Spektroskopi

14
TEORI ANALISIS – Spektroskopi APT Oktober 2012-2013 Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!! SPEKTROSKOPI (Rechecked by Dea) I. SPEKTROFLUOROMETRI A. PRINSIP Spektrofluorometri mengukur intensitas emisi dari molekul yang menerima radiasi UV-Vis. Radiasi yang diterima digunakan elektron untuk tereksitasi, kemudian elektron kembali ke keadaan dasarnya dengan mengemisikan radiasi (fluoresensi). Senyawa yang dapat berfluoresensi adalah senyawa yang memiliki struktur yang rigid (hidrokarbon aromatik polisiklik). Spektra ini lebih spesifik karena adanya spektra emisi (fluoresensi) disamping spektra eksitasi (yang dapat disamakan dengan spektra absorpsi pada spektrofotometri). Radiasi eksitasi maupun radiasi fluoresensi, umumnya diukur pada rentang λmax 200-700nm. Pengukuran harus menggunakan pelarut yang dapat melewatkan seluruh radiasi eksitasi (David G.Watson, 133; Panduan praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, 2007, hal 39-40). Terdapat 2 tipe emisi: a. Fluoresensi : bentuk relaksasi yang terjadi sangat cepat setelah molekul tereksitasi b. Fosforesensi : bentuk relaksasi yang terjadi sedikit lebih lambat setelah molekul tereksitasi, disertai perubahan spin pada atom. (Skoog) B. ASAS Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik atau molekul yang mengandung elektron terkonjugasi dan/atau atom

description

materi spektroskopi.

Transcript of Spektroskopi

Page 1: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

SPEKTROSKOPI(Rechecked by Dea)

I. SPEKTROFLUOROMETRI A. PRINSIPSpektrofluorometri mengukur intensitas emisi dari molekul yang menerima radiasi UV-Vis. Radiasi yang diterima digunakan elektron untuk tereksitasi, kemudian elektron kembali ke keadaan dasarnya dengan mengemisikan radiasi (fluoresensi). Senyawa yang dapat berfluoresensi adalah senyawa yang memiliki struktur yang rigid (hidrokarbon aromatik polisiklik). Spektra ini lebih spesifik karena adanya spektra emisi (fluoresensi) disamping spektra eksitasi (yang dapat disamakan dengan spektra absorpsi pada spektrofotometri). Radiasi eksitasi maupun radiasi fluoresensi, umumnya diukur pada rentang λmax 200-700nm. Pengukuran harus menggunakan pelarut yang dapat melewatkan seluruh radiasi eksitasi (David G.Watson, 133; Panduan praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, 2007, hal 39-40).

Terdapat 2 tipe emisi:a. Fluoresensi : bentuk relaksasi yang terjadi sangat cepat setelah molekul tereksitasib. Fosforesensi : bentuk relaksasi yang terjadi sedikit lebih lambat setelah molekul tereksitasi, disertai

perubahan spin pada atom. (Skoog)

B. ASASRadiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik atau molekul yang mengandung elektron terkonjugasi dan/atau atom yang mengandung elektron n yang mempunyai derajat stabilitas resonansi tinggi, menyebabkan elektron valensi tereksitasi ke tingkat vibrasi tinggi dari tingkat tereksitasi elektron tingkat pertama. Transisi elektron dari tingkat tereksitasi elektron singlet pertama ke tingkat dasar, disertai pembebasan energi radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang daripada panjang gelombang yang diabsorpsi. Intensitas fluoresensi sebanding dengan banyaknya molekul yang mengemisikan radiasi, dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa fluorofor (Satiadarma, dkk., 2004 hal 98).

C. ALASAN PEMILIHANBeberapa alasan pemilihan spektrofluorometri dipilih : Senyawa berupa cincin aromatik (terutama) dan senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi

Page 2: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

Struktur cincin aromatik memberikan intensitas yang paling besar pada pengukuran emisi fluoresensi. Senyawa alifatik dan alisiklik karbonil yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi juga mampu berfluouresensi. Adanya gugus samping (substitusi) pada cincin aromatic dapat mengubah panjang gelombang absorpsi maksimum dan akhirnya mengubah puncak intensitas fluoresensi.

Struktur yang rigidSemakin rigid suatu struktur kimia, semakin tinggi intensitas fluoresensinya. Rigiditas akan menurunkan laju relaksasi nonradiatif sehingga nilai intensitas fluoresensi akan meningkat

Mobilitas elektron ini dipengaruhi oleh gugus subtituen pada molekul tersebut. Gugus subtituen yang memberikan kebebasan kepada elektron π adalah gugus pengarah orto- dan para-, seperti –NH2, -OH, -F, -OCH3, -NHCH3, -N(CH3)2, serta –CN (meskipun –CN pengarah meta-). Sedangkan, pada sistem heterosiklik dipengaruhi oleh atom hetero, seperti atom O, N, S. Gugus yang mengurangi fluoresensi adalah gugus pengarah meta-, seperti –Cl, -Br, -I, -NHCOCH3, dan –COOH.

Senyawa kimia ada yang berfluoresensi secara alami, tetapi pada yang tidak berfluoresensi atau intensitas fluoresensinya lemah dapat dibangkitkan fluoresensinya dengan suatu reaksi kimia untuk mengubah strukturnya atau menyambungkan molekul tersebut dengan molekul lain yang berfluoresensi kuat.

Intensitas fluoresensi suatu senyawa tergantung pada efisiensi fluoresensi, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya struktur molekul dengan gugus fungsi yang menunjang dan lingkungannya, pelarut dan zat terlarut didalamnya.

D. CARA KERJAAda dua jenis alat yang dapat digunakan, yaitu :

Spektrofluorometer, terdapat dua monokromator untuk scanning panjang gelombang eksitasi atau fluoresensi

Fluorometer , filternya berfungsi untuk mengisolasi panjang gelombang eksitasi dan fluoresensi tertentu (tidak ada scanning panjang gelombang)

Pada instrument, sumber energi dengan panjang gelombang tertentu akan ditembakkan dan mengeksitasi molekul senyawa dalam sampel. Molekul yang tereksitasi selanjutnya akan kembali ke keadaan dasar dengan mengemisikan sejumlah energi tertentu. Energi yang dipancarkan ditangkap oleh monokromator emisi dan diperkuat oleh sampel multiplier yang selanjutnya akan diinterpretasikan menjadi angka. Letak antara sampel dan monokromator emisi harus 90°.

Page 3: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

E. PENENTUAN KADARPenentuan kuantitatif dilakukan dengan membandingkan intensitas fluoresensi zat dalam larutan sampel terhadap intensitas fluoresensi zat dalam larutan baku. Pada konsentrasi fluofor yang rendah, intensitas fluoresensi sebanding dengan konsentrasi fluofor. Untuk perhitungan digunakan fluoresensi larutan sampel dibandingkan dengan fluoresensi larutan baku. Setelah keduanya dikoreksi terhadap Fluoresensi Latar Belakang (FLB), konsentrasi larutan sampel dihitung dengan rumus:

C sampel=F sampel−FLBFbaku−FLB

xCbaku

Jika kondisi pengukuran dan alat yang dipakai untuk mengukur larutan sampel dan larutan baku sama, konsentrasi sampel dapat ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi. Penentuan kadar di atas disebut penentuan kadar secara langsung.

Pada penentuan kadar yang tidak langsung, dimana penurunan fluoresensi sebanding dengan naiknya konsentrasi zat yang memadamkan fluoresensi, maka intensitas fluoresensi digantikan dengan – log [Intensitas fluoresensi].

F. APLIKASI Analisis hidrokarbon aromatik polisiklik, (digabungkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi) seperti

steroid, enzim, koenzim, vitamin, dll Pengukuran spesi anorganik, dapat dilakukan memalui 2 cara: khelat dengan senyawa fluorofor dan

menggunakan reagen fluoreesnsi. Mengukur senyawa non-fluoresensi dengan cara mereaksikan dengan reagen fluorofor (derivatisasi fluoresensi) menghasilkan suatu senyawa yang dapat berfluoresensi. Khelating diaplikasikan dalam penentuan kation logam, pengkhelat logam dapat digunakan oksin (8-hidroksikuinolin), alizarin, atau benzoin, dan dilakukan pengukuran dengan spektrofluorometer.

G. PUSTAKARouessac, Francis and A. Rouessac. 2000. Chemical Analysis Modern Instrumentation methods and

techniques.England: John Wiley&Sons. Hal 221-232Skoog, DA., FJ Holler, TA Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis fifth edition.United States: Saunders

Collage Publishing. Hal 355-376

Page 4: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, Sekolah Farmasi ITB, 2007, hal. 39-44Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid 2 , Jakarta: Penerbit Erlangga, hal 436-453Instrumental Method, Galen EwingDay RA and AL Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keenam, Jakarta: Penerbit Erlangga. hal 436-454Asas Pengembangan Prosedur Analisis, Kosasih Satiadarma dkk., hal 98-109Watson, David.G. 1999. Pharmaceutical Analysis. Hal. 133-137

II . SPEKTROFOTOMETRI ABSORBSI ATOM (SAA) atau AAS (ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY)

A. PRINSIPTeknik SAA digunakan untuk menetapkan kadar ion logam tertentu dengan cara mengukur intensitas serapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh uap unsur atom yang berasal dari cuplikan. Sampel dipanaskan dengan menggunakan instrument dengan sushu antara 2000-3000°C untuk memecah ikatan kimianya, membebaskan unsur dalam sampel dan membentuk unsur tersebut menjadi bentuk gas atomik. Suhu yang dibentuk instrument tergantung dari jenis oksidan yang dipakai (Skoog, 207)

Atom-atom logam mula-mula dipanaskan hingga terbentuk ion kemudian dipancarkan radiasi dari “hollow cathode lamp” yang memiliki panjang gelombang spesifik untuk logam tertentu. Jumlah energ yang diserap atom untuk tereksitasi diukur berupa nilai absorbansi. Apabila cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan pada nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Intensitas cahaya yang diserap dapat terukur oleh detektor, dan akan berbanding lurus dengan konsentrasi atom logam yang akan diukur.

B. PENETAPAN KADARDalam penentuan kadar menggunakan SAA dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu: (jika tidak dinyatakan lain gunakan metode I) (FI IV Hal.1067-1068)

1. METODE I : METODE KALIBRASI LANGSUNG Dibuat tidak kurang dari tiga larutan baku yang mengandung unsur yang akan ditetapkan kadarnya, dan mencakup jangkauan kadar larutan uji yang akan diukur. Masing-masing larutan baku diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi antara serapan (absorbsi) terhadap konsentrasi. Untuk memperoleh kadar larutan uji, yaitu nilai serapan larutan uji dimasukkan ke dalam persamaan linier kurva kalibrasi.

2. METODE II : METODE PENAMBAHAN BAKU ( Standard Addition Method ) Dibuat tidak kurang dari tiga larutan uji, kepada masing-masing larutan uji ditambahkan sejumlah tertentu (diketahui jumlahnya) larutan baku dari unsur yang akan ditetapkan. Satu larutan uji tidak ditambahkan larutan baku (misal : ada 6 buah labu larutan uji, maka hanya 5 labu yang ditambahkan larutan baku) dengan konsentrasi yang membentuk deret pengenceran. Kemudian masing-masing larutan diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi antara serapan terhadap konsentrasi baku yang ditambahkan. Selanjutnya dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu konsentrasi (sumbu X), dan titik potong dengan sumbu itu menunjukkan konsentrasi larutan uji.

C. PENERAPAN SERAPAN ATOMTeknik ini telah diterapkan pada penentapan sekitar 60 unsur, dan teknik ini merupakan alat utama dalam pengkajian yang meliputi logam runutan dalam lingkungan dan dalam sampel biologis. Teknik ini berguna

Page 5: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

dalam kasus dimana logam berada dalam kadar yang cuku dalam sampel, tetapi hanya tersedia sedikit sampel untuk dianalisis, misalnya untuk analisis metaloprotein.

D. PUSTAKADepartemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Depkes RI, hal. 1067Vogel, Analisis Kuantitatif, hal. 942Day RA and AL Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keenam, Jakarta: Penerbit Erlangga.hal 421Rouessac, Francis and A. Rouessac. 2000. Chemical Analysis Modern Instrumentation methods and

techniques.England: John Wiley&Sons.Skoog, DA., FJ Holler, TA Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis fifth edition.United States: Saunders

Collage Publishing. Hal 205-227

III. SPEKTROFOTOMETRI EMISI NYALA (SEN) A. PRINSIPTeknik SEN digunakan untuik menentukan kadar ion logam tertentu dengan cara mengukur intensitas emisi pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang berasal dari cuplilkan. Jika suatu larutan yang mengandung garam logam disemprotkan ke dalam nyala maka akan terbentuk uap yang mengandung atom-atom logam tersebut. Atom logam yang diberi energi panas (flame) secara termal akan tereksitasi dan kemudian kembali ke tingkat dasar dengan mengemisikan radiasi yang khas untuk setiap logam. Cahaya yang dipancarkan dilewatkan ke dalam monokromator dan dideteksi oleh detektor fotosel. Intensitas emisi berbanding lurus dengan konsentrasinya.

Plasma biasanya digunakan untuk sumber atomisasi unsur logam. Umumnya untuk SEN dipakai plasma Argon karena saat ion argon terbentuk di plasma, ion argon dapat menyerap sejumlah energi eksternal sehingga dapat menjaga temperatur suhu tetap di atas 10.000K. Proses atomisasi unsur dari padatan menjadi atom gas sama dengan prinsip pada SAA.

B. PENETAPAN KADARDalam penentuan kadar menggunakan SEN dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu : (jika tidak dinyatakan lain gunakan metode I) (FI IV Hal. 1067-1068)

1. METODE I : METODE KALIBRASI LANGSUNG Dibuat tidak kurang dari tiga larutan baku yang mengandung unsur yang akan ditetapkan kadarnya, dan mencakup jangkauan kadar larutan uji yang akan diukur. Masing-masing larutan baku diukur transmisinya dan dibuat kurva kalibrasi antara % Transmisi (atau Absorbsinya) terhadap Konsentrasi. Untuk memperoleh kadar larutan uji, yaitu nilai serapan larutan uji dimasukkan ke dalam persamaan linier kurva kalibrasi.

2. METODE II : METODE PENAMBAHAN BAKU Dibuat tidak kurang dari tiga larutan uji, kepada masing-masing larutan uji ditambahkan larutan baku (diketahui jumlahnya) yang mengandung unsur yang akan ditetapkan. Satu larutan uji tidak ditambah larutan baku (misal: ada 6 buah labu larutan uji, maka hanya 5 labu yang ditambhakan larutan baku) dengan konsentrasi yang membentuk deret pengenceran. Kemudian masing-masing larutan diukur transmisinya (atau serapannya) dan dibuat kurva kalibrasi antara % Transmisi (atau serapan) terhadap konsentrasi baku yang ditambahkan. Selanjutnya dari kurva tersebut diekstrapolasi ke sumbu konsentrasi (sumbu x), dan titik potong dengan sumbu itu menunjukkan konsentrasi larutan uji.

C. PUSTAKA

Page 6: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

Day RA and AL Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keenam, Jakarta: Penerbit Erlangga. hal 446-451Skoog, DA., FJ Holler, TA Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis fifth edition.United States: Saunders

Collage Publishing. Hal 230-251Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Depkes RI, hal. 1067

IV. SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS A. PRINSIPSpektrofotometri serapan (meliputi spektro UV/VIS, IR, dan serapan atom) merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Molekul mengabsorbsi radiasi elektromagnetik jika frekuensi radiasi ini sama dengan frekuensi getaran molekul tersebut. Elektron yang terikat maupun tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang sesuai dengan radiasi UV/VIS.

Bagian molekul yang mengabsorbsi dalam daerah UV/VIS dinyatakan sebagai kromofor. Suatu molekul dapat mempunyai beberapa kromofor. Untuk berbagai bahan farmasi, pengukuran spektrum dalam daerah UV dan visible dapat dilakukan dengan ketelitian dan kepekaan yang lebih baik daripada dalam daerah IR-dekat dan IR. Panjang gelombang daerah spektrum UV adalah 190-380 nm, sedangkan spektrum visible adalah 380-780 nm (FI.IV, hal 1061). Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum UV/VIS terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200-800nm dan suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan.

Spektrum UV/VIS dari suatu zat umumnya tidak mempunyai derajat spesifikasi yang tinggi. Walaupun demikian, spektrum tersebut sesuai untuk pemeriksaan kuantitatif dan untuk berbagai zat spektrum tersebut bermanfaat sebagai tambahan pada identifikasi. Penggunaan kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit (500 nm) hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan (Satiadarma, hal 89)

B. ALASAN PEMILIHAN METODEAdanya kromofor pada suatu struktur kimia zat yang akan dianalisis, seperti :1. IKATAN RANGKAP TERKONJUGASI

Dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan suatu kromofor, seperti dalam butadien akan mengabsorbsi pada 217nm. Panjang gelombang serapan maksimum (max) dan koefisien ekstingsi molar () akan bertambah dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap terkonjugasi.

2. SENYAWA AROMATIK Cincin aromatik mengabsorbsi dalam daerah radiasi UV. Misal : benzen menunjukkan serapan pada panjang gelombang sekitar 255nm, begitu juga asam asetil salisilat.

3. GUGUS KARBONIL Pada gugus karbonil aldehida dan keton dapat dieksitasi baik dengan peralihan n * a t a u * .

4. AUKSOKROM Gugus auksokrom mempunyai pasangan elektron bebas, yang disebabkan oleh terjadinya mesomeri kromofor. Yang termasuk dalam gugus auksokrom ini adalah substituen seperti –OH, -NH2, -NHR, dan –NR2. Gugus ini akan memperlebar sistem kromofor dan menggeser absorbsi maksimum (max) ke arah yang lebih panjang.

5. GUGUS ANORGANIK

Page 7: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

Adalah yang mempunyai transisi elektron n seperti nitrat (313 nm), karbonat (217 nm), nitrit (360 dan 280 nm), azida (230 nm) dan tritiokarbonat (500nm). (Satiadarma, hal 90).

C. PRINSIP KERJARadiasi polikromatis dipancarkan dari sumber radiasi melewati monokromator sehingga diperoleh radiasi monokromatis. Radiasi monokromatis diteruskan ke kuvet yang berisi larutan/pelarut yang akan dianalisis. Radiasi tersebut akan dipantulkan, diabsorbsi dan ditransmisikan.Jika Io adalah intensitas radiasi yang dipancarkan; dan I adalah intensitas radiasi setelah melewati larutan; maka Io-I adalah intensitas radiasi yang diabsorbsi oleh larutan.

Nilai Absorban (A) adalah sebagai berikut A = log Io/IMenurut hukum Lambert-Beer A = a b CDimana: A = absorban

a = absorptivitasb = lebar medium (cm)C = konsentrasi senyawa yang menyerap radiasi

C AMolar = absorptivitas molar (L mol-1cm-1)g/L a = absorptivitas (L g-1cm-1)% (b/v, g/100mL) A1% 1cm = absorptivitas jenis

D. INTERPRETASI (sesuai dengan penggunaannya)1. IDENTIFIKASI (KUALITATIF)

Panjang gelombang serapan maksimum (max);Nilai a (absorptivitas);Nilai (absortivitas molar)A1% 1cm (absorptivitas jenis): khas untuk senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut pada pH tertentu.Nilai A pada C tertentu hasil dibandingkan dengan pustaka atau larutan pembanding

2. KEMURNIAN Nilai A maksimum dan maxRasio A pada dua max yang berbedahasil dibandingkan dengan persyaratan compendia

3. PENETAPAN KADAR :Bisa untuk senyawa tunggal maupun multikomponen.Parameter yang menentukan panjang gelombang absorpsi maksimum (max) yang tepat pada suatu transisi elektron bukan hanya kromofornya saja, tetapi juga pelarut, gugus substituen pada kromofor, dan geometri kromofor. Efek pelarut disebabkan karena solvatasi molekul dapat mengubah tingkat energi elektron kromofor dan derajat solvatasi molekul pada tingkat dasar dan tereksitasi yang seringkali berbeda. Jika molekul tingkat dasar tereksitasi lebih kuat daripada molekul tereksitasi, terjadi pergeseran panjang gelombang yang diabsorpsi ke panjang gelombang yang lebih pendek disebut efek hipsokrom atau geseran biru. Sebaliknya, jika tingkat tereksitasi tersolvatasi lebih kuat, terjadi pergeseran panjang gelombang yang diabsorpsi ke panjang gelombang lebih besar disebut efek batokrom atau geseran merah (Satiadarma, hal 88).

E. PENGUKURAN SERAPAN/PENETAPAN KADAR

Page 8: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

Dalam melakukan pengukuran serapan suatu larutan pada tertentu sebaiknya digunakan pelarut yang sesuai, dapat melarutkan zat yang akan dianalisis, dapat diperoleh dalam bentuk murni, dan hanya sedikit atau tidak memberikan serapan pada daerah pengukuran. Pelarut yang biasa digunakan dengan panjang gelombang transparan terendahnya adalah air (190 nm), etanol (210 nm), n –heksan (195 nm), sikloheksan (210 nm), benzen (280 nm), dietileter (210 nm), aseton (330 nm), dan 1,4-dioksan (220 nm).(Satiadarma, hal 89). Letak Amax tergantung pada pelarut dan akan bergeser ke arah yang lebih panjang dengan bertambahnya polaritas pelarut. (Roth, hal 373).Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10- 20 ug/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitas nya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah.( Satiadarma, hal 90).

F. METODE PENETAPAN KADAR (dapat untuk senyawa tunggal maupun multi komponen):1. METODE KURVA KALIBRASI

Buat kurva kalibrasi konsentrasi (C) terhadap absorban (A). Jika absorptivitas (a) suatu senyawa pada max

telah diketahui dari perhitungan atau literatur, maka kadar larutan senyawa yang sama dapat dihitung. Larutan senyawa dengan kadar tidak diketahui dibuat dalam pelarut yang sama dengan larutan senyawa yang diketahui kadarnya. Kadar larutan pembanding harus dibuat sesuai dengan kadar dimana hukum Lambert-Beer masih dipenuhi. Maka kadar larutan uji dapat dihitung Cu = Au/(b.a)

2. METODE ‘ONE POINT’ Untuk penentuan kadar secara rutin pada max, suhu pelarut, dan instrumen yang sama. Larutan uji dibandingkan terhadap larutan baku yang telah diketahui kadar dan kemurniannya Cu = (Au/Ab).Cb

G. PUSTAKADepartemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Depkes RI hal. 1061Analisis Farmasi, Roth, J. Hermann, hal. 353, 367Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Satiadarma, K, Tjahjono, D.H, Kartasasmita, R.E., hal 87-97

V. SPEKTROFOTOMETRI INFRA MERAH (Infra Red) A. PRINSIPInteraksi radiasi inframerah dengan molekul menyebabkan terjadinya vibrasi dan/atau rotasi pada ikatan dalam molekul pada bilangan gelombang tertentu. Daerah radiasi elektromagnetik IR yang lazim digunakan dalam analisis senyawa organik meliputi bilangan gelombang 4000-625cm -1 atau panjang gelombang 2,5-16 μm. Digunakan untuk identifikasi dan deteksi gugus fungsi, yang bervibrasi pada frekuensi spesifik, misal : C=O, NH2, OH dan lain-lain. Daerah radiasi IR tengah dibagi dalam daerah frekuensi gugus fungsi (2,5-7,69 μm) dan daerah frekuensi sidik jari (7,69-15,38 μm). (Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, 2003, hlm. 27; Roth, hlm. 382).

B. PEMERIKSAAN SENYAWA PADAT DAN CAIRANUntuk pengukuran spektrum inframerah dibutuhkan senyawa sekitar 1 sampai 20 mg . Senyawa untuk pengukuran disiapkan sebagai berikut :

1. CAIRAN SEBAGAI FILM Beberapa tetes cairan diletakkan di atas lempeng natrium klorida yang diasah dan ditutup dengan lempeng natrium klorida kedua. Dengan menekan akan didapat suatu film tipis diantara kedua lempeng yang kemudian diletakkan dalam cahaya ukur.

2. SENYAWA CAIR ATAU SENYAWA PADAT SEBAGAI LARUTAN

Page 9: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

Dibuat larutan senyawa 2 sampai 20% dan diukur dalam kuvet berdinding terbuat dari natrium klorida untuk cairan. Karena koefisien ekstingsi yang rendah dalam daerah inframerah (~10) maka larutan harus dibuat jauh lebih pekat dari yang digunakan untuk pengukuran dalam daerah UV.

3. SENYAWA PADAT SEBAGAI KEMPAAN Pada prosedur yang sering digunakan ini, senyawa padat sejumlah 1-2mg dengan hati-hati dicampur dengan sejumlah 100-200mg KBr (1:100) dan dicetak kempa dalam pencetak khusus dengan tekanan sekitar 104 kPa. KBr akan tersinterisasi pada kondisi ini dan akan memberikan tablet jernih yang tembus cahaya. KBr seperti juga NaCl dalam keseluruhan daerah ukur melewatkan cahaya secara sempurna.

4. SENYAWA PADAT SEBAGAI SUSPENSI Kira-kira 2mg senyawa digerus halus di dalam cairan tertentu seperti parafin cair. Akan didapat suatu suspensi yang dapat diukur diantara dua lempeng NaCl. Parafin cair ini sangat sesuai, karena tidak mudah menguap dan sebagai hidrat arang alifatik hanya menunjukkan spektrum absorbsi lemah dalam daerah inframerah.

C. PENGGUNAAN SPEKTROFOTOMETER IRSpektrum inframerah dapat dimanfaatkan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.

1. ANALISIS KUALITATIF a. Senyawa murni dapat diidentifikasi dengan menggunakan spektrum inframerah dibandingkan dengan

spektrum senyawa standar.b. Untuk analisis struktur, identifikasi bilangan gelombang senyawa yang tidak diketahui dengan tabel

untuk mengidentifikasi gugus fungsi atau substituen.c. Diperlukan ketebalan sampel (sel cairan) 0,01-0,02 mm.

2. ANALISIS KUANTITATIF a. Analisis kuantitatif pada umumnya digunakan untuk senyawa yang tidak dapat ditentukan dengan

metode spektroskopi lain, karena lebih sulit dari metode lain.b. Keuntungan utama adalah spesifitas yang tinggi, karena absorbsi hanya diukur pada satu pita spektrum.c. Cemaran yang mengabsorbsi di luar daerah ukur yang sempit, tidak akan mengganggu penentuan kadar.d. Spektroskopi inframerah karena menunjukkan pola pita yang kompleks dan bertumpuk sebagian kurang

sesuai untuk pemeriksaan kemurnian.e. Pelarut yang digunakan sangat terbatas, harus bebas dari air, murni (spectrochemical grade), serta

tidak memberikan puncak absorpsi di daerah panjang gelombang analisis dari analit.f. Diperlukan ketebalan sel cairan 0,1-1 mm.`Dianjurkan untuk menggunakan sel absorpsi cairan yang

sama untuk semua pengukuran, karena sulit sekali untuk menemukan dua sel absorpsi cairan IR yang kembar (Satiadarma, Hal 113).

D. PERHITUNGAN KADARPada spektrofotometri IR berlaku hukum Beer, diperlukan pengukuran absorban pada bilangan gelombang (frekuensi) khas yang dipilih dalam spektrum inframerah larutan analit dan larutan standar. Metode garis dasar memerlukan pemilihan pita absorpsi analit yang tidak atau sedikit sekali diganggu oleh pita zat lain dalam matriks. Garis dasar ditentukan dengan menarik garis lurus yang menghubungkan kedua lekukan minimum absorpsi di kiri-kanan pita absorpsi. Harga Po diperoleh dengan menarik garis tegak lurus dari dasar gambar spectrum (T=0%) melalui puncak pita absorpsi sampai memotong garis dasar yang ditarik tadi, yaitu jarak dari garis 0% sampai perpotongan dengan garis dasar. P diperoleh dengan mengukur jarak dari garis 0% T sampai titik puncak pita absorpsi. (gambar dapat dilihat di panduan praktikum fisikokimia).

Page 10: Spektroskopi

TEORI ANALISIS – Spektroskopi

APT Oktober 2012-2013

Berusaha dan Berdoa, pasti bisa!!!

A=log PoP

Daerah SpektrumPanjang Gelombang(mikrometer)

Bilangan Gelombang(cm-1)

Ikatan yang menyebabkan absorpsi

2,7 – 3,33,0 – 3,4

3,3 – 3,7

4,2 – 4,95,3 – 6,1

5,9 – 6,2

6,8 – 7,710,0 – 15,4

3750 – 30003300 – 2900

3000 – 2700

2400 – 21001900 – 1650

1675 – 1500

1475 – 13001000 – 650

Regang O-H, N-H-C C-H, >C=C<H, Ar-H,(regang C-H)CH3-, -CH2-, C-H, O=C-H,(regang C-H)Regang CC, CNRegang C=O (asam, aldehida, keton, amida, ester, anhidrida)Regang >C=C< (alifatik dan aromatik), >C=N-Lentur C-HLentur >C=C<H, Ar-H,(luar bidang)

E. PUSTAKAAsas Pengembangan Prosedur Analisis. Satiadarma, K, Tjahjono, D.H, Kartasasmita, R.E., hal. 109-118Analisis Spektrum Senyawa Organik. Creswell, C. J. hal. 78 Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, 2003, hlm. 27Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Depkes RI hal. 1064