Sokola Rimba

10
Film Sokola Rimba tekankan maksud pendidikan yang berbeda dengan Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Prisia Nasution jadi pemeran tokoh utamanya, Butet Manurung. Jadilah cerita tentang Butet Manurung (diperankan Prisia Nasution) yang sudah tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di daerah Jambi. Tugasnya adalah mengajarkan baca, tulis dan menghitung kepada anak-anak Orang Rimba yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan Bukit Duabelas. Karena diselamatkan oleh Nyungsang Bungo ketika Butet diserang malaria di tengah rimba, muncul keinginan untuk mengajar anak-anak Orang Rimba yang tinggal di hilir sungai Makekal. Bungo memang berasal dari hilir yang jaraknya sekitar tujuh jam berjalan kaki dari tempat Butet mengajar. Bungo juga rupanya ingin belajar kepada Butet supaya bisa memahami isi gulungan kertas yang kerap dia bawa-bawa. Sayangnya, saat Butet berhasil masuk ke kelompok rombong Bungo di hilir sungai Makekal dan mulai mengajar di sana, muncul rintangan. Bahar (Rukman Rosadi), bosnya di lembaga tempat dia bekerja, tak merestui niat Butet. Ditambah lagi, ada kepercayaan yang diyakini rombong di mana Bungo hidup, yakni belajar baca tulis dan menghitung bisa munculkan malapetaka. Prisia cepat diterima oleh anak-anak Orang Rimba sebagai ibu guru Butet. Film Sokola Rimba yang berlatar waktu tak lama setelah masa reformasi bergulir itu mengetengahkan perjuangan Butet Manurung supaya dia bisa mengajar anak-anak Orang Rimba di hilir sungai Makekal. Dia tak mau mengecewakan Bungo, yang punya kecerdasan di atas rata-rata. Berbarengan dengan itu, Butet juga tak ingin terpisahkan dari masyarakat Orang Rimba yang sudah kadung dicintainya itu. Di mata Riri Riza, cerita Sokola Rimba menjadi menarik karena memuat dilema, rasa khawatir, ketakutan yang menimpa para tokohnya. Cerita seperti ini juga memiliki komponen lengkap untuk sebuah film drama. "Saya nggak berniat untuk buat film action atau film yang lebih keras. Yang penting adalah ada cerita tentang zaman kita. Ada hal relevan dalam film ini yang bisa membuat orang berpikir tentang situasi saat ini, soal lingkungan, masyarakat

description

SOKOLA RIMBA

Transcript of Sokola Rimba

  • Film Sokola Rimba tekankan maksud pendidikan yang

    berbeda dengan Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Prisia

    Nasution jadi pemeran tokoh utamanya, Butet Manurung.

    Jadilah cerita tentang Butet Manurung (diperankan Prisia Nasution) yang sudah tiga tahun

    bekerja di sebuah lembaga konservasi di daerah Jambi. Tugasnya adalah mengajarkan baca,

    tulis dan menghitung kepada anak-anak Orang Rimba yang tinggal di hulu sungai Makekal

    di hutan Bukit Duabelas. Karena diselamatkan oleh Nyungsang Bungo ketika Butet diserang

    malaria di tengah rimba, muncul keinginan untuk mengajar anak-anak Orang Rimba yang

    tinggal di hilir sungai Makekal.

    Bungo memang berasal dari hilir yang jaraknya sekitar tujuh jam berjalan kaki dari tempat

    Butet mengajar. Bungo juga rupanya ingin belajar kepada Butet supaya bisa memahami isi

    gulungan kertas yang kerap dia bawa-bawa. Sayangnya, saat Butet berhasil masuk ke

    kelompok rombong Bungo di hilir sungai Makekal dan mulai mengajar di sana, muncul

    rintangan. Bahar (Rukman Rosadi), bosnya di lembaga tempat dia bekerja, tak merestui niat

    Butet. Ditambah lagi, ada kepercayaan yang diyakini rombong di mana Bungo hidup, yakni

    belajar baca tulis dan menghitung bisa munculkan malapetaka.

    Prisia cepat diterima oleh anak-anak Orang Rimba sebagai ibu guru Butet.

    Film Sokola Rimba yang berlatar waktu tak lama setelah masa reformasi bergulir itu

    mengetengahkan perjuangan Butet Manurung supaya dia bisa mengajar anak-anak Orang

    Rimba di hilir sungai Makekal. Dia tak mau mengecewakan Bungo, yang punya kecerdasan

    di atas rata-rata. Berbarengan dengan itu, Butet juga tak ingin terpisahkan dari masyarakat

    Orang Rimba yang sudah kadung dicintainya itu.

    Di mata Riri Riza, cerita Sokola Rimba menjadi menarik karena memuat dilema, rasa

    khawatir, ketakutan yang menimpa para tokohnya. Cerita seperti ini juga memiliki komponen

    lengkap untuk sebuah film drama. "Saya nggak berniat untuk buat film action atau film yang

    lebih keras. Yang penting adalah ada cerita tentang zaman kita. Ada hal relevan dalam film

    ini yang bisa membuat orang berpikir tentang situasi saat ini, soal lingkungan, masyarakat

  • adat, tentang komunitas yang hidup dengan keyakinannya sendiri yang sering

    disalahpahami," jelas Riri.

    Sinopsis dan Alur Cerita Film Sokola Rimba (2013)

    Film ini mengajarkan kita akan pentingnya pendidikan bagi masa depan seseorang. Banyak

    masyarakat di pedalaman yang belum mendapat akses pendidikan yang layak sampai-sampai

    mereka menganggap pendidikan adalah hal yang dapat membawa bencana.

    Beginilah alur cerita film ini :

    Butet Manurung (Prisia Nasution) bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi selama

    hampir 3 tahun. Disinilah ia telah menemukan cita-cita dalam hidupnya yaitu mengajarkan baca tulis

    dan menghitung kepada anak - anak suku anak dalam atau yang lebih dikenal sebagai Orang Rimba.

    Suku ini tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas. Suatu hari Butet terkena penyakit

    malaria di tengah hutan, seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Anak itu bernama

    Nyungsang Bungo. Ia berasal dari Hilir sungai Makekal, yang berjarak sekitar 7 jam perjalanan untuk

    bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar.

    Secara sembunyi-sembunyi, Bungo telah lama memperhatikan cara Butet mengajar membaca. Ia

    membawa kertas perjanjian yang telah di 'cap jempol' oleh kepala adatnya, sebuah surat

    persetujuan orang-orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka.

    Bungo ingin belajar membaca dengan ibu guru Butet agar dapat membaca surat perjanjian

    itu. Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet agar memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir

    sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu dari tempatnya bekerja, maupun

    dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa

    malapetaka bagi mereka. Butet mencari segala cara agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga

    malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari

    masyarakat Rimba yang dicintainya. Dapatkah ia kembali?

    Produser, Sutradara, dan Pemain Film Sokola Rimba (2013)

    Produser : Mira Lesmana

    Sutradara : Riri Riza

    Aktor dan Aktris : Prisia Nasution, Rukman Rosadi, Nadhira Suryadi, Nyungsang Bungo, Nengkabau

    9 WIB

    Kabar Terkait

    Film Sang Pemberani: Mengambil Latar Belakang Peristiwa Tsunami Aceh

  • Festival Film Indie 2014 Perebutkan 12 Kategori Terbaik

    Film Hijabers In Love Gelar Lomba Casting Online

    "A Long Way to Go, Kisah Transgender Muslim, Karya Sineas Indonesia Curi Perhatian di Festival Film

    London

    6 Maret Tayang Di Bisokop, Ini Sinopsis Aku Cinta Kamu

    Film Aku Cinta Kamu Siap Tayang, Terinspirasi Lagu Piyu Padi

    Antara

    Prisia Nasution dalam film Sokola Rimba

    Kabar24.com, JAKARTA- Produser Mira Lesmana dan penulis skenario Riri Riza

    menuangkan kisah anak-anak suku pedalaman Hutan Bukit Duabelas, Jambi, lewat film yang

    diadaptasi dari buku Sokola Rimba.

    "Ini adalah suara kecil dari pedalaman rimba di Jambi, semoga bisa terdengar luas," kata

    Mira sebelum pemutaran perdana film Sokola Rimba di Jakarta, Selasa (12/11).

    Kisah Butet Manurung, antropolog penerima penghargaan Time Asia Hero 2004, saat

    menjadi guru bagi anak-anak rimba dalam film itu memang tidak persis sama dengan cerita

    dalam buku Sokola Rimba.

    Riri Riza hanya menuangkan aspek-aspek menarik dalam buku ke dalam film berdurasi 90

    menit tersebut dan menambahkan dramatisasi serta tokoh rekaan ke dalamnya.

    Namun film itu tetap mengusung isi inti buku Sokola Rimba, tentang kepedulian Butet pada

    kaum marjinal yang terdesak arus perubahan dan modernisasi.

  • Dalam film itu, Butet, yang diperankan Prisia Nasution, mencoba mengajarkan ilmu yang

    bermanfaat bagi kehidupan masyarakat rimba, seperti baca tulis dan berhitung, agar mereka

    tidak tergilas oleh tekanan dunia luar.

    Dia kemudian bertemu dengan seorang anak bernama Nyungsang Bungo yang menunjukkan

    ketertarikan untuk belajar.

    Bersama anak-anak lain seperti Beindah dan Nengkabau, Nyungsang Bungo melahap

    pelajaran dari Butet di sela kegiatan mereka di rimba.

    Upaya Butet tidak sepenuhnya mulus karena masih banyak kelompok rimba yang percaya

    bahwa belajar baca tulis melanggar adat dan dapat menyebabkan malapetaka.

    Film itu juga menggambarkan kehidupan orang rimba yang belum banyak diketahui, seperti

    ritual memanjat pohon untuk mengambil madu. (Antara)

    Editor: Andhina Wulandari

    Sokola Rimba Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

    Sokola Rimba

  • Poster film

    Sutradara Riri Riza

    Produser Mira Lesmana

    Pemeran

    Prisia Nasution

    Rukman Rosadi

    Nadhira Suryadi

    Nyungsang Bungo

    Distributor Visi Lintas Films

    Tanggal rilis 21 November 2013

    Durasi 90 menit

    Negara

    Bahasa Bahasa Indonesia

    Sokola Rimba adalah film drama Indonesia tahun 2013. Film ini dibintangi oleh Prisia

    Nasution dan Nyungsang Bungo.

    Sinopsis

    Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet

    Manurung (Prisia Nasution) telah menemukan hidup yang diinginkannya, mengajarkan baca

    tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku anak dalam, yang dikenal sebagai

    Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas.

    Hingga suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan, seorang anak tak dikenal

    datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (Nyungsang Bungo) nama anak itu, berasal

    dari Hilir sungai Makekal, yang jaraknya sekitar 7 jam perjalanan untuk bisa mencapai hulu

    sungai, tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan Ibu guru Butet

    mengajar membaca. Ia membawa segulung kertas perjanjian yang telah dicap jempol oleh kepala adatnya, sebuah surat persetujuan orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka.

    Bungo ingin belajar membaca dengan Butet agar dapat membaca surat perjanjian itu.

    Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah

    hilir sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu baik dari tempatnya

    bekerja, maupun dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis

    bias membawa malapetaka bagi mereka.

    Namun melihat keteguhan hati Bungo dan kecerdasannya membuat Butet mencari segala cara

    agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo

    betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.[1]

  • TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Hari ini, (21/11/2013) film "Sokola Rimba" bakal tayang

    serentak di 29 kota se-Indonesia. Di Jambi, premier film terbaru karya Riri Riza dan Mira

    Lesmana ini lebih spesial.

    Selain dihadiri dua sineas kondang itu, sederet tokoh penting di balik suksesnya film tersebut

    juga dijadwalkan menonton langsung pemutaran perdana di Jambi.

    Mereka adalah Prisia Nasution selaku pemeran utama, dan Butet Manurung selaku penulis

    buku sekaligus inspirator dalam film ini. Rombongan tersebut sudah tiba di Jambi sejak Rabu

    (20/11) siang.

    Mereka menumpang pesawat Garuda Indonesia dan tiba di Bandara Sultan Thaha Jambi

    sekitar pukul 14.00 WIB. Di hadapan para awak media, Riri Riza menyampaikan bahwa ia

    mengaku senang karena dapat mengikuti pemutaran film perdana di tempat pembuatan film

    itu dilakukan.

    "Kami senang sekali dan berterima kasih diberi kesempatan untuk mengadakan pemutaran di

    tempat dimana film ini hampir bisa dikatakan 95 persen dari lokasi pengambilan gambarnya

    dilakukan di Provinsi Jambi. Tepatnya di kabupaten Merangin dan muara Tebo," katanya.

    Hal ini menurutnya spesial, karena sebuah film yang diputar di tempat film itu dibuat

    memiliki kepuasan tersendiri. Ia juga bisa melihat respon masyarakat setempat mengenai film

    tersebut.

    "Sangat spesial kalau sebuah film yang diproduksi dilakukan pengambilan gambarnya atau

    setting ceritanya itu diputar perdana itu di tempat dimana video itu dibuat. Kami senang

    sekali ada di sini hari ini dan esok," ujar pemilik nama asli Mohammad Rivai Riza ini.

    Selain spesial buat Riri, premier Sokola Rimba di Jambi juga spesial bagi pecinta film di

    Jambi sendiri. Pasalnya, duet sineas tersebut akan memutar film Sokola Rimba satu jam lebih

    awal dari seluruh tempat pemutaran di Indonesia. Hal itu dikatakan produser Sokola Rimba,

    Mira Lesmana, kemarin.

    "Serentak seluruh Indonesia di 29 kota. Besok kita akan adakan pemutaran sebelum jam

    bioskop dimulai. Jadi jam 9 pagi, mungkin akan sama juga pak gubernur," paparnya.

    Sokola Rimba merupakan sebuah film terbaru karya sutradara Riri Riza dan diproduseri oleh

    Mira Lesmana. Film ini merupakan drama yang sarat akan unsur pendidikan dan

    kemanusiaan.

    Dibintangi oleh Prisia Nasution, cerita film Sokola Rimba ini diangkat dari kisah nyata dan

    sebagian melibatkan sejumlah warga suku Anak Dalam serta film Sokola Rimba ini

    menggunakan dialek warga Rimba.

    Selain di Jakarta, film ini banyak mengambil setting di hutan bukit duabelas selama 14 hari,

    dengan membawa tim sekitar 35 orang dari Jakarta ditambah dukungan tim lokal sekitar 15

    orang. Pemain dari hutan bukit duabelas yang terlibat hampir 80 orang. Film ini

    menghabiskan dana hingga Rp 4,8 miliar.

    Banyak tantangan

  • Masuk hutan untuk melakukan syuting baru pertama kali dilakukan Prisia Nasution. Namun

    perempuan kelahiran 1 Juni itu mengaku senang dan betah selama menjalani syuting di hutan

    Bukit Duabelas hingga dua minggu lamanya.

    "Saya sebelumnya belum pernah masuk hutan untuk melakukan proses syuting jadi ini

    pertama kalinya masuk ke rimba dengan harus beradegan," paparnya saat ditemui di ruang

    kedatangan VIP bandara Sultan Thaha, Rabu (20/11) siang.

    Namun menurutnya kehidupan di dalam hutan tidak seburuk yang ia bayangkan. Perempuan

    yang akrab disapa Phia ini juga mengaku menemukan banyak hal positif selama berada di

    dalam hutan, salah satunya ia lebih fokus melakukan syuting. Ia juga belajar langsung

    mengenai kehidupan masyarakat rimba secara langsung.

    Memerankan tokoh Butet Manurung, perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi

    masyarakat suku anak dalam, mengharuskannya melakukan apa yang dialami pemeran

    aslinya, termasuk mandi di sebuah sungai kecil dengan ruang yang terbuka.

    "Iya ikut (mandi.red), seru juga, airnya dingin. Tapi kita di camp juga ada air di bilik untuk

    ambil air atau mandi," lanjutnya.

    Menjadi tokoh utama dalam film Sokola Rimba menurutnya merupakan hal menyenangkan

    sekaligus penuh tantangan baginya. Berbeda dengan cerita drama fiksi yang cukup sering ia

    perankan, film yang ia bintangi saat ini diadaptasi dari cerita nyata dengan tokoh asli yang

    masih hidup dan eksis.

    "Saya kan memerankan tokoh yang masih ada dan masih aktif itu sudah kesulitan tersendiri,

    gitu. Gimana nanti orang nanti melihatnya di sini Butet Manurung bukan Prisia Nasution

    udah tantangan tersendiri." ujarnya.

    Tantangan lain yang dirasakan adalah membuat anak-anak Suku Anak Dalam merasa dekat

    dengannya seolah-olah menjadi guru yang sebenarnya. Hal itu menurutnya membutuhkan

    pendekatan khusus. Ia harus berbaur dengan anak-anak serta orang tua rimba asli.

    "Bagaimana caranya mereka anak-anak rimbanya bisa menerima saya sebagai ibu guru

    mereka juga. Bagaimana kita baru kenal tapi mereka harus bisa bilang ibu guru padahal yang

    dipanggil bu guru kak Butet sendiri," pungkasnya.

    Film Sokola Rimba: beda tapi tetap seru November 23, 2013 by Aar 4 Comments

    Membaca buku dan menonton film adalah dua hal yang berbeda. Aku sadar sepenuhnya

    tentang itu.

  • Saat membaca, kita memiliki ruang imajinasi yang luas untuk berkhayal sesuai gambaran

    kita. Demikian pula, kita memiliki banyak kesempatan untuk merenungkan pertanyaan-

    pertanyaan dan kontemplasi penulis.

    Sebaliknya, menonton film adalah membuka diri terhadap imaji dan sentuhan emosi yang

    dibangun dari gambar, dialog, dan suasana yang terbangun bersama penataan suara.

    Sensasinya berbeda dari membaca buku.

    Berbeda itu ya berbeda. Tak lebih baik. Tak pula lebih buruk. Mungkin seperti merasakan

    apel dan jeruk.

    Begitulah sudut pandangku saat berniat menonton film Sokola Rimba yang diadaptasi dari

    buku Sokola Rimba karya Butet Manurung.

    Tapi tak dapat dipungkiri, sejak awal aku penasaran; sudut pandang dan plot seperti apa yang

    dibangun Riri Riza (sutradara) dan Mira Lesmana (produser) untuk film Sokola Rimba ini.

    Apakah film ini akan berkisah tentang proses Butet yang pada awalnya ditolak oleh Orang

    Rimba hingga kemudian diterima dan mendirikan Sokola Rimba? Apakah film ini akan

    menekankan pada keunikan Sokola Rimba yang menghadirkan pendidikan yang berbeda dari

    sekolah umum? Ataukah film ini akan bercerita tentang keindahan Taman Nasional Bukit

    Duabelas yang eksotik?

    Apakah ini film tentang kemanusiaan? Film romantika keindahan alam? Film perjuangan

    lingkungan? Film tentang perjuangan? Atau apa?

    Pilihan pasti harus dibuat. Dan di sinilah hal yang menarik buatku untuk menikmati tafsir

    sutradara dan produser sekelas Riri Riza dan Mira Lesmana terhadap buku Sokola Rimba.

    ***

    Satu hal yang mengejutkan aku, dialog dalam film ini menggunakan bahasa Orang Rimba

    seperti apa adanya, dengan sub title dalam bahasa Inggris. Bahasa Indonesia hanya digunakan

    kalau memang dialognya di kantor LSM Wanaraya (sebagai pengganti nama Warsi) atau di

    kota.

  • Ini keren! Penonton disajikan bahasa visual, dengan bahasa hanya menjadi instrumen

    pendukung yang tak menjadi penghalang untuk menikmati bangunan cerita dalam film. Salut

    untuk Prisia Nasution (pemeran Butet Manurung) yang terlihat sangat fasih berbahasa Orang

    Rimba dan memerankan dengan baik Butet Manurung. Dia sudah mengerjakan PR-nya

    dengan baik, sebuah profesionalitas yang patut diacungi jempol.

    Plot film Sokola Rimba ini dibangun berdasarkan dua kisah. Yang pertama adalah interaksi

    antara Butet-Bungo-Orang Rimba dalam konteks belajar/bersekolah. Bungo adalah seorang

    anak rimba yang berasal dari suku di hilir sungai Makekal. Bungo terus membuntuti Butet walaupun jarak antara tempat tinggalnya dengan tempat Butet mengajar di hulu

    membutuhkan perjalanan tujuh jam.

    Plot kedua disusun berdasarkan konflik antara LSM Wanaraya dengan Butet. Sudut pandang

    berbeda antara LSM Wanaraya yang mementingkan konservasi hutan dan Butet yang

    mementingkan pemberdayaan manusia melahirkan konflik alami. Apalagi dalam konteks

    benturan inisiatif pribadi idealis dengan kehidupan organisasi yang tergantung pada batasan

    kegiatan yang disepakati dengan donor.

    ***

  • Hal yang paling mengharukan buatku adalah momen saat Bungo membaca surat perjanjian

    kaumnya dengan orang luar dan memprotes beberapa pasal yang ada di perjanjian itu.

    Momen itu menjadi titik balik Orang Rimba yang mencurigai dampak pendidikan kepada

    anak-anak mereka, apakah akan membuat anak-anak menjadi tercabut dari adat dan keluar

    dari hutan, atau memberikan penguatan agar bisa survive di tengah modernitas yang terus

    menggilas kehidupan mereka.

    Film ini keren! Sangat bagus untuk menghangatkan hati kita, melihat perspektif yang

    berbeda, dan menjadi renungan-renungan untuk kehidupan. Untuk anak-anak, film ini bagus

    untuk memberikan wawasan kepada mereka tentang keragaman teman-teman mereka yang

    ada di berbagai penjuru Indonesia. Membayangkan perjalanan 7 jam menuju sekolah dan

    belajar dengan fasilitas seadanya adalah benih yang bagus untuk memperbesar kapasitas

    bersyukur mereka.