Slilit arena april 2014

24
ARENA Jelas & Mengganjal SLiLiT www.lpmarena.com EDISI APRIL 2014

description

 

Transcript of Slilit arena april 2014

Page 1: Slilit arena april 2014

0.35 cm

LEAD ARENAJelas & Mengganjal

SLiLiT

www.lpmarena.com

EDISI APRIL 2014

Page 2: Slilit arena april 2014

OPINI

Diterbitkan Oleh:Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)ARENA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

PelindungAllah SWT

PenasehatRektor UIN Suka

PembinaAbdur Rozaki, S.Ag, M.Si

Pemimpin UmumTaufiqurrohman

Wk. Pemimpin UmumAhmad Jamaludin

Sekretaris UmumAyu Usada Rengkaning Tyas

BendaharaPuji Hariyanto

Dewan RedaksiAnik Malussoleha

Pemimpin RedaksiRobi Kurniawan

Redaktur OnlineFolly Akbar

Redaktur SLiLiTJanuardi Husin S

Redaktur BahasaIndah Fajar Rosalina

Staf RedaksiUul, Iim, Tika, Elmi, Fendi, Arif, Lilik, Khusni H,Chusna, Lugas, Mugiarjo, Ulfatul F, Nisa, Dedik, Novi, Arifki, Ichus, Haetami, Bayu, Soim, Irsal, Jamal

Rancang Sampul & Tata LetakS Ghidafian Hafidz & Andy R

Lukisan Sampul MukaHenggar RomadioniMahasiswa Pendidikan Seni RupaFBS, UNY

FotograferAbdul Majid

Direktur Perusahaan & ProduksiIntan Pratiwi

Koordinator PusdaHasbullah Syarif

Koordinator JarkomArdi Hartanto Saputra

Koordinator PSDMAhmad Taufiq

Kantor Redaksi/Tata UsahaStudent Center Lantai 1 No. 1/14UIN Sunan Kalijaga YogyakartaJl. Laksda Adi Sucipto Yogyakarta 55281Telp. 085282638050 (Intan Pratiwi)http//: www.lpmarena.com

SLiLiT ARENA

SLiLiT ARENA mengundang semua kalangan civitas akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Dan bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan SLiLiT ARENA, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi LPM ARENA guna berdiskusi lebih lanjut.

Wartawan SLiLiT ARENA dibekali tanda pengenal dalam setiap peliputan dan tidak menerima amplop dalam bentuk apapun

INDEKS

SLiLiT ARENA2 |

Selasa, 29 Aprill 2014

ARENAJelas & Mengganjal

EDISI APRIL 2014

SLiLiT

www.lpmarena.com

UNIVERSITARIA

Stagnasi Pola SkripsiPemilihan tema skripsi oleh mahasiswa

cenderung stagnan. Hal ini dikarenakan

pemilihan tema lebih banyak melihat

pada skripsi yang telah ada...

6

Terlahir Demi yang Lebih Besar

KUI begitu digadang-gadangkan di FSH

dan menjadi Prodi dengan jumlah

mahsiswa terbanyak. Namun

kelahirannya sejak awal telah disiapkan

9 13

Banyaknya peserta ujian training

ICT yang tidak lulus, menyebabkan

mahasiswa harus merogoh koceknya

lagi untuk mengikuti .....

Ujian Training ICT Sering Tidak Lulus

15

KANCAH

Daftar Isi

Indonesia, mungkin bisa dikatakan

belum merdeka sepenuhnya. Negara

kita belum terlepas dari belenggu

kolonialisme. Kita dahulu dijajah....

Masih Belenggu Imperialisme

17

“Hanya ada dua hal yang menerangi segala sesuatu di muka bumi:

matahari di langit dan pers di bumi.”--Mark Twain,--

Meneguhkan Kembali KebebasanPers di Dunia Kampus

19

Suara kokok ayam membangkitkan

matahari dari tidurnya. Secara

perlahan, dia menampakkan

wujudnya yang kemerahan. Di saat

Antara Kopi dan Ayah18

SASTRA

Saifa AbidiAllah

Tangan Waktu

Sajak Nugroho

Page 3: Slilit arena april 2014

SURAT PEMBACA

SLiLiT ARENA| 3

Jangan cuma seperti moderator dong!

Sulit tampaknya bagi saya men-justifikasi perilaku dan

karakter dosen yang mengajar saya di kelas. Tetapi ada

beberapa hal yang perlu saya utarakan, entah ini penting

atau tidak, terlepas ini objektif atau subjektifitas semata.

Saya telah mengambil beberapa mata kuliah di

semester VI ini dengan dosen pengajar yang bergelar

magister, doktor, atau profesor. Bahkan, moyoritas

memiliki gelar doktor. Suatu keberuntungan bagi saya

yang sedang menempuh S1 di UIN Suka dengan kualitas

dosen yang seperti itu.Dalam pikiran saya, dosen-dosen

ini adalah dosen dengan kualitas pengajar yang

profesional, mengingat gelar dan pengalaman mereka.

Tapi apa yang saya alami selama ini dalam proses

belajar di kelas terasa tidak semuanya sesuai harapan.

Angan-angan mendapat pengajaran dan ilmu yang

banyak dari dosen di kelas ternyata tak terenuhi.

Sebagian dari mereka hanya seperti moderator dalam

seminar, yang bertugas memberi pengantar saja.

Beberapa kawan pernah bercerita, ketika dia menemui

salah satu dosen dan nasihat (kebetulan dosen tersebut

bergelar doktor). Sang dosen bilang, “ilmu yang kamu

dapat di kampus jika prosentasenya 100%, yang

didapatkan di kelas paling hanya 25% dan 75%

mahasiswa harus cari sendiri diluar”. Artinya, secara tidak

langsung mahasiswa harus cari ilmu sendiri di luar dan

mengamini bahwa dosen memang hanya menjadi

moderator di dalam kelas.

Lalu di mana tanggung jawab dosen sesungguhnya?

Atau itu semua hanya untuk mengonstruk cara pandang

mahasiswa, sehingga kemudian mengamini seperti yang

saya ungkapkan di atas, dan dosen “lari” dari

tanggungjawabnya sebagai seorang pengajarsesuai

dengan kapasitasnya sebagai magister, doktor, atau

pofesor?

Ditambah lagi seringnya jam kosong atau kuliah yang

diliburkan sendiri oleh dosen, dengan alasan

penelitianlah, proyeklah, atau lagi ngajar di kampus

lainlah. Hal ini membuat saya berpikir, tampaknya

memang ungakapan yang sering diberikan kepada

mahasiswa -bahwa mahasiswa harus aktif mencari ilmu

atau teori di luar kampus- hanya untuk membuat

mahasiswa memaklumi supaya dosen bisa “lari” dari

tanggung jawabnya.

Harapan saya tentu dosen harus memberikan ilmunya

dengan kapasitas gelar yang mereka sandang. Dan bagi

pihak kampus, harus mengawasi kinerja dosen dan juga

memberi sanksi jika dosen yang memilki jadwal mengajar

di UIN tetapi malah mengajar kampus luar.

Rian Budiarto,mahasiswa semester VI

Jurusan Filsafat Agama, FUSPI.

EDITORIAL

Bagi sebagian orang, khususnya orang-orang yang mengenal

pendidikan perguruan tinggi, kata skripsi bisa mengandung

semangat lain selain karya ilmiah. Skripsi dipahami secara simpel;

Sebentar lagi diwisuda, dan yang terpenting; Sebentar lagi

memperoleh pekerjaan. Diketahui bahwa skripsi adalah agenda

terakhir bagi seorang mahasiswa untuk mendapatkan gelar

kesajanaannya. Dan karena ini adalah agenda terakhir, wajarlah

menjadi tugas yang paling berat selama perkuliahan. Dan karena

berat, para orang tua mahasiswa di kampung halaman, biasanya

akan mengorbankan apa saja agar anak-anak mereka bisa

menuntaskannya. Dan kadangkala, kata “berat” dan

“mengorbankan apa saja” tersebut ditunjukkan dengan upaya

total; entahlah dalam bentuk materi, doa dan pikiran. Hingga

akhirnya mereka dapat berbondong-bondong menunju kampus

dengan moment kemenangan wisuda.

Makna lain dari skripsi tersebut meskipun simpel, hadir

begitu saja ketika kata skripsi atau “tugas akhir” diutarakan. Kita

dapat melihat makna ini sebagai bentuk reaksi pengharapan dari

formasi kehidupan masyarakat kita yang kacau-balau; Dimana

ekonomi carut-marut, peradaban semakin tak karuan dan

kehidupan sosial seringkali harus berhadapan dengan tindak

kejahatan dan intimidasi.

Karena ini berupa reaksi pengharapan, kita tahu;

Pengharapan ini telah menyelimuti konteks persoalan

sebenarnya dari skripsi tersebut. Skripsi tidak meniscayakan

pekerjaan. Skripsi memang sebuah “tugas akhir” dan setiap tugas

punya soal dan kesulitannya sendiri. Persis disini kita berkutat.

Lantas bagaimana pengharapan tersebut? Ya, memang

t inggal pengharapan. Namun bukan berarti harus

dikesampingkan. Persoalannya, pengharapan itu muncul karena

konteks sosial-ekomomi yang sulit. Hingga setiap orang butuh

“sesuatu untuk bertahan”. Meski sesuatu itu adalah sebuah

harapan. Pengharapan itu kali ini ditopangkan pada mahasiswa

–yang punya sejarah sebagai strata elit masyarakat.

Ketika seorang anak -juga seorang mahasiswa- menulis skripsi

kemudian dibebankan kepadanya persoalan lulus dan pekerjaan.

Itu adalah beban yang tak koheren untuknya. Beban skripsi

adalah beban menjawab pertanyaan dan persoalan penelitian.

Dan seperti diatas, setiap persoalan punya kesulitannya sendiri.

Persis disana kita harus berkutat. Kenapa imingan lulus dan kerja

ikut nimbung? Ini bisa saja kita telusi jawaban dari kondisi

Terlalu Jauh Ngomongin “Skripsi berkualitas”

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 4: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA4 |

Selasa, 29 April 2014

kampus yang tak lagi “ramah” dengan semangat mencari

pengetahuan, atau kelas kuliah yang tak memancing

kegelisahan. Kemudian lebih memilih dunia kerja, karena kerja

“mungkin akan berarti” –setidaknya bagi diri sendiri dan

keluarga-, mungkin kampus tak lebih berarti dari kerja.

***

Kami memulai tulisan ini dengan pembuka seperti diatas

karena banyak sekali diantara kita yang acapkali

mencampurbaurkan persoalan skripsi, lulus dan memperoleh

pekerjaan. Untuk orang dikampung halaman, kita dapat

memahami ini sebagai bentuk kenaifan dalam memandang

persoalan. Artinya, memang masyarakat hidup dengan

kesusahan. Jadi dorongan menulis skripsi dapat berarti

dorongan membantu mereka yang tengah sulit menghapi

kehidupan. Agar cepat lulus dan kemudian “ayolah bantu kami”,

begitu lebih kurangnya.

Namun suruhan lulus dan memperoleh pekerjaan dengan

menyegerakan skripsi dari para dosen dan birokrasi kampus

sungguh sangatlah mengherankan. Disini posisi orang

dikampung halaman dengan birokrat kampus berbeda. Para

dosen dan birokrasi kampus yang punya andil besar membantu

kematangan proses berpikir mahasiswa, terlihat berpacu-pacu

ingin mempercepat proses tersebut. “kamu tiga setengah tahun

bisa. Kemudian skripsi dan cepat wisuda”. Waw, kenapa cepat-

tidaknya yang menjadi persoalan? Bukan nya kematangan dan

kesiapan mahasiswa tersebut yang mesti diseriusi.

Ketika pertanyaan ini diajukan, kita kembali menemukan

jawaban-jawaban “bergincu” yang kosong makna; Seputar SKS

yang sudah mencukupi dan mata kuliah metode penelitian

(metopen) yang telah lulus. Bahkan tak jarang pertanyaan balik

diutarakan,”Mau ngapain lama-lama dikampus?” Waw, apakah

“lama” berarti tak berkualitas. Atau Semata-mata persoalan

regulasi waktukah yang menjadi orentasi masyarakat kampus

kita. Jika benar demikian, benarlah kampus sebagai salter;

tempat peralihan yang semata-mata peralihan. Dan jika benar

demikian, jangan terlalu banyak berharap dari peralihan. Karena

tujuan salter hanya membuat “Anda bisa pergi secepat mungkin

dari sini. Kemudian orang baru datang untuk dibuat pergi

secepat mungkin pula.” Otomatis, “Ketika salter kami ditumpuki

orang yang tak kunjung pergi, pelayanan kami (pegawai) dinilai

buruk dan akibatnya 'pengunjung' lain akan berupaya memilih

salter yang lain, karena salter ini bukan satu-satunya ketempat

tujuan”.

***

Seiring dengan itu, mahasiswa yang kesulitan menemukan

ide atau tema baru dalam objek penelitian skripsinya menjadi

keniscayaan. Selain dari ruang interaksi akademisi yang

menyempit, pola komunikasi antara mahasiswa dan dosen pun

bermasalah. Mengkomunikasikan tema dan objek penelitian

acapkali mampet karena disalah-satu pihak, atau kedua-duanya,

mempunyai pandangan tentangan arti penyusunan skripsi

tersebut. Disatu pihak barangkali ingin skripsi berkualitas (dalam

artian penulis menguasai tema dan kerangka penelitiannya,

“syukur-syukur” menemukan jawaban baru dari kegelisahan

penelitiannya) sedangkan pihak lain berpikiran sebaliknya;

bagaimana “yang mudah saja!”

Maka, hemat kami, cukup beruntung kawan-kawan

mahasiswa yang menemukan ruang-ruang baru andaikata dunia

perkuliahan (kelas dan interaksi dengan dosen) tak memberi

cukup ruang untuk mengembangkan ekspresi intelektualnya.

Ruang yang dimaksud disini tentu ruang akademi juga, bisa saja

tidak melulu formal. Dan beruntung pula, mahasiswa yang

menemukan dosen-dosen yang mau “berusaha agak keras” demi

mahasiswanya untuk membantu proses 'menemukan' jawaban

kegelisahan itu. Karena tidak semua dosen akan seperti ini,

dikarenakan posisinya sebagai seorang “pejalan rutinitas yang

menerima gaji”

Disini, agaknya belum pantas rasanya kita membicarakan

penciptaan skripsi berkualitas. Posisi kita saat ini baru sampai

pada tahap “prihatin”. Artinya, kebanyakan orang dikampus

memang menggelisahkan hal yang sama terkait skripsi ini,

namun piranti-piranti untuk menumbuhkan semangat menulis

ilmiah untuk menjawab persoalan belum mumpuni. Baik piranti

untuk kesadaran kearah sana, ataupun piranti untuk ruang-ruang

intelektual sebagai ajang diskusi.

Akibatnya, banyak karya yang berujung di gudang-gudang

penumpukan. Bahkan untuk dipublikasikan ke publik pun masih

diperdebatkan!

Kita butuh paradigma berpikir kritis dan karena itu butuh

ruang. Ruang “kemerdekaan berpikir” yang seluas-luasnya.

Ruang itu bisa dipahami sebagai ruang konkrit dalam artian

sarana-prasarana untuk mengemukakan pendapat tanpa

dipersulit birokrasi, dengan keleluasaan menyampaikan hal-hal

(ekspresi) berbeda dari cara pandang kebanyakan tanpa

intimidasi, termasuk intimidasi simbolik! Dan ruang dalam artian

sistemik; akses dan distribusi pengetahui diorentasikan pada

EDITORIAL

Page 5: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA| 5

keleluasaan mahasiswa untuk memilih dan menentukan

indentitas berpikirnya. Sistem sebagai piranti untuk

mengalokasikan pembentukan identitas berpikir mahasiswa

tersebut.

Tanpa mempertimbangkan piranti dan mekanisme

ruang, kualitas hanyalah mimpi. Walaupun ada yang

namanya keberuntungan, kita maklumi, keberuntungan

tak terbagi dengan rata. [] Redaksi

Redaksi menerima kritik dan saran terhadap editorial.kirim tulisan ke [email protected]. Bentuk tulisan utuh400-700 kata. lampirkan biodata lengkap. judul file: Kritik Editorial.

CATATAN KAKI

Mahasiswa sebagai “Agent of Change”, bukan

menjadi istilah yang asing lagi di telinga, bahkan mungkin

sudah muak untuk mendengarnya. Setiap mahasiswa

berbeda-beda dalam menafsirkan “Agent of change”.

Sebagian ada yang mengartikan bahwa mahasiswa itu

sebagai agent perubahan dalam meningkatkan taraf

hidup mereka masing-masing. Alhasil, mereka selalu

serius dalam belajar, bahkan meninggalkan absensi

dianggap sebagai momok yang menakutkan.

Namun, sebagian mahas iswa la innya

mengartikan bahwa mahasiswa sebagai agent of change

itu harus bisa merubah segala aspek yang bersangkutan

dengan maasyarakat umum, dan pada akhirnya mereka

lah yang suka berkoar-koar di bawah terik matahari tanpa

memerdulikan proses perkuliahan yang sedang

berlangsung.

Tidak sedikit mahasiswa yang merasa resah

dengan sikap mereka yang bisa dibilang anarkis.“Ngapain

sih ngurusin orang lain. Potong rambut aja nggak bisa kok

sok jadi pahlawan orang lain.” Sebuah celetukan yang

biasa muncul di tengah perkumpulan mahasiswa “Homo

academicus” itu. Bukan karena mahasiswa itu benci

dengan mereka yang berambut gondrong, tapi sikap

mereka yang terlalu anarkis membuat mahasiswa Homo

academicus menjadi ilfil.

“Saya tuh, merasa malu banget jadi mahasiswa

UIN Sunan Kalijaga. Gimana nggak malu, kalau setiap

saya pulang ke kampung halaman, saya dianggap negatif

oleh teman-teman saya yang katanya UIN suka demo lah,

bisanya cuman bikin keributan aja lah. Padahal saya kan

tidak pernah ikut demo. Eh, malah saya dapat getahnya.”

Curhat salah seorang mahasiswa.

Tampaknya, banyaknya aksi tidak hanya berakibat

pada rusaknya infrastruktur yang ada. Ternyata,

banyaknya aksi juga mengakibatkan beban moral dan

beban psikologis kepada mahasiswa lain. Sebagian

mahasiswa khawatir jika telah lulus, mereka sulit

mendapatkan pekerjaan dikarenakan tempatnya menimba

ilmu sudah mendapat citra “kampus pembikin onar”.

Namun, tak bisa di tolak, bahwa “Diam tertindas

atau mati merdeka.” Semboyan andalan para mahasiswa

pergerakan yang tak pernah ketinggalan itu memang perlu.

Bahkan dirasa sangat penting untuk mengawal birokrasi

kampus. Hal ini yang sering tidak disadari oleh para

mahasiswa Homo academicus yang selalu mencari posisi

aman. Karena mereka memandang bahwa tugas

mahasiswa itu hanya belajar yang rajin agar bisa

mendapat nilai bagus sehingga dapat membanggakan

orang tua. Bukan malah memorak-porandakan kampus

dengan aksi.

Bukan kah pada dasarnya tujuan kuliah adalah

untuk menjadi seorang buruh? Bekerja untuk orang lain

dengan imbalan gaji. Kalau tidak ingin menjadi buruh,

kenapa harus takut sulit mendapatkan pekerjaan?.

Kalau mahasiswa Homo academicus merasa

berdosa jika tidak masuk kuliah, mahasiswa pergerakan

akan lebih merasa berdosa jika tidak dapat menjadi “agent

of change” bagi masyarakat umum. Sehingga bagi mereka

hanya ada dua pilihan “REVOLUSI ATAU MATI”.[]

Imroatus Saadah

[email protected]

Menolak Diamdan Tertindas

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 6: Slilit arena april 2014

UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA6 |

Pemilihan tema skripsi oleh mahasiswa cenderung stagnan.

Hal ini dikarenakan pemilihan tema lebih banyak melihat pada skripsi yang telah ada.

Skripsi bisa dibuat hanya dengan mengganti objek kajian semata walau dengan pembahasan yang sama.

Stagnasi Pola Skripsi

Oleh: Anisatul Ummah

Skripsi menjadi tugas akhir yang wajib dipenuhi tiap

mahasiswa sebagai syarat telah memenuhi Tri Dharma

Perguruan Tinggi yang kedua, yaitu penelitian. Namun pola

skripsi yang diajukan mahasiswa tarkadang hanya

mengadopsi dari skripsi yang ada sebelumnya, sehingga

memunculkan tema dan objek yang kurang variatif.

Seperti yang terjadi pada Jurusan Pendidikan Agama

Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Kepala

Jurusan (Kajur) PAI Suwadi mengatakan, mahasiswanya

cenderung stagnan dalam memilih tema skripsi. Padahal,

menurutnya Suwadi, ada banyak bahan yang bisa diteliti

dan dijadikan skripsi. “Tapi kok kalo nggak itu, nggak

(mau),” katanya.

Bahkan, skripsi terkadang hanya diartikan sebagai

syarat legal formal. Seperti yang diungkapkan Asif Az Zafi,

mahasiswa Jurusan PAI, “Kadang skripsi ingin praktisnya.

Jadi nelitinya kurang greget.”

Lusi Fatmawati , mahasiswa PAI lainnya yang kini

sedang mengerjakan skripsi dengan tema “Efektivitas

Teknologi Informasi Sebagai Media Pembelajaran PAI”,

memulai skripsinya dengan mencari tema skripsi yang telah

ada.

“Kenapa milih efektivitas, sebenarnya saya kemarin

milih bukan karena pengen, tapi lihat-lihat skripsi (lain,

Red.) kok cocok,” ungkap Lusi.

Sebelumnya dari pihak jurusan mengatakan,

kebanyakan mahasiswa belum maksimal dalam

memahami tema. Misal mencapuradukkan pendekatan dan

metode, “Bahkan sudah diumumkan kalau skripsi tentang

upaya guru saya tolak,” kata Suwadi. Alasan penolakan,

karena skripsi dengan tema tersebut sudah terlalu banyak.

Menengok dari pola skripsi di tahun 2012, unsur-unsur

klasifikasi berdasarkan kategori unsur pendidikan dan

objek penelitian. Dari 267 jumlah skripsi yang ada, kita

dapat membandingkan dari jumlah terbanyak, dengan

unsur pendidikan guru berjumlah 46 skripsi; konsep nilai 45

skripsi; dan metode 40 skripsi; hingga yang paling sedikit

yaitu unsur pendidikan kurikulum dan kepala sekolah

masing-masing satu skripsi; serta evaluasi dan sumber

daya manusia masing-masing dua skripsi.

Selain unsur klasifikasi, objek kajiannya mulai dari PAI,

al-Quran, al-Hadits, Fiqih, SKI, Aqidah, Akhlak, Bahasa

Arab, Muamalah, Politik, dan Hukum. Dari jumlah 287

objek, dimana objek bisa lebih dari dua, 148 diantaranya

memilih PAI, dan 61 memilih akhlak. Sedangkan muamalah

dan hukum kosong.

Berkaca pada data di atas, saat ini terjadi

ketidakseimbangan tema maupun objek kajian yang dipilih

oleh mahasiswa. Mahasiswa cenderung memilih tema

skripsinya hanya berdasarkan tema-tema yang telah ada.

Dengan alasan tersebut kini tema dari skripsi di Jurusan PAI

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 7: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA| 7

UNIVERSITARIA

mulai dibatasi.

Menurut Suwadi, hal ini dikarenakan kemampuan

mahasiswa yang lemah dalam menentukan tema skripsi

yang akan diangkat. “Problemnya adalah mahasiswa yang

low, sehingga terpontal-pontal. Lah wong mengajukan

tema kok lihat dari judul yang ada,” ungkap Kajur PAI yang

mulai menjabat sejak tahun 2012 itu.

Kini, dalam pola skripsi di Jurusan PAI mulai

dikelompokkan dengan karateristik tema skripsi yang

diterima. Pertama, terkait dengan kompetensi PAI.

Misalnya ketika mahasiswa akan meneliti tentang PGMI,

tidak bisa dilaksanakan karena PGMI bukan ranah PAI.

Kedua, dikaitkan dengan isu aktualitas. Misal menulis

tentang tokoh klasik namun dikaitkan dengan isu aktual.

“Saya ilustrasikan singkong, dulu singkong balok. Dipotong

langsung digoreng. Dengan sama-sama singkong tapi

sekarang jadi singkong keju. Boleh meneliti Al Gazali, tapi

harus ada isu aktual tadi,” tandas Suwadi.

Ketiga, harus memadang kebaruan, karena yang baru

pasti punya kontribusi. Keempat, bisa dilaksanakan

dengan objek kajian yang jelas. Kelima, tidak repetisi

(mengulang-ulang) ganti lokasi, misal pembelajaran difabel

di MAN dan hanya ganti lokasi saja. Menurut Suwadi

pengelompokan ini berkaca dari pengelompokan tahun

2012 dan diterapkan pada tahun 2013.

Stagnasi pola skripsi terjadi dengan bentuk yang

berbeda di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

(PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Di Jurusan PMI,

ada dua pola pembuatan skripsi, yaitu kajian literatur dan

penelitan lapangan. Mahasiswa cenderung membuat

penelitian lapangan.

Mahasiswa lebih memilih penelitian lapangan dengan

wawancara, karena dirasa lebih mudah daripada kajian

literatur. “Malas baca buku. Lebih mudah langsung

wawancara. Kalau literature kan harus banyak referensi,”

ujar Lusiana Nur Utami, mahasiswa PMI.

Pola skripsi di Jurusan PMI sendiri belum ada

pengelompokan dan pembatasan tema, sehingga pola

tema dan judul skripsi rata-rata sama. “Kita polanya

terserah. Di PMI belum ada pemetaan,” tutur Lusiana Nur

Utami, mahasiswa PMI yang sedang mengerjakan skripsi

dengan tema 'peranan Pokdarwis (Kelompok Sadar

Wisata) dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui

pelestarian budaya Jawa'.

Pihak jurusan sendiri memang mengarahkan kepada

penelitian lapangan. Alasannya, karena basik dari PMI

adalah pengembangan masyarakat. Selain itu, karena

kualifikasi dosen yang dimiliki lebih banyak ke arah

penelitian lapangan dibandingkan dengan kajian

literatur.

“Karena dosen PMI kebanyakan penelitian lapangan.

Sehingga terarah lapangan dan kualitatif. Kerena

ketergantungan dengan SDM, dan dosen-dosen PMI yang

ada kebanyakan penelitian lapangan. Sehingga arahnya ke

sana,” tutur Fajrul Munawir, Kajur PMI.

Fajrul menambahkan, karena hal itu di Jurusan PMI

belum ada pengelompokan tentang pola maupun tema

skripsi yang akan diajukan oleh mahasiswa. Kendati

demikian, pengawasan tentang tema yang diajukan oleh

mahasiswa tetap dilakukan. Kajian literature tetap

diperlukan untuk terjun ke masyarakat.

“Jadi perlu perimbangn antara literatur dan lapangan.

Kalau nggak seperti itu nanti akan njomplang. Kalau

literaturnya nggak pernah diteliti, nggak pernah

dikembangkan, nantikan jadi stagnan,” katanya.

Pola skripsi yang kini berkutat dengan tema yang sama

dan hanya diganti objek kajian ditanggaapi Kartika,

mahasiswa PMI yang sedang mengerjakan skripsi. “Kalau

objeknya sama tapi pembahasannya berbeda nggak

masalah. Tapi kalau objeknya beda tapi pembahasannya

sama buat apa? Kalau buat skripasi apapun

pembahasannya tapi kan harus beda dalam kajian pustaka

membandingkan dengan skripsi lain. Kalau sama isinya

nah kenapa harus diteliti lagi, harusnya adalah yang beda,”

pungkas Kartika.

Percepatan Lulus

Tidak dapat dipungkiri, stagnasi pola skripsi ini karena

mahasiswa memang belum memahami secara total

tentang penggarapan skripsi yang baik. Skripsi yang

seharusnya datang dari kegelisahan mahasiswa sebagai

insan akademisi urung terlaksana pada praktiknya.

Tuntutan dari pihak jurusan agar mahasiswanya cepat

menyelesaikan studi menjadi salah satu penyebab.

Mahasiswa bisa langsung mengajukan judul skripsi, hanya

dengan syarat telah lulus matakuliah Metodologi Penelitian.

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 8: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA8 |

UNIVERSITARIA

Hal tersebut diungkapkan oleh Nikmaturrokhmah,

mahasiswa BKI semester VI, yang ARENA temui di ruang

skripsi perpustakaan lantai dua. Nikmaturrokhmah

mengatakan, ia dan teman-teman seangkatannya telah

disuruh mengajukan judul secepatnya oleh pihak jurusan.

Saat ini, sudah lebih dari 75 persen teman sengkatannya

yang telah mengajukan judul penelitian skripsi. Beberapa

ada yang telah bimbingan.

“Kata Kajur, kalau kakak angkatan banyak yang belum

lulus, akan menghambat (proses perkuliahan, Red.),”

katanya.

Nikmaturrokhmah mengaku dirinya belum begitu

mengerti tentang penggarapan skripsi. Dia hanya dirutuh

mengajukan beberapa judul yang nantinya akan

dikonsultasikan dengan pihak jurusan. Pihak jurusanlah

yang akan memilih mana judul yang layak untuk diteruskan

menjadi penelitian di skripsi.

“Bikin dulu dua sampai tiga judul ke PA. kemudian

konsultasi, kira-kira pembimbingnya bilang ini itu, dikasih

saran. Lalau dikasih ke jurusan biar di tentukan yang bagus

yang mana,” katanya.

Pada akhirnya, memang pihak jurusan, atau dosen

pembimbing lah yang menentukan arah penelitian skripsi

mahasiswa. Hal serupa dialami oleh Muhammad Azwar,

Mahasiswa Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, Sejarah,

dan Pemikiran Islam semester X.

Azwar menceritakan proses pengajuan tema skripsinya.

Ia mengajukan tiga judul skripsi, ketiganya tidak ada yang

diterima. Alasannya, karena tema yag diajukan Azwar

terlalu meluas.

“Iya. Terlalu meluas. Dosennya bilang jangan terlalu

rumit-rumit, yang penting selesai dan mendalam,” kata

Azwar.Baru pada pengajuan judul yang keempat skripsi

Azwar diterima. Yaitu tentang Inkulturasi (ayat-ayat surga,

surga Al-qur'an vs surga Arab).

“Judul yang keempat dibantai juga, tapi dibantainya

hanya dalam hal metodologi

karena menganalogikan bahwa al-Quran dipengaruhi

antropologi. Kemudian

diterima karena aku bilang aku tidak mau melihat

apakah al-Quran sebagai makhluk atau qodim, tapi melihat

bahwa al-Quran dengan tradisi arab ada kemiripan,” kata

mahasiswa yang akan diwisuda pada bulan April

mendatang.[]

wawancar bersama Chusnul Chotimah

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 9: Slilit arena april 2014

pendapat, semua peserta menyetujui

pembukaan jurusan baru. Semua

menganggap pent ing secara

akademik. Akhirnya dalam workshop

tersebut lahirlah Prodi baru bernama

Keuangan Islam (KUI).

Ada niat tersendiri di kalangan

FSH tentang rencana pendirian Prodi

KUI. Harapannya, KUI bisa menjadi

embrio untuk membuat Faklutas

Ekonomi di IAIN Suka.

“Itu (KUI, Red.) dinyatakan

memang sebagai cikal bakal untuk

pendirian Fakultas Ekonomi. Waktu

itu belum mengenal istilah ekonomi

dan bisnis yah. Tapi Fakultas

Ekonomi,” kata Syafiq.

Selain nama jurusan, di hari itu

juga dibentuk tim khusus. Tim itu

diketuai oleh Mochamad Sodik,

beranggotakan Syafiq sendiri, Ibnu

Qizam, Misnen Ardiansyah, dan

beberapa dosen lain di FSH. Tim

inilah yang bertugas menggodog

kurikulum dan menyiapkan proposal

ke Mendiknas serta keperluan lain

untuk KUI.

Izin resmi KUI baru keluar setahun

kemudian, saat itu Syamsul Anwar

yang menjabat sebagai Dekan FSH.

Prodi KUI berdiri di bawah naungan

J u r u s a n M u a m a l a h , k a r e n a

kedekatan secara keilmuannya.

Jabatan tertinggi adalah Sekretaris

Prodi, yang dijabat oleh Akhmad

Yusuf Khoiruddin. Menginduk secara

langsung di bawah kepemimpinan

Hamim Ilyas sebagai kepala Jurusan

Muamalah.

FSH adalah fakultas dengan ciri

khusus hukum Islam tau fiqih.

Dengan adanya KUI di FSH memang

diakui Syafiq menjadi sesuatu yang

krusial. Hal ini dikarenakan sisi

ekonomi yang dikembangkan di KUI.

“Sementara belum ada induknya

maka dititipkan kepada fakultas yang

paling dekat keilmuannya lah. Kita

mengambil akhirnya Muamalah yang

kita anggap paling dekat, makanya di

titipkan syariah. Kalau Fishum sudah

ada mungkin dulu di Fishum,” Syafiq

menambahkan.

Di tahun pertamanya KUI

menerima sekitar 90 mahasiswa baru

yang kemudian diwadahi dalam dua

kelas. Perkuliahan berjalan dengan

dosen pengajar sebagian besar

diambil dari jurusan Muamalah.

S e m e n t a r a k u r i k u l u m y a n g

digunakan disusun sendiri oleh Prodi.

Menurut Syafiq, KUI adalah salah

s a t u P r o d i y a n g d i b e r i k a n

keleluasaan secara akademik untuk

mengatur kurikulumnya. “Sehingga

mata kuliah yang Syariah (kurikulum

dari FSH) tidak seluruhnya diadopsi,

yang un ivers i tas juga t idak

seluruhnya diadopsi,” ungkap dosen

asal Yogyakarta tersebut.

KUI ternyata direspon positif oleh

masyarakat. Beberapa tahun

kemudian, KUI menjadi favorit.

D i b u k a l a h 4 - 5 k e l a s u n t u k

Waktu itu, tahun 1999, Syafiq

Mahmadah Hanafi, baru tiga tahun

bergabung di Fakultas Syariah dan

Hukum (FSH) Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga. Ia

menjadi dosen Muamalah, salah satu

jurusan yang ada di FSH.

Menurut penuturan dari Syafiq, di

tahun yang sama, FSH yang saat itu

Hamim Ilyas menjabat sebagai dekan,

berinisiatif menggelar workshop untuk

merencanakan pembuatan program

studi (Prodi) baru di FSH.

“Ide awal waktu itu memang

mengantisipasi lembaga keuangan

syariah yang mulai berkembang saat

itu. Maka perlu dipersiapkan secara

akademik adanya Prodi yang

berkaitan dengan itu,” ungkap Syafiq.

Syafiq adalah salah satu orang

yang ditunjuk sebagai panitia dalam

acara workshop tersebut. Bersama

teman-temannya sesama dosen di

FSH, akhirnya workshop digelar di

gedung rektorat lama atau yang

sekarang bernama PTIPD/PKSI.

Ditunjuk sebagai ketua panitia adalah

Malik Madany.

Pukul 09.00 WIB workshop dimulai

dengan peserta kesemuanya berasal

dari FSH. Ini memang workshop

internal fakultas. Sesuai dengan ide

awalnya, dalam workshop tersebut

d i je laskan bahwa FSH per lu

membuka Prodi baru yang mendekati

lembaga keuangan syariah. Tidak ada

perdebatan, tidak ada perbedaan

SLiLiT ARENA| 9

UNIVERSITARIA

KUI begitu digadang-gadangkan di FSH dan menjadi Prodi dengan jumlah mahsiswa terbanyak.

Namun kelahirannya sejak awal telah disiapkan untuk sesuatu yang lebih besar.

Terlahir Demi Yang Lebih Besar

Oleh: Ulfatul Fikriyah

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 10: Slilit arena april 2014

Kalijaga diharuskan membuka tiga

fakultas dengan basic keilmuan

umum. Dirancanglah tiga proposal

pembuatan fakultas baru. Fakultas

Ilmu Sosial dan Humaniora (Fishum),

Fakultas Sains dan Teknologi

(Saintek) dan Fakultas Ekonomi.

“Yang memrakarsai pembuatan

Fakultas Ekonomi memang UIN, tapi

berkoordinasi dengan Fakultas

Syariah,” ungkap Syafiq.

Dari tiga fakultas yang diusulkan,

hanya Fishum dan Saintek yang

diterima, sedangkan Fakultas

Ekonomi tidak. Alasannya pada

waktu itu, karena Fakultas Ekonomi

sudah terlalu banyak dan dianggap

jenuh.

Usaha untuk membuat Fakultas

Ekonomi belum surut. Tahun 2005,

bertepatan dengan konversi IAIN

menjadi UIN. Syafiq kembali

menampung mahasiswa baru. Waktu

itu belum ada sistem akreditasi,

asalkan universitas itu sudah negeri

maka dianggap sudah memiliki

akreditasi baik.

Melihat perkembangan KUI yang

pesat dengan semakin banyaknya

mahasiswa yang mendaftar, orang-

orang yang mengurus KUI mempunyai

inisiatif untuk menjadikan KUI Prodi

tersendiri, dan terpisah dengan

Jurusan Muamalah. Akhirnya sekitar

tahun 2003 keinginan itu terwujud. KUI

bukan lagi bagian dari Muamalah.

Akhmad Yusuf Khoiruddin yang

semula menjadi Sekretaris Prodi,

diangkat menjadi KaProdi KUI.

Bak gayug bersambut. Tahun 2004,

IAIN di bawah kepemimpinan Amin

Abdullah sedang mengusung konversi

IAIN menjadi Uiversitas Islam Negeri

(UIN). Untuk menuju UIN, IAIN Sunan

mengusulkan untuk mengembalikan

KUI pada rencana semula. Ketika itu,

jabatan dekan telah beralih kepada

Yudian Wahyudi.

“Pak ini sudah saatnya kita

s e b a g a i f a k u l t a s S y a r i a h

mengajukan lagi untuk pendirian

fakultas ekonomi, karena ide dasar

dulu untuk fakultas syariah,” kaya

Syafiq menirukan perkataannya

kepada Yudian. Namun Yudian urung

menanggapi secara maksimal

usulannya tersebut. Sehingga KUI

masih berada di FSH.

Harus Pindah ke FEBI

Prodi KUI menjadi sangat

berkembang. Dengan segala

kemajuan yang telah dicapai, KUI

mendapatkan akreditasi A di FSH.

KUI menjadi taring di FSH. Data

tahun 2013, jumlah total mahasiswa

SLiLiT ARENA10 |

UNIVERSITARIASelasa, 29 Aprill 2014

Page 11: Slilit arena april 2014

aktif di KUI 705 orang, terbanyak di

FSH. Disusul kemudian Ilmu Hukum,

dengan 583 orang mahasiswa.

Te r n y a t a d e n g a n s e g a l a

kemajuan yang dimiliki oleh KUI, para

konseptor KUI belum melupakan niat

awal KUI didirikan, yaitu membuat

Fakultas Ekonomi.

Niat tersebut benar-benar

terwujud pada tahun 2012. Berbekal

surat keputusan dari Direktorat

Jenderal Pendidikan Islam, UIN

memberanikan di r i membuka

Fakultas Ekonomi dengan nama

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

(FEBI). Ibnu Qizam ditunjuk sebagai

dekan, dan Misnen Ardiansyah

sebagai wakilnya.

Dengan adanya FEBI, maka KUI

harus menginduk secara langsung ke

FEBI. Karena FEBI adalah rumpun

keilmuan terdekat dengan KUI

dibandingkan dengan FSH.

M u n c u l n y a k a b a r a k a n

dipindahnya Prodi KUI dari FSH ke

FEBI telah diketahui hampir seluruh

mahasiswa KUI di UIN Suka. Akhmad

Syar i fudd in , mahas iswa KUI

semester VI mengaku, sempat

mengikuti sosialisasi mengenai hal

tersebut.

“Sekitar semester II akhir.

Dikumpulinnya itu pas FEBI mau

buka. Itu kayak semacam sosialisasi.

Ketika ada fakultas baru, masa depan

KUI gimana? Karena ini juga nasib

kami,” katanya.

Ageng Asmara Sani, salah satu

mahasiswa KUI semester VI

mengungkapkan t e l ah l ama

mendengar kabar tersebut dari

dosennya. “Tau dari dosen. Itu bilang

kalo pokokmen (pokoknya) sudah

ada isu KUI bakal pindah,” ungkap

Ageng.

“Tapi yang dipermasalahkan itu

cara pindahnya nanti. Apakah dia

ujug-ujung (tiba-tiba) langsung 100

persen pindah ke sana? Apakah

pelan-pelan? Apakah akan cut off,

stop sampai angatan 2014 nggak

ada, nunggu kita yang angkatan 2013

ke atas lulus semua. Kalau bedol

desa, kita cau (pindah) semua,”

tambah mahasiswa asal Bali

tersebut.

Kabar pindahnya KUI dari FSH ke

FEBI ditanggapi oleh Muhammad

Yazid Afandi KaProdi KUI 2014.

Menurutnya, masalah perpindahan

KUI adalah mencari cara yang

terbaik, sesuia dengan keinginan

UIN, tapi juga tidak melanggar

ketentuan dari Kementerian Agama.

“Sebenarnya kalau saya lihat ini

seperti mencari pola penyelesaian

yang smooth. Masih mencari kira-kira

seperti apa. Supaya ini kemauan dari

Kemenag pusat sama dengan

kepentingan pengembangan UIN

bisa match, kemudian tidak ada yang

dirugikan di sini. Makanya mencari

beberapa alternatif yang sampe

sekarang saya rasa belum final,” kata

Yazid.

KUI akhirnya harus diputus, dan

tidak menerima mahasiswa baru

pada tahun depan. Angkatan 2014

mejadi angkatan terakhir di KUI. FSH

harus rela melepas si anak emas.

Layaknya batu pertama dalam

sebuah bangunan, KUI menjadi

landasan yang kokoh, namun pada

ahkirnya harus rela terbenam demi

tercapai niatan awal.[]

SLiLiT ARENA| 11

UNIVERSITARIA

Abdul Majid/LPM ARENA

Iklankan Usaha Anda, mari bergabung dengan kami!

Hanya Rp 50.000,-

Space ini

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 12: Slilit arena april 2014

UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA| 13

Dok. Pribadi

munaqosah. Harapan kita sebenernya bukan itu, tetapi

juga mahasiswa mendapatkan tambahan kompetensi

dalam penggunaaan TIK. ICT ini ekstrakulikuler, bukan

seperti mata kuliah yang masuk dalam kurikulum, jadi

meningkatkan kemauan mahasiswa itu menjadi tantangan

kami,” tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Arif Wibisono. Staff

PTIPD itu mengatakan, banyaknya mahasiswa yang tidak

lulus ujian karena mereka menyepelekan training. Rata-

rata mahasiswa yang tidak lulus, absensi mereka tidak

sampai 75 persen. “Dalam Training ICT, absensi tidak

berpengaruh dalam nilai ujian, yang dinilai hanyalah

jawaban dari setiap soal yang diberikan dalam ujian,”

katanya.

Muhammad Habibi, salah satu instruktur pelatihan juga

menanggapi hal tersebut. “Banyak mahasiswa yang tidak

bisa memanaj waktu dengan baik, yang dikerjakan soal

yang susah dulu, padahal sudah kita sarankan lebih baik

mengerjakan soal yang mudah dulu, soal yang internet itu

soal yang paling mudah,” kata dia.

Winda Eva, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran

Islam, mengungkapkan ketidak lulusan dirinya dalam

mengikuti ujian training karena tidak bisa mejawab soal Ms.

Excel dan waktunya sangat mepet, “Waktu itu saya tidak

bisa mengerjakan soal excel, susah itu, waktunya juga

kurang, ketat juga pengawasanya,” tuturnya sambil

tertawa.

Habibi, membenarkan hal ini. Banyaknya mahasiswa

yang tidak lulus ada di Microsoft Excel, “Dari sekian banyak

kasus yang sering tidak diisi itu excelnya, mereka cuma

ditulis soalnya saja, padahal ketika pelatihan kami

menyuruh mahasiswa untuk bertanya mana saja yang

belum paham, dan biasanya tidak ada yang bertanya,”

papar alumni mahasiswa Teknik Informatika itu.

Vira, mahasiswa KPI juga mengugkapkan alasan lain

atas ketidaklulusanya pada ujian training, karena masalah

koneksi.

“Dulu itu aku nggak bisa ngerjain karena waktu itu

internetnya nggak connect,” katanya.

Irfan, Fasilitator sekaligus pengawas dalam ujian

training mengungkapkan, kejadian seperti yang dialami

oleh Vira tdak seharusnya terjadi. Jika ada mahasiswa yang

mengalami masalah dengan koneksi segera menghubungi

Kondisi banyaknya mahasiswa yang tidak lulus ujian

ICT ditangapi oleh Agung, “Input mahasiswa kita sangat

bervariasi, untuk mahasiswa fakultas-fakultas tertentu

presentase kelulusanya untuk mencapai grade minimal B

itu tinggi contohnya fakultas Sains dan teknologi (Saintek),

tetapi di beberapa fakultas yang lain memang belum bisa

mengikuti kemampuan anak Saintek, yang itu tadi

kemampuan mahasiswa. Yang kedua, kemauan

mahasiswa, kadang-kadang tidak 100% mahasiswa

menganggap training seperti seperti kuliah wajib, jadi

mereka baru sadar butuh sertifkat ICT ketika mau

Trainig ICT dilakukan dalam 2 sesi, yakni sesi pertama

pada semester 1 dan sesi kedua pada semester 2. Training

tersebut dilakukan selama 10 kali pertemuan atau setara

dengan 2 sks, yang kemudian pada akhir training diadakan

ujian training.

Namun, dalam pelaksanaanya setiap tahun,

presentase mahasiswa yang tidak lulus ujian ICT semakin

bertambah. Untuk mahasiswa yang angkatan 2010 yang

mengikuti training sebanyak 1.975 mahasiswa, yang lulus

training sebanyak 1.097, mahasiswa yang tidak lulus

sebanyak 878 mahasiswa. Angkatan 2011 yang mengikuti

training sebanyak 3.179 mahasiswa, yang lulus training

sebanyak 1.366 mahasiswa, mahasiswa yang tidak lulus

sebanyak 1.813 mahasiswa. Angkatan 2012 yang

mengikuti training sebanyak 3.320 mahasiswa, yang lulus

training sebanyak 1.205 mahasiswa, mahasiswa yang

tidak lulus sebanyak 2.115 mahasiswa. Angkatan 2013

yang mengikuti training sebanyak 3.380 mahasiswa, yang

lulus training sebanyak 1.272 mahasiswa, mahasiswa yang

tidak lulus sebanyak 2.108 mahasiswa. Berikut

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 13: Slilit arena april 2014

UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA12 |

Abdul Majid/LPM ARENA

ICT (Information and Comunication Teknologi)

merupakan training/pelatihan Teknologi dan Informasi

yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Informasi dan

Pangkalan Data (PTIPD) UIN Sunan Kalijaga. Program

training ini telah berlangsung sejak tahun 2007. Agung

Fatwanto, ketua PTIPD menjelaskan adanya program

training merupakan terjemahan dari penjaminan mutu.

“Jadi ketika IAIN bertransformasi menjadi UIN itu

meyusun sasaran mutu, ada 5 sasaran mutu, yang nomor 5

itu bidang tugasnya kami, lulusan UIN SUKA diharapakan

mampu menggunakan teknologi informasi, minimal

gradenya B,” katanya.

Sasaran mutu tersebut diterjemahkan dalam bentuk

pelaksanaan program dan kegiatan, yakni berupa training

ICT dan Sertifikasi ICT yang fungsinya untuk meningkatkan

kemampuan IT mahasiswa UIN. Training ICT hanya

diperuntukan pada mahasiwa baru di setiap tahunya.

Sedangkan sertifikasi diadakan untuk memberi

kesempatan kepada mahasiswa sebelum angkatan 2007

ke bawah yang waktu itu belum diwajibkan mengikuti

training untuk mengikuti ujian kemampuan IT dasar,

memberikan kesempatan kepada mahasiswa setelah

angkatan 2007 yang sudah mengikuti training tetapi belum

memenuhi standar minimal, dan memenuhi tuntutan

beberapa prodi yang memiliki pembatasan jangka waktu

berlakunya sertifikat ICT lebih cepat dari yang telah

ditentukan oleh PTIPD.

“Dari PTIPD untuk jangka waktu sertifikat itu 7 tahun

tetapi ada beberapa Prodi yang memberlakukan rentang

waktu sertifikat lebih cepat,” ungkap Agung. Sertifikat ICT

merupakan sertifikat wajib bagi mahasiswa UIN sebagai

syarat mengikuti Munaqosah dengan grade minimal B.

Banyaknya peserta ujian training ICT yang tidak lulus,menyebabkan mahasiswa harus merogoh koceknya lagi untuk mengikuti serifikasi.

Alasan sebagian mahasiswa yang tidak lulus ujian training karena tingkat kesulitannya yang tinggi, sedang waktu yang diberikan sangat sedikit.

Ujian Training ICT Sering Tak Lulus

Oleh: Khusni Hajar

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 14: Slilit arena april 2014

Keterangan : untuk mahasiswa angakatan 2011, 2012 dan 2013 masih banyak mahasiswa yang belum mengikuti ujian sertifikasi.

Namun ada beberapa mahasiswa yang telah mengikuti ujian ICT.

SLiLiT ARENA14 |

UNIVERSITARIApengawas, agar segera bisa ditangani.

“Sudah sering kita beri pegarahan kepada mahasiswa

sebelum ujian untuk mengerjakan soal internet dulu, biar

jika ada masalah langsung dapat kita atasi, kalau

ngerjainya di akhir nanti kan waktunya kan mepet,” kata

Irfan.

Banyaknya mahasiswa yang tidak lulus ujian ICT

menyebabkan mahasiswa tersebut harus mengikuti ujian

sertifikasi dengan membayar Rp.40.000. Pendaftaran ujian

sertifikasi dapat dilakukan kapan saja.

Pendaftaran ujian sertifikasi bisa kapan saja, biasanya

untuk ujian sertifikasi di hari Senin dan Rabu, kalau jumlah

mahasiwanya banyak, kadang juga 3-4 kali dalam

seminggu, ditambah di hari Selasa dan Kamis. Soal dalam

ujian training dan dan ujian sertifikasi tidak jauh berbeda,

yakni aplikasi Perkantoran (Ms. Word, Ms. Excel. Ms.

Power Point) dan Internet.

Berbeda dengan ujian training ICT, dalam ujian

sertifikasi banyak mahasiswa yang lulus hanya dalam satu

kali ujian. Sehingga jarang ada mahasiswa yang harus

mengulang kembali setelah mengikuti ujian sertifikasi.

“Kalau ujian sertifikasi banyak mahasiswa yang

langsung lulus, paling hanya 1 atau 2 mahasiswa yang

tidak lulus, dan yang tidak lulus juga di masalah Ms.

Excel,” papar Arif yang juga korektor ujian sertifikasi.

Berikut presentasenya :

Tingginya tingkat kelulusan yang pada saat

ujian sertifikasi ini tidak terlepas dari banyaknya waktu

yang diberikan kepada peserta ujian. Waktu yang

diberikan kepada mahasiswa ketika mengikuti ujian

training adalah 90 menit sedangkan untuk sertifikasi

120 menit. “Kalau untuk training kenapa 90 menit

karena kan baru saja diberi pelatihan, sedangkan kalau

ujian sertifikasi mahasiswa perlu mengingat-ingat

kembali, mereka sehingga diberikan waktu yang lebih

lama,” jelas Arif.[]

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 15: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA| 15

KANCAH

Indonesia, mungkin bisa dikatakan belum merdeka

sepenuhnya. Negara kita belum terlepas dari belenggu

kolonialisme. Kita dahulu dijajah dan sekarang pun kita

masih dijajah, namun cara penjajahannya saja yang

berbeda. Pasti muncul dalam pikiran kita, kenapa saya

bisa mengatakan demikian? Sebelumnya kita harus

membicarakan dulu terkait dengan agenda penjajahan

Barat terhadap dunia Timur. Ya, memang Timur belum

sempat menjajah Barat. Dan malangnya posisi kita

sekarang ada di pihak Timur sebagai jajahan.

Kira-kira awal abad ke 17 M, agenda imperialisme

Barat ini telah hadir ke permukaan dunia Timur. Pada

mulanya orang-orang Barat menjelajahi Timur untuk

kepentingan negara mereka yaitu mendapatkan rempah-

rempah. Mungkin kita dari SD telah mengenal istilah 3G

(gold, glory, gospel). Namun kemudian niat awal ini

berubah menjadi sebuah misi penjajahan. Yang mana

kemudian menjadi sebuah kepentingan Barat itu sendiri

untuk menguasai Timur dari segala aspek.

Dalam hal menguasai tentu ada yang berkuasa dan

ada yang dikuasai. Pertemuan antara yang menguasai

(penjajah) dan yang dikuasai ini (terjajah) lazim disebut

orang dengan “colonial encounter” (pertemuan kolonial).

Dalam pertemuan ini, Barat -sebagai pendatang- melihat

timur sebagai sesuatu yang sangat memprihatinkan.

Mereka memandang timur -daerah koloni mereka- begitu

rendah, udik, kuno, dan tidak terdidik. Pandangan ini

membuat mereka mempunyai sebuah misi terhadap

Timur yang sering disebut-sebut dengan misi

'pemberadaban' (civilization). Ibaratnya kita (Timur)

adalah seorang pasien yang lagi sekarat, dan Barat tiba-

tiba datang menjadi dokter yang menawarkan resep-

resep dan obat yang perlu kita minum supaya menjadi

sehat.

Dahulu misi ini sering didampingi oleh penjajahan

secara fisik. Penjajahan fisik sekarang tidak bisa lagi

dilakukan. Sehingga misi pemberadaban ini pun dilakukan

dengan cara yang lebih halus. Mungkin bisa dengan cara

hegemoni dan sebagainya. Resep pun ditawarkan oleh

dokter dengan cara yang lebih halus supaya sang pasien

meminumnya dan mengakui bahwa dokter itu hebat.

Seperti yang kita lihat, misi ini tak semata-mata tujuannya

untuk memajukan daerah jajahan. Tidak semata-mata

mengobati pasien yang sedang sekarat. Namun untuk

memperlihatkan bahwa dokternya hebat dan mempunyai

kuasa, sehingga pasien pun akan manut-manut saja apa

yang dikatakan dokternya. Intinya supaya sang pasien bisa

dikuasai dari segi apapun. Memang dibalik itu semua ada

sebuah misi tersendiri untuk melanggengkan kekuasaan

Barat itu sendiri.

Ya, sekarang kita mesti membuka mata lebar-lebar dan

melihat kenyataan ini. Dahulu kita dijajah dengan cara fisik

dengan mengambil segala kekayaan negeri dan

menghancurkan mental rakyat. Dahulu kita didiktekan

untuk begini untuk begitu. Sekarang kita tetap masih

dijajah, kita masih didiktekan untuk seharusnya menjadi

seperti ini dan seperti itu. Seperti kata Edward W. Said

(Orientalisme, 1978), Barat seolah-olah hendak

membentuk identitas Timur (kita Indonesia berada di pihak

timur), Barat menjadikan Timur layaknya sebuah papan

tulis, yang bisa dihapus, agar mereka bisa tinggal di sana

dan memaksakan nilai-nilai mereka untuk diikuti oleh Timur

yang tinggal di dalamnya.

Namun pertanyaannya sekarang adalah apakah kita

benar-benar sakit? Apakah kita benar-benar terbelakang

dan harus diberadabkan ? Permasalahannya adalah kita

sendiri tak mengerti bahwasanya kita ini lagi sakit atau tidak.

Bahkan kita pun tak mengerti apa resep atau obat yang

telah diberikan Barat kepada kita itu sendiri. Kita hanya

menerima, manut dan mengagumi Barat tanpa mengerti

semuanya ini. Inilah sekiranya kondisi yang sering menjadi

pemicu beberapa permasalahan di negara kita.

Ada suatu kondisi yang menggambarkan kita sebagai

pihak yang terjajah membenci sekaligus mengagumi

kemegahan bahkan ingin menjadi seorang Barat tentunya.

Seperti sosok Hanafi dalam novel 'salah asuhan'. Bahwa

hubungan kita (Timur) dan mereka (Barat) seperti

hubungan “benci-benci tapi rindu”. Hal ini telah dijelaskan

Homi K. Bhaba lewat konsepnya mimikri dan ambivalensi.

Dimana selalu muncul 'tiruan yang buram' (blurred copy)

dan 'sikap tak menentu' (ambivalen) dalam diri kita sebagai

yang terjajah.

Ambil saja Islam –yang lebih dekat dengan kita (Timur)-

Masih Belenggu Imperialisme

Oleh: Arifkie Budiawarman

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 16: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA16 |

untuk menggambarkan kondisi yang terjadi saat ini.

Mungkin kita bisa membagi Islam itu menjadi dua bagian,

fundamental dan liberal. Kenapa bisa terbagi? siapa yang

fundamental dan siapa yang liberal? Pembagian ini tidak

bisa kita lepaskan dari proyek imperialismenya Barat.

Munculnya Islam konservatif atau fundamental dan liberal

telah menjadi bukti bahwa Barat telah berhasil

menampakkan kembali gigi mereka di dunia Timur. Dokter

telah berhasil memberikan resep dan obat kepada

pasiennya, dalam hal ini Islam. Namun pasien tersebut

ada sebagian yang tak menerima mentah-mentah resep

itu dan ada sebagian yang menerimanya mentah-mentah.

Pasien yang tidak menerima itulah mereka Islam

konservatif atau fundamental. Sedang pasien yang

menerima merekalah yang disebut Islam liberal. Hal ini

telah memicu konflik yang berkepanjangan dalam

menentukan Islam kedepannya. Ambivalensi pun muncul

dalam tubuh umat Islam, di satu sisi mereka tidak

menerima apa pun yang berasal dari barat dan di sisi lain

mereka menerima begitu saja demi kemajuan Islam,

katanya. Ya, pihak konservatif menganggap resep-resep

yang diterima pihak liberal dari Barat sebagai sesuatu

yang tidak Islami (konsep kafir). Sedangkan pihak liberal

memakai resep-resep tersebut dengan tujuan

merekonstruksi kembali khazanah Islam klasik yang tidak

lagi bisa digunakan zaman sekarang. Dalam Islam liberal

inilah kemudian Barat menemukan kembali kuasanya.

Bahwa Islam yang fundamental bagi Barat adalah sesuatu

yang buruk sedang Islam liberal adalah baik.

Inilah sebuah bukti dari proyek imperialisme barat yang

sekiranya telah berhasil mencoba 'menghancurkan' Islam

dari dalam –pihak Islam sendiri. Bahkan proyek-proyek

lainnya telah lama merambah ke dalam negara kita. Dan

kembali kita Indonesia didiktekan oleh penguasa kita,

penjajah kita, Barat. Lantas apa tawaran kita sebagai

negara Indonesia yang katanya telah merdeka selama

lebih 60 tahunan? Apakah kita masih ingin dikuasai oleh

pihak lain?

Membaca Pendidikan

Penguasaan Barat atas Timur ini dilancarkan dengan

berbagai wacana. Antara yang baik dengan yang buruk

yang ditentukan oleh Barat itu sendiri. Penilaian baik buruk

ini pun merambah ke dalam dunia pendidikan juga. Ada

suatu pendidikan yang baik menurut mereka dan ada yang

tidak baik. Inilah yang dirasakan dalam sistem pendidikan di

Indonesia saat ini. Bahwa pendidikan Indonesia jika belum

menggunakan resep Barat, belumlah dapat dikatakan

sistem pendidikan yang baik. Barat melihat Timur sebagai

yang tak terdidik, bodoh, seperti yang dijelaskan di atas.

Sehingga Barat memberikan -mendiktekan- suatu sistem

pendidikan yang baik –menurut mereka- untuk timur.

Wacana pun dilancarkan di tengah-tengah masyarakat

timur tentang pendidikan yang baik. Dan kita sebagai timur

pun menerimanya dan mengagumi Barat sebagai Dokter

yang telah memberikan obat tentang penyakit kita yaitu

mutu pendidikan yang rendah dan sistem pendidikan yang

tidak baik.

Munculnya kebijakan-kebijakan baru tentang sistem

pendidikan menjadi bukti bahwa Indonesia sedang

mencoba meniru dan menggunakan resep yang telah

diberikan Barat. Adanya kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah ini telah berhasil

memunculkan perdebatan yang sengit di tengah-tengah

masyarakat dan kalangan mahasiswa khususnya yang

secara langsung merasakan kebijakan tersebut. Pada

kenyataannya kebijakan tersebut belum mampu

memberikan hasil yang positif dalam perkembangan

pendidikan bagi rakyat Indonesia.

Kebijakan-kebijakan itu misalnya tentang Ujian Nasional

(UN), Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Nasional

(SNMPTN), revisi kurikulum, dan yang terhangat sekarang

adalah Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kebijakan ini

dihadirkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di

Indonesia, katanya. Namun pada kenyataannya ini malah

menghasilkan permasalahan-permasalahan baru dalam

pendidikan khususnya. Memang Jika kita mencoba

membuka mata kembali mungkin penerapan-penerapan

kebijakan ini tak luput dari proyek imperialisme Barat.

Ambil saja pembuatan kurikulum baru sebagai

contohnya. Revisi kurikulum besar-besaran pun terjadi

dalam upaya untuk mengikuti perkembangan zaman,

katanya. Di sini adanya upaya untuk menyamakan diri

dengan Barat yang lebih baik, suatu kekaguman terhadap

Barat sendiri. Tanpa kita harus tahu bahwa sistem

pendidikan kita dan kurikulum-kurikulum tersebut pada

akhirnya hanya untuk kepentingan Barat semata, kapitalis

khususnya. Apa kepentingan Barat kapitalis tersebut? Ya

tentu untuk menguasai Indonesia kembali yang dimulai dari

KANCAH Selasa, 29 Aprill 2014

Page 17: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA| 17

sistem pendidikan dengan memberikan resep-resep

kurikulum tersebut. Pada dasarnya hanya untuk

memproduksi pola pikir yang tidak kritis bagi rakyat

Indonesia. Dengan tidak kritisnya rakyat Indonesia tentu

mereka dengan mudah kembali menjajah Indonesia dari

segala aspek.

Di samping kurikulum, ada Uang Kuliah Tunggal

(UKT) yang menjadi isu terhangat dalam sistem

pendidikan kita saat ini. Dengan diberlakukannya

kebijakan UKT ini kiranya dapat memberikan suatu

keadilan bagi mahasiswa, harapannya. Biaya kuliah

sesuai dengan kemampuan finansial keluarga. Namun

kebijakan ini pun menghasilkan pergolakan di tengah-

tengah masyarakat, mahasiswa khususnya. Nah, apakah

kebijakan ini pun adalah sebuah resep yang ditawarkan

oleh dokter untuk kita sebagai pasiennya ? Jika benar ini

adalah resep, tentu di belakang resep itu ada kepentingan

Barat.

Yogyakarta, 07 Maret 2014

sosial kemasyarakatan di mana peran utamanya adalah

ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran dan

tanggungjawab sosial itulah yang sampai detik ini tidak

boleh ditawar-tawar lagi sebagai landasan utamanya.

Sebagai salah satu hak sekaligus kewajiban dari

masing-masing warga Negara, kebebasan pers perlu untuk

terus terjamin, terutama dalam hal praksisnya di lapangan.

Meski Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

(Pasal 4) sudah mempertegas penjaminan tersebut, yakni

kebebasan pers sebagai hak asasi warga Negara; tidak

diperkenankan adanya penyensoran, pembredelan atau

pelarangan penyiaran; mempunyai hak mencari,

memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan

informasi; serta wartawan mempunyai “hak tolak”, pada

realitasnya masih ada saja yang bertentangan. Hal ini tentu

saja bermakna bahwa kebebasan pers belum sepenuhnya

teranulir sebagaimana seharusnya.

Mengambil contoh di lingkungan kampus, tak jarang

para jurnalis Pers Mahasiswa (Persma) menemui kendala

ketika hendak “membongkar” suatu realitas lingkungan

kampus di mana ia berada, terutama tentang kebobrokan

pelayanan dari civitas akademiknya.

Di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta, persoalan semacam itu juga terjadi

hari ini. Teman-teman Persma yang ingin mengangkat isu

soal sikap “acuh tak acuh” – sikap ini dinilai dari maraknya

asisten dosen (Asdos) yang mengampu mata kuliah

tertentu – dari beberapa dosen pengampu mata kuliah

dalam proses perkuliahan, sampai tul isan ini

dipublikasikan, soal itu belum terealisasi bahkan jauh dari

apa yang diharapkan. Selain karena perdebatannya masih

hanya berada di kalangan mahasiswa, sehingga akurasi

datanya masih mengawang-ngawang, informasi langsung

dari dosen bersangkutan pun sangat sulit didapatkan,

terutama soal alasan penggunaan Asdos. Salah satu

faktornya adalah karena dosen bersangkutan tidak mau

ditemui apalagi dimintai tanggapan mengenai persoalan

yang melibatkan dirinya tersebut secara individu.

Sepintas lalu, asdos bukan menjadi masalah ataupun

penghambat dalam proses perkuliahan. Bahkan, jika asdos

sekalipun yang harus mengemban semua mata kuliah dari

awal semester hingga akhir, tentu tidak akan pernah

menjadi masalah di kalangan mahasiswa. Memang,

sebagian mahasiswa menganggap bahwa perkuliahan itu

hanya proses formal yang hubungannya secara langsung

Saban hari kita sudah mengenal apa yang disebut

sebagai “kebebasan pers”. Di Indonesia, istilah ini sudah

mulai mengemuka di saat pemerintahan sedang dilanda

krisis. Kontrol atas pemerintah masih begitu sedikit saat itu,

bahkan tidak ada sama sekali. Baru pada runtuhnya rezim

Orde Baru, kebebasan pers cenderung semakin luas.

Beragam media massa (pers), baik nasional ataupun lokal,

berbondong-bondong mengembangkan sayapnya, saling

bersaing dalam hal mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, serta menyampaikan informasi

sebagai konsumsi publik.

Di samping sebagai lembaga ekonomi yang dituntut

berorientasi komersil guna mendapat keuntungan

finansial, pers juga bertanggungjawab sebagai lembaga

OPINI

“Hanya ada dua hal yang menerangi segala sesuatu di muka bumi:

matahari di langit dan pers di bumi.”

--Mark Twain,--

Oleh: Maman Suratman

Meneguhkan Kembali Kebebasan Pers di Dunia Kampus

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 18: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA mengundang semua kalangan civitas akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Dan bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan SLiLiT ARENA, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi LPM ARENA guna berdiskusi lebih lanjut.

UNIVERSITARIA

SLiLiT ARENA18 |

kepada kelanjutan studi atau ke dunia kerja. Mereka

cenderung berpendapat bahwa pengetahuan

sesungguhnya hanya bisa didapat di luar lingkungan

kampus, sedang kampus hanyalah jembatan yang sifatnya

sementara. Karenanya, mau diajar dosen atau Asdosnya,

menguasai atau tidak materi perkuliahan, bukan jadi soal.

Yang terpenting bagi mereka adalah – maaf jika sedikit

menyebutnya pragmatis – ijazahnya.

Akan tetapi, sebagian besar mahasiswa lainnya juga

perlu kita perhatikan. Bahwa ada mahasiswa yang merasa

dirugikan dan “dibohongi” dengan hadirnya pengajar-

pengajar dadakan seperti asdos ini. Mahasiswa yang

tadinya bersemangat mengikuti mata kuliah karena

menganggap dosennya mumpuni di bidang itu, misalnya

karena sudah bergelar doktor atau professor di bidangnya,

pada akhirnya patah (semangat) hanya karena persoalan

pengajar atau dosen yang mereka anggap masih setara

dengan mereka (pengajar dengan yang diajar sama-sama

masih berstatus mahasiswa). Alhasil, mahasiswa pun ikut-

ikutan acuh tak acuh dalam proses perkuliahan tersebut.

Dari realiatas yang demikian ini, timbul pertanyaan

besar. Maraknya asdos yang mengemban proses

perkuliahan, bukankah ini pertanda bahwa dosen

pengampu yang bersangkutan tidak memiliki komitmen

luhur sebagai tulang punggung bangsa kita? Bagaimana

mungkin bangsa ini akan tercerdaskan jika para

pengajarnya saja tidak mampu atau bahkan tidak memiliki

niat dan keinginan untuk berkecimpung dalam aktifitas

pencerdasan tersebut?

Persoalan asdos ini mungkin saja terbilang sederhana.

Akan tetapi, biar bagaimanapun sederhananya, tentu tak

bisa dianggap sepele, apalagi persoalan itu sudah

menyangkut atau melanggar hak dan kewajiban dari

masing-masing pihak yang bersangkutan. Dosen yang

memiliki kewajiban sebagai pengajar tidak boleh acuh tak

acuh pada kewajibannya, dan mahasiswa yang

menggenggam hak sebagai pelajar tentu harus

mendapatkan pendidikan sebagaimana selayaknya

sebagai pelajar sekaligus warga Negara.

Bagi para jurnalis Persma, realitas yang demikian ini

menjadi masalah yang urgent di mana penyelesaiannya

mau tidak mau harus melibat-sertakan dosen-dosen

bersangkutan. Sudah terlalu lama wacana seputar ini hanya

mengalir di kalangan mahasiswa. Lagi-lagi, ini menjadi

kendala terbesar bagi mereka. Seperti sudah disebutkan di

awal tadi bahwa dosen-dosen bersangkutan, jangankan

hendak berbagi informasi mengenai soal ini, melihat batang

hidung para jurnalis Persma saja, bagi mereka (dosen-

dosen), sudah seperti melihat hantu, hingga harus bergegas

berlari. Aneh, bukan?

***

Ada baiknya untuk kita kembali mengingat bahwa fungsi

pers tidak lain sebagai media informasi, pendidikan,

hiburan, dan yang utama adalah kontrol sosial (Pasal 3 Ayat

1 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers). Keempat fungsi ini

jelas memaktub beberapa manfaat di dalamnya.

Sebagaimana pernah dinyatakan Amartya Sen (TEMPO :

2004) bahwa melalui pers kita dapat berkomunikasi dan

lebih memahami dunia secara lebih leluasa, menyuarakan

aspirasi kalangan yang termarginalkan, dan ikut serta

menyebarluaskan pengetahuan.

Jadi, ketika ada pihak yang tidak mau berbagi informasi

hanya karena soal itu menyangkut aibnya secara pribadi, ini

jelas harus kita maklumi bersama. Akan tetapi, jika soalnya

seperti yang terjadi di lingkungan kampus, di mana itu

melibatkan dosen sebagai orang yang memiliki kewajiban

dan tanggungjawab sosial yang besar, jelas tidak boleh ada

konpensasi atasnya.

Persoalan hak dan kebenaran adalah persoalan yang

berbeda ranahnya. Tidak boleh dicampuradukkan. Maka

dari itu, kebebasan pers harus dan sewajibnya untuk kita

teguhkan kembali. Paling tidak, itu berawal dari dunia

kampus, dunia mahasiswa, dunianya para penerus cita-cita

bangsa. Karena darinya, kebenaran bisa terungkap,

bagaimanapun pahitnya. Bahwa konsekuensi jangan

pernah dijadikan hambatan walau sedikitpun.

Maman Suratman

Mahasiswa Filsafat Universitas Islam Negeri

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 19: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA| 19

Dok. Istimewa

SASTRA

Tangan Waktu*Oleh: Saifa Abdillah

Angin yang menolakku

pohon dan hujan

yang mengacuhkanku

seperti juga dingin

yang melemparkan

aku ke sini

kenapa gelap begitu sempit

bergumul di antara

cahaya yang berbalik arah

jika segala yang tegak di bumi

menolakku,

sisakan satu saja untukku

seperti seberkas pesona

pada peristiwa

rahasia abadi para pecinta

yang ketika terkuak

keanggunannya akan merontokkan

kedua sayap jibril, yang mustahil

pemisah antara aku

dan pesonamu yang Ilahi

Jagad Kutub, 2013

Di Tomoho Sebelum cuaca redam

angin angkuh

bersikeras selisih

dengan hujan

yang pedendam

hujan marah

mengamuk Sangahe

dan Tomoho di Sulawasi

selama tiga hari

bukit-bukit runtuh,

jalanan pasang

dan sungai pun

seperti terus tunduk

pada hujan dan angin

yang bertingkah

bagai kutukan

mengungsilah...

mengungsilah angin

dari reruntuhan

sebelum hujan

mengerahkan sungai

dan membunuh

apa yang hendak dibunuh

selama titah Tuhan

pada peperangan

belum selesai dipertempuran

mengungsilah...

mengungsilah angin

dari reruntuhan

barangkali ada yang

terlupakan

apa yang tak kau pikirkan

dari sebuah kehendak

yang mendadak

bangkit dari air bandang

jangan terburu-buru

ini bukan setan, tapi Tuhan

yang jadi penengah

Jagad Kutub, 2014

Adalah Mahasiswa Perbandingan

Agama, dan aktif di Lesehan Sastra

Kutub Yogyakarta.

Sebuah Cerpen

Suara kokok ayam membangkitkan matahari dari

tidurnya. Secara perlahan, dia menampakkan wujudnya

yang kemerahan. Di saat itulah aktifitas manusia dimulai.

Aku sebagai manusia juga tidak luput dengan hal itu.

Memulai aktifitas pagi dengan melakukan apa yang

menjadi kewajibanku secara tidak langsung sebagai

seorang anak. Membantu Ibu melakukan pekerjaan rumah

tangga. Wujud bakti terhadap keluarga.

Gelas-gelas kotor aku susun rapi ke sebuah baki kecil,

untuk memudahkan saat dibawa ke tempat pencucian.

Secara tidak sengaja mataku beralih ke sebuah gelas kaca

yang tidak berwarna bening lagi. Gelas itu bewarna agak

gelap. Terdapat rona kehitaman memenuhi seluruh

permukaannya. Kopi lah yang telah membuatnya seperti

itu. Dia duduk manis di rak piring, tepatnya berada di paling

pojok. Karena sudah lama tidak disentuh, membuatnya

semakin kusam saja.

Entah kenapa, tanpa dikomandoi dadaku sesak saat

melihat gelas itu. Penglihatanku kabur karena air mata

yang mengenang di pelupuknya. Gelas itu mengingatkanku

pada seseorang. Lelaki tua yang selalu meneguk cairan

hitam dari gelas kaca itu.

***

“Tira, ke sini sebentar, buatkan Ayah kopi,” Ayah

memanggilku pelan. Dengan segera, aku mendekati beliau.

“Ayah, ayolah. Tidak usah minum kopi lagi. Hanya

memperburuk kesehatanmu Ayah. Sudah tiga kali Ayah

minum kopi hari ini, ini kali keempatnya.”

“Tahu apa kau ah? Sudah, kalau kau tidak mau

membuatkannya untukku, tidak usah cerahamiku seperti

itu.”

Aku hanya tertunduk takzim mendengar kata-kata Ayah.

Walau dengan hati berat, aku tetap membuat Ayah segelas

kopi yang bewarna hitam pekat. Kopi kesukaan Ayah. Dua

Antara Kopi dan Ayah

*Oleh: Tri Adnan

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 20: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA20 |

SASTRA

sendok bubuk hitam dipadukan dengan satu sendok gula,

disempurnakan dengan guyuran air panas yang

melahirkan aroma yang khas disaat aku mengaduknya.

Hidungku serasa mengenal aroma ini seperti sahabat

dekat.

Ayah adalah seorang pecandu kopi. Dalam sehari, dia

bisa minum kopi lebih dari tiga kali. Pagi saat matahari

menyapa, siang di kala matahari bersinar perkasa dan

malam ketika matahari meringkuk di sangkarnya. Kadang-

kadang disaat waktu senja menjelang, Ayah masih

menyempatkan meneguk cairan hitam ini. Membiarkan

cairan ini memperburuk kesehatan dan secara perlahan

membunuh dari dalam.

Aku tidak menyalahkan cairan pekat itu atas kepergian

Ayah. Sama sekali tidak. Walau sebenarnya, dia lah yang

memacu rangsangan benih-benih yang bersemayam di

dalam tubuh Ayah lebih agresif untuk beraktifitas. Benih-

benih yang membuat aku meneteskan air mata melihat

Ayah yang sesegukan hanya untuk mengambil oksigen

bebas di udara tanpa ada yang menagih pembayaran

atasnya.

Asma. Peradangan kronis yang terjadi pada saluran

pernapasan. Membuat orang yang menderitanya menjadi

sulit untuk bernafas. Itulah penyakit warisan yang diterima

Ayah dari Kakek. Aku juga tidak bisa menyalahkan Kakek

atas penyakit yang dia wariskan. Semua telah diatur Tuhan,

hanya itu yang bisa aku gumamkan sebagai penghibur hati,

disaat melihat siksaan yang dirasakan Ayah hanya untuk

mengambil sedikit udara yang berkeliaran di bumi. Aku

bersyukur tidak menerima warisan turun temurun itu dari

Ayah.

Banyak yang mengatakan kopi adalah obat alami yang

dapat membantu meringankan asma. Sungguh

menakjubkan kafein yang dikandungnya, membantu

meringankan tekanan yang terjadi di saluran pernafasan.

Susunan zat kimia yang terdapat di dalam kafein

menyerupai susunan zat kimia yang terdapat dalam

Theophylline. Theophylline dikenal sebagai obat untuk

meredakan penyakit yang telah lama bersarang di dalam

tubuh Ayah ini.

Tetapi, tidak semua obat bisa menjadi sahabat, begitu

juga antara kopi dan Ayah. Mereka tidak menjadi sahabat

sejati yang bisa saling berbagi. Kopi tidak menyehatkan

Ayah. Hanya memperparah kesehatan beliau. Ayah begitu

bangga pada kopi karena rasa dan aromanya yang

menggelitik rongga hidung. “kau tahu? Aku dan kopi itu tidak

dapat dipisahkan. Aku tidak dapat berfikir jernih tanpa kopi.”

Begitulah kata Ayah padaku saat itu sambil menghirup

aromanya. Sayangnya kopi tidak pernah bangga atau

memuja Ayah dengan sedikit memberikan manfaat yang

terkandung di dalam tubuhnya.

Entah karena Ayah yang terlalu banyak memasukkan

cairan hitam kental itu ke dalam tubuhnya, atau kandungan

kopi lah yang tidak bersahabat dengan organ-organ tubuh

Ayah, sehingga asma yang diderita Ayah semakin parah.

Ditambah semakin banyaknya air hitam itu masuk setiap

hari memenuhi lambung Ayah.

Aku sering menemani Ayah untuk mengunjungi dokter,

mengadu atas ulah penyakit ini. Dokter telah berulang kali

memperingatkan Ayah untuk mengurangi meminum kopi, di

depan dokter Ayah mengangguk seperti paham seberapa

parah asma yang bersarang di dalam tubuhnya. Tapi, saat

Ayah telah berada di rumah, beliau seperti lupa atas apa

yang dikatakan dokter. Beliau kembali memintaku

membuatkan kopi, seperti tidak menghiraukan bahaya

yang mengancam tubuh rentanya.

“Tahu apa dia ah? Dia tidak bisa menghentikanku

dengan mudahnya. Toh dia juga manusia, tidak pantas

mengaturku begitu saja,” begitulah kata Ayah saat aku telah

memperingatkan apa yang telah dikatakan dokter atas

penyakitnya. Ayah yang bandel.

Dan pada akhirnya, tubuh Ayah tidak kuasa lagi

menahan sakit atas setiap udara yang dia hirup untuk

melanjutkan usia. Ayah pergi. Pergi selama meninggalkan

aku di dunia. Meninggalkan kenangan pada jejak-jejak

hitam yang tergambar jelas pada gelas kaca.

***

“Tiraa ... ke sini sebentar,”

Aku tersentak saat Ibu memanggil dari dapur. Seketika

lamunanku buyar. Aku kembali ke dunia sekarang.

“Iya Bu, aku segera datang.”

Dengan cepat, aku menghapus genangan yang sempat

terbit di ujung mata. Sebelum memenuhi panggilan Ibu, aku

menoleh pada gelas yang menyimpan jutaan kisah. Aku

hanya bisa tersenyum tipis saat memandangnya. Paling

tidak, gelas itulah yang mendekatkan aku dengan Ayah.

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 21: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA| 21

SASTRASebuah Puisi

warungku inimemangnya salah?

Kalau ada orang korupsi, ya tangkap saja dia

apa urusannya denganku?

Apa urusannya dengan uang yang sudah dia bayar kepadaku

untuk barang dagangan yang sudah kuserahkan padanya

Kenapa setelah kamu seret dia, aku juga diseret-seret segala?

Apa karena aku melayani koruptor?

Bukankah banyak juga di tempat-tempat ibadah?

sita juga sumbangan-sumbangan mereka di sana

berani?**

2. Sajak Kambing Korban

Kau memberiku makan, rumah, uang, dan kedudukan

amboi aku merasa girangbukan main senangnya

Tapi akhirnya baru kutahukau telah jadikan aku kambing korban

Kau menggemukkan dirikubukan karena kau menyayangiku

Kau menggemukkanku untuk keuntunganmu sendiri

supaya aku jadi paling gemuk

Sekarang aku baru tahutega-teganya kau wahai manusia!

Sajak Nugroho Angkasa1. Sajak Dagang

Kamu panggil aku karena aku jualan barang

apa urusanmu?kamu mau tahu barang yang kujual?

mau kamu beli juga?

Aku buka warungaku jualan teh, kopi, mi instan

apa urusanmu?

Mau makan dan minum?aku layani sepenuh hati

pokoknya kamu bayar aku terima

Kenapa pula aku tanya asal-usul uangmu?

hasil korupsikah?

Uang dari mana pun itu bukan urusankuurusanku kamu beli yang aku jual

jangan lupa bayar

Kenapa pula aku sampai dipanggil-panggil yang berwenang?

bayaranmu padaku semua tutut disita pula

Kalau terus seperti itu urusan di negeri ini

siapa yang mau dagang lagi?

Kamu yang sedang baca sajak inijangan senyum-senyum dan malah

senang begitudaganganku ini usaha paling tua

Anak, istri, dan keluargaku aman tidak pernah diganggu

maka harus ada warung seperti

Walau sebenarnya aku menyesal karena selalu menuruti kemauan beliau

membuatkan kopi. Aku tidak bisa menolak setiap perintah Ayah. Aku terlalu

sayang kepadanya. Hatiku selalu luluh setiap beliau pulang dari ladang dan

memintaku untuk membuatkan kopi. Pernah suatu kali aku telah berjanji pada

diriku untuk tidak membuatkan Ayah kopi lagi, tapi disaat Ayah membuatnya

sendiri dengan mata sayu, hatiku kembali berontak untuk melakukan rutinitas

harian itu lagi. Aku merasa telah durhaka dengan tidak menaati perintahnya dan

membuat beliau bersedih.

Selamat jalan Ayah. Maafkan aku yang ikut andil dalam menyuburkan

penyakitmu.

Sekretaris Redaksi LPM Al-Itqan STAIN Syekh M. Djamil Djambek

Bukittinggi, Padang, Sumatera Barat.

Hukum dan segala peraturan pun kau buat

semata untuk membenarkan penyembelihanku

Sungguh kejam kau wahai manusia…apa salahku sehingga kau sembelih?

Aku kambing di pinggir jalanaku juga pejabat di pusat pemerintahan

Aku berada di mana-manaDi mana saja selama masih ada

manusia jahanam**

3. Sajak Cuci Uang

Koruptor dikenai pasal cuci uang?jujur aku bingung

kenapa korupsi tidak disebut korupsi saja

Seenaknya kalian memasuki rumah mereka

menggeledah dan menyita baju mereka, barang-barang mereka

Kenapa kalian tidak berani ke tempat-tempat ibadah juga

yang jatah mereka lebih dari yang diperoleh koruptor

Aku bingung kenapa dianggap bersekongkol dan dipersalahkan?bagaimana dengan para ahli kitab

di tempat-tempat ibadah yang notabene tidak menjual apa-apa

tapi tetap dapat jatah!

Aku masih berdagang barangSedangkan mereka hanya berjualan

harapan

Aku sungguh bingungkenapa mereka tak tersentuh

dan kenapa aku yang justru dicari-cari dan jadi buronan terus?

Aku sungguh bingung, bingung, bingung…

**4. Sajak S3: Sumpah Seekor Sapi

Kamu pikir dengan menyembelihku perkara selesai

tidak, tidak semudah itu

Saat penjagal-penjagalmumemisahkan kepala dari badanku

segala kebangsatanmu pun tampak jelas di depan mata

dan terekam oleh jiwaku

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 22: Slilit arena april 2014

SLiLiT ARENA22 |

SASTRASebuah Puisi

Mereka yang sekarang membuatmu pusing tujuh keliling dan tak bisa tidur

malamadalah roh sapi-sapi gentayangan yang

kamu sembelihmereka datang untuk balas dendam

Silakan memerah tetek susu kami, monggo silakan

ambil semua susu kami, kami rela

Tapi kalau kami disembelihbagaimana kalau suatu saat kami

berkuasadan kami ganti menyembelih kalian

semua?

Cukup sudah kamu perdagangkan bangsaku, rasku, keluargaku, wahai

bangsa manusia!sekarang giliran kalian mesti membayar

utangaku datang untuk menyelesaikan utang –

piutangmu

Akhirat masih lamakamu mesti bayar sekarang juga

Ayo kuantar kamu ke rumah-rumahtempat penjagalan manusia-manusia

seperti kamu!**

5. Sajak Pangeran

Bangun pagi itu kerja petaniaku pangeran putra petinggi

Untuk apa bangun pagi-pagi?aku tidak perlu ke ladang untuk bertani

Mohon komisi itu kerja makelaraku pangeran, bukan makelar

Money laundering? Kenapa harus dicuci?

walau kotor, haram toh uang tetap uangkutelan mentah-mentah, enak juga kok

rasanya

Kalau dicuci bisa susut, untuk apa?anak bisa haram, istri juga bisatapi uang, tak ada uang haram

dengan uang akan kupertahankan kerajaan ayahku

bahkan mengembangkannya!

Dengan uang akan kubuat singgasanayang berukuran pas untuk pantatku

Ingat aku pangeran, anak rajaaku pengganti ayahku, raja kalian

Kubuka diriku

bagi kalian yang mau memasukikuaku selalu terbuka!

**6. Sajak Revolusi

Dulu aku gembong becaksekarang tidak

aku jadi pengurus beberapa gembongsudah naik pangkat

Dulu aku gembong becaktapi kini aku tidak lagi mau jadi oncom

Pengalamanku banyak sekalisemua karena kegembonganku

Dulu paling banyak terjadi kecelakaanitu prestasi yang luar biasa

Pasalnya bagiku orang-orang yang tak mampu adalah makhluk lemah

tidak berguna bagi bangsatak bermanfaat untuk negara

Terlebih rakyat semua berotak tempeditambah lemah lagi

apa mau jadi tempe mereka

Dulu aku gembong becakkecelakaan-kecelakaan itu

justru untuk menyelamatkanagar bangsa tempe tetap jadi tempe

tidak jadi oncom

Tempe masih sehatoncom bisa buat sakit perut

Orang-orang yang mati dalam kecelakaan itu

sudah hampir jadi oncomjadi ya biarlah semua terjadi

seleksi alam namanyasupaya tempe tidak berubah jadi

oncom

Dulu aku gembong becakjadi masih banyak kenalantukang-tukang becak sejati

Anakku pernah ditabrak becakeh malah orang lemah itu melapor

kok cepat melapor ya?Seperti kecoa saja

Bukan, bukan kecoakarena kalau kecoa itu seperti politisi

mereka tidak pernah matiabadi

Kelak di sajak lain

kapan-kapan akan aku ceritakanhubungan kecoa dan politisi

Jadi untung juga yadulu aku gembong becak

sehingga masih banyak kenalan

Tapi tetap sajalebih untung sekarang

aku mengurusi beberapa gembongtinggal kutelpon mereka

salah seorang langsung membereskan

Satu orang mati untuk mengurusianakku, pangeranku

“no problem” itu kata toke-toke yang kuhubungi

semuanya beres dalam sekejap mata

Berkat kegembonganku dulupangeranku selamat

Ya bagaimana tidak selamat?keluarga yang tak mampu itu dapat

uangmereka malah berterimakasih

jadi mau apa lagi?

Orang lemah, tak bergunamereka tak mampu

tak pernah memberi keuntunganuntuk apa mereka hidup?

Inilah baiknya hidup di alam demokrasi.peraturan dan undang-undang berjaya!

berjaya karena bisa diubah-ubahdiatur, disulap, diapa-apakan saja oleh

para toke-toke!

Dulu aku gembong becaksebelumnya hanya tukang becak

Bagiku perjalanan hidup ini layaknya rambutku

tak beruban begitu saja

Semua jalan ini pernah kulewatisekarang aku tahu cara-cara jitu

untuk memanipulasi apa saja

Manipulasi itulah carakubagi politisi kegembongan

seperti diriku ini

Dulu aku gembong becak…

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 23: Slilit arena april 2014

23 |SLiLiT ARENASLiLiT ARENA

Selasa, 29 Aprill 2014

Page 24: Slilit arena april 2014

www.lpmarena.com

Jelas & MengganjalARENASLiLiT

ED

ISI A

PR

IL 2

014