s_plb_045897_chapter2 PDD-NOS 2.pdf
-
Upload
alwi-qatsir-alya -
Category
Documents
-
view
34 -
download
3
description
Transcript of s_plb_045897_chapter2 PDD-NOS 2.pdf
-
16
BAB II
KONSEP DASAR AUTISTIC SPECTRUM DISORDER, MENULIS DAN
SENSORIMOTOR
A. Konsep Dasar Autistic Spectrum Disorder (ASD)
1. Pengertian Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)
Pengertian tentang istilah anak Autistik berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan
sudut pandang dan keperluan masing-masing para ahli.
Kata autisme berasal dari bahasa latin yaitu autos yang artinya sendiri
(menyendiri). Penyandang autisme seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah
Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner.
Istilah yang lazim dipakai saat ini oleh para ahli adalah kelainan spektrum
autistik atau ASD (Autistic Spectrum Disorder). ASD sebuah istilah yang dapat
merangkum diagnostik gangguan pervasif seperti gejala autistik masa kanak-kanak,
gangguan autistik, autism tipikal, Syndrome Asperger dan Pervasive Developmental
Not-Otherwise Specified (PDD-NOS). ASD merupakan kondisi yang berlanjut hingga
remaja dan masa dewasa, meskipun anak mengalami perkembangan. Simptom atau
gejala-gejalanya bervariasi. Anak-anak ASD mempunyai kisaran luas temperamen dan
IQ.
Gangguan Spectrum Autisme atau biasanya disebut dengan Autistic Spectrum
Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak ditiga
tahun pertama kehidupan anak (Chris W dan Barry W, 2007: 3).
Sedangkan Autistic Spectrum Disorder (ASD) menurut Puspita, D. (2002 : 12)
merupakan:
-
17
Suatu gangguan perkembangan yang didalamnya terdapat sekumpulan gejala yang dialami oleh anak pada usia 3 tahun, gangguan perkembangan tersebut meliputi beberapa aspek yaitu : kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik dan minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan.
Angka autisme saat ini sudah mulai meningkat pesat hal ini dikarenakan
berubahnya sistem diagnosa dan kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosa.
Salah satunya diagnosa yang digunakan secara global di seluruh penjuru dunia untuk
mendeteksi autisme adalah Diagnostic and Statistical of Mental Disorder ke IV (DSM-
IV) yang dibuat oleh American Psychiatric Association (APA) atau International
Classification of Diseases-10 (ICD-10) tahun 1994, yang merupakan suatu sistem
diagnosis yang dibuat oleh WHO. Kedua sistem ini menyebutkan tentang Pervasive
Developmental Disorders sebagai berikut :
Tabel 2.1
Berbagai gangguan yang termasuk dalam Pervasive Developmental Disorders
Sumber: Ikatan Dokter Indonesia www.idai.com
No DSM IV ICD - 10
1. Autistic Disorder Childhood Autism
2. Pervasive Developmental Disorder Not
Otherwise Specified (PDD-NOS)
Atypical Autism
3. Retts Disorder Retts Syndrom
4. Childhood Disintegrative Disorder Other Chidhood Disintegrative
Disorder
5. Tidak ada Overactive Disorder with Mental
Retardation with Stereotype
Movement
-
18
6. Aspergers Disorder Asperger Syndrom
7. DD - NOS Other Pervasive Developmental
Disorder
8. PDD NOS Pervasive Developmental Disorder,
Unspecified
Isi dari DSM IV tersebut terdapat beberapa kriteria yang menyangkut pada anak
dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD), diantaranya sebagai berikut :
A. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1, 2 dan 3 yang meliputi paling
sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu pokok dari kelompok 2 dan
paling sedikit satu pokok dari kelompok 3.
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan dengan :
a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non verbal
(bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gesture, dan gerak isyarat
untuk melakukan interaksi sosial.
b. Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan sebaya yang
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain.
d. Ketidakmampuan dalam berhubungan emosional secara timbal balik dengan
orang lain.
2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit
salah satu dari berikut ini:
a. Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan
(tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gestur atau
mimik muka sebagai cara alternatif dalam berkomunikasi).
-
19
b. Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan
pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.
c. Penggunaan bahasa yang repetitive (diulang-ulang) atau stereotype (meniru-
niru) atau bersifat idiosinkratik (aneh).
d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru
orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang
ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini:
a. Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau
stereotype yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun fokus.
b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik
(kebiasaan tertentu) yang nonfungsional (tidak berhubungan dengan fungsi).
c. Perilaku gerakan stereotype dan repetitive (seperti terus menerus membuka
tutup genggaman, memuntir jari atau tangan atau menggerakkan tubuh
dengan cara yang kompleks.
d. Keasyikan yang terus menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda.
B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang
ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal paling sedikit satu dari
bidang-bidang berikut ini : (1) interaksi sosial, bahasa yang digunakan dalam
perkembangan sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau (3)
permainan simbolik atau imajinatif.
C. Sebaiknya tidak disebut dengan istilah gangguan Rett, gangguan integrative kanak-
kanak, atau Syndrome Asperger.
Chris W dan Barry W (2007 : 19) memberikan poin khusus bagi anak ASD yaitu
sebagai berikut :
-
20
1. ASD adalah kondisi yang berlanjut hingga remaja dan masa dewasa, meskipun
semua anak akan membuat perkembangan.
2. Simptom atau gejala-gejalanya bervariasi demikian juga keparahan dan tampak di
usia berapa.
3. Anak-anak ASD punya kisaran luas temperamen dan IQ.
Seorang anak didiagnosis harus memenuhi kriteria untuk dapat disebut gangguan
autistik. Namun harus diperhatikan bahwa gejala pada gangguan autistik sangat
bervariasi dari anak ke anak. Tidak semua anak menunjukkan gejala yang sama
jenisnya, dan tidak semua anak menunjukkan gejala sama berat. Perbedaan gejala
tersebut bukan hanya dalam dua dimensi (lebih ringan atau lebih berat) tetapi bersifat
multidimensi, sebagian gejala dapat lebih ringan ataupun sebaliknya.
Memperhatikan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak autisme
sesungguhnya merupakan sekumpulan gejala klinis yang dilatar belakangi berbagai
faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik, karena tidak sama
untuk masing-masing kasus. Oleh karena itu pula secara klinis, ditemukan beberapa
gejala yang tumpang tindih dengan gejala-gejala dari beberapa gangguan
perkembangan yang lain, dimana gradasi manifestasi gangguannya pun sangat lebar
antara yang berat dan yang ringan dari setiap kasusnya. Disatu sisi terdapat anak yang
memiliki sedikit gejala dari diagnosa DSM IV tersebut. Maka dari kasus seperti inilah
muncul istilah gangguan spektrum autisme atau Autistic Spectrum Disorders (ASD).
Dimana pengertian dari ASD itu sendiri merupakan suatu gangguan perkembangan
kualitatif yang terjadi pada anak diusia 3 tahun yang meliputi aspek interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku.
-
21
2. Karakteristik Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)
Dilihat secara fisik anak dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD) tidak jauh
berbeda dengan anak normal pada umumnya, akan tetapi secara psikis anak ASD jauh
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Perbedaan tersebut dapat kita lihat dari
karakteristik yang dimilikinya, dimana karakteristik dari anak dengan Autistic Spectrum
Disorder (ASD) menurut Chris W dan Barry W (2007 : 60) adalah sebagai berikut :
1. Anak dengan Autistic Spectrum Disorder cenderung focus pada detail gambar.
2. Berkonsentrasi pada suatu bagian kecil dari lukisan dan situasi
3. Konsentrasi pada pengalaman sensoris tertentu seperti : bau, rasa, penglihatan,
suara dan rabaan.
4. Sulit melihat keseluruhan lukisan dan memahaminya
5. Sulit memahami pikiran atau perasaan orang lain
6. Sulit memahami bahwa mereka diharapkan mengubah cara mereka bersikap
bergantung dimana dan pada siapa mereka berhadapan
7. Sulit memprediksi apa yang akan dilakukan orang kemudian
8. Sulit menginterpretasikan ekspresi wajah yang berbeda
9. Sulit paham mengapa tingkah laku mereka dapat membuat kesal orang lain
10. Sulit memahami sikap tubuh dan tanda non verbal.
Menurut Delay & Denaiker 1952, dan Marholin & Philips 1976, dalam (Delphi B,
2006 : 121) mengemukakan bahwa terdapat beberapa karakteristik yang muncul pada
anak ASD antara lain sebagai berikut:
a. Senang bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka
pucat, mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
b. Selalu diam sepanjang waktu
-
22
c. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton,
kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceritakan dirinya
dengan beberapa kata, kemudian diam menyendiri lagi.
d. Tidak pernah bertanya, yang menunjukkan rasa takut, tidak punya keinginan yang
bermacam-macam, serta tidak menyenangi sekelilingnya.
e. Tidak tampak ceria
f. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali pada benda yang disukainya, misalnya
boneka.
Hal senada dikemukakan menurut Siegel, 1996 dalam Sufia, K.(2009 : 15 -17)
yang mengatakan bahwa beberapa individu ASD memiliki ciri khas atau karakteristik
tertentu seperti :
a. Visual Thinking
Kebanyakan dari anak ASD berpikir secara visual, mereka lebih mudah
memahami hal-hal yang konkrit dibandingkan dengan yang abstrak.
b. Processing Problems
Gangguan perkembangan pada daerah tertentu di otak, mengakibatkan anak
ASD mengalami kesulitan dalam memproses data. Mereka cenderung terbatas dalam
memahami common sense atau menggunakan akal sehat/daya nalar. Selain itu
mereka juga sulit mengingat sesuatu sambil mengerjakan hal lain dan sulit
memahami bahasa verbal.
c. Sensory Sensitivities
Perkembangan yang kurang optimal pada sistem neurobiologis individu ASD
juga sedikit banyak mempengaruhi perkembangan indera mereka. Beberapa hal
yang sering dilaporkan terjadi adalah adanya : sound sensitivity, touch sensitivity,
dan rhytm difficulties.
-
23
d. Communication Frustrations
Gangguan perkembangan bicara bahasa yang terjadi pada individu ASD
membuat mereka sering frustrasi karena masalah komunikasi. Selain itu individu
ASD juga sulit mengungkapkan diri, sehingga mereka suka berteriak dan berperilaku
negatif hanya sekedar mendapatkan apa yang diinginkannya.
e. Social and Emotional Issues
Ciri lain yang sangat dominan adalah fiksasi atau keterpurukan akan sesuatu
yang membuat individu ASD cenderung berpikir secara kaku. Akibatnya individu
ASD sulit beradaptasi atau memahami perubahan yang terjadi sehari-hari.
f. Problems of Control
Berbagai gangguan perkembangan neurologi di otak menjadikan masalah
individu ASD menjadi semakin kompleks. Mereka mengalami kesulitan dalam
mengontrol diri sendiri, yang terwujud dalam bentuk masalah perilaku. Cenderung
berperilaku ritual dengan pola tertentu dan ada yang keterpakuan pada beberapa
jenis objek dan sebagian dari mereka juga memiliki ketakutan yang luar biasa pada
hal-hal yang tidak ia mengerti.
g. Problems of Tolerance
Kepekaan yang berlebihan akan rangsang stimulus tertentu, membuat individu
ASD menarik diri dari lingkungannya. Mereka kurang dapat mentolerir rangsangan-
rangsangan tersebut dan ini merupakan masalah sensori di tubuhnya.
h. Problems of Connection
Berbagai masalah yang berkaitan dengan kemampuan individu menalar adalah:
1. Attention problems : masalah pemusatan perhatian, terus menerus
terdistraksi
-
24
2. Perceptual problems : masalah proses persepsi, bingung sehingga menghindar
dari orang lain.
3. System integration problems : proses informasi di otak bekerja secara mono
(tunggal), sehingga sulit memproses beberapa hal sekaligus
4. Left-right hemisphere integration problems : otak kiri tidak secara konsisten
mengetahui apa yang terjadi pada otak kanan (dan sebaliknya), sehingga
sepenuhnya tidak sadar pada apa yang sedang terjadi.
3. Kemampuan Motorik Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)
Selain karakteristik umum anak dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang
terdiri kemampuan bahasa, interaksi sosial dan perilaku, anak ASD juga memiliki
gejala keadaan fisik. Epilepsi didapatkan pada sekitar 15% penderita remaja, dan
biasanya ringan. Kadang dijumpai gangguan pada fungsi motorik kasar dan halus dan
gangguan ini lebih berat pada mereka dengan IQ yang lebih rendah.
Kondisi perkembangan mental atau intelegensi yang tertinggal pada anak ASD
dibandingkan anak normal pada umumnya. Ternyata hal itu membawa dampak pada
kemampuan motorik anak ASD. Kondisi tersebut dapat disebabkan adanya gangguan
pada sistem syaraf pusat, juga akibat dari gangguan pada persepsi yang berhubungan
dengan mental dan intelegensi. Oleh karena itu, anak autisme pada umumnya memiliki
kecakapan motorik yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok anak sebayanya,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Sherill, 1984 ; Astati, 2001). Hal ini
ditunjukkan dengan kekurangmampuan dalam aktifitas motorik untuk tugas-tugas yang
memerlukan kecepatan gerakan serta dalam melakukan reaksi gerak yang memerlukan
koordinasi motorik dan keterampilan gerak yang lebih kompleks.
-
25
Sunardi dan Sunaryo (2006 : 118) menyatakan bahwa pada anak autis seringkali
ditemukan mengalami permasalahan dalam motorik halus. Sedangkan menurut Ferizal
Masra (Tempo : 2008) selain karakteristik di atas, anak dengan Autistic Spectrum
Disorder (ASD) menunjukkan gejala gangguan perilaku motorik. Kebanyakan anak
autisme menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan dan
menggoyang-goyangkan tubuh. Hiperaktif biasa terjadi terutama pada anak prasekolah.
Namun, sebaliknya, dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga menunjukkan
gangguan pemusatan perhatian dan impulsivitas. Juga didapatkan adanya koordinasi
motorik yang terganggu, tiptoe walking, clumsiness, kesulitan belajar mengikat tali
sepatu, menyikat gigi, memotong makanan, dan mengancingkan baju.
Hal senada dikemukakan oleh Veskarisyanti, A.(2008 : 47) bahwa : Beberapa
anak penyandang autisme mengalami gangguan pada perkembangan motorik, otot
kurang kuat untuk berjalan, serta keseimbangan tubuhnya kurang baik, selain itu
mereka memiliki gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Gerakan motorik anak ASD terkadang mengalami gangguan karena sensitivitas
indera yang juga terganggu. Dalam banyak hal, reaksi motorik halus dan kasar anak
ASD bahkan berlebihan karena persepsi anak normal. Tercatat anak ASD kerap
menganggap bahwa segala sesuatu yang ditunjukkan kepadanya merupakan hal buruk
yang perlu mereka hindari. Oleh karena itu mereka cenderung enggan melakukan
berbagai aktivitas bermain secara normal yang memerlukan keterampilan dan
koordinasi motorik yang baik. Buruknya refleks motorik anak disebabkan oleh
rendahnya kadar prekusor seretonin yang disebut triptofan sehingga berefek pada
tampilan perilaku anak yang cenderung diantaranya agresif, tantrum dan bahkan phobia
terhadap berbagai benda.
-
26
Salah satu indikator gangguan motorik atau kecanggungan motorik adalah bahwa
sebagian anak ASD belajar berjalan beberapa bulan lebih lambat dari anak kebanyakan
seperti yang terjadi pada pengidap Syndrom Asperger (Manjiviona dan Prior 1995).
Dan sekitar 40 persen anak ASD memiliki beberapa ketidak-normalan kepekaan
inderawi (Rimland 1990). Sebagai akibatnya menunjukkan hasil bahwa buruknya
koordinasi motorik bisa mempengaruhi cukup banyak kemampuan, termasuk
keterampilan motorik halus dan kasar seperti keterampilan lokomosi, keterampilan
bola, keseimbangan, deksteritas manual, gerakan cepat dan menulis dengan tangan.
B. Konsep Dasar Menulis
1. Pengertian Menulis
Menulis adalah suatu kegiatan yang membutuhkan perseptual, motor, kognitif
yang bernilai kompleks. Keterampilan menulis merupakan aktivitas fungsional anak
yang dapat mempengaruhi kepuasan individu anak, kreativitas, produktivitas serta
prestasi akademik di sekolah. Soemarmo Markam (1987 : 7) menjelaskan menulis
adalah mengungkapkan bahasa dalam bentuk simbol dan gambar dan merupakan
aktivitas kompleks yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara
terintegrasi.
Proses menulis pada hakikatnya merupakan suatu proses neurofisiologis. Russel
dan Wanda (1986 : 16-21) mengemukakan adanya pembagian otak ke dalam empat
lobus, (1) lobus frontalis, (2) lobus parietalis, (3) lobus temporalis, (4) lobus occipitalis.
Lobus frontalis terletak di bagian depan, dilindungi oleh tulang dahi. Fungsi lobus
frontalis adalah sebagai pusat pengertian, koordinasi motorik dan yang berhubungan
-
27
dengan watak dan tabiat. Lobus parietalis terletak di bagian atas, dilindungi oleh tulang
ubun-ubun. Fungsi dari lobus parietalis adalah untuk menerima dan
menginterpretasikan rangsangan sensoris, kinestetik, orientasi ruang, penghayatan
tubuh (body image), dan taktil. Lobus temporalis terletak pada bagian samping,
dilindungi oleh tulang pelipis. Adapun fungsi lobus temporalis adalah sebagai pusat
pengertian pembicaraan, pendengaran, asosiasi pendengaran, memori, pengecap, dan
penciuman. Lobus occipitalis terletak di bagian belakang, dilindungi oleh tulang
belakang kepala. Fungsi lobus occipitalis adalah sebagai pusat penglihatan dan asosiasi
penglihatan. Pada saat menulis akan terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf
pusat dan bagian-bagian organ tubuh. Rangsangan dari lingkungan diterima oleh alat
indera, dan selanjutnya diteruskan ke susunan saraf pusat melalui spinal cortex di
daerah lobus occipitalis, lobus temporalis, lobus parietalis, dan lobus frontalis;
kemudian kembali ke saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang.
Saraf-saraf spinal tersebut selanjutnya meneruskan rangsangan motorik melalui sistem
piramidal dari otak untuk selanjutnya berhubungan dengan sumsum tulang belakang
yang berfungsi untuk mengaktifkan otot-otot lengan, tangan, dan jari-jari untuk menulis
sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima.
Proses menulis digambarkan oleh Fairbank yang dikutip oleh Sanders (1982 : 22)
dalam Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Mulyono Abdurrahman).
Rangsangan dari lingkungan yang masuk melalui indera pendengaran, penglihatan, dan
taktil-kinestetis (S1, S2, S3) masuk ke sensasi (A), kemudian ke persepsi (B), ke
pengertian (C); selanjutnya diasosiasikan pada korteks auditori, korteks visual, dan
korteks kinestetis. Setelah terjadi asosiasi, selanjutnya masuk ke sumber atau korteks,
yaitu daerah pikiran dan ide; dan melalui impul-impul saraf dilakukan respons melalui
-
28
transmiten 2, yaitu lengan dan tanagn (T2) dalam wujud tulisan. Sesaat setelah selesai
menulis, anak akan segera melihat kebenaran tulisan tersebut. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa dalam menulis terjadi suatu aktivitas yang didukung oleh beberapa
indera; dan anak harus mampu mentransfer dan mengintegrasikan antara kemampuan
visual, auditori, kinestetis, maupun berpikir. Baik bicara yang keluar melalui T1
maupun menulis melalui T2 memiliki ciri yang sama, yaitu produktif dan ekspresif.
Gambar 2.1
Proses Menulis Ditinjau dari Sudut Komunikasi (Diadaptasi dari Fairbank Seperti Dikutip oleh Sanders, 1983: 20)
2. Hambatan Menulis
Kesulitan belajar menulis menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk
mengingat cara membuat huruf atau angka dan terkait dengan cara anak dalam
memegang pensil.
Menurut Lerner (1985 : 402) yang dikutip dari buku Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar (Mulyono Abdurrahman), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis, (1) motorik, (2) perilaku, (3) persepsi,
-
29
(4) memori, (5) kemampuan melaksanakan cross modal, (6) penggunaan tangan yang
dominan, dan (7) kemampuan memahami instruksi. Anak yang perkembangan
motoriknya belum matang atau mengalami gangguan, akan mengalami kesulitan dalam
menulis; tulisannya tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis. Anak yang
hiperaktif atau yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan pekerjaannya
terhambat, termasuk pekerjaan menulis. Anak yang terganggu persepsinya dapat
menimbulkan kesulitan dalam menulis. Jika persepsi visualnya yang terganggu, anak
mungkin akan sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti d
dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w. Jika persepsi auditorisnya yang
terganggu, mungkin anak akan mengalami kesulitan untuk menulis kata-kata yang
diucapkan oleh guru. Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya
kesulitan belajar menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan ditulis.
Jika gangguan menyangkut ingatan visual, maka anak akan sulit untuk mengingat huruf
atau kata; dan jika gangguan tersebut mengangkut memori auditori, anak akan
mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru saja diucapkan oleh guru.
Kemampuan melaksanakan cross modal menyangkut kemampuan mentransfer dan
mengorganisasikan fungsi visual ke motorik. Ketidakmampuan di bidang ini dapat
menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan
menjadi tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis lurus. Anak yang tangan
kirinya lebih dominan atau kidal tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor.
Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis
kata-kata yang sesuai dengan perintah guru.
Penguasaan keterampilan pada anak usia dini akan memberikan kesempatan pada
anak untuk meningkatkan kemampuan menulis pada level yang lebih tinggi seperti
-
30
mengarang tanpa harus memberikan pembelajaran mekanika dan teknik menulis.
Problem yang sering dihadapi pada usia sekolah dasar adalah anak sering ketinggalan
atau mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Anak
menolak untuk belajar menulis karena merasa kesulitan untuk membentuk huruf atau
kesulitan menulis secara otomatis, padahal keterampilan menulis sangat diperlukan
untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan dan ide dalam bentuk tulisan dan
juga dalam mengikuti proses belajar.
Beberapa kesalahan umum tulisan tangan yang peneliti jumpai pada anak Autistic
Spectrum Disorder (ASD) diantaranya (a) tulisan jelek, tidak terbaca, (b) bentuk huruf
tidak konsisten, (c) spasi atau jarak antar kata tidak konsisten, dan (d) tidak rapi dan
tidak jelas.
Kegagalan yang berulang secara terus menerus akan membuat anak merasa
frustrasi, kurang percaya diri, menolak atau malas untuk menulis. Dengan demikian
anak ASD memerlukan adanya perhatian dan intervensi khusus untuk meningkatkan
keterampilan dasar menulisnya, seperti persepsi bentuk huruf, memegang pensil dengan
benar, dan integrasi sensorimotor yang terlihat dari pembuatan spasi antarkata,
penekanan alat tulis, penggunaan sisi tangan untuk memegang kertas sebagai stabiliasi
saat sisi tangan yang lain menulis, kemampuan mempertahankan posisi tegak pada
kepala dan badan, serta kemampuan tangan untuk menggunakan tangan dengan luwes
sehingga bisa menyelesaikan tulisan dengan tepat dan cepat. Hambatan-hambatan
tersebut yang akan diteliti pada penulisan ini.
3. Kemampuan Menulis
-
31
Kegiatan menulis harusnya sudah dipersiapkan sebelum anak masuk SD,
sehingga anak siap untuk mengikuti proses belajar di kelas. Anak mulai belajar menulis
setelah mereka mampu memegang alat tulis dengan melihat perkembangan kemampuan
fisik, kognisi, dan menulis yang mendukung dalam kegiatan belajar menulis.
Menurut Cornhill dan Case Smith yang dikutip dari Makalah Konferensi Nasional
Autisme I (Hiremawati, A : 2007), terdapat beberapa faktor kematangan fisik yang
berpengaruh dengan kemampuan menulis pada anak yaitu kinestesia, motor planning,
koordinasi mata-tangan, integrasi visual-motor, dan keterampilan manipulasi tangan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
a. Kinestesia, adalah kesadaran akan persepsi berat obyek, arah persendian dan
gerakan anggota badan. Akurasi persepsi kinestetik akan berpengaruh pada
keterampilan menulis pada anak.
b. Perencanaan motorik (motor planning). Dalam menulis, formasi huruf secara
sekuensis memerlukan keterampilan perencanaan motorik secara terus menerus dan
berpengaruh terhadap kemampuan anak pada waktu merencanakan, mengurutkan,
serta membentuk huruf pada waktu menulis. Perencanaan motorik sangat berkaitan
dengan kinestesia. Ketika anak memiliki limitasi akan kesadaran gerak dan
mengarahkan sekuensis gerakan tangan. Terdapat dua macam jenis gangguan
perencanaan motorik. Jenis yang pertama adalah anak mengalami kesulitan untuk
merencanakan ide gerakan yang harus dilakukan dan jenis yang kedua adalah
kesulitan untuk melakukan gerakan yang telah direncanakan terputus.
c. Koordinasi mata-tangan (eye-hand coordination), sangat diperlukan untuk menulis
terutama ketika anak menulis di atas kertas bergaris. Pada waktu menulis huruf
-
32
kafital, hasil tulisan tangan sangat tergantung dari input dan kesinambungan
petunjuk sistem visual. Sebagai contoh, untuk menulis bentuk huruf yang sangat
spesifik anak memerlukan sistem visual yang terus menerus. Peran sistem visual
pada waktu menulis akan bertambah dominan ketika fungsi kinestetik mengalami
gangguan. Dengan kata lain, pada waktu menulis anak bergantung pada sistem
visual (penglihatan) untuk mengkompensasi kelemahan feed back kinestetik.
d. Intelegensi visual motorik, merupakan variabel yang penting pada aktivitas
menulis, terutama ketika anak mengkopi huruf dari tulisan cetak ke huruf latin yang
bergandengan satu dengan yang lainya. Pada waktu mengkopi anak harus
memperhatikan dan melihat bentuk serta karakteristik huruf satu persatu. Pada
waktu yang sama anak harus memanipulasi alat tulis yang dipakai pada waktu
menulis. Dengan demikian ketika anak menggerakkan tangan saat menulis, sistem
visual memberikan informasi tentang layout ruang yang tersedia untuk menulis.
Disamping itu kesadaran akan lingkungan sekitar akan memberikan kesempatan
pada individu untuk mengantisipasi kejadian yang akan terjadi serta merencanakan
tindakan/gerak yang akan dilakukan.
Abin Syamsudin dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengungkapkan beberapa
hal yang mempengaruhi perkembangan kemampuan menulis yaitu sebagai berikut :
1. Kematangan Fisik dan Psikomotorik
Awal dari perkembangan pribadi seseorang pada asasnya bersifat biologis
dalam taraf perkembangan selanjutnya, normalitas dari konstitusi, struktur dan
kondisi jasmaniah seseorang akan mempengaruhi normalitas kepribadiannya,
-
33
khususnya bertalian dengan masalah body image, self-concept, self-esteem dan rasa
harga dirinya. Perkembangan fisik mencakup aspek-aspek anatomis dan fisiologis.
a. Perkembangan Anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada
struktur tulang belulang, indeks tinggi dan berat badan, dan proporsi tinggi
kepala dan tinggi garis keajegan badan secara keseluruhan.
b. Perkembangan Fisiologis
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara
kuantitatif, kualitatif, dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati, seperti
kontraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persarafan, sekresi kelenjar, dan
pencernaan.
Perkembangan psikomotorik memerlukan adanya koordinasi fungsional
antara neuromuskular sistem (pernafasan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif,
afektif dan konatif). Loree (1970 : 75) Menyatakan bahwa ada dua macam perilaku
psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada
masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang
benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis
bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal
dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).
Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku
psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana
-
34
kepada yang kompleks, dan (2) dari yang kasar dan global (gross bodyly
movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely
coordinated movements).
2. Kematangan Kognitif
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa (kemampuan
membuat bahasa dalam bentuk tulisan) dan perilaku kognitif. Taraf-taraf pengusaan
keterampilan menulis dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat
kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa (kemampuan
membuat bahasa dalam bentuk tulisan) merupakan sarana dan alat yang strategis
bagi lajunya perkembangan perilaku kognitif.
Piaget seorang ahli perkembangan anak membagi perkembangan kognitif anak
sebagai berikut :
(a). Sensorimotor period (0,0 2,0). Periode ini ditandai oleh penggunaan
sensorimotorik (dalam pengamatan dan penginderaan) yang intensif terhadap
dunia sekitarnya. Pada tahap ini intelegensi anak lebih didasarkan pada
tindakan inderawi seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau
dan lain-lain.
(b) Preoperational period (2,0 7,0). Pada periode ini anak belum mempunyai
kognitif yang jelas terhadap sesuatu hal, masih melihat dunia dari segi
pandangannya sendiri dan mulai mengungkapkan dunia lewat mimpi, bahasa,
dan permainan simbolik. Logika hanya berdasarkan bentuk luar. Sampai umur
4 tahun anak hanya dapat mengenal benda yang biasa ditemui disekitarnya
-
35
seperti bola, gunting, atau sendok, dan belum dapat membedakan bentuk-
bentuk tiga dimensi. Pada umur ini anak sudah dapat membedakan bentuk
tertutup dan terbuka, misalnya O dengan C tetapi belum dapat membedakan
antara segi empat dan lingkaran.
(c) Concrete operational (7,0 11 or 12,0). Pada periode ini ada tiga kemampuan
dan kecakapan yang baru, ialah: mengklasifikasikan angka-angka atau
bilangan. Dalam periode ini anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan
tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode ini ialah kemampuannya
dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun
masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret.
(d) Formal operational period (11,0 or 12,0 14,0 or 15,0). Pada periode ini anak
sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir secara abstrak, simbolik, dan
hipotetik-deduktif. Ia sudah dapat pula memanipulasi rumus-rumus untuk
menyelesaikan suatu persoalan. Keadaan ini merupakan tingkat fungsional
kognitif yang tertinggi.
Seandainya terjadi kelainan pada segi-segi fisik, psikomotorik maupun
kognitif, maka akan berpengaruh pada karakteristik perilaku individu yang
bersangkutan termasuk pada kematangan menulis yang merupakan unsur dasar dari
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas menulis. Dengan demikian
diperlukan suatu intervensi untuk mencari keseimbangan (seeking equilibrium)
dalam perkembangannya.
C. Latihan Sensorimotor
-
36
Luh Karunia Wahyuni menyatakan mengenai pendekatan terapi sensorimotor
dalam Konferensi Nasional Neurodevelopmental II (2006) dalam Dwi, H, A. (2007:9)
sebagai berikut: Suatu pendekatan yang mempergunakan organ sensoris dan motoris
yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terjadi perbaikan sensori, motorik, dan
persepsi yang pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas belajar untuk keterampilan
yang lebih kompleks.
Latihan sensorimotor adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan sensorimotor yang terdiri dari kemampuan visual, taktil, proprioseptif,
vestibuler, auditoris dan kinestetik/gerakan motorik dengan menggunakan alat.
Menurut piaget yang dikutip dari buku Berkesulitan Belajar, belajar sensorimotor
pada masa ini merupakan bangunan dasar bagi perkembangan perseptual dan kognitif
yang lebih kompleks. Sensorimotor adalah gabungan antara masukan sensasi (input of
sensation) dengan keluaran aktivitas motorik (output of motor activity). Sensasi
(sensation) adalah proses yang dirasakan dan dialaminya energi rangsangan tertentu
oleh indera kita. Sensasi tersebut menunjukkan adanya suatu proses yang terjadi di
dalam sistem saraf pusat. Manusia memiliki indera-indera yang berfungsi sebagai
saluran penerima data kasar dari lingkungannya yaitu penglihatan (visual), pendengaran
(auditoris), perabaan (taktil), kinestetik, penciuman (olfaktory), dan pengecapan.
Sehingga latihan sensorimotor adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengoptimalkan proses biologis pada otak dalam mengolah berbagai informasi
sensorik dan motorik, yang kemudian dipergunakan dengan sebaik-baiknya terutama
dalam meningkatkan kemampuan menulis. Karena kemampuan sensorimotor
(VITAPROVAK) adalah salah satu kemampuan prasarat yang harus dikuasai siswa saat
melakukan aktivitas menulis.
-
37
D. Hubungan Kemampuan Sensorimotor dengan Kemampuan Menulis Anak
Autistic Spectrum Disorder (ASD)
Pengalaman sensorimotor dimulai saat anak mulai menggerakkan badan dan
tangan, ia menjelajahi dirinya sendiri, tubuhnya, badan, lutut, dan kaki. Ia menjelajahi
lingkungannya dengan meraih, berguling, merangkak, dan akhirnya berjalan. Melalui
cara ini anak belajar mengenal ruang dan mengembangkan persepsinya.
Perkembangan perceptual dan visiomotor akan dipengaruhi oleh perkembangan
fisiknya. Para ahli menyatakan bahwa keterbatasan kapasitas anak untuk bergerak aktif
memungkinkan terjadinya hambatan dalam perkembangan perceptual dan selanjutnya
mempengaruhi kemampuan intelektualnya secara menyeluruh. Keadaan ini
sebagaimana yang kita ketahui, akan memunculkan masalah di sekolah, termasuk
masalah menulis.
Menulis merupakan aktivitas neurofisiologis yang kompleks dimana kemampuan
motorik merupakan salah satu hal penting yang harus ada didalamnya. Menurut Lerner
(1985 : 402) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis,
(1) motorik, (2) perilaku, (3) persepsi, (4) memori, (5) kemampuan melaksanakan cross
modal, (6) penggunaan tangan yang dominan, dan (7) kemampuan memahami
instruksi. Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami
gangguan, akan mengalami kesulitan dalam menulis; tulisannya tidak jelas, terputus-
putus, tidak mengikuti garis atau bahkan memerlukan waktu yang lama untuk
menuliskan sebuah kata atau kalimat.
-
38
Problem menulis yang dihadapi oleh anak dengan kebutuhan khusus sangat
beragam, spesifik dan berbeda satu dengan yang lainnya. Aplikasi sensorimotor pada
anak ASD yang mengalami kesulitan dalam menulis dapat dilakukan dengan
melibatkan berbagai macam sistem sensori termasuk visual, taktil, proprioseptif,
vestibuler, auditoris, dan kinestetik. Sistem sensori dan motorik ini akan bekerja secara
terintegrasi pada saat melakukan aktivitas menulis.
Di dalam mata terdapat alat penerima informasi visual. Bila reseptor visual ini
menerima suatu stimulus atau informasi visual, maka akan disampaikan ke otak, dan
selanjutnya di dalam otak stimulus atau informasi ini akan diproses. Pada saat menulis
diperlukan optimalisasi fungsi indera visual untuk menangkap informasi, demikian pula
saat melakukan respon menulis.
Sel-sel saraf pada kulit, yaitu reseptor indera taktil akan menyampaikan informasi
tentang sentuhan halus, temperatur, tekanan dan rasa sakit. Pada saat menulis penting
untuk merasakan obyek yang dimanipulasi, baik itu pensil, maupun kertas untuk
memberikan hasil terbaik saat menulis.
Indera auditoris berfungsi untuk menangkap informasi suara yang selanjutnya
akan diproses dan diberikan respon sesuai dengan informasi yang diterima.
Reseptor dari indera vestibuler terletak di dalam telinga tengah. Reseptor ini
menerima stimulasi dari gerakan kepala, gaya tarik bumi, dan menerima input dari
indera-indera lain, terutama dari indera propioseptif. Indera vestibuler memberikan
informasi tentang posisi tubuh kita di dalam ruangan. Kita dapat merasakan dan
membedakan apakah kita bergerak atau ruangan di sekitar kita yang bergerak. Indera
vestibuler ini juga memberikan arah dan kecepatan pada saat tubuh kita bergerak.
Anak yang mengalami kesulitan dalam menguasai posisi tubuh di dalam ruang
akan terlihat kikuk, karena koordinasi keseimbangannya kurang baik. kemungkinan
-
39
akan mengalami kesulitan dalam hal menulis, karena menulis membutuhkan kontrol
tubuh untuk tetap tegak dan seimbang. Sistem vestibuler juga memberikan input
aurosal di batang otak supaya dapat menerima informasi dengan baik.
Reseptor pada indera propioseptif terletak dalam otot-otot dan persendian. Indera
ini akan memberikan informasi pada otak mengenai posisi bagian tubuh kita. Otak
menerima input propioseptif yang dapat mempengaruhi sistem aurosal. Dengan fungsi
propioseptif yang baik, anak dapat duduk di kursi dengan rapi dan perhatiannya
ditujukan pada guru atau tulisan di papan tulis. Anak tidak memerlukan tenaga ekstra
untuk mempertahankan sikap ini, begitu pula saat melakukan aktivitas menulis anak
memberi penekanan alat tulis secara tepat tidak terlalu kuat sehingga tembus ke kertas
atau sebaliknya memegang alat tulis dengan gamang sehingga tulisan menjadi kabur,
beberapa anak memiliki problem propioseptif terkadang bisa membuat pensil menjadi
patah pada saat melakukan aktivitas menulis.
Pada saat menulis terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf pusat dan
bagian-bagian organ tubuh, input yang datang dari lingkungan diterima oleh alat indera
dan selanjutnya diteruskan ke susunan saraf pusat melalui spinal ke cortex daerah lobus
occipitalis, lobus temporalis, lobus parietalis dan lobus frontalis kemudian kembali ke
saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf-saraf spinal
selanjutnya akan meneruskan rangsangan motorik melalui sistem piramidal dari otak
untuk selanjutnya berhubungan dengan sumsum tulang belakang yang berfungsi untuk
mengaktifkan otot-otot lengan, tangan dan jari-jari untuk menulis sebagai respon
terhadap rangsangan yang diterima.
Dengan demikian menulis merupakan aktivitas motorik yang kompleks, terlebih
bagi anak ASD yang memiliki hambatan yang kompleks pula. Untuk itu, peranan suatu
-
40
penerapan latihan sensorimotor untuk memenuhi kebutuhan individual pada anak ASD
sangat diperlukan.
Dalam hal ini terdapat beberapa fungsi dari penerapan latihan sensorimotor,
diantaranya sebagai berikut:
a. Memperkuat fungsi motorik halus dan kasar.
b. Melatih fungsi VITAPROVAK (visual, taktil, propioseptif, vestibuler, auditif dan
kinestetik), termasuk di dalamnya kegiatan menulis.
c. Meminimalisir kepekaan inderawi pada sebagian anak-anak penyandang autistik dan
syndrom asperger (Atwood, T. 2007 : 115)
d. Menurut Piaget dikutip dari buku Berkesulitan Belajar ( Abdurrahman, M : 144)
belajar sensorimotor pada masa ini merupakan bangunan dasar bagi perkembangan
perceptual dan kognitif yang lebih kompleks.
E. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah suatu penelitian yang diambil berdasarkan teori-
teori yang didukung oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya dan dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Untuk itu dalam penyusunan penelitian mengenai Penerapan Latihan
Sensorimotor untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Pada Anak Autistic Spectrum
Disorder (ASD) ini peneliti mengacu pada penelitian yang sebelumnya relevan yaitu :
Penerapan Latihan Sensorimotor dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Anak
Berkesulitan Belajar yang diteliti oleh Anik Dwi Hiremawati tahun 2004.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penerapan latihan sensorimotor dapat
memberikan kontribusi berupa peningkatan kemampuan menulis pada anak
berkesulitan belajar menulis. Maka dari itu, diharapkan penerapan latihan sensorimotor
-
41
ini pun dapat meningkatkan kemampuan menulis pada anak ASD yang pada
kenyataannya memiliki hambatan perkembangan yang pervasif dan kompleks.
F. Kerangka Berpikir
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bahwa anak ASD memiliki gangguan
kualitatif dalam perkembangan yang terdiri dari komunikasi, interaksi sosial dan
perilaku. Namun, tidak dipungkiri beberapa diantara mereka memiliki gangguan
koordinasi motorik yang terganggu, seperti tiptoe walking, clumsiness, kesulitan belajar
mengikat tali sepatu, memotong makanan, mengancingkan baju, gerakan yang
sempoyongan dan lemas ketika lari dan berjalan serta lamanya waktu yang dibutuhkan
dalam aktivitas menulis. Seperti karakteristik yang dimiliki subyek berinisial AFZ
yang akan diteliti dalam penelitian ini.
Maka perlu adanya suatu upaya yang diharapkan dapat membantu mengatasi
permasalahan motorik khususnya dalam aktivitas menulis yang dialami subyek, dengan
menawarkan suatu latihan berupa latihan sensorimotor. Latihan sensorimotor ini adalah
latihan yang bertujuan meningkatkan kemampuan sensorimotor yang terdiri dari
kemampuan visual, taktil, proprioseptif, vestibuler, auditoris, dan kinestetik/ gerakan
motorik yang menggunakan alat permainan seperti bola karet, bola basket, balok, dan
bola gymnasium.
Bila penerapan ini berhasil, anak akan dapat memproses berbagai informasi
sensoris yang kompleks dengan lebih baik. hal ini akan memberikan pengaruh yang
besar bagi kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari terutama dalam
aktivitas menulis, yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara
terintegrasi. Peningkatan kemampuan sensorimotor akan meningkatkan kemampuan
-
42
menulis, sehingga anak akan lebih terampil dalam melakukan aktivitas menulis yang
mencakup keterampilan motorik kasar maupun motorik halus.
Pada akhirnya anak yang mempunyai masalah terlalu peka ataupun kurang peka
terhadap suatu stimuli sensorimotor akan menjadi lebih baik dalam bereaksi. Hal ini
akan menunjang kemampuan anak dalam berbagai hal, seperti kemampuan
menyesuaikan diri, kontrol emosi, ataupun nilai percaya diri. Anak yang mengalami
peningkatan sensorimotor akan mengalami peningkatan pencapaian kemampuan belajar
menulis.
Kerangka berpikir pada penelitian ini difokuskan pada penerapan sensorimotor
untuk meningkatkan kemampuan menulis pada anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)
dengan melihat kenyataan di lapangan sebagai berikut :
a. Kurangnya pemahaman mengenai kemampuan sensorimotor sebagai salah satu
prasarat yang diperlukan bagi anak Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang memiliki
gangguan koordinasi motorik khususnya dalam keterampilan menulis.
b. Penggunaan latihan sensorimotor sebagai modifikasi latihan perlu untuk diterapkan
dan dikembangkan, karena mampu meningkatkan kemampuan menulis pada anak
ASD, berdasarkan pemikiran bahwa kemampuan belajar dipengaruhi oleh optimal
tidaknya kemampuan sensorimotor untuk menangkap input (masukan) saat proses
pembelajaran berlangsung.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan menulis anak Autistic Spectrum
Disorder (ASD) akan lebih meningkat, jika kemampuan sensorimotor mengalami
peningkatan secara optimal.