SKRIPSI -...

182
SKRIPSI PENYALAHGUNA DAN PENGEDAR NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 DAN HUKUM ISLAM Ditujukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Apriyanto Fitri Wibowo NIM : 1110043200008 Konsentrasi Perbandingan Hukum Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 M/ 1436 H

Transcript of SKRIPSI -...

Page 1: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

SKRIPSI

PENYALAHGUNA DAN PENGEDAR NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 35 TAHUN 2009 DAN HUKUM ISLAM

Ditujukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Apriyanto Fitri Wibowo

NIM : 1110043200008

Konsentrasi Perbandingan Hukum

Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

2015 M/ 1436 H

Page 2: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan
Page 3: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan
Page 4: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

ABSTRAK

Penyalahgunaan dan peredaran narkotika pada saat ini telah mencapai situasi yangmengkhawatirkan baik nasional maupun internasional. Korban penyalahgunaannarkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan parapengedar pun semakin merajalela.Untuk itu pemerintah dalam hal ini juga telahmembuat peraturan bagi penyalahguna dengan merehabilitasi dan hukuman matibagi pengedar hal itu sesuai dengan Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentangnarkotika.

Pokok masalah dalam skripsi ini dikalangan masyarakat semakin luas danmasyarakat banyak yang tidak tahu dengan sanksi yang ada. Karena di dalamUndang-undang Nomor 35 tahun 2009 membedakan jenis hukuman antarapenyalahguna dan pengedar. Dari hasil penelitian ini memberikan jawabanbagaimana seseorang yang menyalahgunakan narkotika dapat diproses rehabilitasisesuai dengan peraturan yang berlaku dan sanksi bagi pengedar dapat diprosessemaksimal mungkin dengan merujuk ketentuan yang ada.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research). Sedangkan sifatpenelitian bersifat analisis deskriptif-analitiskritis. Dalam penelitian ini, penulismenggunakan teknik pengumpulan data kualitatif yang bersifat deskriptif. Datayang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. DataPrimer yaitu bahan hukum yang berasal dari buku-buku, undang-undang,peraturan pemerintah, pendapat para ahli, doktrin, dan pendapat para ulama. DataSekunder yaitu bahan hukum yang berasal dari majalah hukum dan internet.

Kata Kunci : Penyalahgunaan Narkotika

Pembimbing : Dr. Alfitra, SH.,MH.

Dra. Hj. AfidahWahyuni, M.Ag.

Daftar Pustaka : Dari tahun 1976- 2013

Page 5: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

ii

LEMBARAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana

strata satu di Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya

atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2015

Apriyanto Fitri. W

Page 6: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang

senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya yang senantiasa memberikan

rahmat yang berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan

kemampuan, kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabatnya. Kemudahan serta pertolongan Allah yang

selalu diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “PENYALAHGUNA DAN PENGEDAR NARKOTIKA

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 DAN HUKUM

ISLAM”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak kekurangan di

dalamnya dan masih jauh dari kesempurnaan dalam hal ini tidak terlepas dari

sifat manusia yang penuh salah dan lupa. Selanjutnya karya ini tidaklah dapat

terselesaikan tanpa adanya dukungan dari kawan-kawan serta pihak-pihak

yang terkait dalam memberikan dukungan dan memberikan sumbangsih ide

serta waktu untuk berdiskusi dengan penulis. Oleh karena itu penulis merasa

sangat perlu untuk mengucapkan terimakasih sebagai bentuk penghargaan

kepada:

Page 7: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

iv

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. selaku Ketua Prodi dan Pembimbing

Akademik Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Siti Hanna, MA, selaku Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab dan

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Alfitra, SH.,MH. dan Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag. selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu dan

mencurahkan segala perhatiannya untuk memberikan pencerahan serta

pengarahan yang begitu baik bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya.

5. Pimpinan serta karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Pimpinan serta karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas

untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya,

sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.

6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah banyak mencurahkan ilmu pengetahuan kepada penulis

selama menjalani masa pendidikan berlangsung.

Page 8: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

v

7. Ayahanda tercinta Drs. Kadimin Wibowo dan ibunda tercinta (alm)

Pariyem dan Tidak lupa pula Ibunda Suprihatin yang selalu mendukung

dan memberikan segalanya kepada ananda, agar ananda dapat

menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak tersayang, Gusti Ika Sabtiningsih S.Pd dan Heriadi.

9. Keluarga besar (alm) Mbah Somarto dan Biyung Luginem yang telah

memberikan motivasi dan dukungan agar penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

10. Special thanks Shofa Fathiyah teman berkeluh kesah dan yang selalu

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan Perbandingan Hukum angkatan 2010, Anchor

Freedom, dan teman-teman penghuni kosan pesanggrahan yang selalu

memberikan motivasi dan kenangan dalam menjalani pendidikan di UIN

Syarif Hidayatullah.

12. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian

skripsi ini dan tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

Page 9: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………...i

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………...ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………….. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………..vi

PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………...ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………........1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………….….......7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………….………….…........8

D. Metode Penelitian………………………………………...…...9

E. Sistematika Penulisan ………………………………………..11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NARKOTIKA MENURUT

HUKUM ISLAM

A. Pengertian narkotika……….....................................................12

B. Jenis-jenis Narkotika................................................................16

C. Sifat Narkotika………………………………………...……..21

D. Akibat yang ditimbulkan dari Narkotika……………...……...22

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA

NARKOTIKA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

35 TAHUN 2009

Page 10: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

vii

A. Sejarah Undang-Undang Narkotika….…………………..26

B. Tindak Pidana Narkotika menurut Undang-Undang

1. Pengertian dan Istilah Tindak Pidana………...….…29

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Narkotika…… ..….…...32

3. Macam-macam Tindak Pidana Menurut Undang-undang

Nomor 35 Tahun 2009………………..……..……....34

BAB IV SANKSI BAGI PENYALAHGUNA DAN PENGEDAR NARKOTIKA

MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN

2009 DAN HUKUM ISLAM

A. Sanksi bagi Penyalahguna Narkotika Menurut Undang-undang dan

Hukum Islam

1. Sanksi Bagi Penyalahguna Narkotika menurut Undang-

undang......................................................................43

2. Sanksi Bagi Penyalahguna Narkotika menurut Hukum

Islam.........................................................................49

B. Sanksi bagi Pengedar Narkotika Menurut Undang-undang dan

Hukum Islam

1. Sanksi Bagi Pengedar Narkotika menurut Undang-

undang......................................................................55

Page 11: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

viii

2. Sanksi Bagi Pengedar Narkotika menurut Hukum

Islam.........................................................................59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………......……………........….....65

B. Saran…………………………………………………….....65

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………67

LAMPIRAN

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2010

Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Page 12: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, data bahasa Arab diberi transliterasi Arab-Latin sesuai

dengan buku Pedoman Transliterasi Arab-Latin versi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

a. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara

Latin :

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j je

ح h ha dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

Page 13: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

x

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah

ظ z zet dengan garis bawah

ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

و w we

ه h ha

ء ` apostrop

ي y ye

b. Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia

memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut :

Page 14: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

xi

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah

i kasrah

u dammah

Adapun untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya

adalah sebagai berikut :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i

و au a dan u

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ــا â a dengan topi di atas

ــى î i dengan topi di atas

ــو û u dengan topi di atas

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan (ال )

huruf, dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf

Page 15: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

xii

syamsiyyah maupun huruf qomariyyah. Misalnya :

اإلجتھاد : al-ijtihâd

الرخصة : al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang di beri tanda syaddah itu.

Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah

itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.

Misalnya :

الشفعة : al-syuf‘ah, tidak ditulis asy-syuf‘ah

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat

contoh 1) atau diikuti oleh sifat (na‘t) (lihat contoh 2), maka huruf ta

marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Dan jika huruf

ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism),maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1. شریعة syarî‘ah

2. اإلسالمیة الشریعة al-syarî‘ah al-islâmiyyah

3. المذاھب مقارنة muqâranat al-madzâhib

g. Huruf Kapital

Page 16: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

xiii

Walaupun dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital,

namun dalam transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu

diperhatikan, bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka

yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,

bukan huruf awal atau kata sandangnya. Misalnya :

البخاري : al-Bukhâri, tidak ditulis Al-Bukhâri

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak

tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun

akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya : Nuruddin al-Raniri,

tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism) atau huruf

(harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara

dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas :

No Kata Arab Alih Aksara

1. المحظورات بیح ةالضرور al-darûrah tubîhu al-mahzûrât

2. داإلسالمي اإلقتصاد al-iqtisâd al-islâmî

3. فقھال أصول usûl al-fiqh

4. اإلباحة األشیاء في األصل al-asl fî al-asyyâ al-ibâhah

5. المرسلة المصلحة al-maslahah al-mursalah

Page 17: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

xiv

Page 18: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan narkotika merupakan persoalan yang harus ditangani secara

sungguh-sungguh oleh seluruh komponen masyarakat. Bukan saja penanganan

bagi penggunanya, melainkan juga bisnis narkoba yang di Indonesia sudah cukup

menghawatirkan. Bagaimana pemerintah dan aparat.1 Istilah narkotika, bukan lagi

istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya, berita baik dari media

cetak, maupun elektronik yang memberitakan tentang penggunaan narkotika, dan

bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat

penggunaannya. Berbagai penelitian mengemukakan bahwa faktor penyebab

timbulnya penyalahgunaan narkotika yakni; Pertama. Faktor individu. Terdiri dari

aspek kepribadian, dan kecemasan atau depresi. Termasuk dalam aspek

kepribadian, karena pribadi yang ingin tahu, mudah kecewa, sifat tidak sabar dan

rendah diri. Sedangkan yang termasuk kecemasan atau depresi, karena tidak

mampu menyelesaikan kesulitan hidup, sehingga melarikan diri dalam

penggunaan narkotika dan obat obat terlarang. Kedua. Faktor sosial budaya, terdiri

dari kondisi keluarga dan pengaruh pergaulan. Keluarga dimaksudkan sebagai

faktor disharmonis seperti orang tua yang bercerai, orang tua yang sibuk dan

jarang di rumah, serta perekonomian keluarga yang serba kekurangan. Pengaruh

pergaulan, dimaksudkan karena ingin diterima dalam pergaulan kelompok

1 Joyo Nur Suryanto gono, “Narkoba : penyalahgunaannya dan pencegahannya” artikelBNN, 2011: hal. 23.

Page 19: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

2

narkotika. Ketiga. Faktor lingkungan, yang tidak baik maupun tidak mendukung,

dan menampung segala sesuatu yang menyangkut perkembangan psikologis anak

dan kurangnya perhatian terhadap anak untuk menjadi pemakai narkotika.

Keempat. Faktor narkotika karena mudahnya narkotika didapat dan didukung

dengan faktor-faktor tersebut, sehingga semakin mudah timbulnya

penyalahgunaan narkotika.

Ruang lingkup narkoba sedemikian luas, yaitu narkotika, psikotropika,

minuman keras, dan bahan-bahan berbahaya lainnya. Jika dikonsumsi, jenis-jenis

narkotika tertentu punya khasiat, dan efek negatif yang beragam. Jenis-jenis

narkotika tertentu bisa menciptakan suasana dan perasaan semu semacam: sedih,

gembira, takut, berani, bergairah, dan masih banyak lagi.2

Beberapa jenis narkotika hanya ada manfaatnya jika dipakai untuk

keperluan ilmu pengetahuan, pengobatan, dan medis. Syaratnya harus dalam

pengawasan ahlinya yang berkompeten secara ketat dan terarah. Pemakaiannya

pun sangat terbatas dan menurut petunjuk dokter. Di luar itu semua, maka

narkotika bisa merusak fisik dan psikis raga dan jiwa. Narkotika juga dekat

dengan dunia kejahatan dan kekerasan.3

Dari waktu ke waktu narkotika di tanah air terus-menerus meningkat pesat

dalam skala yang semakin mengerikan. Kepesatan dan kesuburan narkotika juga

ditunjang dengan struktur tanah Indonesia yang subur dan mudah ditanami

2 Darwin Butar Butar, Kondisi Narkoba di Indonesia Pada Akhir Tahun 2011, (Jakarta:puslitdatin BNN), 2011, hal. 71.

3 Darwin Butar Butar, Kondisi Narkoba di Indonesia Pada Akhir Tahun 2011, hal. 71.

Page 20: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

3

berbagai jenis narkotika. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa yang

mengedarkan dan mengkonsumsi di tanah air bukan hanya masyarakat luas

khususnya generasi muda melainkan juga para elit politik, anggota legislatif,

pejabat pemerintah, aparat pemerintah, serta aparat keamanan dan penegak hukum

itu sendiri.4

Dalam ketentuan umum Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam

golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.5

Sementara di dalam Hukum Islam, syari’at Islam memerangi dan

mengharamkan segala hal yang memabukkan dan segala bentuk narkoba dengan

berbagai macam dan jenisnya yang beragam. Karena barang-barang itu

mengandung bahaya yang nyata bagi manusia, yakni kesehatan, akal, kehormatan,

reputasi, prestis, dan nama baiknya. Dalam hadist :

: عليه صلى : عنه بن سعد سعيد عنجة)6 ما )

Artinya : “Dari Saad bin malik al-Khudar (RA), Rasulullah SAW berkata:Tidak ada mudharat dan tidak boleh ada mudharat” (HR. Ahmad Ibnu Majah)

4 M. Arief Hakim, Bahaya Narkotika Alkohol, (Bandung: Nuansa, 2004), hal. 31.

5 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Penjelasannya,(Bandung: Citra Umbara, 2010), hal. 4.

6 Abdullah bin Sulaiman, al-Mawahib al-Saniyah al-Fawaid al-Bahiyah pada al-Asybahwa al-Nadzair. (Indonesia: dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, t.th), hal. 114.

Page 21: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

4

Maksud hadist ini adalah, tidak boleh menimbulkan kemudharatan dan

bahaya terhadap diri sendiri atau orang lain. Oleh karena itu, seseorang tidak

boleh membahayakan dirinya sendiri atau orang lain tanpa alasan yang benar dan

tanpa adanya tindak kejahatan sebelumnya. Juga, tidak boleh membalas

kemudharatan dengan kemudharatan yang lain, karena itu, apabila ada seorang

mencaci-maki, maka janganlah membalasnya dengan cacian yang serupa. Mabuk

dan zina adalah dua perkara yang dilarang karena bahaya dan kejelekannya,

begitu juga dengan narkoba dan obat-obatan terlarang yang sangat berbahaya bagi

akal pikiran, merusak jiwa, hati nurani, dan perasaan. Dampak bahaya dari

mengonsumsi minuman keras, narkoba, dan obat-obatan terlarang adalah sangat

luas dan multidimensial, tidak hanya membahayakan bagi pemakainya saja, akan

tetapi juga bagi keluarga, anak-anak, masyarakat dan umat. Adapun bahaya bagi

si pemakai sendiri adalah efek buruk bagi tubuh dan akal sekaligus. Karena

minuman keras dan obat-obatan terlarang memiliki kekuatan merusak yang sangat

dahsyat terhadap kesehatan, syaraf, akal, pikiran, berbagai organ pencernaan dan

sebagainya berupa bahaya yang sangat dahsyat bagi tubuh secara keseluruhan.

Tidak hanya itu saja, dampak bahaya minuman keras dan obat-obatan terlarang

juga menyerang reputasi, nama baik, kedudukan dan kehormatan seseorang.7

Dalam hukum Islam, ada beberapa ayat Al Qur’an dan Hadits yang

melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang

memabukkan. Dalam surat Al Baqarah ayat 219 :

7 http://www.annursolo.com/hukum-narkoba-dalam-islam/ di akses pada tanggal 24Agustus 2014.

Page 22: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

5

Artinya :“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (QS. Al Baqarah 219)

Ayat diatas hanya menunjukkan bahaya khamr tetapi tidak melarangnya.

Larangan khamr didasarkan pada Al-Qur’an surat al- Ma’idah ayat 90:

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengadu nasib merupakan perbuatan kejiyang termasuk perbuatan syaitan. Maka hindarilah, mudah-mudahan kamuberuntung” (Qs. Al-Ma’idah: 90)

Pada zaman yang semakin modern ini, minuman keras dan hal-hal yang

memabukkan biasa juga dianalogikan sebagai narkotika. Pada masa awal Islam,

zat berbahaya yang paling populer memang baru minuman keras (khamr). Dalam

perkembangan dunia Islam, khamr kemudian bergesekan, bermetamorfosa dan

berkembang dalam bentuk yang semakin canggih yang kemudian lazim disebut

narkotika atau lebih luas lagi narkoba.8

8 A. Djazuli, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 97.

Page 23: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

6

Dikarenakan tidak adanya teks yang jelas dalam Al-Qur’an maupun

Hadits, maka dalam menetapkan keharaman ganja, heroin, serta bentuk lainnya

baik padat maupun cair yang terkenal dengan sebutan narkotika, sebagian ulama

mengqiyaskan narkotika dengan khamr9, karena keduanya mempunyai persamaan

illat yaitu sama-sama dapat menghilangkan akal dan dapat merusak badan. Akan

tetapi pada kenyataannya bahwa narkotika efeknya lebih dahsyat dibanding

dengan khamr.

Al-Qur’an tidak menegaskan hukuman bagi peminum khamr. sanksi

terhadap delik ini disandarkan pada hadits Nabi yakni melalui sunnah fi’liyahnya,

bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah 40 kali dera. Dalam kitab At-Tasyri’

al-Jinaiy al-Islamiy I Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat, sanksi

meminum khamr adalah 80 kali dera, sedangkan menurut Imam Syafi’i adalah 40

kali dera, tetapi Imam Syafi’i boleh menambah menjadi 80 kali dera. Jadi yang 40

kali adalah hukuman hadd, sedangkan sisanya adalah hukuman ta’zir.10

Pemerintah dalam hal ini juga telah membuat peraturan tentang narkoba

yakni dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, yang kemudian menjelaskan secara detail tentang jenis-jenis hukuman

bagi pelanggarnya. Di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 mengartikan

istilah penyalahguna pada pasal 1 angka 15:

Pasal 1 angka 15 : Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotikatanpa hak atau melawan hukum.

9 Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu al-Ushul Fiqh, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah), hal.53.

10 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy I, (Beirut: Dar al-Arabi), hal. 649.

Page 24: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

7

Lalu mengenai pengertian pengedar dalam undang-undang tersebut tidak

menjelaskan pengertiannya namun dapat dikatakan sebagai pengedar dalam arti

yang sempit adalah orang yang melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan

narkotika. Namun dalam arti luas pengedar juga dapat diartikan sebagai penjual,

pembeli untuk diedarkan, mengangkut, menyimpan, menguasai, menyediakan

narkotika.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan

tindak pidana narkotika untuk dikaji, diteliti serta dianalisis dengan judul

“Penyalahguna dan Pengedar Narkotika dalam Undang-undang No. 35

Tahun 2009 dan Hukum Islam

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Banyak kriteria dalam kasus narkotika di Indonesia, agar tidak

terlalu meluas maka penelitian ini hanya membatasi pembahasan yang

akan dibahas yakni hanya membahas tentang penyalahgunaan narkotika,

pengedar narkotika, dan sanksi bagi pengedar maupun sanksi rehabilitasi

bagi penyalahguna narkotika golongan I, II, dan III.

2. Rumusan Masalah

Untuk mencapai maksud dan tujuan dari pembahasan judul

penelitian di atas, maka penulis perlu merumuskan dan membatasi

permasalahan. Dari beberapa permasalahan yang telah dipaparkan dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Page 25: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

8

a. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap ketentuan pidana

terhadap penyalahguna dan pengedar narkotika yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009?

b. Bagaimana rehabilitasi menurut Hukum Islam terhadap pelaku

penyalahguna narkotika?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berhubungan dengan pokok permasalahan, maka tujuan penulisan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap ketentuan pidana

terhadap pelaku penyalahguna dan pengedar narkotika menurut

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

b. Untuk mengetahui solusi rehabilitasi menurut Hukum Islam terhadap

pelaku penyalahguna narkotika.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, dapat memberikan atau menambah ilmu pengetahuan

kepada mahasiswa tentang sanksi hukum terhadap penyalahguna dan

pengedar narkotika sesuai dengan ketentuan undang-undang dan

Hukum Islam.

b. Secara praktis, dapat memberikan manfaat bagi yang membaca skripsi

ini dikarenakan sanksi yang diberikan terhadap penggunaan narkotika

Page 26: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

9

terbagi atas berbagai macam kriteria termasuk penyalahguna dan

pengedar.

D. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses

penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang

ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-

prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.11

1. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum doktrinal,

pendekatan ini mengandung tiga tahapan :

a. Searching for the relevant facts yang terkandung di dalam perkara

hukum yang tengah dihadapi (sebagai bahan premis minor).

b. Searching for the relevant abstract legal presciption, yang terdapat

dan terkandung dalam gugus hukum positif yang berlaku (sebagai

bahan premis mayor).12

c. Conclusion, yakni penarikan kesimpulan dari dua tahapan sebelumnya

dengan menggunakan pendekatan silogisme.

2. Jenis Penelitian

11 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,2006), Hal.24.

12 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2010),Hal 91-92.

Page 27: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

10

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif-analitis

kritis. Deskriptif digunakan untuk menjelaskan kebenaran atau kesalahan

dari suatu fakta atau pemikiran yang akan membuat suatu kepercayaan itu

benar. Sedangkan analitis-kritis dimaksudkan untuk melihat sisi-sisi mana

analisis dapat dikembangkan secara seimbang dengan melihat kelebihan

dan kekurangan objek yang diteliti. Penyebutan metode analisis sebetulnya

tidak harus ditegaskan sebab ia telah menjadi bagian interen dari sebuah

penelitian itu sendiri. Dalam penelitian ini yang akan dideskriptifkan

adalah pidana dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dan sumber Hukum Islam.

3. Sumber Data

Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah data primer

dan sekunder yang terdiri dari :

a. Data Primer yaitu bahan hukum yang berasal dari buku-buku, undang-

undang, peraturan pemerintah, pendapat para ahli, doktrin, dan

pendapat para ulama.

b. Data Sekunder yaitu bahan hukum yang berasal dari majalah hukum

dan internet.

4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini berbasis pada kepustakaan, oleh karenanya data-data

yang bersumber dari studi kepustakaan (library research). Lazimnya di

dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dan dari

bahan pustaka. Dalam penelitian yang dilaksanakan ini, penulis

Page 28: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

11

menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif yang bersifat deskriptif

yang bertujuan untuk mencari informasi faktual yang mendetail yang

mencandra gejala yang ada, untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau

untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang

berlangsung.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

hal yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

Bab I Pendahuluan: Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang

permasalahan yang di angkat, permasalahan yang akan dibahas, tujuan penelitian

dan manfaat penulisan, metode yang digunakan dalam penelitian, serta sistematika

penulisan skripsi.

Bab II Tinjauan Umum Tentang Narkotika Menurut Hukum Islam:

Bab kedua ini terdiri dari dua sub bab, yang pertama tinjauan umum tentang

narkotika menurut hukum islam yang berisi tentang pengertian, jenis, dan sifat

yag ditimbulkan dari narkotika.

Bab III Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Narkotika Menurut

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009: Dalam bab ini akan menguraikan

tentang sejarah undang-undang narkotika, tindak pidana dibidang narkotika

menurut undang-undang mulai dari pengertian dan istilah tindak pidana, unsur-

unsur tindak pidana narkotika, macam-macam tindak pidana menurut undang-

undang, dan pembagian golongan narkotika menurut undang-undang.

Page 29: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

12

Bab IV Sanksi bagi Penyalahguna dan Pengedar Narkotika Menurut

Ketentuan Undang-undang No. 35 Tahun 2009 dan Hukum Islam: Dalam bab

ini akan diuraikan tentang sanksi pidana bagi penyalahguna dan pengedar

narkotika baik menurut ketentuan undang-undang maupun hukum Islam.

Bab V Penutup: Bab ini merupakan bab penutup, berisi simpulan dari

hasil pembahasan serta saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan.

Page 30: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

13

BAB II

LANDASAN TEORI

Tinjauan Umum Tentang Narkotika Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Narkotika

Istilah Narkotika yang dipergunakan di sini bukanlah narcotics

pada farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan drug, yaitu

sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-

pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu:

1. Mempengaruhi kesadaran

2. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku

manusia

3. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:

a) Penenangb) Perangsang (bukan rangsangan seks)c) Menimbulkan halusinasi (pemakai tidak mampu membedakan

antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktudan tempat).1

Menurut Yusuf Qardhawi bahwa ganja, heroin, serta bentuk

lainnya baik padat maupun cair yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat

(pembuat mati rasa) adalah termasuk benda-benda yang diharamkan syara'

tanpa diperselisihkan lagi di antara ulama.2 Agama Islam telah

menjelaskan bahwa perbuatan meminum-minuman keras (khamr) adalah

salah satu perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Termasuk di

1 Soedjono D., Segi Hukum tentang Narkotika di Indonesia, (Bandung: Karya Nusantara,1976), Hal. 14

2 Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, (terj. As’ad Yasin), (Jakarta: GemaInsani, 1995), Hal. 792.

Page 31: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

14

dalam golongan yang memabukkan ini ialah narkotika ( ganja, heroin,

morfin, kokain dan sebagainya ). Pada masa Rasulluah SAW semua

barang atau benda yang dapat mengakibatkan mabuk atau hilang ingatan

dan merusak akal disebut dengan istilah khamr.

Seperti yang telah dijelaskan khamr merupakan istilah yang

digunakan dalam Al Qur’an dan Hadist yang mempunyai arti sebagai

benda yang dapat mengakibatkan mabuk. Menurut bahasa kata khamr

berasal dari kata “khamara” yang artinya tertutup, menutup atau dapat

juga diartikan kalut. Menurut etimologi, dinamakan khamr karena ia

mengacaukan akal, oleh karena itu secara bahasa khamr meliputi semua

benda-benda yang dapat mengacaukan akal, baik berupa zat cair maupun

padat. Oleh karena itu makanan ataupun minuman yang dapat

menyebabkan seseorang tertutup akalnya atau terganggu disebut khamr.

Dengan memperhatikan pengertian kata khamr dan esensinya tersebut

kebanyakan ulama berpendapat bahwa apapun bentuknya (khamr, ganja,

ekstasi, sabu-sabu, putaw dan sejenisnya) yang dapat memabukkan,

menutup akal atau menjadikan seseorang tidak dapat mengendalikan diri

dan akal pikirannya adalah haram.3

Sudarto mengemukakan bahwa perkataan narkotika berasal dari

perkataan yunani “narke” yang berarti “terbius sehingga tidak merasakan

apa-apa”. Dalam ensiklopedia Americana dapat dijumpai pengertian

“narkotic” sebagai “a drug that dulls the senses, relieves pain, induces

3 Rozikin, Islam dan Narkoba, http://rozikin-konsultan.blogspot.com/p/hukum-pidana-islam-kontemporer.html diakses pada tanggal 10 November 2014 pukul 20.00 WIB

Page 32: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

15

sleep, and can produce addiction in varying degrees”. Sedang “drug”

diartikan sebagai “a chemical agent that is used therapeutically to treat

disease”. More broadly, a drug may be defined as any chemical agent

affects living protoplasm”. Jadi “narkotika” merupakan suatu bahan yang

menumpulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri, dan sebagainya.4 Narkotika

atau obat bius yang bahasa Inggrisnya disebut “narkotic” adalah semua

bahan obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat:

a) Membius (menurunkan kesadaran);

b) Merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/ aktivitas);

c) Ketagihan (ketergantungan, mengikat, dependence);

d) Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).5

Sebagian orang berpendapat bahwa narkotika berasal dari kata

Narcissus yang berarti sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga

yang dapat menyebabkan orang menjadi tidak sadarkan diri.6 Narkotika

berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika

adalah:

zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetismaupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahankesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,dan dapat menimbulkan ketergantungan.7

4 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), Hal. 36.

5 Masruhi sudiro, Islam Melawan Narkotika, (Yogyakarta: CV. Adipura, 2000), Hal. 13.

6 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, (Bandung: MandarMaju, 2003), Hal. 35.

7 Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika beserta penjelasannya,(Bandung: Citra Umbara, 2011).

Page 33: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

16

2. Jenis-Jenis Narkotika

Dalam Islam tidak ada penjelasan tentang jenis-jenis narkotika

karena pada jaman dahulu Islam belum mengenal narkotika dan hanya

mengenal khamr. Menurut jenisnya golongan narkotika berdasarkan

pembuatannya, yakni:8

A. Narkotika Alami

Zat dan obat yang langsung bisa dipakai sebagai narkotik tanpa perlu

adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu

karena bisa langsung di pakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan

alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi

pengobatan secara langsung karena terlalu beresiko. Contoh narkotika

alami yaitu seperti ganja dan daun koka.

B. Narkotika Sintetis dan Semi Sintetis

Narkotika sintetis, narkotika golongan ini diperoleh melalui proses

kimia dengan menggunakan bahan baku kimia, sehingga diperoleh

suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotika seperti Pethidine,

Metadon, amfetamin, dekstropropakasifen, deksamfetamin dan

Megadon. Narkotika semi sintetis, yang dimaksud dengan Narkotika

golongan ini adalah narkotika yang dibuat dari alkaloida opium dengan

inti penathren dan di proses secara kimiawi untuk menjadi bahan obat

yang berkhasiat sebagai narkotika. Contoh yang terkenal dan sering

disalahgunakan adalah heroin dan codein. Narkotika jenis ini

8 Masruhi Sudiro, Islam Melawan Narkotika, Hal. 14.

Page 34: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

17

memerlukan proses yang bersifat sintetis untuk keperluan medis dan

penelitian sebagai penghilang rasa sakit/ analgesik.9

Dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,

mengenai jenis-jenis narkotika digolongkan menjadi Narkotika golongan I,

II, dan III yang telah di tetapkan dalam lampiran.

Efek samping yang ditimbulkan jika menkonsumsinya dapat

mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan

penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal,

peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi

lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex,

kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.

Turunan OPIOID (OPIAD) berasal dari kata opium, jus dari bunga

opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid

opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiad, yaitu

suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotika sintetis yang

kerjanya menyerupai opiad tetapi tidak didapatkan dari opium. Opiad

alami lain atau opiad yang disintesis dari opiad alami adalah heroin

(diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone

(dilaudid). Turunan yang sering disalahgunakan adalah:

1. Candu

9 Wresniwiro, Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya, Narkotika, Psikotropikadan Obat Berbahaya, (Jakarta: Yayasan Mitra Bintibmas Bina Dharma Pemuda, 1999), Hal. 28.

Page 35: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

18

Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap

(menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna

putih dan bernama "Lates". Getah ini dibiarkan mengering pada

permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah di

olah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah

yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar

mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering

disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat

kehitaman. Diperjualbelikan dalam kemasan kotak kaleng dengan

berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak, burung elang, bola

dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Cara pemakaiannya dengan dihisap.10

2. Morfin

Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin

merupakan alkaloida utama dari opium. Morfin rasanya pahit,

berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan

berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.11

3. Heroin ( Putau)

Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan

merupakan jenis opiad yang paling sering disalahgunakan orang di

Indonesia pada akhir - akhir ini. Heroin yang secara farmakologis

mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan

10 Sunarno, Narkoba dan Pencegahannya, (Semarang : Bengawan Ilmu, 2007), Cet. Ke-1, Hal 9-10.

11 Sumarmo Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat,(Jakarta: Cv. Haji Masagung), Hal. 74.

Page 36: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

19

perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan

dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap

tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek

analgesik dan euforik-nya yang baik.12

4. Codean

Codein termasuk garam/ turunan dari opium/ candu. Efek codein lebih

lemah dari pada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan

ketergantungaan rendah. Biasanya di jual dalam bentuk pil atau cairan

jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan. Khasiatnya sebagai

penghilang rasa nyeri yang ringan-ringan dan dijual dalam bentuk

tablet atau dicampur dengan aspirin.13

5. Demerol

Nama lain dari Demerol adalah Pethidina. Pemakaiannya bisa dengan

ditelan atau dengan disuntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan

cairan tidak berwarna.14

6. Methadon

Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan

ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati

overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotika

12 Sumarmo Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat,Hal. 76.

13 Andi Hamzah dan RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta:Sinar Grafika, 1994), Hal.17.

14 Apa itu Narkotika, http://www.pramukanet.org/ di akses pada tanggal 23 Mei 2015Pukul 19.30 WIB.

Page 37: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

20

sintetis (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol),

methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene

(Darvon). Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam

pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat

untuk mengobati over dosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas

obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan),

nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa

dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan

senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan

buprenorphine (Buprenex).15

7. Kokain

Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan

merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid

yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal

dari Amerika Selatan, di mana daun dari tanaman belukar ini biasanya

di kunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek

stimulan. Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal,

khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena

efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan

sebagai narkotika, bersama dengan morfin dan heroin karena efek

adiktif dan efek merugikannya telah di kenali. Nama lain untuk

Kokain: Snow, coke, girl, lady dan crack (kokain dalam bentuk yang

15 Hadiman, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua Dan Aparat DalamPenanggulangan Dan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BERSAMA, 2005), Cet. Ke-1, Hal. 87.

Page 38: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

21

paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih

kuat).16

3. Sifat Jahat Narkotika

Berbeda dengan obat atau zat lainnya, narkotika memiliki 3 sifat

jahat yang dapat membelenggu pemakainya untuk menjadi budak setia,

tidak dapat meninggalkannya, dan mencintainya melebihi siapapun.

Tiga sifat yang berbahaya itu adalah :

1. Habitual yaitu sifat pada narkotika yang membuat pemakainya akan

selalu teringat, terkenang dan terbayang, sehingga cenderung untuk

selalu mencari dan rindu (seeking). Sifat inilah yang menyebabkan

pemakai narkotika yang sudah sembuh kelak bisa kambuh (relaps).

Perasaan kangen berat ingin memakai kembali disebabkan oleh kesan

kenikmatan yang disebut (suggest).

2. Adiktif yaitu sifat narkotika yang membuat pemakainya terpaksa

memakai terus dan tidak dapat menghentikannya. Penghentian atau

pengurangan pemakaian narkotika akan menimbulkan efek putus zat

atau with drawal effect yaitu sakit yang luar biasa.

3. Toleran yaitu sifat narkotika yang membuat tubuh pemakainya

semakin lama semakin menyatu dengan narkotika daan menyesuaikan

diri dengan narkotika itu, sehingga menuntut dosis pemakaian yang

semakin tinggi. Bila dosisnya tidak dinaikkan, narkotika itu tidak akan

16 Kurniawan Eko, Jenis-Jenis Narkotika, http://empret21.blogspot.com/2012/11/jenis-narkotika-dan-penjelasan.html dari sumber www.bnn.go.id diunduh pada tanggal 8 November2014 Pukul 19.30 WIB.

Page 39: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

22

bereaksi, tetapi malah membuat pemakainya mengalami sakaw. Untuk

memperoleh efek yang sama dengan efek di masa sebelumnya,

dosisnya harus dinaikkan.17

4. Akibat yang Ditimbulkan dari Narkotika

Akhir-akhir ini terjadi penyalahgunaan narkotika. Banyak

narkotika beredar di pasaran misalnya ganja, sabu-sabu, ekstasi dan pil

koplo. Penyalahgunaan obat jenis narkotika sangat berbahaya karena dapat

mempengaruhi susunan syaraf mengakibatkan ketagihan dan

ketergantungan, Narkotika menimbulkan perubahan perilaku, perasaan,

persepsi, dan kesadaran.18

Pemakaian narkotika secara umum dan juga psikotropika yang

tidak sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan

tubuh. Berdasar efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika

dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi

aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan

bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis

bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkotika depresan antara lain

opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh

yang popular sekarang adalah Putaw.

17 Ahmad Abidin, Narkotika Membawa Malapetaka bagi Kesehatan, (Bandung: SinergiPustaka Indonesia, 2007), Hal. 3-6.

18 Haryanto, Dampak Penyalahgunaan Narkotika , (online)http://belajarpsikologi.com/dampak-penyalahgunaan-narkotika/ diunduh pada tanggal 14November 2014 Pukul 21.00 WIB.

Page 40: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

23

2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta

kesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang

sekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi.

3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau

mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari

tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-

jamuran. Selain itu ada juga yang diramu di laboratorium seperti LSD.

Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.19

Bila narkotika digunakan secara terus menerus atau melebihi

takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan.

Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan

psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP)

dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal. Dampak

penyalahgunaan narkotika pada seseorang sangat tergantung pada jenis

narkotika yang digunakan, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi

pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkotika dapat terlihat pada

fisik, psikis maupun sosial seseorang.

a. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap fisik

1. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang,halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.

2. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.

3. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses),alergi, eksim.

19 Blog Komunitas Anti Narkoba, Pengertian, Jenis-Jenis Narkoba, dan Akibatnya.http://komunitasantinarkoba.blogspot.com/2009/09/pengertian-jenis-jenis-narkoba-dan.html diakses pada tanggal 24 Desember 2014 pukul 15.00 WIB.

Page 41: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

24

4. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsipernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

5. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhutubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

6. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan reproduksiadalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormonreproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguanfungsi seksual.

7. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan reproduksipada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).

8. Bagi pengguna narkotika melalui jarum suntik, khususnyapemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertularpenyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belumada obatnya.

9. Penyalahgunaan narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi overdosis yaitu konsumsi narkotika melebihi kemampuan tubuh untukmenerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.20

b. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap psikis

1. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang, dan gelisah.2. Hilang percaya diri, apatis, pengkhayal, dan penuh curiga.3. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.4. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal, dan tertekan.5. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, dan ingin bunuh

diri.

c. Dampak penyalahgunaan terhadap lingkungan sosial

1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan olehlingkungan.

2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga.3. Pendidikan menjadi terganggu dan masa depan suram.

Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan

fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi

putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan

psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa

20 Mochammad Rizal, Akibat Penggunaan Narkoba,https://mochamadrizal19.wordpress.com/akibat-penggunaan-narkoba/ di akses pada tanggal 24Desember 2014 pukul 19.00 WIB.

Page 42: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

25

gaulnya sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan

gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri,

pemarah, manipulatif, dan lain-lain.

Akibat penyalahgunaan narkotika juga dapat menyebabkan efek

negatif yang akan menyebabkan gangguan mental dan perilaku, sehingga

mengakibatkan terganggunya sistem neuro-transmitter pada susunan saraf

pusat di otak. Gangguan pada sistem neuro-transmitter akan

mengakibatkan tergangunya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam

perasaan, mood, atau emosi), psikomotor (perilaku), dan aspek sosial.21

21 Jenis-Jenis Narkotika dan penjelasanya, http://empret21.blogspot.com/2012/11/jenis-narkotika-dan-penjelasan.html dari sumber www.bnn.go.id diunduh pada tanggal 8 November2014 Pukul 20.00 WIB.

Page 43: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

26

BAB III

Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-

undang Nomor 35 Tahun 2009

A. Sejarah Undang-undang Narkotika

Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1976, istilah

narkotika belum dikenal di Indonesia. Peraturan yang berlaku sebelum ini adalah

Verdovende Middelen Ordonnantie (Staatsblad 1929 Nomor 278 jo Nomor 536)

yang di ubah tahun 1949 (Lembaran Negara 1949 Nomor 337), tidak

menggunakan istilah “narkotika” tetapi “obat yang membiuskan” (Verdovende

middelen) dan peraturan ini dikenal sebagai Ordonansi Obat Bius.1

Ketentuan-ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan tersebut,

berhubungan dengan perkembangan lalu-lintas dan adanya alat-alat perhubungan

dan pengangkutan modern yang menyebabkan cepatnya penyebaran atau

pemasukan narkotika ke Indonesia, ditambah pula dengan kemajuan-kemajuan

yang dicapai dalam bidang pembuatan obat-obatan, ternyata tidak cukup memadai

untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Peraturan perundang-undangan tersebut tidak lagi sesuai dengan

perkembangan zaman karena yang diatur didalamnya hanyalah mengenai

perdagangan dan penggunaan narkotika, yang di dalam peraturan itu dikenal

dengan istilah Verdoovende Middelen atau obat bius, sedangkan pemberian

pelayanan kesehatan untuk usaha penyembuhan pecandunya tidak di atur. Sejak

1 Andi Hamzah, RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta: SinarGrafika, 1994), Hal. 13.

Page 44: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

27

dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 26 Mei 1970 Nomor

2882/ Dit.Jen/ SK/ 1970, istilah “obat bius” diganti dengan “Narkotika”.2

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1976 tentang

Narkotika (Lembaran Negara 1976 Nomor 37), maka istilah narkotika secara

resmi digunakan, dan sekarang sudah diganti oleh Undang-undang Nomor 22

Tahun 1997 tentang Narkotika, yang lebih menyempurnakan Undang-undang

Nomor 9 tahun 1976. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui

ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di

samping itu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai

pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta

mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial dan juga mencakup pengaturan

mengenai penggolongan narkotika, pengadaan narkotika, label dan publikasi,

peran serta masyarakat, pemusnahan narkotika sebelum putusan pengadilan

memperoleh kekuatan hukum tetap, perpanjangan jangka waktu penangkapan,

penyadapan telepon, teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan pembelian

terselubung dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika.3

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat,

bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan

2 Inpres, 1971 : 18 tentang Narkotika.

3 Penjelasan Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika.

Page 45: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

28

kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik

Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 22 tahun 1997

tentang Narkotika.

Undang-undang Narkotika yang disahkan pada 14 September 2009

merupakan revisi dari Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika.

Pemerintah menilai Undang-undang No. 22 tahun 1997 tidak dapat mencegah

tindak pidana narkotika yang semakin meningkat secara kuantitatif maupun

kualitatif serta bentuk kejahatannya yang terorganisir. Undang-undang No. 35

tahun 2009 menekankan pada ketentuan kewajiban rehabilitasi, penggunaan

pidana yang berlebihan, dan kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang

sangat besar.4 Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut didasarkan pada

Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional,

Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. Badan

Narkotika Nasional tersebut merupakan lembaga non struktural yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang

hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam undang-undang

ini, Badan Narkotika Nasional tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah

non kementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan

penyelidikan dan penyidikan. Badan Narkotika Nasional berkedudukan di bawah

Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, Badan Narkotika

Nasional juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota

4 Aris Irawan, Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bila dikaji dariPolitik Hukum Penerapannya, http://ilmuhukum.umsb.ac.id/?id=177, di unduh pada tanggal 23Februari 2015 Pukul 21.00 WIB.

Page 46: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

29

sebagai instansi vertikal, yakni Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan

Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

Undang-undang No. 35 tahun 2009 diatur juga mengenai prekursor

narkotika karena prekursor narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau

bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika. Selain itu, diatur

pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan prekursor narkotika untuk

pembuatan narkotika. Dalam undang-undang ini diatur juga peran serta

masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

narkotika dan prekursor narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota

masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika.5

B. Tindak Pidana Narkotika menurut Undang-undang

1. Pengertian dan Istilah Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) di kenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam

kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,

yang berasal dari bahasa Latin yakni delictum, dalam kamus besar Bahasa

Indonesia, delik didefinisikan sebagai berikut: “Delik adalah perbuatan

yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap

undang-undang tindak pidana,6 sedangkan pembuat undang-undang

merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa

5 Penjelasan Umum Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

6 Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Fakultas Hukum Undip cet. II, 1990), Hal. 38-39.

Page 47: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

30

pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Perbuatan pidana adalah

”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut”.7 Pada umumnya, orang diancam pidana

kerena melakukan suatu perbuataan (act). Namun bisa juga karena “tidak

berbuat” (omission), orang diancam dengan pidana. Setiap orang bagian

dari subjek hukum yang prilakunya atau perbuataanya dapat

dipertanggungjawabkan. Seseorang dapat dipersalahkan melakukan

perbuatan sebagaimana yang dirumuskan dalam delik atau tindak pidana

narkotika yang diatur di dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika apabila dapat dibuktikan berdasarkan adanya minimal 2

(dua) alat bukti sah yang karenanya dapat meyakinkan Majelis Hakim

mengenai perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur delik

yang terdapat dalam Undang-undang No. 35 tahun 2009.

Selanjutnya pengertian tentang strafbaar feit menurut pendapat

para ahli, yaitu:

a) Menurut Simons, strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum yang berhubungandengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampubertanggungjawab.8

b) Menurut Van Hamel, strafbaar feit adalah kelakuan orang (men selijkegedraging) yang dirumuskan dalam wet, bersifat melawan hukum,patut di pidana (strafwaardig), dan dilakukan dengan kesalahan.9

7 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), Hal. 54.

8 Sudarto, Hukum Pidana I. Hal. 41.

9 Sudarto, Hukum Pidana I. Hal. 42.

Page 48: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

31

c) Menurut Pompe, strafbaar feit adalah perbuatan yang bersifat melawanhukum, dilakukan dengan kesalahan dan di ancam pidana.10

Sementara Hazewinkel-Zuringa telah membuat suatu rumusan

yang bersifat umum dari strafbaar feit sebagai berikut: “Setiap tingkah

laku yang dilarang disertai ancaman pidana, baik ia terdiri atas berbuat

maupun pengabaian. Bahwa peristiwa pidana belum tentu dapat di

pidana”.11 Kemudian para sarjana hukum Indonesia merumuskan istilah

strafbaar feit berbeda-beda yang diantara yaitu:

a. Mulyatno menerjemahkan istilah straafbaar feit dengan perbuatanpidana. Menurut pendapat beliau istilah “perbuatan pidana” menunjukkepada makna adanya suatu kelakuan manusia (baik aktif maupunpasif) yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di manapelakunya dapat dikenakan sanksi pidana.12

b. Wirjono Prodjodikoro juga menjelaskan tentang tindak pidana bahwa:“Istilah tindak pidana itu sendiri adalah pelanggaran norma dalam tigabidang hukum lain, yaitu perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukumtata usaha pemerintah yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapisebagai hukum pidana”.

c. A. Zainal Abidin Farid dalam buku beliau Hukum Pidana pernahmenggunakan istilah “peristiwa pidana”. Istilah ini secara resmidigunakan dalam UUD Sementara 1950, yaitu dalam Pasal 14 ayat (1).Secara substansif, pengertian dari istilah “peristiwa pidana” lebihmenunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik olehperbuatan manusia maupun oleh gejala alam.13

Bertolak dari berbagai defenisi di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah perbuatan

yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana

pengertian perbuatan dalam hal ini selain perbuatan yang bersifat aktif

10 Sudarto, Hukum Pidana I. Hal.43.

11 A. Zainal abidin farid, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika,1995), Hal. 229.

12 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bag. I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), Hal. 225.

13 A. Zainal abidin farid, Hukum Pidana I. Hal.68.

Page 49: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

32

(melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan

yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh

hukum).

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-undang

Nomor 35 Tahun 2009

Dalam hal kebijakan kriminalisasi, perbuatan-perbuatan yang

dinyatakan sebagai unsur tindak pidana dalam Undang-undang Nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang yang tanpa hak menanam, memelihara, mempunyai

dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika

(dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman) diatur dalam (pasal 111

sampai dengan pasal 112);

b. Setiap orang yang tanpa hak memproduksi, mengimpor, mengekspor,

atau menyalurkan Narkotika golongan I (pasal 113);

c. Setiap orang yang tanpa hak menawarkan untuk dijual, menjual,

membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

menyerahkan narkotika golongan I (pasal 114);

d. Setiap orang yang tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut, atau

mentransito narkotika golongan I (pasal 115);

e. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan I untuk digunakan orang lain (pasal 116);

Page 50: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

33

f. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan II

(pasal 117);

g. Setiap orang tanpa yang hak atau melawan hukum memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan II

(pasal118);

h. Setiap orang yang tanpa hak menawarkan untuk dijual, menjual,

membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

menyerahkan narkotika golongan II (pasal 119);

i. Setiap orang yang tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut, atau

mentransito narkotika golongan II (pasal 120);14

j. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan II untuk digunakan orang lain (pasal 121);

k. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan III

(pasal 122);

l. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan III

(pasal 123);

m. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual

14 Penjelasan Umum Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Page 51: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

34

beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dalam golongan III (pasal

124);

n. Setiap orang yang tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut, atau

mentransito narkotika golongan III (pasal 125);

o. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan III untuk digunakan orang lain (pasal 126);15

p. Setiap penyalah guna: (pasal 127 ayat 1) :

1) Narkotika golongan I bagi diri sendiri2) Narkotika golongan II bagi diri sendiri3) Narkotika golongan III bagi diri sendiri

q. Pecandu narkotika yang belum cukup umur (pasal 55 ayat 1) yang

sengaja tidak melapor (pasal 128);

r. Setiap orang tanpa hak melawan hukum : (pasal 129)

1) Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan prekursornarkotika untuk pembuatan narkotika;

2) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanprekursor narkotika untuk pembuatan narkotika;

3) Menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadiperantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursornarkotika untuk pembuatan narkotika;

4) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito precursornarkotika untuk pembuatan narkotika.16

3. Macam-Macam Tindak Pidana Menurut Undang-Undang

Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan pidana.17 Biasanya istilah tindak pidana sering digunakan dalam

15 Penjelasan Umum Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

16 Penjelasan Umum Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Page 52: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

35

pasal-pasal ataupun perundang-undangan dan penjelasan-penjelasannya.

Jenis-jenis tindak pidana narkotika yang umum di kenal terdapat dalam

ketentuan pidana yang di atur dalam Bab XV Undang-undang Narkotika

dapat dikelompokkan dari segi bentuk perbuatannya sebagai berikut:

1) Tindak pidana yang menyangkut rehabilitasi penyalahgunaan

narkotika

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika dibedakan menjadi

dua macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika tersebut diatur dalam Pasal

127 undang-undang narkotika.18 (Pasal tersebut sebagaimana

terlampir)

2) Tindak pidana yang menyangkut produksi

Tindak pidana yang menyangkut produksi itu berupa

mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, dan menyediakan

narkotika untuk semua golongan. Kejahatan yang menyangkut

produksi narkotika terdapat dalam pasal 111 Undang-undang No. 35

tahun 2009 tentang Narkotika. (Pasal tersebut sebagaimana terlampir)

3) Tindak pidana yang menyangkut jual beli narkotika

Tindak pidana yang menyangkut jual beli di sini bukan hanya

dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor, impor

17 Sudarto, Hukum Pidana I. Hal.42.

18 Syaiful Bakhri, Tindak Pidana Narkotika Dan Psikotropika, http://dr-syaifulbakhri.blogspot.com/2012/03/tindak-pidana-narkotika-dan.html di akses pada tanggal 24Mei 2015 Pukul 19.00 WIB.

Page 53: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

36

dan tukar menukar narkotika. Kejahatan ini di atur dalam Pasal 113,

Pasal 118, dan Pasal 123 undang-undang narkotika. Kejahatan yang

menyangkut jual beli narkotika antara golongan I, golongan II, dan

golongan III terdapat perbedaan sanksi yang dijatuhkan terhadap

pelaku. Kejahatan produksi narkotika golongan I diatur dalam Pasal

113, golongan II diatur dalam Pasal 118, golongan III diatur dalam

Pasal 123. (Pasal tersebut sebagaimana terlampir)

4) Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan narkotika

Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa,

mengirim, mengangkut, dan mentrasito narkotika. Selain itu, ada juga

tindak pidana bidang pengangkutan narkotika yang khusus ditujukan

kepada nahkoda atau kapten penerbang karena tidak melaksanakan

tugasnya dengan baik sebagaimana diatur dalam Pasal 139 undang-

undang narkotika, berbunyi sebagai berikut:

Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 atauPasal 28 di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahundan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Setiap golongan-golongan narkotika dalam memberikan sanksi

terhadap pelaku kejahatan yang menyangkut pengangkutan atau

transito narkotika juga berbeda-beda. Hukuman dalam golongan I

diatur dalam Pasal 115, golongan II diatur dalam Pasal 120, golongan

II diatur dalam pasal 125. (Pasal tersebut sebagaimana terlampir)

5) Tindak pidana yang menyangkut penguasaan narkotika

Page 54: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

37

Undang-undang narkotika ini membedakan antara tindak

pidana menguasai narkotika golongan I dengan tindak pidana

menguasai narkotika golongan II dan III, karena dalam penggolongan

narkotika tersebut memiliki fungsi dan akibat yang berbeda. Kejahatan

yang menyangkut penguasaan narkotika antara golongan I, golongan

II, golongan III berbeda-beda dalam menjatuhkan hukuman. Kejahatan

penguasaan narkotika golongan I diatur dalam Pasal 111, golongan II

diatur dalam Pasal 117, golongan III di atur dalam Pasal 122. Di

bawah ini contoh Pasal tersebut. (Pasal tersebut sebagaimana

terlampir)19

6) Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika

Undang-undang narkotika menghendaki supaya pecandu

narkotika melaporkan diri atau pihak keluarganya yang melaporkan

sesuai dengan Pasal 55. Karena jika kewajiban tersebut tidak

dilakukan dapat merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali

dan pecandu yang bersangkutan. Ketentuan tersebut diatur dalam

Pasal 128 undang-undang narkotika. (Pasal tersebut sebagaimana

terlampir)

7) Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi

Seperti yang di ketahui bahwa pabrik obat diwajibkan

mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat

19 Penjelasan Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika Bab XV tentangKetentuan Pidana.

Page 55: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

38

maupun bahan baku narkotika (Pasal 45). Kemudian untuk dapat

dipublikasikan Pasal 46 undang- undang narkotika :

Harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau

media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat

merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 135 undang-undang

Narkotika. (Pasal tersebut sebagaimana terlampir).

8) Tindak pidana yang menyangkut jalannya peradilan

Yang di maksud dengan proses peradilan meliputi :

Pemeriksaan perkara di tingkat penyidikan, penuntutan danpengadilan. Dalam undang-undang narkotika perbuatan yangmenghalang-halangi atau mempersulit jalannya proses peradilantersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 138undang-undang narkotika. (Pasal tersebut sebagaimana terlampir)

9) Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika

Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan

penyitaan untuk dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan

barang bukti tersebut harus diajukan dalam persidangan. Status barang

bukti ditentukan dalam putusan pengadilan. Apabila barang bukti

tersebut terbukti dipergunakan dalam tindak pidana maka harus

ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan. Dalam tindak pidana

narkotika ada kemungkinan barang bukti yang di sita berupa tanaman

yang jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak mungkin barang bukti

tersebut diajukan kepersidangan semuanya.

Dalam hal ini, penyidik wajib membuat berita acara sehubungandengan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihan, danpemusnahan kemudian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungandengan hal tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya

Page 56: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

39

dengan baik merupakan tindak pidana. Hal tersebut di atur dalam Pasal140 undang-undang narkotika. (Pasal tersebut sebagaimana terlampir)

10) Tindak pidana yang menyangkut keterangan palsu

Sebelum seorang saksi memberikan keterangan di muka

persidangan, maka saksi wajib mengucapkan sumpah sesuai dengan

agamanya, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya

(Pasal 160 ayat (3) KUHAP). Dengan cara yang demikian diharapkan

saksi dalam memberikan keterangannya selalu konsekuen dengan

sumpah yang diucapkannya. Sejalan dengan hal tersebut, apabila

dalam perkara narkotika saksi tidak memberikan keterangan dengan

benar dapat menjadi tindak pidana. Sebelum saksi memberikan

kesaksian di depan persidangan, maka saksi wajib bersumpah sesuai

dengan agamanya. Menurut undang-undang menjadi saksi adalah salah

satu kewajiban seseorang. Orang yang di panggil untuk didengar

keterangannya sebagai saksi oleh penyidik ataupun oleh pengadilan

guna memberi keterangan tentang suatu perkara pidana yang didengar,

ia lihat dan ia alami sendiri, tetapi dengan menolak kewajiban itu maka

ia dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 216 KUHP dan Pasal 224

atau 522 KUHP.20

Dalam undang-undang narkotika, bila saksi tidak memberikankesaksian secara benar maka dapat di pidana dan di anggap melakukantindak pidana narkotika sesuai ketentuan Pasal 143 undang-undangnarkotika. (Pasal tersebut sebagaimana terlampir)

20 Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana I&II, (Semarang: Yayasan Cendekia PurnaDharma, 1999), Hal. 36.

Page 57: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

40

11) Tindak pidana yang menyangkut penyimpangan fungsi lembaga

Lembaga-lembaga yang diberi wewenang oleh undang-undang

narkotika untuk memproduksi, menyalurkan atau menyerahkan

narkotika yang ternyata melakukan kegiatan narkotika tidak sesuai

dengan tujuan penggunaan narkotika sebagaimana ditetapkan oleh

undang-undang narkotika, maka pimpinan lembaga yang bersangkutan

dapat dijatuhi pidana dalam pasal 147 undang-undang narkotika.

(Pasal tersebut sebagaimana terlampir)

12) Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak di bawah umur

Tindak pidana di bidang narkotika tidak seluruhnya dilakukan

oleh orang dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula

bersama-sama dengan anak dibawah umur (belum genap 18 tahun

usianya).21 Anak-anak yang belum dewasa atau belum cukup umur

cenderung mudah di pengaruhi oleh orang lain untuk melakukan

perbuatan yang berhubungan dengan narkotika.22 Anak di bawah umur

dibujuk untuk melakukan tindak pidana narkotika, mereka tidak

mempunyai kuasa untuk melawan kejahatan tersebut. Mereka

mengedarkan narkotika ke teman sebayanya atau ke orang dewasa.

Oleh karena itu perbuatan memanfaatkan anak di bawah umur untuk

melakukan kegiatan narkotika merupakan tindak pidana yang diatur

21 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anakyang masih dalam kandungan ( Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak).

22 Gatot Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, (Jakarta: Djambatan cet. Ke-4, 2009),Hal. 200-218.

Page 58: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

41

dalam Pasal 133 undang-undang narkotika. (Pasal tersebut

sebagaimana terlampir).

4. Pembagian Golongan Narkotika Menurut Undang-undang No. 35

Tahun 2009

Berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dapat dibedakan kedalam 3 golongan yaitu:

1. Narkotika Golongan I

Dalam penggolongan Narkotika, zat atau obat golongan I

mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Oleh karena itu didalam penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi.

Pengertian pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya untuk

kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta

pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan

medis yang sangat terbatas. (Jenis-jenisnya terlampir)

2. Narkotika Golongan II

Narkotika pada golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat

terhadap pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

dipergunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan. Narkotika golongan ini mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. (Jenis-jenisnya terlampir)

3. Narkotika Golongan III

Page 59: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

42

Narkotika golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat dalam

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

menyebabkan ketergantungan. (Jenis-jenisnya terlampir)

Page 60: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

43

BAB IV

SANKSI BAGI PENYALAHGUNA DAN PENGEDAR NARKOTIKA

MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG DAN MENURUT

HUKUM ISLAM

A. Sanksi bagi Penyalahguna Narkotika menurut Undang-undang dan

Hukum Islam

1. Sanksi Bagi Penyalahguna menurut Undang-undang

Pengertian Penyalahguna menurut Pasal 1 angka 15 Undang-

Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah :

Orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.Sehingga untuk menentukan suatu perbuatan itu bersifat tanpa hak ataumelawan hukum, maka perlu diketahui terlebih dahulu dasar aturan hukumyang melegitimasi orang untuk bisa mempergunakan narkotika.

Di dalam Pasal 7 Undang-undang No. 35 tahun 2009 disyaratkan bahwa :

Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatandan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya dalam Pasal 8 undang-undang tersebut menjelaskan :

Membatasi penggunaan narkotika golongan I yang hanya digunakan untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untukreagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkanpersetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan.

Sehingga bila seseorang yang menggunakan narkotika melanggar aturan

hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan/atau Pasal 8 Undang-

Page 61: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

44

undang No. 35 tahun 2009 tersebut, maka pelaku tersebut tidak mempunyai

hak atau perbuatannya bersifat melawan hukum.1

Dalam hal ini jenis sanksi yang diberikan bagi penyalahguna

adalah rehabilitasi hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 54 Undang-undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan :

“Pecandu Narkotika dan korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalanirehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.

Guna membantu seseorang terbebas dari ketergantungan terhadap narkotika

itu sendiri. Namun dapat dikatakan seseorang sebagai seorang

penyalahguna, semua harus sesuai dengan SEMA (Surat Edaran Mahkamah

Agung) Nomor 4 tahun 2010. (Surat edaran tersebut terlampir)

Pada umumnya tujuan hukum pidana untuk melindungi

kepentingan individu atau melindungi hak asasi manusia dan melindungi

kepentingan masyarakat maupun negara dari perbuatan kejahatan atau

perbuatan tercela yang merugikan individu, masyarakat dan negara, dan

juga menjaga agar penguasa tidak bertindak sewenang-wenang pada

individu atau masyarakat. Tujuan yang lebih difokuskan di sini adalah

seseorang yang dikatakan sebagai penyalahguna harus di rehabilitasi guna

membantu seseorang itu terbebas dari ketergantungan narkotika.

Sanksi Pidana sesuai dengan Undang- undang Nomor 35 Tahun

2009 dalam Ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika kemudian dikatakan bahwa:

1 http://hukum.kompasiana.com/2014/06/18/kualifikasi-penyalahguna-pecandu-dan-korban penyalahgunaan-narkotika-dalam-implementasi-uu-no-35-tahun-2009-tentang-narkotika-659279.html di akses pada tanggal 01 Maret 2015 Pukul 21.00.

Page 62: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

45

Setiap Penyalahguna :

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri di pidana dengan pidana penjarapaling lama 4 (empat) tahun ;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri di pidana dengan pidana penjarapaling lama 2 (dua) tahun dan ;

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri di pidana dengan pidana penjarapaling lama 1 (satu) tahun.2

Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu perbuatan pidana yang

harus mendapatkan sanksi berupa pidana. Kerancuan mengenai kedudukan

pecandu narkotika mendorong Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA

(Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 4 Tahun 2010 mengenai kriteria

seorang penyalahguna narkotika dapat di proses pidana yaitu sebagai

berikut:

1) Bahwa dengan diterbitkanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2009 Tanggal 12 Oktober tentang Narkotika, maka dianggap

perlu untuk mengadakan revisi terhadap surat edaran Mahkamah Agung

RI Nomor 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret tentang Menempatkan

Pemakai Narkotika ke dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi.

2) Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 103

huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan dengan klasifikasi

pidana sebagai berikut :

a) Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan Penyidik BNNdalam kondisi tertangkap tangan;

2 Penjelasan Tentang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal127.

Page 63: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

46

b) Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a di atas ditemukan barangbukti pemakaiaan 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagaiberikut :

1) Kelompok metaphetamine (shabu) : 1 gram2) Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,8 gram = 8 butir3) Kelompok heroin : 1,8 gram4) Kelompok kokain : 1,8 gram5) Kelompok ganja : 5 gram6) Daun koka : 5 gram7) Meskalin : 5 gram8) Kelompok psilosibyn : 3 gram9) KelompokLSD

(d-lysergic acid diethilamyde) : 2 gram10) Kelompok PCP (phencyclidie) : 3 gram11) Kelompok fetanil : 1 gram12) Kelompok metadon : 0,5 gram13) Kelompok morfin : 1,8 gram14) Kelompok petidin : 0,96 gram15) Kelompok kodein : 72 gram16) Kelompok bufrenorfin : 32 gram

Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkanpermintaan penyidik.

c) Perlu surat keterangan dari dokter jiwa atau psikiater pemerintah yangdi tunjuk oleh hakim.

d) Tidak dapat terbukti yang bersangkutan terlibat dalam peredarangelap narkotika.

3) Dalam hal hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk

dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, majelis

hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi terdekat

dalam amar putusanya.

4) Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, hakim harus dengan

sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi atau taraf kecanduan dari

Page 64: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

47

terdakwa, sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai

standar dalam proses terapi dan rehabilitasi.3

Rehabilitasi menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 1

angka 16 dan 17 mengartikan :

Pasal 1 angka 16 : Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatanpengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dariketergantungan Narkotika.

Pasal 1 angka 17 : Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatanpemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekaspecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalamkehidupan masyarakat.

Mengenai tata cara untuk seseorang dapat direhabilitasi adalah seseorang

yang telah terbukti telah mengkonsumsi narkoba, seseorang diperlukan

asesmen klinik secara lengkap, yang di mana hasil asesmen ini merupakan

dasar untuk menentukan diagnosis serta intervensi atau rencana terapi yang

sesuai dengan yang dibutuhkan seorang pasien. Secara umum asesmen

dapat digambarkan sebagai suatu proses mendapatkan informasi tentang

pasien secara komprehensip, baik pada saat akan memulai program. Selama

menjalani program hingga selesai menjalani program yang telah disiapkan.

Informasi tentang pasien biasanya dilakukan dengan tiga pendekatan yakni

observasi, wawancara, dan pemeriksaan medik. Biasanya dalam

menentukan diagnosis gangguan penggunaan narkotika ada dua langkah

yang bisa dilakukan yakni dengan skrining yang bertujuan untuk

mendapatkan informasi adakah suatu faktor resiko dan atau masalah yang

3 Penjelasan tentang SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 4 Tahun 2010tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalamLembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial.

Page 65: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

48

terkait dengan penggunaan narkotika. Yang ke dua adalah dengan metode

adiksi atau sering di sebut penyakit kecanduan. Adiksi adalah suatu

penyakit otak yang di mana penyakit zat aktif mempengaruhi area

pengaturan perilaku. Dengan demikian asesmen yang berkualitas

menghubungkan diagnosis dengan penatalaksanaan awal, yang memastikan

akurasi diagnosis awal dan mengidentifikasi jenis terapi dan rehabilitasi

yang tepat dan efektif untuk mendapatkan gambaran klinis dan masalah

yang lebih mendalam dilakukan asesmen klinis. Langkah-langkah asesmen

klinis adalah :

a) Asesmen awal yaitu asesmen yang dilakukan pada saat pasien berada

pada tahap awal rehabilitasi, umumnya dilakukan pada dua sampai

empat minggu pertama;

b) Rencana terapi pada sebagian besar yang dibutuhkan umumnya

berkaitan dengan terapi rehabilitasi terhadap masalah penggunaan

narkotika, di samping itu terapi lain juga dibutuhkan seperti konseling

keluarga, pelatihan vokasional, pelatihan menjadi seseorang yang

efektif, dll;

c) Asesmen lanjutan, asesmen ini tidak hanya dilakukan pada saat

masuk program terapi. Namun perlu di ulang dalam kurun waktu

selama dia berada dalam program dan ketika yang bersangkutan

Page 66: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

49

selesai mengikuti program, asesmen ini bertujuan untuk melihat

kemajuan dari pasien tersebut.4

2. Sanksi bagi Penyalahguna menurut Hukum Islam

Di dalam konteks Islam, sebagimana yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya bahwa Islam hanya mengenal khamr. Karena dalam khamr,

terdapat suatu zat yang apabila dikonsumsi secara berlebihan akan

menyebabkan terganggunya akal, serta membuat orang yang meminumnya

mengalami ketergantungan. Dan para ulama menggunakan metode qiyas

untuk menarik permasalahan narkoba dianalogikan sebagai khamr.

Islam melarang khamr (minuman keras), karena khamr dianggap

sebagai induk keburukan (ummul khabaits), di samping merusak jiwa, akal,

kesehatan, dan harta. Dari sejak semula, Islam telah berusaha menjelaskan

kepada umat manusia, bahwa manfaatnya tidak seimbang dengan bahaya

yang ditimbulkan.5 Hal-hal yang mendorong mengkampanyekan anti

minuman keras adalah bukti yang memastikan bahwa meminum minuman

keras dapat membahayakan kesehatan. Jika bukan mandul, dampak yang

paling tidak berkurangnya kesuburan dan menurunnya kualitas keturunan

dari fisik dan akal. Minuman keras juga terbukti menyebabkan turunnya

4 Sri Hastutik, Tahapan Awal dan Diagnosis, http://www.babesrehab-bnn.info/index.php/profil/struktur-organisasi/item/144-tahapan-rehabilitasi-asesmen-awal-dan-diagnosis.

5 Fikri Ferdian Fauzi, “Pemidanaan Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Oleh AnakDibawah Umur Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor : 1311/Pid.B/2010./PN.JKT.PST)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta, 2013, hal. 33).

Page 67: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

50

produktifitas seseorang. Temuan ilmu pengetahuan modern ini sungguh

menguatkan teori hukum Islam.6

Sanksi adalah ketetapan hukum yang dijatuhkan terhadap pelanggar

hukum syari’at demi kemaslahatan umum atau bersama. Penetapan sanksi

atas pelanggar hukum bertujuan untuk perbaikan kondisi umat manusia,

melindungi dan menyelamatkan mereka dari kebinasaan dan kehancuran.

Membimbing mereka dari kesesatan, menjauhkan mereka dari perbuatan

maksiat dan memotivasi mereka untuk berbuat ketaatan mencegah mereka

menyimpang dari jalan yang lurus.7

Imam ‘Izzudin bin Abdus Salam berkata “ Sesungguhnya penerapan

sanksi hukum semata-mata ditegakkan bukan hanya untuk menghindari

kerusakan belaka, namun lebih bertujuan untuk merealisasikan maslahat

bersama”. Syari’at Islam menetapkan bentuk hukuman tersebut dengan

menimbang maslahat yang dihasilkan.8

Namun dalam hal ini perlu diketahui, walaupun Al-Qur’an dan Al-

Hadist merupakan sumber hukum primer, namun keduanya bukan undang-

undang yang sedang diterapkan di negara kita layaknya KUHP dan kitab

hukum undang-undang lainnya yang dikhususkan untuk mengatasi masalah

hukum tertentu. Maka kedua hukum ini (Al-Qur’an dan Hadist) tidak

pernah memberikan definisi tentang narkotika. Tetapi bila mau melacak

6 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum pidana Islam. V, hal. 60.

7 Departemen Agama RI, Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Dipandang dari SudutAgama Islam, (T.tp; T.pn, 1987), hal. 12.

8Izzudin bin Abdus Salam, Qawaidul Ahkam Fi Masahilil Anam, (T.tp: Darul Syarq, tt),hal. 12.

Page 68: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

51

lebih dalam maka akan ditemukan istilah yang sangat akurat untuk

menggantikan istilah psikotropika atau narkotika yaitu Al-Khamru.9

Istilah narkotika tidak ditemukan secara eksplisit didalam Al-Qur’an

dan Hadist, namun melihat dari pengaruh yang ditimbulkan maka narkotika

dapat disejajarkan hukumannya dengan khamr bahkan bisa lebih berat lagi

tingkat keharamannya. Islam melarang khamr karena khamr adalah sumber

keburukan, ia akan merusak jiwa, akal, kesehatan maupun harta. Islam

telah menjelaskan kepada kita bahwa walaupun khamr memiliki manfaat

terhadap kita namun bahayanya juga sangat besar terhadap kita.

Menurut Nurul Irfan seorang penyalahguna adalah seseorang dalam

artian orang yang tanpa hak atau melawan hukum untuk memiliki atau

menggunakan narkotika. Sesorang dapat dikatakan sebagai penyalahguna

apabila kedapatan memiliki narkotika sesuai dengan peraturan yang telah

ditetapkan. Penyalahguna menurutnya adalah seseorang yang sedang sakit

dan butuh pertolongan dalam penyembuhannya. Cara penyembuhannya

dalam hal ini dengan dilakukan rehabilitasi atau karantina. Menurutnya hal

ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud radhiyallahu

‘anhu secara marfu :

ف فجعل : عن10

9 Muhammad Amin Suma, Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Dalam perspektifHukum Islam. Makalah Seminar 16 September 2000.

10 Abu Daud Al- Sijistan, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1997) Juz.3, Hadist No219, hal. 443.

Page 69: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

52

Artinya: “Dari Abi Ad-Darda' radhiyallahuanhu bahwa Nabi saw.bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat. DanDia menjadikan buat tiap-tiap penyakit ada obatnya. Maka, makanlahobat, tapi janganlah makan obat dari yang haram”. (HR. Abu Daud)

Maksud dari hadist di atas adalah Allah tidak menciptakan penyakit

yang tidak ada obatnya. Semua penyakit ada obatnya namun kita tidak

diperbolehkan dengan menggunakan sesuatu yang haram. Seperti narkotika.

Narkotika merupakan obat untuk menyembuhkan penyakit namun harus

dari pengawasan dokter atau ahlinya apabila cara mengonsumsinya dengan

tidak adanya pengawasan akan menimbulkan kemudharatan seperti mabuk

maka itu hukumnya adalah haram. Oleh karena itu cara penyembuhan bagi

seorang penyalahguna adalah dengan cara rehabilitasi. Karena mengobati

penyakit karena narkotika dengan melakukan pengawasan terhadap

penyalahguna itu sendiri. Seseorang yang tergolong sebagai penyalahguna

sebagai muslim diwajibkan untuk menolong orang itu agar orang yang

tergolong sebagai penyalahguna dapat sembuh dari ketergantungan

narkotika. Pada dasarnya rehabilitasi dalam rangka penyembuhan

penyalahguna narkotika adalah boleh. Dalam artian hukuman ini sifatnya

ta’zir dengan memberi hukuman melakukan karantina atau rehabilitasi guna

menyembuhkan seseorang yang ketergantungan akan narkotika.11 Dengan

demikian menurut hukum Islam rehabilitasi mengenai sanksi bagi

penyalahguna narkotika boleh dilakukan dengan mempertimbangkan

peraturan yang berlaku. Hal tersebut dilakukan guna menyembuhkan

11 Wawancara pribadi dengan Nurul Irfan tanggal 6 Maret 2015 pukul 10.00 WIB

Page 70: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

53

seseorang yang ketergantungan narkotika dapat sembuh kembali tanpa

mengkonsumsi narkotika.

Ulama juga berbeda pendapat (ikhtilaf) dalam menentukan sanksi

pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika, yakni :

1. Sanksi hukumnya adalah Had,12 seperti halnya sanksi bagi peminum

khamr. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Taimiyah, sebagai berikut :

١٣كما

Artinya : “Sesungguhnya ganja itu haram, dijatuhkan sanksi had orangyang menyalahgunakannya, sebagaimana dijatuhkannya had bagipeminum khamr.”

Menurut para ulama hadist yang berkaitan tentang ini banyak sekali,

Rasulullah SAW telah memukul secara sama terhadap orang yang

meminum segala apa yang dapat merusak akal dan memabukkan tanpa

diskriminasi. Tidak peduli apakah ia makanan atau minuman selama zat

khamr itu terdapat didalamnya. Maka segala macam bentuk khamr,

yang diminum atau dimakan, tumbuhan yang diminum ataupun

dimakan, semua itu hukumnya haram. Hanya orang-orang dulu itu tidak

menyebut secara khusus kepada sesuatu nama benda karena persoalan

tentang narkotika itu baru timbul pada akhir tahun enam ratus dan

setelah Rasulullah SAW wafat. Semua itu sebenarnya telah tertulis di

dalam Al Qur’an dan Sunnah.

12 Abdul Rahman al- Jaziri, al- Fiqh ‘ala madzhahib al- Arba’ah. (Beirut: Dar Al- Fikr,T.Th., cet. I), hal. 8.

13 Ibn Taimiyah, Majmu’ al- Fatawa. (Beirut: Dar al-‘Arabiyyah, 1978), hal 10-12.

Page 71: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

54

2. Sanksi hukumnya adalah Ta,zir. Pendapat ini adalah pendapat Dr.

Wahbah al-Zuhaili dan Dr. Ahmad al Hasary :

منفيهاملاكالبنجمنيزيلماكل

فيهاليستفيها،الحد

١٤فيهاقليلها

Artinya : “Diharamkan setiap yang dapat menghilangkan akal(mabuk), walaupun tanpa di minum, seperti ganja, opiate, karenajelas-jelas berbahaya. Padahal Islam melarang pada hal-hal yangmembahayakan diri sendiri dan orang lain, tetapi tidak dikenakansanksi had bagi pelakunya, penyalahgunaan narkoba, karenanarkoba tidak ada kenikmatan dan kelezatan, dan mengandungadiksi, karena itu hukumannya adalah ta,zir.”

١٥علىفيهاحد

Artinya : “Sesungguhnya mengonsumsi ganja itu haram dan tidakdijatuhkan sanksi had kepada pelakunya, wajib atas orang yangmengonsumsinya di kenai sanksi ta,zir bukan had.”

Lalu Wahbah al-Zuhaili dan Ahmad al-Hasari juga berargumentasi

sebagai berikut :

a) Narkoba tidak ada pada masa Rasulullulah SAW;b) Narkoba lebih berbahaya dibandingkan dengan bahaya khamr;c) Narkoba bukan diminum sebagimana khamr pada umumnya;d) Narkoba jenis dan macamnya banyak sekali. Masing-masing

memiliki jenis yang berbeda-beda.

Al Qur’an dan Sunnah tidak menjelaskan tentang sanksi hukum bagi

produsen dan pengedar narkoba. Karena itu, sanksi hukum bagi

14 Wahbah al-Zuhaili, al-fiqh al-‘islami wa ‘Adilatuhu (Beirut: Dar al-Fikr, T.Th.), hal.166.

15 Ahmad al-Hasary, al-Siyasah Al Jaza’iyyah (Beirut: Dar al-jail, T.Th.), jilid II, hal. 39.

Page 72: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

55

produsen dan pengedar narkoba adalah ta’zir bisa berat atau ringan

tergantung kepada proses pengadilan (otoritas hakim).16

B. Sanksi bagi Pengedar Narkotika menurut Undang-undang dan Hukum

Islam

1. Sanksi bagi Pengedar Narkotika Menurut Undang-undang

Pengertian peredaran adalah suatu proses, siklus, kegiatan atau

serangkaian kegiatan yang menyalurkan atau memindahkan sesuatu (barang,

jasa, informasi, dan lain-lain). Peredaran dapat juga diartikan sebagai impor,

ekspor, jual beli di dalam negeri serta penyimpanan dan pengangkutan.

Menurut kamus Tata Hukum Indonesia, pengertian peredaran adalah setiap

kegiatan yang menyangkut penjualan serta pengangkutan penyerahan

penyimpanan dengan maksud untuk dijual.

Definisi “Pengedar” dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika (“UU Narkotika”) tidak ditemukan. Namun, Lilik

Mulyadi dalam penelitiannya yang berjudul “Pemidanaan Terhadap

Pengedar dan Pengguna Narkotika” menjelaskan bahwa secara implisit dan

sempit dapat dikatakan bahwa, “pengedar Narkotika” adalah orang yang

melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan Narkotika. Secara luas

pengertian “pengedar” tersebut juga dapat dilakukan dan berorientasi

kepada dimensi penjual, pembeli untuk diedarkan, mengangkut,

16 Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan HukumPidana Nasional, (Rajagrafindo, Jakarta, 2008), hal. 129.

Page 73: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

56

menyimpan, menguasai, menyediakan, melakukan perbuatan mengekspor

dan mengimpor “Narkotika”.17

Dalam ketentuan UU Narkotika maka “pengedar” diatur dalam

Pasal 114, Pasal 119 dan Pasal 124. Adapun yang membedakan ke tiga

pasal tersebut adalah sesuai dengan jenis atau golongan narkotika.

a) Jenis-jenis Sanksi Pidana

Sanksi pidana merupakan penjatuhan hukuman yang diberikan

kepada seseorang yang dinyatakan bersalah dalam melakukan

perbuatan pidana. Jenis-jenis sanksi pidana ini sangat bervariasi, seperti

pidana mati, pidana seumur hidup, pidana penjara, pidana kurungan dan

pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan pidana pencabutan

hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman

putusan hakim yang kesemuanya merupakan pidana tambahan (pasal 10

KUHP). Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan

pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.18

b) Tujuan Pemidanaan

Pemidanaan berasal dari kata “pidana yang sering diartikan pula

dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan dengan

hukuman. Kalau orang mendengar kata “hukuman” Sudarto

17 Radian Adi, Definisi Pengedar dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009TentangNarkotika, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5141cd01a7dac/pemilik-puntungganja-=-pengedar-ganja, diunduh pada tanggal Februari 2015 pukul 21.00 WIB.

18 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 TentangNarkotika.

Page 74: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

57

mengemukakan:19 “pidana tidak hanya enak di rasa pada waktu di

jalani, tetapi sesudah orang yang dikenai itu masih merasakan akibatnya

yang berupa “cap” oleh masyarakat, bahwa ia pernah berbuat “jahat”.

Cap ini dalam ilmu pengetahuan disebut “stigma”. Jadi orang tersebut

mendapat stigma, dan kalau ini tidak hilang, maka ia seolah-olah di

pidana seumur hidup.”

Dalam tujuan pemidanaan terdapat teori pemidanaan yang dibagi

dalam tiga golongan besar, dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings

theorieen); Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena

orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia

peccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada

sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan

kejahatan.20

2) Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen); Pidana

bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan

kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi

mempunyai tujuan tertentu yang bermanfaat. Dasar pembenar

adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya.

Pidana dijatuhkan bukan karena orang yang membuat kejahatan

19 Sudarto, Masalah-Masalah Hukum Nomor 11, (Semarang: Dikeluarkan oleh Fakultashukum Undip, 1973), hal, 22-23.

20 Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1998),hal. 10-11.

Page 75: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

58

(quia peccatum est) melainkan supaya orang jangan melakukan

kejahatan (ne peccetur). Menurut teori ini, pemidanaan merupakan

sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat.21

3) Teori gabungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pidana itu

mempunyai tiga macam sifat, yaitu:

1. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking).

2. Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering).

3. Bersifat membinasakan (onschaddelijk maken).

Sanksi Pidana sesuai dengan Undang- undang Nomor 35 Tahun

2009 dalam ketentuan UU Narkotika bahwa ancaman pidana bagi pengedar

diatur dalam Pasal 114 ayat (2), Pasal 119 ayat (2), dan Pasal 124 ayat (2).

pasal tersebut dijelaskan:

Pasal 114 ayat (2): dijelaskan bahwa dalam hal perbuatan menawarkan untukdijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksudpada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukantanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku di pidana dengan pidana mati,pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119 ayat (2): dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1)beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidanapenjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 124 ayat (2): Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

21 Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana, hal. 12.

Page 76: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

59

menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1)beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun danpidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).22

2. Sanksi bagi Pengedar menurut Hukum Islam

Di Indonesia tindak pidana yang tergolong sebagai tindak pidana

luar biasa (extraordinary crime)23 adalah seperti tindak pidana terorisme,

narkotika, korupsi, maupun illegal logging pantas dijatuhi pidana mati.

Bukan hanya karena modus operandi tindak pidana tersebut yang sangat

terorganisir, namun ekses negatif yang meluas dan sistematik bagi

khalayak, menjadi titik tekan yang paling dirasakan mayarakat. Maka

sebagai langkah yuridis yang menentukan eksistensi keberlakuan pidana

hukuman mati di Indonesia, maka keluarlah putusan MK Nomor 2-

3/PUUV/2007.24

Syariat Islam tidak hanya menjatuhkan hukuman atas pengguna

barang memabukan semata, namun seluruh pihak yang terlibat dalam kasus

penyalahgunaannya juga terkena sanksi hukum. Dalam sunahnya dari Ibnu

Umar ia berkata, Rasulullah bersabda :

22 Penjelasan tentang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

23 …artinya kejahatan yang berdampak luas dan sistematik (mahkamah agung:2006hal.26)

24 Muhammad Rustamaji, Menyoal Eksistensi Pidana Hukuman Mati diIndonesia,http://rustamaji1103.wordpress.com/2007/11/10/menyoal-eksistensi-pidana-hukuman-matidiindonesia/diunduh pada tanggal 25 Februari 2015 pukul 15.00 WIB.

Page 77: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

60

،مر،لعن: يهلعىصعنههللاضىعمرنع

25)مسلم(يهلةولمحما،لهاممعتصرها،ا،كلاعها،اتبم

Artinya : “Dari Umar Radiyallahu anhu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda: Allah melaknat khamr, peminumnya, penjualnya,pembelinya, pemerasnya, pengambil manfaat dari harganya, yang menyuruhmemerasnya, pembawanya dan yang menerimanya.” (HR. Muslim)

Perlu diketahui, dalam kitab fiqih klasik tidak disebutkan hukuman tertentu

atas pemasok, pengedar, dan pedagang obat terlarang. Namun sebagian ahli

fiqih kontemporer cenderung menjatuhkan hukuman seberat-beratnya

terhadap pemasok narkoba. Hingga mereka menetapkan hukum orang yang

memerangi Allah dan RasulNya, yaitu dibunuh, disalib, atau dipotong

tangan dan kakinya secara bersilangan. Dalam hal ini pemerintah boleh

mengambil tindakan sepenuhnya untuk menjaga ketahanan masyarakat dan

melindungi mereka dari bahaya narkoba. Pemerintah boleh menetapkan

sanksi yang berat, seperti hukuman penjara, denda, penyitaan, dan tindakan

lain yang dapat mewujudkan keamanan bersama guna menjaga keamanan

stabilitas kamtibmas. Dengan demikian oknum para perusak dapat di

berantas sekalipun dengan tindakan yang tegas seperti tembak di tempat dan

hukuman mati jika dibutuhkan. Ulama fiqih kontemporer berpendapat,

yakni :

a. Ketetapan ahli fiqih bahwa pemerintah boleh menjatuhkan hukuman mati

atas oknum yang menyebar kejahatan di tengah umat manusia, baik

berbentuk ta’zir atau berbentuk kebijakan politik.

25 Imam Muslim, Shahih Muslim (Singapura: Sulaiman Mar’I, T.Th.), juz ke-10, hal. 295.

Page 78: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

61

b. Sekiranya hukuman itu dijatuhkan lebih ringan, maka dia pasti akan

mengulangi aksinya. Kejahatan tidak dapat di bendung kecuali dengan

hukuman mati. Berdasarkan hal itu, maka pemerintah yang berwenang

boleh menjatuhkan hukuman mati sebagai bentuk ta’zir maupun dalam

bentuk kebijaksanaan politik.

c. Hadits shahih Rasulullah berupa perintah membunuh peminum khamr

pada ke empat kalinya, bila sebelumnya hukuman telah dijatuhkan

atasnya dalam kasus yang sama, sementara ia tidak juga insaf dari

perbuatan itu. Dalil yang berkaitan dengan itu sesuai dengan hadist

dalam hadist shahihnya yang diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi :

خلد : عليه صلى : عنه بن سه قبا عن26 فا فإ

Artinya : "Dari Qabisah bin Zawaib: Rasulullah SAW : apabilaseseorang meminum khamr maka deralah ia, jika ia mengulangi keempatkalinya maka bunuhlah dia”. (HR. Al-Tirmizi)

Dari hadits di atas jika dicermati, bahwa peminum khamr yang

mudharatnya ditimbulkan hanya sebatas dirinya saja, ke empat kalinya ia

harus dihukum mati. Tentunya yang lebih dari itu, yaitu bagi para pengedar

yang sudah jelas mudharatnya lebih luas tidak hanya menimpa seseorang,

lebih layak lagi mendapat vonis mati dari pada peminum khamr.27

26 Abu’ Isa al-Tirmizi, Al-Jami’ al-Sahih li al-Tirmizi, Juz V. (Beirut: Dar al-Fikr, 1963),hal. 392.

27 Sanksi Hukum Seputar Narkoba dalam Islam, http://maktabah-jamilah.blogspot.com/2010/04/sanksi-hukum-seputar-narkoba.html di akses pada tanggal 21Januari 2015 pukul 20.00 WIB.

Page 79: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

62

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

telah memuat pidana mati. Bahwa ancaman pidana mati bagi pengedar

diatur dalam Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 119 ayat (2). Adapun bunyi pasal

tersebut adalah:

Pasal 114 ayat (2): dijelaskan bahwa dalam hal perbuatan menawarkanuntuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli,menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimanadi maksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1(satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentukbukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidanamati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6(enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana dendamaksimum sebagaimana di maksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119 ayat (2): dalam hal perbuatan menawarkan untuk di jual, menjual,membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana di maksud pada ayat (1)beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku di pidana dengan pidana mati,pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana di maksud pada ayat (1) di tambah 1/3 (sepertiga).28

Dalam Pasal 114 ayat 2 tersebut menjelaskan bahwa sanksi tindak

pidana narkotika adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau

pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Sedangkan dalam Pasal 119 ayat 2

sanksinya adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di

tambah 1/3 (sepertiga). Yakni bahwa sanksi pidana tersebut sangat dinamis

28 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Page 80: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

63

yaitu adanya sanksi minimum khusus (paling singkat 6 (enam) tahun pada

pasal 114 ayat 2 dan paling singkat 5 (lima) tahun pada pasal 119 ayat 2 dan

juga maksimum khusus (pidana mati). Dalam pasal tersebut juga terdapat

kata “atau” dan kata “dan” yakni bahwa pasal tersebut dapat dijatuhkan

secara kumulatif atau alternatif yang diimplikasikan dengan kata “dan”

maupun kata “atau”. Sanksi pidana mati bagi pengedar narkotika

merupakan pemberatan pemidanaan yang dilakukan kepada kejahatan yang

luar biasa (extra ordinary crime) dimana kejahatan tersebut merupakan

kejahatan transnasional yang terorganisir secara rapi yang dampaknya luar

biasa. Dalam hukum Islam, bahwa kategori kejahatan luar biasa adalah

jarimah hirabah. Penetapan hirabah sebagai jarimah yang secara formal

mengakibatkan ekses yang luas pada masyarakat. Menurut riwayat yang

kuat dan dipegang oleh kebanyakan fuqoha ayat tersebut turun berkenaan

dengan peristiwa pembantaian pengembala unta oleh orang-orang bani Ukl

(urainah).29 Hirabah diterapkan kepada pengedar narkotika karena telah

melawan hukum yang berlaku, memerangi Allah, menentang ajaran

Rasulullah, dan dapat merusak tatanan negara, sebagaimana firman Allah

dalam surat Al-Ma’idah ayat 33 yaitu:

ۥ

٣٣

29 Moh. Khasan, Reformulasi Teori Hukuman Tindak Pidana Korupsi Menurut HukumPidana Islam, Semarang: Puslit IAIN Walisongo, 2011, hal. 115.

Page 81: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

64

Artinya : “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangiAllah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalahmereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka denganbertimbal balik,30 atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yangdemikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhiratmereka beroleh siksaan yang besar,” (Qs. Al-Maidah: 33)

Penulis mengambil kesimpulan karena narkotika merupakan salah satu

ancaman bagi generasi muda dan narkoba juga merupakan sebuah ancaman bagi

negara kita ini dan sudah sewajarnya narkotika dimusnahkan demi menjaga

generasi muda dari dampak peredaran narkotika tersebut. Kemudian mengenai

peredaran narkotika sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang

masih keterkaitan dengan surat Al-Maidah ayat 33 dan kejahatan tindak pidana

pengedar narkotika termasuk juga kejahatan luar biasa yang terorganisir secara

rapi. Di samping itu hukuman mati tersebut mempertimbangkan dampak buruk

yang sangat besar bagi individu, masyarakat maupun bangsa secara keseluruhan,

maka sudah sewajarnya bila terhadap pengedarnya di hukum yang berat, bahkan

dihukum mati.

30…. maksudnya ialah: memotong tangan kanan dan kaki kiri; dan kalau melakukan lagiMaka dipotong tangan kiri dan kaki kanan.

Page 82: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai hasil dari penelitian Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Penyalahguna dan Pengedar Narkotika (Tinjauan terhadap Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika) maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Dalam hukum Islam ketentuan terhadap pelaku penyalahguna narkotika

adalah boleh dilakukan rehabilitasi dengan penetapannya menggunakan

metode ta’zir. Kemudian sanksi bagi pengedar adalah hukuman mati

dengan mempertimbangkan kemaslahatan umat manusia dan mengingat

kejahatan narkotika merupakan tindak pidana luar biasa (extra ordinary

crime).

2. Hukum Islam memandang bahwa persoalan rehabibilitasi bagi

penyalahguna narkotika sudah sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Karena dalam hal ini hukum pidana Islam mengenal dengan adanya ta’zir,

yang dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 diwujudkan dalam bentuk

rehabilitasi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, penulis

memberikan sarannya sebagai berikut :

Page 83: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

66

1. Untuk memberantas jaringan peredaran narkotika yang sudah merajalela,

penulis memberikan masukan terhadap seluruh pihak yang terkait dalam

pemberantasan narkotika paling tidak ada empat usaha yang harus segera

dilakukan, yaitu: Pertama, Memaksimalkan Hukuman. Kedua, Penegakan

Supremasi Hukum. Ketiga, Perubahan dan Perbaikan Sistem. Keempat,

Revolusi Kebudayaan (mental).

2. Kepada penegak hukum harus berani menjatuhkan hukuman seberat-

beratnya kepada gembong maupun pengedar narkotika kelas kakap,

bahkan hukuman mati. Kalau hanya sebuah putusan pidana mati saja tanpa

eksekusi, maka yang dapat kita lihat tidak memberikan efek jera kepada

mereka. Pemberian hukuman yang berat adalah untuk memberi efek jera

dan mencegah masyarakat agar tidak mengikuti jejak para pengedar.

3. Kepada semua lembaga penegak hukum dan elemen lainnya untuk

bersama-sama memberantas peredaran narkotika untuk benar-benar dan

sepenuhnya bekerja agar Indonesia bersih dari narkotika.

Page 84: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan
Page 85: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan
Page 86: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan
Page 87: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG

NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang

sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan

spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kualitas

sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal

pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan

secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya;

b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber

daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan

di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara

lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis

tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta

melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan

Prekursor Narkotika;

c. bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan

yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan

kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan

tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan

saksama;

d. bahwa . . .

Page 88: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 2 -

d. bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam,

menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan

Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat

dan saksama serta bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika

karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang

sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat,

bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;

e. bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat

transnasional yang dilakukan dengan menggunakan

modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung

oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak

menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi

muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan

masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan

kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan

memberantas tindak pidana tersebut;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,

perlu membentuk Undang-Undang tentang Narkotika;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan

Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun

1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3085);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang

Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic

in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988

(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika, 1988) (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3673);

Dengan . . .

Page 89: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 3 -

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

3. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau non-ekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika.

4. Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan Prekursor Narkotika ke dalam Daerah Pabean.

5. Ekspor . . .

Page 90: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 4 -

5. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan

Prekursor Narkotika dari Daerah Pabean.

6. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.

7. Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika dan Prekursor Narkotika.

8. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika.

9. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau sarana angkutan apa pun.

10. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi, termasuk Narkotika dan alat kesehatan.

11. Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika.

12. Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari suatu negara ke negara lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan.

13. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

14. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.

15. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

16. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.

17. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

18. Permufakatan . . .

Page 91: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 5 -

18. Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih

yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika.

19. Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya.

20. Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu dan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika.

21. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB II DASAR, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2

Undang-Undang tentang Narkotika berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan: a. keadilan; b. pengayoman; c. kemanusiaan; d. ketertiban; e. perlindungan; f. keamanan; g. nilai-nilai ilmiah; dan h. kepastian hukum.

Pasal 4 . . .

Page 92: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 6 -

Pasal 4

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan

pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;

c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

BAB III

RUANG LINGKUP

Pasal 5

Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 6

(1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam: a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika Golongan III.

(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 7

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 8

(1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

(2) Dalam . . .

Page 93: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 7 -

(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat

digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

BAB IV PENGADAAN

Bagian Kesatu

Rencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 9

(1) Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

(3) Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan Narkotika secara nasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 10

(1) Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, produksi dalam negeri, dan/atau sumber lain dengan berpedoman pada rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan kebutuhan Narkotika dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua . . .

Page 94: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 8 -

Bagian Kedua

Produksi

Pasal 11

(1) Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(2) Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(3) Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 12

(1) Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan produksi dan/atau penggunaan dalam produksi dengan jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga . . .

Page 95: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 9 -

Bagian Ketiga

Narkotika untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pasal 13

(1) Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk mendapatkan izin dan penggunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat

Penyimpanan dan Pelaporan

Pasal 14

(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.

(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jangka waktu, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh Menteri atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan berupa:

a. teguran;

b. peringatan . . .

Page 96: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 10 -

b. peringatan;

c. denda administratif;

d. penghentian sementara kegiatan; atau

e. pencabutan izin.

BAB V IMPOR DAN EKSPOR

Bagian Kesatu

Izin Khusus dan Surat Persetujuan Impor

Pasal 15

(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan impor Narkotika.

(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan impor Narkotika.

Pasal 16

(1) Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika.

(2) Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/atau penggunaan Narkotika.

(3) Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(4) Surat Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemerintah negara pengekspor.

Pasal 17 . . .

Page 97: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 11 -

Pasal 17

Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor.

Bagian Kedua

Izin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor

Pasal 18

(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.

(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.

Pasal 19

(1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri untuk setiap kali melakukan ekspor Narkotika.

(2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.

Pasal 20

Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.

Pasal 21

Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.

Pasal 22 . . .

Page 98: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 12 -

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Ekspor diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga Pengangkutan

Pasal 23

Ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan barang tetap berlaku bagi pengangkutan Narkotika, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini atau diatur kemudian berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 24

(1) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri.

(2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau surat persetujuan impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.

Pasal 25

Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor.

Pasal 26 . . .

Page 99: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 13 -

Pasal 26

(1) Eksportir Narkotika wajib memberikan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor kepada orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor.

(2) Orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor wajib memberikan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor kepada penanggung jawab pengangkut.

(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor Narkotika wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.

Pasal 27

(1) Narkotika yang diangkut harus disimpan pada kesempatan pertama dalam kemasan khusus atau di tempat yang aman di dalam kapal dengan disegel oleh nakhoda dengan disaksikan oleh pengirim.

(2) Nakhoda membuat berita acara tentang muatan Narkotika yang diangkut.

(3) Nakhoda dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah tiba di pelabuhan tujuan wajib melaporkan Narkotika yang dimuat dalam kapalnya kepada kepala kantor pabean setempat.

(4) Pembongkaran muatan Narkotika dilakukan dalam kesempatan pertama oleh nakhoda dengan disaksikan oleh pejabat bea dan cukai.

(5) Nakhoda yang mengetahui adanya Narkotika tanpa dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor atau Surat Persetujuan Impor di dalam kapal wajib membuat berita acara, melakukan tindakan pengamanan, dan pada persinggahan pelabuhan pertama segera melaporkan dan menyerahkan Narkotika tersebut kepada pihak yang berwenang.

Pasal 28 . . .

Page 100: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 14 -

Pasal 28

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pula bagi kapten penerbang untuk pengangkutan udara.

Bagian Keempat Transito

Pasal 29

(1) Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor.

(2) Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang:

a. nama dan alamat pengekspor dan pengimpor Narkotika;

b. jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan

c. negara tujuan ekspor Narkotika.

Pasal 30

Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari:

a. pemerintah negara pengekspor Narkotika;

b. pemerintah negara pengimpor Narkotika; dan

c. pemerintah negara tujuan perubahan ekspor Narkotika.

Pasal 31

Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Transito Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima . . .

Page 101: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 15 -

Bagian Kelima Pemeriksaan

Pasal 33

Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen impor, ekspor, dan/atau Transito Narkotika.

Pasal 34

(1) Importir Narkotika dalam memeriksa Narkotika yang diimpornya disaksikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya impor Narkotika di perusahaan.

(2) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menyampaikan hasil penerimaan impor Narkotika kepada pemerintah negara pengekspor.

BAB VI PEREDARAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 35

Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 36

(1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

(3) Untuk . . .

Page 102: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 16 -

(3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 37

Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 38

Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.

Bagian Kedua Penyaluran

Pasal 39

(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.

Pasal 40

(1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:

a. pedagang besar farmasi tertentu;

b. apotek;

c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan

d. rumah sakit.

(2) Pedagang . . .

Page 103: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 17 -

(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan

Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah

tertentu; d. rumah sakit; dan e. lembaga ilmu pengetahuan.

(3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. rumah sakit pemerintah; b. pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu.

Pasal 41

Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga Penyerahan

Pasal 43

(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh: a. apotek; b. rumah sakit; c. pusat kesehatan masyarakat; d. balai pengobatan; dan e. dokter.

(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada: a. rumah sakit; b. pusat kesehatan masyarakat; c. apotek lainnya; d. balai pengobatan; e. dokter; dan f. pasien.

(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.

(4) Penyerahan . . .

Page 104: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 18 -

(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:

a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;

b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau

c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VII LABEL DAN PUBLIKASI

Pasal 45

(1) Industri Farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika.

(2) Label pada kemasan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan ke dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah, dan/atau kemasannya.

(3) Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label pada kemasan Narkotika harus lengkap dan tidak menyesatkan.

Pasal 46

Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.

Pasal 47 . . .

Page 105: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 19 -

Pasal 47

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pencantuman label dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII

PREKURSOR NARKOTIKA

Bagian Kesatu

Tujuan Pengaturan

Pasal 48

Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan:

a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika;

b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika; dan

c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika.

Bagian Kedua

Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika

Pasal 49

(1) Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II dalam Lampiran Undang-Undang ini.

(2) Penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.

Bagian Ketiga . . .

Page 106: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 20 -

Bagian Ketiga

Rencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 50

(1) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika untuk kepentingan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Rencana kebutuhan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan jumlah persediaan, perkiraan kebutuhan, dan penggunaan Prekursor Narkotika secara nasional.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyusunan rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.

Bagian Keempat

Pengadaan

Pasal 51

(1) Pengadaan Prekursor Narkotika dilakukan melalui produksi dan impor.

(2) Pengadaan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 52

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX . . .

Page 107: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 21 -

BAB IX

PENGOBATAN DAN REHABILITASI

Bagian Kesatu Pengobatan

Pasal 53

(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.

(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Rehabilitasi

Pasal 54

Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 55

(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan . . .

Page 108: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 22 -

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56

(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.

(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

Pasal 57

Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.

Pasal 58

Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.

Pasal 59

(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 60

(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya: a. memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan

pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. mencegah . . .

Page 109: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 23 -

b. mencegah penyalahgunaan Narkotika;

c. mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas;

d. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan

e. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

Pasal 61

(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan Narkotika.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan;

d. produksi;

e. impor dan ekspor;

f. peredaran;

g. pelabelan;

h. informasi; dan

i. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 62

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 63 . . .

Page 110: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 24 -

Pasal 63

Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.

BAB XI

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

Bagian Kesatu

Kedudukan dan Tempat Kedudukan

Pasal 64

(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.

(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 65

(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.

Pasal 66

BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal.

Pasal 67 . . .

Page 111: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 25 -

Pasal 67

(1) BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi.

(2) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangi urusan:

a. bidang pencegahan;

b. bidang pemberantasan;

c. bidang rehabilitasi;

d. bidang hukum dan kerja sama; dan

e. bidang pemberdayaan masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua

Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 68

(1) Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (2) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian

Kepala BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 69

Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:

a. warga negara Republik Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. sehat jasmani dan rohani;

d. berijazah paling rendah strata 1 (satu);

e. berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalam pemberantasan Narkotika;

f. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;

g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;

h. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

i. tidak menjadi pengurus partai politik; dan

j. bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjabat kepala BNN.

Bagian Ketiga . . .

Page 112: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 26 -

Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang

Pasal 70

BNN mempunyai tugas:

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;

e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;

i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

j. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

Pasal 71

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 72 . . .

Page 113: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 27 -

Pasal 72

(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN.

(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.

BAB XII

PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 73

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 74

(1) Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya.

(2) Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 75

Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:

a. melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. memanggil . . .

Page 114: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 28 -

c. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;

d. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

e. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

g. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

h. melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;

i. melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;

j. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan;

k. memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

l. melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya;

m. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;

n. melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman;

o. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

p. melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita;

q. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;

r. meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

s. menghentikan . . .

Page 115: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 29 -

s. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya

dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 76

(1) Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik.

(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.

Pasal 77

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik.

(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan.

(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

(4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78

(1) Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu.

(2) Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 79

Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf j dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan.

Pasal 80 . . .

Page 116: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 30 -

Pasal 80

Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, juga berwenang:

a. mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum;

b. memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait;

c. untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa;

d. untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

e. meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;

f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait;

g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; dan

h. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.

Pasal 81

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 82 . . .

Page 117: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 31 -

Pasal 82

(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

(2) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika berwenang:

a. memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

d. memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

e. menyita bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

g. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

h. menangkap orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 83

Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 84 . . .

Page 118: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 32 -

Pasal 84

Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya.

Pasal 85

Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 86

(1) Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan

b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:

1. tulisan, suara, dan/atau gambar;

2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau

3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Pasal 87

(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN yang melakukan penyitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang diduga Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang mengandung Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat: a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;

b. keterangan . . .

Page 119: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 33 -

b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;

c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

d. tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 88

(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang melakukan penyitaan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan barang sitaan tersebut beserta berita acaranya kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(2) Penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis atau transportasi.

Pasal 89

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada di bawah penguasaannya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyimpanan, pengamanan, dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 90 . . .

Page 120: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 34 -

Pasal 90

(1) Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik BNN, dan penyidik pegawai negeri sipil menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 91

(1) Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/atau dimusnahkan.

(2) Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala kejaksaan negeri setempat.

(3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

(5) Pemusnahan . . .

Page 121: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 35 -

(5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.

(6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.

(7) Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 92

(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN wajib memusnahkan tanaman Narkotika yang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

(2) Untuk tanaman Narkotika yang karena jumlahnya dan daerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.

(3) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:

a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;

b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan;

c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman Narkotika; dan

d. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan.

(4) Sebagian . . .

Page 122: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 36 -

(4) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian.

(5) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh Menteri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(6) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 93

Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92 sebagian kecil Narkotika atau tanaman Narkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lain yang diduga sebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotika tersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal Narkotika atau tanaman Narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik.

Pasal 94

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan dan pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 95

Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barang sitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91.

Pasal 96

(1) Apabila berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terbukti bahwa barang sitaan yang telah dimusnahkan menurut ketentuan Pasal 91 diperoleh atau dimiliki secara sah, kepada pemilik barang yang bersangkutan diberikan ganti rugi oleh Pemerintah.

(2) Besaran . . .

Page 123: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 37 -

(2) Besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh pengadilan.

Pasal 97

Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa.

Pasal 98

Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi bukan berasal dari hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan terdakwa.

Pasal 99

(1) Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan nama dan alamat pelapor atau hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.

(2) Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 100

(1) Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika beserta keluarganya wajib diberi perlindungan oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 101 . . .

Page 124: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 38 -

Pasal 101

(1) Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk negara.

(2) Dalam hal alat atau barang yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah milik pihak ketiga yang beritikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada pengadilan yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama.

(3) Seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan:

a. pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

b. upaya rehabilitasi medis dan sosial.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan harta kekayaan atau aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 102

Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dapat dilakukan atas permintaan negara lain berdasarkan perjanjian antarnegara.

Pasal 103

(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:

a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau

b. menetapkan . . .

Page 125: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 39 -

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

BAB XIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 104

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 105

Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 106

Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:

a. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

d. memperoleh . . .

Page 126: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 40 -

d. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum atau BNN;

e. memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.

Pasal 107

Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 108

(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106 dapat dibentuk dalam suatu wadah yang dikoordinasi oleh BNN.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.

BAB XIV

PENGHARGAAN

Pasal 109

Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 110

Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XV . . .

Page 127: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 41 -

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 111

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 113 . . .

Page 128: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 42 -

Pasal 113

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115 . . .

Page 129: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 43 -

Pasal 115

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 116

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 117 . . .

Page 130: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 44 -

Pasal 117

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 118

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam . . .

Page 131: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 45 -

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 120

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 121

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam . . .

Page 132: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 46 -

(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 122

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 123

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 124 . . .

Page 133: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 47 -

Pasal 124

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 125

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 126 . . .

Page 134: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 48 -

Pasal 126

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.

(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 128

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Pecandu . . .

Page 135: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 49 -

(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah

dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.

(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.

(4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 129

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

Pasal 130

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.

(2) Selain . . .

Page 136: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 50 -

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hukum.

Pasal 131

Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 132

(1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3 (sepertiga).

(3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 133 . . .

Page 137: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 51 -

Pasal 133

(1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 134

(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 135 . . .

Page 138: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 52 -

Pasal 135

Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 136

Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampas untuk negara.

Pasal 137

Setiap orang yang: a. menempatkan, membayarkan atau membelanjakan,

menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, dan/atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

b. menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 138 . . .

Page 139: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 53 -

Pasal 138

Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 139

Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 140

(1) Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 141

Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 142 . . .

Page 140: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 54 -

Pasal 142

Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 143

Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 144

(1) Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3 (sepertiga).

(2) Ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 145

Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 146 . . .

Page 141: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 55 -

Pasal 146

(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.

(2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.

(3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 147

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:

a. pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;

b. pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;

c. pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau

d. pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

Pasal 148 . . .

Page 142: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 56 -

Pasal 148

Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 149

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika provinsi, dan Badan Narkotika kabupaten/kota, dinyatakan sebagai BNN, BNN provinsi, dan BNN kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang ini;

b. Kepala Pelaksana Harian BNN untuk pertama kali ditetapkan sebagai Kepala BNN berdasarkan Undang-Undang ini;

c. Pejabat dan pegawai di lingkungan Badan Narkotika Nasional yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 adalah pejabat dan pegawai BNN berdasarkan Undang-Undang ini;

d. dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata kerja Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini;

e. dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata kerja BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 150

Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap dapat dijalankan sampai dengan selesainya program dan kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya.

Pasal 151 . . .

Page 143: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 57 -

Pasal 151

Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, baik yang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kota dinyatakan sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 152

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 153

Dengan berlakunya Undang-Undang ini: a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698); dan

b. Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 154

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 155

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .

Page 144: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 58 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 12 Oktober 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 Oktober 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 143

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Page 145: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG

NARKOTIKA I. UMUM

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional

maupun . . .

Page 146: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 2 -

maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.

Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota.

Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap

Narkotika . . .

Page 147: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 3 -

Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas. Pasal 4

Cukup jelas. Pasal 5

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Prekursor Narkotika” hanya untuk industri farmasi.

Pasal 6 . . .

Page 148: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 4 -

Pasal 6

Ayat (1)

Huruf a

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Huruf c

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan ”perubahan penggolongan Narkotika” adalah penyesuaian penggolongan Narkotika berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingan nasional.

Pasal 7

Yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk pelayanan rehabilitasi medis.

Yang dimaksud dengan “pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” adalah penggunaan Narkotika terutama untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan serta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika. Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak Narkotika dari

pihak . . .

Page 149: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 5 -

pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai dan Badan Narkotika Nasional serta instansi lainnya.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai:

a. reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.

b. reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.

Pasal 9

Cukup jelas. Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “Narkotika dari sumber lain” adalah Narkotika yang dikuasai oleh pemerintah yang diperoleh antara lain dari bantuan atau berdasarkan kerja sama dengan pemerintah atau lembaga asing dan yang diperoleh dari hasil penyitaan atau perampasan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Narkotika yang diperoleh dari sumber lain dipergunakan terutama untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi termasuk juga keperluan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Ketentuan ini membuka kemungkinan untuk memberikan izin kepada lebih dari satu industri farmasi yang berhak memproduksi obat Narkotika, tetapi dilakukan sangat selektif

dengan . . .

Page 150: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 6 -

dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan Narkotika dapat lebih mudah dilakukan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “produksi” adalah termasuk pembudidayaan (kultivasi) tanaman yang mengandung Narkotika. Yang dimaksud dengan “jumlah yang sangat terbatas” adalah tidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”swasta” adalah lembaga ilmu pengetahuan yang secara khusus atau yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan penelitian dan pengembangan.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “balai pengobatan” adalah balai pengobatan yang dipimpin oleh dokter.

Ayat (2) Ketentuan ini memberi kewajiban bagi dokter yang melakukan praktek pribadi untuk membuat laporan yang di dalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika yang sudah melekat pada

rekam . . .

Page 151: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 7 -

rekam medis dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep selama 3 (tiga) tahun. Dokter yang melakukan praktek pada sarana kesehatan yang memberikan pelayanan medis, wajib membuat laporan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika, dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep selama 3 (tiga) tahun. Catatan mengenai Narkotika di badan usaha sebagaimana diatur pada ayat ini disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen pelaporan mengenai Narkotika yang berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan Narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “pelanggaran” termasuk juga segala bentuk penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Cukup jelas.

huruf e Yang dimaksud dengan “pencabutan izin” adalah izin

yang berkaitan dengan kewenangan untuk mengelola Narkotika.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) . . .

Page 152: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 8 -

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ”dalam keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah apabila perusahaan besar farmasi milik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam melakukan impor Narkotika karena bencana alam, kebakaran dan lain-lain.

Pasal 16

Cukup jelas. Pasal 17

Cukup jelas. Pasal 18

Cukup jelas. Pasal 19

Cukup jelas. Pasal 20

Cukup jelas. Pasal 21

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri” adalah kawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasional tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan ekspor Narkotika agar lalu lintas Narkotika mudah diawasi. Pelaksanaan impor atau ekspor Narkotika tetap tunduk pada Undang-Undang tentang Kepabeanan dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 22

Cukup jelas. Pasal 23

Cukup jelas. Pasal 24

Cukup jelas. Pasal 25 . . .

Page 153: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 9 -

Pasal 25

Ketentuan ini berintikan jaminan bahwa masuknya Narkotika baik melalui laut maupun udara wajib ditempuh prosedur kepabeanan yang telah ditentukan, demi pengamanan lalu lintas Narkotika di Wilayah Negara Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan “penanggung jawab pengangkut” adalah kapten penerbang atau nakhoda.

Pasal 26

Cukup jelas. Pasal 27

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”kemasan khusus atau di tempat yang aman” dalam ketentuan ini adalah kemasan yang berbeda dengan kemasan lainnya yang ditempatkan pada tempat tersendiri yang disediakan secara khusus.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan mengenai batas waktu dalam menyampaikan laporan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dan memperketat pengawasan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas. .

Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jenis” adalah sediaan bentuk garam atau basa. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “bentuk” adalah sediaan dalam bentuk bahan baku atau obat

jadi . . .

Page 154: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 10 -

jadi seperti tanaman, serbuk, tablet, suntikan, kapsul, cairan. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jumlah” adalah angka yang menunjukkan banyaknya Narkotika yang terdiri dari jumlah satuan berat dalam kilogram, isi dalam milliliter.

Huruf c

Cukup jelas. Pasal 30

Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya dalam transito Narkotika dilarang mengubah arah negara tujuan. Namun, apabila dalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa (force majeur) sehingga harus dilakukan perubahan negara tujuan, maka perubahan tersebut harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam ketentuan ini. Selama menunggu pemenuhan persyaratan yang diperlukan, Narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawab pengawasannya berada di bawah Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 31

Ketentuan ini menegaskan bahwa dilibatkannya Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika adalah sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 32

Cukup jelas. Pasal 33

Cukup jelas. Pasal 34

Ketentuan ini menegaskan bahwa batas waktu 3 (tiga) hari kerja dibuktikan dengan stempel pos tercatat, atau tanda terima jika laporan diserahkan secara langsung. Dengan adanya pembatasan waktu kewajiban menyampaikan laporan, maka importir harus segera memeriksa jenis, mutu, dan jumlah atau bobot Narkotika yang diterimanya sesuai dengan Surat Persetujuan Impor yang dimiliki.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36 . . .

Page 155: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 11 -

Pasal 36

Cukup jelas. Pasal 37

Cukup jelas. Pasal 38

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah” adalah bahwa setiap peredaran Narkotika termasuk pemindahan Narkotika ke luar kawasan pabean ke gudang importir, wajib disertai dengan dokumen yang dibuat oleh importir, eksportir, industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, atau apotek. Dokumen tersebut berupa Surat Persetujuan Impor/Ekspor, faktur, surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atau salinan resep dokter, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Narkotika bersangkutan.

Pasal 39

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “industri farmasi, dan pedagang besar farmasi” adalah industri farmasi, dan pedagang besar farmasi tertentu yang telah memiliki izin khusus untuk menyalurkan Narkotika.

Ayat (2)

Ketentuan ini menegaskan bahwa Izin khusus penyaluran Narkotika bagi sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah diperlukan sepanjang surat keputusan pendirian sarana penyimpanan sediaan farmasi tersebut tidak dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 40

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu” adalah sarana yang mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, TNI dan Kepolisian Negara

Republik . . .

Page 156: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 12 -

Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka pelayanan kesehatan.

Huruf d

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”rumah sakit” adalah rumah sakit yang telah memiliki instalasi farmasi memperoleh Narkotika dari industri farmasi tertentu atau pedagang besar farmasi tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas. Pasal 42

Cukup jelas. Pasal 43

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Ketentuan ini menegaskan bahwa rumah sakit yang belum mempunyai instalasi farmasi hanya dapat memperoleh Narkotika dari apotek.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Ketentuan ini menegaskan bahwa pemberian kewenangan penyimpanan dan penyerahan Narkotika

dalam . . .

Page 157: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 13 -

dalam bentuk suntik dan tablet untuk pemakaian oral (khususnya tablet morphin) salah satu tujuannya adalah untuk memudahkan dokter memberikan tablet Narkotika tersebut kepada pasien yang mengidap penyakit kanker stadium yang tidak dapat disembuhkan dan hanya morphin satu-satunya obat yang dapat menghilangkan rasa sakit yang tidak terhingga dari penderita kanker tersebut.

Huruf b

Lihat penjelasan huruf a.

Huruf c

Ketentuan ini menegaskan bahwa penyerahan Narkotika oleh dokter yang menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukan surat izin penyimpanan Narkotika dari Menteri Kesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izin tersebut melekat pada surat keputusan penempatan di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk Narkotika Golongan II dan Golongan III.

Pasal 44

Cukup jelas. Pasal 45

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa pencantuman label dimaksudkan untuk memudahkan pengenalan sehingga memudahkan pula dalam pengendalian dan pengawasannya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “label” adalah label khusus yang diperuntukan bagi Narkotika yang berbeda dari label untuk obat lainnya.

Pasal 46

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dipublikasikan” adalah yang mempunyai kepentingan ilmiah dan komersial untuk Narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika, di kalangan terbatas kedokteran dan farmasi. Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika, tidak termasuk kriteria publikasi.

Pasal 47 . . .

Page 158: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 14 -

Pasal 47

Cukup jelas. Pasal 48

Cukup jelas. Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan ”menteri terkait” antara lain menteri yang membidangi urusan perindustrian dan menteri yang membidangi urusan perdagangan.

Pasal 50

Cukup jelas. Pasal 51

Cukup jelas. Pasal 52

Cukup jelas. Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan ”bukti yang sah” antara lain surat keterangan dokter, salinan resep, atau label/etiket.

Pasal 54

Yang dimaksud dengan ”korban penyalahgunaan Narkotika” adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika.

Pasal 55 . . .

Page 159: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 15 -

Pasal 55

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu Pemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahaya penyalahgunaan Narkotika, khususnya untuk pecandu Narkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tua/wali, masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab pengawasan dan bimbingan terhadap anak-anaknya.

Yang dimaksud dengan “belum cukup umur” dalam ketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 56

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dilakukan dengan maksud untuk memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” misalnya Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dan Pemerintah Daerah. Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika pengguna jarum suntik dapat diberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan antara lain penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dengan pengawasan ketat Departemen Kesehatan.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif lainnya.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mantan Pecandu Narkotika” adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap Narkotika secara fisik dan psikis. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “lembaga rehabilitasi sosial” adalah lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Pasal 59 . . .

Page 160: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 16 -

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Ketentuan ini tidak mengurangi upaya pencegahan melalui kegiatan ekstrakurikuler pada perguruan tinggi.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “kemampuan lembaga” dalam ketentuan ini misalnya memberikan penguatan, dorongan, atau fasilitasi agar lembaga rehabilitasi medis terjaga keberlangsungannya.

Pasal 61

Cukup jelas. Pasal 62

Cukup jelas. Pasal 63

Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama internasional meliputi juga kerja sama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan Narkotika transnasional yang terorganisasi.

Pasal 64

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa dengan dibentuknya Badan Narkotika Nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang mempunyai tugas dan fungsi koordinasi dan operasional dalam pengelolaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

dan . . .

Page 161: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 17 -

dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diharapkan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dapat dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas. Pasal 67

Cukup jelas. Pasal 68

Cukup jelas. Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud “berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia” dalam ketentuan ini adalah tidak mengurangi kemandirian dalam menentukan kebijakan dan melaksanakan tugas dan wewenang BNN.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i . . .

Page 162: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 18 -

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j Cukup jelas.

Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72

Cukup jelas. Pasal 73

Cukup jelas. Pasal 74

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa jika terdapat perkara lain yang oleh undang-undang juga ditentukan untuk didahulukan, maka penentuan prioritas diserahkan kepada pengadilan.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyelesaian secepatnya” adalah mulai dari pemeriksaan, pengambilan putusan, sampai dengan pelaksanaan putusan atau eksekusi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 75

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h . . .

Page 163: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 19 -

Huruf h

Yang dimaksud dengan ”interdiksi” adalah mengejar dan/atau menghentikan seseorang/kelompok orang, kapal, pesawat terbang, atau kendaraan yang diduga membawa Narkotika dan Prekursor Narkotika, untuk ditangkap tersangkanya dan disita barang buktinya.

Huruf i

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik BNN atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan cara menggunakan alat-alat elektronik sesuai dengan kemajuan teknologi terhadap pembicaraan dan/atau pengiriman pesan melalui telepon atau alat komunikasi elektronik lainnya. Termasuk di dalam penyadapan adalah pemantauan elektronik dengan cara antara lain: a. pemasangan transmitter di ruangan/kamar sasaran

untuk mendengar/merekam semua pembicaraan (bugging);

b. pemasangan transmitter pada mobil/orang/barang yang bisa dilacak keberadaanya (bird dog);

c. intersepsi internet; d. cloning pager, pelayan layanan singkat (SMS), dan fax; e. CCTV (Close Circuit Television); f. pelacak lokasi tersangka (direction finder).

Perluasan pengertian penyadapan dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dalam mengembangkan jaringannya baik nasional maupun internasional karena perkembangan teknologi berpotensi dimanfaatkan oleh pelaku kriminal yang sangat menguntungkan mereka. Untuk melumpuhkan/memberantas jaringan/sindikat Narkotika dan Prekursor Narkotika maka sistem komunikasi/telekomunikasi mereka harus bisa ditembus oleh penyidik, termasuk melacak keberadaan jaringan tersebut.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Tes urine, tes darah, tes rambut, dan tes bagian tubuh lainnya dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membuktikan ada tidaknya

Narkotika . . .

Page 164: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 20 -

Narkotika di dalam tubuh satu orang atau beberapa orang, dan tes asam dioksiribonukleat (DNA) untuk identifikasi korban, pecandu, dan tersangka.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Yang dimaksud dengan ”pemindaian” dalam ketentuan ini adalah scanning baik yang dapat dibawa-bawa (portable) maupun stationere.

Huruf o

Cukup jelas.

Huruf p

Cukup jelas.

Huruf q

Cukup jelas.

Huruf r

Cukup jelas.

Huruf s Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas. Pasal 79

Cukup jelas. Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) . . .

Page 165: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 21 -

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika” adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian tersebut sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan fungsi koordinasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 83

Cukup jelas. Pasal 84

Cukup jelas. Pasal 85

Cukup jelas. Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas. Pasal 90

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “laboratorium tertentu” adalah laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92 . . .

Page 166: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 22 -

Pasal 92

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa tanaman Narkotika yang dimaksud pada ayat ini tidak hanya yang ditemukan di ladang juga yang ditemukan di tempat-tempat lain atau tempat tertentu yang ditanami Narkotika, termasuk tanaman Narkotika dalam bentuk lainnya yang ditemukan dalam waktu bersamaan ditempat tersebut.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sebagian kecil” adalah dalam jumlah yang wajar dari tanaman Narkotika untuk digunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Ayat (2)

Ketentuan ini menegaskan bahwa jangka waktu 14 (empat belas) hari dimaksudkan agar penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas di daerah yang letak geografisnya dan transportasinya sulit dicapai dapat melaksanakan tugas pemusnahan Narkotika yang ditemukan dengan sebaik-baiknya karena pelanggaran terhadap jangka waktu ini dapat dikenakan pidana.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat yang menyaksikan pemusnahan” adalah pejabat yang mewakili unsur kejaksaan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Dalam hal kondisi tempat tanaman Narkotika ditemukan tidak memungkinkan untuk menghadirkan unsur pejabat tersebut maka pemusnahan disaksikan oleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota masyarakat setempat.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan identifikasi jenis, isi dan kadar Narkotika (drugs profiling).

Ayat (6) . . .

Page 167: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 23 -

Ayat (6) Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas. Pasal 97

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “seluruh harta kekayaan dan harta benda” adalah seluruh kekayaan yang dimiliki, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, yang berwujud maupun tidak berwujud, yang ada dalam penguasaannya atau yang ada dalam penguasaan pihak lain (isteri atau suami, anak dan setiap orang atau badan), yang diperoleh atau diduga diperoleh dari tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.

Pasal 98

Berdasarkan ketentuan ini Hakim bebas untuk melaksanakan kewenangannya meminta terdakwa untuk membuktikan bahwa seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan setiap orang atau badan bukan berasal dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 99

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pelapor yang memberikan keterangan mengenai suatu tindak pidana Narkotika, agar nama dan alamat pelapor tidak diketahui oleh tersangka, terdakwa, atau jaringannya pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pasal 100

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.

Ayat (2) . . .

Page 168: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 24 -

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 101

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam menetapkan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dirampas untuk negara, hakim memperhatikan ketetapan dalam proses penyidikan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hasilnya” adalah baik yang berupa uang atau benda lain yang diketahui atau diduga keras diperoleh dari tindak pidana Narkotika.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Perampasan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak pidana pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang tetap, dirampas untuk negara dan dapat digunakan untuk biaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta untuk pembayaran premi bagi anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika. Dengan demikian masyarakat dirangsang untuk berpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Disamping itu harta dan kekayaan atau aset yang disita negara tersebut dapat pula digunakan untuk membiayai rehabilitasi medis dan sosial para korban penyalahguna Narkotika dan Prekursor Narkotika. Proses penyidikan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak pidana pencucian uang dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103 . . .

Page 169: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 25 -

Pasal 103

Ayat (1)

Huruf a

Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata memutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa putusan hakim tersebut merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan.

Huruf b

Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata menetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa penetapan hakim tersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Penetapan tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu penekanan bahwa Pecandu Narkotika tersebut walaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika, tetapi tetap wajib menjalani pengobatan dan perawatan.

Biaya pengobatan dan atau perawatan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab negara, karena pengobatan dan atau perawatan tersebut merupakan bagian dari masa menjalani hukuman. Sedangkan bagi pecandu Narkotika yang tidak terbukti bersalah biaya pengobatan dan/atau perawatan selama dalam status tahanan tetap menjadi beban negara, kecuali tahanan rumah dan tahanan kota.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas. Pasal 107 . . .

Page 170: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 26 -

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas. Pasal 109

Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaan harus tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindungan terhadap yang diberi penghargaan. Penghargaan diberikan dalam bentuk piagam, tanda jasa, premi, dan/atau bentuk penghargaan lainnya.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas. Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “cacat permanen” dalam ketentuan ini adalah cacat fisik dan/atau cacat mental yang bersifat tetap atau tidak dapat dipulihkan/disembuhkan.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118 . . .

Page 171: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 27 -

Pasal 118

Cukup jelas. Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas. Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Cukup jelas.

Pasal 124

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

Pasal 127

Cukup jelas.

Pasal 128

Cukup jelas. Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132 . . .

Page 172: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 28 -

Pasal 132

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”percobaan” adalah adanya unsur-unsur niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas. Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas. Pasal 137

Cukup jelas.

Pasal 138

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

Pasal 143 . . .

Page 173: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 29 -

Pasal 143

Cukup jelas.

Pasal 144

Cukup jelas.

Pasal 145

Cukup jelas. Pasal 146

Cukup jelas.

Pasal 147

Cukup jelas.

Pasal 148

Cukup jelas.

Pasal 149

Cukup jelas.

Pasal 150

Cukup jelas.

Pasal 151

Cukup jelas.

Pasal 152

Cukup jelas.

Pasal 153

Cukup jelas. Pasal 154

Cukup jelas.

Pasal 155

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 5062

Page 174: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.

3. Opium masak terdiri dari :

a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.

10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.

11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina

12. Acetil – alfa – metil fentanil

: N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida

LAMPIRAN I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 35 Tahun 2009 2009 2009

TANGGAL : 12 Oktober 2009 Juli 2009

13. Alfa-metilfentanil . . .

Page 175: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 2 -

13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida

14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida

15. Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida

16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil

: N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida.

17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina

18. Etorfina

: tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina

19. Heroina : Diacetilmorfina

20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4-propionilpiperidina

21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida

22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida

23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)

24. Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida

25. PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)

26. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida

27. BROLAMFETAMINA, nama lain DOB

: (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina

28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol

29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina

30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H- dibenzo[b, d]piran-1-ol

31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol

32. DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina

33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE

: N-etil-1-fenilsikloheksilamina

34. ETRIPTAMINA : 3-(2aminobutil) indole

35. KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon

36. ( + )-LISERGIDA, nama lain LSD, LSD-25

: 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina-8 β –karboksamida

37. MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina

38. meskalina . . .

Page 176: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 3 -

38. meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina

39. METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on

40. 4- metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina

41. MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina

42. N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin

43. N-hidroksi MDA : (±)-N-[ α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetil]hidroksilamina

44. paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-dibenzo [b,d] piran-1-ol

45. PMA : p-metoksi- α -metilfenetilamina

46. psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol

47. PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat

48. ROLISIKLIDINA, nama lain PHP,PCPY

: 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidina

49. STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina

50. TENAMFETAMINA, nama lain MDA

: α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina

51. TENOSIKLIDINA, nama lain TCP

: 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina

52. TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α -metilfenetilamina

53. AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina

54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina

55. FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina

56. FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin

57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP

: 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina

58. LEVAMFETAMINA, nama lain levamfetamina

: (- )-(R)- α -metilfenetilamina

59. levometamfetamina : ( -)- N, α -dimetilfenetilamina

60. MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon

61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina

62. METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon

63. ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-piperazinetano

64. Opium Obat. . .

Page 177: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 4 -

64. Opium Obat

65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II

1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana

2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol

4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida

6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

7. Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-karboksilat etil ester

8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana

9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina

11. Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina

12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol

13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina

14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana

15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1-benzimidazolinil)-piperidina

16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)butil]-morfolina

17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida

18. Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena

19. Difenoksilat . . .

Page 178: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 5 -

19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik

21. Dihidromorfina

22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol

23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat

24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena

25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat

26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona

27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol

28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.

29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena

30. Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5-nitrobenzimedazol

32. Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester)

33. Hidrokodona : Dihidrokodeinona

34. Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-karboksilat etil ester

35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina

36. Hidromorfona : Dihidrimorfinona

37. Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona

38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona

39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida

40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan

41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan

42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina

44. Klonitazena . . .

Page 179: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 6 -

44. Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol

45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima

46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan

47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina

48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan

49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan

50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona

51. Metadona intermediat : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana

52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan

53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina

54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina

55. Metopon : 5-metildihidromorfinona

56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina

57. Moramida intermediat : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat

58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

59. Morfina-N-oksida

60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida

61. Morfina

62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina

63. Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana

64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan

65. Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona

66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina

67. Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona

68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona

69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona

70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina

71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

72. Petidina intermediat C . . .

Page 180: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 7 -

72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat

73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-karboksilat etil ester

75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-piperdina-4-karboksilat amida

76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana

77. Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester

78. Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan

79. Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina

80. Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan

81. Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida

82. Tebaina

83. Tebakon : Asetildihidrokodeinona

84. Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-karboksilat

85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III

1. Asetildihidrokodeina

2. Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol propionat

3. Dihidrokodeina

4. Etilmorfina : 3-etil morfina

5. Kodeina : 3-metil morfina

6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina

7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina

8. Norkodeina . . .

Page 181: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 8 -

8. Norkodeina : N-demetilkodeina

9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina

10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida

11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina

12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas

13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika

14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

sesuai dengan aslinya

Page 182: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44871/1/APRIYANTO... · narkotika di Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan

- 9 -

GOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR

TABEL I

1. Acetic Anhydride.

2. N-Acetylanthranilic Acid.

3. Ephedrine.

4. Ergometrine.

5. Ergotamine.

6. Isosafrole.

7. Lysergic Acid.

8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone.

9. Norephedrine.

10. 1-Phenyl-2-Propanone. 11. Piperonal. 12. Potassium Permanganat.

13. Pseudoephedrine. 14. Safrole.

TABEL II

1. Acetone.

2. Anthranilic Acid.

3. Ethyl Ether.

4. Hydrochloric Acid.

5. Methyl Ethyl Ketone.

6. Phenylacetic Acid.

7. Piperidine.

8. Sulphuric Acid.

9. Toluene. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

LAMPIRAN II

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 35 Tahun 2009 2009 2009

TANGGAL : 12 Oktober 2009 9 Juli 2009

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan