Buletin Terobosan Edisi 361

12
TëROBOSAN ADVERTISING Lagi, Masisir Ditahan Aparat Mesir masih genting, Masisir harus waspada Melirik Birokrasi Keuangan Masisir-KBRI Melirik Birokrasi Keuangan Masisir-KBRI Lagi, Masisir Ditahan Aparat Mesir masih genting, Masisir harus waspada

description

Terobosan adalah media independent yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.

Transcript of Buletin Terobosan Edisi 361

  • TROBOSAN

    AD

    VER

    TISI

    NG

    Lagi, Masisir

    Ditahan Aparat Mesir masih genting, Masisir harus waspada

    Melirik Birokrasi Keuangan

    Masisir-KBRI

    Melirik Birokrasi Keuangan

    Masisir-KBRI

    Lagi, Masisir

    Ditahan Aparat Mesir masih genting, Masisir harus waspada

  • TROBOSAN

    - E

    dis

    i 36

    1 -

    19

    Ap

    ril 2

    01

    4

    Express Copy Menerima segala jenis

    fotokopi

    Mahatthah Mutsallas,

    Hay `Asyir

    Building 102 Sweesry.

    Hp: 01001726484

    Sekapur Sirih, Lonceng, Halaman 2

    Sikap Berorganisasi atau Cari Gengsi?,

    Halaman 3

    Laporan Utama, Lagi, Masisir Ditangkap

    Aparat , Halaman 4-5

    Komentar Peristiwa, Melirik Birokrasi

    Keuangan Masisir-KBRI, Halaman 6-7

    Sastra, Dari Tepi Kairo (2), Halaman 8

    Seputar Kita, IJMA Mengadakan Seminar

    Writer Enterpreneur, Halaman 9

    Seputar Kita, IKPM Mengadakan Pelatihan

    Ruqyah Syar`iyyah, Halaman 9

    Sketsa, Di Jantung Kairo, Halaman 10

    Opini, Kegalauan Agamawan (baca: Saya),

    Halaman 11

    Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Heni Sep-tining W. Pemimpin Redaksi: Supriatna. Pemimpin Perus-ahaan: Ainun Mardi-

    yah. Dewan Redaksi: Tsabit Qodami, M. Hadi Bakri. Reportase: Abdul Latif Harahap, Ah-mad Ramdani, Fachry Ganiardi, Rijal W. Rizkillah, Thaiburrizqi Ananda Hafifuddin, Zammil Hidayat, Ahmad Bayhaqi, Ikmal Al Hudawi, Aulia Khairunnisa, Iis Isti`anah, Difla Nabila, Maimunah Hamid, Ukhti Muthmain-nah Hamid. Editor: Fahmi Hasan Nugroho. Pembantu Umum: Keluarga TROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Face-book : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01158270269 (Heni), 01100758108(Supriatna), 01110578138 (Ainun)

    Lonceng itu berdentang kencang me-

    mekakkan telinga, membangunkan Masisir

    yang tengah terlena dalam dunia mereka.

    Seolah hanya berjarak beberapa jengkal

    saja, satu dentangannya menjadikan seluruh

    Masisir seakan terjaga. Lonceng itu berbunyi

    kencang, ujian semester tanggal 10 Mei.

    Masisir kaget, kalut. Suara yang me-

    mekakkan itu tidak hanya terus terngiang di

    kepala, namun juga memacu jantung mereka

    untuk berdetak lebih kencang, resah dan

    gelisah. Saat ia berdentang, serentak satu

    suara muncul dari benak mereka, Cepat

    sekali! Ngapain aja dari kemarin?

    Otomatis peta Masisir berubah secara

    drastis. Beberapa kelompok kajian yang

    masih berjalan lalu secara tiba-tiba

    mengakhiri pertemuan mereka. Beberapa

    acara yang sudah direncanakan akan diada-

    kan langsung lenyap gaungnya. Perb-

    incangan di lingkungan Masisir pun mulai

    berangsur berpindah topik, dari semula

    pemilu, koalisi partai Islam, dan kini tentang

    ujian.

    Memang sudah saatnya Masisir

    beristirahat sejenak dari kesibukannya yang

    beragam. Sepanjang semester dua ini

    Masisir dipenuhi oleh berbagai macam

    turnamen olah raga dan peringatan ulang

    tahun organisasi. Belum lagi perdebatan

    tentang politik Mesir yang hingga detik ini

    pun masih saja dengan mudah kita lihat di

    beranda jejaring sosial.

    Lonceng itu pula yang memekakkan

    telinga kami, setelah sebelumnya kami me-

    matok waktu satu minggu (dengan dispen-

    sasi tiga hari) untuk terbitan edisi kali ini,

    akhirnya kami pun membatasinya hanya

    dengan waktu satu minggu.

    Jika sampai batas waktu tidak siap,

    maka kita batal terbit! Itulah yang sejak

    beberapa terakhir dibisikkan secara nyaring

    oleh sang editor.

    Dan dengan nafas terengah-engah ber-

    lari di tengah kejaran deadline, akhirnya

    kami bisa menyelesaikan edisi kali ini tepat

    pada waktunya.

    Dalam edisi kali ini kami kembali me-

    nyinggung soal fenomena berorganisasi

    Masisir, budaya yang hampir tidak pernah

    lepas kami pantau. Dalam rubrik Sikap di

    halaman 3 kami akan melontarkan pertan-

    yaan kepada anda, praktek Masisir dalam

    organisasi mereka selama ini apakah bisa

    disebut berorganisasi? Ataukah justru lebih

    tepat disebut berpolitik dengan segala intrik

    dan kebusukannya?

    Kemudian, kondisi Mesir yang masih tak

    menentu pascarevolusi 2011 menjadikan

    Masisir secara tidak langsung terlibat, meski

    hanya sebagai korban kejahatan. Dampak

    dari kacaunya kondisi keamanan di Mesir

    menjadikan aparat keamanan semakin

    meningkatkan kewaspadaan mereka, hingga

    masalah kecil pun bisa mereka permasa-

    lahkan.

    Sekitar satu minggu lalu, kawan kita MU

    harus mendekam di tahanan selama empat

    hari karena kedapatan tidak membawa

    identitas diri yang berlaku. Berbagai usaha

    dilakukan oleh pihak-pihak terkait higga

    akhirnya MU bisa dibebaskan setelah empat

    hari tertahan.

    Dan pada rubrik Komentar Peristiwa,

    kami mencoba untuk memperdalami isu

    yang tersebar di kalangan Masisir bahwa

    permintaan bantuan dana proposal ke KBRI

    semakin sulit dan rumit. Tidak sedikit pani-

    tia yang meminta dana namun hingga acara

    selesai dana tidak kunjung turun. Bahkan

    para awak media pun terkena imbas dari

    diberlakukannya peraturan yang (dalam

    prespektif awak media) baru untuk mereka.

    Masisir menganggap KBRI adalah lum-

    bung uang, Masisir bisa meminta dana un-

    tuk acara apapun dan kapanpun. Hingga

    saat kucuran dana itu tersendat, berbagai

    suara santer terdengar.

    Akhirnya kami ucapkan terimakasih

    kepada pihak-pihak yang selama ini telah

    membantu kami secara langsung maupun

    tidak langsung. Kini saatnya kami tutup se-

    mester ini dengan untaian doa semoga anda

    sekalian mampu untuk melalui ujian semes-

    ter kali ini dan mendapatkan nilai yang

    sesuai dengan harapan. Selamat membaca.

    Lonceng

  • TROBOSAN

    - Edisi 3

    61

    - 19

    Ap

    ril 20

    14

    Rubrik Sikap adalah editorial buletin TROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TROBOSAN terhadap

    suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

    Dunia organisasi adalah bagian integral

    dari denyut nadi pergerakan mahasiswa.

    Hampir bisa dipastikan, di mana ada

    komunitas mahasiswa, pastilah di sana akan

    ditemukan ruang-ruang keorganisasian.

    Melalui organisasi, para mahasiswa bisa

    beraktualisasi, menuangkan ide, pikiran dan

    sekaligus memperkaya pengalaman. Dan

    melalui organisasi pula, karakter, watak dan

    wawasan sosial mahasiswa bisa dibentuk,

    dikembangkan dan dimatangkan.

    Banyak pihak yang memandang bahwa

    style mahasiswa teladan sesungguhnya

    bukan saja mereka yang matang secara

    intelektual, tetapi juga mampu menginte-

    grasikan intelektualitasnya dengan

    kecerdasan dalam bersosial.

    Dengan perkataan lain, parameter

    idealisme mahasiswa tak cukup

    hanya dengan kecakapan akade-

    mis; kemampuan intelektual di atas

    rata-rata, berprestasi, IPK tinggi dan

    semacamnya, melainkan juga

    harus diimbangi dengan

    kemampuan bersosial yang

    baik. Dan salah satunya, melalui organ-

    isasilah kemahiran dalam bersosial itu

    dibentuk.

    Sejatinya, organisasi adalah tempat

    belajar. Di samping berguna untuk mem-

    perkaya wawasan, berorganisasi juga pada

    gilirannya menjadi tahapan penting dalam

    pembentukan karakter dan kepribadian.

    Dalam berorganisasi kita diajarkan sekian

    banyak hal; mulai dari tanggung jawab,

    mekanisme pembagian tugas, ketegasan,

    komitmen, loyalitas, kebersamaan, kedi-

    siplinan, pengorbanan, kesabaran dan nilai-

    nilai moral lainnya. Dan nilai-nilai tersebut

    tentu kelak akan menjadi modal berharga

    ketika bersentuhan dengan dunia nyata.

    Dengan begitu, tidak benar jika dikatakan

    bahwa berorganisasi itu hanya membuang-

    buang waktu dan tenaga. Selama diniatkan

    untuk belajar dan memperkaya pengala-

    man.

    Dalam konteks Masisir, ruang berorgan-

    isasi cukup banyak dan bahkan bisa

    dikatakan melimpah. Kita bisa beraktuali-

    sasi di ruang-ruang tersebut sesuai dengan

    kecenderungan, bakat dan minat kita. Teta-

    pi, yang harus dicatat adalah bahwa di ma-

    na pun dan sesibuk apapun kita berorgan-

    isasi, tugas dan tanggung jawab utama kita

    sebagai kaum terpelajar tak lain adalah

    belajar. Sebab sejatinya kita bukanlah aktiv-

    is yang sedang menjadi mahasiswa, tetapi

    mahasiswa yang mungkin kebetulan men-

    jadi aktivis. Karena itu, tugas dan kewajiban

    utama kita sebagai mahasiswa tentunya

    harus lebih dikedepankan ketimbang uru-

    san-urusan keorganisasian.

    Berkenaan dengan hal ini, ada beberapa

    hal yang perlu diperhatikan terkait dina-

    mika berorganisasi dalam konteks Masisir

    yang cukup memilukan. Dikatakan

    demikian karena mungkin sekarang ini tak

    mudah untuk membedakan mana maha-

    siswa yang betul-betul menjiwai nilai-nilai

    berorganisasi dengan mereka yang hanya

    mencari gengsi dan sensasi. Sungguh sangat

    mem-

    prihatinkan

    kalau enggan ber-

    kata memalukan,

    panggung organ-

    isasi yang seha-

    rusnya dijadikan tempat pem-

    belajaran, kini tak jarang menjadi ladang

    persemaian aroma busuk ala politisi. Maha-

    siswa yang sejatinya adalah kaum terpelajar

    kini perlahan terlena dengan syahwat

    kekuasaan.

    Mungkin benar apa yang dikatakan Nie-

    tzshe (1844-1900) bahwa naluri yang tak

    pernah padam dalam diri manusia adalah

    kehendaknya untuk berkuasa! Entah itu

    mahasiswa atau para petinggi negara, tern-

    yata semuanya sama saja. Duduk dalam

    singgasana kekuasaan adalah suatu kenik-

    matan dan kepuasan tersendiri. Organisasi

    juga pada gilirannya mirip seperti arena

    kompetisi; sikut sana sikut sini hanya demi

    merengkuh kekuasaan tertinggi.

    Ini bisa dilihat dari praktik perpolitikan

    di PPMI, yang konon dipandang sebagai

    miniatur sistem perpolitikan tanah air. Da-

    lam konteks PPMI, misalnya, setiap kali

    pemilu pelajar tiba, aroma kompetisi politik

    begitu terasa. Bahkan, telah santer dio-

    pinikan bahwa kursi kepengurusan PPMI

    sekarang hanya menjadi ajang perebutan

    dua kubu semata. Jika satu kubu yang men-

    dominasi, pastilah kubu yang lain sirna

    ilang kerta ning bumi. Padahal mengapa

    harus ada ketegangan seperti ini? Bukankah

    masing-masing menegaskan visinya untuk

    berbakti kepada PPMI? Kalau hanya untuk

    berbakti, mengapa harus ada kompetisi?

    Apakah ini democracy? atau jangan-jangan

    democrazy? Tak ayal, cara berorganisasi

    seperti ini mungkin tak banyak

    menguntungkan. Alih-alih dijadikan tempat

    belajar, yang ada hanya jadi arena perebu-

    tan kekuasaan

    Begitu juga dalam ranah kekeluargaan.

    Organisasi hanya dijadikan lahan subur

    untuk mencari gengsi, menyemai

    reputasi atau bahkan mungkin

    hanya untuk sekedar bisa naik

    haji. Buktinya tak banyak

    kekeluargaan yang betul-

    betul memberi porsi per-

    hatian besar terhadap

    kepentingan akademis warga-warganya.

    Yang lebih banyak diperhatikan, misalnya,

    hanya bidang olahraga, seni, budaya dan

    semacamnya. Padahal, ide dasar diben-

    tuknya kekeluargaan tak lain adalah untuk

    mengakomodir sekaligus memajukan sisi

    keilmuan mahasiswa. Namun faktanya hal

    tersebut belum terwujud sebagaimana mes-

    tinya.

    Setiap ada perayaan ulang tahun

    kekeluargaan, pastilah dana yang dikeluar-

    kan berjumlah besar, tapi untuk urusan

    keilmuan, nampaknya kita hanya bisa gigit

    jari dengan mengerenyitkan dahi. Padahal

    andai saja dana yang bernominal ribuan itu

    dialokasikan untuk beasiswa warga, mem-

    bantu yang kurang mampu, menambah

    koleksi perpustakaan, mengadakan semi-

    nar, dan aktivitas-aktivitas keilmuan

    lainnya tentu akan sangat bermanfaat

    ketimbang dihambur-hamburkan untuk

    memeriahkan acara megah yang berlang-

    sung tak lebih dari semalam!

    Belum lagi ketika acara pembagian

    Temus haji tiba yang tak jarang diwarnai

    adu mulut dan ketegangan. Untung saja tak

    pernah terjadi korupsi seperti yang dil-

    akukan oleh para petinggi negeri. Andaikan

    terjadi, mungkin lebih memalukan lagi.

    Saatnya kita bertanya kembali, apakah

    kawan-kawan kita yang bertengger manis

    di atas kursi kepemimpinan itu betul-betul

    belajar berorganisasi atau jangan-jangan

    hanya sekedar cari gengsi untuk bisa naik

    haji?[]

    Berorganisasi atau Cari Gengsi?

    Doc: w

    ebsen

    se.com

  • TROBOSAN

    - E

    dis

    i 36

    1 -

    19

    Ap

    ril 2

    01

    4

    Situasi politik Mesir belum stabil. State-

    men tersebut merupakan kesimpulan

    umum dari berbagai fenomena politik yang

    disaksikan di bumi Kinanah saat ini. Perse-

    teruan antar kelompok yang tak terelakkan

    berimbas pada meningkatnya sensitifitas

    aparat keamanan, ditambah lagi dengan

    terjadinya beberapa aksi brutal, penge-

    boman misalnya. Warga asing,-termasuk

    WNI di Kairo khususnya, mau tak

    mau terkena dampaknya.

    Militer dan aparat keamanan

    Mesir sedang sensitif. Kewaspadaan

    mereka pun meningkat. Terutama

    terhadap aparat keamanan beserta

    instalasinya. Bagi siapapun yang tid-

    ak cermat dan teliti dalam bertindak,

    bisa dengan mudah menjadi objek

    kecurigaan. Sebenarnya KBRI melalui

    konsuler telah jauh-jauh hari mem-

    peringatkan WNI untuk lebih waspa-

    da dan selalu membawa identitas diri

    ke manapun pergi. Sayangnya, saking

    sering himbauan tersebut disebar

    lewat jejaring sosial, pemerhatinya

    semakin berkurang-kalau tidak mau

    dibilang bosan.

    Beberapa bulan belakangan ini,

    terdengar kabar beberapa kasus pe-

    nangkapan Masisir oleh aparat kea-

    manan Mesir. Berawal dari situ, tim

    Terobosan berusaha mengungkap beberapa

    kasus yang pernah terjadi, usaha apa yang

    dilakukan untuk membebaskan diri, serta

    peran PPMI dan KBRI dalam hal ini. Berikut

    laporan kami.

    Kronologi

    Berdasarkan pengakuan Ainul Yaqien,

    pada hari Kamis 3 April, ia dan lima orang

    mahasiswa pergi berziarah makam di dae-

    rah seberang Masyikhah. Sekitar pukul tiga

    sore, dua orang berpisah dari rombongan.

    Dan dari keempat mahasiswa yang masih

    bersama, salah seorang berjalan paling

    belakang. Sebut saja namanya MU (bukan

    nama sebenarnya), ia berjalan sembari

    memotret beberapa objek. Sayangnya keti-

    ka mengambil gambar kendaraan yang ber-

    lalu lalang, ia tidak sadar ikut memotret

    tempat latihan tentara yang terletak di

    seberangnya.

    Selanjutnya, ia dihampiri polisi. Setelah

    sedikit diinterogasi, ia diminta menunjuk-

    kan identitas diri, sayangnya ia tidak mem-

    bawa identitas diri. Saya ditanyai ID card,

    paspor, kerneh dll. Tapi saya tidak memba-

    wa apapun, ujar MU. Akhirnya ia dige-

    landang aparat ke Qism (semacam Kapol-

    sek) Jamalea, di daerah Babul Futuh. Dan

    yang disayangkan, handphone-nya sedang

    bermasalah, hanya dapat menerima panggi-

    lan telepon.

    Untungnya, karena hingga pukul 5 sore

    MU tak kunjung kembali ke asrama Madi-

    nah al-Buuts, salah seorang teman

    menghubunginya. Setelah diketahui

    keberadaannya, beberapa orang teman

    menjenguknya di Jamalea, sekaligus mem-

    bawa berbagai kartu identitas diri MU.

    Ternyata urusan tidak begitu saja selesai. Ia

    harus datang ke niyabah (kejaksaan) yang

    terletak di daerah Sayyidah Nafisah karena

    ia telah menandatangani mahdhar (surat

    keterangan yang ditulis polisi). Dalam penu-

    turannya, MU mengaku, Kesalahan

    terbesar saya, adalah menandatangani mah-

    dhar yang belum saya pahami,.

    Salah seorang teman akhirnya

    menghubungi ketua KSW (kekeluargaan

    MU), Rosyad. Ia pun berinisiatif menghub-

    ungi Presiden PPMI, Amrizal Batubara.

    Pertama, saya mencoba menghubungi

    Presiden PPMI. Tapi sepertinya beliau se-

    dang sibuk, jadi (telepon-red) tidak di-

    angkat. Selanjutnya, ia menghubungi Pak

    Nugroho, Protokoler KBRI Kairo. Saya

    ditelepon pihak KBRI dan diminta meman-

    tau keadaan MU. Ujar Yaqin. Selanjutnya,

    melalui Pak Hikmat, beliau mengutus

    seorang pengacara.

    Selesai diinterogasi di kejaksaan,

    akhirnya diputuskan MU tidak bersalah.

    Selang beberapa waktu kemudian, datang

    pengacara (orang Mesir) yang memang

    disewa oleh KBRI untuk urusan WNI. Ken-

    dati telah divonis bebas, namun MU tidak

    lantas dibebaskan. Ia harus dibebaskan

    melalui kepolisian Jamalea. Seorang polisi

    Mesir mengatakan, cukup menunggu seki-

    tar 10 menit saja. Tapi setelah ditunggu

    hingga tengah malam, MU tidak kunjung

    dibebaskan. Sementara Rosyad, ketika ber-

    tanya pada pihak KBRI, dikatakan bahwa

    untuk warga asing memang harus me-

    lalui beberapa proses birokrasi mes-

    kipun telah divonis bebas.

    Ternyata masih ada beberapa urutan

    birokrasi yang tidak memungkinkan

    untuk diurus hari itu juga. Esoknya,

    bertepatan dengan hari Jumat, teman-

    teman MU dan juga Rosyad harus kece-

    wa karena proses birokrasi MU kembali

    ditunda. Pada hari Sabtu, 5 April di sela-

    sela proses birokrasi MU didampingi

    pihak KBRI menyempatkan diri untuk

    mengikuti pemilihan umum di KBRI.

    Meskipun sesudah itu, ia harus kembali

    ke sel tahanan di Jamalea. Malamnya,

    Rosyad dan Batubara mencoba melobi

    pimpinan polisi di Jamalea agar MU

    segera dibebaskan, namun tetap harus

    menunggu keesokan harinya.

    Esoknya, dibantu pihak KBRI dan PPMI,

    proses birokrasi diselasaikan. Setelah

    melalui proses birokrasi yang panjang,

    barulah pada pukul 10 malam, didampingi

    ketua KSW dan Presiden PPMI, MU resmi

    dibebaskan.

    Pada kasus lain yang terjadi beberapa

    waktu sebelumnya. Pada Kamis sore hari, 3

    orang mahasiswa pergi hendak belanja

    kayu untuk rak buku ke Atabah,

    menggunakan sepeda motor milik teman

    mereka yang tengah berada di luar Kairo.

    Di tengah perjalanan, mereka diperiksa

    oleh polisi dan diminta untuk memperlihat-

    kan identitas diri dan STNK motor. Hanya

    satu orang dari mereka yang membawa

    identitas diri dan bisa selamat, sedangkan 2

    orang lainnya, sebut saja Heru dan Dedi

    (bukan nama sebenarnya) tidak membawa

    identitas apapun. Akhirnya mereka dibawa

    ke kantor polisi. Motornya pun ikut ditahan

    karena STNK motor itu dipegang oleh pem-

    ilik motor yang berada di luar Kairo.

    Ketika berada di kantor polisi, isi hand-

    phone mereka tidak luput dari pemeriksaan

    polisi. Untungnya tidak ada foto atau apa-

    pun yang membuat para polisi curiga.

    Selang beberapa waktu, teman yang

    bebas tadi membawakan paspor mereka

    untuk diperlihatkan ke polisi. Tetapi karena

    Lagi, Masisir Ditangkap Aparat

    Doc: gallery

    hip.co

    m

  • TROBOSAN

    - Edisi 3

    61

    - 19

    Ap

    ril 20

    14

    status visa mereka masih berada dalam

    proses perpanjangan, akhirnya mereka

    belum bisa bebas. Mereka pu menghubungi

    Presiden Ppmi dan ia baru bisa datang seki-

    tar jam 10 malam.

    Namun meski telah

    dilobi, tetaplah mereka tid-

    ak bisa dibebaskan malam

    itu juga karena telah me-

    nandatanani surat pern-

    yataan untuk diadili

    (mahdhar). Akhirnya pada

    pagi hari Jumat, Heru dan

    Dedi masuk persidangan

    dan diadili. Berbeda dengan

    kasus MU, kendatipun hari

    Jumat, pagi itu juga mereka

    divonis bebas dan tidak dikembalikan ke

    tahanan polisi. Berdasarkan kesaksian He-

    ru, pihak yang berjasa dalam pembebasan

    mereka adalah Presiden PPMI, Amrizal Ba-

    tubara. Turut mendampingi mereka pula

    utusan dari salah satu kekeluargaan.

    Saya sangat bangga dengan Presiden

    PPMI karena beliau sangat berpengalaman

    dalam hal ini... mujamalah beliau dengan

    para polisi juga baik. Ujar Heru di sela-sela

    penuturannya kepada tim Trobosan.

    Peran PPMI dan KBRI dalam Perlin-

    dungan WNI

    Menanggapi kasus-kasus penangkapan

    Masisir oleh aparat keamanan, Presiden

    PPMI mengatakan bahwa kebanyakan te-

    man-teman Masisir tidak paham dengan

    hukum Mesir. Banyak yang belum tahu apa

    yang harus dilakukan ketika ditangkap oleh

    aparat keamanan. Masisir yang ditangkap

    oleh aparat keamanan, biasanya diminta

    oleh polisi untuk menandatangani mah-

    dhor, alias surat laporan. Kebanyakan

    Masisir tidak tahu dan tidak paham apa

    yang terdapat dalam laporan tersebut.

    dengan ditandatanganinya mahdhor itu,

    maka siapapun yang ditahan wajib masuk

    sel dan mengikuti pengadilan.

    Bahkan Batubara menjelaskan, kalau

    saat itu ditulis di situ oleh polisi, entah

    membunuh...ya itu yang tersurat di situ!

    Memang kemungkinan Masisir yang di-

    tangkap banyak yang langsung tandatangan

    karena takut dan juga tidak pernah beruru-

    san dengan polisi. Tanpa yang bersangkutan

    sadari bahwa hal itulah yang membuat per-

    masalahan berbuntut panjang hingga ke

    pengadilan.

    Selama menjabat sebagai Presiden

    PPMI, Batubara mengaku telah menangani

    kurang-lebih sepuluh kasus. Sementara

    pihak KBRI, sebagaimana yang disampaikan

    Pak Nugroho sejak 9 bulan pasca ketid-

    akstabilan politik Mesir, ia mengatakan

    baru menangani satu kasus. Selama ini,

    yang masuk ke proses hukum, baru satu.

    Baru MU ini. Karena mereka (aparat kea-

    manan

    -red)

    se-

    dang

    sangat sensitif. Ada satu lagi, anggota KPTS,

    karena motornya bodong (tidak memiliki

    STNK-red), motornya ditahan. Orangnya

    tidak. Dan sekarang sedang diurus... Ujar

    Pak Nugroho yang diwawancarai di kan-

    tornya, Garden City.

    Perbedaan jumlah kasus yang ditangani

    oleh PPMI dan KBRI tersebut dapat di-

    maklumi, mengingat mayoritas Masisir yang

    ditangkap, biasanya cukup menghubungi

    PPMI. Dari kasus-kasus yang pernah terjadi,

    Babubara mengatakan,Rata-rata langsung

    menghubungi PPMI. Cuma yang kemarin

    (penangkapan MU-red), saya sedang tidak

    bisa dihubungi, maka mereka langsung ke

    KBRI.

    Batubara juga berharap agar jika terjadi

    suatu hal yang sensitif, Masisir segera mem-

    beritahunya. Pokoknya, saya minta teman-

    teman, kalau ada hal-hal sensitif, langsung

    kasih tahu. Apapun itu, langsung telepon

    saya! Dengan demikian ia berharap supaya

    dirinya bisa langsung bergerak dan me-

    nyelesaikan permasalahan sebelum yang

    bersangkutan melakukan banyak hal di

    kantor polisi. Menandatangani mahdhor

    tanpa tahu apa yang ditulis polisi misalnya.

    Batubara juga mengatakan bahwa men-

    dampingi dan mengurus Masisir yang di-

    tangkap, sejatinya menjadi tugas DKKM

    (Dewan Keamanan dan Ketertiban Masisir).

    ia menyesalkan kurangnya kaderisasi

    DKKM untuk tahun ini, sehingga semasa

    jabatannya selama 3 tahun di DKKM tidak

    ada yang menggantikan posisinya. Kita ada

    DKKM, tapi (DKKM-red) nggak ada yang

    pengalaman dalam hal itu (berurusan

    dengan kepolisian). Sayang, 3 tahun saya di

    DKKM tidak ada yang gantikan posisi, se-

    hingga sekarang ada DKKM ya begitu-begitu

    saja. Wujuhudu kaadamihi. Karena, tidak

    ada pengalaman, tidak bisa lobi.

    Irvan Juliansyah selaku anggota DKKM

    mengaku, ia sendiri ikut memantau

    perkembangan kasus yang menimpa

    MU. Hanya saja waktu itu yang banyak

    melobi presiden PPMI. Ujarnya.

    Adapun terkait Masisir yang ha-

    rus ditahan dalam sel meski

    telah divonis bebas, pihak

    KBRI menjelaskan, ...prosedur

    di sini, memang harus dirujuk

    kembali ke kantor polisi untuk

    dimintakan rekomendasi dari

    pihak National Security. Na-

    tional Security adalah institusi

    aparat kemanan yang paling ber-

    pengaruh. Semua keputusan ada di

    National Security, bahwa yang ber-

    sangkutan bersih dari segala tindak

    pidana atau apapun...Di Imigrasi juga dilihat

    iqamah-nya sah atau tidak, ada catatan

    kriminal atau tidak.

    Sementara Batubara yang juga berpen-

    galaman menjabat DKKM selama 3 tahun,

    memiliki pandangan lain terkait birokrasi

    pembebasan Masisir yang yang ditangkap

    aparat. Ia sangat menekankan pentingnya

    lobi dalam berurusan dengan aparat kea-

    manan Mesir. Siapapun yang datang ke

    polisi, kalau bagus lobinya, itu akan cepat!

    Lebih lanjut ia menuturkan, ...siapapun,

    setinggi apapun jabatannya, kalau tidak bisa

    lobi, itu nggak bisa. Itu prinsipnya. Kalau

    saya jadi sifaroh, apapun saya utak-atik di

    situ.

    Kepada tim Terobosan, Batubara juga

    membocorkan trik lobinya. ...saya bawa 3

    (status.red) pertama, Rois Ittihad Tholabah

    Indunisiyyin (Presiden PPMI-red). Dua, Al-

    mulhaq Asyuun Tulabi Bisifaroh Indonisiy

    (Bagian Kemahasiswaan di KBRI-red). 3,

    Mahami Litolabah Andunisiyyin (DKKM-

    red). Kalau ada yang tertangkap, saya pakai

    3 status ini. Semua permainan mengolah

    kata. Yang penting bagaimana supaya apa-

    rat keamanan yakin.

    Situasi Keamanan Mesir

    Terkait situasi keamanan Mesir saat ini,

    Batubara berpendapat bahwa saat ini

    situasi keamanan di Mesir cukup baik. Ter-

    lebih bila dibandingkan dengan tahun-

    tahun sebelumnya. Misalnya bila dibanding-

    kan musim dingin 3 tahun yang lalu. Musim

    dingin dan musim panas kali ini lebih sedi-

    kit

    Doc: th

    ebilzerian

    report.co

    m

    Lanjut ke halaman 7.

  • TROBOSAN

    - E

    dis

    i 36

    1 -

    19

    Ap

    ril 2

    01

    4

    Masisir memang komunitas yang nggak

    ada matinya!. Jika melihat kepada rentetan

    aktifitas kegiatan Masisir, maka kita banyak

    mendapati berbagai macam acara

    terselenggara khususnya selama semester

    dua ini. Tim Terobosan mencatat

    setidaknya selama semester dua ini

    terdapat enam kali turnamen olah raga

    dengan empat di antaranya adalah

    turnamen sepak bola. Belum ditambah

    dengan rentetan acara peringatan hari jadi

    beberapa organisasi kekeluargaan

    menjadikan semester ini benar-benar sibuk.

    Berbagai macam acara itu pastilah

    membutuhkan dana. Dan jika berkenaan

    dengan dana, maka kita akan mendengar

    kata proposal ke KBRI. Dan isu yang

    beredar adalah bahwa KBRI tidak lagi mu-

    dah untuk mengabulkan permohonan pro-

    posal untuk beberapa kegiatan, khususnya

    kegiatan yang tidak berhubungan dengan

    akademis.

    Begitukah kenyataannya? Bagaimana

    semestinya birokrasi keuangan di KBRI?

    Kali ini tim Te robosan akan mengupas

    hal ini langsung dari sumber-sumber yang

    terpercaya. Berikut laporannya.

    Kegiatan tulis menulis Masisir meli-

    batkan lebih dari 20 media informasi

    yang memiliki masa terbit yang be-

    ragam. Di samping itu, jumlah organ-

    isasi Masisir yang tercatat di MPA pun

    mencapai angka 63 organisasi baik besar

    maupun kecil. Tak lupa juga kelompok-

    kelompok kajian Masisir yang tersebar di

    berbagai organisasi menjadikan dinamika

    Masisir terus selalu bergerak.

    Mengomentari hal ini Atase Pendidikan

    KBRI Kairo, Dr. Fahmy Lukman, M.Hum.

    menyatakan apresiasinya kepada kegiatan

    Masisir yang beragam. Kami mengapresiasi

    kegiatan yang dilakukan oleh kalian.

    Kegiatan-kegiatan ini adalah soft skill yang

    kalian butuhkan dan tidak kalian dapatkan

    di bangku kuliah Ujarnya.

    Ia juga menambahkan bahwa banyak-

    nya kegiatan tersebut akan menumbuhkan

    keterampilan dalam berbagai hal. Ini bisa

    melatih interaksi antar mahasiswa untuk

    menggagas bagaimana mengelola suatu

    acara, dan bagaimana menciptakan peluang

    pendanaan adalah suatu hal yang dibutuh-

    kan. Selain untuk meningkatkan soft skill,

    kegiatan tersebut juga akan menciptakan

    networking. Ujarnya.

    Alda K. Yudha, mahasiswa tingkat tiga

    jurusan Syariah Islamiyah Universitas al-

    Azhar turut mengomentari fenomena

    ramainya kegiatan di Masisir. Ia menya-

    takan bahwa fenomena banyaknya kegiatan

    di Masisir adalah baik, karena bisa lebih

    mempererat tali silaturahmi. Hanya saja ia

    menilai bahwa kegiatan Masisir selama ini

    dilihat kurang seimbang antara kegiatan

    akademis dan non-akademis.

    (Banyak acara itu-red) baik, karena

    bisa mempererat tali silaturahmi. Paling

    intinya kan di situ. Tapi yang jadi masalah

    adalah acara Masisir itu kurang seimbang

    antara acara

    ilmi- yah dan

    acara yang

    bersifat hura-

    hura atau

    non-

    ilmi-

    yah. Pa-

    dahal kita

    di

    sini sebagai mahasiswa, seharusnya

    kegiatan ilmiyah itu lebih dipacu dan lebih

    diminati banyak orang. Ujar mahasiswa

    yang juga anggota PCIM Kairo ini.

    Hal senada dinyatakan oleh Atdik. Ban-

    yaknya kegiatan di Masisir menjadi

    tanggungjawab Atdik untuk mengarahkan

    kegiatan-kegiatan tersebut ke ranah yang

    lebih berkualitas dan tidak hanya

    mengandalkan kuantitas.

    Kami ingin Masisir mengadakan

    kegiatan yang berkualitas dan memiliki

    nilai intelektual, bukan yang sekedar ada

    kegiatan atau ecek-ecek. Miris rasanya jika

    mendengar ada mahasiswa yang berkelahi

    ketika kompetisi sepak bola. Niatnya main

    bola kok malah jotos-jotosan. ujar lelaki

    yang hidup dan besar di tanah Sunda ini.

    Melihat berbagai macam acara yang

    biasa diadakan di Masisir, maka ia

    menyatakan bahwa mutu dan kualitas

    kegiatan menjadi tolak ukur pertama dalam

    pemberian bantuan. KBRI dapat

    memperkirakan biaya yang bisa

    dikeluarkan untuk membantu pendanaan

    suatu acara tergantung pada mutu dan

    kualitas acara yang diadakan. Ujarnya.

    Di samping itu juga skala prioritas

    menjadi salah satu pertimbangan turunnya

    anggaran, terlebih setelah melihat proposal

    yang masuk terkadang merupakan acara

    yang sama namun diselenggarakan oleh

    pihak yang berbeda-beda. Terkadang

    kawan-kawan Masisir ini mengadakan

    beberapa kegiatan yang sama tapi

    diselenggarakan oleh organisasi yang

    berbeda. Hemat saya, kenapa tidak

    disatukan saja? Toh kalian bisa kerja sama.

    Kalau seperti ini seakan seluruh organisasi

    takut kalah eksis. Ujarnya.

    Adanya kriteria mutu dan prioritas yang

    diterapkan oleh KBRI dalam pendanaan ini

    juga terasa oleh beberapa pihak dalam or-

    ganisasi yang ada di Masisir. Wihdah PPMI

    misalkan. Ketua Wihdah Choiriah Ikrima

    Sofyan terkadang terdapat kesulitan

    mendapatkan dana kegiatan dari

    KBRI. Kalo udah rizkinya ya bisa

    turun, tapi kalo enggak ya enggak

    ujar mahasiswi asal kekeluargaan

    KPJ ini.

    Tapi dari yang kita tangkap, pihak

    KBRI mau memberikan dana

    dengan syarat yang diajukan itu

    jelas kualitasnya tambahnya.

    Mengenai proses pengajuan pro-

    posal ke KBRI, Fahmy Lukman

    menyatakan bahwa sebenarnya

    KBRI telah membuka lebar-lebar

    pintu pengajuan proposal untuk

    seluruh elemen Masisir. Terdapat dua

    cara dalam mengajukan proposal ke KBRI,

    organisasi Masisir dapat mengajukan

    proposal langsung ke KBRI secara lembaga

    ataupun juga bisa mengirimkannya ke

    fungsi-fungsi yang ada di KBRI sesuai

    dengan acara yang akan dihelat. Misalnya

    acara akademis bisa langsung mengajukan

    proposal ke Atase Pendidikan, atau acara

    pentas seni dapat mengirim proposalnya ke

    fungsi Pensosbud. Setelah itu maka

    proposal akan menunggu keputusan dari

    Dubes. Jika Dubes telah menyetujui

    proposal tersebut, maka pejabat fungsi

    KBRI tadi akan memberikan nominal

    bantuan untuk kegiatan tersebut, dan dana

    proposal kemudian dapat diambil melalui

    fungsi administrasi.

    Dan setelah dana tersebut diterima oleh

    organisasi atau panitia, maka pihak KBRI

    tidak serta merta membiarkan mahasiswa

    menggunakan dana tersebut tanpa

    tanggung jawab. KBRI akan selalu meminta

    laporan tentang acara yang diadakan.

    Laporan itu meliputi laporan keuangan,

    peserta acara, dan hasil dari acara tersebut.

    Ketika dana proposal diberikan, saya

    Melirik Birokrasi Keuangan Masisir-KBRI

    Doc: h

    ttp://th

    eselfemployed

    .com

  • TROBOSAN

    - Edisi 3

    61

    - 19

    Ap

    ril 20

    14

    minta kepada panitia pelaksana untuk

    melaporkan hasilnya. Karena saya

    bertanggungjawab juga atas uang negara

    yang telah dikeluarkan. Menurut saya itu

    tidak memberatkan. Ujar Fahmy Lukman.

    Hal serupa juga berlaku terhadap media

    -media Masisir yang diberi bantuan dana

    penerbitan. Atdik menyatakan telah

    berkomitmen untuk membantu media-

    media Masisir yang mengajukan bantuan.

    Namun pengajuan bantuan itu tetap harus

    mengikuti prosedur yang ada. Prosedur

    yang baru diterapkan beberapa minggu

    terakhir ini mengharuskan media untuk

    mengajukan surat permohonan minimal

    satu minggu sebelum tanggal

    penerbitan setelah sebelumnya

    petugas dari media tinggal datang

    dengan membawa hasil terbitan

    beserta kwitansi untuk

    mengambil dana.

    Peraturan ini dinilai mem-

    beratkan oleh sebagian kalangan.

    Seorang mahasiswi yang tidak

    ingin disebut namanya menya-

    takan bahwa peraturan ini mem-

    beratkan karena harus berulang

    kali datang ke KBRI. Peraturan ini

    baru berlaku dari maret lalu,

    menurut saya lumayan memberat-

    kan karena mengharuskan kita yang berja-

    rak tidak dekat dengan Garden City untuk

    bolak-balik ke sana, ujar mahasiswi tingkat

    tiga ini.

    Sebagian kalangan menilai peraturan ini

    tidak memberatkan. Lina Nabila Ahmad

    Pemimpin Usaha buletin Informatika

    menyatakan bahwa penilaian ini kembali ke

    masing-masing individu. Bagi saya pribadi

    sih tidak terlalu memberatkan, karena saya

    sendiri memang suka jalan ujarnya.

    Namun yang disesalkan beberapa media

    terkait peraturan baru tersebut adalah tid-

    ak adanya pemberitahuan di awal jika telah

    ada ketetapan baru terkait birokrasi

    pengambilan dana. Sehingga bagian usaha

    media yang menerbitkan majalah atau

    buletinya bulan lalu merasakan kerepotan

    karena mendapat pemberitahuan men-

    dadak ketika sudah sampai ke bagian fungsi

    administrasi KBRI di Garden city.

    Di samping itu, pencairan dana setelah

    diberlakukanya aturan baru ini rupanya

    sedikit sulit, di mana uang belum juga dis-

    erahkan meski sudah terhitung satu minggu

    setelah surat permohonan dilayangkan. M.

    Fardan Pimpinan Redaksi majalah Sinar

    Muhammadiyah

    menya-

    yangkan hal tersebut. Ia mengaku uang

    yang diajukan memang belum cair setelah

    lebih dari satu minggu dari pengiriman

    surat permohonan, Ya, mungkin karena ini

    kebijakan baru, peraturanya kan memang

    menunggu sampai ada konfirmasi bahwa

    uang tersebut sudah bisa diambil, dan saya

    belum mendapat konfirmasi itu, jadi belum

    bisa menerima uangnya ujarnya. Hal se-

    rupa juga diakui oleh Abdul Ghani dari

    majalah Afkar.

    Namun begitu, Fahmy Lukman

    membantah bahwa birokrasi ini adalah

    kebijakan baru Atdik. Justru ia menegaskan

    bahwa peraturan ini memang sudah ada

    sejak awal. Saya kira tidak ada aturan baru,

    memang harusnya seperti itu. Harusnya

    ajukan dulu berapa yang dibutuhkan,

    walaupun nominal yang diberikan sama

    saja, tegasnya.

    Terakhir, pihaknya memberikan pene-

    gasan bahwa seluruh media yang

    mengajukan permohonan bantuan akan

    mendapatkan bantuan dari KBRI. Karena

    Atdik telah berkomitmen untuk membantu

    masalah penerbitan. Dengan catatan, para

    jurnalis harus meningkatkan kualitas

    tulisannya dan memperbaiki aspek

    pengelolaanya.

    Terkhusus dalam penerbitan jurnal,

    Atdik menerangkan bahwa kehadiran

    jurnal di Masisir menambah nilai

    intelektual mahasiswa. Semisal Jurnal

    Himmah yang mendapatkan bantuan

    penuh dari Atdik untuk penerbitan.

    Jurnal Himmah punya nilai

    intelektual lebih. Karena penulis

    mencurahkan buah pikirannya untuk

    menjadi karya ilmiah dengan merujuk

    pada sumber-sumber data sebagai

    referensi dan kemudian

    menentukan pendapatnya tentang

    persoalan yang ditulis. Maka, kami

    menanggung seluruh biayanya. Ini bagus,

    tapi harus diperbaiki. Tutur Atdik.

    Di samping semua itu, Fahmy Lukman

    mengungkapkan bahwa jika Masisir

    membutuhkan konsultasi terkait masalah

    apapun Ia menegaskan pribadinya sangat

    terbuka.

    Kapan pun saya bisa ditemui. Saya

    adalah pelayan kalian, ucapnya. [] Fachry,

    Ikmal, Iis.

    Masisir yang tertangkap aparat keamanan

    Mesir. Begitu pula dengan jumlah Masisir

    yang menjadi korban pencurian dan per-

    ampokan dibandingkan dengan tahun-

    tahun sebelumnya. Itu dari segi keamanan,

    berdasarkan data yang ada sampai

    sekarang.

    Adapun terkait situasi Mesir secara

    umum, pihak KBRI mengatakan bahwa Me-

    sir belum dapat dikatakan stabil, diakibat-

    kan masih ada perseteruan antara ke-

    lompok satu dan kelompok lainnya. KBRI

    pun berharap,...sebagai warga asing di sini,

    kita mengharapkan agar situasi bisa men-

    jadi stabil. Ada perdamaian antar kelompok

    -kelompok yang berseteru.

    KBRI juga memprediksikan kemung-

    kinan situasi Mesir yang akan sedikit naik

    lagi, menjelang pemilu presiden akhir Mei.

    Nah ini, kepada teman-teman agar mem-

    perhatikan betul-betul himbauan kita. Sean-

    dainya nanti ada jam malam lagi, itu harus

    ditepati, jangan sampai kita ditangkap lagi.

    Pihak KBRI kembali menghimbau agar

    Masisir tidak ikut campur dalam perpoli-

    tikan dalam negeri Mesir, hendaknya

    Masisir selalu membawa identitas diri dan

    mentaati peraturan yang berlaku.... kita

    harus meningkatkan kewaspadaan, jaga diri

    dan ikutilah himbauan-himbauan kita. Dan

    bagi yang sudah lulus, sudah selesai

    kuliahnya, sudah tidak ada yang dilakukan

    lagi, kita himbau untuk segeralah kembali

    ke tanah air, untuk berbakti kepada tanah

    air.

    Presiden PPMI juga berpesan pada

    Masisir,Saya harap teman-teman sudah

    mulai kondisikan masa-masa ujian dan me-

    nyesuaikan diri dengan keadaan Mesir saat

    ini...Jangan sampai ikut campur perpolitikan

    dalam Mesir. [] Ainun, Hensep, Rijal

    Doc: b

    bb.org

    Lanjutan dari halaman 5.

  • TROBOSAN

    - E

    dis

    i 36

    1 -

    19

    Ap

    ril 2

    01

    4

    Ablah Gheda menyambutku dengan

    senyum dan pelukan hangat. Fitri, relawan

    sepertiku lebih dahulu sampai. Hari per-

    tama, tentu saja perkenalan.

    Ini Ablah Rani. Ablah Gheda

    menunjukku.

    Sorot mata polos mereka fokus, kelu-

    guan khas bocah tidak tertutupi rambut

    gimbal, baju kusam dan ujung kuku mereka

    yang panjang dan hitam. Bukan anak-anak

    jika situasi tenang dapat bertahan lebih dari

    hitungan menit. Kelas kembali gaduh.

    Di sini, tiidak ada pemisahan usia layak-

    nya PAUD dan TK di Indonesia. Entah tiga

    atau lima tahun semua bersama dalam kursi

    -kursi mini dan meja yang disekat tembok-

    tembok berlukiskan taman bunga dengan

    dominasi warna yang tak lagi dapat disebut

    biru muda.

    Aku dan Fitri. Kami tak sampai hati bila

    mengikuti cara pembelajaran ala Ablah

    Gheda yang ia ajarkan di hari pertama. Bila

    ada yang tidak ikuti perintah, kau boleh

    pukul. Duh, kami yang tak pernah menjadi

    guru TK saja tak sampai hati melihatnya.

    Bukan pukulan ala Indonesia, tapi Mesir.

    Plak!

    Barangkali anak-anak merasa lebih

    beruntung karena pada hari-hari beri-

    kutnya, kami tak pernah setega itu.

    Memang wajib sabar.

    Di sela-sela pelajaran menggambar

    misalnya, aku dan Fitri berkeliling dan

    memotong kuku mereka satu demi satu.

    Wajah-wajah imut mereka seperti boneka

    di toko mainan anak-anak, andai sedikit

    lebih bersih saja. Bahkan seringkali aku

    memandang dekat wajah Heba, gadis kecil

    anak sopir tuk-tuk. Apakah bulu matanya

    palsu atau sudah terpoles maskara? Ku

    colek pipi chubynya, ia berkedip dan ba-

    rulah aku yakin itu asli.

    Eih da? tanyaku pada Ahmed yang

    berusia 3 tahun. Di sela-sela waktu istirahat

    kami sering bercanda bersama mereka.fi

    isy wa la baidh wa la burtual? tanyaku

    sambil mengusap perutnya yang

    menggelembung.

    Isinya isy. Jawab Mahmud, kakaknya

    yang setahun lebih tua. Sementara adiknya

    hanya diam memandangku sembari asyik

    menyesap ibu jarinya.

    Di waktu istirahat, anak-anak diperke-

    nankan jajan dengan uang saku mereka.

    Rata-rata satu rubu atau nus, meski ada

    beberapa yang diberi uang saku satu pound

    oleh orang tuanya. Uang saku standar untuk

    anak-anak kurang mampu yang belajar di

    sekolah gratis ini. Tak ada baju seragam

    apalagi grup drumband. Mereka datang lalu

    kami ajak menghafal hadits-hadits pendek,

    itu sudah kebahagiaan tersendiri. Apalagi

    bagi Ablah Gheda yang berjuang mendiri-

    kan sekolah kecil ini. Sayang, kami hanya

    bisa membantu di saat masa libur kuliah

    saja.

    Kami juga diperkenankan untuk

    beristirahat jika sewaktu-waktu merasa

    lelah. Sebuah bilik kecil bersanding dengan

    ruang kelas. Dinding-dindingnya tidak

    terbangun simetris. Khas flat-flat murah

    level penduduk kelas bawah. Ada selapis

    tikar rombeng sebagai alas dan sebuah ban-

    tal buluk untuk sandarkan kepala.

    Pernah suatu ketika aku terbangun dari

    tidur di bilik kecil itu. Ku dapati Fitri tengah

    merapikan bangku dan meja. Yusuf yang

    berusia empat tahun nampak kesulitan me-

    masukkan sesuatu ke dalam tasnya. Ku

    hampiri dia dari belakang, mencoba mem-

    bantu memasukkan barangnya yang ber-

    bungkus plastik. Ia terkejut. Tangannya

    terayun menampar wajahku. Tidak sengaja,

    itu yang ku tangkap dari sorot matanya

    yang menyesal. Tapi ia langsung berlari.

    Pergi menelusup dalam keramaian pertoko-

    an.

    Ya Yusuf! panggilku. Jelas tak akan

    membuatnya kembali. Bagi sebagian orang,

    begitulah watak Mesir. Tapi buatku, yang

    barusan adalah seorang bocah yang tidak

    tahu bagaimana mengekspresikan rasa ses-

    al dan terkejutnya.

    Di hari lain.

    Pelajaran menggambar. Temanya, bi-

    natang. Dua puluhan anak sibuk mengek-

    spresikan bakat melukis mereka di atas

    selembar kertas. Anak tiga tahun-an hanya

    membuat bulatan tak sempurna yang beng-

    kok di sana sini dengan beberapa garis tak

    beraturan. Disebutnya itu kucing. Anak-

    anak yang lebih tua juga tidak jauh berbeda.

    Hanya saja lekukan mereka sedikit lebih

    sempurna. Hanya satu anak yang membuat-

    ku terpesona. Ali namanya.

    Saat kutanya, ia jawab menggambar

    singa. Dan memang sabin fil mi-ah mirip

    singa jantan. Dengan rambut coklat tebal

    memenuhi kepala yang membuatnya tam-

    pak besar dan garang. Terlalu sempurna

    untuk seorang anak TK. Menjiplak? Ah, ma-

    na mungkin. Jelas-jelas aku melihat tan-

    gannya menari-nari di atas kertas yang

    sebelumnya kosong.

    Ku sampaikan penilaianku pada Fitri. Ia

    bilang,Orang tuanya pelukis jalanan.

    Oh...

    Mama dan Babanya?! kurang yakin.

    Tapi Fitri mengangguk mantap. Barulah

    aku percaya bakat genetik itu ada. Tapi

    bagaimana ia dapat menggambar dengan

    detil dan mempesona begitu? Ia bilang

    pernah melihatnya di televisi, berarti dia

    mengcopy-paste dari sana. Jadi, sesuatu

    yang konyol dan tolol jika ada yang me-

    nyuruh anak-anak menggambar Tuhan.

    Pikiran Mereka yang polos hanya melukis

    apa yang pernah mereka tangkap dengan

    indra. Sedang Tuhan tak pernah ditangkap

    langsung dengan indra.

    Aku tersenyum sendiri, jika beruntung,

    mungkin beberapa belas tahun lagi Ali akan

    membuka pameran mandiri untuk lukisan-

    lukisannya. Atau, menjadi sebatas pewaris

    orang tuanya. Pelukis jalanan. Semoga tidak.

    Yusuf datang. serta merta merobek

    gambar singa-nya Ali. Pertengkaran tak

    terelakkan. Sekali lagi, ala Mesir, bukan

    Indonesia ataupun Melayu. Pukul. Tampar.

    Tendang. Aku dan Fitri yang berusaha mel-

    erai cukup merasakan tenaga ekstra anak-

    anak Bumi Kinanah ini.

    Mungkin Yusuf cemburu melihatku yang

    terkagum-kagum dengan gambar Ali. Na-

    mun tetap saja kami paksa ia untuk

    meminta maaf. Harus dengan sedikit an-

    caman. Tidak boleh pulang.

    Marwah, gadis kecil yang paling banyak

    hapalan haditsnya itu pun ikut bercakap

    kepada Ali. La Tagdhab!

    Ganna pun ikut-ikutan,Shollu alanna-

    bi!

    Olala! Gaya anak-anak ini lucu sekali.

    Sayang, sebagai guru, rasa gemasku harus

    ditahan.

    Syukur, akhirnya Yusuf mau meminta

    maaf.

    Dua bulan masa liburan sudah terlewat.

    Sesuai kesepakatan, aku dan Fitri

    mengakhiri khidmah begitu masa aktif

    kuliah datang.

    Ada kesedihan meninggalkan tatap mata

    bening bocah-bocah itu. Di pertemuan tera-

    khir, ku kecup kepala mereka satu persatu.

    Tak lagi peduli dengan tampang kucel dan

    bau tubuh yang entah kapan terakhir kali

    mandi. Aku masih tak dapat meneropong ke

    masa depan. Akan seperti apa nantinya?

    Anak-anak yang terpaksa hidup di pinggir

    dalam kerasnya gemerlap kota tersibuk se-

    benua Afrika ini. Ah, hampir aku lupa, mere-

    ka punya takdir. Dan mereka punya usaha.

    Satu pekan terlepas. Dalam bayang-

    bayang kesibukan kuliah beberapa kali rin-

    Dari Tepi Kairo (2) Oleh: Ainun Mardiyah*

  • TROBOSAN

    - Edisi 3

    61

    - 19

    Ap

    ril 20

    14

    Sabtu dan minggu sore (12-13). Ikatan

    Jurnalis Masisir (IJMA) mengadakan semi-

    nar Writer Entrepreneur yang bertemakan

    Membongkar Rahasia Penulis Best Seller.

    Kegiatan seminar ini diadakan di aula Ke-

    mas, dengan menghadirkan pemateri Mifta-

    hur Rahman El-Banjary, MA. seorang moti-

    vator muda dan penulis buku best seller

    Kode Rizki Ilahi dan Keajaiban 1000 Di-

    nar. Acara yang dilaksanakan dalam dua

    hari ini membahas tentang bagaimana men-

    jadi seorang best seller dan juga best writer

    agar Masisir tidak hanya belajar bagaimana

    menjadi penulis tetapi juga belajar

    bagaimana caranya menjadi seorang penu-

    lis best seller.

    Belajar menulis bisa di buletin atau

    majalah kekeluargaan juga al-mamater tapi

    dalam seminar ini kita ingin agar Masisir

    tidak hanya bisa menjadi seorang writer

    tapi juga seorang best seller. Ujar Fakhri

    Emil Habib selaku penyelenggara dan juga

    ketua IJMA ini dalam sambutannya.

    Katakanlah pada diri anda bahwa anda

    adalah seorang penulis, menulislah dengan

    hati dan editlah dengan logika, karena men-

    jadi seorang penulis mengajarkan kita un-

    tuk bisa menjadi orang yang pelik, kritis

    serta komperhensip begitulah pemateri

    menjelaskan.

    Acara ini tidak hanya dialog santai

    membahas tentang tata cara penulisan

    melainkan terdapat praktik cara membuat

    buat kerangka novel dengan keadaan yang

    pernah dilalui para peserta, serta mem-

    presentasikannya. [] Difla.

    IJMA Mengadakan Seminar Writer Entrepreneur

    du menyusup. Anak-anak itu, sedang belajar

    apa sekarang? Berapa ayat dan hadits yang

    sudah mereka hapal?

    Di dalam bus, lagi-lagi aku melihat pa-

    pan reklame UU Perlindungan Anak dengan

    foto bocah yang tersenyum. Aku tersenyum

    miris.

    Seorang anak kecil menaiki tangga bus

    dengan sebungkus plastik bening kusam

    penuh permen. Dari rambutnya yang gimbal

    dan pakaiannya yang kusut tak beraturan

    membuatku menarik suatu kesimpulan.

    Penjual permen.

    Kakinya berjalan cepat namun lambat

    bagi orang dewasa. Dengan tangan mungil-

    nya menaruh tiap dua buah permen seharga

    satu pound di tiap pangkuan penumpang,

    Sebagaimana lazimnya pedagang dalam

    bus. Banyak yang menyebut profesi begitu,

    pengemis. Tapi buatku bukan. Mereka peda-

    gang. Yang disayangkan dari penjual kecil

    ini adalah usianya yang mengiris hati. Apa

    yang dilakukan orangtua bocah sekecil ini

    sehingga harus mencari pundi-pundi junaih

    seorang diri?

    Mau tak mau pikiranku tersangkut pada

    dua bulan yang kulalui bersama anak-anak

    yang terlahir dari kelas bawah itu. Ya Rabb...

    Ketika bocah itu sampai di tempatku. Ku

    kembalikan permen yang ia taruh dengan

    menyertakan receh satu pound. Wajahnya

    menengadah, lalu terkesiap. Sama seper-

    tiku. Yusuf!

    Ia berlari. Tidak peduli pada beberapa

    permen yang belum diambilnya dari

    penumpang lain. Bus melaju lambat. Ku

    lihat ia meloncat dari tangga bus. Ya

    Yusuf! teriakanku tak membuatnya ber-

    henti. De javu.

    Tak sampai sedetik sebuah mobil dari

    belakang melaju kencang lalu mengerem

    dengan cepat. Ya Rabb, tubuhnya terpental.

    Tidak! Selanjutnya bocah cilik itu jatuh satu

    meter dari bemper mobil yang tak mulus

    itu.

    Tak ada darah. Syukurlah.

    Ketika orang-orang mulai berkerumun,

    ia bangkit. Lalu berlari. Aku hanya menge-

    lus dada. Kekhawatiranku beberapa detik

    lalu berhenti sudah. Namun Yusuf kecil

    tetap berlari menembus keramaian manu-

    sia di siang bolong. Ia terus berlari. Meski

    kenyataan tidak pernah berlari pergi se-

    cepat yang ia harapkan. []

    *Penulis adalah Pemimpin Perusahaan

    Buletin TROBOSAN.

    Kamis 17 April lalu, Digelar pelatihan

    ruqyah yang bertempat di Aula Pesanggra-

    han KPMJB. Acara itu bernama Pelatihan &

    Praktek Ruqyah Syariyyah yang dil-

    aksanakan oleh IKPM bekerjasama dengan

    KPMJB. Hadir sebagai pembicara Muham-

    mad Faizar Hidayatullah yang telah mem-

    iliki pengalaman dalam pengobatan herbal

    dan ruqyah, dan sudah mengisi berbagai

    pelatihan ruqyah di beberapa universitas di

    Indonesia.

    Acara dimulai pada pukul 16.00, dengan

    pemaparan materi mengenai ruqyah hingga

    waktu Maghrib tiba. Pembicara menyam-

    paikan beberapa materi seperti pengenalan

    ruqyah syariyyah, anarkisme bangsa Jin dan

    mengenalkan tentang al-`Ain. Selanjutnya,

    masuk ke sesi latihan praktek ruqyah man-

    diri dan ruqyah untuk orang lain. Pelatihan

    ini berlangsung hingga pukul 20.30.

    Antusiasme Masisir terhadap acara ini

    cukup tinggi melihat banyaknya peserta

    yang hadir dan memenuhi Aula.

    Muhammad Fiky Ardiyansyah selaku

    ketua panitia menjelaskan latar belakang

    acara tersebut, Acara ini untuk syiar dan

    dakwah bahwa penyakit itu sumbernya dari

    hati. Dan al-Quran selain petunjuk dan rah-

    mat juga sebagai penyembuh.

    Eva, salah satu peserta yang mengikuti

    pelatihan ini berkomentar,Menurut saya,

    pelatihan seperti ini sangat penting diada-

    kan. Ruhiyah kita bisa diobati,

    Fiky juga mengatakan bahwa kemung-

    kinan pelatihan ini akan kembali digelar

    pasca ujian termin 2. [] Ainun.

    IKPM Adakan Pelatihan Ruqyah Syariyyah

    Doc: Ijm

    a Mesir

    Doc: T

    erobosan

  • TROBOSAN

    - E

    dis

    i 36

    1 -

    19

    Ap

    ril 2

    01

    4

    Berapa banyak hal yang anda per-

    hatikan saat berada dalam bus atau trans-

    portasi umum lainnya? Jawabannya tentu

    beragam. Namun saya yakin mayoritas

    memiliki segudang pengalaman

    menggunakan alat transportasi-khususnya

    bus- dalam kota Kairo. Begitupun saya, se-

    bagaimana layaknya mahasiswi lain, trans-

    portasi umum sudah seperti urat nadi ke-

    hidupan di negeri rantau ini.

    Jika para sopir bus itu melakukan

    mogok kerja, seperti yang terjadi beberapa

    kali pada tahun-tahun belakangan ini, maka

    kantong pribadi serasa dicekik. Terlebih

    bagi mereka yang tinggal cukup jauh dari

    pusat dinamika Masisir. Robah dan Hay

    Asyir. Isi dompet harus diperas demi tarif

    transportasi yang membengkak.

    Tapi sebaliknya, ketika dikeluarkan

    kebijakan kerneh bus bagi mahasiswa,

    banyak yang tersenyum sumringah. Pasal-

    nya pengeluaran untuk biaya transportasi

    bulanan cukup dibayar 13 sampai 15 Le di

    pertengahan bulan. Bahkan yang mendaftar

    3 bulan bisa kipas-kipas dengan kerneh

    orannye-nya. Jika kumsari (kernet bus)

    meminta biaya tiket, keluarkan saja jurus

    maut. Kerneh!

    Kalau anda pelanggan setia

    transportasi umum ini, mungkin anda juga

    termasuk salah satu dari mereka yang hapal

    jadwal bus di luar kepala. Ya, terlebih bagi

    yang selalu bolak-balik Darrasah-Hay Asyir-

    Robah. Selain hapal dengan nomor bus dan

    rute yang dilewati, bahkan jam kedatangan

    bus pun bisa diprediksi. Jika bus tertentu

    baru saja lewat, maka sekian menit atau

    sekian jam lagi bus dengan nomor yang

    sama akan lewat. Bus dengan nomor /80

    berangkat dari mahattah Zahra pukul tujuh

    malam. Ada kemungkinan setengah jam

    kemudian berangkat bus berikutnya me-

    nyusul. Bus nomor 65 melewati Jawazat

    dekat asrama Madinah Buuts pada pukul 11

    siang, begitu pula bus dengan nomor 995.

    Berbeda dengan pagi hari, nyaris seluruh

    bus bermunculan dengan selang waktu

    yang relatif dekat.

    Kebiasaan menghapal jadwal bus seper-

    ti ini, sepertinya sudah menjadi suatu ke-

    laziman bagi mereka yang tinggal di kawa-

    san Darrasah dan sekitarnya. Terlebih

    penghuni asrama Madinatul Buuts. Terlebih

    lagi bagi mahasiswi asrama yang jam

    keluarnya dibatasi dengan ketat. Jadi, jan-

    gan heran bila teman-teman anda yang ting-

    gal di asrama tidak memiliki toleran untuk

    mengulur-ulur waktu pulang, kendati acara

    yang diikuti belum selesai.

    Selain itu, ada kebiasaan lain bagi

    pelanggan setia bus-bus umum. Seringkali,

    meskipun bus masih cukup jauh dari pan-

    dangan mata normal, namun mereka mam-

    pu mengidentifikasi bus nomor berapa yang

    akan muncul. Bukan karena punya indra

    keenam atau apa, namun mereka sudah

    cukup mampu membedakan nomor bus,

    bukan dari angka dan huruf yang tertulis.

    Cukup dengan melihat fisik bus. Warna hi-

    jau pada bus tertentu dapat dibedakan

    dengan warna hijau pada bus lainnya. Be-

    gitu pula hiasan kaca, renda dan juga penu-

    lisan nomor bus secara manual dapat

    dibedakan dengan sering memperhatikann-

    ya. Saya sendiri pernah mengidentifikasi

    nomor bus dengan mudah, meski pada wak-

    tu malam dengan minim cahaya, sekalipun

    dengan sudut miring 30 derajat.

    Mungkin tidak banyak yang perhatian

    dan hapal dengan watak dan karakter sopir

    beserta kumsari bus. Namun ternyata hal

    tersebut lumayan membantu kenyamanan

    kita saat menggunakan bus. Misalnya kum-

    sari pada bus tertentu, ia tidak akan mem-

    beri kembalian pada wafidin kecuali saat

    kita akan turun, atau sudah dekat dengan

    daerah tujuan. Jika kita lupa, maka hak

    uang kembali kita tentu harus diikhlaskan.

    Solusi jika bertemu dengan model kumsari

    begitu, bayarlah tiket dengan uang pas.

    Meski demikian cukup banyak sopir dan

    kumsari yang sangat baik. Salah seorang

    sopir yang sering saya amati, usianya masih

    paruh baya, namun ia tidak pernah mem-

    bukakan automatic door kecuali setelah

    memastikan penumpang turun di tempat

    yang aman. Ia juga jarang marah-seperti

    watak orang Mesir pada umumnya- mes-

    kipun dibentak-bentak pengendara lain,

    sekalipun bukan ia yang salah.

    Pengemis dan pedagang asongan di

    Mesir memang tidak sebanyak yang kita

    dapati dalam transportasi umum di Indone-

    sia. Mungkin itu sebabnya mengenali mere-

    ka tidak terlalu sulit, meski belum tentu

    setiap hari kita temui. Pun jika kita per-

    hatikan, cara pengemis meminta-minta

    tidak sebanyak ragam cara pengemis di

    tanah air yang terlampau kreatif. Pedagang

    asongan pun demikian, rata-rata berjualan

    dengan cara yang begitu-begitu saja. Dan

    beberapa yang saya temui, mereka tidak

    mau serta-merta menerima uang yang kita

    berikan, jika kita tidak mengambil da-

    gangan yang mereka tawarkan. Jadi, jika

    anda ingin bersedekah misalnya, bisa

    dengan cara membeli dagangan mereka

    namun dengan uang yang lebih.

    Konsekwensi yang tidak dapat ditolak

    dalam menggunakan trasportasi umum

    ialah kemungkinan menjadi korban keja-

    hatan. Jika tidak waspada dan memperlihat-

    kan barang berharga (gadget misalnya),

    maka peluang menjadi korban kejahatan

    pencopetan semakin besar. Mungkin anda

    pernah menjadi korban, atau melihat pen-

    copet yang beraksi dengan beragam mo-

    dusnya. Tidak jarang pencopet dalam bus

    umum lebih dari satu orang. Ada juga yang

    menggunakan modus pura-pura kaki ke-

    ram. Uniknya, salah seorang Masisir pernah

    men-share foto pencopet yang cukup

    dikenali, sehingga foto tersebut tersebar

    melalui whatsapp dan jejaring sosial.

    Begitulah sekelumit pengalaman yang

    saya dapati melalui pengamatan pribadi

    dan cerita rekan-rekan Masisir. Apapun

    yang kita jalani dalam tahun-tahun singkat

    kita di Kairo, waktu terus berlalu se-

    bagaimana bus yang terus beroperasi

    (meski pernah juga mogok). Dan seperti

    spring yang tetap merekahkan warna-warni

    bougenvil, aster, kembang sepatu dan bun-

    ga-bunga lain di tiap sudut bumi Kinanah,

    meski kemacetan dan beberapa kisruh poli-

    tik tetap mewarnai Mesir terjadi. Begitu

    pula ujian akan tetap digelar, seberapa pun

    persiapan kita. Semua tetap dan harus di-

    jalani. Semoga Allah Swt mempermudah

    tiap langkah kita.

    Di Urat Nadi Kairo Oleh: Mardiyah

    Doc:h

    ttp://w

    eekly.ah

    ram.org.eg

  • TROBOSAN

    - Edisi 3

    61

    - 19

    Ap

    ril 20

    14

    Kegalauan Agamawan (baca: saya) Oleh: Fahmi Hasan Nugroho*

    Tulisan ini berangkat dari kegalauan

    yang saya alami setelah merenungi kondisi

    umat kita saat ini, umat Islam yang sampai

    saat ini masih galau meratapi kekalahan dan

    kemunduran. Keterpurukan dan kekalahan

    dalam berbagai bidang yang diperparah

    dengan pertikaian dan perselisihan.

    Sudah lebih dari satu tahun saudara kita

    di Suriah saling berperang satu sama lain.

    Lebih dari seratus ribu jiwa meregang nyawa

    karena konflik yang entah akan berujung di

    mana. Pasukan pemberontak ingin men-

    jatuhkan pemerintah, dan pemerintah ingin

    mempertahankan kekuasaan dan membela

    negara. Lucunya, pasukan pemberontak yang

    terdiri dari berbagai kelompok pun saling

    serang dan saling bertikai satu sama lain

    meski memiliki tujuan dan musuh bersama.

    Setengah tahun sudah gejolak politik

    Mesir berlalu. Dalam rentan waktu itu, telah

    ribuan nyawa menjadi korban. Kelompok

    Ikhwanul Muslimin terus bertahan dan

    melakukan berbagai macam aksi merebut

    kembali hak yang terzalimi, melawan pihak

    militer dan pemerintah yang tidak lagi segan

    untuk melakukan segala macam cara demi

    mempertahankan kekuasaan.

    Konflik politik di kedua negara itu di-

    perparah dengan konflik di kalangan ula-

    manya yang kemudian menarik konflik ini ke

    arah konflik agama. Konflik Suriah misalkan,

    dihiasi dengan konflik Sunni Syiah menjadi-

    kan peperangan semakin bersemangat kare-

    na pilihannya antara kemenangan dan surga.

    Begitu juga konflik di Mesir. Konflik ini

    berupa pertikaian antara dua jihad: jihad

    membela hak yang terzalimi dan jihad untuk

    menjaga stabilitas dan keamanan negara.

    Konflik juga diramaikan dengan perseteruan

    antara ulama, mereka saling berargumen,

    berdebat, dan bertikai hingga umat pun

    dibuat bingung.

    Apalagi jika berpikir tentang Palestina.

    Sudah jelas mereka berada dalam jajahan

    israel, memiliki sejarah yang sama, musuh

    dan tujuan yang sama, merasakan pender-

    itaan yang sama, namun masih saja terdapat

    sekat antara Hamas dan Fatah karena perbe-

    daan konsep perjuangan. Seriously?

    Itu di Timur Tengah. Keadaan kita di

    Indonesia pun tak jauh berbeda. Perdebatan

    antara kaum Salafi dengan kaum NU. Sejak

    awal hingga kapanpun, kaum Salafi dan NU

    mustahil untuk disatukan karena argumen

    yang bertolak belakang. Berbagai diskusi dan

    debat terbuka pun hanya menjadi ajang per-

    tarungan yang hanya menghasilkan klaim

    kemenangan dari masing-masing pihak.

    Konflik HTI dengan PKS, keduanya sama-

    sama menginginkan politik Islam namun

    berselisih karena memiliki konsep yang ber-

    beda. Konflik antar partai politik Islam yang

    memiliki tujuan yang sama namun berbeda

    kepentingan. Juga konflik sesama salafi yang

    hanya menjadi klaim kebenaran sepihak dan

    vonis bidah kepada kelompok salafi lainnya.

    Setelah saya menyadari hal ini, saya sem-

    pat berpikir bahwa pengetahuan saya yang

    dulu sangat sempit justru lebih mene-

    nangkan hati ketimbang saat ini. Dulu, saat

    pola pikir saya masih dibentuk di Gontor,

    saat saya belum banyak belajar, saya hanya

    tahu perbedaan itu cuma terjadi antara NU

    dan Muhammadiyah, saya tidak mengenal

    apa itu syiah, khawarij, Ikhwanul Muslimin,

    Hizbut Tahrir, Salafi, atau Jamaah Tabligh.

    Dan saat itu justru lebih terasa mene-

    nangkan pikiran dan hati ketimbang saat ini.

    Saat itu saya hanya mengenal Islam itu

    satu. Seluruh kelompok-kelompok di da-

    lamnya adalah sama, dalam satu kesatuan

    ahlusunah waljamaah, dan sama-sama

    mendapat jaminan dari Rasulullah bahwa

    siapa yang mengucap syahadat maka akan

    masuk surga. Saat itu saya hanya tahu musuh

    umat Islam itu berasal dari pihak luar: kris-

    tenisasi, westrenisasi, penjajahan. Saya han-

    ya tahu umat Islam itu saudara dan harus

    saling membela atas dasar keimanan. Paham

    Islam yang sangat sederhana memang, na-

    mun bagi saya itu benar-benar mene-

    nangkan.

    Kemudian saya mulai kenal dengan kaum

    salafi beserta klaim kebenaran yang selalu

    mereka gemborkan. Perkenalan saya dengan

    dakwah salafi dimulai dengan klaim bahwa

    kelompok mereka adalah satu kelompok

    penghuni surga dari 72 kelompok Islam

    penghuni neraka. Saat itu, saya dihantui oleh

    pilihan antara mengikuti guru-guru saya

    yang divonis masuk neraka atau mengikuti

    saran teman saya untuk masuk surga namun

    memusuhi guru-guru saya.

    Perpindahan ke Mesir membuka mata

    saya semakin lebar. Revolusi 2011

    memunculkan perbedaan-perbedaan ke-

    lompok Islam di Mesir ke permukaan.

    Dakwah kelompok-kelompok Islam semakin

    terbuka mengiringi al-Azhar yang telah ada

    sejak lama. Dan ternyata, kelompok-

    kelompok yang ada itu justru saling serang

    dan bermusuhan, sama sekali tidak akur

    kecuali jika ada kesamaan kepentingan.

    Di sini saya merasakan kegalauan. Umat

    Islam sepertinya mustahil untuk bersatu

    kembali. Bukannya bersatu, justru malah

    saling sikut satu sama lain.

    Ketika salah satu kelompok Islam dilabeli

    dan dipropagandakan sebagai teroris, kita

    hanya diam dan mengiyakan karena kita

    merasa bahwa mereka bukanlah kelompok

    kita. Ketika ribuan umat Islam mati terbunuh

    karena keyakinan mereka tentang jihad dan

    perjuangan, kita hanya diam bahkan seolah

    merelakan karena mereka adalah mereka,

    dan bukan kelompok kita.

    Ketika satu kelompok Islam menyerang

    kelompok Islam lain kita diam, atau bahkan

    mendukung karena kita merasa bahwa

    mereka bukanlah kelompok kita. Ketika ke-

    menangan diraih oleh kelompok Islam lain

    kita merasa bahwa itu adalah sebuah kesia-

    lan bagi kita, dan ketika kesialan melanda

    mereka kita pun senang seolah kita

    mendapatkan kemenangan.

    Kegalauan saya ditambah dengan

    melihat kemajuan yang telah diraih oleh

    bangsa-bangsa lain. Bangsa yang justru saat

    ini telah menjauh dari agama mereka. Bang-

    sa yang tidak memiliki konsep akherat dan

    hanya tahu bahwa hidup itu cuma satu kali

    di dunia. Bangsa yang tidak memiliki konsep

    `ibadatullah, `imarat al-Ardh, dan tazkiyah al-

    Nafs sebagaimana yang kita miliki.

    Bangsa-bangsa itu tidak banyak

    mengenal Rasulullah sebagaimana kita

    mengenalnya, namun mereka justru telah

    melaksanakan banyak dari ajarannya.

    Adagium al-Hikmah Dhallah al-Mu`min, se-

    tiap hikmah adalah milik kaum muslim yang

    hilang telah digunakan oleh mereka. Ajaran

    Rasulullah yang kita lewatkan kemudian

    mereka ambil dan mereka terapkan. Dan hal

    itu bukan karena ancaman neraka atau janji

    surga, tapi karena keyakinan bahwa hidup

    mereka hanya di dunia saja.

    Saya merasa bahwa sebagai penuntut

    ilmu agama kita hanya lebih banyak berkutat

    dalam konsep, berdebat dan saling serang

    karena perbedaan konsep, bermusuhan dan

    memutuskan tali silaturahmi karena perbe-

    daan aplikasi dari konsep. Waktu kita terku-

    ras untuk berselisih, menyalahkan dan men-

    cari pembenaran.

    Orang lain hanya mencari dunia dan

    mereka benar-benar bisa mendapatkannya.

    Sedangkan kita yang mencari akhirat justru

    merugi dua hal: tidak mendapatkan dunia

    karena waktu terkuras untuk berselisih, dan

    tidak ada jaminan mendapatkan akhirat ka-

    rena perbuatan-perbuasan dosa kita yang

    justru kita anggap berpahala. Semoga tulisan

    saya ini salah. []

    * Penulis adalah Keluarga Trobosan.

  • Email/YM: [email protected]

    FB: Tranferindo Mesir