STABO

download STABO

of 41

description

STABO

Transcript of STABO

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Kestabilan suatu obat merupakan faktor yang harus dipertahankan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil-hasil uaraian dari zat tersebut berifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.

Pada umumnya penetuan ketabilan suatu zat padat dilakukan dengan cara kinetia kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama. Sehingga praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting iperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah kecepatan reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi, serta tingkat reaksi dan cara penentuannya. Proses laju merupakan hasil dasar yang perlu diperhatkan bagi setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat harus dengan sediaan yang dihasilkan cukup tabil dalam penyimpanan yang cukup lama dimana tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang ditulis atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan imasukkan dalam rantai peristiwa ini :

1. Kestabilan dan tak tercampurnya proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktfan melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut.

2. Disolusi, disini yang perhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bntuk larutan molekul.

3. Proses obsorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses ini berkaitan dengn laju absorbsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai factor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur penglepasan.

I.2 Maksud Percobaan

Untuk mengetahui dan memahami cara penentuan kestabilan suatu obat Ampicilin dry sirup.I.3 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk :1. Menentukan tingkat reaksi penguraian suatu zat

2. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat.

3. Menentukan Ea (Energi aktifasi) dari reaksi penguraian suatu zat.

4. Menentukan waktu paruh suatu zat.

I.4 Prinsip percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah penentuan stabilitas Ampicilin dry sirup berdasarkan pengaruh temperatur yang dipanaskan pada suhu 40oC, 60oC, dan 80oC, yang dipipet 1 ml dengan variasi waktu 0, 10, 20, dan 30 menit, lalu dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,01 N dengan indikator kanji sampai terjadi perubahan warna biru menjadi bening yang kemudian dihitung kestabilannya berdasarkan tujuan prinsip dari kinetika kimia.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori umum

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum. (Anonim : 2005)

Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan berada dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas yang diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90% keatas masih bias digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat digunakan lagi atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat tinggal 90% disebut umur obat. (Anonim : 2005)

Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan dilarutkan dalam suatu cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-bahan penolong lain), atau juga dilakukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri yaitu misalnya dengan mengubah-ubah kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya, maka dengan demikian stabilitas obat yang bersangkutan mungkijn juga akan terpengaruh. (Howard : 1989).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan lain-lain, digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amida seperti amil ntrat dan kloramfenikol adalah merupakan suatu zat-zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi. (Anonim : 2005)

Penerapan prinsip fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah terbukti sangat mengntungkan pengambangan sediaan stabil. Hanya pendekatan itu yang memungkinkan pemamfaatan data yang diperoleh dari penyimpanan dalam kondisi yang melebihi keadaan normal secara tepat dan memadai, untuk maksud meramalkan stablitas pada penyimpanan normal selama jangka waktu yang lama. Sangat penting bagi produsen dari produk baru pada penyimpanan normal dari data penyimpanan dipercepat, dikarenakan keuntungan ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat mungkin setelah formulasinya selesai. (Connors : 1994)

Pada masa lalu banyak perusahaan farmai mengadakan evaluasi mengenai kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti itu memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature tinggijuga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya beberapa perusahaan menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37C mempercepat penguraian 2x lajunya pada temperature normal, sementara perusahaan lain menggunakan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian dengan 20x laju normal. (Alfred Martin : 1993).

Telah dilaporkan hasil pengamatan terhadap ketergantungan hidrolisis ampisilin terhadap suhu dan terlihat pada pH 4,93 dalam bentuk plot. Ampisilin juga telah menunjukkan dapat mengalami hidrolisis terkatalisis asam umum dan basa umum. Pada suhu 35C dan pH 1,2 efek garam atas hidrolisis ampisilin yang diamati adalah positif sedikit lurus. Tidak ada efek garam yang dapat diamati pada ph 4,49. pada pH 1,2 penambahan alkohol pada larutan akan menghasilkan penurunan laju hidrolisis, kali ini berkaitan dengan pengurangan tetapan dielektrikum pelarut. Ampisilin dalam larutan alcohol 50% memiliki waktu paruh 2 kali disbanding dalam pelarut yang semata-mata air. (Gennaro, Alfonso : 2000)

Untuk menghindari terjadinya hidrolisis pada cincin. -laktan, keberadaan air harus dihindarkan terutama jangan sampai kontak dengan bentuk pada padatan ampisilin. Suhu juga memainkan peranan penting dalam laju degradasi padatan dan larutan. Karena terbatasnya waktu paruh sediaan ampisilin yang berada dalam bentuk larutan dan suspensi, amka bentuk sediaan padat merupakan satu-satunya formulasi stabil untuk waktu yang lebih lama. Dengan menurunkan tetapan dielektrikum larutan ampisilin dengan alcohol akan menghasilkan stabilitas yang lebih baik dibanding bentuk larutan yang semata-mata air pada pH rendah. Pemakaian larutan dapar paa laju pH minimum dan penyimpanan pada konsentrasi yang relatif rendah merupakan salah satu alternatif dalam memperpanjang stabilitas bentuk cairan. (Schunack, Walter : 1990).

Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia. Cara ini memerlukan waktu yang ama sehingga praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat kinetika kimia adalah:

1. Kecepatan reaksi

Kecepatan atau laju suatu reaksi diberikan sebagai dC/dt. Artinya terjadi penambahan (+) atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hokum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zatyang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi :

aA + bB + .. = Produk

laju reaksinya adalah :

Laju = - 1/a d(A)/dt

= -1/b d(B)/dt = = k(A)a(B)b

k adalah konsentrasi laju. Laju berkurang masing-masing komponen reaksi diberikan dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi.

2. Orde reaksi

Dari hukum aksi massa, suatu garis lurus di dapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Orde reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang menghasilkan seluruh garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pangkat dari tiap konsentrasi reaktan.

3. Temperatur

Sejumlah faktor lain, selain konsentrasi dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Diantaranya adalah temperature, pelarut, katalis dan sinar. Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10C. Pengaruh temperature terhadap laju ini diberikan dengan persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh Arrhineus.

k = Ae-Ea/RTatau

log k = log A Ea . 1

2,303 RT

Dimana laju spesifik, A adalah konstanta yang disebut factor frejuensi, Es asalah energi aktifasi R adalah konstanta gas, 1,987 kalori/derajat mol, dan T adalah temperature absolute. Konstanta itu dapat dicari dengan menentukan k pada berbagai temperature dan memplot 1/T terhadap log k.

4. Kekuatan ion

Pengaruh kekuatan ion terhadap kecepatan reaksi dapat dilihat dari persamaan berikut :

Log K = log ko + 1,02 zAzB

Dimana :

K= Konstanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion tertentu

ko = Konatanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion = 0

z = Muatan ion

= Kekuatan ion

5. Pengaruh pH

Reaksi penguraian beberapa larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-). Katalisator ini disebut katalisator asam basa khusus. Misalnya pada reaksi hidrolisa ester (S) dalam air (R).

S + R---------- P

S + H+ ---------- SH+SH+ + R ====== P

Skema reaksi umum ini menganggap bahwa hasil reaksi P pada reaksi hidrolisis ini tidak bergantung kembali membentuk ester.

Untuk reaksi ini pada umumnya, laju pembentukan hasil reaksi dinyatakan dengan :

dP = k (SH+) dt (S)(H+)

konsentrasi asam konjugat SH+ merupakan jumlah yang dapat diukur, karena pra-kesetimbangan membutuhkan :

K = (SH+)

(S)(H+)

Sehingga :

(SH+) = K (S)(H+)

Dan :

dP = kK(S)(H+)

dt

( Connors : 1994).

II.2 Uraian bahan

1.. Air suling (FI III, 96)

Nama resmi: Aqua destillata

Nama lain: Air suling

RM/BM: H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan: Sebagai air pendingin

2. Ampisilin (FIarmakope Indonesia Edisi III)

Nama resmi : Ampicillinum

Nama lain : Ampisilina

RM/BM: C8H11N2O4S / 394,41

Rumus kimia:

Pemerian :Serbuk hablur renik, putih, tidak berbau atau hamper tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam 170 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai sample

3. Asam klorida (Farmakope Indonesia Edisis II)

Nama resmi : Acidum hydrocloridum

Nama lain : Asam klorida

RM /BM : HCl / 36,46

Pemerian : Cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pemberi suasana rapat.

Cara pembuatan :

Encerkan 85 ml asam klorida dengan air sampai mencapai volume 1 liter.Cara pembakuan :

Timbang seksama kurang lebih 1,5 gram natrium karbonat anhidrida baku primer yang telah dipanaskan pada suhu 270oC selama 15 menit. (Dra. Susanti S dan Dra. Yeanny wunas, hal 29)

4. Iodine ( FI III,658)

Nama resmi: Iodium

Nama lain: Iodium

RM/BM: I2 / 261,91

Pemerian : Keping atau butiran berat mengikat seperti logam, hitam kelabu, bau khas

Kelarutan : Larut dalam 300 bagiana air, dalam 13 bagian gliserol P dalam 4 bGIn CO2 P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Zat tambahan

Cara pembuatan :

Larutan 14 gram iodium kristal dalam suatu lautan yang mengandung 36 gram kalium iodide dalam 100 ml air, setelah semua iodium larut cukupkan volume dengan air sampai diperoleh 1 liter larutan.

Cara pembakuan :

Pembakuan larutan iodine dilakukan dengan arson trioksida, timbang seksama 150 mg arsen trioksida anhidrida, larutkan dalam 20 ml natrium hidroksida 1 N dengan sedikit pemanasan, encerkan dengan 40 ml air, tambahkan 2 tetes jingga metal dan tetesi asam klorida encer sampai warna larutan berubah dari kuning menjadi jingga, kemudian ditambahkan 2 gram natrium bikarbonat dan encerkan dengan 50 ml air, tambahkan 3 ml larutan kanji dan titrasi larutan dengan larutan iodine sampai timbul warna biru yang stabil. (Dra. Susanti S dan Dra. Yeanny wunas,hal123)

5. NaOH (FI III, 472)

Nama resmi: Natrii hydroxydum

Nama lain: Natrium hidroksida

RM/BM: NaOH / 40,00

Pemerian : Bentuk batang, butiran, rasa halus, tau keping, kering, keras, rapuh dan menunjukan susunan hablur putih, mudah meleleh, basah, sangat alkalis dan korosit segera menyerap karbondioksida

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kelarutan: Sngat mudah larut dalam air, dalam etanol 95%

Kegunaan: Zat tambahan (zat pembuat dapar).

Cara pembuatan :

Larutan 45 gram natrium hidroksida dalam 950 ml air, tambahkan larutan jenuh barium hidroksida yang baru dibuat sampai tidak terbentuk endapan lagi kocok campuran baik-baik dan biarkan dalam botol tertutup kedap selama 1 malam , tuangkan cairan bening lalu saring beningnya.

Cara pembakuan :

Keringkan 5 gram kalium biftalat pada 105 0 selama 3 jam, dan timbang seksama. Larutkan dalam 75 ml air bebas karbon dioksida. Tambahkan 2 tetes fenol ftalein dan titrasi dengan natrium hidrosida sampai terbentuk warna merah yang tetap, hitung normalitasnya. (Dra. Susanti S dan Dra. Yeanny wunas,hal 27)

6.Natrium tiosulfat (Farmakope Indonesia Edisi III)

Nama resmi : Natrii thiosulfas

Nama lain : Hipo

RM / BM : Na2S2O3.5H2O / 248,17

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur lasar, dalam udara lembab melelh basah, dalam hampa udara pada suhu 13C merapuh.

Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.

Kegunaan : Sebagai larutan titran.

Cara pembuatan :

Larutkan 2,6 gram natrium tiosulfat dan 200 mg natrium karbonat dalam 1000 ml air yang baru didihkan dan didinginkan kembali.

Pembakuan :

Larutan natrium tiosulfat dapat dilakukan dengan kalium jodat, kalium bromat dan kalium bikromat. (Dra. Susanti S dan Dra. Yeanny wunas,122)

7.Kanji (FI IV, 14)

Nama resmi: Amilum

Nama lain: Kanji

RM / BM: C6H10O5

Pemerian : Serbuk tidak berwarna, tidak berbau, serbuk putih yang terdiri dari sebagian granul yang berbentuk bola atau tidak mempubyai granul yang mempunyai bentuk yang berkarakteristik variasi tumbuhan.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

: Zat tambahan ( Zat pembuat dappar pH 8)

Cara pembuatan :

Larutan kanji dibuat dengan mengaduk 1 gram kanji dengan 10 ml air dingin, kemudian ditambahkan 200 ml air panas sambil diaduk aduk, didihkan campuran ini selama 30 menit sampai larutan menjadi jernih. (Dra. Susanti S dan Dra. Yeanny wunas,hal 125)

8. pH 4

Cara pembuatan :Dibuat dengan mencampurkan 50,0 ml kalium biftalat 0,2 N dengan 1 ml HCl 0,2 N diencerkan dengan air bebas CO2 P secukupnya hingga 200 ml.9. pH 8

Cara pembuatan :Dibuat dengan mencampurkan 50,0 kalium dihidrogen posfat 0,2 N diencerkan dengan sejumlah 1 ml NaOH 0,2 N diencerkan dengan air bebas CO2 P secukupnya hingga 200 ml.II.3 Prosedur kerja1. Pembuatan larutan Ampisilin

2. Larutkan Ampisilin dry sirup dengan 51 ml dapar pH 8, homogenkan.

3. Masukkan masing-masing 25 ml larutan tersebut dalam 3 buah tabung, letakkan tabung-tabung tersebut dalam penangas air yang mempunyai suhu 40C, 60C, dan 80C.

4. Pipet 1 ml tiap selang waktu 0, 10, 20, dan 30 menit, masing-masing ke dalam Erlenmeyer A dan Erlenmeyer B.

5. Pada Erlenmeyer A, tambahkan 5 ml dapar pH 4 dan 10 ml I2 0,01 N, kocok hingga homogen. Simpan ditempat gelap selama 10 menit.

6. Pada Erlenmeyer B, tambahkan 5 ml BaOH 1 N dan simpan di tempat gelap Selma 20 menit, setelah penyimpanan tambahkn 5 ml HCl 1 N, 5 ml dapar pH 4 dan 10 ml I2 0,01 N. Simpan kembali ditempat gelap selama 10 menit.

7. Titrasi larutan A dan B dengan larutan baku Na2S2O3 0,01 N dengan menggunakan indikator kanji.

8. Catat volume titran

Ulangi perlakuan di atas untuk menit 10, 20, dan 30.

9. Tentukan tingkat reaksi penguraian dengan cara grafik dan perhitungan.

10. Hitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persaman Arrhineus11. Hitung waktu paruh pada suhu kamar.

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat

1. Batang pengaduk

2. Corong

3. Erlenmeyer 250 ml4. Gegep kayu

5. Gelas kimia 500 ml

6. Gelas ukur 10 ml 7. Lampu spritus

8. Penangas air

9. Pipet tetes panjang 10. Pipet tetes pendek

11. Pipet volum 5 ml

12. Rak tabung

13. Statif 50 ml + buret

14. Stopwatch

15. Tabung reaksi

16. Termometer

III.1.2 Bahan 1. Aquadest

2. Ampisilin dry sirup3. Dapar pH 4 dan 8

4. Iod 0,01 N

5. HCl 1 N

6. Indikator kanji

7. Na2S2O3 0,01 N

8. NaOH 1 N

9. TissueIII.2 Cara kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan2. Dilarutkan ampisilin dry sirup 125/ 5ml dengan dapar pH 8, lalu dipipet 4 ml dicukupkan sampai 100 ml dengan pH 8.3. Dimasukkan masing-masing 25 ml larutan ampisilin ke dalam 3 buah tabung reaksi, diletakkan tabung reaksi di atas penangas air dan masing-masing dipanaskan pada suhu 40oC, 60oC, dan 80oC.

4. Dipipet 1ml tiap selang waktu 0, 10, 20, dan 30 menit, masing-masing ke dalam Erlenmeyer A dan B.

5. Pada Erlenmeyer A di tambahkan 5 ml larutan dapar pH 4 dan 10 ml iod 0,01 N, dikocok hingga homogen dan di simpan di tempat yang gelap selam 10 menit.

6. Pada Erlenmeyer B di tambahkan 5 ml NaOH 0,1 N, dan disimpan di tempat yang gelap selama 20 menit. Setelah penyimpanan di tambahkan lagi dngan 5 ml HCl 0,1 N, 5 ml dapar pH 4 dan 10 ml iod 0,01 N disimpan di tempat yang gelap selama 10 menit.

7. Di titrasi larutan A dan B dengan larutan natrium tiosulfat dengan menggunakan indikator kanji.

8. Di catat volume titrannya.

9. Dilakukan hal yang sama pada menit ke 10,20, dan 30.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

Waktu (menit)Suhu

40o C60o C80o C

A

(Vol.titran/ml)B(Vol.titran/ml)A

(Vol.titran/ml)B(Vol.titran/ml)A

(Vol.titran/ml)B(Vol.titran/ml)

0

10

20

30899,29,444,55,15,38,39,19,49,74,34,75,35,68,69,39,8104,64,85,75,9

IV.2 Perhitungan % Kadar =

Dik: N (Na2S2O3)= 0,0132 N

Be = BM = 349,4 = 43,676

Valensi 8

Bs = 100 mg % Kadar untuk suhu 40o CK0=

K10=

K20=

K30=

% Kadar untuk suhu 60oK0=

K10=

K20=

K30=

% Kadar untuk suhu 80oK0=

K10=

K20=

K30=

Tabel untuk suhu 40oCNoMenit (x)Konsentrasi

(% K)Log % K (Y)

x.yX2

1

2

3

40

10

20

302,3062,5942,3642,3640,3630,4140,3740,3740

4,147,4811,220

100

400

900

x = 60 9,628y = 1,525xy = 22,84x2 = 1400

Untuk nilai a=

EMBED Equation.3

b=

Untuk nilai K ;K=- b x 2,303

=-(-7 x 10-5) x 2,303

=1,6 x 10-4Maka, nilai t =

t= 0,693 = 0,693 = 4331,25 detik-1 K 1,6 x 10-4 Untuk data Regresi = Y = a + bx

Yo=0,382 + (-7 x 10-5) (0)Y20 =0,382 + (-7 x 10-5) (20)

= 0,382 + 0

=0,382 - 1,4 x 10-3

=0,382

=0,381Y10=0,382+ (-7 x 10-5) (10)

Y30=0,382 + (-7 x 10-5) (30)

= 0,382 - 7 x 10-4

=0,382 - 2,1 x 10-3

=0,381

=0,379 Tabel untuk suhu 60oCNoMenit (x)Konsentrasi

(% K)Log % K (Y)

x.yX2

1

2

3

40

10

20

302,3062,5372,3642,3640,3630,4040,3740,3740

4,047,4811,220

100

400

900

x = 60 9,57y = 1,515xy = 22,74x2 = 1400

Untuk nilai a=

EMBED Equation.3 Untuk nilai b=

Untuk nilai K ;K=- b x 2,303

=- (3 x 10-5) x 2,303

=- 6,9 x 10-5Maka, nilai t =

t= 0,693 = 0,693 = -10043,5 detik-1 K - 6,9 x 10-5data Regresi untuk suhu 60o= Y = a + bx

Yo=0,378 + (3 x 10-5) (0)Y20 =0,378 + (3 x 10-5) (20)

=0,378 + 0

=0,365 + (6 x 10-4)

=0,378

=0,366Y10=0,378 + (3 x 10-5) (10)

Y30=0,378 + (3 x 10-5) (30)

=0,378 + (3 x 10-4)

=0,378 + (9 x 10-4)

=0,378

=0,379 Tabel untuk suhu 80oCNoMenit (x)Konsentrasi

(% K)Log % K (Y)

x.yX2

1

2

3

40

10

20

302,3062,5942,3642,3640,3630,4140,3740,3740

4,147,4811,220

100

400

900

x = 60 9,628y = 1,525xy = 22,84x2 = 1400

Untuk nilai a=

Untuk nilai b=

Untuk nilai K ;K=- b x 2,303

=-(-7 x 10-5) x 2,303

=1,6 x 10-4Maka, nilai t =

t= 0,693 = 0,693 = 4331,25 detik-1 K 1,6 x 10-4

data Regresi untuk suhu 80o=> Y = a + bx

Yo=0,382 + (-7 x 10-5) (0)Y20 =0,382 + (-7 x 10-5) (20)

= 0,382 + 0

=0,382 - 1,4 x 10-3

=0,382

=0,381Y10=0,382+ (-7 x 10-5) (10)

Y30=0,382 + (-7 x 10-5) (30)

= 0,382 - 7 x 10-4

=0,382 - 2,1 x 10-3

=0,381

=0,379

Data setelah regresi (Y)

Waktu

(menit)Suhu

40o C60o C80o C

010

20

300,3820,3810,3810,3790,3780,3780,3660,3790,382

0,381

0,381

0,379

Grafik X dan Y (setelah regresi) untuk suhu 40oC Y (setelah regresi)

0,3790,3810,3810,382

0 10 20 30

X (Waktu)

Grafik X dan Y (setelah regresi) untuk suhu 60oC Y (setelah regresi)

0,3780,3780,3660,379

0 10 20 30

X (Waktu) Grafik X dan Y (setelah regresi) untuk suhu 80oCY (setelah regresi)

0,3790,3810,3810,382

0 10 20 30

X (Waktu)

Perhitungan Energi aktivasi

NoTo (x)ToK 1 (Y) Tx.yX2

1

2

34060803133333530,00320,00300,00280,1280,1800,224160036006400

x = 180 9,338y = 0,009xy = 0,532x2 = 11600

Untuk nilai a=

Untuk nilai b=

=

=

=

= = = =

=

= b = =

= 0,1 x 10-4 (0,019)

= 1,9 x 10-5

BAB V

PEMBAHASAN

Kestabilan suatu zat merupakan factor yang harus diperhatikan yaitu pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu hasil dari pembuatan sediaan farmasi itu khususnya obat dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil uaraian itu bersifat toksik sehingga sangat atau dapat membahayakan pada konsumen. Oleh karena itu kita perlu mengtahui factor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat atau obat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat optimum. Faktro-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu obat antara lain yaitu panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH dan mikroorganisme.

Pada percobaan ini digunakan ampisilin sebagai sample yang simple. Dimana ampisilin merupakan penisilin dari golongan amonipenisilin yang mekanisme kerjanya menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroorganisme. Terhadap mikroba yang sensitif, ampisilin akan menghasilkan efek bakterisid pada mikroorganisme yang sedang aktif membelah, mikroorganisme dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh ampisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik. Ampicilin dry sirup digunakan dalam percobaan ini karena obat ini merupakan obat yang batas kadaluarsanya paling cepat atau kestabilannya sangat minim sekali.Ampisilin merupakan senyawa bentuk ester yang dapat teruarai dalam suasana asam atau basa. Senyawa ini hanya stabil pada ph tertentu. Stabil yang dimaksud adalah terurainya senyawa relatife kecil pada pH tertentu dibanding dalam suasana pH yang lain. Ampisilin stabil pada pH 4 sampai 6,5 pada pH tersebut harga K-nya besar. Penguraian ampisilin juga dikatalisis oleh asam dan basa.

Aplikasi dari percobaan stabilitas obat didalam bidang farmasi sangat penting dimana kita dapat mengetahui dan menetapkan massa kadaluarsa (data exp) dari setiap sediaan obat atau makanan yang diproduksi

Dalam percobaan ini kita akan menentukan energi aktivasi (Ea) dimana Ea yaitu kemampuan suatu sediaan untuk dapat mengalami penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus ditentukkan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan membandingkan dua harga konstanta penguraian zat pada temperatur atau suhu yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energi aktivasinya. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat. Dalam percobaan ini ampisilin yang digunakan dalam bentuk dry sirup. Bentuk inilah yang paling sering ditemukan di pasaran, karena ampisilin mempunyai gugus betalaktam yang mudah teroksidasi jika dalam bentuk sirup basah. Ampisilin dilarutkan dalam pH 8, setelah itu kemudian diambil sebanyak 25 ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung, pengambilan ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk 3 buah tabung reaksi. Masing-masing tabung itu ditempatkan pada suhu 40C, 60C dan 80C.

Tiap selang waktu 0, 10, 20 dan 30 menit dipipet sebanyak 1 ml dari tiap-tiap tabung reaksi tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer A dan erlenmeyer B. Untuk erlenmeyer A ditambahkan dengan larutan dapar pH 4, lalu ditambahkan lagi dengan larutan iod 0,01 N dan disimpan di tempat gelap selama 10 menit. Alasan ditambahkan pH 4 yaitu karena pH ini dapat mempercepat penguraian suatu zat dan pada pH ini juga kestabilan obat paling baik. Sedangkan alasan ditambahkan larutan iod Sedangkan untuk erlenmeyer B, ditetesi dengan 5 ml NaOH 1 N, kemudian disimpan di tempat gelap, setelah disimpan di tempat gelap selama 20 menit, ditambahkan dengan larutan HCl 0,1 sebanyak 5 ml, kemudian ditambahkan lagi dengan larutan dapar pH 4, dan ditetesi dengan larutan iod 0,01 N dan disimpan di tempat gelap selama 10 menit.

Larutan dalam erlenmeyer A dan erlenmeyer B kemudian dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,01473 N yang sebelumnya telah ditetesi dengan indikator kanji. Titrasi dilakukan secara perlahan lahan dengan penambahan indikator kanji untuk melihat perubahan warna sehingga dapat ditentukan titik akhir titrasi yaitu dari kuning menjadi biru karena terbentuknya ikatan semu antara indikator dan I2 yang setelah dititrasi ulang berubah warna menjadi bening kembali.

Variasi suhu yang digunakan dalam percobaan yaitu 40oC, 60oC dan 80oC, dimana maksud dari dilakukannya variasi suhu tersebut yaitu agar diketahui pada suhu berapa suatu sediaan secara optimum dapat stabil dan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi suatu obat.

Variasi waktu yang digunakan dalam percobaan yaitu 0, 10, 20 dan 30 menit, dimana maksud dilakukannya variasi waktu tersebut yaitu untuk mengetahui dimana pada setiap waktu, kestabilan suatu sediaan atau obat makin berkurang atau batas kadaluarsa obat semakin cepat.Ddalam percobaan juga Penyimpanan dilakukan pada tempat gelap yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap kestabilan ampisilin, disamping ampisilin bertujuan untuk membentuk reaksi sempurna dari ampisilin.

Setalah dilakukan titrasi hasil dari perubahan warna yang terjadi yaitu setelah penambahan indicator kanji berubah warna dari kuning kebiru karena terbentuknya ikatan semu karena reaksi antara indikator kanji dan I2 yang setelah dititrasi ulang berubah warna menjadi bening kembali.

Dari hasil pengamatan dan perhitungan, pada suhu 40C diperoleh % kadar untuk pengambilan pertama adalah 9%, pada pengambilan menit ke-10 % kadarnya adalah 9,3%, dan pada pengambilan menit ke-20 % kadar 9,5 % dan pada pengambilan terakhir yaitu pada pengambilan menit ke-30% kadar 9,7%. pada suhu 60C diperoleh % kadar untuk pengambilan pertama adalah 9,2%, pada pengambilan menit ke-10 % kadarnya adalah 9,6%, dan pada pengambilan menit ke-20 % kadar 9,8 % dan pada pengambilan terakhir yaitu pada pengambilan menit ke-30% kadar 9,7%. pada suhu 80C diperoleh % kadar untuk pengambilan pertama adalah 9,4%, pada pengambilan menit ke-10 % kadarnya adalah 9,7%, dan pada pengambilan menit ke-20 % kadar 10 % dan pada pengambilan terakhir yaitu pada pengambilan menit ke-30% kadar 10,1%. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dipraktikumkan tidak sesuai dengan yang ada pada literatur, yang mungkin karena dari faktor kesalahan baik yang dilakukan oleh praktikan sendiri maupun bahan yang digunakan mungkin sudah rusak.Adapun faktor yang mempengaruhi kesalahan dalam percobaan ini yaitu :

1. Kekurang telitian praktikan pada saat mengamati lamanya penyimpanan.2. Kurang tepat pada saat pembuatan larutan baku3. Kurang teliti dalam melakukan titrasi.Dalam percobaan ini ampisilin dilarutkan dengan larutan dapar pH 8 supaya lebih mudah diamati kestabilan dari ampisilin tersebut. Penambahan NaOH dimaksudkan agar ampisilin itu dapat bereaksi meluas, dan setelah penambahan NaOH ini bertujuan untuk menetralkan kelebihan NaOH yang telah ditambahkan sebelumnya.

Pada percobaan ini juga dilakukan penambahan larutan dapar pH 4 ke dalam larutan ampisilin yang bertujuan untuk mempertahankan pH asam (4) dari larutan ampislin tersebut. Sedangkan penambahan larutan iod bertujuan agar ampisilin bereaksi sempurna sehingga dapat diketahui kestabilannya.

Penyimpanan pada tempat gelap bertujuan untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap kestabilan ampisilin, disamping ampisilin bertujuan untuk membentuk reaksi sempurna dari ampisilin. Untuk menentukan % kadar dari ampisilin yang terlarut digunakan larutan titran Na2S2O3 dengan menggunakan indikator kanji yang ditandai dengan adanya perubahan warna larutan dari biru ke bening.

Dari hasil pengamatan dan perhitungan, pada suhu 40C diperoleh % kadar untuk pengambilan pertama adalah 46,576%, pada pengambilan menit ke-10 % kadarnya adalah 93,15%, dan pada pengambilan menit ke-20 % kadar = 46,57 % dan pada pengambilan terakhir yaitu pada pengambilan menit ke-30% kadar 111,78%. Dari data tersebut diperoleh energia aktivasi (Fa) dari ampisilin yaitu sebesar 0,01, dengan waktu paruh 69,3. Untuk pengaruh suhu, pada suhu 60C, pada pengambilan pertama diperoleh % kadar = 186,4 %, pada pengambilan menit ke-10 % kadar = 27,94 %, dan pada pengambilan menit ke-20, % kadar = 18,63 %. Dan pada pengambilan terakhir, yaitu pada menit ke-30 % kadar = 46,57 %, dengan energi aktivasi 0,0267 dan waktu paruhnya = -25,95. Untuk pengaruh suhu 80C, % kadar pada pengambilan pertama adalah 46,576 %, pada pengambilan menit ke-10, % kadar = 46,57 % dan pada pengambilan menit ke 20, % kadar = 93,15 % dan % kadar pada pengambilan terakhir adalah 93,15 %. Dari data tersebut di atas diperoleh energi aktivasi (Ea) = 0,144 dengan waktu paruh = -28,05.

Faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah :

1. Larutan Yang dipanaskan melebihi suhu yang telah ditentukan.

2. Penambahan NaOH, HCl, larutan dapar pH 4 tidak sesuai dengan yang seharusnya.

3. Penimbangan bahan yang tidak tepat

4. Larutan baku yang digunakan tidak tepat normalitasnya.

Aplikasi percobaan ini yaitu untuk menentukan atau penetapan massa kadaluarsa (data exp) dari setiap sediaan obat atau makanan yang diproduksi

BAB VI

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang didapat disimpulkan bahwa :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan obat adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, ph dan mikroorganisme.

2. Kestabilan suatu obat berbanding terbalik dengan suhu atau panas

3. Waktu paruh ampisilin yaitu ;

- Pada suhu 40oC = 13,1

- Pada suhu 60oC= 25,11

- Pada suhu 80oC= 2,5072

VI.2. Saran

-

DAFTAR PUSTAKAMartin, A.dkk, 1993. Farmasi Fisika Edisi III Volume II. Diterjemahkan oleh yoshito, UI press, Jakarta. 1029, 1030,1143,1144.

Ansel, H..C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. Diterjemahkan oleh Farida ibrahim, UI-press, Jakarta, 993.

Tim Penyusun, 2006. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Fakultas Farmasi, UMI, Makassar, 24,25,26.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta.

Dra. Susanti dan Dra. Yeanny wenas. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Universitas Hasanuddin, Makassar.DAFTAR PUSTAKAAnsel, H..C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. Diterjemahkan oleh Farida ibrahim, UI-press, Jakarta, 993.

Martin, A.dkk, 1993. Farmasi Fisika Edisi III Volume II. Diterjemahkan oleh yoshito, UI press, Jakarta. 1029, 1030,1143,1144.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta.

Dra. Susanti dan Dra. Yeanny wenas. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tim Penyusun, 2006. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Fakultas Farmasi, UMI, Makassar, 24,25,26.

X 100 %

O S CH3

R-C-NH-CH-CH C

CH3

O=C - N CH - COOH

_1226341017.unknown

_1226341146.unknown

_1226342757.unknown

_1226342798.unknown

_1226342878.unknown

_1226343993.unknown

_1226341653.unknown

_1226341767.unknown

_1226341810.unknown

_1226341480.unknown

_1226341110.unknown

_1226341125.unknown

_1226341051.unknown

_1226145575.unknown

_1226340858.unknown

_1226340969.unknown

_1226341002.unknown

_1226340905.unknown

_1226147291.unknown

_1226340472.unknown

_1226340520.unknown

_1226340659.unknown

_1226311564.unknown

_1226147318.unknown

_1226145628.unknown

_1226146769.unknown

_1226146807.unknown

_1226146852.unknown

_1226145719.unknown

_1226145611.unknown

_1225902371.unknown

_1226142858.unknown

_1226145323.unknown

_1225902862.unknown

_1225902889.unknown

_1225902833.unknown

_1225098503.unknown

_1225872188.unknown

_1225872318.unknown

_1225872331.unknown

_1225098527.unknown

_1225097941.unknown