SP-Ariefa Adha Putra.pdf

34

Click here to load reader

Transcript of SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Page 1: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIVITAS REVASKULARISASI ENDOVASKULER

PADA PASIEN PENYAKIT ARTERI PERIFER

DI DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSCM

TESIS

dr. Ariefa Adha Putra

NPM : 0906564504

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

RUMAH SAKIT DR. CIPTOMANGUNKUSUMO

PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

JAKARTA

JANUARI 2015

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 2: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIVITAS REVASKULARISASI ENDOVASKULER

PADA PASIEN PENYAKIT ARTERI PERIFER

DI DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSCM

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis bedah

dr. Ariefa Adha Putra

NPM : 0906564504

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

RUMAH SAKIT DR. CIPTOMANGUNKUSUMO

PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

JAKARTA

JANUARI 2015

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 3: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dr. Ariefa Adha Putra

NPM : 0906564504

Tanda Tangan :

Tanggal : Januari 2015

ii

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 4: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : dr. Ariefa Adha Putra

NPM : 0906564504

Program Studi : Ilmu Bedah

Judul Tesis :

EFEKTIVITAS REVASKULARISASI ENDOVASKULER PADA PASIEN

PENYAKIT ARTERI PERIFER DI DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSCM

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Dokter

Spesialis Bedah Pada Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : dr. Alexander Jayadi, SpB(K)V (…………………….)

Pembimbing II : dr. Aria Kekalih, MTI (…………………….)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : Januari 2015

iii Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 5: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar dokter spesialis

bedah pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ucapan terima kasih

saya sampaikan kepada:

1. Dr. Alexander Jayadi Utama, SpB(K)V, selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis;

2. Dr .Aria Kekalih, MTI selaku dosen pembimbing statistik yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis;

3. DR.dr.Toar JM Lalisang,Sp.B(K) BD selaku Kepala Departemen Ilmu Bedah

FKUI/RSCM;

4. Dr.Riana Pauline Tamba, SpB, SpBA, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Bedah;

5. Dr. Yefta M, SpB, SpBP, selaku Koordinator Penelitian Program Studi Ilmu

Bedah;

6. Orang tua, Dr. Irwan Rauf ,SpM dan Dr. Retty Irwan, MPH serta seluruh

keluarga besarku tercinta, yang telah memberikan dukungan baik moril

maupun materiil, terutama doa yang tidak putus untuk saya

7. Istri tercinta, Dr. Sri Elza Indra Yenny,serta anakku Kalyca Zayyan Fathinah

Arza yang sabar dan setia menunggu

8. Teman – teman seperjuangan residen bedah ungu angkatan Juli 2009 terima

kasih sudah menjadi teman dalam suka dan duka

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi universitas, masyarakat,

pemerintah, khususnya bagi peneliti sendiri dan tercatat di sisi Allah sebagai amal

sholeh.

Jakarta, Januari 2015

Dr. Ariefa Adha Putra

iv

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 6: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademi Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Dr. Ariefa Adha Putra

NPM : 0906564504

Program Studi : Ilmu Bedah

Departemen : Ilmu Bedah

Fakultas : Kedokteran

Jenis karya : Tesis

Demi Pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

EFEKTIVITAS REVASKULARISASI ENDOVASKULER PADA PASIEN

PENYAKIT ARTERI PERIFER DI DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSCM Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih

media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat

dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : Januari 2015

Yang menyatakan

( Dr. Ariefa Adha Putra )

v

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 7: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

ABSTRAK

Nama : dr. Ariefa Adha Putra

Program Studi : Ilmu Bedah

Judul : Efektivitas Revaskularisasi Endovaskuler Pada Pasien Penyakit

Arteri Perifer Di Departemen Ilmu Bedah RSCM

LATAR BELAKANG

Penyebab terbanyak Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada usia diatas 40 tahun

adalah aterosklerosis. Prevalensi penyakit aterosklerosis perifer meningkat pada

kasus dengan diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi dan perokok. Critical

Limb Ischemia (CLI) merupakan manifestasi dari PAP berat, CLI dikaitkan

dengan risiko kehilangan tungkai yang sangat tinggi. Pada pasien CLI tanpa

adanya revaskularisasi, pasien biasanya akan dilakukan amputasi dalam hitungan

minggu atau bulan. Revaskularisasi secara terbuka memiliki morbiditas yang

cukup banyak. Seiring kemajuan teknologi, revaskularisasi secara terbuka

perlahan-lahan digantikan dengan adanya intervensi endovaskuler dalam dua

dekade terakhir. Revaskularisasi endovaskuler di Departemen Ilmu Bedah RSCM

baru mulai dilakukan pada tahun 2012 dan di Indonesia saat ini belum ada studi

yang menilai hasil dari tindakan revaskularisasi.

METODE

Metode yang diambil adalah analitik komparatif berpasangan dengan disain

penelitian longitudinal pre-post study. Selama Agustus 2013 hingga Agustus 2014

didapatkan 16 pasien yang masuk kriteria inklusi. Dilakukan pengambilan data

nilai ABI sebelum dan sesudah revaskularisasi endovaskuler. ABI digunakan

sebagai penilaian efektivitas revaskularisasi.

HASIL

Hasil didapatkan nilai mean ABI sebelum tindakan 0,7±0,118 dan nilai mean ABI

sesudah tindakan 0,844±0,127. Didapatkan peningkatan nilai ABI sesudah

tindakan 0,14. Dari hasil uji T berpasangan didapatkan nilai p=0,001. Secara

statististik didapatkan peningkatan yang signifikan antara nilai ABI sebelum

tindakan dan sesudah tindakan.

KESIMPULAN

Dapat ditarik kesimpulan tindakan revaskularisasi endovaskuler terhadap pasien

PAP efektif berdasarkan nilai ABI

Kata Kunci: PAP, revaskularisasi, endovaskuler, ABI

vi Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 8: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

ABSTRACT

Name : dr. Ariefa Adha Putra

Study Program : General Surgery

Title : The Effectiveness of Endovascular Revascularization in

Peripheral Arterial Disease Patients at RSCM Surgery

Departement

BACKGROUND

Peripheral Arterial Disease (PAD) above 40 years old mostly cause by

atherosclerotic. Peripheral Atherosclerotic prevalence increase with DM,

dyslipidemia, hypertension and smoking. CLI had higher amputation risk. Without

revascularization CLI patients will do amputation within week or month. Surgical

revascularizaton had many morbidity, endovascular revascularization established

within 2 decade. Endovascular revascularization in RSCM surgery department

established at 2012 and in Indonesia no research to evaluate revascularization

effectiveness.

METHODS

Research method is dependent category comparative analytic with longitudinal

pre-post study. Within August 2013 to August 2014, we collect 16 patients that

rolled on inclusion criteria. We collect ABI results before endovascular

revascularization and ABI results after endovascular revascularization. ABI were

used to evaluated revascularization effectiveness

RESULTS

Results are ABI mean before endovascular revascularization 0,7±0,118 and ABI

mean after endovascular revascularization 0,844±0,127. There were ABI

increased after endovascular revascularization mean 0.14. Statistic analysis with

pairing T-test result p=0.001. Based on statistic analysis there were significant

increase between ABI before endovascular revascularization and ABI after

endovascular revascularization.

CONCLUSION

Endovascular revascularization in PAD patients effective base on ABI

Keywords: PAD, revascularization, endovascular, ABI

vii Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 9: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................ v

ABSTRAK ................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

BAB.1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 2

1.3. Pertanyaan Penelitian …....................................................... 2

1.4. Tujuan Penelitian ………..................................................... 2

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................ 3

BAB. 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 4

2.1. Kerangka Teori ..................................................................... 10

2.2. Kerangka Konsep ................................................................... 10

BAB.3. METODE PENELITIAN ........................................................ 11

3.1. Desain Penelitian ................................................................. 11

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 11

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................... 11

3.3.1. Populasi ....................................................................... 11

3.3.2. Kriteria inklusi dan eksklusi sampel ............................. 11

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel .......................................... 11

3.3.4. Besar Sampel ….......................................................... 12

3.4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 12

3.5. Teknik Pengolahan Data ....................................................... 12

3.6. Alur Penelitian ..................................................................... 13

3.7. Definisi Operasional ……………........................................ 13

BAB.4. HASIL PENELITIAN ......................................................... 14

4.1. Karakteristik dasar subjek penelitian …............................... 14

4.2. Distribusi nilai ABI …………............................................... 15

4.3. Hubungan antara nilai ABI sebelum tindakan dengan nilai

ABI sesudah tindakan .......................................................... 16

BAB. 5. PEMBAHASAN ..................................................................... 18

BAB. 6. PENUTUP ……………………...….......................................... 21

6.1. Simpulan .............................................................................. 21

6.2. Saran …………...................................................................... 21

BAB. 7. DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 22

LAMPIRAN

viii

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 10: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyebab terbanyak Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada usia diatas 40

tahun adalah aterosklerosis. Insiden tertinggi timbul pada dekade keenam dan

tujuh. Prevalensi penyakit aterosklerosis perifer meningkat pada kasus dengan

diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi dan perokok. Critical Limb Ischemia

(CLI) merupakan manifestasi dari PAP berat yang ditandai dengan nyeri pada

waktu istirahat, ulkus kaki dan tungkai atau gangren. CLI dikaitkan dengan risiko

kehilangan tungkai (amputasi) yang sangat tinggi.1

Insiden PAP meningkat sesuai dengan pertambahan usia antara 3-10%

hingga 15-20% pada penderita yang lebih tua dari 70 tahun dan 1-3% penderita

PAP merupakan CLI. Setiap tahun terdapat sekitar 500-1000 kasus baru CLI per 1

juta orang.1,2

Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada kurun waktu

2010-2012 didapatkan sekitar 2,24% dari keseluruhan pasien bedah vaskuler

didiagnosis CLI dan 69% diantaranya dilakukan tindakan amputasi.3

Diabetes merupakan faktor risiko yang paling penting dan sering dikaitkan

dengan PAP yang berat. Pada pasien diabetes, proses aterosklerosis berkembang

pada pasien berusia lebih muda dan umumnya proses berjalan lebih cepat. Pada

pasien diabetes dilakukan amputasi sekitar 40-45%. Pasien diabetes dengan CLI

mempunyai kemungkinan 5-10 kali lebih besar untuk diamputasi dibandingkan

pasien CLI non diabetes. Pasien dengan diabetes juga umumnya diamputasi pada

usia yang lebih muda dibandingkan dengan pasien yang non diabetes.1,2,4

Pada pasien CLI tanpa adanya revaskularisasi, pasien biasanya akan

dilakukan amputasi dalam hitungan minggu atau bulan. Revaskularisasi terbuka

atau pembedahan telah lama menjadi standar emas dalam tatalaksana CLI.

Pembedahan bisa dilakukan pada semua kasus dan memberikan hasil yang baik

terutama pada kasus trauma atau gawat darurat. Revaskularisasi secara terbuka

memiliki morbiditas yang cukup banyak.5 Seiring kemajuan teknologi,

revaskularisasi secara terbuka perlahan-lahan digantikan dengan adanya intervensi

endovaskuler dalam dua dekade terakhir. Keuntungan dari prosedur perkutaneus

1 Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 11: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

endovaskuler meliputi, dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk mencegah

komplikasi akibat anestesi umum, menghindari sayatan pada tungkai yang

iskemik, penyembuhan luka sayatan lebih baik, mengurangi stres kardiovaskular,

pemulihan yang lebih awal dan rawat jalan, dan lebih mudah dilakukan re-

intervensi bila diperlukan.5,6

Berdasarkan studi, revaskularisasi secara terbuka dan

endovaskuler tidak didapatkan adanya perbedaan hasil pada lesi iliaka dan lesi

femoro-poplitea.7 Di Indonesia saat ini belum ada studi yang menilai hasil dari

tindakan revaskularisasi. Revaskularisasi endovaskuler di Departemen Ilmu

Bedah RSCM baru mulai dilakukan pada tahun 2012.3

1.2 Rumusan Masalah

Prevalensi PAP dan morbiditas yang berkaitan dengannya terus

meningkat. Berbagai studi mengenai tindakan revaskularisasi telah dilakukan

untuk membandingkan revaskularisasi terbuka dengan endovaskuler. Tindakan

endovaskuler di Departemen Ilmu Bedah RSCM cukup banyak dilakukan dan

belum ada yang melakukan penelitian untuk menilai efektifitas revaskularisasi

endovaskuler di Indonesia.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana karakteristik pasien PAP yang dilakukan revaskularisasi

endovaskuler di Departemen Ilmu Bedah RSCM?

2. Apakah revaskularisasi endovaskuler efektif dilakukan pada pasien PAP?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Diketahuinya karakteristik pasien PAP yang dilakukan revaskularisasi

endovaskuler di Departemen Ilmu Bedah RSCM selama periode penelitian.

2. Diketahuinya efektifitas revaskularisasi endovaskuler pada pasien PAP

berdasarkan nilai ABI Departemen Ilmu Bedah RSCM selama periode

penelitian.

2

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 12: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pasien dan Pelayanan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hasil

revaskularisasi endovaskuler pada pasien PAP dan menjadi masukan untuk

peningkatan pelayanan bedah bagi pasien PAP di Departemen Ilmu Bedah

RSCM.

1.5.2 Bagi bidang keilmuan

Untuk bidang Ilmu Bedah, dari penelitian ini dapat diketahui karakteristik

pasien PAP yang dilakukan revaskularisasi endovaskuler di Departemen

Ilmu Bedah RSCM serta efektifitas revaskularisasi endovaskuler terhadap

pasien PAP.

1.5.3 Bagi Pengembangan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber literatur bagi

penelitian-penelitian berikutnya.

3

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 13: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

PAP terjadi akibat adanya sumbatan menahun pada aorta serta cabang-

cabangnya sampai ke ekstremitas yang sebagian besar disebabkan oleh

aterosklerosis, tetapi pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh perubahan

degeneratif pada dinding arteri.8,9

Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada

usia di atas 40 tahun adalah aterosklerosis. Prevalensi penyakit aterosklerosis

perifer meningkat pada kasus dengan diabetes melitus (DM), dislipidemi,

hipertensi dan perokok.10

CLI merupakan manifestasi paling berat PAP pada ekstremitas bawah

dimana iskemia progresif menyebabkan timbulnya nyeri kaki saat istirahat yang

dapat disertai terbentuknya ulkus atau gangren.5,9

Pada pasien diabetes, terjadi

percepatan aterosklerosis sehingga terjadi gabungan makroangiopati dan

mikroangiopati yang menyebabkan penyakit lebih distal dan difus. Neuropati

meningkatkan risiko lesi pada kaki dan jari kaki karena tidak ada rasa nyeri

selama dan setelah trauma sehingga pasien kurang memperhatikan adanya luka

yang seharusnya memerlukan perawatan segera. Aliran darah yang buruk

menyebabkan luka cenderung meluas, sulit sembuh dan berpotensi terinfeksi

polimikroba membentuk luka yang dalam, osteomielitis atau gangren basah yang

sulit ditangani.9 Pada akhirnya pasien CLI bukan hanya cacat secara fungsional

tetapi juga mempunyai risiko tinggi untuk kehilangan tungkai dan kemungkinan

komplikasi kardiovaskuler dan/atau serebrovaskuler. CLI merupakan stadium

akhir dari PAP.5,9

Gejala klinis dari PAP bisa tanpa ataupun dengan gejala. Gejala klinis

yang paling sering adalah klaudikasio intermiten pada tungkai yang ditandai

dengan rasa pegal, nyeri, kram otot, atau rasa lelah otot. Biasanya timbul sewaktu

melakukan aktifitas dan berkurang setelah istirahat beberapa saat. Keluhan lebih

sering terjadi pada tungkai bawah dibandingkan tungkai atas. Insiden tertinggi

penyakit arteri obstruktif sering terjadi pada tungkai bawah, sering kali menjadi

berat sehingga timbul CLI. Jika iskemik berat maka nyeri dapat menetap

4

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 14: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

walaupun sedang istirahat.11,12

Pembagian PAP berdasarkan klinis dapat dilihat

pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi PAP menurut Fontaine dan Rutherford 1,13,14

Fontaine Rutherford

Stadium Klinis Derajat Kategori Klinis

I Asimptomatik 0 0 Asimptomatik

IIa Klaudikasio ringan (> 200m) I 1 Klaudikasio ringan

IIb Klaudikasio sedang-berat

(<200m)

I 2 Klaudikasio sedang

I 3 Klaudikasio berat

III Rasa sakit waktu istirahat

karena iskemia

II 4 Rasa sakit waktu istirahat karena

iskemia

IV Nekrosis, gangrene III 5 Hilang sebagian kecil jaringan

IV 6 Ulserasi atau gangrene

Selain gejala klinis dan pemeriksaan fisik, untuk menegakkan diagnosis

PAP diperlukan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan ABI sudah menjadi standar

untuk diagnosis awal PAP.13

Teknik pengukuran ABI dilakukan dengan

memasang manset di atas pergelangan kaki, kemudian dilakukan penilaian

tekanan sistolik di arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis kedua tungkai.

Manset kemudian dipindahkan ke lengan atas dan dilakukan penilaian sistolik

pada kedua lengan. Pada keadaan normal, tekanan sistolik di semua ekstremitas

sama. Tekanan pada pergelangan kaki sedikit lebih tinggi dibandingkan lengan.

Jika terjadi stenosis yang signifikan, tekanan darah sistolik di kaki akan menurun.

Kemudian dilakukan penilaian perbandingan tekanan arteri pergelangan kaki dan

tangan.1,8

Kriteria diagnostik PAP berdasarkan ABI di interpretasikan sesuai tabel

2.2.

Tabel 2.2. Interpretasi penilaian ABI 15

Penatalaksanaan pada pasien PAP dapat berupa terapi suportif, fisioterapi,

modifikasi faktor risiko, farmakoterapi, revaskularisasi dan amputasi. Fisioterapi

bertujuan untuk memperbaiki kemampuan berjalan dengan menggunakan

Interpretasi penilaian ABI

Kategori klinis ABI

Normal

PAP ringan-sedang

PAP berat

Kurang kompresi

0,91-1,30

0,41-0,90

0,00-0,40

>1,3

5

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 15: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

treadmill 1,8

Amputasi primer pada ekstremitas diindikasikan pada PAP yang tidak

bisa direvaskularisasi, nekrosis atau hilangnya jaringan pada daerah weight

bearing kaki, kontraktur fleksi tungkai yang tidak dapat diperbaiki, penyakit

terminal dengan kemungkinan hidup kecil.1,14,16

Berdasarkan konsensus American College of Cardiology Foundation

(ACC)/American Heart Association (AHA) 2011, revaskularisasi dilakukan

apabila respon fisioterapi dan farmakoterapi tidak adekuat, gejala klaudikasio

mengakibatkan aktivitas normal terganggu, dan pada CLI. Revaskularisasi untuk

mengembalikan aliran pada pembuluh darah dapat dilakukan dengan cara

revaskularisasi terbuka/pembedahan, revaskularisasi endovaskuler, dan kombinasi

dari pembedahan dan endovaskuler.8

Revaskularisasi pembedahan dilakukan pada penderita dengan lesi yang

kompleks dan tidak bisa dilakukan tindakan revaskularisasi endovaskuler.

Revaskularisasi pembedahan yang dilakukan berupa tindakan bypass pembuluh

darah melewati lokasi lesi. Klasifikasi tipe lesi dapat dilihat pada tabel 2.4 dan

tabel 2.5, lokasi lesi berdasarkan klasifikasi tipe lesi yang di rekomendasikan

untuk dilakukan revaskularisasi pembedahan dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Pemilihan tindakan revaskularisasi berdasarkan Trans Atlantic Inter-

Society Consensus (TASC) II1,17

Rekomendasi tindakan/Tipe lesi

Tingkat

penyakit

PTA

(Tipe A)

PTA lebih dipilih

(Tipe B)

Pembedahan lebih dipilih

(Tipe C)

Pembedahan

(Tipe D)

Infrarenal

Aorta

Iliaka

Stenosis ≤3

cm

Stenosis ≤3 cm

Stenosis 3-10 cm

CIA unilateral

atau oklusi EIA

Oklusi CIA bilateral

CIA unilateral + oklusi

EIA

Oklusi aorta

Oklusi bilateral EIA

Penyakit meluas ke aorta dan

atau CFA

Femoral

Popliteal

SFA

stenosis

≤10 cm

atau oklusi

≤15 cm

SFA stenosis atau

oklusi ≤15 cm

Stenosis poplitea

Stenosis SFA atau oklusi

>15 cm, rekuren

SFA komplit atau oklusi

poplitea

Cruris Tidak ada Tidak ada Stenosis ≤4 cm atau

oklusi ≤2 cm

Penyakit difus atau oklusi >2

cm

Hasil Baik sekali Baik sekali PTA / Stent punya hasil

baik dan dilakukan

apabila pembedahan

kontraindikasi atau alasan

pasien

Tindakan endovaskuler tidak

direkomendasikan kecuali

pembedahan tidak mungkin

dilakukan

CFA, common femoral artery; CIA, common iliac artery; EIA, external iliac artery; PTA,

percutaneuos transiluminal angioplasty; SFA, superficial femoral artery

6

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 16: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Tabel 2.4. Klasifikasi lesi Aorto-iliaka1

Tipe Lesi

A Stenosis unilateral atau bilateral common iliac artery (CIA)

Stenosis unilateral atau bilateral pendek ( ≤ 3cm) external iliac artery (EIA)

B Stenosis pendek ( ≤ 3cm) aorta infrarenal

Oklusi unilateral CIA

Stenosis total tunggal atau multiple 3-10 cm melibatkan EIA dan tidak meluas ke

common femoral artery (CFA)

Oklusi unilateral EIA tidak melibatkan iliaka interna atau CFA

C Oklusi CIA bilateral

Stenosis EIA bilateral sepanjang 3-10 cm tidak meluas ke CFA

Stenosis unilateral EIA meluas ke CFA

Oklusi unilateral EIA yang melibatkan iliaka interna dan atau CFA

Oklusi unilateral EIA dengan kalsifikasi berat dengan atau tanpa melibatkan iliaka

interna dan atau CFA

D Oklusi aorto-iliaka infra renal

Penyakit difus yang melibatkan aorta dan kedua arteri ilaka yang membutuhkan terapi

Stenosis multipel difus yang melibatkan CIA unilateral, EIA dan CFA

Oklusi unilateral CIA dan EIA

Oklusi bilateral EIA

Stenosis iliaka pada pasien dengan aneurisma aorta abdominalis (AAA) yang

membutuhkan terapi dan tidak bisa dilakukan pemasangan endograft atau lesi yang

membutuhkan operasi terbuka aorta atau iliaka

Tabel 2.5. Klasifikasi lesi femoro-poplitea1

Tipe Lesi

A Stenosis tunggal panjang ≤ 10cm

Oklusi tunggal panjang ≤ 5cm

B Lesi multiple (stenosis atau oklusi) masing-masing ≤ 5cm

Stenosis tunggal atau oklusi ≤ 15cm yang tidak melibatkan arteri poplitea infra

genikulat

Lesi tunggal atau multiple dengan hilangnya aliran tibia secara kontinyu untuk

meningkatkan arus balik pada bypass distal

Oklusi dengan kalsifikasi berat panjang ≤ 5cm

Stenosis tunggal poplitea

C Stenosis multiple atau oklusi total > 15cm dengan atau tanpa kalsifikasi berat

Stenosis rekuren atau oklusi yang membutuhkan terapi setelah 2 kali intervensi

endovascular

D Oklusi total kronik pada CFA atau SFA (>20cm, melibatkan arteri poplitea)

Oklusi total kronik pada arteri poplitea dan pembuluh trifurkasi proksimal

7

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 17: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Revaskularisasi endovaskuler dimulai dengan ditemukannya angioplasti,

yang bertujuan untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka

sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri. Pada tahun 1964 Dotter

seorang ahli radiologi intervensi bersama Judkins memperkenalkan angioplasti

kateter dengan stent untuk terapi PAP. Andreas Gruentzig seorang ahli kardiologi

tahun 1977 melakukan prosedur angioplasti dengan kateter balon untuk mengobati

kelainan pada arteri koroner.18

Berdasarkan studi oleh Rathariwibowo, tindakan

endovaskuler sudah dilakukan di Departemen Ilmu Bedah RSCM sejak tahun

2012 berupa PTA, stenting, PTA dengan stenting dan arteriografi diagnostik.3

Prosedur percutaneous transluminal angioplasty (PTA) atau disebut juga

angioplasti balon adalah angioplasti dengan menggunakan kateter balon untuk

menghancurkan plak sehingga aliran darah kembali normal, dibandingkan

prosedur endovaskuler lainnya memiliki kelebihan antara lain, teknik yang

mudah, tingkat keberhasilan secara klinis tinggi, komplikasi yang rendah dan

dapat dilakukan re-intervensi apabila diperlukan. Kerugian prosedur PTA antara

lain, dibutuhkan kontrol rutin terhadap pasien, keberhasilan tergantung lokasi lesi,

pada lesi TASC C dan TASC D memberikan hasil patensi yang rendah, perlunya

pemasangan stent pada PTA yang berulang.6,19

Pemasangan stent atau stenting dilakukan dengan memasang tabung stent

pada arteri yang mengalami kerusakan untuk menjaga kondisi lumen arteri.

Dibandingkan prosedur endovaskuler lainnya, stenting memberikan hasil yang

efektif dengan patensi dalam 3 tahun mencapai 88%, selain itu jarang terjadi

oklusi akut atau subakut. Kerugian yang dapat terjadi antara lain berupa terjadinya

fraktur stent sehingga timbul restenosis atau trombosis. Jika timbul restenosis,

maka lesi baru terbentuk sepanjang stent dan lebih panjang dari lesi awalnya.

Dibandingkan PTA, stenting sering merusak pembuluh darah kolateral.6,19

Kombinasi dari PTA dengan stenting dapat mencegah kegagalan PTA

yang berulang, meningkatkan akurasi pemasangan stent dan patensi yang lebih

baik. Sedangkan kerugiannya dapat terjadi restenosis dan thrombosis akibat

patahnya stent. Prosedur endovaskuler lainnya yang dapat dilakukan antara lain

cutting ballon angioplasty (CBA), cryoplasty, excimer laser-assisted angioplasty

(ELA), dan aterektomi.6,19,20

8

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 18: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Berdasarkan Society for Vascular Surgery (SVS) / International Society

for Cardiovascular Surgery (ISCVS), keberhasilan tindakan revaskularisasi

dinilai dari anatomi, hemodinamik, dan klinis. 21

1. Anatomi

Dikatakan berhasil secara teknis jika terdapat <30% stenosis residual. Pada

pemeriksaan anatomi berikutnya didapatkan rekurensi stenosis <50%.

2. Hemodinamik

Dikatakan berhasil apabila didapatkan peningkatan nilai ABI >0,10

dibandingkan sebelum dilakukan tindakan atau PVR (Pulse Volume

Recording) distal yang di revaskularisasi > 5mm dari sebelum revaskularisasi

(untuk pasien dengan pembuluh darah yang non compressible).

3. Klinis

Perbaikan paling sedikit 1 gejala klinis. Pasien pada kategori 5 dan 6

(klasifikasi rutherford) harus didapatkan peningkatan paling sedikit 2 kategori

dan perbaikan gejala klaudikasio.

.

Selain itu, Arain dan White dalam studinya mengatakan, evaluasi

keberhasilan revaskularisasi dapat dinilai secara klinis, penilaian ABI dan

imaging.20

9

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 19: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

2.1. Kerangka Teori

2.2. Kerangka Konsep

Variabel Bebas (Data rekam medis)

Usia

Jenis kelamin

Riwayat merokok

Diabetes Melitus

Hipertensi

Riwayat amputasi

Riwayat penyakit penyerta

Tindakan endovaskular

Variabel Tergantung (Data rekam medis)

Nilai ABI Sebelum tindakan endovaskular

PAP ringan-sedang (0,41-0,90)

PAP berat (0,00-0,40)

Revaskularisasi Endovaskular

Variabel Tergantung (Data rekam medis)

Nilai ABI sesudah tindakan endovaskular

Normal (0,91-1,30)

PAP ringan-sedang (0,41-0,90)

PAP berat (0,00-0,40)

Kurang kompresi (>1,30)

Aterosklerosis PAP

Revaskularisasi

Penilaian ABI Obstruksi ringan-sedang

Obstruksi berat

Klinis

Penilaian ABI

Imaging

Farmakoterapi

Terbuka/Pembedahan

Faktor Risiko Ras

Jenis Kelamin

Usia

Merokok

DM

Hipertensi

Dislipidemia

Marker Inflamasi

Hiperviskositas dan

hiperkoagulasi

Hiperhomosisteinemia

GGK

Endovaskuler

Klinis Klasifikasi Fontaine

Klasifikasi Rutherford

Imaging USG Doppler

Angiografi

10

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 20: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain longitudinal pre-post study.

Data pada penelitian ini berasal dari rekam medis pasien di Departemen Ilmu

Bedah RSCM.

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan di Divisi Bedah Vaskuler Departemen Ilmu Bedah

RSCM Jakarta. Penelitian diselenggarakan 1 Januari 2014 hingga 31 Agustus

2014.

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi semua penelitian adalah semua pasien dengan diagnosis PAP

yang dilakukan pemeriksaan ABI sebelum dan sesudah revaskularisasi

endovaskuler di Departemen Ilmu Bedah RSCM pada kurun waktu 1 Agustus

2013 – 31 Agustus 2014.

3.3.2 Kriteria Inklusi dan Ekslusi Sampel

Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi

Pasien PAP

Menjalani revaskularisasi endovaskuler di Departemen

Ilmu Bedah RSCM

Memiliki data yang cukup dalam rekam medis

Nilai ABI sebelum tindakan

normal

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Metoda pengambilan sampel dilakukan dengan konsekutif yaitu

menggunakan seluruh pasien yang terdata dalam data rekam medis di Departemen

Ilmu Bedah RSCM yang memenuhi kriteria inklusi.

11 Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 21: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

3.3.4 Besar Sampel

Besar sampel didapatkan dengan menggunakan rumus

n1=n2 = besar sampel berpasangan

Zα = Kesalahan tipe 1 5%, maka Zα=1,64

Zβ = Kesalahan tipe 2 10%, maka Zβ=1,28

x1-x2 = Perbedaan nilai ABI sebelum dan sesudah revaskularisasi yang efektif

minimal 0,1

S = Standar deviasi perbedaan nilai ABI sebelum dan sesudah revaskularisasi

berdasarkan kepustakaan 0,2

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan sejumlah 17 orang

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dilakukan pengumpulan data melalui status pasien di rekam medis

Departemen Ilmu Bedah RSCM, kemudian dilakukan pengambilan data, umur,

jenis kelamin, riwayat merokok, DM, hipertensi, riwayat amputasi, riwayat

pengobatan, nilai ABI sebelum dan sesudah revaskularisasi endovaskuler.

3.5 Teknik Pengolahan Data

Pada awalnya akan dilakukan analisis univariat untuk memperoleh

gambaran distribusi frekuensi masing masing variabel, yang kemudian disajikan

dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian akan dilakukan analisis bivariat untuk

menilai efektifitas berdasarkan nilai ABI sebelum dan sesudah revaskularisasi

endovaskuler.

Uji statistik yang dilakukan adalah uji T sampel berpasangan. Pada

penelitian ini untuk pengolahan data menggunakan komputer dengan program

SPSS 13 untuk membantu perhitungan statistik.

12

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 22: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

3.6 Alur Penelitian

3.7 Definisi Operasional

ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki

dengan tekanan darah pada lengan yang dilakukan penilaian sebelum

tindakan dan sesudah tindakan.

Usia adalah usia pasien saat dilakukan tindakan.

Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien.

Riwayat merokok adalah aktifitas menghisap rokok.

Diabetes Melitus adalah gejala klinis ditambah dengan salah satu atau

kedua dari nilai KGDP >126 mg% ataupun KGDPP > 200 mg%.

Hipertensi adalah tekanan darah di atas 140/90 mmHg.

Riwayat amputasi adalah penderita pernah dilakukan tindakan pemotongan

pada anggota gerak.

Riwayat penyakit penyerta adalah penderita pernah menderita penyakit

jantung koroner atau stroke.

Tindakan endovaskuler adalah jenis revaskularisasi endovaskuler yang

dilakukan pada pasien.

Identifikasi subjek yang masuk kedalam penelitian

Penilaian ABI

Revaskularisasi Endovaskular

Penilaian ABI

Uji Statistik

Hasil penelitian

Usia

Jenis kelamin

Riwayat merokok

Diabetes Melitus

Hipertensi

Riwayat amputasi

Riwayat penyakit penyerta

Tindakan endovaskular

13

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 23: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian

Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan menggunakan rekam medis

di Divisi Bedah Vaskuler Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM, Jakarta.

Pengumpulan data dilakukan pada periode 1 Agustus 2013 - 31 Agustus 2014.

Selama periode tersebut, ditemukan 16 sampel yang memenuhi kriteria inklusi

serta eksklusi. Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik dasar sampel.

Tabel 4.1 . Karakteristik dasar sampel

Variabel N Persentase

Usia

41-50 tahun

51-60 tahun

61-70 tahun

71-80 tahun

2

10

3

1

12,5%

62,5%

18,75%

6,25%

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

7

9

43,75%

56,25%

Riwayat merokok 4 25%

Diabetes Melitus 14 87,5%

Hipertensi 6 37,5%

Riwayat amputasi 4 25%

Riwayat penyakit penyerta 5 31,25%

Tindakan endovaskuler

PTA

PTA+stenting

15

1

93,75%

6,25%

Ditinjau dari kategori usia pasien, nilai rata-rata usia pasien adalah 57,65

tahun. Berdasarkan kelompok umur tampak kasus meningkat pada kelompok

umur diatas 51-60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan jumlah penderita

14

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 24: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

PAP yang dilakukan revaskularisasi endovaskuler laki-laki 7 orang (43,75%) dan

perempuan 9 orang (56,25%).

Dari riwayat kebiasaan dan penyakit pasien, didapatkan riwayat merokok

sejumlah 4 orang (25%), riwayat diabetes mellitus sebanyak 14 orang (87,5%),

riwayat hipertensi sebanyak 6 orang (37,5%), riwayat amputasi sejumlah 4 orang

(25%), dan riwayat penyakit penyerta sebanyak 5 orang (31,25%). Dari 16 sampel

yang didapatkan pada penelitian ini,15 orang (93,75%) telah dilakukan tindakan

revaskularisasi endovaskuler PTA, sedangkan 1 orang sampel (6,25%) telah

dilakukan tindakan revaskularisasi endovaskuler PTA + stenting.

4.2 Distribusi Nilai ABI

Gambar 4.2. Distribusi nilai ABI

15

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 25: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Tabel 4.2. Distribusi nilai ABI

Kategori ABI ABI sebelum tindakan

endovaskuler

N (%)

ABI sesudah tindakan endovaskuler

N (%)

Normal 4 (25%)

PAP ringan-sedang 16 (100%) 12 (75%)

PAP berat 0 (0%) 0 (0%)

Berdasarkan gambar 4.2 dan tabel 4.2 didapatkan nilai ABI sebelum

tindakan dalam rentang 0,46 - 0,9, dan seluruhnya termasuk kategori PAP ringan-

sedang. Sedangkan nilai ABI sesudah tindakan meningkat dalam rentang 0,6 - 1,1

dan 4 dari 16 subyek membaik menjadi kategori normal dan selebihnya menetap

pada kategori PAP ringan-sedang.

4.3 Hubungan antara nilai ABI sebelum tindakan dengan nilai ABI

sesudah tindakan

Tabel 4.3. Hubungan antara nilai ABI sebelum tindakan dengan nilai ABI sesudah

tindakan

Nilai ABI Mean Nilai p

Sebelum tindakan (n=16) 0.700±0.118 0.001

Sesudah tindakan (n=16) 0.844±0.127

Selisih (IK95%) 0.14 (0.12-0.17)

Uji T berpasangan

Power=91,2%

Terlihat dari tabel 4.3 didapatkan rerata nilai ABI sebelum tindakan 0,7, rerata

nilai ABI sesudah tindakan 0,844 dan rerata peningkatan nilai ABI sesudah

tindakan 0,14. Dari hasil uji T berpasangan didapatkan peningkatan yang

signifikan antara nilai ABI sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Jumlah subyek yang didapatkan (n=16) lebih rendah dari estimasi besar sampel

minimal (n=17), namun setelah menghitung ulang kekuatan penelitian

16

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 26: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

berdasarkan hasil yang didapatkan, kekuatan (power) penelitian ini masih baik

dengan hasil 91,2%.

17

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 27: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan 16 kasus PAP yang dilakukan tindakan

revaskularisasi endovaskuler dengan penilaian nilai ABI sebelum dan sesudah

tindakan. Didapatkan insidensi pria (43,75%, 7 orang) lebih sedikit dari pada

wanita (56,25%, 9 orang) dengan rerata usia 57,65 tahun dan terbanyak pada

kelompok umur 51 - 60 tahun, dengan Insiden PAP pada penelitian ini sesuai

dengan prevalensi PAP di Amerika Serikat sebesar 2,5% di usia 50 - 59 tahun dan

meningkat menjadi 14,5% pada usia diatas 70 tahun, dimana pada pria didapatkan

insidensi yang tidak jauh berbeda atau sebanding dengan insidensi pada wanita.22

Pada penelitian ini didapatkan 4 orang (25%) memiliki riwayat merokok.

Erb dalam penelitiannya melaporkan bahwa perokok memiliki resiko PAP 3 kali

lebih banyak dibandingkan bukan perokok. Pada studi di Edinburgh artery

didapatkan resiko terjadinya PAP pada perokok 3,7 kali lebih banyak dibanding

pasien yang sudah berhenti merokok dalam waktu kurang dari 5 tahun sejumlah 3

kali.22

Pada penelitian ini didapatkan 14 orang (87,5%) merupakan penderita

DM. Pada pasien diabetes, terjadi percepatan aterosklerosis sehingga terjadi

gabungan makroangiopati dan mikroangiopati yang menyebabkan penyakit lebih

distal dan difus.9 Hal ini sesuai dengan konsensus TASC II, DM meningkatkan

resiko terjadinya PAP 2 kali dibandingkan bukan penderita DM.22

Pada penelitian ini didapatkan 6 orang (37,5%) memiliki riwayat

hipertensi. Hipertensi disebabkan adanya viskositas darah yang tinggi yang akan

berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defisiensi vaskuler. Selain

itu,hipertensi akan mengakibatkan kerusakan pada endotel. Hal ini sesuai dengan

studi yang dilakukan oleh Korhonen, didapatkan 7,3% pasien hipertensi menderita

PAP, dan 5,7% merupakan penderita hipertensi yang tidak terkontrol.23

Dari penelitian ini juga didapatkan data 4 orang pasien (25%) yang

mengalami amputasi. Insiden amputasi pada penelitian ini sama dengan

kecenderungan tindakan amputasi pada kaki diabetik di Indonesia sebesar 15-

30%.24

RSCM pada kurun waktu 2010-2012 didapatkan sekitar 2,24% dari

18 Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 28: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

keseluruhan pasien bedah vaskuler didiagnosis PAP dan 69% diantaranya

dilakukan tindakan amputasi.3

Selain itu pada studi yang dilakukan oleh Gutacker

di Jerman didapatkan 45,4% pasien dengan diagnosis PAP dilakukan amputasi.25

Pada penelitian ini tidak didapatkan amputasi mayor dikarenakan tidak bisa

dilakukan penilaian ABI. Amputasi yang dilakukan pada penelitian ini berupa

amputasi minor.

Pada penelitian ini didapatkan 5 orang (31,25%) memiliki riwayat

penyakit penyerta yaitu penyakit jantung sejumlah 2 orang dan penyakit stroke 3

orang. Hal ini sesuai dengan data dari The Reduction of Atherothrombosis for

Continued Health (REACH), dimana didapatkan 41% pasien stroke memiliki

penyakit penyerta PAP dan penyakit jantung.26

Dari 16 sampel yang didapatkan pada penelitian ini,15 orang (93,75%)

telah dilakukan tindakan endovaskuler PTA sedangkan 1 orang sampel (6,25%)

telah dilakukan tindakan endovaskuler PTA + stenting. Berdasarkan kepustakaan,

jenis revaskularisasi endovaskuler yang sering dilakukan antara lain PTA,

stenting, PTA dengan stenting.27

Berdasarkan studi oleh Pratama dkk, tindakan

revaskularisasi endovaskuler yang sudah dilakukan di Departemen Ilmu Bedah

RSCM berupa PTA, stenting dan PTA dengan stenting.3

Pada penelitian ini didapatkan rerata peningkatan nilai ABI sesudah

tindakan 0.14. Nilai ABI sesudah tindakan yang mencapai nilai ABI normal

sebesar 25%. Dari hasil analisis bivariat uji T berpasangan didapatkan hubungan

yang bermakna antara nilai ABI sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Hal ini sesuai berdasarkan Society for Vascular Surgery (SVS) /

International Society for Cardiovascular Surgery (ISCVS), dimana tindakan

revaskularisasi angioplasti dan prosedur pembedahan bypass dikatakan berhasil

apabila minimal satu gejala klinis membaik dengan peningkatan nilai ABI >0,10

dibandingkan sebelum dilakukan tindakan.21

Studi sistematik yang dilakukan oleh

Putra terhadap 11 artikel mendapatkan hasil perbaikan nilai ABI setelah tindakan

revaskularisasi endovaskuler.27

Dari studi yang dilakukan oleh Mc Dermott,

didapatkan hubungan yang signifikan antara peningkatan nilai ABI diatas 0,1

sesudah di revaskularisasi dengan perbaikan gejala klinis klaudikatio.28

19

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 29: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Pada penelitian ini didapatkan 16 kasus PAP yang dilakukan tindakan

revaskularisasi endovaskuler dengan penilaian nilai ABI sebelum dan sesudah

tindakan pada kurun waktu 1 tahun. Berdasarkan rumus besar sampel pada

penelitian ini dibutuhkan 17 sampel minimal. Namun setelah dilakukan uji T

sampel berpasangan didapatkan power pada penelitian ini sebesar 91,2%, hasil ini

lebih besar dari power yang diharapkan sebesar 90%, sehingga tingkat kesalahan

lebih kecil dari yang diharapkan.

20

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 30: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

BAB 6

PENUTUP

6.1 Simpulan

1. Karakteristik pasien PAP yang dilakukan revaskularisasi endovaskuler di

Departemen Ilmu Bedah RSCM, adalah

a. insidensi usia terbanyak pada kelompok usia 51-60 tahun, dengan jenis

kelamin laki-laki.

b. Dari faktor resiko, didapatkan riwayat merokok sebesar 25%, riwayat

hipertensi sebesar 37,5%, riwayat amputasi sebesar 25%, riwayat

penyakit penyerta sebesar 31,25% dengan faktor resiko terbesar

riwayat DM sebesar 87,5%.

c. Tindakan endovaskuler yang dilakukan pada penelitian ini berupa PTA

sebesar 93,75%, PTA dengan stenting sebesar 6,25%.

2. Tindakan revaskularisasi meningkatkan nilai ABI sebelum dan sesudah

tindakan endovaskuler secara signifikan sebesar median 0,14 (minimum 0,12-

maksimum 0,17), sehingga dapat dikatakan tindakan revaskularisasi

endovaskuler terhadap pasien PAP efektif berdasarkan peningkatan ABI.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan peningkatan jumlah tindakan revaskularisasi endovaskuler

sebagai salah satu modalitas terapi.

2. Karena terbukti efektif dapat disarankan untuk meningkatkan fasilitas

endovaskuler di RSCM, dengan mempertimbangkan perbaikan sistim jaminan

kesehatan untuk tindakan revaskularisasi endovaskuler.

21

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 31: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

DAFTAR PUSTAKA

1. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, Nehler MR, Harris KA, Fowkes FGR.

Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease

(TASC II). J Vasc Surg. 2007;45:63. Epub January 2007.

2. Abdulhannan P, Russell DA, Homer-Vanniasinkam S. Peripheral arterial

disease: a literature review. British medical bulletin. 2012;104:21-39.

PubMed PMID: 23080419.

3. Rathariwibowo W. Profil Pasien Critical Limb Ischemia Di Divisi Bedah

Vaskuler dan Endovaskuler Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum

Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo Periode: Januari 2010-Desember 2012.

Jakarta, Indonesia: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.

4. Subramaniam T, Nang EEK, Lim SC, Wu Y, Khoo CM, Lee J, et al.

Distributio of ankle-brachial index and the risk factors of peripheral artery

disease in a multi-ethnic Asian population. Vasc Med J. 2011:87-95. Epub 29

march 2011.

5. Slovut DP, Sullivan TM. Critical limb ischemia: medical and surgical

management. Vasc Med J. 2008 (13):281-91. Epub Aug 7,2008.

6. Ohki T. A Review of Endovascular Options for Critical Limb Ischemia.

Endovascular Today. 2006:60-6. Epub September 2006.

7. Ferri FF. Peripheral Arterial Disease. In: Ferri FF, editor. Ferri's Clinical

Advisor 2014 Mosby Inc; 2013. p. 860-2.

8. Anderson JL, Halperin JL, Albert N, Bozkurt B, Brindis RG, Curtis LH, et al.

Management of Patients With Peripheral Artery Disease (Compilation of

2005 and 2011 ACCF/AHA Guideline Recommendations) JACC.

2013;61(14):1555-70. Epub 9 April.

9. Jusi HD. Sumbatan Arteri Perifer Menahun. In: Jusi HD, editor. Dasar-dasar

Ilmu Bedah Vaskuler. 4 ed. Jakarta, Indonesia: FKUI; 2008. p. 115-61.

10. Berqvist D, Delle M, Eckerlund I, Holst J, Jogestrand T, Jorneskog G, et al.

Peripheral Arterial Disease - Diagnosis and Treatment A Systematic Review.

Sweden: SBU, 2008 Contract No.: 187E.

11. Eberhardt RT, Coffman JD. Clinical Evaluation of Intermittent Claudication.

In: Coffman JD, Eberhardt RT, editors. Peripheral Arterial Diseases

Diagnosis and Treatment. New Jersey: Humana Press; 2003. p. 35-53.

12. Allie DE, Patlola RR, Mitran EV, Ingraldi A, Walker CM. Specialized

Endovascular Techniques. In: Fogarty TJ, White RA, editors. Peripheral

Endovascular Interventions. 3 ed: Springer; 2010. p. 305-18.

13. White CJ. Atherosclerotic Peripheral Arterial Disease. In: Goldman L,

Schafer AI, editors. Goldman's Cecil Medicine. 24 ed: Saunders; 2011. p.

486-92.

14. White JV. Lower Extremity Arterial Disease. In: Cronenwett JL, Johnston

KW, editors. Rutherford's Vascular Surgery. 1. 7 ed: Saunders; 2010.

15. Hiatt WR. Medical treatment of peripheral arterial disease and claudication.

The New England journal of medicine. 2001 May 24;344(21):1608-21.

PubMed PMID: 11372014.

22 Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 32: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

16. Sottiurai V, White JV. Extensive Revascularization or Primary Amputation:

Which Patients with Critical Limb Ischemia Should Not Be Revascularized?

Seminars in vascular surgery. 2007:5. Epub 2007.02.09.

17. Beard JD. Which is the best revascularization for critical limb ischemia:

Endovascular or open Surgery? J Vasc Surg. 2008;48(68):11S-6S. Epub

December 2008.

18. Pentecost MJ, Criqui MH, Dorros G, Goldstone J, Johnston KW, Martin EC,

et al. Guidelines for Peripheral Percutaneous Transluminal Angioplasty of

The Abdominal Aorta and Lower Extremity Vessels. J Vasc Interv Radiol.

2003;14:495-515. Epub September 2003.

19. Choksi N. Endovascular Treatments for Critical Limb Ischemia. Medicine

Update. 2010;20:386-90.

20. Arain SA, White CJ. Endovascular Therapy for Critical Limb Ischemia. Vasc

Med J. 2008;13:267-79.

21. David Sacks M, David L. Marinelli M, Louis G M, MD, James B. Spies M.

Reporting Standards for Clinical Evaluation of New Peripheral Arterial

Revascularization Devices. J Vasc Interv Radiol. 2003:9.

22. Creager MA, Sheehan P, Caporusso JM, Harris KA, Lammer J, Clement D, et

al. TASC Document: Inter-Society Consensus For The Management Of

Peripheral Arterial Disease (TASC II)2007. 258 p.

23. Korhonen P, Kautiainen H, Kantola I. Patients with resistant hypertension

have more peripheral arterial disease than other uncontrolled hypertensives.

Journal of human hypertension. 2015;29:4.

24. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editors. Penatalaksanaan Diabetes

Mellitus Terpadu: Komplikasi Akut Diabetes Mellitus. Jakarta: BP FKUI;

2011.

25. Gutacker N, Neumann A, Santosa F, Moysidis T, Kroger K. Amputations in

PAD patients: data from the German Federal Statistical Office. Vascular

medicine. 2010 Feb;15(1):9-14. PubMed PMID: 19841025.

26. Amitava Banerjee M, MPH, MRCP, F. Gerald Fowkes M, PhD, Peter M.

Rothwell M, PhD, FRCP, FMedSci. Associations Between Peripheral Artery

Disease and Ischemic Stroke. Stroke; a journal of cerebral circulation.

2010;41:14.

27. Putra AA, Jayadi A. Efektivitas Revaskularisasi Endovaskuler Berdasarkan

Nilai Ankle Brachial Index. J I Bedah Indonesia. 2014;43:7.

28. Mary M. McDermott M, Melina Kibbe M, Jack M. Guralnik M, PhD,

William H.Pearce M, Lu Tian S, Yihua Liao M, et al. Comparative

Effectiveness Study of Self-Directed Walking Exercise, Lower Extremity

Revascularization, and Functional Decline in Peripheral Artery Disease. J

Vasc Surg. 2013;57:7.

23

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 33: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015

Page 34: SP-Ariefa Adha Putra.pdf

Efektivitas revaskularisasi..., Ariefa Adha Putra, FK UI, 2015