SKRIPSI Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana...
Transcript of SKRIPSI Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana...
PERAN KELUARGA TERHADAP PROSES PENYEMBUHANPASIEN PERILAKU KEKERASAN DI PANTI
REHABILITASI MENTAL WISMABUDI MAKARTI BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
Arifin Puguh Waskitho
NIM. ST13006
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PERAN KELUARGA TERHADAP PROSES PENYEMBUHANPASIEN PERILAKU KEKERASAN DI PANTI
REHABILITASI MENTAL WISMABUDI MAKARTI BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
Arifin Puguh Waskitho
NIM. ST13006
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PERAN KELUARGA TERHADAP PROSES PENYEMBUHANPASIEN PERILAKU KEKERASAN DI PANTI
REHABILITASI MENTAL WISMABUDI MAKARTI BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
Arifin Puguh Waskitho
NIM. ST13006
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
iiiiii
iiiiiiiii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah S.W.T., karena atas rahmat
dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Peran keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Perilaku Kekerasan
di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali”. Dalam
penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Kepala Program
Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Pembimbing I yang telah
memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.
4. Ibu Rufaida Nur Fitriana, S.Kep., Ns, selaku Pembimbing II yang juga
telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.
5. Ibu Happy Indri Hapsari, S. Kep., Ns., M.Kep, selaku Penguji skripsi yang
telah memberi masukan dan saran.
6. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S-1 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
7. Bapak H. Edi Mulyono selaku Pimpinan Panti Rehabilitasi Mental Wisma
Budi Makarti Boyolali yang telah memberikan ijin lahan untuk melakukan
penelitian.
iv
8. Seluruh perawat dan karyawan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi
Makarti Boyolali yang telah membantu dalam melakukan penelitian.
9. Keluarga pasien di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti
Boyolali yang telah bersedia menjadi partisipan penelitian.
10. Orang tua tercinta dan adik-adik tersayang yang selalu memberikan
dukungan, motivasi, doa dan kasih sayangnya sepanjang waktu.
11. Teman-teman Transfer S-1 Keperawatan angkatan 2013, yang selalu
mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat
balasan yang lebih baik dari Allah S.W.T. Peneliti sangat berterimakasih atas
masukan, saran dan kritik, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.
Surakarta, 26 Agustus 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 7
1.3.1. Tujuan Umum ..................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 9
2.1 Tinjauan Teori............................................................................. 9
2.1.1 Keperawatan Jiwa .............................................................. 9
2.1.2 Perilaku Kekerasan .......................................................... 10
2.1.2.1. Pengertian Perilaku Kekerasan…………………,,10
2.1.2.2 Tanda dan Gejala ………………………………...11
vi
2.1.2.3. Rentang Respon …………………………………13
2.1.2.4. Faktor Penyebab ………………………………....14
2.1.2.5. Faktor Presipitasi ………………………………..18
2.1.2.6. Penanganan Perilaku Kekerasan ………………..18
2.1.3 Keluarga .......................................................................... 21
2.1.3.1. Pengertian Keluarga ……………………………..21
2.1.3.2. Tipe Keluarga ……………………………………22
2.1.3.3. Fungsi Keluarga …………………………………25
2.1.3.4. Tugas Keluarga dalam Kesehatan ………………27
2.1.3.5. Peran Keluarga …………………………………..31
2.2 Keaslian Penelitian .................................................................. 34
2.3 Kerangka Teori ........................................................................ 36
2.4. Fokus Penelitian ............................................................................. 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 38
3.1 Jenis dan Desain Penelitian....................................................... 38
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 39
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................. 40
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ............................. 41
3.4.1. Instrumen Penelitian ……………………………………..41
3.4.2. Prosedur Pengumpulan Data …………………………….42
3.5 Analisa Data.............................................................................. 43
3.6 Kreadibilitas Data ..................................................................... 45
vii
3.7 Etika Penelitian ......................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Tempat Penelitian...................................................... 51
4.2 Karasteritik Responden .............................................................. 51
4.3 Hasil Penelitian .......................................................................... 52
BAB V PEMBAHSAN
5.1 Dukungan keluarga ..................................................................... 59
5.2 Pengawasan minum obat............................................................. 60
5.3 Mengontrol emosi ...................................................................... 63
5.4 Upaya pencegahan kekambuhan ................................................ 65
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 68
6.2 Saran .......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA.
LAMPIRAN.
viii
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Judul Tabel
Keaslian Penelitian
Karasteritik Responden
ix
Halaman
34
52
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar
2.1
2.2
2.3
Judul Gambar
Rentang Respon
Kerangka Teori
Fokus Penelitian
x
Halaman
13
36
37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
.
Keterangan
Lembar Usulan Topik Penelitian
Lembar Pengajuan Judul
Lembar Pengajuan Izin Studi Pendahuluan
Surat Permohonan Studi Pendahuluan
Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan
Lembar Pengajuan Izin Penelitian
Surat Balasan Penelitian
Surat Penjelasan Penelitian
Surat Persetujuan Menjadi Partisipan
Pedoman Wawancara
Transkip Wawancara
Analisa Data Tematik
Lembar Konsultasi
Jadwal Penelitian
Foto Wawancara/Penelitian
xi
PROGRAM STUDI TRANSFER S-1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Arifin Puguh Waskitho
Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Perilaku Kekerasan Di
Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti
Boyolali
Abstrak
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukantindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupunorang lain. Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan mendapatkanpengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya. Penelitian ini untukmengetahui peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien dengan perilakukekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakanpendekatan deskriptif fenomenology. Teknik pengambilan sampel dilakukan denganmenggunakan metode purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah 3anggota keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan di PantiRehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali. Teknik analisa yang digunakanpada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi
Keluarga memberi peran yang baik terhadap pasien dengan gangguanjiwa perilaku kekerasan. Didapatkan tema antara lain memberikan dukunganfinansial dan dukungan emosional, menjaga kepatuhan dalam minum obat,memberikan perhatian, memahami perasaan, memperdulikan, menjaga perasaan,memberikan kesempatan dan memeriksakan pasien secara rutin.
Dalam penelitian ini bentuk dukungan finansial yang diberikan olehkeluarga terhadap pasien perilaku kekerasan berupa membiayai pengobatan danmencukupi kebutuhan sehari-hari. Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisapulih asalkan mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang
secaraproduktif, baik secara ekonomis maupun secara sosial.
Kata Kunci : Peran keluarga, dukungan keluarga, perilaku kekerasanDaftar Pustaka : 36 (2005-2015)
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015Arifin Puguh Waskitho
Family’s Role in the Healing Process of Violent Behavior Patients at WismaBudi Makarti Psychiatric Rehabilitation Center of Boyolali
ABSTRACT
Violent behavior is a condition where people perform actions that canphysically endanger either themselves or others. Any heavy psychiatric disorderscan be recovered as long as they get treatment and psychosocial support theyneed.The objective of this research is to investigate the family’s role in the healingprocess of violent behavior patients at Wisma Budi Makarti PsychiatricRehabilitation Center of Boyolali.
This research used qualitative method with desctiptivephenomenologycal approach. The samples of resarch were 3 family members ofthe violent behavior patients at Wisma Budi Makarti Psychiatric RehabilitationCenter of Boyolali and were taken by using the purposive sampling technique.The data of research were analyzed by using the Collaizi’s method.
The result of research shows that there were seven themes, namely:providing financial support and emotional support, maintaining the obedience intaking medication, giving attention, understanding their feelings, caring, keepingtheir feeling, giving patients a chance and checked regularly. Thus, family gave agood role on the violent behavior patient.
The supports given by the family were paying for the medication of thepatients and attending their daily needs. Whatever the severity of their disease,they could get recovered and return to live productively in community, botheconomically and socially.
Keywords : Family’s role, family’s support, violent behaviorReferences : 36 (2005-2015)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keperawatan jiwa menurut American Nurses Association (2007) adalah
area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku
manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam
meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan
kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (Kusumawati dan Hartono,
2010). Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik meliputi perawatan langsung,
komunikasi dan manajemen, bersifat positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadian yang bersangkutan (Sudirman, 2008).
Gangguan jiwa merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor
genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.
Telah terbukti bahwa ada korelasi erat antara timbulnya gangguan jiwa
dengan kondisi sosial dan lingkungan dimasyarakat sebagai suatu “stressor
psikososial”. Kini masalah kesehatan tidak lagi hanya menyangkut soal angka
kematian atau kesakitan melainkan juga mencakup berbagai kondisi
psikososial yang berdampak pada kualitas kesehatan masyarakat termasuk
taraf kesehatan jiwa masyarakat (Yosep, 2007).
1
2
Badan Kesehatan Dunia WHO (2001) menyebutkan angka kejadian
gangguan jiwa diperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami
gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat
ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia
tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara
usia 18 sampai 21 tahun (Hawari, 2007). Berdasarkan hasil sensus penduduk
Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia 18
sampai 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa. Diperkirakan bahwa
2% sampai 3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa
berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan dirumah sakit dan jika
penduduk indonesia berjumlah 120 juta orang maka ini berarti bahwa 120
ribu orang dengan gangguan jiwa berat memerlukan perawatan di rumah
sakit. Padahal yang tersedia sekarang hanya kira-kira 10.000 tempat tidur
(Yosep, 2007). Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi gangguan mental emosional berjumlah
11,6% dari populasi orang dewasa. Bila dihitung menurut jumlah populasi
orang dewasa Indonesia sebanyak lebih kurang 150.000.000 orang berarti
terdapat 1.740.000 orang yang mengalami gangguan mental emosional
(Depkes RI, 2010).
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan
utama, baik di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan jiwa tidak
hanya dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara
langsung, namun juga menimbulkan ketidak mampuan individu untuk
3
berperilaku tidak produktif. Salah satu bentuk masalah gangguan mental
emosional yang dialami sebagian besar pasien adalah perilaku kekerasan.
Pasien dapat melakukan perilaku kekerasan kepada orang lain, lingkungan
maupun terhadap dirinya sendiri (Hawari, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Perilaku kekerasan sering disebut gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007). Melihat dari dampak dan
kerugiannya, perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap
stresor yang dihadapi seseorang. Jadi perilaku kekerasan dapat menimbulkan
kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat,
2007).
Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan
mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya.
Mereka bisa pulih dan kembali hidup di masyarakat secara produktif, baik
secara ekonomis maupun secara sosial. Sebagian besar dari mereka bisa
terbebas dari keharusan minum obat. Hanya saja, seperti juga kesehatan
badan, kesehatan jiwa tetap harus dipelihara dan ditingkatkan.Tanpa
pemeliharaan, baik kesehatan fisik maupun jiwa seseorang bisa kembali jatuh
sakit (Setiahadi, 2014).
Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa,
diantaranya: memberikan bantuan utama terhadap penderita gangguan jiwa,
4
pengertian dan pemahaman tentang berbagai manifestasi gejala-gejala sakit
jiwa yang terjadi pada penderita, membantu dalam aspek administrasi dan
finansial yang harus dikeluarkan dalam selama proses pengobatan penderita,
untuk itu yang harus dilakukan oleh keluarga adalah nilai dukungan dan
kesediaan menerima apa yang sedang dialami oleh penderita serta bagaimana
kondisi kesehatan penderita dapat dipertahankan setelah diklaim sehat oleh
tenaga psikolog, psikiater, neurolog, dokter, ahli gizi dan terapis dan kembali
menjalani hidup bersama keluarga dan masyarakat sekitar (Salahuddin,
2009).
Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih
memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai
sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai
hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi
dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang
belum menikah disebut keluarga batih. Sebagai unit pergaulan terkecil yang
hidup dalam masyarakat, keluarga batih mempunyai peranan-peranan tertentu
(Soerjono, 2004). Terdapat beberapa fungsi pokok antara lain asih, asuh dan
asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan meraka
tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan dan usianya. Asuh adalah menuju
kebutuhan pemeliharaan dan perawatan agar kesehatan selalu terpelihara
sehingga sehat fisik, mental, sosial dan spiritual. Asah adalah memenuhi
5
kebutuhan pendidikan sehingga siap menjadi manusia yang mandiri dalam
mempersiapkan masa depannya (Sudiharto, 2007).
Menurut Friedman (1998) fungsi keluarga dalam merawat anggota
keluarga dengan perilaku kekerasan seperti affection, security and
acceptance, identity and satisfaction, affiliation and companionship,
socialization dan controls,hal tersebut merupakan medan kontrol yang
memberikan dan berkontribusi terhadap derajat sehat atau sakitnya anggota
keluarga yang lain terhadap persoalan fisik, psikis, sosial atau spiritual yang
dihadapi, terlebih ketika dia menghadapi persoalan gangguan kejiwaan yang
bersifat patologis (Padila, 2012).
Hasil penelitian Wuryaningsih, dkk (2013) yang meneliti tentang
“Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien
Pasca Hospitalisasi RSJ” menunjukkan bahwa terdapat 5 tema yang
menggambarkan pengalaman keluarga tersebut yaitu pengetahuan keluarga
terhadap riwayat perilaku kekerasan, kepekaan keluarga terhadap pencetus
kekambuhan, cara pengendalian pasien untuk mencegah kekambuhan,
kepedulian keluarga sebagai upaya pencegahan kekambuhan, dan kepasrahan
dalam menerima kondisi pasien.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Rehabilitasi
Mental Wisma Budi Makarti Boyolali tanggal 31 Desember 2014 dengan dua
orang keluarga pasien yang mempunyai keluarga dengan perilaku kekerasan,
diketahui bahwa saat mengalami kekambuhan di rumah, pasien menunjukkan
perilaku kekerasan seperti mengamuk, berteriak, berbicara kasar,
6
memecahkan barang, mengganggu atau memukul orang lain. Keluarga
mengatakan tidak mengetahui bagaimana cara menenangkan pasien, sehingga
cenderung membiarkan pasien mengurung pasien di dalam kamar sampai
tenang. Keluarga pasien mengatakan bahwa keluarga menjauhi, menghindari
dan membenci pasien dengan perilaku kekerasan.Keluarga juga mengatakan
enggan mengajak pasien berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat karena
perilaku kekerasan bisa munculpada saat pasien berinteraksi.
Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Peran keluarga terhadap proses penyembuhan
pasien perilaku kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti
Boyolali”.
1.2. Rumusan Masalah
Pasien dengan perilaku kekerasan memerlukan asih dan asuh dalam
proses penyembuhannya maka keluarga menjadi alternatif pertama dalam
pemberian asih dan asuh guna memberikan dukungan mental dan emosional
bagi pasien sehingga pasien lebih merasa nyaman, aman, tenang, merasa
diperhatikan dan tidak berperilaku kekerasan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti akan melakukan
penelitian di Yayasan Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti dengan
permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut: “Bagaimana peran
keluarga terhadap proses penyembuhan pasien perilaku kekerasan di Panti
Rehabillitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali?”.
7
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien
dengan perilaku kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi
Makarti Boyolali.
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien
perilaku kekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti
Boyolali.:
1. Mengidentifikasi peran keluarga dalam memberikan dukungan
2. Mengetahui peran keluarga dalam pengawasan minum obat
3. Mengetahui peran keluarga mengontrol emosi
4. Mengidentifikasi
kekambuhan
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi institusi
upaya keluarga dalam pencegahan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak institusi
dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien dengan perilaku
kekerasan.
1.4.2. Bagi mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi mahasiswa
dalam menangani pasien dengan perilaku kekerasan serta sebagai masukan
8
dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien dengan perilaku
kekerasan.
1.4.3. Bagi rumah sakit atau panti rehabilitasi mental
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak rumah
sakit khususnya tenaga kesehatan perawat dalam merawat dan melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan.
1.4.4. Bagi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tentang
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan menggunakan pendekatan
keluarga atau SP keluarga.
1. 4.5 Bagi Keluarga
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi anggota keluarga
pasien yang mengalami gannguan jiwa perilaku kekerasan dalam
melakukan SP keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa menurut American Nurses Association (2007)
adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan
ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan,
memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat
dimana klien berada (Kusumawati dan Hartono, 2010). Kesehatan
Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik antara lain adalah perawatan
langsung, komunikasi dan manajemen, bersifat positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan
(Sudirman, 2014). Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat
masalah kesehatan utama, baik di negara maju maupun negara
berkembang. Gangguan jiwa tidak hanya dianggap sebagai gangguan
yang menyebabkan kematian secara langsung, namun juga
menimbulkan ketidakmampuan individu untuk berperilaku tidak
produktif (Hawari, 2009). Salah satu bentukmasalah gangguan mental
emosional yang dialami sebagian besar pasien adalah perilaku
9
10
kekerasan. Pasien dapat melakukan perilaku kekerasan kepada orang
lain, lingkungan maupun terhadap dirinya sendiri (Salahudin, 2009).
Kriteria sehat jiwa menurut Jahoda (2000), individu yang sehat
jiwa ditandai dengan hal-hal seperti sikap positif terhadap diri sendiri,
tumbuh kembang dan aktualisasi diri, integrasi, otonomi, persepsi
realitas dan kecakapan dalam beradaptasi lingkungan (Herman, 2005).
2.1.2. Perilaku Kekerasan
2.1.2.1. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan
gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan hartono,
2010). Menurut Keliat (2010) perilaku kekerasan merupakan
salah satu respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang
yang dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan sekitar. Perilaku kekerasan adalah salah
satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang yang
ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan perilaku kekerasan
baik pada diri sendiri atau orang lain dan lingkungan secara
verbal dan non verbal (Stuart dan Laraia, 2005).
.
11
2.1.2.2. Tanda dan Gejala
Menurut Stuart dan Laraia (2005) perilaku kekerasan dapat
dilihat dari beberapa aspek antara lain :
1. Motorik: mondar mandir, ketidakmampuan untuk duduk diam,
tangan mengepal atau meninju, rahang mengatup, pernafasan
meningkat, tiba-tiba menghentikan aktifitas motorik (kataton),
merusak benda dan melukai orang lain.
2. Verbalisasi: mengancam kearah objek nyata, meminta
perhatian yang mengganggu, suara keras dan tertekan, ada isi
pikir delusi dan paranoid.
3. Afek: marah, bermusuhan, sangat cemas, mudah tersinggung,
perasaan senang berlebihan atau tidak sesuai dengan emosi
labil.
4. Tingkatkan kesadaran: sadar, tiba-tiba perubahan status
mental, disorientasi, gangguan daya ingat, ketidakmampuan
mengikuti petunjuk.
Menurut Herman (2011) tanda dan gejala perilaku
kekerasan meliputi, antara lain:
1. Fisik
Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur
tubuh kaku.
12
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor,
berbicara dengan nada keras dan kasar
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang
lain, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa
terngganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan,
tidak bermoral dan kreatifitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan
dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melaukan penyimpangan
seksual.
13
2.1.2.2. Rentang Respons
Respon Adaptif
Asertif Frustasi Pasif
Respons Maladaptif
Agresif Kekerasan
Gambar 2.1 Rentang Respon (Herman, 2011)
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.
13
2.1.2.2. Rentang Respons
Respon Adaptif
Asertif Frustasi Pasif
Respons Maladaptif
Agresif Kekerasan
Gambar 2.1 Rentang Respon (Herman, 2011)
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.
13
2.1.2.2. Rentang Respons
Respon Adaptif
Asertif Frustasi Pasif
Respons Maladaptif
Agresif Kekerasan
Gambar 2.1 Rentang Respon (Herman, 2011)
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.
14
2.1.2.3. Faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada pasien
ganggungan jiwa meliputi, antara lain:
1. Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang
berpengaruh terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada tiga area pada otak yang berpengaruh terhadap
proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan
hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses
impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku
tidak sesuai dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
15
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine,
norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin)
sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat
impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya
tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung
antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor
predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan.
Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
16
b. Teori psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestis yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif danperilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh
peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh
peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestis
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti
dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan
awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya,
mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-
kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan
17
anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor
budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada
kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan
masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku
tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi
secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan
lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2.1.2.4. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi diri, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
18
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
2.1.2.5. Penanganan perilaku kekerasan dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain (Keliat, 2009):
1. Penanganan Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien
riwayat perilaku kekerasan dengan terapi generalis dan terapi
spesialis. Terapi generalis meliputi tujuan khusus dan strategi
komunikasi untuk klien, sedangkan terapi spesialisnya
meliputi: Cognitif Behavioral Therapy, Assertive Training.
Terapi keluarga meliputi: Family Psycho Education dan terapi
kelompoknya Therapy Supportif Group.
19
Penanganan intervensi keperawatan pada klien perilaku
kekerasan dengan memberikan strategi komunikasi pada klien
meliputi :
a. Intervensi keperawatan pada klien perilaku kekerasan
Bertujuan untuk mengontrol perilaku kekerasannya, dengan
cara:
1) Bersama klien mendiskusikan penyebab, tanda dan
gejala perilaku kekerasan
2) Bersama klien mendiskusikan akibat dan perilaku
kekerasan yang dilakukan
3) Bersama klien mendiskusikan cara mengontrol dan
melatih perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 (tarik
nafas dalam) dan fisik 2 (melakukan aktivitas yang
disukai)
4) Bersama klien melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal
5) Bersama klien melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual
6) Bersama klien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara patuh minum obat
7) Bersama klien menganjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
20
8) Bersama klien mengevaluasi jadwal kegiatan harian yang
sudah dibuat dan dilaksanakan.
b. Intervensi keperawatan yang diberikan pada Keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan
Bertujuan agar keluarga mampu merawat klien
dengan perilaku kekerasan, dengan hubungan dukungan
cara :
1) Bersama keluarga mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Bersama keluarga menyamakan persepsi definisi
perilaku kekerasan tanda dan gejala, proses terjadinya
perilaku kekerasan.
3) Bersama keluarga menyamakan persepsi dan
mempraktekkan cara merawat pasien perilaku kekerasan.
4) Bersama keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning) dan
menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
c. Intervensi keperawatan dengan terapi kelompok pada pasien
perilaku kekerasan
Terapi bertujuan untuk merubah perilaku destruktif
dan maldaftif menjadi perilaku yang kontruktif, sehingga
mampu berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan manfaat
terapi kelompok adalah saling berbagi pengalaman, saling
21
membantu menyelesaikan masalah dan mempraktekkan
cara marah yang asertif. Terapi kelompok perilaku
kekerasan yang diberikan adalah terapi aktivitas kelompok
yaitu stimulasi persepsi meliputi:
1) Bersama kelompok mengenal perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan;
2) Bersama kelompok belajar mencegah tidak melakukan
perilaku kekerasan secara fisik;
3) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku
kekerasan secara sosial;
4) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku
kekerasan dengan spiritual;
5) Bersama kelompok belajar dan mencegah perilaku
kekerasan dengan patuh mengkonsumsi obat.
2.1.3. Keluarga
2.1.3.1. Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi
teori yang menjadi dasar pendefisiannya.Keluarga berasal dari
bahasa Sansekerta (kulo dan warga) kulowarga yang berarti
anggota kelompok kerabat.Banyak ahli menguraikan pengertian
keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.
Pendapat yang menganut teori interaksional, memandang
keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya interaksi
22
kepribadian, sedangkan mereka yang berorientasi pada perspektif
sistem sosial memandang keluarga sebagai bagian terkecil yang
terdiri dari seperangkat komponen yang sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-sistem lain (Padila,
2012). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam
satu rumah angga karena adanya hubungan darah, perkawinan,
atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Friedman, 2010). Keluarga
adalah suatu sistem interaksi emosional yang diatur secara
kompleks dalam posisi, peran dan norma yang lebih jauh diatur
dalam subsistem didalam keluarga, subsistem ini menjadi dasar
struktur atau organisasi keluarga (Harmoko, 2012). Penelitian
Solahudin (2009) peran keluarga dalam penyembuhan gangguan
jiwa di Yayasan Dian Atmajaya Lawang Kabupaten Magelang
menyatakan peran keluarga sangat berkontribusi terhadap
kesembuhan klien gangguan jiwa.
2.1.3.2. Tipe Keluarga
Menurut Setyowatidan Murwani (2007), keluarga yang
memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam
pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe
keluarga berkembang mengikutinya, agar dapat mengupayakan
peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka
23
perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga. Berikut ini
disampaikan berbagai tipe keluarga :
1. Tipe keluarga tradisional
a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami, istri, dan anak (kandung atau anak angkat)
b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek,
keponakan, paman, bibi.
c. Keluarga Dyad, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami dan istri tanpa anak.
d. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat).
Kondisi ini dapat diakibatkan oleh perceraian atau
kematian.
e. Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorang dewasa (seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
2. Tipe keluarga non tradisional
a. The unmarried teenage mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu)
dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri.
24
c. Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang
tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu
rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang
sama: sosialisai anak dengan melalui aktivitas kelompok
atau membesarkan anak bersama.
d. The non marital heterosexual cohibitang family
Keluarga yang hidup besamadan berganti-ganti
pasangan tanpa melaui pernikahan.
e. Gay and lesbian family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana suami-istri (marital partners)
f. Cohibitang couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group marriage family
Beberapa orang dewasa mengunakan alat-alat rumah
tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi
sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
h. Group network family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai,
hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
25
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat
orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya
j. Homesless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang
dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental.
k. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-
orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga
yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam
kekerasan dan kriminal dalam kehidupan.
2.1.3.3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1998) fungsi keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan perilaku kekerasan seperti affection,
security and acceptance, identity and satisfaction, affiliation and
companionship, socialization dan controls, hal tersebut
merupakan medan kontrol yang memberikan dan berkontribusi
26
terhadap derajat sehat atau sakitnya anggota keluarga yang lain
terhadap persoalan fisik, psikis, sosial atau spiritual yang
dihadapi, terlebih ketika dia menghadapi persoalan gangguan
kejiwaan yang bersifat patologis (Padila, 2012).
Friedman (2010) mendefinisikan fungsi dasar keluarga
adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan
masyarakat yang lebih luas, meliputi :
1. Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian
dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga, peran keluarga
dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.
2. Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer
anggotakeluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota
keluarga yang produktif dan memberikan status pada anggota
keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan
interakasi dengan anggotanya.
3. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan hidup keluarga, dan
menambah sumberdaya manusia.
4. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan
untuk meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan
keluarganya.
27
5. Fungsi perawatan mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
2.1.3.4. Tugas Keluarga dalam Kesehatan
Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan (Friedman,
2010) yang meliputi:
1. Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah
kesehatan keluarga klien dengan perilaku kekerasan, keluarga
perlu mengetahui penyebab tanda-tanda klien kambuh dan
perilaku maladaftifnya meliputi keluarga perlu mengetahui
pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejalanya, cara
mengontrol prilaku kekerasaannya dengan cara minum obat
dan cara spiritual.
2. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi
anggota keluarga dengan prilaku kekerasan, menanyakan
kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa
kepelayanan kesehatan atau membawa untuk dirawat ke rumah
sakit jiwa.
3. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang
perlu dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut perilaku
kekerasan yang dilakukan, pemahaman keluarga tentang cara
28
merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan
yang perlu dilakukan oleh keluarga, pengetahuan keluarga
tentang alat-alat yang membahayakan bagi anggota keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan, pengetahuan keluarga
tentang sumber yang dimiliki keluarga dalam merawat anggota
keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan, bagaimana
keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat
perilaku kekerasan yang membutuhkan bantuan.
4. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi
lingkungan, yang perlu dikaji: pengetahuan keluarga tentang
sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam memodifikasi
lingkungan khususnya dalam merawat anggota keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan, kemampuan keluarga
dalam memanfaatkan lingkungan yang asertif.
5. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat, yang perlu
dikaji pengetahuan keluarga tentang fasilitas keberadaan
pelayanan kesehatan dalam mengatasi perilaku kekerasannya.
Pemahaman keluarga tentang manfaat fasilitas pelayanan yang
berada di masyarakat, tingkat kepercayaan keluarga terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai
pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan,
29
apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang
ada di masyarakat.
Menurut Setyowati dan Murwani (2007), sesuai dengan
fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di
bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu akan tidak
berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis. Keluarga perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan
keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat, agar masalah kesehatan dapat
dikurangi atau bahkan dapat teratasi. Jika keluarga mempunyai
30
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di
lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat
dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah
diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu
memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah
yang lebih parah tidak dapat terjadi. Perawatan dapat
dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah
apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin keluarga
sehat. Modifikasi lingkungan dilakukan agar keluarga merasa
nyaman dan aman sehingga perilaku kekerasan tidak timbul.
Modifikasi lingkungan yang dapat dilakukan seperti membuat
suasana rumah selalu nyaman, aman, tenang, selalu bersih,
banyak tanaman dan bunga sebagai aroma terapi serta
lingkungan yang bebas dari suasanan keributan.
5. Memanfaatkan fasilitasi kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas yang ada disekitarnya
seperti puskesmas yang dapat digunakan sebagai sumber
informasi serta pengobatan awal pada anggota keluarga yang
31
mengalami perilaku kekerasan serta sebagai media rujukan
untuk merujuk pasien ke tempat rumah sakit jiwa agar anggota
keluarga yang mengalami perilaku kekerasan dapat dirawat
dan diobati sesuai dengan penyakit yang dialaminya.
2.1.3.5. Peran keluarga
Peran keluarga menurut beberapa sumber:
1. Keluarga perlu memperlakukan penderita gangguan jiwa
dengan sikap yang bisa membubuhkan dan mendukung
tumbuhnya harapan dan optimisme. Harapan dan
optimisme akan menjadi motor penggerak pemulihan
dari gangguan jiwa, dilain pihak kata menghina
memandang rendah dan membubuhkan pesimisme akan
bersifat melemahkan proses pemulihan. Harapan
merupakan pendorong proses pemulihan, salah satu
faktor penting dalam pemulihan adalah adanya keluarga,
saudara dan teman yang percaya bahwa seorang
penderita gangguan jiwa bisa pulih dan kembali hidup
produktif di masyarakat. Mereka bisa memberikan
harapan, semangat dan dukungan sumber daya yang
diperlukan untuk pemulihan. Melalui dukungan yang
terciptanya lewat jaringan persaudaraan dan pertemanan,
maka penderita gangguan jiwa bisa mengubah hidupnya,
dari keadaan kurang sehat dan tidak sejahtera menjadi
32
kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan
di masyarakat. Hal tersebut akan mendorong
kemampuan penderita gangguan jiwa mampu hidup
mandiri, mempunyai peranan dan berpartisipasi di
masyarakatnya. Harapan dan optimisme akan menjadi
motor penggerak pemulihan dari gangguan jiwa. Dilain
pihak, kata-kata yang menghina, memandang rendah dan
menumbuhkan pesimisme akan bersifat melemahkan
proses pemulihan (Setiadi, 2014)
2. Peran keluarga diharapakan dalam perawatan klien
gangguan jiwa adalah dalam pemberian obat,
pengawasan minum obat dan meminimalkan ekspressi
keluarga. Keluarga merupakan unit paling dekat dengan
klien dan merupakan “perawat utama” bagi penderita.
Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
perawatan yang diperlukan klien, keberhasilan perawat
di rumah sakit akan sia-sia jika kemudian
mengakibatkan klien harus dirawat kembali di rumah
sakit (Keliat 1996, dalam Made Ruspawan dkk, 2011).
3. Peran keluarga meengontrol ekspresi emosi keluarga,
seperti mengkritik, bermusuhan dapat mengakibatkan
tekanan pada klien Andri (2008), pendapat serupa juga
diungkapkan David (2003), yang menyatakan bahwa
33
kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan
penting ndalam menimbulkan kekambuhan (Made
Ruspawan dkk, 2011)
4. Peran keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan
Kepedulian ini diwujudkan cara meningkatkan fungsi
afektif yang dilakukan dengan memotivasi, menjadi
pendengar yang baik, membuat senang, memberi
kesempatan rekreasi, member tanggung jawab dan
kewajiban peran dari keluarga sebagai pemberi asuhan
(Wuryaningsih dkk, 2013).
34
2.2. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama Judul Metode HasilPeneliti
1 Muhammad Peran Penelitian Tema penelitia: UpayaKeluarga ini keluarga mencegah SalahuddinTerhadap merupakan kekambuhan pasienProses penelitian penelitian iniPenyembuh deskriptif menghasilkan: Peranan Pasien kualitatif, keluarga terhadapGanggguan dengan proses penyembuhanJiwa populasi pasien gangguan
seluruh jiwaYayasan Dianpasien Atma Jaya Lawanggangguan Kabupaten Malang,jiwa di diantaranya:Yayasan memberikanbantuanDian Atma utama terhadapJaya penderita gangguanLawang dan jiwa, pengertian dansampel pemahamantentang4orang, berbagai manifiestasiyang gejala-gejala sakitdiambil jiwa yang terjadi padasecara penderita,membantupurposive dalam aspeksampling. administratrif danAlasan finansial yang haruspengambila dikeluarkann sampel ini dalamselama prosesdidasarkan pengobatan penderita.pada Hal terpenting yangpertimbanga harus dilakukann adalahnilai dukungankemudahan dan kesediandalam menerima apa yangproses sedang dialami olehpengumpula penderitasertan bagaimana kondisidanketajam kesehatan penderitaan data. dapat dipertahankan
setelah dklaimsehatoleh tenaga psikolog,
35
psikiater, neurolog,dokter, ahli gizi danterapismenjalani
dankembalihidup
bersama keluarga danmasyarakat sekitar.
Tema penelitian:2. Emi
Wuryaningsih dkk
StudiFenomolog:PengalamanKeluargaMencegahKekambuhan PerilakuKekerasanPasienPascaHospitalisasi RSJ
Penelitianpengetahuan
inikeluarga tentang
menggunanriwayat perilaku
kankekerasan
pendekatanHasil penelitian ini
kualitatifmenunjukan
fenomologikeluarga berupaya
deskriptif.mencegah
Sampelkekambuhan
penelitianperilaku kekerasan
berjumlah 8pada pasien
partisipangangguan jiwa
denganberat. Upaya
purposivekeluarga
sampling.Amencegah
nalisis datakekambuhan
menggunakpasien dengan
an metoderesiko perilaku
Collaizi.kekerasan yaitukepedulianterhadap keluarga,mengendalikanemosi pasien, danpeka terhadapfaktor pencetuskekambuhan.
36
2.3. Kerangka Teori
Intervensi KeluargaKeperawatan Jiwa
Peran Keluarga :1. Memberikan dukungan2. Pengawasan minum obat
1. MengontrolRespon Perilaku Kekerasan
Kekerasan1. Respon Adaftif
Perilaku3. Mengontrol emosi4. Kepedulian upaya mencegah
2. Penkes kepada Keluargakekambhan
2. Respon Maladatif
Keterangan :
: Diteliti
/ SP Keluarga3. Terapi Kelompok
Tugas Keluarga:1. Mengenal Masalah2. Memutuskan Tindakan
Penyembuhan3. Merawat Keluarga
Perilaku Kekerasan4. Memodifikasi
Lingkungan5. Memanfaatkan Fasilitas
Kesehatan
Fungsi Keluarga:1.Fungsi Afektif2. Fungsi sosial3. Fungsi ekonomi4.Fungsi perawatan
: Tidak Diteliti
Gambar 2.2. Kerangka Teori
36
2.3. Kerangka Teori
Intervensi KeluargaKeperawatan Jiwa
Peran Keluarga :1. Memberikan dukungan2. Pengawasan minum obat
1. MengontrolRespon Perilaku Kekerasan
Kekerasan1. Respon Adaftif
Perilaku3. Mengontrol emosi4. Kepedulian upaya mencegah
2. Penkes kepada Keluargakekambhan
2. Respon Maladatif
Keterangan :
: Diteliti
/ SP Keluarga3. Terapi Kelompok
Tugas Keluarga:1. Mengenal Masalah2. Memutuskan Tindakan
Penyembuhan3. Merawat Keluarga
Perilaku Kekerasan4. Memodifikasi
Lingkungan5. Memanfaatkan Fasilitas
Kesehatan
Fungsi Keluarga:1.Fungsi Afektif2. Fungsi sosial3. Fungsi ekonomi4.Fungsi perawatan
: Tidak Diteliti
Gambar 2.2. Kerangka Teori
36
2.3. Kerangka Teori
Intervensi KeluargaKeperawatan Jiwa
Peran Keluarga :1. Memberikan dukungan2. Pengawasan minum obat
1. MengontrolRespon Perilaku Kekerasan
Kekerasan1. Respon Adaftif
Perilaku3. Mengontrol emosi4. Kepedulian upaya mencegah
2. Penkes kepada Keluargakekambhan
2. Respon Maladatif
Keterangan :
: Diteliti
/ SP Keluarga3. Terapi Kelompok
Tugas Keluarga:1. Mengenal Masalah2. Memutuskan Tindakan
Penyembuhan3. Merawat Keluarga
Perilaku Kekerasan4. Memodifikasi
Lingkungan5. Memanfaatkan Fasilitas
Kesehatan
Fungsi Keluarga:1.Fungsi Afektif2. Fungsi sosial3. Fungsi ekonomi4.Fungsi perawatan
: Tidak Diteliti
Gambar 2.2. Kerangka Teori
37
2.4. Fokus Penelitian
Fungsi Keluarga:1.Fungsi Afektif2. Fungsi sosial3. Fungsi ekonomi4.Fungsi perawatan
Peran Keluarga :1. Memberikan dukungan
Penyembuhan2. Pengawasan minum obat
Perilaku3. Mengontrol emosi
Kekerasanupaya mencegah 4. Kepedulian
kekambuhan
Gambar 2.2. Fokus Penelitian
37
2.4. Fokus Penelitian
Fungsi Keluarga:1.Fungsi Afektif2. Fungsi sosial3. Fungsi ekonomi4.Fungsi perawatan
Peran Keluarga :1. Memberikan dukungan
Penyembuhan2. Pengawasan minum obat
Perilaku3. Mengontrol emosi
Kekerasanupaya mencegah 4. Kepedulian
kekambuhan
Gambar 2.2. Fokus Penelitian
37
2.4. Fokus Penelitian
Fungsi Keluarga:1.Fungsi Afektif2. Fungsi sosial3. Fungsi ekonomi4.Fungsi perawatan
Peran Keluarga :1. Memberikan dukungan
Penyembuhan2. Pengawasan minum obat
Perilaku3. Mengontrol emosi
Kekerasanupaya mencegah 4. Kepedulian
kekambuhan
Gambar 2.2. Fokus Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, yaitu pendekatan induktif
untuk menemukan atau mengembangkan pengetahuan yang memerlukan
keterlibatan peneliti dalam mengidentifikasi pengertian atau relevansi
fenomena tertentu terhadap individu (Sutopo, 2006). Menurut Ircham, 2013
penelitian kualitatif menempatkan perhatian pada pembuktian pemahaman
yang komprehensif/pemahaman secara holistik dari suatu keadaan sosial
dimana penelitian dilakukan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi digunakan
dengan alasan karena peneliti akan berusaha memahami arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang biasa dalam situasi-situasi
tertentu. Penelitian kualitatif efektif digunakan untuk memperoleh informasi
yang spesifik mengenai nilai, opini, perilaku, dan konteks sosial menurut
keterangan populasi. Pendekatan fenomenologis merupakan merupakan
pendekatan yang berusaha untuk memahami makna dari berbagai peristiwa
dan interaksi manusia didalam situasi yang khusus (Sutopo, 2006).
Menurut Sutopo, 2006 rancangan fenomenologis ini dilaksanakan
dengan melakukan beberapa tahapan. Melakukan studi awal, memantapkan
proposal penelitian, melaksanakan penelitian. Pelaksanakan penelitian ada
beberapa langkah yang harus dilakukan, diantaranya mempersiapkan
38
39
pengumpulan data, melakukan pengumpulan data, dan melakukan refleksi,
mengatur data, melakukan analisis data dan menyusun reduksi data, dan
yang terakhir menyiapkan sajian data.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi fenomenologi karena peneliti akanberusaha memahami,
menggali secara mendalam dan melakukan wawancara terhadap keluarga
yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan di
Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang
diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga tempat
ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi informan yang
sesungguhnya. Tempat penelitian adalah tempat interaksi informan dengan
lingkungannya yang akan membangun pengalaman hidupnya (Saryono &
Anggraeni, 2010).
3.2.1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada
Februari 2015 sampai 23 Maret 2015.
tanggal 21
40
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi
Makarti Boyolali. Karena Yayasan Panti Rehabilitasi Mental Wisma
Budi Makarti Boyolali merupakan tempat rehabilitasi yang
dikhususkan untuk pasien dengan gangguan jiwa salah satunya
dengan perilaku kekerasan.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah setiap subyek (misalnya manusia, pasien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian
adalah semua keluarga yang anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa perilaku kekerasan dan dirawat di Panti Rehabilitasi Mental
Wisma Budi Makarti Boyolali.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan atas berbagai
pertimbangan tertentu, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih
informannya berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap
memiliki informasi yang berkaitan dengan permasalahan secara mendalam
dan dapat dipercaya sebagai sumber data. Pelaksanaan pengumpulan data
sesuai dengan sifat peneliti yang lentur dan terbuka, pilihan informan dan
jumlahnya dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan
peneliti dalam memperoleh data (Sutopo, 2006). Afiyanti dan Rachmawati
(2014), bahwa fokus penelitian untuk kualitatif adalah pada kedalaman dan
41
besar sampel pada umumnya tidak ditentukan pada usulan penelitian, karena
jumlah sampel tidak begitu diperhatikan yang terpenting hasil penelitian
sudah sampai titik jenuh atau tersaturasi. Fokus kekhususan penelitian ini
keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa perilaku
kekerasan. Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini yaitu:
1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan perilaku kekerasan
2. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan perilaku kekerasan
yang sudah pernah diberi intervensi keperawatan keluarga
3.4. Instrumen Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data
3.4.1. Instrumen Penelitian
Instrument dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
1. Instrument inti
Peneliti dalam penelitian ini merupakan instrument/alat
dalam penelitian, karena peneliti sebagai perencana, penafsir
data pengevaluasi hasil penelitian. Peneliti harus paham
metode penelitian, penguasaan teori wawancara terhadap
bidang yang akan diteliti, dan peneliti siap untuk memasuki
objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
2. Instrument penunjang
Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan
yaitu lembar alat pengumpul data (meliputi nama, umur,
alamat, pendidikan) untuk mencatat identitas informan, alat
42
tulis (buku dan bolpoin) untuk menulis hasil wawancara
antara peneliti dan informan, lembar pedoman wawancara
dan pertanyaan, alat perekam suara untuk merekam
wawancara antara peneliti dan informan.
3.4.2. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain
(Creswell, 2010):
1. Tahap Persiapan
Setelah peneliti mendapat surat izin penelitiaan dari STIKes
Kusuma Husada Surakarta, peneliti akan minta izin kepada
Yayasan Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali untuk
meneliti di tempat tersebut, setelah mendapat izin peneliti akan
meminta izin kepada calon partisipan sesuai kriteria inklusi yang
ada pada rencana penelitian. Sebelum peneliti melakukan
wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada
partisipan, menjelaskan tujuan yang akan dilakukannya, mengecek
instrumenpenunjang seperti alat perekam, lembar pedoman
wawancara dan pertanyaan, lembar catatan lapangan, peneliti harus
menguasai konsep, latihan wawancara terlebih dahulu dan menguji
coba wawancara terlebih dahulu.
2. Tahap Pelaksana
Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data dan untuk memperkuat
43
penelitiannya. Wawancara semiterstruktur, wawancara ini termasuk
dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya
lebih bebas. Tujuan dari wawancara ini untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara dimintai pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan
wawancara peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang dikemukakan oleh informan. Urutan pertanyaan tergantung
pada proses wawancara dan jawaban tiap individu, wawancara ini
menggunakan pertanyaan terbuka (Open-ended questions) dan
menggunakan bantuan pertanyaan wawancara yang dilakukan
selama penelitian.
3. Tahap Terminasi
Penulis menulis laporan dan mendokumentasikan hasilnya,
dalam penulisan laporan peneliti harus mampu menuliskan setiap
frasa kata dan kalimat serta pengertian secara tepat sehingga dapat
mendeskripsikan data dan hasil analisa yang telah diambil. Penulis
mencatat kembali jika ada data tambahan, peneliti memberikan
reward kepada partisipan, peneliti menyatakan bahwa
penelitiannya sudah selesai kepada partisipan.
3.5. Analisa Data
Analisa data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang
penelitian. Teknik analisa yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah
44
dengan menggunakan metode collaizi (Polit, 2006). Adapun langkah-
langkah analisa sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam
bentuk narasi yang bersumber dari wawancara.
Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari informan
untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan.
Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang
sama seperti informan.
Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan
yang signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan-pernyataan
yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau
mirip maka pernyataan ini diabaikan.
Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan
kata kunci yang sesuai pernyataan penelitian, selanjutnya
mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhati-
hati agar tidak membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan
dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang signifikan.
Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah kalimat satu dengan yang
lain.
Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa
kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti memvalidasi
kembali kelompok tema tersebut.
45
6.
7.
Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang
menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.
Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan
lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian.
3.6. Keabsahan Data
Dalam pengujian keabsahan data, metode yang digunakan pada
penelitiam ini meliputi :
3.6.1. Pengujian Kredibility
Uji kredibilitas data atau kepercayaaan terhadaap data hasil
penelitian kualitatif dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.
1. Perpanjangan Pengamatan
Peneliti mengecek kembali apakah data yang diberikan selama
ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data yang
diperoleh selama ini setelah dicek kembali kepada pada sumber
data asli atau sumber data lain ternyata tidak benar, maka peneliti
melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam
sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.
2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan, dengan cara tersebut
46
maka kepastian data dan urutan peristiwada dapat direkam secara
pasti dan sistematis.
3. Triangulasi
a. Triangulasi Sumber
Teknik ini mengarahkan peneliti agar didalam
pengumpulan data, peneliti wajib menggunakan berbagai
sumber data yang berbeda-beda yang tersedia. Artinya, data
yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila
digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan
demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih
teruji kebenarannya bila dibandingkan dengan data sejenis
yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik sumber
sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya (Sutopo, 2006)
b. Triangulasi Metode
Teknik ini lebih menekankan pada pengunaan metode
pengumpulan data yang berbeda, peneliti menggunakan
metode wawancara untuk mendapatkan informasi secara jelas
dan rinci, peneliti juga mengggunakan metode observasi untuk
memperkuat hasil dari wawancara yang peneliti lakukan.
Memantapkan validitas data mengenai suatu keterampilan
seseorang dalam bidang tertentu, kemudian dilakukan
wawancara mendalam pada informan yang sama, dan hasilnya
diuji dengan pengumpulan data sejenis menggunakan teknik
47
observasi pada saat orang tersebut melakukan kegiatan atau
perilakunya (Sutopo, 2006)
c. Triangulasi Peneliti
Triangulais penelitian adalah hasil penelitian baik data
ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau
keseluruhannya yang bisa diuji validitasnya dari beberapa
peneliti yang lain. Dari pandangan dan tafsir yang dilakukan
oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil
digali dan dikumpulkan yang berupa catatan dan bahkan
sampai simpulan-simpulan sementara, diharapkan bisa terjadi
pertemuan pendapat yang pada akhirnya bisa lebih
memantapkan hasil akhir penelitian (Sutopo, 2006).
d. Triangulasi Teori
Triangulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan perspektif lebih dari suatu teori dalam
membahas permasalahan yang dikaji.Dalam melakukan
triangulasi ini peneliti wajib memahami teori-teori yang
digunakan dan keterikatannya dengan permasalahan yang
diteliti sehingga mampu menghasilkan simpulan yang mantap,
bisa dipertanggung jawabkan dan benar-benar memiliki makna
yang mendalam serta bersifat multiperspektif. Meski demikian,
dalam hal ini peneliti bisa menggunakan suatu teori khusus
yang digunakan sebagai fokus utama dari kajiannya secara
48
lebih mendalam dari pada teori lain yang digunakan (Sutopo,
2006).
4. Analisis Kasus Negatif
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda
dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Melakukan
analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda
atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
5. Menggunakan Bahan Referensi
Adanya pendukung untukmembuktikan data yang telah
ditemukan oleh peneliti, misalnya data data hasil wawancara perlu
didukung dengan adanya rekaman wawancara. Data tentang
interaksi manusia, atau gambaran tentang suatu keadaan perlu
didukung oleh foto-foto.
6. Mengadakan Membercheck
Membercheck adalah proses pengecekan data yang
diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck
untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan
apa yang diberikan oleh pemberi data.
3.6.2. Pengujian Transferability
Merupakan validitas eksternal, menunjukkan derajad ketepatan
atau dapat diterapkan hasil penelitian ke populasi di mana sampel
tersebut diambil.Peneliti dalam membuat laporan harus memberikan
49
uraian yang rinci, jelas sistematis dan dapat dipercaya (Sugiyono,
2009).
3.6.3. Pengujian Dependebility
Peneliti melakukan audit terhadap keseluruhan proses
penelitian. Dimana pembimbing memantau aktivitas peneliti dalam
melakukan penelitian. Peneliti mulai menentukan masalah/fokus,
memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis
data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan
harus dapat ditunjukkan (Creswell, 2010).
3.6.4. Pengujian Konfirmability
Penelitian ini telah disepakati oleh orang banyak. Dimana hasil
penelitiannya di uji dan dikaitkan dengan proses yang dilakukan
peneliti. Dalam penelitian jangan sampai prosesnya tidak ada,tetapi
hasilnya ada. Peneliti harus mendapatkan persetujuan dari informan
dan menyertakan surat-surat yang sudah diperolehnya, (Creswell,
2010).
3.7. Etika Penelitian
Prinsip dasar etik merupakan landasan untuk mengatur kegiatan suatu
penelitian.Pengaturan ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan sesuai
kaidah penelitian antara peneliti dan subjek penelitian. Subjekpada
penelitian kualitatif adalah manusia dan peneliti wajib mengikuti seluruh
prinsip etik penelitian selama melakukan penelitian (Afiyanti dan
Rochmawati, 2014). Berikut aspek etika penelitian:
50
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Lembar persetujuan merupakan cara persetujuan antara peneliti
dengan partisipan, tujuan peneliti memberikan lembar persetujuan
kepada partisipan sebelum penelitian dilakukan adalah supaya partisipan
mengerti maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin akan
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Partisipan yang tidak
bersedia maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormai hak-
hak partisipan.
2. Tanpa nama (anonimity)
Tanpa nama adalah menjaga kerahasiaan dimana peneliti tidak
mencantumkan nama partisipan tetapi peneliti menggunakan inisial atau
kode.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari partisipan
dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dengan cara menyimpang file
transcript dan hasil penelitian pada komputer pribadi peneliti.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Tempat Penelitian
Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali berdiri pada
tanggal 06 September 1989, dengan SIUP Dinas Kesejahteraan Sosial (No
321/orsos/as/2004 ) dengan nama Panti Cacat Mental/Rehabilitasi.
Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali mula-mula
bernama Panti Budi Makarti berdiri pada tanggal 06 September 1989, di Dk.
Ngronggah, Ds. Sanggrahan, Kec.Grogol, Kab. Sukoharjo. Didirikan oleh H.
Edy Mulyono. Seiring berkembangnya jumlah pasien maka lokasinya pindah
ke Karang Geneng RT 01, RW 03, Boyolali, dan berdiri diatas tanah seluas
5000 m2 dengan SIUP Dinas Kesejahteraan Sosial (No 321/orsos/as/2004)
dengan nama Panti Cacat Mental/Rehabilitasi.
Sampai saat ini Pasien Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti
Boyolali mencapai 126 pasien dengan jumlah keseluruhan pegawai 35 orang,
dengan spesifikasi 15 orang perawat dan Pekerja Sosial Terlatih 20 orang dan
konsultasi medis Dokter Spesialis Jiwa 1 orang dan Dokter Umum 1 Orang.
4.2 Karakteristik Responden
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015. Sampel penelitian
adalah 3 anggota keluarga yang mengantar pasien berobat ke Panti
Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali.
51
52
Karakteristik responden dalam penelitian ini merupakan salah satu
sumber dalam menggambarkan kondisi yang terjadi pada responden saat ini.
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan
pendidikan. Selanjutnya karakteristik responden ditampilkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden
Umur KodeInforman
Informan 1 22 tahunInforman 2 41 tahunInforman 3 29 tahun
Pendidikan
MahasiswaS-1
SMA
Jenis Kelamin
PerempuanLaki-lakiLaki-laki
Karakteristik responden menurut umur menunjukkan semua responden
merupakan kelompok produktif yaitu usia antara 20 – 50 tahun. Tingkat
pendidikan responden sebagian besar adalah cukup baik yaitu SMA sebanyak
1 responden, mahasiswa 1, 1 responden S1 Ekonomi dan jenis kelamin
responden terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 2 responden.
4.3 Data Hasil Penelitian
Hasil wawancara kepada responden dan setelah dilakukan analisis
terhadap jawaban responden, maka hasil penelitian peran keluarga terhadap
proses penyembuhan pasien perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
4.3.1. Dukungan Keluarga
Hasil penelitian untuk mengetahui dukungan keluarga
terhadap proses penyembuhan didapatkan 2 tema yaitu dukungan
finansial dan dukungan emosional. Berikut ungkapan dari
partisipan :
53
1. Dukungan Finansial
Dalam tema dukungan finansial didapatkan sub tema: 1)
membiayai pengobatan, 2) mencukupi kebutuhan.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… ya harus membiayainya, namanya jugakeluarga…” (P01)“… pokoknya saya dibiayai sampai kondisinyabagus mas, walaupun dengan biaya sendiri mas …”P(02)
Partisipan 1 mengatakan harus membiayai karena pasien
merupakan keluarga dan partisipan 2 mengatakan membayai
pasien sampai kondisi pasien bagus.
“… yaa yang dibutuhkan apa kita belikan…” (P01)“… kita cukupi kebutuhannya misalnya bapak butuhsabun atau perlengkapan mandi kita bawakan …”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan mencukupi
kebutuhan pasien.
2. Dukungan Emosional
Dalam tema dukungan emosional didapatkan sub tema: 1)
memotivasi, 2) bersabar, 3) memberi semangat.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… bapak yang ngasih motivasi ...” P(01)“… biasanya kita beri motivasi mas ...’’ P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memotivasi
pasien perilaku kekerasan.
“... ya harus sabar soalnya mas E sulit orangnya…“ P(01)
53
1. Dukungan Finansial
Dalam tema dukungan finansial didapatkan sub tema: 1)
membiayai pengobatan, 2) mencukupi kebutuhan.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… ya harus membiayainya, namanya jugakeluarga…” (P01)“… pokoknya saya dibiayai sampai kondisinyabagus mas, walaupun dengan biaya sendiri mas …”P(02)
Partisipan 1 mengatakan harus membiayai karena pasien
merupakan keluarga dan partisipan 2 mengatakan membayai
pasien sampai kondisi pasien bagus.
“… yaa yang dibutuhkan apa kita belikan…” (P01)“… kita cukupi kebutuhannya misalnya bapak butuhsabun atau perlengkapan mandi kita bawakan …”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan mencukupi
kebutuhan pasien.
2. Dukungan Emosional
Dalam tema dukungan emosional didapatkan sub tema: 1)
memotivasi, 2) bersabar, 3) memberi semangat.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… bapak yang ngasih motivasi ...” P(01)“… biasanya kita beri motivasi mas ...’’ P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memotivasi
pasien perilaku kekerasan.
“... ya harus sabar soalnya mas E sulit orangnya…“ P(01)
53
1. Dukungan Finansial
Dalam tema dukungan finansial didapatkan sub tema: 1)
membiayai pengobatan, 2) mencukupi kebutuhan.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… ya harus membiayainya, namanya jugakeluarga…” (P01)“… pokoknya saya dibiayai sampai kondisinyabagus mas, walaupun dengan biaya sendiri mas …”P(02)
Partisipan 1 mengatakan harus membiayai karena pasien
merupakan keluarga dan partisipan 2 mengatakan membayai
pasien sampai kondisi pasien bagus.
“… yaa yang dibutuhkan apa kita belikan…” (P01)“… kita cukupi kebutuhannya misalnya bapak butuhsabun atau perlengkapan mandi kita bawakan …”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan mencukupi
kebutuhan pasien.
2. Dukungan Emosional
Dalam tema dukungan emosional didapatkan sub tema: 1)
memotivasi, 2) bersabar, 3) memberi semangat.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… bapak yang ngasih motivasi ...” P(01)“… biasanya kita beri motivasi mas ...’’ P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memotivasi
pasien perilaku kekerasan.
“... ya harus sabar soalnya mas E sulit orangnya…“ P(01)
54
“... harus sabar soalnya masih muda …” P(02)“… saya suruh keluarga sabar, bapak kan jugasudah tua…” P(03)
Ketiga partisipan mengatakan bersabar untuk merawatat
pasien perilaku kekerasan.
“..biasanya bapak menasihatinya,memperhatikannya dan kasih semangat buat masE... “ (P01)“... yaa saya perhatikan saya beri semangat ...”(P02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memberikan
semangat kepada pasien perilaku kekerasan.
4.3.2. Peran Keluarga dalam Pengawasan Minum Obat
Hasil untuk pengawasan minum obat didapatkan 3 tema 1)
pengawasan persiapan, 2) pengawasan dosis, 3) pengawasan
ketepatan waktu.
1. Pengawasan persiapan
Dalam tema pengawasan persiapan minum obat didapatkan
3 sub tema: 1) disiapkan, 2) ditunggu dan 3) diminum.
Berikut pernyataan dari partisipam:
“.. pokoknya disiapkan dulu…” P(02)“…wah harus disiapkan …” P(03)
Partisipan 2 dan partisipan 3 mengatakan ketika akan
memberikan obat kepada pasien harus disiapkan terlebih dahulu.
“…ya ditunggu mas...” P(01)“... saya tunggu ...” P(02)“... ditunggu mas, jangan sampai dibuang…” P(03)
54
“... harus sabar soalnya masih muda …” P(02)“… saya suruh keluarga sabar, bapak kan jugasudah tua…” P(03)
Ketiga partisipan mengatakan bersabar untuk merawatat
pasien perilaku kekerasan.
“..biasanya bapak menasihatinya,memperhatikannya dan kasih semangat buat masE... “ (P01)“... yaa saya perhatikan saya beri semangat ...”(P02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memberikan
semangat kepada pasien perilaku kekerasan.
4.3.2. Peran Keluarga dalam Pengawasan Minum Obat
Hasil untuk pengawasan minum obat didapatkan 3 tema 1)
pengawasan persiapan, 2) pengawasan dosis, 3) pengawasan
ketepatan waktu.
1. Pengawasan persiapan
Dalam tema pengawasan persiapan minum obat didapatkan
3 sub tema: 1) disiapkan, 2) ditunggu dan 3) diminum.
Berikut pernyataan dari partisipam:
“.. pokoknya disiapkan dulu…” P(02)“…wah harus disiapkan …” P(03)
Partisipan 2 dan partisipan 3 mengatakan ketika akan
memberikan obat kepada pasien harus disiapkan terlebih dahulu.
“…ya ditunggu mas...” P(01)“... saya tunggu ...” P(02)“... ditunggu mas, jangan sampai dibuang…” P(03)
54
“... harus sabar soalnya masih muda …” P(02)“… saya suruh keluarga sabar, bapak kan jugasudah tua…” P(03)
Ketiga partisipan mengatakan bersabar untuk merawatat
pasien perilaku kekerasan.
“..biasanya bapak menasihatinya,memperhatikannya dan kasih semangat buat masE... “ (P01)“... yaa saya perhatikan saya beri semangat ...”(P02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatakan memberikan
semangat kepada pasien perilaku kekerasan.
4.3.2. Peran Keluarga dalam Pengawasan Minum Obat
Hasil untuk pengawasan minum obat didapatkan 3 tema 1)
pengawasan persiapan, 2) pengawasan dosis, 3) pengawasan
ketepatan waktu.
1. Pengawasan persiapan
Dalam tema pengawasan persiapan minum obat didapatkan
3 sub tema: 1) disiapkan, 2) ditunggu dan 3) diminum.
Berikut pernyataan dari partisipam:
“.. pokoknya disiapkan dulu…” P(02)“…wah harus disiapkan …” P(03)
Partisipan 2 dan partisipan 3 mengatakan ketika akan
memberikan obat kepada pasien harus disiapkan terlebih dahulu.
“…ya ditunggu mas...” P(01)“... saya tunggu ...” P(02)“... ditunggu mas, jangan sampai dibuang…” P(03)
55
Ketiga partisipan mengatakan mengatakan obat yang sudah
disiapkan ditunggu.
“... sampai obatnya diminum, karena Mas E merasatidak sakit…” P(01)“... sampai benar diminum…” P(02)
Partisipan 1 mengatakan sampai obatnya diminum karena
pasien merasa tidak sakit, sedangkan partisipan 2 mengatakan
sampai benar diminum.
2. Pengawasan Dosis
Dalam tema pengawasan dosis didapatkan sub tema yaitu
kesesuaian dosis.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“…ya sesuai anjuran perawat dan resep dokternyamas...” P(01)“…ya sesuai resep dokter, biasanya lihatdibungkusnya ada…” (P02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan pemberian obat
sesuai dengan resep yang diberikan dokter dan anjuran dari
perawat.
3. Pengawasan ketepatan waktu
Ditema pengawasan ketepatan waktu didapatkan sub tema
yaitu ketepatan waktu.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“... jangan sampai terlambatlah …” P(01)“… jangan telat mas, kalau telat yaa mungkin gaklama..” P(02)
55
Ketiga partisipan mengatakan mengatakan obat yang sudah
disiapkan ditunggu.
“... sampai obatnya diminum, karena Mas E merasatidak sakit…” P(01)“... sampai benar diminum…” P(02)
Partisipan 1 mengatakan sampai obatnya diminum karena
pasien merasa tidak sakit, sedangkan partisipan 2 mengatakan
sampai benar diminum.
2. Pengawasan Dosis
Dalam tema pengawasan dosis didapatkan sub tema yaitu
kesesuaian dosis.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“…ya sesuai anjuran perawat dan resep dokternyamas...” P(01)“…ya sesuai resep dokter, biasanya lihatdibungkusnya ada…” (P02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan pemberian obat
sesuai dengan resep yang diberikan dokter dan anjuran dari
perawat.
3. Pengawasan ketepatan waktu
Ditema pengawasan ketepatan waktu didapatkan sub tema
yaitu ketepatan waktu.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“... jangan sampai terlambatlah …” P(01)“… jangan telat mas, kalau telat yaa mungkin gaklama..” P(02)
55
Ketiga partisipan mengatakan mengatakan obat yang sudah
disiapkan ditunggu.
“... sampai obatnya diminum, karena Mas E merasatidak sakit…” P(01)“... sampai benar diminum…” P(02)
Partisipan 1 mengatakan sampai obatnya diminum karena
pasien merasa tidak sakit, sedangkan partisipan 2 mengatakan
sampai benar diminum.
2. Pengawasan Dosis
Dalam tema pengawasan dosis didapatkan sub tema yaitu
kesesuaian dosis.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“…ya sesuai anjuran perawat dan resep dokternyamas...” P(01)“…ya sesuai resep dokter, biasanya lihatdibungkusnya ada…” (P02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan pemberian obat
sesuai dengan resep yang diberikan dokter dan anjuran dari
perawat.
3. Pengawasan ketepatan waktu
Ditema pengawasan ketepatan waktu didapatkan sub tema
yaitu ketepatan waktu.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“... jangan sampai terlambatlah …” P(01)“… jangan telat mas, kalau telat yaa mungkin gaklama..” P(02)
56
“… kalau bisa jangan sampai terlambat mas…”P(03)
Ketiga partisipan mengatakan dalam pemberian obat tidak
boleh terlambat.
4.3.3. Peran Keluarga dalam Mengontrol Emosi
Hasil penelitian untuk mengontrol emosi didapatkan tema:
1) bersikap empati dan 2) menciptakan lingkungan yang kondusif.
Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Bersikap empati
Dalam tema empati didapatkan 3 sub tema: 1).
Memperhatikan, 2) memahami, 3) peduli. Berikut pernytaan
dari partisipan:
“… ya diperhatikan mas, jangan omong kasar samamas E…” P(01)“…selalu diperhatikan, disayang bagaimanapunjuga dia anak saya…” P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengungkapkan
memperhatikan pasien perilaku kekerasan.
“ mencoba memahami apa yang dipikirkannya…“P(01)“…saya pahami apa yang anak saya mau…“ P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan mencoba untuk
memahami apa yang dipikirkan pasien perilaku kekerasan.
“… yang penting kepeduliannya terhadap anaksaya…” P(02)“… semua keluarga memperdulikan bapak mas …”P(03)
56
“… kalau bisa jangan sampai terlambat mas…”P(03)
Ketiga partisipan mengatakan dalam pemberian obat tidak
boleh terlambat.
4.3.3. Peran Keluarga dalam Mengontrol Emosi
Hasil penelitian untuk mengontrol emosi didapatkan tema:
1) bersikap empati dan 2) menciptakan lingkungan yang kondusif.
Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Bersikap empati
Dalam tema empati didapatkan 3 sub tema: 1).
Memperhatikan, 2) memahami, 3) peduli. Berikut pernytaan
dari partisipan:
“… ya diperhatikan mas, jangan omong kasar samamas E…” P(01)“…selalu diperhatikan, disayang bagaimanapunjuga dia anak saya…” P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengungkapkan
memperhatikan pasien perilaku kekerasan.
“ mencoba memahami apa yang dipikirkannya…“P(01)“…saya pahami apa yang anak saya mau…“ P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan mencoba untuk
memahami apa yang dipikirkan pasien perilaku kekerasan.
“… yang penting kepeduliannya terhadap anaksaya…” P(02)“… semua keluarga memperdulikan bapak mas …”P(03)
56
“… kalau bisa jangan sampai terlambat mas…”P(03)
Ketiga partisipan mengatakan dalam pemberian obat tidak
boleh terlambat.
4.3.3. Peran Keluarga dalam Mengontrol Emosi
Hasil penelitian untuk mengontrol emosi didapatkan tema:
1) bersikap empati dan 2) menciptakan lingkungan yang kondusif.
Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Bersikap empati
Dalam tema empati didapatkan 3 sub tema: 1).
Memperhatikan, 2) memahami, 3) peduli. Berikut pernytaan
dari partisipan:
“… ya diperhatikan mas, jangan omong kasar samamas E…” P(01)“…selalu diperhatikan, disayang bagaimanapunjuga dia anak saya…” P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengungkapkan
memperhatikan pasien perilaku kekerasan.
“ mencoba memahami apa yang dipikirkannya…“P(01)“…saya pahami apa yang anak saya mau…“ P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan mencoba untuk
memahami apa yang dipikirkan pasien perilaku kekerasan.
“… yang penting kepeduliannya terhadap anaksaya…” P(02)“… semua keluarga memperdulikan bapak mas …”P(03)
57
Partisipan 2 mengatakan yang penting kepedulian terhadap
pasien perilaku kekersan sedangkan partisipan no 3
mengatakan semua keluarga peduli terhadap pasien.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu menjaga
perasaan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan:
“… kalau bisa jangan menyingung, harus menjagaperasaan…” P(01)“…yaa anak-anaknya harus menjaga perasaanbapak, kalau ingat ibu ya harus mengalihkanperhatiannya jangan sampai menyinggungnya…”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan harus menjaga
perasaan pasien perilaku kekerasan.
4.3.4. Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Kekambuhan
Hasil penelitian dari upaya penceahan kekambuhan
didapatkan 2 tema yaitu: 1) pengalihan perhatian dan 2) upaya
mencari pelayanan kesehatan. Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Pengalihan perhatian
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu rekreasi.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… mengajak anak saya ini jalan-jalan, sayabonceng naik motor keliling desa atau melihatsawah pemandangan, kadang ke bandara…(P02)
“… bapak kadang-kadang diajak jalan-jalan ...”P(03)
57
Partisipan 2 mengatakan yang penting kepedulian terhadap
pasien perilaku kekersan sedangkan partisipan no 3
mengatakan semua keluarga peduli terhadap pasien.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu menjaga
perasaan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan:
“… kalau bisa jangan menyingung, harus menjagaperasaan…” P(01)“…yaa anak-anaknya harus menjaga perasaanbapak, kalau ingat ibu ya harus mengalihkanperhatiannya jangan sampai menyinggungnya…”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan harus menjaga
perasaan pasien perilaku kekerasan.
4.3.4. Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Kekambuhan
Hasil penelitian dari upaya penceahan kekambuhan
didapatkan 2 tema yaitu: 1) pengalihan perhatian dan 2) upaya
mencari pelayanan kesehatan. Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Pengalihan perhatian
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu rekreasi.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… mengajak anak saya ini jalan-jalan, sayabonceng naik motor keliling desa atau melihatsawah pemandangan, kadang ke bandara…(P02)
“… bapak kadang-kadang diajak jalan-jalan ...”P(03)
57
Partisipan 2 mengatakan yang penting kepedulian terhadap
pasien perilaku kekersan sedangkan partisipan no 3
mengatakan semua keluarga peduli terhadap pasien.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu menjaga
perasaan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan:
“… kalau bisa jangan menyingung, harus menjagaperasaan…” P(01)“…yaa anak-anaknya harus menjaga perasaanbapak, kalau ingat ibu ya harus mengalihkanperhatiannya jangan sampai menyinggungnya…”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan harus menjaga
perasaan pasien perilaku kekerasan.
4.3.4. Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Kekambuhan
Hasil penelitian dari upaya penceahan kekambuhan
didapatkan 2 tema yaitu: 1) pengalihan perhatian dan 2) upaya
mencari pelayanan kesehatan. Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Pengalihan perhatian
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu rekreasi.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… mengajak anak saya ini jalan-jalan, sayabonceng naik motor keliling desa atau melihatsawah pemandangan, kadang ke bandara…(P02)
“… bapak kadang-kadang diajak jalan-jalan ...”P(03)
58
Partisipan 2 mengatakan mengajak pasien jalan-
jalan, partisipan 3 mengatakan kadang jalan-jalan untuk
refreshing.
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu periksa,
berikut ungkapan dari partisipan:
“… 2 minggu dibawa ke panti untuk kontrolmas…” (P01)“… kontrol jangan sampai terlambat lama mas…”(P02)
Partisipan 1 mengatakan 2 minggu pasien dibawa ke
panti untuk periksa, sedangkan partisipan 2 mengatakan
periksa jangan sampai terlambat.
58
Partisipan 2 mengatakan mengajak pasien jalan-
jalan, partisipan 3 mengatakan kadang jalan-jalan untuk
refreshing.
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu periksa,
berikut ungkapan dari partisipan:
“… 2 minggu dibawa ke panti untuk kontrolmas…” (P01)“… kontrol jangan sampai terlambat lama mas…”(P02)
Partisipan 1 mengatakan 2 minggu pasien dibawa ke
panti untuk periksa, sedangkan partisipan 2 mengatakan
periksa jangan sampai terlambat.
58
Partisipan 2 mengatakan mengajak pasien jalan-
jalan, partisipan 3 mengatakan kadang jalan-jalan untuk
refreshing.
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu periksa,
berikut ungkapan dari partisipan:
“… 2 minggu dibawa ke panti untuk kontrolmas…” (P01)“… kontrol jangan sampai terlambat lama mas…”(P02)
Partisipan 1 mengatakan 2 minggu pasien dibawa ke
panti untuk periksa, sedangkan partisipan 2 mengatakan
periksa jangan sampai terlambat.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Dukungan Keluarga
Hasil penelitian untuk mengetahui dukungan keluarga terhadap proses
penyembuhan dapat disimpulkan keluarga memberikan dukungan berupa
dukungan finansial dan dukungan emosional.
1. Dukungan Finansial
Dalam penelitian ini bentuk dukungan finansial yang diberikan
oleh keluarga terhadap pasien perilaku kekerasan berupa membiayai
pengobatan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Iklima (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bentuk
dukungan seperti penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan
langsung seperti mencukupi kebutuhan, pemberian barang, makanan dan
membiayai dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung
memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
Hal ini sesuai pendapat Ruspawan dkk (2011) yang mengatakan
salah satu dukungan yang harus dipenuhi kelurga yang mempunyai
anggota keluarga dengan skizofrenia adalah dukungan materi, khususnya
untuk biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
2. Dukungan Emosional
Dalam penelitian ini keluarga memberikan dukungan emosional
yaitu: memotivasi, bersabar dan memberi semangat. Pendapat serupa
59
60
diungkapkan oleh Yulia (2009) dalam penelitiannya dukungan emosional
berupa kasih sayang, menghargai dan pemberian semangat sangat
diperlukan, karena dengan memberikan dukungan emosional pasien akan
merasa dihargai dan dicintai. Kondisi ini yang memungkinkan pasien
gangguan jiwa untuk kooperatif.
Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian Permatasari (2012)
yang mengungkapkan bahwa kehangatan dalam keluarga secara tidak
langsung meningkatkan kepatuhan pasien. Keluarga yang bersedia untuk
membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota
keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah
bahwa anggota keluarga merupakan orang- orang yang penting dalam
memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam
menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.
5.2. Pengawasan Minum Obat
1. Pengawasan persiapan
Hasil dari wawancara ketiga partisipan disimpulkan bahwa
pengawasan persiapam minum obat harus disiapkan, ditunggu dan
memastikan obat diminum dikarenakan pasien merasa tidak sakit ataupun
pasien merasa dirinya sudah sembuh.
Pentingnya peran keluarga dalam pengawasan minum obat
sebagaimana dilakukan oleh penelitian Akbar (2008) tentang hubungan
dukungan sosial keluarga terhadap tingkat kekambuhan penderita
skizofrenia di RS Grhasia Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan
61
bahwa hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap tingkat
kekambuhan skizofrenia adalah signifikan.
Penelitian lain dilakukan oleh Prinda (2010) tentang hubungan
antara dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada pasien
skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara
variabel dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial. Hal ini
bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dapat disimpulkan
semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka
kepatuhan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi
2. Pengawasan dosis
Hasil penelitian dapat disimpulkan keluarga dalam meberikan obat
sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Hal serupa
diungkapkan oleh Permatasari (2012) dalam penelitiannya obat yang dapat
menyembuhkan penyakit serta tidak menimbulkan efek samping adalah
obat yang diminum dengan dosis atau takaran yang tepat. Utuk dosis obat
bisa disesuaikan berat badan atau usia. Sebelum minum obat perhatikan
dengan seksama pada leaflet atau etiket obat, biasanya tertera jumlah obat
yang harus diminum untuk setiap pemakaian.
Pendapat ini didukung oleh Nurdiana (2010) dosis obat antipsikotik
pada pasien gangguan jiwa dimulai dengan dosis yang rendah lalu
perlahan-lahan dinaikkan, dapat juga langsung diberi dosis tinggi
62
tergantung pada keadaan pasien dan kemungkinan terjadi efek samping.
Sedangkan Kuntarti (2005) mengatakan pada pasien yang dirawat di
rumah sakit boleh diberikan dosis tinggi karena pengawasannya lebih
baik.
3. Pengawasan ketetapan waktu
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa keluarga berusaha
memberikan obat sesuai waktu yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Hal
serupa dikatakan Yustina (2009) dalam penelitiannya mengatakan terdapat
prinsip tepat yang harus dipatuhi dalam pemberian obat, yaitu salah
satunya tepat waktu, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1
berarti obat diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2 x1 berarti obat
diberikan setiap 12 jam sekali, b) Mengecek tanggal kadaluarsa obat, c)
Memberikan obat dalam rentang 30 menit sebelum sampai 30 menit
setelah waktu yang diprogramkan.
Sedangkan peneliti Yudha (2015) mendukung ketepatan waktu
pemberian obat dengan mengatakan untuk mendapatkan efek obat yang
optimal, obat harus diminum pada waktu yang tepat, beberapa obat
mungkin bisa diminum setiap saat tanpa mempengaruhi efeknya,
sedangkan obat lain sebaiknya diminum pada saat-saat tertentu. Obat
merupakan zat yang memiliki 2 sifat yaitu bersifat menyembuhkan dan
bersifat meracuni. Obat bersifat menyembuhkan apabila dikonsumsi
dengan cara, dosis, waktu, dan aturan yang tepat.
63
Puspitasai (2009) dalam penelitiannya mengatakan ketepatan
waktu dalam pemberian dapat dilakukan dengan mengecek program terapi
pengobatan dari dokter, mengecek tanggal kadaluarsa obat, memberikan
obat dalam rentang 30 menit sebelum dan sesudah memberikan obat . Hal
ini berbeda dengan yang peneliti temukan bahwa benar waktu menurut
mereka diberikan dengan tepat waktu. Tetapi ada sumber lain yang
mengatakan bahwa waktu yang benar adalah dimana obat yang diresepkan
harus diberikan dalam waktu tertentu sehingga kadar plasma obat dapat
dipertahankan . Hal ini menurut peneliti sama dengan yang ditemukan
peneliti. Namun ada sumber lain yang mengatakan bahwa jika sebuah
prosedur dapat menganggu tidur klien sebaiknya pemberian obat ditunda
sampai waktu dimana klien dapat memperoleh manfaat optimal obat
5.3. Peran Keluarga Mengontrol Emosi
1. Bersikap empati
Hasil penelitian untuk mengontrol emosi dapat disimpulkan
keluarga bersikap empati dengan memahami, memperhatikan dan peduli.
Hal ini sejalan dengan Hartanto (2014) dalam penelitiannya mengatakan
keluarga menunjukkan hal yang positif dan baik. Setiap keluarga
memberikan dukungan yang membuat penderita gangguan jiwa yaitu
anggota keluarganya memperhatikan, peduli dan keluarga selalu
berusaha untuk melakukan yang terbaik agar anggota keluarganya dapat
sembuh.
64
Hal ini didukung oleh Nurdiana (2010), dari hasil penelitiannya
sikap keluarga terhadap penderita gangguan jiwa baik secara kognitif,
afektif dan kecenderungan untuk bertindak menunjukkan bahwa semua
keluarga sudah memiliki sikap yang baik dan positif. Ditunjukkan
dengan 3 (tiga) karakteristik kemampuan empati yaitu : 1) Mampu
menerima sudut pandang orang lain, individu mampu membedakan
antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan
penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif
seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan
pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat
sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat.
2) Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain, individu mampu
mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap
hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang
ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah.
Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan
terhadap kondisi orang lain, bukan sekedar pengakuan saja. 3) Mampu
mendengarkan orang lain, mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan
yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau
mendengar memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan
orang lain dan mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan
yang terjadi.
65
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Peran keluarga yang lain dalam mengontrol ekspresi emosi
keluarga dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, hal ini sesuai
dengan penjelasan yang diungkapkan Fitri (2012) dalam penelitiannya,
bahwa ekspresi emosi keluarga seperti mengkritik, bermusuhan dapat
mengakibatkan tekanan pada pasien Perilaku kekerasan sehingga dapat
meningkatkan kekambuhan pasien. Pendapat yang serupa juga
diungkapkan oleh peneliti Solahudin (2009), yang menyatakan bahwa
kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan. Pasien yang dipulangkan ke rumah lebih
cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan pasien
yang ditempatkan di lingkungan residensial. Pasien yang paling berisiko
adalah pasien yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh
permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan,
terlalu protektif berlebihan (disebut emosi yang diekspresikan).
Penjelasan ini didukung oleh teori menurut Stuart dan Sudden
(2007) salah satu faktor predisposisi kekambuhan penyakit skizofrenia
adalah lingkungan yang berupa suasana rumah yang tidak nyaman,
kurangnya dukungan sosial maupun dukungan keluarga.
5.4. Upaya Pencegahan Kekambuhan
1. Pengalihan perhatian
Hasil wawancara mengungkakan upaya pencegahan
kekambuhan berupa pengalihan perhatian berupa rekreasi. Rekreasi
66
memberikan efek distraksi atau pengalihan perhatian. Hal serupa
dikatakan oleh Permatasari (2012) dalam penelitiananya terapi yang
mempergunakan media rekreasi (bermain, olahraga, darmawisata,
menonton TV, dan sebagainya), dia mengatakan tujuannya mengurangi
ketergangguan emosional dan memperbaiki perilaku melalui diskusi
tentang kegiatan rekreasi yang telah dilakukan, sehingga perilaku yang
baik diulang dan yang buruk dihilangkan. Meluangkan waktu untuk
merawat kesehatan fisik dan mental anggota keluarga lain dengan
melakukan rekreasi, rekomendasi ini telah dicantumkan sebelumnya
disampaikan melalui pembicaraan dengan subjek penelitian.
Rekreasi adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang
(lapang) yang bertujuan untuk membentuk, meningkatkan kembali
kesegaran fisik, mental, pikiran dan daya rekreasi (baik secara
individual maupun secara kelompok) yang hilang akibat aktivitas rutin
sehari-hari dengan jalan mencari kesenangan, hiburan dan kesibukan
yang berbeda dan dapat memberikan kepuasan dan kegembiraan yang
ditujukan bagi kepuasan lahir dan batin manusia (Wiyati, dkk, 2010).
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Umumnya penderita gangguan jiwa enggan untuk
memeriksakan diri ke dokter, keluarga teman sangat penting dalam
menghadapi situasi ini. Hal ini sejalan dengan peneliti Setyowati dan
Murwani (2007), yang mengatakan keluarga mampu memanfaatkan
fasilitas yang ada disekitarnya seperti puskesmas yang dapat digunakan
67
sebagai sumber informasi serta pengobatan awal pada anggota
keluarga yang mengalami perilaku kekerasan serta sebagai media
rujukan untuk merujuk pasien ke tempat rumah sakit jiwa agar anggota
keluarga yang mengalami perilaku kekerasan dapat dirawat dan diobati
sesuai dengan penyakit yang dialaminya.
Hasil penelitian keluarga mengatakan pemekriksaan tidak boleh
terlambat, harus tepat waktu. Hal ini selajalan dengan penelitian Yudha
(2015) dalam penelitian kuantitatif mengunakan desain cross sectional
didapatkan lebih banyak responden keluarga yang memiliki sikap
negatif dan niat sedang yaitu 42 atau 52,5%. Keluarga setuju bahwa
membawa penderita ke poli kesehatan jiwa tepat waktu merupakan hal
yang penting dalam kepatuhan kontrol yaitu sebesar 48 responden atau
60%, lebih banyak responden menganggap melakukan kontrol
merupakan pemberian kesembuhan pada penderita skizofrenia agar
dapat sembuh dari penyakit yaitu sebanyak 38 responden atau 47,5%.
Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan
mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang
dibutuhkannya. Mereka bisa pulih dan kembali hidup di masyarakat
secara produktif, baik secara ekonomis maupun secara sosial.
Sebagian besar dari mereka bisa terbebas dari keharusan minum obat.
Hanya saja, seperti juga kesehatan badan, kesehatan jiwa tetap harus
dipelihara dan ditingkatkan. Tanpa pemeliharaan, baik kesehatan fisik
maupun jiwa seseorang bisa kembali jatuh sakit (Setiahadi, 2014).
BAB VI
PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian akhir dari laporan hasil penelitian yang
menjelaskan kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang dibuat berdasarkan kategori
yang ada dan tema-tema yang telah ditemukan dalam penelitian tentang peran
keluarga terhadap proses penyembuhan pasien dengan perilaku kekerasan di Panti
Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali. Saran pada bab ini dibuat bagi
perawat, bagi
keluarga.
6.1. Kesimpulan
rumah sakit, institusi pendidikan, peneliti lain, peneliti dan
1. Dukungan keluarga terhadap proses penyembuhan
Peran keluarga memberi dukungan terhadap proses penyembuhan
menunjukkan bahwa keluarga telah memberikan peran yang baik. Hal
tersebut berupa dukungan finansial dan dukungan emosional. Dukungan
finansial seperti mencukupi kebutuhan dan membiayai pengobatan.
Memberikan dukungan emosional seperti memotivasi, bersabar,
mendengarkan, dan memberi semangat.
2. Peran keluarga dalam pengawasan minum obat
Peran keluarga dalam pengawasan minum obat adalah baik, yaitu
peran keluarga dalam pengawasan minum obat menunjukkan keluarga
menjaga kepatuhan pasien dalam minum obat dengan menyiapkan obat,
68
69
menunggu pasien minum obat, memastikan obat diminum pasien,
pengawasan dosis, serta ketepatan waktu dalam minum obat.
3. Peran Keluarga mengontrol emosi pasien
Peran keluarga dalam mengontrol emosi pasien telah dilakukan
dengan bersikap empati yaitu dengan memperhatikan pasien, memahami
perasaan pasien, dan memperdulikan pasien, serta menciptakan
lingkungan yang kondusif dengan menjaga perasaan pasien.
4. Peran Keluarga dalam upaya pencegahan kekambuhan pasien perilaku
kekerasan
Peran keluarga dalam upaya pencegahan kekambuhan pasien
perilaku kekerasan adalah baik, yaitu dengan memberikan kesempatan
rekreasi agar pasien merasa senang, serta menjalankan fungsi keluarga
sebagai pemeliharaan kesehatan dengan cara memeriksakan pasien secara
rutin.
6.2. Saran
1. Bagi institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar teori tentang
pentingnya peran keluarga dalam upaya pencegahan kekambuhan pasien
perilaku kekerasan.
2. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa dalam
mempelajari perilaku kekerasan serta peran keluarga dalam pencegahan
kekambuhan pasien perilaku kekerasan. Mahasiswa hendaknya senantiasa
70
meningkatan pengetahuan mereka dan melakukan kegiatan kepada
masyarakat dengan memberikan pemahaman yang benar kepada
masyarakat tentang perawatan pasien perilaku kekerasan.
3. Bagi rumah sakit atau panti rehabilitasi mental
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak rumah
sakit khususnya tenaga kesehatan perawat dalam merawat dan melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan.
4. Bagi Perawat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tentang
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan menggunakan pendekatan
keluarga atau SP keluarga.
5. Bagi Keluarga
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan keluarga guna
menngembangkan terapi suportif pada pasien gangguan jiwa perilaku
kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. 2008. Hubungan dukungan sosial keluarga terhadap tingkat
kekambuhan penderita skizofrenia di RS Grhasia Yogyakarta. Karya Tulis
Ilmiah Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. International Journal of
Social Psychiatry. http://isp.sagepub.com
Afiyanti, Yantidan Nurrochmawati, Imami. 2014. Metodelogi Penelitian
Kualitatif Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Desaign Kuantitatif, Kualitatif and mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Depkes RI. (2010). Pedoman pelayanan rehabilitsai medik di rumah sakit.
Diperoleh pada tanggal 09 Desember 2014 dari: http://www.depkes.go.id
Fitri. 2012. Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap
Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi. FIK UMS.
Friedman, M.M, Bowden, V.R & Jones, Elaine, G. (2010). Keperawatan
Keluarga: Riset, Teori dan Praktek: alih bahasa ,Achir Yani S, Hami (et al):
editor edisi bahasa Indonesia, Estu Tiar, Ed.5, Jakarta: EGC
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartanto, Dwi. 2014. Gambaran dan Sikap keluarga Terhadap Gangguan
Skizofreinia di Kecamatan Kartasuro. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Tidak dipublikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. 2008. Hubungan dukungan sosial keluarga terhadap tingkat
kekambuhan penderita skizofrenia di RS Grhasia Yogyakarta. Karya Tulis
Ilmiah Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. International Journal of
Social Psychiatry. http://isp.sagepub.com
Afiyanti, Yantidan Nurrochmawati, Imami. 2014. Metodelogi Penelitian
Kualitatif Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Desaign Kuantitatif, Kualitatif and mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Depkes RI. (2010). Pedoman pelayanan rehabilitsai medik di rumah sakit.
Diperoleh pada tanggal 09 Desember 2014 dari: http://www.depkes.go.id
Fitri. 2012. Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap
Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi. FIK UMS.
Friedman, M.M, Bowden, V.R & Jones, Elaine, G. (2010). Keperawatan
Keluarga: Riset, Teori dan Praktek: alih bahasa ,Achir Yani S, Hami (et al):
editor edisi bahasa Indonesia, Estu Tiar, Ed.5, Jakarta: EGC
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartanto, Dwi. 2014. Gambaran dan Sikap keluarga Terhadap Gangguan
Skizofreinia di Kecamatan Kartasuro. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Tidak dipublikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. 2008. Hubungan dukungan sosial keluarga terhadap tingkat
kekambuhan penderita skizofrenia di RS Grhasia Yogyakarta. Karya Tulis
Ilmiah Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. International Journal of
Social Psychiatry. http://isp.sagepub.com
Afiyanti, Yantidan Nurrochmawati, Imami. 2014. Metodelogi Penelitian
Kualitatif Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Desaign Kuantitatif, Kualitatif and mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Depkes RI. (2010). Pedoman pelayanan rehabilitsai medik di rumah sakit.
Diperoleh pada tanggal 09 Desember 2014 dari: http://www.depkes.go.id
Fitri. 2012. Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap
Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi. FIK UMS.
Friedman, M.M, Bowden, V.R & Jones, Elaine, G. (2010). Keperawatan
Keluarga: Riset, Teori dan Praktek: alih bahasa ,Achir Yani S, Hami (et al):
editor edisi bahasa Indonesia, Estu Tiar, Ed.5, Jakarta: EGC
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartanto, Dwi. 2014. Gambaran dan Sikap keluarga Terhadap Gangguan
Skizofreinia di Kecamatan Kartasuro. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Tidak dipublikasikan.
Hawari, D.M.(2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofreni.
Jakarta: FK-UI.
Herman S.D, Ade. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Iklima. 2010. Peran Orang Tua Dalam Proses Penyembuhan Pasien Di Rumah
Sakit Jiwa Dr.Soehato Heerdjan Jakarta. Naskah Publikasi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.http://repository.uinjkt.ac.id/
Ircham, Machfoedz. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Fitramaya: Yogyakarta
Keliat, B.A., (2009). Pemberdayaan Klien Dan Keluarga Dalam Merawat Klien
Skizfrenia Dengan Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor.
tidak dipublikasikan.
Kuntarti, 2005.Tingkat Penerapan Prinsip Enam Tepat dalam pemberian obat
oleh Perawat. FKUI
Ruspawan Made, Dewa, Nengah Sumirta, I, Luh Putu Yuliawati, Ni.(2011).
Peran Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia.Jurnal
Keperawatan Poltekes Denpasar. Tidak Dipublikasikan
Nurdiana. 2010. Korelasi Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan
Klien Skizofrenia.Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1 :
STIkes Muhammadiyah Banjarmasin.
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/ diunduh pada tanggal 20-6-2014.
Permatasai Linda. 2012. Gambaran Dukungan Keluarga Yang Diberikan
Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rumah Sakit
Hawari, D.M.(2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofreni.
Jakarta: FK-UI.
Herman S.D, Ade. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Iklima. 2010. Peran Orang Tua Dalam Proses Penyembuhan Pasien Di Rumah
Sakit Jiwa Dr.Soehato Heerdjan Jakarta. Naskah Publikasi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.http://repository.uinjkt.ac.id/
Ircham, Machfoedz. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Fitramaya: Yogyakarta
Keliat, B.A., (2009). Pemberdayaan Klien Dan Keluarga Dalam Merawat Klien
Skizfrenia Dengan Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor.
tidak dipublikasikan.
Kuntarti, 2005.Tingkat Penerapan Prinsip Enam Tepat dalam pemberian obat
oleh Perawat. FKUI
Ruspawan Made, Dewa, Nengah Sumirta, I, Luh Putu Yuliawati, Ni.(2011).
Peran Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia.Jurnal
Keperawatan Poltekes Denpasar. Tidak Dipublikasikan
Nurdiana. 2010. Korelasi Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan
Klien Skizofrenia.Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1 :
STIkes Muhammadiyah Banjarmasin.
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/ diunduh pada tanggal 20-6-2014.
Permatasai Linda. 2012. Gambaran Dukungan Keluarga Yang Diberikan
Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rumah Sakit
Hawari, D.M.(2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofreni.
Jakarta: FK-UI.
Herman S.D, Ade. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Iklima. 2010. Peran Orang Tua Dalam Proses Penyembuhan Pasien Di Rumah
Sakit Jiwa Dr.Soehato Heerdjan Jakarta. Naskah Publikasi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.http://repository.uinjkt.ac.id/
Ircham, Machfoedz. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Fitramaya: Yogyakarta
Keliat, B.A., (2009). Pemberdayaan Klien Dan Keluarga Dalam Merawat Klien
Skizfrenia Dengan Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor.
tidak dipublikasikan.
Kuntarti, 2005.Tingkat Penerapan Prinsip Enam Tepat dalam pemberian obat
oleh Perawat. FKUI
Ruspawan Made, Dewa, Nengah Sumirta, I, Luh Putu Yuliawati, Ni.(2011).
Peran Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia.Jurnal
Keperawatan Poltekes Denpasar. Tidak Dipublikasikan
Nurdiana. 2010. Korelasi Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan
Klien Skizofrenia.Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1 :
STIkes Muhammadiyah Banjarmasin.
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/ diunduh pada tanggal 20-6-2014.
Permatasai Linda. 2012. Gambaran Dukungan Keluarga Yang Diberikan
Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rumah Sakit
Jiwa Povinsi Jawa Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran Bandung.
Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. 2006. Essentials of Nursing Research:
Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins,
A Wolter Kluwer Company: Philadelphia.
Puspitasari, Esti. (2009). Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan
Penderita Skizofrenia Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Prinda. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian
Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Naskah
publikasi. UNDIP Semarang. http//:eprint.undip.ac.id diunduh pada tanggal
21-6-2015 pukul 10.00.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta :GrahaI lmu.
Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta.
Setiadi. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman Bagi Penderita, Keluarga
dan Relawan. Tidak dipublikasikan.
Setyowati dan Murwani.(2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung
Seto
Solahudin, Muhammad. (2009). Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan
Pasien Gangguan Jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.
Jiwa Povinsi Jawa Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran Bandung.
Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. 2006. Essentials of Nursing Research:
Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins,
A Wolter Kluwer Company: Philadelphia.
Puspitasari, Esti. (2009). Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan
Penderita Skizofrenia Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Prinda. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian
Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Naskah
publikasi. UNDIP Semarang. http//:eprint.undip.ac.id diunduh pada tanggal
21-6-2015 pukul 10.00.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta :GrahaI lmu.
Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta.
Setiadi. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman Bagi Penderita, Keluarga
dan Relawan. Tidak dipublikasikan.
Setyowati dan Murwani.(2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung
Seto
Solahudin, Muhammad. (2009). Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan
Pasien Gangguan Jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.
Jiwa Povinsi Jawa Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran Bandung.
Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. 2006. Essentials of Nursing Research:
Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins,
A Wolter Kluwer Company: Philadelphia.
Puspitasari, Esti. (2009). Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan
Penderita Skizofrenia Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Prinda. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian
Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Naskah
publikasi. UNDIP Semarang. http//:eprint.undip.ac.id diunduh pada tanggal
21-6-2015 pukul 10.00.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta :GrahaI lmu.
Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta.
Setiadi. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman Bagi Penderita, Keluarga
dan Relawan. Tidak dipublikasikan.
Setyowati dan Murwani.(2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung
Seto
Solahudin, Muhammad. (2009). Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan
Pasien Gangguan Jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.
Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Sudiharto.2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan
keperawatan Trnaskultural. Jakarta: EGC
Sudirman.(2014). Faktor Presipitasi yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku
Kekerasan pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 3.Nomor 6.
Sugiyono.(2009). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
Yudha,Tri S, Dr. Ah Yusuf, S.Kp., M.Kes, Hanik Endang.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.2015. Analisis Faktor Kepatuhan Keluarga Dalam Melakukan KontrolPada Penderita Skizofrenia Berdasarkan Theory Of Planned BehaviourDi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Naskahpublikasi Universitas Airlangga Surabaya
Yulia Ice Wardani .(2009). Pengalaman Keluarga. Diambil pada tanggal 12Agustus 2015, dari http://eprints.lib.ui.ac.id/4204/4/125769-TESIS0617%20Ice%20N09p-Pengalaman%20Keluarga-Pendahuluan.pdf
Yustina Nanik Lestari. 2009. Pengalamam Perawat Dalam Menerapkan PrinsipEnam Benar Dalam Pemberian Obat Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitMardi Rahayu Kudus. Tidak dipublikasikan
Wiyati Ruti, dkk. 2010. Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuankeluarga dalam merawat klien Isolasi Sosial.Jurnal keperawatanSoedirman vol.5 no.2
Wuryaningsih, Emi Wuri, Achir, Yani S. Hamid, Novy. Helena C.D. (2013). StudiFenomologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku
Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Sudiharto.2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan
keperawatan Trnaskultural. Jakarta: EGC
Sudirman.(2014). Faktor Presipitasi yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku
Kekerasan pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 3.Nomor 6.
Sugiyono.(2009). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
Yudha,Tri S, Dr. Ah Yusuf, S.Kp., M.Kes, Hanik Endang.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.2015. Analisis Faktor Kepatuhan Keluarga Dalam Melakukan KontrolPada Penderita Skizofrenia Berdasarkan Theory Of Planned BehaviourDi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Naskahpublikasi Universitas Airlangga Surabaya
Yulia Ice Wardani .(2009). Pengalaman Keluarga. Diambil pada tanggal 12Agustus 2015, dari http://eprints.lib.ui.ac.id/4204/4/125769-TESIS0617%20Ice%20N09p-Pengalaman%20Keluarga-Pendahuluan.pdf
Yustina Nanik Lestari. 2009. Pengalamam Perawat Dalam Menerapkan PrinsipEnam Benar Dalam Pemberian Obat Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitMardi Rahayu Kudus. Tidak dipublikasikan
Wiyati Ruti, dkk. 2010. Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuankeluarga dalam merawat klien Isolasi Sosial.Jurnal keperawatanSoedirman vol.5 no.2
Wuryaningsih, Emi Wuri, Achir, Yani S. Hamid, Novy. Helena C.D. (2013). StudiFenomologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku
Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Sudiharto.2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan
keperawatan Trnaskultural. Jakarta: EGC
Sudirman.(2014). Faktor Presipitasi yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku
Kekerasan pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 3.Nomor 6.
Sugiyono.(2009). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
Yudha,Tri S, Dr. Ah Yusuf, S.Kp., M.Kes, Hanik Endang.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.2015. Analisis Faktor Kepatuhan Keluarga Dalam Melakukan KontrolPada Penderita Skizofrenia Berdasarkan Theory Of Planned BehaviourDi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Naskahpublikasi Universitas Airlangga Surabaya
Yulia Ice Wardani .(2009). Pengalaman Keluarga. Diambil pada tanggal 12Agustus 2015, dari http://eprints.lib.ui.ac.id/4204/4/125769-TESIS0617%20Ice%20N09p-Pengalaman%20Keluarga-Pendahuluan.pdf
Yustina Nanik Lestari. 2009. Pengalamam Perawat Dalam Menerapkan PrinsipEnam Benar Dalam Pemberian Obat Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitMardi Rahayu Kudus. Tidak dipublikasikan
Wiyati Ruti, dkk. 2010. Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuankeluarga dalam merawat klien Isolasi Sosial.Jurnal keperawatanSoedirman vol.5 no.2
Wuryaningsih, Emi Wuri, Achir, Yani S. Hamid, Novy. Helena C.D. (2013). StudiFenomologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku
Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi di RSJ. Jurnal Keperawatan JIwa.VOL.1. NO.2