Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

236
STRATEGI PEMOLISIAN PENCEGAHAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Kepolisian Oleh: TIKSNARTO ANDARU RAHUTOMO NO MAHASISWA : 15688956 SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN JAKARTA 2016

Transcript of Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

Page 1: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

STRATEGI PEMOLISIAN PENCEGAHAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Kepolisian

Oleh:

TIKSNARTO ANDARU RAHUTOMO NO MAHASISWA : 15688956

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN JAKARTA

2016

Page 2: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik
Page 3: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

iii

Disetujui untuk dipertahankan :

Jakarta, Mei 2016

Pembimbing Materi

SURYA DHARMA MPA, Ph.D

Page 4: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : TIKSNARTO ANDARU RAHUTOMO

No. Mhs. : 15688956

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan

sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga lain.

Jika dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka

saya bersedia diberikan sanksi akademis sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Jakarta, Mei 2016

Penulis

TIKSNARTO ANDARU RAHUTOMO

NOMOR MAHASISWA 15688956

Page 5: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan

rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat

waktu dan tidak ada kendala apapun.

Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan Sekolah Tinggi Ilmu

Kepolisian di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dengan judul skripsi “STRATEGI

PEMOLISIAN PENCEGAHAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT”. Penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan

dikarenakan terbatasnya waktu, pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh

karena itu penulis mengharapkan mendapat kritik, saran dan masukan yang

bermanfaat untuk menyempurnakan skripsi ini.

Tidak lupa, pada kesempatan yang baik ini perkenankan penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Irjen. Pol. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, M.Si, selaku Ketua STIK yang

telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan kepada penulis

dalam menempuh studi di PTIK. Beliau adalah sosok yang konsisten dan

tidak pernah bosan untuk mengembangkan STIK-PTIK sebagai pelopor

ilmu kepolisian di Indonesia.

2. Bapak Surya Dharma, MPA, Ph.D selaku dosen pembimbing yang

senantiasa memberikan perhatian dan pengorbanan waktu untuk

memberikan bimbingan, arahan, petunjuk serta semangat bagi penulis.

Selama penulis melaksanakan pengerjaan skripsi, beliau selalu

menjawab keresahan dan ketidaktahuan penulis dalam situasi apapun

dengan ketulusan seorang bapak. Dedikasi beliau untuk dunia

pendidikan adalah hal yang sudah selayaknya ditorehkan dalam tinta

emas dan menjadi pembelajaran bagi kami generasi muda.

3. Kombes Pol. Drs. Eko Para Setyo Siswanto, M.Si Selaku Kepala

Korps Mahasiswa STIK yang telah membimbing, mengarahkan, dan

Page 6: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

vi

membina serta mendampingi mulai awal hingga akhir penyelesaian

skripsi dan pendidikan di STIK-PTIK.

4. Kombes Pol. Hendro Pandowo, SIK, M.Si. Selaku Kapolres Metro

Jakarta Pusat beserta staf dan jajarannya yang telah membantu dan

memfasilitasi kami dalam melaksanakan penelitian di Polres Metro

Jakarta Pusat.

5. Seluruh dosen pengajar PTIK dan staf PTIK yang tidak bisa saya

sebutkan satu per satu, terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan

yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di STIK.

6. Ibuku tercinta Titik Sumartini yang mungkin saat ini sedang melihatku

dari surga. Terimakasih atas segala bimbingan, ilmu, kasih, dan semua

yang tak terucap tapi sangat terasa. Terimakasih untuk selalu terlihat

kuat di depanku. Dan terimakasih atas senyum keikhlasan penuh rasa

bangga di pertemuan terakhir kita.

7. Bapakku dan kedua mertuaku yang selalu sabar memberikan

bimbingan dalam menjalani hidup. Terima kasih telah menerima segala

kekuranganku dan selalu menjadi orang tua terbaik. Terimakasih atas

doa da dukungan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

tanpa kendala yang berarti.

8. Istriku Sarastika dan jagoanku Dhinata Abimanyu Rahutomo,

terimakasih untuk selalu mendampingi di sisiku dan di dalam hatiku.

Kalian adalah motivasi terbesar dalam menyambut tantangan dan

meraih harapan masa depan. Bagiku, kalian layaknya bintang dan

purnama bagi malam, yang tanpa kedua malam hanyalah sekedar

luasan sisi bumi yang gelap.

9. Rekan-rekan PJJ Polda Metro Jaya, terimakasih atas 8 bulan yang

penuh kenangan. Tanpa kalian tentu 8 bulan akan terasa bagaikan

sewindu lamanya.

10. Rekan-rekan mahasiswa STIK angkatan 68 yang tidak dapat kami

sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas petuah, bimbingan, dan saran

yang sangat membantu penulis memperbaiki diri sehingga dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Page 7: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

vii

11. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu semoga

kebaikan mereka mendapatkan limpahan rahmat dari Allah SWT.

Pada akhirnya, penulis berharap bahwa segala sesuatu yang telah ditulis

dan disampaikan dalam skripsi ini dapat memberi manfaat kepada diri kami

pribadi, masyarakat, dan juga lembaga PTIK. Amin Ya Robbal Allamin.

Jakarta, Mei 2016

Penulis

Page 8: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

viii

Motto :

” Ngunduh wohing pakarti “

Skripsi ini didedikasikan untuk :

• Polri yang memberikan kesempatan bagiku untuk berbakti kepada bangsa dan Negara.

• Almamater tercinta Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, yang telah mendidikku menjadi Polri yang siap mengemban tugas negara di masyarakat.

• Akademi Kepolisian yang telah mengantarkanku menjadi seorang perwira Polri.

• Kedua orang tua dan mertuaku, anak, dan istriku tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan terbaiknya.

Page 9: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv ABSTRAK ......................................................................................................... xvi BAB I. PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ......................................................... 10 1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................... 11 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 11 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 12 1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 12 1.7 Sistematika Penulisan .................................................................... 13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Penelitian ................................................................. 15 2.1.1 Skripsi ......................................................................................... 15 2.1.2 Jurnal Penelitian ......................................................................... 16 2.2 Kepustakaan Konseptual ............................................................... 19

2.2.1 Konsep Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik ....... 19 2.2.1.1 Media Elektronik ............................................................ 19 2.2.1.2 Tindak Pidana Penipuan ................................................ 20 2.2.1.3 Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik .............. 23

2.2.2 Ilmu Kepolisian ..................................................................... 25 2.2.2.1 Konsep Ilmu Kepolisian ................................................. 25 2.2.2.2 Teori Gunung Es Kepolisian Pro Aktif ........................... 27 2.2.2.3 Teori Pemolisian Masyarakat ........................................ 30

2.2.3 Teori Manajemen Strategik .................................................. 35 2.2.4 Teori Analisis SWOT ............................................................ 39 2.2.5 Teori Aktivitas Rutin ............................................................ 43 2.2.6 Teori Pencegahan Kejahatan ............................................. 45

2.2.6.1 Pencegahan Kejahatan ................................................. 45 2.2.6.2 Teori Pilihan Rasional .................................................... 48 2.2.6.3 Teori Pencegahan Kejahatan Situasional ...................... 50

2.3 Kerangka Berpikir ........................................................................... 58

Page 10: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

x

BAB III. RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ............................................... 59 3.2 Sumber Data dan Informasi ........................................................... 60 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 62 3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................... 63

BAB IV. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Kejahatan Penipuan Melalui Media elektronik di Wilayah Hukum Polres Metro Jakarta Pusat .................................. 66 4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian .................................... 66

4.1.1.1 Gambaran Umum Kota Administrasi Jakarta Pusat ...... 66 4.1.1.2 Gambaran Umum Polres Metro Jakarta Pusat .............. 73

4.1.2 Karakteristik Kejahatan Penipuan Melalui Media elektronik . 78 4.1.2.1 Perkembangan Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik ...................................................................... 78 4.1.2.2 Karakteristik Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik ...................................................................... 84 4.1.2.3 Modus-Modus Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik ...................................................................... 98 4.2 Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Implementasi

Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Melalui Media Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat .......................... 124 4.2.1 Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Media

Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat Saat Ini ............... 124 4.2.2 Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Implementasi

Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Melalui Media Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat ..... 142

4.3 Strategi Pemolisian Pencegahan Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat .......................... 155 4.3.1 Pencegahan Kejahatan Situasional (Situstional Crime

Prevention) Terhadap Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik ............................................................................. 155

4.3.2 Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik ..................................... 168

BAB V. PENUTUP

6.1 Kesimpulan ................................................................................... 186 6.2 Saran ............................................................................................ 190

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 192 LAMPIRAN ...................................................................................................... 196

Page 11: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 : Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik .................. 2

Tabel 2.1 : 25 (dua puluh lima) Teknik Pencegahan Kejahatan Situasional .. 51

Tabel 4.1 : Jumlah Crime Total dan Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Tahun 2013-2015 di Polres Metro Jakarta Pusat ........ 79

Tabel 4.2 : Perbandingan Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik dan Kejahatan Konvensional ...................................... 82

Tabel 4.3 : Jumlah Modus Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Tahun 2013-2014 ......................................................................... 99

Tabel 4.4 : Matriks Analisis SWOT Strategi Pemolisian Pencegahan

Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik di Polres Metro

Jakarta Pusat ............................................................................. 155

Tabel 4.5 : Langkah Pencegahan Kejahatan Situasional Terhadap

Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik ........................... 157

Page 12: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik ........................................................................... 2

Gambar 1.2 : Bagan Penyelesaian Perkara Sat Reskrim Tahun

2014 .................................................................................. 3

Gambar 1.3 : Grafik Jumlah dan Penetrasi Pengguna Internet di

Indonesia ........................................................................... 5

Gambar 2.1 : Gambar Bagan Teori Gunung Es Kepolisian Proaktif ... 30

Gambar 2.2 : Alur Manajemen Strategik ............................................. 35

Gambar 2.3 : Alur Manajemen Strategik dan Komponennya .............. 39

Gambar 2.4 : Matriks SWOT ............................................................... 42

Gambar 2.5 : Bagan Kerangka Berpikir .............................................. 58

Gambar 4.1 : Peta Kota Administrasi Jakarta Pusat ........................... 68

Gambar 4.2: Struktur Organisasi Polres Metro Jakarta Pusat ............ 75

Gambar 4.3 : Grafik Crime Total Tahun 2013-2015 ............................ 80

Gambar 4.4 : Grafik Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Tahun 2013-2015 ............................................................ 81

Gambar 4.5 : Grafik Perbandingan Jumlah Kejahatan Penipuan

Melalui Media Elektronik dan Kejahatan Konvensional .. 83

Gambar 4.6 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Berdasarkan Tingkat Keaktivan Pelaku .......... 88

Page 13: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

xiii

Gambar 4.7 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Berdasarkan Proses Pencurian Informasi

Identitas ........................................................................... 92

Gambar 4.8 : Pengelompokan Modus Kejahatan Penipuan Melalui

Media Elektronik Berdasarkan Sarana yang

Digunakan ....................................................................... 97

Gambar 4.9 : Grafik Penetrasi Penggunaan Internet dan Telepon

Sebagai Media Melakukan Kejahatan Penipuan ............. 98

Gambar 4.10 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Menjual Barang ................................ 102

Gambar 4.11 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Agen Pulsa ...................................... 103

Gambar 4.12 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Agen Travel ..................................... 105

Gambar 4.13 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Menawarkan Pekerjaan ................... 107

Gambar 4.14 : Contoh SMS Penulasan Pembayaran Palsu yang

Dikirim oleh Pelaku Kejahatan ...................................... 108

Gambar 4.15 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus SMS Pelunasan Pembayaran .......... 109

Gambar 4.16 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Mengaku Teman / Saudara ............. 112

Gambar 4.17 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Mengaku Atasan .............................. 113

Page 14: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

xiv

Gambar 4.18 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Menawarkan Dana Pensiun ............. 115

Gambar 4.19 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Mengaku Polisi ................................ 118

Gambar 4.20 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Berpura-pura Keluarga Kecelakaan 120

Gambar 4.21 : Contoh SMS Undian Berhadiah Palsu yang Dikirim

oleh Pelaku Kejahatan .................................................. 122

Gambar 4.22 : Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Undian Berhadiah ............................ 123

Gambar 4.23 : Bagan Alur Identifikasi Permasalahan Polres Metro

Jakarta Pusat ................................................................ 132

Gambar 4.24 : Bagan Peran Stakeholder dalam Strategi Pemolisian

Pencegahan Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik ....................................................................... 172

Gambar 4.25 : Bagan Aktualisasi Strategi Pemolisian Pencegahan

Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik .............. 179

Page 15: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data

Lampiran 2 : Pedoman Wawancara

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Penelitian

Lampiran 4 : Surat Jalan

Lampiran 5 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 6 : Lembar Pergantian Judul Skripsi

Lampiran 7 : Lembar Kontrol Bimbingan Skripsi

Lampiran 8 : Dokumentasi Penelitian

Page 16: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

xvi

ABSTRAK

Judul Skripsi : Strategi Pemolisian Pencegahan Kejahatan

Penipuan Melalui Media Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat

Nama Mahasiswa : Tiksnarto Andaru Rahutomo Nomor Mahasiswa : 15688956 Isi Abstrak :

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi pemolisian yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat dalam pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik. Fenomena ini akan dikaji menggunakan perspektif: Teori Manajemen Strategik (Wheelen dan Hunger, 2012), Teori SWOT (Wheelen dan Hunger, 2012), Teori Gunung Es Kepolisian Proaktif (Rycko Amelza Dahniel, 2015), Teori Community Policing (Community Policing Consortium, 1994), Teori Aktivitas Rutin (Cohen dan Felson, 1979), dan Teori Pencegahan Kejahatan Situasional (Clarke,2003). Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengkaji fenomena yang menjadi fokus penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara,dan studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan teknik reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Penelitian ini menunjukan bahwa Polres Metro Jakarta Pusat belum melaksanakan strategi pemolisian sesuai dengan konsep dan teori yang digunakan dalam penulisan ini. Terjadinya kejahatan penipuan melalui media elektronik dipengaruhi oleh desain keamanan produk dan jasa, pengetahuan calon korban akan modus kejahatan, serta pola perilaku calon korban. Penelitian ini juga menemukan adanya kelemahan hubungan kemitraan dalam hal pembagian peran dan tanggung jawab diantara stakeholder yang berkaitan dengan fenomena ini.

Dengan demikian perlu dikembangkan kemitraan yang lebih efektif diantara para stakeholder untuk mencapai pola pencegahan kejahatan yang komprehensif. Perubahan paradigma kepolisian proaktif yang mengedepankan polisi sebagai leading sector akan menyegerakan pencegahan kejahatan ini. Strategi pemolisian pencegahan kejahatan tersebut perlu diaktualisasikan ke dalam tataran fundamental, instrumental, dan implementasi secara stimultan.

Kata kunci: strategi pemolisian, pencegahan kejahatan, penipuan melalui

media elektronik.

Page 17: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi strategi pemolisian

dalam pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik. Fokus

penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran yang mendalam terhadap

karakteristik kejahatan penipuan melalui media elektronik, faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap implementasi strategi pemolisian dalam pencegahan

kejahatan tersebut di Polres Metro Jakarta Pusat, serta strategi pemolisian

yang ideal dalam mencegahan kejahatan tersebut.

Permasalahan kejahatan penipuan melalui media elektronik yang

diangkat dalam penelitian ini di inspirasi oleh pengalaman empirik peneliti

sebagai penyidik di Polres Metro Jakarta Pusat. Indikasi pertama terlihat dalam

fakta bahwa jumlah kejahatan penipuan melalui media elektronik ini jumlahnya

terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, jumlah kejahatan

penipuan melalui media elektronik adalah sebanyak 164 perkara atau sebanyak

9,02 % dari total perkara yang ditangani. Jumlahnya terus meningkat di tahun

2014 menjadi sebanyak 276 kasus atau sebanyak 13,29 % dari total perkara.

Peningkatakn kuantitas masih terjadi di tahun 2015 yaitu menjadi sebanyak 304

kasus atau mencapai 14,57 % dari total jumlah kejahatan secara keseluruhan

Page 18: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

2

di Polres Metro Jakarta Pusat. Untuk lebih jelasnya, peneliti merincikan ke

dalam tabel dan grafik berikut ini:

Tabel 1.1 Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakpus, diolah peneliti.

Gambar 1.1 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakpus, diolah peneliti.

Salah satu contoh kasus kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang ramai diperbincangkan adalah penipuan "mama minta pulsa" yang dialami

oleh kebanyakan masyarakat yang memiliki telepon genggam. Tindak

Page 19: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

3

kejahatan yang seperti ini telah banyak dikeluhkan masyarakat dan diberitakan

dalam media elektronik sejak tahun 2013.

Indikasi kedua yang memperkuat alasan penulis mengangkat

permasalahan ini adalah jumlah penyelesaian perkara kejahatan penipuan

mealui media elektronik yang ditangani oleh Satreskrim Polres Metro Jakarta

Pusat. Pada tahun 2014, jumlah perkara keseluruhan yang ditangani oleh Sat

Reskrim adalah sebanyak 2077 kasus. Sebanyak 276 kasus atau sejumlah

13,3 % dari total seluruh kejahatan adalah kejahatan penipuan melalui media

elektronik. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah fakta bahwa dari 276 kasus

penipuan melalui media elektronik tersebut, tidak ada satupun yang dapat

diungkap oleh Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat. Penyelesaian perkara

secara keseluruhan pada tahun 2014 oleh Sat Reskrim Polres Metro Jakarta

Pusat adalah sebanyak 761 perkara atau sebanyak 36,6 % dari total perkara

keseluruhan. Dari 761 kasus yang telah diselesaikan tersebut, tidak ada

satupun diantaranya yang merupakan kasus kejahatan penipuan melalui media

elektronik.

Gambar 1.2 Bagan Penyelesaian Perkara Sat Reskrim Tahun 2014

Sumber : Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah penulis.

Page 20: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

4

Dari ilustrasi di atas terlihat bahwa ketidakmampuan penyidik dalam

mengungkap kejahatan penipuan melalui media elektronik turut berkontribusi

kepada banyaknya tunggakan perkara yang harus diselesaikan oleh Polres

Metro Jakarta Pusat. Munculnya fenomena ini mengindikasikan perlunya

strategi pencegahan kejahatan melalui media elektronik karena tindakan

represif tidak dapat dilakukan secara maksimal. Faktor yang berkontribusi

terhadap rendahnya pengungkapan kejahatan penipuan melalui media

elektronik adalah karena dalam pengungkapan kejahatan tersebut memerlukan

biaya yang relatif tinggi, waktu dan tenaga penyidik yang banyak serta

peralatan yang canggih dan memadai. Fenomena ini juga mengindikasikan

bahwa penanganan tindak kejahatan melalui media elektronik merupakan corak

kejahatan modern yang menuntut cara penanganan yang lebih canggih dan

kompetensi penyidik yang lebih profesional dalam menangani perkembangan

kejahatan yang tergolong sebagai “cyber-crime” di era digital yang makin maju.

Fenomena ini merupakan fenomena kejahatan yang dirasakan sangat

sulit diungkap oleh anggota polisi dilapangan mengingat tindak kejahatan ini

bukan merupakan modus penipuan yang konvensional. Kejahatan penipuan

melalui media elektronik biasanya dilakukan oleh pelaku yang belum diketahui

identitas jelasnya, dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang, dan

dilakukan dari lokasi yang sangat jauh dari Jakarta Pusat. Selain karakter

kejahatan yang memang tergolong sulit untuk diungkap, keterbatasan personil,

peralatan, dan anggaran yang tersedia juga menjadi salah satu alasan penyidik

untuk mengesampingkan penanganan kejahatan penipuan melalui media

elektronik ini.

Page 21: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

5

Kejahatan penipuan melalui media elektronik merupakan fenomena yang

menarik untuk dikaji karena hal ini merupakan fenomena kejahatan baru yang

memanfatkan perkembangan teknologi sebagai sarana untuk melakukan tindak

kejahatan dan telah banyak meresahkan kehidupan masyarakat. Sejumlah data

peningkatan penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia menambah

kekhawatiran sekaligus menambah keperluan permasalahan ini untuk diangkat.

Pada tahun 2010 pengguna internet di Indonesia adalah sebanyak 42 juta jiwa.

Artinya bahwa 17,6 % penduduk di Indonesia saat itu menggunakan internet

sebagai bagian dari kehidupannya. Namun pada tahun 2014 jumlah pengguna

internet di Indonesia meningkat dua kali lipat menjadi 88,1 juta pengguna.

Fakta ini menunjukkan bahwa apabila kejahatan penipuan ini tidak tertangani

dengan baik maka ada sebanyak 88,1 juta masyarakat yang rentan menjadi

korban kejahatan penipuan melalui media elektronik karena sarana bertemunya

korban dan pelaku menjadi semakin banyak.

Gambar 1.3 Grafik Jumlah dan Penetrasi Pengguna Internet di Indonesia

Sumber : Puskakom UI.2015. Profil Pengguna Internet Indonesia 2014. Jakarta:Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

Page 22: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

6

Berdasarkan beberapa fakta di atas, penelitian ini berfokus kepada

pencegahan kejahatan karena sejalan dengan paradigma kepolisian yang telah

bergeser dari paradigma “reactive policing” menuju “proactive policing".

Paradigma pemolisian yang proaktif seyogianya dapat mendorong lembaga

kepolisian untuk merumuskan dan mengembangkan program-program yang

berorientasi kepada kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk pemolisian yang

mendekatakan intensitas hubungan antara polisi dan masyarakat dalam

pencegahan kejahatan disebut dengan pemolisian masyarakat (David

Weisburd, 2007). Jenny Coquilhat (2008) mengatakan bahwa community

policing is considered a popular contemporary policing approach responding to

the decline in public confidence in police; and growing evidence that police

forces could not fight crime by themselves. Artinya bahwa pemolisian

masyarakat merupakan pendekatan kepolisian kontemporer yang sangat

diperlukan untuk menjaga eksistensi kepolisian di masyarakat karena makin

disadari bahwa kepolisian tidak bisa menyelesaikan penanggulangan dan

pencegahan kejahatan oleh kepolisian sendiri.

Karenanya, penulis merasa perlu adanya pergeseran paradigma

penegakkan hukum yang semula mengutamakan strategi represif yang reaktif

menjadi kepada strategi pencegahan yang proaktif. Strategi pemolisian yang

mengedepankan pendekatan pencegahan merupakan usaha yang dapat

dianalogikan dengan pencegahan dalam dunia kesehatan untuk menjaga agar

masyarakat tidak terserang oleh penyakit dan dapat hidup sehat. Menurut

Rycko A. Dahniel (2015) dalam buku Ilmu Kepolisian bahwa pendekatan

pencegahan merupakan semua usaha dan kegiatan untuk memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan manusia,

Page 23: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

7

benda dan barang termasuk memberikan perlindungan dan bantuan sehingga

mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa makna

pencegahan tersebut merupakan usaha untuk mengurangi atau menghindari

munculnya niat dan kesempatan melakukan kejahatan melalui kehadiran polisi

atau pengamanan oleh masyarakat, perbaikan infrastruktur yang dapat

mengurangi potensi kejahatan, sosialisasi atau himbauan kepada masyarakat

dan pemasangan alat teknologi pengamanan yang ada.

Oleh sebab itu selain perspektif pemolisian yang berfokus kepada

pencegahan tersebut, penelitian ini juga menggunakan perspektif pencegahan

kejahatan situational yang banyak digunakan dalam literatur kriminologi.

Pencegahan Kejahatan Situasional (Situasional Crime Prevention) merupakan

suatu strategi untuk mengurangi meningkatnya resiko kejahatan (Clarke,1995).

Pendekatan ini didasarkan atas teori penyebab kejahatan yang berasumsi

bahwa pelanggar hukum membuat pilihan rasional untung-rugi dalam

melakukan tindak kejahatan. Oleh sebab itu, dengan melakukan analisis

terhadap pola kejahatan di dalam masyarakat dan dalam konteks sosial

kejadian kejahatan, suatu desain situasi dapat dirubah dan diperbaiki agar

mengurangi niat seseorang melakukan kejahatan. Pendekatan dan strategi

situasional harus secara sistematik dimasukkan dalam rencana strategi untuk

mengurangi kejahatan dan korban secara komprehensif. Menanggapi metode

pencegahan kejahatan situasional ini, Rick Linden (2007) menyatakan bahwa

perspektif pencegahan kejahatan situasional yang telah dilakukan secara

empiris, telah mendapat dukungan yang kuat dibandingkan strategi

pencegahan lainnya.

Page 24: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

8

Dalam menganalisa karakter kejahatan penipuan melalui media

elektronik penulis akan menggunakan perspektif Routine Activity Theory (Teori

Aktivitas Rutin). Dalam perspektif Routine Activity Theory, Cohen dan Felson

(1979) mengatakan bahwa seseorang melakukan tindak kejahatan apabila

terdapat 3 unsur yaitu (1) adanya target kejahatan yang cocok; (2) tidak adanya

penjaga yang mampu mengawasi dan melindungi; dan (3) pelaku kejahatan

yang termotivasi melakukan kejahatan. Menurut teori aktivitas rutin ketiga faktor

tersebut dapat memfasilitasi terjadinya kejahatan jika ketiganya bertemu di

suatu tempat dan waktu yang bersamaan. Penilaian terhadap suatu situasi

akan menentukan apakah suatu tindak kejahatan akan terjadi. Perspektif teori

ini cukup relevan untuk diterapkan pada kejahatan terhadap benda apapun

termasuk dalam kasus permasalahan penelitian ini karena kejahatan itu dapat

terjadi selama ada kesempatan untuk berbuat kejahatan. Kesempatan

merupakan penyebab suatu kejahatan dan menjadi akar penyebab terjadinya

suatu kejahatan. Bagi kejahatan “cyber”, peluang untuk melakukan sebuah

kejahatan sangat terbuka karena kejahatan tersebut tidak dibatasi oleh lokasi

tertentu (Bossler and Holt,2009).

Program pencegahan kejahatan masyarakat merupakan bentuk

pencegahan yang mencakup keterlibatan masyarakat dalam menjaga

keamanan di wilayahnya sehingga masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam

menjaga keamanan dilingkungannya. Program administratif/ legislatif

merupakan program perubahan dalam berbagai peraturan dan program

pemerintahan yang dapat membantu mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya

program-program pemerintah terhadap pengaturan hunian daerah kumuh dan

padat penduduk sehingga dapat mengurangi potensi tindak kejahatan di suatu

Page 25: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

9

daerah perkotaan. Program pemolisian yang mendorong polisi untuk bekerja

secara proaktif untuk mencegah kejahatan. Misalnya melakukan patroli

didaerah rawan kejahatan, penindakan yang keras terhadap pelaku kejahatan,

melakukan penerangan melalui media elektronik dan media cetak terhadap

motif-motif kejahatan dalam masyarakat, dan sebagainya.

Berdasarkan pada argumentasi dan deskrispsi latar belakang penelitian

diatas, penelitian ini berfokus kepada kajian tentang strategi pemolisian dalam

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres Metro

Jakarta Pusat. Perspektif teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

ilmu kepolisian terutama kepada perspektif strategi pemolisian yang preventif

seperti yang digambarkan dalam strategi simultan terhadap masalah sosial

yang ditulis oleh Rycko A. Dahniel (2015). Pandangan teori pemolisian ini akan

diperkaya oleh perspektif teori pemolisian masyarakat dan konsep problem

oriented policing (Goldstein, 1979) yang sangat terkait dan relevan dengan

strategi pencegahan yang mengedepankan nilai-nilai preemtif dan deteksi dini

dalam pemolisian. Perspektif teori pencegahan kejahatan termasuk pendekatan

“situational crime prevention” merupakan perspektif yang digunakan dalam

menganalisis permasalahan penelitian ini. Begitu pula berbagai teknik

pencegahan kejahatan yang dikembangkan oleh Cornish dan Clark (2003)

merupakan perspektif yang mewarnai pembahasan dan analisis dalam

merumuskan strategi pemolisian dalam pencegahan kejahatan penipuan

melalui media elektronik seperti yang menjadi fokus penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang fenomena di atas, demi mewujudkan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penulis merasa perlu pengembangan

berbagai pendekatan atau strategi pencegahan kejahatan yang menggunakan

Page 26: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

10

kombinasi dari berbagai bentuk strategi tersebut diatas. Oleh karena itu, penulis

merasa tertarik untuk membahas masalah strategi pemolisian pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta

Pusat.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan permasalahan dalam latar belakang penelitian tergambar

bahwa pola penegakkan hukum secara represif yang dilakukan oleh Polres

Metro Jakarta Pusat tidak efektif dalam menangani kejahatan penipuan melalui

media elektronik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kasus kejahatan

penipuan melalui media elektronik yang dapat diungkap oleh Polres Metro

Jakarta Pusat. Ketidakefektivan penanganan kejahatan ini disebabkan antara

lain karena karakter kejahatan yang menggunakan media elektronik, identitas

pelaku yang tidak diketahui, lokasi pelaku yang jauh, keterbatasan kemampuan

personil di bidang teknologi informasi, sarana prasarana teknologi yang kurang

mendukung, serta keterbatasan anggaran.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pola penanganan secara represif

tidak efektif dalam menangani kejahatan penipuan melalui media elektronik.

sehingga perlu perubahan pola penanganan kejahatan secara preventif dengan

mengedepankan pencegahan kejahatan. Berdasarkan latar belakang

permasalahan yang telah diuraikan tersebut diatas, serta dengan

mengkonstruksikan kerangka teori terkait dengan penelitian ini dirumuskan

permasalahan penelitian yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu

strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik yang

Page 27: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

11

dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat belum optimal dan belum mampu

mencegah terjadinya kejahatan penipuan melalui media elektronik.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan argumentasi rasionalisasi permasalahan yang tertuang

dalam latar belakang penelitian diatas, pertanyaan penelitian akan dijawab

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana karakteristik kejahatan penipuan melalui media elektronik di

Polres Metro Jakarta Pusat?

b. Apa saja faktor-faktor yang berkontribusi terhadap implementasi strategi

pemolisian dalam pencegahan kejahatan melalui media elektronik di

Polres Metro Jakarta Pusat?

c. Bagaimana strategi pemolisian yang ideal dalam pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji:

a. Karakteristik kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres

Metro Jakarta Pusat.

b. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap implementasi strategi

pemolisian dalam pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik.

c. Strategi pemolisian yang ideal dalam pencegahan kejahatan penipuan

melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat.

Page 28: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

12

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus kepada fenomena strategi pemolisian dalam

pencegahan kejahatan penipuan yang terjadi melalui media elektronik berupa

telepon dan internet oleh Polres Metro Jakarta Pusat pada kurun waktu tahun

2013 sampai 2015. Fenomena kejahatan media elektronik merupakan

fenomena yang dapat terjadi dimana saja tanpa memperhatikan batas wilayah

(borderless), namun dalam penelitian ini studi kasus dilakukan di Polres Metro

Jakarta Pusat dikarenakan tingginya angka kejahatan tersebut di Polres Metro

Jakarta Pusat. Penelitian ini menfokuskan kepada strategi pemolisan dalam

pencegahan kejahatan dan bukan kepada tahapan penanganan kejahatan

lainnya.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menambah

atau memperkaya ilmu pengetahuan dibidang kepolisian terutama pada aspek

pemolisian yang sejalan dengan paradigma “proactive policing” yang

mengedepankan kedekatan hubungan antara polisi dan masyarakat dalam

melakukan fungsi pencegahan kejahatan. Penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya strategi pemolisian dalam pencegahan kejahatan yang

bersumber dari pembuktian empiris di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan

dapat memperkaya wacana ilmu pengetahuan yang terkait dengan konsep

pencegahan dalam bidang ilmu kriminologi dan kepolisian.

Page 29: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

13

1.6.2 Praktis

Secara praktis penelitian ini memberikan masukan atau saran kepada

pimpinan dan anggota kepolisian di Polres Metro Jakarta Pusat dalam

memahami strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik.

Rumusan strategi yang akan dijadikan rekomendasi dalam penelitian ini

diharapkan dapat memperkaya Polres Metro Jakarta Pusat khususnya di dalam

menangani kejahatan yang menggunakan teknologi. Strategi yang akan

dirumuskan dalam penelitian ini merupakan sumbangan praktis yang dapat

dikembangkan dan di tindak lanjuti oleh pengambil keputusan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari 6 (enam) bab, Sistematika penulisan

yang digunakan dalam penulisan penelitian ini berdasarkan Buku Petunjuk

Teknis Penyusunan dan Pembimbingan Skripsi Mahasiswa STIK -PTIK sesuai

Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Nomor: KEP/65/IX/2012

tanggal 25 September 2012 yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang permasalahan, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Bab ini memuat tinjauan pustaka yang terkait dengan masalah,

beberapa pendapat yang dijadikan landasan atau acuan dalam

Page 30: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

14

pembahasan masalah penelitian ini, kerangka berpikir dan

rumusan hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang pendekatan dan metode penelitian,

sumber data/informasi, teknik pengumpulan data, dan teknik

analisis data yang digunakan.

BAB IV : TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan bagian mengenai hasil penelitan yang

menyajikan gambaran umum daerah penelitian, dan data-data

serta informasi yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan,

dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang

telah ditentukan sebelumnya, dianalisis, serta dibah

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan sebagai suatu rangkuman

dari hasil penelitian yang telah dibahas dan dianalisis sehingga

menjadi suatu kesatuan yang utuh, serta selanjutnya dibuat

suatu saran sebagai rekomendasi dari hasil penulisan ke arah

yang diharapkan.

Page 31: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

15

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Kepustakaan Penelitian

Kepustakaan penelitian adalah literatur yang menyajikan informasi

tentang hasil penelitian terdahulu. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan referensi kepustakaan beberapa penelitian terdahulu. Beberapa

penelitian yang dijadikan literatur oleh peneliti adalah :

2.1.1 Skripsi

Kepustakaan yang dijadikan pembanding dan referensi dalam

penelitian ini adalah hasil penelitian Andi Mohamad Akbar Mekuo mahasiswa

Sekolah Tinggi ilmu Kepolisian tahun 2015 berjudul Implementasi Strategi

Pencegahan Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan, Pencurian dengan

Pemberatan, dan Pencurian Kendaraan Bermotor (3C) di Wilayah Polres

Purwakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi

pencegahan kejahatan 3C, faktor yang mempengaruhi implementasi

pencegahan kejahatan 3C, dan langkah optimalisasi strategi pencegahan

kejahatan 3C di wilayah Polres Purwakarta. Keterkaitan skripsi ini dengan

penelitian yang sedang dilakukan adalah kesamaan teori yang digunakan

dalam menganalisa pembahasan permasalahan yang diambil oleh peneliti.

Beberapa teori tersebut antara lain teori pencegahan kejahatan, teori

Page 32: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

16

16

manajemen strategi, dan teori SWOT. Perbedaannya yaitu dalam hal objek

penelitian dimana skripsi ini meneliti strategi pencegahan kejahatan 3C

sedangkan penelitian yang penulis lakukan bertujuan meneliti strategi

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik.

Menurut penulis, penelitian yang dilakukan Andi Mohamad Akbar

Mekuo berfokus kepada pencegahan kejahatan tradisional yaitu kejahatan 3C

dimana sudah banyak terdapat penelitian mengenai pencegahan kejahatan 3C

sebelumnya. Dengan melakukan penelitian ini, penulis bermaksud untuk

mengeksplorasi paradigma pencegahan kejahatan kontemporer seperti

penipuan melalui media elektronik sehingga pada akhirnya menambah

khasanah ilmu tentang pencegahan kejahatan terhadap jenis kejahatan yang

berbeda.

2.1.2 Jurnal Penelitian

Peneliti menjadikan beberapa jurnal sebagai referensi dalam penelitian

ini yaitu:

a. Jurnal Trends & Issues in Crime and Criminal Justice, No.42 yang

diterbitkan oleh Australian Institute of Criminology bulan Agustus 2011 yang

berjudul "Risk factors for advance fee fraud victimization " yang ditulis oleh

Stuart Ross dan Russell G Smith. Penelitian dilakukan di Australia tepatnya

di negara bagian Victoria menggunakan metode studi kasus dengan

menganalisis transaksi keuangan korban dan wawancara terhadap korban.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang memperbesar

kemungkinan terjadinya penipuan internet bermodus pemberian bonus atas

jasa. Diharapkan dengan dianalisanya faktor-faktor pendorong tersebut

maka diharapkan dapat membantu penyusunan langkah pencegahan

Page 33: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

17

17

kejahatan penipuan dengan modus pemberian bonus atas jasa. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa: (1) 40% korban penipuan adalah

penduduk berusia di atas 55 tahun; (2) hasil kejahatan penipuan banyak

dikirimkan ke rekening bank di Nigeria; (3) perbuatan permulaan kejahatan

tersebut dimulai dari perkenalan dalam situs perkencanan dan sosial media

tertentu. Penelitian tersebut juga merekomendasikan model pencegahan

kejahatan yaitu dengan: (1) mengawasi transaksi keuangan menuju negara

yang sering menjadi tujuan kejahatan tersebut; (2) melakukan pengawasan

terhadap situs perkencanan dan sosial media yang dianggap memberikan

kontribusi terhadap kejahatan penipuan bermodus pemberian bonus jasa;

(3) memberikan informasi modus kejahatan tersebut kepada warga

Australia. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama

menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Selain itu

penelitian ini juga meneliti tentang pencegahan kejahatan yang dilakukan

melalui media elektronik. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada

lokasi penelitian dimana penelitian ini dilakukan di negara Australia

sedangkan penelitian penulis dilakukan di wilayah Jakarta Pusat. Objek

penelitian yang akan diteliti oleh penulis juga lebih luas yaitu penipuan

melalui media elektronik secara luas, sedangkan penelitian ini meneliti

mengenai salah satu modus kejahatan penipuan melalui media elektronik

yaitu penipuan bermodus iming-iming pemberian imbalan atas jasa

pengiriman uang. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai pembanding

bagaimana menganalisa suatu kasus dan bagaimana cara merumuskan

rekomendasi langkah dalam menangani kejahatan penipuan melalui media

Page 34: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

18

18

elektronik. Oleh karena itu peneliti menganggap kepustakaan penelitian ini

mempunyai keterkaitan dengan penelitian penulis.

b. Jurnal Crime Prevention Studies, volume 12, pp. 133-151 diterbitkan oleh

National Institute of Justice Washington DC berjudul "Personal Fraud: The

Victims and The Scams" yang ditulis oleh Richard M. Titus dan Angela R.

Gover. Jurnal ini membahas hasil penelitian mereka sebelumnya yang

mencoba memetakan kejahatan penipuan yang terjadi di negara Amerika

dengan cara melakukan survey terhadap 1.246 responden. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa penipuan mempunyai sedikit

kemungkinan berhasil jika: (1) penelepon adalah orang yang tidak dikenal;

(2) kontak yang digunakan adalah melalui telefon dan email; (3) calon

korban pernah mendengar tentang jenis penipuan ini sebelumnya; (4) calon

korban mencoba untuk mencaritahu kebenaran informasi sebelum

merespon. Penelitian ini menyarankan agar dilakukan upaya kampanye

untuk meningkatkan daya tangkal korban terhadap kejahatan penipuan.

Selain itu penelitian ini juga merekomendasikan pembentukan himpunan

data kejahatan penipuan yang aktual sehingga dapat digunakan dalam

upaya pencegahan berbagai modus kejahatan penipuan. Keterkaitan

kepustakaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah kesamaan

objek yang diteliti yaitu penipuan. Kepustakaan penelitian ini membahas

tentang karakter kejahatan penipuan, modus kejahatan, karakteristik

korban, dan kondisi yang mendukung terjadinya kejahatan penipuan.

Penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan pola pencegahan kejahatan

penipuan yang ideal untuk diaplikasikan. Perbedaan dengan penelitian ini

terletak pada jenis penipuan yang diteliti dimana kepustakaan penelitian ini

Page 35: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

19

19

meneliti penipuan secara umum dengan berbagai modus sedangkan

penelitian penulis meneliti tentang penipuan melalui media elektronik.

Kegunaan kepustakaan penelitian ini adalah sebagai bahan pembanding

dalam memahami karakteristik kejahatan penipuan. Oleh karena itu peneliti

menganggap kepustakaan penelitian ini mempunyai keterkaitan dengan

penelitian penulis.

2.2 Kepustakaan Konseptual

Kepustakaan konseptual yang digunakan berdasarkan teori atau berasal

dari pendapat dan konsep para pakar yang memiliki relevansi dengan judul dan

permasalahan yang diteliti. Kepustakaan konseptual digunakan untuk

menentukan dan menyamakan persepsi atau pemahaman antara penulis dan

pembaca tentang permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini. Konsep

yang memegang peranan penting dalam penulisan ini adalah teori pemolisian

masyarakat (community policing theory), teori gunung es kepolisian pro aktif,

teori pencegahan kejahatan situasional (situational crime prevention), teori

aktivitas rutin (routine activity theory) , teori manajemen strategik, dan teori

SWOT.

2.2.1 Konsep Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

2.2.1.1 Media Elektronik

Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2005 : 726) dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, media diartikan sebagai perantara/

penghubung yang terletak antara dua pihak, atau sarana komunikasi seperti

koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk. Sedangkan elektronik

Page 36: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

20

20

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai alat yang dibuat

berdasarkan prinsip elektronika atau benda yang menggunakan alat-alat yang

dibentuk atau bekerja atas dasar elektronika (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa, 2005 : 294).

Menurut Mc Luhan dalam Morissan (2003 : 490) media elektronik

memiliki ciri sebagaimana pecakapan lisan yang bersifat segera dan singkat

yang berarti penerimaan informasi dan reaksi yang diberikan bersifat segera

dan singkat. Namun perbedaannya terletak pada tempat dimana pada era

elektronik tidak terikat pada tempat karena pesan dapat dikirimkan secara

elektronis. Contoh pemanfaatan media elektronik bagi komunikasi adalah

penggunaan televisi, radio, kaset rekaman, gambar foto, mesin penjawab,

telepon, blog, dan email.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dimengerti bahwa

media elektronik merupakan sarana penghubung/ perantara yang dibuat

menggunakan prinsip elektronika, yang terletak diantara dua pihak, yang dapat

digunakan untuk menyalurkan informasi diantara kedua pihak tersebut dengan

karakteristik penyampaian informasi dan reaksi yang singkat. Adapun yang

termasuk dalam media elektronik adalah komputer, televisi, telefon genggam,

radio, laptop, dan lain-lain. Koran, majalah, dan spanduk tidak termasuk ke

dalam kelompok media elektronik karena ketiga media tersebut tidak dibuat

berdasarkan prinsip elektronika seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.2.1.2 Tindak Pidana Penipuan

Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit,

namun demikian belum ada konsep yang secara utuh menjelaskan definisi

strafbaarfeit. Oleh karenanya masing-masing para ahli hukum memberikan arti

Page 37: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

21

21

terhadap istilah strafbaarfeit menurut persepsi dan sudut pandang mereka

masing-masing.

Menurut Moeljatno (1987 : 54) tindak pidana (strafbaar feit) adalah

perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang

melanggar aturan tersebut. Selanjutnya Sesilo Soesilo (1984:6) mendefinisikan

bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh

undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang

melakukan atau mengabaikan akan diancam dengan pidana.

Selanjutnya Tresna (1959) menyatakan walaupun sangat sulit untuk

merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun

Tresna menarik suatu definisi yang menyatakan bahwa, “peristiwa pidana itu

adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan

dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap

perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”

Selanjutnya Simmons dalam Tresna (1959) mengungkapkan bahwa

tindak pidana harus memiliki beberapa unsur antara lain:

1. Harus ada perbuatan manusia. 2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan

umum. 3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya

harus dapat dipertanggung jawabkan. 4. Perbuatan itu harus melawan hukum. 5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya didalam

undang-undang.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, maka tindak pidana

dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan yang melanggar suatu aturan hukum

yang berlaku dimana dengan melakukan pelanggaran terhadap aturan hukum

tersebut pelaku dapat dikenakan sanksi. Di dalam sistem hukum Indonesia,

Page 38: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

22

22

perbuatan yang termasuk sebagai tindak pidana harus dinyatakan sebelumnya

oleh undang-undang yang sah. Untuk dapat menjatuhkan pidana pada orang

yang telah melakukan perbuatan pidana, maka sebelumnya harus terdapat

peraturan yang melarang perbuatan pidana tersebut. Perlakuan tersebut

disebut sebagai asas legalitas yang terdapat dalam pasal 1 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: ”Suatu peristiwa pidana tidak

dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan pertentuan perundang-undangan

pidana yang telah ada di KUHP".

Asas legalitas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam

perundang-undangan, biasanya asas ini lebih dikenal dalam bahasa latin

nullum delictum nulla poena sine praevia lege punalle (tidak ada delik, tidak ada

pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Ucapan tersebut berasal dari Von

Feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Selain itu yang perlu diperhatikan

adalah bahwasanya tidak semua perbuatan melanggar aturan hukum pidana

karena ada ranah aturan hukum lainnya seperti hukum perdata, hukum

ketatanegaraan dan hukum tata usaha pemerintah.

Berkaitan dengan penelitian ini maka tindak pidana yang dimaksud

adalah tindak pidana penipuan melalui media elektronik. Penipuan berasal dari

kata tipu. Kamus Besar Bahsa Indonesia menjelaskan tipu sebagai perbuatan

atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan

maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Seseorang yang

melakukan suatu tindakan dengan mengatakan yang tidak sebenarnya kepada

orang lain tentang suatu berita, kejadian, pesan dan lain-lain yang dengan

Page 39: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

23

23

maksud-maksud tertentu yang ingin dicapainya berarti telah melakukan

tindakan penipuan.

Tindak pidana penipuan tercantum dalam pasal 378 KUHP berbunyi:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mempergunakan nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau susunan kata-kata bohong, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Mengenai tindak pidana penipuan pada Pasal 378 KUHP, Soesilo

kemudian merumuskan beberapa hal terkait penipuan sebagai berikut :

1. Kejahatan dalam pasal 378 KUHP dinamakan sebagai kejahatan penipuan. Penipu itu pekerjaannya : a. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang

atau menghapuskan piutang. b. Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri

sendiri atau orang lain dengan melawan hak. c. Membujuknya itu dengan memakai :

1) Nama palsu atau keadaan palsu 2) Akal cerdik (tipu muslihat) atau 3) Karangan perkataan bohong

2. Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutnya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.

3. Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen lain dipenuhinya.

Tindak pidana penipuan yang dimaksud dalam pasal 378 KUHP

tersebut masih merupakan tindak pidana penipuan secara umum dan dalam

pasal tersebut tidak terdapat pembatasan penggunaaan perangkat tertentu

dalam melaksanakan perbuatannya.

2.2.1.3 Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Berdasarkan dua pengertian media elektronik dan tindak pidana

penipuan di atas, maka kita dapat memahami bahwa kejahatan penipuan

Page 40: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

24

24

melalui media elektronik adalah sebuah kejahatan, yang mempergunakan

nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau

susunan kata-kata bohong, untuk menggerakan orang lain untuk menyerahkan

suatu benda atau mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu

piutang, yang mempergunakan media elektronik sebagai sarana komunikasi

antara pelaku dan korban.

Salah satu kejahatan penipuan melalui media elektronik adalah

penipuan menggunakan internet. Dijelaskan dalam jurnal internasional Travis

C. Pratt, Kristy Holtfreter , dan Michael D. Reisig pada tahun 2010 yang

berjudul Routine Online Activity and Internet Fraud Targeting: Extending the

Generality of Routine Activity Theory bahwa The Federal Investigation Bureau

(FBI) (2001) mendefinisikan penipuan internet sebagai:

...any fraudulent scheme in which one or more components of the Internet, such as web sites, chat rooms, and e-mail, play a significant role in offering non-existent goods or services to consumers, communicating false or fraudulent representations about the schemes to consumers, or transmitting victims’ funds, access devices, or other items of value to the control of the scheme’s perpetrators. sebuah skema penipuan di dalam satu atau lebih komponen internet, seperti situs internet, ruang obrolan, dan email, memberikan peran yang penting dalam menawarkan barang atau jasa yang sebenarnya tidak ada kepada konsumen, berkomunikasi secara tidak benar atau mengandung bentuk tipu muslihat kepada konsumen, atau memindahkan dana korban, alat pengakses, atau barang lainnya ke dalam penguasaan dari pelaku.

Dari definisi di atas, penipuan internet mempunyai pengertian yang

tidak jauh berbeda dengan penipuan biasa, hanya saja penipuan internet

menggunakan satu atau lebih komponen internet, seperti situs internet, ruang

obrolan, atau email.

Page 41: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

25

25

2.2.2 Ilmu Kepolisian

2.2.2.1 Konsep Ilmu Kepolisian

Ilmu kepolisian merupakan ilmu yang mempelajari masalah-masalah

sosial dan penanganannya (Parsudi Suparlan,2008). Konsep ilmu kepolisian

tersebut kemudian dimaknai lebih dalam oleh Rycko Amelza Dahniel (2015)

sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari fungsi dan

lembaga kepolisian dalam mengelola masalah-masalah sosial guna

mewujudkan keteraturan sosial.

Menurut Parsudi Suparlan (2008) bahwa implikasi dari pengertian ilmu

kepolisian tersebut terdapat 2 dimensi penting yang saling berkaitan dan saling

mempengaruhi yaitu (1) permasalahan sosial dan (2) penanganannya.

Masalah sosial merupakan potensi permasalahan yang akan muncul

dan terjadi sebagai akibat kehidupan manusia sebagai mahluk sosial.

Permasalahan sosial dapat terjadi dalam suatu kelompok masyarakat,

komunitas, organisasi sebagai pranata sosial dan masyarakat secara luas.

Masalah sosial dapat berakibat kepada gangguan keamanan ketertiban

masyarakat, merugikan, merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan

organisasi. Permasalahan sosial dapat berimplikasi kepada ketidak teraturan

sosial (social disorder) dan mengganggu keamanan masyarakat sehingga

memerlukan penanganan secara profesional oleh lembaga kepolisian sesuai

dengan amanah yang diberikan oleh peraturan perundangan yang ditetapkan

pemerintah.

Konsep pemolisian pada dasarnya sangat dekat dengan kontrol sosial

seperti yang diuraikan diatas dan mempunyai fenomena yang sama dari

berbagai pandangan yang berbeda dalam penggunaan dan interpretasinya.

Page 42: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

26

26

Menurut C.Wilson (1993) pemolisian di definisikan sebagai “ policing as the

function of maintaining social control in society” yang berarti bahwa pemolisian

merupakan fungsi dalam menjaga kontrol sosial dalam komunitas. Namun

demikian, penggunaan kontrol sosial secara luas, pengertian pemolisian dapat

di interpretasikan dan dilaksanakan sebagai sesuatu yang tidak mempunyai

bentuk yang jelas. Hal ini karena dapat kehilangan konsep yang spesifik

sebagai proses kontrol sosial. Dengan demikian “punishment” secara jelas

merupakan aspek kontrol sosial, tetapi biasanya merupakan sesuatu tindakan

yang terpisah dari pemolisian, walalupun setiap interfensi polisi bisa saja

memberikan hukuman kepada mereka yang melanggar hukum.

Kegiatan pemolisian ditujukan untuk memelihara ketertiban dan

keteraturan sosial serta bagaimana efektivitas hubungan pemolisian terkait

dengan unsur-unsur penciptaan keteraturan sosial dalam masyarakat.

Pemolisian tidak berarti diarahkan untuk semua kegiatan dalam mencapai

keteraturan sosial, tetapi merujuk kepada aspek pengawasan yang spesifik,

bukan yang menyangkut penghukuman, kemisikinan, keharmonisan keluarga,

agama dan sebagainya. Kegiatan pemolisian yang spesifik bagi kepolisian

adalah melakukan pencegahan dan pengawasan terhadap berbagai

penyimpangan dan tindak kejahatan yang mengganggu keamanan dan

ketertiban masyarakat.

Menurut Spitzer dan Shearing, konsep yang esensial dari pemolisian

adalah untuk memelihara keamanan melalui pengawasan dan pemberian

sanksi terhadap ancaman (Reiner, 2000:3). Pemolisian berarti seperangkat

aktivitas yang bertujuan untuk menjaga sebuah keteraturan sosial baik secara

umum atau khusus. Robert Reiner (2000) lebih lanjut menjelaskan bahwa

Page 43: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

27

27

keteraturan sosial tersebut dapat dicapai berdasarkan sebuah kesepakatan

diantara kelompok sosial yang secara hierarki berada pada tingkatan

kepentingan yang berbeda atau mungkin sebuah hubungan yang kompleks

diantara keduanya.

Pemahaman ini telah diperkuat dengan keberadaan “ilmu kepolisian”

yang telah menjadi gerakan internasional secara luas di abad 19 dan 20 yang

bertujuan untuk menjaga dan menciptakan kebahagian dan kualitas kehidupan

masyarakat (Robert Reiner, 2000). Di Inggris misalnya, pemolisian dapat

dilakukan oleh orang-orang profesional yang diberi mandat oleh pemerintah

untuk melakukan kegiatan pemolisian seperti “The British Transport Police” dan

lain sejenisnya. Namun dalam penelitian ini pengertian dan esensi pemolisian

adalah pemolisian yang dilakukan oleh lembaga kepolisian seperti yang di

amanahkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.

2.2.2.2 Teori Gunung Es Kepolisian Pro Aktif

Dalam memandang fenomena kejahatan penipuan melalui media

elektronik, penulis menggunakan teori gunung es kepolisian proaktif untuk

dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai hakekat

masalah dan akar penyebab yang mendasari masalah tersebut. Teori gunung

es kepolisian proaktif adalah kumpulan dari 3 (tiga) strategi kepolisian dalam

rangka mengelola masalah-masalah sosial yang dilaksanakan secara simultan

dan dalam intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan eskalasi dan intensitas

masalah sosial yang dihadapi. Tingkatan atau eskalasi masalah-masalah sosial

dapat digambarkan sebagai sebuah gunung es yang tidak bergerak dalam satu

garis yang kontinum. Ketiga strategi ini merupakan rangkaian kegiatan fungsi

Page 44: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

28

28

kepolisian yang proaktif terhadap permasalahan sosial atau gangguan

kamtibmas (Rycko Ahmelza Dahniel, 2015).

Labih lanjut Dr. H. Rycko Ahmelza Dahniel (2015) menjelaskan bahwa

terdapat dua sisi yang dibahas dalam teori gunung es proaktif ini :

a. Pertama

Pada sisi yang pertama, teori gunung es menunjukkan bahwa ketiga

strategi ini efektif digunakan untuk menjawab secara proaktif terhadap

masalah sosial atau gangguan kamtibmas yang dibedakan atas 3 (tiga)

eskalasi atau tingkatan ancamannya. Tiga strategi ini bekerja secara

simultan dengan intensitas yang berbeda menurut kebutuhan dan eskalasi

masalah sosial yang terjadi, sehingga tidak bergerak dalam satu garis yang

kontinum, atau dengan kata lain ketiga strategi ini dilaksanakan secara

bersama-sama, saling berhubungan, dan saling mendukung satu dengan

yang lainnya. Tidak ada satu strategi yang paling tepat untuk menghadapi

semua situasi, dan tidak ada tidak ada satu situasi yang hanya dapat

dikelolanya secara efektif dengan satu strategi saja. Bisa saja semua strategi

dilaksanakan secara bersama-sama untuk mengelola satu situasi sesuai

dengan intensitas dan kadar masalah sosial yang terjadi, masing-masing

strategi memusatkan perhatiannya untuk mengelola setiap kadar eskalasi

situasi yang menjadi fokus perhatiannya, bisa juga masing-masing strategi

saling memberi informasi dan saling mendukung. Tiga strategi ini meliputi

strategi pada fungsi deteksi dini dan pre-emtif, strategi fungsi preventif, dan

strategi fungsi represif-investigatif.

1. Strategi deteksi dini dan pre-emtif efektif untuk menjawab ketika

masalah sosial masih tersimpan dalam setiap aspek kehidupan

Page 45: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

29

29

manusia, masih terwujud dalam bentuk-bentuk potensi gangguan atau

faktor-faktor korelatif kriminogen, dan belum muncul ke permukaan

dalam bentuk gangguan.

2. Strategi pada fungsi preventif utamanya dititkberatkan kepada

seperangkat kegiatan proaktif. Strategi ini efektif dilakukan ketika

masalah sosial dinilai pada tingkatan ambang gangguan atau police

hazard. Fungsi preventif dilakukan melalui seperangkat tindakan

pencegahan agar tidak terjadi gangguan, ketidak-teraturan,

pelanggaran, dan kejahatan.

3. Strategi pada fungsi represif-investigatif diperlukan untuk menjawab

ketika eskalasi masalah sosial telah muncul ke permukaan dan

terwujud sebagai gangguan yang nyata atau disebut sebagai ancaman

faktual. Pada tahapan ini dilakukan serangkaian upaya penegakkan

hukum (represif), termasuk upaya-upaya penyelidikan dalam rangka

pengumpulan data dan informasi (investigatif).

b. Kedua

Pada sisi kedua, teori gunung es menunjukkan bahwa ketiga strategi

simultan itu juga dapat dipandang dari segi proses aktualisasinya. Masing-

masing strategi akan bergerak secara kesisteman, dimulai dari tataran

fundamental, instrumental, sampai kepada praktek atau implementasinya.

1. Tataran fundamental menunjuk kepada pentingnya membangun

sebuah kesadaran bersama, membangun sinergi para pemangku

kepentingan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk bersama-

sama mengidentifikasi, memetakan, membangun kesadaran, membuat

opsi dan membangun solusinya.

Page 46: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

30

30

2. Tataran instrumental disini merupakan proses aktualisasi dari

kesepahaman dan berbagai opsi yang telah dibangun pada tahap

sebelumnya, dengan merumuskan berbagai aturan main yang dapat

diterima, sesuai kemampuan sumber daya yang dimiliki, dan tingkat

kewenangan semua pemangku kepentingan.

3. Tataran proses puncak atau praktek atau implementasi merupakan aksi

nyata yang dilakukan secara bersama-sama secara sinergi dengan

senantiasa memperhatikan peluang dan ancaman serta kekuatan dan

kelemahan atas tindakan yang akan dilakukan.

Gambar 2.1 Bagan Teori Gunung Es Kepolisian Proaktif

Sumber : Rycko Amelza Dahniel, 2015

2.2.2.3 Teori Pemolisian Masyarakat (Community Policing)

Pemolisian masyarakat (community policing) adalah sebuah usaha

kolaboratif antara polisi dan komunitas yang mengidentifikasi permasalahan

dari pelanggaran dan kejahatan dengan melibatkan semua elemen dari

masyarakat untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Pemolisian

Page 47: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

31

31

masyarakat berangkat dari adagium bahwa polisi tidak dapat sendirian

mengontrol kejahatan dan pelanggaran serta meningkatkan kualitas hidup

masyarakat (Community Policing Consortium, 1994).

Community Policing Consortium (1994: 4) lebih lanjut menjelaskan

bahwa pemolisian masyarakat juga memperluas peran polisi lebih luas dari

hanya sekedar membasmi kejahatan, menuju kepada menjaga ketertiban dan

mengusahakan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Tujuan dari pemolisian

masyarakat adalah untuk mengurangi kejahatan dan pelanggaran,

meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi rasa ketakutan akan

kejahatan (fear of crime), dan meningkatkan hubungan antara polisi dan

masyarakat.

Community Policing Consortium (1994) mengatakan bahwa pemolisian

masyarakat terdiri dari dua komponen utama yaitu kemitraan dan pemecahan

masalah. Dijelaskan lebih lanjut dua komponen pokok tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Kemitraan

Kemitraan polisi dan masyarakat berangkat dari perkataan Sir

Robert Peel yang mengatakan bahwa "polisi adalah masyarakat dan

masyarakat adalah polisi" (Braiden, 1992). Pernyataan ini merefleksikan

kunci dari pemolisian masyarakat itu sendiri dimana polisi tidak seharusnya

terpisah dari masyarakat, namun bergabung sebagai mitra masyarakat.

Gagasan utamanya adalah bahwa polisi tidak dapat sendirian melakukan

tugas mengontrol kejahatan dan pelanggaran. Dengan adanya pemolisian

masyarakat, polisi dan masyarakat diharapkan dapat saling bekerjasama

menghasilkan masyarakat yang aman dan sehat (Parks, 1981). Karenanya,

Page 48: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

32

32

hubungan kemitraan itu harus dan dapat mendorong masyarakat untuk ikut

merasa bertanggung jawab dengan lingkungannya.

Mewujudkan dan memelihara kepercayaan antara polisi dan

masyarakat adalah tujuan utama kemitraan dalam pemolisian masyarakat.

Untuk mengembangkan kemitraan, polisi harus mengembangkan

hubungan yang baik dengan masyarakat, harus mengikutsertakan

komunitas dalam tugas menjaga dan mengontrol kejahatan, dan harus

menyatukan sumber dayanya dengan masyarakat untuk mengatasi

masalah yang dianggap paling penting oleh komunitas (Community Policing

Consortium, 1994: 13).

Langkah-langkah tersebut akan membantu mengembangkan

kepercayaan antara polisi dan masyarakat. Kemudian dari kepercayaan

tersebut polisi akan mendapatkan akses yang lebih besar kepada informasi

berharga dari masyarakat yang dapat berkontribusi kepada pencegahan

kejahatan, dapat memberikan bantuan yang diperlukan dalam proses

pengontrolan kejahatan, serta membuka kesempatan kepada petugas

untuk mewujudkan hubungan kerja dengan masyarakat. Community

Policing Consortium (1994) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam

community policing, polisi berperan sebagai pendorong dan fasilitator

dalam pengembangan masyarakat. Karena itu, hubungan kolaboratif antara

polisi dan masyarakat harus selalu dijaga untuk mendorong dan menjaga

kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.

b. Pemecahan masalah

Komponen utama kedua dari community policing adalah sebuah

pemecahan masalah yang dilakukan secara bersama-sama. Menurut

Page 49: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

33

33

Community Policing Consortium (1994:13) pemecahan masalah dalam

pemolisian masyarakat adalah sebuah proses yang dimulai dengan

mengidentifikasi permasalahan komunitas yang utama kemudian mencari

solusi dari masalah tersebut.

Herman Goldstein, bapak dari problem-oriented policing (POP)

menjelaskan:

Smarter policing in this country requires a sustained effort within policing to research substantive problems, to make use of the mass of information and data on specific problems accumulated by individual police agencies, to experiment with different alternative responses, to evaluate these efforts and to share the results of these evaluations with police across the nation. Artinya bahwa langkah pemolisian yang tepat di negeri ini membutuhkan sebuah usaha pemolisian yang berkelanjutan untuk mencari permasalahan substansial, menggunakan media informasi massal dan data spesifik atas permasalahan yang dikumpulkan oleh institusi kepolisian, untuk diaplikasikan kepada beberapa alternatif penyelesaian masalah, kemudian mengevaluasi hasilnya dan kemudian membagi hasilnya kepada jajaran kepolisian di seluruh negeri. (Goldstein, 1993: 5)

Langkah-langkah POP yang diajarkan oleh Goldstein tersebut

kemudian dikenal dengan 4 (empat) langkah scanning, analysis, respons,

dan assessment (Eck and Spelman, 1987).

1) Scanning merupakan tahap menentukan fenomena mana yang menjadi

permasalahan di masyarakat. Goldstein (1990 : 66) lebih lanjut

menjelaskan bahwa permasalahan tidak dipandang sebagai sebuah

insiden tunggal namun lebih kepada sekelompok insiden yang sejenis,

terkait, atau pengulangan insiden yang menjadi perhatian masyarakat

atau unit kerja kepolisian tertentu.

2) Analysis adalah langkah yang dilakukan oleh kepolisian dan

masyarakat untuk menganalisa secara mendalam sampai kepada akar

Page 50: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

34

34

permasalahan. Analisa ini dilakukan secara mendalam yang mencakup

lokasi, karakter pelaku, dan penyebab permasalahan tersebut Goldstein

(1990 : 98).

3) Respons adalah upaya yang dilakukan setelah permasalahan telah

secara jelas ditentukan dan dianalisis. Langkah ini terdiri dari

penentuan alternatif tindakan solutif terbaik yang didasarkan pada hasil

analisis sebelumnya. Langkah respons diikuti dengan menentukan

target yang akan dicapai dalam penyelesaian masalah dan tindakan

selanjutnya dari alternatif yang telah diambil.

4) Assesment yaitu langkah evaluasi terhadap proses dan hasil

implementasi langkah penanganan. Evaluasi proses berarti

menganalisa apakah langkah respon yang dilakukan sesuai dengan

yang telah direncanakan, sedangkan evaluasi hasil berarti menilai

apakah langkah respon tersebut efektif untuk mengatasi permasalahan

yang terjadi (Eck, 2002).

Pemecahan masalah yang dimaksudkan di dalam pemolisian

masyarakat bukan hanya sekedar merespon terjadinya kejahatan pada

masyarakat, namun menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya terjadi

yang mendasari terjadinya insiden. Perlu dipahami bahwa insiden berbeda

dengan permasalahan. Sebuah insiden timbul akibat tidak terselesaikannya

masalah di dalam masyarakat. Pemecahan masalah sangat penting

dilakukan untuk mencapai pencegahan kejahatan yang efektif. Dengan

sarana ini maka polisi tidak akan selalu merespon kepada kejadian di

tempat yang sama secara berulang-ulang karena mereka menekan atau

menyelesaikan permasalahan yang berada di balik kejadian tersebut.

Page 51: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

35

35

Kemampuan polisi untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat

inipun meningkat apabila polisi bekerjasama dengan masyarakat,

komunitas, dan lembaga swadaya lainnya. Masyarakat dapat membantu

mengumpulkan informasi penting untuk menentukan lingkup permasalahan

yang harus mendapat prioritas penanganan (Eck dan Spelman 1987).

Masyarakat kemudian ikut dalam berusaha bersama polisi untuk

mengidentifikasi dan mengimplementasikan alternatif penyelesaian

masalah yang cocok.

2.2.3 Teori Manajemen Strategik.

Wheelen dan Hunger (2012: 5) mendefinisikan manajemen strategik

sebagai seperangkat keputusan dan aksi manajemen yang menentukan

tindakan organisasi dalam jangka panjang. Proses ini terdiri dari empat elemen

dasar yaitu (1) enviromental scanning, (2) strategy formulation, (3) strategy

implementation, dan (4) strategy evaluation.

Gambar 2.2 Alur Manajemen Strategik

Sumber: Wheelen, T.L. dan Hunger.2012.Strategic Management and Business Policy: Achieveing Sustainability,13th ed, Harlow: Pearson Prentice Hall.

Wheelen dan Hunger (2012 : 16) kemudian menjelaskan lebih lanjut

mengenai empat elemen dasar manajenen strategik yaitu:

Page 52: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

36

36

a. Environmental scanning adalah proses memonitor, mengevaluasi, dan

menyebarkan informasi dari lingkungan baik internal maupun eksternal

kepada orang-orang penting dalam organisasi. Tujuannya adalah untuk

mengidentifikasi faktor strategik baik internal dan eksternal yang akan

menetunkan masa depan organisasi. Cara paling sederhana untuk

melakukan identifikasi lingkungan ini adalah dengan menggunakan

analisis SWOT. Melalui analisis SWOT ini organisasi dapat

mengidentifikasi faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan

serta faktor eksternal yang terdiri kesempatan, dan ancaman. Faktor

eksternal adalah beberapa faktor di luar organisasi yang tidak dapat

dikontrol oleh manajer tingkat atas.

b. Strategy formulation adalah pengembangan rencana jangka panjang

untuk membuat sebuah tata kelola manajemen yang efektiv dari peluang

dan ancaman dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan

organisasi. Hal ini termasuk pada langkah menentukan misi organisasi,

target spesifik, mengembangkan strategi, dan menentukan panduan

dalam pembuatan kebijakan.

1. Misi organisasi adalah tujuan atau alasan bagi eksistensi sebuah

organisasi. Misi menceritakan tentang kontribusi organisasi terhadap

masyarakat, apakah hal itu berupa sebuah pelayanan atau berupa

barang yang dapat dinikmati. Sebuah pernyataan misi yang baik dapat

mendefinisikan tujuan pokok organisasi dan membedakannya dengan

organisasi lainnya dan juga dapat mengidentifikasi lingkup atau

cakupan keluaran organisasi.

Page 53: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

37

37

2. Target organisasi adalah hasil akhir dari perencanaan aktivitas. Target

harus dinyatakan ke dalam sebuah kata kerja dan menjelaskan apa

yang harus dicapai dalam rentang waktu tertentu. Pernyataan target

juga harus menyatakan ukuran keberhasilan secara kuantitas jika

memungkinkan. Pencapaian target organisasi harus bertujuan pada

pemenuhan misi organisasi. Target organisasi berbeda dengan tujuan

organisasi. Tujuan merupakan bentuk sebuah pernyataan terbuka

yang menyatakan hal yang ingin dicapai oleh organisasi tanpa

perhitungan kuantitas mengenai apa yang harus dicapai dalam kurun

waktu tertentu. Sebagai contoh, pernyataan "meningkatkan

keuntungan perusahaan" adalah sebuah tujuan, bukan merupakan

target organisasi karena pernyataan tersebut tidak menyatakan

berpaa banyak keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan dalam

kurun waktu satu tahun. Contoh sebuah penyataan yang dapat

dijadikan sebagai target organisasi adalah "untuk meningkatkan laba

perusahaan sebanyak 10 % di tahun 2010".

3. Peran strategi dalam sebuah organisasi adalah membangun sebuah

perencanaan yang komprehensif yang menyatakan bagaimana

organisasi akan memenuhi misi dan targetnya. Strategi dapat

digunakan untuk memaksimalkan keuntungan dan mengurangi

kerugian. Karena kebanyakan dari organisasi tidak memiliki target

yang tertulis secara formal, maka banyak organisasi mempunyai

strategi yang tidak tertulis sehingga tidak dapat terartikulasi dan

teranalisa dengan jelas. Cara untuk mengetahui strategi yang tidak

tertulis tersebut adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh

Page 54: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

38

38

komponen manajerial dalam organisasi. Strategi sebuah organisasi

dapat terlihat dari kebijakan perusahaan, kegiatan yang dilaksanakan,

dan alokasi penggunaan dana.

4. Kebijakan adalah sebuah panduan untuk pengambilan kebijakan

yang berhubungan dengan pembuatan kebijakan dan

implementasinya. Perusahaan membuat sebuah kebijakan untuk

memastikan pekerjanya membuat keputusan dan melakukan tindakan

yang mendukung misi, target, dan strategi organisasi.

c. Strategy implementation adalah sebuah proses dimana strategi dan

kebijakan diletakkan dalam serangkaian aksi melalui pengembangan

program, anggaran dan prosedur. Proses ini dapat melalui perubahan

budaya, struktur, atau sistem manajerial keseluruhan organisasi. Kecuali

saat perubahan drastis keseluruhan organisasi sangat dibutuhkan, maka

implementasi strategi ini dilaksanakan oleh komponen manajerial tingkat

bawah dan menengah, namun tentunya dengan pengawasan manajer

tingkat atas.

d. Evaluation and control adalah sebuah proses dimana aktivitas dan

pencapaian hasil organisasi dimonitor sehingga hasil yang dicapai dapat

dibandingkan dengan hasil yang diharapkan. Keseluruhan pimpinan

manajerial menggunakan informasi yang diperoleh untuk mengambil

langkah perbaikan dan menyelesaikan masalah. Proses evaluasi dan

kontrol merupakan elemen dasar terakhir dari langkah manajemen

strategik, proses ini juga dapat mengetahui kelemahan dalam rencana

strategik yang telah diimplementasikan sebelumnya dan mendorong

keseluruhan proses untuk dimulai kembali.

Page 55: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

39

39

Teori ini digunakan untuk membahas implementasi strategi pemolisian

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik yang dilaksanakan

oleh Polres Metro Jakarta Pusat. Selain itu teori ini juga digunakan untuk

menyusun strategi pemolisian yang ideal dalam mengoptimalkan upaya

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres Metro

Jakarta Pusat.

Gambar 2.3 Alur Manajemen Strategik dan Komponennya

Sumber: Wheelen, T.L. dan Hunger.2012.Strategic Management and Business Policy: Achieveing Sustainability,13th ed, Harlow: Pearson Prentice Hall.

2.2.4 Teori Analisis SWOT

Teori SWOT (Strengths- Weaknesses- Opportunities- Threats) menurut

Wheelen dan Hunger (2012: 16) merupakan sebuah langkah untuk dapat

mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap

Page 56: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

40

40

pencapaian tujuan organisasi. Lingkungan eksternal berisi variabel peluang dan

ancaman (oppoturnities and threats) yang berada di luar organisasi dan bukan

merupakan hal yang dapat dikontrol oleh pimpinan organisasi dalam jangka

waktu dekat. Lingkungan internal organisasi terdiri dari variabel kekuatan dan

kelemahan (strenghts and weaknesses) yang berada dalam tubuh organisasi

itu sendiri dan biasanya tidak dalam kontrol pimpinan organisasi dalam waktu

dekat. Yang termasuk dalam variabel ini adalah struktur, budaya, dan sumber

daya organisasi.

Heinz Weihrich (1982) menjelaskan bahwa matriks SWOT (Strengths-

Weaknesses-Opportunities-Threats) adalah sebuah alat yang sangat penting

dalam membantu manajer untuk mengembangkan empat strategi : strategi SO

(strengths-opportunities), strategi WO (weaknesses-opportunities), strategi ST

(strengths-threats), dan strategi WT (weaknesses-threats). Lebih lanjut Fred R.

David (2011: 178) menjelaskan bahwa mencocokkan faktor internal dan

eksternal adalah hal yang paling sulit dalam membuat matriks SWOT karena

membutuhkan penilaian yang baik.

Strategi SO menggunakan kekuatan internal yang dimiliki untuk

mengambil manfaat dari peluang lingkungan yang ada. Semua manajer pasti

ingin organisasinya dapat memanfaatkan dengan baik peluang yang ada

dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki. Organisasi pada umumnya

akan berusaha memenuhi strategi WO, ST, atau WT untuk menciptakan situasi

dimana mereka dapat menerapkan strategi SO. Ketika sebuah organisasi

mempunyai kelemahan utama, maka organisasi tersebut akan berusaha

mengatasinya dan membuatnya menjadi lebih kuat. Begitu juga ketika

Page 57: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

41

41

organisasi menghadapi ancaman yang besar, maka sebuah organisasi akan

menghindarinya dan berkonsentrasi kepada peluang.

Strategi WO bertujuan untuk meningkatkan kelemahan internal dengan

mengambil manfaat dari peluang yang ada. Terkadang organisasi menemukan

sebuah peluang, namun kelemahan organisasi mencegah untuk dapat

memanfaatkan peluang tersebut. Contohnya adalah ketika Polres mengetahui

identitas dan lokasi pelaku penipuan, namun karena jarak yang jauh dan

kurangnya biaya pelaku menjadi tidak dapat ditangkap. Salah satu strategi WO

yang dapat diterapkan adalah dengan meminta bantuan kepada Polres di lokasi

pelaku kejahatan untuk membantu melakukan penangkapan terhadap pelaku

tersebut. Dengan begitu peluang untuk menangkap pelaku kejahatan tetap

dapat dimanfaatkan.

Strategi ST menggunakan kekuatan organisasi untuk mengurangi

dampak dari ancaman yang berasal dari luar organisasi. Ini bukan berarti

sebuah organisasi yang kuat harus selalu bertemu dengan ancaman secara

langsung. Contoh strategi ini adalah penggunaan undang-undang pencucian

uang (strenghts) untuk mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan

akibat tindak pidana korupsi (threats). Korupsi merupakan sebuah ancaman

yang menghambat pembangunan nasional serta merugikan keuangan negara.

Strategi WT adalah sebuah strategi bertahan untuk mengurangi

kelemahan dan menghindari ancaman yang berasal dari luar lingkungan

organisasi. Sebuah organisasi yang menghadapi banyak ancaman dari

lingkungan luar dan memiliki banyak kelemahan mungkin berada dalam posisi

yang tidak pasti. Pada kenyataannya organisasi tersebut harus berjuang untuk

bertahan dan tetap eksis dalam sebuah lingkungan organisasi.

Page 58: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

42

42

Gambar 2.4 Matriks SWOT

Sumber : David, Fred R. 2011. Strategic Management: Concepts and Cases,13th ed, New Jersey: Prentice Hall.

Fred R. David (2011: 179) kemudian menjelaskan delapan langkah

dalam menyusun matriks SWOT:

1. Identifikasi peluang eksternal organisasi.

2. Identifikasi ancaman eksternal organisasi.

3. Identifikasi kekuatan internal organisasi.

4. Identifikasi kelemahan internal organisasi.

5. Cocokkan kekuatan internal dan peluang eksternal kemudian catat

hasilnya sebagai strategi SO dalam kolom yang sesuai.

6. Cocokkan kelemahan internal dan peluang eksternal kemudian catat

hasilnya sebagai strategi WO dalam kolom yang sesuai.

Page 59: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

43

43

7. Cocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal kemudian catat

hasilnya sebagai strategi ST dalam kolom yang sesuai.

8. Cocokkan kelemahan internal dan ancaman eksternal kemudian catat

hasilnya sebagai strategi WT dalam kolom yang sesuai.

2.2.5 Teori Aktivitas Rutin ( Routine Activity Theory )

Karena kejahatan penipuan melalui media elektronik adalah kejahatan

yang berkaitan dengan properti, maka peneliti akan menggunakan Routine

Activity Theory dalam menjelaskan terjadinya kejahatan tersebut.

Cohen dan Marcus Felson (1979) berpendapat bahwa perubahan

struktural dalam pola aktivitas rutin mempengaruhi tingkat kejahatan dengan

bertemunya dalam ruang dan waktu yang sama tiga unsur utama yaitu: (1)

pelaku yang termotivasi (motivated offenders), (2) target yang sesuai (suitable

target), dan (3) ketiadaan pengamanan yang memadai (absence of capable

guardians). Menurut mereka ketiadaan dari salah satu faktor tersebut akan

dapat mencegah terlaksananya suatu kejahatan. Selain itu bertemunya target

yang sesuai dan ketiadaan pengamanan yang memadai dalam waktu dan

tempat yang bersamaan akan meningkatkan kondisi struktural yang mendorong

seseorang untuk berbuat jahat. Jika pelaku yang termotivasi dan target yang

sesuai berada dalam jumlah yang konstan di tempat dan waktu yang sama,

maka hal itu akan menambah peluang terjadinya kejahatan. Apabila

pengamanan berkurang maka hal itu akan dapat meningkatkan jumlah

kejahatan yang terjadi (Cohen dan Marcus Felson,1979).

Dalam teori ini, jika asumsi jumlah pelaku yang termotivasi adalah sama,

maka fokus pembahasan akan berada pada tingkah laku, kegiatan, dan situasi

Page 60: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

44

44

tempat yang berpotensi menjadi target viktimisasi. Dalam penelitian mengenai

kejahatan jalanan, routine activity theory telah memberikan terhadap proses

pengambilan kebijakan publik, terutama dengan mengembangkan strategi

pencegahan kejahatan situasional melalui penambahan jumlah penjagaan

(Clarke, 1995). Aplikasi yang paling awal dari model ini adalah mengidentifikasi

karakter orang yang memungkinkan menjadi korban seperti wanita dan anak-

anak.

Menurut Cohen dan Felson (1979) perkembangan desain teknologi

dapat mempengaruhi perkembangan alami dari viktimisasi. Lebih jauh lagi,

Cohen dan Felson berpendapat bahwa perubahan cara penjualan barang

menjadi faktor yang berkontribusi dalam meningkatnya peluang kejahatan.

Kehadiran internet ke dalam gaya hidup konsumen memperlihatkan kunci

perubahan struktur yang cocok dengan target dari penipuan berdasarkan

analisa routine activity theory.

Newman and Clarke (2003:78) berpendapat bahwa internet dan situs

pembelanjaan online membawa peluang terjadinya kejahatan yang banyak.

Walaupun pendapat routine activity theory mengatakan bahwa semakin jauh

seseorang berada dari rumah maka akan semakin besar kemungkinan orang

tersebut menjadi korban kejahatan, namun hal ini tidak berlaku pada kejahatan

internet. Walaupun secara fisik seseorang berada di rumah, namun orang

tersebut tetap dapat berbelanja dan mengakses internet. Perilaku inilah yang

kemudian membuat seseorang menjadi sasaran potensial dari pelaku

kejahatan.

Page 61: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

45

45

2.2.6 Teori Pencegahan Kejahatan

2.2.6.1 Pencegahan Kejahatan

Pencegahan kejahatan berbeda dengan pengendalian kejahatan.

Pengendalian kejahatan berkaitan dengan pemeliharaan jumlah perilaku yang

berkaitan dengan kejahatan tersebut. Sedangkan pencegahan kejahatan

menurut Steven P. Lab merupakan sebuah tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan kejahatan atau mencegah kejahatan tersebut berkembang lebih

jauh (Lab, 2013: 31). Pencegahan kejahatan memerlukan serangkaian langkah

yang terencana sehingga upaya pencegahan dapat terlaksana dan dapat

mengurangi tingkat kejahatan serta ketakutan masyarakat akan kejahatan (fear

of crime). Fear of crime disini diartikan sebagai sebuah perasaan yang

ditimbulkan akibat dari timbulnya kejahatan dimana perasaan takut akan

menjadi korban kejahatan tersebut lebih besar daripada tingkat viktimisasi

yang sebenarnya (Lab, 2013:25).

Menurut Steven P. Lab terdapat tiga model pendekatan pencegahan

kejahatan yaitu pendekatan pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan

pencegahan tersier (Lab, 2013: 32).

a. Pencegahan kejahatan primer, adalah upaya pencegahan kejahatan yang

berhubungan dengan penyingkiran pengaruh lingkungan fisik dan sosial

yang memudahkan terjadinya perilaku menyimpang. Pendekatan

pencegahan primer tidak menyasar pada orang yang berpotensi

melakukan kejahatan namun justru mengupayakan kondisi fisik dan sosial

sehingga mempersempit peluang pelaku untuk berbuat jahat. Kondisi fisik

dan sosial yang terkait dalam pendekatan ini adalah mengenai tata ruang

lingkungan, pengawasan lingkungan oleh masyarakat, pencegahan

Page 62: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

46

46

umum, pendidikan masyarakat akan pencegahan kejahatan, dan standar

kemananan pribadi. Kesuksesan pendekatan pencegahan kejahatan

primer ini sangatlah tergantung pada partisipasi masyarakat.

b. Pencegahan kejahatan sekunder, yang merupakan upaya pencegahan

kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat dan aparat penegak hukum

dengan fokus mengidentifikasi potensi penyimpangan dan sumber

perilaku menyimpang serta identifikasi situasi dan tendensi seseorang

yang berhubungan dengan perilaku menyimpang. Berdasarkan hasil

identifikasi tersebut dilakukanlah upaya intervensi kepada situasi dan

kelompok rentan sehingga pada akhirnya kejahatan tidak akan terjadi.

Beberapa program pencegahan kejahatan sekunder ini berhubungan

dengan program pengalihan dan penjauhan kelompok rentan dari

kemungkinan melakukan kejahatan. Contoh dari pendekatan ini adalah

upaya sekolah memberikan program olahraga dan ekstrakurikuler lainnya

untuk menjauhkan anak muda dari keinginan berbuat jahat.

c. Pencegahan kejahatan tersier, merupakan upaya pencegahan kejahatan

yang berhubungan dengan aparat sistem peradilan pidana. Kegiatan

aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana melalui tindakan

penangkapan, penuntutan, penahanan, dan rehabilitasi termasuk ke

dalam pencegahan kejahatan primer. Prinsip dari pendekatan ini adalah

menjauhkan para pelaku kejahatan dari masyarakat sehingga dia tidak

dapat melakukan perbuatan jahat kembali. Pencegahan kejahatan tersier

sering diabaikan dalam diskusi pencegahan kejahatan karena dianggap

sebagai pendekatan tradisional.

Page 63: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

47

47

Lebih lanjut National Crime Prevention Institute (NCPI) mengartikan

pencegahan kejahatan sebagai sebuah pendekatan yang langsung dan

sederhana yang melindungi calon korban dari kejahatan dengan

mengantisipasi kemungkinan dari kejahatan serta menghilangkan atau

mengurangi kesempatan kejahatan untuk terjadi (NCPI,1986:1). Fokus studi

pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh NCPI ini lebih kepada

menghilangkan kesempatan berbuat jahat. Pencegahan kejahatan merupakan

sebuah metode kontrol yang langsung, berbeda dari metode-metode

pengurangan kejahatan yang lainnya, seperti pelatihan kerja, pendidikan

remedial, pengawasan polisi, penangkapan polisi, proses pengadilan, penjara,

masa percobaan dan pembebasan bersyarat, yang masuk ke dalam metode

kontrol kejahatan secara tidak langsung (indirect control). Pencegahan

kejahatan, secara operasional, juga dapat dijelaskan sebagai sebuah praktek

manajemen risiko kejahatan. Manajemen risiko kejahatan melibatkan

pengembangan pendekatan sistematis untuk pengurangan risiko kejahatan

yang hemat biaya dan yang mempromosikan baik keamanan dan

kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi korban potensial (NCPI, 1986: 2)

Dalam perkembangannya, terdapat tiga pendekatan yang dikenal dalam

strategi pencegahan kejahatan. Tiga pendekatan itu ialah pendekatan secara

sosial (social crime prevention), pendekatan situasional (situtational crime

prevention), dan pencegahan kejahatan berdasarkan komunitas/masyarakat

(community based crime prevention).

a. Social Crime Prevention, yaitu pendekatan pencegahan kejahatan yang

menitikberatkan pada akar masalah dari kejahatan, terutama faktor-faktor

yang berkontribusi pada penyimpangan. Berangkat dari sebuah adagium

Page 64: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

48

48

bahwa kejahatan disebabkan oleh tidak berjalannya sistem sosial

sebagaimana mestinya, pendekatan social crime prevention berfokus

pada pengembangan program dan kebijakan untuk meningkatkan taraf

kesehatan, kehidupan, pendidikan, pemukiman, kesempatan kerja dan

kegiatan lingkungan dari orang yang berpotensi melakukan kejahatan

(Rosenbaum, D. P., Lurigio, A.J. and Davis, R. C, 1998:201).

b. Situational Crime Prevention, yaitu pencegahan kejahatan yang berfokus

untuk mengurangi kesempatan kategori kejahatan tertentu dengan

meningkatkan resiko (bagi pelaku) yang terkait, meningkatkan kesulitan

dan mengurangi penghargaan (Clarke, 1997).

c. Community Based Crime Prevention, yaitu pencegahan kejahatan yang

dilakukan dengan cara memberdayakan kelompok atau komunitas dalam

masyarakat untuk proaktif bersama dengan lembaga pemerintahan

setempat mengatasi permasalahan yang berpotensi mengakibatkan

kejahatan. Yang termasuk ke dalam pencegahan kejahatan ini adalah

program community policing, neighbourhood watch, Forum Komunikasi

Polisi Masyarakat (FKPM), dan lain-lain.

2.2.6.2 Teori Pilihan Rasional (Rational Choice Theory)

Teori kriminologi ini mengadopsi pemikiran ekonomi yang

mengatakan bahwa manusia adalah sebuah makhluk yang rasional dalam

membuat keputusan dengan mempertimbangkan biaya dan usaha yang harus

dibutuhkan untuk memperoleh kemanfaatan hasil yang dinginkan (Clarke,

1997). Pendekatan rasional ini digunakan oleh Clarke dalam menyusun sebuah

strategi pencegahan kejahatan situasional. Pendekatan ini berasumsi bahwa

Page 65: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

49

49

kejahatan adalah sebuah perilaku yang secara sadar dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan pelanggar seperti uang, status, hasrat seksual, dan

aktualisasi diri. Dalam proses memenuhi kebutuhan tersebut pelaku terkadang

bahkan sering untuk menimbang secara rasional dan mengambil keputusan

berdasarkan keterbatasan, kemampuan diri, dan ketersedian informasi yang

terkait dengan target (Clarke, 1997). Pandangan ini berpendapat bahwa ada

dasarnya semua manusia mempunyai kodrat yang sama yaitu selalu

mempertimbangkan untung-rugi keputusannya berdasarkan informasi yang

diperolehnya untuk mencapai tujuan yang dinginkan, tidak terkecuali dengan

para pelaku kejahatan.

Asumsi dasar dalam teori pilihan rasional dijelaskan oleh Keel (1997)

dalam beberapa poin pokok antara lain:

a. Manusia ada sebuah subjek yang rasional,

b. Rasionalitas termasuk kalkulasi pada tujuan atau cara,

c. Manusia bebas untuk memilih perilakunya baik patuh atau melanggar,

berdasarkan atas pertimbangan yang rasional,

d. Elemen yang paling penting dari pertimbangan tersebut meliputi analisa

keuntungan dan kerugian, kesenangan dibandingankan dengan derita

atau pertimbangan ekonomi,

e. Pilihan, apabila diasumsikan bahwa kondisi lainnya adalah sama, akan

diarahka pada kemanfaatan maksimal yang dapat diperoleh individu,

f. Pilihan dapat dikontrol melalui persepsi dan pengetahuan akan resiko

derita dan hukuman yang menyertai suatu perbuatan yang melanggar

norma sosial,

Page 66: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

50

50

g. Negara bertanggungjawab dalam menjaga ketertiban dan memelihara

nilai-nilai yang dianggap baik melalui sistem penegakkan hukum (sistem

tersebut merupakan artikulasi dari sistem kontrol sosial),

h. Kecepatan, kesegeraan, dan kepastian penegakkan hukum adalah

elemen kunci dalam memaksimalkan kemampuan hukum untuk

mengontrol perilaku individu.

Ketika paham kriminologi tradisional cenderung melihat pelaku kejahatan

didorong oleh kondisi diri dan lingkungannya, maka beberapa teori kriminologi

yang mengadopsi prinsip ekonomi memandang mereka sebagai sebuah pihak

yang mempunyai pertimbangan rasional dengan mempertimbangkan resiko

tertangkap dan kemanfaatan jika berhasil dalam mencapai suatu keputusan

untuk berbuat jahat. Karenanya pelaku kejahatan juga melakukan cost benefit

analysis (analisa untung rugi). (Piquero & Hickman, 2002)

2.2.6.3 Teori Pencegahan Kejahatan Situasional (Situational Crime

Prevention)

Karena penelitian ini akan membahas strategi pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik, maka penulis merasa perlu membahas

pendekatan situational crime prevention secara lebih mendalam. Situational

crime prevention pada dasarnya lebih menekankan bagaimana caranya

mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan, terutama

pada situasi, tempat, dan waktu tertentu. Pendekatan ini mencoba melakukan

pencegahan kejahatan dengan cara membuat target menjadi kurang memiliki

nilai serta meningkatkan resiko dan usaha untuk melakukan kejahatan. Dengan

Page 67: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

51

51

demikian, seorang pencegah kejahatan harus memahami pikiran rasional dari

para pelaku.

Pendekatan ini memiliki tiga indikator untuk menentukan definisinya,

yaitu:

1. Diarahkan pada bentuk-bentuk kejahatan yang spesifik.

2. Melibatkan manajemen, desain atau manipulasi keadaan lingkungan

sekitar dengan cara yang sistematis.

3. Menjadikan kejahatan sebagai suatu hal yang sulit untuk terjadi,

mengkondisikan bahwa kejahatan yang dilakukan akan kurang

menguntungkan bagi pelaku. (Clarke, 1997)

Alih-alih melakukan pencegahan kejahatan secara global,

pendekatan ini memilih untuk menfokuskan pendekatannya kepada situasi

tertentu yang berpotensi mendukung terjadinya kejahatan. Clarke kemudian

mengembangan beberapa penelitian tentang situational crime prevention

disertai dengan penyajian data yang sistematis untuk melengkapi penelitiannya.

Sejalan dengan perkembangannya, dewasa ini setidaknya ada 25 kategori

pendekatan situtional crime prevention dan mungkin lebih dari 200 kasus

penelitian (Cornish & Clarke, 2003).

Situational crime prevention pada dasarnya mencari cara yang

sederhana untuk mengurangi kejahatan melalui tiga langkah umum:

1. Membuat desain keamanan,

2. Mengorganisasi prosedur yang efektif, yaitu melalui serangkaian upaya

perencanaan dan penggunaan prinsip-prinsip manajemen,

3. Mengembangkan produk yang aman, yaitu menciptakan produk yang

sulit dicuri atau disalahgunakan. (Clarke & Newman, 2005)

Page 68: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

52

52

Cornish dan Clarke, R. V. kemudian mengembangkan 25 teknik

pencegahan melalui pengurangan kesempatan berbuat kejahatan. Teknik ini

diarahkan untuk mencegah kejahatan yang lebih spesifik daripada mencegah

kejahatan secara umum.

Semua 25 teknik tersebut tidak semuanya cocok untuk berbagai

situasi kejahatan. Kerangka teknik ini harus digunakan disesuaikan dengan

jenis kejahatan yang ingin dicegah melalui identifikasi karakter dan situasi yang

berpengaruh. Berangkat dari identifikasi karakter kejahatan dan situasi yang

mendukung, upaya pencegahan kejahatan secara situsional bertujuan untuk

menciptakan suatu desain kondisi yang dapat menangkal kejahatan. Desain

penangkalan kejahatan terkadang hanya berkaitan dengan pemikiran

sederhana tentang "target hardening" , namun lebih luas lagi mencakup

beberapa teknik yang dapat mereduksi faktor-faktor pendukung terjadinya

kejahatan.

Tabel 2.1 25 (dua puluh lima) Teknik Pencegahan Kejahatan Situsional

Sumber: Cornish, D. B. and Clarke, R. V. (2003), Opportunities, precipitators and criminal decisions: A reply to Wortley’s critique of situational crime prevention, in Smith, M. and Cornish, D. B. (eds) Theory for Situational Crime

Page 69: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

53

53

Prevention, Crime Prevention Studies Vol. 16, Criminal Justice Press, Monsey, New York.

a. Meningkatkan usaha (Increase the effort) yang meliputi serangkaian upaya

yang harus dilakukan sehingga meningkatkan usaha yang diperlukan

pelaku untuk melakukan suatu kejahatan. Tujuannya adalah agar pelaku

tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk berbuat jahat atau

mempersempit waktu yang memungkinkan untuk berbuat kejahatan.

Ilustrasinya, apabila kejahatan meretas sistem perbankan adalah sesuatu

yang mudah maka semua orang akan dapat melakukannya.

1. Memperkuat sasaran (target hardening) yang berarti memasukkan

penghalang fisik, teknik, dan administratif pada objek sebelum

kejahatan itu terjadi. Dengan memberikan beberapa lapisan

penghalang sebelum mencapai target, maka kejahatan akan semakin

sulit dilakukan.

2. Mengendalikan akses menuju fasilitas (control access to facilities)

termasuk juga ke dalam jaringan atau sumber daya yang dapat menjadi

target kejahatan. Contohnya adalah penggunaan CCTV, pemasangan

pagar, dan mengadakan penjaga.

3. Mengawasi pintu keluar (screen exits) dari setiap subjek yang telah

memasuki fasilitas atau jaringan. Ilustrasi adalah sesederhana dengan

mempunyai penjaga di pintu keluar ruangan.

4. Menjauhkan pelaku dari target (deflect offender) dengan mengurangi

intensitas pelaku dan target bertemu dalam situasi yang memungkinkan

terjadinya kejahatan yang sama. Contohnya adalah memisahkan kamar

mandi laki-laki dan perempuan.

Page 70: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

54

54

5. Mengendalikan peralatan / senjata yang digunakan pelaku (control

tools/weapons). Contohnya adalah dengan memberikan identitas dalam

nomor panggilan sehingga dapat mengarah kepada pengurangan

kejahatan yang berhubungan dengan telefon.

b. Meningkatkan resiko (increase the risk) dalam berbuat jahat. Resiko disini

termasuk resiko untuk tertangkap, resiko kegagalan, resiko kehilangan

barang yang didapatkan dari kejahatan, dan resiko lainnya. Resiko untuk

dapat terdeteksi sebagai pelaku kejahatan juga termasuk, contohnya

adalah pengenalan identitas pengaksesan internet, identitas telfon pelaku,

lokasi GPS, dan identitas lainnya. Lebih jauh lagi resiko ini dapat

ditingkatkan dengan langkah-langkah pengawasan baik secara terbuka

ataupun tertutup oleh penjaga.

1. Memperluas penjagaan (extend guardianship) dari objek yang dilindungi.

Menyediakan sistem alarm yang otomatis menghubungi polisi adalah

salah satu contohnya.

2. Membantu pengawasan alamiah (assist natural surveillance), contohnya

melalui metode CPTED (Crime Prevention Through Environmental

Design). Dalam kejahatan melalui media elektronik, pengelolaan

lingkungan ini dapat diterjemahkan dengan merancang desain sistem

akses yang dapat dipercaya, menampilkan identitas produk, pola

transaksi yang dapat dimonitor, dan keamanan jaringan yang baik.

3. Mengurangi anonimitas (reduce anonymity) dari pelaku kejahatan.

Anonimitas memang merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari

dalam penggunaan internet secara luas. Namun hal itu dapat disiasati

Page 71: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

55

55

dengan memberikan identitas pada barang atau identitas pada penjual

barang yang menggunakan sarana internet.

4. Memberdayakan manajer lokasi (utilize place managers) yang

bertanggungjawab dalam hal pengawasan. Pemilik dari sistem

komunikasi dapat diberikan tanggungjawab untuk menyediakan fungsi

pengawasan dalam sistemnya.

5. Memperkuat pengawasan formal (strengthen formal surveillance) oleh

polisi, penjaga keamanan, dan pihak yang bertanggungjawab dalam

keamanan jaringan komunikasi. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa

cara seperti CCTV, perangkat lunak yang memiliki algoritma

pendeteksian kejahatan, dan instrumen lainnya.

c. Mengurangi imbalan (reduce the rewards) yang didapat sebagai hasil

melakukan kejahatan. Misalnya dengan menciptakan desain telefon

genggam yang dapat dimatikan secara permanen apabila barang tersebut

hilang dicuri. Hal ini akan menurunkan kemanfaatan dari berbuat jahat,

karena jika barang tersebut yang tidak bisa digunakan maka nilai dari

barang tersebut akan otomatis berkurang.

1. Menyembunyikan target (conceal targets) dapat mengurangi

kemanfaatan dari pelaku. Produk harus dapat dengan mudah digunakan

dan diakses oleh konsumen, namun tidak memberikan banyak informasi

bagi calon pelaku untuk melakukan kejahatan.

2. Memindahkan target (remove target) dari tempat yang memungkinkan

terjadinya kejahatan. Hal ini bukan berarti menyembunyikan target

secara seluruhnya, namun hanya menyediakan produk tersebut pada

waktu yang seharusnya.

Page 72: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

56

56

3. Memberikan identitas pada benda (identify property). Identifikasi yang

baik terhadap produk dapat mempermudah pengawas untuk melacak

produk, melacak lokasi pelaku kejahatan, dan juga meningkatkan

kesadaran pemilik akan barang yang dimilikinya.

4. Mengganggu pasar (disrupt markets) yang digunakan untuk menjual

barang hasil kejahatan untuk mengurangi kemanfaatannya dan juga

meningkatkan resikonya.

5. Mencegah keuntungan yang akan diperoleh pelaku (deny benefits).

Produk dan pelayanan yang sulit dijual dalam pasar akan mengurangi

kemanfaatan dari aktivitas kejahatan.

d. Mengurangi provokasi (reduce provocations) yang langkah-langkahnya

meliputi:

1. Mengurangi frustasi dan stres (reduce frustrations and stress) yang

merupakan faktor utama penyebab kejahatan yang berhubungan

dengan kekerasan.

2. Mencegah munculnya pertengkaran (avoid disputes) diantara subjek.

3. Mengurangi rangsangan emosional (reduce emotional arousal) yang

berujung pada terjadinya kejahatan.

4. Menetralisir tekanan rekan (neutralize peer pressure) yang berujung

pada kerjasama atau mendorong individu untuk berbuat jahat.

5. Mencegah imitasi (discourage imitation). Publikasi dapat

mempengaruhi seseorang untuk meniru kejahatan.

e. Menghilangkan alasan (remove excuses) yang melegalkan orang untuk

berbuat jahat. Hal ini dapat dilakukan secara sederhana yaitu dengan

mengingatkan bahwa beberapa tindak merupakan tindakan yang dilarang

Page 73: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

57

57

oleh hukum. Contohnya adalah kata-kata yang terdapat pada halaman awal

buku yang menyatakan bahwa pembajakan merupakan sesuatu yang ilegal

dan dilarang oleh hukum.

1. Membuat aturan (set rules) tentang perilaku yang diperbolehkan dan

juga pemberitahuan bahwa pelanggaran terhadap peraturan akan

mendapat konsekwensi hukum yang sepadan.

2. Menempatkan rambu-rambu larangan maupun perintah (post

instruction) yang memberitahukan dengan jelas perbuatan yang

diperbolehkan dan dilarang oleh hukum yang berlaku. Membuat

seseorang paham akan dilarangnya suatu tindakan akan mendorong

mereka untuk tidak berbuat salah.

3. Meningkatkan kesadaran (alert conscience) akan fakta bahwa suatu

perbuatan merupakan perbuatan yang dilarang.

4. Membantu mewujudkan kepatuhan (assist compliance) dengan cara

membantu seseorang untuk menemukan jalan untuk memenuhi

kebutuhan mereka secara legal sehingga mereka tidak mencari jalan

alternatif dengan cara melanggar peraturan.

5. Mengendalikan peredaran narkoba dan alkohol (controlling drugs and

alcohol). (Cornish dan Clarke, 2003)

Penulis menggunakan teori situational crime prevention dari Clarke

untuk menganalisa strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektornik yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan selanjutnya

memberikan rekomendasi strategi pencegahan kejahatan yang ideal

berdasarkan 25 teknik pencegahan kejahatan dari Clarke.

Page 74: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

58

58

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui

bagan sebagai berikut.

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir

Page 75: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

59

BAB III

RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Rancangan Penelitian (Research Design) merupakan strategi peneliti

untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

Dalam rancangan penelitian ini, penulis menjelaskan tentang pendekatan dan

metode yang digunakan dalam mengumpulkan data, sumber data atau

informasi, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta jadwal penelitian.

3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pada

penelitian ini ingin mengeksplorasi hal-hal yang berkaitan dengan strategi

pemolisian pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres

Metro Jakarta Pusat. Menurut John W Cresswell (2013) penelitian kualitatif

merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang

oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah

sosial atau kemanusiaan. Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penulis menggunakan metode tersebut karena dengan metode ini

penulis dapat lebih dekat dengan responden sehingga informasi yang didapat

dapat lebih objektif dan mendalam. Penulis menilai metode ini lebih peka dan

Page 76: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

60

lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

pola-pola nilai yang dihadapi sehingga informasi yang diperoleh lebih

mengungkap secara mendalam atas fenomena yang ada.

Ada berbagai metodelogi penelitian salah satunya adalah studi kasus,

yaitu suatu gambaran hasil penelitian yang mendalam, dan lengkap sehingga

nantinya informasi yang disampaikan tampak hidup sebagaimana adanya

karena penelitian berdasarkan kenyataan yang terdapat di lapangan ( Burhan

Ashofa, 2003). Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian

studi kasus, artinya peneliti mempelajari secara langsung dan utuh strategi

pemolisian pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres

Metro Jakarta Pusat sehingga dapat mengetahui fenomena yang terjadi secara

utuh dan mendalam di Polres Metro Jakarta Pusat. Penelitian ini bertujuan

memperoleh gambaran dan wawasan secara mendalam berdasarkan data-data

yang dikumpulkan seperti karakteristik Polres Metro Jakarta Pusat, karakteristik

kejahatan penipuan melalui media elektronik, dan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kejahatan tersebut. Data-data itu kemudian dianalisis

dan diinterpretasikan sehingga diperoleh alternatif startegi pemolisian

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik yang relevan dengan

situasi yang ada di Polres Metro Jakarta Pusat.

3.2 Sumber Data atau informasi

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber

data/informasi primer dan sekunder. Menurut Sugiyono (2014 : 225) sumber

primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

Page 77: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

61

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau

melalui dokumen. Kedua sumber tersebut adalah:

1. Sumber primer diperoleh melalui:

a. Wawancara kepada orang-orang yang penulis tentukan guna

memperolah data-data atau keterangan secara langsung. Adapun

sumber informasi yang penulis wawancara adalah:

1) Kapolres Metro Jakarta Pusat

2) Kabag Perencanaan Polres Metro Jakarta Pusat

3) Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat

4) Kasat Binmas Polres Metro Jakarta Pusat

5) Kanit Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat

6) Anggota Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat

7) Bhabinkamtibmas Polres Metro Jakarta Pusat

8) Korban kejahatan penipuan melalui media elektronik

9) Petugas bank yang membidangi jual-beli online

b. Observasi terhadap karakteristik wilayah hukum Polres Metro Jakarta

Pusat serta langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik yang dilaksanakan oleh personil Polres Metro Jakarta Pusat.

2. Sumber sekunder diperoleh penulis melalui studi dokumen tentang

permasalahan penelitian seperti dokumen rencana kerja tahunan Polres

Metro Jakarta Pusat, dokumen penggunaan anggaran di Polres Metro

Jakarta Pusat, dokumen intel dasar Polres Metro Jakarta Pusat, dokumen

Rencana Kerja Tahun 2015 Polres Metro Jakarta Pusat, daftar jumlah

penyidik pada Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, daftar perkara

yang ditangani Satuan Reskrim, laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi

Page 78: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

62

binmas, daftar inventaris sarana dan prasarana, dan berbagai literatur

lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi menurut John W Cresswell ( 2013: 267) adalah suatu

pengamatan yang dimana di dalammnya peneliti langsung turun ke

lapangan untuk mengamati individu-individu di lokasi penelitian. Untuk

melakukan pengamatan terhadap langkah pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat peneliti

menggunakan teknik observasi partisipatif (participant observation).

Peneliti melakukan pengamatan langsung, merekam , melakukan

pencatatan dengan terstruktur ataupun tidak terhadap aktivitas-aktivitas

dalam lokasi penelitian, pengamatan langsung peneliti di lokasi penelitian

yaitu tentang langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik.

b. Wawancara

Wawancara menurut John W Cresswell ( 2013: 267) adalah

tehnik pengumpulan data dengan melakukan wawancara secara

berhadapan dengan partisipan ataupun bisa menggunakan wawancara

kelompok dengan pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga bisa

mengungkapkan pandangan dan opini dari partisipan. Wawancara dalam

hal ini dilakukan oleh peneliti terhadap sumber data dengan pedoman

wawancara yang telah dibuat sebelumnya sehingga memperoleh

gambaran tentang strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat.

Page 79: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

63

c. Penelitian dokumen

Penelitian dokumen menurut menurut John W Cresswell (2013:

267) adalah mengumpulkan dokumen kualitatif bisa berupa dokumen

public seperti Koran, makalah laporan kantor ataupun dokumen privat

seperti buku harian, surat. Dalam hal ini dokumen yang diteliti oleh

peneliti antara lain dokumen rencana kerja tahunan Polres Metro Jakarta

Pusat, dokumen penggunaan anggaran di Polres Metro Jakarta Pusat,

dokumen intel dasar Polres Metro Jakarta Pusat, daftar jumlah penyidik

pada Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, daftar perkara yang

ditangani Satuan Reskrim, laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi

binmas, serta daftar inventaris sarana dan prasarana.

d. Materi audio dan visual

Teknik pengumpulan data kualitatif yang terakhir menurut John

W Cresswell ( 2013: 267) adalah meteri audio dan visual, data diperoleh

berupa foto, obyek-obyek seni, videotape atau segala jenis suara atau

bunyi. Materi audio dan visual diperoleh peneliti dengan dokumentasi

langsung kegiatan ataupun yang dokumentasi yang telah ada di Polres

Metro Jakarta Pusat.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan

refleksi terus menerus terhadap data , mengajukan pertanyaan-pertanyaan

analitis dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Tehnik analisis data

melibatkan proses pengumpulan data , interpretasi data dan pelaporan hasil

(Cresswell, 2013: 274).

Page 80: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

64

Dalam penelitian ini penulis berpedoman pada analisis data kualitatif

menurut Miles dan Hubermann (1985) yang dikutip oleh Farouk Muhammad

(2005 : 30) bahwa ada tiga unsur utama dalam proses penelitian kualitatif

yaitu: reduksi data, sajian data (data display) dan penarikan

kesimpulan/verifikasi meliputi :

a. Reduksi data yang peneliti lakukan adalah menyeleksi sumber data

berupa hasil wawancara dengan sumber informasi, hasil observasi

lapangan, dokumen rencana kerja tahunan Polres Metro Jakarta Pusat,

dokumen penggunaan anggaran di Polres Metro Jakarta Pusat, dokumen

intel dasar Polres Metro Jakarta Pusat, dokumen Rencana Kerja Tahun

2015 Polres Metro Jakarta Pusat, daftar jumlah penyidik pada Satuan

Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, daftar perkara yang ditangani Satuan

Reskrim, laporan hasil pelaksanaan tugas fungsi binmas, serta daftar

inventaris sarana dan prasarana. Kemudian data tersebut disederhanakan

dengan cara memilah data yang relevan dengan permasalahan penelitian

sehingga dapat menjawab pertanyaan terkait strategi pemolisian

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres Metro

Jakarta Pusat.

b. Sajian data yang telah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk gambar

peta wilayah, skema struktur organisasi Polres Metro Jakarta Pusat, tabel

jumlah kejahatan penipuan melalui media elektronik yang ditangani Polres

Metro Jakarta Pusat, tabel jumlah kejahatan penipuan melalui media

elektronik yang ditangani Polres Metro Jakarta Pusat, tabel jumlah

kejahatan penipuan melalui media elektronik setiap bulan, gambar

sebaran modus kejahatan penipuan melalui media elektronik, dan grafik

Page 81: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

65

sebaran media elektronik yang menjadi sarana kejahatan penipuan.

Sajian data ini dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap jumlah

laporan polisi tentang tindak pidana penipuan melalui media elektronik

yang terjadi diantara tahun 2013 sampai 2015, tujuan sajian data

dirancang untuk menggambarkan suatu informasi secara sistematik dan

mudah dilihat serta dipahami dalam bentuk keseluruhan sajiannya.

c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan setelah proses

pengumpulan data di lapangan berakhir. Setelah melakukan proses

pengumpulan data yang relevan dengan penelitian, kemudan data yang

diperoleh melalui kegiatan penelitian dianalisis secara kualitatif kemudian

di sajikan secara deskripsi, dan terakhir ditarik kesimpulan.

Page 82: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

66

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik di

Wilayah Hukum Polres Metro Jakarta Pusat

4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat

Berdasarkan hasil analisa data sekunder terhadap dokumen intel dasar

di ruang data Bagian Operasional Polres Metro Jakarta Pusat serta hasil

observasi, diperoleh gambaran umum Kota Administrasi Jakarta Pusat sebagai

berikut:

a. Geografi

Kota Administrasi Jakarta Pusat secara geografis terletak diantara

1060 58'18" Bujur Timur dan 50 19'12" Lintang Selatan sampai dengan

6023'54" Lintang Selatan, dengan ketinggian 4 M di atas permukaan laut,

berada di tengah-tengah provensi DKI Jakarta Luas wilayah Kota

Administrasi Jakarta Pusat berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI

Jakarta Nomor 171 Tahun 2007 tentang Penataan, Penetapan Batas dan

Luas Wilayah Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta adalah ± 4.813,22 Ha

merupakan kota administrasi yang paling kecil bagian dari Provensi DKI

Jakarta yang terdiri dari :

Page 83: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

67

1. Kecamatan Gambir dengan luas wilayah 6,88 (KM2)

2. Kecamatan Sawah Besar dengan luas wilayah 5,96 (KM2)

3. Kecamatan. Kemayoran dengan luas wilayah 7,19 (KM2)

4. Kecamatan Senen dengan luas wilayah 4.22 (KM2)

5. Kecamatan Cempaka Putih dengan luas wilayah 4,69 (KM2)

6. Kecamatan Menteng dengan luas wilayah 6,51 (KM2)

7. Kecamatan Tanah Abang dengan luas wilayah 9,30 (KM2)

8. Kecamatan Johar Baru dengan luas wilayah 2,37 (KM2)

Di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat banyak terdapat kantor

pemerintahan seperti Istana Negara, kantor kementrian, gedung DPR/MPR,

kantor MK, kantor KPU, dan kantor Gubernur DKI Jakarta. Wilayah Kota

Administrasi Jakarta Pusat berada di tengah provinsi DKI Jakarta dengan

perbatasan wilayah sebagai berikut :

1. Batas Timur : Kota administrasi Jakarta Timur , Jl. Jendral

Achmad Yani

2. Batas Selatan :Kota adminstrasi Jakarta Selatan, Jl. Pramuka, Kali

Ciliwung/Banjir Kanal, Jl. Jendral Sudirman

3. Batas Barat : Kota administrasi Jakarta Barat, Jl. Pal Merah, Jl.

Aipda KS.Tubun

4. Batas Utara : Kota administrasi Jakarta Utara, Jl. KH Zainal

Arifin, Jl. Ketapang

Page 84: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

68

Gambar 4.1 Peta Kota Adminstrasi Jakarta Pusat

Sumber : Bag Ops Polres Metro Jakarta Pusat

b. Demografi

Sebagai daerah pusat aktivitas warga Jakarta mulai dari pusat

perdagangan, pusat bisnis, dan pusat pemerintahan maka Kota

Administrasi Jakarta Pusat jumlah penghuni yang berbeda antara siang

dan malam hari. Pada siang hari jumlah penduduk Kota Administrasi

Jakarta Pusat berlipat ganda dibandingkan dengan kondisi malam hari

karena banyak penduduk yang tinggal di luar Kota Administrasi Jakarta

Pusat berkerja dan beraktivitas di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Secara administratif wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat terdiri dari 8

Kecamatan, 44 Kelurahan, 393 Rukun Warga dan 4.646 Rukun Tetangga

Sementara Jumlah Penduduk resmi Kota administrasi Jakarta Pusat

1.063.651 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sejumlah 539.207Jiwa dan

penduduk wanita sejumlah 524.444 Jiwa.

Page 85: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

69

Jumlah warga yang tercatat sebagai penduduk resmi Kota

Administrasi Jakarta Pusat adalah sebanyak 1.063.651 jiwa, terdiri dari

539.207 jiwa penduduk laki-laki dan 524.444 jiwa penduduk wanita.

Kepadatan penduduk di Kota Administrasi Jakarta Pusat berdasarkan situs

remi pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat adalah 17.161,97

jiwa/km2. Jumlah dan komposisi penduduk Kota Adminstrasi Jakarta Pusat

perkecamatan sampai dengan akhir Desember 2014 antara lain :

1. Kecamatan Gambir jumlah penduduk 97.056 jiwa (laki-laki 49.292

jiwa, perempuan 47.764 jiwa )

2. Kecamatan Sawah Besar jumlah penduduk 128.285 jiwa (laki-laki

64.637 jiwa, perempuan 63.648 jiwa)

3. Kecamatan Kemayoran jumlah penduduk 238.363 jiwa (laki-laki

120.755 jiwa, perempuan 177.608 jiwa)

4. Kecamatan Senen jumlah penduduk 120.868 jiwa (laki-laki 61.563

jiwa, perempuan 59.305 jiwa)

5. Kecamatan Cempaka Putih jumlah penduduk 92.006 jiwa (laki-laki

46.126 jiwa, perempuan 45.880 jiwa)

6. Kecamatan Menteng jumlah penduduk 85.465 jiwa (laki-laki 42.953

jiwa, perempuan 42.512 jiwa)

7. Kecamatan Tanah Abang jumlah penduduk 167.406 jiwa (laki-laki

85.667 jiwa, perempuan 81.739 jiwa)

8. Kecamatan Johar Baru jumlah penduduk 133.523 jiwa(laki-laki 68.214

jiwa, perempuan 65.309 jiwa)

Wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat tidak memiliki sumber

daya alam yang bisa diolah serta tidak mempunyai wilayah industri.

Page 86: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

70

Perekonomian di Kota Administrasi Jakarta Pusat didominasi oleh sektor

perdagangan. Banyak pusat perdagangan yang berskala nasional terdapat

di Kota Administrasi Jakarta Pusat seperti Pasar Tanah Abang, Pasar

Senen, ITC Roxy Mas, dan ITC Cempaka Mas. Selain itu di Kota

Administrasi Jakarta Pusat juga terdapat banyak perusahan berskala

internasional yang banyak berkantor di sekitar Jalan Jenderal Sudirman.

Masyarakat Jakarta Pusat banyak menjalankan aktivitasnya dan

menggantungkan hidupnya sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan

tersebut.

Berdasarkan aspek ideologi pada umumnya masyarakat Kota

Administrasi Jakarta Pusat mengakui Pancasila sebagai dasar dan falsafah

hidup bangsa Indonesia. Di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat tidak

terdapat kelompok separatis yang mempunyai paham berbeda tentang

negara Indonesia. Situasi politik di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat

cenderung stabil karena kepada pemerintahan kota dipilih dan diangkat

oleh Gubernur DKI Jakarta. Namun apabila ada gejolak politik di tingkat

provinsi dan negara maka wilayah Jakarta Pusat akan terkena dampaknya

karena di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat terdapat Istana Negara

dan Kantor Gubernur DKI Jakarta. Di wilayah Kota Administrasi Jakarta

Pusat sering terjadi aksi unjuk rasa dalam rangka menyampaikan aspirasi

masyarakat, namun perserta unjuk rasa berasa dari wilayah luar Jakarta

Pusat. Unjuk yang sering terjadi antara adalah unjuk rasa buruh, unjuk rasa

kenaikan BBM, unjuk rasa guru bantu, unjuk rasa kepala desa, serta unjuk

rasa mahasiswa menyikapi kebijakan pemerintah.

Page 87: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

71

Aspek sosial budaya di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat

sangatlah beragam karena di Jakarta Pusat terdapat berbagai macam suku

bangsa yang berasal dari seluruh Indonesia. Golongan penduduk Kota

Administrasi Jakarta Pusat meliputi golongan pribumi, pendatang dan orang

asing. Penduduk pribumi adalah suku Betawi, sedangkan golongan

pendatang dan orang asing terdiri dari semua penduduk yang berasal dari

berbagai wilayah Indonesia serta warga negara asing (WNA) yang berada

dari luar Indonesia mengingat Jakarta Pusat merupakan pusat

pemerintahan dan pusat perekonomian di Indonesia sehingga banyak

penduduk yang datang ke ibukota untuk bekerja di wilayah Kota

Administrasi Jakarta Pusat. Pada umumnya para pendatang hidup dengan

damai secara berdampingan namun secara tidak langsung terjadi

pengelompokan diantara suku bangsa tersebut.

c. Pola Perilaku Masyarakat

Masyarakat di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat pada

kesehariaannya sudah memanfaatkan media elektronik baik itu telepon dan

internet secara aktif. Pemanfaatan internet dilakukan melaui komputer,

tablet, dan telepon, namun porsi pengaksesan internet yang lebih besar

dilakukan menggunakan telepon. Masyarakat menggunakan telepon

utamanya untuk berkomunikasi baik itu melalui panggilan dan pesan

singkat, sedangkan masyarakat menggunakan internet utama untuk

mengakses media sosial, berkomunikasi melalui instan messaging, mencari

informasi (browsing), video streaming, mengunduh file, berkomunikasi

menggunakan email, serta melakukan transaksi jual beli.

Page 88: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

72

Dalam menggunakan media sosial, masyarakat juga

mencantumkan data pribadinya seperti alamat rumah, nomor telepon atau

kontak sosial media, identitas saudara, dan kegiatan sehari-harinya.

Sedangkan alasan masyarakat menggunakan internet dalam transaksi jual

beli adalah karena kemudahan pencarian barang, harga yang murah, serta

tidak perlu datang menuju toko tempat barang yang diinginkan. Fakta

tersebut didapatkan dari hasil wawancara terhadap salah satu korban

kejahatan penipuan melalui media elektronik bernama Khalid yang

mengatakan:

Kalau saya menggunakan HP hampir untuk apa saja pak, dari telepon, SMS, email, beli barang, streaming youtube, download MP3, browsing, yah macem-macem lah pak. Tapi paling sering saya pake buat akses sosial media kaya Facebook, Path, sama instagram. Lagian kan sekarang udah banyak platform instan messaging kaya LINE, BBM, WA (Whats App). Itu bisa lebih hemat sih pak. Nah di sosial media itu kan ada yang jual-jualan juga itu pak, sering juga saya beli barang dari sana. Lebih gampang sih ya pak, karena saya ga perlu datang ke toko, pilihan barangnya banyak, dan juga murah-murah dibandingin yang ada di toko. Eh, pas beli yang ke beberapa kali malah ketipu pak... ...ya kalau di facebook atau instagram saya cantumin nama, kontak bbm, kontak LINE sama WA, alamat rumah, macem-macem lah pak. Seringnya sih saya posting kegiatan saya sehari-hari pak, namanya juga sosial media, buat nambah temen pak.(wawancara, 10 April 2016)

Masyarakat yang beraktivitas di wilayah Kota Administrasi Jakarta

Pusat juga memiliki sifat tidak mau repot, ingin mendapatkan uang dengan

cara yang mudah, serta mudah tergiur dan percaya terhadap orang lain

tanpa mengecek kebenaran informasi yang dikatakan orang tersebut. Fakta

tersebut didapatkan dari hasil wawancara terhadap Bripka Ranches

Manurung, SH yang mengatakan:

Masyarakat di Jakarta Pusat ini gampang sekali diiming-imingi menang undian, padahal kalau secara logika mana ada sih

Page 89: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

73

komandan orang yang tiba-tiba mau ngasih kita duit cuma-cuma hanya gara-gara nomor HP kita bagus. Nah itu yang saya ga habis pikir. Selain itu masyarakat kalau belanja online selalu gampang milih harga yang murah. Ya bukan masalah murahnya ndan, tapi kalau harga barangnya murah banget kan harusnya curiga. Nah sebagian besar korban ini gampang banget tergiur sama postingan jualan yang harganya murah setengah harga. Apalagi kalau dibilang itu barang BM (Black Market), seneng bener mereka. (wawancara, 4 April 2016)

4.1.1.2 Gambaran Umum Polres Metro Jakarta Pusat

Polres Metro Jakarta Pusat merupakan satuan kerja Polri yang

berkedudukan di Kota Administrasi Jakarta Pusat. Wilayah hukum Polres

Metro Jakarta Pusat meliputi seluruh wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Sebagai sebuah kesatuan yang membawahi pusat perdagangan, pusat bisnis,

dan pusat pemerintahan, Polres Metro Jakarta Pusat mempunyai tugas

tambahan, bukan hanya menjaga keamanan warga yang tinggal di wilayah

Kota Administrasi Jakarta Pusat namun juga seluruh warga yang sedang

beraktivitas di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat. Dalam wilayah

hukum Polres Metro Jakarta Pusat terdapat 233 objek vital, yang terdiri dari 36

kedutaan besar, 7 rumah duta besar, 24 kantor partai politik, 12 sentra

ekonomi, 149 hotel, 1 istana, gedung DPR/MPR, gedung DPRD, Bank

Indonesia, dan 11 kantor kementrian.

Polres Metro Jakarta Pusat bertugas dan bertanggungjawab

menjalankan tugas pokok Polri yaitu: (1) memelihara Keamanan dan

Ketertiban masyarakat; (2) menegakkan hukum; dan (3) memberikan

perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam

wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat. Dalam melaksanakan tugasnya,

Polres Metro Jakarta Pusat dan jajaran mengacu kepada Peraturan Kapolri

Page 90: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

74

Nomor 23 tahun 2010 tanggal 30 September 2010 tentang Susunan Organisasi

Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort.

Kepolisian Resort Metro Jakarta Pusat dipimpin oleh seorang Kepala

Kepolisian Resort (Kapolres) berpangkat Komisaris Besar Polisi. Dalam

melaksanakan tugasnya Kapolres dibantu seorang wakil yang berpangkat Ajun

Komisaris Besar Polisi. Kapolres juga dibantu oleh unsur pengawas dan

pembantu pimpinan sebanyak 3 Kepala Bagian yang berpangkat Ajun

Komisaris Besar Polisi yaitu Kabag Ops, Kabag Sumda , Kabag Ren dan 4

Kepala Seksi yang berpangkat Komisaris Polisi antara lain Kasie Pengawasan,

Kasie Propam, Kasie Keuangan dan Kasie Urusan Umum. Dalam menjalankan

tugas fungsional kepolisian sehari-hari terdapat 6 orang Kepala Satuan (Kasat)

yang berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi yaitu Kasat Intelkam , Kasat

Reskrim, Kasat Narkoba, Kasat Binmas, Kasat Sabhara, Kasat Lantas, dan

tiga orang unsur pendukung yaitu Kepala SPK, Kasat Tahti, dan Kasie TIpol

yang berpangkat Komisaris Polisi.

Kapolres Metro Jakarta Pusat juga dibantu oleh unsur pendukung

kewilayahan yaitu 8 ( delapan ) Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) yang

berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi dan Komisaris Polisi serta 44 Kepala

Polisi Subsektor (Kapolsubsektor). Kapolsek yang dimaksud sebelumnya

antara lain Kapolsek Gambir, Kapolsek Menteng, Kapolsek Tanah Abang,

Kapolsek Sawah Besar, Kapolsek Kemayoran, Kapolsek cempaka Putih,

Kapolsek Senen, Kapolsek Johar Baru.

Page 91: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

75

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Polres Metro Jakarta Pusat

Sumber : Bag. Ops Polres Metro Jakarta Pusat

Sejak tanggal 5 April 2014 sampai dengan hari ini, Kapolres Metro

Jakarta Pusat dijabat oleh Komisaris Besar Polisi Drs. Hendro Pandowo

M.Si. Jumlah Personil Polres Metro Jakarta Pusat sejumlah 2475 personil

Polri terdiri dari 1761 Personil Polres dan 714 Personil Polsek Jajaran.

Polres Metro Jakarta Pusat mempunyai 33 orang personil PNS dimana

sebanyak 19 personil berdinas di kantor Polres dan 14 personil berdinas di

kantor Polsek.

Anggota Polres Metro Jakarta Pusat memiliki etos kerja tinggi yang

dapat dilihat dari pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Selain melaksanakan

Page 92: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

76

tugas rutin sesuai dengan fungsinya masing-masing, anggota tersebut

masih harus melaksanakan tugas pengamanan tambahan, baik itu

pengamanan unjuk rasa, pengamanan kegiatan masyarakat, maupun

pengamanan acara kenegaraan lainnya. Tambahan tugas tersebut ada

karena Kota Administrasi Jakarta Pusat merupakan pusat pemerintahan

baik provinsi maupun negara. Berdasarkan hasil observasi ditemukan

bahwa anggota Reserse, Binmas, Narkoba, dan anggota fungsi lainnya

secara bergantian melakukan pengamanan unjuk rasa dan kegiatan

masyarakat sesuai dengan surat perintah Kapolres. Walaupun

pengamanan sering dilaksanakan melebihi jam kerja atau juga pada hari-

hari libur, anggota Polres Metro Jakarta Pusat selalu melaksanakan dengan

baik.

Alokasi anggaran Polres Metropolitan Jakarta Pusat berdasarkan

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2015,

sebesar Rp. 144.680.540.000,- (seratus empat puluh empat miliar enam

ratus delapan puluh juta lima ratus empat puluh ribu rupiah ) dengan rincian

sebagai berikut :

1. Program Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis

Lainnya Polri dengan alokasi anggaran sebesar Rp.

127.529.646.000,- digunakan untuk mendukung kegiatan :

a) Dukungan Pelayanan Internal perkantoran Polri sebesar Rp.

127.529.646.000,-

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Polri dengan

alokasi anggaran sebesar Rp. 5.169.931.000,- digunakan untuk

mendukung kegiatan :

Page 93: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

77

a) Pengembangan sarana dan Prasarana Kewilayahan sebesar

Rp. 5.169.931.000,-

3. Program pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Polri

dengan alokasi angaran sebesar Rp. 104.000.000,- digunakan

untuk mendukung kegiatan :

a) Penyelenggaraan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur

Kewilayahan sebesar Rp. 10.000.000,-

b) Penyelenggaraan Propam Kewilayahan sebesar Rp

94.000.000,-

4. Program pengembangan strategi keamanan dan ketertiban dengan

alokasi anggaran sebesar Rp. 749.316.000,- digunakan untuk

mendukung kegiatan :

a) Strategi keamanan dan ketertiban kewilayahan sebesar Rp.

749.316.000,-.

5. Program pemberdayaan potensi keamanan dengan alokasi

anggaran sebesar Rp. 1.220.628.000,- digunakan untuk mendukung

kegiatan :

a) Pembinaan Potensi Keamanan sebesar Rp. 1.220.628.000,-

6. Program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat

dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 4.710.512.000,- digunakan

untuk mendukung kegiatan:

a) Pembinaan pemeliharaan keamanan dan ketertiban

kewilayahan sebesar Rp. 4.710.512.000,-

Page 94: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

78

7. Program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dengan alokasi

anggaran sebesar Rp. 5.186.507.000,- digunakan untuk mendukung

kegiatan :

a) Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kewilayahan sebesar

Rp. 1.171.094.000,-

b) Dukungan Manajemen dan Teknis Penyelidikan dan Penyidikan

Tindak Pidana sebesar 348.525.000,-

c) Penindakan Tindak Pidana Umum 2.308.165.000,-

d) Penindakan Tindak Pidana Narkoba 734.510.000,-

e) Penindakan Tindak Pidana Korupsi 624.213.000,-

8. Program Pengembangan Hukum Kepolisian dengan alokasi anggaran

sebesar Rp. 10.000.000,- digunakan untuk mendukung kegiatan :

a) Penyusunan dan Penyuluhan Hukum sebesar Rp. 10.000.000,-

4.1.2 Karakteristik Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik di

Wilayah Hukum Polres Metro Jakarta Pusat

4.1.2.1 Perkembangan Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Tindak kriminalitas di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat

bervariasi dari mulai kejahatan jalanan (blue collar crime) sampai kepada

kejahatan kerah putih (white colllar crime). Kejahatan jalanan terdiri dari

penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan

kekerasan, pembunuhan , pencurian biasa, pengunaan senjata api dan senjata

tajam , serta penganiayaan ringan. Sedangkan kejahatan kerah putih terdiri dari

penghinaan, pencemaran nama baik, pembajakan, pemalsuan merek,

pencucian uang, sampai kepada penipuan. Khusus kejahatan penipuan melalui

Page 95: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

79

media elektronik, jumlah kejahatan ini selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Terbukti dari data Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat diperoleh fakta

bahwa pada tahun 2013 terdapat sebanyak 164 kasus kejahatan penipuan

melalui media elektronik yang ditangani atau sebesar 9,02 % dari jumlah crime

total (CT) kejahatan yang ada di Jakarta Pusat. Jumlahnya kemudian

meningkat di tahun berikutnya menjadi sebanyak 276 kasus atau sebesar

13,29 % dari total perkara yaitu sebanyak 2077 perkara di tahun 2014.

Kemudian peningkatan kejahatan penipuan melalui media elektronik masih

terjadi pada tahun 2015 yaitu sebanyak 304 kasus atau sebesar 14,57 % dari

total perkara keseluruhan sebesar 2087 tindak kriminalitas. Persebaran

kejahatan penipuan tersebut setiap bulannya selama tahun 2013 sampai 2015

akan digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Crime Total dan Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Tahun 2013-2015 di Polres Metro Jakarta Pusat

Sumber : Sat Reskrim Polres Metro Jakpus, diolah oleh peneliti.

Page 96: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

80

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa kejahatan penipuan melalui

media elektronik mengalami peningkatan presentase jika dibandingkan dengan

jumlah total kejahatan yang terjadi di Polres Metro Jakarta Pusat. Hal ini karena

terjadi peningkatan jumlah yang signifikan terhadap jumlah kejahatan penipuan

melalui media elektronik sedangkan secara keseluruhan kejahatan tidak

mengalami peningkatan yang berarti. Perbandingan kedua fenomena tersebut

dapat terlihat dalam grafik jumlah crime total dan kejahatan penipuan melalui

media elektronik.

Dapat dari tabel di atas terlihat bahwa setiap bulannya jumlah kejahatan

yang ditangani Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat bervariasi namun

cenderung stabil dan tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang berarti.

Pola kenaikan dan penurunan jumlah kejahatan yang ditangani oleh Polres

akan digambarkan dengan lebih jelas melalui grafik berikut ini:

Gambar 4.3 Grafik Crime Total Tahun 2013-2015

Sumber : Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Pola pada grafik di atas akan berbeda dengan pola grafik jumlah

kejahatan penipuan melalui media elektronik setiap bulannya dari tahun

Page 97: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

81

2013 sampai tahun 2015. Pada bulan Desember tahun 2015 terdapat 26

kasus kejahatan penipuan melalui media elektronik. Jumlah kejahatan

tersebut meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan bulan Januari

2013 dimana pada saat itu terdapat 13 kasus kejahatan penipuan melalui

media elektronik. Diantara tahun 2013 sampai 2015, jumlah kasus

kejahatan penipuan melalui media elektronik paling banyak terjadi pada

bulan Juni tahun 2015 yaitu sebanyak 31 kasus. Sedangkan jumlah

kejadian kejahatan penipuan melalui media elektronik terendah terjadi

pada bulan September 2013 yaitu sebanyak 6 kasus. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat dalam grafik jumlah kejahatan penipuan melalui media

elektronik berikut ini:

Gambar 4.4 Grafik Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Tahun 2013-2015

Sumber : Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Kedua pola grafik yang berbeda tersebut mengindikasikan adanya

pergeseran tindak kejahatan. Pada jumlah crime total yang cenderung stabil,

dengan meningkatnya jumlah kejahatan penipuan melalui media elektronik,

Page 98: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

82

maka dapat dimaknai bahwa telah terjadi penurunan jenis kejahatan lainnya.

Gambaran lebih jelas akan terlihat dalam perbandingan antara kejahatan

penipuan melalui media elektronik dengan kejahatan konvensional lainnya.

Kejahatan konvensional yang dimaksud disini adalah kejahatan yang

banyak melibatkan penggunaan kontak fisik sebagai sarana utama

melaksanakan kejahatan. Kejahatan konvensional atau kejahatan jalanan ini

sering menjadi target operasi Polri karena keberadaannya dinilai meresahkan

banyak masyarakat. Berikut adalah perbandingan jumlah 3 jenis kejahatan

konvensional yaitu pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan

kekerasan, dan penganiayaan dengan kejahatan penipuan melalui media

elektronik.

Tabel 4.2 Perbandingan Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik dan Kejahatan Konvensional

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Page 99: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

83

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik dan Kejahatan Konvensional

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Dengan melihat tabel dan grafik di atas, dapat terlihat bahwa semua

kejahatan konvensional mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Namun hal

itu bertolak belakang dengan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang jumlahnya justru semakin bertambah. Fakta tersebut memperlihatkan

kepada kita bahwa benar telah terjadi pergeseran modus kejahatan dari

konvensional menuju kejahatan kontemporer yang memanfaatkan teknologi.

Hal senada juga disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Metro Jakpus

Kompol Tahan Marpaung (wawancara, 4 April 2016) yang mengatakan bahwa:

Berdasarkan pengalaman yang saya mas, yang saya alami selama berdinas, modus kejahatan sekarang sudah bergeser dari kejahatan konvensional kepada kejahatan modern yang pake teknologi karena kejahatan yang menggunakan teknologi seperti kejahatan penipuan melalui media elektronik ini punya resiko tertangkap yang lebih sedikit dibandingkan dengan kejahatan konvensional. Kalau di kejahatan konvensional, pelaku harus bertemu dengan korban di tempat yang sama. Tapi kalau di kejahatan modern seperti penipuan melalui media elektronik ini, pelaku ga harus bertemu dengan korban dan cukup berhubungan menggunakan media komunikasi yang tersedia. Saya rasa sebuah hal

Page 100: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

84

yang wajar jika pelaku kejahatan mulai berpindah ke modus yang lebih aman.

Baik data kejahatan yang ada di Sat Reskrim maupun pengalaman

Kompol Tahan Marpaung yang disampaikan dalam wawancara menyatakan

bahwa telah terjadi pergeseran modus kejahatan dari konvensional menuju

konemporer yang memanfaatkan teknologi. Sebagai salah satu kejahatan

kontemporer, penipuan melalui media elektronik di wilayah hukum Polres Metro

Jakarta Pusat juga mengalami peningkatan dalam hal kuantitas.

4.1.2.2 Karakteristik Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Menurut perspektif Routine Activities Theory (Cohen dan Felson, 1979)

perubahan struktural dalam pola aktivitas rutin mempengaruhi tingkat

kejahatan dengan bertemunya dalam ruang dan waktu yang sama tiga unsur

utama yaitu: (1) pelaku yang termotivasi (motivated offenders), (2) target yang

sesuai (suitable target), dan (3) ketiadaan pengamanan yang memadai

(absence of capable guardians). Menurut Cohen dan Felson (1979)

perkembangan desain teknologi dapat mempengaruhi perkembangan alami

dari viktimisasi.

Pada kejahatan penipuan melalui media elektronik ini, bertemunya

ketiga faktor tersebut tidak harus tempat yang sama. Pelaku yang berjarak jauh

dari korban dapat bertemu dengan korban menggunakan sarana media

komunikasi elektronik. Jadi untuk mengetahui karater kejahatan penipuan

melalui media elektronik ada empat atribut yang harus diketahui secara

mendalam yaitu: (1) pelaku, (2) korban, (3) penjaga, dan (4) media elektronik.

Page 101: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

85

a. Pelaku

Pelaku yang melaksanakan kejahatan penipuan melalui media

elektornik ini berkarakter berbeda dengan kejahatan kekerasan

konvensional. Pelaku kejahatan ini pada umumnya bersikap ramah dan

sopan kepada korban serta pandai dalam berbicara untuk meyakinkan

korban. Kecuali pada modus berpura-pura sebagai polisi dan mengaku

sebagai atasan pelaku bersikap tegas dan mengintimidasi korban. Pada

beberapa modus kejahatan menggunakan media telepon, pelaku berusaha

mencuri informasi tentang identitas korban dengan mengarahkan

pertanyaan. Identitas pelaku pada kejahatan ini juga pada umumnya tidak

diketahui oleh korban, dan kalaupun pelaku menyebutkan identitas hal itu

belum dapat diketahui kebenarannya.

Fakta tersebut didapatkan peneliti dari hasil wawancara terhadap

korban serta wawancara terhadap Kanit Krimsus IPTU Tika Pusvita Sari,SH

yang mengatakan:

Pelaku kejahatan penipuan melalui media elektronik ini pada umumnya tidak ditahui identitasnya. Hampir semua korban tidak mengetahui identitas asli dari pelaku, dan rekening bank yang dijadikan penampungan hasil penipuan juga tidak menggunakan nama asli dari pelaku. Apabila kami mengecek posisi nomor HP yang digunakan oleh pelaku, maka hampir semua lokasinya berada di luar Jakarta. Lokasi yang sering diketahui dari hasil cekpos adalah di sekitar kota Sidrap Sulsel dan Kota Asahan. Beberapa informasi juga saya dapatkan bahwa di Sidrap ada komplotan spesialis penipuan menggunakan media elektronik. Pelaku pada modus kejahatan ini biasanya ramah dan sopan untuk menimbulkan kepercayaan korban. Namun ada juga pelaku yang bernada biacara tegas dan kadang mengintimidasi, biasanya yang menggunakan modus mengaku atasan atau mengaku polisi. Pada awal pelaku melepon terjadi pencurian identitas dengan cara menanyakan pertanyaan yang memancing korban. Misalnya, "Siapa saja yang ada di rumah bu? coba sebutkan satu-satu karena saya tidak tahu nama anak ibu ini". Korban secara tidak sadar memberikan informasi tentang identitas korban kepada pelaku. (wawancara, 4 April 2016)

Page 102: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

86

Berdasarkan hasil observasi, analisa data sekunder, dan hasil

wawancara terhadap informan peneliti menemukan bahwa terdapat 3 (tiga)

tingkat keaktivan pelaku dalam melakukan kejahatan penipuan melalui

media elektronik yaitu: (1) pelaku pasif, (2) pelaku aktif terbatas, (3) pelaku

aktif. Setiap tingkat keaktivan ini mempunyai perbedaan yang berkaitan

dengan karakteristik pelaku, karakteristik korban,dan media elektronik yang

digunakan. Lebih lanjut faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap

formulasi kebijakan pencegahan kejahatan yang seharusnya diambil.

1. Pelaku pasif. Pelaku dalam tingkat keaktivan ini melaksanakan

kejahatan penipuan dengan cara menyediakan sebuah desain

perangkap bagi korban dan menunggu korban masuk ke dalam

perangkap pelaku. Desain yang disiapkan pelaku berupa sebuah situs

palsu yang menyatakan seolah-olah pelaku mempunyai sebuah bisnis

legal tertentu. Pelaku dengan tingkat keaktivan pasif ini

memanfaatkan media yang sering digunakan oleh masyarakat

dengan memperhatikan kebiasaan masyarakat. Contoh media yang

digunakan oleh pelaku adalah situs-situs jual-beli online, sosial media,

atau situs yang sengaja disiapkan pribadi oleh pelaku. Pelaku sengaja

membuat akun jual-beli yang seolah-olah legal dan menunggu korban

untuk menghubungi mereka. Dalam akun atau situsnya pelaku

sengaja memberikan harga produk yang lebih murah di bawah harga

pasaran sehingga korban tertarik. Begitu korban menghubungi

mereka, maka dengan sikap yang sopan dan ramah pelaku mulai

melaksanakan bujuk rayunya untuk memperoleh harta milik korban.

Page 103: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

87

Pelaku yang bersifat pasif ini melaksanakan kejahatannya dengan

modus menjual barang dan berpura-pura sebagai agen travel.

2. Pelaku aktif terbatas. Pelaku dengan tingkat keaktivan ini pertama kali

menyiapkan sebuah desain situs atau akun yang palsu sama seperti

modus pelaku pasif di atas, bedanya pelaku dengan tingkat keaktivan

terbatas juga menyebarkan alamat situs palsunya kepada masyarakat

secara acak. Penyebarannya dapat dilakukan melalui pesan singkat

atau email. Bujuk rayu pelaku dimulai ketika korban mulai membuka

alamat situs dan menghubungi kontak pelaku yang tertera di dalam

situs. Pelaku dengan tingkat keaktivan terbatas ini biasanya

melakukan kejahatannya dengan modus kejahatan menyediakan

lowongan pekerjaan, menyebarkan SMS pelunasan pembayaran, dan

agen pulsa palsu.

3. Pelaku aktif. Pelaku dengan tingkat keaktivan aktif ini secara

langsung berhubungan dengan calon korbannya melalui telepon.

Pelaku tidak menyiapkan sebuah desain situs atau akun di media

internet seperti dalam tingkat keaktivan sebelumnya. Pada tingkat

keaktivan ini, cara pelaku berbicara kepada korban sangatlah

berpengaruh kepada keberhasilan mereka melaksanakan kejahatan.

Pada awal pelaku berbicara dengan korban selalu ada proses

pencurian identitas korban yang diperolehnya dari hasil

bekromunikasi dengan korban. Pada tingkatan ini, tindakan korban

untuk mengecek kebenaran informasi yang dikatakan pelaku dalam

komunikasi juga akan menetukan terjadi atau tidaknya kejahatan

penipuan. Pelaku dengan tingkat keaktivan ini biasanya

Page 104: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

88

melaksanakan kejahatannya dengan menggunakan modus mengaku

sebagai polisi, menawarkan dana pensiun, berpura-pura keluarga

kecelakaan, mengaku teman/ keluarga, mengaku atasan, dan undian

berhadiah.

Gambar 4.6 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Berdasarkan Tingkat Keaktivan Pelaku

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa pelaku dengan tingkat

keaktivan pasif mempunyai porsi yang lebih besar daripada jenis lainnya dan

jumlahnya pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun

2013 jumlah golongan ini sebanyak 88 kasus dan meningkat hampir dua kali

lipat di tahun 2014 yaitu sejumlah 161 kasus. Pada tahun 2015 jumlahnya

hanya turun sedikit menjadi 153 kasus. Pelaku dengan tingkat keaktifan aktif

terbatas jumlahnya cenderung stabil jika dibandingkan dengan tingkatan

Page 105: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

89

lainnya. Pada tahun 2013 tercatat 18 kasus kemudian meningkat menjadi 33

kasus di tahun berikutnya, namun jumlahnya kembali turun di tahun 2015

menjadi 24 kasus kejahatan. Pelaku yang bersifat aktif menghubungi

korbannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun secara signifikan.

Pada tahun 2013 sejumlah 58 kasus kejahatan dan meningkat menjadi 82

kasus di tahun berikutnya. Jumlahnya kembali meningkat signifikan di tahun

2015 menjadi 127 kasus kejahatan. Dapat terlihat bahwa semakin hari

pelaku semakin aktif dalam mencari korban kejahatan. Jika melihat pada

karakter pelaku kejahatan penipuan golongan ini, maka hal ini perlu

dikhawatirkan karena pelaku dengan karakter aktif sering kali menimbulkan

ketakutan pada korban. Jika tidak ditangani dengan baik maka akan timbul

kondisi fear of crime di masyarakat terhadap kejahatan penipuan melalui

media elektronik ini.

b. Korban

Korban kejahatan penipuan melalui media elektronik ini bervariasi

dari segi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi. Korban

sangat bervariasi dari mulai pengangguran sampai kepada dokter, juga anak

muda dan orang tua. Pengetahuan calon korban terhadap modus kejahatan

penipuan akan berpengaruh terhadap selesainya kejahatan ini. Korban yang

mengetahui modus kejahatan penipuan sebelumnya akan lebih waspada

dan berusaha untuk mengecek kebenaran informasi yang diberikan oleh

pelaku sehingga calon korban akan terhindar menjadi korban kejahatan.

Fakta tersebut didapatkan peneliti dari hasil analisa terhadap data sekunder

berupa rekap laporan polisi, hasil wawancara terhadap korban, serta

pengalaman pribadi Kasat Binmas yang juga hampir pernah menjadi korban

Page 106: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

90

kejahatan tersebut. Selain itu, menambahkan perihal karakteristik korban,

Kanit Krimsus IPTU Tika Pusvita Sari mengatakan:

Kalau melihat korban tentunya sangat bervariasi. Namun pada umumnya korban kejahatan penipuan melalui media elektronik ini sangat beragam dalam hal tingkat pendidikan, dari yang menganggur sampai kepada dokter bahkan pejabat, tergantung modusnya juga. Kalau modus jual-beli online siapa saja bisa tertipu karena hampir sedikit perbedaanya. Secara umum tingkat sosial dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh menurut saya, yang berpengaruh adalah apakah korban pernah mendengar modus kejahatan tersebut sebelumnya. Rata-rata korban yang datang melapor kesini tidak pernah mendengar modus kejahatan tersebut sebelumnya.... ....Ada sikap korban yang menentukan bahwa kejahatan akan terjadi atau tidak. Korban yang mengecek kebenaran informasi dari tipu muslihat pelaku akan terhindar dari kejahatan penipuan tersebut. Apabila korban sempat mengecek kebenaran informasi sebelum melakukan transfer, maka kejahatan penipuan tersebut tidak akan selesai dilaksanakan. Makanya, biasanya untuk pelaku yang langsung menelepon korbannya, pelaku selalu mengupayakan untuk terus mendesak korban untuk mentransfer dan tidak memeberikan ruang untuk berfikir. Saya rasa ini merupakan permasalahan perilaku/ kebiasaan masyarakat untuk waspada. (wawancara, 4 April 2016)

Dari hasil wawancara tersebut juga didapatkan informasi bahwa

sikap korban akan menentukan apakah perbuatan kejahatan penipuan

tersebut akan selesai dilaksanakan. Calon korban yang mengecek

kebenaran informasi yang dikatakan oleh pelaku akan mungkin terhindar

menjadi korban kejahatan.

Di dalam proses terjadinya kejahatan penipuan melalui media

elektronik dengan modus tertentu, juga terjadi proses pencurian informasi

terhadap korban. Pencurian informasi ini maksudnya adalah informasi yang

terkait dengan diri korban, seperti nama anggota keluarga, teman, saudara,

atasan, atau lokasi tempat tinggal korban. Korban sengaja dijebak dengan

pertanyaan pelaku sehingga secara tidak sadar sebenarnya korban sedang

memberikan informasi kepada pelaku. Dengan diperolehya informasi

Page 107: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

91

tentang diri korban maka pelaku akan semakin mudah meyakinkan korban

untuk menyerahkan hartanya. Fakta tersebut sesuai juga dengan hasil

wawancara terhadap Kanit Krimsus IPTU Tika Pusvitasari, SH yang

mengatakan bahwa:

Menurut pengalaman saya, korban juga berkontribusi terhadap terjadinya kejahatan itu. Bagi kejahatan penipuan yang menggunakan media telepon, pada awal kali korban dan pelaku berkomunikasi, selalu akan terjadi proses pencurian informasi mengenai identitas korban. Misalnya adalah pertanyaan "Siapa saja bu yang ada di rumah, coba ibu sebutkan siapa saja yang tidak ada?" Sebenernya itu adalah proses screening pelaku untuk memperoleh informasi tentang diri korban. Gunanya adalah untuk melancarkan aksinya, mengarang cerita supaya korban yakin.

Berdasarkan hasil observasi, analisa data sekunder, dan hasil

wawancara terhadap informan yang telah dicantumkan sebelumnya, peneliti

menemukan bahwa terdapat 2 (dua) kelompok modus kejahatan penipuan

melalui media elektronik terkait proses pencurian informasi tentang korban.

Pertama adalah kelompok yang tidak melibatkan proses pencurian

informasi terhadap korban. Modus kejahatan dalam kelompok ini tidak

memerlukan informasi pribadi korban sebagai pendukung terjadinya

kejahatan penipuan tersebut. Di sisi lain pelaku sudah menyiapkan sebuah

sarana atau situasi yang dapat meyakinkan korban. Sarana tersebut

misalnya adalah sebuah situs internet yang di dalamnya menjelaskan

identitas palsu pelaku. Di dalam sarana tersebut pelaku dengan sengaja

membuat desain yang membuat korban yakin akan samaran pelaku tanpa

perlu membuat bujuk rayu lebih lanjut. Modus kejahatan yang tidak

memerlukan proses pencurian informasi identitas antara lain modus

Page 108: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

92

kejahatan menjual barang, agen travel, menawarkan pekerjaan, SMS

pelunasan pembayaran, dan berpura-pura sebagai agen pulsa.

Kelompok kedua adalah modus kejahatan yang memerlukan proses

pencurian informasi untuk mendukung kelancaran kejahatan penipuan.

Modus kejahatan seperti ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari

korban sebagai bahan untuk meyakinkan korban sehingga seolah-olah ada

keterkaitan antara pelaku dan korban. Dengan dasar adanya asumsi korban

bahwa ada keterkaitan antara pelaku dan dirinya, maka korban akan

sukarela mengirimkan harta miliknya. Modus kejahatan penipuan yang

melibatkan pencurian informasi identitas korban adalah modus kejahatan

menawarkan dana pensiun, mengaku sebagai polisi, mengaku sebagai

atasan, mengaku teman/ saudara, berpura-pura keluarga kecelakaan, dan

modus undian berhadiah. Jumlah kejahatan penipuan elektronik

berdasarkan terjadinya proses pencurian informasi identitas lebih jelasnya

akan digambarkan dalam grafik berikut ini:

Gambar 4.7 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Berdasarkan Proses Pencurian Informasi Identitas

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Page 109: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

93

Dari grafik di atas terlihat bahwa jumlah kejahatan penipuan melalui

media elektronik yang tidak menggunakan aktivitas pencurian informasi

identitas pada tahun 2013 terjadi sebanyak 105 kasus. Jumlah kembali

meningkat di tahun 2014 menjadi sebanyak 194 kasus dan kembali turun di

tahun 2015 menjadi sebanyak 177 kasus. Sedangkan kasus kejahatan

penipuan yang melibatkan proses pencurian data jumlahnya selalu

meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak 59 kasus

dan meningkat menjadi 82 kasus di tahun berikutnya. Jumlahnya kembali

meningkat menjadi sebanyak 127 kasus di tahun 2015.

c. Penjaga

Kejahatan penipuan melalui media elektronik ini memiliki

karakteristik yang berbeda dengan kejahatan konvensional. Jika pada

kejahatan konvensional pelaku dan korban bertemu secara langsung dalam

tempat dan waktu yang sama, maka pada kejahatan penipuan melalui

media elektronik pelaku dan korban tidak harus bertemu secara langsung

melainkan cukup menggunakan media elektronik sebagai media komunikasi.

Di dunia maya, keberadaan penjaga tidak dapat serta merta langsung

menangkap pelaku yang sedang dalam proses melancarkan aksinya karena

identitas dan posisi pelaku sendiri juga belum diketahui. Selain itu kejahatan

penipuan tersebut berlangsung hanya beberapa saat setelah korban

berkomunikasi dengan pelaku. Hal ini berbeda dengan kejahatan

konvensional dimana pelaku, korban, dan penjaga dapat berada dalam

suatu tempat yang sama.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap

informan, peran penjaga dalam pencegahan kejahatan penipuan melalui

Page 110: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

94

media elektronik dilakukan oleh fungsi pengawas yang berada dalam

organisasi-organisasi bisnis yang berkaitan dengan aktivitas jual-beli.

Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh bank dalam bentuk pengawasan

terhadap identitas pemilik rekening bank. Petugas bank dalam hal ini

petugas CSO (Customer Service Officer) yang bertugas melayani

pembukaan rekening bank telah melakukan pengawasan terhadap

pembukaan rekening bank yang bertujuan untuk menampung hasil

kejahatan.

Beberapa bank sudah menggunakan sistem yang terintegrasi

dengan data KTP di Kelurahan untuk mendeteksi adanya KTP palsu.

Beberapa bank lain juga menggunakan sistem pengecekan terhadap alamat

pembuka rekening dengan cara mengirimkan surat atau menelpon ke nomor

telepon di rumah atau kantor calon pemilik rekening. Namun kebijakan

sistem pengecekan tersebut akan berbeda antara bank satu dan yang

lainnya karena tidak ada peraturan yang mewajibkannya. Karenanya, masih

ada juga bank yang masih mengandalkan intuisi pribadi CSO dalam menilai

sikap calon pemilik rekening kemudian memberikan justifikasi apakah orang

tersebut akan menggunakan rekeningnya untuk kejahatan.

Hal tersebut sesuai dengan wawancara terhadap Ekkyta

Haryakesuma, SE, Penyelia Bagian E -Commerce dan Kartu Kredit Kantor

Pusat Bank Mandiri. Dalam wawancaranya Ekkyta mengatakan bahwa:

Kalau kita sih sebenernya tau ya mas gerak-gerik orang yang niatnya jahat, karena memang kita sering banget ketemu bermacem-macem orang yang mau buka rekening. Jadi palingan kalo kita curiga itu ya, kita tahan dulu gitu ATM nya ga kita kasihin sambil mengecek alamatnya bener atau ga. Biasanya tuh kita liat dari nomor KTP aja, kan ada bedanya itu nomor KTP cowok sama cewek. Nah kalo ternyata yang buka cowok dan nomor KTP nya nomor cewek, ya kita

Page 111: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

95

tahan buku rekening sama ATM, jadi ga bisa dipake buat nampung hasil kejahatan gitu.

Nah kalau setauku di bank BRI itu malah mereka udah punya data dari dukcapil dan scanner E-KTP, jadi bisa tau mana KTP palsu atau ga. Kalau di Bank BCa itu mereka pasti minta alamat sama nomor telepon yang fixed. Maksudnya itu nomor telepon yang kabel baik di rumah atau kantor. Mereka juga ga mau buka rekening yang ga sesuai dengan wilayah tempat tinggalnya. Misalnya ni, alamat di Jakarta Pusat kok bukanya di Depok? Nah itu mereka biasanya memepersulit mas. Tapi ya itu tadi, kalau buat kami sih orang buka rekening pasti ya diterima-terima aja ya mas. Karena memang dari segi bisnis yang kaya gitu tu ga merugikan kita. Pengecekan hanya sebatas kebijakan perusahaan sebagai komitmen moral perusahaan aja. (wawancara, 15 April 2016)

Selain di bank, keberadaan penjaga yang bertugas mengawasi dan

mencegah kejahatan juga dimiliki oleh vendor yang menjalankan bisnis

dalam jual-beli online. Beberapa vendor yang bisnisnya berkaitan dengan

jual-beli online melakukan tahap verifikasi identitas penjual yang akan

berdagang dalam portal jual-belinya. Proses verifikasi tersebut dilakukan

dengan cara mengecek kebenaran alamat email dan identitas calon penjual.

Selain itu, vendor tersebut juga melakukan pengawasan dalam proses jual-

beli antara calon pembeli dan penjual. Beberapa vendor sementara

menyimpan uang calon pembeli dan tidak mengirimkannya ke penjual

sampai mendapat konfirmasi bahwa barang telah sampai kepada pembeli.

Proses tersebut memberikan ruang bagi vendor untuk melakukan

pengawasan terhadap keamanan transaksi antara penjual dan pembeli.

Fakta tersebut didapatkan dari hasil observasi dan juga wawancara

terhadap Ekkyta Haryakesuma, SE yang mengatakan bahwa:

Kalau pengalamanku sih cocok banget sama kerjaanku sekarang. Jadi gini, dulu kan aku pernah juga mau buka akun di Tokopedia, itu tu aku harus daftar dulu dan isi identitas macem-macem. Dan ga langsung diterima saat itu juga mas. Prosesnya lama juga itu, waktu itu ada semingguan lebih. Nah setelah sekarang aku pindah di bagian e-

Page 112: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

96

commerce aku jadi paham kalo mereka tuh bener-bener aware sama keamanan transaksi. Karena ada ya fungsi mereka sendiri yang tugasnya mencatet komplain atau refund dari transaksi mereka. Semakin banyak refund maka semakin jelek performa kerja mereka. Jadi ya otomatis mereka memperketat proses verifikasi pembukaan akun mereka. Nah kalo yang aku lihat ni sekarang jarang deh vendor jual-beli gitu dipake buat media penipuan, karena memang ketat sistemnya. Beda cerita sama vendor sosial media sama vendor iklan baris. Soalnya mereka ga ada urusannya sama bisnis jual-beli, yang penting mereka banyak pengunjungnya dan mereka bisa masang tempat buat iklan. Nah dari situ mereka dapat duitnya. Contohnya nih kaya facebook sama Toko bagus. Makanya banyak kan mas penipuan jual-beli yang pake situs itu. Oiya, di instagram banyak juga itu. (wawancara, 15 April 2016)

d. Media elektronik

Secara keseluruhan, berdasarkan data sekunder rekapan laporan

polisi yang dikumpulkan oleh peneliti dan hasil wawancara terhadap

informan, kejahatan penipuan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok

berdasarkan media elektronik yang digunakan untuk melakukan kejahatan:

(1) menggunakan internet, (2) menggunakan telepon, (3) kombinasi antara

telepon dan internet.

Modus kejahatan menjual barang, agen travel palsu, dan

menawarkan pekerjaan menggunakan sarana internet untuk melaksanakan

aksinya. Modus kejahatan lain seperti SMS pelunasan pembayaran,

berpura-pura sebagai polisi, menawarkan dana pensiun, mengaku saudara

kecelakaan, mengaku sebagai saudara / teman, dan mengaku sebagai

atasan menggunakan sarana telepon dalam melakukan aksinya. Dan

modus kejahatan lainnya seperti undian berhadiah dan agen pulsa palsu

menggunakan kombinasi dua media elektronik baik internet maupun

telepon. Peneliti mengelompokkan modus kejahatan berdasarkan media

yang digunakan karena dalam perspektif situational crime prevention media

Page 113: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

97

melakukan kejahatan akan menentukan perbedaan cara pencegahan

kejahatan. Gambaran pembagian modus kejahatan berdasarkan sarana

yang digunakan lebih lanjut dijelaskan dalam gambar berikut:

Gambar 4.8 Pengelompokan Modus Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Berdasarkan Sarana yang Digunakan

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Pada tahun 2013, dari total keseluruhan jumlah kejahatan penipuan

melalui media elektronik tercatat sebanyak 55 % kejahatan menggunakan

internet sebagai media melakukan kejahatan. Berikutnya sebanyak 29%

kejahatan tersebut dilakukan menggunakan telepon dan sisanya yaitu

sebesar 16 % menggunakan kombinasi kedua media baik internet dan

telepon dalam melakukan kejahatan penipuan melalui media elektronik.

Pada tahun 2014, dari total keseluruhan jumlah kejahatan penipuan melalui

media elektronik, penggunaan internet oleh pelaku kejahatan meningkat

porsinya yaitu sebanyak 65 % dari total kejahatan penipuan yang terjadi.

Page 114: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

98

Sisanya sebanyak 28% pelaku menggunakan telepon dan sebanyak 9 %

kejahatan penipuan melalui media elektronik menggunakan kombinasi

kedua media tersebut. Pada tahun 2015, dari keseluruhan jumlah kejahatan

penipuan melalui media elektronik, 55 % nya masih menggunakan internet

sebagai sarana melakukan kejahatan. Sebanyak 37 % lainnya

menggunakan telepon dalam melakukan kejahatan dan sisa 9 % nya

menggunakan kombinasi antara kedua media tersebut. Ilustrasi tersebut

dapat dilihat dalam grafik berikut ini:

Gambar 4.9 Grafik Penetrasi Penggunaan Internet dan Telepon Sebagai Media Melakukan Kejahatan Penipuan

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

4.1.2.3 Modus-Modus Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Agar kejahatan penipuan dapat berhasil dilaksanakan, maka tipu

muslihat yang digunakan pelaku harus benar-benar dipercaya oleh korban

sehingga korban dengan sukarela menyerahkan harta atau benda miliknya.

Begitu juga dengan kejahatan penipuan melalui media elektronik, pelaku

Page 115: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

99

melakukan aksinya dengan berbagai modus dengan harapan salah satu

modus tersebut dapat dipercaya oleh korban. Berdasarkan data sekunder yang

diperoleh dan hasil wawancara dengan beberapa informan dalam penelitian,

diperoleh data bahwa terdapat 11 (sebelas) modus kejahatan penipuan melalui

media elektronik yang terjadi di Polres Metro Jakarta Pusat. Modus kejahatan

tersebut antara lain: (a) menjual barang, (b) agen pulsa palsu, (c) agen travel

palsu, (d) menawarkan pekerjaan, (e) SMS pelunasan pembayaran,

(f)mengaku teman atau saudara, (g) mengaku atasan, (h) menawarkan dana

pensiun, (i) mengaku polisi, (j) berpura-pura keluarga kecelakaan, (k) undian

berhadiah.

Tabel 4.3 Jumlah Modus Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Tahun 2013-2014

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Page 116: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

100

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa jumlah kejahatan sesuai dengan

modusnya bervariasi dari tahun ke tahun, ada yang mengalami peningkatan

juga ada yang mengalami penurunan. Tren modus kejahatan penipuan melalui

media elektronik juga berbeda setiap waktunya.

a. Menjual barang

Modus kejahatan ini dilaksanakan pelaku dengan cara berpura-

pura sebagai penjual di portal jual-beli di internet. Situs internet yang

digunakan pelaku diantara Facebook, Toko Bagus, KasKus, dan beberapa

blog jual-beli palsu yang dikelola oleh pelaku. Pelaku biasanya menjual

barang dengan harga yang jauh dibawah harga pasaran supaya korban

tertarik. Barang-barang yang ditampilkan dalam website biasanya adalah

barang-barang elektronik yang sedang digandrungi seperti telepon

genggam dan kamera. Pelaku cukup mengiklankan barang fiktifnya di

internet kemudian korban akan dengan sendirinya menghubungi pelaku

untuk menanyakan barang tersebut. Setelah korban merasa percaya maka

terjadilan perpindahan uang antara korban kepada pelaku melalui sebuah

rekening bank. Rekening bank yang digunakan untuk melakukan kejahatan

biasanya bukan atas nama pelaku.

Hal tersebut selaras dengan hasil analisa terhadap data sekunder

berupa laporan polisi dan hasil wawancara terhadap korban kejahatan

penipuan melalui media elektronik bermodus menjual barang. Korban

DRG. ELOK AULIYAH FITRI, SKG (wawancara, 11 April 2016)

mengatakan:

Respon saya ketika beromunikasi dengan pelaku awalnya biasa saja karena beranggapan pelaku menawarkan barang sama seperti penjual barang seperti biasanya, ramah dan meyakinkan. Setelah setuju dengan harga yang disepakati, saya kemudian mentransfer

Page 117: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

101

uang ke rekening yang disepakati. Namun setelah beberapa hari barang tidak kunjung datang dan pelaku tidak bisa dihubungi.

Dari hasil wawancara di atas diketahui bahwa korban merasa

percaya karena pelaku bersikap ramah layaknya penjual pada umumnya

serta pelaku menyediakan barang yang diminati oleh korban. Korban tidak

merasa curiga dan baru sadar tertipu setelah beberapa hari barang yang

dipesan tidak kunjung datang nomor kontak pelaku sudah tidak bisa

dihubungi kembali.

Jika melihat karakteristik korban kejahatan, maka setiap orang

tanpa melihat status dan tingkat pendidikan dapat menjadi korban dengan

modus menjual barang ini. Buktinya informan yang merupakan dokter gigi

juga dapat menjadi korban kejahatan penipuan ini. Hal ini senada dengan

yang dikatakan oleh Bripka Ranches Manurung (wawancara, 4 April 2016)

yang mengatakan:

Korban yang pelakunya berpura-pura menjadi penjual barang biasanya orang yang mau barang lebih murah dan tidak mau repot ke toko. Korban tergiur dengan harga barang yang murah jauh di bawah harga pasaran. Umur, pendidikan dan status sosial korban kejahatan ini biasanya beragam dan tidak dapat dijadikan patokan.

Modus kejahatan yang hampir tidak ada bedanya dengan transaksi

jual-beli barang pada umumnya ini menyebabkan modus kejahatan ini

mengalami peningkatan kuantitas. Jumlah kejahatan penipuan melalui

media elektronik mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2013 ke

tahun 2014. Pada tahun 2013 kejahatan penipuan elektronik dengan

modus ini hanya berjumlah 77 kasus dan jumlahnya meningkat menjadi

sebanyak 146 kasus di tahun 2014. Pada tahun 2015 jumlah kejahatan

penipuan dengan modus ini tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya

Page 118: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

102

yaitu sebanyak 143 kasus. Peningkatan jumlah kejahatan tersebut lebih

lanjut digambarkan dalam grafik jumlah kejahatan penipuan melalui media

elektronik dengan modus menjual barang berikut ini:

Gambar 4.10 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Menjual Barang

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

b. Agen pulsa palsu

Modus kejahatan ini dilaksanakan pelaku dengan cara berpura-

pura sebagai distibutor pulsa di sebuah situs internet yang sengaja

dibuatnya. Di dalam halaman situs tersebut pelaku mencantumkan

persyaratan menjadi agen pulsa serta menawarkan beberapa paket

penjualan pulsa. Terkadang untuk lebih menjaring banyak korban, pelaku

sengaja mengirimkan SMS secara acak kepada nomor-nomor calon

korban. Masyarakat yang tertarik dengan bisnis pulsa tersebut kemudian

berkomunikasi dengan pelaku dan setelah terjadi kesepakatan korban

mentransfer sejumlah uang kepada pelaku. Setelah beberapa hari barulah

Page 119: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

103

korban sadar karena korban tidak bisa menjalankan bisnis sebagai agen

pulsa.

Fakta tersebut didapatkan dari hasil analisa terhadap laporan polisi

yang tercatat pada Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan dikuatkan

oleh hasil wawancara Bripka Ranches Manurung (wawancara, 4 April

2016) yang mengatakan bahwa:

Pada modus berpura-pura sebagai distributor pulsa ini, pelaku memanfaatkan keinginan masyarakat untuk mencari penghasilan tambahan dengan cara berbisnis pulsa. Caranya, pelaku menyebarkan SMS yang isinya menawarkan paket penjualan pulsa dengan harga murah. Di dalam SMS tersebut juga mencantumkan alamat situs yang sudah dengan sengaja dipersiapkan oleh pelaku. Kalau tertarik ini komandan, maka korban akan berhubungan dengan pelaku dan terjadilah transfer uang. Korban biasanya baru sadar kalau dirinya tertipu setelah paket pulsa tidak diterima dan pelaku sudah tidak bisa dihubungi kembali.

Gambar 4.11 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Agen Pulsa

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Page 120: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

104

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa jumlah kejahatan penipuan

dengan modus sebagai agen pulsa ini tidak mengalami perubahan dari

tahun ke tahun. Dari segi kuantitas, kejahatan ini juga tidak banyak

dilaporkan masyarakat yaitu hanya sebanyak 3 kasus baik di tahun 2013,

2014 atau 2015.

c. Agen travel palsu

Modus kejahatan ini dilaksanakan pelaku dengan cara berpura-

pura sebagai agen travel palsu di sebuah situs internet yang sengaja

dibuatnya. Sebagai sebuah agen travel yang palsu, pelaku melengkapi

situsnya dengan beragam tiket perjalanan fiktif yang lengkap mulai dari

tiket kereta sampai tiket pesawat. Dalam situsnya, pelaku mencantumkan

harga yang murah di bawah harga pasaran sehingga calon korban tertarik

untuk membeli. Setelah tertarik, calon korban pun berhubungan dengan

pelaku menggunakan nomor kontak yang disediakan oleh pelaku di

halaman situs. Setelah terjadi kesepakatan korban mentransfer sejumlah

uang kepada pelaku melalui rekening bank. Korban baru sadar bahwa

dirinya menjadi korban penipuan setelah beberapa hari karena kode

booking tiket tidak kunjung diterima oleh korban. Beberapa korban sadar

bahwa dirinya telah ditipu bahkan saat korban telah berada di stasiun atau

bandara.

Fakta tersebut didapatkan dari hasil analisa terhadap laporan polisi

yang tercatat pada Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan dikuatkan

oleh hasil wawancara Bripka Ranches Manurung (wawancara, 4 April

2016) yang mengatakan bahwa:

Pelaku yang menggunakan modus agen travel palsu ini biasanya menyiapkan sebuah situs palsu yang isinya menyatakan bahwa

Page 121: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

105

pelaku adalah sebuah agen travel yang menjual berbagai tiket perjalanan. Cirinya adalah pelaku sengaja memberikan harga tiket yang sangat murah di bawah harga pasaran dengan alasan sedang ada promo. Korban biasanya percaya dan tertarik atas penawaran tersebut dan akhirnya setuju untuk melakukan pembelian dan transfer sejumlah uang ke rekening yang disiapkan oleh pelaku. Korban baru sadar kalau dirinya tertipu ketika kode booking tidak kunjung diterima. Beberapa korban bahkan baru sadar tertipu saat di bandara/ stasiun korban tidak bisa masuk karena kode booking tersebut dinyatakan tidak terdaftar.

Pada tahun 2013 terdapat 10 kasus kejahatan penipuan dengan

modus agen travel palsu ini, namun jumlahnya meningkat pada tahun 2014

yaitu sebanyak 15 kasus kejahatan. Jumlah tersebut kemudian kembali

mengalami peurunan di tahun 2015 yaitu sebanyak 10 kasus kejahatan.

Gambar 4.12 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Agen Travel

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

d. Menawarkan pekerjaan

Pada modus kejahatan ini, pelaku menguhubungi korbannya

dengan cara mengirim email yang berisi tawaran lowongan pekerjaan dari

Page 122: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

106

perusahaan-perusahaan ternama di Indonesia atau luar negeri. Di dalam

email tersebut terdapat kontak dari seseorang yang berperan sebagai

panitia seleksi pelamar kerja dan juga di sediakan alamat halaman situs

penerimaan yang palsu. Tentunya pelaku sudah menyiapkan halaman

situs palsu sebelumnya. Setelah adanya kontak dengan pelaku, para

pelamar diarahkan untuk memesan tiket dan akomodasi pada salah satu

jasa travel dengan iming-iming uang pelamar akan diganti perusahaan

setelah tes selesai. Jika pelamar percaya dengan tipu muslihat pelaku,

pelamar kemudian menghubungi agen travel palsu tersebut dan

pelamar diarahkan untuk mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening

pribadi bukan atas nama perusahaan. Jika pelamar mentransfer, maka

pelamar tersebut telah menjadi korban penipuan karena tiket,

akomodasi,dan pekerjaan yang dimaksud tidak pernah ada.

Fakta tersebut didapatkan dari hasil analisa terhadap laporan polisi

yang tercatat pada Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan dikuatkan

oleh hasil wawancara terhadap Kanit Krimsus IPTU Tika Pusvita

(wawancara, 4 April 2016) yang mengatakan bahwa:

Pada modus ini pelaku menguhubungi korbannya dengan cara mengirim email yang berisi tawaran lowongan pekerjaan, didalemnya ada kontak dari seseorang yang berperan sebagai panitia seleksi. Ga cuman itu, ada juga alamat situs yang sudah disiapkan pelaku untuk melengkapi aksinya. Setelah ada kontak dengan pelaku, para pelamar diarahkan untuk memesan tiket dan akomodasi pada salah satu jasa travel dengan iming-iming uang pelamar akan diganti perusahaan setelah tes selesai. Kalau percaya, korban kemudian menghubungi agen travel palsu tersebut dan diarahkan untuk mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening pribadi bukan atas nama perusahaan. Kalau pelamar mentransfer, maka pelamar itu sudah menjadi korban penipuan karena tiket, akomodasi,dan pekerjaan yang dimaksud tidak pernah ada.

Page 123: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

107

Kejahatan penipuan menggunakan modus ini mempunyai kuantitas

yang cenderung sama di setiap tahunnya. Pada tahun 2013 di Jakarta

Pusat jumlah kejahatan ini tercatat terjadi sebanyak 13 kasus, sedangkan

pada tahun berikutnya terjadi sebanyak 12 kasus kejahatan. Begitu juga

pada tahun 2015, tercatat sebanyak 12 kasus kejahatan penipuan

menggunakan modus menawarkan pekerjaan.

Gambar 4.13 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Menawarkan Pekerjaan

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

e. SMS pelunasan pembayaran

Pelaku kejahatan penipuan dengan modus ini memanfaatkan

kelengahan korban dan ketidakcermatan korban. Pelaku secara acak

mengirimkan SMS yang berisi instruksi untuk mengirimkan sejumlah uang

kepada nomor rekening tertentu. Contoh bunyi kata-kata dalam SMS

pelunasan pembayaran palsu tersebut adalah "Transfernya ke rekening ini

Page 124: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

108

aja, bank BTN:0017301500155679 A/N:KANIA WIJAYANTI kode bank

200". Jika kondisi yang dialami korban hampir sama dengan kata-kata

yang ditulis pelaku dalam SMS nya, korban akan menganggap SMS itu

dari rekanannya sehingga kemudian korban mentransfer sejumlah uang

kepada pelaku. Korban baru sadar beberapa saat setelah mengetahui

bahwa pihak yang ditransfernya adalah bukan rekanannya melainkan

penipu.

Fakta tersebut di dapatkan dari hasil analisa terhadap laporan

polisi yang tercatat pada Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan

dikuatkan oleh hasil wawancara Bripka Ranches Manurung (wawancara, 4

April 2016) yang mengatakan bahwa:

Pelaku kejahatan dalam modus pelunasan pembayaran palsu ini memanfaatkan kelengahan korban. Korban biasanya adalah kalangan pedagang, atau orang yang sering bertransaksi menggunakan sarana transfer untuk pembayarannya. Pelaku ngacak menyebarkan SMS yang isinya menginformasikan alamat rekening untuk pembayaran transaksi. Tujuannya buat mengecoh korban. Korban yang lengah dan mengira SMS itu dari temennya/ kenalannya akan segera transfer. Korban biasanya baru merasa tertipu waktu tahu kalau nomor rekening tersebut bukan merupakan nomor temannya.

Gambar 4.14 Contoh SMS Penulasan Pembayaran Palsu yang Dikirim oleh Pelaku Kejahatan

Sumber : Observasi peneliti

Page 125: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

109

Kejahatan modus ini menjadi tren dan banyak menimbulkan korban

pada tahun 2014 terbukti dengan tercatat sebanyak 18 kasus kejahatan

penipuan yang terjadi di Jakarta Pusat. Pada tahun sebelumnya yaitu

tahun 2013, kejahatan penipuan dengan modus seperti ini belum banyak

terjadi dan hanya tercatat sebanyak 2 kasus kejahatan. Data ini

menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2013

ke tahun 2014. Jumlah kejahatan tersebut kembali kemudian turun menjadi

9 kasus pada tahun 2015.

Gambar 4.15 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus SMS Pelunasan Pembayaran

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

f. Mengaku teman atau saudara

Modus kejahatan ini sangat membutuhkan keahlian pelaku dalam

berbicara dan membangun hubungan yang terkesan familiar dengan

korban. Awalnya pelaku menelfon calon korbannya dengan sapaan yang

Page 126: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

110

ramah seolah-olah teman lama atau saudara jauh. Pelaku tidak

menyebutkan namanya secara langsung, tapi menginstruksikan kepada

korban untuk menebak siapa sosok yang dikenal oleh korban. Jika korban

menyebut salah satu nama yang dikenalnya, maka sejak saat itulah pelaku

mulai melaksanakan penetrasinya dengan agresif. Pelaku memposisikan

dirinya seolah-olah dia adalah orang yang namanya disebutkan oleh

korban.

Pelaku yang menggunakan modus ini tidak memberikan ruang

kepada korban untuk bertanya lebih jauh tentang kabar atau identitas

pelaku lebih jauh. Pelaku dengan segera memberikan pertanyaan kepada

korban tentang hal-hal pribadinya secara bertubi-tubi. Setelah itu, pelaku

dengan segera bercerita tentang keadaan sedihnya bahwa dia sedang

membutuhkan biaya untuk pengobatan, pindahan rumah, mencari

pekerjaan, atau untuk membayar hutang. Pelaku juga terkadang

menawarkan korban untuk membeli barang yang dimilikinya dengan harga

murah. Dengan memanfaatkan rasa iba dan rasa percaya korban, maka

pelaku segera meminta korban untuk mentransfer uang ke rekening yang

telah disiapkan. Korban baru sadar bahwa dirinya menjadi korban

penipuan ketika menghubungi orang yang sebenarnya dikenal.

Fakta tersebut peneliti dapatkan dari hasil analisa terhadap laporan

polisi yang tercatat pada Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan

dikuatkan oleh hasil wawancara terhadap korban penipuan bernama

Tikwan (wawancara, 11 April 2016) yang mengatakan bahwa:

Kejadian awalnya saya ditelpon seseorang dan mengaku sebagai teman saya yang bekerja sebagai polisi. Setelah itu saya diarahkan untuk mengingat dan menyebutkan nama teman saya yang bekerja sebagai polisi. Saya kira dia benar teman saya, makanya saya coba

Page 127: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

111

tebak aja, daripada dikira sombong pak. Kemudian saat saya sebut aja nama teman saya yang bekerja sebagai polisi. Nah pelaku langsung aja bilang "nah iya betul". Pelaku lalu menawarkan mobil CVR tahun 2015 dengan harga Rp. 150.000.000.- namun orang tersebut kemudian meminta uang muka terlebih dahulu sebesar Rp. 20.000.000. Katanya barang lelangan gitu pak mobilnya. Pelaku bilang kalau mobil akan dikirimkan kerumah dan sisanya pembayaran. Karena tertarik dan saya kenal dengan orang tersebut maka saya mengirimkan uang muka tapi sampai sekarang mobil tersebut tidak kunjung dikirim. Akhirnya saya telfon lagi tapi nomornya ga aktif. Saya coba cari nomornya dari temen-temen ternyata teman saya yang polisi tidak pernah menghubungi dan tidak pernah menawarkan mobil kepada saya.

Dari hasil wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa terdapat

sebuah proses pencurian identitas yang dilakukan oleh pelaku. Pelaku

mencoba mengetahui informasi tentang korban dengan pertanyaan yang

mendorong korban menyebutkan salah satu nama temannya. Pada proses

ini, korban juga turut berkontribusi dalam selesainya kejahatan penipuan.

Pengetahuan korban akan modus kejahatan penipuan sebelumnya akan

berpengaruh kepada respon korban terhadap perkataan pelaku.

Modus kejahatan penipuan yang mengaku sebagai teman ini

masih menjadi tren di tahun 2015. Dalam tiga tahun terakhir, modus

kejahatan ini masih belum menunjukkan adanya penurunan secara

kuantitas. Jumlah kejahatan penipuan dengan menggunakan modus ini

selalu meningkat dari tahun ke tahun dengan jumlah yang cukup signifikan.

Pada tahun 2013 di Jakarta Pusat tercatat terjadi 20 kasus penipuan

dengan modus ini dan jumlahnya kembali meningkat pada tahun 2014

yaitu sebanyak 39 kasus. Peningkatan ini pun masih terjadi di tahun

berikutnya yaitu sebanyak 55 kasus kejahatan.

Untuk lebih jelasnya peneliti akan menggambarkan kenaikan

tersebut ke dalam grafik berikut:

Page 128: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

112

Gambar 4.16 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Mengaku Teman / Saudara

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

g. Mengaku atasan

Dalam modus kejahatan ini, calon korban telah diketahui

identitasnya sebelumnya oleh pelaku melalui data-data perusahaan.

Dengan adanya aturan keterbukaan informasi publik, data tersebut dapat

diambil dari situs internet atau sarana humas lainnya yang mencantumkan

nomor kontak pejabat perusahaan. Berbeda dengan sosok teman atau

saudara yang ramah, pelaku yang menggunakan modus berperan sebagai

atasan ini bersikap tegas, galak, dan memerintah kepada korban. Pelaku

juga tidak banyak berbicara yang tidak perlu serta tidak memberikan ruang

kepada korban untuk bertanya kepada pelaku. Pelaku hanya

memerintahkan untuk mentrasfer uang untuk kepentingan dinas ke nomor

rekening yang telah disiapkan. Biasanya korban dari modus kejahatan ini

adalah orang yang mempunyai jabatan di sebuah perusahaan atau kantor

pemerintahan.

Page 129: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

113

Fakta tersebut peneliti dapatkan dari hasil analisa terhadap laporan

polisi yang tercatat pada Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan

dikuatkan oleh hasil wawancara Bripka Ranches Manurung yang

mengatakan bahwa:

Pelaku dengan modus berpura-pura sebagai atasan bernada galak, tegas, dan berwibawa. Pelaku dengan modus ini sedikit berbeda dengan modus kejahatan lainnya karena di modus lain pelaku bersikap ramah dengan korbannya. Pelaku secara cepat dan tidak memberikan kesempatan berfikir kepada korban, meminta sejumlah uang dengan alasan untuk keperluan dinas. Pada modus ini korban tidak berkontribusi kepada pencurian informasi yang dilakukan pelaku. Pelaku biasanya mendapatkan kontak korban dari dokumen-dokumen kantor atau produk lainnya sebagai akibat dari keterbukaan informasi kepada publik. Kalau berdasarkan pengamatan saya, pelaku sudah benar-benar menguasai iklim kerja dari korban sehingga bisa lancar berbicara dengan korban. (wawancara, 4 April 2016)

Gambar 4.17 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Mengaku Atasan

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Page 130: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

114

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa kejahatan penipuan dengan

modus ini sudah ada pada tahun 2013 yaitu sebanyak 4 kasus. Pada tahun

berikutnya jumlah kejahatan tersebut masih sama yaitu sebanyak 4 kasus

kejahatan. Namun peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2015

dimana tercatat sebanyak 14 kasus kejahatan penipuan dengan modus

mengaku sebagai atasan.

h. Menawarkan dana pensiun

Sasaran modus kejahatan ini biasanya adalah orang-orang yang

sudah berhenti bekerja. Pelaku secara aktif menelfon korban kejahatan

kemudian dengan gaya bahasa yang ramah menanyakan kegiatan korban

saat ini. Begitu korban menyebutkan bahwa yang bersangkutan sudah

tidak bekerja, pelaku kemudian menanyakan informasi-informasi terkait

tempat bekerja korban sebelumnya. Pada proses komunikasi ini korban

tidak sadar bahwa sebenarnya pelaku sedang mengambil informasi terkait

diri korban untuk tujuan memperlancar aksi penipuan yang akan dilakukan.

Pelaku menawarkan kepada korban sejumlah tambahan dana pensiun

yang bisa iambil jika korban menyerahkan sejumlah uang sebagai biaya

administrasi. Begitu korban setuju untuk mengirimkan sejumlah uang maka

pelaku segera memandu korban untuk mengirimkan uang ke rekening

yang telah disiapkan.

Fakta tersebut peneliti dapatkan dari hasil analisa terhadap laporan

polisi yang tercatat pada Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan

dikuatkan oleh hasil wawancara terhadap Kanit Krimsus Polres Metro

Jakpus IPTU Tika Pusvita, SH (wawancara, 4 April 2016) yang

mengatakan bahwa:

Page 131: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

115

Pelaku yang menggunakan modus kejahatan ini secara aktif menelfon korban kejahatan kemudian dengan gaya bahasa yang ramah menanyakan kegiatan korban saat ini. Proses ini juga merupakan salah satu cara mengambil informasi dari korban sehingga pelaku dapat menggunakannya sebagai bahan untuk menciptakan cover story. Begitu korban menyebutkan bahwa yang bersangkutan sudah tidak bekerja, pelaku kemudian menanyakan informasi-informasi terkait tempat bekerja korban sebelumnya. Pelaku kemudian menawarkan kepada korban sejumlah tambahan dana pensiun yang bisa diambil jika korban menyerahkan sejumlah uang sebagai biaya administrasi. Begitu korban setuju untuk mengirimkan sejumlah uang maka pelaku segera memandu korban untuk mengirimkan uang ke rekening yang telah disiapkan.

Berikut ini adalah grafik perkembangan jumlah kejahatan penipuan

melalui media elektronik dari tahun 2013-2015.

Gambar 4.18 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Menawarkan Dana Pensiun

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa modus kejahatan

penipuan ini jumlah tidak banyak jika dibandingkan dengan modus

kejahatan penipuan lainnya namun. Pada tahun 2013 tercatat di Jakarta

Pusat terjadi sebanyak 3 kasus kejahatan dan pada tahun berikutnya turun

menjadi sebanyak 1 kasus kejahatan penipuan yang terjadi. Modus

Page 132: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

116

kejahatan tersebut kembali meningkat secara kuantitas pada tahun 2015

yaitu sebanyak 3 kasus kejahatan penipuan.

i. Mengaku polisi

Pelaku yang menggunakan modus kejahatan ini masih

menggunakan keahliannya dalam berkomunikasi. Kali ini pelaku berbicara

dengan nada seorang polisi arogan yang seolah-olah sedang menangkap

keluarganya. Pertama kali pelaku menanyakan siapa saja anggota

keluarga yang ada di rumah dan yang tidak ada di rumah. Ini merupakan

langkah awal pelaku untuk mengidentifikasi informasi yang ada di sekitar

korban. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang belum ada maka

pelaku segera mengatakan kalau pelaku, yang saat itu berperan sebagai

polisi, telah menangkap anggota keluarga tersebut karena tersangkut

kasus narkoba. Pelaku terkadang melengkapi aksinya dengan

memperdengarkan suara anak yang menangis untuk membuat korban

yakin.

Apabila korban bereaksi dengan panik maka pelaku segera

melaksanakan langkah berikutnya yaitu mengancam akan memenjarakan

keluarga korban. Namun pelaku kemudian menawarkan kasus tersebut

tidak akan diproses secara hukum apabila korban bersedia mengirimkan

sejumlah uang sebagai gantinya. Pada tahap ini pelaku secara intens

menekan korban untuk segera melakukan transfer ke rekening tertentu

tanpa memberikan ruang korban untuk berfikir. Pelaku tidak memberikan

ruang kepada korban untuk berfikir rasional dengan secara terus-menerus

mengancam akan memproses keluarga korban. Apabila korban dapat

berfikir rasional dan mengecek kebenaran informasi tersebut kepada

Page 133: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

117

keluarga yang bersangkutan, maka penipuan ini dapat digagalkan, namun

apabila korban tidak mengecek ke anggota keluarga tersebut maka

kejahatan penipuan tersebut akan terlaksana secara lengkap. Korban

kemudian mengikuti perintah pelaku untuk mentransfer sejumlah uang ke

rekening pelaku. Korban baru sadar bahwa dia tertipu setelah mendapat

kabar dari anggota keluarga yang dimaksud bahwa tidak ada kejadian

penangkapan tersebut.

Fakta tersebut didapatkan peneliti dari hasil analisa terhadap data

sekunder rekap laporan polisi di Sat Reskrim serta dari hasil wawancara

dengan anggota Sat Reskrim. Selain itu fakta tersebut didapatkan dari hasil

wawancara terhadap Kasat Binmas Polres Metro Jakpus AKBP Yulia

Hutasuhut, SH yang juga pernah mengalami kejadian yang serupa. Kasat

Binmas mengatakan bahwa:

Saya juga ingin berbagi pengalaman tentang kejahatan penipuan ini. Kejadian dialami oleh saya sendiri saat berada di rumah. Saat itu ibu saya ditelpon oleh seseorang yang mengaku sebagai polisi dan memberitahukan kalau anak saya ditangkap karena kepemilikan narkoba. Orang tua saya awalnya ditelepon pelaku kemudian pelaku menanyakan untuk menyebutkan siapa saja anggota keluarga di rumah dan siapa yang tidak ada. Begitu orang tua saya menyebutkan bahwa anak saya tidak ada di rumah maka pelaku langsung menyebutkan kalau anak saya ditangkap polisi karena terlibat narkoba. Orang tua saya sudah panik dan takut kalau cucunya ditangkap polisi. Setelah itu pelaku menawarkan kepada orang tua saya untuk mengirimkan sejumlah uang sebagai ganti anak saya supaya dilepaskan dan tidak dipenjara. Beruntung saat itu saya sudah pulang kerja dan orang tua saya segera menyerahkan telepon itu ke saya. Karena saya seorang polisi dan mengetahui modus kejahatan itu maka saya segera mengecek ke nomor HP anak saya dan ternyata hal itu bohong. Saya kemudian memberitahukan kepada pelaku bahwa saya polisi dan mengatakan kalau anak saya baik-baik saja. Kemudian pelaku marah-marah dengan saya dan emosi, saya rasa pelaku kesal karena tidak dapat menipu saya. (wawancara, 5 April 2016)

Page 134: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

118

Kejahatan penipuan dengan modus mengaku polisi meningkat dari

tahun ke tahun. Pada tahun 2013 kejahatan dengan modus ini terjadi

sebanyak 8 kasus. Jumlahnya meningkat menjadi 10 kasus di tahun 2014

dan kembali meningkat pada tahun 2015 yaitu sebanyak 16 kasus

kejahatan penipuan. Untuk lebih jelasnya, peneliti akan

menggambarkannya ke dalam grafik berikut ini:

Gambar 4.19 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Mengaku Polisi

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

j. Berpura-pura keluarga kecelakaan

Pada modus ini, pelaku berperan sebagai orang yang menemukan

keluarga korban yang kecelakaan dan membawanya ke UGD (Unit Gawat

Darurat) rumah sakit. Tahap awal pelaku menghubungi korban masih sama

dengan modus sebelumnya, pelaku menanyakan siapa saja anggota

keluarga yang ada di rumah dan yang tidak ada di rumah untuk

mengidentifikasi informasi yang ada di sekitar korban. Apabila ada salah

satu anggota keluarga yang belum ada maka pelaku segera mengatakan

Page 135: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

119

kalau anggota keluarga tersebut mengalami kecelakaan dan sekarang

berada di UGD rumah sakit dan bersiap untuk operasi. Pelaku mengatakan

bahwa kondisi keluarga yang mengalami kecelakaan sangat kritis dan

membutuhkan tindakan operasi segera. Namun untuk melakukan tindakan

operasi dibutuhkan biaya awal sehingga operasi dapat segera

dilaksanakan.

Dalam melaksanakan aksinya, pelaku bekerjasama dengan

rekannya yang berperan seolah-olah sebagai dokter di rumah sakit.

Apabila korban panik dan percaya langkah selanjutnya pelaku akan

memandu korban untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening pelaku.

Untuk menghilangkan rasionalitas korban, pelaku dengan sengaja tidak

memberikan korban kesempatan untuk berfikir dengan cara terus-menerus

menanyakan apakah operasi perlu dilakukan. Pelaku terus-menerus

menekankan bahwa kondisi keluarga yang mengalami kecelakaan sangat

kritis dan apabila tidak dilakukan operasi maka nyawa orang tersebut tidak

akan tertolong.

Skema kejahatan ini akan gagal apabila korban dapat

menghubungi anggota keluarga yang dimaksud dan mengkonfirmasi

kebenaran informasi tersebut. Namun apabila langkah konfirmasi tersebut

tidak dapat atau tidak dilakukan oleh korban maka korban akan mengikuti

instruksi pelaku untuk mentransfer sejumlah uang kepada pelaku. Korban

baru sadar bahwa dirinya tertipu setelah dapat mengkonfirmasi kepada

anggota keluarga yang bersangkutan bahwa tidak ada kejadian kecelakaan

yang dimaksud sebelumnya.

Page 136: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

120

Fakta tersebut didapatkan dari hasil analisa terhadap data

sekunder yaitu rekap laporan polisi dan hasil wawancara terhadap Kanit

Krimsus IPTU Tika Pusvitasari, SH yang mengatakan bahwa:

Modus ini terjadi dengan cara pelaku menelepon korban dan mengaku bahwa telah terjadi kecelakaan yang melibatkan salah satu anggota keluarganya. Pelaku setelah itu biasanya menanyakan kepada korban siapa anggota keluarga yang tidak ada di rumah. Setelah disebutkan bahwa ada anggota keluarga yang tidak ada di rumah maka pelaku segera mengatakan bahwa dia mengalami kecelakaan. Pelaku terus meyakinkan korban bahwa keluarganya dalam kondisi yang sangat kritis dan memerlukan operasi segera, jika tidak maka nyawanya tidak akan tertolong. Dan syarat operasi harus ada jaminan berupa sejumlah uang. Pelaku juga menyiapkan pemeran pembantu yang berpura-pura sebagai dokter di ruah sakit. Pelaku modus ini terus menekan korban dan berbicara memburu-buru korban untuk mengambil segera keputusannya. Jika tidak maka tidak akan dilakukan operasi dan kemungkinan keluarga korban tidak akan selamat. Kekhawatiran itulah yang dijadikan senjata oleh pelaku. (wawancara, 4 April 2016)

Gambar 4.20 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik Modus Berpura-pura Keluarga Kecelakaan

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Page 137: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

121

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa kejahatan penipuan dengan

modus berpura-pura keluarga kecelakaan baru ada di tahun 2014 dimana

tercatat sebanyak 5 kasus yang terjadi. Pada tahun 2015 jumlahnya

meningkat tiga kali lipat menjadi sebanyak 15 kasus kejahatan. Dapat

terlihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terhadap jenis kejahatan

penipuan dengan modus ini.

k. Undian berhadiah

Modus undian berhadiah merupakan modus yang sudah lama

dilakukan oleh pelaku penipuan. Di masa yang lalu, modus undian

berhadiah dilakukan dengan langkah konvensional yaitu pelaku dengan

sengaja menjatuhkan kupon di jalan yang isinya adalah kupon pemenang

undian disertai nomor telepon pelaku yang mengaku sebagai panitia

undian berhadiah. Dewasa ini kejahatan penipuan dengan modus undian

berhadiah masih ada namun pelaksanaannya berkembang mneyesuaikan

dengan perkembangan teknologi yang ada.

Pelaku saat ini mencari korbannya dengan cara aktif menyebarkan

SMS undian berhadiah yang menyatakan bahwa korban memenangkan

seumlah uang hasil. Di dalam pesan singkat tersebut pelaku juga

mencantumkan kontak dari pelaku serta alamat situs yang sudah

dipersiapkan. Situs tersebut sengaja dipersiapkan oleh pelaku yang

menginformasikan bahwa korban merupakan pemenang dari undian. Di

dalam situs tersebut juga terdapat kontak pelaku yang mengaku sebagai

pejabat di perusahaan yang mengadakan undian.

Saat korban mulai membuka situs tersebut dan menghubungi

kontak pelaku yang ada di dalamnya, maka skema penipuan mulai terjadi.

Page 138: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

122

Pelaku menyatakan bahwa korban berhak atas hadiah sejumlah uang

namun sebagai syarat administrasi dan pajak korban harus mengirimkan

sejumlah uang terlebih dahulu. Setelah korban percaya dengan pelaku

maka korban diarahkan pelaku untuk mentrasfer sejumlah uang ke

rekening pelaku. Korban baru sadar bahwa dirinya tertipu setelah nomor

pelaku tidak bisa dihubungi lagi.

Gambar 4.21 Contoh SMS Undian Berhadiah Palsu yang Dikirim oleh Pelaku Kejahatan

Sumber : Observasi peneliti

Hal tersebut senada dengan pengalaman korban kejahatan

penipuan melalui media elektronik dengan modus undian berhadiah ERNI

PANCA WARDANI (wawancara,11 April 2016) yang mengatakan bahwa:

Awalnya pelaku menelepon ke nomor telkomsel saya 082111824821 dengan menggunakan nomor 081252872907 dan mengaku dari Karyawan Telkomsel dan mengatakan kepada saya bahwa “ SELAMAT ANDA MENDAPATKAN HADIAH SEBESAR 8 JUTA RUPIAH DAN PULSA SEBESAR 500 RIBU RUPIAH “ karena saya menggunakan nomor Telkomsel saya percaya kepada pelaku kemudian pelaku menyuruh saya untuk mengecek ke ATM BNI dengan alasan hadiah tersebut ditransfer lewat ATM BNI.... .....saya percaya akan kata – kata yang di ucapkan oleh pelaku meyakinkan kepada saya bahwa hadiah yang saya terima dalam

Page 139: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

123

bentuk uang akan ditansfer hari ini juga oleh pelaku sehingga saya mengikiuti kemauan pelaku untuk pergi ke mesin ATM, namun uang saya yang malah terkuras.

Dari hasil wawancara tersebut terlihat bagaimana pelaku

menelepon korban dan memeberitahukan bahwa korban mendapatkan

hadiah dari Telkomsel. Korban percaya karena korban juga menggunakan

provider dari Telkomsel. Selain itu pelaku melakukan bujuk rayunya

dengan mengatakan bahwa hadiah tersebut akan segera ditransfer ke

rekening korban sehingga korban percaya dengan kata-kata pelaku.

Gambar 4.22 Grafik Jumlah Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik Modus Undian Berhadiah

Sumber: Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, diolah peneliti.

Kejahatan penipuan melalui media elektronik dengan modus undian

berhadiah mempunyai kuantitas yang cukup banyak dan stabil setiap

tahunnya. Dari grafik di atas dapat terlihat jumlah kejahatan penipuan dengan

modus ini tidak mengalami penurunan yang berarti dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2013 terjadi sebanyak 24 kasus, tahun 2014 sebanyak 23 kasus, dan

Page 140: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

124

tahun 2015 sebanyak 24 kasus. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa tingkat

keberhasilan modus kejahatan tersebut dalam memikat korban masih sama.

4.2 Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Implementasi Strategi

Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Melalui Media Elektronik

di Polres Metro Jakarta Pusat

4.2.1 Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Media Elektronik

di Polres Metro Jakarta Pusat Saat Ini

Strategi dalam kerangka konsep manajemen strategik didefinisikan oleh

Wheelen dan Hunger (2012: 5) sebagai seperangkat keputusan dan aksi

manajemen yang menentukan tindakan organisasi dalam jangka panjang.

Proses ini terdiri dari empat elemen dasar yaitu (1) enviromental scanning, (2)

strategy formulation, (3) strategy implementation, dan (4) strategy evaluation.

Keempat langkah ini harus dilaksanakan dalam sebuah garis kontinum

sehingga pelaksanaan strategi tersebut dapat memberikan efektivitas dan

efisiensi kerja.

Menurut Wheelen dan Hunger (2012: 5) strategi pertama kali harus

dirumuskan dengan pertama kali melakukan pengidentifikasian terhadap

lingkungan organisasi. Proses identifikasi tersebut didapat dengan cara

memonitor, mengevaluasi, dan menyebarkan informasi dari lingkungan baik

internal maupun eksternal kepada orang-orang penting dalam organisasi.

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi faktor strategik baik internal dan

eksternal yang akan menetunkan masa depan organisasi. Cara paling

sederhana untuk melakukan identifikasi lingkungan ini adalah dengan

menggunakan analisis SWOT.

Page 141: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

125

Langkah selanjutnya setelah lingkungan teridentifikasi adalah

melakukan perumusan strategi (strategy formulation) yaitu dengan

mengembangan rencana jangka panjang untuk membuat sebuah tata kelola

manajemen yang efektif berdasarkan peluang dan ancaman dengan

mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan organisasi. Produk tahap ini

termasuk pada menentukan misi organisasi, menentukan target spesifik yang

dapat dicapai, menyusun strategi, dan menentukan panduan dalam pembuatan

kebijakan.

Langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan strategi (strategy

implementation) yaitu sebuah meletakkan strategi dan kebijakan dalam

serangkaian aksi melalui pengembangan program, anggaran dan prosedur.

Proses ini dapat melalui perubahan budaya, struktur, atau sistem manajerial

keseluruhan organisasi. Kecuali saat perubahan drastis keseluruhan organisasi

sangat dibutuhkan, maka implementasi strategi ini dilaksanakan oleh

komponen manajerial tingkat bawah dan menengah, namun tentunya dengan

pengawasan manajer tingkat atas.

Langkah terakhir adalah proses evaluasi dan kontrol dimana aktivitas

dan pencapaian hasil organisasi dimonitor sehingga hasil yang dicapai dapat

dibandingkan dengan hasil yang diharapkan. Keseluruhan pimpinan manajerial

menggunakan informasi yang diperoleh untuk mengambil langkah perbaikan

dan menyelesaikan masalah. Proses evaluasi dan kontrol merupakan elemen

dasar terakhir dari langkah manajemen strategik, proses ini juga dapat

mengetahui kelemahan dalam rencana strategik yang telah diimplementasikan

sebelumnya dan mendorong keseluruhan proses untuk dimulai kembali.

Page 142: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

126

Mengacu pada pengertian strategi di atas maka penelitian ini

menunjukkan bahwa Polres Metro Jakarta Pusat sudah mempunyai langkah

strategik dalam menangani permasalahan sosial namun belum sesuai dengan

kaidah manajemen strategik khususnya dalam mengatasi kejahatan penipuan

melalui media elektronik. Hal ini didapat dari hasil analisa terhadap data

sekunder rencana kerja tahunan Polres Metro Jakarta Pusat dan hasil

wawancara kepada informan antara lain sebagai berikut:

a. Identifikasi Lingkungan (enviromental scanning)

Polres Metro Jakarta Pusat sudah melakukan langkah identifikasi

lingkungan menggunakan analisa SWOT yang tercantum dalam Rencana

Kerja Tahunan 2015 yaitu "Beberapa faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan tugas Polres Metro Jakarta Pusat dalam rangka melaksanakan

fungsi keamanan dianalisa dari faktor – faktor baik dari lingkungan intern

maupun ekstern melalui analisa SWOT, yaitu.."(Polres Metro Jakarta Pusat,

2015: 5). Di dalamnya Polres Metro Jakarta Pusat telah mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan internal organisasi mulai dari jumlah personil,

sarana prasarana, anggaran, rasio jumlah polisi dan masyarakat. Sejalan

dengan paradigma pemolisian masyarakat, Polres Metro Jakarta Pusat juga

telah mencantumkan potensi masyarakat sebagai salah satu peluang yang

dapat digunakan dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam

Rencana Kerja Tahun 2015 yang berbunyi:

Semakin tingginya pasrtisipasi dan peran serta masyarakat dalam mendukung tugas operasiona Polres Metro Jakarta Pusat dalam menciptakan keamanan dilingkungkan Polres Metro Jakarta Pusat melalui strategi Pemolisian Masyarakat (Polmas) termasuk kesediaan memecahkan masalah dalam mengungkap perkara. (Polres Metro Jakarta Pusat, 2015: 7)

Page 143: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

127

Polres Metro Jakarta Pusat juga telah mengidentifikasi

permasalahan yang harus diselesaikan ke dalam beberapa poin

permasalahan dan dicantumkan ke dalam rencana kerja tahunan. Kejahatan

penipuan melalui media elektronik ini juga telah teridentifikasi ke dalam salah

satu permasalahan yang harus di selesaikan dalam rencana kerja tahunan

yaitu "Terjadinya kejahatan yang meresahkan masyarakat terutama

terorisme, Narkoba, Cyber crime, perdagangan manusia, kejahatan terhadap

perempuan dan anak, penyelundupan dan korupsi serta masih lemahnya

Sinergi Polisi dengan instansi terkait" (Polres Metro Jakarta Pusat, 2015: 8).

Dari rencana kerja tahunan tersebut telah tergambar bahwa

kejahatan penipuan melalui media elektronik, yang merupakan salah satu

bagian dari cyber crime, merupakan kejahatan yang meresahkan

masyarakat. Namun Polres Metro Jakarta Pusat belum melakukan analisa

terhadap kejahatan secara komprehensif sesuai dengan teori yang ada

serta memandang sebuah permasalahan sebagai sebuah insiden yang

muncul di masyarakat.

Mengacu kepada pendapat Goldstein (1990 : 66) bahwa

permasalahan tidak dipandang sebagai sebuah insiden tunggal namun lebih

kepada sekelompok insiden yang sejenis, terkait, atau pengulangan insiden

yang menjadi perhatian masyarakat atau unit kerja kepolisian tertentu. Jika

polisi salah mengidentifikasi insiden yang nampak di permukaan sebagai

sebuah permasalahan maka permasalahan tersebut akan terus berulang

karena akar dari permasalahan tersebut tidak terselesaikan dengan baik.

Dalam pengidentifikasian masalah yang tercantum dalam rencana

kerja tahunan tersebut, Polres Metro Jakarta Pusat hanya melakukannya

Page 144: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

128

sendiri tanpa dibantu oleh pihak-pihak terkait lainnya. Hal ini menyebabkan

permasalahan tidak teridentifikasi dengan sebenar-benarnya dan menyentuh

akar permasalahan. Hal itu didapatkan dari hasil wawancara terhadap AKBP

Rustamaji, SH Kepala Bagian Perencanaan Polres Metro Jakarta Pusat yang

mengatakan bahwa:

Rencana Kerja dirumuskan berdasarkan pada kebijakan satuan tingkat atas, identifikasi lingkungan internal dan eksternal Polres, serta usulan dari satuan kerja tingkat bawah. Kebijakan utama tetap mengacu kepada Polda / Mabes mas, namun satker apabila perlu dapat memberikan masukan mengenai rencana kepada Bagian Perencanaan dan akan dicantumkan dalam rencana kerja, tentunya dengan persetujuan Kapolres. (wawancara, 5 April 2016)

Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa proses pengidentifikasi

permasalahan yang akan dijadikan sebagai sasaran pelaksanaan tugas

masih dilakukan oleh Polri sendiri dan tidak menyertakan masukan

masyarakat yang juga merupakan pihak yang sangat terkait dengan

pelaksanaan tugas Polri. Fakta tersebut tidak sesuai dengan prinsip

pemecahan masalah dalam pemolisian masyarakat yang diikatakan oleh Eck

dan Spelman (1987) dimana masyarakat dapat membantu mengumpulkan

informasi penting untuk menentukan lingkup permasalahan yang harus

mendapat prioritas penanganan.

Prinsip identifikasi permasalahan secara bersama-sama dalam

pemolisian masyarakat tersebut juga sejalan dengan Teori Gunung Es

dimana dalam tataran fundamental strategi pemolisian menunjuk kepada

pentingnya membangun sebuah kesadaran bersama, membangun sinergi

para pemangku kepentingan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk

bersama-sama mengidentifikasi, memetakan, membangun kesadaran,

membuat opsi dan membangun solusinya (Rycko Amelza Dahniel, 2015).

Page 145: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

129

Lebih lanjut, proses identifikasi masalah yang dilakukan oleh Polres

Metro Jakarta Pusat masih belum komprehensif dalam hal memandang

sebuah kejahatan. Menurut Cohen dan Marcus Felson (1979) perubahan

struktural dalam pola aktivitas rutin mempengaruhi tingkat kejahatan dengan

bertemunya dalam ruang dan waktu yang sama tiga unsur utama yaitu: (1)

pelaku yang termotivasi (motivated offenders), (2) target yang sesuai

(suitable target), dan (3) ketiadaan pengamanan yang memadai (absence of

capable guardians). Menurut mereka ketiadaan dari salah satu faktor

tersebut akan dapat mencegah terlaksananya suatu kejahatan. Dalam teori

ini, jika asumsi jumlah pelaku yang termotivasi adalah sama, maka fokus

pembahasan akan berada pada tingkah laku, kegiatan, dan situasi tempat

yang berpotensi menjadi target viktimisasi.

Di dalam rencana kerja tahunan Polres Metro Jakarta Pusat tidak

ditemukan proses analisa komprehensif terhadap karakter kejahatan yang

menjadi prioritas serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan

tersebut. Identifikasi hanya berkaitan dengan kondisi wilayah secara umum

dan tidak secara mendalam mengidentifikasi pada tingkah laku, kegiatan,

dan situasi tempat yang berpotensi menjadi target viktimisasi. Lingkungan

eksternal organisasi hanya dianalisa pada bidang sosial budaya, ekonomi,

politik, agama, dan keamanan (Polres Metro Jakarta Pusat, 2015:2).

Di dalam rencana kerja tidak tercantum penjelasan komprehensif tentang

aspek pendidikan masyarakat yang berada di wilayah hukum Polres Metro

Jakarta Pusat.

Polres Metro Jakarta Pusat belum mengidentifikasi perilaku beresiko

masyarakat dan teknologi sebagai salah satu aspek yang berkontribusi

Page 146: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

130

dalam menciptakan permasalahan sosial. Hal tersebut bertentangan dengan

teori aktivitas rutin yang dijelaskan oleh Cohen dan Felson (1979)

perkembangan bahwa desain teknologi dapat mempengaruhi perkembangan

alami dari viktimisasi serta perubahan cara penjualan barang menjadi faktor

yang berkontribusi dalam meningkatnya peluang kejahatan. Kehadiran

internet ke dalam gaya hidup masyarakat tidak dipandang oleh Polres Metro

Jakarta Pusat sebagai kunci perubahan struktur yang cocok dengan target

dari penipuan berdasarkan analisa routine activity theory. Internet dan situs

pembelanjaan online dikatakan dapat membawa peluang meningkatnya

kejahatan karena walaupun secara fisik seseorang berada di rumah, namun

orang tersebut tetap dapat berbelanja dan mengakses internet. Perilaku

inilah yang kemudian membuat seseorang menjadi sasaran potensial dari

pelaku kejahatan.

Berdasarkan wawancara kepada Kasat Reskrim, Kanit Krimsus, dan

penyidik Sat Reskrim yang dicantumkan dalam sub bab sebelumnya tentang

karakteristik kejahatan penipuan melalui media elektronik, diketahui bahwa

personil Sat Reskrim telah dapat mengetahui karakteristik kejahatan

penipuan melalui media elektornik ini dengan cukup baik. Namun proses

identifikasi dalam mengalisa karakter dan faktor yang mempengaruhi

kejahatan tersebut belum dapat dilaksanakan dengan maksimal. Hal ini akan

berpengaruh terhadap perumusan kebijakan pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik ini.

Pada kenyataannya, pengetahuan personil akan karakteristik

kejahatan penipuan melalui media elektronik ini juga tidak diikutkan dalam

proses identifikasi masalah yang harus diselesaikan oleh Polres Metro

Page 147: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

131

Jakarta Pusat sebagai sebuah target. Pengetahuan personil Sat Reskrim

hanya digunakan sebagai bahan Sat Reskrim untuk melakukan langkah

pencegahan kejahatan penipuan terhadap media elektronik sebagai sebuah

satuan kerja mandiri, bukan sebagai bagian dari organisasi Polres yang lebih

luas. Langkah tersebut diantaranya dilakukan dengan menerbitkan himbauan

kepada masyarakat berupa poster tentang modus kejahatan penipuan

melalui media elektornik yang diletakkan di ruang penyidikan Sat Reskrim.

Hal ini menyebabkan proses pengidentifikasian masalah yang dilakukan oleh

Polres Metro Jakarta Pusat tidak komprehensif, karena putusnya jalur

komunikasi antara Sat Reskrim dalam Bagian Perencanaan dalam

menyusun sebuah produk identifikasi masalah.

Sat Reskrim sudah menyadari bahwa korban memberikan kontribusi

terhadap terjadinya kejahatan, namun berdasarkan teori situasional crime

prevention, langkah identifikasi kejahatan yang dilakukan oleh Sat Reskrim

tersebut masih belum karena karena hanya berfokus pada pengetahuan

korban akan modus kejahatan penipuan. Teori situational crime prevention

(Clarke, 1997) pada dasarnya lebih menekankan bagaimana caranya

mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan, terutama

pada situasi, tempat, dan waktu tertentu. Menurut Clarke (1997) dalam

menyusun sebuah sebuah strategi pencegahan kejahatan situasional

seharusnya menggunakan pemikiran teori pilihan rasional untuk

menganalisa pola pikir pelaku kejahatan. Pendekatan ini berasumsi bahwa

kejahatan adalah sebuah perilaku yang secara sadar dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan pelanggar seperti uang, status, hasrat seksual, dan

aktualisasi diri. Dalam proses memenuhi kebutuhan tersebut pelaku

Page 148: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

132

terkadang bahkan sering untuk menimbang secara rasional dan mengambil

keputusan berdasarkan keterbatasan, kemampuan diri, dan ketersedian

informasi yang terkait dengan target. Pendekatan ini mencoba melakukan

pencegahan kejahatan dengan cara membuat target menjadi kurang

memiliki nilai serta meningkatkan resiko dan usaha untuk melakukan

kejahatan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara baik kepada Kasat

Binmas dan Kasat Reskrim, tidak ditemukan sebuah pola analisa

berdasarkan kerangka teori pilihan rasional terhadap karakteristik kejahatan

penipuan melalui media elektronik. Hal itu menyebabkan strategi

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik yang dilaksanakan

tidak sejalan dengan prinsip teori situasional crime prevention.

Gambar 4.23 Bagan Alur Identifikasi Permasalahan Polres Metro Jakarta Pusat

Page 149: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

133

b. Formulasi Startegi (strategi formulation)

Menurut Wheelen dan Hunger (2012: 16), formulasi strategi (strategy

formulation) adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk membuat

sebuah tata kelola manajemen yang efektiv dari peluang dan ancaman

dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan organisasi. Hal ini

termasuk pada langkah menentukan misi organisasi, target spesifik,

mengembangkan strategi, dan menentukan panduan dalam pembuatan

kebijakan.

1. Misi organisasi adalah tujuan atau alasan bagi eksistensi sebuah

organisasi. Misi menceritakan tentang kontribusi organisasi terhadap

masyarakat, apakah hal itu berupa sebuah pelayanan atau berupa

barang yang dapat dinikmati. Sebuah pernyataan misi yang baik dapat

mendefinisikan tujuan pokok organisasi dan membedakannya dengan

organisasi lainnya dan juga dapat mengidentifikasi lingkup atau

cakupan keluaran organisasi.

2. Target organisasi adalah hasil akhir dari perencanaan aktivitas. Target

harus dinyatakan ke dalam sebuah kata kerja dan menjelaskan apa

yang harus dicapai dalam rentang waktu tertentu. Pernyataan target

juga harus menyatakan ukuran keberhasilan secara kuantitas jika

memungkinkan. Pencapaian target organisasi harus bertujuan pada

pemenuhan misi organisasi. Target organisasi berbeda dengan tujuan

organisasi. Tujuan merupakan bentuk sebuah pernyataan terbuka

yang menyatakan hal yang ingin dicapai oleh organisasi tanpa

perhitungan kuantitas mengenai apa yang harus dicapai dalam kurun

waktu tertentu. Sebagai contoh, pernyataan "meningkatkan

Page 150: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

134

keuntungan perusahaan" adalah sebuah tujuan, bukan merupakan

target organisasi karena pernyataan tersebut tidak menyatakan

berpaa banyak keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan dalam

kurun waktu satu tahun. Contoh sebuah penyataan yang dapat

dijadikan sebagai target organisasi adalah "untuk meningkatkan laba

perusahaan sebanyak 10 % di tahun 2010".

3. Peran strategi dalam sebuah organisasi adalah membangun sebuah

perencanaan yang komprehensif yang menyatakan bagaimana

organisasi akan memenuhi misi dan targetnya. Strategi dapat

digunakan untuk memaksimalkan keuntungan dan mengurangi

kerugian. Karena kebanyakan dari organisasi tidak memiliki target

yang tertulis secara formal, maka banyak organisasi mempunyai

strategi yang tidak tertulis sehingga tidak dapat terartikulasi dan

teranalisa dengan jelas. Cara untuk mengetahui strategi yang tidak

tertulis tersebut adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh

komponen manajerial dalam organisasi. Strategi sebuah organisasi

dapat terlihat dari kebijakan perusahaan, kegiatan yang dilaksanakan,

dan alokasi penggunaan dana.

4. Kebijakan adalah sebuah panduan untuk pengambilan kebijakan

yang berhubungan dengan pembuatan kebijakan dan

implementasinya. Perusahaan membuat sebuah kebijakan untuk

memastikan pekerjanya membuat keputusan dan melakukan tindakan

yang mendukung misi, target, dan strategi organisasi.

Dalam penelitian, berdasarkan hasil analisa terhadap data sekunder

dan observasi lapangan ditemukan bahwa Polres Metro Jakarta Pusat sudah

Page 151: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

135

melaksanakan langkah formulasi strategi namun tahapan tersebut tidak

dapat dilaksanakan dengan maksimal karena tahapan proses identifikasi

lingkungan sebelumnya tidak dilakukan sesuai dengan kaidah manajemen

strategik. Proses formulasi strategi yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta

Pusat hanya terbatas pada tahap penentuan misi organisasi yang

menyatakan kontribusi Polres Metro Jakarta Pusat kepada masyarakat.

Penentuan misi organisasi yang berkaitan dengan strategi pemolisian

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik ditemukan dalam

dokumen Rencana Kerja Polres Metro Jakarta Pusat Tahun 2015 sub bab

Visi Organisasi yang berbunyi "Terwujudnya pelayanan Kamtibmas

Prima,tegaknya hukum dan kemanan di wilayah hukum Polres Metro Jakarta

Pusat yang mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif (Polres

Metro Jakarta Pusat, 2015: 9).

Selain itu misi organisasi juga tertuang dalam sub bab Misi Polres

Metro Jakarta Pusat pasal d, e, f, dan g yang berbunyi:

d. Mengembangkan falsafah dan strategi Perpolisian Masyarakat (Polmas) secara bertahap dan berlanjut guna membangun hubungan polisi dengan masyarakat yang lebih dekat dan interaktif dalam upaya mewujudkan masyarakat patuh hukum. e. Memberdayakan seluruh kekuatan dan kemampuan organisasi pengemban fungsi penyelidikan dan penyidikan baik sarana maupun prasarana dalam upaya mewujudkan Polri sebagai penegak hukum terdepan. f. Meningkatkan Kinerja Polres Metro Jakarta Pusat secara profesional , transparan dan akuntabel guna mendukung pelaksanaan tugas Kepolisian dalam memelihara Kamtibmas di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat. g. Membangun sistem sinergi Polisional interdepartemen maupun komponen masyarakat dalam rangka membangun kemitraan oleh jejaring kerja (partnership building/networking). (Polres Metro Jakarta Pusat, 2015: 10)

Page 152: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

136

Dari dokumen rencana kerja tersebut di atas dapat terlihat bahwa

visi dan misi Polres Metro jakarta Pusat telah sejalan dengan prinsip teori

gunung es kepolisian pro aktif dan prinsip pemolisian masyarakat. Pada teori

gunung es kepolisian pro aktif, aktualisasi strategi pemolisian harus dimulai

pada tataran fundamental yang menunjuk kepada pentingnya membangun

sebuah kesadaran bersama, membangun sinergi para pemangku

kepentingan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk bersama-sama

mengidentifikasi, memetakan, membangun kesadaran, membuat opsi dan

membangun solusinya (Rycko Amelza Dahniel, 2015). Berdasarkan rencana

kerja di atas, Polres Metro Jakarta Pusat terlihat telah menempatkan

sinergitas dan kesadaran bersama antara polisi dan komponen masyarakat

sebagai sebuah misi yang harus dicapai oleh organisasi. Hal ini

menunjukkan bahwa Polres Metro Jakarta Pusat berusaha mewujudkan

aktualisasi strategi pemolisian pada tataran fundamental. Polres menyadari

bahwa polisi, masyarakat, dan instansi lainnya harus mewujudkan sebuah

sinergitas agar masalah-masalah sosial dapat teratasi dengan baik.

Misi tersebut juga sejalan dengan komponen utama pemolisian

masyarakat yaitu kemitraan dan pemecahan masalah. Community Policing

Consortium (1994) menjelaskan bahwa dalam pemolisian masyarakat, polisi

berperan sebagai pendorong dan fasilitator dalam pengembangan

masyarakat. Karena itu, hubungan kolaboratif antara polisi dan masyarakat

harus selalu dijaga untuk mendorong dan menjaga kedamaian dan

kesejahteraan masyarakat. Dari fakta di atas, dapat terlihat bahwa pemikiran

yang mendasari perumusan misi Polres Metro Jakarta Pusat sudah sejalan

dengan prinsip pemolisian masyarakat yang mengedepankan sinergitas dan

Page 153: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

137

usaha kolaboratif antara polisi dan masyarakat dalam menjaga ketertiban

dengan cara menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat.

Membahas aspek selanjutnya dari tahapan formulasi strategi yaitu

penyusunan target, ditemukan bahwa Polres Metro Jakarta Pusat tidak

mempunyai target pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik.

Fakta tersebut didapatkan dari Rencana Kerja Polres Metro Jakarta Pusat

Tahun 2015 sub bab Tujuan Jangka Menengah yang berbunyi:

Tertanggulanginya trend perkembangan kejahatan, serta meningkatnya penuntasan kasus kriminalitas mencakup 4 (empat) golongan jenis kejahatan yaitu kejahatan konvensional,transnasional,terhadap kekayaan negara dan yang berimpilkasi kontijensi di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat. (Polres Metro Jakarta Pusat, 2015: 11)

Dari fakta tersebut dapat terlihat bahwa Polres Metro Jakarta Pusat

tidak menempatkan kejahatan penipuan melalui media elektronik sebagai target

permasalahan sosial yang harus ditangani. Permasalahan sosial yang menjadi

target Polres Metro Jakarta Pusat adalah yang berkaitan kasus kriminalitas

kejahatan konvensional, transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara,

dan kejahatan yang berimplikasi kontijensi.

Dengan tidak diletakkannya kejahatan penipuan sebagai target

permasalahan yang harus diselesaikan, maka juga tidak ada kebijakan khusus

dari Polres Metro Jakarta Pusat dalam menangani permasalahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik ini.

c. Implementasi Strategi (strategi implementation)

Implementasi strategi (strategy implementation) menurut Wheelen

dan Hunger (2012: 21) adalah sebuah proses dimana strategi dan kebijakan

Page 154: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

138

diletakkan dalam serangkaian aksi melalui pengembangan program,

anggaran dan prosedur. Proses ini dapat melalui perubahan budaya,

struktur, atau sistem manajerial keseluruhan organisasi. Kecuali saat

perubahan drastis keseluruhan organisasi sangat dibutuhkan, maka

implementasi strategi ini dilaksanakan oleh komponen manajerial tingkat

bawah dan menengah, namun tentunya dengan pengawasan manajer

tingkat atas.

Jika melihat pada konsep implementasi strategi di atas maka

berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan analisa dokumen dalam

penelitian ini, maka Polres Metro jakarta Pusat tidak melakukan langkah

implementasi strategi kepolisian yang bertujuan secara khusus untuk

menangani kejahatan penipuan melalui media elektronik. Hal itu terlihat dari

tidak adanya program, anggaran, dan prosedur yang bertujuan untuk

menangani permasalahan kejahatan penipuan melalui media elektornik.

Namun, jika mengacu kepada pengertian implementasi strategi

dalam arti sempit, maka terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dalam menangani kejahatan penipuan melalui

media elektronik ini. Diantaranya adalah upaya yang dilakukan oleh Satuan

Binmas dengan cara memberikan wawasan kepada masyarakat tentang

modus-modus kejahatan penipuan melalui media elektronik dan selalu

mengingatkan masarakat untuk waspada dengan tawaran-tawaran yang

mencurigakan. Dalam melaksanakan tugasnya, Sat Binmas juga telah

bersinergi dengan komponen masyarakat lainnya sehingga upaya

penanganan kejahatan penipuan melalui media elektronik itu juga dilakukan

oleh komponen masyarakat. Upaya tersebut dilakukan dengan cara

Page 155: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

139

memberikan penyuluhan dan sosialisasi dengan metode door to door sistem,

sosialisasi dengan masyarakat di balai-balai pertemuan warga, juga saat

sosialisasi ke sekolah-sekolah kepada anak SMA. Sat Binmas dalam

melaksanakan tugasnya bersinergi dengan satpam kompleks apartemen,

perumahan, dan pertokoan sehingga mereka dapat menjadi perpanjangan

tangan polisi dalam menyampaikan informasi terkait kejahatan penipuan

melalui media elektronik.

Fakta tersebut didapatkan dari hasil wawancara terhadap Kasat

Binmas AKBP Yulia Hutasushut, SH yang mengatakan bahwa:

Sesuai dengan tugas Binmas, saya dan jajaran sudah melaksanakan upaya pencegahan kejahatan tersebut melalui penyuluhan dan sosialisasi. Sosialisasi itu dilaksanakan saat sambang dengan metode door to door sistem, sosialisasi dengan masyarakat di balai-balai pertemuan warga, juga saat sosialisasi ke sekolah-sekolah kepada anak SMA. Disana kami memberitahukan bagaimana modus-modus kejahatan penipuan seperti telfon yang mengaku sebagai polisi, mengaku anak kecelakaan, jual-beli, dan lain-lain. Kami mewanti-wanti masyarakat supaya tidak mudah tergiur dengan iming-iming harga yang murah, serta waspada dengan telepon yang mengaku orang yang dikenal. Selain itu kami juga membagi informasi ini ke satpam-satpam di lingkungan kompleks apartemen/ perumahan/ pertokoan. Maksud kami dengan menyebarkan informasi itu kepada satpam maka mereka dapat menyebarkannya kepada warga di wilayahnya. Jadi mereka sebagai perpanjangan tangan polisi di lingkungan mereka. (wawancara, 5 April 2016)

Langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

juga dilakukan oleh Sat Reskrim. Langkah pencegahan kejahatan tersebut

juga dilakukan dengan membuat poster yang bertuliskan modus-modus

kejahatan penipuan melalui media elektronik serta himbauan agar

masyarakat tidak mudah tergiur oleh modus tersebut. Poster tersebut

ditempelkan di dinding ruang penyidikan Sat Reskrim dengan harapan setiap

masyarakat yang datang ke kantor Sat Reskrim dapat melihatnya sehingga

Page 156: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

140

masyarakat dapat mengetahui modus-modus kejahatan penipuan melalui

media elektronik dan waspada terhadapnya.

Fakta tersebut didapatkan dari hasil wawancara terhadap Kasat

Reskrim Kompol Tahan Marpaung, SH yang mengatakan bahwa:

Kalau dari kami mas, kami perupaya supaya masyarakat itu tahu bagaimana modus-modus kejahatan penipuan melalui media elektornik. Harapannya supaya masyarakat lebih waspada dengan adanya tawaran, iming-iming, dan telepon mencurigakan. Bagaimana mereka mau waspada sedangkan mereka saja tidak tau apa saja modusnya. Makanya kami buat itu mas poster-poster terus taruh di dinding-dinding ruangan, jadi mereka bisa liat disana. Syukur-syukur mereka nanti bisa cerita ke keluarga atau teman-temannya. Saya denger juga kanit krimsus pernah manggil pihak Toko Bagus karena situs itu sering banget dipakai pelaku buat melakukan kejahatan. Lebih jelasnya coba tanya bu Tika, karena waktu itu dia yang ketemu sama orangnya. (wawncara, 4 April 2016)

Langkah pencegahan kedua yang dilakukan oleh Sat Reskrim

adalah dengan memanggil salah satu vendor penyedia jasa jual-beli online

yang banyak digunakan oleh pelaku kejahatan dan berdiskusi untuk mencari

kesepahaman bersama dalam mendukung upaya pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik tersebut. Fakta tersebut didapatkan dari

hasil wawancara terhadap Kanit Krimsus IPTU Tika Pusvita Sari, SH yang

mengatakan bahwa:

Selain membuat poster hibauan, saya juga pernah memanggil pihak dari Toko Bagus untuk disksusi, karena dari sekian banyak kasus penipuan melalui media elektronik, situs Toko Bagus menjadi favorit para pelaku untuk melakukan aksinya dan berpura-pura sebagai pedagang palsu. Maksud saya supaya ketemu cara bagaimana mencegah kejahatan penipuan dengan modus menjual barang itu terjadi lagi, minimal mengurangilah. Dari diskusi tersebut pihak Toko Bagus sebenarnya sudah melakukan upaya scanning terhadap transaksi akun-akun yang dianggap fiktif. Cuman ya itu, begitu satu akun di banned, mereka bisa buat lagi yang baru dengan mudah. Hasil diskusi kmaren sih memang peraturan mereka memudahkan pembuatan akun penjual. Dan kita ga bisa maksa juga, karena memang tidak peraturan mengikat tentang sistem jual-beli yang dipakai oleh vendor jual-beli online. (wawancara, 4 April 2016)

Page 157: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

141

Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa belum tercapai

kesepahaman dalam diskusi tentang bagaimana langkah yang akan

diterapkan oleh Polres Metro Jakarta Pusat yang diwakili oleh Kanit Krimsus

dan pihak perwakilan perusahaan jual-beli online Toko Bagus. Berdasarkan

teori gunung es kepolisian pro akttif, jika pada tataran fundamental

kesepahaman bersama itu tidak tercapai, maka tataran instrumental dan

tataran praktis aktualisasi strategi kepolisian juga tidak akan dapat

dilaksanakan.

Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak adanya kemitraan dan

kesepahaman antara Polres Metro Jakpus dan Kemenkominfo dalam hal

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik. Fakta tersebut

didapatkan dari hasil wawancara terhadap Kanit Krimsus IPTU Tika Pusvita

Sari, SH yang mengatakan bahwa:

Memang sih lokasi kemenkominfo di daerah Jakarta Pusat juga, tapi untuk sementara ini belum ada kerjasama dengan Kemenkominfo. Apalagi kerjasama untuk pemblokiran atau pengawasan situs. Mungkin satuan yang lebih tinggi ya bang, seperti Polda atau Mabes. (wawancara, 4 April 2016)

Sebagai stakeholder yang membidangi masalah komunikasi, tidak

adanya hubungan kemitraan yang baik antara Polres Metro Jakpus dengan

Kemenkominfo tidak sejala dengan prinsip community policing.

d. Evaluasi Strategi (strategi evaluation)

Menurut Wheelen dan Hunger (2012: 22) evaluasi strategi (strategy

eveluation) adalah sebuah proses dimana aktivitas dan pencapaian hasil

organisasi dimonitor sehingga hasil yang dicapai dapat dibandingkan dengan

hasil yang diharapkan. Keseluruhan pimpinan manajerial menggunakan

Page 158: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

142

informasi yang diperoleh untuk mengambil langkah perbaikan dan

menyelesaikan masalah. Proses evaluasi dan kontrol merupakan elemen

dasar terakhir dari langkah manajemen strategik, proses ini juga dapat

mengetahui kelemahan dalam rencana strategik yang telah

diimplementasikan sebelumnya dan mendorong keseluruhan proses untuk

dimulai kembali.

Penelitian ini mendapatkan fakta bahwa tidak ada langkah evaluasi

yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat terhadap strategi pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik. Hal ini dikarenakan proses

manajemen strategik hanya berhenti pada tahapan formulasi kebijakan. Lebih

lanjut, tahapan formulasi kebijakan yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta

Pusat tidak meletakkan upaya pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik sebagai sebuah target kinerja.

4.2.2 Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Implementasi Strategi

Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Melalui Media Elektronik

di Polres Metro Jakarta Pusat

Berdasarkan temuan penelitian, terlihat bahwa Polres Metro Jakarta

Pusat sudah memiliki strategi dalam menangani kejahatan penipuan melalui

media elektronik namun dalam pelaksanaannya tidak mengikuti kaidah dalam

teori manajemen strategik. Karenanya strategi pemolisian yang dilaksanakan

oleh Polres Metro Jakarta Pusat tidak efektif dalam mencegah kejahatan

penipuan melalui media elektronik. Adapun faktor-faktor yang berkontribusi

terhadap implementasi strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan

melalui media elektronik yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat

datang dari lingkungan internal dan eksternal organisasi dimana kondisi

Page 159: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

143

tersebut akan menentukan strategi pencegahan kejahatan yang ideal untuk

diterapkan di Polres Metro Jakarta Pusat.

Menurut Wheelen dan Hunger (2012: 16) penggunaan teori SWOT

merupakan sebuah langkah yang tepat untuk mengidentifikasi faktor internal

dan eksternal yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Lingkungan eksternal berisi variabel peluang dan ancaman (oppoturnities and

threats) yang berada di luar organisasi dan bukan merupakan hal yang dapat

dikontrol oleh pimpinan organisasi dalam jangka waktu dekat. Lingkungan

internal organisasi terdiri dari variabel kekuatan dan kelemahan (strenghts and

weaknesses) yang berada dalam tubuh organisasi itu sendiri dan biasanya

tidak dalam kontrol pimpinan organisasi dalam waktu dekat. Yang termasuk

dalam variabel ini adalah struktur, budaya, dan sumber daya organisasi.

Adapun faktor-faktor yang berkontribusi dalam implementasi strategi

pemolisian pencegahan kejahatan penipuan di Polres Metro Jakarta Pusat saat

ini antara lain:

a. Kekuatan (Strengths)

1. Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) Polres Metro Jakarta Pusat yang

lengkap sampai pada level terkecil. Sistem hierarki komando yang jelas

di Polres Metro Jakarta Pusat akan membawa kepada pelaksanaan

kebijakan pimpinan secara penuh oleh seluruh anggota. Selain itu,

dengan adanya struktur organisasi yang lengkap sampai pada level

Polsubsektor maka Polres Metro Jakarta Pusat dapat menyentuh

masyarakat secara langsung. Hal ini mengakibatkan interaksi antara

polisi dan masyarakat dapat semakin sering sehingga hubungan antara

polisi dan masyarakat semakin bagus. Dengan terciptanya kemitraan

Page 160: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

144

yang baik maka langkah pemolisian dalam mencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik dapat dimaksimalkan. Terjalinnya

hubungan yang baik ini akan bermanfaat dalam tahapan aktualisasi

strategi pemolisian dalam tataran fundamental, instrumental, dan tataran

praktis.

2. Etos kerja anggota yang tinggi. Anggota Polres Metro Jakarta Pusat

seringkali bekerja melebihi waktu kerjanya dan menyelesaikan tugas

yang menjadi tanggungjawabnya dengan baik. Hal itu dapat dijadikan

modal yang baik dalam mewujudkan strategi pemolisian pencegahan

kejahatan kejahatan penipuan di Polres Metro Jakarta Pusat.

3. Perubahan paradigma menuju kepada paradigma kepolisian pro aktif.

Perubahan paradigma kepolisian yang lebih mengutamakan langkah

pencegahan daripada langkah penindakan ini dapat mencegah

timbulnya korban yang tidak perlu. Paradigma proaktif ini juga dapat

menyelesaikan permasalahan sampai kepada akarnya sehingga tidak

akan terjadi pengulangan insiden yang serupa.

4. Paradigma pemolisian masyarakat yang gencar digalakkan. Paradigma

pemolisian masyarakat yang mensyaratkan seluruh anggota polisi agar

dapat menjadi katalisator bagi masyarakat dalam mewujudkan kualitas

hidup yang lebih baik dapat lebih memaksimalkan pelaksanaan strategi

pencegahan kejahatan yang diformulasikan. Paradigma pemolisian

masyarakat memperluas ruang lingkup fungsi pembinaan masyarakat

sehingga tidak hanya dilakukan oleh fungsi binmas saja. Paradigma ini

juga dapat mengatasi permasalahan keterbatasan personil dan

Page 161: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

145

anggaran dengan cara memanfaatkan potensi masyarakat yang ada di

wilayah Jakarta Pusat.

5. Jumlah anggota yang memadai. Jumlah anggota Polres Metro Jakarta

Pusat yang cukup banyak dapat dijadikan sebagai modal untuk

melaksanakan strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan

melalui media elektronik yang telah dirumuskan. Persebaran anggota

yang terdapat di dalam berbagai satuan dan fungsi juga dapat digunakan

untuk mendukung pelaksanaan strategi yang terdiri dari bermacam-

macam langkah yang berbebeda. Apabila keseluruhan langkah

pencegahan dilaksanakan secara sinergi oleh seluruh anggota yang

tersebar dalam berbagai macam fungsi dan satuan maka diharapkan

strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik dapat secara efektif dilakukan oleh Polres Metro jakarta

Pusat.

b. Kelemahan (Weaknesses)

1. Kurang memadainya sarana prasarana dan teknologi yang mendukung

pelaksanaan tugas kepolisian. Dalam menghadapi perkembangan

kejahatan yang dewasa ini memanfaatkan teknologi secara massive,

maka perlu peningkatan kemampuan Polres Metro Jakarta Pusat

sehingga dapat mengatasi segala ancaman kejahatan yang timbul.

Dalam menghadapi kejahatan penipuan melalui media elektronik, Polres

Metro Jakarta Pusat masih belum memiliki sarana prasarana serta

teknologi yang mendukung sehingga upaya penanganannya menjadi

terhambat. Contohnya antara lain peralatan yang dapat mengecek posisi

Page 162: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

146

nomor telepon, peralatan direction finder (DF), dan peralatan yang

digunakan untuk mencari alamat IP sebuah komputer.

2. Kurangnya kemampuan anggota dalam hal penyelidikan dan penyidikan

kejahatan yang berkaitan dengan teknologi informasi. Keberadaan

teknologi informasi dan perkembangan media elektronik dewasa ini juga

membuat perubahan terhadap karakteristik kejahatan yang terjadi.

Kejahatan penipuan melalui media elektronik merupakan kejahatan

penipuan yang telah beradaptasi dengan teknologi informasi sehingga

pelaku dan korban tidak harus berada dalam satu tempat yang sama

agar kejahatan itu terjadi. Mengatasi hal ini, tentunya diperlukan

penyesuaian kemampuan anggota dalam hal penguasaan terhadap

teknologi. Penelitian ini mendapatkan fakta bahwa salah satu penyebab

tidak adanya pengungkapan terhadap kejahatan penipuan melalui media

elektronik adalah karena anggota tidak menguasai teknologi informasi,

terutama dalam hal melacak keberadaan pelaku kejahatan.

3. Tidak adanya sinergi antar satuan fungsi dalam melakukan upaya

pencegahan kejahatan. Dalam penelitian ini ditemukan kurangnya

sinergitas antara satuan fungsi baik itu Reskrim, Binmas, dan Bagian

Perencanaan dalam merumuskan sebuah strategi pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta

Pusat. Sat Reskrim yang lebih paham akan karakteristik kejahatan

penipuan melalui media elektronik tidak memberikan masukan dalam

perumusan strategi pencegahan kejahatan yang dibuat oleh Polres

Metro Jakarta Pusat. Akibatnya langkah-langkah penanganan yang

Page 163: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

147

diambil tidak dapat mengatasi kejahatan penipuan melalui media

elektronik secara efektif.

4. Dukungan anggaran yang kurang memadai. Fakta bahwa anggaran

penyidikan yang disediakan oleh pemerintah masih belum dapat

mencukupi semua kebutuhan dalam penyidikan. Dalam melakukan

penanganan terhadap kejahatan penipuan melalui media elektronik, hal

tersebut tentunya akan menjadi kendala yang cukup berarti mengingat

karakter pelaku kejahatan ini yang pada umumnya berada di luar kota

dan tidak diketahui identitasnya.

5. Kurangnya komunikasi Polres Metro Jakarta Pusat dengan komponen

masyarakat / instansi yang berkontribusi terhadap pelaksanaan

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik. Dari hasil

penelitian terlihat bahwa tidak ada hubungan komunikasi yang baik

antara Polres Metro Jakarta Pusat dan perusahaan perbankan, vendor

jual-beli online serta kemenkominfo terkait pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik. Hal iniakan berpengaruh terhadap

strategi pencegahan kejahatan baik dari tahap formulasi strategi sampai

pada implementasinya. Dengan tidak adanya hubungan yang baik maka

proses identifikasi masalah tidak akan berjalan dengan efektif serta

potensi masyarakat yang seharusnya dapat membantu dalam mencegah

kejahatan penipuan melalui media elektronik tidak dapat dimanfaatkan.

c. Peluang (Oppoturnity)

1. Hubungan yang baik antara Polres Metro Jakarta Pusat dan kantor

media massa yang ada di wilayahnya. Terciptanya hubungan yang baik

dengan media massa dapat membantu strategi pencegahan kejahatan

Page 164: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

148

yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat karena pengetahuan

akan modus kejahatan penipuan melalui media elektronik ini dapat

disampaikan ke masyarakat secara luas. Karena pengetahuan korban

akan modus kejahatan akan mempengaruhi timbul atau tidaknya korban

kejahatan penipuan, maka upaya penyebaran informasi modus

kejahatan ini akan dapat mencegah timbulnya korban baru dalam

kejahatan penipuan melalui media elektronik.

2. Banyak kantor perbankan dan vendor situs jual-beli online yang berada

di Jakarta Pusat. Lokasi kantor yang berdekatan dengan lokasi Polres

akan memudahkan proses pembangunan hubungan antara polisi dan

komponen yang terkait tersebut. Dengan berlandaskan hubungan yang

terjalin baik tersebut kemudian dapat dilakukan aktualiasasi kerjasama

lebih lanjut baik pada tataran fundamental, instrumental, dan praktis

yang dapat mendukung pelaksanaan strategi pemolisian pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik.

3. Dilakukannya upaya pencegahan kejahatan oleh bank dengan

melakukan verifikasi identitas pemohon rekening. Upaya yang dilakukan

bank secara sadar ini dapat berkontribusi terhadap keberhasilan strategi

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik karena

rekening bank merupakan elemen yang hampir selalu ada dalam setiap

modus kejahatan penipuan ini. Dengan dilakukannya pembinaan

hubungan serta kerjasama yang baik dengan pihak bank maka strategi

pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat

akan berjalan dengan lebih efektif.

Page 165: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

149

4. Adanya komunitas masyarakat dan forum komunikasi di dunia maya

yang peduli dengan keamanan. Keberadaan komunitas masyarakat

peduli keamanan dapat dijadikan sebagai perpanjangan tangan polisi

dalam menyampaikan infromasi terkait kejahatan penipuan melalui

media elektronik tersebut. Tidak hanya dalam komunitas di suatu

wilayah, namun komunitas dunia maya saat ini banyak menjadi sarana

masyarakat bertukar informasi tentang berbagai hal, termasuk tentang

modus-modus kejahatan. Forum komunikasi online seperti Facebook,

Kaskus, instagram, dan lain-lain justru dapat membantu menyebarkan

informasi kepada pihak-pihak yang tidak dapat terjangkau oleh gaya

penyebaran himbauan kamtibmas konvensional.

d. Ancaman (Threats)

1. Karakter kejahatan penipuan melalui media elektronik yang berbeda

ddengan kejahatan konvensional. Seperti yang dijelaskan dalam sub bab

sebelumnya bahwa pada kejahatan penipuan melalui media elektronik,

pelaku dan koran tidak harus bertemu di dalam suatu tempat yang sama.

Hal itu menyebabkan polisi tidak dapat menerapkan pola penjagaan

daerah-daerah rawan kejahatan seperti yang dilakukan pada kejahatan

konvensional. Selain itu karakter pelaku kejahatan yang tidak diketahui

identitasnya turut berkontribusi menghambat keberhasilan strategi

pencegahan kejahatan yang dilakukan.

2. Meningkatnya penetrasi internet di masyarakat. Dengan semakin

banyaknya pengguna internet di Indonesia maka kesempatan pelaku

dan korban bertemu di dunia maya akan semakin besar. Hal ini tentunya

beprengaruh terhadap peningkatan resiko terjadinya kejahatan penipuan

Page 166: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

150

melalui media elektronik. Lebih lanjut fakta ini akan berimplikasi terhadap

implementasi strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan

melalui media elektronik.

3. Pola perilaku masyarakat yang beresiko. Dapat terlihat dari berbagai

contoh kasus dan modus-modus kejahatan penipuan melalui media

elektronik bahwa perilaku korban sangat mempengaruhi terjadinya

kejahatan penipuan tersebut. Sifat masyarakat yang gampang percaya,

mudah panik, dan gampang tergiur akan iming-iming mendapatkan uang

dengan cara yang mudah merupakan perilaku masyarakat yang beresiko

menjadi korban kejahatan penipuan melalui media elektronik. Karenanya

implementasi strategi pemolisian pencegahan kejahatan akan sangat

erat kaitannya dengan perilaku masyarakat yang beresiko ini.

Setelah mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik di

Polres Metro Jakarta Pusat tersebut, langkah selanjutnya adalah

mengembangkan 4 (empat) strategi untuk memaksimalkan performa

organisasi. Heinz Weihrich (1982) menjelaskan bahwa matriks SWOT

(Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) adalah sebuah alat yang

sangat penting dalam membantu manajer untuk mengembangkan empat

strategi : strategi SO (strengths-opportunities), strategi WO (weaknesses-

opportunities), strategi ST (strengths-threats), dan strategi WT (weaknesses-

threats).

Page 167: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

151

a. Strategi SO (strengths-opportunities)

Strategi SO menggunakan kekuatan internal yang dimiliki untuk

mengambil manfaat dari peluang lingkungan yang ada. Semua manajer pasti

ingin organisasinya dapat memanfaatkan dengan baik peluang yang ada

dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki. Organisasi pada umumnya

akan berusaha memenuhi strategi WO, ST, atau WT untuk menciptakan

situasi dimana mereka dapat menerapkan strategi SO. Ketika sebuah

organisasi mempunyai kelemahan utama, maka organisasi tersebut akan

berusaha mengatasinya dan membuatnya menjadi lebih kuat. Begitu juga

ketika organisasi menghadapi ancaman yang besar, maka sebuah

organisasi akan menghindarinya dan berkonsentrasi kepada peluang.

Strategi SO yang dapat dikembangan dalam mengatasi faktor

internal dan eksternal terhadap strategi pemolisian pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat adalah:

1. Membangun hubungan kemitraan yang baik dengan semua lapisan

masyarakat melalui optimalisasi bhabinkamtibmas. Struktur organisasi

yang lengkap sampai pada level terkecil masyarakat membuat Polres

Metro Jakarta Pusat dapat menyentuh semua lapisan masyarakat

dengan baik. Personil bhabinkamtibmas yang ada di Polres maupun di

Polsek jajaran dapat dimanfaatkan sebagai agen pembangun hubungan

yang baik. Kemitraan merupakan sebuah kondisi yang harus diwujudkan

dengan cara pembangunan hubungan yang berkesinambungan, karena

itu intensitas dan kualitas interaksi polisi dan masyarakat harus

ditingkatkan untuk memperoleh hubungan kemitraan yang baik.

Page 168: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

152

2. Membangun kerjasama dengan penyedia jasa jual beli online,

perbankan, serta penyedia jasa telekomunikasi dalam mencegah

kejahatan penipuan elektronik. Kemitraan tidak hanya dibangun kepada

masyarakat yang tinggal di wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat saja,

dalam hal ini untuk mewujudkan sebuah pola pencegahan kejahatan

yang komprehensif maka harus dibangun hubungan kemitraan dengan

sektor swasta (private sector) yang juga berkontribusi dalam optimalisasi

strategi pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik.

3. Memberikan penghargaan bagi penyedia jasa yang menerapkan desain

sistem pencegahan kejahatan terbaik. Langkah ini merupakan sebuah

aktualisasi strategi pada tataran praktis sehingga dapat mendorong

semakin banyak pihak yang mendukung program pencegahan kejahatan

penipuan elektronik ini.

4. Mempererat hubungan kemitraan dengan media massa dalam

menyebarkan informasi terkait kejahatan penipuan. Kemitraan dengan

media massa merupakan hal yang wajib dibangun oleh Polres Metro

Jakarta Pusat karena melalui media massa informasi dapat disampaikan

kepada masyarakat secara luas. Media massa juga merupakan sarana

untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat,

khususnya dalam hal mencegah kejahatan penipuan elektronik.

b. Strategi WO (weaknesses-opportunities)

Strategi WO bertujuan untuk meningkatkan kelemahan internal

dengan mengambil manfaat dari peluang yang ada. Terkadang organisasi

menemukan sebuah peluang, namun kelemahan organisasi mencegah untuk

dapat memanfaatkan peluang tersebut. Strategi WO yang dapat

Page 169: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

153

dikembangan dalam mengatasi faktor internal dan eksternal terhadap

strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

di Polres Metro Jakarta Pusat adalah:

1. Melakukan kerjasama pelatihan dengan stakeholder untuk meningkatan

kemampuan teknologi informasi anggota. Dengan adanya kendala

anggaran yang terbatas dan kemampuan penguasaan anggota tentang

teknologi informasi yang rendah, maka pemberian pelatihan teknologi

informasi melalui kerjasama dengan stakeholder merupakan sebuah

langkah solutif. Kemampuan anggota akan meningkat namun tidak

menggunakan anggaran yang ada di Polres Metro Jakarta Pusat.

2. Membina komunitas masyarakat sebagai mitra polisi dalam mencegah

kejahatan penipuan elektronik. Dewasa ini banyak komunitas-komunitas

yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Komunitas tersebut dapat dibina sehingga dapat menjadi agen-agen

yang turut mendukung kesuksesan strategi pemolisian pencegahan

kejahatan.

3. Memanfaatkan anggaran dengan baik melalui penyusunan program

yang efektif dan efisien. Karena anggaran yang dimiliki oleh Polres Metro

Jakarta Pusat terbatas, maka penyusunan program harus dievaluasi dan

diarahkan dengan baik sehingga anggaran dapat efisien digunakan dan

efektif mencapai tujuan pelaksanaannya.

c. Strategi ST (strengths-threats)

Strategi ST menggunakan kekuatan organisasi untuk mengurangi

dampak dari ancaman yang berasal dari luar organisasi. Ini bukan berarti

sebuah organisasi yang kuat harus selalu bertemu dengan ancaman secara

Page 170: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

154

langsung. Strategi ST yang dapat dikembangan dalam mengatasi faktor

internal dan eksternal terhadap strategi pemolisian pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat adalah:

1. Mensosialiasikan modus kejahatan penipuan elektronik dan memberikan

pemahaman kepada masyarakat agar menghindari pola perilaku

beresiko. Jumlah personil yang memadai dapat dimanfaatkan oleh

Polres Metro Jakpus untuk menyampaikan informasi dan mendorong

masyarakat untuk menghindari pola-pola perilaku yang beresiko seperti

mudah percaya dengan orang asing, ceroboh, dan ingin mendapatkan

uang dengan cara yang praktis.

2. Mendorong pemerintah untuk meningkatkan pendidikan masyarakat dan

menciptakan lapangan kerja. Pola perilaku masyarakat yang beresiko

juga dapat dirubah melalui pendidikan dan penciptaan lapangan kerja.

Upaya itu dapat dilakukan oleh pemerintah daerah namun polisi harus

mendorongnya sehingga kondisi yang diharapkan dapat tercapai.

d. Strategi WT (weaknesses-threats)

Strategi WT adalah sebuah strategi bertahan untuk mengurangi

kelemahan dan menghindari ancaman yang berasal dari luar lingkungan

organisasi. Sebuah organisasi yang menghadapi banyak ancaman dari

lingkungan luar dan memiliki banyak kelemahan mungkin berada dalam

posisi yang tidak pasti. Pada kenyataannya sebuah organisasi harus

berjuang untuk bertahan dan tetap eksis dalam sebuah lingkungan

organisasi. Strategi ST yang dapat dikembangan dalam mengatasi faktor

internal dan eksternal terhadap strategi pemolisian pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat adalah

Page 171: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

155

dengan meningkatkan sinergitas antar satuan fungsi sehingga mewujudkan

pola tindakan yang komprehensif. Mewujudkan hubungan yang baik antar

satuan fungsi adalah hal yang harus dilakukan jika ingin melaksanakan

setiap tahapan dalam strategi pencegahan kejahatan yang baik.

Tabel 4.4 Matriks Analisis SWOT Strategi Pemolisian Pencegahan Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat

4.3 Strategi Pemolisian Pencegahan Kejahatan Penipuan Melalui Media

Elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat

4.3.1 Pencegahan Kejahatan Situasional (Situstional Crime Prevention)

Terhadap Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Pencegahan kejahatan situsional (situational crime prevention) pada

dasarnya lebih menekankan bagaimana caranya mengurangi kesempatan bagi

Page 172: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

156

pelaku untuk melakukan kejahatan, terutama pada situasi, tempat, dan waktu

tertentu. Pendekatan ini mencoba melakukan pencegahan kejahatan dengan

cara membuat target menjadi kurang memiliki nilai serta meningkatkan resiko

dan usaha untuk melakukan kejahatan. Alih-alih melakukan pencegahan

kejahatan secara global, pendekatan ini memilih untuk menfokuskan

pendekatannya kepada situasi tertentu yang berpotensi mendukung terjadinya

kejahatan. (Cornish & Clarke, 2003)

Cornish dan Clarke kemudian mengembangkan 25 teknik

pencegahan melalui pengurangan kesempatan berbuat kejahatan. Teknik ini

diarahkan untuk mencegah kejahatan yang lebih spesifik daripada mencegah

kejahatan secara umum. Karena fokus penelitian ini adalah kejahatan penipuan

melalui media elektronik maka cara yang paling komprehensif untuk menyusun

langkah pencegahan kejahatan penipuan tersebut adalah menggunakan 25

teknik pencegahan kejahatan dari Cornish dan Clarke.

Cornish dan Clarke (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa semua 25

teknik tersebut tidak semuanya cocok untuk semua situasi kejahatan. Kerangka

teknik ini harus digunakan disesuaikan dengan jenis kejahatan yang ingin

dicegah melalui identifikasi karakter dan situasi yang berpengaruh. Berangkat

dari identifikasi karakter kejahatan dan situasi yang mendukung, upaya

pencegahan kejahatan secara situsional bertujuan untuk menciptakan suatu

desain kondisi yang dapat menangkal kejahatan. Desain penangkalan

kejahatan terkadang hanya berkaitan dengan pemikiran sederhana tentang

"target hardening" , namun lebih luas lagi mencakup beberapa teknik yang

dapat mereduksi faktor-faktor pendukung terjadinya kejahatan. 25 langkah

pencegahan tersebut terdiri dari 5 kelompok yaitu: (1) meningkatkan usaha

Page 173: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

157

(increase the efforts), (2) meningkatkan resiko (increase the risk), (3)

mengurangi imbalan (reduce the rewards), (4) mengurangi provokasi (reduce

provocations), dan (5) menghilangkan alasan (remove excuses).

Tabel 4.5 Langkah Pencegahan Kejahatan Situasional Terhadap Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

Page 174: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

158

Pertama, adalah upaya meningkatkan usaha (Increase the effort) yang

meliputi serangkaian upaya yang harus dilakukan sehingga meningkatkan

usaha yang diperlukan pelaku untuk melakukan suatu kejahatan. Tujuannya

adalah agar pelaku tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk berbuat jahat

atau mempersempit waktu yang memungkinkan untuk berbuat kejahatan.

a. Memperkuat sasaran (target hardening) yang berarti memasukkan

penghalang fisik, teknik, dan administratif pada objek sebelum

kejahatan itu terjadi. Tujuannya adalah membuat korban sulit untuk

menjadi korban kejahatan.

b. Mengendalikan akses menuju fasilitas (control access to facilities)

termasuk juga ke dalam jaringan atau sumber daya yang dapat menjadi

target kejahatan.

c. Mengawasi pintu keluar (screen exits) dari setiap subjek yang telah

memasuki fasilitas atau jaringan.

d. Menjauhkan pelaku dari target (deflect offender) dengan mengurangi

intensitas pelaku dan target bertemu dalam situasi yang memungkinkan

terjadinya kejahatan yang sama.

e. Mengendalikan peralatan / senjata yang digunakan pelaku (control

tools/weapons).

Langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang bertujuan untuk meningkatkan usaha (increase the effort) dari pelaku

kejahatan adalah:

a. Menyebarkan informasi tentang modus kejahatan penipuan melalui

media elektronik. Dengan diketahuinya modus-modus pelaku berbuat

kejahatan maka masyarakat akan semakin waspada terhadap perilaku

Page 175: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

159

orang yang mencurigakan, khususnya yang terkait dengan kejahatan

penipuan ini. Selain itu penelitian ini juga memperoleh fakta bahwa

penipua dapat tidak terlaksana apabila calon korban sebelumnya telah

mengetahui modus kejahatan yang sedang dijalankan.

b. Merubah pola perilaku beresiko masyarakat melalui pendidikan. Perlu

diupayakan perubahan perilaku beresiko masyarakat yang gampang

percaya dan ingin mendapatkan uang banyak dengan cara mudah.

Perubahan itu perlu dan dapat dilakukan sejak dini yaitu saat

masyarakat masih dalam jenjang pendidikan formal di sekolah. Perilaku

yang tidak beresiko membuat orang semakin sulit menjadi korban

kejahatan dan otomatis meningkatkan usaha pelaku.

c. Menverifikasi setiap akun penjual dalam situs jual-beli. Tindakan ini

merupakan langkah pengawasan sehingga tidak sembarangan orang

dapat masuk ke dalam sebuah layanan situs jual-beli.

d. Melakukan verifikasi terhadap identitas pendaftaran nomor telepon.

Selama ini proses pendaftaran identitas nomor telepon masih tidak

efektif karena hanya tidak pernah ada proses verifikasi kebenaran data.

Upaya poin "c" dan "d" merupakan cara mengontrol akses (control

access) pelaku untuk masuk ke dalam area calon korban. Dengan

adanya langkah verifikasi maka akan meningkatkan usaha pelaku untuk

berbuat jahat.

e. Memberikan uang kepada pejual hanya setelah barang terkonfirmasi

diterima oleh pembeli. Langkah ini merupakan langkah pengontrolan

akses keluar (screen exits) terhadap orang di dalam sistem. Dalam

layanan situs jual-beli, memberikan uang hasil perdagangan kepada

Page 176: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

160

penjual setelah barang terkonfirmasi telah diterima merupakan cara

yang dapat membuat aman pembeli dan sekaligus membuat enggan

pelaku kejahatan.

f. Pemblokiran terhadap situs / akun palsu milik pelaku. Beberapa pelaku

dengan sengaja membuat situs atau akun palsu untuk melakukan

aksinya. Dengan melakukan pemblokiran terhadap situs atau akun

yang digunakan untuk berbuat jahat maka dapat menjauhkan calon

korban untuk bertemu dengan pelaku di dunia maya (deflect offender).

g. Memberikan identitas pada nomor telepon. Telepon merupakan salah

satu media yang digunakan dalam melakukan kejahatan penipuan

melalui media elektronik. Pemberian identitas pada nomor telepon akan

memudahkan pengontrolan dan pengawasan terhadap penggunanya.

h. Menampilkan lokasi pengaksesan internet dari akun jual-beli. Selain

telepon, internet juga merupakan salah satu media dalam melakukan

kejahatan penipuan elektronik. Penampilan lokasi akses pada situs jual-

beli akan mempermudah pengontrolan terhadap sarana tersebut. Poin

"g" dan "h" merupakan langkah pencegahan untuk mengontrol akses

terhadap media/ sarana (control tools/ weapons) yang digunakan oleh

pelaku kejahatan sehingga dapat meningkatkan usaha pelaku untuk

berbuat jahat.

Kedua, adalah upaya meningkatkan resiko (increase the risk) dalam

berbuat jahat. Resiko disini termasuk resiko untuk tertangkap, resiko

kegagalan, resiko kehilangan barang yang didapatkan dari kejahatan, dan

resiko untuk dapat terdeteksi sebagai pelaku kejahatan juga termasuk. Adapun

langkah untuk meningkatkan resiko pelaku tersebut antara lain:

Page 177: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

161

a. Memperluas penjagaan (extend guardianship) dari objek yang

dilindungi.

b. Membantu pengawasan alamiah (assist natural surveillance),

pengawasan ini bukan dilakukan oleh pihak yang memang bertugas

untuk melakukan pengawasan, melainkan oleh masyarakat secara

umum.

c. Mengurangi anonimitas (reduce anonymity) dari pelaku kejahatan.

d. Memberdayakan manajer lokasi (utilize place managers) yang

bertanggungjawab dalam hal pengawasan.

e. Memperkuat pengawasan formal (strengthen formal surveillance) oleh

polisi, penjaga keamanan, dan pihak yang bertanggungjawab dalam

keamanan jaringan komunikasi.

Langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang bertujuan untuk meningkatkan resiko (increase the risk) dari pelaku

kejahatan adalah:

a. Pelaporan kepada polisi apabila ada pengajuan pembukaan rekening

yang menggunakan identitas palsu. Rekening merupakan salah satu

pendukung terlaksananya penipuan elektronik. Dengan melakukan

pengawasan terhadap pembukaan rekening maka dapat memperluas

lingkup penjagaan yang dilakukan (extend guardianship) sehingga

dapat meningkatkan resiko tertangkapnya pelaku.

b. Membuat sistem pengumpulan informasi tentang penipuan. Sistem ini

akan memudahkan calon korban untuk mengecek dan mencari

informasi terkait kejahatan penipuan elektronik. Langkah ini dapat

meningkatkan resiko kegagalan dari kejahatan penipuan.

Page 178: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

162

c. Menyediakan fitur pelaporan untuk akun / situs/ nomor telepon yang

melakukan penipuan. Terkadang masyarakat sering menemukan

kejahatan penipuan dalam kesehariannya. Dengan menyediakan fitur

pelaporan dalam media komunikasi, maka hal itu dapat membantu

meningkatkan sistem pengawasan secara alamiah (assist natural

surveillance) dan meningkatkan resiko bagi pelaku kejahatan.

d. Menampilkan identitas lengkap dari pemilik akun / situs / telepon.

Dengan menampilkan identitas, maka akan membuat resiko tertangkap

pelaku akan semakin besar.

e. Mengadakan penanggung jawab yang bertugas mengawasi transaksi.

Penambahan pengawas di luar polisi akan meningkatkan resiko

tertangkapnya pelaku.

f. Patroli dunia maya (cyber patrol) oleh polisi. Polisi sebagai pengawas

formal juga harus melakukan upaya patroli di dunia maya sehingga

resiko pelaku untuk melakukan kejahatan menjadi meningkat.

Ketiga, adalah upaya mengurangi kemanfaatan (reduce the rewards)

yang didapat sebagai hasil melakukan kejahatan. Hal ini akan menurunkan

kemanfaatan dari berbuat jahat, karena jika barang tersebut yang tidak bisa

digunakan maka nilai dari barang tersebut akan otomatis berkurang. Adapun

langkah untuk mengurangi imbalan tersebut antara lain:

a. Menyembunyikan target (conceal targets) dapat mengurangi

kemanfaatan dari pelaku. Produk harus dapat dengan mudah

digunakan dan diakses oleh konsumen, namun tidak memberikan

banyak informasi bagi calon pelaku untuk melakukan kejahatan.

Page 179: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

163

b. Memindahkan target (remove target) dari tempat yang memungkinkan

terjadinya kejahatan. Hal ini bukan berarti menyembunyikan target

secara seluruhnya, namun hanya menyediakan produk tersebut pada

waktu yang seharusnya.

c. Memberikan identitas pada benda (identify property). Identifikasi yang

baik terhadap produk dapat mempermudah pengawas untuk melacak

produk, melacak lokasi pelaku kejahatan, dan juga meningkatkan

kesadaran pemilik akan barang yang dimilikinya.

d. Mengganggu pasar (disrupt markets) yang digunakan untuk menjual

barang hasil kejahatan untuk mengurangi kemanfaatannya dan juga

meningkatkan resikonya.

e. Mencegah keuntungan yang akan diperoleh pelaku (deny benefits).

Produk dan pelayanan yang sulit dijual dalam pasar akan mengurangi

kemanfaatan dari aktivitas kejahatan.

Langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang bertujuan untuk mengurangi kemanfaatan (reduce the reward) barang

adalah:

a. Pembuatan rekening penampungan bagi transaksi jual-beli. Rekening

penampungan berfungsi untuk menampung uang pembayaran dari

pembeli sebelum diserahkan kepada penjual. Uang baru diberikan

kepada penjual jika barang yang ditransaksikan sudah sampai kepada

pembeli. Mekanisme ini membuat uang tersembunyi dari pelaku

kejahatan (conceal the targets).

b. Hanya mengizinkan orang yang disetujui untuk berkomunikasi dalam

sosial media. Pelaku seringkali melancarkan aksinya dengan mencari

Page 180: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

164

korban-korban yang potensial dalam sosial media. Dengan menyetting

akun sosial media tidak terbuka untuk umum, maka itu merupakan

salah satu cara menyembunyikan target (conceal the targets) dari

pelaku.

c. Mengatur batas pengambilan uang melalui ATM. Langkah ini

memberikan batasan bagi pelaku sehingga menyulitkan proses

pengambilan hasil kejahatan.

d. Membuat sistem pemantauan posisi barang atau uang, mengenai asal

pengiriman dan tujuan pengiriman. Dengan memberikan informasi

mengenai alamat asal dan tujuan barang maka akan mempermudah

pengawas untuk melacak produk, melacak lokasi pelaku kejahatan, dan

juga meningkatkan kesadaran pemilik akan barang atau uang yang

dimilikinya.

e. Melakukan pemblokiran rekening penampung hasil kejahatan. Proses

pemblokiran akan menghilangkan kemanfaatan (deny benefits) dari

pelaku karena walaupun uang ada di rekening pelaku namun tidak bisa

digunakan karena telah diblokir. Namun proses pemblokiran ini harus

cepat dilaksanakan agar uang yang ada di rekening belum digunakan

oleh pelaku.

Keempat, upaya mengurangi provokasi (reduce provocations) yang

langkah-langkahnya meliputi:

a. Mengurangi frustasi dan stres (reduce frustrations and stress) yang

merupakan faktor utama penyebab kejahatan yang berhubungan

dengan kekerasan.

b. Mencegah munculnya pertengkaran (avoid disputes) diantara subjek.

Page 181: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

165

c. Mengurangi rangsangan emosional (reduce emotional arousal) yang

berujung pada terjadinya kejahatan.

d. Menetralisir tekanan rekan (neutralize peer pressure) yang berujung

pada kerjasama atau mendorong individu untuk berbuat jahat.

e. Mencegah imitasi (discourage imitation). Publikasi dapat

mempengaruhi seseorang untuk meniru kejahatan.

Langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang bertujuan untuk mengurangi provokasi (reduce provocations) kepada

pelaku adalah dengan:

a. Menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Berbeda dengan

kejahatan pembunuhan, motivasi pelaku kejahatan penipuan adalah

motivasi ekonomi. Dengan adanya sarana bagi masyarakat untuk

memperoleh penghasilan secara legal, maka hal itu dapat mengurangi

stres dan frustasi (reduce frustrations and stress) seseorang dalam

bidang ekonomi.

b. Mengkampanyekan bahwa kecurangan dalam transaksi jual-beli adalah

kejahatan. Langkah tersebut dapat mengurangi rangsangan emosional

untuk berbuat jahat sehingga dapat mengurangi provokasi terhadap diri

pelaku.

c. Pengawasan terhadap ruang obrolan (chatting room) yang

menyimpang. Tujuan langkah ini adalah mencegah adanya imitasi

orang lain akan perilaku menyimpang akibat adanya pembicaraan

tentang kenikmatan yang diperoleh pelaku dari pelaksanaan kejahatan

penipuan melalui media elektronik ini.

Page 182: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

166

Kelima, adalah upaya menghilangkan alasan (remove excuses) yang

melegalkan orang untuk berbuat jahat. Hal ini dapat dilakukan secara

sederhana yaitu dengan mengingatkan bahwa beberapa tindak merupakan

tindakan yang dilarang oleh hukum. Langkah tersebut meliputi:

a. Membuat aturan (set rules) tentang perilaku yang diperbolehkan dan

juga pemberitahuan bahwa pelanggaran terhadap peraturan akan

mendapat konsekwensi hukum yang sepadan.

b. Menempatkan rambu-rambu larangan maupun perintah (post

instruction) yang memberitahukan dengan jelas perbuatan yang

diperbolehkan dan dilarang oleh hukum yang berlaku.

c. Meningkatkan kesadaran (alert conscience) akan fakta bahwa suatu

perbuatan merupakan perbuatan yang dilarang.

d. Membantu mewujudkan kepatuhan (assist compliance) dengan cara

membantu seseorang untuk menemukan jalan untuk memenuhi

kebutuhan mereka secara legal sehingga mereka tidak mencari jalan

alternatif dengan cara melanggar peraturan.

e. Mengendalikan peredaran narkoba dan alkohol (controlling drugs and

alcohol).

Langkah pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang bertujuan untuk menghilangkan alasan (remove excuses) yang

melegalkan orang untuk berbuat jahat adalah dengan:

a. Menegakkan aturan tentang kejahatan penipuan dengan hukuman

yang sepadan. Pembuatan aturan (set rules) yang melarang sesorang

melakukan kejahatan penipuan dan benar-benar menegakkannya akan

menghilangkan alasan seseorang untuk berbuat jahat. Karenanya

Page 183: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

167

peneggakkan hukum terhadap peraturan tersebut harus dilaksanakan

dengan baik sehingga memberikan efek jera baik bagi pelaku atau

orang lain yang mengetahuinya.

b. Menempatkan rambu-rambu larangan melakukan penipuan "Dilarang

melakukan penipuan". Rambu peringatan dan larangan (post

instruction) membuat seseorang paham akan dilarangnya suatu

tindakan akan mendorong mereka untuk tidak berbuat salah.

c. Meningkatkan kesadaran (alert conscience) bahwa penipuan adalah

perbuatan pidana melalui pemberitahuan. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan cara menampilkan himbauan-himbauan untuk tidak berbuat

jahat di media-media yang sering digunakan pelaku untuk

melaksanakn penipuan. Contohnya misalnya slogan yang berbunyi

"Penipuan adalah perbuatan pidana dengan ancaman hukuman 4

tahun penjara" yang diletakkan di halaman situs jual-beli.

Langkah-langkah di atas merupakan langkah yang ideal digunakan

untuk mencegah terjadinya kejahatan penipuan melalui media elektronik

berdasarkan kerangkan teori pencegahan kejahatan situsional (situational

crime prevention). Namun langkah tersebut bukan dikhususkan untuk

dilakukan oleh polisi saja, ada pihak-pihak lain yang harus berpartisipasi dalam

mewujudkan langkah pencegahan yang komprehensif karena setiap

stakeholder mempunyai kemampuan dan kapasitas yang berbeda berkaitan

dengan kewenangan yang dimiliki. Pihak-pihak tersebut antara lain

masyarakat, polisi, pemerintah selaku regulator, bank, media massa,

perusahaan telekomunikasi, dan vendor penyedia jasa jual-beli online.

Page 184: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

168

4.3.2 Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Kejahatan Penipuan Melalui

Media Elektronik

Membangun strategi pemolisian berarti membangun sebuah langkah

pemolisian dalam kerangka manajemen strategik. Strategi dalam kerangka

konsep manajemen strategik didefinisikan oleh Wheelen dan Hunger (2012: 5)

sebagai seperangkat keputusan dan aksi manajemen yang menentukan

tindakan organisasi dalam jangka panjang. Proses ini terdiri dari empat elemen

dasar yaitu (1) enviromental scanning, (2) strategy formulation, (3) strategy

implementation, dan (4) strategy evaluation. Keempat langkah ini harus

dilaksanakan dalam sebuah garis kontinum sehingga pelaksanaan strategi

tersebut dapat memberikan efektivitas dan efisiensi kerja.

Karena fokus penelitian ini adalah untuk mencari strategi pemolisian

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik, maka langkah

pemolisian yang dilakukan harus mengarah kepada pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik. Agar langkah yang disusun dapat efektif

dan efisien, maka penyusunan langkah pencegahan kejahatan tersebut harus

menggunakan teori pencegahan situasional yang telah dijabarkan dalam sub

bab sebelumnya. Dari langkah-langkah yang telah teridentifikasi di atas, terlihat

bahwa perlu adanya sinergitas antara seluruh stakeholder dalam mewujudkan

pola pencegahan yang komprehensif. Sebuah hal yang tidak mungkin apabila

polisi melaksanakan semua tugas pencegahan kejahatan tersebut itu

sendirian. Peran polisi disini adalah untuk menyatukan semua stakeholder

tersebut, secara bersama-sama berkomitmen untuk mengatasi masalah

kejahatan penipuan melalui media elektronik.

Page 185: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

169

Konsep pemolisian yang mendorong kemitraan antara polisi dan

seluruh stakeholder keamanan tersebut terdapat dalam konsep pemolisian

masyarakat (community policing) yang dikatakan oleh Community Policing

Consortium. Menurut Community Policing Consortium (1994) pemolisian

masyarakat adalah sebuah usaha kolaboratif antara polisi dan komunitas yang

mengidentifikasi permasalahan dari pelanggaran dan kejahatan dengan

melibatkan semua elemen dari masyarakat untuk mencari solusi dari

permasalahan tersebut. Paradigma pemolisian masyarakat ini berangkat dari

adagium bahwa polisi tidak dapat sendirian mengontrol kejahatan dan

pelanggaran serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Berdasarkan paradigma pemolisian masyarkaat di atas, pada dasarnya

polisi tidak perlu melakukan semua tugas menjaga kemanan secara sendirian.

Di sisi lain, polisi juga tidak dapat melaksanakan keseluruhan langkah

pencegahan kejahatan tersebut karena adanya keterbatasan anggaran,

tenaga, dan kewenangan Polri sebagai sebuah institusi pemerintah. Posisi

polisi disini adalah sebagai katalisator yang membangun kesadaran semua

stakeholder akan pentingnya menyelesaikan permasalahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik. Menurut Community Policing Consortium

(1994), pemolisian masyarakat terdiri dari dua komponen utama yaitu

kemitraan dan pemecahan masalah.

Untuk mengembangkan kemitraan, polisi harus mengembangkan

hubungan yang baik dengan masyarakat, harus mengikutsertakan komunitas

dalam tugas menjaga dan mengontrol kejahatan, dan harus menyatukan

sumber dayanya dengan masyarakat untuk mengatasi masalah yang dianggap

paling penting oleh komunitas (Community Policing Consortium, 1994: 13).

Page 186: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

170

Hubungan kemitraan yang dibangun tersebut pada akhirnya harus dan dapat

mendorong masyarakat untuk ikut merasa bertanggung jawab dengan

lingkungannya.

Kunci dari kemitraan adalah kepercayaan antara masing-masing pihak

yang terlibat. Kemudian dari kepercayaan tersebut polisi akan mendapatkan

akses yang lebih besar kepada informasi berharga dari masyarakat yang dapat

berkontribusi kepada pencegahan kejahatan, dapat memberikan bantuan yang

diperlukan dalam proses pengontrolan kejahatan, serta membuka kesempatan

kepada petugas untuk mewujudkan hubungan kerja dengan masyarakat.

Community Policing Consortium (1994) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam

pemolisian masyarakat, polisi berperan sebagai pendorong dan fasilitator

dalam pengembangan masyarakat. Karena itu, hubungan kolaboratif antara

polisi dan masyarakat harus selalu dijaga untuk mendorong dan menjaga

kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.

Mengacu kepada konsep kemitraan dalam pemolisian masyarakat

tersebut, memang tidak seharusnya polisi bekerja sendiri dalam memecahkan

masalah sosial. Justru peran polisi yang terpenting adalah sebagai pendorong

dan fasilitator dalam pengembangan masyarakat. Karenanya, dalam

mewujudkan sebuah upaya pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik yang komprehensif, polisi harus dapat membangun kemitraan

dengan semua stakeholder yang terdiri masyarakat, pemerintah selaku

regulator, bank, media massa, perusahaan telekomunikasi, dan vendor

penyedia jasa jual-beli online. Polisi dalam hal ini Polres Metro Jakarta Pusat

harus dapat mendorong agar masing-masing stakeholder menjalankan

Page 187: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

171

perannya dengan maksimal sehingga kejahatan penipuan melalui media

elektronik dapat ditangkal.

Komponen utama kedua dari community policing adalah sebuah

pemecahan masalah yang dilakukan secara bersama-sama. Menurut

Community Policing Consortium (1994:13) pemecahan masalah dalam

pemolisian masyarakat adalah sebuah proses yang dimulai dengan

mengidentifikasi permasalahan komunitas yang utama kemudian mencari

solusi dari masalah tersebut. Kekurangan Polres Metro Jakarta Pusat yang

ditemukan sebelumnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat dalam

mengidentifikasi permasalahan sosial yang terjadi. Hal itu tentunya tidak boleh

terulang kembali dalam penyusunan strategi pemolisian ke depan. Pelibatan

masyarakat dalam proses identifikasi dan pemecahan masalah sosial bertujuan

agar polisi tidak akan selalu merespon kepada kejadian di tempat yang sama

secara berulang-ulang karena mereka menekan atau menyelesaikan

permasalahan yang berada di balik kejadian tersebut.

Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh Polres Metro Jakarta Pusat,

untuk dapat memformulasikan sebuah strategi pemolisian pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik yang komprehensif, maka perlu

pengimplementasian prinsip community policing dalam menyusun sebuah

strategi pemolisian yang ideal. Strategi tersebut mencakup identifikasi peran

dari masing-masing stakeholder dalam menyelesaikan permasalahan secara

komprehensif. Setelah teridentifikasi peran dari masing-masing stakeholder,

maka peran Polres Metro Jakarta Pusat adalah sebagai leading sector bagi

seluruh stakeholder sehingga upaya pencegahan yang dilaksanakan dapat

terwujud dan terlaksana secara berkesinambungan.

Page 188: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

172

Adapun identitifkasi peran dari masing-masing stakeholder yang

disebutkan di atas adalah berdasarkan langkah pencegahan kejahatan

situsional, yang dapat dijelaskan oleh bagan berikut ini:

Gambar 4.24 Bagan Peran Stakeholder dalam Strategi Pemolisian Pencegahan Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

a. Penyedia Jasa Jual-beli Online

Perusahaan penyedia jasa jual-beli online dapat membantu

mewujudkan program pencegahan kejahatan yang komprehensif dengan

cara:

1) Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa penipuan adalah

perbuatan pidana yang dilarang melalui pemberitahuan dan

menempatkan rambu-rambu larangan melakukan penipuan.

Page 189: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

173

Pemberitahuan dan rambu larangan tersebut dapat ditempatkan

dalam halaman situs jual-beli.

2) Membuat desain transaksi jual-beli yang aman sehingga dapat

meningkatkan usaha dan resiko tertangkap pelaku kejahatan. Desain

tersebut dapat dilakukan dengan membuat rekening penampungan

bersama penjual dan pembeli, menyediakan sistem pemantauan

posisi barang dan uang yang ditransaksikan, serta membuat aturan

pemberian uang kepada pejual setelah barang terkonfirmasi diterima

oleh pembeli.

3) Membuat desain pengamanan internal yang bertugas mengawasi

keamanan transaksi. Desain tersebut dapat dilakuka dengan

menempatkan penanggungjawab yang bertugas mengawasi

keamanan transaksi, menampilkan identitas lengkap dari pemilik akun

dalam situs, menyediakan fitur pelaporan untuk akun yang diduga

telah melakukan penipuan, serta menampilkan lokasi pengaksesan

internet dari akun jual-beli.

b. Bank

Perusahaan bank baik milik pemerintah maupun swasta dapat

membantu mewujudkan program pencegahan kejahatan yang komprehensif

dengan cara:

1) Mengembangkan sebuah regulasi yang dapat mempersulit pelaku

kejahatan melaksanakan aksinya. Regulasi tersebut dapat berwujud

kebijakan pengaturan batas pengambilan uang melalui ATM serta

peraturan pemblokiran rekening kejahatan.

Page 190: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

174

2) Membuat sistem pemantauan posisi barang atau uang, mengenai asal

pengiriman dan tujuan pengiriman.

3) Meningkatkan kerjasama dengan kepolisian terkait penanganan tindak

pidana yang berkaitan dengan penipuan melalui media elektronik.

Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan melaporkan kepada

polisi apabila ada pengajuan pembukaan rekening yang

menggunakan identitas palsu.

c. Perusahaan Telekomunikasi

Perusahaan telekomunikasi dapat membantu mewujudkan program

pencegahan kejahatan yang komprehensif dengan cara:

1) Membuat desain produk yang menghilangkan anonimitas dengan cara

memberikan identitas pada masing-masing nomor telepon serta

melakukan verifikasi dengan cara mencocokkannya dengan data

kependudukan. Hal ini dapat mempermudah pengungkapan identitas

pelaku kejahatan serta membuat resiko pelaku untuk tertangkap

semakin tinggi.

2) Mendorong terwujudnya pola komunikasi yang aman dengan cara

menampilkan identitas penelepon di layar tujuan serta menyediakan

layanan pelaporan apabila terjadi tindak pidana penipuan yang

menggunakan produk layanannya.

d. Masyarakat

Masyarakat secara umum dapat membantu mewujudkan program

pencegahan kejahatan yang komprehensif dengan cara:

1) Melakukan pengawasan alamiah terhadap kejahatan penipuan

elektronik dengan cara melaporkannya kepada pihak yang bewenang.

Page 191: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

175

Dengan turut dilakukannya pengawasan oleh masyarakat, maka

tindakan tersebut dapat memperluas area pengawasan terhadap

kejahatan penipuan melalui media elektronik tersebut.

2) Merubah pola perilaku dari yang beresiko menjadi pola perilaku yang

mempunyai daya tangkal terhadap kejahatan penipuan. Pola perilaku

tersebut misalnya adalah dengan tidak menyebarkan informasi yang

bersifat pribadi dalam akun sosial media kepada masyarakat umum

serta merubah pola pikir yang ingin mendapatkan banyak uang dalam

waktu yang singkat.

e. Pemerintah

Peran pemerintah dalam membantu mewujudkan program

pencegahan kejahatan yang komprehensif adalah sebagai praktisi dan

legislator. Praktisi disini berarti pemerintah melaksanakan tugasnya sebagai

lembaga eksekutif sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Legislator

disini berarti pemerintah membuat sebuah formulasi kebijakan yang

mendukung desain pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik. Langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk membantu

mewujudkan program pencegahan kejahatan yang komprehensif adalah

dengan:

1) Meningkatkan tingkat kehidupan masyarakat. Upaya peningkatan

kehidupan masyarakat ini dapat dilakukan dengan cara merubah pola

perilaku masyarakat melalui pendidikan. Selanjutnya pemerintah

dapat mendorong penciptaan lapangan pekerjaan sehingga keluaran

dari lembaga pendidikan dapat mencari pekerjaan yang sesuai

dengannya. Apabila tingkat kehidupan masyarakat meningkat dan

Page 192: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

176

kebutuhan ekonominya tercukupi, maka keinginan untuk berbuat jahat

akan berkurang.

2) Melakukan tindakan pengawasan yang bertujuan untuk mewujudkan

desain lingkungan dunia maya yang aman. Langkah tersebut

dilakukan melalui upaya pengawasan terhadap ruang obrolan

(chatting room) yang menyimpang, membuat sistem pengumpulan

informasi tentang kejahatan penipuan elektronik, dan melakukan

pemblokiran terhadap situs-situs yang sengaja digunakan untuk

melakukan penipuan.

3) Mengkampanyekan kepada masyarakat secara berkesinambungan

bahwa kejahatan penipuan melalui media elektronik adalah sebuah

kejahatan melalui penempatan rambu-rambu larangan melakukan

penipuan.

4) Merumuskan kebijakan yang mendorong semua stakeholder yang

terkait dalam pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik untuk menjalankan perannya masing-masing dan saling

bekerjsama membentuk program pencegahan kejahatan yang

komprehensif.

f. Media Massa

Masyarakat secara umum dapat membantu mewujudkan program

pencegahan kejahatan yang komprehensif dengan cara menyebarkan

informasi tetang modus-modus kejahatan penipuan melalui media elektronik

sehingga dapat diketahui oleh masyarakat. Dengan diketahuinya modus-

modus kejahatan penipuan tersebut maka resiko kegagalan kejahatan

penipuan akan meningkat.

Page 193: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

177

g. Polisi

Peran polisi dalam pencegahan kejahatan kejahatan penipuan

melalui media elektronik adalah sebagai leading sector bagi stakeholder

lainnya. Polisi harus membangun sebuah sinergitas dan komitmen dari

semua komponen masyarakat tersebut serta terus menjaganya agar

kemitraan tersebut selalu berkelanjutan. Dalam prosesnya, polisi harus dapat

mendorong masing-masing pihak melaksanakan perannya dengan maksimal

agar upaya pencegahan kejahatan yang dilakukan dapat efektif.

Selain berperan sebagai fasilitator dan katalisator, polisi juga

mempunyai peran tambahan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung

jawabnya sebagai pengak hukum. Peran tersebut antara lain:

1) Menegakkan aturan tentang kejahatan penipuan dengan hukuman

yang sepadan. Penegakkan hukum memberikan efek jera kepada

pelaku kejahatan untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi serta

memberikan informasi tentang resiko tertangkap bagi pelaku yang

lainnya.

2) Patroli dunia maya (cyber patrol) oleh polisi. Upaya patroli yang

selama ini hanya dilakukan di dunia nyata harus juga disesuaikan

untuk mendukung pengawasan dalam dunia maya.

3) Membuat sistem pengumpulan informasi tentang penipuan. Sebagai

sumber informasi utama dalam mengenal modus dan karakter

kejahatan penipuan melalui media elektronik, Polres Metro Jakarta

Pusat harus membuat sistem yang mengumpulkan informasi tentang

modus dan karakter kejahatan penipuan tersebut. Beberapa informasi

dapat diumumkan kepada masyarakat luas melalui media massa.

Page 194: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

178

Dalam kerangka pemolisian masyarakat, Polres Metro Jakarta Pusat

selain menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum juga berperan sebagai

fasilitator dan katalisator bagi semua stakeholder terkait. Pelaksanaan peran

dari masing-masing stakeholder ini tidak dapat hanya dibagi berdasarkan

perannya, namun harus dikoordinasikan sebagai sebuah kesatuan. Karenanya

sangat diperlukan upaya penyamaan komitmen dari masing-masing

stakeholder. Hal ini sesuai dengan prinsip komponen kemitraan dalam teori

community policing yang mengatakan bahwa dalam community policing, polisi

berperan sebagai pendorong dan fasilitator dalam pengembangan masyarakat,

karenanya hubungan kolaboratif antara polisi dan masyarakat harus selalu

dijaga untuk mendorong dan menjaga kedamaian dan kesejahteraan

masyarakat (Community Policing Consortium, 1994).

Dalam teori gunung es kepolisian pro aktif, Rycko Amelza Dahniel

(2015) mengatakan bahwa teori gunung es menunjukkan bahwa ketiga strategi

simultan itu juga dapat dipandang dari segi proses aktualisasinya. Masing-

masing strategi akan bergerak secara kesisteman, dimulai dari tataran

fundamental, instrumental, sampai kepada praktek atau implementasinya.

Berdasarkan teori tersebut, strategi pemolisian pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik yang ideal diterapkan di Polres Metro

Jakarta Pusat dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) tataran aktualisasi yaitu: (1)

tataran fundamental, (2) tataran instrumental, dan (3) tataran implementasi.

Page 195: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

179

Gambar 4.25 Bagan Aktualisasi Strategi Pemolisian Pencegahan

Kejahatan Penipuan Melalui Media Elektronik

a. Tataran fundamental

Tataran fundamental menunjuk kepada pentingnya membangun

sebuah kesadaran bersama, membangun sinergi para pemangku

kepentingan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk bersama-sama

mengidentifikasi, memetakan, membangun kesadaran, membuat opsi dan

membangun solusinya (Rycko Amelza Dahniel, 2015). Pada tataran

fundamental, dalam membangun sebuah strategi pemolisian, Polres Metro

Jakarta Pusat perlu membangun sebuah kesadaran bersama dari seluruh

stakeholder yang terkait dalam memecahkan pemasalahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik ini. Karena itu peran polisi menjadi

sangat penting disini. Polisi berperan sebagai pendorong dan fasilitator

Page 196: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

180

dalam menyatukan semua stakeholder sehingga tercipta sinergitas yang

menjadi kekuatan dalam mengatasi masalah kejahatan penipuan melalui

media elektronik. Langkah dalam mewujudkan sinergitas dan kemitraan

tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Meningkatkan komunikasi dengan masyarakat, pemerintah selaku

regulator, bank, media massa, perusahaan telekomunikasi, dan

vendor penyedia jasa jual-beli online yang merupakan stakeholder

dalam pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik.

Komunikasi ini dimaksudkan untuk membangun sebuah hubungan

yang baik dan memperoleh kepercayaan dari masing-masing pihak.

Komunikasi dan rasa saling percaya merupakan kepada perwujudan

kemitraan polisi dan stakeholder terkait.

2. Mengadakan pertemuan sebagai sarana penyamaan persepsi serta

membangun kesadaran bersama bahwa permasalahan penipuan

melalui media elektronik merupakan tanggungjawab bersama.

Langkah ini akan memberikan pondasi bagi upaya selanjutnya karena

jika para stakeholder memiliki kesadaran bahwa masalah ini juga

merupakan tanggungjawabnya, maka mereka akan dapat

mengerahkan segala daya upaya untuk mengatasinya.

3. Secara bersama-sama merumuskan langkah solutif yang dinilai efektif

dan efisien dalam mencegah kejahatan penipuan melalui media

elektronik. Dalam tahapan ini semua stakeholder mempunyai posisi

yang sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan

kesetaraan tersebut maka proses identifikasi masalah dan perumusan

langkah solutif akan benar-benar mencapai sasarannya dengan baik.

Page 197: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

181

4. Menjaga hubungan yang telah terjalin melalui komunikasi dan

pertemuan rutin seluruh stakeholder. Sebuah hubungan yang baik

tidak boleh hanya dibiarkan begitu saja namun juga harus selalu

dijaga secara berkesinambungan. Pertemuan rutin ini selain dapat

digunakan sebagai sarana evaluasi program pencegahan kejahatan

juga dapat digunakan sebagai sarana menjaga hubungan kemitraan

antara stakeholder.

b. Tataran instrumental

Tataran instrumental disini merupakan proses aktualisasi dari

kesepahaman dan berbagai opsi yang telah dibangun pada tahap

sebelumnya, dengan merumuskan berbagai aturan main yang dapat

diterima, sesuai kemampuan sumber daya yang dimiliki, dan tingkat

kewenangan semua pemangku kepentingan (Rycko Amelza Dahniel,

2015). Langkah strategi pemolisian dalam merumuskan aturan main

tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Membagi peran dari masing-masing stakeholder sesuai dengan

kemampuan sumber daya yang dimiliki dan tingkat kewenangannya

masing-masing. Perumusan pembagian peran tersebut dapat

menggunakan perspektif pencegahan kejahatan situasional sebagai

bahan pertimbangan untuk mewujudkan langkah pencegahan

kejahatan yang komprehensif.

2. Membuat MoU (Memorandum of Undestanding) diantara semua

stakeholder yang dapat digunakan sebagai acuan aktualisasi strategi

pada tataran praktis nantinya. Kesepahaman ini harus dituangkan

secara tertulis dalam bentuk pembuatan MoU sehingga memudahkan

Page 198: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

182

langkah koordinasi yang dilakukan oleh anggota dari masing-masing

stakeholder untuk bertindak dan memenuhi komitmen yang telah

disepakati sebelumnya. Kesepakatan kerjasama tertulis ini juga dapat

menghilangkan masalah koordinasi pada level praktis ketika para

personil dari masing-masing stakeholder bertemu.

c. Tataran implementasi

Menurut Rycko Amelza Dahniel (2015) tataran proses puncak

atau praktek atau implementasi merupakan aksi nyata yang dilakukan

secara bersama-sama secara sinergi dengan senantiasa memperhatikan

peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan atas tindakan yang

akan dilakukan.

Tahap ini merupakan langkah nyata pelaksanaan tugas Polres

Metro Jakarta Pusat dalam melaksanakan langkah solutif pemecahan

masalah terkait pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik.

Pada tataran ini, aksi nyata Polres Metro Jakarta Pusat dan seluruh

stakeholder yang dilakukan secara bersama-sama secara sinergi dengan

senantiasa memperhatikan peluang dan ancaman serta kekuatan dan dan

kelemahan atas tindakan yang akan dilakukan. Langkah nyata yang

dilakukan oleh masing-masing stakeholder adalah menjalankan perannya

masing-masing yang telah terbagi sebelumnya. Sedangkan langkah

strategi pemolisian yang dapat dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat

dapat dilakukan dengan cara:

1. Menunjuk pendamping dari personil Polres Metro Jakarta Pusat yang

bertugas untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder. Selain

itu, pendamping yang ditunjuk juga bertugas untuk mendorong dan

Page 199: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

183

memastikan peran dari masing-masing stakeholder terlaksana dengan

baik. Kehadiran pendamping juga bertugas menyelesaikan hambatan

yang berkaitan dengan koordinasi antar stakeholder dalam

menjalankan program pencegahan kejahatan yang komprehensif.

Mengingat bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting

dalam membina hubungan, maka kehadiran pendamping ini

mempunyai peran yang vital dalam mewujudkan kemitraan diantara

para stakeholder.

2. Mengadakan kerjasama pelatihan dengan stakeholder lainnya untuk

meningkatkan kemampuan anggota Polres Metro Jakarta Pusat dalam

hal teknologi informasi. Dengan adanya kendala anggaran yang

terbatas dan kemampuan penguasaan anggota tentang teknologi

informasi yang rendah, maka pemberian pelatihan teknologi informasi

melalui kerjasama dengan stakeholder merupakan sebuah langkah

solutif. Kemampuan anggota akan meningkat namun tidak

menggunakan anggaran yang ada di Polres Metro Jakarta Pusat.

3. Patroli dunia maya (cyber patrol) oleh polisi. Setelah anggota

mempunyai kemampuan yang cukup tentang teknologi informasi,

maka langkah patroli dunia maya dapat dilakukan sebagai upaya

pencegahan kejahatan kontemporer seperti kejahatan penipaun

melalui media elektronik ini. Upaya patroli yang selama ini hanya

dilakukan di dunia nyata harus juga disesuaikan untuk mendukung

pengawasan dalam dunia maya.

4. Memanfaatkan anggaran dengan baik melalui penyusunan program

yang efektif dan efisien. Salah satu program yang dapat dilaksanakan

Page 200: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

184

adalah program pemberian penghargaan bagi penyedia jasa yang

menerapkan desain sistem pencegahan kejahatan terbaik. Kehadiran

program ini dapat memotivasi semakin banyak pihak yang mendukung

program pencegahan kejahatan penipuan elektronik ini sekaligus

memberikan reward bagi para pihak yang telah ikut mendukung

program pencegahan kejahatan tersebut.

5. Mempererat hubungan kemitraan dengan media massa dalam

menyebarkan informasi terkait kejahatan penipuan. Media massa

dapat digunakan sebagai sarana untuk mensosialiasikan modus

kejahatan penipuan elektronik dan memberikan pemahaman kepada

masyarakat agar menghindari pola perilaku beresiko.

6. Membuat sistem pengumpulan informasi tentang penipuan. Sebagai

sumber informasi utama dalam mengenal modus dan karakter

kejahatan penipuan melalui media elektronik, Polres Metro Jakarta

Pusat harus membuat sistem yang mengumpulkan informasi tentang

kejahatan penipuan melalui media elektronik. Informasi terkait

kejahatan penipuan elektronik ini dapat digunakan untuk berbagai

tujuan salah satunya untuk memberikan pemahaman bagi

masyarakat tentang perkembangan modus kejahatan penipuan

melalui media elektronik yang ada.

7. Meningkatkan sinergitas antar satuan fungsi sehingga mewujudkan

pola tindakan yang komprehensif. Mewujudkan hubungan yang baik

antar satuan fungsi adalah hal yang harus dilakukan jika ingin

melaksanakan setiap tahapan dalam strategi pencegahan kejahatan

yang baik.

Page 201: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

185

8. Menegakkan aturan tentang kejahatan penipuan elektronik dengan

hukuman yang sepadan. Penegakkan hukum ini juga terkait kejahatan

yang mendukung terjadinya kejahatan penipuan elektronik seperti

pemalsuan identitas dalam pembukaan rekening bank. Penegakkan

hukum memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan untuk tidak

mengulangi perbuatannya lagi serta memberikan informasi tentang

resiko tertangkap bagi pelaku yang lainnya.

9. Mencantumkan hasil formulasi strategi tersebut ke dalam Rencana

Kerja Tahunan Polres Metro Jakarta Pusat sebagai sebuah langkah

perencanaan strategik. Rencana kerja tersebut harus memuat secara

rinci sasaran prioritas, target sasaran, program kegiatan, dan indikator

keberhasilannya sehingga memudahkan proses evaluasi dan kontrol

yang akan dilaksanakan. Pencantuman strategi pencegahan

kejahatan dalam dokumen rencana kerja tersebut diharapkan dapat

menjadi dasar bagi seluruh komponen Polres untuk bertindak.

Page 202: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

186

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian mengenai kejahatan penipuan melalui media

elektronik menghasilkan kesimpulan yaitu:

a. Jumlah kejahatan penipuan melalui media elektronik meningkat setiap

tahunnya baik dari segi kuantitas ataupun presentasenya terhadap

jumlah total kejahatan secara umum (crime total). Peningkatan

presentase ini diakibatkan adanya pergeseran modus kejahatan

(displacement) dari kejahatan konvensional kepada kejahatan

kontemporer. Karakter kejahatan penipuan melalui media elektronik

dapat ditinjau dari 4 aspek yaitu: (1) pelaku, (2) korban, (3) penjaga, dan

(4) media elektronik. Adapun karakteristik kejahatan penipuan tersebut

antara lain pelaku tidak diketahui identitasnya, pelaku menyiapkan

desain lingkungan yang meyakinkan calon korban, terdapat proses

pencurian informasi pribadi korban yang dilakukan oleh pelaku untuk

mendukung keberhasilan aksinya, kejahatan penipuan melalui media

elektronik akan mempunyai sedikit kemungkinan berhasil jika calon

korban pernah mendengar tentang jenis penipuan ini sebelumnya atau

calon korban mencoba untuk mencari tahu kebenaran informasi yang

disampaikan oleh pelaku sebelum merespon, kejahatan penipuan dapat

Page 203: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

187

dicegah oleh keberadaan pengawasan swadaya yang terdapat pada

organisasi terkait seperti bank, perusahaan telekomunikasi, dan

penyedia jasa jual beli online, serta kejahatan penipuan melalui media

elektronik di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat menggunakan

dua media utama yaitu internet dan telepon. Terdapat 11 (sebelas)

modus kejahatan penipuan melalui media elektronik yang terjadi di

Polres Metro Jakarta Pusat antara lain: (1) menjual barang, (2) agen

pulsa palsu, (3) agen travel palsu, (4) menawarkan pekerjaan, (5) SMS

pelunasan pembayaran, (6) mengaku teman atau saudara, (7) mengaku

atasan, (8) menawarkan dana pensiun, (9) mengaku polisi, (10) berpura-

pura keluarga kecelakaan, dan (11) undian berhadiah.

b. Polres Metro Jakarta Pusat sudah mempunyai langkah-langkah dalam

menangani kejahatan penipuan elektronik namun belum sesuai dengan

kaidah manajemen strategik. Proses manajemen strategik dilakukan

hanya sampai pada tahapan formulasi kebijakan. Lebih lanjut, tahapan

formulasi kebijakan yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat

tidak meletakkan upaya pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik sebagai sebuah target kinerja. Proses identifikasi masalah

yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Pusat tidak mengikuti kaidah

dalam community policing dimana Polres Metro Jakarta Pusat tidak

mengikutsertakan masyarakat dalam proses identifikasi permasalahan.

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap strategi pemolisian yang

dilaksanakan oleh Polres Metro Jakarta Pusat datang dari dalam

(internal) dan luar (eksternal) organisasi. Faktor internal Polres yang

mendukung implementasi strategi pemolisian pencegahan kejahatan

Page 204: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

188

penipuan elektronik antara lain Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK)

yang lengkap sampai pada level terkecil, etos kerja anggota yang tinggi,

perubahan paradigma menuju paradigma kepolisian pro aktif, paradigma

pemolisian masyarakat yang gencar digalakkan, dan jumlah anggota

yang memadai. Faktor internal Polres yang menghambat implementasi

strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik antara

lain kurangnya sarana prasarana dan teknologi, kurangnya kemampuan

anggota terkait teknologi informasi, tidak adanya sinergi antar satuan

fungsi dalam melakukan upaya pencegahan kejahatan, keterbatasan

anggaran, dan kurangnya komunikasi dengan stakeholder.

c. Penyusunan strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan

elektronik ke depan dilakukan dengan menerapkan pola pencegahan

kejahatan situasional dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap implementasi strategi pemolisian. Langkah

pencegahan tersebut terdiri dari serangkaian upaya meningkatkan

usaha, meningkatkan resiko, mengurangi imbalan, mengurangi

provokasi, dan menghilangkan alasan pelaku kejahatan untuk berbuat

jahat, yang dilakukan secara komprehensif oleh para stakeholder terkait.

Peran polisi dalam pencegahan kejahatan ini adalah sebagai leading

sector bagi semua stakeholder tersebut sehingga dapat secara

bersama-sama membangun kemitraan dalam mengatasi masalah

kejahatan penipuan melalui media elektronik. Rekomendasi strategi

pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik bagi Polres Metro

Jakarta Pusat dilakukan melalui 3 (tiga) tataran. Tataran fundamental

terdiri dari 4 (empat) upaya yaitu : (1) meningkatkan komunikasi dengan

Page 205: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

189

para stakeholder dalam pencegahan kejahatan penipuan elektronik, (2)

mengadakan pertemuan untuk menyamakan persepsi serta membangun

kesadaran bersama, (3) bersama-sama merumuskan langkah solutif

yang efektif dan efisien, serta (4) menjaga hubungan yang telah terjalin

melalui komunikasi dan pertemuan rutin seluruh stakeholder. Tataran

instrumental terdiri dari 2 (dua) upaya yaitu (1) membagi peran dari

masing-masing stakeholder sesuai dengan kemampuan sumber daya

yang dimiliki dan tingkat kewenangannya masing-masing serta (2)

membuat MoU (Memorandum of Undestanding) diantara semua

stakeholder. Tataran implementasi terdiri dari 8 (delapan) upaya yaitu:

(1) menunjuk pendamping yang bertugas untuk menjaga hubungan

dengan para stakeholder, (2) mengadakan kerjasama pelatihan dengan

stakeholder lainnya untuk meningkatkan kemampuan anggota dalam hal

teknologi informasi, (3) melakukan patroli dunia maya (cyber patrol), (4)

memanfaatkan anggaran dengan baik melalui penyusunan program

yang efektif dan efisien, (5) mempererat hubungan kemitraan dengan

media massa dalam menyebarkan informasi terkait kejahatan penipuan,

(6) membuat sistem pengumpulan informasi tentang penipuan, (7)

meningkatkan sinergitas antar satuan fungsi, (8) menegakkan aturan

tentang kejahatan penipuan elektronik dengan hukuman yang sepadan,

dan (9) mencantumkan hasil formulasi strategi tersebut ke dalam

Rencana Kerja Tahunan Polres Metro Jakarta Pusat sebagai sebuah

langkah perencanaan strategik.

Page 206: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

190

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan,

penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

a. Agar karakteristik kejahatan penipuan elektronik oleh Polres Metro

Jakarta Pusat dapat dipahami dengan baik, perlu dibentuk sebuah

sistem penghimpunan informasi terkait perkembangan kejahatan

penipuan melalui media elektronik. Dalam sistem tersebut terhimpun

laporan masyarakat terkait jumlah kejahatan, modus operandi, jumlah

kerugian, karakteristik korban, media yang digunakan, dan informasi lain

terkait kejahatan tersebut. Ketersediaan data ini kemudian dapat

dijadikan sebagai bahan informasi dalam pengambilan keputusan

langkah penanganan yang akan dilakukan. Sistem informasi ini juga

dapat dijadikan sebagai sarana kontrol dan evaluasi terhadap program

pencegahan kejahatan yang telah dilakukan.

b. Dalam menciptakan hubungan kemitraan yang baik, penelitian ini

merekomendasikan untuk menempatkan pendamping yang berperan

sebagai penghubung bagi Polres Metro Jakarta Pusat dan para

stakeholder. Mengingat bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat

penting dalam membina hubungan, maka penulis menyarankan agar

posisi pendamping (liaison officer) tersebut ditetapkan sebagai sebuah

bagian dari struktur organisasi Polres. Jika selama ini bhabinkamtibmas

membina hubungan dengan masyarakat secara umum, maka kehadiran

liaison officer ini bertugas membina kelompok masyarakat / stakeholder

tertentu. Diharapkan dengan adanya komunikasi yang lebih terarah

maka akan terwujud kemitraan yang lebih baik.

Page 207: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

191

c. Kemampuan teknologi informasi yang tidak memadai dalam menangani

perkembangan kejahatan menjadi sebuah kelemahan organisasi dalam

menerapkan strategi pemolisian pencegahan kejahatan. Penulis

menyarankan agar di masa mendatang Polres Metro Jakarta Pusat

dapat meningkatkan kemampuannya dalam bidang teknologi informasi

melalui peningkatan sarana prasarana pendukung serta peningkatan

kemampuan personil. Pemenuhan sarana prasarana tersebut dapat

dilakukan dengan mengajukan rencana kebutuhan kepada Mabes Polri

atau melalui kerjasama dengan stakeholder keamanan lainnya seperti

pemerintah daerah dan perusahaan swasta. Sedangkan peningkatan

kemampuan personil dapat dilakukan melalui pelatihan ketrampilan yang

berkesinambungan melalui pendidikan kejuruan dan penambahan

personil berkemampuan khusus di bidang teknologi informasi.

Page 208: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

192

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Akers, Ronald L.2013.Criminology Theory , Jakarta: PTIK.

Atmasasmita,Romli.2010.Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Bawengan, GW.1997. Masalah Kejahatan Dengan Sebab Akibat, Jakarta: Pradnya Paramita.

Burhan, Ashofa.2003. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.

Clarke, Ronald R.1997. Situational Crime Prevention: Successful Case Studies, Second Edition, New York: Harrow and Heston.

Community Policing Consortium.1994. Understanding Community Policing: A Framework for Action. Washington: Bureau of Justice Assistance.

Cresswell, John W. 2013. Reaserch Design Pendekatan Kualitataif, Kuantitatif , dan Mixed, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dahniel, Rycko Amelza. 2015. Ilmu Kepolisian. Jakarta : PTIK Press.

David, Fred R. 2011. Strategic Management: Concepts and Cases,13th ed, New Jersey: Prentice Hall.

Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Efendi, Usman.2001.Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Pradnya Paramitha.

Fridell, Lorie dan Mary Ann Wycoff.2004. Community Policing: The Past, Present, and Future, Washington : Police Executive Research Forum.

Goldstein, Herman.1990.Problem Oriented Policing.McGraw-Hill dan Temple University Press.

Kindersley, Doring.2012. The Economics Book. New York: DK Publishing.

Lab, Steven P.2013.Crime Prevention, Jakarta: PTIK.

Maguire,Edward R.2003. Organizational Structures in American Police Agencies. Albany,New York: State University of New York Press.

Manning,Peter K.1997.Police Work,2 nd Ed. Waveland : Prospect Heights.

McLuhan, Marshall, dan Quentin Fiore. The Medium is The Message. New York : Bantam Books. 1967

Page 209: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

193

Merriam-Webster.1993. Merriam-webster’s Collegate Dictionary.10th ed. Springfield MA: Merriam-Webster.

Morissan. 2013. Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Muljatno.2000. Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta : Rineka Cipta.

Muhammad, Farouk dan H. Djaali. 2005. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: PTIK Press dan Restu Agung.

Muhammad, Farouk. 2005. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta : PTIK Press.

National Crime Prevention Institute (NCPI).1986. Understanding Crime Prevention, Butterworth : Stoneham.

Newman, Graeme R. dan Ronald V. Clarke. 2003. Superhighway Robbery: Preventing E-Commerce Crime, Devon: Willan Publishing.

Puskakom UI.2015. Profil Pengguna Internet Indonesia 2014. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

ReussIanni, Elizabeth.1983. Two Cultures of Policing: Street Cops and Management Cops.New Brunswick : Transaction Books.

Robert, Reiner.2000. The Politics of the Police. Third edition. London: Oxford University Press.

Rosenbaum, dkk.1998. The Prevention of Crime: Social and Situational Strategies, Belmont: West/Wadsworth Pub.

Schafer, Joseph A. 2007.Policing 2020: Exploring the Future of Crime, Communities, and Policing. Washington: US Department of Justice.

Soesilo, R. tanpa tahun.KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : Politeia.

Soekanto,Soerjono.2004.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum Cetakan Kelima,Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sullivan, John L.1992. Pengantar Ilmu Kepolisian, Jakarta: PTIK.

Suparlan, Parsudi.2008. Ilmu Kepolisian. Jakarta : YPKIK.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Tresna, R.1959. Asas-asas hukum pidana, Jakarta : Tiara Limited.

Page 210: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

194

Trojanowicz,dkk.2002. Community Policing: A Contemporary Perspectives,3 rd Ed. Cincinnati: Anderson.

Wheelen, T.L. dan Hunger.2012.Strategic Management and Business Policy: Achieveing Sustainability,13th ed, Harlow: Pearson Prentice Hall.

B. Makalah / Jurnal

Braiden, Chris. 1992. “Enriching Traditional Police Roles.” Police Management: Issues and Perspectives. Washington, D.C.: Police Executive Research Forum, p. 108.

Bossler, Adam M. & Thomas J. Holt.2009. "Online Activities, Guardianship, Malware Infection: An Examination of Routive Activities Theory”, International Journal Of Cyber Criminology.

Rick Linden.2007. "Situational Crime Prevention: Its Role in Comprehensive Prevention Initiatives",Revue De L’IPC Review, Volume 1. Kanada: NCJRS.

Clarke, Ronald V.1995. ‘‘Situational Crime Prevention’’.Building a Safer Society: Strategic Approaches to Crime Prevention,Chicago: University of Chicago Press.

Clarke, Ronald V. 1999."Hot Products: Understanding, Anticipating and Reducing the Demand for Stolen Goods", Police Research Series Paper 98.London: Home Office.

Cohen, L.E. and M. Felson (1979). "Social Change and Crime Rate Trends: A Routine Activity Approach." American Sociological Review 44:588-608.

Coquilhat. Jenny.2008. "Community Policing: An International Literature Review". New Zealand Police.

Cornish, D. B. dan Clarke, R. V.2003."Opportunities, precipitators and criminal decisions: A reply to Wortley’s critique of situational crime prevention", Crime Prevention Studies, vol. 16, pp.41-96.

Crawford, Adam.2002. "Public Participation in Criminal Justice"

Eck,John dan William Spelman. 1987. Problem Solving: Problem-Oriented Policing in Newport News. Washington, D.C.: Police Executive Research Forum.

Eck,John.2002. "Preventing crime at places".Evidence-based crime prevention, edited by Lawrence W. Sherman, David Farrington, Brandon Welsh, and Doris Layton MacKenzie, 241-94. New York: Routledge.

Keel, RO.1997. Rational Choice and Deterrence Theory. [Online] tersedia dalam: http://www.umsl.edu/~keelr/200/ratchoc.html

Page 211: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

195

Longe, Wada dan Danquah.2012."Understanding Cyber Criminal Behavior Using Criminoligical Theories", Journal of Internet Banking and Commerce.

Parks, Roger B dkk. 1981. “Consumers as Coproducers of Public Services.” Policy Stud- ies Journal 9 (Summer): 1001–1011.

Reisig, Michael D.2010.Journal of Research in Crime and Delinquency,47: 267.

Travis C. Pratt, Kristy Holtfreter and Michael D. Reisig. 2010."Routine Online Activity and Internet Fraud Targeting: Extending the Generality of Routine Activity Theory", Journal of Research in Crime and Delinquency 2010 47: 267.

Weihrich, Heinz.1982.“The TOWS Matrix: A Tool for Situational Analysis,” Long Range Planning 15, no. 2: 61.

C. Produk Lembaga

Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2010.Peraturan Kapolri Nomor 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort.

Republik Indonesia.2002.Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Republik Indonesia.2008.Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Polres Metro Jakarta Pusat.2014. Rencana Kerja Polres Metro Jakarta Pusat Tahun 2015.

Page 212: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA I. JUDUL :

STRATEGI PEMOLISIAN PENCEGAHAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT

LATAR BELAKANG MASALAH 1. Fenomena baru kejahatan yang memanfatkan perkembangan teknologi

untuk melakukan tindak kejahatan telah banyak meresahkan kehidupan

masyarakat.

2. Strategi pemolisian pencegahan kejahatan sejalan dengan paradigma

kepolisian yang telah bergeser dari paradigma “reactive policing” menuju

“proactive policing".

3. Pemolisian masyarakat sebagai strategi pencegahan kejahatan

ditujukan untuk mendorong kepada usaha pemecahan masalah

kejahatan dengan melibatkan secara aktif unsur masyarakat.

4. Permasalahan kejahatan penipuan melalui media elektronik yang

diangkat dalam penelitian ini di inspirasi oleh adanya fakta bahwa

penanganan kejahatan melalui media elektronik tersebut nampaknya

kurang mendapat perhatian serius oleh penyidik kepolisian dibandingkan

tindak kejahatan lainnya.

5. Pada tahun 2014 terdapat 276 kasus tindak pidana penipuan melalui

media elektronik namun tidak ada satupun yang diproses sampai

mendapat putusan pengadilan.

6. Berbeda dengan tindak pidana penipuan melalui media elektronik, dalam

setahun Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat dapat menyelesaikan

sebanyak 761 perkara.

7. Strategi pemolisian yang mengedepankan pendekatan pencegahan

merupakan strategi yang ditujukan untuk mengurangi atau menghindari

munculnya niat dan kesempatan melakukan kejahatan.

8. Menurut teori aktivitas rutin, kejahatan dapat terjadi apabila ketiga faktor

(korban, pelaku, dan ketiadaan penjaga) bertemu di suatu tempat dan

waktu yang bersamaan.

Page 213: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

9. Demi mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, perlu

dikembangkan berbagai pendekatan atau strategi pencegahan kejahatan

yang menggunakan kombinasi dari berbagai bentuk strategi.

10. Karenanya peneliti tertarik untuk membahas strategi pemolisian

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik di Polres

Metro Jakarta Pusat.

II. PERMASALAHAN PENELITIAN Bagaimana strategi pemolisian pencegahan kejahatan di Polres Metro

Jakarta Pusat?

III. PERSOALAN PENELITIAN a. Bagaimana karakteristik kejahatan penipuan melalui media elektronik di

Polres Metro Jakarta Pusat?

b. Faktor-faktor apa yang menghambat dan berkontribusi terhadap strategi

pemolisian dalam pencegahan kejahatan melalui media elektronik di

Polres Metro Jakarta Pusat?

c. Bagaimana strategi pemolisian dalam pencegahan kejahatan media

elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat?

IV. DAFTAR INFORMASI YANG AKAN DICARI a. Gambaran umum kejahatan penipuan melalui media elektronik di

wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat.

1. Gambaran karakter kejahatan penipuan melalui media elektronik di

wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat

2. Gambaran kondisi sosial ekonomi warga yang tinggal di Jakarta

Pusat

3. Jumlah laporan tindak pidana penipuan melalui media elektronik

selama tahun 2013 sampai tahun 2015 di Polres Metro Jakarta

Pusat

4. Gambaran umum korban kejahatan penipuan melalui media

elektronik

Page 214: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

5. Gambaran jenis-jenis media elektronik yang digunakan sebagai

sarana untuk melakukan kejahatan

6. Modus-modus operandi pelaku dalam melakukan penipuan melalui

media elektronik

7. Kelompok pelaku yang melakukan penipuan melalui media elektronik

b. Faktor-faktor apa yang menghambat dan berkontribusi terhadap strategi

pemolisian dalam pencegahan kejahatan melalui media elektronik di

Polres Metro Jakarta Pusat.

(Faktor eksternal)

1. Gambaran karakteristik pelaku kejahatan penipuan melalui media

elektronik

2. Gambaran karakteristik korban kejahatan penipuan melalui media

elektronik

3. Gambaran karakteristik media elektronik yang digunakan masyarakat

dalam berkomunikasi

4. Gambaran karakter masyarakat dan potensinya

(Faktor eksternal)

5. Gambaran karakteristik personil yang dimiliki oleh Polres Metro

Jakarta Pusat

6. Gambaran jumlah anggaran Polres Metro Jakarta Pusat dan

peruntukannya

7. Gambaran sarana prasarana yang dimiliki oleh Polres Metro Jakarta

Pusat

c. Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan melalui media

elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat

1. Rencana kerja tahunan Polres Metro Jakarta Pusat

2. Gambaran proses perumusan kebijakan pencegahan kejahatan

penipuan melalui media elektronik di Polres Metro Jakarta Pusat

3. Implementasi kebijakan pencegahan kejahatan penipuan melalui

media elektronik

Page 215: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

4. Langkah pengawasan dan pengendalian terhadap upaya

pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik yang telah

dilakukan

5. Langkah evaluasi kebijakan pencegahan kejahatan penipuan melalui

media elektronik.

V. MATRIK PEDOMAN PENGUMPULAN DATA

1. Wawancara

NO INFORMAN KODE INFO

YANG DICARI

JADWAL

WAKTU

PELAKS KET

1. Kepolres Metro

Jakpus

A1,A2, B 4-7,

C1-C5

4 April

2016

2. Kabag Perencanaan

Polres Metro Jakpus

B5-7, C1-3 4 April

2016

3. Kasat Reskrim

Polres Metro Jakpus

A1-7 , B1-5,

C2-5

4 April

2016

4. Kasat Binmas Polres

Metro Jakpus

B4, B5, C2-5 4 April

2016

5. Kanit Reskrim Polres

Metro Jakpus

A1,A3-7, B1-3,

B5, C3-5

5 April

2016

6. Anggota Reskrim

Polres Metro Jakpus

A1,A3-7, B1-

3,B5-7, C3-5

5 April

2016

7. Bhabinkamtibmas

Polres Metro Jakpus

A2, B4,B5, C3-

5

5 April

2016

8. Korban Penipuan A2, A4-7, B1-3

6 April

2016

9. Perwakilan Bank

yang membidangi

jual-beli online

A5 7 April

2016

Page 216: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

2. Observasi

NO KODE INFO

YANG DICARI

LOKASI/

OBJEK

JADWAL

WAKTU

PELAKS KET

1 A4, B5, B7, C3,

C4

Polres Metro

Jakpus

5 April 2016

2 A2, B3, B4, Wilayah hukum

Polres Metro

Jakpus

8 April 2016

3. Studi Dokumen

NO KODE INFO

YANG DICARI

LOKASI/

OBJEK

JADWAL

WAKTU

PELAKS KET

1 A1-A7, B1-3,

B6,B7, C1

Polres Metro

Jakpus

9 April 2016

4. Diskusi Kelompok Terarah

NO KODE INFO

YANG DICARI

PESERTA

DISKUSI

JADWAL

WAKTU

PELAKS KET

1 A1,A3-7, B1-7,

C3,C4,C5

penyidik sat

reskrim Polres

Metro Jakpus

5 April 2016

Page 217: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

PEDOMAN WAWANCARA

KAPOLRES METRO JAKARTA PUSAT

Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana gambaran umum masyarakat, kerawanan, dan potensi

wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat?

2. Bagaimana gambaran umum kejahatan penipuan melalui media

elektronik di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat?

3. Berapa jumlah personil yang dimiliki oleh Polres Metro Jakarta Pusat

dan bagaimana karakter dari anggota tersebut dalam melaksanakan

tugas?

4. Berapa jumlah anggaran yang dimiliki oleh Polres Metro Jakarta Pusat

dalam setahun serta bagaimana peruntukannya?

5. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dikaitkan dengan kebutuhan dalam

pelaksanaan tugas?

6. Apa isi rencana kerja tahunan Polres Metro Jakarta Pusat, bagaimana

proses formulasinya, implementasi, serta evaluasi dari rencana kerja

tersebut?

7. Bagaimana mekanisme pengawasan kinerja yang diterapkan di Polres

Metro Jakarta Pusat?

8. Bagaimana kebijakan Kapolres terkait pencegahan kejahatan penipuan

melalui media elektronik yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta

Pusat?

KABAG PERENCANAAN POLRES METRO JAKARTA PUSAT

Daftar Pertanyaan :

Page 218: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

1. Berapa jumlah personil yang dimiliki oleh Polres Metro Jakarta Pusat

dan bagaimana karakter dari anggota tersebut dalam melaksanakan

tugas?

2. Berapa jumlah anggaran yang dimiliki oleh Polres Metro Jakarta Pusat

dalam setahun serta bagaimana peruntukannya?

3. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dikaitkan dengan kebutuhan dalam

pelaksanaan tugas?

4. Apa isi rencana kerja tahunan Polres Metro Jakarta Pusat, bagaimana

proses formulasinya, implementasi, serta evaluasi dari rencana kerja

tersebut?

5. Bagaimana kebijakan Kapolres terkait pencegahan kejahatan penipuan

melalui media elektronik yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta

Pusat?

KASAT RESKRIM POLRES METRO JAKARTA PUSAT

Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana gambaran umum masyarakat, kerawanan, dan potensi

wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat?

2. Bagaimana gambaran umum dan modus kejahatan penipuan melalui

media elektronik yang terjadi di wilayah hukum Polres Metro Jakarta

Pusat?

3. Bagaimana gambaran umum karakter korban kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

4. Bagaimana gambaran umum karakter pelaku kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

5. Bagaimana gambaran umum jenis media elektronik yang sering

digunakan sebagai sarana melakukan kejahatan penipuan melalui

media elektronik?

6. Berapa jumlah personil yang dimiliki oleh Satreskrim Polres Metro

Jakarta Pusat dan bagaimana karakter dari anggota tersebut dalam

melaksanakan tugas?

Page 219: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

7. Berapa jumlah anggaran yang diterima oleh Satreskrim Polres Metro

Jakarta Pusat dalam setahun serta bagaimana peruntukannya?

8. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dikaitkan dengan kebutuhan dalam

pelaksanaan tugas?

9. Apa isi rencana kerja tahunan Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat,

bagaimana proses formulasinya, implementasi, serta evaluasi dari

rencana kerja tersebut?

10. Bagaimana kebijakan Kapolres dan Satreskrim terkait pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik?

11. Bagaimana mekanisme pengawasan, pengendalian, dan evaluasi

kebijakan pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang ada di Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat?

KASAT BINMAS POLRES METRO JAKARTA PUSAT

Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana gambaran umum masyarakat, kerawanan, dan potensi

wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat?

2. Berapa jumlah personil yang dimiliki oleh Satbinmas Polres Metro

Jakarta Pusat dan bagaimana karakter dari anggota tersebut dalam

melaksanakan tugas?

3. Berapa jumlah anggaran yang diterima oleh Satbinmas Polres Metro

Jakarta Pusat dalam setahun serta bagaimana peruntukannya?

4. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dikaitkan dengan kebutuhan dalam

pelaksanaan tugas?

5. Apa isi rencana kerja tahunan Satbinmas Polres Metro Jakarta Pusat,

bagaimana proses formulasinya, implementasi, serta evaluasi dari

rencana kerja tersebut?

6. Bagaimana kebijakan Kapolres dan Satbinmas terkait pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik?

Page 220: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

7. Bagaimana mekanisme pengawasan, pengendalian, dan evaluasi

kebijakan pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang ada di Satbinmas Polres Metro Jakarta Pusat?

KANIT RESKRIM Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana gambaran umum dan modus kejahatan penipuan melalui

media elektronik yang terjadi di wilayah hukum Polres Metro Jakarta

Pusat?

2. Bagaimana gambaran umum karakter korban kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

3. Bagaimana gambaran umum karakter pelaku kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

4. Bagaimana gambaran umum jenis media elektronik yang sering

digunakan sebagai sarana melakukan kejahatan penipuan melalui

media elektronik?

5. Bagaimana karakter dari anggota satreskrim tersebut dalam

melaksanakan tugas?

6. Berapa jumlah anggaran yang diterima oleh Unit Reskrim Polres Metro

Jakarta Pusat dalam setahun serta bagaimana peruntukannya?

7. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dikaitkan dengan kebutuhan dalam

pelaksanaan tugas?

8. Apa isi rencana kerja tahunan Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat,

bagaimana proses formulasinya, implementasi, serta evaluasi dari

rencana kerja tersebut?

9. Bagaimana kebijakan Kapolres dan Satreskrim terkait pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik?

10. Bagaimana mekanisme pengawasan, pengendalian, dan evaluasi

kebijakan pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang ada di Polres Metro Jakarta Pusat?

ANGGOTA SAT RESKRIM Daftar Pertanyaan :

Page 221: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

1. Bagaimana gambaran umum dan modus kejahatan penipuan melalui

media elektronik yang terjadi di wilayah hukum Polres Metro Jakarta

Pusat?

2. Bagaimana gambaran umum karakter korban kejahatan penipuan

melalui media elektronik? (kontribusi korban terhadap terjadinya

kejahatan, perilaku korban, pengetahuan korban akan modus kejahatan

penipuan)

3. Bagaimana gambaran umum karakter pelaku kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

4. Bagaimana gambaran umum jenis media elektronik yang sering

digunakan sebagai sarana melakukan kejahatan penipuan melalui

media elektronik?

5. Bagaimana karakter dari anggota satreskrim tersebut dalam

melaksanakan tugas?

6. Berapa jumlah anggaran yang diterima oleh Unit Reskrim Polres Metro

Jakarta Pusat dalam setahun serta bagaimana peruntukannya?

7. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dikaitkan dengan kebutuhan dalam

pelaksanaan tugas?

8. Apa isi rencana kerja tahunan Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat,

bagaimana proses formulasinya, implementasi, serta evaluasi dari

rencana kerja tersebut?

9. Bagaimana kebijakan Kapolres dan Satreskrim terkait pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik?

10. Bagaimana mekanisme pengawasan, pengendalian, dan evaluasi

kebijakan pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang ada di Polres Metro Jakarta Pusat?

ANGGOTA SAT BINMAS Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana gambaran umum masyarakat, kerawanan, dan potensi

wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat?

Page 222: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

2. Berapa jumlah personil yang dimiliki oleh Satbinmas Polres Metro

Jakarta Pusat dan bagaimana karakter dari anggota tersebut dalam

melaksanakan tugas?

3. Berapa jumlah anggaran yang diterima oleh Satbinmas Polres Metro

Jakarta Pusat dalam setahun serta bagaimana peruntukannya?

4. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki oleh

Polres Metro Jakarta Pusat dikaitkan dengan kebutuhan dalam

pelaksanaan tugas?

5. Apa isi rencana kerja tahunan Satbinmas Polres Metro Jakarta Pusat,

bagaimana proses formulasinya, implementasi, serta evaluasi dari

rencana kerja tersebut?

6. Bagaimana kebijakan Kapolres dan Satbinmas terkait pencegahan

kejahatan penipuan melalui media elektronik?

7. Bagaimana mekanisme pengawasan, pengendalian, dan evaluasi

kebijakan pencegahan kejahatan penipuan melalui media elektronik

yang ada di Satbinmas Polres Metro Jakarta Pusat?

KORBAN PENIPUAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana modus kejahatan penipuan melalui media elektronik yang

terjadi pernah dialami?

2. Bagaimana pengetahuan Sdr tentang modus kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

3. Bagaimana respon Sdr ketika berkomunikasi dengan pelaku kejahatan

penipuan melalui media elektronik?

4. Mengapa Sdr percaya akan kata-kata yang diucapkan oleh pelaku?

5. Bagaimana gambaran umum karakter pelaku kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

6. Apa jenis media elektronik yang digunakan sebagai sarana melakukan

kejahatan penipuan melalui media elektronik oleh pelaku?

7. Bagaimana karakter dari anggota satreskrim tersebut dalam

melaksanakan tugas?

Page 223: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

PERWAKILAN BANK YANG MEMBIDANGI E-COMMERCE

Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana pengetahuan Sdr tentang modus kejahatan penipuan

melalui media elektronik?

2. Bagaimana sistem formulasi kebijakan pencegahan kejahatan penipuan

dalam layanan jual beli online di tempat Sdr bekerja?

3. Apakah saudara pernah bertemu dengan korban kejahatan penipuan

melalui media elektronik selama bertugas? Jelaskan!

4. Bagaimana mekanisme pegawasan pembukaan rekening di bank

saudara?

5. Apakah ada kerjasama antara bank dengan kepolisian terkait pidana

mengenai pemalsuan identitas atau kejahatan penipuan melalui media

elektronik?

6. Bagaimana sistem keamanan vendor penyedia jasa jual beli online

terkait keamanan dalam bertransaksi?

Page 224: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN BIDANG AKADEMIK

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pembahasan terhadap rencana

penelitian yang diajukan dengan judul :

“STRATEGI PEMOLISIAN PENCEGAHAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT”

Diajukan oleh:

Nama : TIKSNARTO ANDARU RAHUTOMO

No. Mahasiswa : 15688956

Sindikat : X (SEPULUH)

Oleh karena itu Saya selaku Pembimbing Materi telah memberikan

persetujuan terhadap Rencana Penelitian tersebut dan selanjutnya dapat

dilaksanakan penelitian lebih lanjut.

Jakarta, April 2016 Pembimbing Materi SURYA DHARMA, MPA, Ph.D

Page 225: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik
Page 226: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik
Page 227: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik
Page 228: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik
Page 229: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik
Page 230: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik
Page 231: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN PENELITIAN

Wawancara dengan Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Hendro Pandowo , S.ik, Msi.

Wawancara dengan Kabag Perencanaan Polres Metro Jakarta Pusat

Page 232: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

Wawancara dengan Kasubbag Anggaran dan anggota bagian perencanaan Polres Metro Jakpus

Wawancara dengan Kasat Binmas Polres Metro Jakpus

Page 233: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

Wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Metro Jakpus

Wawancara dengan Kanit Krimsus Polres Metro Jakpus

Page 234: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

Wawancara dengan penyidik Sat Reskrim Polres Metro Jakpus Wawancara dengan salah satu korban penipuan melalui media elektronik

Page 235: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

Wawancara dengan salah satu korban penipuan melalui media elektronik

Wawancara dengan perwakilan bank yang membidangi e-commerce

Page 236: Skripsi Strategi pemolisian pencegahan kejahatan penipuan elektronik

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PENDIDIKAN UMUM :

1. SD NEGERI MIJEN 03 SEMARANG TAHUN 2000

2. SMP NEGERI 16 SEMARANG TAHUN 2003

3. SMA NEGERI 3 SEMARANG TAHUN 2006

4. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG KARNO TAHUN 2012

POLRI : 1. AKPOL TAHUN 2009

KEJURUAN DAN PELATIHAN : 1. FINANCIAL CRIME INVESTIGATION JCLEC TAHUN 2012 2. FINANCIAL CRIME INVESTIGATION JCLEC TAHUN 2013 3. DIKBANGSPES TP LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014 4. COMPUTER FORENSIK COURSE (ILEA) TAHUN 2014

RIWAYAT JABATAN : 1. KASPK POLSEK METRO TANAH ABANG

2. KASUBNIT RESKRIM POLSEK METRO TANAH ABANG

3. KASUBNIT RESMOB SATRESKRIM POLRES METRO JAKPUS

4. KASUBNIT RESKRIM POLSEK METRO GAMBIR

5. KASUBNIT KRIMSUS SATRESKRIM POLRES METRO JAKPUS

6. KANIT RESKRIM POLSEK KEMAYORAN

7. KANIT IV IDIK SATRESKRIM POLRES METRO JAKPUS

NAMA : TIKSNARTO ANDARU RAHUTOMO

PANGKAT : AKP

NRP : 89050609

TTL : SEMARANG, 2 FEBRUARI 1989

AGAMA : ISLAM