Skripsi Wahasarna

88
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses itu berupa transformasi nilai-nilai pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Selain itu, pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang diperoleh melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang kehidupan. Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi setiap anak yang lahir, tumbuh dan berkembang secara manusiawi dalam mencapai kematangan fisik dan mental masing-masing anak. Di dalam keluarga, setiap anak memperoleh pengaruh yang mendasar sebagai landasan pembentukan pribadinya. Untuk lebih meningkatkan potensi pada diri anak, orang tua tidak hanya mendidik anaknya di rumah, akan tetapi mereka mengirimkan atau menitipkan anaknya ke sekolah (menyekolahkan anak), agar dapat memenuhi tuntutan zaman sekaligus meningkatkan pendidikan pada

Transcript of Skripsi Wahasarna

Page 1: Skripsi Wahasarna

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakekatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses itu

berupa transformasi nilai-nilai pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Selain

itu, pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan

martabat manusia yang diperoleh melalui proses yang panjang dan berlangsung

sepanjang kehidupan. Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan

utama bagi setiap anak yang lahir, tumbuh dan berkembang secara manusiawi

dalam mencapai kematangan fisik dan mental masing-masing anak. Di dalam

keluarga, setiap anak memperoleh pengaruh yang mendasar sebagai landasan

pembentukan pribadinya.

Untuk lebih meningkatkan potensi pada diri anak, orang tua tidak hanya

mendidik anaknya di rumah, akan tetapi mereka mengirimkan atau menitipkan

anaknya ke sekolah (menyekolahkan anak), agar dapat memenuhi tuntutan zaman

sekaligus meningkatkan pendidikan pada anak tersebut. Sekolah merupakan

lembaga pendidikan kedua yang bertugas membantu keluarga dalam membimbing

dan mengarahkan perkembangan serta pendayagunaan potensi tertentu yang

dimiliki siswa atau anak, agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai

manusia, sebagai anggota masyarakat, ataupun sebagai individual. Sekolah

merupakan pendidikan yang berlangsung secara formal artinya terikat oleh

peraturan-peraturan tertentu yang harus diketahui dan dilaksanakan. Di sekolah,

murid atau anak tidak lagi diajarkan oleh orang tua, akan tetapi gurulah sebagai

Page 2: Skripsi Wahasarna

pengganti orang tua. Pada umummya orang berpendapat bahwa pelajaran fisika

merupakan pelajaran yang cukup sulit dan rumit. Oleh karena itu, guru-guru fisika

perlu memahami dan menerapkan multi metode mengajar fisika. Tujuan antara

lain, pengajaran fisika dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Dalam

pembelajaran tercipta pola interaksi yang bervariasi, baik guru dengan siswa,

siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Penggunaan variasi pola interaksi

ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kejenuhan, kebosanan dan

menghidupkan suasana kelas. Dengan kata lain pola interaksi di arahkan untuk

memotivasi siswa untuk belajar.

Proses belajar-mengajar akan berjalan dengan baik kalau metode yang

digunakan betul-betul tepat, kerena antara pendidikan dengan metode saling

berkaitan. Menurut Darajat (1996:86). Pendidikan adalah usaha atau tindakan

untuk membentuk manusia. Disini guru sangat berperan dalam membimbing anak

didik kearah terbentuknya pribadi yang diinginkan. Sedangkan metode adalah

suatu cara dan siasat penyampaian bahan pelajaran tertentu dari suatu mata

pelajaran, agar siswa dapat mengetahui, memahami mempergunakan dan

menguasai bahan pelajaran. (Daradjat, 1995:1) Selain itu juga dalam proses

belajar mengajar terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik.

Kedua kegiatan ini saling mempengaruhi dan dapat menentukan hasil

belajar. Untuk menyampaikan pelajaran dengan baik agar siswa lebih mudah

memahami pelajaran, seorang guru selain harus menguasai materi, dia juga

dituntut untuk dapat terampil dalam memilih dan menggunakan metode mengajar

yang tepat untuk situasi dan kondisi yang dihadapinya. Seorang guru sangat

Page 3: Skripsi Wahasarna

dituntut untuk dapat memiliki pengertian secara umum mengenai sifat berbagai

metode, baik mengenai kebaikan metode maupun mengenai kelemahannya.

Ada beberapa metode yang dikenal dalam pembelajaran, yaitu metode

ceramah, metode demonstrasi, metode pemberian tugas, metode eksperimen,

metode tanya-jawab, dan sebagainya. Dengan memilih metode yang tepat,

seorang guru selain dapat menentukan output atau hasil lulusan dari lembaga

pendidikan, juga merupakan landasan keberhasilan lembaga pendidikan, dan juga

menjadi pengalaman yang di senangi bagi anak didik. Oleh karena itu, untuk

dapat menciptakan suasana belajar yang kreatif dalam mata pelajaran fisika, guru

dapat memilih salah satu metode yaitu: metode demonstrasi.

Metode demonstrasi adalah cara belajar dengan cara memperagakan atau

mempertunjukan sesuatu di hadapan murid, yang dilakukan di dalam maupun di

luar kelas. Menurut Rasyad (2002:8) dengan menggunakan metode demonstrasi,

guru telah memfungsikan seluruh alat indera murid, karena proses belajar

mengajar dan pembelajaran yang efektif adalah bila guru mampu memfungsikan

seluruh panca indera murid. Jadi metode demonstrasi ini sangat bermanfaat untuk

merangsang keaktifan siswa dalam proses balajar mengajar karena mampu

memfungsikan seluruh panca indera siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka

peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pembelajaran dengan metode

demonstrasi terhadap hasil belajar siswa di tingkat SMP dengan judul “Pengaruh

Metode Demonstrasi terhadap Hasil Belajar Fisika Pokok Bahasan Getaran Siswa

Kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2009/2010”.

Page 4: Skripsi Wahasarna

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini akan membahas tentang metode demonstrasi, sehingga

rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah ada pengaruh metode

demonstrasi terhadap hasil belajar fisika siswa Kelas VIII SMP Negeri 9

Lubuklinggau?”

C. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi penyimpangan dari ruang lingkup permasalahan yang

akan diteliti dan keterbatasan peneliti baik dari segi tenaga, kemampuan, maupun

biaya penulis perlu mengadakan pembatasan masalah yaitu materi yang akan

diberikan adalah pokok bahasan getaran. Hasil belajar yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah hasil belajar fisika yang bersifat kongnitif pada kelas

eksperimen dengan menggunakan metode demonstrasi dan kelas kontrol dengan

metode konveksional di SMP Negeri 9 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2009/2010.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh metode demonstrasi terhadap hasil hasil belajar fisika siswa VIII SMP

Negeri 9 Lubuklinggau.

Page 5: Skripsi Wahasarna

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapakan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan bagi siswa, bahwa pembelajarn fisika dengan metode

demonstrasi dapat melatih siswa berfikir dengan cepat dan tersusun logis,

siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam memahami informasi secara

langsung dalam yang diajarkan.

2. Sebagai bahan masukan bagi guru, diharapkan memberikan alternatif metode

mengajar yang efektif dalam meningkatkan kegiatan belajar mengajar

khususnya dalam bidang studi fisika demi peningkatkan kualitas pendidikan

yang lebih baik di masa yang akan datang

3. Sebagai masukan bagi sekolah, bahwa dengan penerapan metode demonstrasi

dalam proses belajar mengajar dapat mencapai sasaran yang tepat.

F. Anggapan Dasar

Yang menjadi anggapan dasar dari penelitian ini adalah metode

demonstrasi membuat pelajaran lebih jelas dari pembelajaran yang tidak

menggunakan metode demonstrasi.

Page 6: Skripsi Wahasarna

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik

1. Pengertian Belajar

“Belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003:2).

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hampir

semua pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, kegemaran, keterampilan dan sikap

seseorang terbentuk dan berkembang disebabkan oleh belajar. Kegiatan belajar

dapat terjadi kapanpun dan dimanapun kita berada, misalnya disekolah, di rumah,

di jalan, di kantor, di masyarakat, dan sebagainya walaupun banyak kegiatan

belajar yang dapat dilihat secara nyata tetapi masih banyak pihak yang masih

belum mengetahui apa yang sebenarnya yang disebut dengan “belajar”.

Tugas guru adalah mengajar dan membimbing siswa, sedangkan tugas

siswa adalah belajar dan mendapatkan ilmu serta wawasan. Dari keseluruhan

proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar-mengajar merupakan kegiatan yang

paling pokok. Hal ini bearti berhasil tidaknya pencapaian pendidikan banyak

tergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami siswa sebagai

peserta didik. Menurut Sudjana (2002:28) belajar adalah suatu proses yang

ditandai dengan adanya perubahan dalam diri seseorang. Perubahan sebagai hasil

dari proses belajar dapat ditunjukkan berbagai bentuk seperti perubahan

Page 7: Skripsi Wahasarna

pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Walaupun terdapat perbedaan antara beberapa ahli tetapi secara prinsip

intinya belajar merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu

perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan

pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang menetap.

2. Hasil Belajar

Dalam proses belajar mengajar sebagai pengajar dan sekaligus pendidik

memegang peran dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu

meningkatkan keberhasilan siswa, keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar dipengaruhi oleh kualitas pengajaran. Proses belajar mengajar

dilaksanakan dengan maksud untuk melakukan perubahan pada diri siswa.

Perubahan ini dapat dilihat dari hasil akhir yang diperoleh siswa. Hasil akhir ini

diidentikkan dengan hasil belajar.

Menurut Sudjana (2002:61) bahwa tujuan pengajaran atau tujuan

instruksional adalah rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau tingkah laku

yang diharapkan dimiliki siswa setelah ia menerima proses pengajaran. Tujuan

pengajaran adalah niat atau harapan yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan

perkataan lain adalah hasil belajar yang diharapkan dikuasai oleh siswa setelah

mereka diberikan pengajaran oleh guru. Dari uraian sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian tujuan pembelajaran yang

Page 8: Skripsi Wahasarna

merupakan hasil dari kegiatan belajar dan perubahan tingkah laku yang

diharapkan pada diri siswa setelah melakukan proses belajar-mengajar.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Untuk memperoleh pengalaman didalam belajar, seseorang menghadapi

motif dari diri dan lingkungannya. Dengan kata lain banyak faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar seseorang. (Slamento, 2003) faktor-faktor yang

mempengaruhi tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor Intern adalah faktor-faktor yang berasal dari diri siswa itu sendiri

yang dalam hal ini akan dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:

1. Faktor Jasmaniah

a) Faktor Kesehatan

Sehat bearti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya

atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap

belajarnya.

b) Cacat Tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang

sempurna mengenai tubuh atau badan. Karena keadaan cacat tubuh juga

mempengaruhi belajar.

2. Faktor Psikologis

Belajar memerlukan kesiapan rohani dan ketenangan yang baik. Ada tujuh

faktor yang tergolong psikologis yang mempengaruhi balajar, yaitu:

Page 9: Skripsi Wahasarna

a) Intelegensi

Kemempuan perpikir yang dimiliki oleh seseorang peserta didik. Apabila

tingkat intelegensi siswa tesebut rendah maka ia akan sulit menerima

pelajaran yang diberikan oleh seorang pengajar.

b) Perhatian

Perhatian menurut Ghazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu

pun semata-mata tertuju pada sekumpulan objek.

c) Minat

Minat menurut Hilgard minat adalah kecenderungan yang tetap

memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan.

d) Bakat

Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa oleh anak sejak

lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Jika bahan

pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil

belajarnya lebih baik.

e) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang

dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.

f) Kesiapan

Kecakapan menurut James Drever adalah kesediaan untuk memberi

response atau bereaksi. Kesediaan yang timbul dalam diri seseorang dan

juga berhubungan dengan kematangan berarti kesiapan untuk

melaksanakan kecakapan.

Page 10: Skripsi Wahasarna

3. Faktor Eksternal

a) Lingkungan keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa

bagaimana cara orang tua mendidik, bagaimana dukungan harmonis antara

anggota keluarga, suasana rumah dan evaluasi keluarga.

b) Lingkungan sekolah yang meliputi

1) Interaksi Guru dan Murid

Guru yang kurang berinteraksi dengan murid bisa menyebabkan proses

belajar mengajar kurang lancar. Siswa merasa ada jarak dengan guru,

maka sulit untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan belajar.

2) Hubungan Antar Murid

Hubungan yang kurang bijaksana, dan tidak pernah mengadakan

pendekatan dengan murid, tidak pernah mengetahui bahwa didalam

kelas itu ada group yang saling bersaing secara tidak krontruktif malah

makin bisa melatar belakangi perkalihan antara pelajar. Guru harus

mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong

dalam belajar kelompok.

3) Media Pendidikan

Dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah maka mutlak

diperlukan alat-alat yang membantu lancarnya belajar anak yang

jumlahnya besar, misalnya buku-buku diperpustakaan, alat-alat

laboratorium atau media pendidikan lainnya.

4) Kurikulum

Page 11: Skripsi Wahasarna

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada

siswa. Sebagian besar kegiatannya adalah menyajikan bahan pelajaran

agar siswa menerima atau menguasai dan mengembangkan bahan

pelajaran.

4. Pengertian Metode Pembelajaran

Dalam metodelogi pembelajaran agama Islam pengertian metode adalah

suatu cara “seni” dalam mengajar (Ramayulis, 2001:107). Perumusan tujuan yang

sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seorang guru

menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat. Untuk mencapai hasil

yang diharapkan, hendaknya guru dalam menerapkan metode terlebih dahulu

melihat situasi dan kondisi yang paling tepat untuk dapat diterapkan suatu metode

tertentu, agar dalam situasi dan kondisi tersebut dapat tercapai hasil proses

pembelajaran dan membawa peserta didik kearah yang sesuai dengan tujuan

pendidikan. Proses pembelajaran yang dilakukan mengacu pada tiga aspek, yaitu:

penguasaan sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu sesuai dengan

isi proses belajar mengajar tersebut (Ramayulis, 2001:73).

Dari uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa metode

pembelajaran adalah suatu atau cara yang dilakukan oleh guru (pendidikan)

dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang bertujuan agar murid

dapat menerima dan menanggapi serta mencerna pelajaran dengan mudah secara

efektif dan efisien, sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut

dapat tercapai dengan baik.

Page 12: Skripsi Wahasarna

5. Metode Demonstrasi

a. Pengertian Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi merupakan suatu metode dimana guru memainkan

peranan yang penting kejelasan dari suatu yang dipertunjukan dan diterangkan

sangat tergantung dari cara guru itu menjelaskan dan bagaimana cara guru itu

memperlihatkannya. Djamarah dan Aswanzain ( 3006:09-91) mengatakan bahwa

metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan atau

memperlihatkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang

sedang dipelajari baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering disertai dengan

penjelasan lisan. Penggunaan metode demonstrasi selalu diikuti dengan

eksperimen. Apapun yang didemonstrasikan baik oleh guru maupun siswa,

apabila tanpa diikuti dengan eksperimen tidak akan mencapai hasil yang efektif.

Menurut Rasyad (2002:8), metode demonstrasi adalah cara pembelajaran

dengan meragakan, mempertunjukkan atau memperlihatkan sesuatu di hadapan

murid di kelas atau di luar kelas. Sanjaya (2007:150) mengatakan bahwa metode

demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan

mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu,

baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Sebagai metode penyajian,

demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam

proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi

demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Dari uraian di atas,

dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah suatu metode dimana

seseorang guru memperagakan langsung suatu hal yang kemudian diikuti oleh

Page 13: Skripsi Wahasarna

murid sehingga ilmu atau keterampilan yang didemonstrasikan lebih bermakna

dalam ingatan masing-masing murid.

b. Langkah-langkah Dalam Mengaplikasikan Metode Demonstrasi

Menurut Sanjaya (2007:151-152) untuk melaksanakan metode

demonstrasi yang baik atau efektif, ada beberapa langkah yang harus dipahami

dan digunakan oleh guru, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:

a) Rumusan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setalah proses demonstrasi

berakhir. Tujuan ini meliputi beberapa aspek seperti aspek pengetahuan,

sikap, atau keterampilan tertentu.

b) Persiapan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan.

Garis-garis besar langkah demonstrasi diperlukan sebagai panduan untuk

menghindari kegagalan.

c) Lakukan uji coba demonstrasi. Uji coba meliputi segala peralatan yang

diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ada beberapa langkah yang dilakukan:

a) Langkah Pembukaan

Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan,

diantaranya:

1) Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat

memperlihatkan dengan jelas apa yang didemonstrasikan

2) Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa.

Page 14: Skripsi Wahasarna

3) Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa.

b) Langkah Pelaksaan Demonstrasi

1) Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa

untuk berpikir.

2) Ciptakan suasana yang menyejukan dengan menghindari suasana yang

menegangkan.

3) Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan

memperhatikan reaksi seluruh siwa.

4) Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih

lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.

c) Langkah Mengakhiri Demonstrasi

Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri

dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan

demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk

menyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain

memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi

bersama tentang jalanya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

Setelah perencanaan-perencanaan tersusun sebaiknya diadakan uji coba terlebih

dahulu agar penerapan dapat dilaksanakan dengan efektif dan tercapai tujuan

belajar mengajar yang telah ditentukan dengan mengadakan uji coba dapat

diketahui kekurangan dan kesalahan praktek secara lebih dini dan dapat peluang

untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.

Page 15: Skripsi Wahasarna

Langkah selanjutnya dari metode ini adalah realisasi yaitu saat guru

memperagakan atau mempertunjukkan suatu proses atau cara melakukan sesuatu

sesuai materi yang diajarkan. Kemudian siswa disuruh untuk mengikuti atau

mempertunjukkan kembali apa yang telah dilakukan guru. Dengan demikian

unsur-unsur manusiawi siswa dapat dilibatkan baik emosi, intelegensi, tingkah

laku serta indera mereka, pengalaman langsung itu memperjelas pengertian yang

ditangkapnya dan memperkuat daya ingatnya mengetahui apa yang dipelajarinya.

Untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai dari penggunaan metode

demonstrasi tersebut diadakan evaluasi dengan cara menyuruh murid

mendemonstrasikan apa yang telah didemonstrasikan atau dipraktekkan guru.

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Demonstrasi Dalam Proses Belajar

Mengajar

Menurut Sanjaya ( 2007:150-151), sebagai suatu metode pembelajaran,

metode demonstrasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya:

1. Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab

siswa disuruh langsung memerhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan.

2. Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar,

tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.

3. Dengan cara mengamati langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk

membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa akan

lebih menyakini kebenaran materi pembelajaran.

Page 16: Skripsi Wahasarna

Sanjaya (2007:150-151) juga melakukan bahwa di samping memiliki

beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa kelemahan,

diantaranya:

1. Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang. Sebab tanpa

persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan

metode ini tidak efektif lagi.

2. Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tepat yang memadai

yang bearti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal

dibandigkan dengan ceramah.

3. Demonstrasi memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru yang khusus,

sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional.

6. Materi Pelajaran

a. Pengertian Getaran

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita melihat atau membuat benda

bergetar. Misalnya bandul jam yang bergerak bolak-balik secara teratur, senar

gitar yang bergetar ketika dipetik, beduk atau drum yang dipukul, pegas yang

diberi beban bergerak ke atas dan ke bawah, dan benda-benda lainnya yang

mengalami getaran. Semua benda tersebut akan bergetar apabila kita beri

simpangan. Benda yang bergetar ada yang dapat dilihat dengan mata kasat karena

simpangan yang kita berikan besar dan ada pula yang tidak dapat dilihat oleh mata

karena simpangan yang diberikan kecil sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa

Page 17: Skripsi Wahasarna

getaran adalah gerak bolak-balik secara berkala (dalam selang waktu yang sama)

melalui titik keseimbangan.

b. Macam-macam getaran

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap benda dapat melakukan getaran,

misalnya gerak melingkar jam, dawai biola yang digesek, benda yang diikatkan

pada pegas, dan sayap serangga yang sedang terbang.

1. Getaran Tunggal

Ada beberapa macam getaran, misalnya getaran tunggal, getaran selaras,

dan getaran ayunan bandul. Mistar plastik bergerak bolak-balik melalui titik

keseimbangan atau titik b. Mistar melakukan satu getaran dari:

A-B-A-C-A atau A-C-A-B-A

B-A-C-A-B atau C-A-B-A-C

hal ini menunjukkan bahwa mistar plastik dapat bergetar. Getaran semacam ini

disebut getaran tunggal.

2. Getaran Selaras

Getaran selaras dapat dicontohkan oleh getaran pegas. Benda akan

bergerak ke atas dan ke bawah melalui titik keseimbangan (titik Q). Benda yang

diikatkan pada pegas bergetar satu getaran dari:

R-Q-P-Q-R ( jika ditarik ke bawah) atau P-Q-R-Q-P (jika ditarik ke atas). Getaran

semacam ini disebut getaran selaras.

Page 18: Skripsi Wahasarna

3. Getaran Ayunan Bandul

Pernakah kalian melihat jam dinding yang memiliki bandul? jam tersebut

bergerak bolak-balik memalui titik keseimbangan (titik A). Benda yang

digantungkan pada tali bergetar satu getaran dari:

O-A-O-B-O atau O-B-O-A-O

A-O-B-O-A atau B-O-A-O-B. Gerakan semacam ini disebut getaran ayunan

bandul.

4. Amplitudo

Jarak antara kedududkan benda yang bergetar pada suat saat dengan

kedududkan seimbangnya disebut simpangan. Adapun simpangan yang terbesar

disebut amplitudo. Pada getaran tunggal, amplitudo dinyatakan sebagai jarak deri

A-B atau dari A-O. Pada getaran selaras, amplitudonya adalah jarak dari A-O atau

dari O-A. Dapat di lihat pada gambar 2.1 di bawah ini:

B O

A

( Gambar 2.1. Getaran ayunan bandul)

c. Periode dan Frekuensi Suatu Getaran

1. Periode

Untuk menyelidiki periode suatu getaran, dapat dilakukan kegiatan dengan

menggunakan benda yang digantungkan pada pegas. Jika waktu untuk melakukan

Page 19: Skripsi Wahasarna

10 getaran adalah 20 sekon, waktu untuk melakukan 1 getaran adalah

sekon ini disebut periode getaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa periode yaitu

waktu yang diperlukan untuk melakukan 1 kali getaran. Periode getaran

dilambangkan dengan T. Dalam SI, satuan periode adalah sekion (s). Untuk

simpangan yang berbeda-beda asalkan simpangan tidak terlalu bias maka periode

getaran besarnya tetap. Periode tidak bergantung pada simpangannya atau

amplitudonya. Beban yang lebih besar akan menghasilkan periode yang lebih

besar juga. Periode tidak dipengaruhi oleh amplitudo, tetapi oleh konstanta pegas

dan massa beban.

2. Periode dan sifat Sinusoidal GHS

Peiode osilator harmonis sederhana ternyata bergantung pada kekakuan

pegas dan juga pada massa m yang berosilasi. Tetapi walupun tampaknya aneh

perode tidak bergantung pada amplitudo. Kita dapat menurunkan rumus untuk

periode gerak harmonis sederhana (GHS), dan ini dapat dilakukan dengan

menbandingkan GHS dengan benda yang berotasi membentuk lingkaran. Dari

“lingkaran acuan” yang sama ini kita bisa mendapatkan hasil kedua yang berguna

untuk rumus untuk posisi massa yang berosilasi sebagai fungsi waktu. Tentu saja,

tidak ada yang berotasi dalam lingkaran ketika sebuah pegas berosilasi linier,

tetapi kesamaan metematisnyalah yang kita anggap berguna di sini. Sekarang

bayangkan massa m yang berputar berlawanan arah jarum jam membentuk

lingkaran dengan radius A, dengan laju konstan V0. (dilihat dari atas), gerakan

tersebut merupakan lingkaran pada bidang xy. Tetapi seseorang yang melihat

gerakan dari samping melihat gerakan osilasi mundur maju, dan bergerak satu

Page 20: Skripsi Wahasarna

dimensi ini tepat berhubungan dengan gerak harmonis sederhana, sebagaimana

akan kita lihat sekarang.

Untuk melihat bahwa gerak –x ini analong dengan GHS, mari kita hitung

besar komponen x dari kecepatan V0 yang diberi label v, kedua segitiga yang

melibatkan θ adalah sama, sehingga

atau

Dengan demikian proyeksi ke sumbu x dari sebuah benda yang berputar

membentuk lingakaran memiliki gerak yang sama seperti massa di ujumh pegas.

Sekarang kita dapat menetukan periode GHS karena sama dengan benda berputar

yang menbentuk satu lingkaran penuh. Pertama kita lihat bahwa kecepatan V0

sama dengan keliling lingkaran (jarak) debagi periode T

Kita selesaikan untuk periode T

Dari persamaan jadi A/V0 = dengan demikian

Periode bergantung pada massa m dan konstanta pegas k, tetapi bukan

pada amplitudo. Bahwa makin pada besar massa, makin lama periode; dan makin

kaku pegas tersebut, makin singkat periode. Karena massa yang lebih besar bearti

inersia yang lebih besar dan dengan demikian reaksi yang lebih lambat

Page 21: Skripsi Wahasarna

(percepatan lebih kecil). Dan k, yang lebih besar bearti gaya yang lebih besar dan

dengan demikian reaksi yang lebih cepat (percepatan lebih besar). Sesuai dengan

pernyataan di atas tidak hanya berlaku untuk pegas, tetapi untuk semua jenis gerak

harmonis.

2. Frekuensi

Ciri lain dari suatu getaran ditandai adanya frekuensi getaran. Frekuensi

getaran didefinisikan sebagai jumlah getaran yang terjadi dalam datu detik. Satuan

frekuensi adalah Hertz (HZ) atau getaran per detik. Mengingat frekuensi

menyatakan jumlah getaran dalam satu sekon, sedangkan periode menyatakan

waktu yang diperlukan untuk satu kali getaran, maka makin banyak jumlah

getaran dalam waktu tertentu, makin pendek waktu getaranya sehingga terdapat

hubungan antara periode (T) dengan frekunsi (f), yaitu: T = atau f =

Karena f = kita juga dapat menuliskan bahwa

f = =

Keterangan:

T : Periode (detik)

f : Frekuensi (HZ)

Contoh soal:

Sebuah bandul seperti pada gambar ditarik kesamping (diberi simpangan).

Sehingga bandul bergerak bolak-balik (bergetar). Ternyata, bandul melakukan 10

getaran dalam waktu 5 detik. Berapakah periode getaran bandul tersebut?

Page 22: Skripsi Wahasarna

B A O

Penyelesaian:

Waktu yang diperlukan untuk 10 kali geratan adalah 5 detik, bearti waktu yang

diperlukan untuk 1 kali getaran (periode).

= detik

= 0.5 detik Dengan demikian, periode bandul tersebut adalah 0.5 detik.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Dari penelitian yang dilakukan oleh Khusnah yang berjudul “Pengaruh

penerapan metode demonstrasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran

matematika di MAN 2 Lubuklinggau semester II tahun pelajaran 2005/2006”,

dengan rumusan masalah apakah ada pengaruh yang signifikan penerapan metode

demonstrasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di MAN

2 Lubuklinggau. Menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap hasil

belajar siswa dengan menggunakan metode demonstrasi. Penelitian ini dilakukan

di MAN 2 Lubuklinggau.

C. Hipotesis penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Ada pengaruh metode

pembelajaran demonstrasi terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VIII SMP

Negeri 9 Lubuklinggau”.

BAB III

Page 23: Skripsi Wahasarna

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen.

Metode eksperimen merupakan metode yang mengungkap hubungan antara dua

variabel atau lebih untuk mencari pengaruh yang diakibatkan oleh variabel bebas

terhadap variabel terikat. Penelitian jenis eksperimen mengharuskan peneliti

membuat perencanaan yang matang dan dilaksanakan peneliti dalam rangka

mengumpulkan data untuk menguji hipotesis. Penelitian eksperimen memberikan

perlakuan terhadap variabel (manipulasi) kemudian mengamati konsekuensi atas

perlakuan yang telah diberikan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

kelompok eksperimen X1 pembelajaran dengan metode demonstrasi, dan

kelompok kontrol X2 pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah

sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa.

B. Rencana Penelitian

Recana penelitian merupakan cara atau bentuk penelitian yang akan

dilakukan dalam penelitian. Penelitian yang akan dilaksanakan yaitu studi

eksperimen berbentuk pretes-postes. Group design yaitu penelitian yang

melibatkan dua kelompok, satu kelompok eksperimen dan yang lain sebagai kelas

kontrol. Kelompok eksperimen diberi pembelajaran dengan metode demonstrasi

sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa yaitu pembelajaran yang

biasa diberikan oleh guru dengan metode ceramah.

Page 24: Skripsi Wahasarna

Berdasarkan uraian diatas, maka desain penelitian dapat digambarkan

sebagai berikut:

Group Sampel Acak Pretes Treatment Postes

Kelompok Kontrol A O X1 O

Kelopmpok Eksperimen A O X2 O

Keterangan:

A = Sampel Acak

O = Tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) pada kelompok

eksperimen maupun kontrol.

X1 = Pembelajaran dengan metode demonstrasi.

X2 = Pembelajaran dengan metode ceramah.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002:102).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMP Negeri 9

Lubuklinggau tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 6 kelas dan berjumlah

223 orang. secara lengkap populasi penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 pada

halaman 25.

Page 25: Skripsi Wahasarna

Tabel 3.1Populasi Penelitian

No KelasJenis kelamin

Laki-lakiJumlah

PerempuanJumlah

1

2

3

4

5

6

VIIIA

VIIIB

VIIIC

VIIID

VIIIE

VIIIF

18

23

19

22

22

23

17

17

19

18

18

17

35

40

38

40

40

40

Jumlah 126 90 223

(Sumber: Tata Usaha SMP Negeri 9 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2009/2010)

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari subjek yang diteliti (Arikunto, 2002:104).

Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara acak (random) karena setiap

kelas mempunyai kemampuan yang sama (berdasarkan hasil wawancara dengan

guru bidang kurikulum). Setelah dilakukan pengundian maka yang terpililah

sebagai sample yaitu kelas VIIIF sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIIE sebagai

kelas kontrol dengan perincian seperti tabel 3.2

Tabel 3.2Sampel Penelitian

No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

1

2

VIIIE

VIIIF

22

23

18

17

40

40

Jumlah 43 29 80

Page 26: Skripsi Wahasarna

D. Teknik Pengumpukan Data

Untuk memperoleh data penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan

tes kepada siswa dan menilai hasil tes tersebut, yang kemudian hasil tes ini

disebut sebagai hasil belajar. Tes adalah seretetan pertanyaan atau latihan serta

alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelengensi,

kemampaun atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,

2002:127). Tes akan diberikan langsung kepada siswa tentang sub pokok bahasan

getaran yang berjumlah 5 soal dalam bentuk essay berstruktur.

E. Instrumen Penelitian

Insrument adalah suatu alat yang digunakan dalam penelitian untuk

mengumpulkan data. Sesuai dengan jenis data dalam penelitian ini maka instumen

yang digunakan yaitu tes hasil belajar, dalam penelitian ini hasil belajar

dilaksanakan setelah berakhir satu materi pokok. Tes yang penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah tes yang berbentuk essay. Langkah-langkah yang penulis

lakukan dalam membuat tes adalah sebagai berikut:

1. Menyusun tes

Tes yang penulis susun terdiri dari soal-soal dalam bentuk essay. Dalam

penyusunan tes tersebut penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu untuk mendapatkan hasil belajar.

b. Menbuat batasan terhadap bahan yang akan diuji yaitu materi pokok suhu.

c. Menyusun kisi-kisi soal tes hasil belajar fisika.

d. Menyusun soal-soal dalam bentuk tes, soal yang diujikan berbentuk essay yang

berjumlah 7 soal yang terdiri dari atas 1, 2, 3, 4a, 4b, 4c, 5

Page 27: Skripsi Wahasarna

2. Melaksanakan uji coba tes

Suatu tes dapat dipercaya apabila soal yang digunakan akurat atau sudah

memiliki validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda yang tinggi.

Agar soal yang disusun itu memiliki kriteria yang baik, maka soal tersebut perlu

diuji cobakan terlebih dahulu. Kemudian dianalisis untuk mendapatkan kriteria

tersebut. Dalam penelitian ini penulis melakukan uji coba tes di SMP Negeri 9

Lubuklinggau.

3. Analisis item

Suatu tes dikatakan baik, jika setelah dilaksanakan hasilnya dapat

memberikan gambaran perbedaan antara anak yang cepat dengan anak yang tidak

cepat. Setelah uji coba dilaksanakan analisis item untuk melihat baik tidaknya

suatu tes. Seperti dikemukakan oleh Arikunto (2002:209), yaitu: “Analisis soal

antara lain bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang

baik dan soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh iformasi tentang

kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan”. Dalam

melaksanakan analisis item secara khusus ada 4 hal yang perlu diselidiki yaitu:

a.Validitas

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan

kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan

kriterium (Arikunto, 2001:69). Teknik yang digunakan untuk mengetahui tingkat

validitas adalah teknik korelasi product momet yang dikemukakan oleh Person

yaitu:

Page 28: Skripsi Wahasarna

rxy =

Keterangan:

rxy = Keofisien korelasi

n = Banyak subjek

X = Skor butir soal

Y = Skor total

∑x = Jumlah seluruh skor total dari x

∑y = Jumlah seluruh skor total dari y

Interpretasi lebih rinci mengenai nilai rxy tersebut dibagi ke dalam

beberapa kategori sebagai berikut: Guilford, J.P. (dalam Sukasno, 2006:49) adalah

sebagai berikut:

rxy 0,00 Tidak valid

0,00 < rxy 0,20 Validitas sangat rendah

0,20 < rxy 0,40 Validitas rendah (kurang)

0,40 < rxy 0,60 Validitas sedang (cukup)

0,60 < rxy 0,80 Validitas tinggi (baik)

0,80 < rxy 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)

Untuk menentukan keberartian dari koefisien validitas digunakan uji t

seperti yang dikemukakan Sudjana (2002:380) dengan rumus sebagai berikut:

Page 29: Skripsi Wahasarna

Digunakan taraf nyata = α, jika –t < t ,

maka hipotesis diterima (tidak signifikan). Dalam hal lainnya hipotesis ditolak

(signifikan) dengan kata lain butir soal tersebut dikatakan valid.

Berdasarkan hasil analisis (lampiran B) validitas butir soal hasilya dapat

dilihat pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3Hasil Analisis Validitas Butir Soal

NomorSoal

Nilai rxy thitung ttabel Keterangan

1 0,59 4,28 2,04 Valid/ tinggi2 0,57 5,45 2,04 Valid/sedang3 0,27 1,61 2,04 Valid/rendah4 0,83 9,68 2,04 Valid/tinggi5 0,17 1,00 2,04 Valid/sangat rendah6 0,58 5,6 2,04 Valid/sedang7 0,81 8,56 2,04 Valid/tinggi

Taraf kesalahan ( α) = 5% = 0,05

ttabel = t

=

=

= 2,04

b. Reliabilitas Tes

Realiabilitas yaitu apabila tes dapat memberikan hasil yang relatif tetap

sama (konsisten) ketika tes tersebut diberikan pada waktu maupun tempat yang

berbeda. Reliabilitas memberi pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

Page 30: Skripsi Wahasarna

sudah baik (Arikunto, 2006:178). Untuk mengetahui reliabilitas tes bentuk uraian

digunakan rumus alpha

(Arikunto, 2002: 171)

Keterangan:

= Reliabilitas intrumen

= Jumlah varians butir

Si² = Varians skor total

n = Banyaknya butir soal

Interpretasi lebih rinci mengenai nilai tersebut dibagi ke dalam beberapa

kategori sebagai berikut: Guilford (dalam Sukasno, 2006: 61) yaitu:

Reliabilitas sangat rendah

Reliabilitas rendah

Reliabilitas sedang (cukup)

Reliabilitas tinggi (baik)

Reliabilitas sangat tinggi

c. Tingkat Kesukaran

Sebuah soal tes handaknya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.

Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa mempertinggi usaha

memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa

akan menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk memecahkan soal

tersebut.

Page 31: Skripsi Wahasarna

Suatu hal yang harus diperhitungkan oleh seorang perancang tes adalah

mempertimbangkan tingkat kesukaran soal. Untuk menghitung tingkat kesukaran

butir soal uraian dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

IK = (Sukasno, 2006:79)

Keterangan:

IK = Indeks tingkat kesukaran

JSA = Jumlah skor kelompok atas

JSB = Jumlah skor kelompok bawah

SIA = Jumlah skor ideal kelompok atas

SIB = Jumlah skor ideal kelompok bawah

Kriteria indeks tingkat kesukaran butir soal yang digunakan seperti yang

dikemukakan oleh (Arikunto, 1997:99) adalah sebagai berikut:

IK = 0,00 (soal terlalu sukar)

0,00 < IK 0,30 (soal sukar)

0,30 < IK 0,70 (soal sedang)

0,70 < IK ≤ 1,00 (soal mudah)

Hasil analisis tingkat kesukaran butir soal (lampiran B) dapat dilihat pada

tabel 3.4 pada halaman 32.

Page 32: Skripsi Wahasarna

Tabel 3.4Hasil Analisis Tingkat Kesukaran

No Soal

JumlahSkor kel.Atas

JumlahSkor kel.

Bawah

JumlahSkor

Ideal kel.Atas

JumlahSkor

Ideal kel.Bawah

Tingkat Kesukaran

Ket

1 90 54 135 135 0,53 Sedang2 90 58 135 135 0,55 Sedang3 39 22 117 117 0,26 Sukar4 91 65 135 135 0,58 Sedang5 44 18 108 108 0,26 Sukar6 87 66 135 135 0,57 Sedang7 86 58 135 135 0,53 Sedang

d. Daya Pembeda

Daya pembeda yang dimaksud adalah bahwa soal tersebut dapat

membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Dalam

menghitung daya pembeda (DP) butir soal berbentuk uraian, maka digunakan

rumus sebagai berikut:

DP = atau DP = (Sukasno, 2006:76)

Keterangan:

DP = Daya beda

JSA = Jumlah skor kelompok atas

JSB = Jumlah skor kelompok bawah

SIA = Jumlah skor ideal kelompok atas

SIB = Jumlah skor ideal kelompok bawah

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan sebagai berikut:

DP ≤ 0,00 (Sangat jelek)

Page 33: Skripsi Wahasarna

0,00 < DP ≤ 0,20 (Jelek)

0,20 < DP ≤ 0,40 (Cukup)

0,40 < DP ≤ 0,70 (Baik)

0,70 < DP ≤ 1,00 (Sangat baik)

Hasil perhitungan daya pembeda tes (lampiran B) dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5Hasil Analisis Daya Pembeda

No Soal

JumlahSkor kel.Atas

JumlahSkor kel.

Bawah

JumlahSkor

Ideal kel.Atas

JumlahSkor

Ideal kel.Bawah

Daya Pembeda

Ket

1 90 54 135 135 0,27 Cukup2 90 58 135 135 0,23 Cukup3 39 22 117 117 0,15 Jelek4 91 65 135 135 0,20 Cukup5 44 18 108 108 0,19 Jelek6 87 66 135 135 0,23 Cukup7 86 58 135 135 0,21 Cukup

Berdasarkan analisis hasil uji coba tes belajar, maka soal no. 3 dan no. 5

tidak digunakan, dan rekapitulasi hasil uji coba tes dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.6Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes

No Soal

ValiditasTingkat

KesukaranDaya Pembeda Keterangan

1 0,59 Sedang 0,53 Sedang 0,27 Cukup Soal dapat digunakan2 0,57 Sedang 0,55 Sedang 0,23 Cukup Soal dapat digunakan3 0,27 Rendah 0,26 Sukar 0,15 Jelek Soal tidak digunakan4 0,87 Tinggi 0,58 Sedang 0,20 Cukup Soal dapat digunakan

5 0,17 Sangat Rendah

0,26 Sukar 0,19 Jelek Soal tidak digunakan

6 0,58 Sedang 0,57 Sedang 0,23 Cukup Soal dapat digunakan7 0,81 Tinggi 0,53 Sedang 0,21 Cukup Soal dapat digunakan

Page 34: Skripsi Wahasarna

4. Pelaksanaan Tes

Setelah melaksanakan proses pembelajaran dengan metode demonstrasi

maka dilaksanakan tes. Tes akhir ini diberikan kepada kedua kelas sampel yaitu

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan pada kelas sama dan

jadwal pelaksanaan tes untuk kedua kelas serentak, hal ini untuk mengindari

saling tukar informasi yang akan mempegaruhi tes.

F. Teknik Analisis Data

1. Menentukan Skor Rata-rata dan Standar Deviasi

Menentukan skor rata-rata dan standar deviasi pada tes awal dan tes akhir,

data hasil belajar pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dengan rumus:

(Sudjana 2002:67)

S = (Sudjana 2002:93)

Keterangan:

: Nilai rata-rata hasil belajar siswa

xi : Nilai siswa secara keseluruhan

n : Banyak data

S : Standar deviasi

2. Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui kenormalan data, rumus

yang digunakan adalah uji kecocokan χ² ( chi kuadrat) yaitu:

Page 35: Skripsi Wahasarna

(Sudjana 2002:145)

Keterangan:

= Harga chi-kuadrat yang dicari

= Frekuensi dari hasil observasi

= Frekuensi dari hasil yang diharapkan

Selanjutnya hitung dibandingkan table, jika hitung < tabel, dengan derajat

kebebasan (dk) = J-1. Dimana J adalah banyaknya kelas interval. Maka dapat

dinyatakan bahwa data berdistribusi normal. Dalam hal lainnya, data tidak

berdistribusi normal.

3. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol dimaksudkan untuk mengetahui keadaan varian kedua kelompok sama

ataukah berbeda. Pengujian homogenitas ini menggunakan uji varians dua buah

peubah. Dengan demikian hipotesis yang akan diuji adalah:

Ho = Hipotesis pembanding, kedua varians sama atau homogen.

Ha = Hipotesis kerja, kedua varians tidak sama atau tidak homogen.

Diman dk1 = (n1- 1) dan dk2 = (n2-1)

Uji Statistik yang digunakan uji F, dengan rumus: Fhitung =

S1² = Varians terbesar

S2² = Varians terkecil

Page 36: Skripsi Wahasarna

Dengan kriteria pengujiannya adalah Ho jika Fhitung < α ( n1- 1 ; n2-1) dan

tolak Ho jika mempunyai harga-harga lain. (Sudjana, 2002:249)

4. Uji kesamaan Dua Rata- rata

Uji kesamaan dua rata- rata ini digunakan untuk menguji kesamaan antara

dua rata-rata data, dalam hal ini antara data kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol.

Ho = Hipotesis pembanding, kedua rata-rata sama.

Ha = Hipotesis kerja, rata-rata skor kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata

skor kelompok kontrol

a. Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik yang

digunakan adalah uji-t dengan rumus:

t = dengan: S² = (Sudjana, 2002:239)

Keterangan:

= Nilai rata-rata kelompok eksperimen.

= Nilai rata-rata kelompok kontrol.

n1 = Jumlah siswa kelompok eksperimen.

n2 = Jumlah siswa kelompok kontrol.

S = Simpangan baku gabungan.

S1² = Simpangan baku kelompok eksperimen.

S2² = Simpangan baku kelompok kontrol

Kriteria pengujiannya adalah : terima Ho jika t < t(1-α) dan tolak Ho jika

t =(n 1 + n 2 -2). (Sudjana, 2002:239)

Page 37: Skripsi Wahasarna

b. Jika kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka uji statistika

yang digunakan adalah uji - t semu (t’) dengan rumus:

t’ = Sudjana (2002:243)

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika t’ dan terima H0 jika

terjadi sebaliknya. Dengan = , = dan =

.

G. Prosedur Penelitian

Tahapan atau prosedur yang akan dilaksanakan meliputi:

1. Tahap persiapan, dalam hal ini dimulai dengan membuat rancangan

pembelajaran, rancangan instrumen, kisi-kisi instrumen dan pertimbangan uji

coba instrumen.

2. Tahap pelaksanaan, dalam hal ini dimulai dengan mengadakan penelitian

dengan memberikan tes awal sebanyak 5 soal sebelum mengadakan atau

memberikan pembelajaran yaitu dengan metode demonstrasi untuk kelas

eksperimen dan tidak dengan metode demonstrasi untuk kelas kontrol. Pada

akhir pembelajaran diberikan tes akhir (postes) untuk hasil belajar juga

sebanyak 5 soal baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

3. Tahap analisa data, meliputi pengumpulan atau penskoran, analisis dan

menarik kesimpulan.

Page 38: Skripsi Wahasarna

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 Maret 2010 sampai dengan 04

April 2010 di SMP Negeri 9 Lubuklinggau. Adapun populasi dalam penelitian ini

adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau, yang berjumlah 223 siswa.

Yang terdiri dari enam kelas dan untuk sample penelitian ini, peneliti mengambil

secara acak dari 6 kelas yang ada dan dari hasil pengundian diperoleh sampel

terpilih kelas VIIIF dan VIIIE yang berjumlah 80 siswa. Yang terdiri atas kelas

eksperimen dalam hal ini kelas VIIIF dengan jumlah 40 siswa dan kelas kontrol

yaitu kelas VIIIE dengan jumlah siswa 40 siswa.

Dalam penelitian ini, peneliti mendapat data dengan menggunakan metode

tes yaitu tes tertulis. Tes tertulis tersebut diberikan kepada kedua kelas sample,

yang dilakukan sebelum dan sesudah penelitian. Dimana kelas eksperimen

diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan kelas

kontrol diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah.

1. Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran materi pokok

getaran adalah merupakan kemampaun yang dimiliki oleh siswa sebelum

mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampaun awal tersebut

mengambarkan kesiapan siswa dalam menerima yang akan disampaikan oleh

guru. Tes awal (pre-test) ini dilakukan pada pertemuan pertama yaitu diikuti oleh

40 siswa pada kelas eksperimen dan 40 siswa pada kelas kontrol. Pelaksanaan tes

Page 39: Skripsi Wahasarna

awal (pre-test) bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap

penguasaan materi getaran masing-masing kelas, sebelum dilakukan

pembelajaran. Dari hasil perhitungan, data hasil belajar siswa kelas eksperimen

dan kelas kontrol terdapat pada lampiran dan dinyatakan pada tabel 4.1 dan 4.2

Tabel 4.1. Tabel distribusi Frekuensi Nilai Pre-test kelas eksperimen

Kelas Interval

10-17 4 13,5 54 -27 729 2916

18-25 2 21,5 43 -19 361 722

26-33 8 29,5 236 -11 121 968

34-41 8 37,5 300 -3 9 72

42-49 6 45,5 273 5 25 150

50-57 5 53,5 267,5 13 169 845

58-65 7 61,5 430,5 21 441 887

Jumlah 1604 6520

Tabel 4.2. Tabel distribusi Frekuensi Nilai Pre-test kelas kontrol

Kelas Interval

10-17 5 13,5 67,5 -26 676 3380

18-25 3 21,5 64,5 -18 324 972

26-33 5 29,5 147,5 -10 100 500

34-41 6 37,5 225 -2 4 24

42-49 7 45,5 318,5 6 36 252

50-57 8 53,5 428 -6 36 288

58-65 6 61,5 309 12 144 864

Jumlah 1560 6280

Grafik hubungan antara nilai pre-test kelas eksperimen dengan nilai pre-

test kelas kontrol terlihat pada grafik di bawah ini:

Nilai rata-rata

Page 40: Skripsi Wahasarna

40,5

39,5 Simpangan baku 12,69 12,93Keterangan:

= Kelas Eksperimen

= Kelas Kontrol

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, bahwa tes awal kelas eksperimen dan

kelas kontrol dapat diketahui nilai rata-rata dan simpangan bakunya, untuk kelas

VIIIF sebagai kelas eksperimen, yang pembelajarannya menggunakan metode

demonstrasi yaitu 40,5 dan 12,93. Sedangkan nilai rata-rata dan simpangan baku

untuk kelas VIIIE sebagai kelas kontrol, yang pembelajarannya menggunakan

metode ceramah yaitu 39,5 dan 12,69. Untuk data selengkapnya ada pada

lampiran.

2. Kemampaun Akhir Siswa

Kemampauan akhir siswa dalam penguasaan materi getaran, merupakan

hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan akhir

diperoleh melalui tes akhir, pelaksanaan tes akhir dimaksud untuk mengetahui

hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar-mengajar pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Dari perhitungan, data hasil belajar siswa pada

kelas eksperimen dan kontrol terdapat pada lampiran dan dinyatakan pada tabel

4.3 dan 4.4 distribusi frekuensi berikut ini:

Tabel 4.3. Tabel distribusi Frekuensi Nilai Post-test kelas eksperimen

Page 41: Skripsi Wahasarna

Kelas Interval

54-59 5 56,5 282,5 -18,5 342,25 1711,25

60-65 8 62,5 500 -12,5 156,25 1250

66-71 4 68,5 274 -6,5 42,25 169

72-77 3 74,5 223,5 -0,5 0,25 0,75

78-83 10 80,5 805 5,5 30,25 302,5

84-89 3 86,5 259,5 11,5 132,25 396,75

90-95 7 92,5 647,5 17,5 306,25 2143,75

Jumlah 2992 5974

Tabel 4.4. Tabel distribusi Frekuensi Nilai Post-test kelas kontrol

Kelas Interval

54-59 6 56,5 339 13,5 182,25 1093,5

60-65 10 62,5 625 7,5 56,25 562,5

66-71 8 68,5 548 1,5 2,25 18

72-77 7 74,5 521,5 4,5 20,25 141,75

78-83 4 80,5 322 10,5 110,25 441

84-89 3 86,5 259,5 16,5 272,25 816,75

90-95 2 92,5 185 22,5 506,25 1012,5

Jumlah 2802 4086

Grafik hubungan antara nilai Post-test kelas eksperimen dengan nilai post-

test kelas kontrol terlihat pada grafik di bawah ini:

Nilai rata-rata

75,0

70,1 10,24 12,38 Simpangan bakuKeterangan:

= Kelas Eksperimen

Page 42: Skripsi Wahasarna

= Kelas Kontrol

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, bahwa tes akhir kelas eksperimen dan

kelas kontrol dapat diketahui nilai rata-rata dan simpangan bakunya, untuk kelas

VIIIF sebagai kelas eksperimen, yang pembelajarannya menggunakan metode

demonstrasi yaitu 75,0 dan 12,38. Sedangkan nilai rata-rata dan simpangan baku

untuk kelas VIIIE sebagai kelas kontrol, yang pembelajarannya menggunakan

metode ceramah yaitu 70,1 dan 10,24. Untuk data selengkapnya ada pada

lampiran.Berdasarkan analisis tabel dan grafik diatas, skor tes akhir menunjukkan

bahwa skor rata-rata siswa kelas eksperimen juga lebih tinggi dibandingkan

dengan skor rata-rata kelas kontrol.

B. Pengujian Hipotesis

Untuk dapat menarik kesimpulan dari data post-test maka dilakukan

pengujian hipotesis secara statistik. Adapun yang menjadi hipotesis dalam

penelitian ini adalah “Ada pengaruh metode pembelajaran demonstrasi terhadap

hasil belajar fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau”. Sebelum

pengujian dilakukan terlebih dahulu diadakan uji normalitas dan uji homogenitas

varians dari data tersebut.

1. Uji Normalitas

Sebelum analisis statistik dilakukan, perlu dilakukan pemeriksaan

keabsahan sampel yang digunakan, yaitu dengan cara menguji data penelitian

dengan pengujian normalitas dan homogenitas sampel. Hal ini dimaksudkan agar

hasil uji statistik dapat diterima keabsahannya. Berdasarkan ketentuan perhitungan

Page 43: Skripsi Wahasarna

statistik mengenai uji normalitas data dengan taraf kepercayaan α = 0,05 jika

< maka data berdistribusi normal.

Hasil uji normalitas data tes awal dan tes akhir untuk kedua kelompok

dapat dilihat pada 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal dan Tes Akhir

N0 dk Kesimpulan

1Kelas Eksperimen1.Tes Awal2. Tes Akhir

9,8079,497

66

12,612,6

NormalNormal

2

Kelas Kontrol1.Tes Awal2. Tes Akhir

11,2044,32

66

12,612,6

NormalNormal

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai data tes awal

maupun akhir untuk kelas eksperimen dan control lebih kecil dari pada (

< ). Karena < maka data tersebut dapat

dikatakan/disimpulkan berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas ini bertujuan untuk melihat apakah data pre-test dan pos-

test pada kedua kelas sample mempunyai varians yang homogen atau tidak.

Sample yang diambil dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Yang berasal dari

satu populasi siswa SMP Negeri 9 Lubuklinggau pada pelajaran fisika.

Untuk menguji homogenitas, digunakan statistik uji- F dengan rumus:

Page 44: Skripsi Wahasarna

F = =

a. Untuk tes awal ( kelas eksperimen dan kelas kontrol )

a) Data : S1 = 12,93 dan S2 = 12,69

S1 = simpangan baku kelas eksperimen

S2 = simpangan baku kelas kontrol

b) Hipotesis yang akan diuji

Ho = Hipotesis pembanding, kedua varians sama/homogen

Ha = Hipotesis kerja, kedua tidak sama/ tidak homogen

c) Nilai Fhitung

F = = = = 1,04

d) Nilai Ftabel

Nilai Ftabel dengan derajat kebebasan dk = 40 - 1 =39, dk = 40 - 1 = 39 dan α

= 0,05. nilai F dengan dk = (39,39) tersebut tidak terdapat di dalam tabel,

maka nilai Ftabel ditentukan dengan harga F yang lain yang ber dk = (39,39).

Jadi nilai Ftabel (0,05) (39,39) = 1,69

e) Uji Hipotesis

Fhitung =1,04 dan Ftabel =1,69 karena Fhitung < Ftabel maka Ho diterima. Dengan

demikian kedua varians skor tes awal (kelas eksperimen dan kelas kontrol)

adalah homogen.

b. Untuk tes akhir ( kelas eksperimen dan kelas kontrol

Page 45: Skripsi Wahasarna

a) Data : S1 = 12,38 dan S2 = 10,24

S1 = simpangan baku kelas eksperimen

S2 = simpangan baku kelas kontrol

b) Hipotesis yang akan diuji

Ho = Hipotesis pembanding, kedua varians sama/homogen

Ha = Hipotesis kerja, kedua tidak sama/ tidak homogen

c) Nilai Fhitung

F = = = = 1,46

d) Nilai Ftabel

Nilai Ftabel dengan derajat kebebasan dk = 40 - 1 =39, dk = 40 - 1 = 39 dan α

= 0,05. nilai F dengan dk = (39,39) tersebut tidak terdapat di dalam tabel,

maka nilai Ftabel ditentukan dengan harga F yang lain yang ber dk = (39,39).

Jadi nilai Ftabel (0,05) (39,39) = 1,69

e) Uji Hipotesis

Fhitung =1,46 dan Ftabel = 1,69 karena Fhitung < Ftabel maka Ho diterima. Dengan

demikian kedua varians skor tes akhir (kelas eksperimen dan kelas kontrol)

adalah homogen.

Hasil uji homogenitas varians tes awal dan tes akhir pada α = 0,05 dapat di

lihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6Uji Homogenitas Skor Tes Awal dan Akhir

Kegiatan Fhitung Dk Ftabel KeteranganTes Awal 1,04 (39;39) 1,69 HomogenTes Akhir 1,46 (39;39) 1,69 Homogen

Page 46: Skripsi Wahasarna

Berdasarkan perhitungan dan tabel 4.6 menunjukkan bahwa varians kedua

kelompok yang dibandingkan pada tes awal dan tes akhir adalah homogen, karena

Fhitung < Ftabel . pada taraf kepercayaan α = 0,05.

1. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Setalah diketahui bahwa pada tes awal dan akhir berada pada sebaran

normal dan homogen. Dengan demikian pada uji kesamaan dua rata-rata antara

kelas eksperimen dan kontrol untuk data tes awal dan tes akhir dapat

menggunakan uji kesamaan dua rata-rata hipotesis yang akan diuji adalah:

Ho = Pembanding, rata-rata skor kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama

Ha = Hipotesis, rata-rata skor kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata skor

kelas kontrol.

a. Uji kesamaan dua rata-rata skor tes awal

1 Data :

= 40,1 S1 = 12,93 n1 = 40

= 39,0 S1 = 12,69 n1 = 40

Indeks 1 untuk kelas eksperimen dan indeks 2 untuk kelas kontrol.

2 Nilai thitung

Kedua kelompok data adalah berdistribusi normal dan homogen, maka

menggunakan uji-t dengan rumus:

t = dengan: S² =

Terlebih dahulu dicari simpangan baku gabungan kedua kelompok, yaitu:

Page 47: Skripsi Wahasarna

S² =

S² =

S² =

S² =

S² =

S² =

S² = 12,81

Setelah didapat nilai simpangan bakunya, maka dicari nilai thitung dengan

menggunakan uji-t dengan rumus:

t =

t =

t =

t =

t =

t = 0,39

3. Nilai ttabel

Page 48: Skripsi Wahasarna

Nilai ttabel dengan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 40 + 40 - 2 = 78

dan α = 0,05. Nilai ttabel dengan dk 78 tidak terdapat dalam tabel, maka

nilai ttabel ditentukan dengan menggunakan harga t yang lain ber-dk = 120.

jadi nilai ttabel = t0,975(120) = 1,98

4. Uji Hipotesis

thitung = 0,39 dan ttabel = 1,98 karena thitung < ttabel¸ maka Ho diterima. Dengan

demikian kedua rata-rata skor tes awal (kelas eksperimen dan kelas

kontrol) adalah sama.

Berdasarkan hasil perhitungan sebelum diperoleh thitung = 0,39. derajat

kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 78 dan α = 0,05, maka nilai ttabel = t(1-α) = t(0,95) =1,98.

Dari hasil terdebut maka terima Ho karena thitung < ttabel dengan demikian rata-rata

kelas eksperimen dan rata-rata kelas kontrol adalah sama.

b. Uji kesamaan dua rata-rata skor tes akhir

1. Data :

= 75,0 S1 = 12,38 n1 = 40

= 70,1 S1 = 10,24 n1 = 40

Indeks 1 untuk kelas eksperimen dan indeks 2 untuk kelas kontrol.

2. Nilai thitung

Kedua kelompok data adalah berdistribusi normal dan homogen, maka

menggunakan uji-t dengan rumus:

t = dengan: S² =

Terlebih dahulu dicari simpangan baku gabungan kedua kelompok, yaitu:

Page 49: Skripsi Wahasarna

S² =

S² =

S² =

S² =

S² =

S² =

S² = 11,36

Setelah didapat nilai simpangan bakunya, maka dicari nilai thitung dengan

menggunakan uji-t dengan rumus:

t =

t =

t =

t =

t = 2,00

3. Nilai ttabel

Page 50: Skripsi Wahasarna

Nilai ttabel dengan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 40 + 40 - 2 = 78

dan α = 0,05. Nilai ttabel dengan dk 78 tidak terdapat dalam tabel, maka

nilai ttabel ditentukan dengan menggunakan harga t yang lain ber-dk = 120.

jadi nilai ttabel = t0,975(120) = 1,98

4. Uji Hipotesis

thitung = 2,00 dan ttabel = 1,98 karena thitung > ttabel¸ maka Ho ditolak. Dengan

demikian rata-rata skor kelas eksperimen lebih besar dari pada rata-rata

skor kelas kontrol.

Berdasarkan hasil perhitungan sebelum diperoleh thitung = 2,00. derajat

kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 78 dan α = 0,05, maka nilai ttabel = t(1-α) = t(0,975) =1,98.

Dari hasil terdebut maka tolak Ho karena thitung > ttabel dengan demikian bearti

bahwa rata-rata kelas eksperimen lebih besar dari pada rata-rata kelas kontrol.

Dari uji-t untuk tes awal dan tes akhir diatas dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7Uji Kesamaan Dua Rata-rata Tes Awal dan Akhir

Kegiatan Fhitung Dk Ftabel Keterangan

Tes Awal 0.39 78 1,98 Thitung < Ttabel Ho diterima

Tes Akhir 2,00 78 1,98 Thitung> Ttabel Ho ditolak

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel yang

berjumlah 80 siswa yang terdiri dari kelas VIIIF berjumlah 40 siswa dan kelas

VIIIE berjumlah 40 siswa. Berdasarkan perhitungan analisis data hasil uji

Page 51: Skripsi Wahasarna

hipotesis didapat bahwa thitung > ttabel yaitu 2,00 > 1,98 maka Ha diterima. Dengan

demikian hipotesis yang berbunyi:“ Ada pengaruh metode pembelajaran

demonstrasi terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 9

Lubuklinggau”. Adanya perbedaan tersebut ditandai dengan besarnya nilai rata-

rata hasil belajar siswa yang menggunakan metode demostrasi adalah 75,0 dan

simpangan bakunya adalah 12,38. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar siswa

yang menggunakan metode ceramah adalah 70,1 dan simpangan bakunya 10,24.

Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar kelas eksperimen lebih meningkat dari

pada kelas kontrol.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode

demonstrasi lebih berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dari pada

pembelajaran yang menggunakan metode ceramah. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa kelas VIIIF yang pembelajarannya

menggunakan metode demonstrasi lebih baik dari siswa kelas VIIIE yang

pembelajarannya menggunakan metode ceramah.

Pada kelas yang mengguanakan metode demonstrasi, dalam pelaksanaanya

terlebih dahulu guru menjelaskan secara singkat materi yang akan dibahas seperti

memberikan contoh-contoh benda yang ada disekitar lingkungan kita yang dapat

melakukan gerataran, contohnya tali gitar yang dipetik, drum yang dipukul, mobil

yang melewati didepan rumah kita dan banyak contoh lain-lainya. dan proses

pembelajarannya menggunakan alat peraga. Pada pertemuan pertama guru

mendemonstrasikan percobaan bandul dan pegas untuk dapat mendefinisikan

pengertian dari getaran dan dapat menyebutkan macam-macam getaran.

Page 52: Skripsi Wahasarna

Untuk selanjutnya guru mengarahkan dan memberikan penjelasan kepada

siswa hasil demonstrasi tersebut dan guru memberikan beberapa soal untuk

mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami materi yang telah diajarkan.

Siswa menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru serta menanyakan kepada

guru tentang apa yang belum dipahaminya.

Pada kelas yang menggunakan metode ceramah, pada awal pembelajaran

guru menjelaskan materi yang akan diajarkan tanpa menggunakan alat peraga,

selanjutnya dari materi yang disampaikan guru memberikan soal untuk

mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami materi yang telah diberikan.

Peneliti melihat bahwa banyak kekurangan pada kegiatan pembelajaran pada kelas

yang diajarkan dengan metode ceramah karena kurang aktifnya siswa pada saat

berlangsungnya kegiatan proses belajar mengajar. Sedangkan pada kelas yang

menggunakan metode demonstrasi, siswa aktif mengamati demonstrasi yang

diperagakan oleh guru dan perwakilan dari temannya.

Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan teorinya Djamarah dan

Aswanzain ( 3006:09-91) mengatakan bahwa metode demonstrasi adalah cara

penyajian pelajaran dengan memperagakan atau memperlihatkan kepada siswa

suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya

ataupun tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Jadi metode

demonstrasi ini sangat bermanfaat untuk merangsang keaktifan siswa dalam

proses balajar mengajar karena mampu memfungsikan seluruh panca indera

siswa. dimana pembelajaran menggunakan alat peraga lebih dapat menarik

Page 53: Skripsi Wahasarna

perhatian siswa dan membuat pembelajaran lebih mudah dipahami, sehingga

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

BAB VSIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Page 54: Skripsi Wahasarna

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap kedua sampel

diketahui nilai rata-rata tes awal dan akhir kelas VIIIF sebagai kelas eksperimen

adalah 40,1dan 75,0. Sedangkan nilai rata-rata tes awal dan akhir kelas VIIIE

sebagai kelas kontrol adalah 39,0 dan 70,1. Dapat diambil kesimpulan bahwa

dengan menggunakan metode demonstrasi dalam pelaksanaan pembelajaran fisika

dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau

Tahun Pelajaran 2009/2010. Sedangkan dengan menggunakan metode ceramah

dalam pelaksanaan pembelajaran fisika kurang meningkatkan hasil belajar siswa.

Hal ini dapat dilihat dari sampel nilai rata-rata tes awal dan akhir siswa yang

menggunakan metode demonstrasi lebih baik dibandingkan dengan metode

ceramah setelah kegiatan pembelajaran.

B. Saran

Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan hasil penelitian

yaitu:

1. siswa diharapkan lebih memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru

didepan kelas, agar materi yang diajarkan lebih dipahami dan dimengerti

sehingga termotivasi untuk belajar lebih giat lagi.

2. Guru hendaknya dalam menetapkan metode pembelajaran dapat menggunakan

metode demonstrasi sebagai salah satu alternatif yang dapat membantu

meningkatkan hasil belajar siswa.

Page 55: Skripsi Wahasarna

3. Disekolah supaya menyiapkan sarana penunjang dalam mengoptimalkan

penerapan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar agar dapat

mencapai sasaran yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 56: Skripsi Wahasarna

-------------. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Darajdat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Douglac C. Giancoli, 2001. FISIKA Edisi kelima jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswanzain. 2006. Srtategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rieka Cipta.

Hartanto dan Satria Reza Widya. 2007. Fisika Mengungkap Fenomena Alam. Klaten: Cempaka Putih.

Khusnah, Nur. 2006. Pengaruh penerapan metode demonstrasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di MAN 2 Lubuklinggau Semester II Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi STKIP-PGRI Lubuklinggau: Tidak dipublikasikan.

Prasodjo, Budi. 2003. Fisika Teori dan Aplikas. Bogor: Yudhistira

Ramayulis. 2001. Metodologi pengajaran agama islam. Jakarta: Kalam Mulya

Rasyad, Aminuddin. 2002. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama. Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryana, D. Belajar Aktif Fisika. Jakarta: Departemen pendidikan Nasional.

Sudjana, 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sukasno, 2006. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Lubuklinggau: Tidak dipublikasikan.

Suherman dan Sukjaya. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika . Bandung: Wijayakusumah.

SOAL TES KEMAMPUAN SISWA

PADA MATERI GETARAN

Mata pelajaran : IPA - FISIKA

Page 57: Skripsi Wahasarna

Sekolah : SMP Negeri 9 Lubuklinggau

Materi Pokok : Getaran

Waktu : 2 x 40 Menit

A. Petunjuk Mengerjakan Soal

1. Tulis nama dan kelas pada lembar jawaban

2. Bacalah soal dengan teliti sebelum mengerjakan

3. kerjakan soal yang mudah terlebih dahulu

B. Soal

1. Apa yang dimaksud dengan getaran? Berikan contohnya!

2. Apakah yang dimaksud dengan:

a. Periode

b. Frekuensi

3. Sebuah benda melakukan 120 getaran dalam waktu 1 menit. Berapakah

frekuensi dan periodenya?

4. Sebuah titik yang bergetar dengan 240 getaran setiap menit mempunyai

amplitudo 4 cm. Tentukan periode dan frekuensinya?

5. Sebuah pegas yang diberi beban bergetar setelah ditarik ke bawah dari titik

seimbangnya (O). Ternyata, gerakan pegas dari titik seimbang O ke titik

tertinggi A memerlukan waktu 0.5 detik. Berapakah periode dan frekuensi

getaran pegas tersebut?