Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

24
Sub Tema: Religious Missions, Local Religions and Indigeneous Communities PERUBAHAN SOSIAL SUKU BATAK: DARI KANIBALISME KE HUMANISME Sokemd Arjunaroi Manullang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jember [email protected] Abad ke-19, suku batak masih memiliki peradaban yang cenderung primitif, seperti aliran kepercayaan animisme-dinamisme, permusuhan antar kelompok, perjudian, hingga kanibalisme. Mereka percaya kepada Mulajadi Nabolon yang berkuasa diatas langit. Kekuasaannya terwujud dalam Debata Na Tolu, yaitu tondi, sahala, dan begu. Kanibalisme dilakukan suku-suku Batak dalam ritual kepercayaan terhadap Mulajadi Nabolon. Mereka mempersempahkan organ tubuh manusia, terkhusus darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki manusia untuk menambah tondi dari Mulajadi Nabolon. Masyarakat suku Batak yang menyembah Mulajadi Nabolon menganut agama Parmalim. Masa kolonialisme saat itu berusaha masuk ke dalam masyarakat suku Batak, untuk menguasai daerah-daerah batak di Sumatera Utara. Perilaku kanibalisme suku Batak sangat menakutkan dan mengancam bagi orang luar daerah yang hendak datang ke daerah-daerah batak, terutama bagi misionaris keagamaan. Masyarakat suku Batak menganggap orang yang berasal dari luar kelompok mereka sebagai musuh, sebab sering terjadi permusuhan antar kelompok-kelompok suku Batak. Para misionaris Injil dari Inggris, Amerika, dan Jerman, mengalami ancaman dibunuh karena dicurigai sebagai agen penjajah, yang mereka sebut Si Bottar Mata. Tahun 1517 menjadi awal reformasi Protestan (Reformasi Jerman) dan Anglikanisme (Reformasi Inggris) ketika Martin Luther mempublikasikan “Sembilan Puluh Lima Tesis mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi”. Penyebaran agama Kristen Protestan dilakukan keseluruh benua, termasuk wilayah nusantara. Misionaris agama Kristen Protestan datang ke dalam daerah suku Batak sejak 1824, dan penginjilan misi Rheinische Missions-Gesselschaft (RMG) dari Jerman hingga berdirinya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada 7 Oktober 1861. 150 tahun yang lalu, sejak berdirinya gereja HKBP di kabupaten Tapanuli Utara, propinsi Sumatera Utara, saat ini merupakan organisasi keagamaan terbesar ketiga di Indonesia setelah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Berdirinya gereja tersebut menjadi bukti bahwa misi keagamaan harus mampu beradaptasi dengan kebudayaan. Ini yang Soekarno sebut Ketuhanan yang berbudaya, ketika Soekarno merumuskan ideologi negara Indonesia. Masyarakat asli suku Batak dengan segala karateristik peradabannya mengalami proses perubahan sosial menjadi masyarakat yang lebih humanis, religius, dan nasionalis melalui misi keagamaan dalam gereja HKBP oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Makalah ini membahas proses perubahan sosial masyarakat asli suku Batak yang masih berperilaku kanibalisme pada abad ke-19 hingga masuknya misi keagamaan dalam wujud gereja HKBP, yang merubah peradaban suku batak menjadi lebih baik lagi dan lebih humanis. Saat ini suku Batak merupakan salah satu masyarakat suku di Indonesia yang menghormati dan menjalankan budaya dan adat dalam kehidupan sehari-hari, mereka mengalkulturasikan budaya dan adat menjadi lebih humanis. Perubahan sosial ini menarik untuk diangkat menjadi pembahasan dalam makalah ini, karena segala dinamika masyarakat yang terjadi di dalamnya. Keyword: Batak, Parmalim, HKBP, Perubahan Sosial.

description

sosial

Transcript of Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Page 1: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Sub Tema: Religious Missions, Local Religions and Indigeneous Communities

PERUBAHAN SOSIAL SUKU BATAK: DARI KANIBALISME KE HUMANISME

Sokemd Arjunaroi ManullangFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jember

[email protected]

Abad ke-19, suku batak masih memiliki peradaban yang cenderung primitif, sepertialiran kepercayaan animisme-dinamisme, permusuhan antar kelompok, perjudian, hinggakanibalisme. Mereka percaya kepada Mulajadi Nabolon yang berkuasa diatas langit.Kekuasaannya terwujud dalam Debata Na Tolu, yaitutondi, sahala, danbegu. Kanibalismedilakukan suku-suku Batak dalam ritual kepercayaan terhadap Mulajadi Nabolon.Merekamempersempahkan organ tubuh manusia, terkhusus darah, jantung, telapak tangan, dantelapak kaki manusia untuk menambahtondi dari Mulajadi Nabolon. Masyarakat suku Batakyang menyembah Mulajadi Nabolon menganut agama Parmalim.

Masa kolonialisme saat itu berusaha masuk ke dalam masyarakat suku Batak, untukmenguasai daerah-daerah batak di Sumatera Utara. Perilaku kanibalisme suku Batak sangatmenakutkan dan mengancam bagi orang luar daerah yang hendak datang ke daerah-daerahbatak, terutama bagi misionaris keagamaan. Masyarakat suku Batak menganggap orang yangberasal dari luar kelompok mereka sebagai musuh, sebab sering terjadi permusuhan antarkelompok-kelompok suku Batak. Para misionaris Injil dari Inggris, Amerika, dan Jerman,mengalami ancaman dibunuh karena dicurigai sebagai agen penjajah, yang mereka sebutSiBottar Mata.

Tahun 1517 menjadi awal reformasi Protestan (Reformasi Jerman) dan Anglikanisme(Reformasi Inggris)ketika Martin Luther mempublikasikan “Sembilan Puluh Lima Tesis

mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi”. Penyebaran agama Kristen Protestan dilakukankeseluruh benua, termasuk wilayah nusantara. Misionaris agama Kristen Protestan datang kedalam daerah suku Batak sejak 1824, dan penginjilan misi Rheinische Missions-Gesselschaft(RMG) dari Jerman hingga berdirinya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada 7 Oktober1861.

150 tahun yang lalu, sejak berdirinya gereja HKBP di kabupaten Tapanuli Utara,propinsi Sumatera Utara, saat ini merupakan organisasi keagamaan terbesar ketiga diIndonesia setelah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Berdirinya gereja tersebut menjadibukti bahwa misi keagamaan harus mampu beradaptasi dengan kebudayaan. Ini yangSoekarno sebut Ketuhanan yang berbudaya, ketika Soekarno merumuskan ideologi negaraIndonesia. Masyarakat asli suku Batak dengan segala karateristik peradabannya mengalamiproses perubahan sosial menjadi masyarakat yang lebih humanis, religius, dan nasionalismelalui misi keagamaan dalam gereja HKBP oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen.

Makalah ini membahas proses perubahan sosial masyarakat asli suku Batak yang masihberperilaku kanibalisme pada abad ke-19 hingga masuknya misi keagamaan dalam wujudgereja HKBP, yang merubah peradaban suku batak menjadi lebih baik lagi dan lebihhumanis. Saat ini suku Batak merupakan salah satu masyarakat suku di Indonesia yangmenghormati dan menjalankan budaya dan adat dalam kehidupan sehari-hari, merekamengalkulturasikan budaya dan adat menjadi lebih humanis. Perubahan sosial ini menarikuntuk diangkat menjadi pembahasan dalam makalah ini, karena segala dinamika masyarakatyang terjadi di dalamnya.

Keyword: Batak, Parmalim, HKBP, Perubahan Sosial.

Page 2: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

PENDAHULUAN

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi sosial dalam kesatuan

dan jaringan. Interaksi sosial yang dimaksud adalah hubungan timbal balik antara individu

dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok dalam

masyarakat. Manusia disebut sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat hidup

hanya sendiri, terutama dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Interaksi sosial antara

individu dengan individu terwujud dalam komunikasi verbal maupun komunikasi non-verbal

atau isyarat, seperti jabat tangan, percakapan, perkelahian, dan sorot mata. Sedangkan

interaksi sosial antara individu dengan kelompok menunjukkan kepentingan individu yang

berhadapan dengan kepentingan kelompok dan sebaliknya, seperti perintah pemimpinkepada

kelompok dan sanksi sosial atas nama kelompok terhadap individu. Dan interaksi sosial

antara kelompok dengan kelompok terwujud apabila individu dalam kelompok telah memiliki

kesamaan kepentingan untuk diinteraksikan pada kelompok lain, seperti kontak sosial antara

pendukung tim sepak bola. Individu manusia tidak dapat berdiri sendiri, demikian juga satu

kelompok tidak dapat berdiri sendiri, oleh karena itu mereka melakukan interaksi sosial.

Interaksi sosial oleh individu dan kelompok yang dilakukan dalam satu kesatuan dan jaringan

akan membentuk masyarakat. Karena dengan adanya kesatuan dan jaringan antara individu

dan kelompok akan membentuk masyarakat yang memiliki nilai sosial dan norma sosial.

Nilai sosial dan norma sosial memiliki peranan penting dalam membangun peradaban

masyarakat. Nilai sosial dan norma sosial ini yang mengatur manusia dalam tata kehidupan

bermasyarakat, sehingga tercapai suatu bentuk keteraturan yang berlandaskan pada sistem

budaya masing-masing dalam masyarakat.

Hendaknya diperhatikan bahwa tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau

berinteraksi itu merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu

ikatan lain yang khusus (Koentjaraningrat, 2002: 144). Sekumpulan orang yang ada di

terminal bis, di sekolah, di kantor, atau dalam demonstrasi dan penonton pertandingan sepak

bola tidak dapat disebut masyarakat, karena interaksi sosial mereka terbatas hanya dalam

ikatan yang terbentuk dari situasi sosial di tempat mereka berada. Sekumpulan orang tersebut

disebut kerumunan. Untuk menyebutkan macam-macam sekumpulan orang perlu dibedakan

dengan memberi istilah-istilah khusus. Ada istilah-istilah khusus untuk menyebut kesatuan-

kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur dari masyarakat, yaitu kategori sosial,

golongan sosial, komunitas, kelompok, dan perkumpulan (Koentjaraningrat, 2002: 143).

Page 3: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Sedangkan untuk definisi masyarakat secara antropologi, Koentjaraningrat (2002)

merumuskan bahwa,“masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa

identitas bersama (hal 146). Interaksi sosial antar anggota masyarakat berjalan berdasarkan

ikatan adat-istiadat yang meliputi kehidupan bermasyarakat yang berkelanjutan atau turun

termurun antar generasi. Adat-istiadat ini menjadi ciri pembeda masyarakat satu dengan

lainnya, dan ciri pembeda ini selanjutnya menjadi identitas khusus yang terikat oleh suatu

rasa kebersamaan. Dengan definisi ini kita dapat menyebutkan pada masyarakat Indonesia,

masyarakat desa Balun, masyarakat kota Jember, dan masyarakat suku Batak.

Interaksi sosial dalam masyarakat yang dinamis akan melahirkan kebudayaan dan

pengetahuan masyarakat. Perkembangan kebudayaan dan pengetahuan merupakanbentuk

peradaban masyarakat. Kebudayaan merupakan suatu hasil pengalaman sosial (Kartasapoetra.

1987: 320). Dalam melakukan interaksi sosial dipengaruhi tindakan sosial oleh anggota

masyarakat, karena pada dasarnya tindakan sosial merupakan perwujudan dari interaksi

sosial. Tindakan sosial merupakan upaya manusia secara individual untuk mempertahankan

dan mengembangkan hidupnya .... suatu tindakan baru dinyatakan sebagai tindakan sosial

apabila subyeknya dihubungkan dengan individu-individu lain (Dhohiri, 2006: 46-47). Max

Weber membedakan empat tindakan sosial yaituzweckrational action, wertrational action,

affectual action, dan traditional action (Siahaan, 1986: 200-201). Yang dimaksud

zweckrational actionatau disebut tindakan sosial legal-rasional adalah tindakan sosial

berdasarkan pertimbangan manusia yang rasional dan diakui sebagai tindakan yang sah

ketika menanggapi lingkungan diluar dirinya dalam rangka usahanya memenuhi kebutuhan

hidup. Wertrational actionadalah tindakan sosial yang rasional yang berdasarkan nilai-nilai

absolut seperti nilai etis, estetis, keagamaan, atau nilai lain yang diyakini. Affectual action

adalah tindakan sosial yang timbul dari dorongan emosional (perasaan) atau afeksi.

SedangkanTraditional actionadalah tindakan sosial yang berorientasi pada hukum normatif

dari tradisi budaya masyarakat pada masa lampau. Keempat tindakan sosial inilah yang

menurut Weber akan mempengaruhi pola-pola interaksi sosial serta struktur sosial

masyarakat.

Tindakan sosial, interaksi sosial, dan struktur sosial suatu masyarakat selalu mengalami

perubahan dan perkembangan secara cepat maupun lambat sehingga disebut sebagai

masyarakat yang dinamis. Demikian lamban atau cepatnya perubahan dalam suatu kultur,

kita dapat menamakannya sebagaikultur yang hidup, sedangkankultur yang matiyaitu yang

Page 4: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

sama sekali tidak mengalami perubahan (Kartasapoetra dan Kreimers, 1987: 367). Bapak

Sosiologi, Auguste Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik, bahwa

masyarakat merupakan suatu bagian dari alam, dan bahwa metode-metode penelitian empiris

dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukumnya (Johnson, 1986: 81-82). Metode-

metode penelitian empiris tentang dinamika masyarakat ini, Comte menyebutnya sebagai

sosiologi. Comte berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus

menerus, sekalipun dia juga menambahkan bahwa perkembangan umum dari pada

masyarakat tidaklah merupakan suatu jalan lurus (Siahaan, 1986: 106). Dinamika masyarakat

terus berjalan secara historis dalam proses perubahan sosial. Artinya, perubahan sosial

menjadi tanda adanya dinamika masyarakat dalam usaha membangun peradabannya.

Masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internalnya: di tingkat makro

terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur; di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok,

komunitas, dan organisasi; di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku

individual (Sztompka, 2004: 65).

Masyarakat suku Batak memiliki dinamika masyarakat dan mengalami perubahan

sosial dalam usaha membangun peradabannya. Seperti uraian tentang masyarakat yang telah

dijelaskan, perubahan sosial masyarakat ada yang berjalan cepat maupun lambat. Dalam

sejarah suku Batak pernah terjadi perubahan sosial cepat pada perilaku sosial masyarakatnya.

Abad ke-19, suku Batak masih memiliki peradaban yang cenderung primitif, seperti aliran

kepercayaan animisme-dinamisme, permusuhan antar kelompok, perjudian, hingga

kanibalisme. Mereka menganut agama Parmalim dan menyembah kepada Mulajadi Nabolon

yang dipercayai sebagai penguasa di atas langit. Proses perubahan sosial masyarakat asli suku

Batak terjadi dari perilaku sosial yang masih kanibal hingga masuknya misi keagamaan

dalam wujud gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), yang merubah peradaban suku

Batak menjadi lebih baik dan lebih humanis. Saat ini suku Batak merupakan salah satu

masyarakat suku di Indonesia yang tetap menghormati dan menjalankan budaya dan adat

dalam kehidupan sehari-hari, mereka mengalkulturasikan budaya dan adat menjadi lebih

humanis. Perubahan sosial suku Batak ini menarik untuk diangkat menjadi pembahasan

dalam makalah ini, karena segala dinamika masyarakat yang terjadi di dalamnya.

Page 5: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

METODOLOGI

Makalah ini menjelaskan peristiwa yang terjadi pada sejarah yang menceritakan

perubahan sosial suku Batak. Untuk dapat menjelaskannya dalam makalah ini memerlukan

metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang tepat akan bermanfaat dalam mencapai

tujuan penelitian. Manfaat metode penelitian yang tepat:

(1) menghindari cara pemecahan masalah dan cara berfikir yang spekulatif dalammencari kebenaran ilmu, terutama dalam bidang ilmu sosial yang variabelnyasangat dipengaruhi oleh sikap subyektifitas manusia yang mengungkapkannya; (2)menghindari cara pemecahan masalah atau cara bekerja yang bersifat trial errorsebagai cara yang tidak menguntungkan bagi perkembangan ilmu yang snagatdibutuhkan dalam kehidupan modern; (3) meningkatkan sifat obyektifitas dalammenggali kebenaran pengetahuan, yang tidak saja penting artinya secara teoritistetapi juga sangat besar pengaruhnya terhadap kegunaan praktis hasil penelitian didalam kehidupan manusia.

(Nawawi, 1991: 61)

Maka dari itu makalah ini memilih satu metode penelitian untuk digunakan, yaitu metode

penelitian historis. Karena sesuai dengan tujuan penelitian dalam makalah ini yang

menjelaskan peristiwa yang terjadi pada sejarah yang menceritakan perubahan sosial suku

Batak. Metode penelitian historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan

data masa lalu atau peninggalan-peninggalan (Nawawi, 1991: 78). Metode penelitian historis

digunakan untuk:

.... memahami kejadian atau keadaan yang berlangsung pada masa lalu terlepasdari keadaan masa sekarang, maupun untuk memahami kejadian atau keadaanmasa sekarang dalam hubungannya dengan kejadian atau keadaan masa lalu,selanjutnya kerap kalo juga hasilnya dapat dipergunakan untuk meramalkankejadian atau keadaan masa yang akan datang.

(Nawawi, 1991: 61)

Dalam metode penelitian historis memerlukan data-data masa lalu yang relevan sebagai

representasi kejadian atau keadaan pada saat itu. Untuk memperoleh data-data tersebut perlu

menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumenter, yang merupakan teknik

pengumpulan data melalui peninggalan tertulis berupa arsip, buku, pendapat, teori,

dalil/hukum-hukum yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Pada dasarnya setiap penelitian

tidak lepas dari studi kepustakaan atau literatur ilmiah sebagai parameter dan korelasi dengan

fakta-fakta penelitian sebelumnya. Selain metode penelitian dan teknik pengumpulan data

yang sudah dijelaskan, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan

kualitatif maka makalah ini dapat menjelaskan hasil penelitian secara deskriptif. Penelitian

Page 6: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

pendekatan kualitatif akan melakukan penggambaran secara mendalam tentang situasi atau

proses yang diteliti (Idrus, 2009: 24). Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data

studi dokumenter berfungsi sebagai alat pengumpul data utama, karena pembuktikan

hipotesanya dilakukan secara logis dan rasional melalui pendapat, teori atau hukum-hukum

yang diterima kebenarannya (Nawawi, 1991: 133).

Selanjutnya, dalam melihat kejadian dan keadaan sosial yang terjadi pada kasus ini,

perubahan sosial suku Batak, penulis melihat dengan menggunakan paradigma sosiologi.

Paradigma sosiologi pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn dalam bukunya, The

Structure of Scientific Revolution(1962). Dia membahas mengenai perkembangan

pengetahuan, bahwa ilmu pengetahuan pada waktu tertentu didominasi oleh satu paradigma

tertentu, lalu paradigma (Normal Science) ini mendapat pertentangan dan penyimpangan

(Anomalies) karena tidak mampu menjadi solusi sosial.Normal Sciencetersebut pada waktu

tertentu mengalami krisis (Crisis) validitas keilmuannya, hingga terjadi perubahan besar

(Revolution) dalam ilmu pengetahuan dan melahirkan paradigma baru. Paradigma merupakan

terminologi kunci dalam model perkembangan ilmu pengetahuan yang diperkenalkan Kuhn.

Pengaruh paradigma lama mulai menurun dan digantikan paradigma baru yang menjadi

dominan. Model perkembangan ilmu pengetahuan menurut Kuhn (Ritzer, 1985: 4) :

Paradigma I Normal Science Anomalies Crisis Revolution Paradigma II

Dalam ilmu pengetahuan sosiologi juga terjadi teori perkembangan ilmu pengetahuan

tersebut, George Ritzer mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan berparadigma

ganda dalam bukunyaSociology: A Multiple Paradigm Science(1980). Sosiologi adalah ilmu

yang memiliki paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku

sosial (Ritzer dan Goodman, 2003: A-13–A-15). Paradigma fakta sosial merupakan

paradigma yang memusatkan perhatian pada fenomena fakta sosial, struktur sosial, dan

institusi sosial serta pengaruhnya terhadap pikiran dan tindakan individu. Paradigma definisi

sosial merupakan paradigma yang memusatkan perhatian pada cara individu/kelompok

mendefinisikan situasi sosial mereka dan mempelajari pengaruh definisi sosial ini terhadap

tindakan dan integrasi berikutnya. Sedangkan paradigma perilaku sosial merupakan

paradigma yang memusatkan perhatian pada hadiah (rewards) yang menimbulkan perilaku

yang diinginkan dan hukuman (punishments) yang mencegah perilaku yang tidak diinginkan.

Artinya, dalam kajian tentang masyarakat, ilmu pengetahuan sosiologi tidak hanya mengkaji

dari satu paradigma. Tetapi paradigma tersebut terus mengalami perkembangan ilmu

pengetahuan seiring dengan perkembangan masyarakat tersebut.

Page 7: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Demikian juga dengan suku Batak, terjadi teori perkembangan ilmu pengetahuan dalam

paradigma masyarakat Batak. Dari paradigma mereka tentang perilaku sosial kanibalime

yang pada waktu tertentu mengalami anomali, lalu krisis, hingga merubah peradigma mereka

tentang perilaku sosial yang kanibal ke paradigma mereka untuk berperilaku sosial yang

humanis. Penulis akan mengkaji masyarakat suku Batak dengan ilmu pengetahuan sosiologi

yang berparadigma ganda ini.

Didukung dengan metode penelitian historis dan teknik pengumpulan data studi

dokumenter dalam pendekatan kualitatif, diharapakan makalah ini dapat menjelaskan

peristiwa yang terjadi pada sejarah yang menceritakan perubahan sosial suku Batak. Lalu

menganalisanya melalui paradigma sosiologi dan teori perubahan sosial.

Page 8: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

PEMBAHASAN

Perubahan Sosial

Konsep perubahan sosial dalam masyarakat berangkat dari teori Auguste Comte yaitu

statistika sosial dan dinamika sosial. Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan

organik, bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam, dan bahwa metode-metode

penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukumnya (Johnson, 1986:

81-82). Hukum-hukum masyarakat, kerangka jaringan masyarakat, dan anatomi masyarakat

sebagai suatu keseluruhan organik, disebut Comte sebagai statistika sosial. Statistik-statistik

sosial ini menjadi unsur penggerak masyarakat yang kemudian menghasilkan perubahan

sosial. Perubahan sosial selalu terjadi dalam dinamika sosial masyarakat. Dinamika sosial

memusatkan perhatian pada psikologi, yakni pada proses yang berlangsung dalam

masyarakat seperti berfungsinya tubuh dan menciptakan perkembangan masyarakat yang

dianalogikan dengan pertumbuhan organik (Sztompka, 2004: 1). Dinamika sosial masyarakat

terus berjalan secara historis dalam proses perubahan sosial. Artinya, perubahan sosial

menjadi tanda adanya dinamika sosial masyarakat dalam usaha membangun pengetahuan dan

kebudayaan (peradaban) masyarakatnya. Masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat

kompleksitas internalnya: di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur; di

tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi; di tingkat mikro terjadi

perubahan interaksi dan perilaku individual (Sztompka, 2004: 65).

Selo Soemardjan menyatakan perubahan sosial sebagai perubahan pada lembaga-

lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya,

termasuk didalamnya nilai, sikap, dan pola perilaku masyarakat (Muin, 2006: 4). Adanya

sistem sosial dalam masyarakat merupakan bukti dari analogi masyarakat sebagai suatu

keseluruhan organik (organisme). Sistem sosial masyarakat terbentuk dari hubungan sosial

dan perilaku individu pada tingkat mikro, yang selanjutnya terintegrasi menjadi sistem sosial

yang lebih luas dalam kesatuan berbagai hubungan kelompok, komunitas, atau organisasi.

Pada tingkat makro terdapat sistem sosial berupa kesatuan hubungan dalam ekonomi, politik,

dan budaya. Sistem sosial ini lah yang mengalami perubahan sosial seperti perubahan

biologis pada suatu organisme. Melalui perubahan sosial, masyarakat mengalami

perkembangan sistem-sistem sosial.

Page 9: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu

berbeda; dan (3) diantara keadaan sistem sosial yang sama (Sztompka, 2004: 3).Maksudnya,

perubahan sosial terjadi setelah jangka waktu tertentu dan terjadi perbedaan yang terlihat

pada waktu yang berbeda antara sebelum dan sesudah perubahan sosial dalam keadaan sistem

sosial yang sama. Sztompka mengutip definisi Hawley (1978) bahwa perubahan sosial adalah

setiap perubahan yang tak terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan (Sztompka, 2004:

3). Masyarakat tidak akan pernah berada pada keadaan yang tetap (stagnan). Masyarakat

selalu mengalami keadaan yang berbeda pada waktu yang selalu berbeda (waktu yang tidak

terulang) dan terjadi terus-menerus tanpa henti. Masyarakat dalam sejarah mereka memiliki

pengalaman sosial. Pengalaman sosial melahirkan kebudayaan dan pengetahuan masyarakat.

Kebudayaan merupakan suatu hasil pengalaman sosial (Kartasapoetra dan Kreimers, 1987:

320). Perkembangan kebudayaan dan pengetahuan merupakan bentuk peradaban masyarakat.

Waktu, menjadi dimensi ruang terjadinya perubahan sosial. Sztompka (2004) membagi

waktu dalam dua fungsi, yaitu waktu kuantitatif dan waktu kualitatif. Waktu kuantitatif

adalah waktu sebagai kerangka eksternal untuk membandingkan kecepatan, interval,

rentangan, dan lamanya berbagai peristiwa sosial berdasarkan alat pengukur konvensional

seperti jam dan kalender. Semua bentuk perubahan sosial dapat ditetapkan waktunya yang

ditempatkan dalam kerangka eksternal dan disebut sebagai “kejadian dalam waktu”.

Sedangkan waktu kualitatif adalah waktu sebagai kerangka internal yang ditentukan oleh sifat

proses sosial. Perubahan sosial membutuhkan proses sosial yang waktunya panjang atau

pendek, lambat atau cepat, terbagi dalam proses sosial yang lebih substantif, dan yang

ditandai dengan ritme atau interval proses sosial. Semua proses sosial yang terjadi tersebut

disebut “waktu dalam peristiwa” atau “waktu sosial”. Muin (2006) menjelaskan peristiwa-

peristiwa yang terjadi sebagai faktor internal dan eksternal penyeban perubahan sosial. Faktor

internal yaitu perubahan jumlah penduduk, penemuan-penemuan baru (Discovery dan

Invention), konflik dalam masyarakat, pemberontakan terhadap sistem (revolusi), dan

reformasi struktur sosial. Sedangkan faktor eksternal yaitu bencana alam atau perubahan

lingkungan, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Indigenous Community

Istilah Indigenous Communitylebih tepat diartikan kedalam bahasa Indonesia sebagai

Komunitas Masyarakat Asli. Keberadaan masyarakat tidak terlepas dari wilayah sebagai

Page 10: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

tempat tinggal masyarakat tersebut. Masyarakat asli adalah masyarakat yang pertama kali

bertempat tinggal pada suatu wilayah dan masih memiliki keorisinalitasan (keaslian) identitas

masyarakat dalam peradaban budayanya. Masyarakat asli sering juga disebut sebagai suku.

Suku Batak, suku Jawa, suku Bugis, suku Badui, dan suku Dayak merupakan penyebutan

terhadap masyarakat yang memiliki keaslian identitas masyarakat. Reproduksi identitas

masyarakat ini bertahan seiring reproduksi biologis keturunan generasi masyarakatnya. Istilah

suku menunjuk pada keanekaragaman manusia dalam suatu kelompok dengan sifat-sifat yang

merupakan warisan leluhurnya, secara keseluruhan kelompok manusia ini merasa berasal dari

suatu tempat kelahiran yang pemulanya sama (Kartasapoetra dan Kreimers, 1987: 320).

Suatu suku masyarakat pasti memiliki daerah asal atau tanah kelahiran yang selalu

diasumsikan sebagai awal mula lahirnya masyarakat asli. Koentjaraningrat mendefinisikan

suku adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan

kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan

oleh kesatuan bahasa (Koentjaraningrat, 2002: 264).

Dalam keragaman suku masyarakat di Indonesia terdapat ciri khas yang berbeda satu

sama lain. Ciri khas ini terdapat dalam kebudayaan. Dari berbagai suku yang berbeda dan

kebudayaan yang berbeda-beda, Indonesia berusaha mensejajarkannya melalui semboyan

Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Pertentangan antar budaya masing-

masing suku di Indonesia menghasilkan peradaban Nusantara. Dalam cakupan negara,

masing-masing suku tidak dapat berdiri sendiri. Sebagai masyarakat yang dinamis, mereka

saling berinteraksi sosial maupun budaya. Suku dan kebudayaan memang merupakan satu

kesatuan tatanan masyarakat, namun dalam pengertian konkret pengertian suku adalah yang

menyangkut bidang biologis, sedangkan kebudayaan banyak sekali sangkutannya dengan

sosial (Kartasapoetra dan Kreimers, 1987: 317). Secara historis kebudayaan dari masing-

masing suku di Indonesia mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu, kebudayaan Budha,

kebudayaan Islam, dan kebudayaan Eropa. Namun manusia Indonesia yang tertua sudah ada

kira-kira satu juta tahun yang lalu, waktu Dataran Sunda masih merupakan dataran, dan

waktu Asia Tenggara bagian benua dan bagian kepulauan masih bersambung menjadi sati

(Koentjaraningrat, 1971: 3). Dalam kajian antropologi, manusia Indonesia terus mengalami

evolusi manusia dan menyebar ke berbagai belahan dunia. Perjalanan historis manusia terus

mengalami perubahan sosial seiring dengan perubahan zaman (waktu) hingga abad ke-21

umat manusia dikatakan memasuki zaman kontemporer. Dan perubahan sosial ini tidak akan

pernah berhenti selama masih ada masyarakat.

Page 11: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Masyarakat terus mengalami perubahan sosial, mulai dari manusia tertua yang terus

berevolusi, lalu menyebar ke seluruh permukaan bumi, kemudian membangun komunitasnya

serta peradabannya, lalu menyebar lagi dan mempengaruhi perdaban masyarakat lainnya.

Saling mempengaruhi dan terpengaruhi masing-masing masyarakat terus terjadi, dan tak akan

pernah berhenti, hingga sekarang dalam interaksi sosial mereka. Permasalahannya adalah

bagaimana kita dapat menentukan masyarakat mana yang sebagai Masyarakat Asli

(Indigenous Community) jika sebuah masyarakat terus dipengaruhi dan mempengaruhi antara

masyarakat. Masing-masing suku di Indonesia juga mendapat pengaruh darikebudayaan

Hindu, kebudayaan Budha, kebudayaan Islam, dan kebudayaan Eropa. Ataukah masyarakat

suku pedalaman adalah masyarakat yang disebut sebagai masyarakat asli karena sedikit

tersentuh pengaruh kebudayaan asing. Asumsi tersebut berdasarkan definisi masyarakat asli

yang memiliki keaslian identitas dalam peradaban budayanya. Sedangkan menurut pendapat

Ronni Suryansyah, “Masyarakat asli adalah masyarakat yang hidup di suatu daerah dan

mengembangkan kebudayaannya sehingga membentuk kebudayaan baru, sedangkan

masyarakat pedalaman adalah masyarakat yang tidak maumengembangkan kebudayaannya”.

Setuju dengan pendapat tersebut bahwa mayarakat suku pedalaman bukan termasuk

masyarakat yang disebut sebagai masyarakat asli.

Suku Batak adalah masyarakat asli (Indigenous Community), karena suku Batak lahir

dari satu keturunan biologis Si Raja Batak. Dalam kebudayaan suku Batak terdapat catatan

atau silsilah keturunan masyarakat Batak, orang Batak menyebutnyatarombo. Taromboatau

silsilah masyarakat Batak bila ditarik hingga keturunan pertama adalah dari Si Raja Batak.

Nama Si Raja Batak selanjutnya menjadi nama suku-bangsa Batak hingga saat ini

(Hutagalung, 1991: 31). Satu keturunan yang sama, satu tanah kelahiran yang sama, dan satu

identitas yang juga tetap sama, sebagai alasan bahwa suku Batak adalah masyarakat asli,

bahkan sampai saat ini.

Agama Masyarakat Asli Batak

Wilayah Tanah Batak (Tano Batak) adalah seluruh wilayah Provinsi Sumatra Utara.

Ada enam sub-suku Batak, yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba,

Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Batak Karo mendiami Dataran Tinggi Karo, Langkat

Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan sebagian Dairi; Batak Simalungun mendiami daerah

Simalungun; Batak Pakpak mendiami daerah Dairi; Batak Toba mendiami daerah tepi Danau

Page 12: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Toba, Pulau Samosir, Asahan, Silindung; Batak Angkola mendiami daerah Angkola, Sipirok,

sebagian Sibolga dan Batang Toru, dan daerah bagian utara Padang Lawas; Batak Mandailing

mendiami daerah Mandailing, Ulu, Pakatan, dan daerah bagian selatan Padang Lawas

(Koentjaraningrat, 1971: 94).

Kekayaan kebudayaan Batak terdapat pada adat,ugama(agama),hata (kesusasteraan),

kesenian,pansarian (filosofi pekerjaan), danpargoluon (filosofi kehidupan) (Sihombing,

1989: 286). Adat-istiadat Batak sangat di pegang teguh masyarakat Batak. Sistem

kekerabatan masyarakat Batak tidak dapat terlepas dari Marga dan Tarombo. Karena dari

Marga danTarombomereka menentukan posisi atau peran dalam menjalankan adat Batak.

Sistem kekerabatan masyarakat terdapat dalam falsafaDalihan na Tolu. Berdasarkan

etimologinya,Dalihan na Tolu terdiri atas tiga kata, yaitudalihan adalah ‘tungku yang

terbuat dari batu’, na artinya ‘yang’, dan tolu artinya ‘tiga’. Jadi secara harafiah, arti Dalihan

na Toluadalah ‘tungku yang terbuat dari tiga batu’. Dalam bukuJambar Hatadijelaskan:

diparngoluan siapari ni hita halak Batak partuturan i do ondolan ni falsafah niparngoluon i, laos partuturan i do na songon tiang partunggul ni pardomuanparmudaranjala laos partuturan i do na manontuhon sikapta maradophondongan. Tolu bagian bolon do partuturan, jala laos i do na ginoaran Dalihan naTolu.

(Sihombing, 1989: 23).

Dalam kehidupan bermasyarakat suku Batak, mereka selalu menanyakan marga dantarombo

kepada orang yang dikenal. Mengetahui marga dantarombosangat penting bagi orang Batak

untuk menentukan hubungan kekerabatan (partuturan) dan sikap sosial dalam pergaulan

antara individu atau keluarga. Menurut M. Manullang (Op.Sokemd), “Dalihan na Tolu

maksudnya hubungan dari tiga tiang penyanggadalihan (tungku), seperti dalam hubungan

orang Batak adaHula-hula, Dongan Tubu, danParboru, dalam setiap acara adat Batak harus

ada ketiga pihak tersebut”.

Terhadaphula-hula yaitu orang tua istri dan yang semarga dengan mertuahendaklah bersikap hormat (somba marhula-hula), secara tersirat itu adalahsebagai penghargaan terhadap istri. Terhadap sesama semarga hendaklah hati-hati,tidak sembarangan (manat mardongan tubu). Terhadap saudara perempuan dansuaminya serta yang semarga dengan mereka hendaklah bersifat membujuk danmengayomi (elek marboru).

(Sinaga, 2012: 19).

Prinsip Dalihan na Tolu yang diadopsi oleh orang Batak Toba menjadi sistem

kekerabatannya tidak hanya didasarkan pada tiang tungku yang terbuat dari batu itu, tetapi

juga refleksi dari tercapainya harmoni kosmos (Siburian, 2008: 71). Suku Batak percaya

bahwa alam ini terdiri dari tiga dimensi, Alam Atas (Banua Ginjang), Alam Tengah (Banua

Page 13: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Tonga), dan Alam Bawah (Banua Toru). Ketiga dimensi alam ini diciptakan dan dikuasai

Debata Mulajadi Nabolon. DiBanua Toru, Debata Mulajadi Nabolon dinamai Tuan Bubi

Nabolon atau Debata Batara Guru. DiBanua Tonga, dinamai Ompu Siloan Nabolon atau

Debata Mangalabulan. Sedangkan diBanua Toru, dinamai Tuan Pane Nabolon atau Debata

Asiasi. Suku Batak mempercayai dan menyembah kepada Debata Mulajadi Nabolon.

Kepercayaan ini disebut agama Parmalin (Ugama Malim). Si Raja Batak berkeyakinan bahwa

Sang Pencipta manusia adalah Debata Mulajadi Nabolon.

Sistem kekerabatan suku Batak merupakan representasi dari wujud Debata Mulajadi

Nabolon.Hula-hulamerupakan representasi dari Debata Batara Guru. Orang batak mengakui

bahwa berkat, kebijaksanaan, dan hikmat dari Debata Batara Guru disalurkan melaluiHula-

hula dalam pelaksanaan upacara adat.Dongan Tubumerupakan representasi dari Debata

Mangalabulan yang memberikan pengetahuan dan pengajaran. DanBoru merupakan

representasi dari Debata Asiasi yang menjadi penolong dan pendukung. Dalam kehidupan

bermasyarakat suku Batak, seseorang tidak selamanya berperan dalam satu posisidalihan na

tolu. Dalam satu waktu ia dapat berkedudukan dalam peran sebagaiHula-hula, namun dalam

waktu lain ia dapat berkedudukan dalam peran sebagaiDongan Tubuatau peran sebagai

Boru.

Agama Parmalim menyakini manusia pertama adalah Raja Ihatmanisia dan Boru

Ihatmanisia. Keturunan Raja Ihatmanisia adalah Raja Miokmiok, Patundal Nibegu, dan

Ajilampaslampas. Keturunan Raja Miokmiok adalah Engbanua. Keturunan Engbanua adalah

Raja Aceh, Raja Bonang-bonang, dan Raja Jau. Raja Bonang-bonang melahirkan Raja

Tantandebata. Lalu Raja Tantandebata melahirkan Raja Batak. Dari Raja Batak inilah

permulaan keturunan masyarakat suku Batak. Sejarah sistem kepercayaan suku Batak ini

terdapat pada buku-buku kuno (Pustaha), salah satunya seperti buku W.M. Hutagalung

(1991),Pustaha Batak: Tarombo dohot Turturian ni Bangso Batak.

Dalam hubungan tentang Jiwa, Roh, dan Dunia Akhirat orang Batak mengenal tiga

konsep, yaituTondi, Sahala, danBegu(Koentjaraningrat, 1971: 114).Tondiadalah jiwa atau

roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itutondi memberi nyawa kepada

manusia.Tondidi dapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bilatondi meninggalkan badan

seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacaramangalap

(menjemput)tondi dari Sombaonyang menawannya.Sahalaadalah jiwa atau roh kekuatan

yang dimiliki seseorang. Semua orang memilikitondi, tetapi tidak semua orang memiliki

sahala. Sahalasama denganSumangot, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau

Page 14: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Hula-hula. Begu adalahtondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan

tingkah laku orang tersebut sebelum meninggal dan hanya muncul pada waktu malam hari.

Orang Batak menganggapBegusebagai penyebab sakit dan kesusahan (Sihombing, 1989:

286). Beberapa namaBeguyang mereka kenal, antara lainBegu Jau, Begu Siharhar, Begu

Antuk, Begu Nurnur, Begu Ladang, Begu Toba, Begu Siherut, Begu Surpusurpu, Begu Sorpa,

Begu Pane, Begu Rojan, Begu Namora, dll. Dikalangan orang Batak Toba,Begu yang

terpenting ialahSumangot ni Ompuyaitu Begudari nenek monyang (Koentjaraningrat, 1971:

115). Sumangot ni OmpuadalahBegu yang disegani dan dihormati karena mereka yang

mengobati dan menyembuhkan sakit dan kesusahan yang disebabkanBegulain. Kepercayaan

terhadapSumangot ni Ompuini disebut kepercayaan Sipelebegu (Sihombing, 1989: 286).

Raja Monang Naipospos adalah Pengurus Pusat Ugamo Malim, sebuah agama

kepercayaan yang lahir dari kebudayaan Batak. Agama ini merupakan peninggalan Raja

Batak Sisingamangaraja.

Kini pusat agama Parmalim terbesar berada di Desa Hutatinggi, 4 kilometer dari

kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Di desa ini ada rumah ibadah

orang Parmalim yang disebut Bale Pasogit. Mereka beribadah setiap hari sabtu dan memiliki

dua hari peringatan besar setiap tahunnya yaituSipaha SadadanSipaha Lima. Sipaha Sada

ini dilakukan saat masuk tahun baru Batak yang dimulai setiap bulan Maret. Dan Sipaha

Lima yang dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan antara bulan Juni-Juli.Dalam

upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya mengunakan sorban seperti layaknya umat

muslim, sarung dan Ulos (selendang Batak). Sementara yang wanitanya bersarung dan

mengonde rambut mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung oleh Raja Marnokkok

Naipospos (Pengurus Pusat Ugamo Malim). Kakek Raja Marnokkok adalah Raja Mulia

Naipospos yang menjadi pembantu utama Sisingamangaraja XI. Agama ini merupakan

peninggalan Raja Batak Sisingamangaraja. Kini penganut Parmalin ini mencapai 7000 orang

termasuk yang bukan orang Batak. Mereka tersebar di 39 tempat di Indonesia termasuk di

Singkil Nanggroe Aceh Darussalam.

Penginjilan oleh Rheinische Missions-Gesselschaft

Pekabaran Injil atauZending sudah memasuki Indonesia pada masa pendudukan

Portugis di kepulauan Maluku (1512-1605) ditandai dengan menetapnya beberapa misionaris

Katolik Roma di Ternate, pada tahun 1522. Penakluk VOC (Verenigde OosIndicshe

Page 15: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Compagine) terhadap Portugis di Maluku pada tahun 1605 memulai babak baru Pekabaran

Injil oleh Gereja Protestan. Awal abad ke-19 dicatat sebagi masa-masa bersejarah Pekabaran

Injil di Indonesia, dengan bekerjanya sejumlah organisasiZending oleh Gereja-gereja

Protestan dari Belanda dan Jerman. Organisasi Pekabaran Injil Belanda yang sudah

melakukan misinya di Indonesia adalah Nederlandse Zendeling Genootschap (1795-1816),

Nederlandse Zendings Vereniging, Utrechtse Zendings Vereniging, sedangkan dari Jerman

adalah Rheinische Missions-Gesselschaft (RMG).

Saat itu masyarakat suku Batak menganut agama Parmalim dan kepercayaan

Sipelebegu. Pengkabaran Injil pertama dilakukan oleh Burton dan Ward pada Juli 1824

sebagai utusan Babtist Church of England. Setelah itu, tahun 1825, pasukan Padri dan Bonjol,

Minangkabau yang dipimpin Tuanku Rao menyerang Tanah Batak. Serangan mendadak

berkekuatan 15.000 pasukan berkuda membunuh lebih dari separuh komunitas Batak Toba.

Penyerangan Padri menimbulkan trauma di kalangan suku Batak Toba. Trauma inilah yang

menjadi awal sikap suku Batak yang selalu menaruh curiga pada setiap pendatang.

Sikap inilah menyebabkan terbunuhnya (mati martir) dua misionaris utusan Gereja

Amerika pada Juli 1834, Samuel Munson dan Henry Lyman. Mayat mereka di pertontonkan

di sebuah pekan di Lobupining, tidak jauh dari Sisangkak, sebagai tanda kemenangan.

Konon, mayat kedua martir itu dimakan hingga tinggal kerangka. Setelah mengetahui

peristiwa tersebut, pemerintah Hindia Belanda melarang para misionaris memasuki Tanah

Batak. Pada saat itu Belanda sendiri sudah menguasai Sumatera Barat dan Tanah Batak

Bagian selatan (Mandailing dan Angkola) setelah berhasil menaklukkan pasukan Padri dalam

perang yang disebut Padri Oorlog (perang Padri) pada tahun 1837. Sedangkan daerah Batak

yang belum dikuasai Belanda disebut“Daerah Batak Merdeka” (De Onafhankelijke

Bataklanden) terdiri dari kawasan yang didiami Batak Toba, yaitu Silindung, Humbang,

Toba, dan Samosir.

Setelah Burton-Ward dan Munson-Lyman, misionaris perintis lain yang menyusul

adalah Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di Sumatra

Mei 1856 dan berpos di Sipirok, 1857. Organisasi yang mengirimkan Gerrit van Asselt

adalah Nederandse Zending-Genootschap yang berdiri pada tahun 1797.ZendingErmelo

mengirimkan lagi beberapa misionaris mendampingi Gerrit van Asselt, yaitu FG Betz,

Dammerboer, Koster, dan van Dallen. Koster dan van Dalen ditempatkan di Pargarutan. Van

Dallen kemudian pindah ke Simapilapil. Dammerbooer jadiOpzichterdi sekolah Belanda

sebelum ke Huta Rimbaru dan masuk ke Mission Java Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada

Page 16: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

31 Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon Siregar dan Jakobus

Tampubolon di Sipirok.

Pekabaran Injil dari Jerman adalah Rheinische Missions-Gesselschaft (RMG) yang

berdiri pada tahun 1818. Di Indonesia, RMG pertama sekali mengkosentrasikanPekabaran

Injil di Kalimantan Tenggara sejak tahun 1836. Pada tahun 1859 meletus Perang Banjar yang

dipimpin Pangeran Hidayat. Perang tersebut menelan banyak korban tewas, termasuk 4

pendeta, 3 istri, dan 2 anak mereka. RMG terpaksa mengundurkan Pekabaran Injil di sana

lalu memindahkannya ke Tanah Batak (1861), Nias (1865), Mentawai (1901), dan Enggano

(1903), Pekabaran Injil yang ditinggalkan RMG di Kalimantan Tenggara diteruskan Basler

Mission Dari Swiss. Pimpinan RMG, Inspektur Dr.Friedrich Fabri mengutus dua misionaris,

Klammer dan Heine. Keduanya tiba di Sibolga 17 Agustus 1961 dan memilih Sipirok sebagai

pos utama.

Atas koordinasi Zending Emelo dan RMG, Betz dan van Asset bergabung dengan

Heine dan Klammer di bawah naungan RMG. Keempat misionaris itu melakukan rapat

pembagian tugas pada 7 Oktober 1861. Betz mendapat tugas di tempat pelayanan yang telah

dia buka sebelumnya, yaitu Bungabondar, Klammer di Sipirok, sedangkan Heine dan van

Asselt di Pangaloan. Tanggal pembagian tugas inilah yang kemudian dicatat sebagai hari jadi

atau lahirnya HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).

Lothar Schreiner,dalam bukunya Adat dan Injil membuat tahapan sejarah pengkristenan

orang Batak denga merujuk pada tugas pelayanan Ingwer Ludwig Nommensen dan di

mulainya pekabaran Injil oleh RMG di tanah Batak. Nommensen (1834-1918) merupakan

tokoh sentral Pekabaran Injil di Tanah Batak yang kemudian dijuluki sebagai “Rasul Batak”.

Pertama kali Nommensen datang di Barus Juni 1862, ditempatkan oleh rekan-rekan

pendahulunya di Parausorat Desember 1862, lalu ke Silindung November 1863. Silindung

adalah pilihan utama karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun ditentang

pemerintah Hindia Belanda karena daerah alam yang masih hutan belantara serta

kemungkinan ditolak bahkan bisa terbunuh.

Nommensen, yang kini tetap dikenang dan dipanggil dengan gelar kehormatan “Ompu

I, Apostel Batak”. Dalam perjalanan misi pekabaran injilnya bukanlah tanpa rintangan,

beberapa kali ia pernah akan dibunuh dengan cara menyembelih dan meracunnya. Alasannya,

ia dicurigai sebagai mata-mata “Si Bottar Mata” (stereotip ini ditujukan kepada Belanda).

Page 17: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Suatu kali di puncak (dolok) Siatas Barita (sekarang puncak Taman Wisata Rohani

Salib Kasih, Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara), Nommensen pernah hendak dibunuh.

Waktu itu sedang berlangsung ritual penyembahan kepada Sombaon Siatas Barita, ialah roh

alam yang disembah orang Batak. Kerbau pun disembelih. Akan tetapi, pemimpin ritual

(Sibaso) tidak menyukai Nommensen dan menyuruh pengikutnya untuk membunuh dia. Lalu,

kata Nommensen kepada mereka, “Roh yang berbicara kepada Sibaso bukanlah roh Siatas

Barita, nenek moyangmu, melainkan roh setan. Nenek moyangmu tidak mungkin menuntut

darah salah satu keturunannya.” Sibaso jatuh tersungkur dan mereka tidak mengganggunya

lagi. Pada 1881 misi pekabaran injil dilanjutkan oleh Pendeta Bonn yang telah mendapat

restu dari Raja Ompu Tinggi dan Raja Oppu Timbang yang menyediakan lahan gedung

sekolah di Laguboti. Sepeninggalan Bonn, Nommensen mendapat rintangan di mana sempat

terjadi perdebatan sesama penduduk atas izin sebidang tanah. Setelah akhirnya mendapat

persetujuan dari penduduk, ia pun mendirikan gereja, sekolah, balai pengobatan, lahan

pertanian dan tempat tinggalnya di sana. Konsep pembangunan satu atap ini disebut dengan

“pargodungan”, yang menjadi karakter setiap pembangunan gereja Protestan di Tanah Batak.

Nommensen bersama beberapa pendeta lainnya melanjutkanzendingdengan menaiki

“solu” (perahu) melintasi Danau Toba yang menuju Pulau Samosir. Pada 1893 Pendeta J.

Warneck tiba di Nainggolan, 1898 Pendeta Fiise di Palipi, 1911 Pendeta Lotz di Pangururan

dan 1914 Pendeta Bregenstroth di Ambarita. Misizendingtak berhenti sampai di sana, RMG

mengutus Pendeta Simon, Pendeta Guillaume dan Pendeta Meisel menuju Sigumpar pada 16

Maret 1903 untuk peerluasan pekabaran Injil sampai ke daerah Simalungun.

Misi Nommensen memang penuh pengorbanan dan menyisakan kenangan. Gereja

Dame adalah salah satu gereja kecil yang pertama kali didirikannya ketika menginjakkan

kakinya di daerah Silindung, Tarutung. Tercatat pula bahwa sejak tahun 1861 telah berdiri

gereja-gereja kecil di Sipirok dan Bunga Bondar atas misizendingsebelumnya. Kemudian

pada 1862 di Parau Sorat, Pangaloan, Sigompulon; 1864 di Pearaja; 1867 di Pansur Napitu;

1870 di Sipoholon, Sibolga, Aek Pasir; 1875 di Simorangkir; 1876 di Bahal Batu; 1881 di

Balige; 1882 di Sipahutar, Lintong ni Huta; 1883 di Muara; 1884 di Laguboti, 1888 di

Hutabarat, Sipiongot; 1890 di Sigumpar, Narumonda, Parsambilan, Parparean; 1893 di

Nainggolan; 1894 di Silaitlait; 1897 di Simanosor Batangtoru; 1898 di Palipi; 1899 di

Lumban na Bolon, 1900 di Tampahan, Butar; 1901 di Sitorang; 1902 di Lumban Lobu,

Silamosik, Nahornop; 1903 di Paranginan, Pematang Raya; 1904 di Dolok Sanggul; 1905 di

Parmonangan, Sipiak; 1906 di Parsoburan; 1907 di Pematang Siantar; 1908 di Sidikalang;

Page 18: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

1909 di Bonan Dolok, Tukka; 1910 di Purbasaribu; 1911 di Barus; 1912 di Medan; 1914 di

Ambarita dan 1922 di Jakarta. Misi pekabaran Injil yang dilakukan Nommensen adalah misi

zending inkulturatif yaitu misi pekabaran Injil yang tidak melupakan keaslian budaya

setempat dalam pelaksanaan rutinitas ibadah. Atas jasanya itu, RMG kemudian mengangkat

Nommensen menjadai Ephorus (Pimpinan tertinggi Jemaat HKBP) pada 1881 hingga akhir

hayatnya wafat pada 23 Mei 1918.

Dari Kanibalisme ke Humanisme

Kanibalisme merupakan sebuah fenomena di mana satu makhluk hidup makan makhluk

sejenisnya. Misalkan anjing yang memakan anjing atau manusia yang memakan manusia.

Kadang-kadang fenomena ini disebut anthropophagus (Bahasa Yunanianthrôpos, “manusia”

danphagein, "makan").

Dalam The History of Sumatera, William Marsden mengutip catatan penjelajah Barat

yang pernah berpetualang ke tanah Batak pada abad k-18. Di daerah yang sekarang bernama

Tapanuli Selatan, ia menjumpai orang yang memakan manusia. Kanibalisme ini terjadi ketika

upacara tanda penaklukan terhadap musuh. Jadi, apabila terjadi peperangan, maka pihak yang

menang memakan tubuh musuhnya sebagai simbol kemenangan. Samuel Munson dan Henry

Lyman, dua misionaris utusan Gereja Amerika pada Juli 1834 terbunuh dan mayat mereka di

pertontonkan di sebuah pekan di Lobupining, tidak jauh dari Sisangkak, sebagai tanda

kemenangan. Mayat kedua misionaris itu dimakan hingga tinggal kerangka. Nommensen juga

pernah hendak dibunuh. Waktu itu sedang berlangsung ritual penyembahan kepada Sombaon

Siatas Barita, ialah roh alam yang disembah orang Batak. Kerbau pun disembelih. Akan

tetapi, pemimpin ritual (Sibaso) tidak menyukai Nommensen dan menyuruh pengikutnya

untuk membunuh dia. Lalu, kata Nommensen kepada mereka, “Roh yang berbicara kepada

Sibaso bukanlah roh Siatas Barita, nenek moyangmu, melainkan roh setan. Nenek moyangmu

tidak mungkin menuntut darah salah satu keturunannya.” Sibaso jatuh tersungkur dan

mereka tidak mengganggunya lagi.

Kampung Batak di masa lampau, Ambarita, dikelilingi bebatuan berduri sebagai

perlindungan dari serangan musuh. Masyarakat Ambarita dulu sering berperang dan

memasung musuh yang tertangkap. Lalu, melalui kalender Batak, raja akan menentukan hari

untuk menyidangkan tawanan di taman kecil di tengah desa. Jika hukuman mati ditetapkan,

tawanan direbahkan dibatu datar, mirip meja makan, di belakang desa. Karena biasanya

Page 19: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

tawanan dianggap memiliki ilmu hitam, seorang pemancung berpakaian adat lengkap, mula-

mula akan menyayat lengan tawanan dengan pisau kecil dan menyiramnya dengan perasan

air limau. Saat tawanan menjerit-jerit kesakitan, ini diartikan segala ilmunya telah hilang.

setelah itu, tawanan dibedah hidup- hidup, diiringi sorak-sorai. Perutnya di belah, diambil

isinya dan dibagikan kepada penduduk untuk segera dimakan.

Dengan perut menganga dan hampir mati, tawanan dipapah menuju batu pancungan.

Dalam satu kali ayunan parang, kepala tawanan harus putus. Kalau gagal, kepala

sipemancung yang akan dipenggal. Itu sebabnya sipemancung harus berpengalaman dan

parangnya harus tajam. Kepala tawanan dan daging dari mayatnya dicincang dan dimasak

dengan daging kerbau, lalu dihidangkan diatas meja eksekusi untuk disantap oleh Raja.

Darahnya digunakan sebagai pencuci mulut, sedangkan tulang belulangnya dibuang ke danau

Toba. Eksekusi terakhir terjadi kira-kira tahun 1860, sebelum kedatangan misionaris Ingwer

Ludwig Nommensen, yang berhasil memahami adat serta bahasa setempat dan merubah

masyarakat Batak termasuk di Ambarita, menjadi penganut Kristen Protestan yang taat dan

menghapus ritual kanibalisme ini. Sebelumnya, misionaris lainnya selalu gagal dan justru

berakhir di batu eksekusi.

Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang

bertujuan untuk memperkuattondi (jiwa) si pemakan daging manusia tersebut. Secara

khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap sebagai kayatondi. Dalam

memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari April-

September 1292, ia menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan akan

adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia". Dari sumber-

sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat

"Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi

langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, namun dia bisa menceritakan

ritual tersebut. Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian

besar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia

Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis sebuah deskripsi

singkat tentang penduduk Batak: "Dalam bagian pulau, disebut Batech kanibal hidup

berperang terus-menerus kepada tetangga mereka ". Thomas Stamford Raffles pada 1820

mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging

manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan. Raffles menyatakan

bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu

Page 20: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu seorang penjahat akan dimakan hidup-hidup,

daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi". Para dokter

Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun

1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang ia

sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan

lapar, ia tiba di sebuah desa yang penduduknya sangat ramah. Makanan yang ditawarkan oleh

tuan rumahnya ternyata adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari

sebelumnya. Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun

1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu

pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden

untuk beberapa hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang

Batak sebagai perbuatan berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang

sangat sempit yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe

merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka

menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam. Ida Pfeiffer mengunjungi

Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia

diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi

darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat menjadi

semacam puding dengan nasi. Tubuh kemudian didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak

kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak

kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat menjadi hidangan khas. Daging pada

umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk

mengambil bagian dalam makan malam publik besar ".

Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali

mereka. Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal abad ke-20, dan nampaknya

kemungkinan bahwa adat tersebut telah jarang dilakukan sejak tahun 1816. Seiring dengan

masuknya agama di Tanah Batak, seperti agama Kristen dan Islam, maka segala tradisi

kanibalisme itupun punah, dan segala catatan sejarah tentang kanibalisme di tanah Batak pun

telah dimusnahkan. Karena bertolakbelakang dengan ajaran agama yang berkembang di

Tanah Batak. Saat ini suku Batak, setelah meninggalkan segala bentukperilaku barbar dan

kanibalismenya, sebagai suku pedalaman dan suku terpencil, ternyata berkembang menjadi

salah satu suku termaju di Indonesia. Perubahan sosial terwujud dalam gereja Huria Kristen

Page 21: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Batak Protestan (HKBP) yang telah berdiri 150 tahun (7 Oktober 1861) di kabupaten

Tapanuli Utara, propinsi Sumatera Utara.

Misi pekabaran Injil yang dilakukan Nommensen adalah misi zending inkulturatif yaitu

misi pekabaran Injil yang tidak melupakan keaslian budaya setempat dalam pelaksanaan

rutinitas ibadah. HKBP saat ini merupakan organisasi keagamaan terbesar ketiga di Indonesia

setelah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Berdirinya gereja tersebut menjadi bukti

bahwa misi keagamaan harus mampu beradaptasi dengan kebudayaan. Ini yang Soekarno

sebut Ketuhanan yang berbudaya, ketika Soekarno merumuskan ideologi negara Indonesia.

Masyarakat asli suku Batak dengan segala karateristik peradabannya mengalami proses

perubahan sosial menjadi masyarakat yang lebih humanis, religius, dan nasionalis.

Page 22: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

KESIMPULAN

Interaksi sosial dalam masyarakat yang dinamis akan melahirkan kebudayaan dan

pengetahuan masyarakat. Perkembangan kebudayaan dan pengetahuan merupakan bentuk

peradaban masyarakat. Perubahan sosial masyarakat suku Batak dipengaruhi faktor eksternal

yaitu pengaruh kebudayaan lain. Perubahan sosial masyarakat suku Batak banyak

dipengaruhi oleh misi Pekabaran Injil Rheinische Missions-Gesselschaft. Salah satu hasil

perubahan sosial terwujud dalam gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang telah

berdiri 150 tahun (7 Oktober 1861) di kabupaten Tapanuli Utara, propinsi Sumatera Utara.

HKBP saat ini merupakan organisasi keagamaan terbesar ketiga di Indonesia setelah

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Berdirinya gereja tersebut menjadi bukti bahwa misi

keagamaan harus mampu beradaptasi dengan kebudayaan. Ini yang Soekarno sebut

Ketuhanan yang berbudaya, ketika Soekarno merumuskan ideologi negara Indonesia.

Masyarakat asli suku Batak dengan segala karateristik peradabannya mengalami proses

perubahan sosial menjadi masyarakat yang lebih humanis, religius, dan nasionalis melalui

misi keagamaan dalam gereja HKBP oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen.

Satu keturunan yang sama, satu tanah kelahiran yang sama, dan satu identitas yang juga

tetap sama, sebagai alasan bahwa suku Batak adalah masyarakat asli, bahkan sampai saat ini.

Masyarakat suku Batak memiliki dinamika masyarakat dan mengalami perubahan sosial

dalam usaha membangun peradabannya. Seperti uraian tentang masyarakat yang telah

dijelaskan, perubahan sosial masyarakat ada yang berjalan cepat maupun lambat. Dalam

sejarah suku Batak pernah terjadi perubahan sosial cepat pada perilaku sosial masyarakatnya.

Abad ke-19, suku Batak masih memiliki peradaban yang cenderung primitif, seperti aliran

kepercayaan animisme-dinamisme, permusuhan antar kelompok, perjudian, hingga

kanibalisme. Mereka menganut agama Parmalim dan menyembah kepada Mulajadi Nabolon

yang dipercayai sebagai penguasa di atas langit. Proses perubahan sosial masyarakat asli suku

Batak terjadi dari perilaku sosial yang masih kanibal hingga masuknya misi keagamaan

dalam wujud gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), yang merubah peradaban suku

Batak menjadi lebih baik dan lebih humanis.

Page 23: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dhohiri, Taufiq Rohman, dkk. 2006.Sosiologi: Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat.

Jakarta. Yudhistira.

Hutagalung, W M. 1991.Pustaha Batak: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak.

Medan. Tulus Jaya.

Idrus, Muhammad. 2009.Metode Penelitian Ilmu Sosial: Edisi Kedua. Jakarta. Erlangga.

Johnson, Doyle Paul. 1986.Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta. Gramedia.

Kartosapoetra, G, dan Kreimers, L J B. 1987.Sosiologi Umum. Jakarta. Bina Aksara.

Koentjaraningrat. 1971.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta. Djambatan.

Koentjaraningrat. 2002.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rineka Cipta.

Muin, Indianto. 2006.Sosiologi SMA/MA Jilid 3 untuk Kelas XII. Jakarta. Erlangga.

Nawawi, H. Hadari. 1991.Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press.

Ritzer, George. 1985.Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta. Rajawali.

Ritzer, G, dan Goodman, Douglas J. 2003.Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Kencana.

Siahaan, Hotman M. 1986.Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta.

Erlangga.

Sihombing, T M. 1989.Jambar Hata. Medan. Tulus Jaya.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2012.Konsepku Membangun Bangso Batak: Manusia,

Agama, dan Budaya. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor.

Sinaga, Richard. 2012.Meninggal Adat Dalihan Natolu (Adat tu na Monding). Jakarta. Dian

Utama

Sztompka, Piӧ tr. 2004.Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta. Prenada.

Jurnal dan Majalah

Page 24: Sokemd - Perubahan Sosial Suku Batak Dari Kanibalisme Ke Humanisme-libre

Siburian, Robert. 2008.Kearifan Ekologi dalam Budaya Batak sebagai Upaya Mencegah

Bencana Alam. Jurnal: Masyarakat Indonesia, Edisi XXXIV, No. 1 Hal. 63-86.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sumatera: Menyibak Tabir Pusaka di Pulau Emas. 2012. Jakarta. Indomultimedia.

Internet

http://wisatanasional.com/?par=8&ki=669

http://sosbud.kompasiana.com/2011/12/09/kanibalisme-dan-hkbp/

http://planet-berita.blogspot.com/2011/09/benarkah-orang-batak-dulunya-kanibal.html

http://www.tobatabo.com/shownews.php?cat=9&news_id=113

http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Padri

http://horasiohatorangan.wordpress.com/2009/05/25/nommensen-dan-kristiani-batak/