Sop

15

Click here to load reader

Transcript of Sop

Page 1: Sop

Universitas Kristen Petra

62

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian

Responden Terhormat: Saya adalah mahasiswa Universitas Kristen Petra yang sedang melakukan praktek kerja di Apotek Febby. Saya meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dnegan jelan menjadi responden penelitian. Atas kerja sama ini, Saya mengucapkan banyak terima kasih. Identitas Responden Mohon diisi pertanyaan berikut dengan memberikan tanda “√” pada salah satu jawaban yang dianggap benar.

1. Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan

2. Umur: < 17 tahun 17 tahun – 25 tahun 26 tahun – 35 tahun > 36 tahun

Screening penelitian Mohon diisi pertanyaan berikut dengan memberikan tanda “√” pada salah satu jawaban yang dianggap benar.

1. Mulai kapan Saudara membeli obat di Apotek Febby ?

< 3 bulan 4 bulan – 1 tahun 1 tahun – 2 tahun > 3 tahun

2. Jenis obat yang biasa saudara beli di Apotek Febby ?

Obat bebas (paramex, panadol, OBH, dan lainnya) Obat bebas terbatas (Amoxan, Amoxilin, dan lainnya) Obat keras 1) Psikotropika dan Narkotika 2)

1) = Obat yang mempunyai efek samping besar jika tidak dikonsumsi dengan dosis yang sesuai seperti yang telah ditentukan oleh dokter.

2) = Obat-obat yang termasuk daftar G yang mengandung unsur kimianya. Untuk

kategori produk obat ini harus menggunakan resep dan pengawasan dari dokter

Page 2: Sop

Universitas Kristen Petra

63

Mohon diisi pertanyaan berikut dengan memberikan tanda “√” pada salah satu jawaban yang dianggap benar.

Sang

at ti

dak

setu

ju

Tid

ak se

tuju

Bia

sa-b

iasa

Setu

ju

Sang

at se

tuju

No.

Pernyataan

Jawaban

1 Harga obat di Apotek Febby terjangkau oleh daya beli Saudara

2 Harga obat di Apotek Febby bersaing dengan harga obat apotek lain

3 Obat di Apotek Febby lengkap

4 Apotek Febby tidak pernah menjual obat yang telah jatuh tempo pemakaian (kadaluwarsa)

5 Desain internal Apotek Febby menunjukkan bahwa Apotek Febby spesialis menjual obat

6 Apotek Febby dikenal di lingkungan Anda

7 Apotek Febby tidak pernah kehabisan stock (obat)

8 Assisten apoteker cepat memberikan tanggapan ketika konsumen melakukan pembelian

9 Kecepatan layanan dalam pembelian obat lebih cepat dibandingkan apotek lain

Terima Kasih

Page 3: Sop

Universitas Kristen Petra

64

Lampiran 2. Skoring Kuesioner

Pertanyaan Kuesioner R

espo

nden

gend

er

Um

ur

Mul

ai

beli

obat

di

Ap

otek

Feb

by

Jeni

s O

bat

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1 2 2 1 4 4 3 4 3 4 4 3 3

2 1 2 2 1 4 4 4 4 3 4 4 3 3

3 1 2 3 2 3 3 4 4 4 5 5 3 2

4 2 3 3 2 3 4 4 5 4 5 5 3 3

5 1 4 2 1 4 4 3 4 3 4 4 3 3

6 1 3 3 2 5 3 3 4 4 4 5 2 3

7 2 3 4 2 4 4 4 4 4 4 5 3 3

8 2 2 3 2 5 4 4 5 4 5 5 3 3

9 1 3 3 1 5 5 4 5 5 5 5 4 2

10 1 4 2 3 4 4 4 4 5 4 4 3 3

11 2 3 3 1 4 4 5 4 4 4 4 3 3

12 2 3 3 1 4 4 4 4 5 5 4 2 3

13 1 3 4 2 4 5 5 5 5 4 5 2 3

14 1 2 4 2 5 4 4 5 5 4 5 2 2

15 1 2 3 4 4 4 4 4 4 4 5 3 3

Page 4: Sop

Universitas Kristen Petra

65

Lampiran 3. Data Penjualan Apotek Febby Tahun 2002 – 2006 Periode Jenis Obat *

Bebas Bebas

Terbatas Obat Keras Psikotropika & Narkotika

Maret 2002 3,433 1,231 78 11 April 2002 3,245 1,654 65 9 Mei 2002 3,654 1,456 67 19 Juni 2002 3,675 1,345 61 28 Juli 2002 3,871 1,432 55 13 Agust 2002 4,098 1,676 24 9 Sept 2002 4,567 1,652 32 4 Okt 2002 4,563 1,765 34 5 Nop 2002 4,563 1,872 34 4 Des 2002 4,325 1,768 33 4 Januari 2003 4,453 1,543 32 3 Februari 2003 4,235 2,675 35 5 Maret 2003 4,456 2,314 34 5 April 2003 4,456 2,242 44 6 Mei 2003 4,675 2,345 54 7 Juni 2003 4,563 1,978 32 6 Juli 2003 4,876 1,998 34 6 Agustus 2003 4,753 2,098 44 6 September 2003 4,533 2,132 44 5 Oktober 2003 3,343 2,234 52 6 Nopember 2003 4,675 2,323 57 7 Desember 2003 4,654 2,342 61 8 Januari 2004 4,490 2,422 65 7 Februari 2004 4,760 2,532 34 7 Maret 2004 4,987 2,432 26 6 April 2004 5,212 2,453 53 6 Mei 2004 5,083 2,431 21 5 Juni 2004 4,987 2,532 22 5 Juli 2004 4,456 2,432 23 6 Agustus 2004 4,675 2,198 23 6 September 2004 4,875 2,543 56 7 Oktober 2004 5,253 2,502 45 6 Nopember 2004 5,257 2,543 32 5 Desember 2004 4,908 2,432 23 5 Januari 2005 5,432 2,312 43 4 Februari 2005 5,467 2,322 33 3 Maret 2005 5,674 2,209 34 4 April 2005 4,653 2,310 21 4 Mei 2005 4,322 1,987 16 5 Juni 2005 4,092 1,876 10 5 Juli 2005 3,763 1,654 9 5 Agustus 2005 3,563 1,542 9 3

Page 5: Sop

Universitas Kristen Petra

66

September 2005 3,534 1,421 7 2 Oktober 2005 3,123 1,123 8 2 Nopember 2005 3,098 1,098 6 3 Desember 2005 2,876 1,002 4 3 Januari 2006 2,783 970 4 5 Februari 2006 2,766 967 21 7 Maret 2006 2,673 762 15 6 April 2006 2,654 761 11 9 Mei 2006 2,653 654 19 13

* = Kuantifikasi obat per satuan (tablet, botol, dan lainnya)

Page 6: Sop

Universitas Kristen Petra

67

Lampiran 4. Artikel-Artikel Pendukung Home / Artikel Terbaru

2005, Laba Bersih Kimia Farma Turun 32,06% JAKARTA - Laba bersih PT Kimia Farma Tbk pada 2005 turun 32,06% menjadi Rp 52,83 miliar akibat makin ketatnya persaingan bisnis farmasi di pasar reguler terutama untuk obat generik maupun pasar institusi. Direktur Keuangan Kimia Farma Syamsul Arifin mengemukakan hal itu dalam keterangan tertulis yang diterima Investor Daily di Jakarta, Selasa (4/4). “Penurunan laba ini disebabkan semakin tingginya tingkat persaingan di pasar reguler khususnya obat generik maupun pasar institusi setelah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah,” jelasnya. Menurut dia, persaingan yang makin ketat telah menekan penjualan Kimia Farma. Akibatnya, per akhir Desember 2005 perusahaan farmasi milik pemerintah tersebut membukukan penjualan sebesar Rpl,82 triliun atau turun sekitar 5,69% dibandingkan tahun 2004 sebesar Rpl,92 triliun. Total penjualan tersebut disumbang oleh PT Kimia Farma Trading & Distribution sekitar 38,63%, PT Kimia Farma Apotek sebesar 38,47% dan 22,9% sisanya disokong dari penjualan produk Kimia Farma oleh Holding. Seiring dengan penurunan penjualan, lanjut Syamsul, beban usaha Kimia Farma pada 2005 justru meningkat akibat penyesuaian gaji karyawan sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang signifikan maupun fluktuasi nilai tukar rupiah. Dia menambahkan, penurunan kinerja usaha tersebut mengharuskan manajemen Kimia Farma untuk lebih mengintensifkan program pemasaran, efisiensi internal serta pengelolaan keuangan dan aset lainnya yang selama ini sudah berjalan. “Efisiensi telah dilakukan diantaranya penataan ulang sistem pengadaan bahan baku, pengendalian biaya tanpa mengurangi kesejahteraan karyawan,” katanya. Pada perdagangan Selasa (4/4), harga saham Kimia Farma berakhir stagnan pada level Rp 155. Frekuensi transaksi sebanyak 22 kali dengan volume 1,16 juta saham senilai Rp 186,25 juta. (amu) Sumber : INVESTOR DAILY RABU 5 APRIL 2006

Page 7: Sop

Universitas Kristen Petra

68

BADAN POM LAKUKAN MONITORING HARGA OBAT -Berita Kesehatan - Dinas Informasi dan Komunikasi, 10-06-2004 20:08 WIB -

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya melakukan monitoring terhadap harga obat di sejumlah toko obat dan apotek di Surabaya. Hal ini dilakukan agar harga obat yang sudah ditentukan oleh perusahaan tidak dipermainkan oleh sejumlah toko obat maupun apotek.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya melakukan monitoring terhadap harga obat di sejumlah toko obat dan apotek di Surabaya. Hal ini dilakukan agar harga obat yang sudah ditentukan oleh perusahaan tidak dipermainkan oleh sejumlah toko obat maupun apotek. Kepala Badan POM Surabaya, Drs I Made Kawi Sukayada Apt MM di kantornya Jl Karangmenjangan Surabaya, Kamis (10/6) siang mengatakan, monitoring dilakukan agar harga obat yang sudah ditentukan oleh perusahaan tidak dilanggar. \"Kami hanya memantau apotek tertentu saja, karena yang berhak menaikan harga obat adalah pihak perusahaan obat itu sendiri. Sedangkan Badan POM hanya memantau harga obat tersebut dilanggar atau tidak,\" ujarnya. Ditambahkan Kawi, saat ini Badan POM belum menemukan pelanggar yang menaikan harga obat yang melebihi ketentuan. \"Selama ini kami belum menemukan pelanggaran dalam arti obat dijual di luar harga yang ditentukan,\" katanya. Lebih lanjut Kawi mengatakan, jika ditemukan pelanggaran pihaknya akan menegur dan mengadakan klarifikasi untuk ditidaklanjuti. Pemantauan yang akan dilakukan oleh Badan POM yaitu mengadakan pengecekan harga obat di lapangan untuk dicocokkan dengan harga obat di daftar yang dikeluarkan perusahaan. Sementara itu Linda, salah satu pemilik apotek Dharmawangsa Surabaya, mengatakan kenaikan obat generik sudah biasa terjadi. Namun dari segi omzet pengahasilannya tidak berpengaruh.

\"Jadi untuk harga obat generik naik hal itu terlepas dari dolar naik mapun turun, yang dilakukan oleh Badan POM hanya memonitoring terhadap harga yang diterbitkan oleh masing-masing pabrik,\" kata Kawi.

Menurut Kawi, pemantauan yang dilakukan Badan POM hanya beberapa apotek yang ada di Surabaya. \"Kemarin kami hanya memantau dibeberapa perwakilan apotek saja. Sedangkan jenis obat yang dimonitoring seperti obat antibiotik,\" tuturnya. \"Monitiring akan dilakukan setiap tiga hingga empat bulan. Untuk saat ini

Page 8: Sop

Universitas Kristen Petra

69

Badan POM memberikan penyuluhan keamanan makanan kepada industri-industri rumah tangga,\" ujarnya.

Kawi mengharapkan kepada masyarakat agar menggunakan obat generik, karena mutu dari obat generik tidak kalah paten dengan obat lainnya. Jadi kalau memang mempunyai keinginan mendapatkan obat generik maka memberitahukan langsung kepada dokter maupun opotek setempat.(ris)

Page 9: Sop

Universitas Kristen Petra

70

Peredaran obat palsu diperkirakan Rp5 triliun JAKARTA (Bisnis): International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) memperkirakan peredaran obat palsu di dalam negeri mencapai Rp5 triliun atau sekitar 25% dari total pasar farmasi nasional yang tahun ini diprediksi sekitar Rp20 triliun. Direktur Eksekutif IPMG Parulian Simanjuntak mengatakan asumsi itu diambil berdasarkan data World Health Organization (WHO) yang menyebutkan bahwa praktik pemalsuan produk obat-obatan di dunia rata-rata mencapai 10%. Namun khusus di negara berkembang praktik ilegal itu lebih tinggi lagi yakni mencapai 20% hingga 40%.

"Dari data tersebut kami memprediksi peredaran obat palsu di Indonesia, termasuk obat yang masuk dengan cara diselundupkan, mencapai 25% dan pada umumnya produk yang paling banyak dipalsukan adalah jenis obat yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat," ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Parulian menjelaskan obat palsu tindakan pemalsuan di sektor obat-obatan tidak hanya sekedar menggunakan merek perusahaan lain tetapi juga mengganti bahan baku yang dipakai dalam proses pembuatannya. Bahkan pengertian pemalsuan di sini juga dapat diartikan sebagai obat ilegal seludupan.

Berdasarkan data WHO, lanjut dia, pemalsuan untuk obat-obatan sejak beberapa tahun ini menunjukkan peningkatan. Jika pada 10 tahun lalu, peredaran obat palsu hanya 5%, namun sekarang meningkat 10%.

Pemalsuan di industri obat-obatan, kata dia, dapat menimbulkan dampak yang berbahaya tidak hanya mengganggu kesehatan tetapi juga dapat mengakibatkan kematian.

Menurut Parulian, BPOM sebagai institusi yang menangani masalah pengawasan obat sudah bekerja maksimal, itu terbukti dengan ditangkapnya beberapa pelaku, namun sayangnya dalam proses penegakan hukumnya, seringkali vonis yang dijatuhkan pengadilan tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkannya.

"Ada kalanya hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan, sehingga tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Akibatnya kegiatan pemalsuan terus berlangsung dan makin merajalela," tuturnya.

BPOM membantah

Namun dugaan maraknya peredaran obat palsu di Indonesia dibantah oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Sampurno, dengan alasan tidak ada data pasti soal itu.

Page 10: Sop

Universitas Kristen Petra

71

"Saya tidak dapat mengatakan berapa besar jumlahnya, namun yang pasti tidak sebesar yang dikatakan tersebut [25% dari pasar nasional]," ujarnya.

Dia mengakui peredaran obat palsu di dalam negeri cukup banyak, khususnya yang beredar di pasar gelap seperti di pasar Pramuka dan Jatinegara. Karena itu BPOM meminta kepada masyarakat untuk tidak membeli di tempat-tempat tersebut.

Produk obat yang banyak dipalsukan, kata dia, mayoritas adalah obat yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena potensi pasarnya sangat besar seperti antibiotik, obat antidiabetes, analgesik dan yang lainnya.

"Kami sangat mengharapkan konsumen ikut berperan dalam memberantas peredaran obat itu, dengan membeli obat di apotek tidak di sembarang tempat seperti toko obat atau warung," tuturnya.

Sampurno menerangkan banyak manfaat jika masyarakat membeli obat di apotek, konsumen dapat mengadukan apotek ke pihak berwajib, jika ternyata obat yang dibeli palsu atau mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyakit bertambah parah hingga menyebabkan kematian. (rni) Copyrights @ 2005 PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). All rights reserved

Page 11: Sop

Universitas Kristen Petra

72

Kebijakan Pemerintah Menurunkan Harga Obat Generik Cenderung Populis Konsumen: Tuesday, 30 Nov 2004 15:30:18 WIB Sebagaimana kita ketahui, pemerintah baru-baru ini telah menurunkan harga 29 jenis obat generic dari 153 jenis obat generic. Penurunan ini sebesar 10 – 50%. Sedangkan jumlah obat generic yang beredar saat ini mencapai 205 item. Harga obat generic di Indonesia hingga saat ini cenderung sangat tinggi, ditandai dengan banyaknya obat bermerek yang harganya jauh di bawah obat generic. Konsep pengadaan obat generic oleh pemerintah pada awalnya agar tersedianya obat dengan harga termurah (price leader), namun kini oleh karena adanya kecenderungan kepentingan produsen, harga obat bermerek justru bergeser menjadi harga yang terjangkau. Padahal di hampir semua negara di dunia, harga obat generic merupakan harga terendah yang menjadi harga acuan (benchmark) bagi obat bermerek. Produsen OGB selama ini cenderung banyak menerima keuntungan dengan adanya sistem harga yang diterapkan pemerintah seperti saat ini, yaitu Harga Netto Apotek (HNA) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan mempunyai bentang harga (spread) yang sangat jauh. Oleh karenanya, produsen dapat dengan leluasa memberikan potongan harga (discount) kepada apotek sebesar 20 – 90%. Potongan harga ini tidak dinikmati konsumen, sebab apotek menjual pada kisaran HET seperti yang ditetapkan pemerintah. Walaupun harga obat generic ditetapkan pemerintah namun dalam praktiknya kenyataan ini tidak mutlak demikian. Harga obat generic pada tahap awal berasal dari produsen industri farmasi, lalu diberikan ke bagian registrasi obat Badan POM untuk melengkapi syarat izin edar, kemudian pemerintah menetapkan harga obat generic melalui SK Menteri Kesehatan. Tingginya penetapan harga obat generic selama ini diduga dilakukan oleh produsen karena Departemen Kesehatan tidak pernah melakukan kalkulasi harga yang ditawarkan. Selain kurangnya data harga bahan baku yang dimilki, produsen cenderung melakukan lobby penempatan harga yang tinggi. Bahkan hingga kini banyak obat generic yang tidak termasuk dalam SK Menteri Kesehatan, misalnya : Bisoprolol, Clobetasol, Clobazam, Clomiphen Citrat, Glikuidon, Hyoscine N-Butilbromide, Ketokonazole, Lansoprazole, Meloxicam, Metformin, Mometasone, Piracetam, Simvastatin. Mekanisme harga ini juga menimbulkan kerancuan bagi produsen, yaitu pengajuan harga ditujukan ke Badan POM, padahal penetapan harga obat generic merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan. Oleh karenanya, agar sistem pelayanan obat generic terkontrol, sebaiknya Departemen Kesehatan menetapkan sistem satu pintu. Hal lain yang cukup fatal yaitu tidak adanya informasi bagi konsumen tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) obat generic. Hal ini karena pihak apotek sering menjual obat generic di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, labelisasi harga OGB justru sangat dibutuhkan. Untuk menciptakan keadaan kondusif bagi apotek dan konsumen dalam

Page 12: Sop

Universitas Kristen Petra

73

penyaluran obat generic, Badan POM harus tegas terhadap penyalahgunaan distribusi obat generic, mengingat saat ini obat generic dijual di berbagai tempat, seperti : toko obat, gerobak dorong, dll. Persaingan penjualan antara apotek dan toko obat dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen, yaitu dari harga obat maupun tingkat ketersediaannya. Untuk menekan angka belanja kesehatan di bidang obat, pemerintah sudah saatnya melakukan deregulasi harga obat. Industri farmasi asing (PMA) atau swasta nasional (PMDN) di Indonesia diduga meraup keuntungan sebelum maupun pasca krisis moneter di Indonesia. Jumlah penjualan obat secara nasional tahun ini mencapai 18 trilyun, sedangkan porsi obat generic masih sekitar 3,5 – 4 trilyun per tahun. Pangsa pasar obat generic di Indonesia baru mencapai 4 – 5 % dari total jumlah obat yang beredar. Oleh karenanya, sector penekanan untuk menurunkan biaya obat bagi masyarakat Indonesia sebenarnya terletak pada obat bermerek, bukan obat generic. Obat bermerek yang diproduksi oleh industri farmasi nasional hampir seluruhnya merupakan obat copy. Hampir 80% obat copy harganya ditetapkan menyerupai (setara) dengan harga obat original (innovator atau patent). Oleh sebab itu, keuntungan industri farmasi ini sangat luar biasa. Perusahaan farmasi asing juga diduga banyak melakukan kecurangan dalam penetapan harga obat di Indonesia. Harga obat di Indonesia cenderung setara dengan harga obat di negara maju, misalnya Singapura, Australia, Hongkong, Malaysia, dll. Seharusnya harga obat di Indonesia jauh lebih murah mengingat pendapatan perkapitanya masih rendah, bahkan harga obat di Thailand dan Philipina sebagian jauh lebih murah daripada Indonesia. Pengurangan faktor pajak 10% tidak akan memberikan arti bagi konsumen. Jadi, penurunan harga 29 item obat generic kemarin tidak akan memberikan arti signifikan, selain karena obat tersebut jarang dipakai, kecuali Amoksisilin 500, Kaptopri, Ranitidin, Pirazinamide, dan Siprofloksasin. Bahkan obat Kotrimoksazol pediatric dan Metronidazol 250 sudah jarang ditemukan.

Page 13: Sop

Universitas Kristen Petra

74

6 - 8 Agustus 2005 19 Aug 2005

MANAJEMEN

"Depkes gunakan UU Wabah". Menyukseskan Program imunisasi tahap I pada 30 Agustus dan tahap II 27 September, Depkes menerapkan UU Wabah. Depkes juga meminta agar orangtua yang menolak anaknya divaksin polio agar menandatangani bukti penolakan. UU itu untuk menjerat orang atau kelompok yang mencoba menghalangi program pemberantasan penyakit menular yang masuk dalam KLB seperti polio, demam berdarah, dan pes. Namun, untuk orangtua Depkes mengakui masih sulit menerapkan UU wabah. Karena itu Depkes hanya mewajibkan setiap orangtua menandatangani kertas perjanjian. Mereka siap menanggung resiko apabila nantinya terkena polio. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat dapat menyadari pentingnya imunisasi bagi balita. Sebab, seratus persen dapat dipastikan akan terkena, kecuali dia memiliki kekebalan tubuh yang sangat tinggi, Ujar Dr. I Nyoman Kandun, MPH, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes. (Hr. Indo Pos 7/8/05)

"Johannes Leimena diusulkan menjadi pahlawan nasional". Dr. Johannes Leimena, pakar kesehatan diusulkan diabadikan sebagai pahlawan nasional. Sebab Leimena adalah tokoh yang memperkenalkan konsep pengobatan rujukan di rumah sakit pada jaman Belanda. Menurut Menkes Siti Fadilah Supari, sistem pengobatan berjenjang yang diusulkan Leimena telah memberikan inspirasi bagi pemerintah untuk lebih mengembangkan Puskesmas disetiap kelurahan atau kecamatan. (Hr. Pos Kota 8/8/05)

KESEHATAN MASYARAKAT

"Atasi gizi buruk tidak selalu terkait ekonomi". Direktur Gizi Masyarakat Depkes, dr. Rachmi Untoro MPH mengatakan Masalah gizi buruk tidak selalu terkait dengan masalah kondisi ekonomi, tetapi pengetahuan dan kreativitas para ibu tentang gizi dan kesehatan harus ditingkatkan. Artinya, mengatasi masalah gizi buruk tidak selalu dengan biaya mahal. Contohnya negara Vietnam sama dengan Indonesia tetapi disana kondisi gizinya lebih baik dari Indonesia. Masyarakat Vietnam sudah pandai memanfaatkan makanan lokal seperti siput. Hal yang sama bisa dilakukan di Indonesia, karena disini sumber protein berlimpah> (Hr. Pelita 5/8/05)

"Banyak anggota masyarakat menderita penyakit katarak". Ketua Ikatan Dokter Mata Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Prof. Dr. Suharjo mengatakan salah satu penyebab masih tingginya jumlah penderita katarak di Indonesia yakni karena persoalan kemiskinan. Banyak anggota masyarakat yang menderita katarak, sehubungan dirinya tidak mampu mengobati dan membayar biaya operasi. Hasil survei yang dilakukan bagian mata RS Dr. Sardjito Yogyakarta

Page 14: Sop

Universitas Kristen Petra

75

menunjukkan tingkat kebutaan populasi dewasa sebesar 1,43%. Dari jumlah itu, sebanyak 1,02% diantaranya disebabkan katarak.

PELAYANAN MEDIK

"Rumah Sakit Cengkareng tolak bocah DBD kritis". Gunawan (5), warga Pojok Kalideres, Jakarta Barat, yang mengalami kondisi kritis karena demam berdarah, ditolak RS Cengkareng karena alasan ruangan penuh. Mohamad Tohan, 35, orangtua Gunawan, karena merasa tidak ada harapan Tohapun meminta bantuan ke perawat untuk bisa menghubungi beberapa rumah sakit terdekat. Dia lalu minta bantuan ke pihak RS untuk diantarkan ke RS Budi Asih dengan ambulans. Sayangnya pihak RS pun enggan meminjamkan ambulans. Menurut Toha, Mantri ini malah mengatakan kalau mau bayar mahal dan harganya berkisar Rp. 1,8 jutaan. "Mungkin waktu itu saya kelihatan kumuh, jadi kelihatan banget orang miskinnya", kata Toha. (Hr. Pelita, Hr. Suara Karya 8/8/05, Koran Tempo 6/8/05)

"RS Honoris bantah lakukan malapraktik". Manajemen RS Honoris, di Tangerang, membantah telah melakukan malapraktik, karena yang dilakukan justru tindakan menyelamatkan jiwa pasien, Cicilia Djarwadi (71)tidak sadarkan diri ketika berada di ruang operasi. Bantahan melakukan malpraktik itu karena operasi katarak yang direncanakan dilakukan belum terjadi. Demikian dikemukakan pihak RS Honoris dalam jumpa pers di kantor pengacara OC Kaligis menanggapi gugatan Retno Pancawati, anak dari Cicilia Djarwadi. Menurut OC Kaligis, kliennya belum melakukan operasi katarak. Yang dilakukan adalah tindakan menyelamatkan jiwa pasien karena sebelum operasi dilakukan, pasien mengalami stroke dan tidak sadarkan diri. (Hr. Suara Pembaruan, Rakyat Nusantara 5/8/05)

"3 Rumah sakit Pemprov DKI jadi Badan Layanan Umum". Tiga RS daerah yang statusnya sudah jadi PT, saat ini sedang dalam pengkajian untuk menjadi BLU. Kadinkes DKI Jakarta, Chalik Masulili mengatakan sedang menyusun rekomendasi ke pimpinan, apakah RS milik Pemprov yang sudah berstatus PT akan segera jadi BLU atau menunggu masa uji coba lima tahun selesai. Dia menjelaskan, jika RS Pasar Rebo, RS Cengkareng dan RS Haji diputuskan menjadi BLU, maka hal itu akan dilakukan secepatnya. (Hr. Suara Karya 8/8/05)

"Perizinan Apotek perlu standar nasional". Salah satu rekomendasi dalam penutupan Rapat Kerja Nasional Bidang Farmasi yang diadakan GP Farmasi menyebutkan Tata cara pemberian izin apotek oleh Dinkes kabupaten atau kota memerlukan standar nasional. Agar obat-obatan mudah dijangkau masyarakat, pemerintah sebaiknya mempermudah prosedur perizinan, khususnya toko obat yang hendak meningkatkan status menjadi apotek. Sementara Linda, anggota GP Farmasi mengungkapkan, sejak otonomi daerah, kewenangan pemberian izin diserahkan kepada Dinkes tingkat kota atau kabupaten. Mereka membuat persyaratannya sendiri-sendiri, bahkan biaya registrasi yang mencekik. Departemen Kesehatan tampaknya menyerahkan kewenangan perizinan begitu saja, tanpa mengawasi praktiknya di lapangan. (Hr. Kompas 8/8/05)

Page 15: Sop

Universitas Kristen Petra

76

"Biaya produksi obat terpengaruh kenaikan tarif energi". Kalangan industri pengusaha obat memperkirakan harga obat bisa naik hingga 10%, menyusul rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik serta BBM. Ketua Umum GP Farmasi Anthony Ch Sunaryo mengatakan kenaikan TDL dan BBM akan mempengaruhi proses produksi pembuatan obat-obatan serta biaya-biaya lainnya dan ini memberatkan. Dampak kenaikan tersebut juga akan berpengaruh terhadap komponen lainnya seperti biaya transport. Komponen lain yang menyebabkan kenaikan harga obat, adalah menguatnya dolar AS (Hr. Sinar Harapan 5/8/05)

"Menkes minta produsen cantumkan harga obat di setiap kemasan". Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari meminta semua produsen obat mencantumkan harga obat pada setiap bandrol kemasan. Hal ini dilakukan agar masyarakat bisa mengontrol setiap ada kenaikan harga obat. Menurut Menkes, selama ini masyarakat sangat buta terhadap harga obat yang ditetapkan oleh produsen. Ini membuat peluang mark up terhadap harga obat. Kondisi ini merugikan rakyat. (Hr. Pos Kota 7/8/05)

P 2 M & PL DAN LITBANGKES

"Kalsel rawan demam berdarah". Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dr. I. Nyoman Kandun MPH, mengingatkan masyarakat Kalimantan Selatan mewaspadai kasus demam berdarah dengue. Kalsel adalah daerah rawa dan hutan. Hal itu merupakan tempat rawan penyebaran penyakit DB dan malaria. Penyakit lain juga berpotensi berkembang di sini. Ini terjadi akibat perilaku masyarakat yang kurang sehat. (Hr. Pelita 8/8/05)

"DBD 2005 aneh, 57 orang tewas". Gejala serangan virus DBD di Jakarta tahun ini tergolong aneh. Virus itu menyerang seiring perubahan cuaca yang tidak menentu - ditandai panas dan hujan berselingan. Kadinkes DKI CHalik Masulili mengatakan seharusnya memasuki bulan ketujuh, serangan DBD menurun. Namun, kenyataannya saat ini terjadi peningkatan. Sepanjang tahun ini atau hingga memasuki minggu ke-31, serangan DBD di Jakarta sudah memakan korban 10.797 orang dengan korban meninggal 57 orang. (Hr. Warta Kota 6/8/05)

"Menkes minta media akurat". Demi suksesnya eradikasi polio, Menkes Siti Fadilah Supari meminta media massa agar akurat dalam memberitakan program imunisasi. Dengan demikian, masyarakat tidak takut untuk mengimunisasikan anak-anaknya, karena imunisasi masih menjadi cara efektif untuk memutus rantai penularan polio. Menurut Menkes, adanya tayangan televisi tentang anak balita yang meninggal sehabis divaksinasi polio, betul-betul memukul program imunisasi putaran kedua. Padahal, kenyataannya anak itu meninggal bukan karena mendapat vaksin polio. (Hr. Kompas 8/8/05)