SKRIPSI - Islamic Universityrepository.uinjambi.ac.id/2460/1/SM120328_Fitra Kusuma...persoalan jual...
Transcript of SKRIPSI - Islamic Universityrepository.uinjambi.ac.id/2460/1/SM120328_Fitra Kusuma...persoalan jual...
EFEKTIVITAS OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI KOTA JAMBI
(Studi Kasus Otoritas Jasa Keuangan Kota Jambi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Syariah
Oleh:
Fitra Kusuma
NIM: SM.120328
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1440 H/2018 M
iv
MOTTO
الدهار الخرة ول تىس وصيبك مه وابتغ فيما آتاك الله
إليك ول تبغ الفساد في ويا وأحسه كما أحسه الله الد
ل يحب المفسديه الرض إنه الله
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS Al-Qashash [28] : 77)
v
PERSEMBAHAN
Sujud syukur kupersembahkan pada ALLAH yang Maha Kuasa,
berkat dan rahmat detak jantung, denyut nadi, nafas dan putaran roda
kehidupan yang diberikan-Nya hinga saat ini saya dapat
mempersembahkan skripsi ini pada orang-orang tersayang:
Kedua orang tuaku Bapak (Selamat) dan Ibundaku (Nurhayati)
Tercinta yang tak pernah lelah membesarkanku dengan penuh kasih
sayang, serta memberi dukungan, perjuangan, motivasi dan
pengorbanan dalam hidup ini. Terima kasih buat Bapak dan Ibu.
Pengisi Ruang Hati (Idayanti S.Pt) yang selalu menyemangatiku,
memberi motivasi dan dukungan, Doa serta rasa sayang dan cintanya
yang begitu indah buatku. Thank’s for your love.
Untuk Dosen Pembimbing (Bapak Prof. Dr. H. A. Husein Ritonga,
MA dan Bapak Drs. A. Faruk, MA) yang selalu sabar dalam
membimbing dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Serta untuk seluruh sahabat-sahabat yang selalu mendukung dan
membantu dalam menyelesaikan skripsi saya ini. Terima kasih untuk
semuanya.
vi
vii
viii
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya keingintahuan mengenai
proses pengawasan serta Efektivitas Otoritas Jasa Keuangan terkait fungsinya
dalam mengawasi perbankan terutama dalam mengawasi dan mengatur perbankan
syariah. Tujuan adanya penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana porses
pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan terhadap perbankan syariah
di kota jambi dan efektivitasnya dalam perkembangan perbankan syariah di
daerah kota jambi. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif deskiptif
dengan metode pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan penulis, diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut:
pertama, proses pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan di
daerah jambi hanya dapat dilakukan untuk perbankan syariah yang berkantor
pusat di Jambi, sementara untuk perbankan syariah yang tidak berkantor pusat di
Jambi, pengawasan dilakukan secara langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan Pusat.
Kedua, proses pengawasan yang dapat dilakukan terhadap perbankan syariah di
Kota Jambi khususnya dalam dunia perbankan syariah, hanya pada Unit Usaha
Syariah Bank Pemerintah Daerah Jambi. Ketiga, untuk melakukan pengawasan
terhadap perbankan syariah, Otoritas Jasa Keuangan bekerjasama dengan Dewan
Pengawas Syariah yang terdapat pada perbankan syariah tersebut. Keempat,
kontribusi yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan selama ini guna mendukung
perkembangan perbankan syariah ialah dengan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang perbankan
syariah, khususnya dalam bidang perbankan syariah, Otoritas Jasa Keuangan juga
berkontribusi dalam membantu permasalahan konsumen terhadap perbankan
sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................................... iii
MOTTO ..................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ...................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 8
C. Tujuan dan kegunaan penelitian...................................................... 8
D. Batasan Masalah.............................................................................. 9
E. Kerangka Teori................................................................................ 9
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 16
BAB II METODE PENELITIAN ............................................................ 18
A. Pendekatan Penelitian ..................................................................... 18
B. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 18
C. Instrumen Pengumpulan Data ......................................................... 19
D. Teknik Analisi Data ........................................................................ 20
E. Sistematika Penulisan ..................................................................... 22
x
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN.................... 24
A. Sejarah Singkat Otoritas Jasa Keuangan ......................................... 24
B. Tujuan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ................................ 25
C. Visi, dan Misi Otoritas Jasa Keuangan ........................................... 25
D. Nilai Strategis dan Strategi Otoritas Jasa Keuangan Dalam
Pencapaian Visi dan Misi ................................................................ 26
E. Struktur Organisasi Lembaga Otoritas Jasa Keuangan ................... 29
F. Asas Otoritas Jasa Keuangan .......................................................... 32
G. Ruang Lingkup Wewenang Otoritas Jasa Keuangan ...................... 33
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 44
A. Proses Pengawasan Yang Dilakukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Perbankan Syariah Di Kota Jambi .................................................. 44
B. Efektivitas Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Perkembangan
Perbankan Syariah Di Kota Jambi .................................................. 50
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 59
A. Kesimpulan ..................................................................................... 59
B. Saran ................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 61
CURICULUM VITAE .............................................................................. 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Muamalah merupakan hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia,
sebab dengan muamalah ini manusia dapat berhubungan satu sama lain yang akan
menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga akan tercipta segala sesuatu yang
diinginkan dalam mencapai kebutuhan hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan
makna muamalah itu sendiri, yaitu sebagai hukum keduniaan. Misalnya, dalam
persoalan jual beli, utang piutang, kerja sama dagang, dan perserikatan atau sewa-
menyewa.1
Muamalah sebagai sistem sosial kemasyarakatan Islam, dapat dipahamkan
dari tujuan syariah (maqasid al-syariah) dalam rangka terpeliharanya lima hal
yang bersifat mutlak (khamsa al-Dharuri) bagi manusia, yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan danharta benda. Dalam kitabnya al-Muwafaqat fi Usul al-Syari’ah,al-
Syatibi mengemukakan bahwa tujuan utama Allah SWT mensyriatkan hukum-
Nya adalah untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Karena itu, taklif
dalam bidang hukum mestilah bermuara pada tujuan hukum tersebut.2
Bermuamalah, termasuk kegiatan ekonomi, pada dasarnya adalah kegiatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, baik dalam bentuk
produksi, konsumsi, distribus, maupun kegiatan-kegiatan lainnya.3 Dalam
kegiatan muamalah transaksi yang dilakukan, secara sederhana transaksi diartikan
1M. Hasbi Umar, Filsafat Fiqh Muamalat Kontemporer, (Jakarta, PT RajaGrafindo
Persada, 2014), hlm. 207. 2 Ibid, Hlm. 20
3 Ibid, Hlm. 55
2
peralihan hak dan kepemilikan dari satu tangan ke tangan lain. Ini merupakan satu
cara dalam sistem muamalah Islam untuk memperoleh harta disamping
mendapatkannya sendiri sebelum menjadi milik seseorang, dan ini merupakan
cara yang paling lazim dalam mendapatkan hak. Transaksi itu secara umum
dalam Al-Qur’an harus diartikan dengan tijarah. Cara berlangsungnya tijarah ini,
menurut Al-Qur’an harus dengan prinsip suka sama suka dan bebas dari unsure
penipuan untuk mendapatkan sesuatu yang ada manfaatnya dalam pergaulan
hidup di dunia ini.4
Pada Al-Qur’an surat Al-Kahfi : 46 dan An-Nisa : 14 dijelaskan bahwa
kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan
kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi, kebutuhan manusi
terhadap harta meupakan kebutuhan yang mendasar. Karena harta sebagai titipan,
manusia tidak memiliki harta secara mutlak sehingga dalam pandangan tentang
harta,terdapat hak orang lain seperti zakat harta dan lain-lainnya.5
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak
pula pada mekanisme pengelolaan dan penataan harta yang beredar dikalangan
umat manusia sebagai anugerah dari Allah SWT. dan segala bentuk harta yang
diamanahkan Allah kepada manusia harus dikelola dengan baik sesuai dengan
prinsip Islam sebagai landasan dasar muamalah maliyah demi kemakmuran
manusia itu sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita yang tersebut di atas, maka
manusia mulai mengembangkan peradabannya dengan mencetuskan berbagai
wadah dan fasilitas yang dimanfaatkan bersama dalam proses pengelolaan harta
4 Ibid, Hlm. 208
5 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 12-13
3
yang berputar di antara mereka. Salah satu produk yang berfungsi sebagai wadah
pengelolaan harta dari peradaban manusia adalah bank.
Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Menurut Fuad Mohd. Fachruddin bahwa yang dimaksud dengan bank
menurut istilah adalah suatu perusahaan yang memperdagangkan utang –piutang,
baik yang berupa uangnya sendiri maupun orang lain. Perbankan Indonesia
dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional,
kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan
yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran,
pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan,
sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Sebagai lembaga formal, bank diharapkan dapat mengakomodir seluruh
kebutuhan manusia tentang pengelolaan harta mereka. Pengelolaan harta tersebut
dapat diimplementasikan dalam bentuk bisnis berbasis syariat Islam.6
Berkembangnya bank-bank dengan landasan Syariah Islam diberbagai
Negara pada dekade 1970-an, memiliki pengaruh yang sangat besar pula bagi
6Ibid, hlm. 284.
4
Indonesia. Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
beragam suku bangsa, agama dan bahasa dengan jumlah penduduk 240 juta lebih.
Meskipun bukan Negara Islam, Indonesia merupakan Negara dengan penduduk
muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk beragama Islam sebanyak
88%. Semakin majunya sistem keuangan dan perbankan serta semakin
meningkatnya kesejahteraan, kebutuhan masyarakat, khususnya Muslim. Oleh
karena itulah menyebabkan semakin besarnya kebutuhan masyarakat terhadap
layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip Syariah.7
Atas dasar dorongan kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa
perbankan syariah itulah, akhirnya bank syariah pertama kali berdiri pada tahun
1992. Semenjak itu, pemerintah Indonesia perlahan mulai memperkenalkan dual
banking sistem, yaitu perbankan Syariah dan perbankan Konvensional. Komitmen
pemerintah dalam usaha pengembangan perbankan syariah baru mulai dirasakan
sejak tahun 1998 yang memberikan ruang dan kesempatan yang luas kepada bank
syariah untuk dapat berkembang.8
Sesuai labelnya bank syariah adalah institusi keuangan yang berbasis
syariat Islam. Hal ini berarti bahwa secara makro bank syariah merupakan
institusi keuangan yang memposisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam peran
mendukung dan memainkan kegiatan investasi untuk masyarakat sekitarnya.
Dalam kacamata mikro, bank syariah adalah institusi keuangan yang menjamin
seluruh aktivitas investasi yang menyertainya telah sesuai dengan hukum
ekonomi syariah. Untuk itu, diperlukan adanya pengawasan yang baik.
7Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),
hlm. 203. 8Ibid, hlm. 203.
5
Dalam sejarah umat Islam lembaga pengawas disebut dengan Hisbah.
Secara terminologi Ibnu Taimiyah mendefinisikan hisbah sebagai lembaga yang
mempunyai wewenang untuk menegakkan amr ma’ruf nahy munkar yang bukan
termasuk wewenang umara (penguasa). Namun, definisi yang lebih spesifik
dikemukakan oleh Rafiq Yunus al-Mishri, hisbah adalah petugas yang bertugas
mengawasi pasar serta tingkah laku masyarakat.
Berdasarkan definisi diatas setidaknya ada tiga poin penting mengenai
hisbah, yaitu hisbah merupakan institusi atau lembaga yang secara khusus
dibentuk pemerintah, tugas utama hisbah ialah amr ma’ruf nahy munkar, dan
tugas khusus hisbah adalah mengawasi berbagai kegiatan ekonomi di pasar, serta
menjaga mekanisme pasar agar berjalan normal.9
Hisbah disyariatkan dalam Islam berdasarkan isyarat yang terdapat dalam
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”10
Dapat dikatakan hisbah menjadi dasar terbentuknya lembaga-lembaga
pengawas pada saat ini. Itu juga berarti bahwa pembentukan lembaga pengawas
pada saat ini mengekor pada sejarah yang telah ada pada zaman Rasulullah SAW.
terbukti pada lembaga pengawas terutama dalam hal pengawasan dibidang
9 Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktifitas Ekonomi, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2014), Hlm. 175-176 10
Q.S. Ali Imran ayat: 104
6
ekonomi khususnya perbankan sangat diperhatikan, ditambah lagi dengan
pesatnya perkembangan bank syariah mendorong pemerintah untuk dapat cepat
dan tanggap dalam mengawasi perkembangan bank syariah tersebut.
Saat ini di Indonesia, perkembangan bank-bank syariah sangat signifikan.
Perkembangan dapat dilihat dari banyaknya bermunculan bank-bank syariah yang
dengan cepat mewarnai perputaran ekonomi di bidang jasa pengelola dan
penyaluran keuangan. Namun perlu adanya peran pemerintah untuk dapat
memastikan keabsahan dan kebenaran prinsip-prinsip syariah yang diterapkan
pada perbankan syariah tersebut. Untuk itu perlu adanya lembaga pengawas yang
mengawasi secara menyeluruh sehingga perbankan syariah tersebut benar-benar
menerapkan prinsip syariah secara baik.
Selanjutnya perlu adanya pendekatan yang dilakukan guna mengetahui
dan memastikan keIslaman pada suatu bank. Pendekatan yang digunakan secara
luas untuk memastikan keIslaman dari perbankan Syariah ditingkat sektor swasta
adalah badan pengawas agama atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hal ini untuk memastikan bahwa aktivitas
sehari-hari bank Islam adalah untuk area mobilisasi dan alokasi sumber daya yang
sesuai dengan Hukum Ekonomi Syari’ah.11
Dalam dunia perbankan terdapat pula
lembaga pengawas perbankan yang langsung berada dibawah naungan
pemerintah, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
11
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008 ), hlm.
188.
7
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa
keuangan non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan lainnya. OJK merupakan lembaga pengawasan yang
dilatarbelakangi kebutuhan akan pentingnya suatu lembaga pengawas yang
mampu mengatur sekaligus memberikan arahan kepada perbankan agar berjalan
sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Selain itu, OJK juga melakukan
pengawasan secara menyeluruh terhadap lembaga keuangan, baik itu pinsip yang
digunakan maupun mekanisme pengelolaan keuangan yang dilakukan. Sebelum
ada OJK pengawasan industri keuangan berjalan terpisah di bawah dua regulator
yaitu Bank Indonesia yang mengawasi perbankan dan Bapepam-LK (Lembaga
Keuangan) yang mengawasi pasar modal dan industri keuangan non-bank.12
OJK memang belum lama ini ikut berperan di dalam dunia pengawasan
perbankan. Sehingga masyarakat belum begitu mengetahui tentang kinerjanya
dan menganggap bahwa OJK hanya sebagai lembaga pengawas yang mengawasi
perbankan konvensional, namun pada kenyataannya OJK mengawasi seluruh
lembaga-lembaga keuangan ataupun badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat, baik itu secara konvensional ataupun secara
syariah.
Namun masih dirasakan kurangnya efektivitas OJK sebagai lembaga
pengawasan bagi perbankan syariah, menimbulkan asumsi dan keraguan bagi
masyarakat tentang efektifitas OJK sebagai lembaga pengawasan perbankan,
12
Buku Saku OJK, hlm. 2
8
khususnya perbankan syariah. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi yang
dilakukan oleh pihak lembaga OJK itu sendiri kepada masyarakat luas terkait
dengan apa saja fungsi dan wewenang OJK sebagai salah satu lembaga
pengawasan dalam bidang keuangan khususnya perbankan syariah. Masih
banyaknya permasalahan yang terjdi pada parkembangan lembaga keuangan
syariah juga menjadi hal yang menjadi tolak ukur efektivitas OJK dalam
melakukan pengawasan, mulai dari permasalahan prinsip-prinsip syariah yang
diterapkan hingga kurangnya ketegasan hukum terhadap perbankan syariah yang
belum sepenuhnya menerapkan prinsip syariah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, untuk itulah penulis mengangkat
penelitian tentang “Efektivitas Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi
Perkembangan Perbankan Syariah Di Kota Jambi (Studi Kasus Otoritas
Jasa Keuangan Kota Jambi)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pengawasan yang dilakukan OJK terhadap perbankan
syariah di Kota Jambi?
2. Bagaimana efektivitas Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi
perkembangan perbankan syariah di Kota Jambi?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengawasan yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan terhadap perbankan syariah di kota Jambi
9
2. Untuk mengetahui dan memahami tingkat efektivitas Otoritas Jasa
Keuangan terhadap perkembangan perbankan syariah di kota Jambi
Kegunaan penelitian ini meliputi beberapa hal, antara lain:
1. Bagi para mahasiswa agar dapat mengembangkan pemikiran yang lebih
luas dari penelitian ini. Khusus bagi mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah
agar mampu memahami dan mengembangkan secara luas.
2. Bagi masyarakat luas agar mampu mengerti dan memahami secara jelas
tentang fungsi, dan kewenangan serta kontribusi dari kerja otoritas jasa
keuangan terhadap perkembangan perbankan syariah.
3. Bagi masyarakat luas agar mampu mengerti dan memahami secara jelas
tentang fungsi, dan kewenangan serta kontribusi dari kerja Otoritas Jasa
Keuangan terhadap perkembangan syariah.
D. Batasan Masalah
Berdasarkan judul penelitian yang penulis angkat, maka tumpuan utama
yang dibahas dalam karya ilmiah ini ialah tentang efektivitas Otoritas Jasa
Keuangan terhadap perkembangan perbankan syariah di kota Jambi, yaitu dalam
hal pengawasan, pengaturan dan perlindungan terhadap perbankan syariah.
Batasan masalah ini penulis sampaikan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
pembahasan, baik terhadap penulis maupun pembaca.
E. Kerangaka Teori
1. Fungsi dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
10
Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas utama dari OJK
adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:
a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank
yang meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan
kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit
(credit testing); dan standar akuntansi bank;
4. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-
11
pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan
perbankan; serta pemeriksaan bank.
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
1. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
2. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
3. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
4. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
5. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada lembaga jasa keuangan;
6. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:
1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan
atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
12
4. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau
pihak tertentu;
5. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
6. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
7. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
8. Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan
melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran dan penetapan lain.13
2. Perkembangan Perbankan Syariah
Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, BI
memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga.
Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta
kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang
perekonomian. Pada tahun 1983 tersebut pemerintah Indonesia pernah berencana
menerapkan "sistem bagi hasil" dalam perkreditan yang merupakan konsep dari
perbankan syariah.
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi
Perbankan 1988 (Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya kepada
bisnis perbankan harus dibuka seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan
13
Buku Saku OJK, hlm. 5-9
13
(liberalisasi sistem perbankan). Meskipun lebih banyak bank konvensional yang
berdiri, beberapa usaha-usah perbankan yang bersifat daerah yang berasaskan
syariah juga mulai bermunculan.
Inisiatif pendirian bank Islam Indoensia dimulai pada tahun 1980 melalui
diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Sebagai uji
coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di
antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta
(Koperasi Ridho Gusti).
Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja
untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan
perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian
dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25
Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja
pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim
Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi
dengan semua pihak yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank
syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang
sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1
Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp.
106.126.382.000,-
14
Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belum memperoleh
perhatian yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasan
hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir
dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil" pada UU No. 7
Tahun 1992; tanpa rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang
diperbolehkan.
Pada tahun 1998, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melakukan
penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998, yang
secara tegas menjelaskan bahwa terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air
(dual banking system), yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan
syariah. Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan
berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri,
Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan
BPD Aceh dll.
Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian
hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No.21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun 2009 tentang
Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa. Dengan
telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan
syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan
mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres
15
perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih
dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri
perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin
signifikan. Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS
dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun
(2009-2010).
Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia,
dalam dua dekade pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak
pencapaian kemajuan, baik dari aspek kelembagaan dan infrastruktur penunjang,
perangkat regulasi dan sistem pengawasan, maupun awareness dan literasi
masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Sistem keuangan syariah kita
menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional.
Per Juni 2015, industri perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22
Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS
dengan total aset sebesar Rp. 273,494 Triliun dengan pangsa pasar 4,61%. Khusus
untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta, total aset gross, pembiayaan, dan Dana Pihak
Ketiga (BUS dan UUS) masing-masing sebesar Rp. 201,397 Triliun, Rp. 85,410
Triliun dan Rp. 110,509 Triliun.
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan
berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka pengawasan dan
pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK. OJK selaku otoritas sektor
jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan
sektor keuangan syariah yang telah tertuang dalam Roadmap Perbankan Syariah
16
Indonesia 2015-2019 yang dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah 2014.
Roadmap ini diharapkan menjadi panduan arah pengembangan yang berisi
insiatif-inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang
ditetapkan.14
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan salah satu langkah penting dalam melakukan
penelitian. Karena tinjauan pustaka berfungsi sebagai penyedia informasi terkait
penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya pengulangan (duplikasi)
dan membimbing peneliti tentang apa yang perlu diselidiki lebih lanjut.
Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang pernah membahas tentang
Otoritas Jasa Keuangan ialah:
1. Skripsi mahasiswa dari Universitas Hasanudin Makassar yang bernama
Muhammad Firmansyah. Beliau meneliti dengan judul “Kewenangan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Lembaga Pengawasan Perbankan di
Indonesia”. Skripsi yang di bahas oleh Muhammad Firmansyah ini terfokus
kepada pembahasan mengenai pengawasan perbankan di Indonesia dan
hubungan ojk dengan bank Indonesia.
2. Skripsi mahasiswi dari Universitas Jember yang bernama Retta Christina
Sinaga. Beliau meneliti dengan judul “Aspek Hukum Pengalihan Pengawasan
Perbankan Kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”. Skripsi ini terfokus
14
http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Sejarah-Perbankan-Syariah.aspx
17
kepada aspek hukum yang yang dipakai terhadap pengalihan pengawasan
perbankan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
3. Skripsi mahasiswi Universitas Airlangga yang bernama Mirza Nindya Putri.
Beliau meneliti dengan judul “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dalam
Rangka Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Perbankan”. Fokus skripsi
ini ialah pada perlindungan konsumen perbankan yang dilakukan OJK.
Yang membedakan skripsi yang penulis buat dengan penelitian-penelitian
terdahulu ialah pada pokok pembahasan utama, yaitu penelitian ini memuat
tentang efektivitas Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan terhadap perbankan
syariah di Kota Jambi. Jadi, yang menjadi fokus utamanya ialah efektivitas OJK
terhadap perkembangan bank syariah.
18
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Adapun paradigma penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
ialah bersifat kualitatif. Pendekatan yang digunakan penulis bersifat
fenomenologi atau yang juga sering disebut sebagai kualitatif deskriptif.15
Pendekatan ini ialah dengan melakukan penciuman lapangan untuk dapat
memperoleh hasil yang sesuai dengan praktek yang ada.
B. Jenis dan Sumber Data
Secara umum jenis data dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu
data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam penelitian, yang
diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari lokasi objek penelitian,
atau keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan. Dalam
penelitian ini data primer diperoleh dari hasil penelitian langsung terhadap pejabat
Otoritas Jasa Keuangan Kota Jambi.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara
tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data ini diperoleh dari dengan cara
mengutip dari sumber lain, sehingga tidak bersifat authentik, karena sudah
15
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, Pedoman Penulisan Skripsi, Edisi Revisi, (Jambi:
Syariah Press IAIN STS Jambi, 2014 ), hlm. 32.
19
diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya.16
Dalam hal data sekunder ini
dapat diperoleh dari dokumen-dokumen atau buku.
C. Instrumen Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dalam penelitian ini adalah sebagai instrumen untuk
mendapatkan data utama dalam menilai hubungan birokrasi dan politik. Teknik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi non partisipasi.
Kedudukan peneliti hanya sebagai pengamat dan selama proses observasi akan
dibuat catatan-catatan untuk keperluan analisis dan pengecekan data kembali.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan terwawancara.17
Instrumen ini
digunakan untuk mendapatkan data mentah dari informan, sehingga dapat
ditemukan data baru yang tidak terdapat dalam dokumen. Data mentah ini adalah
data utama dalam penelitian ini yang diperoleh oleh peneliti secara langsung dari
informan yang bermanfaat untuk menjawab persoalan penelitian.18
Jadi, dalam
penelitian ini data mentah tersebut langsung didapat dari staf ataupun yang
berwenang di kantor Otoritas Jasa Keuangan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau
peristiwa pada masa yang lampau baik berupa gambar maupun yang bersifat
16
Ibid, hlm.34. 17
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008), hlm. 186 18
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, Pedoman.., hlm. 34.
20
catatan. Dalam sebuah penelitian, semua dokumentasi yang berhubungan dengan
penelitian yang bersangkutan perlu dicatat sebagai sumber informasi.19
Dalam
penelitian ini yang menjadi dokumentasi, yaitu laporan-laporan pengawasan yang
dilakukan OJK terhadap perbankan syariah di Kota Jambi.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian menjelaskan tentang alat-alat analisis,
perspektif dan model analisis. Kerangka teoritis yang dibangun harus dijadikan
sebagai dasar untuk model analisis.20
Bogdan dan Biklen menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.21
Mengingat bahwa tulisan ini membahas mengenai hubungan antara
Otoritas jasa keuangan terhadap perbankan syariah yang mana menyangkut
kontribusi yang diberikan OJK dalam mempengaruhi perkembangan bank syariah
di kota Jambi.
Berdasarkan hal tersebut maka data-data yang diperoleh dalam penelitian
ini akan di analisis dengan menggunakan beberapa teknik analisis yang dapat
membantu dalam menguraikan data-data yang di dapat dalam penelitian, adapun
analisis yang digunakan, yaitu:
19
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Gasindo, 2007), Hlm. 123 20
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, Pedoman…, hlm.51-52 21 Lexy J. Moleong, Metodeologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 2008), Hlm. 248
21
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya apabila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan,
seperti komputer, notebook, dan lain sebagainya.
Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan
dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena
itu, apabila peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang
dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus
dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan, keleluasaan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang
masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan dengan teman
atau orang lain yang dipandang cukup menguasai permasalahan yang diteliti.
Melalui diskusi itu, wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat
mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang
signifikan.22
2. Display Data (Penyajian Data)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, dan sejenisnya. Menurut Miles dan Huberman, yang paling sering
22
http://www.ssbelajar.net/2012/11/pengolahan-data-kualitatif.html
22
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks
yang bersifat naratif.
Dengan adanya penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau bahkan gelap, sehingga
setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini dapat berupa hubungan kausal atau
interaktif, maupun hipotesis atau teori.23
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berisi mengenai garis besar skripsi ini, yang
dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman tentang garis besar isi penelitian
ini secara keseluruhan. Skripsi ini terbagi dalam beberapa bab, yaitu:
BAB I: Bab ini membahas mengenai pendahuluan yang mencakup latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, batasan masalah,
serta tinjauan pustaka.
BAB II: Bab ini membahas mengenai Metode Penelitian yang didalam bab
ini mencakup, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan data, teknik
analisis data serta sistematika penulisan.
23
Ibid
23
BAB III: Bab ini membahas mengenai gambaran umum tempat penelitian
yang menjelaskan mengenai tempat dimana penulis akan melakukan penelitian.
BAB IV: Bab ini membahas mengenai pembahasan dan hasil dari
penelitian yang mencakup kontribusi pihak Otoritas Jasa Keuangan terhadap
perbankan Syariah dan proses pengawasan yang dilakukan.
BAB V: Bab ini adalah bab penutup yang di dalamnya berisi kesimpulan
dari hasil penelitian, saran dan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah turut
andil dalam penyelesaian skripsi ini.
24
BAB III
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk
berdasarkan UU Nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa
keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya. Secara lebih lengakap, OJK adalah Lembaga
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, OJK mempunyai fungsi,
tugas dan wewenang perngaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 21 tersebut.
Sebelum ada OJK pengawasan industri keuangan berjalan terpisah di
bawah dua regulator, yaitu Bank Indonesia yang mengawasi perbankan dan
Bapepam-LK (Lembaga Keuangan) yang mengawasi pasar modal dan industri
keuangan non-bank.
Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal secara
resmi beralih dari Kementrian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31
Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sector perbankan beralih ke OJK pada
31 Desember 2013 dan Lembaga Keuangan Mikro pada tahun 2015.24
24
Buku Saku OJK, hlm. 2-3
25
B. Tujuan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK
dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu
melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat. Dengan pembentukan
OJK, maka lembaga ini diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa
keuangan secara menyeluruh sehingga meningkatkan daya saing perekonomian.
Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi
sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa
keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. OJK
dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi
independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran
(fairness).25
C. Visi dan Misi Otoritas Jasa Keuangan
1. Visi dan Misi Otoritas Jasa Keuangan
Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang
terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dan mapu
mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang
berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Misi OJK adalah:
25
Ibid, hlm. 3-4
26
a. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transpaan dan akuntabel;
b. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjuatan dan
stabil;
c. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.26
D. Nilai Strategis dan Strategi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencapaian
Visi dan Misi
Dalam Otoritas Jasa Keuangan beberapa nilai strategis dan juga strategi
sangat diperlukan, hal ini guna untuk menjadi acuan dalam memutuskan dan juga
mengambil kesimpulan dalam setiap permasalahan dalam pengawasan lembaga
perbankan syariah yang dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan guna demi
mencapai visi dan misi. Berikut ini adalah nilai strategis dalam Otoritas Jasa
Keuangan antara lain:
Integritas; bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik
dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan
komitmen.
Profesionalisme; bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan
kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
Sinergi; berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik
internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
26
Ibid, hlm. 4
27
Inklusif; terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan
serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri
keuangan
Visioner; memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan
(Forward looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box
Thinking).
Dengan adanya nilai strategi tersebut diatas bisa menjadi pedoman
pengambilan keputusan dalam menanggapi setiap masalah khusunya masalah
pengawasan dalam perbankan syariah. Selain itu, diperlukan adanya strategi
dalam menghadapi masalah terkait dengan pebankan. Berikut ini adalah beberapa
strategi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pencapaian
visi dan misinya, OJK memiliki delapan strategi utama:
Strategi 1: Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga
keuangan. Tujuannya adalah untuk mengurangi dan menghilangkan
duplikasi serta pengaturan yang terpisah-pisah melalui harmonisasi
kebijakan. Dengan demikian akan diperoleh nilai tambah berupa
peningkatan ensi kebijakan pengurangan arbitrasi sehingga mendorong
kesetaraan dalam industri keuangan, pengurangan biaya terhadap industri
dan masyarakat. Integrasi akan mengacu pada Arsitektur Pengembangan
Sektor Jasa Keuangan yang mensinergikan berbagai master plan yang
telah disusun sebelumnya di Bank Indonesia dan Bapepam-LK.
Strategi 2: Meningkatkan kapasitas pengaturan dan pengawasan. Strategi
ini ditempuh melalui adopsi kerangka peraturan yang lebih baik dan
28
disesuaikan dengan kompleksitas, ukuran, integrasi dan konglomerasi
sektor keuangan. Selain itu juga akan dikembangkan metode pengawasan
termutakhir dan bersifat holistik bagi seluruh sektor keuangan, termasuk
penyempurnaan metode penilaian risiko dan deteksi dini permasalahan di
lembaga keuangan.
Strategi 3: Memperkuat ketahanan dan kinerja sistem keuangan. Strategi
ini ditempuh dengan memberikan fokus pada penguatan likuiditas dan
permodalan bagi seluruh lembaga keuangan, sehingga lebih tangguh dalam
menghadapi risiko baik dalam masa normal maupun krisis.
Strategi 4: Mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan. Selain
mengatur dan mengawasi industri keuangan secara individual, OJK juga
menganalisis dan memantau potensi risiko sistemik di masing-masing
individual lembaga keuangan. Kewenangan untuk melakukan pengawasan
secara integrasi akan memberi ruang bagi OJK untuk memantau secara
lebih dalam berbagai kemungkinan risiko dan mengambil langkah-langkah
mitigasinya, terutama risiko yang terjadi di konglomerasi keuangan.
Strategi 5: Meningkatkan budaya tata kelola dan manajemen risiko di
lembaga keuangan. Budaya tata kelola dan manajemen risiko yang baik
harus menjadi jiwa dalam kegiatan di sektor keuangan. Untuk itu OJK
akan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola dan manajemen risiko yang
setara di seluruh lembaga jasa keuangan. Tidak kalah pentingnya adalah
pengembangan budaya integritas yang menuntut kepemimpinan yang kuat
dan berkarakter. Untuk itu ke kedepan OJK akan memberikan bobot lebih
29
pada penilaian aspek ini dalam proses oper test pengurus lembaga
keuangan.
Strategi 6: Membangun sistem perlindungan konsumen keuangan yang
terintegrasi dan melaksanakan edukasi dan sosialisasi yang masif dan
komprehensif. Strategi ini diperlukan untuk mengefektifkan dan
memperkuat bentuk-bentuk perlindungan konsumen yang selama ini
masih tersebar, sehingga bersama sama dengan kegiatan edukasi dan
sosialisasi akan mewujudkan level yang sama antara lembaga jasa
keuangan dengan konsumen keuangan.
Strategi 7: Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia. Strategi
ini diperlukan untuk menjawab kebutuhan akan capacity building bagi
pengawas.
Strategi 8: Meningkatkan tata kelola internal dan quality assurance. Untuk
keperluan ini, OJK akan menerapkan standar kualitas yang konsisten di
seluruh level organisasi, menyelaraskan antara tujuan OJK dengan
kebutuhan pemangku kepentingan antara lain membuka dialog dengan
industri secara berkala, dan memastikan pengambilan keputusan yang
tepat sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat.
E. Struktur Orgasnisasi Lembaga Otoritas Jasa Keuangan
Struktur organisasi terdiri atas:
1. Dewan Komisioner OJK
2. Pelaksana kegiatan operasional.
Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:
30
1. Ketua merangkap anggota
2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Jasa
Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keungan Lainnya merangkap anggota
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
8. Anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia
9. Anggota ex-officio dari Kementrian Keuangan yang merupakan pejabat
setingkat eselon I kementrian Keuangan.
Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:
1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I
2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis
II
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan
sektor Perbankan
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawsan
Sektor Pasar Modal
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang
Pengawasan Sektor IKNB
31
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko
7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan
Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.27
OJK dipimpin oleh sembilan Dewan Komisioner yang kepemimpinannya
bersifat kolektif dan kolegial. Susunan Dewan Komisioner tersebut terdiri atas:
1. Seorang Ketua
2. Seorang Wakil Ketua
3. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
4. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal
5. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank
6. Seorang Ketua Dewan Audit
7. Seorang anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
8. Seorang ex- dari Bank Indonesia
9. Seorang ex-officio dari Kementerian Keuangan
Jabatan yang ada di OJK, yaitu Untuk membantu tugasnya Dewan
Komisioner mengangkat pejabat struktural maupun fungsional antara lain Deputi
Komisioner, direktur, dan pejabat di bawahnya.
Para Deputi Komisioner adalah pejabat yang langsung berada di bawah
Dewan Komisioner. Berikut ini adalah sembilan pembidangan Deputi Komisioner
OJK:
1. Deputi Komisioner Manajemen Strategis I
27
Ibid, hlm. 13-15
32
2. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IIA
3. Deputi Komisioner Manajemen Strategis II B
4. Deputi Komisioner Audit Internal, Managemen Risiko dan Pengendalian
Kualitas
5. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I
6. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II
7. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank I
8. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II
9. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Dalam mengemban fungsi dan tugasnya OJK memiliki pegawai yang
berasal dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan.
F. Asas Otoritas Jasa Keuangan
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan
berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
1. Asas Independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
2. Asas Kepastian Hukum, yakni asas dalam Negara yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
33
3. Asas Kepentingan Umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum;
4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia
Negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. Asas Integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas
Jasa Keuangan;
7. Asas Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.28
G. Ruang Lingkup Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan sebagai suatu lembaga pengawasan lembaga jasa
keuangan memiliki wewenang dalam mengawasi lembaga jasa keuangan yang
bukan hanya perbankan saja, namun juga lembaga keuangn non-bank. Sebagai
28
Ibid, hlm. 11-12
34
lembaga pengawas, Ojk memiliki ruang lingkup yang cukup luas. Ruang Lingkup
yang luas berguna bagi pemilik lembaga jasa keuangan yang memiliki lebih dari 1
lembaga jasa keuangan (Konglomerasi keuangan).
Adapun OJK mengawasi lembaga jasa keuangan baik itu bank maupun
non-bank dengan beberapa hal, antara lain:
1. Pengawasan Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usaha. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah penghimpun dan penyalur dana
masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan pemangunan dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup
rakyat banyak. Dalam menjalankan fungsinya, perbankan berasaskan demokrasi
ekonomi dan dngan prinsip kehati-hatian.
Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang
kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian
stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan
dan dapat dipertanggungjawabkan. Perbankan dalam menjalankan tugasnya juga
diawasi oleh lembaga pengawas perbankan salah satunya ialah Otoritas Jasa
Keuangan. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek
kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan
pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang Otoritas Jasa
Keuangan. Berikut ini merupakan jenis-jenis perbankan di Indonesia antara lain:
35
a. Bank Umum dan BPR Konvensional
Bank Konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum Konvensional menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu serta
memberikan kredit, menerbitkan surat utang membeli dan menjual, memindahkan
dana, menempatkan dana, menerima pembayaran dan lain-lain. Sedangkan BPR
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu serta
memberikan kredit.
Pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK terhadap perbankan
ialah memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha bank
tertentu, menetapkan peraturan, melaksanakan pengawasan bank serta
mengenakan sanksi terhadap bank. Pengaturan dan pengawasan ini bertujuan
untuk mengoptimalkan fungsi perbankan di Indonesia agar tercipta sistem
perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual, dan mampu
memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan
bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Kewenangan yang dimiliki oleh OJK terhadap perbankan meliputi
beberapa hal, yaitu kewenangan memberikan izin, mengatur, mengawasi dan
kewenangan memberikan sanksi. Kewenangan memberikan izin merupakan
kewenangan OJK untuk dapat menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu
36
bank. Kewenangan untuk mengatur ialah untuk menetapkan ketentuan yang
menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan. kewenangan mengawasi
merupakan hak OJK untuk dapat mengawasi perbankan secara langsung maupun
tidak langsung. Kewenangan untuk memberikan sanksi merupakan suatu
ketetapan oleh OJK untuk dapat menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan terhadap bank yang melanggar.
Sistem pengawasan yang dilakukan OJK terhadap perbankan dengan
menggunakan dua sistem pendekatan, yaitu pengawasan berdasarkan kepatuahan
dan pengawasan berdasarkan resiko. Pengawsan berdasarkan kepatuhan
merupakan sistem pengawasan yang memantau kepatuhan bank terhadap
ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa
lalu dengan tujuan untuk memeastiakn bahwa bank telah beroperasi dan dikeloa
secara baik dan benar menurut prinsip kehati-hatian. Pengawasan berdasarkan
resiko merupakan pengawasan bank menggunakan strategi dan metodologi
berdasarkan resiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi resiko
yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan
tepat waktu.29
b. Bank Umum dan BPR Syariah
Sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank
Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.
Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk
menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal,
29 Ibid, Hlm. 66-76
37
yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana
sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat dan
menghimpun wakaf tunai untuk disalurkan kepada pengelola wakaf sesuai
kehendak pemberi wakaf.
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari
aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan
OJK sebagaimana halnya pada pebankan konvensional, namun dengan pengaturan
dan sistem pengawasan yang disesuaikan dengan kekhasan sistem operasional
perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik
bagi bank syariah, karena pada hakikinya bank syariah adalah bank yang
menawarkan prosuk yang sesuai prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip sariah
menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar
eksistensi bank syariah. Dalam fungsi pengawasan yang dilakukan dengan OJK
terhadap prinsip syariah yang diterapkan perbankan syariah, OJK bekerja sama
dengan Dewan Pengawas Syariah.
2. Pengawasan Pasar Modal
Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Pasal 1 Angka 13
dijelaskan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan public yang berkaitang
dengan Efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
Efek.30
30
Buku Saku OJK, Hal. 186
38
Di Indonesia, lembaga yang berwenang atas seluruh kegiatan Pasar Modal
adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini tertuang dalam Undang-undang No.
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dimana OJK berfungsi
menyelenggarakan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Salah satu tugas
adalah mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
OJK dalam struktur Pasar Modal di Indonesia memiliki kedudukan tertinggi dan
merupakan lembaga Negara yang bersifat Independen dengan fungsi, tugas dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan di sektor Pasar
Modal.31
Dalam konteks penegakan hukum, adapun kewenangan yang dimiliki OJK
ialah Pemeriksaan di sektor Pasar Modal dan Penyidikan sektor jasa keuangan.
OJK berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap Sektor Pasar Modal.
Pemeriksaan dilakukan pada saat ditemukan adanya dugaan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor Pasar Modal. Dalam melakukan
pemeriksaan OJK berwenang untuk meminta keterangan dan konfirmasi,
memeriksa catatan, pembukuan dan dokumen lain dari pihak yang dianggap perlu.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh OJK, dapat diambil tindakan
pembinaan atau pengenaan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan
perundang-undangan di sektor Pasar Modal. Jika dari hasil pemeriksaan
ditemukan adanya indikasi pelanggaran ketentuan pidana Pasar Modal, maka
hasil pemeriksaan tersebut dapat ditingkatkan ketahap penyidikan.
31
Ibid, Hal. 187-188
39
Penyidikan dilakukan pada saat ditemukan adanya dugaan pelanggaran
ketentuan pidana Pasar Modal yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan
Pasar Modal dan membahayakan kepentingan pemodal dan masyarakat atau
apabila tidak tercapai penyelasaian atas kerugian yang telah timbul. Penyidikan
dilakukan oleh OJK untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan
tentang tindak pidana di sektor Pasar Modal yang terjadi, menemukan tersangka,
serta mengetahui besarnya kerugian yang ditimbulkan. Jenis tindak pidana di
sektor Pasar Modal diantaranya financial fraud, penipuan, manipulais pasar, dan
perdagangan orang dalam (insider trading).
3. Perasuransian
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk memberikan perggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul dan sebagainya
yang menimbulkan resiko bagi pemegang polis. Usaha perasuransian adalah
segala usaha menyangkut jasa pertanggung atau pengelolaan resiko,
pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau
produk asuransi syariah.
Dalam peraturan OJK No. 73/POJK.05/2016 tentang tata kelola
perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian, pada pasal dua ayat satu
dijelaskan bahwa perushaan perasuransian wajib enerapkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau
jenjang organisasi. Pada ayat 2 pasal 2 POJK No. 73 dikatakn bahwa prinsip tata
40
kelola perusahaan yang baik meliputi keterbukaan, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, kemandirian dan kesetaraan. Dalam POJK No. 73 tersebut
di atur pula tentang perushaan asuransi yang wajib mengungkapkan hal-hal
penting kepada OJK yang meliputi pengunduran diri atau pemberhentian auditor
eksternal, transaksi material dengan pihak terkait, klaim material yang diajukan
oleh atau terhadap perushaan perasuransian, benturan kepentingan yang sedang
berlangsung atau yang mungkin yang akan terjadi dan informasi material lain
mengenai perusahaan.
4. Dana Pensiun
Dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan
program yang menjanjikan manfaat pensiun. Program pensiun tersebut
memberikan penghasilan berkelanjutan kepada peserta ketika memasuki usia
pensiun atau terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.
Penghasilan yang dimaksud dalah manfaat pensiun yang merupakan
pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta pada saat dan dengan cara
yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.
5. Lembaga Pembiayaan
Secara umum, setiap transaksi pembiayaan yang dilakukan oleh lebaga
pebiayaan selalu melibatkan pihak yang membutuhkan pembiayaan, obyek yang
dibiayai dan pihak yang menyediakan pembiayaan. Kegiatan usaha perusahaan
pembiayaan ialah pebiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan
multiguna dan kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK.
41
Selain itu, pada cara pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari OJK. Berikut ini
adalah beberapa contoh pembiayaan dengan persetujuan OJK:
Sewa Pembiayaan
Jual dan Sewa-Balik (sale and lease back)
Anjak Piutang (Factoring)
Pembelian dengan Pembayaran secara Angsuran
Pembiayaan Proyek
Pembiayaan Infrastruktur
Fasilitas Modal Usaha
6. Lembaga Jasa Keuangan Khusus
Pada umumnya lembaga jasa keuangan khusus, dibagi atas lima bagian,
yaitu: 1) Perusahaan Penjaminan, 2) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, 3)
PT. Sarana Multigriya Financial (Persero), 4) PT Pegadaian (Persero), dan 5)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Kegiatan pada perusahaan penjaminan
yaitu perlindungan atau proteksi atas resiko kerugian yang mungkin terjadi,
dimana resiko kerugian tersebut harus dapat diukur secara financial.
Perusahaan penjaminan ini juga merupakan satu-satunya lembaga jasa
keuangan khusus yang berlandaskan hukum pada peraturan Otoritas Jasa
Keuangan nomor 5/POJK.05/2014 tentang perizinan usaha dan kelembagaan
penjaminan, peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 6/POJK.05/2014 tentang
penyelenggaraan usaha lembaga penjaminan dan juga peraturan Otoritas Jasa
Keuangan nomor 7/POJK.05/2014 tentang pemeriksaan lembaga penjaminan.
42
7. Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga ini merupakan salah satu lembaga keuangan non-bank yang
melakukan kegiatan usaha jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik yang didirikan pemerintah atau masyarakat. Lembaga keuangan
mikro adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan peberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dala usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan
simpanan, aupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak
semata-mata mencari keuntungan. Dasar hukum yang digunakan pada lembaga ini
terkait pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang antara lain:
POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang perizinan usaha dan kelembagaan
lembaga keuangan mikro
POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan usaha lembaga
keuangan mikro
POJK Nomor 14/POJK.05/2014tentang pembinaan dan pengawasan
lembaga jasa keuangan mikro
Kewajiban memperoleh izin usaha lembaga keuangan mikro yang telah
berdiri dan telah beroperasi sebelum berlakunya undang-undang lembaga
keuangan mikro serta belum mendapatkan izin usaha berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui
pengukuhan sebagai lembaga keuangan mikro kepada OJK. Permohonan izin
usaha baru atau pengukuhan sebagai lembaga keuangan mikro disampaikan
43
kepada kantor regional/kantor OJK/direktorat lembaga keuangan mikro sesuai
tempat kedudukan lembaga keuangan mikro.
Lembaga keuangan mikro wajib menyampaikan laporan keuangan secara
berkala setiap 4 (empat) bulan untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 april,
31 Agustus dan 31 Desember kepada OJK. Penyampaian laporan keuangan
dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Ketentuan mengenai lapoan
keuangan lembaga keuangan mikro diatur dala surat edaran OJK. Larangan bagi
lembaga keuangan mikro dalam melakukan kegiatan usaha, yang diatur dalam
pasal 2 POJK nomor 13 tahun 2014 tentang penyelenggaraan usaha lembaga
keuangan mikro, yaitu melakukan kegiatan usaha di luar kegiatan usaha.
Pembinaan, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan mikro
dilakukan oleh OJK. Selain itu, dalam melakukan pembinaan lembaga keuangan
mikro, OJK melakukan koordinasi dengan kementrian yang menyelenggarakan
urusan koperasi dan kementrian dalam negeri. Kemudian, pebinaan dan
pengawasan lembaga keuangan mikro di delegasikan kepada pemerintah daerah
kabupaten atau kota atau pihak lain yang ditunjuk.
44
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Proses Pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Perbankan Syariah di Kota Jambi
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang mengelola dana
masyarakat yang menggunakan sistem syariah. Akad yang dilakukan di dalam
perbankan syariah memiliki dimensi duniawi dan ukhrawi karena berlandaskan
hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang,
pelaku transaksi maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad
seperti rukun dan syarat.32
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, dalam
pasal 2 dikatakan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Selain
itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan
fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu
menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial
lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat dan menghimpun
wakaf tunai untuk disalurkan kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak
pemberi wakaf (wakif).
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari
aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan
32 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana,
2007), Hlm. 294
45
oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan
pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuaikan dengan kekhasan sistem
operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal
yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang
menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip
syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar
eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang
sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan
prinsip syariah maka kemaslahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam
berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat terwujud.
Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah
yang menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini
lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN)
MUI. Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan
kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu
DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank
Perbankan syariah termasuk dalam lembaga bank menjadi objek
pengawasan OJK yang tertera dalam UU No. 21 Tahun 2011 dalam pasal 6 (a),
sesuai dengan pasal tersebut dikatakan bahwa OJK melaksanakan tugas
pengawasan dan pengaturan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan.
Selanjutnya pada Peraturan Otoritas Jasa Keungan (POJK) No. 24/POJK.03/2015
Tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, pada pasal 2
dikatakan bahwa kegiatan usaha bank dalam menerbitkan produk dan
46
melaksanakan aktivitas harus menerapkan prinsip syariah, prinsip kehati-hatian,
dan prinsip perlindungan nasabah. Tampak jelas dalam POJK tersebut bahwa
perbankan syariah diawasi secara khusus oleh OJK, bukan hanya dalam kegiatan
perbankan namun juga dalam penerapan prinsip syariah perbankan tersebut.
menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan
kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh
ijin dari OJK. Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama
fungsi pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank
dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah
apa tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang akan
disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu,
dalam perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus
pada pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam
pelaksanaan audit eksternal, OJK juga mengharuskan agar auditor eksternal yang
digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kasi dan kompetensi di
bidang syariah.
Pembinaan dan pengawasan bank syariah secara umum relatif serupa
dengan perbankan konvensional, antara lain menyangkut kewajiban bank untuk
memelihara tingkat kesehatan, kewajiban untuk menyampaikan laporan kegiatan
usahanya baik kepada pengawas maupun kepada publik, kewajiban untuk
memberikan informasi yang diminta pengawas bank termasuk untuk kepentingan
pemeriksaan on site, maupun kewajiban memenuhi standar atau ketentuan
47
prudensial lainnya. Di samping itu, sebagai entitas publik diatur pula penugasan
kepada kantor akuntan publik atau pihak relevan lainnya untuk turut melakukan
pemeriksaan kewajaran laporan keuangan bank.
Di dalam melakukan pengawasan, OJK memiliki kewenangan untuk
memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan
bank maupun data/ dokumen dan keterangan dari setiap pihak yang menurut
penilaian OJK memiliki pengaruh terhadap bank, serta memerintahkan bank
melakukan pemblokiran rekening tertentu. Sebagaimana pada pengawasan bank
konvensional, OJK melaksanakan pengawasan off site, pemeriksaan on site,
mengenakan sanksi dan melakukan penyidikan kepada bank syariah. Selain itu
pengawasan bank syariah juga menggunakan dua pendekatan yaitu compliance
based supervision dan risk based supervision. Khusus untuk pengawasan aspek
kepatuhan bank syariah juga mencakup kepatuhan terhadap prinsip syariah.
Selanjutnya, pada POJK No. 8/POJK. 03/2014 tentang Penilaian
Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, dijelaskan bahwa OJK
sebagai lembaga pengawasan terhadap lembaga keuangan juga mengatur
mengenai penilain kesehatan perbankan syariah. Dalam pasal 2 ayat (3) dikatakan
bahwa bank umum syariah wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank
baik secara individual maupun secara konsolidasi. Selain bank umum syariah,
pada ayat (4) juga diatur bahwa Unit Usaha Syariah juga wajib melakukan
penilaian tingkat kesehatan secara individual. Pada pasal 3 ayat (1), penilaian
tingkat kesehatan bank dilakukan sendiri oleh perbankan tersebut. Namun setelah
itu wajib melaporkan hasil dari penilaian tersebut kepada OJK.
48
Dalam proses pengawasan, OJK juga melakukan penilaian tingkat
kesehatan perbankan syariah setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan
Desember, ini dilakukan sesuai dengan POJK No. 8/POJK. 03/2014 pasal 4 ayat
(1). Apabila terdapat perbedaan antara penilaian yang dilakukan perbankan
syariah dengan hasil penilaian yang dilakukan oleh OJK, maka OJK wajib
memanggil pihak perbankan dan melakukan prudential meeting guna mengetahui
tentang perbedaan yang terjadi dalam penilaian tingkat kesehatan perbankan
syariah tersebut. Namun, apabila masih terjadi perbedaan tingkat penilaian
tersebut maka yang akan dipakai adalah tingkat penilaian yang dilakukan oleh
OJK.
Dari pembahasan-pembahasan tersebut, tampak jelas bahwa perbankan
syariah mendapat perhatian khusus oleh OJK dalam hal pengawasan, ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan penulis di kantor perwakilan OJK di Kota
Jambi, berdasarkan wawancara yang penulis lakukan terhadap staf OJK yang
menjabat sebagai Pengawas Bank Junior, yaitu ibu Rahmi Azmi. Beliau
mengatakan:
“Pengawasan yang OJK lakukan terhadap perbankan syariah bersifat
khusus terutama pada pengawasan prinsip-prinsip yang dipakai pada bank
syariah tersebut seperti murabahah, mudharabah dan lain-lainnya”.33
Dalam penerapan prinsip syariah pada Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, pengawasan yang dilakukan oleh OJK bekerjasama dengan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) bank syariah tersebut. Berdasarkan hasil
33
Wawancara 14 November 2016 dengan Staf OJK
49
wawancara yang dilakukan dengan staf OJK, kerjasama yang terjadi ialah OJK
sebagai Lembaga Pengawas menerima laporan dari DPS tentang perkembangan
dan penerapan prinsip syariah pada bank syariah. Staf OJK yang penulis
wawancarai mengatakan :
“pengawasan yang kami (OJK) lakukan terhadap penerapan prinsip
syariah ialah dengan bekerjasama dengan DPS, dimana OJK menerima laporan
tentang produk syariah ataupun penerapannya serta apabila terdapat produk
baru yang akan diluncurkan”34
Namun setelah melakukan penelitian secara mendalam terhadap fungsi
dan wewenang OJK Kota Jambi pada saat ini, penulis menemukan bahwa fungsi
OJK yang ada di Jambi masih kurang efektif dalam melakukan pengawasan
terhadap lembaga keuangan khususnya perbankan. Kurang efektifnya dikarenakan
OJK hanya mampu mengawasi perbankan atau lembaga keuangan yang berpusat
di Jambi. Sehingga dalam cakupan OJK pada saat ini, lembaga keuangan yang
mampu diawasi secara penuh ialah perbankan milik pemerintah daerah. Dalam hal
syariah khususnya kini hanya mampu mengawasi Unit Uasaha Syariah (UUS)
Bank BPD Jambi.
Walau dalam fungsi pengawasan yang dilakukan OJK terhadap lembaga
keuangan khususnya perbankan dirasa masih kurang efektif namun semua itu
bukan berarti lembaga keuangan tersebut tidak diawasi. Dalam proses
pengawasannya, lembaga keuangan yang tidak berpusat di Jambi langsung di
34
Ibid
50
awasi oleh OJK pusat. Semua itu dikarenakan setiap lembaga keuangan yang
tidak berpusat di suatu provinsi menjadi tanggung jawab OJK pusat.
Dalam wawancara yang dilakukan penulis dengan staf OJK, dikatakan bahwa:
“kami sebagai OJK yang berdiri di Cabang, tidak mengawasi lembaga
keuangan yang tidak berpusat di cabang, pengawasan dilakukan langsung oleh
OJK pusat, tugas kami nantinya hanya menemani pengawas OJK pusat saat turun
kelapangan dalam melakukan pengawasan”35
Pada kenyataannya berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011, OJK merupakan
lembaga independen yang bebas dari campur tangan pihak lain, namun dalam
proses kerja yang terjadi masih banyak hal-hal yang kurang maksimal. Masih
banyak pada saat ini terutama fungsi yang dijalan kan pada OJK cabang yang
belum sesuai. Pengawasan ini kurang efektif dikarenakan OJK cabang belum bisa
melakukan pengawasan kepada perbankan yang tidak berpusat di cabang.
B. Efektivitas Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengawasi Perkembangan
Perbankan Syariah
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011, OJK berkontribusi dalam hal
pengawasan, pengaturan dan perlindungan. Sejak berlakunya UU tersebut, OJK
telah berusaha seefektif mungkin dalam hal pengawasan lembaga keuangan, baik
itu lembaga keuangan perbankan maupun non-bank.
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
35
Wawancara staf OJK, Ibu Rahmi Azmi
51
beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan - Kementerian
Keuangan ke OJK.
Sejak 31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari BI ke OJK.36
Walaw telah beralih kepada OJK, bukan berarti BI tidak melakukan pengawasan
sama sekali. BI tetap melakukan pengawasan terhadap perbankan dalam hal
macroprudential karna tetap menjadi tugas dan wewenang BI. Dalam rangka
pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK berkoordinasi dengan BI
untuk melakukan himbauan moral kepada perbankan.
Di samping pengaturan dan pengawasan kepada bank syariah, OJK
juga mengembangkan kegiatan edukasi untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat atas produk dan jasa perbankan syariah. Namun, berbeda dari kegiatan
edukasi pada perbankan konvensional, edukasi perbankan syariah juga ditujukan
untuk meningkatkan preferensi masyarakat memanfaatkan produk dan jasa
perbankan syariah. Hal ini mengingat skema layanan syariah masih tergolong baru
bagi kebanyakan konsumen dibandingkan skema produk perbankan konvensional,
sementara kapasitas promosi dan keluasan jaringan layanan perbankan syariah
yang seharusnya mendukung proses edukasi dimaksud masih relatif terbatas
dibandingkan bank-bank konvensional.
Untuk dapat meningkatkan efektivitas pengawasan dengan baik, kerjasama
yang terjadi antara OJK dan BI yang sejalan dengan UU OJK dan UU BI meliputi
beberapa hal, yaitu:
36
OJK, Booklet Perbankan Indonesia 2014, hlm. 19
52
1. Bekerjasama dan berkoordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan
kewenangan masing-masing
2. Pertukaran informasi Lembaga Jasa Keuangan serta pengelolaan sistem
pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan oleh BI dan OJK
3. Penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan BI
oleh OJK
4. Pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang dialihkan atau dipekerjakan
pada OJK.37
Dalam kerjasama yang terjadi antara OJK dan BI, dibentuk sebuah tim
yang disebut Tim Transisi. Tim Transisi tersebut bertugas membantu kelancaran
pelaksanaan tugas Dewan Komisioner dengan wewenang untuk mengidentifikasi
dan memverifikasi kekayaan, infrastruktur, informasi, dokumen dan hal lain yang
terkait dengan pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan
mempersiapkan pengalihan penggunaannya ke OJK.
Secara umum OJK selaku otoritas pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan berupaya agar pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat membawa sector
jas keuangan berjalan teratur, kredibel dan berkelanjutan. Untuk itu, OJK sebagai
lembaga pengawasan lembaga keungan mencanangkan delapan program strategis,
yaitu:
1. Integrasi pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan,
2. Peningkatan kapasitas pengaturan dan pengawasan,
3. Penguatan ketahanan dan kinerja sistem keuangan,
37
Ibid, hlm. 20
53
4. Peningkatan stabilitas sistem keuangan,
5. Peningkatan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga
keuangan,
6. Pembentukan perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi serta
melaksanakan edukasi dan sosialisasi yang massif dan komprehensif,
7. Peningkatan profesionalisme sumber daya manusia, dan
8. Peningkatan tata kelola internal dan quality assurance.
Selain kedelapan program strategis tersebut, ada 3 kegiatan strategis
lainnya yang juga menjadi garapan OJK yaitu kerjasama domestik dan
internasional, persiapan pengalihan fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan
ke OJK dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dewan Komisioner Ex-Officio.38
OJK memiliki wewenang dalam hal pengaturan dan pengawasan untuk
dapat memberikan dan mencabut izin bank. Pengawasan yang dilakukan pada saat
ini terhadap perbankan dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pengawasan
berdasarkan kepatuhan dan pengawasan berdasarkan resiko.
38
Ibid, Hlm. 21
54
Gambar 1.
Siklus Pengawasan Berdasarkan Risiko
Pengawasan/pemeriksaan bank berdasarkan risiko dilakukan terhadap
jenis-jenis risiko sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis-jenis Risiko Bank
Jenis-Jenis Risiko Bank
Risiko
Kredit
Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
memenuhi kewajibannya.
Risiko
Pasar
Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar
(adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank yang
dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain suku bunga dan
nilai tukar.
55
Risiko
Likuiditas
Risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi
kewajiban yang telah jatuh tempo.
Risiko
Operasional
Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan
atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang
mempengaruhi operasional bank.
Risiko
Hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan
hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi
syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak
sempurna.
Risiko
Reputasi
Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang
terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap
bank.
Risiko
Strategi
Risiko yang antara lain disebabkan penetapan dan pelaksanaan
strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang
tidak tepat atau kurangnya responsifnya bank terhadap perubahan
eksternal.
Risiko
Kepatuhan
Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain
yang berlaku.
Pengawasan berdasarkan kepatuhan (Compliance Based Supervision)
merupakan pemantauan kepatuahan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang
terkait dengan operasi dan pengleloan bank di masa lalu dengan tujuan untuk
memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik menurut prinsip
kehati-hatian. Sedangkan pengawasan berdasarkan resiko merupakan pengawasan
menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan resiko yang memungkinkan
pengawas bank dapat mendeteksi resiko yang signifikan dan dapat mengambil
tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.39
Selain melakukan pengawasan berdasarkan pendekatan diatas,
pengawasan dilakukan melalui dua cara yaitu pengawasan langsung (on-site
39
Ibid, hlm. 26
56
supervision) dan pengawasan secara tidak langsung (off-site supervision).
Pemeriksaan secara langsung terdiri dari pemerikasaan umum dan pemeriksaan
khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank dan
untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku, serta
untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang dapat
membahayakan kelangsungan perbankan. Pengawasan secara tidak langsung
dilakukan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan
perbankan, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.40
Selama berdiri dan berjalannya OJK, perbankan syariah secara umum
masih mampu mempertahankan kinerja positif yang disertai berjalannya fungsi
intermediasi dengan baik. Perkembangan industri perbankan syariah cukup baik
tercermin dari peningkatan aset, simpanan dan penyaluran dana, demikian pula
dengan permodalan dan profitabilitas industri perbankan syariah yang juga tetap
terpelihara.
Selain dalam hal keuangan dan aset perbankan syariah, perkembangan
perbankan syariah juga dapat dilihat dalam hal peningkatan jumlah kantor cabang
perbankan syariah tersebut. Pada POJK No. 2 Tahun 2016 tentang Pengembangan
Jaringan Kantor Perbankan Syariah Dalam Rangka Stimulus Perekonomian
Nasional Bagi Bank. POJK tersebut secara khusus mengatur tentang
pengembangan bank syariah melalui pembangunan jaringan kantor cabang.
OJK berkontribusi langsung dalam perkembangan bank syariah, selain
dalam hal pengawasan yang dilakukan, secara khusus juga dikeluarkannya aturan-
40
Ibid, hlm. 25
57
aturan yang dapat menunjang kinerja perbankan syariah dan menunjang
kelangsungan industri perbankan syariah tersebut. Selain pengawasan dan
pengaturan, OJK juga melindungi kepentingan perbankan dan
nasabah/masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis pada OJK di Kota Jambi,
tingkat efektivitas yang dilakukan OJK terhadap perbankan syariah baik itu dalam
hal pengawasan, pengaturan dan perlindungan, dilakukan dengan berupaya sebaik
mungkin. Meskipun di akui oleh narasumber bahwa masih kurang maksimalnya
tingkat efektivitas OJK terhadap perkembangan perbankan syariah di Kota Jambi,
dikarenakan banyaknya perbankan syariah yang tidak berpusat di Kota Jambi.
Namun dalam berjalannya waktu OJK yakin akan mampu melakukan hal yang
maksimal guana mendukung perkembangan perbankan syariah di Kota Jambi.
Sementara untuk pengawasan yang dapat dilakukan secara maksimal oleh
OJK di kota Jambi, ialah pengawasan yang dilakukan terhadap Unit Usaha
Syariah (UUS) Bank Pemerintah Daerah Jambi. Namun untuk tahap awal yang
dilakukan guna menunjang kemajuan perbankan syariah, OJK telah melakukan
berbagai sosialisasi terhadap seluruh kalangan, baik itu masyarakat biasa, pada
sekolahan, maupun pada tingkat perkuliahan. Bahkan bukan hanya pada kota
Jambi saja, namun juga melakukan sosialisasi pada tingkat kabupaten-kabupaten
di Provinsi Jambi.
Sosialisasi dilakukan agar masyarakat mampu mengerti dan memahami
tentang keuangan syariah, khususnya tentang perkembangan perbankan syariah.
OJK juga menginginkan agar dengan dilaksanakannya sosialisasi tersebut, minat
58
menabung masyarakat di bank syariah akan menjadi besar. Dengan besarnya
minat menabung masyarakat di bank syariah, maka kemajuan keusangan syariah
khususnya di bidang perbankan syariah akan semakin pesat.
Dalam penerapannya dalam melakukan sosialisasi menggunakan berbagai
macam cara mulai dari seminar, forum-forum diskusi dan lain-lain. ojk sebagai
lembaga pengawas perbankan syariah juga berperan dalam pemberian informasi
yang berguna bagi nasabah pebankan syariah tentang kesehatan bank syariah
maupun penerapan prinsip syariah dalam suatu perbankan syariah. Secara
fungsional, OJK berkerjasama dengan lembaga pengawas syariah yang berada
pada naungan MUI, yaitu Dewan pengawas syariah.
Dalam upaya meningkatkn perkembangan perbankan syariah, efektivitas
OJK sebagai lembaga pengawas yang memiliki wewenang penuh terhadap
lembaga keuangan syariah di Indonesia menjadi tumpuan terpenting dalam
memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat yang ingin
mengetahui secra penuh tentang perbankan syariah. Masyarakat menilai OJK
sebagai lembaga yang memberikan tolak ukur yang baik terhadap perkembangan
dan kesehatan perbankan syariah.
59
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai uraian pada pembahasan yang penulis kemukakan, penulis
menarik beberapa kesimpulan yang merupakan fakta-fakta baru yang sebelumnya
tidak diketahui masyarakat pada umumnya tentan Otoritas Jasa Keuangan sebagai
lembaga pengawas keuangan. OJK merupakan lembaga pengawas yang langsung
dibawah kendali pemerintah. Adapun kesimpulan yang dapat diambil ialah:
1. OJK dibentuk berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Tujuan pembentukan OJK agar seluruh kegiatan di sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, transparan, adil, akuntabel dan
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secra berkelanjutan
dan stabil serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun
masyarakat. Pengawasan yang dilakukan OJK terhadap perbankan syariah,
dalam hal ini OJK bekerja sama dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
untuk mengawasi mengenai prinsip-prinsip syariah yang digunakan oleh
perbankan syariah. OJK sebagai lembaga pengawas independen, menerima
laporan –laporan dari DPS mengenai perkembangan produk maupun akan
adanya produk baru yang akan dikeluarkan bank syariah.
2. OJK sebagai lembaga pengawas lembaga keuangan, khususnya perbankan
syariah dirasa masih kurang efektif dalam hal melakukan pengawasn terhadap
perbankan syariah di kota Jambi. Meskipun dirasa maih kurang efektif dalam
mengawasi, dari hasil wawancara yang penulis lakukan, OJK telah berperan
60
aktif terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah. Dan dari hasil
penelitian yang penulis lakukan, OJK di kota Jambi telah melakukan berbagai
sosialisasi kepada masyarakat maupun lembaga-lembaga terkait mengenai
keuangan syariah, khususnya mengenai pengelolaan dana syariah yang dalam
hal ini sangat berperan ialah perbankan syariah.
B. Saran
1. Otoritas Jasa Keuangan yang berada pada daerah cabang seharusnya
mengawasi secara langsung cabang-cabang lembaga keuangan atau
khususnya perbankan syariah didaerah tanpa harus OJK pusat yang
mengawasi.
2. Dalam hal pengawasan prinsip syariah yang terdapat pada perbankan syariah,
seharusnya OJK sebagai lembaga pengawas tidak hanya bekerja sama dengan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) namun juga memiliki tenaga ahli di bidang
ilmu islam yang dapat mengerti tentang prinsip-prinsip syariah.
3. Untuk lembaga yang juga melindungi kepentingan konsumen, OJK juga
harus lebih mensosialisasikan fungsi tersebut agar masyarakat secara luas
memahami dan dapat dengan cepat meminta perlindungan kepada OJK
apabila mengalami permasalahan dengan lembaga keuangan.
61
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Ascaraya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007.
Buku Saku OJK, 2014.
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, Pedoman Penulisan Skripsi, Edisi Revisi,
Jambi Syariah Press IAIN STS Jambi, 2014.
Kuat Ismanto, Manajemen Syariah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009.
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008.
M. hasbi Umar, Filsafat Fiqh Muamalat Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014.
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksekutif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana,
2007.
OJK, Booklet Perbankan Indonesia, 2014.
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada aktifitas Ekonomi,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014.
W. Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Gasindo, 2007.
B. Lain-lain
http://www.hukumsumberhukum.com/2014/06/apa-itu-pengertian-hukum-
ekonomi.html.
62
https://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-
hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/.
http://eprint.uny.ac.id/8957/3/BAB%202-08502241019.pdf
http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/Sejarah-Perbankan-
Syariah.aspx
http://www.ssbelajar.net/2012/11/pengolahan-data-kualitatif.html.
63
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Fitra Kusuma
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/ Tgl. Lahir : Jambi, 18 Juli 1994
NIM : SM. 120328
Alamat : Jl. Raden Patah, No.38, Rt.02, Kelurahan
Sijinjang, Kecamatan
Jambi Timur, Kota Jambi.
No. Telp/Hp : 081384710367
Nama Ayah : Selamat
Nama Ibu : Nurhayati
B. Riwayat Pendidikan
Pendidikan Formal
a. SD/MI, tahun lulus : SDN 17 Kota Jambi,2006
b. SMP/MTs, tahun lulus : SMPN 10 Kota Jambi, 2009
c. SMA/MA, tahun lulus : SMAN 9 Kota Jambi, 2012