SOP Difteri2056

5
Administrasi DIFTERI NO. DOKUMEN 02.01.11/ SPO/YNM/2014 NO. REVISI 1 HALAMAN 1/4 STANDAR PELAYANAN MEDIS Tanggal terbit Ditetapkan, DIREKTUR RS MITRA SEHAT MEDIKA PANDAAN Dr. IQBAL SAYYIDIL AFFAN PURBA PENGERTIAN : Difteria adalah penyakit akut yang disebabkan oleh kuman corynebacterium diphteriae, yang mudah sekali menular. Pada umumnya menyerang saluran napas bagian atas, ditandai dengan adanya pembentukan pseudomembran yang khas, berwarna putih keabuan yang sukar dilepaskan serta mudah berdarah. TUJUAN : Melaksanakan pelayanan Ilmu Kesehatan Anak yang komprehensif, cepat, tepat, akurat dan optimal. KEBIJAKAN : 1. Pelayanan penderita rawat inap anak dan rawat inap lainnya. 2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA), dokter umum, perawat dan tenaga penunjang medik PROSEDUR : I. Faktor Risiko/ dan predisposisi Difteria tersebar luas di seluruh dunia. Angka kejadian menurun secara nyata setelah perang dunia II, setelah penggunaan toksoid difteria. Demikian pula terdapat penurunan angka mortalitas berkisar antara 5-10%. 1

description

semogamanfaat

Transcript of SOP Difteri2056

Page 1: SOP Difteri2056

Administrasi

DIFTERI

NO. DOKUMEN

02.01.11/SPO/YNM/2014

NO. REVISI

1

HALAMAN

1/4

STANDAR PELAYANAN

MEDIS

Tanggal terbit

Ditetapkan, DIREKTUR

RS MITRA SEHAT MEDIKA PANDAAN

Dr. IQBAL SAYYIDIL AFFAN PURBA

PENGERTIAN :Difteria adalah penyakit akut yang disebabkan oleh kuman corynebacterium diphteriae, yang mudah sekali menular. Pada umumnya menyerang saluran napas bagian atas, ditandai dengan adanya pembentukan pseudomembran yang khas, berwarna putih keabuan yang sukar dilepaskan serta mudah berdarah.

TUJUAN :Melaksanakan pelayanan Ilmu Kesehatan Anak yang komprehensif, cepat, tepat, akurat dan optimal.

KEBIJAKAN :1. Pelayanan penderita rawat inap anak dan rawat inap lainnya.2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA), dokter

umum, perawat dan tenaga penunjang medik

PROSEDUR :I. Faktor Risiko/ dan predisposisi

Difteria tersebar luas di seluruh dunia. Angka kejadian menurun secara nyata setelah perang dunia II, setelah penggunaan toksoid difteria. Demikian pula terdapat penurunan angka mortalitas berkisar antara 5-10%.Delapan puluh persen kasus terjadi di bawah 15 tahun, meskipun demikian dalam suatu wabah angka kejadian menurut umur tergantung status imunitas populasi setempat. Faktor sosial ekonomi, overcrowding, nutrisi yang jelek. terbatasnya fasilitas kesehatan merupakan faktor penting terjadinya penyakit ini.

II. Gambaran KlinikBerdasarkan lokalisasi lesi dan komplikasi, maka secara klinis dibedakan derajat penyakit, adalah :

Difteri ringan :Bila terdapat difteri pada lidah, mulut, tonsil, tanpa bullneck.

Difteri sedangBila terdapat difteri pada taring dan faring, tanpa bull-neck

Difteri berat

1

Page 2: SOP Difteri2056

Administrasi

DIFTERI

NO. DOKUMEN

02.01.11/SPO/YNM/2014

NO. REVISI

1

HALAMAN

2/4

Bila dijumpai difteri pada laring/faring dan faucial/tonsil yang disertai bullneck, atau sudah ada miokarditis.

III. Diagnosis

Anamnesis Panas sub febril, biasanya 2-4 hari Batuk, pilek dan sakit telan Anak tidur ngorok. yang sebelumnya tidak pernah ngorok Perubahan suara pada anak sampai bindeng

Pemeriksaan fisik Ditemukan bercak putih keabuan sukar diangkat serta mudah berdarah Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai tanda-tanda. sumbatanjalan

napas. Tingkat keparahan sumbatan jalan nafas ini ditentukan sesuai dengan derajat Jackson.

LaboratoriumDitemukan kuman difteri pada pada pengecatan usapan dari bercaknya. Biakan kuman difteri positifKombinasi keduanya.

IV. Terapi :1.Perawatan2.Terapi Dietetik3.Terapi Medikamentosa

o DAT (Difteri Anti Toksin) adalah obat utama dalam pengelolaan penderita. Pemberian antitoksin harus segera dikerjakan sebelum ada hasil alboratorium karena DAT ini dapat mengikat toksin yang beredar dalam darah. DAT adalah serum anti toksin, maka harus dilakukan tes kulit dan mata dahulu untuk mengetahui apakah penderita alergi terhadap DAT. Pemberian secara intravena lebih menguntungkan dibandingkan dengan pemberian intramuskuler (Krugman,1979), karena bila diberikan secara intravena maka :1. Kadar optimal dicapai .dalam 30 menit setelah pemberian sedangkan

bila diberikan intramuskuler, kadar tesebut baru tercapai setelah 4 hari.

2. gambaran ekskresi DAT yang diberikan secara intravena sama dengan bila diberikan secara intramuskuler.

3. pada pemberian intravena angka kematian menjadi kecil, angka miokarditis menjadi berkurang dan kemudian pula halnya dengan angka kejadian neuritis.

2

Page 3: SOP Difteri2056

Administrasi

DIFTERI

NO. DOKUMEN

02.01.11/SPO/YNM/2014

NO. REVISI

1

HALAMAN

3/4

Tentang dosis DAT sangat berbeda dalam berbagai kepustakaan. Menurut Feigin RD (dalam Nelson Textbook of pediatrics) sebagai berikut :

untuk difteri nasal atau faring yang ringan diberikan dosis 40.0()0 Unit untuk sedang diberikan dosis 80.000 Unit untuk kasus-kasus difteri faring dan laring yang berat dapat diberikan

sampai 120.000 unit Dosis yang disebutkan terakhir ini juga ditujukan untuk kasus yang sudah ada komplikasi dan edema (bull-neck) yang sudah lebih dari 48 jam. Diberikan dalam 1 kali pemberian secara iv.

o Antibiotika ditujukan untuk membunuh kuman difteri. Agar lidak dapat lagi menghasilkan eksoloksin. Untuk ini obat adalah Penisilin dengan dosis 50.000 U/kgBB/hr diberikan secra inlramuskuler selama 7 liari berturut-turut.

o Pemberian sedativa masih perlu mengistirahatkan penderita. Diberikan luminal 3-5 mg/kgBB/24 jam dapat mengurangi kemungkinan terjadinya miokarditis.

o Imunisasi perlu diberikan 3 bulan setelah dinyatakan sembuh, karena penelitian menunjukkan bahwa setengah dari penderita yang sudah sembuh dari difteri masih mungkin mengalami reinfeksi, karena imunitas yang diperoleh setelah menderita penyakit ini masih belum memadai.

o Pada miookarditis diberikan kortikosteroid dosis tinggi secara intravena (2-3 mg/kgBB/hari) dan pemberian ATP

V. Pemantauan

1. Pemantauan kemungkinan terjadinya komplikasi perlu dilakukan2. EKG perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada komplikasi miokarditis.

Biasanya EKG dilakukan menjelang minggu kedua dari sakil penderita. Bila ditemukan gambaran EKG mengarah pada miokarditis, maka EKG diulang setiap hari untuk memantau perkembangan miokarditisnya. Bila perlu, setelah penderita keluar dari isolasi, dipindahkan ke ruang perawatan jantung.

3. Di samping EKG juga pemeriksaan SGOT, SGPT dan CKMB untuk memantau terjadinya kerusakan pada otot jantung

4. Adanya perubahan suara anak, mungkin adanya paralise/parse syaraf di daerah muka. Biasanya terjadi pada minggu keempat sampai keenam, perlu konsultasi dengan bagian THT

5. Pemeriksaan urine dilakukan untuk memantau kemungkinan terjadinya komplikasi ginjal.

VI. Prognosis :1.Bila tidak ada komplikasi, maka prognosisnya baik.

3

Page 4: SOP Difteri2056

Administrasi

DIFTERI

NO. DOKUMEN

02.01.11/SPO/YNM/2014

NO. REVISI

1

HALAMAN

4/4

2.Prognosis memburuk bila penderita datang dengan komplikasi yang sudah berlangsung lebih dari 48 jam

UNIT TERKAIT :1. SMF ANAK2. IRNA3. Inst. Laboratorium4. Inst. Radiologi

4