indonesia, kontribusinya

terhadap jumlah penduduk yang

bekerja nasional hanya 0,31 persen.

Gambar 4.1 Skema Ketenagakerjaan

Usia Kerja (≥15 tahun)

PENDUDUK

Bukan Usia Kerja

Angkatan Kerja

Pengangguran

Bukan Angkatan Kerja

Sekolah Mengurus rumah Tangga Lainnya Bekerja

Sedang Bekerja

Mencari Pekerjaan

Mempersiapkan Usaha

Putus asa: Merasa Tidak Mungkin Mendapatkan

Pekerjaan

Sudah Mempunyai Pekerjaan Tetapi

Belum Mulai Bekerja

Sementara Tidak Bekerja

Pengangguran Kritis (< 15 Jam)

Setengah Pengangguran (< 15 Jam)

Jam Kerja Normal (≥ 35 Jam)

Setengah Pengangguran (15-34 Jam)

Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh

seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu

memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1

jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan

tersebut termasuk pula kegiatan tidak dibayar yang

membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.

4 KETENAGAKERJAAN

Peningkatan Angkatan Kerja Perlu Diwaspadai Peningkatan angkatan kerja seiring dengan pertumbuhan penduduk terutama usia muda perlu

diwaspadai karena lapangan kerja yang tercipta harus seimbang dengan kecepatan pertumbuhan angkatan kerja supaya angka pengangguran dapat ditekan.

Page 30: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

14

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Penduduk yang bekerja dengan jam kerja

dibawah 35 jam seminggu biasanya disebut dengan

pengangguran terselubung atau setengah

pengangguran. Di Provinsi Papua Barat sebanyak

29,18 persen penduduk yang bekerja termasuk

kedalam setengah pengangguran. Tingkat setengah

pengangguran mencapai 26,98 persen. Artinya dalam

setiap 100 orang angkatan kerja terdapat sekitar 27

orang yang berstatus setengah pengangguran.

Umumnya setengah pengagguran mempunyai

produktivitas yang rendah, sehingga perlu diwaspadai

dalam melihat jumlah penduduk yang bekerja sebab

dapat terjadi absolut penduduk yang bekerja tinggi

namun ternyata tercakup didalamnya setengah

pengangguran dalam jumlah yang tinggi pula.

Bila dilihat dari latar belakang pendidikan,

persentase penduduk yang bekerja ternyata sebagian

besar berpendidikan rendah. Sebesar 61,12 persen

penduduk yang bekerja berlatar belakang pendidikan

rendah (30,76 persen belum bersekolah/tidak tamat

SD dan 20,36 persen tamat SD). Diantara penduduk

yang bekerja hanya 8,61 persen yang berijazah

diploma dan sarjana.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meng-

gambarkan persentase penduduk 15 tahun ke atas

yang termasuk dalam angkatan kerja. TPAK Provinsi

Papua Barat terus mengalami peningkatan dari tahun

2007-2009. TPAK tahun 2009 meningkat menjadi

68,52 persen dari kondisi tahun 2008 dan 2007 (68,15

persen dan 66,52 persen).

Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009

Tabel 4.1 Indikator Ketenagakerjaan 2007-2009

Uraian Satuan 2007 2008 2009

Bekerja orang 268117 316193 325759

Pengangguran orang 28029 26189 26626

Angkatan kerja orang 296146 342382 352385

Penduduk Usia Kerja orang 445226 502400 514293

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

persen 9.46 7.65 7.56

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

persen 66.52 68.15 68.52

Setengah pengangguran orang 82508 105244 95055

Tingkat Setengah Pengangguran (TSP)

persen 27.86 30.74 26.98

Persentase Pekerja Informal

persen 63.48 66.23 67.18

Sumber: Sakernas Agustus, 2009

Gambar 4.2 Penduduk Bekerja menurut Pendidikan 2009

Dibawah SD, 30.76

SD, 20.36SLTP, 16.62

SLTA, 23.66

Diploma /Sarjana, 8.61

4 KETENAGAKERJAAN

Pekerja dengan Pendidikan Rendah Cukup Tinggi. Persentase Penduduk yang bekerja dengan latar belakang pendidikan rendah (belum pernah sekolah/tidak tamat SD dan tamat SD) mencapai 61,12 persen. Sedangkan pekerja yang berijazah Diploma/Sarjana hanya 8,61 persen.

Page 31: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

15 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

TPAK tertinggi 2009 dicapai oleh Kabupaten

Manokwari yaitu sebesar 79,26 persen. Artinya adalah

dari 100 orang penduduk usia kerja sekitar 79 orang

diantaranya termasuk dalam angkatan kerja.

Sementara TPAK terendah berada di Kabupaten

Fakfak yaitu hanya mencapai 55,78 persen.

Isu ketenagakerjaan yang paling disoroti adalah

masalah pengangguran. Secara ekonomi

pengangguran adalah produk dari ketidakmampuan

pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang

tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif

terbatas tidak sanggup menyerap ‟para pencari kerja‟

yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring

dengan laju pertumbuhan penduduk.

Indikator ini adalah ukuran pasar tenaga kerja

yang paling banyak digunakan di seluruh dunia dalam

mengukur keberhasilan ketenagakerjaan. Sesuai

dengan kesepakatan internasional, pengangguran

didefinisikan sebagai semua penduduk usia kerja yang

pada suatu referensi waktu tidak punya pekerjaan

(without work), sudah mempunyai pekerjaan tetapi

belum mulai bekerja (currently available for work), dan

sedang mencari pekerjaan (seeking for work).

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi

Papua Barat terus mengalami penurunan sejak tahun

2007. TPT menurun dari 9,46 persen di tahun 2007

menjadi 7,65 persen di tahun 2008, kemudian kembali

mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 7,56

persen. Artinya dalam setiap 100 orang angkatan kerja

terdapat 7-8 orang berstatus pengangguran.

40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

Manokwari

Sorong Selatan

Teluk Bintuni

Papua Barat

Sorong

Raja Ampat

Kaimana

Teluk Wondama

Kota Sorong

Fakfak

79.26

77.54

68.67

68.52

66.84

64.77

64.44

62.86

62.44

55.78

Sumber: Sakernas Agustus, 2009

Gambar 4.3 TPAK menurut Kabupaten/Kota 2009

Tahukah Anda? Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Provinsi Papua Barat Agustus 2009

(7,56 %) masih lebih rendah dari TPT

nasional (7,87%) pada periode yang

sama.

4 KETENAGAKERJAAN

Tingkat Pengangguran Terbuka Mengalami Penurunan Meskipun jumlah penganggur mengalami peningkatan namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

mengalami penurunan dari 7,65 persen di tahun 2008 menjadi 7,56 persen di tahun 2009.

Page 32: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

16

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

TPT menurut gender di tahun 2009 tercatat TPT

laki-laki lebih baik dari pada TPT perempuan. TPT laki-

laki sebesar 6,95 persen, sedangkan TPT perempuan

mencapai 8,69 persen. Lebih rendahnya TPT laki-laki

salah satunya diduga karena laki-laki terutama yang

berstatus sebagai kepala rumah tangga memiliki

tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anggota

rumah tangganya. Masih lebih tingginya TPT

perempuan menunjukkan masih belum tercapai

kesetaraan gender. Penurunan angka TPT

menunjukkan peningkatan kinerja di bidang

ketenagakerjaan. Semakin rendah angka TPT berarti

daya serap lapangan pekerjaan terhadap pencari kerja

semkain baik.

Capaian TPT Kabupaten Manokwari adalah yang

terendah di Provinsi Papua Barat, yaitu hanya 2,08

persen. Sedangkan TPT yang masih berada diatas 10

persen adalah Kabupaten Fakfak (16,08 persen) dan

Kota Sorong (15,45 persen). Dengan demikian maka

Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) di Kabupaten

Manokwari adalah yang tertinggi di Provinsi Papua

Barat, yaitu mencapai 97,92 persen. Artinya dari setiap

100 orang angkatan kerja maka terdapat sekitar 98

penduduk yang bekerja. Sementara TKK Kabupaten

Fakfak memiliki capaian terendah, yaitu hanya sebesar

83,92 persen.

Isu menarik lain terkait dengan pengangguran

adalah tentang pengangguran terdidik dan

pengangguran usia muda. Hal ini tidak saja terjadi di

tingkat nasional saja, namun juga terjadi di beberapa

provinsi di Indonesia termasuk Provinsi Papua Barat.

Tahukah Anda? A d a 2 0 i n d i k a t o r a s p e k

ketenagakerjaan yang diterbitkan

o l e h I n t e r n a t i o n a l L a b o u r Organization (ILO) yang bernama Key Indicators of The Labour Market (KILM).

Gambar 4.4 TPT menurut Kabupaten/Kota 2009

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00

Fakfak

Kota Sorong

Kaimana

Teluk Bintuni

Papua Barat

Raja Ampat

Teluk Wondama

Sorong

Sorong Selatan

Manokwari

16.08

15.45

9.91

8.91

7.56

5.38

5.22

4.97

3.45

2.08

75 80 85 90 95 100

Fakfak

Kota Sorong

Kaimana

Teluk Bintuni

Papua Barat

Raja Ampat

Teluk Wondama

Sorong

Sorong Selatan

Manokwari

83.92

84.55

90.09

91.09

92.44

94.62

94.78

95.03

96.55

97.92

Gambar 4.5 TKK menurut Kabupaten/Kota 2009

Sumber: Sakernas Agustus, 2009

Sumber: Sakernas Agustus, 2009

4 KETENAGAKERJAAN

TPT Kabupaten Manokwari Terendah TPT Kabupaten Manokwari sebesar 2,08 persen adalah yang terendah di Papua Barat. Sedangkan TPT tertinggi di Kabupaten Fakfak sebesar 16,08 persen.

Page 33: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

17 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Latar belakang tingkat pendidikan para

penganggur di Provinsi Papua Barat ternyata adalah

berasal dari penduduk yang berpendidikan tinggi.

Persentase terbesar pengangguran justru pada

pendidikan SLTA keatas (SLTA dan sarjana). Sebesar

68,49 persen pengangguran berasal dari latar

belakang pendidikan tersebut, yaitu 54,12 persen

berpendidikan SLTA dan 14,37 persen berpendidikan

sarjana. Bila ditinjau dari TPT menurut pendidikan,

TPT terdidik (SLTA dan sarjana) mencapai 14,78

persen atau bila dipisahkan maka TPT pendidikan

SLTA mencapai 15,75 persen dan TPT untuk sarjana

mencapai 12,01 persen. Bahkan semakin rendah level

pendidikan angka TPT-nya juga semakin rendah.

Rendahnya TPT pada level pendidikan rendah,

diduga karena penduduk yang berpendidikan ini

terserap pada lapangan pekerjaan di sektor pertanian

di perdesaan. Sementara untuk penduduk yang

berpendidikan tinggi merasa bahwa ekspektasi dengan

pendidikan tinggi lebih memilih-milih pekerjaan

(preferensi pekerjaan) sesuai dengan bidang yang

dipelajari. Tingginya angka pengangguran terdidik

dapat juga disebabkan oleh kurang berkualitasnya

lulusan yang dihasilkan dari lembaga pendidikan yang

ada. Sehingga pasar kerja tidak dapat menyerap para

pencari kerja karena tidak memenuhi kualifikasi

standar yang ditetapkan oleh perusahaan atau pasar

kerja. Kemungkinan lain adalah lulusan yang

dihasilkan sudah jenuh atau melimpah pada jurusan

pendidikan tertentu. Kemungkinan lain yang paling

berbahaya terhadap sustainable development adalah

Gambar 4.6 Persentase Pengangguran menurut Tingkat Pendidikan 2009

Dibawah SD, 6.85

SD, 8.45

SLTP, 16.21

SLTA, 54.12

Diploma /Sarjana, 14.37

Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009

< SD SD SLTP SLTA Dipl/Sarjana

1.79

3.28

7.38

15.75

12.01

Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009

Gambar 4.7 TPT menurut Tingkat Pendidikan 2009

TPT SLTA 15,75 persen artinya adalah dari setiap 100 orang

angkatan kerja yang berlatar belakang pendidikan SLTA

sebanyak 15-16 orang diantaranya berstatus pengangguran.

4 KETENAGAKERJAAN

Fenomena Pengangguran Terdidik Terjadi di Papua Barat Persentase pengangguran terdidik mencapai 68,49 persen (54,12 persen SLTA dan 14,37 persen

diploma/sarjana) dengan TPT terdidik sebesar 14,78 persen (15,75 persen SLTA dan 12,01 Diploma/Sarjana)

Page 34: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

18

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

kurang sinkronnya kebijakan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dalam mengatasi masalah

ketenagakerjaan, terutama penurunan jumlah

pengangguran pada batas yang wajar.

Pengangguran usia muda menjadi fenomena

yang harus dipecahkan oleh pemerintah daerah.

Persentase pengangguran berdasarkan kelompok

umur tercatat dari 26.626 pengangguran sebesar

75,43 persen berada pada usia muda 15-29 tahun

(batas usia kerja di Indonesia 15 tahun keatas) dan

37,21 persen diantaranya berada pada kelompok umur

20-24 tahun.

TPT usia muda sangat tinggi ditunjukkan pada

kelompok umur 15-29 tahun yang mencapai 16,07

persen, yaitu: TPT umur 15-19 tahun sebesar 19,89

persen; TPT umur 20-24 tahun sebesar 19,13 persen;

dan TPT umur 25-29 tahun sebesar 11,20 persen.

Pada kelompok usia tersebut memang terdapat

kemungkinan sedang menjalani masa tunggu (job

search period) sembari mencari pekerjaan setelah

lulus dari pendidikan. Jadi lulusan baru (fresh

graduate) tersebut kemungkinan sedang memulai

mencari pekerjaan bukan karena tidak ada lapangan

pekerjaan, namun dapat pula terjadi karena lapangan

kerja yang terbatas.

Dalam hal ini yang perlu diwaspadai adalah semakin

bertambahnya jumlah pengangguran karena semakin

bertambahnya penduduk yang memasuki usia kerja

yang akan menjadi angkatan kerja baru seiring dengan

pertumbuhan penduduk mengingat piramida penduduk

Papua Barat memiliki struktur penduduk muda.

Gambar 4.8 Pengangguran dan Angkatan Kerja menurut Kelompok Umur 2009

19.89

19.13

11.20

6.57

2.322.761.291.391.76

15 - 19

20 - 24

25 - 29

30 - 34

35 - 39

40 - 44

45 - 49

50 - 54

55 +

Gambar 4.9 TPT menurut Kelompok Umur 2009

Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009

Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009

Tahukah Anda? Upah Minimum Provinsi (UMP)

Provinsi Papua Barat adalah yang

terbesar ketiga (Rp. 1.421.814,-)

setelah Provinsi Papua dan NTB

(Kemenakertrans, 2010).

4 KETENAGAKERJAAN

Pengangguran Usia Muda Relatif Tinggi Pengangguran usia menjadi permasalahan yang harus diwaspadai mengingat peningkatan angkatan kerja semakin cepat seiring dengan pertumbuhan penduduk usia muda. Pengangguran usia 15-29 tahun sebesar 75,43 persen, dengan TPT usia 15-29 tahun sebesar 16,07 persen.

Page 35: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

19 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan

pekerjaan utama tahun 2007-2009 selalu didominasi

oleh sektor pertanian. Konttribusi sektor ini selalu

berada diatas 50 persen. Persentase pekerja di sektor

pertanian meningkat dari 55,69 persen di tahun 2007

menjadi 58,79 persen di tahun 2008. Namun di tahun

2009 pekerja di sektor ini menurun menjadi 56,60

persen. Tingginya kontribusi tenaga kerja di sektor

pertanian ternyata tidak memberikan share yang tinggi

terhadap pertumbuhan ekonomi Papua Barat. Dengan

kontribusi 56,60 persen dari total tenaga kerja ternyata

sektor pertanian hanya mampu menyumbangkan 3,36

persen pada pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua

Barat. Bandingkan dengan sektor industri dan sektor

konstruksi, dua sektor ini mampu memberikan

kontribusi 11,31 persen dan 13,16 persen terhadap

pertumbuhan ekonomi, meskipun share tenaga kerja

kedua sektor ini hanya 3,74 persen dan 4,77 persen

terhadap total penduduk bekerja. Hal ini membuktikan

bahwa sektor pertanian produktivitasnya masih sangat

rendah dalam perekonomian Papua Barat.

Penduduk bekerja berdasarkan status pekerjaan

utama menunjukkan bahwa status sebagai buruh/

karyawan/pegawai dan berusaha dibantu buruh tetap/

buruh dibayar adalah status pekerjaan yang paling

dominan di tahun 2007-2009. Di tahun 2009, status

pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai adalah

yang paling tinggi persentasenya yaitu mencapai 27,03

persen. Sementara pekerja bebas di sektor pertanian

merupakan status pekerjaan dengan persentase

terendah yaitu hanya 0,15 persen.

Tabel 4.2 Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2007-2009

Lapangan Pekerjaan Utama 2007 2008 2009

Pertanian 55.69 58.79 56.60

Pertambangan dan Penggalian

2.94 3.08 3.02

Industri Pengolahan 3.69 3.59 3.74

Listrik, Gas & Air Bersih 0.48 0.10 0.25

Bangunan 4.35 4.22 4.77

Perdagangan, Hotel dan Restoran

11.94 9.70 10.39

Pengangkutan dan Komunikasi

6.97 5.74 4.82

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

0.53 0.84 0.53

Jasa-jasa 13.41 13.94 15.89

Papua Barat 100.00 100.00 100.00

Status Pekerjaan Utama 2007 2008 2009

Berusaha sendiri 13.83 19.25 18.72

Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar

26.64 26.46 26.31

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar

1.85 2.39 1.74

Buruh/Karyawan/Pegawai 30.29 25.99 27.03

Pekerja Bebas di Pertanian 0.52 0.95 0.15

Pekerja Bebas di nonpertanian

1.00 1.63 1.71

Pekerja tidak dibayar/keluarga 25.87 23.33 23.00

Papua Barat 100.00 100.00 100.00

Tabel 4.3 Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama 2007-2009

Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009

Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009

4 KETENAGAKERJAAN

Pekerja di Sektor Pertanian Masih Dominan Persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dalam tiga tahun terakhir selalu menjadi

yang terbesar di Papua Barat. Persentasenya di tahun 2009 sebesar 56,60 persen.

Page 36: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

20

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Gambaran tentang tidak optimalnya kinerja sektor

pertanian tampak pada pengukuran Elastistas

Kesempatan Kerja (EKK). Pada sektor pertanian

(agriculture) justru mencatat nilai elastisitas yang

negatif, yaitu sebesar -1,08 persen. Hal tersebut

menunjukkan bahwa sektor pertanian inelastis, karena

setiap satu persen pertumbuhan ekonomi disektor

pertanian justru akan mengurangi tingkat kesempatan

kerja sebesar -1,08 persen. Hal tersebut juga dapat

diartikan bahwa sektor pertanian mulai kurang diminati.

Dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,26

persen dan laju pertumbuhan kesempatan kerja

sebesar 0,10 persen, elastisitas kesempatan kerja

Provinsi Papua Barat hanya mencapai 0,02 persen.

Artinya bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi

satu persen hanya akan menciptakan kesempatan

kerja sebesar 0,02 persen.

Elastisitas kesempatan kerja nasional tahun 2009

mencapai 0,13 persen. Meskipun sama-sama rendah

namun angka EKK nasional masih lebih baik

dibandingkan dengan EKK Papua Barat. Dengan EKK

sebesar 0,13 persen artinya setiap kenaikan satu

persen pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan

kesempatan kerja sebesar 0,13 persen.

Persentase pekerja informal di Provinsi Papua

Barat tahun 2007-2009 rata-rata sekitar dua kali lipat

pekerja formal. Pada tahun 2007 pekerja informal

sebesar 63,48 persen. Di tahun 2008 pekerja informal

meningkat menjadi 66,23 persen, selanjutnya di tahun

2009 kembali meningkat menjadi 67,18 persen.

KETENAGAKERJAAAN

Lapangan Pekerjaan Utama

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Pertumbuhan Kesempatan

Kerja (%)

Elastisitas Kesempatan

Kerja (%)

Agriculture 3.36 -3.64 -1.08

Manufacture 6.68 7.29 1.09

Services 8.39 4.76 0.57

Papua Barat 6.26 0.10 0.02

Tabel 4.4 Elastisitas Kesempatan Kerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

36.52 33.77 32.82

63.48 66.23 67.18

Formal Informal

Tabel 4.10 Persentase Pekerja Formal dan Informal 2009

Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009

Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009

Tahukah Anda? Di beberapa negara berkembang

Sektor Informal mampu menyerap

lebih banyak tenaga kerja dan mampu

menjadi pendorong penurunan

kemiskinan.

4 KETENAGAKERJAAAN

KETENAGAKERJAAN

Pekerja di Sektor Informal Dua Kali Lipat di Sektor Formal Pekerja di sektor informal meningkat dari 63,48 persen di tahun 2008 menjadi 67,18 persen di tahun 2009. Persentasenya lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan pekerja di sektor formal.

Page 37: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

21 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Situasi capaian pendidikan di Provinsi Papua

Barat dapat diketahui salah satunya dari ketersediaan

fasilitas pendidikan, terutama gedung sekolah dan

ketercukupan jumlah guru.

Jumlah sekolah SD/MI/Sederajat di Provinsi

Papua Barat sebanyak 853 unit, dengan jumlah murid

sebanyak 122.502 siswa dan 4.668 guru. Jumlah

bangunan gedung sekolah SD yang hanya berjumlah

853 unit artinya belum semua desa/kelurahan di Papua

Barat terdapat fasilitas SD karena jumlah desa/

kelurahan seluruhnya mencapai 1.361 buah (1.293

desa/68 kelurahan). Sementara pada level pendidikan

SLTP terdapat 197 sekolah, 2.496 guru, dan 37.616

murid. Secara rata-rata tiap kecamatan di Papua Barat

sudah terbangun sekolah sebab jumlah kecamatan di

Papua Barat sebanyak 154 kecamatan. Namun

kenyataannya tidak semua kecamatan tersebut telah

berdiri sekolah SLTP seperti contohnya di Kabupaten

Teluk Wondama yang tercatat memiliki 13 kecamatan

tetapi hanya memiliki 7 unit SLTP. Sementara itu, pada

jenjang pendidikan SLTA/Sederajat, jumlah sekolah

yang telah berdiri sebanyak 118 unit dengan jumlah

guru sebanyak 2.199 orang dan jumlah murid

sebanyak 29.154 siswa.

Semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin

ringan beban guru, hal ini terlihat dari kondisi rasio

jumlah murid terhadap jumlah guru. Seorang guru di

tingkat pendidikan SD memiliki beban mengajar 26-27

siswa, sedangkan seorang guru SLTP/Sederajat hanya

memiliki beban mengajar sebanyak 15-16 siswa, dan

untuk jenjang SMA/Sederajat seorang guru rata-rata

Tabel 5.1 Indikator Pendidikan 2009

Uraian SD/MI SLTP/MTs SMU/MA/SMK

Jumlah Sekolah 853 197 118

Jumlah Guru 4668 2496 2199

Jumlah Murid 122502 37616 29154

Rasio Murid Sekolah 143.61 190.94 247.07

Rasio Murid Guru 26.24 15.07 13.26

Sumber: Dinas Pendidikan Kab/Kota Provinsi Papua Barat, 2009

Tahukah Anda? Amanat konstitusi amandemen UUD

1945 yang kemudian ditegaskan dalam

UU No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat

(1 ) menya takan bahwa dana

pendidikan selain gaji pendidik dan

b i a y a p end i d i kan k ed i na san ,

dialokasikan minimal 20 persen dari

APBN pada sektor pendidikan dan

minimal 20 persen dari APBD.

5 PENDIDIKAN

Belum Seluruh Desa/Kelurahan Memiliki Fasilitas Sekolah Dasar Dari sekitar 1.361 desa/kelurahan di Papua Barat, jumlah sekolah SD yang telah berdiri hanya

sebanyak 853 unit sekolah. Artinya belum seluruh desa/kelurahan memiliki Sekolah Dasar.

Page 38: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

22

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

5 hanya memiliki beban mengajar 13-14 siswa.

Sebaliknya, pada rasio murid terhadap sekolah,

semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin

besar murid yang harus ditampung. Pada jenjang

pendidikan SD rasio jumlah murid terhadap jumlah

sekolah mencapai 143,61, artinya rata-rata setiap

sekolah SD di Papua Barat memiliki jumlah murid

sebanyak 143-144 siswa atau bila setiap sekolah

memiliki 6 kelas maka setiap kelas rata-rata

menampung sebanyak 23-24 siswa. Untuk jenjang

pendidikan SLTP/Sederajat, setiap sekolah memiliki

rata-rata sebanyak 190-191 siswa. Pada jenjang

pendidikan SLTA/Sederajat rasionya mencapai 247,07

artinya rata-rata setiap sekolah SLTA/Sederajat di

Papua Barat harus menampung sekitar 247-248 siswa.

Angka melek huruf di Papua Barat meningkat dari

90,32 persen di tahun 2007 menjadi 92,15 persen di

tahun 2008. Peningkatan kembali terjadi di tahun 2009

menjadi 92,34 persen. Bila dibandingkan secara

gender, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009

angka melek huruf laki-laki selalu lebih tinggi dari pada

perempuan. Meskipun keduanya selalu meningkat

namun perbedaannya cukup signifikan. Sebagai

contoh angka melek huruf laki-laki tahun 2009 telah

mencapai 95,57 persen, sedangkan angka melek huruf

perempuan hanya 90,13 persen.

Rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua Barat

tahun 2009 baru mencapai 8,01 tahun, lebih baik dari

kondisi tahun sebelumnya yaitu 7,20 tahun (2006);

7,65 tahun (2007); dan 7,67 tahun (2008). Rata-rata

lama sekolah 8,01 tahun artinya rata-rata penduduk

Gambar 5.2 Rata-rata Lama Sekolah 2006-2009

Sumber: Olahan Susenas, 2006-2009

2007 2008 2009

92.69 93.01

95.57

87.86 88.35

90.13

90.32

92.15 92.34

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

Gambar 5.1 Angka Melek Huruf 2007-2009

Sumber: Olahan Susenas, 2007-2009

PENDIDIKAN

Rata-rata Murid Putus Sekolah di Kelas 3 SLTP Rata-rata lama sekolah di Papua Barat tahun 2009 adalah 8,01 tahun, artinya rata-rata penduduk yang bersekolah hanya mampu menyelesaikan sekolah samapi dengan kelas 2 SLTP atau putus ketika sampai di kelas 3 SLTP.

7.20

7.65 7.67

8.01

2006 2007 2008 2009

Page 39: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

23 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Papua Barat hanya bersekolah sampai dengan kelas

dua SLTP atau putus sekolah setelah di kelas tiga

SLTP. Padahal menurut sistem pendidikan nasional

mengisyaratkan pendidikan dasar 9 tahun. Jadi rata-

rata lama sekolah tersebut harus segera diperbaiki,

salah satu caranya adalah memberikan pendidikan

gratis bagi siswa yang tidak mampu agar tidak putus

sekolah ditengah jalan.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) digunakan untuk

mengetahui seberapa besar penduduk pada usia

tertentu telah berpartisipasi untuk menempuh

pendidikan melalui sekolah-sekolah yang telah

disediakan oleh pemerintah maupun swasta.

Angka partisipasi sekolah 7-12 tahun 2009 hanya

mencapai 93,35 persen, artinya hanya sebesar 93,35

persen penduduk berusia 7-12 yang bersekolah.

Maknanya masih terdapat sebesar 6,65 persen

penduduk pada usia tersebut yang tidak bersekolah.

Angka partisipasi sekolah semakin menurun searah

dengan semakin tinggi kelompok usia sekolah. Angka

partisipasi sekolah 13-15 tahun menurun menjadi

88,59 persen. Pada kelompok usia sekolah 16-18

tahun angka partisipasi sekolah hanya tinggal 57,96

persen. Sedangkan pada kelompok usia sekolah 19-24

tahun angka partisipasinya semakin rendah, yaitu

hanya mencapai 12,72 persen. Semakin rendahnya

angka partisipasi sekolah tersebut memberikan fakta

bahwa semakin tinggi kelompok usia sekolah maka

semakin tinggi angka putus sekolahnya.

Angka partisipasi Kasar SD tahun 2009 mencapai

117,50 persen, berarti masih banyak murid SD yang

Gambar 5.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kelompok Umur 2007-2009

Sumber: Susenas, 2007-2009

92 93 94

07

08

09

92.64

93.18

93.35

7-12

86 87 88 89

07

08

09

87.58

88.75

88.59

13-15

57 57.5 58

07

08

09

57.84

57.53

57.95

16-18

0 30 60 90 120

APK

APM

117.5

91.25

66.29

49.03

62.04

43.55

8.41

6.25PT SLTA SLTP SD

Gambar 5.4 Angka Partisipasi Sekolah (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Tingkat Pendidikan 2009

Sumber: Olahan Susenas, 2009

5 PENDIDIKAN

APS Semakin Menurun Searah dengan Tingkat Umur Sekolah Angka Partisipasi Sekolah (APS) berangsur menurun searah dengan tingkat umur sekolah. Di

tahun 2009, APS 7-12 tahun (93,35 %). APS 13-15 tahun (88,59 %), APS 16-18 tahun (57,95 %) dan APS 19-24 tahun (12,72 %).

Page 40: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

24

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

►►DEFINISI:

Angka Melek Huruf (AMH) adalah Perbandingan

antara jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang

dapat membaca dan menulis dengan jumlah

penduduk usia 15 tahun keatas.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 tahun

adalah perbandingan antara penduduk usia 7-12

tahun yang masih sekolah terhadap jumlah

penduduk usia 7-12 tahun.

APS 13-15 tahun adalah perbandingan antara

penduduk usia 13-15 tahun yang masih sekolah

terhadap jumlah penduduk usia 13-15 tahun.

APS 16-18 tahun adalah perbandingan antara

penduduk usia 16-18 tahun yang masih sekolah

terhadap jumlah penduduk usia 16-18 tahun.

Angka Partisipasi Kasar (APK) SD adalah

perbandingan antara jumlah penduduk yang sedang

bersekolah SD terhadap jumlah penduduk usia 7-12

tahun

APK SLTP adalah perbandingan antara jumlah

penduduk yang sedang bersekolah SLTP terhadap

jumlah penduduk usia 13-15 tahun

APK SLTA adalah perbandingan antara jumlah

penduduk yang sedang bersekolah SLTA terhadap

jumlah penduduk usia 16-18 tahun

Angka Partisipasi Murni (APM) SD adalah

perbandingan antara jumlah penduduk yang sedang

bersekolah SD usia 7-12 tahun terhadap jumlah

penduduk usia 7-12 tahun

APM SLTP adalah perbandingan antara jumlah

penduduk yang sedang bersekolah SLTP usia 13-15

tahun terhadap jumlah penduduk usia 13-15 tahun

APM SLTA adalah perbandingan antara jumlah

penduduk yang sedang bersekolah SLTA usia 16-18

tahun terhadap jumlah penduduk usia 16-18 tahun

be rada d i l ua r ba tas

kelompok umur 7-12 tahun,

baik itu kurang dari 7 tahun

atau diatas 12 tahun. Diduga

untuk kasus di tanah Papua

lebih banyak penduduk yang

berada d ia tas batas

k e l o m p o k u m u r i n i

bersekolah pada kelompok umur yang lebih rendah.

Angka Partisipasi Murni adalah indikator

menunjukkan persentase penduduk yang tepat

bersekolah pada kelompok umur yang sesuai.

Diketahui bahwa pada tingkat pendidikan SD

persentase penduduk yang bersekolah SD tepat pada

usia sekolah SD sebesar 91,25 persen. Artinya masih

ada 8,75 persen penduduk yang tepat berusia sekolah

SD 7-12 tahun sedang tidak bersekolah.

Pada APM dan APK terlihat bahwa pada jenjang

pendidikan SD memiliki persentase yang tinggi, namun

begitu memasuki jenjang pendidikan SLTP nilai

tersebut anjlok sangat tajam. Hal ini sejalan dengan

rata-rata lama sekolah yang hanya berada pada nilai

8,01 tahun atau rata-rata penduduk putus sekolah

pada jenjang pendidikan SLTP. Nilai APM dan APK

yang menurun sangat tajam juga terjadi pada jenjang

pendidikan perguruan tinggi. APK dan APM perguruan

tinggi hanya sebesar 8,41 persen dan 6,25 persen.

Bandingkan dengan angka APK dan APM SLTA

sebesar 62,04 persen dan 43,55 persen. Hal ini

menunjukkan partisipasi sekolah untuk perguruan

tinggi masih sangat rendah.

5 PENDIDIKAN

APK Sekolah Dasar Lebih dari 100 Persen. APK SD Papua Barat taun 2009 mencapai 117,50 persen, artinya sebesar 17,50 persen penduduk berusia diluar 7-12 tahun bersekolah SD. Diduga banyak anak sekolah SD memiliki umur diatas usia 7-12 tahun.

Page 41: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

25 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Angka harapan hidup (AHH) umumnya digunakan

untuk mengukur derajat kesehatan suatu wilayah. AHH

dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir. AHH

Provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. AHH Provinsi Papua Barat tahun

2008 sebesar 67,90 tahun meningkat 0,3 tahun dari

kondisi tahun sebelumnya sebesar 67,60 tahun. Di

tahun 2009, AHH Papua Barat kembali meningkat 0,3

tahun menjadi 68,20 tahun.

Angka harapan hidup per tahun di Provinsi Papua

Barat tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam satu

periode jangka waktu satu tahun. Hal ini berarti bahwa

kondisi angka kematian bayi (infant mortality rate) di

Provinsi Papua Barat termasuk dalam kategori

Hardrock, artinya dalam waktu satu tahun penurunan

angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi. Sehingga

implikasinya adalah angka harapan hidup yang

dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir

menjadi lambat untuk mengalami kemajuan.

Jumlah rumah sakit di Papua Barat selama 2007-

2008 hanya sebanyak 10 unit, sedangkan di tahun

2009 jumlahnya bertambah menjadi 13 unit.

Berdasarkan kepemilikannya, 6 rumah sakit adalah

milik pemerintah, 4 rumah sakit milik swasta, dan 3

rumah sakit milik TNI. Belum semua kabupaten di

Papua Barat memiliki rumah sakit sendiri. Dari 13

rumah sakit tersebut, enam diantaranya berada di Kota

Sorong dan tiga unit berada di Manokwari. Kabupaten

Raja Ampat, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten

Teluk Wondama, Kabupaten Maybrat, dan Kabupaten

Tambrauw justru belum memiliki rumah sakit. Dilihat

Tabel 6.1 Indikator Kesehatan 2007-2009

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dan Susenas, 2007-2009

Uraian 2007 2008 2009

Angka Harapan Hidup 67.60 67.90 68.20

Jumlah Rumah Sakit 10 10 13

Jumlah Puskesmas 76 94 105

Jumlah Pustu 334 339 339

Jumlah Polindes 217 185 218

Jumlah Puskesmas Keliling 69 93 141

Persentase Penolong Kelahiran dengan Medis (%)

55.99 57.83 60.43

Gambar 6.1 Jumlah Rumah Sakit 2006-2009

2006

2007

2008

2009

444

6

44

44

2

2

23

Pemerintah Swasta TNI

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, 2009

Tahukah Anda? NCDR / Newly Case Detecting Rate

(sebagai indikator eliminasi) tertinggi

di Indonesia untuk penyakit Kusta

adalah di Provinsi Papua Barat.

6 KESEHATAN

Belum Seluruh Kabupaten di Papua Barat Memiliki Rumah Sakit Dari 11 kabupaten/kota di Papua Barat telah berdiri 13 unit rumah sakit dimana 9 unit diantaranya

hanya berada di Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong. Beberapa kabupaten bahkan belum memiliki fasilitas rumah sakit.

Page 42: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

26

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

dari rasio penduduk terhadap rumah sakit tercatat

Kabupaten Sorong memiliki rasio yang paling besar,

yaitu 1 : 90.970, artinya satu rumah sakit di Kabupaten

Sorong harus melayani sebanyak 90.970 penduduk.

Atau dengan kata lain karena jumlah rumah sakit di

kabupaten tersebut hanya satu, maka satu unit rumah

sakit tersebut harus melayani semua penduduk yang

berada di Kabupaten Sorong.

Fasilitas kesehatan lain seperti puskesmas,

puskesmas pembantu dan polindes sangat diperlukan

untuk menunjang kualitas kesehatan masyarakat

sampai pada level wilayah administrasi desa/

kelurahan. Dari total 154 kecamatan di Papua Barat

ternyata jumlah puskesmas hanya mencapai 105 unit.

Idealnya jumlah puskesmas dalam satu kecamatan

minimal harus ada satu unit puskesmas, namun

kondisi ini belum terpenuhi sehingga belum semua

kecamatan di Papua Barat memiliki fasilitas kesehatan

ini. Begitupun dengan fasilitas puskesmas pembantu

dan polindes, jumlahnya belum setara dengan jumlah

kelurahan/desa di Papua Barat yang mencapai 1.361

desa/kelurahan (1293 desa dan 68 kelurahan),

padahal jumlah puskesmas pembantu hanya 339 unit

dan polindes 218 unit.

Ketersediaan tenaga kesehatan juga merupakan

kebutuhan yang bersifat urgen selain fasilitas sarana

kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan, khususnya

tenaga dokter sangat minim jumlahnya. Untuk

melayani seluruh penduduk Papua Barat, jumlah

dokter yang tersedia hanya 148 orang, yang terdiri dari

21 dokter ahli atau spesialis, 108 dokter umum, dan 19

Tabel 6.2 Jumlah Dokter menurut Jenisnya dan Rasio Penduduk terhadap Dokter 2009

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, 2009

Kabupaten/Kota Dokter

Jumlah Rasio

Penduduk per Dokter Spesialis Umum Gigi

Fakfak 3 27 3 33 2064

Kaimana - 4 2 6 7135

Teluk Wondama - 4 - 4 5892

Teluk Bintuni - 5 2 7 7972

Manokwari 7 32 7 46 3845

Sorong Selatan - 9 1 10 6258

Sorong 4 5 - 9 11079

Raja Ampat - 12 1 13 3220

Kota Sorong 7 10 3 20 8628

Papua Barat 21 108 19 148 5026

Gambar 6.2 Jumlah Rumah Sakit dan Rasio Penduduk terhadap Rumah Sakit per 10.000 penduduk Tahun 2009

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat (jumlah rumah sakit), 2009

6

Tahukah Anda? Hampir sepertiga kecamatan di

Provinsi Papua Barat tidak memiliki

fasilitas Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas)

KESEHATAN

Rata-rata Seorang Dokter Melayani 5.026 Orang. Seorang dokter di Papua Barat rata-rata harus melayani sekitar 5.026 orang karena jumlah penduduk mencapai 743.860 orang sedangkan jumlah dokter hanya 148 orang.

Page 43: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

27 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

dokter gigi. Artinya, rasio beban kerja seorang dokter

di Papua Barat harus melayani sekitar 5.026 orang.

Rasio penduduk terhadap dokter yang paling kritis

terjadi di Kabupaten Sorong. Di daerah ini satu orang

dokter harus melayani sampai 11.079 orang. Namun

masyarakat Kabupaten Sorong yang berdekatan

wilayahnya dengan Kota Sorong sebagian juga

memanfaatkan jasa kesehatan dari rumah sakit yang

berada di Kota Sorong. Sementara itu Kabupaten

Fakfak memiliki rasio penduduk terhadap dokter

terkecil dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya,

yaitu seorang dokter melayani sekitar 2.064 orang.

Diantara kabupaten di Papua Barat bahkan ada yang

tidak memiliki dokter spesialis dan dokter gigi, seperti

di Kabupaten Teluk Wondama.

Persentase penolong kelahiran akhir balita di

Papua Barat yang ditolong oleh bukan tenaga medis

(dukun, family, dan lainnya) di tahun 2009 mencapai

39,57 persen. Kondisi ini masih lebih baik

dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai

43,71 persen. Tingginya persentase penolong

kelahiran selain tenaga medis (dokter, bidan, dan

tenaga medis lainnya) diduga menjadi salah satu

penyebab tingginya IMR di Provinsi Papua Barat.

Status gizi buruk pada balita di Papua Barat tahun

2007 tercatat mencapai 6,8 persen, sedangkan gizi

kurang mencapai 16,4 persen. Angka ini masih diatas

angka nasional yang hanya mencapai 5,4 persen dan

13,0 persen. Sementara status gizi normal dan lebih

sebesar 76,9 persen atau masih berada dibawah

angka nasional yang mencapai 81,5 persen.

Gambar 6.3 Persentase Penolong Kelahiran Akhir Balita Provinsi Papua Barat 2008-2009

Gambar 6.4 Persentase Status Gizi Balita Provinsi Papua Barat dan Nasional 2007

Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2007, Departemen Kesehatan RI, 2007

Sumber: Susenas, 2009

Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Normal Gizi Lebih

6.8

16.4

74.2

2.75.4

13.0

77.2

4.3

Papua Barat Nasional

0 10 20 30 40 50

Dokter

Bidan

Tenaga Medis Lain

Dukun

Famili Lain

Lainnya

12.25

42.53

5.65

27.26

11.2

1.11

7.74

45.95

2.6

25.39

17.25

1.07 2008 2009

Tahukah Anda? Salah satu tujuan dari MDGs adalah

menurunkan angka kematian anak.

KESEHATAN

Penolong Kelahiran Dibantu Bukan Tenaga Medis Relatif Tinggi Persentase penolong kelahiran terakhir dibantu selain tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga

medis lainnya) mencapai 39,57 persen. Diantara penolong kelahiran tersebut peran dukun mencapai 27,26 persen.

6

Page 44: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

28

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Gambar 6.5 Peringkat Empat Besar AMI Tertinggi di Indonesia Tahun 2008

Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2008

Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium

Development Goals/MDGs) dalam tujuan nomor enam

disebutkan memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit

menular lainnya sampai dengan target yang ditetapkan

pada tahun 2015. HIV/AIDS dan Malaria merupakan

ancaman serius di tanah Papua. Provinsi Papua

memiliki angka prevalensi HIV/AIDS tertinggi di

Indonesia, sedangkan insiden malaria (AMI) tertinggi di

Indonesia adalah di Provinsi Papua Barat (2008).

Jumlah kumulatif penderita AIDS di Papua Barat

tidak sebanyak di Papua, jumlahnya pada kondisi

Desember 2009 tercatat hanya 58 orang dengan

jumlah meninggal sebanyak 19 orang, dengan angka

prevalensi 10,24 orang per 100.000 penduduk.

Jumlah penderita Malaria di Provinsi Papua Barat

tahun 2006 sebesar 138.901 orang, selanjutnya pada

tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 242.722

orang. Namun pada tahun 2009 jumlah penderita

malaria kembali menurun menjadi 117.466 orang.

Bila dilihat dari sisi Angka Kejadian Malaria

(Annual Malaria Incident / AMI), Papua Barat selalu

menempati peringkat pertama di Indonesia. AMI di

Papua Barat tahun 2006-2008 adalah sebesar 198,02;

346,04; dan 167,46 orang per 1.000 penduduk.

Pada tahun 2009, ada enam provinsi yang

termasuk daerah endemi tinggi malaria, yaitu Maluku,

Maluku Utara, Papua, Sumatera Utara (Kabupaten

Nias dan Nias Selatan), Nusa Tenggara Timur

termasuk Papua Barat. Daerah endemis tinggi terjadi

apabila nilai AMI mencapai 50 per 1000 penduduk.

HIV/AIDS dan Malaria

0

30

60

90

120

150

180

Papua Barat NTT Papua Maluku Utara

167.47

104.1

84.74

51.42

TUJUAN MDGs:

1. Menanggulangi Kemiskinan dan kelaparan.

2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua.

3. Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan

perempuan.

4. Menurunkan Kematian Anak.

5. Meningkatkan Kesehatan ibu.

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit

menular lainnya.

7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup.

8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.

Tahukah Anda?

Malaria adalah penyakit menular

nomor enam terbanyak yang

menyebabkan kematian.

Provinsi Papua Barat memiliki AMI

(Annual Malaria Incidence) tertinggi

di Indonesia (167,47 per 1000

orang (Kemenkes, 2008)

6 KESEHATAN

Provinsi Papua Barat Daerah Endemik Malaria Provinsi Papua Barat menjadi salah satu daerah endemik Malaria. AMI (Annual Malaria Incidence) Papua Barat adalah yang tertinggi di Indonesia dimana mencapai 167,46 per 1000 orang.

Page 45: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

29 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Perumahan atau tempat tinggal yang layak

merupakan salah satu kebutuhan dasar hidup

manusia. Rumah dikategorikan sebagai kebutuhan

dasar karena pengaruhnya sangat krusial bagi

kelangsungan hidup seseorang. Salah satu indikator

untuk penghitungan garis kemiskinan adalah

kebutuhan dasar akan tempat tinggal.

Rumah dikatakan tidak layak huni jika memenuhi

kriteria: (1) Luas lantai per kapita < 4 m2 untuk

perkotaan dan < 10 m2 untuk perdesaan; (2) Jenis atap

rumah terbuat dari daun atau lainnya; (3) Jenis dinding

rumah terbuat dari bambu atau lainnya; (4) Jenis lantai

tanah; (5) Tidak memiliki fasilitas buang air besar (WC)

sendiri; (6) Sumber penerangan bukan listrik; dan (7)

Jarak sumber air minum utama ke tempat

pembuangan tinja kurang dari 10 meter.

Secara umum kondisi perumahan tahun 2009 di

Provinsi Papua Barat mengalami perbaikan kualitas

dibandingkan tahun 2008. Pada tahun 2009, rumah

tangga yang telah memiliki rumah dengan status milik

sendiri baru mencapai 67,71 persen, atau membaik

dari kondisi tahun 2008 yang hanya sebesar 59,01

persen. Sedangkan untuk status sewa 7,28 persen,

kontrak 1,55 persen, dan lainnya (dinas, bebas sewa,

milik family, lainnya) 23,46 persen.

Kondisi perumahan juga mengalami perbaikan

kualitas dilihat dari sisi luas lantai. Di tahun 2008

rumah tangga yang memiliki luas lantai kurang dari 10

m2 sebesar 2,96 persen, di tahun 2009 hanya tinggal

0,36 persen saja. Dilihat dari sisi jenis lantai terluas,

rumah tangga yang berlantai jenis tanah berkurang

Tabel 7.1 Indikator Perumahan dan Lingkungan 2008-2009

Sumber: Susenas, 2008-2009

Uraian 2008 2009

Kepemilikan Rumah (%) Milik Sendiri 59.01 67.71

Kontrak 3.18 1.55

Sewa 13.77 7.28

Lainnya 24.04 23.46

Luas Lantai (%)

< 10 2.96 0.36

≥ 10 97.04 99.64

Jenis Lantai Terluas (%)

Bukan Tanah 91.08 91.60

Tanah 8.92 8.40

Jenis Dinding Terluas (%)

Tembok 51.34 52.27

Kayu 43.51 43.34

Bambu 1.02 1.32

Lainnya 4.14 3.07

Jenis Atap Terluas (%)

Beton 2.02 1.24

Genteng 1.31 1.96

Kayu Sirap 0.44 0.39

Seng 87.03 85.29

Ijuk/Rumbia 6.82 6.4

Lainnya 2.38 4.72

7 PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN

Secara Umum Kualitas Perumahan Mengalami Perbaikan Beberapa indikator perumahan mengalami perbaikan kondisi diantaranya luas lantai ≥ 10 m2

menjadi 99,64 persen, jenis lantai terluas bukan tanah bertambah menjadi 91,60 persen,

Rumah Kaki Seribu (salah satu rumah adat di tanah Papua) Sumber: Image Google

Page 46: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

30

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

0

10

20

30

40

50

Sendiri Bersama Umum Tidak Ada

46.65

23.95

18.61

10.79

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga menurut Penggunaan Air Bersih 2009

Sumber: Susenas, 2009

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga menurut

Sumber: Susenas, 2009

PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN

menjadi 8,40 persen dibandingkan dengan kondisi

tahun 2008 yaitu sebesar 8,92 persen. Jumlah rumah

tangga dengan dinding terluas dari tembok mengalami

peningkatan dari 51,34 persen di tahun 2008 menjadi

52,27 persen di tahun 2009. Meskipun dinding terluas

dari jenis bambu mengalami peningkatan tipis dari 1,02

persen menjadi 1,32 persen, namun setidaknya

dinding dengan jenis lainnya mengalami penurunan

persentase dari 4,14 persen menjadi 3,07 persen.

Penggunaan atap seng paling banyak digunakan

di Papua Barat, yaitu mencapai 87,03 persen di tahun

2008 dan 85,29 persen di tahun 2009. Penggunaan

bahan jenis ijuk/rumbia mengalami penurunan

persentase dari 6,82 persen menjadi 6,40 persen. Atap

jenis ini sudah mulai ditinggalkan karena bahan seng

semakin mudah diperoleh. Disamping itu, pemerintah

daerah memberikan rumah bantuan sosial yang lebih

layak huni bagi penduduk miskin terutama yang tinggal

di pedalaman.

Persentase terbesar rumah tangga pengguna air

bersih memiliki sendiri fasilitas ini, yaitu sebesar 46,65

persen dari total rumah tangga. Sementara 23,95

persen menggunakan air bersih secara bersama dan

18,61 persen masih menggunakan fasilitas umum

untuk memperoleh air bersih. Sedangkan 10,79 persen

rumah tangga bahkan tidak terdapat akses terhadap

air bersih.

Salah satu indikator rumah layak huni adalah

memiliki fasilitas tempat buang air besar (WC) sendiri.

Kondisi ini terkait dengan kebersihan lingkungan

perumahan. Sebanyak 59,49 persen rumah tangga di

Sepuluh Persen Rumah Tangga Tidak memiliki Fasilitas Air Bersih Belum semua rumah tangga di Papua Barat memiliki fasilitas air bersih sendiri, masih ada sekitar 10,79 persen yang tidak memiliki fasilitas air bersih, 18,61 persen menggunakan failitas umum dan 23,90 persen menggunakan fasilitas air bersih bersama.

7

59.49 12.37

10.98

17.16

Sendiri Bersama Umum Tidak ada

Page 47: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

31 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Papua Barat telah memiliki tempat pembuangan air

besar sendiri; 12,37 persen menggunakan fasilitas

buang air besar bersama; 10,98 persen masih

menggunakan tempat buang air besar umum; dan

17,16 persen bahkan tidak memiliki fasilitas

pembuangan air besar.

Penggunaan bahan bakar untuk memasak

sebagian besar rumah tangga di Papua Barat

menggunakan kayu bakar, yaitu sebesar 55,25 persen.

Penggunaan kayu bakar terutama pada rumah tangga

di pedesaan. Sedangkan pengguna minyak tanah

sebesar 41,25 persen terutama untuk masyarakat di

perkotaan. Penggunaan bahan bakar gas masih

sangat jarang digunakan. Selain harganya mahal, jenis

bahan bakar ini tersedia dalam jumlah yang terbatas,

hanya dijual di kota-kota besar seperti Kota Sorong,

Kabupaten Fakfak, dan Kabupaten Manokwari.

Penggunaan sumber penerangan rumah tangga

di Provinsi Papua Barat hanya 57,67 persen yang

menggunakan listrik PLN. Belum seluruh desa di

Papua Barat teraliri listrik dan belum seluruh

kabupaten mendapatkan pasokan listrik 24 jam dalam

sehari. Masyarakat yang tidak teraliri listrik penuh 24

jam biasanya menggunakan listrik non PLN seperti

genset untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik.

Untuk desa-desa yang tidak teraliri listrik terutama di

daerah yang jauh dari ibukota kabupaten umumnya

menggunakan pelita/sentir/obor. Persentase rumah

tangga yang menggunakan jenis penerangan tersebut

mencapai 27,21 persen.

Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan 2009

Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga menurut Bahan Bakar Memasak 2009

Sumber: Susenas, 2009

57.67

11.31

3.06

27.21

0.74

PLN Non PLN Petromak/ aladin Pelita/sentir/ oborPelita/sentir/ obor Lainnya

Sumber: Susenas, 2009

3.04

41.25

55.25

0.240.23

Gas/LPGGas/LPG Minyak TanahMinyak Tanah Kayu BakarKayu Bakar Arang/BriketArang/Briket Lainnya

PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN

Kayu Bakar Masih Menjadi Bahan Bakar Utama Rumah Tangga Bahan bakar utama 55,25 persen rumah tangga menggunakan kayu bakar untuk memasak.

Sedangkan 41,25 persen rumah tangga menggunakan bahan bakar minyak tanah. Penggunaan gas/LPG masih menjadi hal langka di Papua Barat, pemakainnya hanya 3,04 persen.

7

Page 48: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

32

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan

(1) (2) (3) (4)

Angka Harapan Hidup 85 25 Standar UNDP

Angka Melek Huruf 100 0 Standar UNDP

Rata-rata Lama

Sekolah 15 0

UNDP menggunakan Combined

Gross Enrollment Ratio

Daya Beli 732.720a 300.000 UNDP menggunakan PDB riil per

kapita yang telah disesuaikan 360.000b

a) Perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018

b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan yang baru

Pengukuran kinerja pembangunan seringkali

identik dengan nominal PDRB dan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi. Padahal asumsi tersebut tidak

selamanya efektif. Pertumbuhan ekonomi tinggi namun

tidak berkualitas kadang gagal dalam mengentaskan

kemiskinan dan menekan angka pengangguran.

Apalagi tanpa disertai dengan pemerataan distribusi

pendapatan masyarakat. Diperlukan sebuah parameter

lainnya yang bersama-sama dapat digunakan sebagai

alat ukur keberhasilan pembangunan. Paradigma baru

muncul untuk mengukur pembangunan dari sisi

manusia atau dikenal dengan indeks pembangunan

manusia (IPM).

IPM adalah indeks komposit yang terbentuk atas

empat komponen indikator, yaitu angka harapan hidup,

angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan

kemampuan daya beli/purchasing power parity (PPP).

Indikator angka harapan hidup merefleksikan dimensi

hidup sehat dan umur panjang. Indikator angka melek

huruf dan rata-rata lama sekolah merepresentasikan

output dari dimensi pendidikan. Indikator kemampuan

daya beli untuk menjelaskan dimensi hidup layak.

IPM Provinsi Papua Barat selalu meningkat setiap

tahun. Di tahun 2009 IPM meningkat menjadi 68,58

persen dibandingkan tahun 2007 dan 2008 sebesar

67,28 persen dan 67,95 persen. Dalam klasifikasi

UNDP capaian IPM Papua Barat termasuk ke dalam

golongan menengah (50,00-79,99 persen).

Komponen-komponen penyusun IPM juga terus

mengalami peningkatan. Angka harapan hidup

meningkat lambat 0,3 tahun per tahun dari 2007-2009.

Uraian 2007 2008 2009

IPM 67.28 67.95 68.58

Angka Harapan Hidup (th) 67.60 67.90 68.20

Angka Melek Huruf (%) 90.32 92.15 92.34

Rata-rata Lama Sekolah (th)

7.65 7.67 8.01

Pengeluaran per Kapita Riil Disesuaikan (PPP) (ribu Rp)

592.07 593.13 595.28

Indeks Kesehatan (%) 71.00 71.50 72.00

Indeks Pendidikan (%) 90.32 92.15 92.34

Indeks PPP (%) 51.00 51.13 53.40

Indeks Pengeluaran (%) 53.63 53.88 54.37

Peringkat IPM 30 30 30

Tabel 8.1 Indikator Pembangunan Manusia 2007-2009

FORMULASI PENGHITUNGAN IPM

PEMBANGUNAN MANUSIA

Sumber: Olahan Susenas, 2007-2009

8 Capaian IPM Provinsi Papua Barat Termasuk Kelompok Menengah IPM Provinsi Papua Barat sebesar 68,58 persen berada pada kelompok menengah (50,00-79,99 persen) pada klasifikasi yang ditetapkan oleh UNDP.

Page 49: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

33 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Gambar 8.1 IPM menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Papua Barat Tahun 2009 (%)

Sumber: BPS RI, 2009

Pada tahun 2009 angka harapan hidup meningkat

menjadi 68,20 tahun dibandingkan tahun sebelumnya

sebesar 67,90 tahun. Indikator penndidikan yang

diwakili oleh angka melek huruf dan rata-rata lama

sekolah juga mengalami peningkatan. Angka melek

huruf di tahun 2008 sebesar 92,15 persen meningkat

menjadi 92,34 persen di tahun 2009. Sedangkan rata-

rata lama sekolah meningkat menjadi 8,01 tahun

dimana sebelumnya hanya sebesar 7,67 tahun. PPP

Papua Barat 2008-2009 hanya mengalami kenaikan

2,15 ribu rupiah menjadi 595,28 ribu rupiah dengan

indeks sebesar 53,40 persen.

Secara nasional peringkat IPM Papua Barat

berada pada ranking 30 dari 33 provinsi selama tiga

tahun terakhir. Peringkat tersebut masih berada di atas

Provinsi NTT (31), Provinsi NTB (32), dan Provinsi

Papua (33).

IPM tertinggi di Papua Barat selama tiga tahun

terakhir selalu berada di Kota Sorong. Capaiannya di

tahun 2009 sebesar 76,84 persen dan peringkat

secara nasional berada pada ranking ke 30 dari 497

kabupaten/kota yang telah dihitung capaian IPM-nya.

Sementara IPM terendah berada di Kabupaten

Tambrauw dengan capaian hanya sebesar 49,12

persen dan berada pada peringkat 489 secara

nasional.

Reduksi shortfall menunjukkan kecepatan

perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu tertentu.

Reduksi shortfall Papua Barat tahun 2008-2009

mencapai 1,95 persen atau melambat dibandingkan

dengan tahun 2007-2008 yang mencapai 2,54 persen.

40 50 60 70 80

Kota Sorong

Fakfak

Kaimana

Papua Barat

Sorong

Manokwari

Sorong Selatan

Teluk Bintuni

Teluk Wondama

Maybrat

Raja Ampat

Tambrauw

76.84

70.80

69.80

68.58

68.16

66.20

66.09

65.65

65.27

64.89

64.08

49.12

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Manokwari

Papua Barat

Fakfak

Kaimana

Raja Ampat

Teluk Wondama

Kota Sorong

Teluk Bintuni

Sorong

Sorong Selatan

2.15

1.95

1.89

1.72

1.40

1.36

1.34

1.05

1.04

0.94

Sumber: BPS RI, 2009

Gambar 8.2 Reduksi Shortfall IPM menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Papua Barat 2009(%)

Tahukah Anda? Peringkat IPM Provinsi Papua Barat

tahun 2009 berada pada posisi ke

30 dari 33 provinsi di Indonesia.

PEMBANGUNAN MANUSIA

8 Peringkat IPM Papua Barat Masih di Papan Bawah Capaian IPM Papua Barat yang hanya 68,58 persen menempatkan provinsi ini berada pada

peringkat 30 nasional. Peringkat tersebut berada di atasProvinsi NTT (31), Provinsi NTB (32), dan Provinsi Papua (33).

Page 50: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

34

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Reduksi shortfall tertinggi tahun 2009 dicapai oleh

Kabupaten Manokwari dengan capaian 2,15 persen.

Sejak menjadi ibukota provinsi, Kabupaten Manokwari

menunjukkan performa yang baik dalam

pembangunan.

Metode penghitungan jumlah penduduk miskin

dilakukan dengan pendekatan benchmark garis

kemiskinan. Garis kemiskinan terdiri dari dua

komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis

kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan adalah

nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, baik itu

kebutuhan dasar makanan maupun non makanan.

Seseorang dikatakan miskin bila berada dibawah garis

kemiskinan. Pendekatan garis kemiskinan makananan

digunakan standar kebutuhan hidup minimum 2100

kilo kalori didasarkan pada konsumsi makanan,

sedangkan garis kemiskinan non makanan untuk

memenuhi kebutuhan dasar bukan makanan seperti

perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta

aneka barang dan jasa.

Berdasarkan metode tersebut diperoleh garis

kemiskinan Provinsi Papua Barat 2010 sebesar Rp

294.727,-. Garis kemiskinan tersebut meningkat dari

Rp 277.416,- pada tahun 2009 atau bertambah Rp

17.311,-. Garis kemiskinan makanan tercatat Rp

237.147,- sedangkan garis kemiskinan nonmakanan

sebesar Rp 57.580,-. Peningkatan garis kemiskinan ini

memberikan peluang untuk terjadinya penambahan

penduduk miskin jika peningkatan tingkat pendapatan

masyarakat tidak mampu mengimbanginya.

Tahukah Anda? Garis Kemiskinan Provinsi Papua

Barat tahun 2009 adalah yang

tertinggi kedua (Rp 304.730) di

Indonesia setelah DKI Jakarta (Rp

316.936).

Gambar 8.3 Ilustrasi Kemiskinan

Uraian 2007 2008 2009 2010

Garis Kemiskinan (GK)

GK Makanan 172145 193930 223538 237147

GK Non Makanan 33853 39641 53878 57580

GK Total 205998 233570 277416 294727

Penduduk Miskin

Jumlah (ribu) 266.80 246.50 256.84 256.25

Persentase (%) 39.31 35.12 35.71 34.88

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (%)

12.97 9.18 9.75 10.47

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (%)

5.66 3.50 3.57 4.30

Sumber: Olahan Susenas Maret, 2007-2010

Tabel 8.2 Indikator Kemiskinan Papua Barat 2007-2010

8 PEMBANGUNAN MANUSIA

Garis Kemiskinan Papua Barat Meningkat Garis Kemiskinan meningkat menjadi Rp. 294.727,- di tahun 2010 yang terdiri dari Rp. 237.147,- garis kemiskinan makanan dan Rp. 57.580,- garis kemiskinan nonmakanan.

Page 51: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

35 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Jumlah penduduk miskin Provinsi Papua Barat

2010 mencapai 256,25 ribu jiwa atau mengalami

penurunan dibandingkan dengan kondisi tahun 2009

yang mencapai 256,84 ribu jiwa atau terjadi

pengurangan penduduk miskin sekitar 590 jiwa.

Persentase penduduk miskin juga mengalami

penurunan dari 35,71 persen di tahun 2009 menjadi

34,88 persen di tahun 2010. Meskipun demikian,

persentase penduduk miskin Papua Barat adalah yang

tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi Papua.

Jumlah dan persentase kemiskinan di Provinsi

Papua Barat mangalami penurunan, namun Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) justru meningkat. Indeks Kedalaman

Kemiskinan meningkat dari 9,75 persen di tahun 2009

menjadi 10,47 persen di tahun 2010. Sedangkan

Indeks Keparahan Kemiskinan juga meningkat dari

3,57 persen menjadi 4,30 persen. Peningkatan kedua

nilai indeks ini dapat dimaknai bahwa kondisi

kemiskinan di Papua Barat menjadi semakin dalam

dan parah. Artinya rata-rata pendapatan penduduk

miskin dengan garis kemiskinan dan ketimpangan

pengeluaran antar penduduk miskin semakin jauh.

Upaya pengentasan kemiskinan perlu

memprioritaskan program-program pembangunan

yang pro penduduk miskin (pro poor policy).

penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk

meningkatkan pendapatan penduduk miskin dan

mengurangi pengeluaran kebutuhan dasar penduduk

miskin, misalnya pelayanan pendidikan dan kesehatan

gratis bagi rakyat miskin.

Image: Rumah tangga miskin

►► Formulasi Ukuran Kemiskinan:

Dimana: α = 0,1,2 z = garis kemiskinan yi = rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang

berada di bawah garis kemiskinan q = banyaknya penduduk yang berada dibawah garis

kemiskinan n = jumlah penduduk α = 0 → Head Count Index (P0) = Persentase Penduduk Miskin α = 1 → Poverty Gap Index (P1) = Indeks Kedalaman

Kemiskinan α = 2 → Poverty Saverity Indeks (P2) = Indeks Keparahan

Kemiskinan

PEMBANGUNAN MANUSIA

8

Tahukah Anda? Persentase penduduk miskin

Provinsi Papua Barat tahun 2009

adalah yang teritnggi kedua

(35,71%) di Indonesia setelah

Provinsi Papua (37,53%).

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Turun Jumlah penduduk miskin Papua Barat berkurang dari 256,84 ribu orang di tahun 2009 menjadi 256,25 ribu orang di tahun 2010. Persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan dari

35,71 persen di tahun 2009 menjadi 24,88 persen di tahun 2010.

Page 52: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

36

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak

selamanya dapat secara langsung mengentaskan

kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tinggi bila tidak

diikuti oleh pemerataan distribusi pendapatan tidak

akan berdampak pada masyarakat bawah karena

sebagian besar pendapatan dikuasai oleh sekelompok

kecil masyarakat „elit‟ sedangkan sebagian masyarakat

lain yang berpendapatan rendah tetap berada dalam

keadaan miskin.

Kemerataan menurut Bank Dunia dikelompokan

kedalam 40 persen pendapatan terbawah, 40 persen

pendapatan menengah, dan 20 persen pendapatan

teratas. Idealnya, setiap kelompok pendapatan

terdistribusi kedalam kumulatif jumlah penduduk pada

kelompok yang sama agar tercapai kemerataan

sempurna. Namun pada kenyataanya kondisi ideal

tersebut sangat sulit terbentuk.

Kondisi kemerataan pendapatan di Provinsi

Papua Barat menunjukkan masih terjadi

ketidakmerataan pendapatan. Secara umum kondisi

yang paling tidak merata adalah pada 40%

pendapatan terbawah dan 20% pendapatan teratas. Di

tahun 2009, pada 40 persen pendapatan terbawah

yang mustinya dinikmati oleh 40 persen penduduk

ternyata 40 persen penduduk hanya menikmati 18,08

persen pendapatan. Keadaan justru terbalik di 20%

pendapatan teratas yang seharusnya dinikmati oleh

20% penduduk. Ternyata 20% penduduk menikmati

41,69 persen pendapatan. Berarti bahwa sekelompok

kecil orang memiliki pendapatan yang tinggi sementara

sebagian besar lain memiliki pendapatan yang rendah.

Uraian 2007 2008 2009

Gini Ratio (%) 0.33 0.36 0.35

Kemerataan Bank Dunia (%):

40 persen pendapatan terbawah

28.29 29.61 18.08

40 persen pendapatan menengah

44.59 43.09 40.23

20 persen pendapatan teratas

27.13 27.30 41.69

Tabel 8.3 Indikator Kemerataan Pendapatan

Gambar 8.4 Kemerataan menurut Bank Dunia Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Olahan Susenas, 2007-2009

Sumber: Olahan Susenas, 2009

►►CATATAN:

Ukuran Kemerataan Bank Dunia: Proporsi jumlah

pendapatan dari 40 persen terbawah:

< 12 persen : ketimpangan tinggi

12-17 persen : ketimpangan sedang

> 17 persen : ketimpangan rendah

PEMBANGUNAN MANUSIA

8 Ketimpangan Pendapatan Masih Terjadi Distribusi pendapatan Papua Barat belum mencapai pemerataan yang ideal. Menurut Kemerataan Bank Dunia, ketimpangan Papua Barat terutama terjadi pada 40 persen pendapatan terbawah dan 20 persen pendapatan teratas.

Page 53: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

37 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Pola kemerataan menurut Bank Dunia di Papua

Barat tahun 2007-2008 menunjukkan pola yang hampir

sama. Proporsi pendapatan 40% terbawah, 40%

menengah dan 20% teratas memiliki besaran yang

hampir sama. Kemudian di tahun 2009 terjadi

perubahan yang cukup signifikan pada proporsi jumlah

pendapatan 40% terendah dan 20% teratas. Semula di

tahun 2007 proporsi jumlah pendapatan 40% terendah

sebesar 28,29 persen bergerak kearah yang lebih baik

menuju ke 40% menjadi 29,61 persen. Tetapi di tahun

2009 justru proporsi tersebut mengalami penurunan

hingga menjadi 18,08 persen atau mengalami

ketimpangan distribusi pendapatan yang lebih buruk.

Hal yang sama terjadi pada proporsi jumlah

pendapatan 20% teratas. Semula di tahun 2007 dan

2008 proporsi pendapatan telah mendekati angka 20

persen yaitu sebesar 27,13 persen dan 27,30 persen.

Namun di tahun 2009 proporsinya meningkat signifikan

menjadi 41,69 persen. Situasi ini mengandung makna

sekelompok masyarakat yang jumlahnya relatif kecil

menguasai pendapatan yang besar, sebaliknya

masyarakat miskin yang berpendapatan rendah tetap

berada dalam jurang kemiskinan.

Ukuran ketimpangan pendapatan lainnya adalah

menggunakan koefisien gini (gini ratio). Gini ratio

Provinsi Papua Barat mengalami perbaikan

dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 0,36.

Di tahun 2009 nilai gini ratio Papua Barat sebesar

0,35. Berdasarkan pengelompokkannya berarti tingkat

ketimpangan/ketiidakmerataan distribusi pendapatan di

Papua Barat termasuk ke dalam kategori rendah.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Ku

mu

lati

f P

en

dap

atan

Kumulatif Penduduk

Pemerataan Ideal Kurva Lorens

GR = 0.35

Gambar 8.5 Gini Ratio Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Olahan Susenas, 2009

►►DEFINISI

Angka Koefisien Gini adalah ukuran kemerataan

pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas

pendapatan. Angka koefisien Gini terletak antara 0

(nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan

sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan

sempurna. Nilai 0,5-0,7 menggambarkan

ketidakmerataan tinggi; 0,36-0,49 ketidakmerataan

sedang; dan 0,20-0,35 mengalami ketidakmerataan

rendah.

PEMBANGUNAN MANUSIA

8

Tahukah Anda? Persentase Penduduk miskin Provinsi

Papua Barat (Maret 2010) adalah

yang tertinggi kedua (34,88%) di

Indonesia, meskipun demikian

kontribusi jumlah penduduk miskin

terhadap penduduk miskin nasional

hanya 0,83 persen.

Gini Ratio Papua Barat 0,35 Persen Gini ratio Papua Barat tahun 2009 sebesar 0,35 persen atau mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 sebesar 0,36 persen. Angka tersebut termasuk dalam kategori rendah, namun hampir

masuk ke dalam zona ketimpangan sedang (0,36 persen).

Page 54: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

38

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Sektor pertanian merupakan sektor primer yang

berbasis pada sumber daya alam dimana sebagian

besar produknya digunakan untuk bahan baku sektor

lainnya dan konsumsi rumah tangga. sektor ini

memberikan share utama pada PDRB di Provinsi

Papua Barat, demikian pula dengan jumlah tenaga

kerjanya. Di tahun 2009 kontribusi sektor pertanian

mencapai 24,52 persen dari total PDRB dan

sumbangan tenaga kerjanya mencapai 56,60 persen

dari total penduduk yang bekerja.

Dalam beberapa tahun kontribusi sektor ini

cenderung terus mengalami penurunan, sama halnya

dengan jumlah tenaga kerja. Sektor pertanian dinilai

memiliki produktivitas yang rendah, dengan 56,60

tenaga kerja hanya mampu memberikan sumbangan

sebesar 24,52 persen. Tingkat pendidikan tenaga kerja

sektor ini juga lebih banyak didominasi oleh pekerja

dengan pendidikan rendah. Pertumbuhan ekonomi

yang mampu diberikan oleh sektor pertanian juga

relatif rendah (3,36%) dibandingkan dengan sektor lain

yang digerakkan oleh sumber daya manusia yang lebih

kecil. Sebagai contoh sektor industri pengolahan,

dengan persentase tenaga kerja hanya 3,74 persen

mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi 11,31

persen dan sektor konstruksi dengan 4,77 persen

tenaga kerja mampu menciptakan pertumbuhan

ekonomi sebesar 13,16 persen.

Produksi padi (sawah dan ladang) di Papua Barat

tahun 2009 mengalami penurunan dari 39.537 ton

menjadi 36.985 ton. Penurunan ini diduga terjadi

karena terjadi penurunan luas panen dari 11.467 Ha di

Tabel 9.1 Indikator Pertanian

Uraian 2007 2008 2009

Padi Sawah+Ladang

Luas Panen (Ha) 8357 11467 10486

Produksi (Ton) 28204 39537 36985

Produktivitas (Kw/Ha) 33.75 34.48 35.27

Jagung

Luas Panen (Ha) 1518 1070 965

Produksi (Ton) 2429 1711 1584

Produktivitas (Kw/Ha) 16.00 15.99 16.41

Kedelai

Luas Panen (Ha) 1282 1624 1150

Produksi (Ton) 1360 1740 1208

Produktivitas (Kw/Ha) 10.61 10.72 10.5

Ubi Jalar

Luas Panen (Ha) 1874 1524 1044

Produksi (Ton) 18702 15341 10597

Produktivitas (Kw/Ha) 99.8 100.66 101.52

Ubi Kayu

Luas Panen (Ha) 1615 2052 1105

Produksi (Ton) 17833 23071 12228

Produktivitas (Kw/Ha) 110.42 112.43 110.66

Sumber: Diolah dari Survei Pertanian Tanaman Pangan BPS Prov Papua Barat, 2007-2009

26.65 24.92 24.52

55.6958.79

56.60

2007 2008 2009

share PDRB % Tenaga Kerja

Gambar 9.1 Share PDRB Sektor Pertanian dan Persentase Pekerja di Sektor Pertanian 2009

PERTANIAN

9 Luas Panen dan Produksi Padi, Jagung, Kedelai, dan Ubi Menurun Di tahun 2009 luas panen dan poduksi padi, jagung, kedelai, Ubi Kayu dan Ubi Jalar mengalami penurunan. Meskipun demikian produktivitasnya justru mengalami peningkatan, kecuali pada komoditas kedelai dan ubi kayu.

Page 55: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

39 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

tahun 2008 menjadi 10.486 Ha di tahun 2009.

Sedangkan produktivitasnya justru mengalami

peningkatan dari 34,48 Kw/Ha di tahun 2008 menjadi

35,27 Kw/Ha di tahun 2009. Jika dibandingkan dengan

produktivitas nasional yang mencapai 49,99 Kw/Ha,

produktivitas padi di Provinsi Papua Barat dinilai relatif

rendah. Demikian pula bila dibandingkan dengan rata-

rata produktivitas diluar Pulau Jawa (43,47 Kw/Ha)

bedanya masih cukup jauh.

Produksi dan luas panen tanaman jagung tahun

2007-2009 terus mengalami penurunan. Luas panen

menurun dari 1.518 Ha di tahun 2007 menjadi 965 Ha

di tahun 2009. Sedangkan produksinya mengalami

penurunan dari 2.429 Ton di tahun 2007 menjadi 1.584

Ton di tahun 2009. Penurunan luas panen dan

produksi jagung ternyata tidak serta merta turut

mempengaruhi produktivitas jagung. Di tahun 2008

produktivitasnya memang menurun tipis 0,01 Kw/Ha,

namun di tahun 2009 produktivitasnya justru

bertambah menjadi 16,41 Kw/Ha meskipun terjadi

penurunan luas panen. Produktivitas jagung di Papua

Barat sangat rendah bila dibandingkan dengan

produktivitas nasional (42,37 Kw/Ha), rata-rata

produktivitas di Pulau Jawa (43,44 Kw/Ha), maupun

rata-rata produktivitas di luar Pulau Jawa (41,20 Kw/

Ha). Gap produktivitas padi masih lebih baik

dibandingkan dengan gap produktivitas jagung

terhadap angka nasional maupun di Pulau Jawa

maupun di luar Pulau Jawa.

Komoditas unggulan di subsektor perkebunan

Papua Barat diantaranya adalah Pala, Kelapa sawit,

Gambar 9.2 Luas Area (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pala, Kelapa Sawit, dan Kakao Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, 2009

9 PERTANIAN

Tahukah Anda? Sentra tanaman padi di Provinsi

Papua Barat adalah Kabupaten

Manokwari. Produksi Padinya

mencapai 68,01 persen dari total

produksi padi Provinsi Papua Barat.

Produksi Kelapa Sawit Tertinggi untuk Tanaman Perkebunan Dengan luas lahan 25.467 Hektar, produksi kelapa sawit Papua Barat mencapai 8.480,65 ton.

Produksi ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya.

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Pala Kelapa sawit Kakao

5555

25467

5953

1938

8480.65

3325

Areal Produksi

Page 56: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

40

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

dan Kakao. Perkebunan kepala sawit berada di

Kabupaten Manokwari, perkebunan kakao terutama di

wilayah Sorong dan Manokwari, sedangkan

perkebunan pala terutama di Kabupaten Fakfak dan

Kabupaten Kaimana.

Produksi pala tahun 2009 mencapai 1.938 ton

dengan luas areal perkebunan seluas 5.555 Ha.

Produksi kelapa sawit mencapai 8.480,65 ton dengan

luar areal perkebunan seluas 25.467 Ha. Sedangkan

perkebunan kakao memiliki areal seluas 5.953 Ha

menghasilkan 3.325 ton kakao.

Dari sisi peternakan, peningkatan yang paling

signifikan adalah pada peternakan babi. Ternak babi

meningkat dari 33.427 ekor di tahun 2007 menjadi

43.678 ekor di tahun 2008. Jumlah tersebut kembali

meningkat di tahun 2009 menjadi 53.706 ekor.

Tingginya peningkatan jumlah ternak babi diduga

terjadi karena tingginya permintaan konsumsi daging

babi. Sedangkan pada ternak sapi dan kambing

meskipun mengalami peningkatan, namun

peningkatannya tidak secepat pada ternak babi.

Nilai produksi perikanan Provinsi Papua Barat

tahun 2009 mencapai 99.952,10 ton. Tiga kabupaten/

kota dengan produksi tertinggi adalah Kota Sorong,

Kabupaten Manokwari, dan Kabupaten Fakfak. Nilai

produksi ketiga kabupaten/kota tersebut masing-

masing 36.786,2 ton; 23.163,8 ton; dan 11.125,0 ton.

Besarnya potensi perikanan dan kelautan yang dimiliki

oleh Papua Barat memungkinkan produksi perikanan

laut tersebut akan semakin bertambah pada tahun-

tahun mendatang.

Gambar 9.3 Populasi Ternak Besar dan Kecil Provinsi Papua Barat 2009 (Ekor)

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Prov. Papua Brt, 2009

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

Perikanan Laut

Fakfak Kaimana

Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan

Sorong Raja Ampat

Gambar 9.4 Produksi Perikanan Laut 2009 (Ton)

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Barat, 2009

2007 2008 2009

sapi 34429 35297 36081

Kambing 13223 12259 13786

Babi 33427 43678 53706

PERTANIAN

Populasi Ternak Babi Meningkat Tajam Populasi ternak babi mengalami peningkatan tajam selama dua tahun terakhir. Semula populasinya sebesar 33.427 ekor di tahun 2007 menjadi 53.706 ekor di tahun 2009 atau terjadi peningkatan sebesar 60,67 persen.

9

Page 57: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

41 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Besarnya nilai tambah bruto atau PDRB atas

dasar harga berlaku sektor pertambangan dan

penggalian Papua Barat tahun 2009 mencapai

1.926,82 miliar rupiah. Nilai tersebut setara dengan

13,24 persen dari total PDRB Papua Barat yang

mencapai 14.547,73 miliar rupiah.

Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian

berangsur mengalami penurunan beberapa tahun

terakhir. Di tahun 2006, kontribusi sektor ini mencapai

17,36 persen. Angka tersebut terus mengalami

penurunan hingga mencapai 13,24 persen di tahun

2009.

Persentase penduduk yang bekerja di sektor

pertambangan dan penggalian di tahun 2006 hanya

sebesar 0,83 persen dari total penduduk bekerja.

Selanjutnya di tahun 2007 dan 2008 berturut-turut

mengalami peningkatan menjadi 2,94 persen dan 3,08

persen. Di tahun 2009 persentase penduduk yang

bekerja di sektor ini mengalami penurunan menjadi

3,02 persen.

Dilihat dari sumbangannya terhadap total PDRB

tahun 2009, produktivitas sektor pertambangan dan

penggalian menempati posisi ketiga setelah sektor

pertanian dan industri pengolahan yang memberikan

share sebesar 24,52 persen dan 24,39 persen.

Produktivitas pekerja di sektor ini dinilai tinggi karena

dengan persentase penduduk yang bekerja hanya 3,02

persen mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB

sebesar 13,24 persen. Bandingkan dengan sektor

pertanian yang hanya memberikan share 24,52 persen

tetapi persentase pekerja mencapai 56,60 persen.

Gambar 10.1 Share terhadap PDRB dan Persentase Pekerja di Sektor Pertambangan dan Penggalian 2006-2009

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2006-2009

Gambar 10.2 Produtiviatas Pekerja menurut Sektor 2009

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2009

17.36

15.9614.79

13.24

0.83

2.94 3.08 3.02

2006 2007 2008 2009

share PDRB % Pekerja

0 50 100 150 200 250 300

Sektor 3

Sektor 8

Sektor 2

Sektor 4

Sektor 5

Sektor 7

PB

Sektor 6

Sektor 9

Sektor 1

10 PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Tahukah Anda? LNG Tangguh beserta LNG Arun

(Aceh) dan LNG Bontang (Kaltim)

adalah tiga LNG yang menghasikan

gas alam cair terbesar di Indonesia.

Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian Terbesar Ketiga Meskipun kontribusinya cenderung mengalami penurunan, namun sektor pertambangan dan

penggalian menempati peringkat ketiga dalam PDRB menurut lapangan usaha Provinsi Papua Barat tahun 2009. Kontribusinya sebesar 13,24 persen terhadap total PDRB.

Page 58: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

42

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Tanah Papua adalah daerah yang kaya akan

sumber daya alam dan bahan tambang. Freeport

adalah salah satu tambang emas terbesar di

Indonesia. Disamping itu, di Kabupaten Teluk Bintuni,

Papua Barat, terdapat sebuah tambang gas alam cair

(Liquid Natural Gas) yang diperkirakan merupakan

tambang LNG terbesar di Indonesia, dikenal dengan

nama LNG Tangguh. LNG Tangguh, LNG Arun (Aceh),

dan LNG Bontang (Kaltim) adalah 3 perusahaan

tambang LNG terbesar yang dimiliki Indonesia. LNG

Tangguh diperkirakan memiliki kandungan gas

sebesar 14,4 Trilyun kaki kubik. LNG Tangguh terbagi

dalam 3 blok eksploitasi gas alam cair, yaitu Blok

Berau, Blok Weriagar, dan Blok Muturi.

Seperti diketahui, Proyek Tangguh memiliki

kontrak jangka panjang untuk memasok 2,6 juta ton

LNG per tahun selama 25 tahun ke terminal

regasifikasi Fujian di China, 1,15 juta ton per tahun

selama 25 tahun kepada K-Power dan Posco di Korea

Selatan, dan kontrak fleksibel untuk memasok hingga

3,7 juta ton per tahun selama 20 tahun ke terminal

regasifikasi LNG Sempra di California, Amerika

Serikat.

Melalui saham kepemilikan dalam kontrak kerja

sama (KKS), BP menjadi pemilik saham terbesar yaitu

37,16% dari LNG Tangguh. Pemegang saham lainnya,

yaitu: MI Berau B.V. (dimiliki Mitsubishi Corporation

dan INPEX Corporation) sebesar 16,30%; CNOOC

Muturi Limited dan CNOOC Wiriagar Overseas Limited

dengan bagian 13,90%; Nippon Oil Exploration

(Berau), Ltd (dimiliki oleh Nippon Oil Exploration Ltd

Kawasan LNG Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat Sumber: Image Google

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Barat, 2009

LNG Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat Sumber: Image Google

10 PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Tahukah Anda? Kandungan gas alam cair yang

dihasilkan oleh LNG Tangguh

diperkirakan mencapai 14,4 Trilyun

kaki kubik. Atau 326 kali lipat

volume material letusan Gunung

Krakatau (18 miliar m3) tahun

1883.

Kandungan LNG Tangguh 14,4 Trilyun Kaki Kubik LNG Tangguh adalah salah satu perusahaan tambang LNG terbesar di Indonesia. Kandungan LNG didalamnya diperkirakan mencapai 14,4 trilyun kaki kubik.

Page 59: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

43 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation)

dengan bagian 12,23%; KG Berau/KG Wiriagar

(dimiliki oleh Kanematsu Corporation, Overseas

Petroleum Corporation, anak perusahaan dari Mitsui &

Co., Ltd., dan Japan Oil, Gas and Metals National

Corporation) dengan bagian 10,0%; dan LNG Japan

Corporation (dimiliki oleh Sumitomo Corporation dan

Sojitz Corporation) sebesar 7,35% (Wikipedia.com).

Kondisi penggunaan energi listrik terutama yang

memanfaatkan listrik negara (PLN) masih belum

maksimal. Belum semua kabupaten di Papua Barat

mendapatkan pasokan listrik 24 jam. Seperti

contohnya di Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten

Sorong Selatan dan Kabupaten Teluk Bintuni.

Disamping itu juga tidak semua desa teraliri listrik PLN.

Sulitnya kondisi geografis dan terbatasnya

ketersediaan energi listrik menjadi penyebab belum

meratanya pasokan listrik sampai menjangkau seluruh

kecamatan maupun desa di Papua Barat.

Persentase tertinggi pelanggan PLN adalah untuk

golongan rumah tangga, yaitu mencapai 82,12 persen.

Sebesar 17,88 persen sisanya terbagi untuk golongan

bisnis (12,92%); sosial (3,24%); publik (1,72%); dan

untuk golongan industri (0,02%).

Konsumsi atau penggunaan energi listrik PLN

tertinggi adalah di Kota Sorong, yaitu mencapai

31.804.104 KWh. Sedangkan konsumsi tertinggi kedua

adalah Kabupaten Manokwari yang mencapai

14.480.832 Kwh. Dua daerah ini adalah kabupaten/

kota yang paling padat penduduknya dan paling

banyak pelanggannya.

Sumber: PT PLN (persero) Wilayah Papua, 2009

Sumber: PLN Papua, 2009

Tahukah Anda?

Hari Energi sedunia diperingati setiap

tanggal 28 Maret setiap tahunnya.

3.24

82.12

12.92

0.021.72

Sosial Rumah Tangga Bisnis Industri Publik

Gambar 10.3 Persentase Pelanggan PLN 2009

0 100000 200000 300000 400000

Kota Sorong

Manokwari

Teluk Bintuni

Fakfak

Sorong Selatan

Sorong

Teluk Wondama

Raja Ampat

Kaimana

Ribu

Gambar 10.4 Persentase Penggunaan Listrik PLN 2009 (KWh)

PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Belum Seluruh Kabupaten Teraliri Listrik PLN 24 Jam Aliran listrik PLN yang disalurkan ke rumah tangga pelanggan belum seluruhnya dapat

dipergunakan secara penuh 24 jam sehari di seluruh kabupaten. 10

Page 60: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

44

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Kontribusi sektor industri pengolahan dalam

perekonomian Papua Barat memilki prospek yang

sangat baik di masa mendatang. Sektor ini terus

mengalami peningkatan share terhadap total PDRB. Di

tahun 2006 share sektor ini hanya 19,47 persen.

Namun di tahun 2009 kontribusinya semakin

meningkat menjadi 24,39 persen. Kontribusi sektor

industri pengolahan menempati posisi kedua dalam

PDRB Papua Barat dibawah sektor pertanian

(24,52%). Nilai agregat PBRD-nya mencapai 3.548,36

miliar rupiah hanya beda tipis dibandingkan dengan

nilai agregat sektor pertanian.

Perbedaan yang tidak terlalu jauh antara sektor

industri pengolahan dan sektor pertanian

memungkinkan untuk terjadi pergeseran posisi. Hal ini

disebabkan oleh semakin menurunnya kinerja sektor

pertanian ditandai dengan semakin menurunnya

kontribusi terhadap total PDRB. Sementara di lain sisi,

sektor industri pengolahan terus mengalami

peningkatan kontribusi terhadap total PDRB.

Bila dilihat dari sisi produktivitasnya, sangat jelas

bahwa sektor pertanian masih tertinggal jauh dengan

sektor industri pengolahan. Bila pada sektor pertanian

dengan 56,60 persen dari total tenaga kerja hanya

mampu memberikan kontribusi 24,52 persen, pada

sektor industri pengolahan hanya dengan 3,74 persen

tenaga kerja mampu memberikan kontribusi sebesar

24,39 persen dari total PDRB Papua Barat. Sektor ini

merupakan sektor yang memiliki produktivitas tertinggi

diantara sektor-sektor lainnya di Provinsi Papua Barat

(lihat gambar 10.2).

11

Sumber: Image Google

Gambar 11.1 Share terhadap PDRB dan Persentase Pekerja di Sektor Industri Pengolahan 2009

INDUSTRI PENGOLAHAN

19.47 20.1122.74

24.39

1.353.69 3.59 3.74

0

5

10

15

20

25

30

2006 2007 2008 2009

share PDRB % Pekerja

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2006-2009

Tahukah Anda? Share sektor industri pengolahan

terhadap PDRB Papua Barat adalah

yang terbesar kedua setelah sektor

pertanian dan kontribusinya terus

mengalami peningkatan.

Produktivitas Sektor Industri Pengolahan Tertinggi Industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua dalam PDRB Papua Barat (24,39%) setelah sektor pertanian. Namun produktivitasnya merupakan yang tertinggi jauh diatas sektor pertanian.

Page 61: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

45 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Menurut Survei Industri Besar Sedang BPS, di

tahun 2008 ada 21 perusahaan industri besar sedang.

industri tersebut hanya terbagi menjadi enam kategori

lapangan usaha menurut KBLI dua digit (lihat box).

Jenis industri terbanyak yaitu industri makanan dan

minuman sebesar 47,62 persen. Industri terbanyak

kedua adalah industri kayu (selain mebeller) yaitu

sebesar 19,05 persen.

Menurut sebarannya, industri besar sedang hanya

terdapat di empat kabupaten/kota, yaitu Kabupaten

Teluk Biintuni (5,92%), Kabupaten Manokwari

(19,05%), Kabupaten Sorong (14,29%), dan Kota

So rong (57 ,14%) . Sed angkan menuru t

kepemilikannya, sebesar 9,52 persen adalah milik

pemerintah pusat; 4,76 persen milik pemerintah

daerah; 61,90 persen milik swasta nasional; 19,05

persen milik swasta nasional dan asing; serta 4,76

persen adalah milik pemerintah pusat dan asing.

Secara umum, tenaga kerja pada sektor industri

besar sedang didominasi oleh pekerja berjenis kelamin

laki-laki, yaitu sebesar 80,65 persen. Pekerja

perempuan hanya sebesar 19,35 persen. Seluruh

kelompok pada perusahaan industri besar sedang

memiliki kondisi serupa, yakni pekerja laki-laki yang

paling dominan.

Sumber: Survei Industri Besar Sedang, 2008

Sumber: Survei IBS, 2008

Gambar 11.2 Persentase Perusahaan Industri Besar Sedang menurut Lapangan Usaha 2008

47.62

19.05 14.29 4.76

4.769.52

15 20 22 23 26 35

►►KODE PERUSAHAAN INDUSTRI MENURUT

LAPANGAN USAHA (KBLI, 2005): 15 : Industri makanan dan minuman

20 : Industri kayu (tidak termasuk mebeller)

22 : Industri penerbitan percetakan, dan reproduksi media

rekam

23 : Industri barang-barang dari batubara, pengilangan

minyak bumi dan pengolahan minyak bumi, barang-

barang dari hasil pengilangan minyak bumi, dan bahan

bakar nuklir

26 : Industri barang galian bukan logam

35 : Industri alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda

4 atau lebih

Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja

Laki-laki Perempuan Total

15 70.69 29.31 100.00

20 85.81 14.19 100.00

22 71.43 28.57 100.00

35 96.60 3.40 100.00

Lainnya 93.10 6.90 100.00

JUMLAH 80.65 19.35 100.00

Tabel 10.1 Persentase Tenaga Kerja Perusahaan Industri Besar Sedang 2008

►►Catatan:

Industri Pengolahan dibagi kedalam 4 golongan:

1. Industri Besar (tenaga kerja ≥100 orang)

2. Industri Sedang (tenaga kerja 20-99 orang)

3. Industri Kecil (tenaga kerja 5-19 orang)

4. Industri Rumah Tangga (tenaga kerja 1-4 orang)

11 INDUSTRI PENGOLAHAN

Industri Makanan dan Minuman Hampir Setengah dari Total Industri Jumlah industri makanan dan minuman hampir setengah dari seluruh industri pengolahan besar

sedang. Persentasenya mencapai 47,62 persen.

Page 62: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

46

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Sektor konstruksi menjadi pemeran penting pada

suatu daerah yang terus melakukan proses

pembangunan terutama pembangunan infrastruktur

seperti di Provinsi Papua Barat. Sebagai provinsi yang

relatif baru di Indonesia Papua Barat sedang giat

membuka akses transportasi untuk membuka

hubungan antar wilayah dan membuka keterisoliran

wilayah-wilayahnya. Disamping itu juga dilakukan

pembangunan sarana-sarana pendidikan, kesehatan,

dan gedung-gedung pemerintahan untuk menunjang

jalannya roda pemerintahan dan pereokonomian

Papua Barat.

Nilai tambah bruto sektor konstruksi Papua Barat

tahun 2009 mencapai 648,21 miliar rupiah. Share

sektor ini terus mengalami peningkatan beberapa

tahun ini. Kontribusinya sebesar 8,00 persen di tahun

2006 meningkat 1,81 persen menjadi 9,81 persen di

tahun 2009. Walaupun bukan sebagai kontributor

utama dalam PDRB Papua Barat namun

pertumbuhannya berada pada peringkat kedua setelah

sektor pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan

sektor ini cenderung tinggi dari tahun ke tahun.

Meskipun pada tahun 2009 mengalami koreksi menjadi

13,16 persen setelah sebelumnya pertumbuhan di

tahun 2008 sebesar 15,02 persen.

Bila dilihat dari produktivitasnya, sektor ini

termasuk kelompok menengah. Dengan persentase

pekerja sebesar 4,77 persen namun mampu

memberikan kontribusi mencapai 9,81 persen.

Produktivitas sektor ini hampir sama dengan sektor

Listrik, Gas, dan Air bersih (lihat Gambar 10.2).

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2009

Sumber: Image Google

Gambar 12.1 Share terhadap PDRB, Pertumbuhan Ekonomi, dan Persentase Pekerja Sektor Kostruksi 2009

12

8.008.62

9.23 9.81

4.46 4.35 4.224.77

13.06 12.97

15.0213.16

2006 2007 2008 2009Share PDRB % Pekerja Pertumbuhan

KONSTRUKSI

Tahukah Anda? Sektor Konstruksi adalah satu-

satunya Lapangan Usaha yang

kontribusinya pada PDRB Papua

Barat selalu mengalami peningkatan

dalam waktu 5 tahun terakhir.

Pertumbuhan Sektor Konstruksi Terbesar Kedua Meskipun mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2008, namun pertumbuhan sektor konstruksi merupakan yang terbesar kedua dalam pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun 2009, yaitu sebesar 13,16 persen.

Page 63: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

47 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Peranan subsektor perhotelan memang tidak

besar dalam perekonomian Provinsi Papua Barat.

Agregat PDRB sektor ini tahun 2009 hanya sebesar

32,161 miliar rupiah atau hanya sekitar 0,22 persen

dari total PDRB Papua Barat. Meskipun demikian,

subsektor ini cukup menjanjikan. Pertumbuhan

subsektor perhotelan melonjak cukup pesat. Di tahun

2007 pertumbuhan subsektor ini hanya 8,87 persen,

kemudian di tahun 2008 meningkat menjadi 11,61

persen. Di tahun 2009 pertumbuhannya kembali

melonjak menjadi 17,65 persen.

Jumlah hotel di Papua Barat tahun 2009 adalah

73 unit, yang terdiri dari 8 hotel bintang dan 65 hotel

melati. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan

tahun 2008 yang berjumlah 71 unit (8 unit hotel bintang

dan 63 unit hotel melati). Hotel berbintang hanya

tersebar di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Fakfak,

Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong. Bahkan di

Kabupaten Sorong tidak berdiri satu unit hotel pun.

Jumlah kamar dan tempat tidur hotel berbintang di

tahun 2008 dan 2009 tidak mengalami perubahan,

tetap dengan jumlah 451 unit dan 725 unit. Sementara

untuk hotel melati justru mengalami pengurangan. Di

tahun 2008 jumlah kamar dan tempat tidur sebesar

1.181 unit dan 1.710 unit menurun menjadi 1.132 unit

dan 1.643 unit di tahun 2009.

Rata-rata lama tamu menginap untuk tamu asing

dan domestik hotel berbintang memiliki pola yang

sama di tahun 2007-2009. Rata-rata lama tamu

menginap mengalami penurunan pada tahun 2008 dan

di tahun 2009 mengalami peningkatan. Rata-rata lama

Sumber: Statistik Perhotelan Provinsi Papua Barat, 2009

Tabel 13.1 Statistik Perhotelan 2007-2009

Uraian 2007 2008 2009

Jumlah Hotel (unit)

Bintang 7 8 8

Melati 68 63 65

Jumlah Kamar (unit)

Bintang 403 451 451

Melati 1162 1181 1132

Jumlah Tempat Tidur (unit)

Bintang 665 725 725

Melati 1803 1710 1643

Rata-rata Lama Tamu Menginap (domestik+asing) (Hari/orang)

Bintang 3.39 2.34 5.34

Melati 3.85 2.79 2.14

Rata-rata Lama Tamu Menginap (asing) (Hari/orang)

Bintang 6.67 6.56 9.69

Melati 2.34 5.9 2.32

Rata-rata Lama Tamu Menginap (domestik) (Hari/orang)

Bintang 3.24 2.08 2.56

Melati 3.85 2.78 2.14

Jumlah Tamu Asing

Bintang 1291 978 1602

Melati 206 155 94

Jumlah Tamu Domestik

Bintang 20129 20612 34124

Melati 41560 25045 18118

13 HOTEL DAN PARIWISATA

Tahukah Anda? Gempa bumi dengan skala 7,6 SR di

Kabupaten Manokwari 4 Januari

2009 lalu merobohkan 3 buah

hotel.

Rata-rata lama Menginap Tamu Asing Lebih Tinggi daripada Domestik Rata-rata lama menginap tamu asing lebih tinggi daripada tamu domestic, baik itu di hotel berbintang

maupun hotel melati. Rata-rata lama menginap tamu asing di hotel berbintang 9,69 hari/orang sedangkan di hotel melati 2,32 hari/orang..

Page 64: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

48

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

menginap tamu asing dan domestik tahun 2007

sebesar 3,39 hari/orang. Di tahun 2008 angka tersebut

mengalami penurunan menjadi 2,34 hari/orang,

kemudian di tahun 2009 meningkat menjadi 5,34 hari/

orang. Sementara rata-rata lama menginap tamu asing

dan domestik pada hotel melati tahun 2007-2009 justru

terus mengalami penurunan. Berturut-turut nilainya

sebesar 3,85 hari/orang; 2,79 hari/orang; dan 2,14

hari/orang.

Selama tiga tahun terakhir, rata-rata lama

menginap tamu asing hotel berbintang memiliki nilai

yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata lama

menginap tamu domestik. Bahkan di tahun 2009

perbedaannya terlihat lebih signifikan. Rata-rata lama

menginap tamu asing tahun 2008 sebesar 6,56 hari/

orang atau mengalami penurunan dibandingkan tahun

2007 yang mencapai 6,67 hari/orang. Rata-rata lama

menginap tamu asing selanjutnya mengalami

peningkatan signifikan menjadi 9,69 hari/orang pada

tahun 2009.

Rata-rata lama menginap tamu domestik

umumnya lebih singkat dari pada tamu asing. Rata-

rata lama menginap tamu domestik tahun 2009 yang

menginap di hotel berbintang hanya 2,56 hari/orang,

sementara untuk hotel melati hanya 2,14 hari/orang.

Jumlah objek wisata di Papua Barat tahun 2009

sebanyak 208 objek. Objek wisata tersebut terdiri dari

96 objek wisata alam, 11 objek wisata tirta/bahari, 98

objek wisata budaya, dan 3 objek wisata argo. Objek

wisata yang telah mendunia saat ini adalah objek

wisata bawah laut di Kepulauan Raja Ampat.

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat, 2009

Gambar 13.1 Jumlah Objek Wisata di Papua Barat 2009

Alam Tirta/Bahari Budaya Argo

96

11

98

3

Hotel di Manokwari

HOTEL DAN PARIWISATA

Tahukah Anda? Papua Barat memiliki 27 kawasan

konservasi (cagar alam, taman

wisata alam dan suaka marga

satwa) seluas 3,75 juta Hektar.

Objek Wisata Terbanyak adalah Wisata Budaya Dari 208 objek wisata di Papua Barat, sebanyak 98 objek wisata adalah objek wisata budaya. Objek wisata alam berada diurutan kedua sebesar 96 objek wisata. 13

Page 65: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

49 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Kawasan Kepulauan Raja Ampat Sumber: Image Google

Kepulauan Raja Ampat merupakan wilayah

Kabupaten Raja Ampat. Kurang lebih ada 610 pulau,

yang berpenghuni hanya sekitar 35 pulau. Ada 4

gugusan pulau terbesar di pulau ini, yaitu Pulau

Misool, Pulau Salawati, Pulau Batanta, dan Pulau

Waigeo. Kawasan ini sangat berpotensi menjadi

daerah wisata, terutama wisata bawah laut. Perairan

Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan

terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan

diperkirakan menjadi nomor satu untuk kelengkapan

dan keanekaragaman hayati flora dan fauna bawah

laut saat ini.

Wisata bawah laut Raja Ampat diperkirakan

terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari

total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang,

700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi

gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan

75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak

satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki

jumlah spesies karang sebanyak ini.

Terdapat beberapa kawasan terumbu karang

yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase

penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat

Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta),

Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan

dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di

Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi

dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan

juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa

Wisata Bawah Laut Raja Ampat

HOTEL DAN PARIWISATA

Kepulauan Raja Ampat Memiliki Keanekaragaman Flora dan Fauna Bawah Laut Terlengkap di dunia

Selain keindahan panorama, Kepulauan Raja Ampat memiliki keanekaragaman flora dan fauna bawah laut terlengkap di dunia. Sekitar 75 persen jenis karang dunia ada disini..

13

Page 66: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

50

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang

surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu

karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya

sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun

berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari

langsung.

Spesies unik yang dapat

dinikmati saat menyelam adalah

berbagai jenis kuda laut Katai,

Wobbegong, dan ikan pari.

Uniknya diperairan Raja Ampat

terdapat ikan endemik Raja

Ampat, yaitu Eviota Raja, sejenis ikan gobbie. Selain

itu ada juga jenis ikan Manta Ray yang jinak.

Ada fenomena menarik yang terjadi di perairan

Raja Ampat, namanya Halmahera Edy. Kondisi

perairan di Kepulauan Raja Ampat dipengaruhi oleh

massa air dari Samudra Pasifik Barat dengan adanya

arus yang bergerak dari arah timur menuju timur laut

dan sejajar dengan daratan besar Papua bagian utara.

Ketika sampai di Laut Halmahera yang berada di utara

Raja Ampat, sebagian arus itu bergerak ke selatan dan

menuju Alur Pelayaran Jailolo. Ada juga sebagian kecil

arus yang membelok ke arah Selat Dampier. Sebagian

besar dari arus itu kemudian berbalik arah ke Samudra

Pasifik. Arus inilah yang dinamakan Halmahera Edy

oleh para peneliti. Adanya arus ini membuat perairan

di Raja Ampat menjadi sangat subur. Ditambah lagi,

suhu permukaan air lautnya sekitar 28oC hingga 27oC

di kedalaman tertentu. Cahaya bisa menembus hingga

30-37 meter dengan salinitas yang sangat tinggi.

Wisata Bawah Laut Kepulauan Raja Ampat Sumber: Image Google

Wisata Bawah Laut Kepulauan Raja Ampat Sumber: Image Google

Tahukah Anda? Kepulauan Raja Ampat memiliki

keanekaragaman flora dan fauna

bawah laut terlengkap di dunia.

Bahkan 75% spesies karang dunia

berada di perairan ini.

13 HOTEL DAN PARIWISATA

Fenomena Halmahera Edy Fenomena Halmahera Edy menjadikan perairan Raja Ampat menjadi hangat sehingga menjadi tempat yang subur untuk tempat berkembang biak berbagai flora dan fauna bawah laut yang Indah di Kepulauan Raja Ampat.

Page 67: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

51 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

14 Sektor transportasi/angkutan dan komunikasi

termasuk ke dalam sektor tersier bersama sektor

perdagangan, hotel, dan restoran; keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-

jasa. Peran sektor ini dalam perekonomian belum

memberikan kontribusi yang besar, nilai agregat PDRB

atas dasar harga berlakunya sebesar 1.059,22 miliar

rupiah. Kontribusinya pada PDRB Papua Barat selama

empat tahun terakhir hanya pada kisaran 6-7 persen

saja. Share sektor ini di tahun 2009 hanya 7,28

persen. Masih lebih rendah di bandingkan sektor

perdagangan, hotel, dan restoran (9,99%); dan sektor

jasa-jasa (7,86%) yang sama-sama berada di sektor

tersier.

Bila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonominya, di

tahun 2009, sektor transportasi dan komunikasi

memiliki angka pertumbuhan yang paling tinggi

terhadap tahun 2008 dibandingkan dengan sektor-

sektor lainnya. Sektor ini tumbuh 15,98 persen

terhadap tahun 2008, setelah sebelumnya di tahun

2007 dan 2008 mengalami perlambatan. Sementara

dibandingkan sesama sektor tersier, pertumbuhan

sektor ini berbeda signifikan. Ketiga sektor lain yang

tergolong dalam sektor tersier paling tinggi tumbuh

tidak lebih dari 7 persen di tahun 2008-2009.

Dilihat dari produktivitasnya, sektor transportasi

dan komunikasi memiliki persentase pekerja terhadap

total penduduk yang bekerja sebesar 4,82 persen,

sedangkan share-nya terhadap PDRB sebesar 7,28

persen. Produktivitasnya berada di urutan ke-6 dari 9

sektor dan masih berada diatas produktivitas provinsi.

14.84

10.89

7.55

15.98

7.22 7.44 6.95 7.28

2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan Share PDRB

Gambar 14.1 Share terhadap PDRB dan Pertumbuhan Sektor Angkutan dan Komunikasi 2009

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2009

TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

Tahukah Anda? Salah satu moda transportasi

massal yang sangat berpengaruh

terhadap perpindahan orang dan

barang antar kabupaten di Papua

Barat adalah dengan kapal laut.

Pertumbuhan Sektor Transportasi dan Komunikasi Tertinggi Sektor transportasi dan komunikasi memiliki pertumbuhan tertinggi di tahun 2009. pertumbuhannya

mencapai 15,98 persen terhadap tahun 2008. Diantara sektor tersier pertumbuhan sektor ini berbeda signifikan diatas sektor lainnya.

Page 68: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

52

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Akses transportasi yang memadai menjadi

kebutuhan yang sangat mendesak bagi wilayah Papua

Barat yang kondisi geografisnya relatif sulit.

Pembangunan akses transportasi terutama jalan darat

akan memberikan multiplier effect dari banyak sisi.

Akses transportasi yang baik akan memudahkan

pemerataan pendidikan, kesehatan, distribusi barang

dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kesulitan dalam perhubungan mengakibatkan ekonomi

biaya tinggi yang akan berpengaruh pada tingkat

harga. Tingkat harga yang tinggi inilah menjadi

penyebab daya beli masyarakat rendah sehingga roda

perekonimian berputar kurang optimal dan kemiskinan

cenderung tinggi.

Selama ini tidak semua kabupaten dapat

terhubung dengan jalan darat. Untuk melakukan

hubungan antar kabupaten harus dilakukan melalui

akses laut dan udara. Konsekuesi menggunakan jalur

laut adalah lama perjalanan yang ditempuh menjadi

lebih lama, sedangkan lewat jalur udara membutuhkan

biaya yang lebih mahal. Arus orang dan barang

menjadi terkendala karena keterbatasan akses

perhubungan ini.

Panjang jalan di Papua Barat tahun 2009 hanya

5.906,28 Km, kondisi ini mengalami perbaikan

dibandingkan pada tahun 2008 yaitu sepanjang

5.400,71 Km. Kondisi panjang jalan tersebut terbagi

menjadi 1.168,16 Km (19,78%) jalan negara; 973,28

Km (16,48%) jalan provinsi; dan 3.764,84 Km (63,74%)

adalah jalan kabupaten. Sedangkan menurut jenis

permukaanya terbagi menjadi 1.448,24 Km (24,52%)

Gambar 14.2 Persentase Panjang Jalan menurut Tingkat Pemerintahan yang Berwenang 2009

aspal, 24.52

kerikil, 31.96

tanah, 37.60

lainnnya,5.93

negara, 19.78

provinsi, 16.48

kabupaten, 63.74

Gambar 14.3 Persentase Panjang Jalan menurut Jenis Permukaan 2009

Sumber: Dinas Perhubungan dan Informatika Provinsi Papua Barat, 2009

Sumber: Dinas Perhubungan dan Informatika Provinsi Papua Barat, 2009

14 TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

Tahukah Anda? Salah satu penyebab tidak

langsung pemicu inflasi di Papua

Barat adalah kelancaran arus

perpindahan barang dan jasa

melalui kapal laut.

Proporsi Panjang Jalan dengan Permukaan Terluas Berjenis Tanah Panjang jalan dengan permukaan berjenis tanah memiliki persentase sebesar 37,60 persen, sedangakan permukaan kerikil sebesar 31,96 persen jauh lebih panjang dibandingkan jalan dengan permukaan terluas berjenis aspal (24,52%).

Page 69: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

53 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

jalan aspal; 1.887,37 Km (31,96%) jalan dengan

permukaan kerikil; 2.220,56 Km (37,60%) jalan dengan

permukaan tanah; dan 350,11 Km (5,93%) adalah

jalan dengan permukaan lainnya.

Kebijakan pemerintah daerah Provinsi Papua

Barat untuk membuka isolasi terutama untuk daerah

pedalaman dan mendorong percepatan pembangunan

salah satunya dengan pembangunan jalan trans

Papua Barat. Jalan yang masih dalam tahap

pembangunan ini rencananya memiliki panjang 1.625

Km. Jalan trans Papua Barat akan membuka isolasi

karena akan menghubungkan 7 kabupaten sekaligus.

Dengan masih terbatasnya akses perhubungan

lewat darat, sebagian besar orang memanfaatkan

fasilitas perhubungan via laut dan udara. Jumlah

penumpang datang (debarkasi) dan berangkat

(embarkasi) cenderung mengalami penurunan. Pada

tahun 2007 jumlah penumpang datang 309,2 ribu

orang dan berangkat 277,7 ribu orang dengan jumlah

armada 839 kapal. Di tahun 2009 jumlahnya

mengalami penurunan menjadi 249,7 ribu orang

(debarkasi) dan 269,1 ribu orang (embarkasi)

meskipun jumlah armada bertambah menjadi 891 unit.

Jumlah penumpang pesawat udara cenderung

memiliki tren meningkat signifikan selama 2007-2009.

Jumlah penumpang datang mencapai 240,7 ribu orang

dengan jumlah penerbangan 9.588 kali dan berangkat

234,5 ribu orang dengan jumlah penerbangan 9.742

kali di tahun 2009. Rata-rata penumpang pesawat

untuk debarkasi sebesar 25 orang untuk debarkasi dan

24 penumpang untuk embarkasi.*)

Gambar 14.4 Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat Kapal Laut di Pelabuhan yang Diusahakan 2007-2009 (ribu

2007 2008 2009

309.2281.2

249.7277.7 269.1 269.1

debarkasi embarkasi

2007 2008 2009

150.9

197.3

240.7

192.7

229.9 234.5

debarkasi embarkasi

Sumber: Dikutip dari Publikasi Statistik Perhubungan BPS Prov Papua Barat, 2009

Sumber: Dikutip dari Publikasi Statistik Perhubungan BPS Prov Papua Barat, 2009

Gambar 14.5 Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat Pesawat Udara 2007-2009 (ribu orang)

*) rata-rata jumlah penumpang diperoleh dari pembagian jumlah penumpang dengan jumlah penerbangan termasuk pesawat ringan dengan kapasitas kecil.

14 TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

Tahukah Anda? Jalan Trans Papua Barat memiliki

panjang lintasan 1.625 Km dan akan

menghubungkan tujuh kabupaten.

Jalan Trans Papua Barat Menghubungkan Tujuh Kabupaten Jalan Trans Papua Barat yang diperkirakan memiliki panjang 1.625 Km akan membuka isolasi dengan

menghubungkan tujuh kabupaten yang selama ini tidak dapat ditempuh melalui jalur darat.

Page 70: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

54

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Seiring perkembangan pembangunan, peran

perbankan menjadi sesuatu yang sangat penting.

Perbankan selain memberikan kemudahan fasilitas

bertransaksi dan sebagai tempat penyedia dana bagi

yang membutuhkan dana kredit juga menjadi sarana

yang aman untuk berinvestasi.

Jumlah kantor bank di Provinsi Papua Barat terus

meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2007 jumlah

kantor bank hanya 49 unit yang terdiri dari 5 unit bank

swasta nasional serta 44 unit bank persero dan

pemerintah daerah. Di tahun 2009 jumlahnya

meningkat menjadi 61 unit kantor bank, yang terbagi

menjadi 9 unit bank swasta nasional serta 52 unit bank

persero dan pemerintah daerah.

Dalam tiga tahun fasilitas kredit perbankan yang

disalurkan ke masyarakat baik rupiah maupun valuta

asing (valas) ternyata lebih banyak digunakan untuk

konsumsi rumah tangga. Penggunaan kredit untuk

keperluan investasi justru paling kecil digunakan

setelah penggunaan kredit untuk keperluan modal

kerja/usaha.

Penggunaan kredit perbankan untuk konsumsi

meningkat dari 40,58 persen di tahun 2007 menjadi

42,46 persen di tahun 2009, setelah sebelumnya

sempat mengalami penurunan dari tahun 2008 yang

mencapai 42,59 persen. Lebih tingginya penggunaan

kredit perbankan untuk kepentingan konsumsi

menunjukkan perilaku masyarakat yang konsumtif.

Pola konsumtif masyarakat ini searah dengan

tingginya persentase konsumsi rumah tangga dalam

PDRB menurut penggunaan (69,02%).

Gambar 15.1 Jumlah Kantor Bank menurut Jenisnya di Provinsi Papua Barat 2007-2009

Sumber: Bank Indonesia, 2009

Sumber: Bank Indonesia, 2009

Gambar 15.2 Posisi Kredit Perbankan Rupiah dan Valas menurut Jenis Penggunaan2007-2009 (%)

PERBANKAN DAN INVESTASI

Tahukah Anda? Sektor Keuangan dan Jasa lebih

banyak memanfaatkan fasilitas kredit

bank dibandingkan dengan sektor

lainnya.

2007

2008

2009

57

9

4446 52

49 53 61

Swasta Nasional Persero dan Pemda Jumlah

Penggunaan Kredit Masyarakat Lebih Besar untuk Konsumsi Kredit pinjaman bank menurut penggunaan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat meminjam dana di bank bukan untuk kebutuhan modal kerja/usaha maupun investasi, namun digunakan untuk konsumsi rumah tangga.

2007 2008 2009

40.58 42.59 42.46

20.83 22.55 22.09

38.59 34.87 35.45

Modal Kerja Investasi Konsumsi

15

Page 71: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

55 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

16

Inflasi adalah persentase tingkat perubahan harga

sejumlah barang dan jasa yang secara umum

dikonsumsi rumah tangga. Perubahan yang dimaksud

adalah terjadi kenaikan atau mungkin penurunan harga

barang dan jasa. Ada kalanya harga barang tidak

berubah dibandingkan dengan kondisi sebelumnya

pada referensi survei. Rata-rata tertimbang dari

perubahan harga barang dan jasa tersebut pada

periode waktu tertentu (bulanan) disebut inflasi (harga

naik) dan deflasi (harga turun).

Penghitungan inflasi tersebut tercakup dalam

Indeks Harga Konsumen (IHK). Persentase kenaikan

harga disebut inflasi (nilainya >0) dan sebaliknya

disebut dengan deflasi (nilainya <0).

Inflasi merupakan indikator yang menggambarkan

kecenderungan umum tentang perkembangan harga.

indikator ini dapat dipakai sebagai informasi dasar

dalam pengambilan keputusan kebijakan ekonomi

makro dan mikro, baik fiskal maupun moneter.

Kenaikan harga memang tidak dapat dihindari,

namun dapat dikendalikan. Hal ini perlu dilakukan

karena kenaikan harga yang tidak terkendali dapat

mengakibatkan efek domino di berbagai sisi kegiatan

ekonomi. Inflasi yang tinggi akibat dari kenaikan harga

mengakibatkan daya beli masyarakat menurun,

dampaknya kinerja perekonomian manjadi menurun

dan kemiskinan cenderung tinggi.

IHK Papua Barat tahun 2010 (kondisi bulan

Oktober) sebesar 139,71 persen artinya terjadi

kenaikan harga secara umum sebesar 39,71 persen

dibandingkan dengan harga tahun dasar 2007. Selama

Sumber: BPS Prov Papua Barat, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

Tabel 16.1 Indeks Harga Konsumen (2007=100) Provinsi Papua Barat Januari 2008-Oktober 2010

Bulan 2008 2009 2010*

Januari 106.07 128.70 132.99

Febuari 106.03 128.76 133.10

Maret 106.91 129.03 133.30

April 107.51 128.62 135.37

Mei 111.30 128.80 134.62

Juni 117.70 129.59 135.56

Juli 122.64 131.02 138.75

Agtustus 124.96 131.96 140.12

September 126.91 131.51 140.38

Oktober 126.20 131.41 139.71

November 124.87 131.50

Desember 126.21 132.80

HARGA-HARGA

►► Formulasi Penghitungan Inflasi:

►► Keterangan:

IHKn : Indeks Harga Konsumen bulan ke-n

IHKn-1 : Indeks Harga Konsumen bulan ke-(n-1)

Inflasi jika nilainya > 0

Deflasi jika nilainya < 0

Tahukah Anda? Inflasi tahunan Papua Barat tahun

2008 adalah yang tertinggi di

Indonesia, nilainya mencapai 20,06

persen. Pemicunya diduga karena

kenaikan harga BBM pada tahun

tersebut.

Terjadi Kenaikan Harga 39,71 Persen IHK tahun 2010 (kondisi bulan Oktober) sebesar 139,71 persen artinya terjadi kenaikan harga secara

umum sebesar 39,71 persen dibandingkan dengan harga pada tahun dasar 2007.

Page 72: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

56

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

tahun 2008-2010*, inflasi lebih banyak terjadi dari pada

deflasi. Sepanjang 34 bulan tersebut, hanya 8 kali

terjadi penurunan IHK (deflasi), 26 bulan lainnnya

terjadi kenaikan IHK (inflasi). Di tahun 2008 bahkan

terjadi inflasi selama 7 bulan berturut-turut dari bulan

Maret-September. Di akhir tahun 2009 hingga awal

tahun 2010 terjadi pula inflasi beruntun selama 6 bulan

(November 2009-April 2010). Bila mencermati kondisi

yang demikian, tampaknya perkembangan (kenaikan)

harga belum terkontrol dengan baik. Diperlukan usaha

dari pemerintah daerah untuk memonitoring harga

agar setidaknya kondisinya lebih stabil.

Laju inflasi Papua Barat diwakili oleh dua kota,

yaitu Manokwari dan Kota Sorong. Gabungan

keduanya memberikan gambaran umum kondisi

perkembangan harga di Papua Barat. Selama Januari

2008-Oktober 2010 inflasi tertinggi sebesar 5,75

persen yang terjadi di bulan Juni 2008. Sedangkan

deflasi terendah terjadi di bulan November 2008

sebesar –1,06 persen.

Laju inflasi tahun kalender tertinggi terjadi di tahun

2008, yaitu sebesar 20,06 persen. Inflasi ini diduga

terjadi karena pada tahun 2008 terjadi dua kali

kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan

harga BBM berdampak multiplier effect terhadap harga

-harga berbagai barang dan jasa. Inflasi sebesar 20,06

persen termasuk dalam kategori sedang. Inflasi mulai

terkendali di tahun 2009, terbukti dengan turunnya

inflasi tahun kalender menjadi 5,22 persen. Di tahun ini

tingkat inflasi bulanannya rata-rata tidak melampaui

satu persen, bahkan terjadi tiga kali deflasi dalam satu

Sumber: Survei Harga Konsumen, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

Tabel 16.2 Laju Inflasi Tahun Kalender (2007=100) Januari 2008-Oktober 2010 (%)

Bulan 2008 2009 2010*

Januari 0.90 1.98 0.15

Febuari 0.87 2.02 0.22

Maret 1.70 2.24 0.37

april 2.27 1.91 1.94

Mei 5.88 2.06 1.37

Juni 11.97 2.68 2.08

Juli 16.66 3.82 4.48

Agtustus 18.87 4.56 5.52

September 20.73 4.20 5.71

Oktober 20.05 4.12 5.21

November 18.79 4.20

Desember 20.06 5.22

Gambar 16.1 Laju Inflasi Gabungan Papua Barat Januari 2009-Oktober 2010 (%)

Sumber: Survei Harga Konsumen, 2009-2010

►► CATATAN:

Inflasi ringan : kurang dari 10 % per tahun

Inflasi sedang : 10-30 % per tahun

Inflasi tinggi : 30-100 % per tahun

Hyperinflation : lebih dari % per tahun

-0.03

5.75

-1.06

1.98

-0.32

1.11

-0.34

0.991.56

-0.55

2.35

-0.47

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

01

/08

03

/08

05

/08

07

/08

09

/08

11

/08

01

/09

03

/09

05

/09

07

/09

09

/09

11

/09

01

/10

03

/10

05

/10

07

/10

09

/10

16 HARGA-HARGA

Inflasi Tahun Kalender Papua Barat 2008 Tertinggi Inflasi tahun kalender 2008 mencapai 20,06 persen. Inflasi ini merupakan yang tertinggi di Indonesia. Inflasi tersebut diduga akibat dua kali kenaikan harga BBM di tahun tersebut.

Page 73: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

57 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

tahun. Sementara itu, pada tahun 2010, inflasinya

sudah hampir menyamai tahun 2009 meskipun baru

pada kondisi bulan Oktober. Bila pada dua bulan

kedepan terjadi inflasi lagi maka dapat dipastikan

inflasi tahun kalender tahun 2009 akan terlampaui.

Namun bila pada dua bulan selanjutnya terjadi deflasi

maka inflasi tahunan Papua Barat pada tahun 2010

akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2009.

Untuk itu, pemerintah daerah harus melakukan

monitoring harga mengingat sebagian besar

masyarakat Papua Barat beragama Kristen akan

mengahadapi perayaan natal, disamping adanya

momen tahun baru.

Penghitungan angka inflasi dikelompokkan ke

dalam 7 kelompok pengeluaran. IHK tertinggi selalu

berada pada kelompok pengeluaran makanan jadi,

minuman, rokok dan tembakau selama tiga tahun

terakhir. IHK pada kelompok pengeluaran tersebut

tahun 2010 mencapai 158,59 persen, artinya terjadi

kenaikan harga sebesar 58,59 persen pada kelompok

pengeluaran ini dibandingkan dengan kondisi tahun

dasar 2007. Dengan kata lain, harga-harga pada

kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

tembakau mengalami kenaikan lebih dari 1,5 kali lipat

terhadap tahun 2007.

Inflasi tahun kalender tahun 2009 tercatat 5,22

persen. penyumbang inflasi terbesar dari kelompok

pengeluaran sandang, yaitu sebesar 10,13 persen.

Inflasi kelompok pengeluaran lainnya berada pada

kisaran lima persen. Sedangkan kelompok

pengeluaran transport, komuniksi, dan jasa keuangan

Sumber: Survei Harga Konsumen, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

Tabel 16.4 Laju Inflasi Tahun Kalender (2007=100) menurut Kelompok Pengeluaran 2009-2010 (%)

Tabel 16.3 IHK Gabungan Papua Barat menurut Kelompok Pengeluaran2008-2010 (%)

Kelompok Pengeluaran 2008 2009 2010*

Bahan Makanan 137.79 144.82 155.87

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

139.96 147.45 158.59

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

121.72 131.81 136.71

Sandang 106.55 117.35 118.21

Kesehatan 118.67 125.78 130.16

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga

107.77 113.72 120.31

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

112.92 111.96 112.65

Umum/Total 126.21 132.8 139.71

Kelompok Pengeluaran 2009 2010*

Bahan Makanan 5.10 7.63

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

5.35 7.55

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

8.29 3.72

Sandang 10.13 0.73

Kesehatan 5.99 3.49

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 5.52 5.80

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

-0.85 0.61

Umum/Total 5.22 5.21

Sumber: Survei Harga Konsumen, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

HARGA-HARGA

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Picu Inflasi Tertinggi Berdasarkan IHK tahun 2010*, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau menjadi pemicu utama inflasi. Hal ini ditunjukkan dengan menempatkan kelompok tersebut menjadi IHK

tertinggi yaitu 158,59 perrsen, artinya terjadi kenaikan harga sebesar 58,59 persen terhadap tahun dasar 2007 pada kelompok pengeluaran tersebut.

16

Page 74: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

58

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

justru mengalami deflasi sebesar –0,85 persen.

Inflasi tahun kalender tahun 2010 sebesar 5,21

persen dengan penyumbang terbesar inflasi pada

kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,63

persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok

dan tembakau sebesar 7,55 persen.

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu

indikator yang berguna untuk mengukur tingkat

kesejahteraan petani, karena mengukur kemampuan

tukar produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani

dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani

baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk

konsumsi rumah tangga petani.

NTP Papua Barat tahun 2009 sebesar 104,98

persen lebih rendah dibandingkan dengan NTP tahun

2008 sebesar 106,24 persen. NTP tahun 2010 kembali

mengalami penurunan menjadi 102,73 persen. Nilai

NTP 102,73 persen artinya petani mengalami surplus

usaha sebesar 2,73 persen.

NTP Papua Barat 2008-2010 nilainya selalu diatas 100

persen, artinya kesejahteraan petani menjadi lebih baik

dibandingkan dengan tahun dasar 2007. Namun nilai

NTP cenderung mengalami penurunan, meskipun

indeks yang diterima petani (It) terus mengalami

peningkatan. Peningkatan indeks yang diterima petani

ternyata pertumbuhannya tidak dapat mengimbangi

pertumbuhan indeks yang dibayarkan petani (Ib) yang

bergerak lebih cepat. Pertumbuhan yang cepat dari

indeks yang dibayarkan petani diduga karena

pertumbuhan indeks konsumsi rumahtangga petani

meningkat relatif cepat.

Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

Tabel 16.5 NTP menurut Subsektor 2009-2010* (%) (2007=100)

Gambar 16.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Papua Barat 2008-2009 (%)(2007=100)

Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2009-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

NTP_N : Nilai Tukar Petani perikanan NTP_H : Nilai Tukar Petani Hortikultura NTP_PR : Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat NTP_PT : Nilai Tukar Petani Peternakan NTP_P : Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan

124.17

126.98129.29

116.87 120.96125.85

106.24104.98

102.73

100

120

140

2008 2009 2010*

It Ib NTP

Tahun NTP_N NTP_H NTP_PR NTP_PT NTP_P

2009 113.75 111.45 121.84 112.33 90.66

2010* 110.72 106.07 117.62 112.79 88.34

►► CATATAN: Nilai Tukar Petani (NTP) adalah adalah perbandingan

antara indeks harga yang diterima (It) dan dibayar (Ib) petani.

Jika NTP lebih besar dari 100 maka dapat diartikan

kemampuan daya beli petani periode tersebut relatif lebih

baik dibandingkan dengan periode tahun dasar, sebaliknya

jika NTP lebih kecil atau di bawah 100 berarti terjadi

penurunan daya beli petani.

16 HARGA-HARGA

Petani Tanaman Pangan Selalu Merugi NTP menurut subsektor pertanian menunjukkan bahwa nilai tukar petani pada subsektor tanaman pangan tidak pernah lebih dari 100 persen. Artinya adalah biaya yang dibayarkan petani selalu lebih tinggi daripada biaya yang diterima petani dalam usaha pertaniannya.

Page 75: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

59 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Nilai NTP berdasarkan subsektor tahun 2010

tercatat bahwa seluruh subsektor mengalami

penurunan nilai indeks dibandingkan dengan kondisi

tahun 2009. NTP tertinggi berada pada subsektor

pertanian perkebunan rakyat, nilai indeksnya sebesar

117,62 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa petani

pertanian perkebunan rakyat pendapatannya dari

usaha pertanian lebih baik dari pada petani pada

subsektor lain. Diantara subsektor-subsektor tersebut

hanya subsektor tanaman pangan yang nilai indeksnya

dibawah 100 persen, yaitu sebesar 88,34 persen.

Artinya indeks yang harus dibayarkan petani lebih

tinggi dari indeks yang diterima petani atau dapat

dikatakan petani tanaman pangan cenderung merugi.

Selain inflasi perkotaan yang dihitung pada 66

kota di Indonesia, dihiutng pula inflasi pedesaan.

Selama tahun 2008-2010 inflasi tertinggi adalah

sebesar 3,54 persen yang terjadi pada bulan Juni

2008. hal yang sama juga terjadi pada inflasi

perkotaan. Sementara deflasi terendah terjadi pada

bulan Oktober 2010 sebesar –0,78 persen. Selama

periode tersebut hanya terjadi 4 kali deflasi, yaitu di

bulan Januari dan Februari 2009 (-0,58% dan –0,64%);

bulan Desember 2009 (-0,63%); dan bulan Oktober

2010 (-0,78%). Selebihnya Papua Barat mengalami

inflasi, bahkan selama setahun penuh di tahun 2008

selalu mengalami inflasi. Setelah deflasi bulan Oktober

2009 pun terjadi inflasi secara beruntun selama 11

bulan.

Bila dilihat dari indeks penyusun inflasi, nilai

indeks di tahun 2010 sebesar 131,92 persen. Artinya

Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

Tabel 16.6 Indeks Harga Pedesaan menurut Kelompok Pengeluaran (2007=100)(%)

Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2009-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

Gambar 16.3 Laju Inflasi Pedesaan Bulanan (2007=100) Papua Barat Februari 2008-Oktober 2010 (%)

3.54

-0.58

0.82

0.01

1.78

-0.63

1.11

0.24 0.13

0.99

-0.78-1

0

1

2

3

4

02

/08

04

/08

06

/08

08

/08

10

/08

12

/08

02

/09

04

/09

06

/09

08

/09

10

/09

12

/09

02

/10

04

/10

06

/10

08

/10

10

/10

Kelompok Pengeluaran 2008 2009 2010*

Bahan Makanan 128.99 139.08 149.73

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

108.59 114.34 119.36

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

126.84 121.52 122.75

Sandang 118.21 126.26 127.60

Kesehatan 115.84 120.87 122.56

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga

104.92 107.12 109.70

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

107.80 102.16 103.54

Umum/Total 120.21 125.65 131.92

HARGA-HARGA

Bahan Makanan Picu Inflasi Pedesaan Tertinggi 2008-2010* IHK tertinggi tahun 2010* sebesar 149,73 persen terjadi pada kelompok pengeluaran bahan makanan.

Artinya terjadi kenaikan harga tertinggi 49,73 persen pada kelompok pengeluaran bahan makanan terhadap tahun dasar 2007.

16

Page 76: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

60

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

terjadi kenaikan harga secara umum sebesar 31,92

persen terhadap tahun dasar 2007. Kenaikan harga

tertinggi berdasarkan kelompok pengeluaran berada

pada bahan makanan, yaitu 49,73 persen terhadap

tahun dasar 2007. Kelompok pengeluaran transport,

komunikasi dan jasa keuangan adalah yang

mengalami kenaikan harga terendah diantara

kelompok pengeluaran lainnya, yaitu hanya mengalami

kenaikan sebesar 3,54 persen terhadap tahun 2007.

Laju inflasi pedesaan tahun kalender tahun 2009

sebesar 4,53 persen, artinya dibandingkan dengan

kondisi Desember 2008 terjadi kenaikan harga barang

dan jasa sebesar 4,53 persen. Sedangkan pada tahun

2010 (sampai dengan bulan Oktober) laju inflasi

pedesaan tahun kalender telah mencapai 4,99 persen.

Tahun 2010 yang masih menyisakan dua bulan

tersebut ada kemungkinan dapat melampaui angka

inflasi ahun 2009 bila terjadi inflasi. Selama dua tahun

terakhir inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok

bahan makanan yaitu 7,82 persen dan 7,66 persen.

Perkembangan harga sembako perlu

mendapatkan perhatian pemerintah daerah karena

barang-barang tersebut menjadi konsumsi pokok

rumah tangga yang mempengaruhi stabilitas harga.

Harga beras tahun 2008 rata-rata sebesar Rp 6.267/

Kg dan mengalami kenaikan menjadi Rp 6.843/Kg di

tahun 2009. Demikian pula dengan harga gula pasir

yang mengalami kenaikan dari Rp 10.510/Kg menjadi

Rp 11.242/Kg di tahun 2010. Harga minyak goreng

justru mengalami penurunan dari Rp 15.450/Kg di

tahun 2008 menjadi Rp 14.453/Kg di tahun 2009.

Sumber: SHPB 2008-2009

Tabel 16.7 Laju Inflasi Pedesaan Tahun Kalender (2007=100) menurut Kelompok Pengeluaran(%)

Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2009-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010

Gambar 16.4 Perkembangan Harga Sembako Terpilih Papua Barat 2008-2009 (Rp/Kg)

Beras Minyak goreng Gula

6267

15450

10510

6843

14453

11242

2008 2009

Kelompok Pengeluaran 2009 2010*

Bahan Makanan 7.82 7.66

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

5.30 4.39

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

-4.19 1.01

Sandang 6.81 1.05

Kesehatan 4.34 1.40

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 2.10 2.40

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

-5.23 1.35

Umum/Total 4.53 4.99

Tahukah Anda? Inflasi tahun kalender pedesaan

selalu lebih rendah dari inflasi

perkotaan selama 2008-2010*.

16 HARGA-HARGA

Bahan Makanan Sumbang Inflasi Tahun Kalender Tertinggi Selama dua tahun terakhir, kelompok pengeluaran bahan makanan menyumbang sebagai inflasi tahun kalender tertinggi, yaitu 7,82 persen (2009) dan 7,66 persen (2010*).

Page 77: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

61 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam

PDRB Papua Barat tahun 2009 mencapai 10.041,36

miliar rupiah. Kondisi ini meningkat dari tahun 2008

yaitu sebesar 8.614,25 miliar rupiah, atau mengalami

pertumbuhan 6,18 persen. Di tahun sebelumnya

konsumsi rumah tangga sebesar 6.556,76 miliar rupiah

dengan pertumbuhan sebesar 10,57 persen. Kenaikan

pertumbuhan ini salah satunya didorong oleh

pembangunan sentra perbelanjaan di Kabupaten

Manokwari dan Kota Sorong serta adanya acara

keagamaan berskala nasional di Kabupaten Fakfak.

Peran konsumsi rumah tangga dalam

perekonomian yang tercermin dalam PDRB

penggunaan sangat tinggi, kontribusinya mencapai

69,02 persen di tahun 2009. Kontribusi komponen ini

paling tinggi diantara 7 komponen pembentuk PDRB

menurut penggunaan (pengeluaran). Konsumsi rumah

tangga ini meliputi konsumsi makanan dan konsumsi

non makanan. Peranan konsumsi makanan pada

konsumsi rumah tangga pada PDRB penggunaan

tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 69,17

persen dan pertumbuhannya mencapai 6,85 persen.

Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Papua

Barat terus mengalami peningkatan. Di tahun 2007

sebesar Rp 293.122 per kapita per bulan, kemudian

mengalami peningkatan menjadi Rp 346.929 per

kapita per bulan di tahun 2008. Di tahun 2009 nilainya

mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu

sebesar 28,10 persen menjadi Rp 444.426 per kapita

per bulan. Pertumbuhan tersebut merupakan yang

tertinggi di Indonesia.

Tabel 17.1 Statistik Pengeluaran Penduduk

Sumber: PDRB menurut Penggunaan, BPS Provinsi Papua Barat 2009

Uraian 2007 2008 2009

PDRB pengeluaran

Konsumsi rumah tangga (Juta Rp)

6 556 761.43 8 614 250.23 10 041 359.40

Distribusi (%) 63.24 69.09 69.02

Pertumbuhan(%) 6.15 10.57 6.18

Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan (Rp)

293122 346929 444426

Makanan (Rp) 169304 205333 268046

Non Makanan (Rp) 123818 141595 176380

Sumber: Image Google

PENGELUARAN PENDUDUK

Tahukah Anda? Pertumbuhan rata-rata pengeluaran

per kapita per bulan tahun 2008-

2009 Provinsi Papua Barat

(28,10%) adalah yang tertinggi di

Indonesia.

Konsumsi Rumah Tangga Papua Barat 69,02 Persen Pengeluaran konsumsi rumah tangga berdasarkan PDRB penggunaan sebesar 69,02 persen.

Komponen ini menjadi penyumbang terbesar diantara 7 komponen pembentuk PDRB penggunaan . 17

Page 78: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

62

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Perbandingan antara pengeluaran makanan dan

non makanan dapat digunakan sebagai indikator

tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi

persentase pengeluaran non makanan maka dapat

dikatakan bahwa tingkat kesejahteraannya semakin

membaik. Namun pola pengeluran makanan di Papua

Barat memiliki kecenderungan terus meningkat.

Persentase pengeluaran makanan tahun 2009

mencapai 60,31 persen, lebih tinggi dari pengeluaran

makanan di tahun 2007 dan 2008 yang masing-masing

bernilai 57,76 persen dan 59,19 persen.

Tingkat kecukupan gizi adalah salah satu

indikator untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan

penduduk. Tingkat kecukupan gizi ini dihitung

berdasarkan besarnya kalori dan protein yang

dikonsumsi, yaitu dengan menjumlahkan hasil kali

antara kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi

dengan besarnya kandungan kalori dan protein setiap

jenis makanan.

Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan

Gizi VIII 2004 ditetapkan standar angka kecukupan

konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia.

Angka kecukupan konsumsi kalori yaitu sebesar 2000

Kilokalori per kapita per hari dan 52 gram per kapita

per hari untuk konsumsi protein.

Konsumsi kalori per kapita per hari masyarakat

Papua Barat tahun 2007 sebesar 1.898,15 KKal.

Kemudian di tahun 2008, konsumsi kalori mengalami

penurunan menjadi 1.873,31 Kkal per kapita per hari.

Pada tahun 2009 konsumsi kalori kembali mengalami

penurunan menjadi 1.822,13 Kkal per kapita per hari.

Gambar 17.3 Konsumsi Kalori (KKal) dan Konsumsi Protein (gram) per Kapita per Hari 2007-2009

Sumber: Konsusmsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi (Susenas, 2007-2009)

47 48 48 49 49 50

2007

2008

2009

47.95

48.49

49.35

konsumsi protein

1,750 1,800 1,850 1,900

2007

2008

2009

1,898.15

1,873.31

1,822.13

konsumsi kalori

Sumber: Susenas, 2007-2009

Gambar 17.2 Persentase Pengeluaran Makanan dan Non Makanan Papua Barat 2007-2009

2007 2008 2009

57.76 59.19 60.31

42.24 40.81 39.69

Makanan Non Makanan

Tahukah Anda? Persentase pengeluaran per kapita

per bulan untuk makanan di Papua

Barat tahun 2009 (60,31%) adalah

tertinggi ketiga di Indonesia.

PENGELUARAN PENDUDUK

Persentase Pengeluaran Makanan Terus Meningkat Persentase pengeluaran makanan tahun 2009 sebesar 60,31 persen, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2008 sebesar 57,76 persen dan 59,19 persen. 17

Page 79: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

63 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Jika berpedoman pada batas standar kecukupan

konsumsi kalori sebesar 2000 Kkal maka rata-rata

konsumsi kalori penduduk Papua Barat berada

dibawah batas standar tersebut, bahkan terjadi

kecenderungan penurunan pola konsumsi kalori

masyarakat.

Rata-rata konsumsi protein penduduk Papua

Barat juga masih berada dibawah batas standar

kecukupan konsumsi protein 52 gram per kapita per

hari selama tiga tahun terakhir. Meskipun demikian,

rata-rata konsumsi protein cenderung mengalami

peningkatan dengan semakin mendekati angka

standar kecukupan konsumsi protein yang disyaratkan.

Konsumsi protein tahun 2009 meningkat menjadi 49,35

gram per kapita per hari dibandingkan dengan tahun

2007 dan 2008 sebesar masing-masing 47,95 gram

per kapita per hari dan 48,49 gram per kapita per hari.

Rendahnya konsumsi kalori dan protein yang

terlihat dari nilainya yang berada di bawah batas angka

kecukupan konsumsi kalori dan protein sebenarnya

dipengaruhi oleh pola konsumsi masyarakat di

pedesaan. Konsumsi kalori masyarakat perkotaan

hampir mencapai standar kecukupan kalori, yaitu

mencapai 1.995,91 Kkal per kapita per hari,

sedangkan di dearah pedesaan hanya sebesar

1.777,24 Kkal per kapita per hari. Konsumsi protein

masyarakat perkotaan bahkan telah berada diatas

standar yang disyaratkan yaitu 62,86 gram per kapita

per hari, sedangkan konsumsi protein di daerah

pedesaan sangat rendah, yaitu hanya 45,35 gram per

kapita per hari.

►► CATATAN:

Cara-cara menentukan kebutuhan energi (kalori)

• Teori RBW (teori berat badan relatif)

RBW = [BB (Kg)/ TB(cm)-100] X100 %

BB = Berat badan

TB = Tinggi badan

Dimana dengan ketentuan:

1. Kurus jika RBW < 90 %

2. Normal jika RBW = 90-100 %

3. Gemuk jika RBW >110 % atau -<120 %

4. Obesitas ringan RBW 120-130 %

5. Oesitas sedang RBW > 130-140 %

6. Obesitas berat RBW > 140 %

Kebutuhan kalori (energi) per hari

1.Orang kurus BB x 40 s.d 60 kalori

2.Orang normal BB x 30 kalori

3.Orang gemuk BB x 20 kalori

4.Orang obesitas BB x (10 s.d 15) kalori

Kalori di atas harus ditambah dengan kalori untuk kegiatan

pregnansi dan laktasi.

Kalori untuk orang hamil ditambah 100 kalori (trimester

I),ditambah 200 kalori (trimester II), ditambah 300 kalori

(trimester III).

Bagi yang menyusui/laktasi ditambah 400 kalori per hari,

kelemahanya bila menggunakan teori RBW adalah jenis

kelamin dan umur tidak diakomodasikan .

Energi BMR (Basal Metabolisme Rate)

Energi BMR adalah energi minimal untuk menjalankan

proses kerja atau proses faal dalam tubuh dalam kondisi

Resting Bed (berbaring istirahat di atas tempat tidur).

PENGELUARAN PENDUDUK

Angka Kecukupan Konsumsi Kalori dan Protein Dibawah Standar Konsumsi kalori masyarakat Papua Barat tahun 2009 sebesar 1822,13 Kkal/kapita/hari sedangkan

konsumsi protein sebesar 49,35 gram/kapita/hari. Angka tersebut berada dibawah standar kecukupan konsumsi kalori 2000Kkal/kapita/hari dan protein 50 gram/kapita/hari .

17

Page 80: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

64

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Gambar 18.1 PDRB menurut Subsektor Perdagangan Papua Barat 2006-2009

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009

Gambar 18.2 Share terhadap PDRB dan Pertumbuhan Subsektor Perdagangan Papua Barat 2006-2009

Subsektor perdagangan dalam PDRB termasuk

kedalam sektor enam (perdagangan, hotel, dan

restoran). Agregat PDRB subsektor perdagangan

tahun 2009 sebesar 1.321,50 miliar rupiah, kondisi ini

meningkat dari 1.187,60 miliar rupiah tahun 2008.

Peran subsektor perdagangan dalam sektor

enam sangat dominan. Kontribusinya pada sekor

enam mencapai 90,97 persen dari agregat PDRB

sektor tersebut tahun 2009, sedangkan 9,03 persen

lainnya dibagi antara subsektor hotel dan subsektor

restoran. Sedangkan kontribusi terhadap PDRB total

tahun 2009 adalah 9,08 persen. Kontribusi subsektor

perdagangan bergerak naik dibandingkan dengan

tahun 2006 sebesar 5,87 persen. Share subsektor ini

tahun 2009 juga lebih dari tahun 2007 dan 2008 yang

masing-masing sebesar 6,93 persen dan 8,16 persen.

Bertolak belakang dengan share terhadap PDRB,

pertumbuhan subsektor perdagangan justru terus

mengalami penurunan sejak tahun 2006. Pertumbuhan

subsektor ini di tahun 2006 sebesar 10,41 persen.

Pertumbuhannya mengalami perlambatan di tahun

2007 dan 2008, yaitu sebesar 9,39 persen dan 8,90

persen. Di tahun 2009, perlambatan pertumbuhan

semakin signifikan, yaitu menjadi sebesar 5,15 persen.

Di satu sisi share terhadap PDRB semakin

meningkat, namun disisi yang lain pertumbuhannya

mengalami perlambatan. Hal ini terjadi karena share

subsektor ini cukup besar dalam PDRB namun

kecepatan pertumbuhannya kalah cepat dari subsektor

lain yang nilainya lebih kecil.

5.87

6.93

8.16

9.0810.41 9.398.90

5.15

4

5

6

7

8

9

10

11

2006 2007 2008 2009

Share PDRB Pertumbuhan

2006 2007 2008 2009

853.50

1008.27

1187.60

1321.50

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009

Tahukah Anda? Subsektor perdagangan sangat

dominan di sektor 6 (perdagangan,

hotel, dan restoran), kontribusinya

mencapai 90,97 persen di tahun

2009.

18 PERDAGANGAN

Subsektor Perdagangan Dominan di Sektor Enam Subsektor perdagangan sangat dominan dalam sektor enam (perdagangan, hotel, dan restoran). Subsektor ini memberikan share sebesar 90,97 persen, sedangkan sisanya dibagi antara subsektor hotel dan subsektor restoran.

Page 81: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

65 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Tabel 19.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha Papua Barat 2008-2009 (Rp Juta)

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009

Tabel 19.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat 2008-2009 (Rp Juta)

Total PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2009

sebesar Rp. 14,55 triliun atas dasar harga berlaku dan

Rp. 6,77 triliun atas dasar harga konstan. PDRB tahun

2009 tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2008

yaitu Rp. 12,47 triliun atas dasar harga berlaku dan

Rp. 6,37 triliun atas dasar harga konstan 2000.

Bila tanpa memperhitungkan subsektor migas,

besarnya PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2009

mencapai Rp. 10,21 triliun atas dasar harga berlaku

dan Rp. 5,33 triliun atas dasar harga konstan 2000.

PDRB tanpa migas juga mengalami peningkatan

dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu Rp. 8,73 triliun

atas dasar harga berlaku dan Rp. 4,96 triliun atas

dasar harga konstan.

Perbedaan nilai PDRB atas dasar harga berlaku

dengan migas dan tanpa migas sebesar Rp. 4,37

triliun atau sekitar 29,81 persen terhadap total PDRB.

Hal ini membuktikan bahwa kontribusi subsektor migas

dalam PDRB Papua Barat cukup signifikan.

PDRB ADHB dan ADHK tertinggi menurut

lapangan usaha tercatat pada sektor pertanian yaitu

sebesar Rp. 3,57 triliun dan Rp. 1,88 triliun.

Sedangkan PDRB ADHB dan ADHK terendah menurut

lapangan usaha yaitu sektor liastrik, gas, dan air bersih

sebesar Rp. 73,87 miliar dan Rp. 31,69 miliar.

PDRB menurut kabupaten/kota dengan migas

tercatat atas dasar harga berlaku tahun 2009 tertinggi

berada di Kabupaten Sorong sebesar Rp. 5,02 triliun.

Sedangkan atas dasar harga konstan dengan migas

PDRB tertinggi juga berada di Kabupaten Sorong

sebesar Rp. 1,86 triliun.

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009

Lapangan Usaha ADHB ADHK

2008 2009 2008 2009

Pertanian 3,107,119.13 3,567,520.90 1,817,444.10 1,878,562.44

Pertambangan dan Penggalian

1,844,019.44 1,926,816.67 1,098,592.02 1,093,722.58

Industri Pengolahan 2,835,994.38 3,548,361.11 872,426.05 971,081.99

Listrik, Gas & Air Bersih

66,030.34 73,874.44 29,098.48 31,691.89

Bangunan 1,150,834.65 1,426,539.42 572,822.13 648,208.20

Perdagangan, Hotel dan Restoran

1,290,421.32 1,452,692.47 670,818.70 712,637.01

Pengangkutan dan Komunikasi

866,875.56 1,059,222.47 473,536.46 549,199.59

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

302,327.09 348,902.66 150,145.26 151,927.63

Jasa-jasa 1,005,409.58 1,143,797.37 684,491.02 731,168.14

PDRB 12,469,031.50 14,547,727.50 6,369,374.22 6,768,199.45

PDRB tanpa Migas 8,733,336.79 10,210,882.61 4,962,288.45 5,327,747.48

Lapangan Usaha ADHB ADHK

2008 2009 2008 2009

Fakfak 1,041,070.69 1,179,002.44 551,407.09 585,263.80

Kaimana 601,591.25 699,556.49 329,353.59 361,372.45

Teluk Wondama 270,482.75 330,229.73 161,993.11 184,132.75

Teluk Bintuni 863,763.80 1,041,428.59 527,958.30 584,555.37

Manokwari 2,015,535.30 2,441,458.38 989,627.25 1,083,643.56

Sorong Selatan 238,938.31 280,922.29 151,352.12 167,854.82

Sorong 4,331,639.39 4,997,505.57 1,766,896.14 1,847,252.00

Raja Ampat 855,866.36 896,710.49 541,171.86 556,068.82

Tambrauw 24,132.25 26,583.14 14,228.94 14,769.83

Maybrat 151,285.40 165,573.65 75,660.39 78,048.24

Kota Sorong 2,148,580.20 2,480,744.05 1,303,022.33 1,410,208.12

PDRB PB 12,469,031.50 14,547,727.50 6,369,374.22 6,768,199.45

PDRB PB Tanpa Migas

8,733,336.79 10,210,882.61 4,962,288.45 5,327,747.48

19 PENDAPATAN REGIONAL

PDRB Kabupaten Sorong Sepertiga PDRB Papua Barat Dengan agregat 4.997,30 miliar rupiah menjadikan Kabupaten Sorong sebagai kabupaten dengan PDRB ADHB terbesar di Provinsi Papua Barat. Lebih dari sepertiga dari total PDRB disumbangkan

oleh kabupaten tersebut

Page 82: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

66

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Gambar 19.1 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha Papua Barat 2009 (%)

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat (diolah), 2007-2009

Tabel 19.3 Share terhadap PDRB menurut Sektor Primer, Sekunder, dan Tersier Papua Barat 2007-2009 (%)

Bila unsur migas tidak diperhitungkan dalam

penghitungan PDRB, maka di tahun 2009, Kota

Sorong memiliki nilai PDRB atas dasar harga berlaku

dan atas dasar harga konstan 2000 tertinggi diantara

kabupaten lainnya. Besarnya PDRB Kota Sorong

masing-masing Rp. 2,48 triliun dan Rp. 1,41 triliun.

PDRB tahun 2009 terendah atas dasar harga berlaku

dan atas dasar harga konstan 2000 ditempati oleh

Kabupaten Teluk Wondama dengan besaran PDRB

Rp. 0,33 triliun dan Rp. 0,18 triliun.

Struktur perekonomian Papua Barat ditunjukkan

melalui distribusi persentase nilai tambah atas dasar

harga berlaku per sektor. Struktur ini dapat

memperlihatkan sektor-sektor utama yang

berkontribusi besar dalam perekonomian.

Terdapat tiga sektor unggulan penggerak

perekonomian Papua Barat sebagai kontributor utama

dalam PDRB. Ketiga sektor itu adalah sektor pertanian

memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Papua

Barat sebesar 24,52 persen, sektor industri

pengolahan memberikan kontribusi 24,39 persen,

s e k t o r p e r t a m b a n g a n d a n p e n g g a l i a n

menyumbangkan 13,24 persen. Sementara sektor

lainnya memberikan sumbangan terhadap PDRB

masing-masing kurang dari 10 persen.

Struktur perekonomian Provinsi Papua Barat

menunjukkan kecenderungan terjadinya pergeseran

dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Hal

ini terlihat dari semakin menurunnya kontribusi sektor

primer dan semakin meningkatnya share sektor

sekunder dan tersier dalam tiga tahun terakhir. Sektor

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009

Sektor 2007 2008 2009

Primer 42.61 39.71 37.77

Sekunder 29.28 32.50 34.70

Tersier 28.11 27.79 27.53

Total 100.00 100.00 100.00

►► CATATAN:

Sektor Primer terdiri dari pertanian dan Pertambangan &

Penggalian

Sektor Sekunder terdiri dari Industri Pengolahan; Listrik,

Gas, dan Air Bersih; dan Konstruksi

Sektor Tersier terdiri dari Perdagangan, Hotel dan

Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan,

Persewaan, dan Jasa perusahaan; serta Jasa-Jasa

19 PENDAPATAN REGIONAL

Kontribusi Pertanian Masih Dominan Tetapi Semakin Menurun Sektor Pertanian sampai saat ini masih konsisten sebagai kontributor utama dalam PDRB Papua Barat. Kontribusi sektor pertanian tahun 2009 sebesar 24,52 persen. Kondisi ini telah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pertanian, 24.52

Pertambangan &

Galian,13.24Industri

Pengolahan,

24.39

Listrik, Gas & Air

Bersih, 0.51

Konstruksi, 9.81

Perdag, Hotel &

Resto, 9.99

Transpor & Komunikasi,

7.28

Keu, Persewaan & Jasa

Perush, 2.40

Jasa-jasa, 7.86

Page 83: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

67 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Gambar 19.2 Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat 2003-2009 primer pada tahun 2007 memberikan kontribusi

sebesar 42,61 persen mengalami penurunan menjadi

37,77 persen di tahun 2009. Sebaliknya terjadi pada

sektor sekunder, kontribusinya di tahun 2007 sebesar

29,28 persen meningkat menjadi 34,70 persen di tahun

2009. Sedangkan sektor tersier yang sempat

mengalami penurunan kontribusi di tahun 2008

terhadap tahun 2007 kembali meningkat di tahun 2009

menjadi 27,53 persen.

Pendekatan yang digunakan untuk menghitung

pertumbuhan ekonomi disuatu daerah biasanya

dengan membandingkan besarnya nilai tambah antar

waktu menurut harga konstan. Dengan menggunakan

dasar harga konstan dapat diketahui sejauh mana

pertumbuhan riil dari suatu daerah yang

menggambarkan kondisi perekonomian sehingga

dapat diperbandingkan antar waktu dan antar daerah.

Pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun 2009

sebesar 6,26 persen. Kondisi ini mengalami

perlambatan dibandingkan dengan tahun 2007 dan

2008 sebesar 6,95 persen dan 7,33 persen.

Sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata tahun

2003-2009 sebesar 6,71 persen.

Dengan tanpa memperhitungkan subsektor migas

(tanpa migas), pertumbuhan ekonomi Papua Barat

tahun 2009 sebesar 7,36 persen. Kondisi ini juga

mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun

2008 yaitu sebesar 8,68 persen maupun tahun 2007

sebesar 8,61 persen. Pertumbuhan ekonomi rata-rata

tanpa migas tahun 2003-2009 mencapai 7,36 persen.

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Dengan Migas 7.68 7.39 6.80 4.55 6.95 7.33 6.26

Tanpa Migas 7.06 6.29 6.83 7.36 8.61 8.68 7.36

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

Pe

rtu

mb

uh

an

Ek

on

om

i (%

)

Tahukah Anda? Kontribusi PDRB dengan migas

Provinsi Papua Barat terhadap PDB

Indonesia hanya sebesar 0,32

persen. Sedangkan kontribusi tanpa

migas hanya sebesar 0,25 persen.

Sumber: Image Google

19 PENDAPATAN REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Mengalami Perlambatan Kinerja ekonomi yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi menunjukkan gejala perlambatan di tahun

2009 akibat sedikit imbas dari krisis global. Pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 6,26 persen dibandingkan tahun 2008 sebesar 7,33 persen. Pertumbuhan ekonomi tanpa migas juga mengalami

perlambatan dari 8,86 persen tahun 2008 menjadi 7,36 persen tahun 2009.

Page 84: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

68

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Tabel 19.4 PDRB per Kapita menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2008-2009 (Juta Rupiah)

Sebuah nilai yang cukup relevan dalam

menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk

secara makro ekonomi adalah dengan menggunakan

pendekatan PDRB per kapita. Dengan PDRB per

kapita, besaran nilai PDRB telah dibagi dengan jumlah

penduduk dari wilayah tersebut. Jadi besarnya PDRB

telah tertimbang dengan jumlah penduduk pada

masing-masing wilayah, sehingga tingginya PDRB

tidak lagi dipengaruhi jumlah penduduk yang besar.

PDRB per kapita dengan migas Papua Barat

meningkat dari Rp. 17,08 juta di tahun 2008 menjadi

Rp. 19,56 juta di tahun 2009. Sedangkan bila tanpa

migas PDRB per Kapita tahun 2009 sebesar Rp. 13,73

juta. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2008

sebesar Rp. 11,97 juta.

Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja Ampat

memiliki PDRB per kapita dengan migas tertinggi

pertama dan kedua sebesar Rp. 55,38 juta dan Rp.

21,42 juta, namun ketika unsur migas tidak disertakan

dalam penghitungan, peringkatnya langsung anjlok di

posisi ke-7 dan ke-8. PDRB per kapita kabupaten

tersebut menjadi Rp. 12,30 juta di Kabupaten Sorong

dan Rp. 9,82 juta di Kabupaten Raja Ampat.

PDRB menurut pengunaan pada dasarnya sama

besarnya dengan PDRB menurut Lapangan Usaha

(produksi). PDRB menurut penggunaan dihitung

berdasarkan pengeluaran sedangkan menurut

lapangan usaha dilihat dari sisi produksi. Sebagian

besar penggunaan terserap oleh konsumsi rumah

tangga, yaitu sebesar Rp. 10.041,36 miliar (69,02%)

atau meningkat dari Rp. 8.614,25 miliar di tahun 2008.

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009

Penggunaan PDRB Distribusi

2008 2009 2008 2009

Konsumsi Rumah Tangga

8 614 250.23 10 041 359.40 69.09 69.02

Lembaga Swasta Nirlaba

83 157.66 106 567.80 0.67 0.73

Konsumsi Pemerintah

2 506 043.16 2 852 993.92 20.10 19.61

PMTB 4 080 076.40 4 498 236.48 32.72 30.92

Perubahan Stok

375 834.33 391 132.92 3.01 2.69

Ekspor 6 787 164.93 5 170 937.93 54.43 35.54

Dikurangi Impor (-)

9 977 495.21 8 513 500.94 80.02 58.52

PDRB 12 469 031.50 14 547 727.50 100.00 100.00

Sumber: PDRB menurut Penggunaan Prov. Papua Barat, 2009

Tabel 19.5 PDRB menurut Penggunaan dan Distribusinya di Provinsi Papua Barat 2008-2009 (Miliar Rupiah)

Kabupaten/Kota

Dengan Migas Tanpa Migas

2008 2009 2008 2009

Fak-Fak 15.56 17.31 15.57 17.31

Kaimana 14.27 16.34 14.31 16.34

Teluk Wondama 11.67 14.01 11.69 14.01

Teluk Bintuni 16.05 18.66 16.00 17.46

Manokwari 11.66 13.81 11.72 13.81

Sorong Selatan 6.34 8.53 5.88 8.53

Sorong 44.08 55.38 10.55 12.30

Raja Ampat 20.65 21.42 9.30 9.82

Tambrauw - 0.09 - 0.09

Maybrat - 20.01 - 20.01

Kota Sorong 12.70 14.38 12.69 14.38

Papua Barat 17.08 19.56 11.97 13.73

Tahukah Anda? Kabupaten Tambrauw memiliki PDRB

per kapita terendah di Indonesia (0,9

juta rupiah).

PENDAPATAN REGIONAL

PDRB per Kapita Terdongkrak Produksi Minyak dan Gas PDRB per kapita tahun 2009 sebesar 19,56 juta rupiah lebih tinggi dibandingkan dengan PDRB per Kapita tanpa migas sebesar 13,73 juta rupiah. Perbedaan cukup signifikan tersebut didongkrak oleh daerah penghasil minyak dan gas seperti Kabupaten Sorong dan Raja Ampat.

19

Page 85: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

69 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Tabel 20.2 PDRB per Kapita Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009 (Juta rupiah)

Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan

Papua adalah provinsi di kawasan timur Indonesia.

Provinsi Maluku Utara adalah pemekaran dari Provinsi

Maluku dan Provinsi Papua Barat adalah pemekaran

dari Provinsi Papua. Diantara empat provinsi tersebut

Provinsi Papua memiliki jumlah penduduk terbesar,

yaitu 2.097.482 jiwa dengan laju pertumbuhan

penduduk 2,01 persen per tahun. Sedangkan

penduduk terkecil adalah Provinsi Papua Barat, yaitu

743.860 jiwa. Penduduk Papua Barat juga merupakan

penduduk terkecil di Indonesia.

PDRB per kapita yang lazim digunakan untuk

mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat tercatat

sebesar 24,26 juta rupiah tahun 2009 di Indonesia.

PDRB per kapita di Provinsi Papua bahkan lebih besar

dari itu, yakni mencapai 31,78 juta rupiah. Di Provinsi

Papua Barat PDRB per kapitanya juga relatif tinggi,

yaitu mencapai 19,56 juta rupiah. Tingginya PDRB per

kapita tidak lepas dari tingginya kontribusi sektor

pertambangan dan penggalian, sebagai contoh di

Papua ada pertambangan emas (PT. Freeport), di

Kalimantan Timur ada LNG Bontang dan beberapa

pertambangan lainnya, sedangkan di Papua Barat ada

pertambangan minyak dan gas disamping pembagi

penduduk yang jumlahnya kecil.

Di tahun 2009 rata-rata laju pertumbuhan

ekonomi di kawasan Maluku dan Papua diatas

pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan

ekonomi nasional tahun 2009 sebesar 4,21 persen,

turun dari kondisi tahun 2008 sebesar 6,06 persen. Hal

ini dipengaruhi krisis ekonomi global yang berdampak

Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009

Sumber: PDRB menurut Penggunaan Prov.insi Papua Barat, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009

Tabel 20.1 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009

Provinsi

Penduduk Laju

Pertumbuhan Penduduk

2007-2009 (%) 2007 2008 2009

Maluku 1420433 1440014 1457070 1.28

Maluku Utara 944276 959598 974990 1.61

Papua Barat 715999 729962 743860 1.93

Papua 2015616 2056517 2097482 2.01

Provinsi 2007 2008 2009

Maluku 4.08 4.43 4.87

Maluku Utara 3.35 4.02 4.58

Papua Barat 14.48 17.08 19.56

Papua 27.48 26.37 31.78

Indonesia 17.5 21.68 24.26

Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009

Provinsi 2007 2008 2009

Maluku 5.62 4.23 5.43

Maluku Utara 6.01 5.98 6.02

Papua Barat 6.95 7.33 6.26

Papua 4.34 (0.78) 20.34

Indonesia 6.28 6.06 4.21

Tabel 20.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009 (%)

PERBANDINGAN REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Maluku dan Papua Lebih Tinggi dari Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,21 persen lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi wilayah Maluku dan Papua. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua bahkan mencapai 20,34 persen.

20

Page 86: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

70

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Tabel 20.5 Jumlah Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2007-2010 (ribu orang)

pada negara-negara di dunia. Laju pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua mencapai 20,34 persen,

setelah sebelumnya di tahun 2008 sempat menembus

minus 0,78 persen.

Situasi kinerja ketenagakerjaan umumnya

direpresentasikan oleh angka pengangguran atau

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tercatat untuk

wilayah Maluku dan Papua, TPT terendah dicapai oleh

Provinsi Papua yaitu sebesar 4,08 persen sehingga

menempatkannya pada peringkat ke-3 dari 33 provinsi

di Indonesia. Sementara TPT tertinggi di Provinsi

Maluku yaitu sebesar 10,57 persen atau berada di

peringkat ke-5 terbawah secara nasional. Empat

provinsi di wilayah tersebut TPT-nya lebih baik

dibandingkan dengan TPT nasional (7,87%) kecuali

Provinsi Maluku. Kecenderungan perkembangan TPT

nasional bergerak menurun sejalan dengan provinsi

Papua, Papua Barat, dan Maluku, namun untuk

Provinsi Maluku Utara memiliki pola yang berbeda,

provinsi tersebut TPT-nya justru cenderung meningkat

selama tiga tahun terakhir.

Secara agregat, jumlah penduduk miskin terbesar

di wilayah Maluku dan Papua selama empat tahun

terakhir selalu ditempati oleh Provinsi Papua. Dalam

dua tahun ini jumlahnya justru mengalami peningkatan

yaitu menjadi 760,35 ribu orang dan 761,62 ribu orang.

Jumlah penduduk miskin terendah berada di Provinsi

Maluku Utara yaitu sebesar 91,07 ribu orang di tahun

2010. Pola perkembangan jumlah penduduk miskin

Maluku dan Maluku Utara memiliki persamaan karakter

yaitu cenderung terus mengalami penurunan selama

Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009

Tabel 20.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009

Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009

Provinsi 2007 2008 2009 Peringkat

2009

Maluku 12.2 10.67 10.57 29

Maluku Utara 6.05 6.48 6.76 18

Papua Barat 9.46 7.65 7.56 20

Papua 5.01 4.39 4.08 3

Indonesia 9.11 8.39 7.87

Provinsi 2007 2008 2009 2010

Maluku 404.70 391.30 380.01 378.63

Maluku Utara 109.90 105.00 98.00 91.07

Papua Barat 266.80 246.50 256.84 256.25

Papua 793.40 733.10 760.35 761.62

Indonesia (Jt) 37.20 35.00 32.50 31.02

Tahukah Anda? Jumlah penduduk miskin di Provinsi

Jawa Timur (5,37 juta jiwa) hampir

empat kali lipat jumlah penduduk

miskin di Provinsi Maluku, Maluku

Utara, Papua Barat, dan Papua.

PERBANDINGAN REGIONAL

TPT wilayah Maluku dan Papua Lebih Rendah dari TPT Nasional kecuali Provinsi Maluku Provinsi Maluku menjadi satu-satunya provinsi di wilayah Maluku dan Papua yang TPT-nya lebih tinggi dari TPT nasional. Provinsi Papua bahkan memperoleh capaian yang baik dengan menempati peringkat ketiga nasional, dimana TPT-nya sebesar 4,08 persen.

20

Page 87: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

71 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

tahun terakhir. Sedangkan Provinsi Papua dan

Provinsi Papua Barat memiliki pola tersendiri, yaitu

sama-sama mengalami peningkatan di tahun 2009 dan

kembali mengalami penurunan pada tahun 2010.

Kemiskinan ditinjau dari persentase penduduk

miskin terdapat fakta bahwa pada tahun 2010, tiga

provinsi di wilayah Maluku dan Papua merupakan tiga

provinsi dengan persentase penduduk miskin terbesar

di Indonesia, yaitu Provinsi Maluku sebesar 27,74

persen (peringkat 31); Provinsi Papua Barat sebesar

34,88 persen (peringkat 32); dan Provinsi Papua

sebesar 36,80 persen (peringkat 33).

Perkembangan pembangunan manusia diukur

dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM

Indonesia mencapai 71,76 persen. Dalam

pengkategorian IPM oleh UNDP capaian ini termasuk

kedalam kelompok menengah. Capaian IPM wilayah

Maluku dan Papua tahun 2009 termasuk rendah,

mengingat peringkat terbaiknya hanya mencapai

urutan ke-19 dari 33 provinsi. Capaian IPM tertinggi

diraih oleh Provinsi Maluku, yaitu sebesar 70,96

persen dan capaian terendah berada di Provinsi Papua

sebesar 64,53 persen sekaligus merupakan peringkat

terendah capaian IPM secara nasional.

Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009

Tabel 20.7 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009 (%)

Provinsi 2007 2008 2009Peringkat

2009

Maluku 69.96 70.38 70.96 19

Maluku Utara 67.82 68.18 68.63 29

Papua Barat 67.28 67.95 68.58 30

Papua 63.41 64.00 64.53 33

Indonesia 70.59 71.17 71.76

Tabel 20.6 Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2007-2010 (%)

Provinsi 2007 2008 2009 2010 Peringkat

2010

Maluku 31.14 29.66 28.23 27.74 31

Maluku Utara

11.97 11.28 10.36 9.42 13

Papua Barat 39.31 35.12 35.71 34.88 32

Papua 37.53 37.08 37.53 36.80 33

Indonesia 16.58 15.42 14.15 13.33

Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009

PERBANDINGAN REGIONAL

Tahukah Anda? Provinsi Maluku (27,74%), Provinsi

Papua Barat (34,88%) dan Provinsi

Papua (36,80%) adalah tiga

provinsi dengan persentase

penduduk miskin terbesar di

Indonesia.

►► CATATAN:

Empat Kategori Pengelompokan IPM:

IPM sangat tinggi : 90,00-100 persen

IPM tinggi : 80,00-89,99 persen

IPM menengah : 50,00-79,99 persen

IPM rendah : kurang dari 50,00 persen

Lebih dari Seperempat Penduduk Maluku, Papua Barat, dan Papua Berstatus Miskin

Persentase penduduk miskin Provinsi Maluku, Papua Barat, dan Papua berada pada peringkat terendah se-Indonesia. Walaupun secara agregat jumlahnya kecil namun persentasenya cukup

fantastis. Lebih dari seperempat penduduk provinsi tersebut termasuk penduduk miskin.

20

Page 88: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

72

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Hubungan TPT dan Kemiskinan terlihat dari

Diagram kuadran pada gambar 20.1. Provinsi Papua

dan papua Barat memiliki karakteristik TPT rendah

namun persentase penduduk miskin tinggi (terhadap

benchmark). Kondisi yang lebih buruk terjadi pada

Provinsi Maluku, dengan karakteristik TPT tinggi dan

persentase penduduk miskin tinggi. Sedangkan

Provinsi Maluku Utara memiliki kondisi terbaik dengan

TPT rendah dan Persentase penduduk miskin rendah.

Menurut beberapa literatur, idealnya jika tingkat

pengangguran (TPT) rendah maka kemiskinan akan

memiliki hubungan yang searah. Namun tidak

selamanya kondisi tersebut dapat tercapai. Perlu

dicermati dari berbagai aspek mengapa bisa terjadi

TPT rendah tetapi kemiskinan tetap tinggi. Aspek yang

perlu diamati adalah apakah penduduk yang bekerja

memiliki produktivitas yang tinggi sehingga setidaknya

mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.

Pengangguran rendah berarti lebih banyak orang yang

bekerja, namun perlu dilihat kemungkinan apakah

bekerja dibawah jam kerja normal, pekerja informal

tinggi, bekerja disektor pertanian ekstrkatif (mengambil

hasil dari alam untuk dikonsumsi sendiri) tinggi, tingkat

pendidikan rendah, dan upah yang rendah. Hal

tersebut merupakan beberapa penyebab TPT rendah

tetapi kemiskinan tetap tinggi.

Hubungan pertumbuhan ekonomi dan persentase

penduduk miskin hanya terbagi ke dalam dua kuadran

yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi di empat

provinsi ini lebih tinggi dari angka nasional, sehingga

seluruh provinsi berada disisi kanan kuadran (1 dan 4).

Gambar 20.1 Hubungan TPT dan Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2009

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 2 4 6 8 10 12

TPT ↑% Penduduk Miskin ↑

TPT ↓% Penduduk Miskin ↓

TPT ↑% Penduduk Miskin

TPT ↓% Penduduk Miskin ↑

Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009 Catatan: 1. Benchmark: TPT Indonesia 7,87% dan Persentase penduduk miskin Indonesia

13,33%. 2. Tanda panah berwarna hijau menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada

benchmark, dan tanda panah berwarna merah menunjukkan keadaan yang tidak lebih baik daripada benchmark.

Gambar 20.2 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2009

Maluku

Maluku Utara

Papua BaratPapua

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 5 10 15 20 25

Prtmbhn Ekonomi ↑% Penduduk Miskin ↑

Prtmbhn Ekonomi ↑% Penduduk Miskin ↓

Prt

mb

hn

Ek

on

om

i ↓

%P

en

du

du

k M

isk

in

Pert

Eko

↓%

P M

iski

n ↓

Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009 Catatan: 1. Benchmark: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 4,21% dan Persentase penduduk

miskin Indonesia 13,33%. 2. Tanda panah berwarna hijau menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada

benchmark, dan tanda panah berwarna merah menunjukkan keadaan yang tidak lebih baik daripada benchmark.

PERBANDINGAN REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Tinggi namun Persentase Penduduk Miskin Juga Tinggi Provinsi Maluku, Papua Barat, dan Papua memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun ternyata persentase penduduk miskinnya juga tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang kurang berkualitas dan ketimpangan distribusi pendapatan.

20

Page 89: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

73 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Kondisi terbaik ditunjukkan oleh Provinsi Maluku

Utara, dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi

tinggi dan persentase penduduk miskin rendah.

Sementara untuk tiga provinsi lainnya memiliki

pertumbuhan ekonomi tinggi namun persentase

penduduk miskin juga tinggi. Hal ini dapat terjadi

kemungkinan disebabkan oleh belum berkualitasnya

pertumbuhan ekonomi di ketiga provinsi tersebut.

Pertumbuhan ekonomi belum mampu menurunkan

kemiskinan dan elastisitas kesempatan kerja yang

masih rendah. Jadi pertumbuhan ekonomi belum

mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Sebagai contoh elastisitas kesempatan kerja di Papua

Barat hanya sebesar 0,02 persen, atau setiap satu

persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu

menciptakan kesempatan kerja sebesar 0,02 persen

(lihat hal 20). Disamping itu, ketimpangan distribusi

pendapatan dapat menjadi sebab tingginya kemiskinan

meskipun pertumbuhan ekonomi relatif tinggi.

Gambaran ketimpangan distribusi pendapatan

tinggi yang berpengaruh pada persentase penduduk

miskin tinggi tampak pada kondisi Provinsi Papua di

gambar 20.3. Provinsi Papua memiliki koefisien gini

ratio sebesar 0,38 persen dan persentase penduduk

miskin sebesar 36,80 persen. Meskipun laju

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua mencapai 20,34

persen tetapi karena tidak didukung oleh pemerataan

pendapatan yang baik maka persentase penduduk

miskinnya tinggi. Hal yang berbeda terjadi di Provinsi

Maluku Utara, terjadi hubungan searah yang positif,

dimana gini ratio rendah dan kemiskinan juga rendah.

PERBANDINGAN REGIONAL

Gambar 20.3 Hubungan Gini Ratio dan Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2009

Maluku

Maluku Utara

Papua BaratPapua

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0.3 0.32 0.34 0.36 0.38 0.4

Gini Ratio ↓% Penduduk Miskin ↑

Gini Ratio ↑% Penduduk Miskin ↑

Gini Ratio ↓% Penduduk Miskin ↓

Gini Ratio ↑% Penduduk Miskin ↓

Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009 Catatan: 1. Benchmark: Gini Ratio Indonesia 0,37% dan Persentase penduduk miskin Indone-

sia 13,33%. 2. Tanda panah berwarna hijau menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada

benchmark, dan tanda panah berwarna merah menunjukkan keadaan yang tidak lebih baik daripada benchmark.

►► CATATAN:

Beberapa Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Distribusi Pendapatan:

Ravallion dan Datt (1996), studi kasus di India →

Menemukan bahwa pertumbuhan di sektor primer lebih

efektif dalam menurunkan kemiskinan dibanding sektor

sekunder.

Saunders (2002) → Tingkat kemiskinan dan

pengangguran kadang kala tidak searah bahkan

berlawanan arah karena alasan ekonomi, serta konsep

dan metodologi yang digunakan.

Semoa dan Tesfa (2004), studi di Virginia Barat → Ada

hubungan timbal balik antara perubahan insiden

kemiskinan dan perubahan ketimpangan pendapatan.

Hubungan yang terjadi adalah searah, yaitu jika

kemiskinan meningkat maka perubahan ketimpanganpun

akan meningkat, demikian juga sebaliknya.

Munandar, Kurniawan dan Santoso (2007), berdasarkan

analisis siklikal → Tingkat kemiskinan akan turun jika

pengangguran turun.

Gini Ratio Tinggi, Persentase Penduduk Miskin Tinggi Salah satu contoh fenomena yang melatarbelakangi tingginya persentase penduduk miskin di

Provinsi Papua meskipun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah ketimpangan distribusi pendapatan (gini ratio tinggi)

20

Page 90: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
Page 91: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

74 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Lampiran Tabel

Page 92: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

75

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Kabupaten/Kota Luas Wilayah

Fakfak 11036.48

Kaimana 16241.84

Teluk Wondama 3959.53

Teluk Bintuni 20840.83

Manokwari 14250.94

Sorong Selatan 9408.63

Sorong 12594.94

Raja Ampat 8034.44

Kota Sorong 656.64

Papua Barat 97024.27

Tabel 1.1 Luas Wilayah Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota 2009

Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 2008

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 41397 43498 84895

5-9 37398 39698 77096

10-14 33597 35599 69196

15-19 38498 40498 78996

20-24 32197 38299 70496

25-29 29598 32299 61897

30-34 30801 31097 61898

35-39 30698 31699 62397

40-44 26598 29500 56098

45-49 21198 23199 44397

50-54 13799 17798 31597

55-59 8600 12499 21099

60-64 5201 7198 12399

65-69 2101 3999 6100

70-74 1099 2000 3099

75+ 1100 1100 2200

Total 353880 389980 743860

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi Papua Barat 2009

Sumber: Proyeksi Supas 2000-2015

Page 93: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

76 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Kabupaten/Kota Komponen IPM

IPM AHH AMH MYS PPP

Fakfak 70.16 97.18 9.09 585.63 70.80

Kaimana 69.48 95.49 7.32 599.40 69.80

Teluk Wondama 67.25 83.13 6.44 600.79 65.27

Teluk Bintuni 67.88 82.98 6.88 597.49 65.65

Manokwari 67.67 85.67 7.95 588.11 66.20

Sorong Selatan 66.49 88.20 7.94 587.90 66.09

Sorong 67.49 91.40 8.04 597.45 68.16

Raja Ampat 65.75 92.77 7.26 560.49 64.08

Tambrauw 66.09 76.38 4.21 440.53 49.12

Maybrat 66.03 89.80 6.92 580.93 64.89

Kota Sorong 71.53 99.12 10.54 634.63 76.84

Papua Barat 68.20 92.34 8.01 595.28 68.58

Tabel 1.3 Indeks Pembangunan Manusia menurut Komponen dan Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat 2009

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan Penduduk Miskin Kedalaman

Kemiskinan (P1)

Keparahan Kemiskinan

(P2) Makanan Non Makanan Total Jumlah Persentase

Perkotaan

Maret 2007 154,698 54,820 209,518 11.00 7.14 0.73 0.12

Maret 2008 180,866 63,941 244,807 9.48 5.93 0.73 0.24

Maret 2009 223,357 81,373 304,730 8.55 5.22 0.43 0.04

Maret 2010 233,764 85,406 319,170 9.59 5.73 1.14 0.36

Perdesaan

Maret 2007 176,025 28,933 204,958 255.80 48.82 16.58 7.29

Maret 2008 197,785 32,469 230,254 237.02 43.74 11.67 4.46

Maret 2009 223,592 45,762 269,354 248.29 44.71 12.51 4.61

Maret 2010 238,145 49,367 287,512 246.66 43.48 13.22 5.47

Kota+Desa

Maret 2007 172,145 33,853 205,998 266.80 39.31 12.97 5.66

Maret 2008 193,930 39,641 233,570 246.50 35.12 9.18 3.50

Maret 2009 223,538 53,878 277,416 256.84 35.71 9.75 3.57

Maret 2010 237,147 57,580 294,727 256.25 34.88 10.47 4.30

Tabel 1.4 Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan, dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Barat 2007-2010

Sumber: Olahan Susenas 2009

Sumber: Olahan Susenas 2007-2010

Page 94: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

77

STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Tabel 1.5 PDRB ADHB dan ADHK menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat 2006-2009

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan

2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

1. Pertanian 2,428,810.57 2,762,424.54 3,107,119.13 3,567,520.90 1,624,269.11 1,709,046.87 1,817,444.10 1,878,562.44

2. Pertambangan dan Penggalian 1,552,891.49 1,655,107.42 1,844,019.44 1,926,816.67 1,081,658.46 1,087,167.36 1,098,592.02 1,093,722.58

3. Industri Pengolahan 1,741,954.15 2,084,467.80 2,835,994.38 3,548,361.11 751,875.24 813,660.34 872,426.05 971,081.99

4. Listrik, Gas & Air Bersih 48,038.78 57,745.90 66,030.34 73,874.44 24,616.86 26,903.48 29,098.48 31,691.89

5. Bangunan 715,644.60 893,250.07 1,150,834.65 1,426,539.42 440,813.49 498,004.63 572,822.13 648,208.20

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 925,804.53 1,096,203.97 1,290,421.32 1,452,692.47 561,814.69 616,261.41 670,818.70 712,637.01

7. Pengangkutan dan Komunikasi 646,121.42 771,098.42 866,875.56 1,059,222.47 397,041.92 440,299.46 473,536.46 549,199.59

8. Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan 151,430.25 214,745.78 302,327.09 348,902.66 94,706.46 118,299.10 150,145.26 151,927.63

9. Jasa-jasa 734,843.72 832,234.79 1,005,409.58 1,143,797.37 572,104.26 624,673.17 684,491.02 731,168.14

PDRB Papua Barat 8,945,539.50 10,367,278.69 12,469,031.50 14,547,727.50 5,548,900.50 5,934,315.82 6,369,374.22 6,768,199.45

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009

1. Pertanian 27.15 26.65 24.92 24.52

2. Pertambangan dan Penggalian 17.36 15.96 14.79 13.24

3. Industri Pengolahan 19.47 20.11 22.74 24.39

4. Listrik, Gas & Air Bersih 0.54 0.56 0.53 0.51

5. Bangunan 8.00 8.62 9.23 9.81

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.35 10.57 10.35 9.99

7. Pengangkutan dan Komunikasi 7.22 7.44 6.95 7.28

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

1.69 2.07 2.42 2.40

9. Jasa-jasa 8.21 8.03 8.06 7.86

TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00

Tabel 1.6 Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat 2006-2009

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009

Page 95: Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf

78 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat 2006-2009

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009

Tabel 1.8 Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat 2006-2009

Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009

1. Pertanian 3.29 5.22 6.34 3.36

2. Pertambangan dan Penggalian -1.77 0.51 1.05 -0.44

3. Industri Pengolahan 0.52 8.22 7.22 11.31

4. Listrik, Gas & Air Bersih 11.25 9.29 8.16 8.91

5. Bangunan 13.06 12.97 15.02 13.16

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.49 9.69 8.85 6.23

7. Pengangkutan dan Komunikasi 14.84 10.89 7.55 15.98

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan -1.80 24.91 26.92 1.19

9. Jasa-jasa 9.40 9.19 9.58 6.82

Papua Barat 4.55 6.95 7.33 6.26

Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009

Fak-Fak 6.81 6.42 6.29 6.14

Kaimana 7.69 8.38 6.16 9.72

Teluk Wondama 18.97 19.75 16.90 13.67

Teluk Bintuni 11.10 12.87 12.52 10.72

Manokwari 7.60 8.84 9.40 9.50

Sorong Selatan 8.71 8.67 -28.14 10.90

Sorong 0.39 3.13 7.98 4.55

Raja Ampat 0.22 2.74 2.23 2.75

Tambrauw - - - 3.80

Maybrat - - - 3.16

Kota Sorong 8.53 6.57 7.44 8.23

Papua Barat 4.55 6.95 7.33 6.26