s_plb_045897_chapter2 PDD-NOS 2.pdf

27
16 BAB II KONSEP DASAR AUTISTIC SPECTRUM DISORDER, MENULIS DAN SENSORIMOTOR A. Konsep Dasar Autistic Spectrum Disorder (ASD) 1. Pengertian Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD) Pengertian tentang istilah anak Autistik berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan sudut pandang dan keperluan masing-masing para ahli. Kata “autisme” berasal dari bahasa latin yaitu “autos” yang artinya sendiri (menyendiri). Penyandang autisme seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner. Istilah yang lazim dipakai saat ini oleh para ahli adalah “kelainan spektrum autistik” atau ASD (Autistic Spectrum Disorder). ASD sebuah istilah yang dapat merangkum diagnostik gangguan pervasif seperti gejala autistik masa kanak-kanak, gangguan autistik, autism tipikal, Syndrome Asperger dan Pervasive Developmental Not-Otherwise Specified (PDD-NOS). ASD merupakan kondisi yang berlanjut hingga remaja dan masa dewasa, meskipun anak mengalami perkembangan. Simptom atau gejala-gejalanya bervariasi. Anak-anak ASD mempunyai kisaran luas temperamen dan IQ. Gangguan Spectrum Autisme atau biasanya disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak ditiga tahun pertama kehidupan anak (Chris W dan Barry W, 2007: 3). Sedangkan Autistic Spectrum Disorder (ASD) menurut Puspita, D. (2002 : 12) merupakan:

description

s_plb_045897_chapter2 PDD-NOS 2.pdf

Transcript of s_plb_045897_chapter2 PDD-NOS 2.pdf

  • 16

    BAB II

    KONSEP DASAR AUTISTIC SPECTRUM DISORDER, MENULIS DAN

    SENSORIMOTOR

    A. Konsep Dasar Autistic Spectrum Disorder (ASD)

    1. Pengertian Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)

    Pengertian tentang istilah anak Autistik berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan

    sudut pandang dan keperluan masing-masing para ahli.

    Kata autisme berasal dari bahasa latin yaitu autos yang artinya sendiri

    (menyendiri). Penyandang autisme seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah

    Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner.

    Istilah yang lazim dipakai saat ini oleh para ahli adalah kelainan spektrum

    autistik atau ASD (Autistic Spectrum Disorder). ASD sebuah istilah yang dapat

    merangkum diagnostik gangguan pervasif seperti gejala autistik masa kanak-kanak,

    gangguan autistik, autism tipikal, Syndrome Asperger dan Pervasive Developmental

    Not-Otherwise Specified (PDD-NOS). ASD merupakan kondisi yang berlanjut hingga

    remaja dan masa dewasa, meskipun anak mengalami perkembangan. Simptom atau

    gejala-gejalanya bervariasi. Anak-anak ASD mempunyai kisaran luas temperamen dan

    IQ.

    Gangguan Spectrum Autisme atau biasanya disebut dengan Autistic Spectrum

    Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak ditiga

    tahun pertama kehidupan anak (Chris W dan Barry W, 2007: 3).

    Sedangkan Autistic Spectrum Disorder (ASD) menurut Puspita, D. (2002 : 12)

    merupakan:

  • 17

    Suatu gangguan perkembangan yang didalamnya terdapat sekumpulan gejala yang dialami oleh anak pada usia 3 tahun, gangguan perkembangan tersebut meliputi beberapa aspek yaitu : kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik dan minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan.

    Angka autisme saat ini sudah mulai meningkat pesat hal ini dikarenakan

    berubahnya sistem diagnosa dan kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosa.

    Salah satunya diagnosa yang digunakan secara global di seluruh penjuru dunia untuk

    mendeteksi autisme adalah Diagnostic and Statistical of Mental Disorder ke IV (DSM-

    IV) yang dibuat oleh American Psychiatric Association (APA) atau International

    Classification of Diseases-10 (ICD-10) tahun 1994, yang merupakan suatu sistem

    diagnosis yang dibuat oleh WHO. Kedua sistem ini menyebutkan tentang Pervasive

    Developmental Disorders sebagai berikut :

    Tabel 2.1

    Berbagai gangguan yang termasuk dalam Pervasive Developmental Disorders

    Sumber: Ikatan Dokter Indonesia www.idai.com

    No DSM IV ICD - 10

    1. Autistic Disorder Childhood Autism

    2. Pervasive Developmental Disorder Not

    Otherwise Specified (PDD-NOS)

    Atypical Autism

    3. Retts Disorder Retts Syndrom

    4. Childhood Disintegrative Disorder Other Chidhood Disintegrative

    Disorder

    5. Tidak ada Overactive Disorder with Mental

    Retardation with Stereotype

    Movement

  • 18

    6. Aspergers Disorder Asperger Syndrom

    7. DD - NOS Other Pervasive Developmental

    Disorder

    8. PDD NOS Pervasive Developmental Disorder,

    Unspecified

    Isi dari DSM IV tersebut terdapat beberapa kriteria yang menyangkut pada anak

    dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD), diantaranya sebagai berikut :

    A. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1, 2 dan 3 yang meliputi paling

    sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu pokok dari kelompok 2 dan

    paling sedikit satu pokok dari kelompok 3.

    1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan dengan :

    a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non verbal

    (bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gesture, dan gerak isyarat

    untuk melakukan interaksi sosial.

    b. Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan sebaya yang

    sesuai dengan tingkat perkembangannya.

    c. Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain.

    d. Ketidakmampuan dalam berhubungan emosional secara timbal balik dengan

    orang lain.

    2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit

    salah satu dari berikut ini:

    a. Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan

    (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gestur atau

    mimik muka sebagai cara alternatif dalam berkomunikasi).

  • 19

    b. Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan

    pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.

    c. Penggunaan bahasa yang repetitive (diulang-ulang) atau stereotype (meniru-

    niru) atau bersifat idiosinkratik (aneh).

    d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru

    orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.

    3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang

    ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini:

    a. Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau

    stereotype yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun fokus.

    b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik

    (kebiasaan tertentu) yang nonfungsional (tidak berhubungan dengan fungsi).

    c. Perilaku gerakan stereotype dan repetitive (seperti terus menerus membuka

    tutup genggaman, memuntir jari atau tangan atau menggerakkan tubuh

    dengan cara yang kompleks.

    d. Keasyikan yang terus menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda.

    B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang

    ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal paling sedikit satu dari

    bidang-bidang berikut ini : (1) interaksi sosial, bahasa yang digunakan dalam

    perkembangan sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau (3)

    permainan simbolik atau imajinatif.

    C. Sebaiknya tidak disebut dengan istilah gangguan Rett, gangguan integrative kanak-

    kanak, atau Syndrome Asperger.

    Chris W dan Barry W (2007 : 19) memberikan poin khusus bagi anak ASD yaitu

    sebagai berikut :

  • 20

    1. ASD adalah kondisi yang berlanjut hingga remaja dan masa dewasa, meskipun

    semua anak akan membuat perkembangan.

    2. Simptom atau gejala-gejalanya bervariasi demikian juga keparahan dan tampak di

    usia berapa.

    3. Anak-anak ASD punya kisaran luas temperamen dan IQ.

    Seorang anak didiagnosis harus memenuhi kriteria untuk dapat disebut gangguan

    autistik. Namun harus diperhatikan bahwa gejala pada gangguan autistik sangat

    bervariasi dari anak ke anak. Tidak semua anak menunjukkan gejala yang sama

    jenisnya, dan tidak semua anak menunjukkan gejala sama berat. Perbedaan gejala

    tersebut bukan hanya dalam dua dimensi (lebih ringan atau lebih berat) tetapi bersifat

    multidimensi, sebagian gejala dapat lebih ringan ataupun sebaliknya.

    Memperhatikan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak autisme

    sesungguhnya merupakan sekumpulan gejala klinis yang dilatar belakangi berbagai

    faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik, karena tidak sama

    untuk masing-masing kasus. Oleh karena itu pula secara klinis, ditemukan beberapa

    gejala yang tumpang tindih dengan gejala-gejala dari beberapa gangguan

    perkembangan yang lain, dimana gradasi manifestasi gangguannya pun sangat lebar

    antara yang berat dan yang ringan dari setiap kasusnya. Disatu sisi terdapat anak yang

    memiliki sedikit gejala dari diagnosa DSM IV tersebut. Maka dari kasus seperti inilah

    muncul istilah gangguan spektrum autisme atau Autistic Spectrum Disorders (ASD).

    Dimana pengertian dari ASD itu sendiri merupakan suatu gangguan perkembangan

    kualitatif yang terjadi pada anak diusia 3 tahun yang meliputi aspek interaksi sosial,

    komunikasi dan perilaku.

  • 21

    2. Karakteristik Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)

    Dilihat secara fisik anak dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD) tidak jauh

    berbeda dengan anak normal pada umumnya, akan tetapi secara psikis anak ASD jauh

    berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Perbedaan tersebut dapat kita lihat dari

    karakteristik yang dimilikinya, dimana karakteristik dari anak dengan Autistic Spectrum

    Disorder (ASD) menurut Chris W dan Barry W (2007 : 60) adalah sebagai berikut :

    1. Anak dengan Autistic Spectrum Disorder cenderung focus pada detail gambar.

    2. Berkonsentrasi pada suatu bagian kecil dari lukisan dan situasi

    3. Konsentrasi pada pengalaman sensoris tertentu seperti : bau, rasa, penglihatan,

    suara dan rabaan.

    4. Sulit melihat keseluruhan lukisan dan memahaminya

    5. Sulit memahami pikiran atau perasaan orang lain

    6. Sulit memahami bahwa mereka diharapkan mengubah cara mereka bersikap

    bergantung dimana dan pada siapa mereka berhadapan

    7. Sulit memprediksi apa yang akan dilakukan orang kemudian

    8. Sulit menginterpretasikan ekspresi wajah yang berbeda

    9. Sulit paham mengapa tingkah laku mereka dapat membuat kesal orang lain

    10. Sulit memahami sikap tubuh dan tanda non verbal.

    Menurut Delay & Denaiker 1952, dan Marholin & Philips 1976, dalam (Delphi B,

    2006 : 121) mengemukakan bahwa terdapat beberapa karakteristik yang muncul pada

    anak ASD antara lain sebagai berikut:

    a. Senang bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka

    pucat, mata sayu dan selalu memandang ke bawah.

    b. Selalu diam sepanjang waktu

  • 22

    c. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton,

    kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceritakan dirinya

    dengan beberapa kata, kemudian diam menyendiri lagi.

    d. Tidak pernah bertanya, yang menunjukkan rasa takut, tidak punya keinginan yang

    bermacam-macam, serta tidak menyenangi sekelilingnya.

    e. Tidak tampak ceria

    f. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali pada benda yang disukainya, misalnya

    boneka.

    Hal senada dikemukakan menurut Siegel, 1996 dalam Sufia, K.(2009 : 15 -17)

    yang mengatakan bahwa beberapa individu ASD memiliki ciri khas atau karakteristik

    tertentu seperti :

    a. Visual Thinking

    Kebanyakan dari anak ASD berpikir secara visual, mereka lebih mudah

    memahami hal-hal yang konkrit dibandingkan dengan yang abstrak.

    b. Processing Problems

    Gangguan perkembangan pada daerah tertentu di otak, mengakibatkan anak

    ASD mengalami kesulitan dalam memproses data. Mereka cenderung terbatas dalam

    memahami common sense atau menggunakan akal sehat/daya nalar. Selain itu

    mereka juga sulit mengingat sesuatu sambil mengerjakan hal lain dan sulit

    memahami bahasa verbal.

    c. Sensory Sensitivities

    Perkembangan yang kurang optimal pada sistem neurobiologis individu ASD

    juga sedikit banyak mempengaruhi perkembangan indera mereka. Beberapa hal

    yang sering dilaporkan terjadi adalah adanya : sound sensitivity, touch sensitivity,

    dan rhytm difficulties.

  • 23

    d. Communication Frustrations

    Gangguan perkembangan bicara bahasa yang terjadi pada individu ASD

    membuat mereka sering frustrasi karena masalah komunikasi. Selain itu individu

    ASD juga sulit mengungkapkan diri, sehingga mereka suka berteriak dan berperilaku

    negatif hanya sekedar mendapatkan apa yang diinginkannya.

    e. Social and Emotional Issues

    Ciri lain yang sangat dominan adalah fiksasi atau keterpurukan akan sesuatu

    yang membuat individu ASD cenderung berpikir secara kaku. Akibatnya individu

    ASD sulit beradaptasi atau memahami perubahan yang terjadi sehari-hari.

    f. Problems of Control

    Berbagai gangguan perkembangan neurologi di otak menjadikan masalah

    individu ASD menjadi semakin kompleks. Mereka mengalami kesulitan dalam

    mengontrol diri sendiri, yang terwujud dalam bentuk masalah perilaku. Cenderung

    berperilaku ritual dengan pola tertentu dan ada yang keterpakuan pada beberapa

    jenis objek dan sebagian dari mereka juga memiliki ketakutan yang luar biasa pada

    hal-hal yang tidak ia mengerti.

    g. Problems of Tolerance

    Kepekaan yang berlebihan akan rangsang stimulus tertentu, membuat individu

    ASD menarik diri dari lingkungannya. Mereka kurang dapat mentolerir rangsangan-

    rangsangan tersebut dan ini merupakan masalah sensori di tubuhnya.

    h. Problems of Connection

    Berbagai masalah yang berkaitan dengan kemampuan individu menalar adalah:

    1. Attention problems : masalah pemusatan perhatian, terus menerus

    terdistraksi

  • 24

    2. Perceptual problems : masalah proses persepsi, bingung sehingga menghindar

    dari orang lain.

    3. System integration problems : proses informasi di otak bekerja secara mono

    (tunggal), sehingga sulit memproses beberapa hal sekaligus

    4. Left-right hemisphere integration problems : otak kiri tidak secara konsisten

    mengetahui apa yang terjadi pada otak kanan (dan sebaliknya), sehingga

    sepenuhnya tidak sadar pada apa yang sedang terjadi.

    3. Kemampuan Motorik Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)

    Selain karakteristik umum anak dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang

    terdiri kemampuan bahasa, interaksi sosial dan perilaku, anak ASD juga memiliki

    gejala keadaan fisik. Epilepsi didapatkan pada sekitar 15% penderita remaja, dan

    biasanya ringan. Kadang dijumpai gangguan pada fungsi motorik kasar dan halus dan

    gangguan ini lebih berat pada mereka dengan IQ yang lebih rendah.

    Kondisi perkembangan mental atau intelegensi yang tertinggal pada anak ASD

    dibandingkan anak normal pada umumnya. Ternyata hal itu membawa dampak pada

    kemampuan motorik anak ASD. Kondisi tersebut dapat disebabkan adanya gangguan

    pada sistem syaraf pusat, juga akibat dari gangguan pada persepsi yang berhubungan

    dengan mental dan intelegensi. Oleh karena itu, anak autisme pada umumnya memiliki

    kecakapan motorik yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok anak sebayanya,

    baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Sherill, 1984 ; Astati, 2001). Hal ini

    ditunjukkan dengan kekurangmampuan dalam aktifitas motorik untuk tugas-tugas yang

    memerlukan kecepatan gerakan serta dalam melakukan reaksi gerak yang memerlukan

    koordinasi motorik dan keterampilan gerak yang lebih kompleks.

  • 25

    Sunardi dan Sunaryo (2006 : 118) menyatakan bahwa pada anak autis seringkali

    ditemukan mengalami permasalahan dalam motorik halus. Sedangkan menurut Ferizal

    Masra (Tempo : 2008) selain karakteristik di atas, anak dengan Autistic Spectrum

    Disorder (ASD) menunjukkan gejala gangguan perilaku motorik. Kebanyakan anak

    autisme menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan dan

    menggoyang-goyangkan tubuh. Hiperaktif biasa terjadi terutama pada anak prasekolah.

    Namun, sebaliknya, dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga menunjukkan

    gangguan pemusatan perhatian dan impulsivitas. Juga didapatkan adanya koordinasi

    motorik yang terganggu, tiptoe walking, clumsiness, kesulitan belajar mengikat tali

    sepatu, menyikat gigi, memotong makanan, dan mengancingkan baju.

    Hal senada dikemukakan oleh Veskarisyanti, A.(2008 : 47) bahwa : Beberapa

    anak penyandang autisme mengalami gangguan pada perkembangan motorik, otot

    kurang kuat untuk berjalan, serta keseimbangan tubuhnya kurang baik, selain itu

    mereka memiliki gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.

    Gerakan motorik anak ASD terkadang mengalami gangguan karena sensitivitas

    indera yang juga terganggu. Dalam banyak hal, reaksi motorik halus dan kasar anak

    ASD bahkan berlebihan karena persepsi anak normal. Tercatat anak ASD kerap

    menganggap bahwa segala sesuatu yang ditunjukkan kepadanya merupakan hal buruk

    yang perlu mereka hindari. Oleh karena itu mereka cenderung enggan melakukan

    berbagai aktivitas bermain secara normal yang memerlukan keterampilan dan

    koordinasi motorik yang baik. Buruknya refleks motorik anak disebabkan oleh

    rendahnya kadar prekusor seretonin yang disebut triptofan sehingga berefek pada

    tampilan perilaku anak yang cenderung diantaranya agresif, tantrum dan bahkan phobia

    terhadap berbagai benda.

  • 26

    Salah satu indikator gangguan motorik atau kecanggungan motorik adalah bahwa

    sebagian anak ASD belajar berjalan beberapa bulan lebih lambat dari anak kebanyakan

    seperti yang terjadi pada pengidap Syndrom Asperger (Manjiviona dan Prior 1995).

    Dan sekitar 40 persen anak ASD memiliki beberapa ketidak-normalan kepekaan

    inderawi (Rimland 1990). Sebagai akibatnya menunjukkan hasil bahwa buruknya

    koordinasi motorik bisa mempengaruhi cukup banyak kemampuan, termasuk

    keterampilan motorik halus dan kasar seperti keterampilan lokomosi, keterampilan

    bola, keseimbangan, deksteritas manual, gerakan cepat dan menulis dengan tangan.

    B. Konsep Dasar Menulis

    1. Pengertian Menulis

    Menulis adalah suatu kegiatan yang membutuhkan perseptual, motor, kognitif

    yang bernilai kompleks. Keterampilan menulis merupakan aktivitas fungsional anak

    yang dapat mempengaruhi kepuasan individu anak, kreativitas, produktivitas serta

    prestasi akademik di sekolah. Soemarmo Markam (1987 : 7) menjelaskan menulis

    adalah mengungkapkan bahasa dalam bentuk simbol dan gambar dan merupakan

    aktivitas kompleks yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara

    terintegrasi.

    Proses menulis pada hakikatnya merupakan suatu proses neurofisiologis. Russel

    dan Wanda (1986 : 16-21) mengemukakan adanya pembagian otak ke dalam empat

    lobus, (1) lobus frontalis, (2) lobus parietalis, (3) lobus temporalis, (4) lobus occipitalis.

    Lobus frontalis terletak di bagian depan, dilindungi oleh tulang dahi. Fungsi lobus

    frontalis adalah sebagai pusat pengertian, koordinasi motorik dan yang berhubungan

  • 27

    dengan watak dan tabiat. Lobus parietalis terletak di bagian atas, dilindungi oleh tulang

    ubun-ubun. Fungsi dari lobus parietalis adalah untuk menerima dan

    menginterpretasikan rangsangan sensoris, kinestetik, orientasi ruang, penghayatan

    tubuh (body image), dan taktil. Lobus temporalis terletak pada bagian samping,

    dilindungi oleh tulang pelipis. Adapun fungsi lobus temporalis adalah sebagai pusat

    pengertian pembicaraan, pendengaran, asosiasi pendengaran, memori, pengecap, dan

    penciuman. Lobus occipitalis terletak di bagian belakang, dilindungi oleh tulang

    belakang kepala. Fungsi lobus occipitalis adalah sebagai pusat penglihatan dan asosiasi

    penglihatan. Pada saat menulis akan terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf

    pusat dan bagian-bagian organ tubuh. Rangsangan dari lingkungan diterima oleh alat

    indera, dan selanjutnya diteruskan ke susunan saraf pusat melalui spinal cortex di

    daerah lobus occipitalis, lobus temporalis, lobus parietalis, dan lobus frontalis;

    kemudian kembali ke saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang.

    Saraf-saraf spinal tersebut selanjutnya meneruskan rangsangan motorik melalui sistem

    piramidal dari otak untuk selanjutnya berhubungan dengan sumsum tulang belakang

    yang berfungsi untuk mengaktifkan otot-otot lengan, tangan, dan jari-jari untuk menulis

    sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima.

    Proses menulis digambarkan oleh Fairbank yang dikutip oleh Sanders (1982 : 22)

    dalam Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Mulyono Abdurrahman).

    Rangsangan dari lingkungan yang masuk melalui indera pendengaran, penglihatan, dan

    taktil-kinestetis (S1, S2, S3) masuk ke sensasi (A), kemudian ke persepsi (B), ke

    pengertian (C); selanjutnya diasosiasikan pada korteks auditori, korteks visual, dan

    korteks kinestetis. Setelah terjadi asosiasi, selanjutnya masuk ke sumber atau korteks,

    yaitu daerah pikiran dan ide; dan melalui impul-impul saraf dilakukan respons melalui

  • 28

    transmiten 2, yaitu lengan dan tanagn (T2) dalam wujud tulisan. Sesaat setelah selesai

    menulis, anak akan segera melihat kebenaran tulisan tersebut. Dengan demikian, dapat

    disimpulkan bahwa dalam menulis terjadi suatu aktivitas yang didukung oleh beberapa

    indera; dan anak harus mampu mentransfer dan mengintegrasikan antara kemampuan

    visual, auditori, kinestetis, maupun berpikir. Baik bicara yang keluar melalui T1

    maupun menulis melalui T2 memiliki ciri yang sama, yaitu produktif dan ekspresif.

    Gambar 2.1

    Proses Menulis Ditinjau dari Sudut Komunikasi (Diadaptasi dari Fairbank Seperti Dikutip oleh Sanders, 1983: 20)

    2. Hambatan Menulis

    Kesulitan belajar menulis menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk

    mengingat cara membuat huruf atau angka dan terkait dengan cara anak dalam

    memegang pensil.

    Menurut Lerner (1985 : 402) yang dikutip dari buku Pendidikan Bagi Anak

    Berkesulitan Belajar (Mulyono Abdurrahman), ada beberapa faktor yang

    mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis, (1) motorik, (2) perilaku, (3) persepsi,

  • 29

    (4) memori, (5) kemampuan melaksanakan cross modal, (6) penggunaan tangan yang

    dominan, dan (7) kemampuan memahami instruksi. Anak yang perkembangan

    motoriknya belum matang atau mengalami gangguan, akan mengalami kesulitan dalam

    menulis; tulisannya tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis. Anak yang

    hiperaktif atau yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan pekerjaannya

    terhambat, termasuk pekerjaan menulis. Anak yang terganggu persepsinya dapat

    menimbulkan kesulitan dalam menulis. Jika persepsi visualnya yang terganggu, anak

    mungkin akan sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti d

    dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w. Jika persepsi auditorisnya yang

    terganggu, mungkin anak akan mengalami kesulitan untuk menulis kata-kata yang

    diucapkan oleh guru. Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya

    kesulitan belajar menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan ditulis.

    Jika gangguan menyangkut ingatan visual, maka anak akan sulit untuk mengingat huruf

    atau kata; dan jika gangguan tersebut mengangkut memori auditori, anak akan

    mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru saja diucapkan oleh guru.

    Kemampuan melaksanakan cross modal menyangkut kemampuan mentransfer dan

    mengorganisasikan fungsi visual ke motorik. Ketidakmampuan di bidang ini dapat

    menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan

    menjadi tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis lurus. Anak yang tangan

    kirinya lebih dominan atau kidal tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor.

    Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis

    kata-kata yang sesuai dengan perintah guru.

    Penguasaan keterampilan pada anak usia dini akan memberikan kesempatan pada

    anak untuk meningkatkan kemampuan menulis pada level yang lebih tinggi seperti

  • 30

    mengarang tanpa harus memberikan pembelajaran mekanika dan teknik menulis.

    Problem yang sering dihadapi pada usia sekolah dasar adalah anak sering ketinggalan

    atau mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Anak

    menolak untuk belajar menulis karena merasa kesulitan untuk membentuk huruf atau

    kesulitan menulis secara otomatis, padahal keterampilan menulis sangat diperlukan

    untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan dan ide dalam bentuk tulisan dan

    juga dalam mengikuti proses belajar.

    Beberapa kesalahan umum tulisan tangan yang peneliti jumpai pada anak Autistic

    Spectrum Disorder (ASD) diantaranya (a) tulisan jelek, tidak terbaca, (b) bentuk huruf

    tidak konsisten, (c) spasi atau jarak antar kata tidak konsisten, dan (d) tidak rapi dan

    tidak jelas.

    Kegagalan yang berulang secara terus menerus akan membuat anak merasa

    frustrasi, kurang percaya diri, menolak atau malas untuk menulis. Dengan demikian

    anak ASD memerlukan adanya perhatian dan intervensi khusus untuk meningkatkan

    keterampilan dasar menulisnya, seperti persepsi bentuk huruf, memegang pensil dengan

    benar, dan integrasi sensorimotor yang terlihat dari pembuatan spasi antarkata,

    penekanan alat tulis, penggunaan sisi tangan untuk memegang kertas sebagai stabiliasi

    saat sisi tangan yang lain menulis, kemampuan mempertahankan posisi tegak pada

    kepala dan badan, serta kemampuan tangan untuk menggunakan tangan dengan luwes

    sehingga bisa menyelesaikan tulisan dengan tepat dan cepat. Hambatan-hambatan

    tersebut yang akan diteliti pada penulisan ini.

    3. Kemampuan Menulis

  • 31

    Kegiatan menulis harusnya sudah dipersiapkan sebelum anak masuk SD,

    sehingga anak siap untuk mengikuti proses belajar di kelas. Anak mulai belajar menulis

    setelah mereka mampu memegang alat tulis dengan melihat perkembangan kemampuan

    fisik, kognisi, dan menulis yang mendukung dalam kegiatan belajar menulis.

    Menurut Cornhill dan Case Smith yang dikutip dari Makalah Konferensi Nasional

    Autisme I (Hiremawati, A : 2007), terdapat beberapa faktor kematangan fisik yang

    berpengaruh dengan kemampuan menulis pada anak yaitu kinestesia, motor planning,

    koordinasi mata-tangan, integrasi visual-motor, dan keterampilan manipulasi tangan.

    Penjelasannya adalah sebagai berikut :

    a. Kinestesia, adalah kesadaran akan persepsi berat obyek, arah persendian dan

    gerakan anggota badan. Akurasi persepsi kinestetik akan berpengaruh pada

    keterampilan menulis pada anak.

    b. Perencanaan motorik (motor planning). Dalam menulis, formasi huruf secara

    sekuensis memerlukan keterampilan perencanaan motorik secara terus menerus dan

    berpengaruh terhadap kemampuan anak pada waktu merencanakan, mengurutkan,

    serta membentuk huruf pada waktu menulis. Perencanaan motorik sangat berkaitan

    dengan kinestesia. Ketika anak memiliki limitasi akan kesadaran gerak dan

    mengarahkan sekuensis gerakan tangan. Terdapat dua macam jenis gangguan

    perencanaan motorik. Jenis yang pertama adalah anak mengalami kesulitan untuk

    merencanakan ide gerakan yang harus dilakukan dan jenis yang kedua adalah

    kesulitan untuk melakukan gerakan yang telah direncanakan terputus.

    c. Koordinasi mata-tangan (eye-hand coordination), sangat diperlukan untuk menulis

    terutama ketika anak menulis di atas kertas bergaris. Pada waktu menulis huruf

  • 32

    kafital, hasil tulisan tangan sangat tergantung dari input dan kesinambungan

    petunjuk sistem visual. Sebagai contoh, untuk menulis bentuk huruf yang sangat

    spesifik anak memerlukan sistem visual yang terus menerus. Peran sistem visual

    pada waktu menulis akan bertambah dominan ketika fungsi kinestetik mengalami

    gangguan. Dengan kata lain, pada waktu menulis anak bergantung pada sistem

    visual (penglihatan) untuk mengkompensasi kelemahan feed back kinestetik.

    d. Intelegensi visual motorik, merupakan variabel yang penting pada aktivitas

    menulis, terutama ketika anak mengkopi huruf dari tulisan cetak ke huruf latin yang

    bergandengan satu dengan yang lainya. Pada waktu mengkopi anak harus

    memperhatikan dan melihat bentuk serta karakteristik huruf satu persatu. Pada

    waktu yang sama anak harus memanipulasi alat tulis yang dipakai pada waktu

    menulis. Dengan demikian ketika anak menggerakkan tangan saat menulis, sistem

    visual memberikan informasi tentang layout ruang yang tersedia untuk menulis.

    Disamping itu kesadaran akan lingkungan sekitar akan memberikan kesempatan

    pada individu untuk mengantisipasi kejadian yang akan terjadi serta merencanakan

    tindakan/gerak yang akan dilakukan.

    Abin Syamsudin dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengungkapkan beberapa

    hal yang mempengaruhi perkembangan kemampuan menulis yaitu sebagai berikut :

    1. Kematangan Fisik dan Psikomotorik

    Awal dari perkembangan pribadi seseorang pada asasnya bersifat biologis

    dalam taraf perkembangan selanjutnya, normalitas dari konstitusi, struktur dan

    kondisi jasmaniah seseorang akan mempengaruhi normalitas kepribadiannya,

  • 33

    khususnya bertalian dengan masalah body image, self-concept, self-esteem dan rasa

    harga dirinya. Perkembangan fisik mencakup aspek-aspek anatomis dan fisiologis.

    a. Perkembangan Anatomis

    Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada

    struktur tulang belulang, indeks tinggi dan berat badan, dan proporsi tinggi

    kepala dan tinggi garis keajegan badan secara keseluruhan.

    b. Perkembangan Fisiologis

    Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara

    kuantitatif, kualitatif, dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati, seperti

    kontraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persarafan, sekresi kelenjar, dan

    pencernaan.

    Perkembangan psikomotorik memerlukan adanya koordinasi fungsional

    antara neuromuskular sistem (pernafasan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif,

    afektif dan konatif). Loree (1970 : 75) Menyatakan bahwa ada dua macam perilaku

    psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada

    masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang

    benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis

    bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal

    dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).

    Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku

    psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana

  • 34

    kepada yang kompleks, dan (2) dari yang kasar dan global (gross bodyly

    movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely

    coordinated movements).

    2. Kematangan Kognitif

    Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa (kemampuan

    membuat bahasa dalam bentuk tulisan) dan perilaku kognitif. Taraf-taraf pengusaan

    keterampilan menulis dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat

    kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa (kemampuan

    membuat bahasa dalam bentuk tulisan) merupakan sarana dan alat yang strategis

    bagi lajunya perkembangan perilaku kognitif.

    Piaget seorang ahli perkembangan anak membagi perkembangan kognitif anak

    sebagai berikut :

    (a). Sensorimotor period (0,0 2,0). Periode ini ditandai oleh penggunaan

    sensorimotorik (dalam pengamatan dan penginderaan) yang intensif terhadap

    dunia sekitarnya. Pada tahap ini intelegensi anak lebih didasarkan pada

    tindakan inderawi seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau

    dan lain-lain.

    (b) Preoperational period (2,0 7,0). Pada periode ini anak belum mempunyai

    kognitif yang jelas terhadap sesuatu hal, masih melihat dunia dari segi

    pandangannya sendiri dan mulai mengungkapkan dunia lewat mimpi, bahasa,

    dan permainan simbolik. Logika hanya berdasarkan bentuk luar. Sampai umur

    4 tahun anak hanya dapat mengenal benda yang biasa ditemui disekitarnya

  • 35

    seperti bola, gunting, atau sendok, dan belum dapat membedakan bentuk-

    bentuk tiga dimensi. Pada umur ini anak sudah dapat membedakan bentuk

    tertutup dan terbuka, misalnya O dengan C tetapi belum dapat membedakan

    antara segi empat dan lingkaran.

    (c) Concrete operational (7,0 11 or 12,0). Pada periode ini ada tiga kemampuan

    dan kecakapan yang baru, ialah: mengklasifikasikan angka-angka atau

    bilangan. Dalam periode ini anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan

    tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode ini ialah kemampuannya

    dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun

    masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret.

    (d) Formal operational period (11,0 or 12,0 14,0 or 15,0). Pada periode ini anak

    sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir secara abstrak, simbolik, dan

    hipotetik-deduktif. Ia sudah dapat pula memanipulasi rumus-rumus untuk

    menyelesaikan suatu persoalan. Keadaan ini merupakan tingkat fungsional

    kognitif yang tertinggi.

    Seandainya terjadi kelainan pada segi-segi fisik, psikomotorik maupun

    kognitif, maka akan berpengaruh pada karakteristik perilaku individu yang

    bersangkutan termasuk pada kematangan menulis yang merupakan unsur dasar dari

    kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas menulis. Dengan demikian

    diperlukan suatu intervensi untuk mencari keseimbangan (seeking equilibrium)

    dalam perkembangannya.

    C. Latihan Sensorimotor

  • 36

    Luh Karunia Wahyuni menyatakan mengenai pendekatan terapi sensorimotor

    dalam Konferensi Nasional Neurodevelopmental II (2006) dalam Dwi, H, A. (2007:9)

    sebagai berikut: Suatu pendekatan yang mempergunakan organ sensoris dan motoris

    yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terjadi perbaikan sensori, motorik, dan

    persepsi yang pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas belajar untuk keterampilan

    yang lebih kompleks.

    Latihan sensorimotor adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan

    kemampuan sensorimotor yang terdiri dari kemampuan visual, taktil, proprioseptif,

    vestibuler, auditoris dan kinestetik/gerakan motorik dengan menggunakan alat.

    Menurut piaget yang dikutip dari buku Berkesulitan Belajar, belajar sensorimotor

    pada masa ini merupakan bangunan dasar bagi perkembangan perseptual dan kognitif

    yang lebih kompleks. Sensorimotor adalah gabungan antara masukan sensasi (input of

    sensation) dengan keluaran aktivitas motorik (output of motor activity). Sensasi

    (sensation) adalah proses yang dirasakan dan dialaminya energi rangsangan tertentu

    oleh indera kita. Sensasi tersebut menunjukkan adanya suatu proses yang terjadi di

    dalam sistem saraf pusat. Manusia memiliki indera-indera yang berfungsi sebagai

    saluran penerima data kasar dari lingkungannya yaitu penglihatan (visual), pendengaran

    (auditoris), perabaan (taktil), kinestetik, penciuman (olfaktory), dan pengecapan.

    Sehingga latihan sensorimotor adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk

    mengoptimalkan proses biologis pada otak dalam mengolah berbagai informasi

    sensorik dan motorik, yang kemudian dipergunakan dengan sebaik-baiknya terutama

    dalam meningkatkan kemampuan menulis. Karena kemampuan sensorimotor

    (VITAPROVAK) adalah salah satu kemampuan prasarat yang harus dikuasai siswa saat

    melakukan aktivitas menulis.

  • 37

    D. Hubungan Kemampuan Sensorimotor dengan Kemampuan Menulis Anak

    Autistic Spectrum Disorder (ASD)

    Pengalaman sensorimotor dimulai saat anak mulai menggerakkan badan dan

    tangan, ia menjelajahi dirinya sendiri, tubuhnya, badan, lutut, dan kaki. Ia menjelajahi

    lingkungannya dengan meraih, berguling, merangkak, dan akhirnya berjalan. Melalui

    cara ini anak belajar mengenal ruang dan mengembangkan persepsinya.

    Perkembangan perceptual dan visiomotor akan dipengaruhi oleh perkembangan

    fisiknya. Para ahli menyatakan bahwa keterbatasan kapasitas anak untuk bergerak aktif

    memungkinkan terjadinya hambatan dalam perkembangan perceptual dan selanjutnya

    mempengaruhi kemampuan intelektualnya secara menyeluruh. Keadaan ini

    sebagaimana yang kita ketahui, akan memunculkan masalah di sekolah, termasuk

    masalah menulis.

    Menulis merupakan aktivitas neurofisiologis yang kompleks dimana kemampuan

    motorik merupakan salah satu hal penting yang harus ada didalamnya. Menurut Lerner

    (1985 : 402) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis,

    (1) motorik, (2) perilaku, (3) persepsi, (4) memori, (5) kemampuan melaksanakan cross

    modal, (6) penggunaan tangan yang dominan, dan (7) kemampuan memahami

    instruksi. Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami

    gangguan, akan mengalami kesulitan dalam menulis; tulisannya tidak jelas, terputus-

    putus, tidak mengikuti garis atau bahkan memerlukan waktu yang lama untuk

    menuliskan sebuah kata atau kalimat.

  • 38

    Problem menulis yang dihadapi oleh anak dengan kebutuhan khusus sangat

    beragam, spesifik dan berbeda satu dengan yang lainnya. Aplikasi sensorimotor pada

    anak ASD yang mengalami kesulitan dalam menulis dapat dilakukan dengan

    melibatkan berbagai macam sistem sensori termasuk visual, taktil, proprioseptif,

    vestibuler, auditoris, dan kinestetik. Sistem sensori dan motorik ini akan bekerja secara

    terintegrasi pada saat melakukan aktivitas menulis.

    Di dalam mata terdapat alat penerima informasi visual. Bila reseptor visual ini

    menerima suatu stimulus atau informasi visual, maka akan disampaikan ke otak, dan

    selanjutnya di dalam otak stimulus atau informasi ini akan diproses. Pada saat menulis

    diperlukan optimalisasi fungsi indera visual untuk menangkap informasi, demikian pula

    saat melakukan respon menulis.

    Sel-sel saraf pada kulit, yaitu reseptor indera taktil akan menyampaikan informasi

    tentang sentuhan halus, temperatur, tekanan dan rasa sakit. Pada saat menulis penting

    untuk merasakan obyek yang dimanipulasi, baik itu pensil, maupun kertas untuk

    memberikan hasil terbaik saat menulis.

    Indera auditoris berfungsi untuk menangkap informasi suara yang selanjutnya

    akan diproses dan diberikan respon sesuai dengan informasi yang diterima.

    Reseptor dari indera vestibuler terletak di dalam telinga tengah. Reseptor ini

    menerima stimulasi dari gerakan kepala, gaya tarik bumi, dan menerima input dari

    indera-indera lain, terutama dari indera propioseptif. Indera vestibuler memberikan

    informasi tentang posisi tubuh kita di dalam ruangan. Kita dapat merasakan dan

    membedakan apakah kita bergerak atau ruangan di sekitar kita yang bergerak. Indera

    vestibuler ini juga memberikan arah dan kecepatan pada saat tubuh kita bergerak.

    Anak yang mengalami kesulitan dalam menguasai posisi tubuh di dalam ruang

    akan terlihat kikuk, karena koordinasi keseimbangannya kurang baik. kemungkinan

  • 39

    akan mengalami kesulitan dalam hal menulis, karena menulis membutuhkan kontrol

    tubuh untuk tetap tegak dan seimbang. Sistem vestibuler juga memberikan input

    aurosal di batang otak supaya dapat menerima informasi dengan baik.

    Reseptor pada indera propioseptif terletak dalam otot-otot dan persendian. Indera

    ini akan memberikan informasi pada otak mengenai posisi bagian tubuh kita. Otak

    menerima input propioseptif yang dapat mempengaruhi sistem aurosal. Dengan fungsi

    propioseptif yang baik, anak dapat duduk di kursi dengan rapi dan perhatiannya

    ditujukan pada guru atau tulisan di papan tulis. Anak tidak memerlukan tenaga ekstra

    untuk mempertahankan sikap ini, begitu pula saat melakukan aktivitas menulis anak

    memberi penekanan alat tulis secara tepat tidak terlalu kuat sehingga tembus ke kertas

    atau sebaliknya memegang alat tulis dengan gamang sehingga tulisan menjadi kabur,

    beberapa anak memiliki problem propioseptif terkadang bisa membuat pensil menjadi

    patah pada saat melakukan aktivitas menulis.

    Pada saat menulis terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf pusat dan

    bagian-bagian organ tubuh, input yang datang dari lingkungan diterima oleh alat indera

    dan selanjutnya diteruskan ke susunan saraf pusat melalui spinal ke cortex daerah lobus

    occipitalis, lobus temporalis, lobus parietalis dan lobus frontalis kemudian kembali ke

    saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf-saraf spinal

    selanjutnya akan meneruskan rangsangan motorik melalui sistem piramidal dari otak

    untuk selanjutnya berhubungan dengan sumsum tulang belakang yang berfungsi untuk

    mengaktifkan otot-otot lengan, tangan dan jari-jari untuk menulis sebagai respon

    terhadap rangsangan yang diterima.

    Dengan demikian menulis merupakan aktivitas motorik yang kompleks, terlebih

    bagi anak ASD yang memiliki hambatan yang kompleks pula. Untuk itu, peranan suatu

  • 40

    penerapan latihan sensorimotor untuk memenuhi kebutuhan individual pada anak ASD

    sangat diperlukan.

    Dalam hal ini terdapat beberapa fungsi dari penerapan latihan sensorimotor,

    diantaranya sebagai berikut:

    a. Memperkuat fungsi motorik halus dan kasar.

    b. Melatih fungsi VITAPROVAK (visual, taktil, propioseptif, vestibuler, auditif dan

    kinestetik), termasuk di dalamnya kegiatan menulis.

    c. Meminimalisir kepekaan inderawi pada sebagian anak-anak penyandang autistik dan

    syndrom asperger (Atwood, T. 2007 : 115)

    d. Menurut Piaget dikutip dari buku Berkesulitan Belajar ( Abdurrahman, M : 144)

    belajar sensorimotor pada masa ini merupakan bangunan dasar bagi perkembangan

    perceptual dan kognitif yang lebih kompleks.

    E. Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang relevan adalah suatu penelitian yang diambil berdasarkan teori-

    teori yang didukung oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya dan dapat

    dipertanggungjawabkan keabsahannya.

    Untuk itu dalam penyusunan penelitian mengenai Penerapan Latihan

    Sensorimotor untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Pada Anak Autistic Spectrum

    Disorder (ASD) ini peneliti mengacu pada penelitian yang sebelumnya relevan yaitu :

    Penerapan Latihan Sensorimotor dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Anak

    Berkesulitan Belajar yang diteliti oleh Anik Dwi Hiremawati tahun 2004.

    Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penerapan latihan sensorimotor dapat

    memberikan kontribusi berupa peningkatan kemampuan menulis pada anak

    berkesulitan belajar menulis. Maka dari itu, diharapkan penerapan latihan sensorimotor

  • 41

    ini pun dapat meningkatkan kemampuan menulis pada anak ASD yang pada

    kenyataannya memiliki hambatan perkembangan yang pervasif dan kompleks.

    F. Kerangka Berpikir

    Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bahwa anak ASD memiliki gangguan

    kualitatif dalam perkembangan yang terdiri dari komunikasi, interaksi sosial dan

    perilaku. Namun, tidak dipungkiri beberapa diantara mereka memiliki gangguan

    koordinasi motorik yang terganggu, seperti tiptoe walking, clumsiness, kesulitan belajar

    mengikat tali sepatu, memotong makanan, mengancingkan baju, gerakan yang

    sempoyongan dan lemas ketika lari dan berjalan serta lamanya waktu yang dibutuhkan

    dalam aktivitas menulis. Seperti karakteristik yang dimiliki subyek berinisial AFZ

    yang akan diteliti dalam penelitian ini.

    Maka perlu adanya suatu upaya yang diharapkan dapat membantu mengatasi

    permasalahan motorik khususnya dalam aktivitas menulis yang dialami subyek, dengan

    menawarkan suatu latihan berupa latihan sensorimotor. Latihan sensorimotor ini adalah

    latihan yang bertujuan meningkatkan kemampuan sensorimotor yang terdiri dari

    kemampuan visual, taktil, proprioseptif, vestibuler, auditoris, dan kinestetik/ gerakan

    motorik yang menggunakan alat permainan seperti bola karet, bola basket, balok, dan

    bola gymnasium.

    Bila penerapan ini berhasil, anak akan dapat memproses berbagai informasi

    sensoris yang kompleks dengan lebih baik. hal ini akan memberikan pengaruh yang

    besar bagi kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari terutama dalam

    aktivitas menulis, yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara

    terintegrasi. Peningkatan kemampuan sensorimotor akan meningkatkan kemampuan

  • 42

    menulis, sehingga anak akan lebih terampil dalam melakukan aktivitas menulis yang

    mencakup keterampilan motorik kasar maupun motorik halus.

    Pada akhirnya anak yang mempunyai masalah terlalu peka ataupun kurang peka

    terhadap suatu stimuli sensorimotor akan menjadi lebih baik dalam bereaksi. Hal ini

    akan menunjang kemampuan anak dalam berbagai hal, seperti kemampuan

    menyesuaikan diri, kontrol emosi, ataupun nilai percaya diri. Anak yang mengalami

    peningkatan sensorimotor akan mengalami peningkatan pencapaian kemampuan belajar

    menulis.

    Kerangka berpikir pada penelitian ini difokuskan pada penerapan sensorimotor

    untuk meningkatkan kemampuan menulis pada anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)

    dengan melihat kenyataan di lapangan sebagai berikut :

    a. Kurangnya pemahaman mengenai kemampuan sensorimotor sebagai salah satu

    prasarat yang diperlukan bagi anak Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang memiliki

    gangguan koordinasi motorik khususnya dalam keterampilan menulis.

    b. Penggunaan latihan sensorimotor sebagai modifikasi latihan perlu untuk diterapkan

    dan dikembangkan, karena mampu meningkatkan kemampuan menulis pada anak

    ASD, berdasarkan pemikiran bahwa kemampuan belajar dipengaruhi oleh optimal

    tidaknya kemampuan sensorimotor untuk menangkap input (masukan) saat proses

    pembelajaran berlangsung.

    Dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan menulis anak Autistic Spectrum

    Disorder (ASD) akan lebih meningkat, jika kemampuan sensorimotor mengalami

    peningkatan secara optimal.