SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih...

64
i IMPLEMENTASI UU NO. 18 TAHUN 2009 PASAL 18 AYAT 2 TENTANG PELARANGAN PEMOTONGAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI RPH KOTA MAKASSAR SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Transcript of SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih...

Page 1: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

i

IMPLEMENTASI UU NO. 18 TAHUN 2009 PASAL 18 AYAT 2

TENTANG PELARANGAN PEMOTONGAN SAPI BETINA

PRODUKTIF DI RPH KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD ISNAENUL

I 111 11 361

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 2: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

ii

IMPLEMENTASI UU NO. 18 TAHUN 2009 PASAL 18 AYAT 2

TENTANG PELARANGAN PEMOTONGAN SAPI BETINA

PRODUKTIF DI RPH KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD ISNAENUL

I 111 11 361

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 3: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : MUHAMMAD ISNAENUL

NIM : I 111 11361

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

a. Karya skripsi yang saya tulis adalahasli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab

Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan

dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan

seperlunya.

Makassar, Agustus 2016

MUHAMMAD ISNAENUL

Page 4: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

iv

Page 5: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil’alamin dan kepada-Nya kami memohon bantuan

atas segala urusan duniawi dan agama, sholawat dan salam penulis panjatkan

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta seluruh keluarga dan

sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “Implementasi UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18

Ayat 2 Tentang Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota

Makassar” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S- 1

pada Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan di Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan hambatan dan

tantangan serta penulis menyadari betul bahwa hanya dengan Doa, keikhlasan

serta usaha Insya Allah akan diberikan kemudahan oleh Allah dalam penyelesaian

skripsi ini. Demikian pula penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah, hal ini

disebabkan oleh faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada

dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

partisipasi aktif dari semua pihak berupa saran dan kritik yang bersifat

membangun demi penyempurnaan tulisanini.

Penulis menghaturkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada

Allah SWT yang telah memberikan segala kekuasaan-Nya dan kemurahan-Nya

Page 6: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

vi

juga kepada kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi Ayahanda Ir.

Wahidin Ichsan dan Ibunda Indrayani yang telah melahirkan, membesarkan,

mendidik dan mengiringi setiap langkah penulis dengan doa yang tulus,

kesabarannya serta tak henti-hentinya memberikan dukungan baik secara moril

maupun materilnya. Penulis juga menghaturkan banyak terima kasih kepada

saudara-saudara saya Muh. Irfandi, Indriastuti, Muh. Indrawan, Inka

Febrianti dan Muh.Ikram, terima kasih atas segala bantuannya dan tak bosan-

bosannya menjadi tempatku berkeluh kesah serta memberi dukungan dan

motivasi.Juga seluruh Keluarga Besar penulis yang selalu memberi motivasi dan

masukan kepada penulis.Kalian adalah orang-orang sangat berharga dalam

hidupku sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di jenjang strata satu

(S1).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan

segala keikhlasan kepada:

Dr. Ir. Tanrigilling Rasyid, MS selaku pembimbing utama yang telah

memberikan nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar dan

penuh tanggungjawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan hingga

selesainya skripsiini.

Dr. Syahdar Baba, S.Pt, M.Si selaku pembimbing anggota yang berkenan

meluangkan tenaga, waktu dan fikiran untuk memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsiini.

Dr. Ir. Syahriadi Kadir, M.Si, Dr. Ir. Sofyan Nurdin Kasim, MS dan Dr. Ir.

Hj. St. Rohani, M.Si, selaku penguji yang telah berkenan mengarahkan dan

memberi saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dr. Ir. Tanrigilling Rasyid, M.S selaku penasehat akademik selama

keseharian penulis sebagai mahasiswa dan motivator bagi saya.

Page 7: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

vii

Ibu Prof. Dr. Aries Tina Palubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin.

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Peternakan

UniversitasHasanuddin.

Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc, selaku Ketua Prodi Fakultas

Peternakan.

Dr. Sitti Nurani Sirajuddin, S.Pt, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosial

EkonomiPeternakan.

Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah

banyak memberi ilmu yang sangat bernilai bagipenulis.

Teman-teman seperjuangan “SOLANDEVEN” Fuad, Ical, Abi, Nanang,

Indri, Nata, Silva, Nopi, Nevi, Suaib, Shoa, Dayat, Abdi, Darwis, Alif,

Ruslan, Wiwi, Bend, Imas, Mal, Leo, Ica, Riska, Anas, Ahmad, Nina,

Irma, Entin, Yayat, Syaikal, Alifran, Igo, Beserta teman-teman yang belum

sempat saya sebut namanya satu persatu. Mengenal kalian adalah anugerah

terindah dalam hidup ini, terima kasih telah menjadi bagian dari hidup saya

dan terima kasih banyak atas kebersamaan dan bantuannya selamaini.

Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Peternakan Jurusan Sosial Ekonomi kepada

Kakanda Merpati 09, Kamikase 09, Lion 010, Situasi 010, Matador 010,

& Adinda Flock Mentality 012, Larfa 013, Ant 014 & Rantai 015 terima

kasih atas kebersamaannya. Semoga silaturahmi kita tidakputus.

Rekan-rekan pengurus SEMA FAPET UH Periode 2015/2016, terima

kasih atas segala pengalaman dan pembelajaran yang diberikan selama

berproses bersama kalian dalam suasana yang sangat bersahabat.Sukses

untuk kalian semua.

Kakak, teman dan adik-adik di HMI Komisariat Peternakan,

KakandaIccang, Muis, Nanang, Indri, Abi, Bend, Abdi & Adinda Fian,

Kiki, Ifa, Farid, Ilham, Wawan, Ardi, Widi, Hilma & Idam serta nama-

nama yang tidak sempat saya tuliskan satu persatu, terima kasih atas ilmu

yang tidak ternilai harganya dan segala pengalaman yang diberikan dan dilalui

bersama. Sukses untuk Kita Semua.

Page 8: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

viii

Rekan-rekan Seperjuangan di lokasi KKN Desa Lagori, Kecamatan

Tellulimpoe, Kabupaten Bone (Ila, Mila, Miol, Ferdy, Aul & Kak Via)

terima kasih atas kenangan dan kerjasamanya selamaKKN.

Special thank’s for Fatimah Samosir, untuk waktu dan curahan perhatiannya

dalam menemani penulis melewati hari-harinya, terima kasih atas doa dan

dukungannya.

Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan mendukung hingga tugas akhir ini dapatterselesaikan.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua yang penulis telah

sebutkan diatas maupun yang belum sempat ditulis.Akhir kata, meskipun telah

berkerja dengan semaksimal mungkin, skripsi ini tentunya tidak luput dari

kekurangan.Harapan Penulis kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat

kepada pembacanya dan diri pribadi penulis. Amin....

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Makassar, Agustus 2016

Muhammad Isnaenul

Page 9: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

ix

MUHAMMAD ISNAENUL (I 111 11 361), Implementasi UU No.18 Tahun 2009

Pasal 2 Ayat 2 Tentang Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH

Kota Makassar, TANRIGILING RASYID (Pembimbing Utama), SYAHDAR

BABA (Pembimbing Anggota)

ABSTRAK

Pemotongan sapi betina produktif merupakan suatu pelanggaran terhadap

Undang-Undang No.18 Tahun 2009 pasal 18 ayat (2).Ternak ruminansia betina

produktif dilarang disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik,

kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau keperluan pengendalian dan

penanggulangan penyakit hewan.Namun hal tersebut tidak sesuai dengan yang

terjadi di lapangan, dimana di salah satu Rumah Potong Hewan (RPH) di Kota

Makassar tetap melakukan pemotongan sapi betina tersebut.Intensitas

pemotongan sapi betina sangat tinggi dibandingkan dengan sapi jantan dengan

jumlah pemotongan per minggu mencapai 200-300 ekor sapi betina yang

dipotong. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan UU No. 18 Tahun

2009 Pasal 18 ayat 2 tentang pelarangan pemotongan sapi betina produktif dan

apa penyebab sehingga masih dilakukan pemotongan sapi betina produktif di

RPH Kota Makassar dari perspektif jagal, pihak RPH, pedangan dan konsumen.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2015 bertempat di

RPH Kota Makassar.Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dan

menggunakan analisis statistik deskriptif. Sample berjumlah 20 orang yang terdiri

dari masing-masing 5 orang Pengusaha/Pekerja RPH, Peternak/Pemasok Sapi,

Pegawai Dinas RPH, dan “Palembara”. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang

dilakukan secara Observasi dan Wawancara, diketahui bahwa Intensitas

Sosialisasi, Monitoring dan Evaluasi berada pada skala tidak pernah dilakukan.

Sedangkan faktor-faktor penyebab pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota

Makassar, yaitu kurangnya pasokan sapi jantan ke RPH Kota Makassar,

kebutuhan ekonomi peternak, permintaan pasar/kurangnya stok daging yang

dipasok, populasi sapi betina lebih banyak, pengawasan terhadap pemotongan

sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak

disimpan untuk kebutuhan hari raya.

Kata kunci : Sapi Betina Produktif, Undang-Undang, Rumah Potong Hewan.

Page 10: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

MUHAMMAD ISNAENUL (I 111 11 361), The Implementation Of Law No. 18

Year 2009 Article 18 Verse (2) Concerning Banned On Cutting Of Cows In Slaughter House Of Makassar, TANRIGILLING RASYID (Supervisor),

SYAHDAR BABA (Co-Supervisor)

ABSTRACT

Cutting Cows is a banned of Law No. 18/2009 article 18 verse (2). The

Cows slaughtered banned because it is a good livestock producer except for the

purposes of research, breeding or controling and prevention of animal disease. But

in fact, it doesn’t correct to what happens, where in one of the Slaughter House

(RPH) in Makassar fixed cutting the Cows. The intensity of slaughter Cows was

very high compared the Bulls by the number of cut 200-300 cows were cut per

week. This study aims to see the implementation of the law No. 18/2009 article 18

verse (2) and the causes that are still cutting of Cows in slaughter House of

Makassar. This study was held on October-November 2015 in Slaughter house of

Makassar. The kind of this study is quantitative-descriptive and using descriptive

statistic analysis. There was 20 samples consist of 5 people employees of

slaughter house, farmers, official government, and consumers. Based on the result

of data collected that doing by observation and interview, the results show that

intensity of socialiszation, monitoring and evaluation there was in scale Never

Done. Whereas the causes factors cutting Cows in slaughter of Makassar are less

of supply of Bulls to the slaughter of Makassar, the economic needs of farmers,

market demand/less of stock of meat supplied, the populatian of Cows more high

than Bulls, controlling of cutting Cows is very less, the price of The Cows is

cheaper and The Bull is deposited to the needs of the feast day.

Key word : Cows, Law, Slaughter House.

Page 11: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

DAFTAR ISI

HALAMANSAMPUL................................................................................... i

HALAMANJUDUL....................................................................................... ii

PERNYATAANKEASLIAN......................................................................... iii

HALAMANPENGESAHAN......................................................................... iv

KATAPENGANTAR.................................................................................... v

ABSTRAK...................................................................................................... ix

ABSTRACT.................................................................................................... x

DAFTARISI................................................................................................... xi

DAFTARTABEL........................................................................................... xiii

DAFTARGAMBAR....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xv

PENDAHULUAN

1. LatarBelakang............................................................................................ 1

2. RumusanMasalah....................................................................................... 4

3. Tujuan Penelitian........................................................................................ 4

4. KegunaanPenelitian.................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA

1. Populasi Sapi Potong................................................................................... 5

2. Rumah Potong Hewan (RPH)..................................................................... 8

3. Sapi Betina Produktif.................................................................................. 11

4. Dasar Hukum Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif……………. 12

5. Alasan Pemotongan Sapi Betina Produktif………………………………... 14

METODE PENELITIAN

1. Waktu danTempat...................................................................................... 16

2. Jenis dan Analisis Penelitian ....................................................................... 16

3. Populasi dan Sampel................................................................................... 16

4. Jenis dan Sumber Data................................................................................ 17

5. Metode PengumpulanData......................................................................... 17

6. Variabel Penelitian………………………………………………………... 18

7. Analisis Data............................................................................................... 18

8. KonsepOperasional..................................................................................... 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN…………………………… 21

KEADAAN UMUM RESPONDEN

1. Umur…………………………………………………………………….. 25

Page 12: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

2. Jenis Kelamin……………………………………………………………. 26

3. Tingkat Pendidikan……………………………………………………… 26

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sosialisasi UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 Tentang Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota Makassar...................... 28

2. Monitoring UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 Tentang Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota Makassar…………….... 29

3. Evaluasi UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 Tentang Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota Makassar……………… 31

4. Jumlah Pemotongan Sapi Betina Produktif DI RPH Kota Makassar…….... 33

5. Kurangnya Sapi Jantan…………………………………………………….. 35

6. Faktor Ekonomi Peternak………………………………………………….. 35

7. Permintaan Pasar/Pemenuhan Suplai Daging…………………………….... 36

8. Harga Sapi Betina Lebih Murah…………………………………………… 36

PENUTUP

1.Kesimpulan................................................................................................. 38

2.Saran............................................................................................................ 38

DAFTARPUSTAKA..................................................................................... 39

LAMPIRAN.................................................................................................... 41

Page 13: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

DAFTAR TABEL

No.

Teks

Halaman

1 Indikator Pengukuran Variabel Penelitian............................................... 18

2 Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Umur................................ 25

3 Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………………….. 26

4 Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan......................... 27

5 Sosialisasi Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH

Kota Makassar......................................................................................... 28

6 Monitoring Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH

Kota Makassar......................................................................................... 30

7 Evaluasi Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH

Kota Makassar........................................................................................ 32

8 Jumlah Pemotongan Sapi Berdasrkan Jenis Kelamin Di RPH Kota

Makassar.................................................................................................. 34

9 Faktor-Faktor Penyebab Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota

Makassar............................................................................................................ 34

Page 14: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

DAFTAR GAMBAR

No.

Teks

Halaman

1. Struktur Organisasi PD RPH Kota Makassar.................................. .. 24

2. Skala Pengukuran Terhadap Sosialisasi Pelarangan Pemotongan

Sapi Betina Produktif……………………………………………… 28

3. Skala Pengukuran Terhadap Monitoring Pelarangan Pemotongan

Sapi Betina Produktif……………………………………………… 30

4. Skala Pengukuran Terhadap Evaluasi Pelarangan Pemotongan

Sapi Betina Produktif……………………………………………… 32

Page 15: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Teks

Halaman

1. Tabulasi Data Identitas Responden................................................ 41

2. Tabulasi Data Hasil Penelitian…………………………………… 42

3. Kuisioner Penelitian……………………………………………… 44

4. Dokumentasi Pengambilan Data………………………………… 47

Page 16: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemotongan sapi betina merupakan hal yang sangat memprihatinkan di

dalam sektor peternakan khususnya peternakan sapi potong, dimana sapi betina

merupakan asset yang seharusnya dijaga agar dapat tetap bereproduksi sehingga

mencukupi kebutuhan pangan hewani di Indonesia.Namun hal ini tidak berjalan

seperti yang diharapkan pemotongan masih saja dilakukan tanpa melihat sapi

betina ini produktif atau tidak.Berdasarkan pemantauan direktorat Jenderal

Peternakan, pemotongan ternak khususnya sapi dan kerbau menunjukkan

bahwa 40% dari jumlah ternak yg dipotong adalah adalah ternak betina dan dari

jumlah tersebut 25% diantaranya adalah betina produktif.Hal tersebut berarti

lebih kurang 10% dari jumlah pemotongan ternak betina yang produktif,

sisanya 5% merupakan ternak majir & 10% sapi tua. Secara nasional data rata-

rata pemotongan ternak sapi tercatat 1,7 juta ekor/tahun dan apabila

diasumsikan 10% tingkat pemotongan sapi betina produktif,maka jumlah sapi

betina yang dipotong sebesar 170 ribu ekor/tahun. Daerah Sulawesi selatan

sendiri dari data pemotongan hewan, pada tahun 2014 dari 101.590 ekor sapi

yang dipotong, 76,3 persen atau lebih dari 77 ribu ekor diantaranya adalah sapi

betina.

Pemotongan sapi betina produktif merupakan suatu pelanggaran terhadap

Undang-Undang dimana Dasar Hukum Larangan Pemotongan Sapi Betina

Produktif adalah Undang-Undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan pasal 18 ayat (2). Ternak ruminansia betina produktif dilarang

disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik, kecuali untuk

Page 17: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

2

keperluan penelitian, pemuliaan atau untuk keperluan pengendalian dan

penanggulangan penyakit hewan.

Pemotongan sapi betina produktif dapat dilakukan jika hanya untuk

keperluan yang bersifat untuk penelitian, pemuliaan dan pengendalian dan

penanggulangan penyakit, namun yang terjadi di lapangan bahwa pemotongan

sapi betina produktif bukan didasarkan akan hal tersebut tetapi dengan dasar

ekonomi. Pemotongan sapi betina produktif yang terus menerus dilakukan bisa

mengindikasikan dapat menurunkan populasi sapi potong,

Asosiasi Pengusaha Pemotongan Hewan Indonesia (APPHI) atau Asosiasi

Jagal Indonesia membenarkan soal pemotongan sapi betina produktif

(APPHI,2011).Lebih lanjut disampaikan bahwa Sebanyak 60 % sapi betina

produktif terpotong per harinya di Sulawesi Selatan atau sekitar 100-200 ekor

sapi.Sebagian besar alasan pemotongan sapi betina produktif untuk

perdagangan.Sapi betina produktif yang disembelih untuk dijual di pasaran

berumur sekitar 2 sampai 4 tahun.Padahal, sapi betina diperbolehkan disembelih

jika berumur 8 tahun ke atas atau sudah tidak masuk masa produktif.

Menurut Dwiyanto (2011), di salah satu RPH resmi di pulau Jawa

dijumpai bahwa 95% sapi yang dipotong setiap harinya adalah betina, sebagian

besar adalah betina muda, dan diantaranya adalah sapi betina dalam kondisi

bunting. Secara nasional, diperkirakan sekitar 150-200 ribu ekor sapi betina

produktif dipotong setiap tahunnya. Jumlah ini sangat besar dan patut diduga akan

menggangu populasi produksi daging yang berasal dari sapi lokal.

Untuk mencegah pemotongan sapi betina produktif harus dilakukan

dengan berbagai pendekatan baik yang bersifat teknis ekonomis maupun sosial

Page 18: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

3

budaya.Kebijakan yang sudah ada harus diimplementasikan dengan baik, dan

untuk setiap wilayah perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi yang ada

(Dwyanto, 2011).

Penyelamatan sapi betina produktif di sektor hulu adalah kegiatan

penyelamatan yang dilaksanakan di pasar hewan.Penyelamatan sapi betina

produktif di sektor hilir adalah kegiatan penyelamatan yang dilakukan di rumah

potong hewan (Kementan, 2010). Berdasarkan penjelasan tersebut ternyata hal ini

tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan dimana di salah satu RPH di Kota

Makassar tetap melakukan pemotongan sapi betina tersebut dimana intensitas

pemotongan sapi betina sangat tinggi dibandingkan dengan sapi jantan dengan

jumlah pemotongan per minggu mencapai 200 hingga 300 ekor sapi betina yang

dipotong. Pertanyaan yang muncul mengapa hal tersebut bisa terjadi sedangkan

aturannya sudah jelas yaitu UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 ayat 2 yang

mengatur mengenai pemotongan sapi betina produktif, apakah aturan ini sudah di

implementasikan dengan baik dan betul-betul sesuai dengan Undang-undang yang

ada atau ada hal lain yang menyebabkan pemotongan sapi betina produktif masih

tetap dilakukan meskipun aturannya telah dilaksanakan.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini dilakukan untuk melihat

sejauh mana impelementasi UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 tentang

pelarangan pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar dan apa

penyebab sehingga masih dilakukannya pemotongan sapi betina tersebut.

Page 19: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

4

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana implementasi UU No.18 Tahun 2009 tentang pelarangan

pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar.

2. Apa penyebab pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar.

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan UU No. 18 Tahun 2009

Pasal 18 ayat 2 tentang pelarangan pemotongan sapi betina produktif dan apa

penyebab sehingga masih dilakukan pemotongan sapi betina produktif di RPH

Kota Makassar dari perspektif jagal, pihak RPH, pedangan dan konsumen.

4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi peternak dan stakeholder yang terlibat dalam

usaha Rumah Potong Hewan dalam melaksanakan prosedur usaha

pemotongan sapi.

2. Kegunaan bagi pemerintah dan instansi terkait, yakni sebagai bahan

informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam usaha

peternakan khususnya usaha sapi potong.

3. Kegunaan bagi peneliti selanjutnya, peneletian ini dapat dijadikan

sumbangan pemikiran atau sumber informasi bagi mahasiswa yang

melakukan penelitian sejenis atau bagi pihak yang membutuhkan.

Page 20: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

5

TINJAUAN PUSTAKA

1. Populasi Sapi Potong

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil

domestikasi dari Banteng (Bos bibos) (Hardjosubroto, 1994), dan merupakan sapi

asli pulau Bali (Sutan, 1988).Sapi Bali menjadi primadona sapi potong di

Indonesia karena mempunyai persentase karkas tinggi dengan daging tanpa lemak

(Pane, 1990).

Sapi potong (pedaging) merupakan salah satu penghasil daging yang

memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

masyarakat.Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber protein berupa daging,

produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih jauh dari

target yang diperlukan konsumen.Permasalahan ini disebabkan oleh produksi

daging masih rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan volume produksi

daging masih rendah antara lain populasi dan produksi rendah (Sugeng, 2007).

Kebutuhan daging sapi didalam negeri belum mampu dicukupi oleh

peternak di Indonesia sebagai produsen lokal. Produksi daging sapi di Indonesia

hingga tahun 2012 mencapai 485.330 ton, sedangkan populasi sapi potong di

Indonesia hingga tahun 2012 hanya mencapai 14.824.370 ekor (Departemen

Pertanian, 2012). Kondisi ini menyebabkan Indonesia melakukan impor daging

sapi maupun ternak sapi, selain itu banyak terjadi pemotongan ternak produktif

untuk memenuhi permintaan daging sapi, yang akhirnya dapat menyebabkan

populasi ternak sapi semakin menurun, oleh karena itu peningkatan populasi sapi

potong perlu dilakukan (Yuliati, dkk., 2014).

Page 21: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

6

Populasi sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 mencapai 14,2 juta ekor atau

mengalami penurunan yang cukup drastis dibandingkan dengan hasil pendataan

sapi potong, sapi perah, dan kerbau (Badan Pusat Statistika, 2013).

Populasi sapi dan kerbau hasil sensus ternak mencapai 16,7 juta ekor.

Populasi mengalami penurunan pada tahun ini mencapai 2,5 juta ekor atau sekitar

15% bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2011. Penyebab utama

penurunan populasi sapi potong adalah maraknya pemotongan sapi dalam

beberapa tahun terakhir sebagai dampak naiknya harga di pasaran tanpa

diimbangai dengan upaya pemerintah meningkatkan populasi sapi potong di

dalam negeri secara berkelanjutan (Badan Pusat Stastika, 2011).

Pemotongan sapi betina produktif yang keberadaannya penting untuk

meningkatkan populasi.Hal ini dapat dicegah melalui monitoring yang ketat

dengan memanfaatkan data hasil sensus ternak.Pemotongan sapi di Indonesia 68

persen dari populasi sapi potong adalah sapi betina produktif.Untuk mencegah

pemotongan sapi betina produktif, Undang - undang No. 18 Tahun 2009 tentang

peternakan dan kesehatan hewan yang mengatur mengenai larangan pemotongan

sapi betina produktif serta sanksi hukumnya mestinya juga ditegakkan

(Sudarjat, 2003).

Konsekuensinya, swasembada daging pada 2014 belum dapat

dicapai.berdasarkan terminologi FAO (Food and Agriculture Organization), suatu

negara dianggap telah mencapai swasembada jika impor daging maksimal hanya

10% dari kebutuhan nasional. Kebutuhan daging nasional saat ini ditaksir sekitar

600 ribu ton dalam setahun dengan populasi sapi potong yang menyusut, tidak

Page 22: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

7

dapat tercapai bila 90% dari kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dari sapi potong

dalam negeri (Syamsu, 2011).

Sulawesi Selatan pernah meraih predikat sebagai lumbung ternak sapi

dengan kemampuan memasok kebutuhan pengadaan ternak sapi bibit atau sapi

potong untuk daerah atau provinsi lain. Namun, dewasa ini Sulawesi Selatan

kurang mampu lagi memenuhi permintaan tersebut. Sampai akhir tahun 1990-an,

populasi sapi di Sulawesi Selatan mencapai 1,2 juta ekor, dan merupakan wilayah

dengan populasi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa

Tengah. Lima tahun terakhir, populasi sapi hanya 700-an ribu ekor saja atau turun

sekitar 40%. Penyebab kondisi tersebut antara lain in breeding yang berlangsung

cukup lama sehingga produksi ternak bibit rendah dan kurangnya pengendalian

pemotongan betina produktif (Syamsu, 2011).

Pertumbuhan populasi sapi ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah

kelahiran dan kematian, pemotongan serta penjualan ternak sapi ke luar daerah.

Jika hal ini tidak diperhatikan, akan terjadi pengurasan sumber daya ternak.

Pemotongan dan pengiriman ternak bibit atau sapi potong yang tidak terkendali

hanya untuk memenuhi tuntutan pemenuhan kebutuhan konsumsi daging semata

dengan mengabaikan perkembangan populasinya.Dampaknya adalah menurunnya

mutu ternak, karena ternak berkualitas baik tidak tersisakan untuk

pembibitan.Selain itu, terjadinya pemotongan sapi betina produktif sehingga

mengakibatkan tingkat kelahiran ternak menurun pada populasi ternak sapi

(Syamsu, 2011).

Page 23: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

8

2. Rumah Potong Hewan (RPH)

RPH merupakan salah satu unit usaha yang sangat penting dalam menjaga

kehalalan pangan yang beredar di masyarakat (Zarkasi, 2014). Menurut SK

Menteri Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 2006, RPH adalah suatu bangunan

atau kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi

persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat

pemotongan hewan, usaha dan kegiatan di RPH meliputi : pemotongan,

pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang penampung,

pembersihan kandang isolasi, dan/atau pembersihan isi perut dan air sisa

perendaman.

Menurut Lestari (1994) bahwa RPH mempunyai fungsi antara lain

sebagai :

1. Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternak,

pasar hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup,

pasar swalayan/pasar daging dan konsumen yang merupakan sarana awal

tata niaga hasil ternak.

2. Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak

yang gemuk dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang

merupakan awal keberhasilan pengusaha daging untuk dipotong di RPH

terdekat.

3. Menjamin penyediaan bahan makanan hewani yang sehat, karena di RPH

hanya ternak yang sehat yang bisa dipotong.

4. Menjamin bahan makanan hewani yang halal.

Page 24: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

9

5. Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya

masakan khas Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga.

6. Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan,

pedagang kaki lima, industri pengolahan daging dan jasa boga.

Syarat – syarat RPH dalam Kesmavet (1993) telah diatur juga di dalam SK

Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986. Persyaratan ini dibagi

menjadi prasyarat untuk RPH yang digunakan untuk memotong hewan guna

memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II,

memenuhi kebutuhan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II

dalam satu Provinsi Daerah Tingkat I, memenuhi kebutuhan daging antar Provinsi

Daerah Tingkat I dan memenuhi kebutuhan ekspor. Berdasarkan SK Menteri

Pertanian Nomor 13/Permentan /OT.140/1/2010 tentang persyaratan RPH

ruminansia dan unit penanganan daging (meat cutting plant) telah ditetapkan

persyaratan teknis RPH. RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam

penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal serta berfungsi sebagai sarana

untuk melaksanakan :

1. Pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan

masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama) ;

2. Tempat melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-mortem

inspection), pemeriksaan karkas dan jeroan (post-mortem inspection) untuk

mencegah penularan penyakit zoonosis ke manusia ;

3. Tempat pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang

ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna

Page 25: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

10

pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular

dan zoonosis di daerah asal hewan.

Menurut Soeparno (1994) pada dasarnya ada dua cara atau teknik

pemotongan atau penyembelihan ternak, yaitu teknik pemotongan ternak secara

langsung dan teknik pemotongan ternak secara tidak langsung. Pemotongan

ternak secara langsung, dilakukan setelah ternak diperiksa dan dinyatakan sehat,

maka ternak langsung dapat disembelih.Pemotongan ternak secara tidak langsung

ialah ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan dan ternak telah benar -

benar pingsan.

Menurut Nuhriawangsa (1999) bahwa hewan yang disembelih harus

memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan menurut syariah.

Penyembelihan dilaksanakan dengan memotong mari’ (kerongkongan), hulqum

(jalan pernapasan) dan dua urat darah pada leher. Menurut Kartasudjana (2011)

pada proses pemotongan ternak di Indonesia harus benar-benar memperhatikan

hokum - hukum agama Islam, karena ada kewajiban menjaga ketentraman batin

masyarakat.

Penyembelihan hewan potong di Indonesia harus menggunakan metode

secara Islam (Kesmavet, 1992).Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat

dan rukun yang telah ditentukan menurut syariah. Penyembelihan dilaksanakan

dengan memotong mari’ (kerongkongan), hulqum (jalan pernapasan) dan dua urat

darah pada leher (Nuhriawangsa, 1999).

Hewan yang telah pingsan diangkat pada bagian kaki belakang dan

digantung (Blakely dan Bade, 1992).Pisau pemotongan diletakkan 45 derajat pada

bagian brisket (Smith, dkk., 1978), dilakukan penyembelihan oleh modin dan

Page 26: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

11

dilakukan bleeding, yaitu menusukan pisau pada leher kearah jantung (Soeparno,

1992). Selanjutnya menurut Blakely dan Bade (1992) bahwa posisi ternak yang

menggantung menyebabkan darah keluar dengan sempurna. Hewan yang dipotong

baru dianggap mati bila pergerakan-pergerakan anggota tubuhnya dan lain-lain

bagian berhenti (Ressang, 1962).

3. Sapi Betina Produktif

Sapi betina produktif adalah sapi yang melahirkan kurang dari 5 (lima)

kali atau berumur dibawah 8 (delapan) tahun, atau sapi betina yang berdasarkan

hasil pemeriksaan reproduksi dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk di

bawah pengawasan dokter hewan dan dinyatakan memiliki organ reproduksi

normal serta dapat berfungsi optimal sebagai sapi induk (Kementan,2010).

Memelihara sapi betina produktif akan meningkatkan kelahiran dan

populasi sapi potong (Kementan,2010).Memelihara sapi betina produktif bisa

memberi keuntungan lebih kepada para peternak diantaranya adalah dapat

mengembangkan peternakan dengan menghasilkan anak sapi dan memperoleh

susu untuk dikonsumsi dan dijual (Anonim,2012).

Sapi betina produktif yang belum bunting, selanjutnya di IB sampai terjadi

kebuntingan. Setelah ternak sapi betina produktif tersebut bunting 3-5 bulan, sapi

tersebut dijual kepada kelompok lain atau masyarakat yang memerlukan untuk

dibudidayakan lebih lanjut (Kementan,2010). Dijelaskan lebih lanjut bahwa

tumbuhnya kesadaran kelompk peternak dalam penyelamatan sapi betina

produktif sebagai sumber produksi anakan dalam wadah kelompok usaha, akan

mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya unit pembibitan sapi potong dan

unit usaha penggemukan (fattening).

Page 27: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

12

Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan, sapi betina yang boleh di potong adalah yang mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Berumur lebih dari 8 (delapan) tahun atau sudah lebih dari 5 (lima) kali

2. Tidak produktif (majir) dinyatakan oleh dokter hewan atau tenaga asisten

control teknik reproduksi di bawah penyeliahan dokter hewan.

3. Mengalami kecelakaan yang berat

4. Menderita cacat tubuh yang bersifat genetis yang dapat menurun pada

keturunannya sehingga tidak baik untuk ternak bibit.

5. Menderita penyakit menular yang menurut Dokter Hewan pemerintah

harus dibunuh/dipotong bersyarat guna membrantas dan mencegah

penyebaran penyakitnya, menderita penyakit yang mengancam jiwanya.

6. Membahayakan keselamatan manusia (tidak terkendali).

4. Dasar Hukum Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif

Dasar hukum larangan pemotongan sapi betina produktif adalah Undang-

Undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 18

ayat 2 bahwa ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena

merupakan penghasil ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian,

pemuliaan atau untuk keperluan pengendalian dan penanggulangan penyakit

hewan.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa jika larangan pemotongan ternak betina

produktif tetap dilanggar maka ada sangsi hukumannya dan ini berlaku pula untuk

pemotongan ternak ruminansia kecil. Ketentuan Pidana pada Undang-Undang

No.18 Tahun 2009 pasal 86 sebagi berikut :

Page 28: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

13

1. Ternak ruminansia kecil betina produktif sebagaimana dimaksud pada

pasal 18 ayat 2 dipidana dengan pidan kurungan paling singkat 1 (satu)

bulan dan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling sedikit

Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000,- (lima

juta rupiah).

2. Ternak ruminansia besar betina produktif sebagaimana dimaksud dalam

pasal 18 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga)

bulan dan paling lama 9 (Sembilan) bulan dan atau denda paling sedikit

Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.25.000.000,- (dua

puluh lima juta rupiah).

3. Pelanggaran pasal 18 (2) juga termasuk pelanggaran yang dikenakan

sangsi administrative, antara lain: peringatan secara tertulis, penghentian

sementara ijin pemotongan (jagal), pencabutan ijin pemotongan/jagal dan

pengenaan denda.

Sebenarnya upaya pengendalian pemotongan ternak betina produktif telah

dimulai sejak zaman Belanda.Hal ini dilihat dari adanya peraturan perundang-

undangan pelarangan pemotongan ternak betina produktif yang tertuang dalam

Staatblad No. 614 pasal 2 tahun 1936. Kemudian dipertegas dengan Instruksi

Bersama antar Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian No. 18 Tahun 1979

tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina

Bunting dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit.

Disamping itu dalam Staatblad tahun 1936 dijelaskan juga bahwa dilarang

menyembelih atau menyuruh menyembelih ternak besar bertanduk (sapid dan

kerbau) yang betina. Alas an dan tujuan larangan tersebut yaitu untuk mencegah

Page 29: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

14

penurunan perkembangan ternak sapi/kerbau tersebut, menjamin kelestarian dan

meningkatkan produksi serta mencegah menurunnya jumlah populasi ternak sapi

dan kerbau.

5. Alasan Pemotongan Sapi Betina Produktif

Sampai saat ini, berbagai upaya kebijakan telah ditempuh pemerintah

(pusat dan daerah) untuk penyelamatan sapi betina produktif, baik secara makro

(kebijakan pelarangan pemotongan dan pembatasan pengeluaran sapi betina

produktif) maupun secara mikro (kebijakan pemberian dana insentif pada

peternak), namun pemotongan sapi betina produktif di RPH dan perdagangan

sapi betina produktif antar pulau dan pasar hewan di wilayah sentra produksi

masih terus berlangsung dan bahkan sulit untuk dikendalikan (Sonjaya,

2012).

Pemotongan sapi betina produktif sering dilakukan salah satunya

dikarenakan jumlah pasokan daging sapi betina lebih besar dibandingkan dengan

jumlah populasi sapi jantan.Populasi sapi betina untuk di Sulawesi Selatan

mencapai 705.119 ekor dibandingkan sapi jantan hanya mencapai 278.917 ekor

(Data Sensus Pertanian, 2013).

Hafid dan Syam (2001) dan Soejosopoetro (2011) menemukan bahwa

penyebab utama penurunan populasi sapi potong adalah seringnya terjadi

kasus pemotongan sapi betina yang masih produktif di RPH, dan jumlah

pemotongan sapi betina produktif tersebut sudah melampaui ambang batas

keamanan dalam kelestarian dan pengembangan populasinya. Selanjutnya,

ditemukan bahwa penyebab dari pemotongan sapi betina produktif adalah

karena banyak RPH hanya berorientasi keuntungan, dan alasan utama jagal

Page 30: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

15

memotong sapi betina produktif adalah sulit mencari sapi kecil untuk

dipotong, sapi jantan sudah diantar pulaukan, tidak paham kalau memmotong sapi

produktif melanggar undang-undang, harga sapi betina lebih murah dibanding

sapi jantan tetapi harga dagingnya sama.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Bambang Soejosopoetra (2011) di

RPH Malang juga menyebutkan bahwa pemotongan sapi betina produktif

disebabkan oleh rendahnya tingkta kelahiran sapi yang tidak mampu

mengimbangi pemotongan sapi yang dilakukan. Kemungkinan lain terjadinya

pemotongan sapi betina produktif adalah faktor-faktor 1. atas dasar permintaan

pemotongan sapi betina yang lebih muda, 2. Penjualan sapi betina produktif oleh

peternak di pedesaan karena untuk mencukupi kebutuhan pokoksehari-hari

keluarganya karena tidak mempunyai uang cash (Atmadilaga,1983).

Agung, Djojowidagdo, Arito dan Sunardi. (1981) bahwa imbangan jumlah

pemotongan dengan populasi tidak melampau batas toleransi yaitu sebesar 12%.

Apabila persentase pemotongan melebih batas toleransi, maka akan mengganggu

suplai sapi potong dan upaya peningkatan populasi sapi potong.

Page 31: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

16

METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2015 di

RPH Kota Makassar.Alasan penentuan lokasi tersebut yaitu RPH tersebut

merupakan salah satu RPH yang memiliki tingkat pemotongan Sapi Potong

terbanyak di Sulawesi Selatan.

2. Jenis dan Analisis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dan analisis yang

digunakan adalah statistik deskriptif yaitu analisis penelitian yang sifatnya

menggambarkanpenyebab pemotongan sapi betina produktif serta penerapan UU

No.18 Tahun 2009 pasal 18 ayat (2) di RPH Kota Makassar.

3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan orang-orang yang terlibat

pada kegiatan RPH (Rumah Potong Hewan)di RPH Kota Makassar seperti

Pengusaha, Pegawai RPH, Pekerja (jagal) RPH, peternak, dan konsumen.

Penentuan sample dilakukan secara Purposive sampling dengan

pertimbangan mereka sebagai pelaku usaha yang terlibat langsung dalam

pemotongan ternak di RPH, yaitu :

1. Pengusaha /Pekerja RPH : 5 org

2. Peternak/Pemasok Sapi : 5 org

3. Pegawai Dinas RPH : 5org

4. “Palembara” : 5 org +

Jumlah : 20org

Page 32: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

17

4. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data yang digunakan :

Data yang digunakan bersifat pernyataan (Kualitatif) yang dikuantitatifkan,

sehingga penelitian ini menggunakan jenis data penelitian Kualitatif.

2. Sumber data yang di gunakan :

a. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara langsung

dengan pengusaha/pekerja RPH, pemasok sapi, pegawai RPH dan

Konsumen.

b. Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari instansi-

instansi terkait, Biro Pusat Statistik, Sensus Pertanian, Pemerintah

Setempat dan lain-lain yang telah tersedia yang ada kaitannya dengan

penelitian ini.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah:

1. Observasi yaitu pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung

terhadap kondisi lokasi penelitian di RPH Kota Makassar.

2. Wawancara yaitu pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan

peternak yang menjadi sampel penelitian dengan menggunakan kuisioner .

Identitas pribadi meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan

atau informasi responden.

Page 33: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

18

6. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalahUU No 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 dan

Pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar. Pengukuran ini

didasarkan pada indikator pengukuran sebagai berikut :

Tabel 1.Indikator Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator

Implementasi

UU No. 18

Tahun 2009

Pasal 18 Ayat 2

1. Sosialisasi

2. Evaluasi

3. Monitoring

1. Intensitas dilakukannya sosialiasi

2. Intensitas dilakukannya evaluasi

3. Intensitas dilakukannya monitoring.

Pemotongan

Sapi Betina

Produktif

Pemotongan

Sapi Betina

Produktif

Penyebab Pemotongan

sapi betina produktif

1. Jumlah sapi yang dipasok ke RPH

berdasarkan jenis kelamin

2. Kebutuhan Ekonomi Peternak

3. Jumlah sapi yang dipasok ke RPH

berdasarkan jenis kelamin.

4. Jumlah pemenuhan suplai daging

sapi.

5. Harga sapi betina dibandingkan sapi

jantan.

7. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah statistic deskriptif yaitu untuk

menggambarkan indikator implementasi UU No 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2

yaitu sosialisai, monitoring dan evaluasi yang diolah dengan menggunakan skala

Likert, serta indikator pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar.

Skoring :

Sering (S) : 3

Jarang (J) : 2

Tidak Pernah (TP) : 1

Page 34: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

19

1. Indikator Sosialisasi UU No.18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2

Nilai Tertinggi : 3 X 10 = 30

Nilai Terendah : 1 X 10 = 10

Interval Kelas : 30−10

3= 6.66

10 16.66 23.22 30

Tidak Pernah (TP) Jarang (J) Sering (S)

2. Indikator Monitoring UU No.18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2

3. Nilai Tertinggi : 3 X 10 = 30

4. Nilai Terendah : 1 X 10 = 10

5. Interval Kelas : 30−10

3= 6.66

10 16.66 23.22 30

Tidak Pernah (TP) Jarang (J) Sering (S)

3.IndikatorEvaluasi UU No.18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2

3. Nilai Tertinggi : 3 X 10 = 30

4. Nilai Terendah : 1 X 10 = 10

5. Interval Kelas : 30−10

3= 6.66

10 16.66 23.22 30

Tidak Pernah (TP) Jarang (J) Sering (S)

Page 35: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

20

8. Konsep Operasional

1. Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana

yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya

dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix.

2. Sapi Betina Produktif adalah sapi yang melahirkan kurang dari 5 (lima) kali

atau berumur dibawah 8 (delapan) tahun, atau sapi betina yang berdasarkan

hasil pemeriksaan reproduksi dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk

di bawah pengawasan dokter hewan dan dinyatakan memiliki organ

reproduksi normal serta dapat berfungsi optimal sebagai sapi induk

3. Pegawai RPH adalah pegawai negeri sipil/honorer serta staf yang berada di

UPTD RPH Kota Makassar yang bertugas mengatur dan mengontrol jalannya

proses di RPH Kota Makassar.

4. Pengusaha/Pekerja RPH adalah orang-orang yang merupakan pengusaha

pemotongan sapi dan juga bertindak sebagai jagal di RPH Kota Makassar.

5. Peternak/Pemasok Sapi adalah penyuplai sapi potong ke RPH Kota Makassar

dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan baik untuk di potong ataupun di jual

hidup.

6. Palembara adalah pembeli daging yang juga sebagai penyalur daging yang

mereka beli dari RPH kemudian disalurkan lagi ke pedagang-pedagang yang

lebih kecil seperti di pasar-pasar.

Page 36: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

21

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pada tahun 1961 pemerintah swaparaja Kota Madya Makassar membangun

rumah potong hewan (RPH) di wilayah kerung-kerung seluas 1 Ha. Setelah 25

tahun kemudian, lokasi ini dipandang tidak layak lagi oleh karena :

1. Areal sekitar RPH telah menjadi areal pemukiman padat penduduk, areal

perkantoran dan aktifitas lain masyarakat kota madya ujung pandang.

2. Kapasitas RPH sudah tidak mampu lagi menampung hewan potong yang

jumlahnya semakin banyak.

3. Aktifitas RPH telah menimbulkan pencemaran yang hebat bagi lingkungan

di sekitar.

Seiring dilaksanakan rencana induk kota (RIK) 1984-2004, pemerintah kota

madya ujung pandang telah merencanakan dan mengalokasikan pembangunan

RPH yang lebih representative di wilayah tamangapa, panakukkang (Sekarang

Kecamatan Manggala).

Rumah potong hewan mulai dibangun pada tahun angggaran 1989/1990 dan

diresmikan penggunaannya pada tahun 1990 dengan RPH tamangapa. Tahun 1991

difungsikan dan dikelola oleh uptd dinas peternakan kota madya ujung pandang

dengan system pengelolaan dan operasionalnya dilakukan secara lebih baik dari

RPH kerung-kerung. Namun beberapa tahun kemudian, pengelolaan RPH

tamangapa dianggap kurang efektif dan asset yang ada tidak terpelihara baik

dimana beberapa sarana dan prasarana mengalami kerusakan.

Pada tahun 1999 Pemkot Makassar menerbitkan Perda no. 6 tahun 1999

tentang pendirian PDRumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Makassar dan

Perda No. 11 Tahun 2000 tentang ketentuan-ketentuan pokok badan pengawas,

Page 37: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

22

direksi dan kepegawaian pd rph kota makassar dengan segala aturan yang

mengikat. Pendirian ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi dan peranan rph

melalui pengelolaan yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan daerah. Untuk

itulah maka pada tahun 2001 pengelolaan rph dialihkan dari UPTD dinas

peternakan ke PD RPH Kota Makassar.

PD RPH Kota Makassar memiliki fungsi dan tanggung jawab untuk

meningkatkan manajemen pengelolaannya, menjamin pertumbuhan dan

perkembangan usaha, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,

khususnya ketersediaan daging hewani yang layak konsumsi bagi masyarakat

Kota Makassar dan sekitarnya. Selain itu juga diharapkan mampu menghasilkan

profit sebagai suatu badan usaha,

Pihak-Pihak Yang Terlibat Dan Bertanggung Jawab

Pucuk pimpinan organisasi dan manajemen PD RPH Kota Makassar tertinggi

adalah walikota pemerintah kota makassar sekaligus pemegang saham. Pemkot

makassar selanjutnya memeberikan mandate pengelolaan kepada dewan pengawas

dan direksi perusahaan daerah RPH Makassar. Untuk operasionalnya

dilaksanakan sepenuhnya oleh direksi yang dibentuk berdasarkan peraturan

walikota makassar No. 117 Tahun 2006. Pelaksanaannya di awasi oleh badan

pengawas sebagaimana diatur dalam perda no. 11 tahun 2000 tentang ketentuan-

ketentuan pokok badan pengawas, direksi dan kepegawaian PD RPH Kota

Makassar.

Adapun hirarki pengambilan keputusan sbb :

a. Walikota makassar sebagai pemegang saham/komisaris utama pd rph kota

makassar adalah pucuk tertinggi pengambil keputusan dan kebijakan dan

Page 38: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

23

dalam menjalankan fungsi control walikota makassar dibantu oleh badan

pengawas

b. Direktur PD RPH adalah pemegang mandat dalam menjalankan manajemen

dan pelaksanaan perusahaan dan diangkat berdasarkan surat keputusan

pengangkatan rapat umum pemegang saham/komisaris. Dalam menjalankan

tugasnya direksi dibantu oleh kepala bagian dan kepala seksi serta staf.

c. Operasional lapangan oleh seksi seksi berdasarkan pembagian tugas dan job

masing masing sesui standar oprasional prosedur (SOP) berdasarkan arahan

arahan direksi yang telah dituangkan dalam perencanaan kerja.

Secara kelembagaan dan hukum pihak pihak yang terlibat dan bertanggung

jawab dalam PD RPH Kota Makassar adalah semua person yang telah ditetapkan

dalam dokumen resmi dan berkekuatan hokum baik dalam Surat Keputusan (SK)

maupun dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan struktur organisasi PD RPH Kota Makassar yang terbaru adalah

peraturan Walikota Makassar No. 17 Tahun 2006, tentang Susunan organisasi dan

tata kerja PD RPH Kota Makassar tanggal 30 November 2006 dan Peraturan

Daerah No. 11 Tahun 2000, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Badan Pengawas

Direksi dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Kota Makassar (Lembar Daerah

Kota Makassar No. 3 Tahun 2000 Seri D No. 3).

Page 39: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

24

Gambar 1.Struktur Organisasi PD RPH Kota Makassar.

WALIKOTA

BADAN PENGAWAS

DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR UMUM DIREKTUR OPERASIONAL

BAGIAN KETATAUSAHAAN BAGIAN KEUANGAN BAGIAN JASA & NIAGA BAGIAN KETERTIBAN &

KEINDAHAN

SEKSI

UMUM

&

KEPEG

SEKSI

HUKUM

&HUMAS

SEKSI

ANGGAR

AN &

PEMBUK

UAN

SEKSI

PENA-

GIHAN

SEKSI

PEMOT

ONGAN

HEWAN

SEKSI

PENGM

.

USAHA

SEKSI

KEBERSI

HAN &

TEKNISI

SEKSI

PENERTI

BAN &

KEAMA

NANAN

Page 40: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

25

KEADAAN UMUM RESPONDEN

1. Umur

Umur biasanya akan berbanding lurus dengan kondisi fisik seseorang,

umur yang lebih muda cenderung memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat

dibandingkan dengan mereka yang lebih tua. Umur dapat mempengaruhi

produktifitas pada usaha peternakan sebab dalam usaha peternakan sangat erat

kaitannya dengan kemampuan kerja serta kemampuan berpikir dalam hal

manajerial kegiatan usaha.

Klasifikasi responden berdasarkan tingkat umur yang ada di RPH Kota

Makassar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Umur di RPH Kota

Makassar.

No Umur Jumlah Responden Persentase (%)

1

2

50-64 (Tinggi)

35-49 (Sedang)

7

13

35

65

3 20-34 (Rendah) 0 0

Total 20 100

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah, 2016

Tabel 2 Menjelaskan bahwa keadaan responden di RPH Kota Makassar

berdasarkan umur yaitu didominasi umur sedang yaitu kisaran umur 35-49 tahun

sebanyak 13 orang. Kondisi ini menggambarkan bahwa rata-rat umur responden

berada pada umur produktif, yaitu mereka yang masih memiliki kemampuan fisik

yang mendukung dalam menjalankan proses usaha peternakan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Swastha (1997) yang menyatakan bahwa tingkat produktifitas

kerja seseorang akan mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan umur,

kemudian akan menurun kembali di usia tua.

Page 41: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

26

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin seseorang akan dapat berdampak pada jenis pekerjaan yang

digelutinya. Produktivitas kerja seseorang dapat pula dipengaruhi oleh faktor jenis

kelamin.Adanya perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan tentunya dapat

berdampak pada hasil pekerjaan.Adapun klasifikasi responden berdasarkan jenis

kelamin yang ada di RPH Kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin yang ada di RPH Kota

Makassar

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Laki-laki 19 95

2 Perempuan 1 5

Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah, 2016

Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa keadaan responden di RPH Kota

Makassar, Laki-laki merupakan bagian terbesar yang mengambil peran sebagai

pelaku usaha pemotongan hewan dengan Jumlah 19 orang (95%) sedangkan

perempuan hanya berjumlah 1 orang (5 %). Hal ini terjadi karena usaha ini

membutuhkan tenaga kerja yang berat, namun tidak menutup kemungkinan bagi

kaum perempuan untuk menggeluti usaha pemotongan hewan.Hal ini sesuai

dengan pendapat Swastha (1996) yang mengatakan bahwa perempuan ataupun

laki – laki dapat bekerja atau saling membantu dalam kegiatannya.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang merupakan suatu indikator yang

mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu jenis

pekerjaan tertentu atau tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Adapun

keadaan umum responden berdasarkan tingkat pendidikan di RPH Kota Makassar

dapat dilihat pada tabel 4.

Page 42: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

27

Tabel 4.Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RPH Kota

Makassar.

No Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. SD 0 0

2. SMP 0 0

3. SMA 15 75

4. S1 5 25

Jumlah 20 100

Sumber : Data primer yang telah diolah, 2016.

Pada tabel 4, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyelesaikan

pendidikannya sampai pada tingkat SMA/sederajat yaitu berjumlah 15 orang

dengan persentase 75%.Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa

mayoritas responden adalah responden yang telah mengenal pendidikan. Hal ini

akan berpengaruh pada pola pikir mereka dalam mengelolah usaha.

Page 43: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sosialisasi UU No 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 Tentang Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota Makassar.

UU No. 18 Tahun 2009 ayat 2 menjelaskan bahwa pemotongan sapi betina

produktif di larang terkecuali untuk keperluan tertentu, meskipun aturan ini sudah

ada namun pemotongan tetap saja dilakukan, Undang-Undang yang berlaku

sebaiknya terlebih dahulu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka

megetahui mengenai peraturan tersebut, untuk melihat intensitas sosialisai

pelarangan pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Sosialisasi Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota

Makassar.

No Indikator Kategori

jawaban

Nilai

(N)

Frekuensi

(F)

Bobot

( N x F)

Persentase

(%)

1.

Intensitas

Sosialisasi UU No

18 Tahun 2009

Pasal 18 Ayat 2

Sering 3 0 0 0

Jarang 2 5 10 50

Tidak

Pernah 1 5 5 50

Jumlah 10 15 100

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2016.

10 15 16.66 23.32 30

TP J S

Gambar 2. Skala Pengukuran Terhadap Sosialisasi Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif.

Keterangan : TP = Tidak Pernah

Page 44: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

29

J = Jarang

S = Sering

Dari Tabel 5 memperlihatkan bahwa intensitas sosialisasi pelerangan

pemotongan sapi betina produktif berada di skala tidak pernah dengan bobot 15

dengan presentase 50 % responden menjawab tidak pernah dan 50% menjawab

jarang, dimana 5 orang menjawab jarang yaitu pegawai RPH yang pada saat

sosialisasi dilakukan tidak berada di lokasi sehingga hanya beberapa pegawai saja

yang mengetahui dilakukannya sosialisasi tersebut dan 5 orang menjawab tidak

pernah yaitu pengusaha/tukang jagal yang ada di RPH Kota Makassar yang tidak

terlibat pada tahap sosialisasai dikarenakan sosialisasi dilakukan hanya pada

tataran petugas dan pegawai RPH.Sosialisasi merupakan bentuk pengenalan atau

pemberitahuan kepada masyarakat mengenai sesuatu, sehingga masyarakat

mengetahui hal tersebut.Sehingga sosialiasi diharapkan tidak hanya diberikan

kepada pihak-pihak tertentu saja, melainkan kepada semua kalangan yang secara

langsung ataupun tidak langsung ikut andil dalam usaha pemotongan sapi di RPH.

2. Monitoring UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 Tentang Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota Makassar.

Monitoring adalah suatu kegiatan pemantaun dari proses atau kebijakan yang

dijalankan yang bertujuan untuk mengetahui kendala-kendala serta mengantisipasi

masala yang timbul dana tau akan timbul sehingga diambil tindakan sedini

mungkin. Hal ini sesuai dengan Wollman (2003) dimana monitoring merupakan

prosedur penilaian yang secara deskriptif dimaksudkan untuk mengidentifikasi

dana tau mengukur pengaruh dari kegiatan yang sedang berjalan (on-going) tanpa

mempertanyakan kausalitas. Untuk melihat intensitas sosialisai pelarangan

Page 45: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

30

pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar dapat dilihat pada

Tabel6.

Tabel 6. Monitoring Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota

Makassar.

No Indikator Kategori

Jawaban

Nilai

(N)

Frekuensi

(F)

Bobot

(N x F)

Persentase

(%)

1.

Intensitas

Monitoring

Pelaksanaan UU

No 18 Tahun 2009

Pasal 18 Ayat 2

Sering 3 0 0 0

Jarang 2 3 6 30

Tidak

Pernah 1 7 7 70

Jumlah 10 13 100

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2016.

10 13 16.66 23.32 30

TP J S

Gambar 3.Skala Pengukuran Terhadap Monitoring Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif.

Keterangan : TP = Tidak Pernah

J = Jarang

S = Sering

Dari Tabel 6 memperlihatkan bahwa intensitas monitoring pelarangan

pemotongan sapi betina produktif berada di skala tidak pernah dengan bobot 13

dimana ada 3 responden menjawab jarang yaitu pegawai RPH yang pada saat

monitoring dilakukan tidak berada di RPH sehingga hanya beberapa pegawai

RPH yang mengetahui dilakukannya kegiatan monitoring tersebutterdapat7

responden menjawab tidak pernah dilakukan monitoring mengenai pelarangan

pemotongan sapi betina produktif yaitu pengusaha.tukang jagal yang tidak berada

Page 46: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

31

di RPH Kota Makassar yang tidak terlalu mengerti mengenai tahapan monitoring

yang dilakukan sehingga mereka mengatakan tidak pernah dilakukan tahapan

monitoring. Hal ini menunjukkan bahwa monitoring mengenai pelarangan

pemotongan sapi betina produktif berada pada kategori tidak pernah dilakukan,

karena masih ada pihak-pihak yang tidak mengetahui dan mengerti mengenai

tahapan monitoring di RPH Kota Makassar, sehingga memungkinkan untuk

dilakukan pemotongan sapi betina produktif. Monitoring seharusnya dilakukan

secara sering agar para pihak yang terlibat dalam proses pemotongan sapi dapat

dikontrol sehingga pemotongan sapi betina produktif dapat dihindari. Hal lain

yang didapatkan dilapangan yaitu petugas yang seharusnya melaksanakan hal

tersebut terkesan membiarkan ketika terjadi kasus pemotongan sapi betina

produktif dikarenakan sapi yang masuk di RPH memang kebanyakan merupakan

sapi betina sehingga untuk melihat apakah sapi tersebut produktif atau tidak itu

memerlukan waktu sedangkan permintaan konsumen (Palembara) sudah banyak,

keberadaan dokter hewan juga tidak terlalu memberi dampak terhadap proteksi

terhadap sapi betina produktif yang masuk di RPH hal ini dikarenakan suplai sapi

betina memang lebih banyak dibandingkan jantan.

3. Evaluasi UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 Tentang Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota Makassar.

Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan membandingkan realisasi

masukan (input), keluaran (output) dan hasil (outcome) terhadap rencana dan

standar. Hal ini sesuai dengan pendapat King et al (1987), bahwa evaluasi adalah

proses analitis menggunakan metodologi sosial-ilmiah untuk melihat apakah

sebuah intervensi kebijakan (program, kegiatan) mengakibatkan output atau hasil

Page 47: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

32

tertentu. Untuk melihat intensitas sosialisai pelarangan pemotongan sapi betina

produktif di RPH Kota Makassar dapat dilihat pada Tabel7.

Tabel 7. Evaluasi Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota

Makassar.

No Indikator Kategori

jawaban

Nilai

(N)

Frekuensi

(F)

Bobot

(N x F)

Persentase

(%)

1.

Intensitas Evaluasi

Pelaksanaan UU

No 18 Tahun 2009

Pasal 18 Ayat 2

Sering 3 0 0 0

Jarang 2 3 6 30

Tidak

Pernah 1 7 7 70

Jumlah 10 13 100

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2016.

10 13 16.66 23.32 30

TP J S

Gambar 4. Skala Pengukuran Terhadap Evaluasi Pelarangan

Pemotongan Sapi Betina Produktif.

Keterangan : TP = Tidak Pernah

J = Jarang

S = Sering

Dari Tabel7 memperlihatkan bahwa intensitas evaluasi pelarangan

pemotongan sapi betina produktif berada di skala tidak pernah dengan bobot 13

dimana ada 3 responden menjawab jarang yaitu pegawai RPH yang pada saat

evaluasi yang dilakukan oleh dinas terkait tidak berada di RPH dan 7 responden

menjawab tidak pernah dilakukan evaluasi mengenai pelarangan pemotongan sapi

betina produktif yaitu pengusaha/tukang jagal di RPH Kota Makassar yang tidak

Page 48: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

33

secara langsung terlibat pada tahapan evaluasi di RPH. Evaluasi di RPH dilakukan

oleh dinas terkait yaitu Dinas Peternakan, dimana tahapan evaluasi ini hanya

sebatas pengecekan dokumen-dokumen yang berada di RPH dimulai dari data

sapi masuk hingga jumlah pemotongan per harinya, tidak secara langsung melihat

apa yang terjadi di lapangan sehingga pihak dinas merasa tidak terjadi

pelanggaran dari proses kegiatan yang ada di RPH. Hal ini menunjukkan bahwa

masih lemahnya tahapan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Peternakan terhadap

proses kegiatan yang ada di RPH Kota Makassar, sehingga memungkinkan

pemotongan terhadap sapi betina produktif terjadi.

4. Jumlah Pemotongan Sapi Betina Produktif Di RPH Kota Makassar.

Pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar memang sangat

tinggi dimana angka pemotongannya dapat meningkat tiap minggunya, untuk

melihat jumlah pemotongan sapi berdasarkan jenis kelamin di RPH Kota

Makassar dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8.Jumlah Pemotongan Sapi Berdasarkan Jenis Kelamin Di RPH Kota

Makassar Bulan Oktober 2015.

Waktu

Jenis Kelamin

Total/Minggu (%)

Jantan (%) Betina (%)

Minggu Ke I 98 (34.02) 288 (65.98) 386 (23.09)

Minggu Ke II 89 (26.96) 330 (73.04) 419 (25.06)

Minggu Ke III 150 (42.61) 352 (57.39) 502 (30.02)

Minggu Ke IV 116 (46.58) 249 (53.42) 365 (21.83)

Jumlah

Pemotongan

453 (27.09) 1219 (70.34) 1672 (100)

Sumber : Data Primer Penelitian,2016

Page 49: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

34

Dari data Tabel 8 dapat dilihat bahwa pemotongan sapi betina sangat

sering dilakukan hal inidapat disebabkan beberapa faktor seperti kurangnya sapi

jantan yang dipasok, faktor ekonomi peternak, permintaan pasar, dan harga sapi

betina lebih murah.Untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor ini dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Faktor-Faktor Penyebab Pemotongan Sapi Betina Produktif

No Faktor

Pekerja

RPH/Pengusaha Pegawai RPH “Palembara”

Jumlah

Reponden %

Jumlah

Reponden %

Jumlah

Reponden %

1. Kurangnya Sapi

Jantan 2 40 1 20 0 0

2. Faktor Ekonomi

Peternak 5 100 5 100 3 60

3. Permintaan

Pasar/Pemenuhan

Suplai Daging

2 40 5 100 1 20

4. Harga Sapi

Betina Lebih

Murah

0 0 1 20 2 40

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah, 2016

Dari Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa faktor yang paling dominan penyebab

pemotongan sapi betina produktif yaitu faktor ekonomi peternak dengan

presentase 100 % dibandingkan dengan faktor kurangnya sapi jantan dan

permintaan pasar yang hanya mencapai angka presentase 40 %, hal ini disebabkan

peternak kebanyakan menjual sapi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup

merekan hal ini sesuai dengan pendapat Palmarudi,dkk (2011) penjualan sapi

betina produktif dilakukan peternak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka

dan untuk mendapatkan uang cash.

5. Kurangnya Sapi Jantan

Pemotongan sapi betina produktif salah satunya disebabkan oleh kurangnya

sapi jantan yang disuplai ke RPH Kota Makassar, hal ini disebabkan karena

Page 50: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

35

struktur populasi sapi potong memeang lebih dominan sapi betina dibandingkan

sapi jantan, hasil Sensus Pertanian (2013) memperlihatkan bahwa jumlah populasi

sapi betina sebanyak 705.119 ekor dan sapi jantan 278.917 ekor.Terdapat selisih

yang sangat jauh antara jumlah sapi betina dan sapi jantan.Sapi jantan juga

kebanyakan dikandangkan oleh peternak untuk dipersiapkan pada saat hari besar

keagamaan seperti idul adha sehingga tidak tersedia untuk dipotong pada hari

biasa.

6. Faktor Ekonomi Peternak

Faktor ekonomi peternak merupakan salah satu faktor yang sangat tinggi, hal

ini disebabkan kebutuhan peternak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

sehingga mereka rela untuk menjual sapi betina produktif mereka untuk

disembelih. Faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

banyaknya jumlah pemotongan sapi betina produktif Dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Palmarudi dkk (2014) menyatakan bahwa faktor utama peternak

menjual sapi betina produktif adalah pendapat yang rendah dengan presentase

sebesar 76,88 % dan pengalamannya dalam menjual sapi betina produktif ikut

berperan dalam menjual sapi betina produktif sebesar 77,39 %.

7. Permintaan Pasar/Pemenuhan Suplai Daging

Suplai daging untuk daerah Kota Makassar berada di angka 50 Ton atau

sekitar 50-60 ekor/hari untuk disalurkan ke setiap daerah yang ada di sekitar Kota

Makassar, dimana jumlah sapi betina sekitar 30-40 ekor dan sisanya sapi jantan.

Untuk daerah Kota Makassar sendiri dari diperlukan suplai daging sebanyak 15

Ton/hari, hal ini sesuai dengan pendapat Hastang dkk (2014) Kota Makassar

merupakan konsumen daging terbesar di Sulawesi Selatan, yaitu sekitar 15

Page 51: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

36

ton/hari. Sekitar 5 ton diantaranya disuplai dari PD RPH Kota Makassar.Hal

inilah yang membuat pemotongan sapi betina produktif tetap dilakukan yaitu

untuk memenuhi suplai daging kepada konsumen di Kota Makassar.

8. Harga Sapi Betina Lebih Murah

Pemotongan sapi betina produktif salah satu penyebabnya yaitu harga sapi

betina di pasaran lebih murah dibandingkan dengan sapi jantan, harga sapi betina

indukan di pasaran berharga sekitar Rp.7.000.000 sedangkan untuk jantan

berharga Rp. 8.000.000, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Litbang Pertanian,

(2012) dimana selisih harga sapi betina dan jantan dapat mencapai Rp. 500.000 –

1.000.000/ekor dengan umur dan berat yang hampir sama, hal ini disebabkan

kebanyakan pedagang sapi menyimpan sapi jantan mereka untuk dijual nanti pada

saat hari besar keagamaan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.

Akibat dari hal ini maka untuk penyediaan daging setiap harinya diluar hari-hari

besar keagamaan sapi betina lebih banyak dipotong.

Page 52: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

37

PENUTUP

Kesimpulan

1. Penerapan UU No. 18 Tahun 2009 Tentang Pelarangan Pemotongan

Betina Produktif di RPH Kota Makassar masih sangat jauh dari harapan

dikarenakan aspek-aspek seperti sosialisasi, monitoring dan evaluasi

mengenai UU tersebut tidak dilaksanakan dengan baik.

2. Faktor-faktor penyebab pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota

Makassar yaitu 1.) Kurangnya pasokan sapi jantan ke RPH Kota

Makassar, 2.) Kebutuhan Ekonomi Peternak, 3.) Permintaan Pasar/

Kurangnya Stok Daging Yang Dipasok, 4.) Populasi Sapi Betina Lebih

Banyak, 5.) Pengawasan Terhadap Pemotongan Sapi Betina Sangat

Kurang, 6.) Harga Sapi Betina Lebih Murah, 7.) Sapi Jantan Banyak

Disimpan Untuk Kebutuhan Hari Raya. Dimana faktor yang paling

mempengaruhi yaitu faktor ekonomi peternak.

Saran

Sebaiknya pemerintah lebih tegas dalam penegakan Undang-undang yang

berlaku utamanya dalam hal sosialisasi, monitoring dan evaluasi sehingga upaya

Swasembada daging yang selama ini diinginkan dapat terwujud. Hal lain yang

harus diperhatikan juga agar produktivitas sapi ditingkatkan agar populasi sapi

jantan siap potong meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

Page 53: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

38

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pengusaha Daging Sapi Sampaikan Keberatan Larangan

Pemotongan Sapi Betina. Dalam :http://gresikkab.go.id/berita/06072012/p

engusaha-daging-sapi-sampaikan-keberatan-larangan-pemotongan-sapi-

betina.html. Diakses tanggal 16 Oktober 2015.

APPHI. 2011. 30% Sapi Betina Produktif di Potong di

Jakarta. Dalam:http://finance.detik.com/read/2012/12/11/191810/2115860/

4/30-sapi-betina-produktif-dipotong-di-jakarta. Diakses tanggal 16

Oktober 2015.

Badan Pusat Statistik. 2011. Rilis hasil akhir PSPK 2011. Badan Pusat Statistik,

Jakarta.

__________________.2013. Hasil Sensus Pertanian 2013. Berita Resmi Statistik,

No.62/09/th XVI.

Blakely, J. and D. H. Bade, 1992. The science of animal husbandry. Penterjemah:

B. Srigandono. Cet. ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Data Sensus Pertanian, 2013. Populasi Sapi Potong Berdasarkan Jenis Kelamin.

Dwyanto, Kusuma. 2011. Inovasi Pendukung Ternak Rakyat. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. dalam : Sinar Tani Edisi 30 Maret – 5 April

2011 No. 3399 Tahun XLI, Jakarta

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Hastang, dkk., 2014., Efisiensi Pemasaran Daging Sapi Pada Perusahaan Daerah

Rumah Potong Hewan (Pd Rph) Kota Makassar., Prosiding Seminar

Nasional & Workshop Optimallisasi Sumberdaya Lokal Pada Peternakan

Rakyat Berbasis Teknologi – 1 Tahun 2014.Hal 314-320., Makassar 09-10

Oktober 2014.

Kartasudjana, R. 2011. Proses pemotongan ternak di RPH. Departemen

Pendidikan Nasional proyek pengembangan sistem dan standar

pengelolaan.Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.Modul

budidaya ternak program keahlian.Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina

Produktif. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Kesmavet, 1993.Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan

Hewan Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.

Page 54: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

39

Lestari, P.T.B.A., 1994. Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Indonesia. PT.

Bina Aneka Lestari, Jakarta.

Palmarudi,M, dkk.,2014., Perilaku Peternak Sapi Potong Dalam Penjualan Sapi

Betina Produktif (Kasus Pada Sentra Produksi Sapi Bali Di Sulawesi

Selatan).,Prosiding Seminar Nasional & Workshop Optimallisasi

Sumberdaya Lokal pada Peternakan Rakyat Berbasis Teknologi – 1 Tahun

2014.Hal 303-313., Makassar 09-10 Oktober 2014.

Nuhriawangsa, A. M. P., 1999. Pengantar ilmu ternak dalam pandangan islam:

Suatu tinjauan tentang fiqih ternak. Program Studi Produksi Ternak,

Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Pane, I. 1990.Upaya meningkatkan mutu genetik sapi Bali di P3 Bali.

Pros.Seminar Nasional Sapi Bali 20–22 September.hlm: A42

Ressang, A. 1962. Ilmu Kesehatan Daging (Meat Hygiene). Edisi Pertama. Fak.

Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.

King, G.T., G.C. Smith dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat

Science. 2nd Ed. American Press, Boston, Massachusetts.

Soejosopoetro, B. 2011.Studi tentang pemotongansapi betina produktif di RPH

Malang. J. Ternak Tropika, 12 (1) : 22-26.

Soeparno, 1992.Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan ke-1. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

_________1994.Ilmu dan Teknologi Daging.Gajah Mada University, Yogyakarta.

Sugeng, Y. B. 2007. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsu, J.A. 2011. Reposisi paradigma pengembangan peternakan : pemikiran,

gagasan dan pencerahan public. Absolute Media.Yogyakarta.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Wollman N Dunn.2003.Pengantar Analisis Kebijakan Publik (terjemahan),

Yogyakarta,Gajahmada University press.

Zarkasi, T. Z. 2014. Perlindungan hokum terhadap konsumen melalui sertifikasi

halal rumah potong hewan (RPH) di pulau Lombok. Jurnal Ilmiah.

Fakultas Hukum. Universitas Mataram

Page 55: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

40

LAMPIRAN

Page 56: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

41

IDENTITAS RESPONDEN

No IdentitasResponden

Nama Umur JenisKelamin Alamat Pekerjaan

1 Hijrah 35 Pr KelurahanTamangapa Pegawai

2 Sofian, SE 42 Lk KelurahanTamangapa Pegawai

3 Drs. Syahrir 47 Lk BTN CirakaKalegowa Pegawai

4 Moch. LuthfieNoegraha, S.Si 42 Lk Kompleks Guru SMA 10 Makassar Pegawai

5 Arifuddin, SE 43 Lk KelurahanTamangapa Pegawai

6 H. Bur 60 Lk KelurahanTamangapa PenjualDaging/Konsumen

7 H. Culanding 40 Lk Sukaria PenjualDaging/Konsumen

8 H. Udin 40 Lk Bandang PenjualDaging/Konsumen

9 H. Mamat 50 Lk PannaraAntang PenjualDaging/Konsumen

10 H. Rasyid 55 Lk Sunu PenjualDaging/Konsumen

11 H. Kallu 55 Lk KelurahanTamangapa Pengusaha/Pekerja RPH

12 Ahmad Lala 37 Lk Karuwisi Pengusaha/Pekerja RPH

13 DaengSalleng 37 Lk KelurahanTamangapa Pengusaha/Pekerja RPH

14 H. Labiang 50 Lk KelurahanTamangapa Pengusaha/Pekerja RPH

15 Umar 37 Lk KelurahanTamangapa Pengusaha/Pekerja RPH

16 Muliadi 45 Lk Bone PemasokSapi

17 H. Emmang 40 Lk Bone PemasokSapi

18 Miang 55 Lk Bone PemasokSapi

19 M. Erik 50 Lk Takalar PemasokSapi

20 Randy 30 Lk Bone PemasokSapi

Page 57: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

41

PEGAWAI

NamaResponden

Pertanyaan

JumlahPemotongan 3

BulanTerakhir

JumlahPemotonganSapibetinaProduktif per hari

SosialisasipelaranganPe

motongaSapiBetinaProd

uktif

IntensitasSosialisasipelaranganPemotongaSapiBetinaProduktif

Monitoring pelaranganPemotongaSapiBetinaProduk

tif

IntensitasSosialisasipelaranganPemotongaSapiBetinaPr

oduktif

EvaluasipelaranganPemotongaSapiBetinaProdukti

f

IntensitasEvaluasipelaranganPemotongaSapiBetinaProduktif

Yang MenetukanLayakTidaknyaSapiDipotong

Sanksi yang

diberikan

Penyebabpemotongansapibeti

naproduktif

Moch. LuthfieNoegraha, S.Si

4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Ya Jarang Ya Jarang DokterHewan Denda/Pemulangansapi

-HargaSapibetinalebihmurah - Faktorekonomipeternak -KebutuhanPasar

Drs. Syahrir 4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Ya Jarang Ya Jarang DokterHewan Denda/Pemulangansapi

-Faktorekonomipeternak

Sofian, SE 4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Ya TidakPernah Ya TidakPernah DokterHewan Denda/Pemulangansapi

-KurangnyaStokDaging -Faktorekonomipeternak -KebutuhanPasar

Hijrah 4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Ya Jarang Ya TidakPernah DokterHewan Denda/Pemulangansapi

-KebutuhanPasar -Faktorekonomi -Jumlahpopulasi

Arifuddin, SE

4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Ya Jarang Ya Jarang DokterHewan Denda/Pemulangansapi

-Faktorekonomi -KebutuhanPasar

Page 58: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

41

PEKERJA RPH/PENGUSAHA

Nama Responden

Pertanyaan

Jumlah Pemotonga

n 3 Bulan Terakhir

Jumlah Pemotongan Sapi betina

Produktif per hari

Sosialisasi pelarangan Pemotonga Sapi Betina Produktif

Intensitas Sosialisasi

pelarangan Pemotonga Sapi Betina Produktif

Monitoring pelarangan Pemotonga Sapi Betina Produktif

Intensitas Sosialisasi

pelarangan Pemotonga Sapi Betina Produktif

Evaluasi pelarangan Pemotonga Sapi Betina Produktif

Intensitas Evaluasi

pelarangan Pemotonga Sapi Betina Produktif

Yang Menetukan

Layak Tidaknya

Sapi Dipotong

Sanksi yang diberikan

Penyebab pemotongan sapi betina produktif

Umar 4771 ekor 50 ekor Tidak Tidak Pernah Tidak Tidak Pernah Tidak Tidak Pernah Dokter Hewan

Denda/Pemulangan sapi

-Kurangnya Sapi jantan

-Faktor ekonomi peternak

-Permintaan pasar

H. Kallu 4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Ya Tidak Pernah Ya Tidak Pernah Dokter Hewan

Denda/Pemulangan sapi

-Sapi jantan banyak disimpan untuk

keperluan hari raya -Faktor ekonomi

peternak -Populasi betina

lebih banyak

Ahmad Lala 4771 ekor 50 ekor Ya Tidak Pernah Ya Tidak Pernah Ya Tidak Pernah Dokter Hewan

Denda/Pemulangan sapi

-Faktor ekonomi peternak

-Pengawasan yang kurang

Daeng Salleng

4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Ya Jarang Ya Jarang Dokter Hewan

Denda/Pemulangan sapi

-Kebutuhan Ekonomi peternak

H. Labiang 4771 ekor 50 ekor Ya Jarang Tidak Tidak Pernah Ya Tidak Pernah Dokter Hewan

Denda/Pemulangan sapi

-Permintaan pasar -Kebutuhan

ekomoni peternak

Page 59: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

44

LampiranKuisioner

IdentitasResponden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Alamat :

5. Pekerjaan :

PENGUSAHA/PEMASOK SAPI

1. Dari mana suplai sapi potong yang ada di RPH Kota Makassar ?

Jelaskan :

2. Berapa Jumlah sapi potong yang dipasok di RPH Kota Makassar ?

Jelaskan :

PEGAWAI RPH

3. Jumlah sapi potong 3 bulan terakhir di RPH Kota Makassar ?

Jelaskan :

4. Berapa jumlah sapi betina produktif yang di potong per harinya di RPH

Kota Makassar ?

Jelaskan :

5. Apakah sosialisasi mengenai pelarangan pemotongan sapi betina produktif

sering dilakukan ?

a. Ya

b. Tidak

6. Seberapaseringintensitassosialisasi yang dilakukanolehdinasterkait ?

a. Tidak sering

b. Sering

c. Sangat Sering

7. Apakah monitoring mengenai pelarangan pemotongan sapi betina

produktif sering dilakukan ?

a. Ya

b. Tidak

Page 60: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

45

8. Seberapa sering intensitas monitoring yang dilakukan oleh dinas terkait ?

a. Tidaksering

b. Sering

c. SangatSering

9. Siapa yang menentukan apakah sapi betina tersebut dapat dipotong atau

tidak ?

Jelaskan :

10. Apakah evaluasi mengenai pelarangan pemotongan sapi betina produktif

sering dilakukan ?

a. Ya

b. Tidak

11. Seberapa sering intensitas evaluasi yang dilakukan oleh dinas terkait ?

a. Tidak sering

b. Sering

c. Sangat Sering

12. Sanksi apakah yang diberikan kepada pihak yang melakukan pemotongan

sapi betina produktif ?

Jelaskan :

13. Menurut bapak/ibu apa penyebab sehingga sapi betina produktif di potong

?

Jelaskan :

PEKERJA RPH (JAGAL)

14. Jumlah sapi yang dipotong 3 bulan terakhir di RPH Kota Makassar ?

Jelaskan :

15. Berapa jumlah sapi betina produktif yang di potong per harinya di RPH

Kota Makassar ?

Jelaskan :

16. Apakah sosialisasi mengenai pelarangan pemotongan sapi betina produktif

sering dilakukan ?

a. Ya

b. Tidak

Page 61: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

46

17. Seberapa sering intensitas sosialisasi yang dilakukan oleh dinas terkait ?

a. Tidak sering

b. Sering

c. Sangat Sering

18. Apakah monitoring mengenai pelarangan pemotongan sapi betina

produktif sering dilakukan ?

a. Ya

b. Tidak

19. Seberapa sering intensitas monitoring yang dilakukan oleh dinas terkait ?

a. Tidak sering

b. Sering

c. Sangat Sering

20. Siapa yang menentukan apakah sapi betina tersebut dapat dipotong atau

tidak ?

Jelaskan :

21. Apakah evaluasi mengenai pelarangan pemotongan sapi betina produktif

sering dilakukan ?

a. Ya

b. Tidak

22. Seberapa sering intensitas evaluasi yang dilakukan oleh dinas terkait ?

a. Tidak sering

b. Sering

c. Sangat Sering

23. Sanksi apakah yang diberikan kepada pihak yang melakukan pemotongan

sapi betina produktif ?

Jelaskan :

24. Menurut bapak/ibu apa penyebab sehingga sapi betina produktif di potong

?

Jelaskan :

KONSUMEN

25. Menurut bapak/ibu apa penyebab dari pemotongan sapi betina produktif di

RPH Kota Makassar, dan bagaimana pendapat bapak mengenai hal

tersebut di kaitkan dengan menipisnya populasi sapi betina di Sulawesi

Selatan ?

Jelaskan :

Page 62: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

47

DOKUMENTASI

Page 63: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

48

Page 64: SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD ISNAENUL I 111 11 361 · sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya. Kata kunci : Sapi

49

RIWAYAT HIDUP

MUHAMMAD ISNAENUL (I111 11 361) lahir di

Sabbang pada tanggal 30Mei 1994, sebagai anak

pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Ir.

Wahidin Ichsan dan Ibu Indrayani. Jenjang pendidikan

formal yang pernah ditempuh adalah SD Negeri 80

Lalebbata Kota Palopolulus pada tahun 2005.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan lanjutan pertama pada SMP

Negeri 3 Palopo dan lulus pada tahun 2008, Kemudian melanjutkan pendidikan

tingkat menengah atas di SMA Negeri 3 Palopo dan lulus pada tahun 2011.

Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri

(PTN) melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN)

pada program studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar dan lulus pada tahun 2016.