skripsi pengaruh pajak BAB I
Click here to load reader
description
Transcript of skripsi pengaruh pajak BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah
Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang
non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan Pemerintah, pajak
dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan Pemerintah (budgeter),
maupun untuk meningkatkan kegiatan masyarakat. Alokasi pajak untuk
pembangunan prasarana, dan perbaikan kualitas sumber daya manusia
berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.
(Meutia Fatchanie: 2007)
Peran masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi dan sumber
pendapatan daerah yang penting untuk membiayai pemerintahan dan
pembangunan daerah diantaranya bersumber dari pajak. Tanpa pajak,
sebagian besar kegiatan daerah sulit untuk dapat dilaksanakan. Seiring
dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka daerah juga memiliki
tanggung jawab sendiri untuk mengelola perpajakannya. Penggunaan
uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan
pembiayaan berbagai proyek pembangunan/infrastruktur dan sebagainya.
Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu
1
daerah menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda
pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan lebih banyak kewenangan
kepada daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan untuk
mengatur sumber-sumber penerimaan daerah sebagai wujud
pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Ragawino S.H. “Prinsip dasar
otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah
secara konsepsional adalah pendelegasian kewenangan, pembagian
pendapatan, kekuasaan, kemandirian lokal, pengembangan kapasitas
daerah”. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi yang optimal
pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah
yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai
urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana
mobilisasi sumber-sumber daerah.
Sumber penerimaan daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah
dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
menyatakan, Sumber penerimaan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) Hasil pajak daerah;
2) Hasil retribusi daerah;
2
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) Lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dalam undang-undang tersebut, memperlihatkan adanya upaya
untuk memperkuat struktur keuangan daerah yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya
sendiri. Untuk mewujudkan otonomi di daerah, kemampuan keuangan
daerah merupakan salah satu faktor penting karena sesuai dengan azas
desentralisasi daerah kabupaten dan kota sebagai daerah otonom berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Ini berarti bahwa
pemerintahan daerah secara finansial harus bersifat independen terhadap
pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber–
sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pendapatan daerah
yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Masalah
pendapatan asli daerah merupakan kendala utama bagi daerah dalam
menyelenggarakan pelayanan bagi masyarakat, hal ini disebabkan karena
proporsi pendapatan asli daerah relatif masih kecil apabila dibandingkan
dengan proporsi bantuan pemerintah pusat.
Terlihat jelas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Indonesia, untuk tahun 2007-2011, rata-rata jumlah PAD hanya
3
sekitar 17% dan Lain-lain pendapatan hanya 10% dari total pendapatan,
sementara Dana Perimbangan (Daper) mencapai 73%. Meskipun DAPER
mempunyai proporsi paling besar, akan tetapi kecenderungannya semakin
menurun dari tahun ke tahun. Jika di TA 2007 nilainya mencapai 78%,
maka pada tahun-tahun sesudahnya semakin menurun hingga menjadi
68% di TA 2011. Kondisi sebaliknya terjadi untuk PAD, di mana nilai
proporsinya cenderung mengalami kenaikan, dari 13% di TA 2007
menjadi 20% di TA 2011. Adapun untuk lain-lain pendapatan nilai
proporsinya cenderung lebih berfluktuasi sepanjang TA 2007 hingga TA
2011, dengan nilai terendah sebesar 7% di TA 2008 dan nilai tertinggi
sebesar 12% di TA 2011.(www.djpk.depkeu.go.id)
Disamping dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah
masih besar selain itu masih terdapat banyak kabupaten/kota penerimaan
pendapatan asli daerahnya belum sesuai dengan anggaran yang
ditargetkan. Untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat,
pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah
(PAD) dengan optimalisasi pemungutan pajak daerah.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar
dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan
perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No. 28 Tahun
2009 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan
pajak daerah dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong
4
Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan pendapatan
asli daerah (PAD), khususnya yang berasal dari pajak daerah. Dengan
melakukan efektivitas dan efisiensi sumber atau obyek pendapatan
daerah, maka akan meningkatkan produktivitas pendapatan daerah serta
PAD tanpa harus melakukan perluasan sumber atau obyek pendapatan
baru yang memerlukan studi, proses dan waktu yang panjang.
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak daerah diperlukan
pengendalian dari pihak yang berkepentingan yaitu Dinas Pendapatan
dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung yang sesuai
fungsinya sebagai koodinator pemungutan pajak daerah dan koordinator
pemungutan penerimaan keuangan daerah. Adapun peranan
pengendalian pemungutan ini bertujuan untuk menghindari kebocoran-
kebocoran dalam pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
dilapangan atau agar pemungutannya bisa berdasarkan potensi rill, upaya
ini dilakukan agar penerimaan pajak daerah dari tahun ke tahun terus naik
dan meningkatkan pendapatan daerah khususnya pendapatan asli daerah
(PAD).
Salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu
daerah adalah dari penerimaan PAD-nya. Semakin besar penerimaan
PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan
pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Sebaliknya,
semakin rendah penerimaan PAD suatu daerah maka semakin tinggi
tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah
5
pusat. Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah
yang berasal dari dalam daerah itu sendiri.
Besarnya peran pajak daerah sebagai sumber utama penerimaan
keuangan daerah dalam komponen PAD, sehingga membuatnya menjadi
bagian yang sangat vital. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul :
“PENGARUH PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN BANDUNG”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada pokok pikiran yang ada dalam latar belakang
masalah, yaitu bahwa pajak daerah berpengaruh terhadap pendapatan
asli daerah (PAD), maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan penerimaan pajak daerah di Kabupaten
Bandung?
2. Bagaimana perkembangan pendapatan asli daerah (PAD) di
Kabupaten Bandung?
3. Bagaimana pengaruh penerimaan Pajak daerah terhadap
pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bandung?
6
1.3 Maksud dan Tujuan
Dalam penelitian ini peneliti memiliki maksud untuk mengetahui
tentang pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bandung. Adapun tujuan
penelitian ini sesuai dengan identifikasi masalah yang telah diuraikan di
atas maka diharapkan dapat memenuhi beberapa hal, yaitu:
1. Mengetahui bagaimana perkembangan penerimaan pajak daerah di
Kabupaten Bandung.
2. Mengetahui bagaimana perkembangan pendapatan asli daerah
(PAD) di Kabupaten Bandung.
3. Mengetahui bagaimana pengaruh penerimaan Pajak daerah
terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Dilihat dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
khususnya Akuntansi Sektor Publik.
2. Secara praktis, penelitian ini mempunyai beberapa manfaat bagi
pihak-pihak berikut ini:
a. Bagi peneliti, sebagai bahan perbandingan antara pengetahuan
yang didapat secara teoritis dengan aplikasi yang diterapkan
pada sektor pemerintahan daerah mengenai gambaran hasil
penelitian ini. Jadi penelitian ini diharapkan dapat
7
mengembangkan kerangka berpikir peneliti, dengan
mempelajari permasalahan yang sesungguhnya terjadi dalam
dunia nyata (pemerintahan) serta dengan penelitian ini
membantu peneliti menyelesaikan studi dalam usaha
memperoleh gelar Strata-1 (S-1) sekaligus mengamalkan ilmu
yang diperoleh dari bangku kuliah.
b. Bagi instansi, dengan penelitian ini maka diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan
bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam
merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan pajak daerah
khususnya dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesa
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan otonomi daerah saat ini diatur dalam Undang-undang
nomor 12 Tahun 2008 dimana UU ini merupakan penyempurnaan dari
Undang-undang nomor 22 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan
undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang nomor 22 Tahun 1999.
Pelaksanaan otonomi daerah telah berjalan ± 12 tahun, dapat
memberdayakan daerah untuk mengembangkan sumber daya yang
dimiliki, sehingga dapat berkembang dan mandiri dalam menentukan arah
kebijakan yang diambil oleh daerah tetapi masih dalam koridor Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
8
Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah yang diberlakukan
sejak tahun 2000 adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public
service) dan memajukan perekonomian daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah secara langsung akan berpengaruh terhadap pembiayaan,
pengelolaan, dan pengawasan keuangan daerah. Pembiayaan daerah
dalam konteks otonomi daerah merupakan salah satu aspek yang sangat
penting. Daerah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fiskal (fiscal
capacity) agar mampu mencukupi kebutuhan fiskalnya (fiscal need)
sehingga tidak mengalami difisit fiskal (fiscal gap). Salah satu upaya untuk
meningkatkan kapasitas fiskal daerah tersebut adalah dengan
meningkatkan PAD. Hal tersebut juga terkait dengan adanya
kecenderungan kebutuhan fiskal yang terus bertambah, sementara
pemerintah daerah dituntut meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
sehingga diperlukan sumber penerimaan daerah yang semakin besar.
(Halim, 2002: 335)
Dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan lebih banyak kewenangan
kepada daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan untuk
mengatur sumber-sumber penerimaan daerah sebagai wujud
pelaksanaan otonomi daerah. Dalam UU No. 33 Tahun 2004,
memperlihatkan adanya upaya untuk memperkuat struktur keuangan
daerah yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan daerah
9
dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat
digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan daerah. Tapi pada kenyataannya
kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah dan
belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah
pusat kepada daerah masih besar.
Oleh karena itu, untuk mengurangi ketergantungan kepada
pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) yang salah satunya dengan penggalian
potensi daerah atau optimalisasi potensi yang sudah ada. Salah satu
sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi cukup besar adalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber PAD sendiri terdiri dari berbagai
komponen seperti pajak daerah, retribusi daerah, Hasil perusahaan milik
daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
Lain-lian pendapatan asli daerah yang sah.
Dengan memaksimalkan pemungutan pajak daerah diharapkan
nantinya dapat meningkatkan penerimaan daerah dan pendapatan asli
daerah, karena semakin besar pendapatan asli daerah (PAD) yang
diperoleh maka semakin tinggi pula daerah tersebut untuk membiayai
kebutuhannya sendiri dan akan menunjukaan kinerja keuangan yang baik
serta mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat atau sebagai
10
kemandirian daerah tersebut dalam membiayai kebutuhan daerah serta
mendukung pelaksanaan otonomi daerahnya.
Seperti dikemukakan Koswara (2000) yang dikutip oleh Halim
(2002:370) bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom
mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya,
daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola, dan
menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal
mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian
sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan
keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem
pemerintah negara.
Adapun skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijelaskan
pada gambar dibawah ini.
11
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran
12
Pajak Daerah
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kab. Bandung
RAPBD/LRADPPK Kab. Bandung
a. Pajak hotelb. Pajak restoranc. Pajak hiburand. Pajak reklamee. PPJf. Pajak mineral bukan
logam dan batuan g. Pajak parkirh. BPHTB.
a. Pajak daerah, b. Retribusi daerah, c. Hasil pengelolaan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan,
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PemerintahKabupaten Bandung
Salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah adalah dengan meningkatkan PAD. Hal tersebut juga terkait dengan adanya kecenderungan kebutuhan fiskal yang terus bertambah, sementara pemerintah daerah dituntut meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga diperlukan sumber penerimaan daerah yang semakin besar.(Halim, 2002: 335)
Dengan memaksimalkan pemungutan pajak daerah diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, karena semakin besar pendapatan asli daerah (PAD) yang diperoleh maka semakin tinggi pula daerah tersebut untuk membiayai kebutuhannya sendiri dan akan menunjukaan kinerja keuangan yang baik serta mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat atau sebagai kemandirian daerah tersebut dalam membiayai kebutuhan daerah serta mendukung pelaksanaan otonomi daerahnya.
GAP
1.5.2 Hipotesa
Hipotesis penelitian merupakan suatu kesimpulan awal yang masih
bersifat sementara. Menurut Good dan D.E. Scates menyatakan bahwa:
“Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya”. (Nazir, 2009:151)
Adapaun hipotesis dalam penelitian ini adalah yang berdasarkan
kerangka pemikiran diatas peneliti mengemukakan bahwa:
“Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerimaan pajak daerah
terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bandung“
1.6 Metode Penelitian
Penelitian tentang pajak daerah berpengaruh terhadap pendapatan
asli daerah (PAD) di Kabupaten Bandung dilaksanakan dengan metode
deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuatitatif. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu, teknik studi
lapangan dan studi kepustakaan.
Populasi dalam penelitian ini yaitu, sebagai subyeknya Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) di Pemerintah
Kabupaten Bandung dan obyek dari populasi tersebut berupa Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan
menggunakan data runtut waktu (time series) selama 10 tahun yaitu
tahun 2002-2011. Objek yang diteliti fokus pada penerimaan Pajak
13
Daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Laporan selama 10 tahun
tersebut yang dijadikan sampel dalam penelitian, disini peneliti juga
melakukan teknik statistik deskriptif.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi sederhana, analisis korelasi product moment, dan melakukan
pengujian koefisien determinasi dan uji t.
1.7 Batasan Penelitian
Batasan – batasan penelitian digunakan agar penelitian lebih terarah
dan fokus, maka penulis memberikan batasan penelitian yang meliputi:
1. Penelitian dilakukan di Kabupetan Bandung saja, menganalisis
pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap pendapatan asli
daerah (PAD).
2. Analisa hanya dibatasi pada pajak daerah dan pendapatan asli
daerah (PAD) serta data yang diolah dari tahun 2002 s/d 2011 saja.
1.8 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dan Lokasi yang
dijadikan sebagai objek penelitian adalah Pemerintah Kabupaten Bandung
pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) yang
berlokasi di Jl. Raya Soreang Km. 17 Kabupaten Bandung.
14