SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

82
i SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) ANTAR KELOMPOK PEMUDA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS DI JALAN DANGKO KOTA MAKASSAR) SUKMA RAMADHANI 105640 1090 10 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014

Transcript of SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

Page 1: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

i

SKRIPSI

TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) ANTAR

KELOMPOK PEMUDA DAN PENYELESAIANNYA

(STUDI KASUS DI JALAN DANGKO KOTA MAKASSAR)

SUKMA RAMADHANI

105640 1090 10

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

Page 2: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

ii

HALAMAN PENGAJUAN

TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) ANTAR

KELOMPOK PEMUDA DAN PENYELESAIANNYA

(STUDI KASUS DI JALAN DANGKO KOTA MAKASSAR)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh

SUKMA RAMADHANI

Nomor Stambuk: 105640109010

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

Page 3: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

iii

Page 4: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

iv

Page 5: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

v

ABSTRAK

SUKMA RAMADHANI, Nomor Pokok 105640 1090 10 menyusun

skripsi dengan judul : “Tata Kelola Konflik (Conflict Governance) Antar

Kelompok Pemuda dan Penyelesaiannya (Studi Kasus di Jalan Dangko Kota

Makassar)” di bawah bimbingan Dr. Djaelan Usman.M.Si dan A. Luhur

Prianto.S.IP.M.Si.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Tata Kelola Konflik

Antar Kelompok Pemuda di Jalan Dangko Kota Makassar dan Faktor-faktor apa

yang mempengaruhi terjadinya konflik antar kelompok pemuda di jalan dangko

kota Makassar. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan dasar penelitian

case study. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, yaitu

pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek

yang diteliti dan wawancara dimana peneliti mengadakan tanya jawab langsung

dengan informan sehubungan dengan masalah yang diteliti serta ditunjang oleh

data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertikaian antar kelompok yang

dikatikan dengan suku, agama, ras, dan antar kelompok merupakan konflik yang

sangat gampang untuk terulang di tempat yang sama. Dari pembahasan hasil

penelitian, peneliti kemudian menjabarkan Tata Kelola Konflik Pemuda dengan

Indikator: Pendekatan Keamanan, Pendekatan Demokratis, Pendekatan Konsiliasi.

Pertikaian antar kelompok yang dikatikan dengan suku, agama, ras, dan antar

kelompok merupakan konflik yang sangat gampang untuk terulang di tempat yang

sama. Konstalasi konflik di Jalan Dangko sangat membutuhkan Pendekatan

Rekonsiliasi dari seluruh kalangan, baik itu tokoh maupun kelompok pemuda

yang ada di kelurahan Balang Baru khususnya pemuda Jalan Rotas dan Pemuda

Jalan Dangko yang merupakan aktor dari konflik yang terjadi di Jalan Dangko.

Pemerintah kota khususnya kelurahan Balang Baru yang bertugas melindungi dan

mengayomi warga ternyata belum dapat menemukan solusi yang pas dalam

menangani perkelahian antar kelompok. Banyak fakta yang memperlihatkan

mereka yang kemudian direhabilitasi justru keluar kembali sebagai penyakit di

masyarakatnya. Solusi kemudian tidak menyentuh lingkungan pelaku tapi masih

bersifat personal dan cenderung lebih sulit untuk dikontrol pelaksanaanya.

Page 6: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam

yang ilmu-Nya termanifestasi dalam kecerdasan dan kepintaran setiap

manusia dalam hidupnya yang merupakan satu kesatuan dalam kenyataan

ciptaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

Dan tak lupa pula penulis haturkan shalawat dan taslim kita haturkan

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir yang

diutus untuk menyempurnakan seluruh faham dan ajaran Islam, sang

pembawa risalah pembebasan dari kultur masyarakat hegemoni dan tirani

menuju masyarakat demokratis yang egaliter dan berkeadaban. Dan

kepada keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang dihadapi

oleh penulis, utamanya karena masih kurangnya pengalaman yang dimiliki

penulis disamping terbatasnya literatur dan informasi lainnya. Sebagai

manusia biasa, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, baik teknik penulisannya maupun materi ilmiahnya. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

konstruksional demi penyempurnaan dan perbaikannya.

Dalam merampungkan tugas akhir ini tidak lepas dari peran orang-

orang yang oleh penulis dijadikan motivasi untuk segera merealisasikanya,

dengan perasaan ikhlas dan pantang menyerah memperjuangkan cinta

menjadi landasanya. Dengan penuh ikhtiar dan cinta penulis ingin

mempersembahkan skripsi ini untuk Ayahanda SUKIMIN HABBAS,

orang yang sangat berpengaruh dalam usaha saya mempelajari dan

menumbuhkan rasa cinta yang hakiki, dan selalu memberi semangat yang

tak bisa dijelaskan lewat kata-kata agar segera meraih cita-cita. Juga untuk

Ibunda tersayang ANDI MURIATI, tidak akan pernah kutemukan orang

Page 7: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

vii

setegar dirinya, selamat berjuang ibunda. Terima kasih sekaligus

permohonan maaf dihaturkan kepada keduanya.

Rasa terimakasih juga diberikan kepada pihak-pihak yang turut

membantu, serta memberi pengaruh kepada penulis selama ini, yaitu :

1. Bapak A. Luhur Prianto,S.IP.M.Si selaku ketua jurusan Ilmu

Pemerintahan.

2. Ibu Dr. Hj Ihyani Malik.S.Sos.M.Si selaku penasehat akademik

terima kasih atas luangan waktu, pikiranya, nasehat dan bimbingan

dalam hal akademik selama mengenyam bangku kuliah.

3. Bapak Dr. Djaelan Usman.M.Si selaku pembimbing I (satu) dan

Bapak A. Luhur Prianto, S.IP, M.Si selaku pembimbing II (dua),

terima kasih atas luangan waktu, pikirannya pada penulis hingga

akhirnya penulis bisa menemukan pengetahuan baru dalam menyusun

skripsi tugas akhir ini.

4. Seluruh staf akademik fakultas ilmu sosial dan ilmu politik terkhusus

jurusan ilmu pemerintahan.

5. Seluruh staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

pada umumnya, dan terkhusus staf dosen jurusan Ilmu Pemerintahan.

Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat slama ini. Semoga ALLAH

SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya.

6. Bapak Kepala Kesbang, Kadis Sosial dan segenap jajaran pemerintah

dan masyaraka selaku informan terimakasih atas bantuannya sehingga

penulis bisa melakukan penelitian.

7. Bapak Rektor Drs. Irwan Akib, M.Pd., atas kebijaksanaan dan

bantuan fasilitas yang diberikan.

8. Bapak Dekan DR. Muhlis Madani, M.Si., dan para pembantu Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah

Makassar, atas segala petunjuk dan dorongan moril yang telah

diberikan kepada penulis.

9. Sahabat, keluarga besar HIMJIP, TUMPANG makasih banyak sudah

menjadi teman yang selalu ada untuk saya dan buat sang kekasih

Page 8: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

viii

Abdul Rajab.S.Sos yang selalu memberikan semangat dan menjadi

inspirasi sehingga skripsi ini bisa selesai.

10. Rekan-rekan mahasiswa (i) seperjuangan yang tidak sempat penulis

sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya dalam

penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Hanya Allah swt, yang menentukan segalanya dan semoga kalian

yang telah membantu penulis mendapat pahala yang berlimpah ganda

di sisi_Nya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, tapi

setiap manusia berpotensi melakukan gerak menyempurna. Oleh karena

itu, dengan segenap kerendahan hati, kritik dan saran yang sifatnya

membangun sangat diharapkan untuk referensi hidup di masa yang akan

datang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini memberikan

kontribusi yang bermanfaat bagi semua pihak. Dan semoga Allah Swt

memberikan pahala yang melimpah atas segala kebaikan kita semua.

Amin.

Makassar,06 Mei 2014

Penulis

Page 9: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

ix

DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi .................................................................................. i

Halaman Pengesahan ............................................................................................ ii

Penerimaan Tim ………………………………………………………………...iii

Abstrak .................................................................................................................. iv

Kata Pengantar ..................................................................................................... .v

Daftas Isi .............................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tata Kelola Konflik ...................................................................... 11

B. Konsep Konflik Antara Kelompok ........................................................... 23

C. Kerangka Pikir ........................................................................................... 27

D. Definisi Fokus Penelitian ........................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 31

B. Jenis dan Tipe Penelitian ........................................................................... 31

C. Sumber Data .............................................................................................. 32

D. Fokus Penelitian dan Informan Penelitian ................................................. 32

E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 33

F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 34

Page 10: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

x

G. Keabsahan Data ......................................................................................... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian ........................................................... 37

B. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar Kelompok

Pemuda di Jalan Dangko Kota Makassar .................................................. 41

1. Ketersinggungan antar kelompok ........................................................ 42

2. Dendam antar kelompok ...................................................................... 45

3. Perselisihan antar kelompok ................................................................ 48

C. Tata Kelola Konflik antar kelompok pemuda di Jalan Dangko Kota

Makassar ................................................................................................... 51

1. Pendekatan Keamanan ........................................................................ 53

2. Pendekatan Demokratis ...................................................................... 57

3. Pendekatan Rekonsiliasi ..................................................................... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 66

B. Saran .......................................................................................................... 69

Daftar Pustaka.

Page 11: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zaman kala masyarakat senantiasa tidaklah stagnan pada kondisi

keseharian yang dimiliki, menjadikannya sebuah fenomena pantas untuk dikaji.

Dinamika yang berkembang tersebut seringkali tidak terlepas dari peranan

struktur makro yang mengatur sebuah masyarakat tertentu. Pemerintah dan

aparatur penyokongnya merupakan salah satu faktor makro tersebut yang wajib

ditekankan sebagai salah satu faktor penyokong bergeraknya arus dinamika

tersebut. Sejak terbukanya sejarah mengenai pemerintahan satu persatu teori

mengenai fungsi dan peran pemerintah berjejal, dinamikanya berlangsung

dengan mobilitas yang cepat. Masalah yang mendera juga satu per satu datang

pasca kedatangan sistem pemerintahan. Sontak sistem tersebut mendapatkan

tekanan sebagai institusi berwenang menyelesaikan setiap persoalan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang

Penanganan Konflik Sosial yang menjelaskan tentang keanekaragaman suku,

agaman, ras, dan budaya Indonesia dengan jumlah pendududk lebih dari 230

juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsug

ataupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya

menciptakan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, transisi Demokrasi

dalam tatanan Dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin cepatnya

dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut

Page 12: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

2

menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan konflik,

terutaman konflik yang bersifat horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah

mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut masyarakat,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma,

psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat

terwujudnya kesejahteraan umum.

Salah satu wacana mengemuka mengenai kota Makassar ialah

mengenai beberapa peristiwa yang menarik pandangan nasional hingga

internasional adalah kekerasan massa dalam bentuk perkelahian antar

kelompok yang kerap terjadi. Mencoba berasumsi penulis memposisikan

masyarakat Indonesia kini beranggapan bahwa kekerasan di kota Makassar

telah menjadi hal yang lazim terjadi. Ada anekdot sehari-hari yang mengatakan

bahwa kekerasan massa yang kerap terjadi di kota ini telah tergambar dari

nama kota Makassar itu sendiri.

Menurut Hardiman (2008, sebuah masyarakat yang tidak

mempersoalkan kekerasan sudah kehilangan keberadabannya). Karena itu,

pertanyaan mengenai mengapa perkelahian antar kelompok itu terjadi sangat

penting untuk dilontarkan dan dijawab. Ingat kembali katalog kekerasan massa

di kota Makassar: kerusuhan April 1996 di kampus Universitas Muslim

Indonesia yang menewaskan mahasiswa, kerusuhan dengan target etnis China

dalam kurun waktu 1997-1998 , Bentrokan berkali-kali antara aparat keamanan

dan mahasiswa yang tak sedikit menimbulkan korban dalam kurun waktu

2007-hingga tahun 2010. Dalam pertarungan politik kecemasan akan

Page 13: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

3

kekerasan massa tak juga dapat terhindarkan. Ingat saja kasus pengrusakan

show room milik mantan wakil Presiden Jusuf Kalla dalam momentum Pilgub

Sulawesi Selatan. Hingga maraknya penghakiman massa maupun perkelahian

antar kelompok warga membuat kota ini kemudian termasyhur dengan konflik

fisik yang melibatkan banyak individu yang tergabung dalam beberapa

kelompok atau yang biasa disebut dengan kekerasan massa dan masih banyak

fenomena-fenomena sosial lainya.

Berjarak dari peristiwa di atas, beberapa analis yang ahli dalam bidang

ini maupun masyarakat pemerhati persoalan sosial mengatakan bahwa individu

terseret oleh desakan kebersamaan mereka sehingga tak bisa lagi kecuali

melakukan seperti yang dilakukan orang yang lain. Seperti kesadaran in group

yang diungkapkan oleh sosiolog sekelas Soerjono Soekanto maupun Selo

Soemardjan Individu yang terlibat dalam kekerasan massa secara massif

dipindahkan dari ruang kontak sehari-hari ke dalam suatu ruang peleburan

kolektif yang mengisap ciri-ciri personalnya sebagai seorang individu. Penulis

menyebutnya “ruang kolektif’ karena ruang ini diproduksi oleh kebersamaan

dan menjadi tempat bergeraknya tindakan-tindakan kolektif walaupun dalam

beberapa analisis ada juga yang menyebutnya sebagai ruang massa. Yang

ganjil dalam perilaku massa adalah ciri psikologis yang ditimbulkan, para

pelaku mengalami penumpulan rasa salah atas tindakan kekerasan mereka.

Akal sehat disingkirkan dan digantikan dengan moralitas lemah yang menjauhi

konteks budaya dimana moralitas tersebut dibangun.

Page 14: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

4

Ada kecenderungan yang kemudian terjadi, bahwa konflik antar

kelompok dalam beberapa penelitian ternyata tidak terlepas dari heterogennya

sebuah masyarakat. Masyarakat perkotaan seperti di kota Makassar pun

memiliki kecenderungan tingkat kekerasan massa yang tinggi ketimbang

dengan daerah lain yang belum begitu terjejal arus modernisasi.

Kehidupan perkotaan yang lebih dekat dengan kebijakan pemerintah

pusat kemudian akan sangat mudah terciptanya arus balik dari masyarakat di

dalamnya. Tanggapan dari masyarakat akan lebih cepat timbul belum lagi

ketika kita meminjam teori Johan Galtung mengenai korelasi antara kekerasan

itu sendiri dengan kekerasan struktural, dalam teorinya dikatakan bahwa

kekerasan yang selama ini terjadi di masyarakat khususnya masyarakat kota tak

terlepas dari wujud kekerasan rezim penguasa setempat terhadap rakyatnya,

Kemarahan rakyat pun terlontar dalam bentuk beragam, dimulai dengan aksi

protes hingga bentuk-bentuk destruktif berupa pengrusakan yang dilakukan

oleh massa.

Beberapa pengamat kekerasan massa hingga budayawan menganggap

bahwa siklus kekerasan yang terjadi di makassar tidak terlepas dari mental

masyarakat Makassar itu sendiri yang dibangun dari konsep siri’dan pacce.

Budaya ini kemudian oleh sebagian orang dijadikan sebagai pembenar

maraknya tindak kekerasan di kota ini. Pada tahun 2010 dari semua jenis

konflik kekerasan yang melibatkan massa, di Negeri ini terjadi sebanyak 1136

kasus kekerasan yang sempat terdata. Sulawesi Selatan ternyata berada di

peringkat kedua setelah Jawa Barat yang hanya berselisih satu kasus. 124

Page 15: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

5

jumlah kasus yang terjadi di Sulawesi Selatan pada tahun 2010 itu, ternyata

diramaikan jumlahnya oleh kasus tawuran yang begitu banyak melebihi konflik

kekerasan agama, politik, pengeroyokan hingga penghakiman massa.

Seiring dengan berjalannya waktu pada tanggal 28 Oktober 2012 kota

Makassar kembali di hebohkan media nasional atas terjadinya konflik antar

kelompok pemuda di jalan Dangko, berikut laporanya: Dua kelompok warga di

Makassar, Sulawesi Selatan, terlibat tawuran, Minggu (28/10) dini hari.

Personel Brimob Polda Sulsel harus melepaskan tembakan gas air mata untuk

membubarkan tawuran kelompok warga Jalan Cenderawasih dengan warga

Jalan Dangko. Bentrokan yang terjadi pukul 03.00 Wita ini diduga dipicu

dendam lama antara kelompok pemuda Rotas dengan pemuda dari Dangko

yang sebelumnya juga terlibat bentrok. Kedua kelompok saling serang

menggunakan busur, kelewang dan petasan. Tawuran ini baru berhenti sekitar

pukul 05.30 Wita” (detik.com:27 juli 2013:20.00).

Konflik ini ditengarai oleh para pemuda yang tergabung dari dua

kelompok di jalan Dangko. Akhir dari peristiwa ini telah mengundang

perbincangan dari beberapa kalangan tentang masa depan generesi muda yang

saat ini tengah diselimuti pertikaian antar sesamanya. Ternyata dari data

tersebut, 85% dari semua kasus kekerasan di Sulawesi Selatan terjadi di kota

Makassar sebagai Ibukota provinsi. Dari semua narasi tersebut, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang Tata kelola konflik (conflict

governance)dan faktor-faktor apa yang menyebabkan maraknya kekerasan itu

menghiasi keseharian masyarakat di kota ini. Benarkah bahwa ritus kekerasan

Page 16: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

6

tersebut merupakan produk kebudayaan masyarakat Makassar ataukah bentuk

agresi sebagaimana yang diutarakan oleh Erich Fromm akibat kekerasan

struktural pemerintah sebagaimana yang disampaikan oleh Johan Galtung.

Pemerintah kota Makassar sebagai institusi kuasa yang berada di kota

ini seharusnya menyadari persoalan krusial ini, tugas pemerintah yang

seharusnya memberikan jaminan keamanan bagi setiap warga negara

seyogyanya diperankan dengan maksimal. Berbicara tentang tata kelola konflik

dimana lembaga tata kelola konflik memiliki tujuan utama mengubah konflik

tidak produktif yang muncul dalam bentuk kekerasan menjadi bentuk konflik

produktif yang muncul dalam bentuk dialog dan negosiasi damai. Lembaga ini

tidak bertugas menemukan pemecahan masalah karena hal ini akan di capai

oleh para pihak berkonflik melalui proses negosiasi, Carpenter & Kennedy

(dalam Susan, 2009).

Fokus pada penelitian ini akhirnya mengambil salah satu bentuk

kekerasan massa yang cukup meresahkan masyarakat yaitu Konflik antar

kelompok pemuda di jalan Dangko. Tak jarang dengan menggunakan senjata

tajam yang berujung pada timbulnya korban jiwa. Perkelahian antar kelompok

pemuda pun mengalir dengan berbagai motif dari pelakunya, Sebagian besar

dari pelakunya konflik yang terjadi dijalan Dangko didominasi oleh kaum

remaja. Konflik ini merupakan salah satu konflik yang cukup krusial sehingga

menurut peneliti bisa menjadi sampel untuk mewakili dari seluruh konlik yang

terjadi di kota Makassar.

Page 17: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

7

Berbagai penelitian sosial menganalisa perilaku keterlibatan remaja

dalam perkelahian antar kelompok. Namun perkelahian ini juga tak bisa

dilepas oleh mereka yang telah melewati masa remaja. Maraknya perkelahian

antar kelompok yang melibatkan masyarakat miskin atau mereka yang

berkemampuan ekonomi menengah ke bawah, menjadi salah satu indikasi

bahwa perkelahian antar kelompok sebagai salah satu bentuk kekerasan massa

diakibatkan oleh adanya kesenjangan yang akibat pembangunan tidak

berimbang di sebuah kota besar.

Banyak kasus kekerasan yang terjadi, sehingga timbul pertanyaan

dalam diri penulis tentang bagaimana tata kelola konflik di jalan Dangko.

Untuk itu diperlukan korelasi antara apa yang menjadi faktor terjadinya konflik

antar kelompok yang kerap terjadi di jalan Dangko dan bagaimana tata kelola

konflik yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulanginya.

Ketertarikan penulis membahas persoalan ini, dengan harapan tidak ada

lagi sikap menduga-duga dari masyarakat pada umumnya mengenai apakah

pemerintah kota mengambil sikap dan berperan menanggulangi kasus yang

terjadi. Lemahnya peran institusi pemerintah dalam mengambil langkah dalam

beberapa penyelesaian kasus perkelahian terus berulang terlontar ketika

kecelakaan sosial ini kembali muncul dipermukaaan. Perkelahian antar

kelompok setiap saat bisa saja terjadi dengan berbagai potensi yang diredam

untuk beberapa saat saja. Ketika keran penyebab perkelahian itu terbuka,

sontak massa pun kembali mengambil posisi dalam menyelesaikan persoalan

yang sudah tidak bisa lagi diselesaikan dengan bahasa verbal.

Page 18: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

8

Adanya disparitas antara penyelesaian kasus kekerasan dengan faktor

penyebabnya cenderung membuat perkelahian tersebut hanya selesai pada

permukaan dan tidak menyentuh akar persoalan. Perkelahian antar kelompok

yang terjadi di jalan Dangko merupakan salah satu kasus yang cukup krusial

dimana konflik tersebut sudah mengundang beberapa tokoh masyarakat untuk

turur andil dalam penanggulangannya. Begitu pula dengan aparat Kepolisian

dan Pemerintah Kota Makassar sampai saat ini aparat kepolisian masih

melakukan penyelidikan intens terkait konflik tersebut, ada beberapa nama-

nama yang diduga merupakan akar pemicu dari Konflik yang terjadi di jalan

Dangko.

Beberapa akar penyebab perkelahian itu sudah diketahui dan banyak

referensi yang bisa dijadikan acuan dalam menelaah akar konflik seperti ini

yang kerap terjadi sebagai suatu produk sosial masyarakat kota. Berbagai

upaya penanggulangan akan diteliti oleh penulis sebagai salah satu bentuk

upaya pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Penelitian ini membuka

persoalan yang sudah dibahas sebelumnya dengan memfokuskan penelitian

tentang konflik antar kelompok pemuda di jalan Dangko dengan judul: “Tata

Kelola Konflik (Conflict Governance) Antar Kelompok Pemuda dan

Penyelesaianya (Studi Kasus Di Jalan Dangko Kota Makassar)”

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian pada latar belakang diatas, maka dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut:

Page 19: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

9

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab konflik antar kelompok

pemuda di jalan Dangko kota Makassar ?

2. Bagaimana tata kelola konflik antar kelompok pemuda di jalan Dangko

kota Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Menggali akar permasalahan guna untuk membantu pemerintah dalam

mengantisipasi Faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik antar

kelompok pemuda di jalan Dangko kota Makassar.

2. Mengakarnya pandangan masyarakat yang hanya bisa menerka

penyebab timbulnya konflik, oleh karena itu penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui latar belakang konflik antar kelompok pemuda yang

terjadi di jalan Dangko kota Makassar dan bagaiman resolusi konflik

yang efektif dilakukan pemerintah untuk menutup keran konflik

tersebut.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis, memberikan informasi mengenai tata kelola konflik

dalam menanggulangi kekerasan massa dalam bentuk perkelahian antar

kelompok. Selain itu juga memberikan sedikit gambaran mengenai

penyebab kekerasan massa yang kerap terjadi di masyarakat. Hasil dari

penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan

khasanah ilmu pemerintahan terutama kajian tentang strategi peran

pemerintah dalam menangani kasus tertentu.

Page 20: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

10

2. Manfaat praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi

bagi masyarakat tentang peran pemerintah kota Makassar dalam

menanggulangi kekerasan massa dalam bentuk konflik antar kelompok

yang kerap mengganggu. Terkhusus bagi pemerintah khususnya

Pemerintah kota Makassar, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan

bahan masukan dalam perumusan kebijakan dalam rangka

penanggulangan konflik antar kelompok.

Page 21: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tata Kelola Konflik

Istilah tata kelola konflik (conflict governance) belum cukup popular,

ilmu social Indonesia lebih mengenal istilah management konflik ( conflict

management ) kedua istilah tersebut tidak terlalu menyolok perbedaannya

walaupun conflict governance di anggap lebih mendasarkan diri pada konsep

ideal demokrasi. Menurut Carpenter, lembaga tata kelola conflict memiliki

tujuan utama mengubah conflict tidak produktif yang muncul dalam bentuk

kekerasan menjadi bentuk konflik produktif yang muncul dalam bentuk dialog

dan negosiasi damai. Lembaga ini tidak bertugas menemukan pemecahan

masalah karena hal ini akan di capai oleh para pihak berkonflik melalui proses

negosiasi, Carpenter & Kennedy (dalam Susan, 1998-2009) menawarkan 3

dimensi “ fungsional dimensi “ dari lembaga tata kelola konflik demokratis,

yaitu mekanisme keamanan, resolusi konflik dan rekonsiliasi:

1. Dimensi pertama pendekatan keamanan, merupakan upaya mengurung

kekerasan terutama sekali pada saat terjadi mobilisasi massa yang

membawa tanda-tanda kekerasan. Aparat keamanan dalam hal ini

adalah lembaga kepolisian menjadi penanggung jawab utama.

Lembaga kepolisian harus memiliki kulitas dalam (1) memobilisasi

kepolisian kepusat-pusat mobilisasi massa, (2) menilai dinamika

konflik dalam masyarakat sehingga penanganan dini bisa segera

Page 22: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

12

diciptakan untuk mencegah terjadinya eskalasi kekerasan, serta (3)

melakukan persuasi terhadap massa yang telah siap menciptakan aksi

kekerasan.

2. Dimensi kedua dari tata kelola konflik, pendekatan demokratis adalah

mekanisme resolusi konflik yang memiliki dua dimensi. Yaitu dimensi

judicial settlement dan negosiasi untuk win-win solution. Mekanisme

ini difasilitasi oleh lembaga-lembaga demokrasi formal seperti KPU

untuk kasus pemilu/pilkada dan lembaga peradilan.

3. Dimensi Ketiga adalah pendekatan rekonsiliasi disetiap level

kepemimpinan grass root. Mekanisme ini mendorong proses sosial

perdamaian berkaitan dengan pembentukan kerukunan lintas kelompok

massa pendukung mekanisme ini dilaksanakan melalui lembaga lintas

kelompok, partai-partai politik, dan lembaga formal Negara seperti

kepolisian dan KPU.

Secara ideal demokrasi seharusnya menampilkan tata kelola konflik

yang memiliki kelembagaan tiga dimensi pengelolaan yang beroprasi secara

dinamis. Walaupun pada setiap konteks konflik selalu memiliki desain

kelembagaan tata kelola konfik yang berbeda. Kenyataan ini kemudian

difasilitasi oleh desentralisme kekuasaan dan otonomi daerah yang memberi

kemungkinan besar kelembagaan tata kelola konflik bisa dibangun ditingkat

daerah.

Robbin dalam Ritzer dan Goodman (2010: 431) mengatakan konflik

dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan

Page 23: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

13

bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di

sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk

meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara

lain:

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini

menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif,

merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah

violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu

hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang

kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan

manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan

ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang

wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap

sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok

atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar

anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal

yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi.

Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk

melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau

organisasi.

3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini

cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya

Page 24: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

14

konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang,

damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan

tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu

dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga

tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri,

dan kreatif.

Dari penjelasan diatas mengenai tata kelola konflik disini saya menitik

beratkan pada proses mediasi yang dilakukan pemerintah setempat dimana

Tata kelola konflik memiliki tujuan utama mengubah conflict tidak produktif

yang muncul dalam bentuk kekerasan menjadi bentuk konflik produktif yang

muncul dalam bentuk dialog dan negosiasi damai.

Lanjut dari pada itu, berbicara tentang konflik dimana konflik berasal

dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,

konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa

juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain

dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu

masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau

dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan

dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu

dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah

menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan

lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi

Page 25: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

15

sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak

satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya

atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang

bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan

sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan

menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat

menciptakan konflik.

Winardi (2007:1) Konflik adalah oposisi atau pertentangan pendapat

antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Mengingat

bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk

diterapkan para manager adalah pendekatan mencoba-mencoba memanfaatkan

konflik demikian rupa, hingga tepat serta efektif untuk mencapai sasaran-

sasaran yang di inginkan.

Menurut Taquiri dalam Hersey dan Blanchard (1992:209), konflik

merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai

keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi

dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

Menurut Pece dan Faules (1994:249), Konflik merupakan ekspresi

pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok

lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan

adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat,

dan dialami.

Page 26: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

16

Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan

yang ingin dicapai, alokasi sumber–sumber yang dibagikan, keputusan yang

diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat Interaksi yang disebut

komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal

akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.

Konflik Menurut Myers konflik dipahami berdasarkan dua sudut

pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang

buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya

konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu

kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan

kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun

dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan

menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi

itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena

itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.

2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan

bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai

konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan

adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana

menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan

antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap

sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan

Page 27: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

17

dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu

hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnya

bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Adapun penyebab konflik secara umum adalah:

1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang

memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan

lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau

lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik

sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu

sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas

musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan

berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada

pula yang merasa terhibur.

2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-

pribadi yang berbeda seseorang sedikit banyak akan terpengaruh

dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran

dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan

perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia

memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang

berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing

orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.

Page 28: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

18

Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk

tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan

kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat

menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari

kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.

Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai

penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para

pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya

diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan

bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga

harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan

antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan

mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan

kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi,

sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau

antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok

buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di

antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai,

sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk

dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam

masyarakat Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi,

tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak,

Page 29: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

19

perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya,

pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang

mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama

pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara

cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang

berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai

kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis

pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan

struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-

nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang

pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi

pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam

dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi secara cepat atau

mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di

masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua

bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan

masyarakat yang telah ada.

Ada pertentangan pendapat mengenai perbedaan pandangan terhadap

peran konflik dalam organisasi yang disebut oleh Robbin dalam Ritzer dan

goodman (2010: 431) sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa

di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi

lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan

konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

Page 30: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

20

a) Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan

bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan

harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,

dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat

komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang-

orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan

aspirasi karyawan.

b) Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini

menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar

terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai

sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau

organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota.

Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat

guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik

harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan

di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

c) Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini

cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik.

Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan

serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif.

Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada

tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam

kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Page 31: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

21

Berdasarkan penjabaran pandangan - pandangan di atas, ada dua hal

penting yang bisa disorot mengenai konflik:

a. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal

ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita

harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua

konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar

pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah

suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan

individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka

dalam proses itu, pasti ada konflik. Konflik pun tidak hanya

diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal

seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan

pertentangan. Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya

saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga

diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena

tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung

amarah.

b. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber

pengalaman positif. Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat

menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok

atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk,

tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya

perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa

Page 32: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

22

bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang

kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi

konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

Hasil atau akibat dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang

mengalami konflik dengan kelompok lain.

2. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

3. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa

dendam, benci, saling curiga dll.

4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

5. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam

konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik

dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-

dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil

tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan

menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan

menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.

3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan

percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak

tersebut.

Page 33: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

23

4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan

percobaan untuk menghindari konflik.

B. Konsep Konflik Antar Kelompok

Penanggulangan dalam bahasa sehari-hari ialah tindakan yang

dilakukan untuk mencegah sebuah kejadian. Biasanya kata ini diikuti oleh kata

yang akan dicegah tersebut. Sedangkan Konflik adalah kegiatan adu mulut

maupun fisik yang melibatkan dua orang atau lebih yang saling bertengkar.

Konflik antar kelompok bisa menimbulkan dua interpretasi, yang pertama ialah

kegiatan pencegahan sebelum konflik antar kelompok itu terjadi dan yang

kedua ialah bagaimana tindakan yang dilakukan untuk menghentikan ketika

konflik itu berlangsung. Mengenai konflik antar kelompok penulis

memasukkan kata dan mentitikberatkan penanggulangan pada interpretasi yang

pertama dengan asumsi, bahwa tugas itu memang diperankan oleh pemerintah.

Sedangkan interpretasi yang kedua merupakan tugas dari satuan pengamanan

negara seperti kepolisian.

Kita membicarakan di sini bukan kekerasan individual yaitu kekerasan

yang dilakukan oleh individu, seperti membunuh karena dendam pribadi, atau

merampok-melainkan kekerasan massa, yakni kekerasan yang dilakukan oleh

massa. Kekerasan jenis ini berbeda dari kekerasan yang dilakukan individu

karena para pelaku melakukan kekerasan itu tidak semata-mata atas dasar

dendam atau kebencian personal, melainkan banyak dipengaruhi dinamika

sebuah kelompok. Konflik antar kelompok merupakan salah satu bentuk

kekerasan massa atau kekerasan kolektif. Kekerasan individual terliput oleh

Page 34: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

24

hukum pidana dan situasi sehari-hari, tetapi kekerasan massa sering melampaui

hukum positif itu.

Sulit menghukum demikian banyaknya pelaku. Semakin kurang

personal motif kekerasan dan semakin merasa benarlah para pelaku kekerasan

itu. Kekerasan massa tidak beroperasi di dalam hukum, tetapi melawan dan

melampaui tatanan hukum itu sendiri. Karena kompleksnya peristiwa ini, akar-

akar penyebabnya juga kompleks.

Namun, dalam ulasan ini saya akan menarik gagasan Budi Hardiman

yang banyak mengambil gagasan dari para pemikir psikoanalisa pada tiga akar

kekerasan yang terkait dengan condition human, yaitu: yang bersifat

epistemologis, antropologis, dan sosiologis.

Secara epistemologis kekerasan massa atau perkelahian antar kelompok

terjadi karena menganggap orang atau kelompok lain berada dari luar dirinya.

Jadi kekerasan dilakukan bukan terhadap yang sesama, melainkan yang lain.

Contoh: Mahasiswa Palopo yang dari tahun ke tahun dikenal sering

berbenturan dengan Mahasiswa Bulukumba, tentunya kedua kelompok tersebut

akan melihat kelompok yang lain berbeda dengan dirinya. Solidaritas etnis

kemudian menjadi tembok pemisah kedua kelompok hingga akhirnya benturan

pun terjadi. Kelompok-kelompok pelajar yang melakukan tawuran juga

mengalami kondisi yang sama. Dibumbui dengan semangat kesadaran-

kekamian mereka berkelompok berkelahi dengan kelompok yang lain untuk

mengangkat derajat kelompoknya. Dalam kondisi kelompok, manusia-manusia

Page 35: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

25

tidak mengenal satu sama lain sebagai individu-individu, tetapi sebagai elemen

massa.

Perspektif antropologis, individu tidak akan bergabung ke dalam massa

dan melakukan kekerasan kolektif semata-mata spontan dan naluriah.

“Kewajaran” dalam melukai atau melakukan kekerasan dimungkinkan karena

individu-individu memandang tindakan kekerasannya sebagai sesuatu yang

bernilai. Karena itu, menemukan bagaimana sebuah sistem nilai memotivasi

manusia untuk melakukan kekerasan terhadap sesamanya adalah langkah

penting untuk menemukan akar psikologis kekerasan. Manusia akan

melakukan kekerasan tanpa merasa bersalah jika tindakan itu dipandang

sebagai realisasi suatu nilai. Kekerasan adalah bentuk realisasi diri.

Demonstrasi yang berujung pada bentrok dengan aparat pengamanan,

bagi para demonstran cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak keliru.

Ini dikarenakan karena demonstrasi dianggap adalah wujud permintaan

masyarakat banyak, maka ketika ada sesuatu yang dianggap menghalangi maka

tindakan kekerasan pun akan cenderung muncul. Begitupun dengan kaum

fundamentalis yang bersedia mati demi agamanya, mereka membayangkan

kematian sebagai suatu jalan yang bernilai. Belum lagi dalam kasus di

Indonesia agama yang dirawat oleh masyarakat pun berubah menjadi salah satu

bagian dalam pembangunan, hingga tak jarang agama digunakan sebagai salah

satu pembenar kekerasan itu.

Kembali melihat bagaimana pertahanan nilai itu bisa menjadi embrio

kekerasan. Jika nilai-nilai moral kehilangan daya gigitnya karena oportunisme

Page 36: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

26

merajalela, suatu disorientasi nilai akan dialami individu. Inkosistensi dan

inkoherensi nilai-nilai menimbulkan rasa ketidakpastian yang mendorong

panik massa. Kerinduan akan kepastian yang muncul merupakan bahan bakar

bagi setiap ideologi massa yang memotivasi kekerasan kolektif. Fanatisme

pendukung sepakbola, radikalisme demonstran, ataupun fundamentalisme

beragama adalah gaya berpikir untuk lari dari rasa ketidakpastian itu. Mereka

akan mencari jalan untuk mendapatkan kepastian itu dengan caranya terlebih

bila ada institusi yang diberi kepercayaan untuk menghilangkan rasa

ketidakpastian itu, namun tidak dapat mengemban amanah.

Memahami akar sosiologis kekerasan dimana kita harus bertolak dari

pengalaman isolasi itu karena isolasi yang menyentuh jiwa itu bersumber dari

kondisi-kondisi struktural masyarakat. Artinya, tatanan masyarakat itulah yang

menjadi sumber kekerasan . Banyak ahli yang menyatakan bahwa ketimpangan

sosial memicu aksi kekerasan massa dan perkelahian antar kelompok, karena

mereka yang dimarjinalisasikan, didikriminasikan dan direpresi lalu akan

memobilisasi diri sebagai massa. Tindakan kekerasan dapat dilihat di sini

sebagai strategi protes. Johan Galtung menyatakan bahwa represi, diskriminasi,

dan marjinalisasi adalah hasil kekerasan legitimatif atau yang biasa disebut

dengan negara.

Kondisi demikian membuat kita harus membaca gagasan Johan Galtung

tentang segitiga kekerasan yang mempertautkan kekerasan langsung, kekerasan

struktural, dan kekerasan kultural. Mereka yang tewas, korban-korban yang

Page 37: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

27

terluka parah, harta benda yang terbakar, kaum terbuang, dan apa pun yang

menghancurkan peradaban adalah kekerasan langsung.

Kekerasan yang bersifat kasat mata itu tidaklah berdiri sendiri.

Kekerasan itu adalah akibat dari kekerasan struktural dan kekerasan kultural

yang tidak terlihat. Jalinan yang terjadi antara kekerasan yang tidak terlihat

dengan kekerasan yang konkret sebegitu akrab. Kekerasan struktural terbangun

dalam sistem sosial dan mengekspresikan dirinya pada distribusi kekuasaan

yang timpang. Kenyataan ini dapat diidentifikasi dengan merebaknya

kesenjangan untuk mendapatkan penghasilan, ketimpangan di bidang

pendidikan, atau eksploitasi yang tidak pernah berhenti. Kekerasan struktural

adalah nama lain dari ketidakadilan sosial. Sedangkan kekerasan kultural

merupakan aspek-aspek budaya yang dipakai untuk membenarkan dan

melegitimasi pemakaian kekerasan langsung atau kekerasan struktural. Setiap

pihak mempunyai nilai-nilai rujukan untuk mengobarkan kekerasan.

Konflik, perselesihan, percekcokan, pertentangan dan perkelahian,

merupakan pengalaman hidup yang cukup mendasar, karena meskipun tidak

harus, tetapi mungkin bahkan amat mungkin terjadi. Seperti pengalaman hidup

yang lain, konflik tidak dapat dirumuskan secara ketat. Lebih tepat bila konflik

itu diuraikan dan dilukiskan.

C. Kerangka Pikir

Sebagai wujud dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang menjelaskan tentang

keanekaragaman suku, agaman, ras, dan budaya Indonesia dengan jumlah

Page 38: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

28

pendududk lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan

bangsa yang secara langsug ataupun tidak langsung dapat memberikan

kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Disamping itu, transisi Demokrasi dalam tatanan Dunia yang makin terbuka

mengakibatkan makin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi

asing.

Berdasarkan peraturan tersebut sebagai wujud kongkret dari Tata kelola

konflik antar kelompok pemuda dijalan Dangko, sebagaimana yang telah

penulis uraikan maka kerangka pikir yang akan menjadi acuan dalam penelitian

ini adalah:

FAKTOR YANGMENYEBABKAN

TERJADINYA KONFLIK

DENDAM ANTARKELOMPOK

TATA KELOLA KONFLIKANTAR KELOMPOK PEMUDA

DI JALAN DANGKO

- Pendekatan Keamanan- Pendekatan Demokratis- Pendekatan Rekonsiliasi

PERSELISIHANANTAR

KELOMPOK

KETERSINGGUNGANANTAR

KELOMPOK

Page 39: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

29

D. Deskripsi Fokus Penelitian

Untuk memberikan keseragaman pengertian mengenai objek penelitian,

maka diuraikan beberapa deskripsi fokus sebagai berikut:

1. Tata Kelola Konflik adalah tujuan utama mengubah conflict tidak

produktif yang muncul dalam bentuk kekerasan menjadi bentuk konflik

produktif yang muncul dalam bentuk dialog dan negosiasi damai

2. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu

lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam

pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua

atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami. Konflik

senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang

ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang

diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat Interaksi yang

disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak

dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda –

beda.

3. Konflik Antar Kelompok Adalah proses atau keadaan dimana dua atau

lebih dari pihak-pihak itu melakukan persaingan, pertentangan,

perselisihan dan perseteruan. Berusaha menggagalkan tujuan masing-

masing pihak dan hal itu merupakan “kekuasaan yang kreatif dari sejarah

manusia”.

4. Kelompok (group) adalah dapat didefinisikan sebagai kumpulan dua

orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain sedemikian rupa

Page 40: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

30

sehingga perilaku dan atau kinerja (performance) dari seseorang

dipengaruhi oleh perilaku / kinerja anggota yang lain. Kelompok

merupakan salah satu unit analisis, disamping unit analisis yang lain:

individu dan organisasi. Seperti halnya dengan individu, pemahaman

tentang perilaku kelompok perlu juga dimiliki oleh para anggota

organisasi, terlebih-lebih para pemimpin.

5. Ketersinggungan sosial adalah sebuah sistem sosial masyarakat yang

menjadi salah satu penyebab terjadinya perkelahian antar kelompok

dalam masyarakat. Solidaritas kelompok terbangun dalam pola

kehidupan sehari-hari. Interaksi antar warga mulai membangun

kedekatan dengan saling membantu dalam mengerjakan urusan bersama.

Sebuah pemukiman dengan corak masyarakat yang cenderung homogen

seperti pemukiman padat penduduk dengan tingkat ekonomi yang hampir

setara. Pola interaksi yang terbangun cenderung sangat intim.

6. Dendam antar kelompok adalah Salah satu faktor yang menjadi pemicu

timbulnya perkelahian antar kelompok ialah dendam yang kemudian

mengalir secara turun temurun diantara dua kelompok.

7. Perselisihan antar kelompok adalah Masalah kecil yang bersifat personal

dimulai maka seketika itu pula bantuan datang dalam proses

penyelesaiannya. Tetap pada kesadaran kelompok tadi perselisihan kecil

seperti pembangunan parit di pemukiman penduduk yang harus

menyenggol sedikit lahan pekarangan bisa menjadi embrio konflik.

Page 41: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Jalan Dangko Kota Makassar,

dengan waktu penelitaian pada bulan Januari 2014. Penentuan lokasi ini antara

lain didasarkan atas pertimbangan karna di jalan Dangko merupakan daerah

yang rawan konflik dan sering terjadi konflik antar kelompok sehingga

membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di jalan Dangko sebagai

proses untuk merampungkan data-data penelitian tentang Tata kelola konflik

antar kelompok pemuda di jalan Dangko kota Makassar.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian

kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini berupaya untuk memahami

fenomena-fenomena konflik antar kelompok di kota Makassar khusunya di

jalan Dangko. Penggunaan lebih dari satu pendekatan pengumpulan data

mengijinkan evaluator menggabungkan kekuatan dan kebenaran dari suatu

sumber data.

Hal ini berangkat dari pemaknaan pendekatan penelitian kualitatif itu

sendiri dimana metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati.

Page 42: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

32

Tipe penelitian ini merupakan tipe penelitian Deskriptif Kualitatif (studi

kasus) dimaksudkan untuk memberi gambaran secara jelas mengenai masalah-

masalah yang diteliti, menginterpretasikan serta menjelaskan data secara

sistematis. Dasar penelitian ini adalah wawancara, yaitu melakukan dialog

(wawancara) kepada informan yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hal

yang berhubungan dengan penelitian.

C. Sumber Data

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui observasi dan

wawancara dengan, Pemerintah kota Makassar khusunya Pemerintah

Kecamatan Tamalate, Pelaku Konflik dan Kapolsek Tamalate selaku

aparat keamanan yang menangani kasus-kasus konflik yang terjadi di jalan

Dangko serta pihak yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan

dalam penelitian.

2. Data sekunder adalah data-data yang di peroleh dari buku-buku, dokumen

dan literatur serta bahan-bahan tertulis baik dari dalam maupun dari luar

wilayah jalan Dangko yang mendukung dan berhubungan dengan pokok

bahasan penelitian ini.

D. Fokus Penelitian dan Informan Penelitian

Fokus penelitian ini yaitu untuk mengetahui tata kelola dan faktor-

faktor penyebab konflik dan antar kelompok pemuda di jalan Dangko kota

Makassar. Informan sebagai salah satu sumber data yang urgen terhadap

penelitian harus menggunakan teknik yang tepat. Teknik pemilihan informan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling. Yaitu suatu

Page 43: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

33

teknik penarikan informan yang digunakan apabila unsur-unsur yang ada

dalam lokasi penelitian tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk ditarik/

dipilih menjadi informan dalam penelitian ini. Teknik pengambilan informan

adalah merupakan cara yang digunakan dalam hal memperoleh data primer

untuk bahan penelitian. Informan dalam penelitian ini diantaranya dari

Pemerintah Kesbang, Aparat Kepolisian dalam hal ini Polsek Tamalate dan

Pemuda yang terlibat konflik.

1. Kesbang Kota Makassar : 3 orang

2. Pihak Kelurahan : 2 orang

3. Pihak Kepolisian : 2 orang

4. Pemuda yang terlibat konflik : 4 orang

E. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para

informan sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang

mendukung pernyataan informan dan selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen dan lain-lain. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah:

1. Metode Pustaka (Library method) yakni suatu bentuk penelitian untuk

memperoleh data-data dari berbagai sumber seperti literatur-literatur baik

berupa buku ataupun media lainnya yang berhubungan dengan penelitian

yang dilakukan.

2. Observasi yang meliputi pengamatan dan pencatatan sistematik tentang

gejala-gejala yang diamati . Pengumpulan data dalam penelitin ini

Page 44: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

34

dilakukan dengan cara observasi langsung (direct observation) dan sebagai

peneliti yang menempatkan diri sebagai pengamat (rocegnized outsider)

sehingga interaksi peneliti dengan subjek penelitian bersifat terbatas.

Dengan melakukan observasi, peneliti mencatat apa saja yang dilihat dan

mengganti dari dokumen tertulis untuk memberikan gambaran secara utuh

tentang objek yang akan diteliti.

3. Wawancara atau diskusi langsung dengan pihak terkait dalam

mengumpulakan data dan informasi guna mempercepat dan

mengkongkritkan informasi yang dikumpulkan. Dan Narasumbernya

adalah Pemerintah Kecamatan Tamalate, Aparat Kepolisian dalam hal ini

Polsek Tamalate dan Pemuda yang terlibat Konflik antar Kelompok

Pemuda di jalan Dangko Kota Makassar.

Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan penelaahan terhadap

bahan-bahan yang tertulis yang meliputi hasil-hasil seminar maupun laporan

dari informan dan buku-buku serta majalah. Beberapa data sekunder yang

dicari dalam penelitian ini adalah Informasi tertulis baik dari dalam maupun

dari luar daerah jalan Dangko yang dianggap relevan.

F. Teknik Analisis Data

Teknik Peneliti menggunakan Data Kualitatif yaitu semua bahan,

keterangan, dan fakta-fakta yang tidak dapat diukur dan dihitung secara

sistematis karena wujudnya adalah keterangan verbal (kalimat dan data)

dengan teknik ini peneliti hanya mengumpulkan data-data, informasi-

informasi, fakta-fakta, keterangan-keterangan yang bersifat kalimat dan data

Page 45: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

35

dari permasalahan yang peneliti anggap penting dan mendukung dalam hal

pengumpulan data di Kecamatan Tamalate, Polsek Tamalate dan instansi

terkait yang sudah dipersiapkan oleh peneliti.

Menurut Miles dan Huberman (2007:16) Analisis Data Kualitatif

adalah suatu proses anaisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi

bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau

verifikasi. Proses Reduksi Data adalah merupakan suatu proses pemilihan pada

penyederhanaa, pengabstrakan dan transformasi kasar yang manual dari

catatan-catatan dilapangan. Penyajian Data adalah merupakan sekumpulan

informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan

dan pengambilan tindakan dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat

memahami apa yang sedang terjadi dan yang harus dilakukan. Menarik

Kesimpulan adalah memulai mencari data dengan mencari arti benda, mencatat

keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin alur sebab akibat

dan proposisi (Miles dan Huberman,2007 teknik analisa data kualitatif ).

G. Keabsahan Data

Triangulasi bermakna yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran

data yang akan dikumpulkan dari berbagai sumber data, dengan menggunakan

teiknik pengumpulan data yang lain, serta pengecekan pada waktu yang

berbeda.

1. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek pada sumber lain

keabsahan data yang telah diperoleh sebelumnya.

Page 46: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

36

2. Triangulasi metode

Triangulasi metode bermakana data yang diperoleh dari satu sumber

dengan menggunakan metode atau teknik tertentu , diuji keakuratan

atau ketidak akuratannya.

3. Triangulasi waktu

Triangulasi waktu berkenan dengan waktu pengambilan data.

Page 47: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai daerah penelitian, penulis

kemudian memberikan gambaran umum daerah penelitian, dimana sangat

memberikan andil dalam pelaksanaan penelitian terutama pada saat

pengambilan data, dalam hal ini untuk menentukan teknik pengambilan data

yang digunakan terhadap suatu masalah yang diteliti. Di sisi lain pentingnya

mengetahui daerah penelitian, agar dalam pengambilan data dapat

memudahkan pelaksanaan penelitian dengan mengetahui situasi baik dari segi

kondisi wilayah, jarak tempuh dan karakteristik masyarakat sebagai objek

penelitian.

1. Profil Kelurahan Balang Baru

Kondisi Umum Kelurahan Balang Baru adalah:

a. Secara Geografis

1. Letak dan Luas Wilayah

Kelurahan Balang Baru merupakan salah satu Kelurahan di

Kecamatan Tamalate Kota Makassar yang terletak 2 Km ke arah

Selatan Dari Kelurahan Parang Tambung. Kelurahan Balang Baru

mempunyai luas wilayah seluas ± 6,67 Hektar.

2. Iklim

Iklim Kelurahan Balang Baru sebagaimana Kelurahan lain di wilayah

Kota Makassar mempunyai Iklim Kemarau dan Penghujan, hal

Page 48: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

38

tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang

ada di Kelurahan Balang Baru.

b. Secara Administrasi

1. Letak wilayah administrasi berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kelurahan Maccini Sombala

Sebelah Timur : Kelurahan Mae

Sebelah Selatan: Kelurahan Parang Tambung

Sebelah Barat : Kelurahan Jongaya

c. Keadaan sosial Ekonomi Penduduk

1. Jumlah Penduduk

Kelurahan Balang Baru mempunyai Jumlah Penduduk 23.855 Jiwa,

yang dengan perincian sebagaimana tabel:

TABEL 1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

11.948 11.905 23.855

Sumber data: profil Kelurahan Balang Baru 2014

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masayarakat Kelurahan Balang Baru adalah

sebagai berikut:

Page 49: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

39

TABEL 2

Tingkat Pendidikan

Pra Sekolah SD SMP SMA Sarjana

560 org 715 org 659 org 587 org 250 org

Sumber data: profil Kelurahan Balang Baru 2014

3. Mata Pencaharian

Karena Kelurahan Balang Baru merupakan Kelurahan yang angka

pengangguran cukup tinggi, maka sebagian besar penduduknya

bermata pencaharian sebagai Buruh harian, selengkapnya sebagai

berikut:

TABEL 3

Mata Pencaharian

Buruh Harian Pedagang PNS Wira Usaha

955 org 32 org 238 org 139 org

Sumber data: profil Kelurahan Balang Baru 2014

d. Sarana dan Prasarana Kelurahan

Kondisi sarana dan prasarana umum Kelurahan Balang Baru secara

garis besar adalah sebagai berikut:

TABEL 5

Prasarana Kelurahan

Balai Kelurahan Jalan Kota Jalan Kecamatan Jalan Kelurahan Masjid

1 Unit 2,5 Km 10 Km 5 Km 4 Unit

Page 50: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

40

Sumber data: profil Kelurahan Balang Baru 2014

e. Visi Dan Misi Kelurahan Balang Baru

1. Visi

Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa

depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan Kelurahan.

Penyusunan Visi Kelurahan Balang Baru ini dilakukan dengan

pendekatan partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di

Kelurahan baling Baru seperti pemerintah Kelurahan, Ormas, Tokoh

Masyarakat, Tokoh Agama, Lembaga Masyarakat Kelurahan dan

masyarakat Kelurahan pada umumnya. Pertimbangan kondisi eksternal di

Kelurahan seperti satuan kerja wilayah pembangunan di Kecamatan.

Maka berdasarkan pertimbangan diatas Visi Kelurahan Balang Baru

adalah: “Terwujudnya Kelurahan Balang Baru sebagai Kelurahan yang

Partisipatif melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan roda

Pemerintahan”.

2. Misi

Selain Penyusunan Visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat

sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Kelurahan agar

tercapainya visi Kelurahan tersebut. Visi berada di atas Misi, Pernyataan

Visi kemudian dijabarkan ke dalam misi agar dapat di operasionalkan /

dikerjakan. Sebagaimana penyusunan Visi, misipun dalam

penyusunannya menggunakan pendekatan partisipatif dan pertimbangan

Page 51: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

41

potensi dan kebutuhan Kelurahan Balang Baru proses yang dilakukan

maka misi Kelurahan Balang Baru adalah:

1. Meningkatkan Kualiatas sumber daya manusia (SDM disegal

bidang).

2. Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi.

3. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

B. Faktor-Faktor Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Konflik Antar

Kelompok Pemuda Di Jalan Dangko Kota Makassar.

Perkelahian antar kelompok kerap hanya dijadikan persoalan sepele

ketika persoalan tersebut bisa dikatakan belum berdampak besar pada kondisi

masyarakat perkotaan. Timbulnya korban jiwa dari perkelahian tersebut,

Justru baru akan mengundang tindakan pemerintah kota untuk segera

menyelesaikan persoalan. Seperti apa yang dipahami dalam kajian teoritis pada

bab sebelumnya. Konflik yang terjadi di Jalan Dangko semuanya tidak pernah

berdiri sendiri atau dalam artian terdapat penyebab yang menimbulkan

terjadinya konflik.

Kota Makassar dalam hal ini Kelurahan Balang Baru dengan segala

kondisi urban yang dimiliki terus mengemban beban sosial yang sangat besar.

Pembangunan yang bisa disaksikan begitu tidak berimbang dengan jumlah

pemukiman kumuh yang semrawut dalam tata kelolanya. Belum lagi ketika

para penduduk miskin harus dihadapkan pada kebutuhan yang sangat pelik.

Kekerasan kolektif menggores luka besar dalam pemerintahan di kota

ini, konflik antar kelompok pemuda di Jalan Dangko memberi bukti bahwa

Page 52: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

42

kekerasan antar kelompok dalam bentuk perkelahian bisa saja dialami dan

dilakukan oleh berbagai pihak. Perkelahian antar kelompok tersebut kini di

kota Makassar sudah menyentuh berbagai kalangan.

Belum cukup sampai di situ selain perkelahian antar kelompok warga

yang memang kerap terjadi di wilayah pemukiman padat seperti kecamatan

Makassar tekhusus wilayah Jalan Maccini dan Abu Bakar Lambogo serta

wilayah sekitar areal belakang kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI).

Perkelahian antar aparat yang melibatkan pihak kepolisian dan Tentara

Nasional Indonesia (TNI) pernah terjadi pada tahun 2010. Sebuah sajian miris

dan menurut peneliti itu adalah hal wajar ketika faktor-faktor yang

menimbulkan perkelahian kolektif itu telah terpenuhi.

Berikut adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik antar

kelompok pemuda di Jalan Dangko kota Makassar. konflik antar kelompok ini

ditinjau dari motif kejadian:

1. Ketersinggungan Antar Kelompok

Sejarah yang membekas dalam sistem sosial masyarakat

tertentu menjadi salah satu penyebab terjadinya perkelahian antar

kelompok dalam masyarakat kita. Solidaritas kelompok terbangun

dalam pola kehidupan sehari-hari. Interaksi antar warga mulai

membangun kedekatan dengan saling membantu dalam mengerjakan

urusan bersama. Sebuah pemukiman dengan corak masyarakat yang

cenderung homogen di Kelurahan Balang Baru pemukiman padat

Page 53: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

43

penduduk dengan tingkat ekonomi yang hampir setara. Pola interaksi

yang terbangun cenderung sangat intim.

Peneliti yang menemukan kondisi ini di areal pemukiman

Rotas dan Dangko tepatnya kelurahan Balang Baru. Penduduk

kelurahan ini yang terbilang cukup padat, walaupun penduduknya

memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda namun ikatan sosial

dan kekerabatan tetap terbangun. Ikatan sosial tersebut nampak

terlihat dari pola pergaulan mereka yang berumur di atas 18 hingga 25

tahun. Seringkali bila selepas maghrib beberapa pemuda sudah terlihat

duduk di pinggiran jalan. Hal yang lain pula nampak ketika mereka

mengerjakan beberapa pembangunan sarana penduduk untuk

kepentingan bersama seperti pembangunan polisi tidur, bahkan bila

salah satu penduduk meminta bantuan dari warga sekitar untuk

membantu mengerjakan pembangunan pagar rumah maka dengan

upah seadanya mereka rela untuk membantu penduduk yang meminta

bantuan tersebut.

Kehidupan sehari-sehari penduduk di pemukiman padat

dengan tingkat kemampuan ekonomi menengah ke bawah seperti yang

diceritakan bila mengutip kembali apa yang diutarakan oleh Soerjono

Soekanto tentang kesadaran in group. Maka kesadaran kesamaan

kondisi dengan masyarakat lain dalam areal maupun komunitas

tertentu tadi terbangun dengan sendirinya dan itu akan semakin kuat

bila terdapat tekanan maupun gangguan dari kelompok eksternal.

Page 54: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

44

Gangguan yang datang dari kelompok luar tentunya juga memiliki

kondisi yang sama yakni kepemilikan akan solidaritas kelompok

untuk mempertahankan kelompoknya.

Persinggungan antar kelompok bagi masyarakat kota

merupakan hal lazim bagi kelompok Rotas dengan kelompok Dangko.

Bahkan hanya dengan dengungan suara motor yang keras dihadapan

beberapa pemuda yang sedang berkumpul maka perkelahian bisa

langsung terjadi.

“Biasa gara-gara gas motorji, atau pakai kata-kata kotor atau kalautidak saling kenal biasanya berkelahi mi” Ungkap SF salah satuinforman dari kelompok pemuda jalan Dangko.(Wawancara 27 Februari 2014)

Apa yang diungkapkan oleh SF sebagai salah salah satu

anggota kelompok pemuda jalan dangko, Perkelahian di Jalan Dangko

merupakan sebuah kejadian yang berulang-ulang. Masyarakat

kelurahan Balang Baru khususnya warga jalan Rotas dengan warga

Jalan Dangko yang memiliki kepadatan penduduk dan kelompok-

kelompok pemuda pengangguran sangat mudah terpicu konflik

dengan masalah sepele tersebut. Dalam teori Winardi, (2007,

Manajemen Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan: Bila

salah seorang dari luar kelompoknya memicu amarah, maka kelompok

tersebut biasanya menghadirkan orang tersebut dan bila komunikasi

tidak berjalan baik yang bersangkutan kemudian juga memanggil

Page 55: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

45

kelompoknya hingga akhirnya perkelahian antar kelompok pun

terjadi.

2. Dendam Antar Kelompok

Salah satu faktor yang menjadi pemicu timbulnya

perkelahian antar kelompok ialah dendam yang kemudian mengalir

secara turun temurun diantara dua kelompok. Kita ingat saja apa yang

kemudian menjadikan fakultas FISIP dan Teknik di Universitas

Hasanuddin begitu gampang tersulut walau hanya diawali dengan

persoalan yang sangat sepele. Dendam lama yang sudah terawat sejak

puluhan tahun hingga ditandai dengan beberapa peristiwa besar seperti

black september membuat stimulus yang mampu menjadikan

pertikaian dua kelompok terus bergulir hingga saat ini.

Hal serupa juga yang kemudian menjadi faktor pemicu

terjadinya konflik antar kelompok pemuda di jalan dangko dimana

sejak terjadinya pertikaian pertama anatara kelompok pemuda jalan

rotas dengan kelompok pemuda jalan dangko yang terjadi pada tahun

2010 lalu telah menanam embrio dendam anatar kedua kelompok ini

untuk saling memusuhi. Namaun yang menjadikan kondisi semakin

fatal dimana ada beberapa kelompok yang karena telah menanam

dendam lama pada kelompok pemuda di jalan dangko membuat

kelompok tersebut ikut serta membantu kelompok rotas karena

persoalan dendam lama itu terhadap kelompok pemuda jalan dangko.

“Kalau berkelahi biasanya ada bantuan dari luar seperti anak Abdulkadir yang datang membantu anak rotas karena persoalan dendamnya

Page 56: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

46

anak Abdul kadir kepada anak dangko” Ungakp MY informan wargajalan dangko.(Wawancara 27 Februari 2014)

Faktor dendam lama pada kondisi diantara kedua kelompok

pemuda ini menunjukkan bukti bahwa belum ada upaya maksimal

untuk menghalangi ritual perkelahian yang terus terjadi. Perbincangan

dengan beberapa pemuda di jalan dangko yang ditengarai oleh

pemerintah kota dalam hal ini Kesbang tentang perkelahian antar

kelompok pemuda jalan dangko ditemukan sebuah kondisi yang

menunjukkan bahwa minuman keras menjadi salah satu motif yang

nampak untuk menimbulkan perkelahian antar kelompok. Untuk kota

besar seperti Makassar, minuman keras merupakan hal yang lazim.

Dalam Teori delinquen (kenakalan), minuman keras pada awalnya

hanya sebagai bahan pengisi waktu senggang untuk melepas penat

dalam kelaziman aktivitas sehari-hari.

Beberapa tempat penjualan minuman keras yang begitu

tersohor di kota ini membuka gerainya selama 24 jam yang kapanpun

bisa diakses oleh para konsumen. Ditambah lagi dengan beberapa

distributor minuman keras yang belum memperoleh izin sangat mudah

untuk didapatkan melalui informasi mulut ke mulut. Jalan batu putih

bagi para pemuda yang biasa menenggak minuman keras tentunya

sudah sangat terkenal. Disana berbagai jenis minuman keras bisa

diperoleh juga dengan beragam harga sesuai kemampuan. Beberapa

pemuda yang bermukim jauh dari jalan batu putih tersebut biasanya

Page 57: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

47

hanya mendatangi gerai kecil di sekitar pemukiman mereka. Cara

menemukan gerai tersebut pun sangatlah gampang, cukup dengan

menanyakan gerai kecil yang masih buka hingga dini hari kepada

orang yang berlalu lalang di luar rumah juga pada waktu tersebut.

Penulis mendapatkan data ini dari Kesbang dengan beberapa data

wawancara yang di sinkronkan dengan observasi langsung di

lapangan.

“Kalo kumpul-kumpulmi itu anak-anak pastimi minum itu baru kalomabukmi semua pergimi ugal-ugalan naik motor dan sangat tipiskemungkinan tidak dapat masalah kalo pergimi balap-balap kelurlorong” Ujar HS informan dari jalan Rotas.(Wawancara 28 Februari 2014)

HS yang sejak tahun 90-an sudah mulai menenggak minuman

keras begitu cakap ketika menceritakan berbagai tempat dimana

minuman keras sangat mudah untuk didapatkan. Harga minuman yang

sangat murah menjadi salah satu variabel para pemuda semakin sering

menjadikan minuman keras sebagai alat solidaritas mempertemukan

cerita-cerita mereka. Mengumpulkan uang dari kantong masing-

masing menjadi awal cerita minum, bila uang yang terkumpul tidak

mencapai harga untuk membeli harga beberapa botol minuman yang

memang harganya telah melonjak sekitar tahun 2010, maka ballo’ bisa

menjadi pilihan. Cukup dengan Rp. 5000,- maka sekitar 2 liter ballo’

sudah bisa diperoleh.

Berikut adalah cerita MY salah satu pemuda yang sempat

terlibat konflik pada tahun 2011 tentang bagaimana minuman keras

Page 58: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

48

menjadi faktor penyebab perkelahian anatara kelompok pemuda

dijalan dangko:

“Waktu habis minum di depan lorong Jalan Dangko, ada cewek lewatsama pacarnya. Diganggumi toh, memang mabuk itu waktu. Langsungmarah cowoknya. Anak jalan Rotas cowoknya itu. Keluar mi kata-kata kotor toh. Itu cowoknya pergimi panggil temannya anak Rotas.Berkelahi mi orang, adami badiq, kayu dipakai. Tapi tidak adaji yangkena badiq. Pas datang polisi lari semua miki. Tapi kebetulanditangkap ka’ saya sendiri sama polisi waktu itu. Menginap ka’ itumalam di Polsek Tamalte. Waktu itu saya sama anak Dangko sekitar10 orang terus anak Rotas ada mungkin diatas 10 orang. Warga yangkasih tahu polisi itu. Waktu diperiksa, dipaksaka’ sebut teman-temanku tapi tidak kubilang. Dipukuli ka’ sama polisi, disuruhka’ jugabersihkan WC”.(Wawancara 28 Februari 2014)

Minuman keras dari unsur yang terdapat dalam ragam cairan

didalamnya memang menghilangkan kesadaran. Sehingga kadang

tindakan di luar kontrol tersebut keluar dengan sendirinya. Kadang

pula bila sedang ingin melakukan sesuatu yang membutuhkan nyali

ekstra maka biasanya minuman keras digunakan untuk memperbesar

nyali tersebut.

3. Perselisihan Antar Kelompok

Ketika masalah kecil yang bersifat personal dimulai maka

seketika itu pula bantuan datang dalam proses penyelesaiannya. Tetap

pada kesadaran kelompok tadi perselisihan kecil seperti pembangunan

parit di pemukiman penduduk yang harus menyenggol sedikit lahan

pekarangan bisa menjadi embrio konflik. Ataupun persoalan anak

kecil yang kemudian berkelahi. Bagaimana tidak seorang anak

Page 59: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

49

berumur sekitar 8 tahun mampu membuat perkelahian antar kelompok

menjadi besar.

Ego yang terbangun untuk saling mempertahankan pendapat

maupun harga diri ataupun siri’ yang disalahgunakan menjadi akar

dari perselisihan personal. Dan kelompoknya pun secara spontan

terbangun kesadarannya. Hampis serupa dengan bagaimana

ketersinggungan kelompok itu terjadi pada faktor yang pertama,

namun yang membedakan persoalan perselisihan lebih mendekati

persoalan personal pada awal kejadiannya.

Ada beberapa alasan mengapa tindak penganiayaan atau

pengeroyokan oleh massa terjadi dalam masyarakat di kota Makassar.

Beberapa petinggi kantor Kesbang mencoba menanggapi akan

beberapa tudingan yang dilayangkan kepada pemerintah kota tentang

keterlambatannya untuk menangani beberapa kasus tertentu. Adapula

tudingan kepolisian setempat yang cenderung memandang remeh

laporan warga bila ditemukan indikasi tindakan kriminal. Kembali

pada sumber penganiayaan atau pengeroyokan. Sebuah tindakan

kriminal seperti pencurian maupun tindak kriminal personal lainnya

tentunya akan sangat meresahkan masyarakat. Biasanya masyarakat

akan menghubungi pihak kepolisian atau mengadakan upaya

pengamanan sendiri seperti membuat pos keamanan lingkungan (Pos

Kamling) dan mengadakan ronda setiap hari dengan jadwal ronda

yang sudah diatur.

Page 60: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

50

Berikut hasil wawancara dari SH salah satu pemuda dari jalan

Dangko yang sempat berselisih faham dengan salah satu pemuda dari

jalan Rotas:

“Tepatnya pada malam minggu, kami nongkrong di depan lorong tiba-tiba ada orang yang lewat pake motor knalpot bogar baru na gas-gasdi depan ta, langsungmi saya teriaki (pelan-pelan ko bos kalo naikmotor) dengan suara yang lantang dan saya sempat mengelurkanbahasa kotor. Satu jam kemudian orang itu kembali bersama teman-temannya yang lebih banyak dari jumlah kami pada saat itu dan kamiterlibat tawuran hingga 15 menit polisi datang menghentikan tawuranitu, ujar SH saat wawancara di jalan Dangko”.(Wawancara 28 februari 2014).

Dari hasil wawancara diatas ketika ada kondisi yang

dianggap mengganggu keamanan kampung maka tindak main hakim

sendiri pada pelaku kejahatan yang tertangkap akan terlahir dengan

sendirinya. Pelaku kejahatan tersebut akan mendapat “pidana” versi

kampung setempat. Pelaku kejahatan akan pulang dan melapor pada

kelompoknya ketika apa yang dilakukan oleh kelompok yang telah

memberikan sanksi tersebut tidak diterima. Maka perkelahian antar

kelompok pun kadang terjadi.

Berbeda lagi dengan kondisi pengeroyokan seorang pemuda

yang masuk pada wilayah kelompok tertentu, dari situ pula seorang

pemuda yang bersangkutan akan memanggil kawanya sebagai bentuk

pembalasan dari tindakan kelompok lawan.

Di kota Makassar sudah banyak data mengenai tindak

penganiayaan itu sendiri, baik yang berupa pengeroyokan massa

Page 61: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

51

maupun yang berujung pada perkelahian antar kelompok dari

penganiayaan yang berlanjut pada penghadiran massa.

Penulis kemudian mengolah dari data yang ditemukan dari

kantor Kesbang dan akhirnya mengambil kesimpulan mengenai

faktor-faktor apa yang dimiliki oleh sebuah masyarakat untuk

kemudian menanam embrio perkelahian di dalamnya khusunya

konflik di jalan dangko.

C. Tata Kelola Konflik Antar Kelompok Pemuda Di Jalan Dangko Kota

Makassar

Perkelahian antar kelompok tidak begitu mendapat perhitungan. Ketika

sebuah perkelahian hanya terjadi sekali tidak berdampak pada citra buruk

pemerintahan maka perilaku itu dipandang sebagai sesuatu yang tidak

berbahaya. Namun ketika perkelahian dalam sebuah wilayah terjadi berulang

kali dan berujung pada cap buruk pemerintahan yang berkuasa pada wilayah

tersebut barulah perkelahian mendapatkan perhatian.

Pemerintahan pada hakekatnya dibutuhkan untuk menjaga harmonisasi

dalam masyarakat serta lepas dari segala persinggungan internal masyarakat.

Perkelahian dalam faktor penyebab yang telah disimpulkan oleh penulis bisa

diakibatkan oleh beberapa elemen di luar masyarakat itu sendiri. Adanya aktor

luar bisa memicu perkelahian itu terjadi. Bila dilihat dari pola kemiskinan yang

mendera di Kota Makassar, peran pemerintah tentunya tidak lepas dari situ.

Mendistribusikan kekayaan secara adil adalah bagian tugas dari pemerintah

sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakatnya. Namun yang tampak jelas

Page 62: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

52

pada kecamatan Tamalate khususnya di Kelurahan Balang Baru dengan rasio

peningkatan. Jumlah penduduk yang tinggi ternyata diikuti dengan jumlah

penduduk miskin dan pengangguruan khususnya pemuda sehingga hal ini

yang mendasari kenakalan remaja dengan membentuk kelompok yang

berlandaskan ego masing-masing sehingga hal ini lah yang akan menjadi

dampak buruk bagi kalangan remaja untuk berselisih paham dengan kelompok

lain sehingga sedikit terjadinya perselisihan akan berujung pada konflik seperti

yang kita saksikan di Jalan Dangko.

Pada bagian ini penulis mengembangkan uraian instrumen wawancara

dan data-data lapangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan sehingga

dalam hal ini penulis membagi ruang lingkup pengambilan data baik melalui

wawancara maupun observasi langsung di lokasi penelitian dalam hal ini

penulis memfokuskan koordinasi kepada beberapa instansi yakni kepolisian

dalam hal ini Polrestabes dan Pemerintah Kota Makassar. Penulis tidak

memasukkan lembaga peradilan sebagai representasi yudikasi di negeri ini

mengingat perkelahian antar kelompok sangat sulit untuk diadili karena

banyaknya jumlah orang yang terlibat. Selain itu penulis juga menemukan

adanya jalinan kerjasama antar pemerintah kota dengan pihak kepolisian untuk

bahu membahu menangani kasus perkelahian antar kelompok ini.

Meninjau konflik antar kelompok pemuda yang terjadi di jalan Dangko

menimbulkan sebuah teka-teki dari resolusi penyelesain konflik antar kedua

kelompok yang terlibat dalam konflik tersebut. Tata kelola konflik merupakan

kunci utama untuk mengetahui sejauhmana proses penyelesaian yang telah

Page 63: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

53

dilakukan oleh Pemerintah kota Makassar dalam hal ini Kesbang, selaku

instansi yang berfungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban kota agar

potensi-potensi konflik susulan di Jalan Dangko bisa teratasi hingga ke akar

permasalahan.

Sesuai lokus penelitian terkait Tata Kelola Konflik antar kelompok

pemuda dijalan Dangko kota Makassar, terdapat dua lembaga dalam lingkup

pemerintahan kota Makassar yang berhubungan tentang perilaku sosial yang

dicap buruk oleh masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Dua lembaga tersebut

ialah kantor kesatuan bangsa (Kesbang) dan Dinas Sosial. Berikut adalah

uraian Tata Kelola yang dilakukan oleh dua lembaga tersebut dalam menangani

perkelahian antar kelompok pemuda di Jalan Dangko.

1. Pendekatan Keamanan

Seperti apa yang telah dipaparkan di atas tentang tugas dan

fungsi Kesbang, tentunya segala program menjaga ketertiban dan

keamanan dalam masyarakat disesuaikan dengan tugas dan

fungsinya. Tugas Kesbang ialah menjaga keamanan dan ketertiban

kota. Sedangkan pola tindakan yang dilakukan lebih dalam

dijelaskan oleh beliau bahwa kantor yang dipimpinnya itu lebih

bersifat konsep dan preventif selanjutnya dalam penerapan di

lapangan terkait Konflik Antar Kelompok Pemuda di Jalan Dangko

merupakan tugas dari kepolisian.

Melengkapi pernyataan diatas, salah satu staf administrasi

di kantor ini berujar bahwa Kesbang juga bertindak memfasilitasi

Page 64: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

54

hubungan antar lembaga terkhusus untuk pencapaian ketahanan

internal dalam masyarakat. Selain itu menurutnya Kesbang

merupakan organisasi penegak kewaspadaan nasional, penegakan

hak asasi manusia (HAM) serta upaya ketahanan sosial ekonomi.

Lebih dalam lagi Muchlis S.Sos menyatakan bahwa Kesbang

bertugas untuk mengantisipasi dua bentuk bencana yakni bencana

alam dan bencana sosial.

Lembaga pemerintah di bawah naungan Pemerintah Kota

Makassar ini lebih mengutamakan pola penyampaian konsep

masyarakat damai kepada berbagai elemen serta bersifat investigatif

terhadap potensi konflik yang akan terjadi. Selain itu, program juga

dikhususkan pada beberapa wilayah yang memang dekat dengan

siklus perkelahian antar kelompok.

Namun selain dari program pelatihan dan sosialisasi,

Kesbang juga mengadakan kerjasama dengan beberapa pihak untuk

mewaspadai terjadinya tindak perkelahian sebelum konflik itu

terjadi. Oleh karena itu Kesbang bersama lembaga kepolisian

(Polrestabes), bahu membahu mengupayakan cara penanganan kasus

konflik antar kelompok pemuda di jalan dangko. Adapun upaya yang

dilakukan pihak Kesbang terkait Tata Kelola konflik antar kelompok

pemuda di Jalan Dangko dikategorikan menjadi dua yakni upaya

preventif dan investigasi:

Page 65: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

55

a. Upaya Preventif dan Pasca Kejadian

Penulis menyebutnya dengan istilah preventif karena

program yang akan dijabarkan berikut bersifat mendahului sebelum

terjadinya sebuah perkelahian. Selain itu, pada kategori program ini

dimasukkan pula beberapa program dari upaya preventif untuk

menjaga konflik tersebut untuk tidak terjadi lagi:

Sosialisasi regulasi

Kegiatan ini dilakukan ketika turunnya sebuah

kebijakan dalam bentuk regulasi hukum yang mengatur dan

bersinggungan dengan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Konflik antar kelompok pemuda di Jalan Dangko jelas terkait di

dalamnya, sebagai representase regulasi hukum yang telah

disosialisasikan dapat menjadi penekanan bagi kedua kelompok

yang terlibat konflik di Jalan Dangko.

Dalam mengadakan program ini, pihak Kesbang tidak

mengadakan kerja sama dengan pihak manapun, pihak luar

hanya dibutuhkan sebagai pembicara dalam diskusi saat

diadakannya sosialisasi regulasi.

Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan upaya

pemahaman peraturan kepada masyarakat. Sementara bentuk

kegiatan sosialisasi regulasi ini menyerupai seminar dengan

menghadirkan peserta sesuai dengan keterkaitan jenis regulasi

yang disosialisasikan. Beberapa organ maupun yang bersifat

Page 66: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

56

personal pernah ikut dalam proses sosialisasi ini diantaranya

ormas keagamaan, tokoh masyarakat, kelompok pemuda,

pejabat pemerintahan hingga tingkatan terendah ataupun

masyarakat yang diundang untuk mengadiri acara tersebut.

Pembinaan Teknis Resolusi Konflik

Inilah satu-satunya kegiatan yang berbentuk seremonial

yang diadakan oleh kantor Kesbang khusus untuk menangani

masalah konflik antar kelompok pemuda di jalan dangko.

Kegiatan yang disingkat dengan Bintek resolusi konflik ini

bertujuan agar kiranya perserta kegiatan dalam bentuk seminar

sehari ini pada garis besarnya mampu meredam konflik yang

timbul di masyarakat.

b. Upaya investigasi

Kategori kedua program yang dilaksanakan oleh Kesbang

ini merupakan program kerja sama dengan Polrestabes Makassar.

Bersama institusi ini Kesbang mengadakan pola investigasi ketika

konflik telah terdapat di permukaan. Dengan kerja intelijen konflik

yang terlihat di lapangan itu sebisa mungkin dikendalikan sebelum

meledak pada perkelahian.

Dari kedua lembaga ini pun melalui Kesbang mampu

mengumpulkan data pelaku konflik dilengkapi dengan motif serta

dalang perkelahian. Dalam proses pengerjaannya bagi institusi

selain Kesbang yang lebih dulu menemukan potensi konflik maka

Page 67: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

57

akan segera melaporkannya kepada Pemerintah Kota dalam hal ini

Kesbang. Selanjutnya bila potensi konflik tersebut meledak maka

Pemerintah Kota membawa laporan kepada pihak kepolisian untuk

segera mengadakan penangkapan atau pun pengamanan.

“Karena intelijen tidak bisa menangkap, maka itu dilaporkan kepihak yang berwajib ,kepada pihak kepolisian” ujar Muchlis S.Sosstaf Linmas Kesbang Kota Makassar.(Wawancara 21 Februari 2014)

2. Pendekatan Demokratis

Berbicara tentang Pendekatan Demokratis yang di arahkan ke

rana Tata Kelola Konflik antar Kelompok Pemuda di Jalan Dangko

Kota Makassar menjadi suatu hal yang sangat krusial sebab kondisi

rill d lokasi penelitian, Kelurahan Balang Baru dalam hal ini kedua

wilayah yang terlibat konflik yakni Kelompok Pemuda Jalan Rotas

dan Kelompok Pemuda Jalan Dangko hampir nihil tidak terciptannya

Demokratisasi antar Kelompok itu disebabkan karena kurangnya

perhatian Pemerintah setempat khusunya dalam bidang pemberdayaan

dan pengembangan Sumber Daya Manusia dan kegiatan-kegiatan

yang sifatnya mampu mempererat tali silahturahmi antara kelompok-

kelompok pemuda yang ada di Balang Baru.

Perkelahian antar kelompok pemuda kerap terjadi di

Kelurahan Balang Baru karena tidak terciptanya Demokratisasi dan

tingginya angka pengangguran, anak terlantar karena putus sekolah.

Secara tidak langsung menangani persoalan perkelahian antar

Page 68: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

58

kelompok namun Dinas Sosial ternyata mengurusi pelaku tindak

kriminal yang juga merupakan pelaku tindak perkelahian antar

kelompok di masyarakat. Dinas Sosial kemudian menggolongkan

beberapa kategori anak yang dianggap terlantar dan nakal. Setidaknya

pada pembahasan ini kita dapat mengetahui bahwa pelaku dari konflik

antar kelompok pemuda di jalan dangko kota Makassar.

“Anak-anak SMP biasa, diatas 25 tahun itu jarang mi pelakunya, danrata-rata itu tidak sekolah” Ujar A.M warga Balang Baru yang ditemuidi kediamannya.(Wawancara 23 Februari 2014)

Berikut wawancara dari salah satu staf Dinas Sosial tentang

anak mana saja yang dikategorikan sebagai anak terlantar dan anak

nakal.

“Anak terlantar menurut A. Taty sebagai salah satu staf di DinasSosial Kota Makassar yang ditemui di ruang kerjanya ialah anakdibawah umur 18 tahun yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnyaseperti sandang maupun pangan. Sedangkan menurutnya pula anaknakal ialah mereka yang juga berumur dibawah delapan belas tahunuang sering terlibat dalam tindak kriminal atau berpotensi melakukantindak kriminal”.(Wawancara 25 Februari 2014)

Pada petunjuk teknis pelaksanaan masalah sosial anak nakal

yang menjadi bahan rujukan Dinas Sosial Kota Makassar dalam

pembuatan program pembinaan terhadap anak nakal, disitu dinyatakan

bahwa anak nakal ialah anak yang berperilaku menyimpang dari

norma-norma masyarakat, mengganggu ketertiban namun masih

dibawah kategori yang dapat dituntut secara hukum.

Page 69: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

59

3. Pendekatan Rekonsiliasi

Dalam menangani biang masalah sosial yaitu konflik

pemuda, Pendekatan Rekonsiliasi dilakukan dalam bentuk

Rehabilitasi Pelayanan Sosial Kenakalan Anak Dan Remaji.

Rehabilitasi sosial sendiri dalam pengertiannya merupakan proses

pemulihan harga diri, kesadaran, serta tanggung jawab sosial pelaku

kenakalan sehingga terbebas dari perbuatan kenakalan secara wajar.

Sedangkan kenakalan remaja ialah perilaku remaja yang menyimpang

atau melanggar nilai-nilai atau norma-norma masyarakat. Dinas Sosial

dengan kegiatan ini bertujuan untuk memulihkan kondisi psikologi

dan kondisi sosial serta pulihnya fungsi kualitas sosial remaja

sehingga mereka dapat hidup wajar di masyarakat serta menjadi

sumber daya manusia yang berguna produktif dan berkualitas tinggi.

Jadi pada dasarnya kegiatan ini dibuat untuk mereka anak nakal dan

remaja yang dianggap berpotensi melakukan atau telah melakukan

tindakan kriminal termasuk salah satunya tindak perkelahian antar

kelompok yag sering mereka lakukan.

Orang tua serta lingkungan sosial mereka juga diikutkan

dalam program ini seperti lingkungan sebaya, lingkungan sekolah atau

pekerjaan dan keluarga serta tetangga. Untuk mereka anak nakal dan

remaja yang dilibatkan dalam proram ini lebih sering disebut dengan

istilah korban. Oleh karena itu bisa dianalisa bahwa ada yang menjadi

penyebab kerusakan nilai sosial dan mental mereka.

Page 70: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

60

Keseluruhan rangkaian proses rehabilitasi ini terdiri atas 6

tahapan yang harus dilalui berikut tahapannya:

a. Tahap pendekatan awal

Ini merupakan awal dari program rehabilitasi pada

bagian ini akan diawali dengan orinetasi dan konsultasi yang

melibatkan Pemerintah Kota Makassar, Dinas Sosial itu

sendiri, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Departemen

Agama, Departemen Kehakiman, Departemen Tenaga Kerja,

perguruan tinggi di Makassar, Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM), tokoh masyarakat serta orang tua anak yang

bersangkutan. Tahap ini menjadi tahap proses pencarian

dukungan dan bantuan dari Pemerintah Kota dan lembaga

terkait. Setelah mendapatkan dukungan maka mulailah

dengan tahap mengidentifikasi calon korban yang akan

direhabilitasi.

“Data diambil dari kepolisian, bila belum ada maka ada stafyang diutus, tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK)untuk mengambil data di kelurahan”ujar Andi Taty salah satustaf Dinsos Kota Makassar.(Wawancara 25 Februari 2014)

Data yang sudah didapatkan kemudian dianalisa dan

dikelompokkan, setelah itu barulah kunjungan tehadap rumah

korban/klien dilakukan selain itu ada pula observasi

dilakukan terhadap lingkungan tempat tingal korban.

Menemui calon korban/klien tentunya ditemukan beberapa

Page 71: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

61

kendala diantaranya keengganan calon klien untuk mengikti

program rehabilitasi. Maka biasanya akan dilakukan upaya

motivasi dan penyadaran bagi calon klien, misalnya dengan

menemui secara langsung atupun berbicara dengan orang tua

mereka.

b. Tahap Penerimaan

Pada tahap ini klien yang sudah diidentifikasi maka

akan melalui proses registrasi dan pengungkapan masalah

yang diderita. Diantara informasi yang biasanya dicari oleh

Dinas Sosial antara lain mengenai tingkah laku sehari-hari

klien, pergaulan dengan rekan sebaya, keadaan keluarga

dengan keadaan lingkungan. Banyak cara yang digunakan

untuk mengetahui informasi-informasi tersebut dari para

anak/remaja nakal yang sudah didaftarkan masuk dalam

program rehabilitasi, dua diantaranya seperti dengan

wawancara atau mengunjungi langsung kediaman

anak/remaja tersebut.

c. Tahap Assesment

Barulah setelah mendapatkan informasi maka

anak/remaja tersebut akan diwawancarai untuk mengetahui

latar belakang masalah sosial yang dialami. Selain itu pula

akan digali informasi mengenai bakat, potensi-potensi yang

dimiliki, kemampuan dan renacana masa depan mereka.

Page 72: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

62

Dinas Sosial menyediakan panti khusus untuk prgram

rehabilitasi ini untuk menampung para anak/remaja nakal.

Disanalah mereka selanjutnya akan mendapatkan rehabilitasi

sosial.

d. Tahap Pembinaan dan bimbingan sosial

Pembinaan yang dimaksud lebih mengarah pada

pembinaan fisik. Anak/remaja tersebut akan dibina untuk

kembali pulih kesehatan dan kesegaran jasmaninya. Biasanya

mereka yang mendapatkan pembinaan seperti ini adalah

anak/remaja yang pernah terlibat dalam praktek minum-

minuman keras atau mengkonsumsi obat-obat terlarang.

Selain pembinaan fisik para peserta yang telah ditampung

akan mendapatkan bimbingan mental, psikologis, agama dan

sosial. Untuk pembinaan keagamaan Dinas Sosial yang sudah

bekerja sama dengan Departemen Agama akan

mendatangkan tokoh-tokoh agama dari anggota masyarakat

atau organisasi sosial keagamaan.

Ada pula pembelajaran yang diberikan sehingga

para peserta mau bertingkah lau yang baik dan kembali

memainkan peran sosialnya secara wajar serta kembali

berbaur dengan anggota keluarga yang lain dan

masyarakatnya.

Page 73: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

63

Mereka pun akan diberikan pelatihan keterampilan

seperti keterampilan usaha dan bagi mereka yang berumur

sekolah akan disekolahkan dengan harapan masa depan

mereka akan kembali cerah.

e. Tahap resosialisasi/Integrasi

Pada tahap kelima ini Dinas Sosial dengan program

rehabilitasi ini akan meminta kesiapan keluarga, sekolah dan

masyarakat untuk menerimanya kembali para anak/remaja

yang sudah melalui proses pembinaan. Harapannya semua

lembaga sosial tersebut akan membantu proses integrasi

anak/remaja sehingga timbul kepercayaan dirinya serta

tanggung jawab sosial. Dalam masyarakat, kiranya akan

menerima mereka dengan wajar sebagai manusia yang tidak

lagi bermasalah.

f. Tahap rujukan dan pembinaan lanjut

Ini merupakan tahap terakhir pada tahap ini

diharapkan para peserta rehabilitasi telah mantap dari segi

kesembuhan sehingga tidak akan kembali lagi menjadi nakal.

Pada tahap ini para peserta yang telah dipulangkan akan

dikunjungi secara berkala untuk melihat apakah klien telah

mampu mandiri dan telah mampu melaksanakan fungsi

sosialnya dalam tatanan kehidupan dan penghidupan

masyarakat.

Page 74: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

64

Berikut diatas tahapan kegiatan dalam progrm

rehabilitasi oleh Dinas Sosial, kegiatan yang biasa

dilaksanakan dalam jangka waktu 6-12 bulan ini mendapat

dana dari Pemerintah Kota Makassar melalui alokasi APBD.

Tiap tahunnya Dinas Sosial akan memasukkan nama, alamat

serta masalah yang bersangkutan untuk direhabilitasi.

Selanjutnya pendanaan akan keluar sesuai dengan pendanaan

yang diminta.

“Tiap tahun ada pembahasan konsep program untukmengambil dana APBD dengan melengkapi by the name, theaddress dan by problem” Ujar Andi Taty.(Wawancara 25 Februari2014)

Dari uraian di atas jelas digambarkan bahwa Tata

kelola konflik antar kelompok pemuda di jalan dangko sudah

menjadi tanggung jawab pemerintah kota melalui instansi

yang memang konek dengan persoalan penangan konflik

yakni Kesatuan Bangsa (Kesbang) dan Dinas Sosial. Tata

Kelola yang dilakukan oleh kedua instansi tersebut sudah

nampak jelas berdasarkan porsi masing-masing berbagai

macam konsep yang sudah terealisasi seperti yang telah

dilakukan pihak Kesbang yaitu upaya preventif pasca konflik

dan investigasi guna untuk mengcounter potensi-potensi

konflik susulan dengan mengarahkan sasaran ke lokasi

konflik termasuk pelaku dan korban konflik sedangkan

konsep yang di realisasikan pihak Dinas Sosial adalah dengan

Page 75: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

65

merealisasikan konsep Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Kenakalan Anak dan Remaja juga melakukan sosialisasi

regulasi hukum tentang Konflik dalam bentuk seminar dan

pesertanya langsung diambil dari warga Balang Baru

khususnya kelompok-kelompok pemuda yang terindikasi

baik yang terlibat maupun yang berpotensi terlibat dalam

konflik tersebut.

Page 76: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antar kelompok

pemuda di Jalan Dangko, peneliti kemudian mengambarkan kesimpulan dari

penelusuran pustaka sesuai dengan kerangka pikir adalah:

1. Ketersinggungan antar kelompok

Untuk mencegah ketersinggungan antar kelompok maka perlu

dilakukan konsiliasi, resolusi ini terwujud dengan pelibatan lembaga-

lembaga tertentu yang memungkinkan munculnya urung rembuk dalam

pihak yang bertikai. Dimungkinkan dari sini akan terlihat pengambilan

keputusan pemerintah kota atau setidaknya bagian terkecil dalam hal ini

pemerintah kelurahan balang baru hingga tingkatan tokoh masyarakat

yang merupakan lembaga paling cocok untuk memainkan peran ini

guna untuk menghindari terjadinya ketersinggungan antar dua

kelompok.

2. Dendam antar kelompok

Dendam antar kelompok merupakan salah satu indikasi vital terjadinya

konflik yang berkepanjangan sehingga dalam hal ini perlu diadakan

pertemuan antar kelompok yang terlibat konflik dalam suatu wadah

untuk sepakat berdamai dan tidak akan melahirkan konflik susulan

melalui jalur litigasi, kemudian melibatkan pihak yang sama sekali

tidak memiliki kapasitas pelaksanaan hukum formal.

Page 77: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

67

3. Perselisihan antar kelompok

Perselisihan antar kelompok pemuda yang terlibat konflik di Jalan

Dangko sangat diperlukan adanya mediasi pihak ketiga sebagai bagian

yang melihat konflik dengan kacamata berimbang sangat berguna untuk

memunculkan win-win solution. Untuk ini juga sebaiknya diperankan

oleh pemerintah kota tanpa harus memperlambat langkah dengan

memainkan struktur pemerintahan terdekat dari wilayah konflik. Pada

solusi ini kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk

menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-

keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang diantara mereka.

Pertikaian antar kelompok yang dikatikan dengan suku, agama, ras, dan

antar kelompok merupakan konflik yang sangat gampang untuk terulang di

tempat yang sama. Dari pembahasan hasil penelitian, peneliti kemudian

menjabarkan Tata Kelola Konflik Pemuda dengan Indikator:

1. Pendekatan Keamanan

Pendekatan Keamanan merupakan suatu pendekatan yang harus bersifat

dinamis guna untuk memperkecil terbukanya keran-keran konflik.

Pemerintah Kota Makassar dalam hal ini Kesbang lebih mengutamakan

pola penyampaian konsep masyarakat damai kepada berbagai elemen

serta bersifat investigatif terhadap potensi konflik yang akan terjadi.

Selain itu, program juga dikhususkan pada beberapa wilayah yang

memang dekat dengan siklus perkelahian antar kelompok. Kesbang juga

mengadakan kerjasama dengan beberapa pihak untuk mewaspadai

Page 78: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

68

terjadinya tindak perkelahian sebelum konflik itu terjadi. Oleh karena itu

Kesbang bersama lembaga kepolisian (Polrestabes), bahu membahu

mengupayakan cara penanganan kasus konflik antar kelompok pemuda

di jalan dangko

2. Pendekatan Demokratis

Pendekatan Demokratis yang di arahkan ke rana Tata Kelola Konflik

antar Kelompok Pemuda di Jalan Dangko Kota Makassar menjadi suatu

hal yang sangat krusial sebab kondisi rill d lokasi penelitian, Kelurahan

Balang Baru dalam hal ini kedua wilayah yang terlibat konflik yakni

Kelompok Pemuda Jalan Rotas dan Kelompok Pemuda Jalan Dangko

hampir nihil tidak terciptannya Demokratisasi antar Kelompok itu

disebabkan karena kurangnya perhatian Pemerintah setempat khusunya

dalam bidang pemberdayaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia

dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya mampu mempererat tali

silahturahmi antara kelompok-kelompok pemuda yang ada di Balang

Baru

3. Pendekatan Rekonsiliasi

Dalam menangani biang masalah sosial yaitu konflik pemuda,

Pendekatan Rekonsiliasi dilakukan dalam bentuk Rehabilitasi Pelayanan

Sosial Kenakalan Anak Dan Remaji. Rehabilitasi sosial sendiri dalam

pengertiannya merupakan proses pemulihan harga diri, kesadaran, serta

tanggung jawab sosial pelaku kenakalan sehingga terbebas dari

perbuatan kenakalan secara wajar. Sedangkan kenakalan remaja ialah

Page 79: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

69

perilaku remaja yang menyimpang atau melanggar nilai-nilai atau

norma-norma masyarakat.

Dari ketiga pendekatan diatas peneliti kemudian melakukan analisis

terkait pendekatan yang paling mendominasi resolusi konflik pemuda di Jalan

Dangko. Konstalasi konflik di Jalan Dangko sangat membutuhkan Pendekatan

Rekonsiliasi dari seluruh kalangan, baik itu tokoh maupun kelompok pemuda

yang ada di kelurahan Balang Baru khususnya pemuda Jalan Rotas dan

Pemuda Jalan Dangko yang merupakan aktor dari konflik yang terjadi di Jalan

Dangko.

Sesungguhnya, di balik berulangnya tindak kekerasan perkelahian

massa tersimpan persoalan yang sangat pelik. Itu menunjukkan bahwa sebuah

wilayah telah kehilangan modal sosial, nilai kemasyarakatan yang dianut,

musyawarah dan toleransi antar sesama yang diakui sebagai perekat nilai

kebangsaan kita. Maka dari itu Rekonsiliasi sangat bermanfaat bagi kalangan

pemuda yang ada di Balang Baru, sebab dengan Rekonsiliasi mereka merasa

bahwa perhatian pemerintah kepada mereka selaku regenerasi penerus bangsa

itu sangat prihatin melihat kondisi yang kerap sekali terjadi sehingga perlu di

adakan Rekonsiliasi guna untuk lebih mempererat tali silaturrahmi antar

sesama pemuda Kelurahan Balang Baru khususnya Pemuda Jalan Rotas dan

Pemuda Jalan Dangko.

B. Saran-saran

1. Pemerintah Kota Makassar khususnya kelurahan Balang Baru yang

bertugas melindungi dan mengayomi warga ternyata belum dapat

Page 80: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

70

menemukan solusi yang pas dalam menangani perkelahian antar

kelompok pemuda di Jalan Dangko. Pemerintah Kota Makassar

khususnya Kelurahan Balang Baru seharusnya melakukan rekonsiliasi

dengan beragam kegiatan yang bersifat mempererat tali silahturahmi

antar sesama kelompok pemuda yang terlibat konflik di Jalan Dangko

guna untuk menjaga harmonisasi antar sesama kelompok pemuda serta

lepas dari segala persinggungan internal antar kelompok pemuda.

2. Penegakan hukum dalam hal ini Kepolisian seharusnya meningkatkan

pengamanan di segala sektor yang berpotensi terjadinya konflik

khususnya daerah-daerah yang menjadi tempat nongkrong kelompok-

kelompok pemuda.

Page 81: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

DAFTAR PUSTAKA

Budi Hardiman, Memahami akar-akar kekerasan massa, 28 Juli 2008 Warta TitianDamai, Februari 2009.

Hersey, Blanchard.,1992.Manajemen Perilaku Organisasi, PendayagunaanSumber Daya Manusia.PT. Gelora Aksara Pratama: Jakarta.

Kartini, Kartono.,2010. Kenakalan Remaja (Patologi sosial 2). Rajawali Press.Jakarta.

Koentjaraningrat., 2003 Pengantar Antropologi I, Rieneka Cipta, Jakarta.

Lawang, Robert M Z.,1985. Pengantar Sosiologi, PT. Karunika Universitasterbuka, Jakarta.

Mifta Thoha.,2010.Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Nimran Umar.,2009. perilaku organisasi. Penerbit laros: Malang.

Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik.,2013. Citra Fotocopy: Makassar.

Ritzer dan Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Kencana: Jakarta

Soekanto, Soerjono.,1982. Memperkenalkan Sosiologi, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.

Soekanto, Soerjono.,2007. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta.

Sopiah.,2008.Perilaku Organisasi.C.V Andi Offset: Yokyakarta.

Sugiyono., 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta:Bandung.

Page 82: SKRIPSI TATA KELOLA KONFLIK (CONFLICT GOVERNANCE) …

Suharto, Edy., 2009.Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat; RefikaAditama. Bandung.

Susan,Novri.2012.Negara Gagal Mengelola Konflik.Penerbit PustakaPelajar:Jogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang PenangananKonflik Sosial, Citra Umbara: Bandung, 2012.

William Hendricks.,2012. Bagaimana Mengelolah Konflik, Petunjuk PraktisUntuk Manajemen Konflik Yang Efektif. Bumi Aksara: Jakarta.

Winardi.,2007. Manajemen Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan. CV.Mandar Maju: Bandung.

Internet:

Anonim,2013.Ruang dan Konflik Wilayah Cerita dari Enam Desa.Diakses padatanggal 22 Juli 2013.http://csps.ugm.ac.id/Ruang-dan-Konflik-Wilayah-Cerita-dari-Enam- Desa.html.

Anonim,2013. Manajemen Konflik Cara Mengelola Konflik Secara Efektif.Diakses pada tanggal 22 Juli 2013.http://rajapresentasi.com/2009/05/manajemen-konflik-cara-mengelola-konflik-secara-efektif.