Socrates

3
Socrates, Pesepakbola Langka di Era Modern Seperti halnya musik soul yang sarat kritik sosial pada 1970-an dan politikus Indonesia dengan integritas, pemain sepak bola seperti Socrates tak lagi diproduksi sekarang. Kapten dari timnas Brazil di Piala Dunia 1982 adalah bangsawan dari segala bangsawan di lapangan hijau. Ia adalah perwujudan dari apa yang disebut dengan elegan dan segala gerakan yang dilakukannya di dalam pertandingan lebih mirip balet. Saya terlalu muda untuk menyaksikan Piala Dunia 1982. Tapi segala video rekaman pertandingan turnamen itu yang saya tonton memang benar-benar menggambarkan bagaimana timnas Brazil di kejuaraan itu adalah yang paling artistik dan menghibur dalam sejarah. Beberapa penulis sepak bola asing yang lebih tua yang saya temui bahkan menyebut bahwa tim Brazil tahun 1982 lebih berkelas dari tim Brazil tahun 1970 yang diperkuat Pele, Jairzinho, Rivellino. Satu-satunya hal yang tak dipunyai Brazil 1982 adalah gelar juara dunia. Bersama-sama dengan Hungaria 1954, Brazil 1982 dianggap sebagai raja tanpa mahkota yang seharusnya memenangi turnamen. Jika Anda belum pernah menyaksikan bagaimana hebatnya permainan Brazil di era itu, saya menyarankan Anda berhenti membaca artikel ini sekarang juga dan segera menonton video Youtube rekaman pertandingan-pertandingan Brazil di tahun itu. Di tengah lapangan berdiri Zico yang dijuluki Pele Putih dan di belakangnya ada dua gelandang kreatif nan energik, Toninho Cerezo dan Falcao. Keempat bek Brazil, terlebih Junior dan Oscar lebih mirip gelandang serang yang dipasang dibelakang karena keterbatasan tempat di lini tengah. Ada juga Eder di tengah yang dinamismenya adalah baut tak terpisahkan dari skema racikan Tele Santana. Di sentral semuanya, ada Socrates sebagai kapten yang menyatukan semua elemen tersebut. Lima belas gol dicetak oleh Brazil di turnamen itu hanya dari lima pertandingan saja, berarti rata-rata tiga gol tiap pertandingan. Dijagokan kuat sebagai juara, mereka hanya kalah dari Paolo Rossi yang mencetak hattrick bagi Italia sekaligus menyingkirkan Brazil. Kekalahan ini sangat mengejutkan karena selain Brazil adalah unggulan, Italia juga diwarnai berbagai skandal menjelang Piala Dunia, bahkan Rossi sendiri baru selesai menjalani skors akibat pengaturan pertandingan. Hampir sama seperti Italia di Piala Dunia 2006 yang mengawali tahun itu dengan Calciopoli, di akhir turnamen Gli Azzuri bertakhta sebagai juara dunia meski Brazil memenangkan hati semua orang.

description

Cerita soal Socrates

Transcript of Socrates

Socrates, Pesepakbola Langka di Era ModernSeperti halnya musik soul yang sarat kritik sosial pada 1970-an dan politikus Indonesia dengan integritas, pemain sepak bola seperti Socrates tak lagi diproduksi sekarang. Kapten dari timnas Brazil di Piala Dunia 1982 adalah bangsawan dari segala bangsawan di lapangan hijau. Ia adalah perwujudan dari apa yang disebut dengan elegan dan segala gerakan yang dilakukannya di dalam pertandingan lebih mirip balet.Saya terlalu muda untuk menyaksikan Piala Dunia 1982. Tapi segala video rekaman pertandingan turnamen itu yang saya tonton memang benar-benar menggambarkan bagaimana timnas Brazil di kejuaraan itu adalah yang paling artistik dan menghibur dalam sejarah.Beberapa penulis sepak bola asing yang lebih tua yang saya temui bahkan menyebut bahwa tim Brazil tahun 1982 lebih berkelas dari tim Brazil tahun 1970 yang diperkuat Pele, Jairzinho, Rivellino.Satu-satunya hal yang tak dipunyai Brazil 1982 adalah gelar juara dunia. Bersama-sama dengan Hungaria 1954, Brazil 1982 dianggap sebagai raja tanpa mahkota yang seharusnya memenangi turnamen.Jika Anda belum pernah menyaksikan bagaimana hebatnya permainan Brazil di era itu, saya menyarankan Anda berhenti membaca artikel ini sekarang juga dan segera menonton video Youtube rekaman pertandingan-pertandingan Brazil di tahun itu.Di tengah lapangan berdiri Zico yang dijuluki Pele Putih dan di belakangnya ada dua gelandang kreatif nan energik, Toninho Cerezo dan Falcao. Keempat bek Brazil, terlebih Junior dan Oscar lebih mirip gelandang serang yang dipasang dibelakang karena keterbatasan tempat di lini tengah.Ada juga Eder di tengah yang dinamismenya adalah baut tak terpisahkan dari skema racikan Tele Santana. Di sentral semuanya, ada Socrates sebagai kapten yang menyatukan semua elemen tersebut.Lima belas gol dicetak oleh Brazil di turnamen itu hanya dari lima pertandingan saja, berarti rata-rata tiga gol tiap pertandingan. Dijagokan kuat sebagai juara, mereka hanya kalah dari Paolo Rossi yang mencetak hattrick bagi Italia sekaligus menyingkirkan Brazil. Kekalahan ini sangat mengejutkan karena selain Brazil adalah unggulan, Italia juga diwarnai berbagai skandal menjelang Piala Dunia, bahkan Rossi sendiri baru selesai menjalani skors akibat pengaturan pertandingan.Hampir sama seperti Italia di Piala Dunia 2006 yang mengawali tahun itu dengan Calciopoli, di akhir turnamen Gli Azzuri bertakhta sebagai juara dunia meski Brazil memenangkan hati semua orang.Semua yang tumbuh besar menonton sepak bola di era itu ingin menjadi Socrates. Dengan postur jangkung 193 cm, berewok di wajah, dan gerakan layaknya penari, anak-anak di jalanan ingin menjadi seperti Socrates yang disebut seorang penulis sepak bola Inggris sebagai symbol of cool for a whole generation of football supporters.Layaknya para pemain sepak bola amatir yang berusaha keras meniru stepover Cristiano Ronaldo sekarang, pada era itu pun semua orang berusaha melakukan blind backheel pass yang menjadi trademark Socrates.Apa yang membuat spesies seperti Socrates langka adalah pencapaiannya di luar lapangan. Kita tahu bagaimana mayoritas pesepakbola datang dari kelas marjinal yang memperbaiki nasib mereka melalui talenta bermain sepakbola.Tapi seperti halnya Kaka di era modern ini yang datang dari kelas menengah, Socrates pun demikian. Bahkan lebih hebat dari Kaka, Socrates adalah seorang dokter yang menyelesaikan pendidikannya di sela-sela kariernya sebagai pesepakbola!Seperti tak mau membuat malu nama yang diberikan orangtuanya (ayahnya memberi nama filsuf Yunani kepada tiga anak laki-lakinya), Socrates adalah seorang yang berpendidikan tinggi, gemar membaca buku, dan mempunyai intelektualitas tinggi. Tak heran jika sumbangsih terbesar Socrates kepada Brazil justru terjadi di luar lapangan sepak bola.Mengidolakan Fidel Castro dan Che Guevara, semasa bermain bagi Corinthians, Socrates menggalang kampanye politik yang disebut Corinthians Democracy Movement. Gerakan ini dimaksudkan sebagai kampanye untuk membela hak-hak pemain sepak bola dan memperkenalkan demokrasi.Menimbang gerakan ini dilakukan saat Brazil dikuasai junta militer usai kudeta tahun 1964, apa yang dilakukan Socrates bersama rekan setimnya, Wladimir, ini sangat berani dan monumental untuk mempromosikan demokrasi.Salah satu momen paling ikonik yang mereka lakukan adalah saat mereka menulis Vote on the 15th pada tahun 1982 di belakang semua jersey Corinthians untuk mengajak fans berpartisipasi dalam pemilu pertama Brazil yang demokratis setelah kudeta.Apa yang dilakukan Socrates menyulut semangat para pemain dan rakyat Brazil untuk mengembalikan supremasi rakyat lewat sepak bola. Salah satu aktivis yang aktif dalam kegiatan Corinthians Democracy Movement adalah seorang pemuda bernama Lula Da Silva.Seorang fans Corinthians sejati, Lula yang kelak menjadi presiden Brazil dan membawa negara tersebut menjadi kekuatan ekonomi dunia tahu benar bagaimana kontribusi Corinthians Democracy Movement yang digagas Socrates bagai dunia politik di Brazil.Tak pelak lagi sulit untuk menemukan pesepakbola seperti Socrates dewasa ini. Beberapa nama pemain sangat lekat dengan politik seperti Cristiano Lucarelli atau Oleguer Presas, tapi untuk melakukan apa yang dilakukan Socrates dengan Corinthians Democracy Movement hampir mustahil di era ketika para pemain tak ubahnya buruh yang dibayar terlalu mahal.Perilaku dan prestasi politiknya menempatkan Socrates sang pesepakbola berada dalam satu koridor intelektualitas dengan Socrates sang filsuf. Ironisnya, keduanya menemui akhirnya hidupnya gara-gara minuman.Socrates sang filsuf mencabut nyawanya sendiri dengan menenggak racun, sedangkan Socrates sang pesepakbola adalah peminum alkohol berat yang berkontribusi besar pada kematiannya.RIP Socrates, orang yang pemikiran dan tindakannya mengajarkan saya bahwa sepak bola dan kegiatan politik rakyat bisa berjalan beriringan.