SS Atas indikasi Plasenta Previa

download SS Atas indikasi Plasenta Previa

of 17

description

SC indikasi plasenta previa

Transcript of SS Atas indikasi Plasenta Previa

PENDAHULUAN

Laporan Kasus : Plasenta Previa

PENDAHULUAN

Plasena previa didefinisikan sebagai implantasi dari jaringan plasenta pada tempat yang abnormal.(1-7) Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding belakang uterus di daerah fundus.(1,3,5)

Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.(1) Terdapat empat tingkat kelainan.(1-7)1. Plasenta previa totalis, seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta.

2. Plasenta previa partialis, ostium uteri internum sebagian tertutup oleh plasenta.

3. Plasenta previa marginalis, tepi plasenta berada pada pinggir ostium uteri internum.

4. Plasenta letak rendah, plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah uterus sedemikian rupa, sehingga tepi plasenta tidak mencapai ostium uteri internum, tetap sangat dekat dengan ostium uteri internum.(1-7)Klasifikasi tersebut akan berubah setiap waktu, sesuai besarnya pembukaan pada saat pemeriksaan.(1-7)

Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Insidens ini meningkat sesuai dengan paritas.(1,4) Juga bervariasi 10 % pada pasien yang telah empat kali atau lebih mengalami insisi uterus dan 0,09 % pada yang tanpa parut pada uterus.(1,2,4)

Mengenai penyebab mengapa plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan.

Terdapat hubungan keadaan-keadaan seperti bekas seksio sesarea, multiparitas, umur lanjut, adanya abortus sebelumnya merupakan resiko terjadinya plasenta previa. Salah satu faktor dalam terjadinya plasenta previa ialah adanya vaskularisasi desidua yang terganggu, akibat adanya keradangan atau perubahan atrofik. Sebab lain adalah plasenta yang luas seperti pada kehamilan kembar.(2,3,4)

Gejala klinis yang paling sering pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa rasa nyeri. Untungnya, perdarahan pertama jarang profus sampai fatal. Akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula telah dimulai sejak kehamilan 20 minggu, karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk. Segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanap terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna segar. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus.(1-7)

Dalam mendiagnosis plasenta previa dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan luar, pemeriksaan inspekulo, penentuan letak plasenta tidak langsung yang dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi, penentuan letak plasenta secara langsung meliputi perabaan formises dan pemeriksaan melalui kanalis cervikalis. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan di atas meja operasi.(1-7)

Penanganan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu penanganan aktif dan penanganan pasif (ekspektatif).(1-7) Penanganan secara aktif dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melahirkan janin dengan cara pervaginam ataupun saesaria.(1-7) Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik dari derajat plasenta previa, paritas dan banyaknya perdarahan.(1)

Penanganan pasif dilakukan pada kasus plasenta previa dengan janin prematur atau taksiran berat janin belum mencapai 2500 gram, perdarahan tidak berbahaya, dan kehamilannya belum cukup 36 minggu.Oleh karena persalinan belum mulai, maka kandungan penderita harus dirawat di rumah sakit dengan pengawasan ketat, dengan cara hidup yang santai, menghindarkan manipulasi pervaginam, dan tersedianya terapi memadai setiap saat.(3)

Berikunya ini akan dibahas suatu kasus seksio sesaria pada plasenta previa ditambah dengan adanya riwayat obstetrik yang buruk, pada seorang wanita usia 35 tahun yang dilakukan seksio sesaria darurat di RSUP manado.

LAPORAN KASUS

Seorang wanita, 35 tahun, bangsa Indonesia, suku gorontalo, pekerjaan IRT, pendidikan SD, alamat Tanahwangko, agama Islam, MRS tanggal 29-5-2001, jam 17.15 dirujuk dariPKM Tanahwangko dengan diagnosa G5P4A0 + grande multipara + perdarahan.

1. Anamnesa Utama : Keluhan darah dari jalan lahir sedikit-sedikit dialami penderita sejak 1 hari yang lalu, dan baru 1 jam SMRS perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal dari jalan lahir dan tidak disertai nyeri perut.

Sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan dari jalan lahir pada usia kehamilan 7 bulan.

Nyeri perut bagian bawah mulai teratur sejak 6 jam SMRS.

Belum ada pelepasan air.

Pergerakan janin masih dirasakan oleh penderita SMRS.

Riwayat penyakit dahulu:

Penyakit jantung()

Penyakit ginjal()

Penyakit darah tinggi()

Penyakit hati

()

Penyakit gula

()

Penyakit paru

()

Riwayat kehamilan kembar ()

BAK/BAB biasa

2. Anamnesa Kebidanan

Riwayat kehamilan sekarang:

Perdarahan dari jalan lahir (+) sejak usia kehamilan 7 bulan. Riwayat keputihan ().

PAN teratur selama kehamilan 8 x di PKM Tanawangko.

-Riwayat haid

Menarche 11 tahun, siklus teratur, lamanya haid 4-7 hari, HPHT 5-9-2000, TTP: 12-6-2001.

-Riwayat keluarga

Perkawinan 1 x dengan suami sekarang 16 tahun, dengan jumlah anak 4 orang.

-KB

Pernah ikut KB dengan cara suntik, sesudah melahirkan akan ikut KB implant.

-Riwayat penyakit terdahulu, yaitu:

I.1986Lahir bayi aterm, (, spontan letak belakang kepala, hidup, ditolong oleh biang kampung.

II.1989Lahir bayi aterm, (, spontan letak belakang kepala, hidup, langsung ditolong oleh biang kampung.

III.1992Lahir bayi aterm, (, spontan letak belakang kepala, lahir langsung mati, ditolong oleh biang kampung.

IV.1993Lahir bayi aterm, (, spontan letak belakang kepala, lahir ditolong oleh bidan di klinik bersalin.

V.2001Kehamilan ini.

Pemeriksaan Fisik

-Status Praesens

KU:Tampak sakit; kesadaran : kompos mentis.

Tensi : 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu : 36,6(C.

Mata:Conjungtiva anemis +/+, ikterus /

Dada:Simetris, hiperpigmentasi aerola mammae +/+.

Jantung:Bising ()

Paru:Ronkhi /, wheezing /

Perut:H/L sukar dievaluasi.

Extremitas:edema (), refleks (+) normal, varises ().

Status Obstetri

Pemeriksaan luar:TFU : 29 cm, letak janin : kepala V muka.

BJA + 15-15-14 His : (+) 6-7 20-25

TBA : 2600 gr.

Inspekulo:fluksus (+), tampak bekuan darah di jalan lahir + 100 cc

porsio livide (+), OUE tertutup, tampak darah keluar aktif dari OUE.

Perabaan fornices:teraba bantalan pada seluruh kuadran.

Pemeriksaan penujang :

Laboratorium

1. Hb 9,6 gr/dL

2. Leukosit 7800/mm33. Trombosit 295.000/mm3Diagnosa

G5P4A0 35 tahun hamil 38-39 minggu, inpartur kala I + HAP ec plasenta previa + perdarahan aktif + BOH

Janin intrauterin, hidup, letak kepala V puka + gawat janin.

Sikap

IVFD

O2 Sedia donor, setuju operasi

Laboratorium (Hb, leukosit, trombosit)

Lapor konsulen ( setuju operasi

Observasi Persalinan

Tanggal 29-5-2001

Jam 17.15

KU :tampak sakit, kesadaran : CM

T : 120/70 mmHg, N : 88 x/menit, R : 24 x/menit

His : (+) 6-7, 20-25

Inspekulo:fluksus (+), vagina t.a.k, tampak darah dan bekuan darah di jalan lahir + 100 cc.

Porsio : livide (+) OUE tertutup, perdarahan aktif (+)

Perabaan fornices:teraba bantalan pada seluruh kuadran.

Dx:G5P4A0, 35 tahun, hamil 38-39 minggu, inpartur kala I + HAP ec plasenta previa + perdarahan aktif + BOH.

Janin intrauterin, hidup, letak kepala V puka + gawat janin

Sx:-IVFD

-O2

-Secio cesarea

-Sedia donor setuju operasi

-Laboratorium (Hb, leukosit, trombosit)

-Lapor konsuler ( setuju operasi.

Jam 18.45Penderita di bawa ke OK cito

Jam 19.00 Operasi dimulai, laukan SCTP

Jam 19.05Lahir bayi (, BBL 2200 gr, PBL : 46 cm, AS : 3-5-7

Jam 20.05 Operasi selesai

KU post operasi :

Tensi : 110/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit, respirasi : 24 x/menit

Kontraksi uterus:baik

Perdarahan:600 cc

Diuresis:300 cc

Laporan Operasi

Penderita dibaringkan terlentang di atas meja operasi. Dilakukan tindakan a dan antiseptik. Dipasang doek steril kecuali lapangan operasi. Kemudian dilakukan tindakan general anastesi. Setelah penderita dalam keadaan narkose, dilakukan insisi melintang di atas symphisis sepanjang kira-kira 10 cm, insisi perdalam lapis demi lapis sampai peritoneum, hinggga tampak uterus gravidarum. Selanjutnya usus dilindungi plika vesika uterni dijepit lalu digunting ke lateral atas kemudian dilakukan insisi pada SBR sepanjang 7-9 cm. Kemudian diperdalam secara tumpul ke kiri dan kanan. Hingga tampak lapisan ketuban. Ketuban dipecahkan keluar cairan putih keruh. Tangan kiri operator dimasukkan untuk mengeksplorasi selanjutnya kepala diluksir keluar setelah bayi lahir dilakukan pengisapan lendir pada hidung dan mulut dengan suction dilakukan penyuntikan pitosin.

Jam 19.05 lahir bayi (, BBL : 2200 gr, PBL : 46 cm 3-5-7, tali pusat dijepit di dua tempat dengan buah kocher dan digunting diantaranya, dilakukan eksplorasi tampak plasenta selanjutnya kavum uteri dijahit secara simpul dan jelujur. Perdarahan dikontrol kemudian dilakukan reperitobnealisasi. Tuba dan ovarium diperiksa, ternyata tidak ada kelainan. Rongga perut diperiksa dan dibersihkan dari sisa bekuan darah. Dinding perut dijahit lapis demi lapis sampai ke kulit. Otot secara simpul. Fascia secara jelujur, lemak sub kutan secara simpul, kulit secara subkutiler, luka ditutup dengan kasa dan betadin, operasi selesai.

-KU post operasi:

Tensi : 110/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit, respirasi : 24 x/menit

Kontraksi uterus:baik

Perdarahan:600 cc

Diuresis:100 cc

-Instruksi post operasi :

Observasi tanda vital, perdarahan, diuresis.

Puasa sampai flatus (+)/peristaltik (+)

IVFD : RL : DS = 2 : 2

Ampicilin 3x1 gram

Metronidazole inj 2 x 0,5 gr IV

Alinamin F 3 x 1 amp

Transamin 3 x 1 amp

Piton S 3 x 1 amp

Vitamin C 3 x 1 amp

Follow Up Ruangan

Tanggal 30-5-2001

Keluhan:()

Keadaan Umum:cukup, kesadaran : kompos mentis

T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 24 x/menit, Sb : 36,6(C

Kepala:conjungtiva anemis /, sklera icterus /.

Thoraks:C/P dalam batas normal, ASI /

Abdomen:-TFU setinggi pusat, kontraksi uterus (+) baik.

-perilstaltik (), flatus ().

-luka operasi terawat baik

-lochia subra

BAB (), BAK (+) ; kateter 1200 cc

Dx:P5A0, 35 tahun, post SC hari II, a.i. HAP ec plasenta previa + perdarahan aktif + BOH.

lahir bayi (, BBL 2200 gram, Pbl 46 cm, AS 3-5-7.

Sx:-

IVFD RL : D5 = 2 : 2

-

terapi parenteral diteruskan

-mobilisasi

-rawat luka.

Tanggal 31-5-2001

Keluhan:()

Keadaan Umum:cukup, kesadaran : kompos mentis

T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 24 x/menit, Sb : 36,6(C

Kepala:conjungtiva anemis /, sklera icterus /.

Thoraks:C/P dalam batas normal, ASI +/+

Abdomen:-TFU : 1 jari setinggi pusat, kontraksi uterus (+) baik.

-perilstaltik (+), flatus (+).

-luka operasi (+) kering

-lochia rubra

BAB (), BAK (+) ; kateter 1200 cc

Dx:P5A0, 35 tahun, post SC hari III, a.i. HAP ec plasenta previa + perdarahan aktif + BOH.

lahir bayi (, BBL 2200 gram, Pbl 46 cm, AS 3-5-7.

Sx:-

IVFD RL : D5 = 2 : 2

-

terapi parenteral diteruskan

-mobilisasi

-rawat luka.

Tanggal 1-6-2001

Keluhan:()

Keadaan Umum:cukup, kesadaran : kompos mentis

T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 24 x/menit, Sb : 36,6(C

Kepala:conjungtiva anemis /, sklera icterus /.

Thoraks:C/P dalam batas normal, ASI +/+

Abdomen:-TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.

-perilstaltik (+), flatus (+).

-luka operasi (+) kering

-lochia sanguilenta

BAB (), BAK (+); kateter 1200 cc

Dx:P5A0, 35 tahun, post SC hari IV, a.i. HAP ec plasenta previa + perdarahan aktif + BOH.

lahir bayi (, BBL 2200 gram, Pbl 46 cm, AS 3-5-7.

Sx:-

IVFD RL : D5 = 2 : 2

-terapi parenteral diteruskan

-mobilisasi

-rawat luka.

-diet TKTP

Tanggal 2-6-2001

Keluhan:()

Keadaan Umum:cukup, kesadaran : kompos mentis

T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 24 x/menit, Sb : 36,6(C

Kepala:conjungtiva anemis /, sklera icterus /.

Thoraks:C/P tak, ASI +/+

Abdomen:-TFU 4 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.

-perilstaltik (+), flatus (+).

-luka operasi (+) kering

-lochia sanguilenta

BAB (), BAK (+); kateter 1200 cc

Dx:P5A0, 35 tahun, post SC hari V, a.i. HAP ec plasenta previa + perdarahan aktif + BOH.

lahir bayi (, BBL 2200 gram, Pbl 46 cm, AS 3-5-7.

Sx:-

IVFD RL : D5 = 2 : 2

-terapi parenteral diteruskan

-mobilisasi

-rawat luka.

-diet TKTP

Tanggal 3-6-2001

Abdomen:-TFU pertengahan umbilicus dan simpisis pubis.

-luka operasi baik

-lochia alba.

BAB (), BAK (+); kateter 1100 cc

Dx:P5A0, 35 tahun, post SC hari VI, a.i. HAP ec plasenta previa + perdarahan aktif + BOH.

lahir bayi (, BBL 2200 gram, Pbl 46 cm, AS 3-5-7.

Sx:-

infus dan kateter aff

-minum sedikit-sedikit dan makan bubur saring

-antibiotika oral

-Roburantia oral

-diet TKTP

Tanggal 4-6-2001

Sx:-

obat diteruskan

-minum/makan biasa

-aff jahitan setengah

-rencana pulang

DISKUSIPada diskusi ini akan dibahas tentang :

1. Diagnosis

2. Penanganan

3. Komplikasi

4. Prognosis

1. Diagnosis

Dalam diagnosis ditegakkan berdasarkan :

Anamnesis dan pemeriksaan fisik :

Perdarahan pada jalan lahir pada 38-39 minggu yang membawa penderita ke PKM Tanawangko dan yang kemudian di rujuk ke RSUP Malalayang untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Perdarahan lewat jalan lahir, tanpa nyeri, sedikit-sedikit dialami penderita 1 hari SMRS kemudian terjadi perdarahan banyak dan bergumpal 1 jam SMRS.

Perdarahan ini timbul sekonyong-konyong, tanpa sebab apapun dan berwarna merah segar. Pada penderita ini juga ada riwayat perdarahan pada jalan lahir pada kehamilan 7 bulan.

Gejala yang paling sering dari suatu plasenta previa adalah perdarahan yang biasanya tanpa perigatan.(1-7) Tidak jarang perdarahan dimulai sejak kehamilan 20 minggu. Karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang terjadi pada solusio plasenta yang berwarna agak merah. Sumber perdarahan disebabkan oleh sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robeknya sinus marginalis dari plasenta.(1,2,3,4,5)

Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini pada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai .(1) Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang .(5)

Pada pemeriksaan fisik pasien ini status praesens dalam batas normal. Keadaan umum penderita akan menentukan dalam pengambilan sikap.(1)

Status obstetric pada pasien ini aadalah TFU 29 cm, sesuai umur kehamilan, letak janin letak kepala belum masuk pintu atas panggul puka, BJA (+) 15-15-14, His (+) 6-7 20-25 pergerakan janin (+), TBBA 2600 gram.

Besar uterus yang sesuai usia kehamilan membantu menyingkirkan sebab-sebab perdarahan yang lain seperti mioma uteri, abortus ataupun mola hidatidosa.

Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Pada pemeriksaan luar, bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul di atas pintu atas panggul atau menolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas pangggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin.(1-5)

Pada pemeriksaan dengan inspekulo pada pasien ini tampak bekuan daerah pada jalan lahir + 100 cc, ostium tertutup, perdarahan aktif (+), pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum adannya plasenta previa harus dicurigai.(1-5)

Pada plasenta pemeriksaan letak plasenta dapat dilakukan secara tidak langsung dengan radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi.(1-7)

Sedangkan penentuan letak plasenta secara langsung yaitu meraba secara langsung plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan hanya dapat dilakkukan di atas meja operasi.

Berikut ini ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan :

a Perabaan fornices. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin berada dalam presentasi kepala. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya plasenta previa. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di kamar bersalin. Sedangkan pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dapat dilakukan dia atas meja operasi (PDMO).

b Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis.

Perabaan pada pasien ini teraba bantalan pada keempat kuadran yang menunjukkan adanya suatu plasenta previa totalis.

Pemeriksaan penunjang :

Pada saat masuk Hb 9,6 gr/dL, leukosit 7800/mm3, trombosit 295.000/mm32.Penanganan

Penanganan pada plasenta previa terdiri dari dua, yaitu : penanganan ekspekatif (pasif) dan penanganan aktif. (1-7) Tindakan yang diberikan tergantung dari jumlah perdarahan banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya pembukaan, tingkat plasenta previa dan paritas. (1-5)

Penanganan secara pasif (ekspektatif) dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan sudah baik atau sedikit sekali, yaitu dilakukan pada janin yang masih kecil, hinggga kemungkinan hidup di dunia baginya kecil sekali. (1,5)Sebaliknya kalau perdarahan yang telah dan akan berlangsung terus, banyak, dan akan membahayakan ibu dan atau janinnya, atau kehamilan telah cukup 37 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2.500 gram, atau persalinan sudah mulai (inpartu), maka ditempuh penanganan aktif.

Penanganan secara aktif ini meliputi dua cara, yaitu :

1. Kelahiran pervaginam

Dasar pemikiran cara ini adalah mengharapkan dpat menekan plasenta yang lepas ke arah perdarahan di tempat implementasi selama proses persalinan berlangsung, dan dengan demikian melakukan tamponade pembuluh darah yang terbuka yang cukup untuk mencegah perdarahn yang hebat.(3) Cara pervaginam ini terdiri dari : pemecahan ketuban, versi Braxton Hicks, dan dengan cunam Willet. Dari ketiga cara tersebut, pemecahan selaput ketuban adalah cara yang paling terpilih pada plasenta previa partialis atau marginalis.(1-3) Pemasangan cunam Willet dan versi Baxton Hicks sudah lama ditinggalkan dalam dunia obstetric modern.(1,3) Tetapi kedua cara ini masih mempunyai tempat tertentu, seperti: dalam keadaan darurat sebagai pertolongan pertama dalam mengatasi perdarahan banyak, atau apabila seksio sesaria tidak mungkin dilakukan. Semua cara ini mungkin mengurangi atau menghentikan perdarahan. Dengan demikian menolong ibu, akan tetapi tidak selalu menolong janinnya. Oleh karena itu, cara ini cenderung dilakukan pada janin yang telah mati, atau prognosisnya untuk hidup di luar uterus tidak baik.

2. Kelahiran dengan seksio sesaria

Dasar pemikiran ini ada dua cara : pertama, dengan melahirkan janin dan plasenta, mungkin uterus berkontraksi dan perdarahan, dan kedua, kelahiran seksio sesarea menjaga kemungkinan terjadinya laserasi serviks, suatu komplikasi kelahiran pervaginam yang berat, pada plasenta previa totalis dan lateralis.(3) Suatu keadaan gawat janin atau kematian janin bukan halangan untuk dilakukan seksio sesare, demi keselamatan ibu, seksio sesarea harus dilakukan segera, seperti pada plasenta previa totalis dengan perdarahan banyak.(1)

Pada kasus ini, dipilih penanganan melalui seksio sesarea dengan pertimbangan adanya riwayat persalinan yang buruk sebelumnya, ditambah dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir. Dalam keadaan seperti ini, ibu dan keluarganya harus sepenuhnya mendapat pengertian terhadap masalah kehamilannya dan siap membawa ke rumah sakit dengan segera, bila terdapat keadaan yang membahayakan.(3,8)

Karena penderita digolongkan pada kehamilan resiko tinggi, sehingga penanganan sebaiknya berupa: kemudahan fasilitas untuk keadaan darurat obstetric dan pengenalan indikasi-indikasi untuk penanganan obstetric.

Pada kasus ini langsung diadakan penanganan aktif, berupa: seksio sesarea darurat, karena ditemukan adanya perdarahn aktif. Usia kehamilan 38 39 minggu, telah inpartu kala I, ditambah pada perabaan fornices telah teraba bantalan pada keempat kuadran, sehingga kemungkinan plasenta previa totalis dapat terjadi di mana seksio sesarea perlu dilakukan. Selain itu, terdapat riwayat persalinan buruk (BOH) sebelumnya, berupa anak lahir mati di rumah.

3.Komplikasi

Komplikasi utama plasenta previa pada ibu adalah perdarahan hingga syok, infeksi, sepsis, dan emboli udara. Sedangkan komplikasi pada bayi adalah prematuritas, hipoksia, dan kematian bayi.(4) Perdarahan yang tidak dapat dihindari diperberat karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan.(1-5) Kemungkinan infeksi nifas besar, karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan merupakan port dentire yang mudah dicapai oleh kuman-kuman OUE. Pasien biasanya dalam keadaan anemis karena perdarahan, hingga daya tahannya menurun.(5) Pada kasus ini, komplikasi baik ibu dan anak tidak ditemukan.

4. Prognosis

Dengan penanganan yang baik, kematian ibu karena plasenta previa dapat menurun. Kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.(1-5)

Penanganan pasif maupun aktif, memerlukan fasilitas tertentu yang belum banyak dipenuhi di Indonesia. Sehingga tindakan yang sudah lamna ditingggalkan, berupa: pemasangan cunam Willet dan versi Braxton Hicks terpaksa dilakukan, di mana fasilitas seksio sesarea belum ada. dengan demikian, tindakan-tindakan lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu, daripada janinnya.(1)

Pada kasus ini, prognosis kehiodupan pada janin adalah dubia ad bonam. Karena pada ibu dilakukan operasi seksio sesarea ditambah BOH sebelumnya, sehingga membuat kehamilan berikut tergolong very high risk dengan BOH bekas SC, dan kemungkinan plasenta previa dapat berulang.

DAFTAR PUSTAKA1. Wiknjosastro Hanifa, Ilmu Kebidanan, yayasan Biba Pustaka Sarwono Pravirohardji; Jakarta, 1991; 365-376.

2. Sciara Jhon, Dilts, Plasenta Praevia in Gynecology and Obstetrics; Volume 2; Revised edition; JB. Lipincott Company; Philadelphia, 1992;1-5.

3. Pritchard, Mac Donal, Gant. Plasenta Previa. Dalam Obstetrik Williams; edisi 17; Airlangga University Pres, 1991; 470-476.

4. Benson C. Ralph. Plasenta Previa in Curent Obstetric Gynecology Diagnosis Treatment; Third edition; Lange medical Publication, 1980; 686-690.

5. Obstetric Patologi. Bagian Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, 1994, 110-120. 260-262.

6. Mackay eric, Beisher Norma, Antepartum Haemonhage in Obstetries and The Newborn an Ilustrated texbook; second edition, W.B Saunders Company; 1986; 158-168.

7. Queenam Jhon. Placenta Previa and Related Disorders in Management of Higfh Risk Pregnancy. Blackwell scientific Publication; Boston, 1994; 483-490.

8. Omran martin, Hamza, Prevention of Obstetric Mortality in High Risk Pregnancy in High Risk Mothers an Newborns. Detection, Management and Prevention; Switzerland, 1987; 311-318.

PAGE 9