Soeharto2

64
32 BAB II BIOGRAFI H.M. SOEHARTO 2.1 Asal Usul H.M.Soeharto 2.1.1 Masa Kecil H.M.Soeharto Jawa tengah merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan jawa kuno, terdapat sebuah desa bernama Kemusuk. Desa kecil dan damai ini hampir tidak pernah diperhatikan orang sampai salah satu putranya menjadi presiden Indonesia kedua. Putra itu adalah H.M. Soeharto yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Kampung Kemusuk, Argomulyo, Desa Godean, sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta. Ia adalah anak pasangan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu (petugas irigasi desa), dan Sukirah.29 Dalam Taksonomi Jawa, Soe berarti lebih baik dan harto berarti kekayaan.30 Pada masa itu, desa kemusuk dibagi menjadi dua bagian yaitu Kemusuk Lor (Utara) dan Kemusuk Kidul (Selatan). Kakek buyut Soeharto, Demang Wongsomenggolo, merupakan salah satu pendiri desa Kemusuk. Garis keluarga Soeharto dari pihak ayah Soeharto berasal dari bagian sebelah selatan desa, sedangkan garis keluarga ibunya berasal dari Kemusuk Utara. Pada zaman itu, merupakan hal yang lazim bagi orang-orang yang tinggal dilingkungan yang sama untuk menikah satu dengan yang lain.Hal ini mengingat sangat sulit dan tidak terpikirkan untuk dapat bertemu dengan orang yang berasal dari luar daerah itu. 29 Bambang Sulistiyo,dikutip dari GATRA, 2008, hal.39. 30 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Soeharto The Life and Legacy of Indonesias Second President,Jakarta:Kasta Hasta Pustaka, 2007, hal. 5.

Transcript of Soeharto2

32 BAB II BIOGRAFI H.M. SOEHARTO 2.1 Asal Usul H.M.Soeharto 2.1.1 Masa Kecil H.M.Soeharto Jawa tengah merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan jawa kuno, terdapat sebuah desa bernama Kemusuk. Desa kecil dan damai ini hampir tidak pernah diperhatikan orang sampai salah satu putranya menjadi presiden Indonesia kedua. Putra itu adalah H.M. Soeharto yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Kampung Kemusuk, Argomulyo, Desa Godean, sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta. Ia adalah anak pasangan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu (petugas irigasi desa), dan Sukirah.29 Dalam �Taksonomi� Jawa, Soe berarti lebih baik dan harto berarti kekayaan.30 Pada masa itu, desa kemusuk dibagi menjadi dua bagian yaitu Kemusuk Lor (Utara) dan Kemusuk Kidul (Selatan). Kakek buyut Soeharto, Demang Wongsomenggolo, merupakan salah satu pendiri desa Kemusuk. Garis keluarga Soeharto dari pihak ayah Soeharto berasal dari bagian sebelah selatan desa, sedangkan garis keluarga ibunya berasal dari Kemusuk Utara. Pada zaman itu, merupakan hal yang lazim bagi orang-orang yang tinggal dilingkungan yang sama untuk menikah satu dengan yang lain.Hal ini mengingat sangat sulit dan tidak terpikirkan untuk dapat bertemu dengan orang yang berasal dari luar daerah itu. 29 Bambang Sulistiyo,dikutip dari GATRA, 2008, hal.39. 30 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia�s Second

President,Jakarta:Kasta Hasta Pustaka, 2007, hal. 5.

33 Kakek Soeharto dari pihak ayah bernama Kertoirono. Ia mempunyai dua anak, Kertoredjo yaitu ayah Soeharto dan seorang anak perempuan yang bernama Prawirohardjo. Dalam tradisi Jawa Tengah, adalah hal yang wajar bagi seorang pria untuk mengganti nama ketika menikah. Oleh karena itu Kertoredjo mengubah namanya menjadi Kertosudiro ketika menikah, menggunakan nama keluarga istrinya. Kertosudiro bekerja sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu. Jabatan ini termasuk tinggi bagi mereka yang tinggal di lingkungan pedesaan. Ibu dari Soeharto adalah

anak dari Notosudiro, Ibunya bernama Sukirah, perkawinan orangtua Soeharto berdasarkan perjodohan, dimana ayah Soeharto sebelumnya sudah pernah menikah dan mempunyai anak dua dari perkawinan sebelumnya. Tahun 1921 bukanlah tahun yang mengembirakan, bukan pula saat yang menjanjikan kesejahteraan bagi penduduk Kampung Kemusuk. Tiga tahun setelah berakhirnya perang Dunia I ditandai dengan krisis ekonomi yang merata sampai ke Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau penghasil rempah-rempah lainnya dalam koloni Hindia Belanda. Dalam kondisi kesejahteraan yang terbatas itulah, Kertosudiro berharap kelak putranya tumbuh menjadi orang yang kaya dan berkedudukan tinggi. Harapan itu dimulai dengan kenyataan yang tidak terlalu baik, tidak lama setelah melahirkan Soeharto, Sukirah dan Kertasudiro bercerai. Sukirah kemudian menikah lagi dengan Atmopawiro dan memiliki tujuh anak yang salah satunya adalah Probosutedjo, yang pada masa pemerintahan Orde Baru

34 dikenal sebagai konglomerat kontroversial, sedang Kertosudiro juga menikah lagi dan memperoleh empat orang anak.31 Soeharto adalah putra satu-satunya dari perkawinan Kertosudiro dan Sukirah. Belum genap berumur 40 hari, Soeharto dibawa ke rumah adik kakeknya, Kromodiryo, seorang dukun bayi yang juga membantu kelahiran Soeharto, hal ini disebabkan karena kesehatan Sukirah memburuk, akhirnya Soeharto harus tinggal dirumah Kromodiryo lebih lama kurang lebih empat tahun. Di rumah Kromodiryo, Soeharto menemukan kehangatan kasih sayang, dirumah Kromodiryo, Soeharto belajar berdiri dan berjalan. Kromodiryo membawa Soeharto kecil ke mana pun ia pergi dan mengajarkan Soeharto berdiri dan menapaki langkah-langkah pertamanya. Apabila Kromodiryo harus melaksanakan tugas sebagai bidan, kakeknya akan membawa Soeharto kesawah. Anak laki-laki kecil itu dipanggul di pundak kakeknya sementara sang kakek mencangkul tanah untuk bertani. Kehidupan desa sangat menyenangkan bagi Soeharto. Pada masa kecilnya, ia mengalami kecelakaan pada saat memotong sebatang pohon pisang dan pisaunya jatuh mengenai jari kakinya, neneknya Kromodiryo sangat menyayangi Soeharto, ketika melihat mengalami kecelekaan tersebut neneknya langsung membalut luka Soeharto dengan penuh kasih sayang. Bagi Soeharto, masa-masa itu adalah masa yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Tahun-tahun di masa kecilnya itu membawa pengaruh sangat besar baginya, dan ini terlihat dari kebiasaan Soeharto 31 A.Yogaswara,Biografi Daripada Soeharto dari Kemusuk Hingga�Kudeta Camdessus�,Jakarta: Media Pressindo,2007, hal 20.

35 yang lebih suka makan makanan sederhana dan memakai pakaian yang sederhana.32 Ketika berumur empat tahun, Soeharto diambil kembali oleh Sukirah dan diajak tinggal bersama Atmopawiro yaitu ayah tiri Soeharto. Atmopawiro sayang pada putra tirinya dan bahkan membelikan Soeharto seekor kambing. Tindakan ini dengan tegas memperlihatkan kasih sayangnya pada Soeharto karena kambing adalah ternak yang bernilai tinggi di Indonesia. Setelah mulai beranjak besar, Soeharto menghabiskan waktu senggangnya dengan mengembala. 2.1.2 Masa Sekolah H.M. Soeharto Soeharto yang beranjak besar disekolahkan Sukirah di Desa Puluhan, Godean. Namun karena Sukirah dan Atmopawiro pindah ke daerah kemusuk Kidul, maka Soeharto pun pindah sekolah ke desa Pedes. ketika Soeharto memasuki usia delapan tahun. Kertosudiro, ayah kandungnya memutuskan agar Soeharto dipelihara oleh adik perempuannya, Ibu Prawirowihardjo di Wuryantoro. Sebuah tempat yang lebih makmur apabila dibandingkan dengan Kemusuk. Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani, sebuah jabatan yang cukup tinggi di kalangan orang desa, diharap dapat memberi Soeharto pendidikan yang lebih baik. Kehidupan Prawirowihardjo sebagai seorang mantri tani membuat kehidupan Soeharto merasa lebih baik daripada sebelumnnya. Pada masa ini, Soeharto banyak belajar tentang segala sesuatu, dari masalah pertanian hingga keagamaan. Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani atau petugas 32 Retnowati AbdulGani- KNAPP, Op.cit, hal.6.

36 tanah, sebuah jabatan yang cukup tinggi di kalangan orang desa. Dari mengikutinya, Soeharto menjadi tahu banyak hal mengenai kegiatan bercocok tanam. Sebuah kegiatan yang pada akhirnya menjadi kegemaran Soeharto hingga usia tua. Dan pada masa-masa ini telah membangkitkan rasa simpati Soeharto yang mendalam terhadap para petani.33 Kehidupan di Wuryantoro telah membangun karakter Soeharto. Sebagai seorang penganut islam yang taat, Ibu Prawirowihardjo mengajarkan Soeharto bukan hanya tentang pentingnya sekolah tetapi juga pentingnya pendidikan kerohanian dan agama. Soeharto meluangkan waktu malamnya belajar membaca Al-Qur�an di langgar. Pada masa-masa ini hati Soeharto terhgerak untuk mengikuti ajaran nenek moyang, suatu perkembangan penting yang kemudian melekat dan mempengaruhi Soeharto selama hidupnya. Ini juga merupakan periode dimana Soeharto belajar tiga prinsip �jangan� dalam hidup ini. �Jangan kagetan�, �jangan terkagum-kagum� dan �jangan mencemooh�. Atau �sabar, nrimo, melek�-jadilah orang yang sabar,apa pun yang terjadi terimalah, jangan mengeluh serta gunakan selalu kewaspadaan.34 Soeharto menjalani pendidikan kerohaniannya dengan sungguh-sungguh. Diantaranya Soeharto berpuasa di hari senin dan kamis, serta tidur dibawah atap luar rumah. Orang jawa umumnya percaya bahwa dengan berpuasa dan bersemedi seseprang dapat memperoleh kekuatan batin untuk dapat mengatasi segala cobaan hidup. Soeharto juga bergabung dengan Hizbul Wathan, sebuah kelompok keagamaan. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan dalam rangka menghormati 33 Ibid, hal.21 34 Ibid, hal.8

37 nenek moyang yang telah tiada. Sedangkan sentimen nasionalisme soeharto terasah dan berkembang lewat pelajaran di bangku sekolah dan agama Islam dipelajarinya di malam-malam yang dilewatinya di langgar. Ketiga faktor ini tidak dapat diragukan lagi, telah membentuk watak dan sikap hidup Soeharto di kemudian hari. Selama tinggal dengan keluarga Prawirohardjo, Soeharto memperoleh kesempatan yang baik untuk memperoleh pengetahuan langsung tentang pertanian. Hal yang satu ini merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan Soeharto dalam memimpin Indonesia. Soeharto sering mendampingi pamannya melakukan kunjungan ke lahan-lahan yang telah siap untuk ditanami padi. Dalam kesempatan � kesempatan seperti ini, sering terjadi tanya jawab, di mana pamannya dapat menerangkan secara detil tentang cara bertani yang lebih canggih kepada para petani. Soeharto sangat mengagumi pada dedikasi pamannya terhadap pekerjaanya. Kegigihan dan daya cipta pamannya secara mendalam telah memberi inspirasi pada Soeharto dan menjadi prinsip- prinsip yang telah membimbingnya dalam kehidupan Soeharto dikemudian hari. Pada masa inilah Soeharto menyerap budi pekerti dan falsafah hidup dari lingkungannya. Ini adalah masa di mana Soeharto merasa paling dicintai. Dia mencintai dan dicintai oleh mereka-mereka yang telah merawatnya seperti anak kandung walaupun dari ibu atau bapak yang tidak sama. Pergaulannya dengan orang tuangnya, saudara, teman dan keluarga yang lain selama masa kanak � kanaknya memainkan peran yang penting saat Soeharto harus mengambil keputusan sebagai presiden nantinya. Pengalaman masa kecilnya terutama

38 penderitaan yang dialami Sukirah dan berbagai kesulitan keuangan yang dihadapi Kertosudiro mengajarnya agar jangan menjadi orang miskin. Kasih sayang Kromodiryo, Prawirohardjo dan perhatian dari Atmopawiro mempengaruhi keputusan Soeharto untuk selalu merawat para kerabatnya di kemudian hari. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar selama lima tahun, Soeharto meneruskan pelajarannya di Schakel School, sebuah sekolah menengah pertama di Wonogiri, disana Soeharto tinggal bersama Hardjowijono, teman ayah Soeharto yang merupakan pensiunan pegawai kereta api. Hardjowijono adalah murid Kyai Darjatmo, seorang guru agama terkenal yang bisa menyembuhkan penyakit dan meramal masa depan. Soeharto belajar filsafat dari beliau dan sering ikut dengannya ke mesjid dimana ia mengajar. Termasuk diantara para pengikut Kyai Darjatmo adalah dari kalangan intelek, birokrat, pedagang dan petani. Pada masa-masa ini Soeharto belajar untuk meracik obat-obat tradisional dari berbagai

tanaman yang tumbuh di sekitar daerah itu. Kemudian soeharto pindah bersekolah di sekolah menengah Muhammadiyah di kota Jogja, dari kehidupan di Jogja ini, Soeharto mendengar awal-awal protes bangsa Indonesia terhadap penjajahan pemerintahan kolonial Belanda. Tidak lama setelah itu, angin perang mulai menyapu seluruh wilayah Pasifik. Karena terlalu disibukkan oleh urusan perang, belanda tidak menggubris gerakan �gerakan pertemuan di bawah tanah yang diselenggarakan oleh para politisi muda Indonesia. Mereka banyak mengadakan rapat untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari penjajahan belanda. Soeharto tidak

39 terlalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan ini karena ia sedang berkonsentrasi untuk menyelesaikan pendidikannya yang baru selesai pada tahun 1939. Setelah lulus di tahun 1939, ia dituntut untuk mencari nafkah sendiri. Setengah menyalahkan keadaan, Soeharto mencatat,�sangat sulit memperoleh pekerjaan tanpa bantuan orang yang berkedudukan ataau berpengaruh, tanpa uluran tangan orang kaya ataupun pengusaha besar saat itu�.35 Soeharto kembali ke Wuryantoro, kemudian ia diterima bekerja di sebuah bank desa (Volks-bank) sebagai pembantu klerek yang bertugas berkeliling kampung untuk bertemu dengan para petani, pedagang kecil ataupun pemilik warung kecil yang ingin mengajukan pinjaman. 2.2 Jatuh Bangun Karier H.M Soeharto Di usia 17 tahun, Soeharto pernah berprofesi sebagai asisten pegawai bank desa (Volksbank) di Wuryantoro, pada masa itu pegawai bank desa adalah tugas utama Soeharto, yang setiap bertugas mengenakan seragam pakaian adat jawa lengkap, mendampingi pegawai bank mengambil aplikasi pinjaman.36Soeharto dipecat sebagai pegawai bank disebabkan seragam pakaian adat yang dikenakannya dalam bertugas rusak dan tidak dapat menggantikan seragam yang baru. Setelah kehilangan pekerjaan,Soeharto kembali terjebak pada kehidupan yang tidak menentu. Dan dalam ketidak menentuan tersebut, Soeharto seperti juga masyarakat yang bernasib sama dengannya di masa itu, mengalihkan pandangan mereka kearah kemiliteran. Imbas perang Duni ke II yang juga telah sampai ke 35 Ibid, hal.23 36 dikutip dari tabloid Bintang Indonesia, 2008, hal.14.

40 Indonesia menjadikan kemiliteran sebagai �sebuah pekerjaan� yang tampak lebih bersinar dibanding bidang pekerjaan-pekerjaan yang lain. Soeharto sempat berfikir melamar menjadi tentara Angkatan laut, namun niat itu dibatalkan, karena Soeharto tahu akan menempati posisi sebagai juru masak. 2.2.1 Menjadi Anggota KNIL Karier Soeharto sebagai parjurit diawali dengan Soeharto mendaftar ke KNIL (Koninklijk Nederlans Indisch leger sebutan bagi Angkatan Bersenjata hindia-Belanda),yang kemudian Soeharto mendapat surat panggilan untuk bergabung dengan KNIL. Kelak Soeharto mencatat,� Pada mulanya saya sama sekali tidak akan mengira bahwa lamaran yang saya ajukan akan merupakan anak kunci yang membuka pintu lapangan hidup yang menyenangkan�.37 Soeharto bergabung dengan KNIL pada 1 juni 1940 dan itu merupakan 1940 langkah pertama yang mengawali karir militernya yang panjang. Soeharto memulai pelatihan militer dasar di gombong, sebelah barat Yogya. disinilah kualitas kepemimpinan Soeharto dan keterampilan berpikirnya yang sangat startegis diasah. Ada dua cara menjadi anggota KNIL, cara panjang dan cara pendek. Cara panjang atau yang disebut Langverband adalah dinas yang diperuntukkan bagi mereka yang belum pernah mengeyam bangku pendidikan hingga kelas tiga HIS (Holands Inlandse School-SD di zaman Belanda). Lulusan Langverband membutuhkan waktu yang lama , yaitu sepuluh tahun, untuk menjadi kopral. Sedangkan cara pendek atau Kortverband diperuntukkan bagi mereka yang telah lulus HIS atau lebih. Lulusan kortverband kemudian dapat 37 A.Yogaswara. Opcit. hal 27

41 melanjutkan pendidikannya ke Kader School untuk menjadi kopral. Karena tingkat pendidikan yang dimiliki Soeharto, maka Soeharto masuk Kortcerband.38 Setelah lulus dengan memperoleh predikat terbaik, Soeharto ditempatkan di Batalion XII di Rampal, malang. Pada tanggal 2 desember 1940, Soeharto memperoleh pangkat kopral. Kemudian Soeharto dikirim kembali ke Gombong untuk menjalani latihan lanjutan dan mendapatkan pangkat sersan. Pada saat itu jepang mulai mendekat dan Soeharto pergi ke Bandung sebagai prajurit cadangan di markas besar tentara Circasua. Soeharto hanya sempat tinggal selama seminggu disana karena pada tanggal 8 Maret 1942 belanda menyerah dengan jepang. 2.2.2 Menjadi Anggota PETA Situasi negeri semakin memburuk, Soeharto memutuskan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Yogya menjadi pilihan Soeharto, karena Yogya memiliki prospek yang lebih baik. Soeharto mulai belajar mengetik, tetapi Soeharto terhenti karena ia jatuh sakit. Secara tidak sengaja , suatu hari Soeharto mendengar adanya rekrutmen anggota baru keibuho, sebutan bagi polisi di masa pendudukan jepang. Awalnya Soeharto ragu untuk mendaftarkan karena takut ketahuan sebagai bekas anggota KNIL. Kondisi serta kebutuhan yang akhirnya membuat Soeharto berani mendaftarkan diri. Soeharto yang pernah memperoleh pendidikan kemiliteran di masa Belanda dapat melalui semua tes dengan baik. Bahkan selama tiga bulan pelatihan, Soeharto menjadi lulusan terbaik. Atas saran

Kepala Polisi Jepang. Soeharto mendaftarkan diri ke PETA (Pemebela Tanah Air). 38 Ibid

42 PETA adalah angkatan pertahanan yang dibentuk pada Oktober 1943 oleh Jepang, dengan orang Indonesia sebagai angkatannya. Anggota PETA dilatih dengan tujuan mempertahankan tanah airnya dari serbuan tentara sekutu yang mencoba merebut kembali Indonesia dari tangan Jepang. Pada tahun 1944, Soeharto mengikuti kursus perwira untuk menjadi Chudancho atau komandan kompi di Bogor. Latihan untuk menjadi Chodancho dan Daidancho atau komandan batalion tidak terlalu keras dan lebih rileks. Soeharto menyelesaikan kursus taktik dan strategi militer di tahun 1944 dan kemudian ditugaskan ke Seibu, markas PETA di Solo, dan bertanggung jawab atas pelatihan di sana. Selama di PETA, Soeharto mencatat bahwa rasa patriotisme serta nasionalismenya mulai bangkit.39 Ini tidak terlepas dari propaganda Jepang yang menanamkan semangat anti-Barat. Selain itu, tekanan keras yang diberikan Jepang kepada rakyat Indonesia telah membangkitkan semangat kekeluargaan dan persatuan dikalangan prajurit PETA. Semboyan �Tiga A� yang digembargemborkan Jepang, yaitu Jepang pemimpin Asia, jepang pelindung Asia, Jepang cahaya Asia, terbukti hanya bohong belaka. Perlakuan jepang terhadap Indonesia justru mencerminkan sikap memandang rendah. Akibatnya, mulai muncul pemberontakan PETA di Blitar pada februari 1945, PETA kemudian menjadi bagian inti dari angkatan perang Indonesia yang baru. Kesatuan ini bukan merupakan kelanjutan angkatan perang belanda atau Jepang, tetapi dilahirkan pada masa-masa angkatan revolusi, bentukan para pemuda dan pejuang kemerdekaan yang mandiri. 39 Ibid, hal 30

43 Menyusul menyerahnya Jepang dan Tentara Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada hari jum�at, 17 Agustus 1945 pada jam 10 pagi. Yang berarti dimulainya suatu babak baru bagi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini berarti pula babak baru bagi karier militer Soeharto. 2.2.3 Kiprah Soeharto di Era Revolusi Fisik Saat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Soeharto sedang berada di Brebeg untuk melatih para prajurit dari batalion Blitar untuk menjadi Bundancho (komnadan regu). Di Yogyakarta inilah Soeharto mendengar bahwa kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan di Jakarta. Pada tanggal 19 Agustus 1945, melalui surat kabar Matahari, Soeharto memastikan kebenaran berita tentang kemerdekaan Indonesia serta terpilihnya Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden RI. Di masa-masa ini juga Soeharto masih �buta� terhadap masalah politik, mencoba memperdalam pengetahuan Soeharto dengan bergabung pada Kelompok Phatuk, sebuah kelompok yang secara aktif menyelenggarakan diskusidiskusi masalah politik dan kenengaraan. Sementara itu Presiden Soekarno menghimbau kepada seluruh mantan anggota PETA, Heiho (tentara Jepang local yang terdiri dari relawan dan milisi), Kaigun (angkatan laut Jepang) dan KNIL untuk bergabung dan bersatu di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang didirikan oleh Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 22 Agustus 1945. Soeharto mematuhi himbauan ini, Soeharto bersama dengan kolegakoleganya mantan anggota PETA kemudian bergabung dengan BKR. Maka

44 terbentuklah BKR dengan senjata seadanya, atas pertimbangan senioritas, kemudian terpilih Umar Slamet sebagai ketua BKR sedang Soeharto menjadi wakilnya. BKR inilah yang kemudian mengawali karir cemerlang Soeharto di bidang militer. Semakin hari semakin banyak pihak yang bergabung dengan BKR pimpinan Umar Slamet dan Soeharto. Masalah utama mereka saat itu bukan semangat juang tetapi kurangnya persenjataan yang memadai. Untuk itu diputuskan merebut senjata dari setiap tentara jepang yang ditemui. Untuk melucuti tentara-tentara Jepang, Soeharto sebagai wakil komandan lalu melakukan inisiatif memimpin sebagai BKR (yang berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat-TKR pada tanggal 5 Oktober 1945) ditambah para pemuda dan rakyat untuk menyerbu asrama jepang. Soeharto berhasil melaksanakan niatnya merebut persenjataan dari asrama jepang di Kotabaru. Tentara jepang yang tidak menyangka akan mendapat serangan, akhirnya menyerahkan senjata setelah sebelumnya terjadi pertempuran 12 jam. Ratusan senapan, mesin dan juga senjata lainnya berhasil dirampas.ini pertama kali Soeharto (yang pada saat itu baru berusia 24 tahun) menunjukkan keterampilannya dalam mengambil sebuah keputusan yang secara politis memiliki arti penting bagi karir Soeharto. Karena prestasinya, Soeharto kemudian diangkat menjadi pimpinan Batalion X dengan pangkat mayor. Bersama tiga Batalion lainnya, Soeharto tergabung dalam divisi IX yang dipimpin oleh Jendral Mayor Soedarsono. Pada tanggal 19 Oktober 1945, sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration) datang ke Indonesia melalui Semarang. Tujuannya, melucuti dan

45 juga memulangkan tentara Jepang. Pada masa itu beredar kabar kedatangan Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia.40 Sekutu telah tiba di Magelang dan Ambarawa. Ini berarti keselamatan Yogyakarta, sebagai salah satu kota terpenting di awal berdirinya RI, terancam. Para pimpinan militer pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 12 November 1945. hasilnya, Panglima Divisi V/ Banyumas Kolonel Soedirman terpilih sebagai pemimpin tertinggi. Soeharto bersama Batalion X ditugaskan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah resimen yang dipimpin oleh Letkol Sarbini dengan tujuan menghambat gerak laju tentara sekutu di Magelang. Soeharto dengan pasukannya ditugaskan menduduki Banyubiru. Tugas, sekutu menembakkan meriam ke Banyubiru dari arah Ambarawa. Sekutu akhirnya dapat dipukul mundur ke Semarang. Kolonel Soedirman lalu secara resmi dilantik menjadi Panglima Besar TKR, atas jasa Soeharto, Soedirman mengangkat Soeharto sebagai Komandan Resimen III dari Divisi IX (Istimewa) dengan pangkat letnan kolonel. Berdasarkan dokumen Belanda, sekitar bulan Maret 1946 dikabarkan Soeharto mengepalai tiga batalion, yaitu Batalion X dibawah pimpinan Mayor Sudjono, Batalion XX di bawah Mayor Sardjono, dan Batalion XXV dibawah pimpinan Basyuni. Dan karena adanya reorganisasi, pada bulan Mei 1946, Soeharto masuk ke dalam Divisi III (Pekalongan, Kedu, dan Yogyakarta) hasil penggabungan antara Divisi IX (Istimewa) dengan Divisi V (Pekalongan Kedu).41 40 lihat Bintang Indonesia, Opcit. Hal. 15. 41 A.Yogaswara, Opcit. Hal 38.

46 Tahun 1946 adalah tahun yang menjadi titik balik dari kehidupan Soeharto. Bermodalkan kualitas diri yang dimilikinya, Soeharto sangat menikmati kehidupan militer yang menjanjikan.42 meskipun pada tahun 1946 juga, Soeharto mengalami kemalangan, Ibundanya meninggal dunia, namun secara umum tahun 1946 telah menjadi awal bagi kecermelangan karier militer Soeharto di masamasa mendatang. 2.2.4 Menikah, Rehat Sejenak dari Ingar-Bingar Revolusi Karier militer Soeharto berbanding terbalik dengan reputasinya di sektor asmara. Situasi ini mulai menjadi perbincangan di dalam keluarga. Keluarga Prawirowiharjo mempromosikan Siti Hartinah. Siti hartinah dalah putri dari seorang wedana yang bekerja di keraton Mangkunegara (Keraton yang paling muda di Solo), yang mempunyai darah biru atau keturunan priyayi. Setelah dibujuk bahwa perbedaan tidak akan menjadi halangan, Soeharto menyetujuinya. Pada tanggal 26 Desember 1947, Letnan kolonel Soeharto yang ketika itu berusia 26 tahun menikah dengan putri kedua dari RM.Tumenggung Soemoharjomo yang usianya dua tahun lebih muda.43 Tiga hari sesudah perkawinan, Soeharto dan Siti Hartinah ( Ibu Tien) pindah ke Yogyakarta. Dua minggu berikutnya, Soeharto harus berpisah dengan Siti Hartinah untuk sementara waktu, karena Soeharto kembali menjalani tugas militernya ke front Ambarawa. Kelak, pasangan Soeharto-Siti Hartinah dikarunai enam orang anak,terurut dari yang sulung yaitu Siti Hardiyanti Hastuti (23 Januari 1949), Sigit 42 Ibid 43 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Opcit, hal.19

47 Hardjojudanto (1 mei 1951), Bambang Trihatmodjo (23 juli 1953), Siti Hediati Harijadi (14 April 1959), Hutomo Mandala Putra (15 juli 1962), Siti Hutami Endang Adiningsih (13 agustus 1964). Tiga dari enam anak-anaknya dilahirkan tanpa kehadiran Soeharto yang tengah menjalani tugas militer.44 2.2.5 Kembali ke Revolusi Sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan 17 Agustus 1945. sejarah mencatat Belanda terus menerus melakukan tekanan politik dan militer.45 Setelah segala perundingan gagal, Belanda mengambil jalan pintas, menduduki ibu kota republik Indonesia di Yogyakarta melalui operasi militer pada tanggal 19 Desember 1948. para pemimpin republik ditangkap, sebagian di eksekusi. Pasukan RI menghindari kontak terbuka karena kalah persenjataan. Karier militer Soeharto makin mengilap ketika memimpin Serangan fajar 1 maret 1949 melawan agresi militer Belanda kedua di Yogyakarta, serangan ini bertujuan merebut Yogyakarta dari tangan penjajah, dan berhasil menduduki ibu kota selama enam jam, karena Yogyakarta sebagai simbol kedaulatan negara, dimana pada saat itu Yogyakarta adalaha Ibukota Negara Indonesia. Pada 7 mei 1949, digelar perundingan antar Indonesia dengan Belanda yang dikenal dengan Perundingan Roem-Royen. Hasil perundingan ini adalah gencatan senjata, pembebasan Soekarno-Hatta, penarikan pasukan Belanda di Yogyakarta dan penyelenggaraan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag untuk 44 Lihat Gatra, Opcit, hal 41 45 Ibid

48 mengurus penyerahan kedaulatan kepada Indonesia. Soeharto dipercaya bertugas untuk menjaga ketertiban di Yogyakarta pada saat serah terima dari Belanda. 2.2.6 Menumpas Berbagai Pemberontakan Tahun 1950-1959 adalah masa yang penuh ketidakpastian bagi Indonesia. Hasil perundingan KMB telah membuat Indonesia pecah menjadi enam belas negara bagian. Secara otomatis, hal ini ,memunculkan ancaman bagi persatuan nasional. Meskipun hanya dalam beberapa minggu negara-negara bagian lain dari RIS meleburkan diri ke dalam republik Indonesia, namun tetap saja muncul segelintir orang yang menolak untuk bergabung dengan RI. Akibatnya, dibeberapa daerah muncul pemberontakan-pemberontakan yang disulut oleh bekas pasukan bentukan Belanda, seperti KNIL/KL, bekas laskar gerilya yang menolak bergabung dengan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat), maupun pemberontakan yang bersifat kedaerahan seperti Permesta, PRRI, DI/TII dan sebagainya. Selain itu, juga muncul keretakan dalam tubuh Angkatan Darat. Perkembangan keadaan telah membuat Angkatan Darat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kumpulan militer �Profesional� yang menginginkan tentara menjadi pasukan teknis, efisien, dan berukuran kecil, sementara kelompok kedua terdiri dari bekas anggota PETA atau angkatan lainnya yang berpengalaman dalam pertempuran fisik di masa revolusi namun

49 takut tersingkir oleh rencana rasionalisasi TNI.46 Masalah ini diperparah dengan

bergabungnya beberapa kesatuan pada pemberontakan-pemberontakan di daerah. Secara tidak sengaja, masa yang penuh ketidakpastian ini, telah menyediakan banyak kesempatan bagi Soeharto untuk lebih meningkatkan karier militernya di masa mendatang. Soeharto memperoleh kepercayaan untuk menyelesaikan gejolak di beberapa tempat yang pada akhirnya turut mengangkat namanya di jajaran Angkatan Darat. Pada masa ini jugalah Soeharto mulai belajar bagaimana membangun bisnis yang menguntungkan dengan memanfaatkan jaringan serta koneksi startegis yang dimilikinya. Januari 1950, pemerintah RIS menambah jumlah pasukan APRIS ke Makasar, kedatangan APRIS yang merupakan wujud TNI ini menimnbulkan ketidaksukaan pada pasukan KNIL di Makassar yang dipimpin oleh Andi azis, maka menyebabkan pemebrontakan Negara Indonesia Timur pimpinan Kapten Andi Aziz di Makassar Sulawesi Selatan. Andi, dibantu pasukan KNIL berhasil menguasai Makassar. Panglima Divisi Jawa Tengah, Kolonel Gatot Subroto diperintahkan membentuk satuan tugas untuk menghancurkan pemberontakan itu. Kolonel Gatot Subroto kemudian menunjuk Soeharto untuk memimpin ekspedisi ini. Soeharto berangkat ke Makassar dengan pasukan bernama Brigade Garuda Mataram, dan pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat ditumpas. Semasa di Makassar ini, Soeharto mengenal keluarga Habibie, dimana salah seorang anaknya, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie yang saat itu berusia empat belas tahun, kelak akan menggantikan Soeharto sebagai presiden. Masih di 46 Elson, dalam buku A.Yogaswara, Opcit, hal. 80

50 kota yang sama, kembali muncul gerakan pemberontak. Kali ini menamakan dirinya Batalion laskar rakyat yang dipimpin Arief Radhi, pemberontakan ini berhasil ditumpas dengan pertempuran. Markas Besar Angkatan Darat kemudian mengirimkan perwira lain untuk memulihkan situasi di Makassar, yaitu Kahar Muzakar yang diterjunkan ke tanah kelahirannya untuk membantu Soeharto bernegosiasi dengan kelompok gerilya yang masih menolak untuk dimasukkan kedalam APRIS. Kahar kemudian memegang komando militer di Sulawesi selatan setelah Soeharto dan pasukannya ditarik dari Makassar. Di tahun 1952, Kahar Muzakar malah memimpin pemebrontakan terhadap pemerintah pusat dan dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk benar-benar memadamkan pemberontakan itu. Pada tahun 1951, Soeharto ditunjuk memimpin Brigade Pragola dari Divisi Dipenegoro yang berkedudukan di Salatiga, Jawa Tengah. Pada akhir 1952, Seharto dipindahkan ke Markas Divisi Solo, kemudian pada tanggal 1 Maret 1953, Soeharto ditunjuk untuk memimpin Resimen 15 di Solo yang baru saja kehilangan komandannya, Mayor Kusmanto, Kerasnya suasana di Solo, membuat Soeharto merasa perlu untuk memfokuskan perhatiaanya pada pasukan di bawah komandonya. Suhu politik jelas-jelas mendominasi para tentara di Solo. Selama berada disini, Soeharto hanya berhasil menyingkirkan sebagian saja dari pertikaian ideologi yang terjadi di dalam militer.47 Masa berdinas di Solo juga dimanfaatkan oleh Soeharto untuk melakukanmelakukan aktivitas-aktivitas baru seperti mengikuti kursus militer, bergabung 47 Roeder, Ibid,Hal.91.

51 dengan anggota Klub Bridge, dan mengikuti kursus penerbangan di Aero Club. Selain itu Soeharto mencoba merintis sebuah koperasi untuk membantu mencukupi kesejahteraan keluarga prajurit,Soeharto tinggal di Solo selama tiga tahun. Pada awal tahun 1956, Soeharto ditarik ke Jakarta untuk menjadi Staf Umum angkatan Darat (SUAD). Hanya dalam hitungan bulan saja, Soeharto kemudian kembali ke Divisi Diponegoro (TT-IV) dan Soeharto dipercaya menjadi Kepala Staf Territorium IV yang berkedudukan di Semarang, jabatan ini menandai berakhirnya pekerjaan sebagai Komandan Lapangan dan awal dari pekerjaan Staf. Soeharto menjalankan perannya sebagai kepala Staf di Divisi Diponegoro dalam waktu yang relatif singkat. Pada tanggal 3 juni 1956, Soeharto diangkat menjadi pejabat sementara Panglima Diponegoro menggantikan Kolonel M.Bachrum. tanggal 1 januari 1957, pangkat Soeharto naik menjadi Kolonel (Infanteri), kenaikan pangkat ini seiring posisi Soeharto yang naik menjadi Panglima Divisi Diponegoro. Soeharto meninggalkan Semarang pada tahun 1959 setelah diperintahkan mengikuti Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung. ini menjadi hal pertama bagi Soeharto mengikuti pendidikan staf militer tertinggi semenjak memasuki institusi TNI. Setahun kemudian pangkat Soeharto naik lagi,mendapat satu bintang. Usai menamatkan pendidikan di Seskoad, Soeharto menjadi Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat. Pada waktu bersamaan, Soeharto menyandang jabatan Panglima Korps Cadangan Umum Angkatan Darat dan Panglima Pertahanan Udara Angkatan Darat. Pada tahun 1961, untuk pertama

52 kalinya, Soeharto mendapat tugas ke luar negeri melakukan inspeksi atase militer

di Beograd, Paris, dan Bon. Soeharto ke luar negeri menemani Jendral A.H. Nasution. Tanggal 1 januari 1962, pangkat Soeharto dinaikkan menjadi Mayor Jenderal dan secara resmi menjadi Panglima Komandan Mandala sejak tanggal 23 Januari 1962. penunujukan diri Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala ini menandai berakhirnya kekelaman karier militer Soeharto yang selama ini berjalan biasa-biasa saja. Segera sosok Soeharto menjadi sosok popular yang sering menghiasi suratkabar di Jakarta. Pers menjuluki Soeharto sebagai Seorang militer

yang memiliki wajah yang bersih, murah senyum, rambut berombak tersisir ke belakang, tapi selalu menjadi �momok bagi Belanda�. Prestasi Soeharto di Serangan umum 1 Maret diangkat ke permukaan.48 Pada tahun 1963, pangkat Soeharto naik menjadi Mayor jenderal. Seiring kenaikan pangkat, Soeharto diberi kepercayaan sebagai panglima komando Antar Daerah Indonesia Timur merangkap Panglima Mandala untuk pembebasan Irian Barat (sekarang Papua). Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI yang menewaskan enam jenderal dan satu Letnan Angkatan darat. Peristiwa ini membuat situasi dan kondisi negara menjadi tidak stabil. Soeharto kemudian mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Panglima Anglatan Darat saat berpangkat Mayor Jenderal, Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. 48 A.Yogaswara,Loc.cit, hal.103

53 Pada Maret 1966, Soeharto menerima surat perintah 11 Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. Bermodal Supersemar, Soeharto kemudian memulihkan stabilitas nasional. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat di tentang Presiden Soekarno. Soeharto juga melakukan penangkapan besar-besaran terhadap orang yang diduga terlibat G-30-S. Banyak yang menilai, sebenarnya Supersemar merupakan alat legitinmasi Soeharto untuk rengkuh kekuasaan yang lebih besar, tapi Soeharto pernah membantah, Soeharto mengatakan �Saya tidak pernah menganggap Supersemar itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan, suart perintah 11 maret itu juga bukan alat untuk mengadakan coup secara terselubung, supersemar itu adalah awal perjuangan Orde Baru�.49 Pernyataan tersebut berbanding terbalik, karena itulah kasak-kusuk tentang abash tidaknya Supersemar dan ada atau tidaknya, masih menjadi bahan perdebatan hingga sekarang setelah Soeharto jatuh dari kursi

kekuasaan. Perpindahan kekuasaan ke tangan Soeharto tidak bisa diterjemahkan secara hitam putih bahwa terjadi peralihan ke demokrasi atau transisi ke demokrasi, karena kegelapan peralihan kekuasaan itu sudah menjadi bukti ketidakjelasan jarum jam perjalanan bangsa di bawah Soeharto. Soeharto sendiri selalu mengklaim bahwa kenaikannya ke panggung kekuasaan adalah melalui jalur konstitusional, dan merupakan suatu proses transisi ke demokarsi, tetapi 49 lihat Bintang Indonesia, Op.cit, hal.16.

54 banyak ahli sejarah yang menduga bahwa aspek konstitusional yang mengantar Soeharto ke meja pejabat presiden sudah �by design� (dirancang) sebelumnya, bahkan konsep-konsep pembangunan awal Soeharto yang praktis dan pragmatis itu sudah dirancang jauh sebelun Soekarno mundur.50 Dan hal ini semua belum terjawab secara jelas sampai sekarang. 2.2.7 Jalan Menuju Kursi Presiden Setelah menerima Supersemar dari Presiden Soekarno, Soeharto mulai menampakkan pengaruhnya di pemerintahan. Krisis politik yang disebabkan oleh pemberontakan PKI menuntut dilakukannya Sidang Umm ke IV MPRS 1966 yang menghasilkan 24 ketetapan. Ketetapan-ketetapan itu diantaranya yang terpenting adalah Tap No.X/MPRS/1966 tentang pengfungsian kembali lembagalembaga

negara dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945. ketetapan ini kemudian dipertegas dengan UU No.5/1974/ tentang sistem pemerintahan desa. Tap No.XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran/larangan terhadap faham Leninisme-Marxisme di Indonesia. Melalui ketetapan ini, Soeharto mendapatkan legitimasi yuridis konstitusional untuk melakukan pembersihan terhadap unsur-unsur yang berkaitan dengan PKI, termasuk orang-orang PKI yang dibunuh tanpa melalui proses pengadilan. Pada tanggal 7 maret 1967, MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk menghapus dualisme kepemimpinan. Melalui Tap No.XXXIII/MPRS/1967, kekuasaan Pemerintahan negara dari tangan Presiden Soekarno dicabut, karena 50 Gregorus Sahdan,S.IP, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Bantul: Pondok Edukasi, 2004, hal.117

55 dianggap tidak dapat memenuhi pertanggung jawaban konstitusional. Dengan adanya Tap ini, maka Soeharto yang sebelumnya hanya mengemban Supersemar untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dikukuhkan sebagai Pejabat Presiden RI.51 Dalam Sidang Umum ke-V MPRS 1968 berbarengan dengan memuncaknya konflik yang terjadi dalam masyarakat, MPRS melahirkan beberapa ketetapan yang memperkokoh kembali kekuasaan Soeharto melalui Tap No.XLIV/1968 tentang pengangkatan Soeharto menjadi Prediden RI. Dengan demikian naiklah Soeharto ke pentas kekuasaan menjadi tanda lahirnya Orde Baru. 2.2.8 Orde Baru di Bawah Pemerintahan Soeharto Munculnya Soeharto di atas pentas kekuasaan, sebagai Presiden kedua setelah Soekarno, menjadi tanda lahirnya Orde Baru. Hakekat Orde Baru seperti yang dipropagandakan oleh Soeharto merupakan suatu sikap mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat dan kepentingan nasional berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, sebagai hasil refleksi total terhadap seluruh penyelewengan yang dilakukan selama Orde Lama. Orde baru itu sendiri mengandung empat pengertian yang lahir dari pembacaan situasi nasional pada masa awal kemunculannya. Orde Baru menganggap dirinya sebagai : 1. Suatu orde yang merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali pada kemurnian pelaksanann Pancasila dan UUD 1945. 51 Ibid, hal.116

56 2. Orde Baru juga menyatakan dirinya sebagai Orde yang memberikan koreksi total atas penyelewengan-penyelewengan di segala bidang yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. 3. Orde Baru sendiri menganggap bahwa kekuasaan yang dicapainya merupakan suatu proses sosial yang panjang, sebab penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau. 4. Nilai yang terakhir yang menjadi konsen Orde Baru yang memiliki peluang besar terhadap penyelewengan adalah perubahan sikap mental yang mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi atau golongan yang memerlukan pola dan sikap yang berorentasi kepada program, sehingga urgensi Orde Baru adalah menyusun kembali kekuatan bangsa dan menentukan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkan stabilitas nasional jangka panjang, untuk mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.52 Disamping itu, Orde Baru menurut sosio historisnya merupakan rezim yang memperjuangkan �Tritura� dalam kerangka pembubaran PKI, pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI, penurunan harga /perbaikan ekonomi dan sejak awal kelahirannya juga, Soeharto menamakan Orcde Baru sebagai orde pembangunan yang diterjemahkan sebagai kesempatan untuk menciptakan situsi politik yang menguntungkan pembangunan ekonomi, menciptakan kesatuan struktur politik, yang mengarahkan setiap proses politik pada pembaharuan sosio kultural, pembaharuan struktur politik, dan pembangunan ekonomi. 52 Ibid, hal.119

57 Awal kelahiran rezim Soeharto dilatarbelakangioleh krisi ekonomi dan politik yang sangat kompleks. Perekonomian nasional waktu itu berada dalam kondisi yang sangat buruk. Pada tahun 1965, sebagaimana digambarkan Harold Crouch, inflasi mencapai 500% dan harga beras naik 900%. Defisit anggaran belanja pada tahun itu mencapai 300% dari pemasukan, dan deficit dari triwulan pertama tahun1966 hampir sebesar jumlah defisit keseluruhan tahun 1965. selain itu, kewajiban membayar hutang luar negeri yang segera harus dibayar yang dijadwalkan selama tujuh tahun, mulai pada tahun 1966.53 Demokrasi Terpimpin ternyata telah menciptakan hutang luar negeri yang berjumlah $2.358 juta: 42% kepada Uni Soviet, 10% kepada Jepang, dan 7,5% kepada Amerika Serikat. Sementara persoalan hutang luar negeri sulit diatasi, pemerintah Indonesia juga harus membiayai impor bahan pangan, tekstil, mesin dan suku cadang yang berjumlah lebih $600 juta, sehingga devisa negara yang diperkirakan sebesar $714 juta yang diperoleh tahun itu juga hampir habis digunakan untuk membayar hutang.54 Dari Oktober 1965 sampai awal tahun 1966, Indonesia nyata telah mengalami pergolakan yang diiringi oleh kekerasan yang berdarah. Ini semua merupakan ujung dari poralisasi sejak akhir era 1950-an sebgai akibat dari manipulasi massa demi kepentingan para elite di Jakarta. Persaingan sengit selama puluhan tahun antara organisasi-organisasi Islam, komunis, dan nasionalis serta angkatan bersenjata telah mencapai puncaknya dalam suatu tragedy berdarah 53 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan,1986, hal.67. 54 Moctar Mas�oed, ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, Jakarta: LP3S, 1989, hal.43.

58 gerakan 30 september 1965 tersebut. Dalam situasi ekonomi dan politik yang sama sekali tidak menguntungkan itu, siapa pun yang memimpin, ,memang harus mencegah agar krisis tidak menjadi lebih buruk dengan menerapkan startegi stabilitasi politik dan ekonomi. Dalam konteks ini, langkah awal yang dilakukan Soeharto adalah meyakinkan rakyat bahwa rezim baru yang dibawah kekuasaan Soeharto adalah pewaris yang sah dan konstitusional dari Presiden Soekarno. Orde baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merajuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara remi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan Soeharto kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1993, dan 1998. Pelantikannya secara berturut-turut ini tidak lepas dari kebijakan represifnya yang menekankan rakyat agar memilih Golongan Karya yaitu organisasi pemerintahan setara partai yang berkuasa ketika itu, fakta membuktikan bahwa paling kurang 80% rakyat Indonesia dalam tiap pemilu selalu mencoblos Golkar.55 Selanjutnya, Soeharto sebagai tokoh sentral Orde Baru memulai startegi politik dan ideologisnya. Caranya dengan menggabungkan antara pandangan hierarkis militer yang berpola ketaatan garis komando atasan kepada bawahan yang ketat di satu pihak lain. Birokrasi Orde Baru, walaupun memperlihatkan cirri-ciri modern, namun tetap kental dengan nilai-nilai lama yang merupakan tardisi dan budaya politik Jawa, seperti hierarki birokrasi didasarkan atas 55 Dr. Baskara T.Wardaya SJ, Op.cit, hal.71

59 hubungan personal atau hubungan �majikan-buruh� (Patron-client). Dengan nada yang sama, Richard Robison menyimpulkan bahwa pemerintahan Orde Baru dapat dijelaskan melalui kerangka prespektif daya tahan atau kelangsungan kebudayaan Jawa yang membentuk praktik politik para pejabat atau elite birokrasi

tersebut, identitas dan struktur keompok-kelompok politik dan hakikat konflik politik ditentukan oleh hubungan politik yang bersifat patrimodial, yaitu strukturstruktur patron-client yang bersifat pribadi dan tersusun secara vertikal.56 Kesimpulan Robison di atas bisa membantu menjelaskan mengapa soeharto sangat kental dengan patron-client dalam cirri pemerintahnnya, dan tampaknya ini yang membuat ideologisasi Jawa berikut kepercayaan-kepercayaan mistiknya menghinggapi pola piker rezim Orba dan untuk kurun waktu yang lama menjadi penopang tiang-tiang kekuasaanya, sekalipun soeharto bersikap sangat pilih-pilih terhadap budaya Jawa hendak digunakannya, sistem Orde Baru ternyata efektif selama tiga dasarwarsa. Orde baru dalam prinsipnya menghindari dirinya dari keterjerumusan dalam kancah pertarungan ideologi, tetapi sejak awal kemunculannya Orde Baru yang dikomandoi Soeharto itu sendiri, telah merumuskan Panca Tertib sebagai ideologinya. Dalam Panca tertib ini, Soeharto menempatkan diri sebagai organisatoris dan kabinet Ampera sebagai megafonnya. Panca tertib ini secara tidak langsung telah melahirkan empat faktor yang membumkam masyarakat Orde Baru, empat faktor tersebut adalah : 56 Dikutip kembali dari Manuel Kaisiepo, � Dari kepolitikan Birokartik ke Korporatisme Negara di Indoneisa�, Jurnal ilmu Politik, no. 2-1987, h.24.

60 Faktor pertama, dengan adanya tertib politik dengan langkah-langkahnya menertibkan kekuatan- kekuatan sosial dengan langkah-langkahnya menertibkan keuatan-kekuatan sosial dengan azas dan prinsip Orde Baru, maka telah terjadi penghangusan politik pada masyarakat di tingkat pedesaan. Tertib politik ini, mewajibkan Parpol untuk tidak membuka basis politik ke tingkat desa (floating mass) dan mengakibatkan pembatasan partisipasi masyarakat dalam politik. Faktor kedua, dengan melakukan tindakan edukasi massa kearah sikap dan kebiasaan-kebiasaan hidup yang tertib dan cinta pada ketertiban, sejak awal mengindoktrinasi masyarakat untuk diam dengan berbagai bentuk kekerasan dan berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh mesin-mesin kekuasaan Soeharto dan menjadikan masyarakat untuk tutup mulut terhadap berbagai bentuk manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh Soeharto dengan patron-patronnya. Langkah penertiban ekonomi, sebagai langkah yang ketiga telah melahirkan ideologi developmentalism yang mengarahkan seluruh potensi dan masyarakat pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan keahlian yang dimiliki dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketahanan, kewaspadaan, dan kesiapsiagan nasional dalam tertib hukum, telah menjadi aparatur hukum (polisi, tentara dan hakim) untuk mencurigai setiap tindakan yang

bertentangan dengan kebijakan Soeharto. Faktor yang terakhir yaitu telah menjadikan Dwi Fungsi ABRI sebagai suatu ideologi yang mengharuskan ABRI untuk terjun dalam dunia politik menukik tempat keberpijakannya.

61 Awal Orde Baru dimulai, pada saat Sidang Umum ke-V MPRS 1968 yang bersamaan dengan memuncaknya konflik yang terjadi dalam masyarakat, MPRS melahirkan beberapa ketetapan yang memperkokoh kembali kekuasaan Soeharto melalui Tap No.XLIV/1968 tentang pengangkatan Soeharto menjadi Presiden R.I yang sebelumnya masih mengemban Tap MPRS No. IX/1966 dan menugaskan kepada presiden untuk membentuk kabinet pembangunan (Tap No.XLI/1968) dengan missi Panca Krida Kabinet Pembangunan. Tugas utama kabinet pembangunan tersebut adalah menciptakan satabilitas politik dan ekonomi, menyusun dan melaksanakan Repelita, melaksanakan pemilu (Tap No.XLII/1968) tentang pelaksanaan Pemilu 5 Juli 1975), mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G30S/PKI dan setiap usaha yang menyeleweng dan menghina Pancasila dan UUD 1945, dan melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur negara. Dengan ketetapan-ketetapan tersebut, Soeharto mulai melaksanakan tugasnya. Tugasnya adalah memilih anggota Kabinet Pembangunan yang dipilih dari lingkaran Soehartois yang sejak masa perjuangan dan sejak revolusi PKI sudah menunjukkan loyalitasnya terhadap Soeharto. Kabinet yang pertama pada masa pemerintahan Soeharto, yang disebut dengan Kabinet Pembangunan pertama dari tahun 1968-1973 dibentuk pada tanggal 10 Maret 1968. Presiden Soeharto memilih 23 menteri. Lingkaran pertama terdiri dari para politisi yang sejak awal munculnya Orde Baru menjadi arsitektur yang bekerja keras untuk Soeharto, dalam lingkaran kedua ini, terdiri dari Adam

62 Malik dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang di dalam cabinet Orde Baru Adam Malik menjadi menteri luar negeri dan Sri Sultan menjadi wakil Presiden. Untuk membalas jasa keduanya, Soeharto memilih Sri Sultan Hamengkubowono IX sebagai Wapres dan disusul dengan Adam Malik pada periode berikutnya. Lingkaran kedua dalam kabinet Soeharto adalah para teknokratis yang berhaluan liberal, tamatan Perguruan Tinggi terpandang di Amerika, mereka terdiri dari Widjojo Nitisastro, M.Sadli, Soebroto Sarbini Soemawinata, Ali Wardhana, Soemitro Djojohadikusumo dan Emil Salim.57 Lingkaran ketiga terdiri dari para perwira Angkatan Darat (AD) yang merupakan teman dekat Soeharto semasa revolusi fisik (1940-an), demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan

G 30 S/PKI. Mereka terdiri dari Alamsyah, Sodjono Hoemardani, Ali Moertopo, Yoga Sugama, Suryo, Abdul Kadir, selamet Danudirjo, Nawawi Alif, Sudharmono, Sunarso, Mas Iman, Yusuf Singadikane,dll. Stabilisasi yang dicapai Soeharto pada 1960-an, masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertumbuh. Yang diperlukan adalah perombakan di hampir seluruh aspek kehidupan perekonomian negara. Jumlah penduduk bertumbuh pada tingkat 2,4 persen per tahun. Petani terus menggantungkan diri pada metode pertanian tardisional yang sudah mererka gunakan selama ratusan tahun. Hasil pertanian tidak cukup untuk ekspor. Industriindustri dalam negeri tidak dapat menyerap tenaga kerja yang meluap dan hampir tidak ada industri yang berarti Penerimaan devisa tidak ada artinya. 57 Frans Maek Parera, Ketokohan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Reformator Budaya dan Printis Orde Baru, dalam Di Atas Panggung Sejarah, dari Sultan Ke Ali Murtopo, Jakarta: LP3ES, 1990 hal.41-80.

63 Upaya awal Soeharto sebagai presiden dengan restrukturisasi aparatur negara. Soeharto melakukan pengaturan kembali, beberapa departemen dijadikan satu sementara yang lainnya dirampingkan, Departemen Industri Dasar Ringan dan Enerji dibubarkan dan diambil alih oleh Kementrian Negara Perekonomian, Keuangan dan Industri; Departemen Pertanian dan Departemen Urusan Maritim juga dibubarkan.Di bawah kepemimpinan Soeharto, sebagian besar dari porsi anggaran berasal dari bantuan luar negeri, khususnya dari negara-negara kapitalis. Porsi ini jauh lebih besar dari sebelumnya ketika bantuan luar negeri kebanyakan

datang dari Moskow atau Peking. Selain mengangkat dua kelompok penasehat ahlin khusus, stau untuk urusan politik dan satu lagi untuk masalah ekonomi. Kelompok yang pertama terdiri dari cendikiawan, tokoh nasional dan militer. Keompok yang kedua terdiri cendekiawan dari fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kelompok penasihat politik dibubarkan pada tahun 1968 sementara kelompok penasihat ekonomi meneruskan peranannya selama bertahun-tahun di masa mendatang. Tim ekonomi inin melaksanakan tugas seperti para manajer di Lembaga- Lembaga Swasta. Masalah pertama yang harus mereka hadapi adalah bagaimana melunasi hutang luar negeri. Langkah pertama yang diambil adalah dengan mengadakan perundingan-perundingan untuk menjadwal ulang pembayaran hutang-hutang tersebut. Pada waktu itu yang sama disusun pula pedomanpedoman untuk menarik dana internasional. Prioritas ditekankan dengan harus menghentikan hiperinflasi untuk mengatasi masalah neracar pembayaran dan untuk memulihkan produksi, terutama dalam industri yang berorientasi ekspor.

64 Langkah ini berhasil memenuhi target menstabilkan perekonomian yang rapuh. Inflasi dikurangi dari 640% pada tahun 1966 menjadi 113% di tahun 1967 dan turun lagi ke 85% di tahun 1968. pada tahun 1969, Indonesia memasuki periode kestabilan persediaan beras di mana indeks biaya hidup di Jakarta hanya naik sebanyak 22% selama tiga tahun sesudahnya.58 Kemudian para ahli mengusulkan untuk mengikuti perekonomian bebas agar negara dapat mengatasi masalah-masalah fiskal dan moneternya.dengan kebijkan ini, Perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika, Cina dan pribumi yang besar maupun kecil, berusaha untuk membentuk wajah kapitalisme di Indonesia. Sampai pada tahun 1970-an, Indonesia taat kepada pintu terbuka seperti disarankan oleh pandangan ekonomi liberal Barat dari IMF, Bank Dunia, IBRD, IGGI dan badan-badan internasional lainnya yang jumlahnya terus meningkat banyak. Di awal pemerintahan Soeharto juga terjadi inflasi dan harga-harga bahan pokok yang melambung tinggi, untuk mengatasi maslah ini, Soeharto membuat suatu kebijakan yaitu dengan mencanangkan program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan basis tiga kebutuhan pokok manusia: sandang, pangan dan papan-pakaian. Tahap perencanaan jangka panjang pertama dimulai pada tahun 1969 dan akan selesai pada tahun 1994, pada tanggal 1 April 1969, Soeharto mengumumkan tujuantujuan yang ingin dicapai pemerintah pada akhir repelita pertama. Tujuan utama repelita dari 1 April 1969 sampai bula Maret 1974

adalah, pertama dan yang paling utama, sandang dan pangan. Repelita kedua dari 58 Retnowati Abdulgani-KNAPP, Op.cit, hal. 90.

65 april 1974 sampai maret 1979 ditujukan untuk mencapai swasembada sandang dan pangan yang terjangkau oleh seluruh rakyat, dan rumah tinggal yang terjangkau bagi rakyat kebanyakan. Infarstruktur dasar akan diperbanyak dan ditingkatkan. Lowongan pekerjaan akan disediakan secara meluas dan kekayaan akan disebar secara merata. Repelita ketiga dari April 1979 sampai Maret 1984 menuntut standar kehidupan yang lebih tinggi, pendidikan yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua orang, berdasarkan kesetaraan dan keadilan. Karena beras merupakan makanan pokok yang utama, prioritas ditetapkan untuk meningkatkan hasil pertanian dan mencapai swasembada di bidang pertanian. Negara harus mampu mengekspor hasil produksi yang berkaitan dengan pertanian, yang aktivitas produksinya dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja. Repelita keempat dari bulan april 1984 sampai Maret 1989 memusatkan perhatian pada peningkatan keberhasilan yang sudah dicapai negeri ini pada saat itu. Pemerintah mengakui bahwa memenuhi kebutuhan pokok masih merupakan masalah utama bagi banyak kalangan masyarakat. Salah satu dari masalah-masalah yang menonjol adalah perbaikan pemerataan kekayaan, dan juga peningkatan kesempatan kerja tanpa diskriminasi (yaitu, kesempatan bagi masyarakat yang berbeda dalam hal ras dan latar belakang ). Pembangunan dibutuhkan di seluruh pelosok wilayah. Apabila pembangunan ekonomi dapat dipercepat, stabilitas negara dapat dipertahankan. Repelita kelima dari bulan April 1989-maret 1994 juga ditujukan sekali lagi pada

fase peningkatan standar hidup dan pendidikan rakyat Indonesia, demi mendorong

66 agar negara dapat lepas landas menjadi negara industri. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu 25 tahun. Pelantikan Soeharto secara berturut- turut ini tidak lepas dari kebijakan represifnya yang menekan rakyat agar memilih Golongan Karya, yaitu organisasi pendukung pemerintah setara partai yang berkuasa ketika masa Orde Baru, daripada memilih partai oposisi seperti Partai Demokrasi Indonesia atau Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Fakta membuktikkan bahwa paling kurang 80% rakyat Indonesia dalam tiap pemilu selalu mencoblos Golkar.59 Ketika Soeharto mengambil alih kepresidenan, Golkar menjadi kendaraan politik yang paling penting dalam pemerintahan Soeharto. Pada tanggal 4 februari 1970, dengan menggunakan sebuah lambang partai yang tetap sama sampai sekarang . Golkar memenangkan lebih dari 62% suara pada pemilu tahun 1971, pemilu yang pertama kali diadakan di bawah pemerintahan Soeharto. Pada periode-periode sesudahnya, Soeharto tampil ke panggung kekuasaan melalui Golkar memiliki enam kali andil dalam Pemilu yang menang dengan suara mutlak dan koor setuju di parlemen untuk enam kali juga mengangkat Soeharto menjadi Presiden.60 Soeharto dipilih kembali untuk kedua kalinya pada tanggal 23 Maret 1973. soeharto memilih Sultan Hamengkubuwono IX sebagai wakilnya.pada priode ini Kabinet Pembangunan kedua dibentuk pada tanggal 27 Maret 1973, ada 21 orang menteri. Dua diantaranya yang paling utama adalah Ali Wardhana sebagai Menteri Keuangan dan Widjojo Nitisastro sebagai Menteri Negara Perekonomian 59 Dr.Baskara T.Wardaya SJ. Op.cit, hal.70 60 Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal. 126.

67 dan Keuangan/Ketua Bappenas. Selama periode ini, dibangunnya jalan-jalan, pelabuhan dan transportasi, Soeharto juga berhasil meredam gejolak politik. Golkar berhasil memenangkan lebih dari 62% suara untuk kedua kalinya pada pemilihan umum yang diadakan pada bulan Mei 1977. Soeharto menjalankan kontrol lebih ketat ketika Soeharto memerintahkan pembreidelan sebuah surat kabar terkenal dan pengawasan yang ketat terhadap gerakan mahasiswa. Pada tanggal 22 Maret 1978 Soeharto berhasil menjadi Presiden kembali untuk ketiga kalinya. Pada periode ini, Soeharto mengangkat Adam Malik sebagai Wakil Presiden. Ada 24 menteri yang membantu Soeharto dalam Kabinet Pembangunan babak ketiga ini, yang dibentuk pada tanggal 29 Maret 1978. Kabinet ini bertahan

sampai tahun 1983. Pada tanggal 19 Maret 1982, sebagai akibat dari banjirnya penanaman modal asing yang berbondong-bondong datang ke Indonesia, bangkitnya pengusaha domestik dan pesatnya pertumbuhan pembangunan, Soeharto diberi gelar sebagai Bapak Pembangunan oleh MPR. Walau demikian, ketidakpausan masyarakat semakin menumpuk menjelang dipilihnya Soeharto kembali sebagai Presiden untuk ketiga kalinya, yang ditandai dengan kerusuhan-kerusuhan yang berlangsung pada waktu berlangsungnya kampanye Golkar di Lapangan Banteng. Golkar tetap mampu memenangkan suara sebanyak 54.2% pada pemilu tanggal 4 Mei 1982. Pada saat itulah keprihatinan msayarakat mulai mengemuka dan cara-cara yang digunakan oleh Golkar demi merekayasa pengumpulan suara semakin terungkap. Para pegawai pemerintah mengaku telah menerima amplop gaki mereka yang ditempeli Golkar, yang oleh banyak orang dianggap sebagai

68 sebuah peringatan mengenai partai mana yang seharusnya mereka dukung dalam pemilu. Dalam praktik lainnya, kotak-kotak suara diletakkan di gedung-gedung perkantoran, dimana nama sebuah partai politik dan logonya ditempelkan pada masing-masing kotak. Beginilah cara pemerintah mengawasi perusahaan mana dan di gedung mana yang mendukung Golkar atau partai oposisi. Sayangnya, hanya sedikit sekali orang yang berani menyampaikan keluhan tentang parktikpraktik seperti ini, terutama di antara para birokart yang merupakan mayoritas sumber pemberi suara. Pegawai pemerintahan ingin bermain dengan aman untuk melindungi posisi mereka sendiri. Sektor swasta juga termotivasi oleh kepentingan mereka sendiri untuk mempertahankan status-quo, karena perubahan seperti apa pun dalam hal kepemimpinan negara bisa jadi akan membahayakan posisi mereka. Kebiasaan-kebiasaan seperti inilah yang kemudian membuat pelayaran negeri ini menuju ke kesejahteraan bagi seluruh rakyat menjadi semakin

berat dan penuh rintangan.61 Kabinet pembangunan keempat dibentuk pada tanggal 16 Maret 1983 dan berakhir hingga 1988. kabinet ini terdiri dari 32 menteri dan lima menteri muda.

Soeharto memilih Jenderal Umar Wirahadikusumah sebagai Wakil Presiden. Dalam urusan perekonomian Radius Prawiro menggantikan Ali Wardhana sebagai Menteri Ekonomi dan Keuangan/Kepala Pembangunan Nasional. Dalam Kabinet Pembangunan yang dibentuk pada tanggal 21 Maret 1988 dan berakhir pada tahun1993, Sudharmono diangkat sebagai Wakil Presiden. Kabinet ini terdiri dari 32 menteri dan enam menteri muda. 61 Retno Abdulgani-KNAPP, Op.cit, hal 181.

69 Kabinet Pembangunan keenam dibentuk pada tanggal 17 Maret 1993 dan berakhir pada tahun 1998. kabinet baru telah diumumkan dan 19 Maret 1993, Soeharto melantik 40 anggota kabinet yang terdiri dari 38 menteri dan dua pejabat negara setingkat menteri. Komposisi kabinet baru Soeharto itu tidak jauh berbeda

dengan yang sebelumnya. Terdiri dari 21 menteri yang membawahkan departemen, 13 menteri negra, 4 menteri koordinator, dari tiga dalam tiga periode yang lalu, dan tiga pejabat negara setingkat menteri. Namun yang menarik dari kabinet ini , dari seluruh anggota kabinet, 22 orang adalah wajah baru. Dan yang

menonjol dari kabinet ini, dan ini yang tampak berbeda dengan lima kabinet sebelumnya, adalah absennya tim teknokrat. Sejak Orde Baru, tim menteri ekonomi selalu ditampilkan sebagai teknokrat yang merancang dan mengendalikan pembangunan. Tim ekonomi yang dibina Widjojo Nitisastro adlah tim yang mendapat kepercayaan selama 25 tahun periode kepemimpinan Soeharto. Kabinet Pembangunan ini terdiri dari berbagai sumber, ada birokrat, politisi, ABRI, Golkar atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Memang ada beberapa ahli ekonomi, tapi berbeda dengan garis tim teknokrat periode sebelumnya.62 Kabinet ini dibubarkan tahun 1998 dengan evaluasi atas hasil kerja para menteri sepenuhnya berada di tangan Soeharto sebagai presiden sesuai dengan pasal 17 ayat 2 UUD 45 yang menyebutkan bahwa �menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden.63 Dan kabinet pembangunan ketujuh sekaligus menjadi kabinet terakhir masa kekuasaan Soeharto dibentuk pada tanggal 14 62 Dikutip dari Tempo, 1993, hal.13. 63 Dikutip dari tempo, 1993, hal. 14

70 Maret 1998 dengan segara dibubarkan pada tanggal 22 Mei 1998,dengan Wakil Presiden BJ.Habibie dan kabinet ini terdiri dari 34 menteri, semua pemain lama dalam masalah-masalah perekonomian yang sudah beredar sejak tahun 1993, Soeharto mengangkat putri sulungnya,Tutut sebagai Menteri Sosial dan Bob Hasan yang notabene sahabat dekat Soeharto sebagai Menteri Perindustrian dan perdagangan. kabinet pembangunan ketujuh ini berakhir, karena pada tanggal 21 mei adalah tanggal yang paling penting dalam sejarah kekuasan Soeharto, Soeharto menyerahkan kekuasaannya selam 32 Tahun kepada BJ.Habibie. 2.2.9 Basis-Basis Penopang Soeharto Kokohnya kekuasaan Soeharto tidak muncul begitu saja, tetapi dibangunan di atas berbagai basis material, moril dan spiritual. Basis material merupakan sumber utama yang memberikan legalisasi yiuridis-konstitusional terhadap kekuasaan Soeharto. Sumber ekonomi yang melimpah dalam pemerintahan Soeharto, dengan manajemen pengelolaan secara individual yang memberikan tekanan yang luas terhadap instruksi Soeharto dalam berbagai bentuk kebijakan di satu sisi memberikan dasar kepercayaan masyarakat luas terhadap keberhasilan Soeharto yang membangun basis ekonomi dari kehancuran menuju kesuksesan, tetapi cara pengelolaan basis ini yang memberikan porsi yang besar terhadap peran kekuasaan Soeharto melahirkan celah-celah baru dalam perekonomian Indonesia. Dengan adanya pengelolaan ekonomi yang bersifat pribadi tersebut, Soeharto dapat dengan leluasa memanfaatkan hasil-hasil pertumbuhan dan pembangunan. Soeharto juga dengan leluasa mendistribusikannya secara khusus

71 kepada keluarga, dan patron-patron bisnisnya. Membengkaknya berbagai proyek yang tidak dapat dipertanggung jawabkan selama pemerintahan Soeharto dan meluasnya KKN, merupakan satu cirri khas dari pemerintahan ini.64 Basis legitimasi sendiri merupakan hal yang mudah untuk didapatkan dalam pemerintahan Soeharto, karena dengan dukungan sumber-sumber ekonomi yang ada, Soeharto dengan mudah mendapatkan dukungan atas kekuasaanya melalui pemerintah dan berbagai organisasi korporatis yang patuh dan loyal terhadap Soeharto. Mesin-mesin politik ini dapat dengan cepat digerakkan oleh Soeharto untuk melakukan pengontrolan, pengawasan, dan mobilisasi terhadap masyarakat dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Legitimasi yang bertumpu pada kinerja mesin-mesin kekuasaan Soeharto, memberikan dukungan moril terhadap Soeharto untuk terus bertahan di atas piramida kekuasaan. Penggunaan simbol-simbol kejawen dan bahsa-bahasa kekuasaan yang banyak diwarnai oleh unsure-unsur Jawanya, merupakan usaha Soeharto untuk mendapatkan dukungan budaya sebagai basis spiritual bagi kekuasaannya. Basis- basis penopang Soeharto diatas menurut Liddle dinilai sebagai sumber daya Soeharto yang melingkupi koersif, persuasif, dan material. Sumber daya koersif merupakan kapasitas Soeharto untuk memaksa warga negara agar tunduk dan patuh pada garis komando dan kebijakan Soeharto. Koersif disediakan terutama bagi mereka yang tidak mendukung �konsensus nasional� atau merongrong stabilitas nasional dan membangun dukungan terhadap kekuasaan. Sumber daya persuasif bersifat simbolis atau ideologis, yaitu kapasitas untuk memperoleh 64 Gregorius Sahdan,S.IP, Op.cit, hal. 147.

72 dukungan dari masyarakat bahwa seluruh institusi yang dibentuk dan kebijakankebijakan Soeharto ditujukan pada kebaikan bersama.65 Karena perbedaan pandangan dengan para pakar politik, di sini sumber daya koersif dan persuasif (birokrasi, tentara, dan Golkar) dilihat sebagai mesin-mesin penggilas dalam kekuasaan Soeharto, sedangkan sumber daya materil (ekonomi, legitimasi dan budaya) dinilai sebagai basis ekonomi, budaya dan legitimasi dalam kekuasaan Soeharto. 2.2.10 Basis ekonomi Indonesia di bawah Kepemimpinan Soeharto, sedikitnya menganut system ekonomi campuran yang tidak jelas secara teoritis dan konseptual. Tahun- tahun awal yang menyertai kebijakan ekonomi Soeharto, sudah mulai, muncul ketidaksukaannya terahadap sistem ekonomi sosialis ala Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 33 yang memberikan peran sentral negara terhadap pengelolaan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi yang beroerentasi pada penerapan sistem kapitalis dan sosialis campuran, ditujukan dengan pembentukan tim ekonomi yang akan merumuskan startegi pembangunan ekonomi yang berorentasi pertumbuhan dan disertai dengan pemerataan ekonomi dan hasilhasilnya. Kebijakan trilogi pembangunan di dalmnya terkandung sistemekonomi kapitalis dan sosialis yaitu pertumbuhan ekonomi (kapitalis) dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya (sosialis) dengan penyertaan stabilitas nasional 65 R.William Liddle dalam �Pemilu �Pemilu Orde Baru�,Jakarta:LP3ES, 1992, hal.113-114

73 yang sehat dan dinamis. Trilogi yang kedua jelas sekali memberikan peran sentral

terhadap pemerintahan Soeharto untuk melakukan pengontrolan yang ketat terhadap distribusi ekonomi oleh Soeharto atas nama negara dan memberikan ruang sentralisasi ekonomi pada kawasan industri tertentu akibat pemusatan sektor-sektor industri pada tangan-tangan tertentu yang dalam pemerintahan Soeharto diwakilkan oleh Soeharto keluarga dan patron-patron bisnisya. Pengendalian ekonomi yang terpusat dapat dilihat dari banjirnya pembentukan Lembaga-lembaga perkreditan dan control kelembagaan yang menyertai pemberian dan perkreditan tersebut. Melalui lembaga-lembaga perkreditan ini, Soeharto melakukan pengontrolan yang massif terhadap perekonomian rakyat kecil dan menempatkan patron-patron bisnis dan kelompokkelompok loyalisnya mulai dari pusat hingga ke desa. Besarnya pengendalian dan pengawasan terhadap sektor ekonomi, terutama sektor ekonomi rakyat kecil dapat dilihat dari UU No.12/1969 tentang pokok-pokok perkoprasian. Udang-undang ini memberikan bimbingan pengawasan, perlindungan dan fasilitas terhadap koperasi. Undang-undang ini diperkuat oleh instruksi Presiden No.2/1978 tentang KUD sebagai wadah dari seluruh warga desa; petani, nelayan, pengerajin, peternak, pedagang dan sebagainya, untuk mengendalikan dan memonopoli hasil-hasil ekonomin dalam bidang-bidang sektor informal. Bantuan perkreditan ini di satu sisi memang sangat menguntungkan petani, nelayan, dan pengusaha kecil, tetapi dengan adanya perkreditan semacam ini, memberikan keleluasaan terhadap pemerintah Soeharto untuk mengontrol, mengendalikan dan memobilisasi massa di dalamnya untuk tujuan kekuasaan.

74 Melalui lembaga-lembaga perkreditan ini, pemerintah soeharto dengan mudah melakukan sosialisasi kekuasaan, karena pola pengawasa yang ketat, mempermudah penguasa untuk mengetahui gerak-gerik massa dibawahnya yang bertentangan dengan kekuasaan. Semua kebijakan yang diambil dalam bidang ekonomi memang cukup beralasan mengingat, pada awal tahun yang mengantarkan Soeharto ke pangkuan kekuasaan (sebelum 11 Maret 1966) harga barang kebutuhan pokok membubung sekitar 5% setiap bulan, cadangan pembayaran luar negeri habis, serta pembayaran hutang luar negeri Indonesia hampir setara dengan hasil pembayaran ekspor yang diharapkan. Produksi industri jatuh karena kekurangmampuan membayar impor bahan-bahan baku. Ekspor merosot karena prasarana jalan, pelabuhan dan transportasi bertambah buruk. Gaji pegawai negeri sangat rendah dan korupsi dalam tubuh birokrasi merajalela, inflasi melorot sampai ke tingkat 600%, industri pabrik bekerja hanya dengan 10-20% kapasitas, karena kurangnya bahan baku dan suku cadang yang harus diimpor, keuangan negara hampir seluruhnya tidak teratur karena terkikis oleh inflasi dan korupsi, sektor swasta

asing dan domestik mendapat tekanan demi sosialisme ala Indonesia, perdagangan luar negeri tersumbat oleh jaringan kurs ganda (multiple exchange) serta segala peraturannya, ditambah dengan membengkaknya hutang luar negeri yang sulit untuk dibayar dalam tempo yang tepat, diteruskan dengan terjadinya polarisasi dalam diri pemerintah yang melahirkan Supersemar.66 66 H.W.Arndt, Pembangunan Ekonomi Indonesia, Pandangan Seorang Tetangga, Gajah Mada Unversity Press, 1994, hal. 57.

75 Ketidakjelasan dalam menerapkan sistem ekonomi Indonesia di bawah Orde Baru juga nampak dalam kebijakan, hal ini dapat dilihat setelah kudeta yang

gagal oleh PKI, Soeharto setap-demi setahap mengambil alih kekuasaan, kemudian mengambil keputusan- keputusan penting yaitu : usaha rehabilitasi dan pembangunan ekonomi, pembentukan Tim ekonomi,67 mengawasi pengeluaran pemerintah, menyusun anggaran belanja, pemotongan alokasi anggaran dalam semua bidang terutama pengurangan alokasi anggaran angkatan Bersenjata RI dan melibatkan para petinggi militer untuk mengawasi penggunaan anggaran negara. Melibatkan militer dalam pengawasan ekonomi merupakan suatu langkah pengendalian yang tidak sehat dalam rezim Soeharto. Pada bulan Agustus 1966, tim IMF diundang datang ke Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan dalam bantuan luar negeri serta membantu Tim RI dalam usaha menstabilkan perekonomian nasional. Tim yang bergabung dalam dewan stabilitas ini, akhirnya menggariskan program bersama yaitu 1. mengusahakan penyeimbangan anggaran (balanced budged), 2. mengusahakan politik kredit yang ketat, 3. menciptakan sistem ekonomi yang terbuka, 4. mendorong ekspor dan menertibkan impor, 5. mengusahakan kredit baru dan penjadwalan kembali utang lama, 6. memberikan peran yang lebih besar pada ekonomi pasar, 7. merumuskan kembali suatu �investmen policy� yang memberikan peluang dan kepastian hukum kepada investor luar negeri. Atas nota kesepakatan IMF ini, Indonesia kemudian, menjalankan program peniadaan campur tangan dalam perekonomian yang ditujukan pada 67 Ibid, hal.87-88.

76 pembongkaran yang kompleks dalam sistem perdagangan luar negeri dan pengendalian devisa yang telah dijalankan bertahun-tahun sejak Oktober 1966, memberikan kebebasan kepada para eksportir untuk menjual penerimaan hasil valuta asing mereka di pasar bebas, para importer dibebaskan dari pajak pengawasan dengan lisensi, kurs berganda direduksi menjadi dua yaitu Eeport Bonus (BE) bagi impor barang-barang penting dari tarif DP (Domestic Product) untuk barang-barang yang tidak penting dan pemindahan modal, penjadwalan kembali hutang luar negeri dengan perundingan intens setiap tahun dengan donator, khususnya untuk utang dengan jangka waktu 30 tahun yang dimulai 1970 dengan suatu �grade periode� yang sifatnya fakulatif bagi sebagian penyebaran kembali modal dan bunga yang tertunda sampai dengan 15 tahun yang terakhir yaitu antara tahun 1985 sampai dengan 1999. 2.2.11 Basis Sosial Budaya Para pakar budaya mengatakan bahwa proses peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru pada periode dualisme kepemimpinan dilakukan sesuai dengan tuntutan nilai-nilai tradisional budaya Jawa yang menjunjung tinggi tata kerama dalam masyarakat. Soeharto dinilai merupakan figur yang tampil ke pentas kekuasaan dengan membawa serta berbagai nilai tradisional Jawa yang menempatkan orang tua sebagai figur yang harus dihormati, dihargai dan dijunjung tinggi. Seting politik Soeharto dengan latar kultur Jawa, merupakan satu strategi perangkap terhadap Soekarno untuk menemui perjalanan buntu meninggalkan mimbar politik yang telah pertahun-tahun menjadi arena permainan

77 Soekarno. Strategi ini juga merupakan instrumental politik Soeharto untuk mematikan lawan politiknya dengan pelan-pelan tapi pasti-menyingkirkan bersama pentolan-pentolan PKI. Suatu saran yang halus tetapi mengandung ketegasan sikap untuk meruntuhkan, mematahkan dan menghabiskan seluruh potensi tersisa yang dimiliki oleh Soekarno.68 Kuatnya budaya Jawa yang melingkupi kekuasaan Soeharto nampak dalam interprestasi yang mentradisikan konsep-konsep modern akan legitimasi formal dan loyalitas msyarakat terbangun melalui adigum musyawarah untuk mufakat, tut wuri handayani, tepo selero dan puluhan tardisi Jawa yang lainnya sebagaimana ada dalam Prasetia Pancakarsa dalam Tap-tap MPR.69 Tut Wuri Handayani yang mengedepankan peranan seorang pemimpin dengan massa pengikut dibelakangnya merupakan cerminan budaya patuh dan tunduk dari tradisi Jawa Kuno yang menempatkan seorang pemimpin sebagai �kepala� pasukan yang harus ditaati, dituruti, dan disanjung-sanjung. Semboyan ini, telah

melahirkan kepatuhan semu dalam jangka pendek kekuasaan Soeharto terhadap masyarakat Indonesia yang selalu mengikuti apa yang dikatakan sang bapak. Kepatuhan semu seperti ini telah melahirkan msyarakat semu munafik yang tunduk, patuh dan taat selama kekuasaan itu memiliki kekuatan penopang yang mampu dihalaunya untuk menumpas para pembangkang, tetapi ketika pola kerja mesin ini sudah memudar, ia dengan sendirinya sulit untuk menciptakan dan memproduksi komando lagi dan pada akhirnya jatuh atau digulingkan. Tidak jarang bila budaya minta restu, sungkem, dan manut pada Soeharto hanya hidup 68 Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal. 184. 69 Arbi Sanit, Reformasi Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal.21.

78 selama Soeharto kuat, tetapi ketika Soeharto sudah mulai lemah, budaya ini turut

hancur dengan sendirinya, karena Soeharto yang membudayakannya sudah tidak mampu memberikan restu dan petunjuk lagi ketika terjadi berbagai gempuran dan tekanan terhadap kekuasaanya. Budaya �tepo selero� (toleransi), telah menciptakan ketundukan beku bagi massa warga dan pembungkam terhadap berbagai tindakan kekerasan, intimidasi, teror dan pembunuhan yang juga memunculkan prilaku �diam� di dalam masyarakat dan juga di dalam struktur pemerintahan (legislatif, yudikatif dan eksekutif-birokrat) terhadap berbagai ketimpangan yang dilakukan oleh Soeharto dan kroni-kroninya seperti meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme, maka budaya tepo selero justru telah menjadikan KKN sebagai budaya bersama, samasama merasakan, sama-sama menikmati dan sama-sama kaya yang terkosentrasi di kalangan orang-orang yang berda di sekitar Soeharto, mulai dari eksekutif di pusat hingga kepala desa di pedalaman, mulai dari legislative di pusat sampai dengan yang ada di daerah, dan menyusup sampai ke lembaga peradilan yang tidak banyak berbuat untuk menegakkan keadilan. 2.2.12 Basis Legitimasi Setiap model pemerintahan dalam bentuk apapun legitimasi terhadap kekuasaan merupakan sesuatu yang sangat perlu. Pemerintah yang tidak memiliki legitimasi tentu sajan tidak mampu memerintah dengan baik, karena selalu saja terjadi goncangan yang mengancam kekuasaan politik tersebut. Dalam negara modern dimana semua lembaga politik modern hidup dan mengikuti logika demokrasi, jujur, terbuka dan bebas dari tekanan dan militer bersama dengan

79 birokrasi negara bertindak netral sebagai penjaga keamanan dan sekaligus pengatur administrasi Pemilu dengan baik, sehingga pemilu benar-benar menghasilkan perwakilan politik yang dipercaya oleh masyarakat pemilihnya dalam periode tertentu. Sebaliknya dalam negara otoriter pengabsahaan kekuasaan terbentuk melalui berbagai faktor yang membentuk kekuasaan tersebut. Soeharto yang membawa Orde Baru termasuk dalam kerangka rezim personal rule (penguasa tunggal) dimana kebanyakan faktor penentu dalam negara diletakkan pada peran individual sang penguasa, legitimasi atau pengabsahan kekuasaan itu diperoleh melalui kinerja penguasa pribadi, produk-produk kekuasaan yang dibuatnya dan kinerja mesin-mesin yang digunakannya. Rezim personal rule (penguasa tunggal) yang dimiliki Soeharto agak sedikit berbeda dengan rezim-rezim penguasa tunggal lainnya, penyebabnya dipengaruhi dengan ketidakjelasan lietarur yang membicarakan tentang proses naiknya Soeharto ke pangkuan kekuasaan. Ahli-ahli ilmu politik luar negeri mengatakan bahwa kenaikan Soeharto itu melalui proses kudeta militer yang terjadi secara samar-samar atau �grilya� sebagaimana biasanya strategi tradisional dalam model pertempuran dengan penjajah di Indonesia. Sebaliknya para pakar politik dalam negeri terbelah dua, ada yang mengatakan melalui kudeta, tetapi tidak sedikit juga yang mengatakan kenaikan Soeharto menjadi Presiden melalui proses konstitusional.70 70 Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal.187.

80 Atas ketidakjelasan seperti itulah, maka timbul kesulitan untuk melacak dengan jelas basis legitimasi terhadap kekuasaan Soeharto. Pengabsahan kekuasaan Soeharto memang bisa dilihat dari �klaim� adanya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Pemimpin Besar Revolusi, Mandataris MPR dan pengemban amanat Kedaulatan Rakyat yaitu Soekarno untuk mengambil langka-langkah yang penting guna memulihkan keamanan dan ketertiban akibat kudeta PKI yang gagal pada 30 September 1965. berdasarkan surat sakti ini maka, soeharto memiliki kekuatan yang sah untuk melakukan konsolidasi kekuatan awalnya, keamanan dan ketertiban dalam masyarakat dan juga mengahalau orang-orang Soekarno dari birokrasi negara dan militer yang bertentangan dengan garis komandao Soeharto sebagai Panglima Komandao keamanan dan ketertiban. Sebuah jabatan yang memberikan keleluasaan terhadap Soeharto untuk menarik perhatian massa yang mengalami secara langsung keresahan sosial yang diakibatkan oleh pembelahan politik, konflik kepentingan dan pertarungan kekuatan yang mengalirkan banyak darah di tahun 1960-an itu.71 Untuk mengukur legitimasi Soeharto, jelas Pemilu bukan sarananya, karena Pemilu dalam negara yang dikuasai oleh rezim penguasa tunggal jelas merupakan mekanisme pembiusan karena melahirkan berbagai kecurangan, sehingga tolak ukur bagi pengabsahan kekuasaan Soeharto itu adalah sejauh mana kinerja mesin-mesin Soeharto, produk-produk kekuasaan dan performance Soeharto sendiri dalam mendapatkan pengabsahan atas kekuasaanya. Selama Soeharto menjadi Presiden legitimasi Soeharto banyak digantungkan pada 71 Ibid, hal.188.

81 strategi-strategi yang dibuat oleh Soeharto untuk menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap kekuasaannya. Pertama, menghidupkan kembali peran lembaga-lembaga politik modern yang selama Orde Lama telah dikacaukan oleh arus deras kekuasaan Soekarno. Lembaga-lembaga politik modern seperti parlemen, MA, BPK, DPA dan lain-lain sebagainya dipersiapkan untuk meproduksi legitimasi bagi kekuasaan Soeharto. Kontrol dan pengendalian terhadap lembaga ini tetap naungan Soeharto. Kedua, dengan membatasi partisipasi politik masyarakat dengan menciptakan stabilitas politik untuk melindungi pembangunan ekonomi yang menjadi basis material bagi Soeharto selanjutnya dan melakukan depolitisasi, departisasi dan deideologisasi dalam masyarakat melalui penciptaan berbagai regulasi yang mengekang kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan seni berpolitiknya melalui pemaksaan pengfusian partai 1973. Deideologisasi dan depolitisasi sangat mengental di era 1980-an ketika banyak produk pemerintah dan UU pemilu yang menetapkan pemberlakuan azaz tunggal bagi semua partai politik dan Golkar. Ketiga, pengerahan mesin-mesin pembangunan bangsa yang terdiri dari para teknokrat, birokrat baik sipil maupun ,militer untuk terlibat dalam pertarungan politik menenangkan Golkar dalam setiap Pemilu Orde Baru dengan menciptakan unipolar dimana satu partai hegemonik (Golkar) menjadi satusatunya kekuatan yang tidak ada tandingannya. Soeharto juga melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik, yakni Partai Persatuan Pembangunan(PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai

82 Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet badan dianggap penyebab tersendatnya pembangunan, kemudian dikeluarkannya UU Politik dan Asas Tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk Golkar. Oleh karena itu semua partai islam yang ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara partai-partai non-islam (Katolik dan Protestan), serta partai-partai nasionalis digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik dan muncul istilah �mayoritas tunggal� yakni Golkar untuk mengebiri dua parpol lain dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Guna mencapai tujuan ini, rezim Soeharto mengerahkan personel militer dan birokrasi untuk mengintimidasi dan memaksa rakyat untuk memilih Golkar. Dibawah KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia), semua pegawai negeri diwajibkan memilih Golkar dalam pemilu.72 Selama enam priode Soeharto menjadi Presiden ditambah dengan dua tahun yang mengantarkannya pada keruntuhan, Pemilu selalu dimenangkan oleh Golkar dengan persentase suara yang sangat mencolok. Dengan begitu Soeharto yang dalam struktur kepengurusan Golkar merupakan Ketua Dewan Pembina, selalu dipilih secara aklamasi dalam siding-sidang DPR/MPR pada waktu itu. Penyebab utamanya adalah kinerja Soeharto dan mesin-mesinnya masih memiliki 72 Syamsul Hadi, Strategi Pembangunan Mahatir dan Soeharto�Politik Industrialisasi dan Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia�, Jakarta: Pelangi Cendikia, 2005,hal. 61.

83 kekuatan luar biasa untuk memproduksikan legitimasi bagi kekuasaan Soeharto, walaupun diperoleh dengan cara yang tidak jujur, tetapi produk legitimasi performance itu, telah membuat Soeharto berada diatas pangkuan kekuasaan, karena rakyat mempercayai Soeharto sebagai pemimpin yang mampu memberikan kesejahteraan kepada mereka.73 Di sisi lain, meski kepemimpinan Orba sangat otoriter, namun kehidupan rakyat �tampak� tenang, stabil, cukup pangan. Semua ketidaknyamanan rakyat tidak keuar ke permukaan dan hanya mengendap, yang tampak keluar adalah stabilitas dan kenyamanan.74 Dengan demikian, kekuasaan Soeharto dan Orde Baru kian kokoh. Lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif telah berhasil digenggam, demikian pula militer. Partai-partai politik juga telah dijinakkan dengan Golkar sebagai kendaraan kekuasaanya. Sebenarnya, political resources (sumber daya politik) yang dimiliki Soeharto bukan hanya yang disebutkan diatas. William Liddle,75 misalnya, menyebut sumber kekuatan Soeharto antara lain kedudukannya yang istimewa sebgai pahlawan anti komunis dan penyelemat bangsa pada pertengahan 1960-an; peranannya sebagai Bapak Pembangunan selama seperempat abad; hubungan pribadinya dengan beberapa teman setia yang menjadi kepanjangan tangannya di sektor pemerinthan dan golongan masyarakat; aksesnya yang unik pada sumber-sumber keuangan, seperti Banpres dan yayasan-yayasannya; dan kepekaannya yang tajam yang terbentuk melalui pengalaman yang cukup lama 73 Ibid, hal. 190. 74 Dr. Baskara T. Wardaya SJ, Op.cit, hal.80. 75 William Liddle, Partisipasi dan Partai Politik: Indonesia pada Awal Orde Baru, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1992, hal. 10.

84 dalam kancah politik, dalam menanggapi tuntutan-tuntutan individu dan golongan, di dalam dan di luar negeri. Hampir tidak terbantahkan bahwa Soeharto memiliki kekuasaan sangat kokoh dan tidak memberikan sedikit ruang pun bagi oposisi untuk bergerak dan melakukan perlawanan. Jadi, dalam banyak hal kebijakan-kebijakan rezim Soeharto selalu mulus tanpa hambatan, sekalipun mungkin tidak masuk akal dan dilihat dari kacamata politik sangat otoriter. Tapi semua itu teratasi dengan mengideologikan melalui argumen-argumen para cendikiawan yang berada di sekelilingnya. Namun, tidak semua para cendikiawan yang mengideologikan hal yang sama, mereka yang kukuh berdiri tegak di pihak kebenaran adalah mereka yang melahirkan, melalui kekuatan tulisan mereka, pencerahan-pencerahan pada generasi terpelajar di lembaga-lembaga pendidikan, pesantren dan masyarakat. Hasilnya dalah kekuatan yang muncul berupa sikap kritis dan korektif terhadap pemerintahan Orde baru. Mereka adalah eksponen yang menjebol kekuatan Orde baru melalui gerakan Reformasi. Karya-karya intelektual yang bersih dan jujur telah mengilhami serangkaian gerakan mahasiswa dan kelompok-kelompok masyarakat. Kesadaran mahasiswa yang telah tercerahkan bertemu dengan kondisi obyektif bangsa yang dilanda krisis ekonomi, kekeringan panjang, pengaruh globalisasi dan ketidakpuasan rakyat sehingga bersatu menjadi kekuatan penjebol kokohnya labirin kekuasaan Orde Baru.

85 2.2.13 Jatuhnya Rezim Orde Baru Selama 32 tahun berkuasa di Indonesia, Soeharto telah menjadikan dirinya sebagai sosok �power�. Hampir tidak ada yang dapat menggoyangkan kursi kekuasaan Soeharto. Kalaupun ada tokoh yang berani muncul menyaingi pamornya, dapat dipastikan tokoh tersebut, tidak dalam waktu yang lama, akan tersingkir oleh upaya-upaya politik yang kadangkala dilakukan secara terangterangan. Dengan membangun jaringan-jaringan loyalis dalam pemerintahan dan diimbangi dengan jaminan pembangunan pondasi ekonomi keluarga (serta kronikroninya), Soeharto tidak diragukan lagi telah begitu menikmati berjalan diatas rel kekuasaanya. Dan kekuasaanya yang hampir tidak terbatas itu ambruk diterjang badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak juli 1997. keruntuhan Orde baru selain badai krisis ekonomi, juga sesungguhnya, diprakondisikan dan didahului oleh runtuhnya ideology yang mengawalnya. Ideologi yang sejatinya bersifat luhur dan mulia, namun oleh rezim Soeharto diselewengkan menjadi alat legitimasi. Namun dalam perkembangannya, fungsi ideologi sebagai alat legitimasi sudah tidak efektif lagi. Ideologi mengalami devaluasi makna atau inflasi setelah masyarakat kian cerdas oleh pengaruh-pengaruh pendidikan, globalisasi, dan pergaulan yang intens dengan transformasi kehidupan modern. Ideologi lalu menjadi �macan ompong� ditengah-tengah kian lemahnya legitimasi kekuasaan Soeharto.76 76 Dr.Baskara T. Wardaya SJ, Op.cit, hal.88.

86 Ompongnya kekuatan ideologi yang selama ini dipakai Soeharto untuk membungkus kebijakan-kebijakannya, membuat setiap sepak terjang Soeharto menjadi kian terbaca. Penyalahgunaan kekuasaan yang pada masa lalu tidak terbaca dan tidak terduga oleh masyarakat karena tertutup rapat oleh bungkusbungkus ideologi, kini menjadi begitu transparan. Tidak heran jika ketidakpuasan masyarakat pada rezim ini mulai terang-terangan. Rakyat atau para elite pendukungnya pun tidak lagi ideologis. Ikatan nilai dan norma-norma ideologi tidak lagi mampu mengabadikan kesetiaan. Akhirnya, setelah melakukan berbagai akomodasi politik dan perubahan susunan cabinet yang kemudian ditolak oleh para menteri dan sejumlah tokoh, pada hari kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 10:00 pagi di ruang uapacara Istana Merdeka, Soeharto menyamapaikan pidato Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden Republik Indonesia. Pidato kemunduran Soeharto menjadi batas sejarah antara Orde Baru dan Orde Reformasi. Juga menandai matinya ideologi Soeharto dan rezimnya, Meski demikian, nilai-nilainya tidak serta merta seutuhnya runtuh, juga kasusnya. Isu tentang pengadilan pengadilan Soeharto hingga sekarang masih tetap menarik dan memperoleh dukungan dan penolakan (pro-kontra). 2.3 Kehidupan Soeharto Ketika Meniggalkan Jabatan Setelah Soeharto lengser dari kedudukannya, masyarakat menuntut agar Soeharto diadili, tuntutan ini juga datang di antaranya Amien Rais, Ketua Partai

Amanat Nasional (PAN), dan yusril ihza Mahendra, Ketua Partai Bulan Bintang (PBB). Yusril meminta agar insiden kasus penembakan Tanjung Priok pada

87 September 1984 dibuka, Amien Rais menolak ide untuk melupakan insiden ini walaupun insiden ini terjadi 14 tahun yang lalu. Mereka ingin membuka kembali investigasi terhadap kasus ini. Kasus hangat lainnya adalah pembunuhan massal penduduk Aceh dan Timor-Timor. Mereka yang tadinya bisu sekarang mulai secara tiba-tiba datang dengan data dan angka mengenai beberapa banyak orang yang terbunuh dari tahun 1989 ke 1998 di Aceh dan Timor-timor. Demonstrasi berlanjut hingga November 1998 seiring dengan meningkatnya tekanan untuk melihat rekening bank rahasia Soeharto, yang dituduh tentunya berisi milyaran dollar. Ketika rekening banknya tidak dapat ditemukan, investigasi pidana terhadap praktek korupsi Soeharto melalui penyalahgunaan kekuasaan Presiden dimulai. Kantor Jaksa Agung memeriksa yayasan-yayasan yang didirikan bersama keluarganya dengan perusahan pemerintah (BUMN). Pemeriksaan dianggap perlu dilakukan untuk menentukan apakah yayasan-yayasan yang Soeharto pimpin mengumpulkan dana melalui monopoli kekuasaan kepresidenannya, yang mungkin melanggar hukum karena menyebabkan kerugian bagi negara. ada tujuh yayasan yang dipimpin Soeharto yaitu Yayasan Trikora, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharmais, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab), Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri). Aspek utama dugaan pidana adalah korupsi, dokumen Supersemar yang telah hilang bagai debu, sementara gugatan perdata berkaitan dengan pelaksanaan administrasi negara dan yang terakhir pelanggaran hak azazi manusia. Singkat

88 kata, Soeharto dituduh melakukan praktik KKN, telah memperkaya keluarga dan kroni-kroninya dengan akibat perekonomian menjadai hancur melalui pinjaman pemerintah dari luar negeri dalam jumlah besar dolar Amerika. Kurang dari setahun setelah Soeharto turun, Jaksa Agung, dalam suratnya tanggal 4 Desember 1998, mengumumkan bahwa interogasi telah dianggap penting berdasarkan keputusan MPR tanggal 13 November 1998 dan instruksi Presiden tanggal 2 Desember 1998. pada tanggal 11 Oktober 1999, Jaksa Agung mengeluarkan instruksi untuk menghentikan investigasi karena tidak ada bukti yang terlibat dalam praktik korupsi, namun tanggal 6 Desember 1999, ada beberapa instruksi lain untuk menginvestigasi Soeharto dalam kedudukannya sebagai Presiden, sehingga kasus pengadilan dibuka kembali. Kantor Kejaksaan Agung menyerahkan kasus ini ke Pengadilan Negeri karena Tekanan Publik. Sidang dilakukan dari tanggal 31 Agustus 2000 hingga 28 September 2000, Kantor Kejaksaan Agung meminta satu tim dokter untuk memeriksa kesehatan Soeharto agar investigasi dapat berlanjut ke pengadilan. Pada tanggal 28 September 200, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa mereka tidak dapat menerima kasusunya. Soeharto dibebaskan dari tahanan kota dan kasusnya dikembalikan dan dihapus dari daftar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pada tanggal 28 Desember 2000 di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim Dokter menyimpulkan bahwa seseorang tidak kompeten untuk diadili apabila ia telah kehilangan kemampuan untuk memahami apa arti dan tujuan dari sebuah sidang pengadilan dan/atau untuk melakukan konsultasi dengan penasehat hukumnya, dalam kesimpulan 19 ahli medis, Soeharto dinyatakan tidak

89 pantas untuk diadili karena alasan kesehatan. Dengan hal ini maka majelis hakim memutuskan bahwa proses peradilan tidak mungkin dilanjutkan. Pada tanggal 28 September 2000 mereka memutuskan nmenutup perkara tersebut dan mancabutnya dari Pengadialan Negeri Jakarta Selatan serta mengembalikan berkasnya ke kantor Kejaksaan Agung. Soeharto dibebaskan dari tahanan kota. Namun demikian, jaksa penuntut mengajukan naik banding ke pengadilan tinggi pada tanggal 3 Oktober 2000 serta berdasarkan ayat 23 UU no.3 tahun 1971, dalam kasus tindak pidana korupsi, proses pengadilan terus berlaku tanpa kehadiran terdakwa. Naik banding disetujui oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dan membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 28 September 2000 serta memberi instruksi pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar membuka kasusnya kembali dan kembali menetapkan Soeharto menjadi tahanan kota. Tim pembela Soeharto naik banding atas keputusan tersebut, pada tanggal 23 November 2000. pada tanggal 1 Februari 2001, Soeharto menjalani operasi usus buntu. Pada tanggal 2 Februari Soeharto mendapat perawatan kesehatan yang sebaik-baiknya sampai Soeharto sehat kemali agar dapat diadili. Keputusan ini membawa dampak bahwa kasus peradilan Soeharto dapat dibuka kembali sewaktu-waktu. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 8 maret 2002 menyatakan bahwa kasus Soeharto tidak dapat dibuka kembali , mereka hanya dapat menerima kembali kasus ini apabila terdakwa sembuh. Di bulan Maret 2002, Soeharto mengalami pendarahan usus untuk kedua kalinya setelah tahun 1999, larangan untuk berpergian keluar negeri dicabut dengan keputusan Jaksa Agung tertanggal

90 12 April 2002. dari tanggal 27 Maret kesehatan Soeharto menurun dan multi infarct yang ditemukan di otak terus berkembang luas sebagai akibat dari bertambahnya usia dan masalah-masalah jantung. Soeharto mengalami pendarahan usus untuk ketiga kali pada bulan April 2004. pada bulan Mei 2005 pendarahan yang keempat terjadi dan kelima pada bulan November tahun 2005, pada tanggal 7 Mei 2006 Soeharto mengalami pendarahan berulang pada saluran cerna dan penurunan fungsi ginjal. Setelah satu tahun lamanya tidak mengalami gangguan kesehatan berarti, 4 Januari 2008, Soeharto kembali masuk ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Soeharto mengalami kegagalan multi organ dengan menggunakan alat bantu ditubuhnya, kondisi Soeharto pada fase sangat kritis, hingga akhirnya sang Bapak Pembangunan dinyatakan meninggal dunia. 2.4 Soeharto Wafat Soeharto, mantan Presiden kedua Republik Indonesia, wafat. Penguasa Orde Baru itu tutup usia Minggu, 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB di usia 86 tahun, Soeharto menghembuskan nafas terakhir pada hari ke-23 dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Pusat.77 Soeharto wafat tanpa meninggalkan kata-kata terakhir, sekitar pukul 14.55 WIB jenazah Soeharto tiba di jalan Cendana, Menteng , Jakarta Pusat yang merupakan episentrum Orde Baru. Besoknya senindigelar upacara serah terima jenazah dari keluarga kepada negara, kemudian jenazah diberangkatkan untuk dikebumikan disamping pusara istrinya,Alm. Siti Hatinah, yang terletak di kompleks pemakaman keluarga 77 Lihat Tabloid Bintang Indonesia, Op.cit, hal. 4.

91 Soeharto yang disebut Astana Giribangun, terletak di Desa Girilayu, kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Proses pemakaman dengan serangkain upacara militer dalam proses militer Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai inspektur upacara membacakan pidato persada, �Atas nama negara dan TNI, mempersembahkan ke persada Bumi Pertiwi dan jasa almarhum Soeharto, semoga arwah beliau diterima di alam barzah.78 Sekitar pukul 12.00 WIB, Pada acara pemakaman, pihak protokoler membaca riwayat almarhum, sejumlah prestasi dipaparkan, termsuk 28 tanda kehormatan dari negara yaitu: . Bintang Republik Indonesia Adipurna . Bintang Mahaputera Adipurna . Bintang sakti . Bintang Dharma . Bintang Gerilya . Bintang Jasa Utama . Bintang Budaya Parama Dharma . Bintang Kartika Pakci Utama . Bintang jalesena Utama . Bintang Swa Bhuawana Paksa Utama . Bintang Bhayangkara Utama . Bintang Kartika Eka Pakci Utama . Bintang Kartika Eka Pakci Naraya 78 Lihat, Gatra, Op.cit, hal.19.

92 . Bintang Sewindu APRI . Bintang Garuda . Satyalencana Perang Kemerdekaan I . Satyalencana Perang Kemerdekaan II . Satyalencana Kesetiaan XVI Tahun . Satyalencana Kesetiaan XXIV Tahun . Satyalencana Teladan . Satyalencana GOM I . Satyalencana GOM II . Satyalencana GOM III . Satyalencana GOM IV . Satyalencana satya Dharma . Satyalencana Wira Dharma . Satyalencana Penegak Selain tanda penghargaan dan anugerah kehormatan dari dalam negeri. Soeharto juga memiliki 37 tanda Kehormatan dari berbagai negara di dunia atas prestasi, reputasi, dan dedikasinya kepada dunia Internasional sangat berjejak, adapun berbagai penghargaan itu adalah: . The Raja of the Order of Sikatuna (Filipina) . Grand Collier of the Order of Sheba (Ethopia) . Grand Collier de L�ordre National de L�Independece (Kamboja) . Order van de Nedherlandse Leew (Belanda) . The Order of the Golden Ark (Commander) (Belanda)

93 . The Most Auspicios Order of Rajamitrabhorn (Tahiland) . Darjah Utama Sri Mahkota Negara (DMN) (Malaysia) . Darjah Kerabat Diraja Perak Darul Ridwan (Malaysia) . Sondersfe des Grosskreuzes Special Order of the Grand Cross (Rep.Fed.jerman) . Grand Collier (Italia) . Grosses Stren des Ehreinzeichens Fuer Verdenste Um die Republic Oesterreich (Austria) . Grand Croix de la Legion D�Honneur (Prancis) . Grand Cordon Order de Leopold (Belgia) . Order of the Great Yugoslav star (Yugoslavia) . Mubarak Al Kabir�s Necklace (Qatar) . Grand Collar of the Nile (Republik Arab Mesir) . Bintang Badar (Saudi Arabia) . The Grand Order of mugunghwa (Korea Selatan) . The Order of the Socialist republic or Romania First Class (Rumania) . Star of the Socialist Republic of Romania First Class With Ribbon (Rumania) . Order of Al-Hussein Bin Ali (Yordania) . Darjah Kerabat Mahkota (Brunei Darussalam) . Knight Cross ot the Order of the Bath (GCB) (Inggris) . Satyalencana Pahlavi (Iran) . Grand Cordon of the Superme Order of the Chrysanthenum (Jepang) . Medali dari Pemerintah Pakistan (Pakistan)

94 . Nisham I (Pakistan) . Grand Collar de la Orden Amercana de Isabel la Catolicca (Spanyol) . Collar de la Order Del Libertador (Venezuela) . From Rice Imforter to Self Sufficiency (berhasil di Bidang Swasembada beras FAO) . Golden Order of Merit (IAAF) . Medal Emas Avicenna (UNESCO) . The United Nations Population Awward (Berhasil di Bidang KB) (The Population Institute Global Statesman Award) . Health for all Gold Medal (Berhasil di Bidang Kesehatan WHO) . The �Spirit of Helen Keller� Award (Helen Keller International).79 Sekitar pukul 12.00 WIB, upacara pemakaman dimulai, dengan nama resmi Jenderal Besar TNI (Purn) Haji Muhammad Soeharto, upacara dilakukan dengan cara militer. Tepat pukul 12.15 WIB, peti jenazah dimasukkan keliang lahat, tempat pengistirahatan Soerharto terakhir.80 79 Setya Novanto, Manajemen Presiden Soeharto; Penuturan 17 Menteri, Jakarta: Yayasan Bina Generasi Bangsa,1996, hal. 235-237. 80 Lihat Tabolid bintang Indonesia, Op.Cit, hal.8.