SKRIPSI IMPLEMENTASI HYBRID CONTRACT PADA ...repository.iainpare.ac.id/755/1/15.2300.057.pdfii ii...
Transcript of SKRIPSI IMPLEMENTASI HYBRID CONTRACT PADA ...repository.iainpare.ac.id/755/1/15.2300.057.pdfii ii...
i
i
SKRIPSI
IMPLEMENTASI HYBRID CONTRACT PADA PEMBIAYAAN
MURABAHAH BIL WAKALAH DI BNI SYARIAH
CABANG MAKASSAR
Oleh
NURHIKMA
NIM 15.2300.057
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2019
ii
ii
IMPLEMENTASI HYBRID CONTRACT DALAM PEMBIAYAAN
MURABAHAH BIL WAKALAH DI BNI SYARIAH
CABANG MAKASSAR
Oleh
NURHIKMA
NIM 15.2300.010
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Pada Program Studi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2019
iii
iii
IMPLEMENTASI HYBRID CONTRACT DALAM PEMBIAYAAN
MURABAHAH BIL WAKALAH DI BNI SYARIAH
CABANG MAKASSAR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Program Studi
Perbankan Syariah
Disusun dan diajukan oleh
NURHIKMA
NIM 15.2300.057
Kepada
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2019
iv
iv
v
v
vi
vi
vii
vii
KATA PENGANTAR
حيى انز ح بســــــــــــــــــى الله انز
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat hidayah, taufik dan
maunah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan ini sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar “Sarjana Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam” Institut Agama Islam Negeri Parepare.
Penulis menghaturkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ibunda
tercinta Bayuri dan Ayahanda Asri yang telah memberikan do‟a tulusnya, sehingga
penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan tugas akademik tepat pada
waktunya.
Penulis telah menerima banyak bimbingan dan bantuan dari Bapak Dr. H.
Rahman Ambo Masse, Lc., M.Ag. dan Dr. Damirah, S.E., M.M. selaku pembimbing
utama dan pembimbing pendamping, atas segala bantuan dan bimbingannya yang
telah diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan dan menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Sultra Rustan, M.Si. sebagai Rektor IAIN Parepare
yang telah bekerja keras mengelola pendidikan di IAIN Parepare.
2. Bapak Dr. Muhammad Kamal Zubair, M.Ag. sebagai “Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam” dan Bapak Dr. Zainal Said, M.H. sebagai
“Wakil Dekan I FEBI” serta Bapak Drs. Moh Yasin Soumena, M.Pd.
sebagai “Wakil Dekan II FEBI”. atas pengabdiannya telah menciptakan
suasana pendidikan yang positif bagi mahasiswa (i) IAIN Parepare.
viii
viii
3. Ibu An Ras Tri Astuti, M.E. sebagai “Ketua Prodi Perbankan Syariah”,
atas arahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini dengan baik.
4. Bapak Dr. Fikri, S.Ag., M.HI. selaku Penasehat Akademik khusus untuk
penulis atas arahannya sehingga dapat menyelesaikan studi dengan baik.
5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi “Perbankan Syariah” yang telah
meluangkan waktu mereka dalam mendidik penulis selama studi di IAIN
Parepare.
6. Bapak dan Ibu Staf dan admin Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
membantu dan memberi support penulis selama studi di IAIN Parepare.
7. Kepala Perpustakaan IAIN Parepare beserta seluruh stafnya yang telah
memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di IAIN
Parepare.
8. Pimpinan Bank BNI Syariah Cabang Makassar yang telah memberikan
izin untuk melakukan penelitian.
9. Sahabat-sahabat group Seperjuangan “A Team Management” Nakia Alfi,
Rasmiati dan Ramadana yang telah menjadi teman seperjuangan dikala
susah maupun senang dalam melaksanakan studi di IAIN Parepare.
10. Sahabat-sahabat Perbankan Syariah yang memotivasi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, baik moril maupun materil hingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Semoga Allah SWT berkenan menilai segala kebaikan sebagai amal
jariyah dan memberikan rahmat pahala-Nya.
ix
ix
x
x
xi
xi
ABSTRAK
Nurhikma, Implementasi Hybrid Contract Pada Pembiayaan Murabahah bil Wakalah di BNI Syariah Cabang Makassar (Dibimbing oleh H. Rahman Ambo Masse dan Damirah)
Hybrid contract yaitu menghimpun dua akad atau lebih dalam satu pembiayaan. Produk pembiayaan murabahah merupakan salah satu contoh produk pembiayaan yang seringkali dihimpun dengan akad wakalah yang bertujuan agar nasabah dapat dengan leluasa memilih barang yang dibutuhkan karena bank tidak mampu menyediakan semua barang keperluan nasabah. Penelitian ini membahas tentang Implementasi hybrid contract dalam pembiayaan murabahah bil wakalah dengan fokus penelitian untuk mengetahui ketentuan hybrid contract dalam pembiayaan murabahah bil wakalah dan implementasi ketentuan hybrid contract murabahah bil wakalah BNI Syariah KC Makassar.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data primer dalam penelitian ini didapatkan melalui observasi dan wawancara langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literature seperti browser, buku-buku pedoman pembiayaan Mikro BNI Syariah KC Makassar dan contoh salinan akad murabahah bil wakalah BNI Syariah KC Makassar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat ketentuan dan syarat-syarat pembiayaan murabahah bil wakalah yang tertuan dalam 22 pasal yang menegaskan mulai dari ketentuan pembiayaan hingga penyelesaian perselisihan dalam pembiayaan murabahah bil wakalah. Pengimplementasian murabahah bil wakalah pada BNI Syariah KC Makassar juga belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 04 tahun 2000 tentang murabahah karena bank tidak menjelaskan harga beli bank terhadap objek murabahah tersebut kepada nasabah sehingga hal tersebut melanggar ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 04 tahun 2000 bulir 6 tentang murabahah.
Kata Kunci: Implementasi, Hybrid Contract, Murabahah dan Wakalah.
xii
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. iii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... iv
PENGESAHAN KOMISI PEMBIMBING ..................................................... v
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ............................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ x
ABSTRAK ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ....................................................... 6
2.2 Tinjauan Teoritis ............................................................................ 9
2.2.1 Teori Implementasi .............................................................. 9
xiii
xiii
2.2.2 Variabel Untuk Mencapai Tujuan Implementasi ................. 10
2.2.3 Unsur-Unsur Implementasi .................................................. 12
2.2.4 Teori Hybrid Contract .......................................................... 13
2.2.5 Argumen Ulama Tentang Hybrid Contract ........................ 14
2.2.6 Jenis-Jenis Hybrid Contract Menurut Al-Imrani ................. 17
2.2.7 Hybrid Contract Yang Dilarang ........................................... 20
2.2.8 Contoh Produk Hybrid Contract Pada Bank Syariah........... 22
2.2.9 Unsur-Unsur Hybrid Contract Dalam Bank Syariah ........... 23
2.2.10 Teori Murabahah bil Wakalah............................................ 24
2.2.11 Dasar Hukum Akad Murabahah bil Wakalah .................... 25
2.2.12 Syarat Murabahah bil Wakalah .......................................... 29
2.2.13 Ketentuan Umum Murabahah bil Wakalah Pada LKS ...... 30
2.2.14 Rukun Murabahah bil Wakalah.......................................... 30
2.2.15 Pandangan Islam Tentang Murabahah bil Wakalah ........... 31
2.2.16 Skema Pembiayaan Murabahah bil Wakalah ..................... 32
2.2.17 Tujuan Pembiayaan Murabahah bil Wakalah .................... 33
2.2.18 Cara Pelaksanaan Murabahah bil Wakalah ........................ 33
2.3 Tinjauan Konseptual ...................................................................... 34
2.4 Bagan Kerangka Fikir .................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 37
3.2 Lokasi dan Waktu Penenlitian ........................................................ 37
3.3 Fokus Penelitian ............................................................................. 38
3.4 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 38
xiv
xiv
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 39
3.6 Teknik Analisis Data ...................................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum BNI Syariah Cabang Makassar......................... 41
4.2 Ketentuan Hybrid Contract pada Pembiayaan Murabahah bil Wakalah
di BNI Syariah Cabang Makassar ................................................. 42
4.2.1 Syarat Serta Ketentuan Murabahah bil Wakalah ................. 45
4.3 Implementasi Ketentuan Hybrid Contract Pada Pembiayaan Murabahah
bil Wakalah di BNI Syariah Cabang Makassar ............................. 60
4.3.1 Jenis Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah .......................... 64
4.3.2 Alur Pembiayaan Murabahah Konsumtif ............................. 71
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 80
5.2 Saran ............................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 85
xv
xv
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
1 Persyaratan Dokumen pembiayaan konsumtif. 65
2 Persyaratan Dokumen pembiayaan khusus Fleksi Umrah
iB Hasanah. 69
xvi
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Halaman
1 Skema Akad Murabahah bil Wakalah 32
2 Bagan Kerangka Fikir 36
xvii
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Lampiran Judul Lampiran Halaman
1 Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN/-
MUI/IV/2000 Tentang Murabahah
1
2 Struktur Organisasi BNI Syariah Cabang Makassar 6
3 Browsur Pembiayaan Konumtif Murabahah
7
4 Berita Acara Penandatanganan Akad Murabahah bil
Wakalah
8
5 Izin Melaksanakan Penelitian
9
6 Izin Penelitian
10
7 Rekomendasi Penelitian
11
8 Izin Selesai Meneliti
12
9 Surat Keterangan Wawancara (Pegawai BNI Syariah) 13
10 Surat Keterangan Wawancara (Nasabah) 19
11 Panduan Wawancara 22
12 Transkrip Wawancara 23
13 Dokumentasi 37
14 Riwayat Hidup Penulis 40
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem Lembaga Keuangan, atau yang lebih khusus lagi disebut sebagai
aturan yang menyangkut aspek keuangan dalam sistem mekanisme keuangan suatu
Negara, telah menjadi instrumen penting dalam memperlancar jalannya pembangunan
suatu bangsa. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu saja
menuntut adanya sistem baku yang mengatur dalam kegiatan kehidupannya.
Termasuk diantaranya kegiatan keuangan yang dijalankan oleh setiap umat. Hal ini
berarti sistem baku termasuk dalam bidang ekonomi. Namun, didalam perjalanan
hidup umat manusia kini telah berada dalam sistem perekonomian yang bersifat
sekuler.
Khusus di bidang perbankan, sejarah telah mencatat, sejak berdirinya De
Javache Bank pada tahun 1872, telah menanamkan nilai-nilai sistem perbankan yang
sampai sekarang telah mentradisi di kalangan masyarakat Indonesia, tanpa kecuali
umat islam.
Suatu kemajuan yang cukup menggembirakan, menjelang abad XX terjadi
kebangkitan umat islam dalam segala aspek. Dalam sistem, keuangan, berkembang
pemikiran-pemikiran yang mengarah pada reorientasi sistem keuangan, yaitu yaitu
dengan menghapuskan instrumen utamanya yaitu bunga. Usaha tersebut dilakukan
dengan tujuan mencapai kesesuaian dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam
yang mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran dan kebajikan.
2
Keberadaan perbankan Islam di tanah air telah mendapatkan pijakan kokoh
setelah lahirnya Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang direvisi
melalui Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, yang dengan tegas mengakui
keberadaan dan berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank Islam. Dengan demikian,
bank ini adalah yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi Hasil adalah prinsip
muamalah berdasarkan syari‟ah dalam melakukan kegiatan usaha bank.1
Secara teoritis, keunggulan perbankan syariah terletak pada sistem yang
berdasarkan atas prinsip bagi hasil (profit and lost sharing) dan berbagi resiko (risk
sharing) sistem ini diyakini para ulama sebagai jalan keluar untuk menghindari
penerimaan dan pembayaran (bunga)2 Bank syariah dengan sistem bagi hasil
dirancang untuk terbinanya kebersamaan dan menanggung resiko usaha dan berbagi
hasil usaha antara pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga,
lembaga selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana
yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha. Pengelolaan dana tersebut
berdasarkan akad-akad yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah muamalat. Dari segi
ada atau tidaknya kompensasi, fikih muamalat membagi akad menjadi dua bagian,
yaitu akad tabarru‟ dan akad tijarah.
Akad tabarru‟, yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut non-profit
transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis
untuk mencari keuntungan komersial. Akad tabarru‟ dilakukan dengan tujuan tolong-
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter part-nya untuk sekedar menutup
1Drs. Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Edisi Revisi (AMPYKPN; Yogyajarta,2005),
h. 15. 2Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, dan Prospek (Jakarta, 2000), h.
125.
3
biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru‟
tersebut. Akan tetapi, ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru‟
itu.3Perbankan syariah akan dapat berkembang dengan baik apabila selalu
berorientasi pada demand masyarakat. Dengan bermodalkan UU dan nilai-nilai
moral, perbankan syariah harus mampu membuktikan bahwa keberadaannya mampu
melayani kebutuhan masyarakat. Memang perbankan syariah beroperasi dengan
sistem dan produk-produk yang berbeda dengan produk-produk perbankan
konvensional. Namun, perbankan Indonesia menyiapkan perangkat ketentuan yang
memungkinkan perbankan syariah dapat beroperasi secara optimal.
Sejak bunga sebagai instrumen profit pada lembaga keuangan disepakati
sebagai riba yang diharamkan menurut syariah, akad muamalah menempati tempat
tersebut sebagai mekanisme dan instrumen pengganti dalam memperoleh profit pada
lembaga keuangan syariah. Proses migrasi akad muamalah yang semula personal
(individu) menjadi institusi (lembaga) karena diadopsi dan diadaptasi oleh lembaga
keuangan menimbulkan kerumitan tersendiri yang dihadapi oleh praktisi lembaga
keuangan.
Kerumitan tersebut semakin terasa di era tranksaksi keuangan modern yang
semakin kompleks, karena dibutuhkan desain kontrak (akad) dalam bentuk yang tidak
hanya tunggal, tetapi mengkombinasikan beberapa akad, yang kemudian dikenal
dengan istilah hybrid contract atau al- uqud al-murakkabah atau multiakad. Bentuk
akad tunggal sudah tidak mampu merespon transaksi keuangan kontemporer yang
selalu bergerak dan terpengaruh oleh industri nasional, regional maupun
3Amir Machmud dan Rukmana ,Bank syariah teori, kebijakan, dan studi empiris di
Indonesia, h. 20.
4
internasional.4 Istilah Hybrid contract pada bank syariah memang tidak asing lagi, hal
ini dikarenakan dalam produk pembiayaan mikro perbankan syariah banyak yang
menggunakan dua akad atau lebih dalam satu tranksaksi salah satunya pembiayaan
mikro murabahah bil wakalah yang ada di bank BNI Syariah terkhusus di bank BNI
Syariah KC Makassar. Menurut teori pengimplementasian murabahah bil wakalah
pada bank syariah yaitu barang secara prinsip harus menjadi milik bank terlebih
dahulu sehingga akad pertama yang harus digunakan adalah akad wakalah, setelah
akad wakalah berakhir baru kemudian menggunakan akad murabahah.
Berdasarkan pengamatan awal selama melakukan Program Pengalaman
Lapangan di BNI Syariah memang disana terdapat pembiayaan murabahah bil
wakalah yang diterapkan dan itu juga merupakan salah satu produk unggulan yang
banyak diminati oleh nasabah akan tetapi, diperkirakan terdapat kesenjangan terhadap
pengimplementasian hybrid contract pada pembiayaan murabahah bil wakalah yang
diterapkan disana, dimana akad murabahah dilakukan sebelum akad wakalah
berakhir. Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh terkait
masalah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan hybrid contract pada pembiayaan murabahah bil
wakalah di BNI Syariah Cab. Makassar?
2. Bagaimana implementasi ketentuan hybrid contract pada pembiayaan
murabahah bil wakalah di BNI Syariah Cab. Makassar?
4Ali Amin Isfandiar, “Analisis Fiqh Muamalah tentang Hybrid Contract Model dan
Penerapannya pada lembaga Keuangan Syariah,” Vol. 10, No. 2 (November 2013), h.230-231.
http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/penelitian/article/download/361/570/ (diakses 10
januari 2019).
5
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan hybrid contract pada pembiayaan
murabahah bil wakalah di BNI Syariah Cab. Makassar.
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi ketentuan hybrid contract pada
pembiayaan murabahah bil wakalah di BNI Syariah Cab. Makassar.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Secara teoritis, sebagai salah satu kontribusi pemikiran untuk memberikan
khazanah atau wawasan ilmu pengetahuan tentang bagaimana mekanisme
pelaksanaan hybrid contract pada pembiayaan murabahah bil wakalah pada
BNI Syariah Cab. Makassar serta penelitian ini juga mampu menjadi sumber
reverensi teoritis untuk penelitian sejenis dimasa mendatang sehingga dapat
menghasilkan penelitian yang lebih konkrit yang terdapat dalam penelitian ini.
2. Secara praktis, sebagai salah satu acuan untuk meningkatkan kinerjanya,
sekaligus dapat memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada di BNI
Syariah Cab. Makassar.
6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sholihatin Khofsah NIM.14801015, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, dengan judul “Implementasi Produk Murabahah Bil Wakalah
Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Ekonomi Peternak Sapi di Bmt Al-Hijrah Kan
Jabung”, dalam penelitian ini Sholihatin Khofsah lebih terfokus pada penerapan
sistem jual beli murabahah bil wakalah dalam pembiayaan peternak sapi di BMT al-
Hijrah KAN Jabung serta dampak dari penerapan sistem jual beli murabahah bil
wakalah dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi peternak sapi
Dalam hal ini mayoritas nasabah merasakan hal yang sama, yaitu pelaksanaan
atau implementasi pembiayaan murabahah bil wakalah ini dirasa efektif dan efisien
karena tidak membebankan nasabah dalam hal angsuran dan tidak disyaratkan
jaminan jika mengajukan pinjaman. Kemudian hasilnya dapat dirasa oleh para
nasabah atau peternak sapi bahwa hasil tersebut sangat membantu perekonomian
keluarga. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus dan lokasi penelitian dilakukan di BMT al-Hijrah KAN (Koperasi Argo
Niaga) Jabung Malang5.
Murni NIM.08.095.009, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Parepare, dengan judul “Penerapan Akad Wakalah Dalam Produk Murabahah Pada
Bank Muamalat Kota Parepare (Tinjauan Hukum Islam)”, dalam penelitian ini Murni
5Sholihatin Khofsah, “Implementasi Produk Murabahah Bil Wakalah Sebagai Upaya Untuk
Meningkatkan Ekonomi Peternak Sapi di Bmt Al-Hijrah Kan Jabung” (Tesis;Jurusan Ekonomi
Syariah: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017) http://etheses.uin-
malang.ac.id/10194/ (diakses 5 januari 2019).
7
lebih terfokus pada penerapan akad wakalah pada produk murabahah sebagai upaya
untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum islam terhadap akad wakalah dalam
produk murabahah dimana dari hasil penelitian tersebut akad wakalah dalam produk
murabahah dibolehkan oleh islam karena sangat dibutuhkan oleh manusia dalam
kenyataan hidup sehari-hari Karena tidak semua orang mampu melaksanakan sendiri
semua urusannya, sehingga diperlukan seseorang yang bisa mewakilkannya dalam
menyelesaikan urusannya. Jenis penelitian yang digunakan yaitu desain deskriptif,
lokasi penelitian dilakukan di Bank Muamalat Cab. Parepare6.
Wike Ariska NIM.54151025, Universitas Islam Negeri Sumatera Medan,
dengan judul “Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah Dalam Pembiayaan KUR
(Kredit Usaha Rakyat) Mikro di BRI Syariah KCP Stabat”, Dalam penelitian ini
Wike lebih terfokus pada penerapan Akad Murabahah bil Wakalah dalam
pembiayaan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dimana dari hasil penelitian tersebut
penerapan pembiayaan murabahah yang dilakukan di Bank BRI Syariah KCP Stabat
menggunakan akad Murabahah bil Wakalah, Meskipun disana akad wakalahnya
dilakukan secara internal saja, yaitu antara pihak bank dan nasabah atau biasa disebut
dengan akad dibawah tangan, artinya untuk akad wakalah ini tidak di notariilkan.
Alasan Bank BRI Syariah KCP Stabat menggunakan akad Murabahah bil
Wakalah dalam pembiayaan KUR mikro adalah supaya memudahkan para nasabah
dalam membayar angsuran untuk pembelian barang modal kerja dengan margin yang
sudah ditetapkan yaitu 7% pertahun. Melalui pembiayaan KUR ini juga dapat
mempercepat perputaran modal bank yang disertai dengan pendapatan Bank BRI
6Murni, “Penerapan Akad Wakalah Dalam Produk Murabahah Pada Bank Muamalat Kota
Parepare (Tinjauan Hukum Islam)” (Skripsi Sarjana; Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam: STAIN
Parepare, 2013).
8
Syariah KCP Stabat. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
metode deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian Library Research
dan lokasi penelitian dilakukan di Bank BRI Syariah KCP Stabat7.
Dari ketiga penelitian yang diuraikan penulis diatas, dapat dilihat letak
perbedaan yang dilakukan oleh peneliti sekarang. Perbedaan masing-masing dapat
dilihat dari tempat penelitiannya yang sangat jelas kedua penelitian terdahulu masing-
masing fokus kepada penelitian di BMT AL-HIJRAH KAN JABUNG, Bank
Muamalat Kota Parepare dan BRI Syariah KCP Stabat. Titik fokus yang dilakukan
oleh peneliti sebelumnya juga berbeda dengan titik fokus yang dilakukan peneliti
sekarang. Peneliti pertama lebih terfokus pada sistem jual beli murabahah bil wakalah
yang diterapkan dalam pembiayaan peternak sapi di BMT AL-HIJRAH KAN
JABUNG dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi peternak sapi. Apakah benar-
benar dengan penerapan sistem jual beli murabahah bil wakalah kesejahteraan
perekonomian peternak sapi dapat meningkat.
Sedangkan, peneliti yang kedua memfokuskan penelitian tentang penerapan
akad wakalah dalam produk murabahah serta bagaimana pandangan hukum islam
terhadap akad wakalah dalam produk murabahah, apakah dengan penerapan akad
wakalah dalam produk murabahah dapat mengurangi kesyariahan produk murabahah.
dan untuk penelitian yang ketiga titik fokus penelitian tersebut hanya pada penerapan
akad Murabahah bil Wakalah dalam pembiayaan KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada
bank BRI Syariah KCP Stabat.
7Wike Ariska, “Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah Dalam Pembiayaan KUR (Kredit
Usaha Rakyat) Mikro di BRI Syariah KCP Stabat” (Skripsi;Program Studi Perbankan Syariah:
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, 2017) http://repository.uinsu.ac.id/3831/ (diakses 5
januari 2019).
9
Sedangkan, peneliti sekarang lebih terfokus pada pengimplementasian hybrid
contract pada pembiayaan mikro murabahah bil wakalah di BNI Syariah Cabang
Makassar. apakah benar-benar terdapat ketidaksesuaian antara teori murabahah bil
wakalah dengan pengimplementasiannya di BNI Syariah Cabang Makassar dengan
menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research). Sedangkan, penelitian Jadi,
perbedaan penelitian yang telah dilakukan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang
sangatlah jelas perbedaannya mulai dari Lokasi/tempat penelitian, fokus penelitian,
serta metode penelitiannya.
2.2 Tinjauan Teoritis
2.2.1 Teori Implementasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi merupakan
pelaksanaan atau penerapan suatu program guna untuk mencapai suatu tujuan
kegiatan8. Menurut Guntur Setiawan, implementasi adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya
serta memerlukan jaringan pelaksana birokrasi yang efektif9.
Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi,
tindakan, atau adanya mekanisme suatu sitem. Implementasi bukan hanya sekedar
aktivitas, tetapi suatu kegiataan yang terencanadaan untuk mencapai tujuan
kegiatan10
.
8Kamus besar bahasa Indonesia Edisi keempat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
h.529 9Guntur Setiawan, Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004), h.
9. 10
Nurdin Usman, Konteks Implementasui Berbasis Kurikulum (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2002), h 6.
10
2.2.2 Variable Untuk Mencapai Tujuan Implementasi Kebijakan.
1. Komunikasi (Communication):
Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan
atau public, ketersediaan sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan
tanggap dari para pelaku yang terlibat dan bagaimana struktur organisasi pelaksana
kebijakan. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk mengetahui
apa yang harus mereka lakukan. Bagi suatu organisasi, komunikasi merupakan suatu
proses penyampaian informasi, ide-ide diantara para anggota organisasi secara timbal
balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan .keberhasilan komunikasi
ditentukan oleh 3 (tiga) indikator, yaitu penyaluran komunikasi, konsistensi
komunikasi dan kejelasan komunikasi. Faktor komunikasi dianggap penting, karena
dalam proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan unsur sumber daya akan
selalu berurusan dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.
2. Ketersediaan sumberdaya (Resources):
Berkenaan dengan sumber daya pendukung untuk melaksanakan kebijakan
yaitu :
1. Sumber daya manusia:
Merupakan aktor penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan dan
merupakan pontensi manusiawi yang melekat keberadaannya pada
seseorang meliputi fisik maupun non fisik berupa kemampuan seorang
pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengalaman ,
keahlian, keterampilan dan hubungan personal.
11
2. Informasi:
Merupakan sumber daya kedua yang penting dalam implementasi
kebijakan. Informasi yang disampaikan atau diterima haruslah jelas
sehingga dapat mempermudah dan memperlancar pelaksanaan kebijakan
atau program.
3. Kewenangan:
Hak untuk mengambil keputusan, hak untuk mengarahkan pekerjaan
orang lain dan hak untuk memberi perintah.
4. Pendanaan:
Membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut, informasi yang
relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara
mengimplementasikan suatu kebijakan, dan kerelaan atau kesanggupan
dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut.
Hal ini dimaksud agar para implementator tidak melakukan kesalahan
dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.
3. Sikap dan komitmen dari pelaksana program (Disposition):
Berhubugan dengan kesediaan dari para implementator untuk menyelesaikan
kebijakan public tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi tanpa kesediaan dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Disposisi menjaga konsistensi tujuan
antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Kunci
keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah sikap pekerja terhadap
penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau dukungan yang telah ditetapkan.
12
4. Struktur birokrasi (Bureaucratic Strukture),:
Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi menjelaskan susunan tugas
dan para pelaksana kebijakan, memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan
prosedur standar operasi11
2.2.3 Unsur-unsur Implementasi12
1. Unsur Pelaksana
Unsur pelaksana adalah implementator kebijakan yang diterangkan
Dimock & Dimock dalam Tachjan sebagai berikut:
“Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan kebijakan
yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasi, pengambilan
keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta
penilaian.
2. Program Yang Dilaksanakan
Suatu kebijakan publik tidak mempunyai arti penting tanpa tindakan-
tindakan riil yang dilakukan dengan program, kegiatan atau proyek.
Menurut Terry dalam Tachjan program merupakan;
Suatu program dapat didefinisikan sebagai rencana komprensif yang
mencakup penggunaan masa depan sumber daya yang berbeda dalam pola
terintegrasi dan membentuk urutan tindakan yang diperlukan dan jadwal
waktu untuk setiap dalam rangka mencapai tujuan yang dinyatakan. Make
11
http://perencanaankota.blogspot.com/2012/01/beberapa-teori-tentang-implementas.html,
(diakses tanggal 1 februari 2019).
12https://elib.unikom.ac.id/download.php?id=148736 (diakses tanggal 1 januari 2019).
13
up dari sebuah program dapat mencakup tujuan, kebijakan, prosedur,
metode, standard anggaran.
3. Target Group atau Kelompok Sasaran
Tachjan mendefinisikan bahwa:
Target group yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat
yang akan menerima barang atau jasa yang akan dipengaruhi perilakunya
oleh kebijakan”
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kelompok
sasaran dalam konteks implementasi kebijakan bahwa karakteristik yang
dimiliki oleh kelompok sasaran seperti: besaran kelompok, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pengalaman, usia serta kondisi sosial ekonomi
mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi.
2.2.4 Teori Hybrid Contract
Menurut istllah fikih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab
yaitu al-„uqud al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap). Al-uqud al-
murakkabah. Kata ‘aqd secara etimologi artinya mengkokohkan, meratifikasi dan
mengadakan perjanjian. sedangkan secara terminology ‘aqd berarti mengadakan
perjanjian atau ikatan yang mengakibatkan munculnya kewajiban.
Akad murakkab menurut Nazih Hammad adalah “Kesepakatan dua pihak
untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad lebih seperti jual beli
dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qard, muzara‟ah, sarf (penukaran mata
uang), syarkah, mudharabah dst, - sehingga semua akibat hukum akad-akad yang
terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang
14
sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum
dari satu akad.” Sedangkan menurut Al-„Imrani, akad murakkab adalah:
“Himpunan beberapa akad kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad baik secara
gabungan maupun secara timbal balik. sehingga seluruh hak dan kewajiban yang
ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum dari satu akad”13
2.2.5 Argumen Ulama Tentang Hybrid Contract
Salah seorang pakar ekonomi syariah di Indonesia Agustianto14
menjelaskan
bahwa perkembangan perbankan dan keuangan syariah mengalami kemajuan yang
sangat pesat dan menghadapi tantangan yang makin kompleks. Perbankan dan
lembaga keuangan syariah harus bisa memenuhi kebutuhan bisnis modern dengan
menyajikan produk-produk inovatif dan lebih variatif serta pelayanan yang
memuaskan. Tantangan ini menuntut para praktisi, regulator, konsultan, dewan
syariah dan akademisi bidang keuangan syariah untuk senantiasa aktif dan kreatif
dalam memberikan respons terhadap perkembangan tersebut. Para praktisi dituntut
secara kreatif melakukan inovasi produk; regulator membuat regulasi yang mengatur
dan mengawasi produk yang dilaksanakan oleh praktisi. Dewan syariah dituntut
secara aktif dan kreatif mengeluarkan fatwa-fatwa yang dibutuhkan industri sesuai
tuntutan zaman, dan akademisi pun dituntut memberikan pencerahan ilmiah dan
tuntunan agar produk maupun regulasi mendukung kebutuhan industri modern dan
benar-benar tidak menyimpan dari prinsip-prinsip syariah. Salah satu pilar untuk
menciptakan produk perbankan dan keuangan syariah dalam menyahuti tuntutan
13
Abdulahanaa, Mardhaniah, Kaedah-Kaedah Keabsahan Multi Akad Hybrid Contract
(2014), h. 47-49. http://repositori.stain-watampone.ac.id/59/ (11 januari 2019).
14Abdulahanaa, Mardhaniah, Kaedah-Kaedah Keabsahan Multi Akad Hybrid Contract h. 55.
15
kebutuhan masyarakat modern, adalah pengembangan hybrid contract (multi akad).
Bentuk akad tunggal sudah tidak mampu merespon tranksaksi keuangan
kontemporer. Metode hybrid contract seharusnya menjadi unggulan dalam produk.
Harus dipahami, bahwa larangan two in one hanya terbatas dalam dua kasus
saja sesuai dengan sabda-sabda Nabi Muhammad Saw yang terkait dengan itu. Two
in one tidak boleh diperluas kepada masalah lain yang tidak relevan dan tidak pas
konteksnya. Para dosen, ahli ekonomi syariah, bankir syariah dan konsultan harus
mempelajari secara mendalam pandangan ulama tentang akad two in one dan al-
‘uqūd al-murakkabah, agar pemahaman terhadap desain kontrak syariah, bisa lebih
komprehensif, dinamis dan tidak kaku. Kekakuan itu bisa terjadi karena kedangkalan
metodologis syariah dan kelangkaan literatur yang sampai kepada kita.15
Memang ada tiga buah hadis Nabi Saw yang menunjukkan larangan
penggunaan hybrid contract. Ketiga hadis itu berisi tiga larangan, pertama larangan
bai‘ wa salaf, larangan kedua bai‘ataīni fibai‘atin, dan larangan ketiga safqataīni fi
shafqatin. Ketiga hadis itulah yang selalu dijadikan rujukan para konsultan dan bankir
syariah tentang larangan two in one. Namun harus dicatat, larangan itu hanya berlaku
kepada dua kasus, karena maksud hadis kedua dan ketiga sama, walaupun redaksinya
berbeda.
Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama
Syafi‟iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum multi akad (hybrid contract)
adalah sah dan diperbolehkan menurut syariat Islam.Ulama yang membolehkan
beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan
dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau
15
Abdulahanaa, Mardhaniah, Kaedah-Kaedah Keabsahan Multi Akad Hybrid Contract , h. 56.
16
membatalkannya.16
Kecuali menggabungkan dua akad yang menimbulkan riba atau
menyerupai riba, seperti menggabungkan qard dengan akad yang lain, karena adanya
larangan hadis menggabungkan jual beli dan qard. Demikian pula menggabungkan
jual beli cicilan dan jual beli tunai (cash) dalam satu transaksi.17
Al-Syatiby menjelaskan perbedaan antara hukum asal dari ibadat dan
muamalat. Menurutnya, hukum asal dari ibadat adalah melaksanakan (ta‘abbud) apa
yang diperintahkan dan tidak melakukan penafsiran hukum. Sedangkan hukum asal
dari muamalat adalah mendasarkan substansinya bukan terletak pada praktiknya.
Dalam hal ibadah tidak bisa dilakukan penemuan atau perubahan atas apa yang telah
ditentukan, sementara dalam bidang muamalat terbuka lebar kesempatan untuk
melakukan perubahan dan penemuan yang baru, karena prinsip dasarnya adalah
diperbolehkan bukan melaksanakan (ta‘abbud). Pendapat ini didasarkan pada
beberapa nash yang menunjukkan kebolehan multi akad dan akad secara umum.
Pertama firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 1:
فا يا أيا انذي بانعقد آيا أ
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman penuhilah olehmu akad-akad itu.
Aqad (perjanjian) yang dimaksud dalam ayat ini mencakup: janji prasetia
hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan
sesamanya, termasuk akad-akad māliyah atau tijāri. Pertumbuhan dan perkembangan
pesat aktivitas dan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia saat ini, seperti
16Abdulahanaa, Mardhaniah, Kaedah-Kaedah Keabsahan Multi Akad Hybrid Contract , h. 57.
17Agustianto, “Hybrid Contract dalam Keuangan Syariah,”Administrator. 25 September
2013. http://www.iaei-pusat.org/en/article/ekonomi-syariah/hybrid-contract-dalam-keuangan-syariah-1
(diakses tanggal 1 April 2019).
17
perbankan syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah, obligasi syariah, dan lain
sebagainya menuntut para praktisi, regulator, dan bahkan akademisi bidang keuangan
syariah untuk senantiasa aktif dan kreatif dalam rangka memberikan respons terhadap
perkembangan tersebut. Para praktisi dituntut melakukan penciptaan berbagai produk;
regulator membuat regulasi yang mengatur dan mengawasi produk yang ditawarkan
dan dilaksanakan oleh praktisi; dan akademisi pun dituntut memberikan konsep,
pencerahan dan tuntunan agar produk maupun regulasi benar-benar tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip syariah.18
2.2.6 Jenis-Jenis Hybrid Contract Menurut Al-‘Imrani19
1. Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-‘uqud al-mutaqabilah)
Taqabul menurut bahasa berarti berhadapan. Al-‘uqud al-mutaqabilahadalah
multiakad dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama bergantung pada
sempurnanya akad kedua melalui proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu
bergantung pada akad lainnya (Imam Malik ibn Anas, 1323: 126).
Dalam tradisi fikih, mode l akad seperti ini sudah dikenal lama dan praktiknya
sudah banyak. Banyak ulama yang telah membahas tema ini, baik yang berkaitan
dengan hukumnya, atau model pertukarannya; misalnya antara akad pertukaran
(mu’awadhah) dengan akad tabarru‟, antara akad tabarru‟ dengan akad tabarru‟ atau
akad pertukaran dengan akad pertukaran. Ulama biasa mendefinisikan akad ini
dengan akad bersyarat (isytirath ‘aqd bi’aqd).
1. Akad Terkumpul (al-‘uqud al-mujtami’ah)
18
Agustianto, “Hybrid Contract dalam Keuangan Syariah,”Administrator. H. 58.
19Ali Amin Isfandiar, “Analisis Fiqh Muamalah tentang Hybrid Contract Model dan
Penerapannya pada lembaga Keuangan Syariah,” Vol. 10, No. 2 (November 2013), h. 214-217
http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/penelitian/article/download/361/570/ (diakses 10
januari 2019).
18
Al-‘uqud al-mujtami’ah adalah multiakad yang terhimpun dalam satu akad.
Dua atau lebih akad terhimpun dalam satu akad. Multiakad yang mujtami’ahini dapat
terjadi dengan terhimpunnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam
satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda akibat hukum
dalam satu akad terhadap dua objek dengan dua harga, atau dua akad dalam satu akad
yang berbeda hukum atas satu objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang
sama atau waktu yang berbeda.
2. Akad Berlawanan (al-‘uqud al-mutanaqidhah wa al-mutadhadah wa al-
mutanafiyah)
Ketiga istilah al-mutanaqidhah, al-mutadhadah, al-mutanafiyah memiliki
kesamaan bahwa ketiganya mengandung maksud adanya perbedaan. Tetapi ketiga
istilah ini mengandung implikasi yang berbeda.
Mutanaqidhah mengandung arti berlawanan, seperti pada contoh seseorang
berkata sesuatu lalu berkata sesuatu lagi yang berlawanan dengan yang pertama.
Sedangkan arti etimologi dari mutadhadah adalah dua hal yang tidak mungkin
terhimpun dalam satu waktu, seperti antara malam dan siang. Adapun arti dari
mutanafiyah adalah menafikan, lawan dari menetapkan.
Dari pengertian di atas, para ahli fiqih merumuskan maksud dari multiakad
(„uqud murakkabah) yang mutanaqidhah, mutadhadah, dan mutanafiyah, yaitu:
1. Satu hal dengan satu nama tidak cocok untuk dua hal yang berlawanan,
maka setiap dua akad yang berlawanan tidak mungkin dipersatukan dalam
satu akad.
19
2. Satu hal dengan satu nama tidak cocok untuk dua hal yang berlawanan,
karena dua sebab yang saling menafikan akan menimbulkan akibat yang
saling menafikan pula.
3. Dua akad yang secara praktik berlawanan dan secara akibat hukum
bertolak belakang tidak boleh dihimpun.
4. Haram terhimpunnya akad jual beli dan sharf dalam satu akad. Mayoritas
ulama Maliki berpendapat akadnya batal karena alasan ketentuan hukum
kedua akad itu saling menafikan, yaitu bolehnya penundaan dan khiyar
dalam jual beli, sedang dalam sharf, penundaan dan khiyar tidal
dibolehkan.
5. Ada dua pendapat mengenai terhimpunnya jual beli dan ijarah, ada jual beli
dengan sharf dengan satu imbalan. Pertama mengatakan kedua akad batal
karena hukum dua akad berlawanan dan tidak ada prioritas satu akad atas
yang lain karenanya kedua akad tidak sah, karena keduanya dapat
dimintakan imbalan sebagai harga masing-masing. Oleh karena itu, kedua
akad tersebut boleh dimintakan imbalan secara bersamaan. Menurut
pendapat yang lain tidak sah, karena ketentuan hukumnya berbeda.
Dari pendapat ulama di atas disimpulkan bahwa multi akad yang
mutanaqidhah, mutadhadah, dan mutanafiyah adalah akad-akad yang tidak
boleh dihimpun menjadi satu akad. Meski demikian pandangan ulama
terhadap tiga bentuk multiakad tersebut tidak seragam.
3. Akad berbeda (al-‘uqud al-mukhtalifah)
Yang dimaksud dengan multiakad yang mukhtalifah adalah terhimpunnya dua
akad atau lebih yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua akad
20
itu atau sebagainya. Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad jual beli dan sewa,
dalam akad sewa diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan jual beli sebaliknya.
Contoh lain, akad ijarah dan salam. Dalam salam, harga salam harus diserahkan pada
saat akad ijarah (fi al-majlis), sedangkan dalam ijarah,harga sewa tidak harus
diserahkanada saat akad.
5. Akad sejenis (al-‘uqud al-mutajanisah)
Al-‘uqud al-murakkabah al-mutajanisah adalah akad-akad yang mungkin
dihimpun dalam satu akad, dengan tidak mempengaruhi di dalam hukum dan akibat
hukumnya. Multiakad jenis ini dapat terdiri satu jenis akad seperti akad jual beli dan
akad jual beli, atau dari beberapa jenis seperti akad jual beli dan sewa menyewa.
Multiakad jenis ini dapat pula terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum yang
sama atau berbeda.
2.2.7 Hybrid Contract yang Dilarang
Dalam hadis, Nabi secara jelas menyatakan dua bentuk multi akad yang
dilarang yaitu:
1. Menggabungkan akad Bai’ (jual beli ) dan Salaf (pinjaman)
Dalam sebuah hadis disebutkan: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang
jual beli dan pinjaman”. (HR. Ahmad)
Misalnya Ali meminjamkan (qardh) sebesar 1000 dirham, lalu dikaitkan dengan
penjualan barang yang bernilai 900 dirham, tetapi harga penjualan itu tetap harga
1000 dirham. Seolah-olah Ali memberi pinjaman 1000 dengan akad qardh, dan
menjual barang seharga 900, agar mendapatkan margin 100 dirham. Di sini
Ali memperoleh kelebihan 100, karena harga penjualan barang menjadi Rp 1000.
Namun menurut Imrani, tidak selamanya diharamkan, karena jika harga barang sesuai
21
dengan harga pasar, maka tidak menjadi masalah hybrid contract antara qardh dan
jual beli.
Ibn Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang multi akad antara akad salaf
(memberi pinjaman/qardh) dan jual beli, untuk menghindari terjurumus kepada riba
yang diharamkan. Namun, jika kedua akad itu terpisah (tidak tergantung, muallaq)
hukumnya boleh.
Penegasan : Larangan ini hendak menunjukkan bahwa qardh tidak boleh dikaitkan
dengan akad apapun, qardh adalah akad tabarru‟, bukan akad bisnis.
2. Menggabungkan akad Bai’ (jual beli ) dan Salaf (pinjaman)
Dalam sebuah hadis disebutkan: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang
jual beli dan pinjaman”. (HR. Ahmad) Misalnya Ali meminjamkan (qardh) sebesar
1000 dirham, lalu dikaitkan dengan penjualan barang yang bernilai 900 dirham, tetapi
harga penjualan itu tetap harga 1000 dirham.
Seolah-olah Ali memberi pinjaman 1000 dengan akad qardh, dan menjual
barang seharga 900, agar mendapatkan margin 100 dirham. Di sini Ali memperoleh
kelebihan 100, karena harga penjualan barang menjadi Rp 1000. Namun menurut
Imrani, tidak selamanya diharamkan, karena jika harga barang sesuai dengan harga
pasar, maka tidak menjadi masalah hybrid contract antara qardh dan jual beli.
Ibn Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang multi akad antara akad salaf
(memberi pinjaman/qardh) dan jual beli, untuk menghindari terjurumus kepada riba
yang diharamkan. Namun, jika kedua akad itu terpisah (tidak tergantung, muallaq)
22
hukumnya boleh. Penegasan larangan ini hendak menunjukkan bahwa qardh tidak
boleh dikaitkan dengan akad apapun, qardh adalah akad tabarru‟, bukan akad bisnis.20
2.2.8 Contoh Produk Hybrid Contract Pada Bank Syariah
Mengacu pada jenis-jenis hybrid contract serta jenis hybrid contract yang
dilarang, terdapat beberapa contoh produk perbankan syariah yang masuk kategori
Hybrid Contract. Contoh tersebut antara lain:
1) Akad Murabahah, di mana di dalamnya juga terdapat akad wakalah apabila
pihak bank mewakilkan pengiriman pada supplier dan akad ujr atau
kesepakatan keuntungan yang akad diterima bank dari nasabah. Akad
murabahah merupakan kategori hybrid contract dengan akad bergantung
2) Akad wadiah dan mudharabah pada giro bank syariah. Terdapat akad utama
yakni titipan yang disertai dengan akad penambahan keuntungan. Dari akad
tersebut terdapat akad atau kesepakatan dalam menentukan keuntungan. Akad
tersebut masuk contoh hybrid contract kategori akad terkumpul.
3) Akad jual beli dan pinjaman (qard wal ijarah) di mana dalam akad ini, akad
jual beli dilakukan dengan pembayaran tertangguh (pinjaman). Sedangkan
akad pinjaman ditambah dengan ujr yang berarti upah atau keuntungan. Akad
tersebut masuk contoh hybrid contract kategori akad berlawanan.
4) Akad ijarah muntahiyah bi’ Itamlik. Merupakan konstruksi perjanjian sewa
beli yang dianggap sesuai dengan syariah. Sewa beli merupakan salah satu
bentuk perjanjian campuran antara jual-beli dan sewa-menyewa dan dalam
20Anggit Tinarbuka,”Multi Akad Hybrid Contract “Blog Anggit Tinarbuka.
http://elsyadii.blogspot.com/2015/01/multi-akad-hybrid-contract.html (diakses pada 3 Februari 2019)
23
praktek sering disamakan dengan leasing. Akad tersebut masuk contoh hybrid
contract kategori akad berbeda.
5) Akad murabahah bil salam. Akad jenis ini merupakan gabungan akad sejenis
(jual-beli dan jual beli) dimana terdapat akad murabahah yang pembayarannya
tertanggung namun dibayar di muka dengan keuntungan. Akad tersebut masuk
contoh hybrid contract kategori akad sejenis.21
2.2.9 Unsur-unsur Hybrid Contract pada Perbankan Syariah
Unsur-unsur yang terdapat dalam hybrid contract tentu sama seperti unsur-
unsur atau rukun pada suatu akad, antara lain :
1) Shighat atau ijab dan Kabul;
2) Aqid‟ atau para pihak yang berakad;
3) Ma „qdl „alaih atau objek akad; dan
4) Maudhu al-aqd atau tujuan akad.22
Dari keempat unsur atau rukun akad di atas ada pernyataan lain mengenai hal
tersebut. Ulama Mazhab Hanafi menyebutkan bahwa para pihak dan objek akad
bukan termasuk unsure akad tetapi masuk kedalam syarat akad.23
Pendapat yang pula menyebutkan, bahwa unsur atau rukun akad adalah
shighat saja atau ijab dan qabul.posisi ijab dijadikan sebagai proposal positif sebagai
cara untuk mengutarakan niat, sedangkan qabul sebagai penerimaan.ijab bisa
diartikan sebagai konfirmasi kesanggupan dan keinginandan qabul sebagai bentuk
21
Yayuk, “Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Hybrid Contract dalam Perbankan Syariah”
(Skrpsi;Jurusan Hukum Syariah Institu Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, 2018) h. 47-48
http://etheses.iainponorogo.ac.id/5303/1/SKRIPSI%20YAYUK.pdf (diakses 2 januari 2019).
22Sahrani, Fikih Muamalah, 43-44.
23 Khosyi‟ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, 76.
24
itikad baik dalam penerimaan. Konfirmasi dan penerimaan menjadi esensi dalam
suatu akad syariah.24
2.2.10 Teori Murabahah bil Wakalah
Murabahah bil wakalah adalah jual beli dengan sistem wakalah. Dalam jual
beli dengan sistem ini Pihak Lembaga Keuangan mewakilkan pembeliannya kepada
nasabah, dengan demikian akad pertama adalah akad wakalah setelah akad wakalah
berakahir yang ditandai dengan penyerahan barang dari nasabah ke Lembaga
Keuangan Syariah kemudian ihak lembaga memberikan akad murabahah. Sesuai
dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:04/DSNMUI/IV/2000 pasal 1
ayat 9: “jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip, menjadi milik bank”.25
Sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI akad
murabahah bil wakalah dapat dilakukan dengan syarat jika barang yang dibeli oleh
nasabah sepenuhnya sudah milik lembaga keuangan syariah, kemudian setelah barang
tersebut dimiliki lembaga keuangan syariah maka akad murabahah dapat dilakukan.
Akad murabahah bil wakalah adalah jual beli dimana lembaga keuangan
syariah mewakilkan pembelian produk kepada nasabah kemudian setelah produk
tersebut di dapatkan oleh nasabah kemudian nasabah memberikannya kepada pihak
lembaga keuangan syariah. Setelah barang tersebut di miliki pihak lembaga dan harga
dari barang tersebut jelas maka pihak lembaga menentukan margin yang didapatkan
24
Veithzal Rivai, Islamic Transaction Law in Business dari Teori ke Praktek, h. 16.
25http://alminist.blogspot.com/2014/09/himpunan-fatwa-dsn-mui-tentang-lembaga.html
(diakses pada 24 januari 2019).
25
serta jangka waktu pengembalian yang akan disepakati oleh pihak lembaga keuangan
syariah dan nasabah.
2.2.11 Dasar Hukum Akad Murabahah bil Wakalah
Surah An-Nisa‟ ayat 29 :
تزاض تجارة ع تك انكى بيكى بانباطم إل أ آيا ل تأكها أي سكى يا أيا انذي ل تقها أ كى ي
الله اإ بكى رحي كا
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”26
Surah Al-Kahfi ayat 19 :
يا أ ى كى نبثى قانا نبثا ي نك بعثاى نيساءنا بيى قال قائم يكذ و قانا ربكى ي ا نبثى بع أعهى ب
ظز أيا أسكى طعايا فهيأتكى بزسق ديت فهي إنى ان ذ رقكى بكى أحدافابعثا أحدكى ب عز ل ي نيه ي
Terjemahnya:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar merea saling bertanya di
antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa
lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari
26Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan, (Jakarta: Widya
Cahya, 2011).
26
atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa
makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada kepada seorangpun.”27
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN/-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah
a. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari‟ah:
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang
bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah
Islam.
3) Bank membiayai sebagian atas seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian secara utang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu
27
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (t.t.: t.p.) hlm.295.
27
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan
akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus
dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga akad jual beli murabah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
b. Ketentuan murabahah kepada nasabah
1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian atau
suatu barang atau aset kepada bank.
2) Jika bank menerima permohonan tersebut. Ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan
pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji
yang telah disepakatinya. Karena secara hukum janji tersebut
mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak
jual beli
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
28
5) Jika nasabahah kemudian menolak membeli barang tersebut
biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus
ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa
kerugiannya kepada nasabah.
7) Jika uang muka memakai kontrak ‘urbum sebagai alternatif
dari uang muka, maka:
a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut,
ia tinggal membayar sisa harga.
b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik
bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung leh bank
akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
c. Jaminan dalam murabahah
1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius
dengan pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.28
28
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 04/DSN/MUI/2000. Tanggal
26 Dzulhijjah 1420 H/1 April 2000 M tentang Murabahah. sites.google.com/site/alministfile/fatwa-dn-
mui/04-Murabahah.pdf. (diakses pada tanggal 24 januari 2019).
29
2.2.12 Syarat Murabahah bil Wakalah29
Dalam jurnal tersebut monzer Khaf (Ramadhani, 2014) juga menjelaskan
bahwa hybrid contract murabahah dikatakan sesuai secara syariah apabila di tandai
dengan beberapa factor antara lain:
1. Bank memiliki barang tersebut secara fisik walaupun dalam jangka waktu
yang sangat pendek.
2. Bank dikenakan kewajiban atas barang selama barang tersebut masih
menjadi milik bank. Bank bukan hanya pemodal akan tetapi juga pemilik
barang tersebut.
3. Pada transaksi ini terdapat beberapa hal yaitu perintah untuk membeli, janji
untuk membeli, kontrak agen, dan dua kontrak penjualan.
4. Harus ada barang riil beredar dari satu tangan ke tangan yang lain.
5. Besarnya pembiayaan harus kurang dari biaya ditambah keuntungan.
6. Penjadwalan ulang pembayaran untuk kenaikan dan diskon tidak
diperbolehkan, sehingga tidak akan ada akumulasi atau penciptaan lapisan
utang.
7. Untuk pihak bank tranksaksi dimulai dengan uang tunai dan berakhir dengan
uang masuk.
8. Murabahah menciptakan utang pada nasabah mirip dengan pinjaman dibank
konvensional.
29
Kiki Priscillia Ramadhani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Murabahah:
Studi Kasus PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Kota Mojokerto” (Skripsi sarjana: Fakultas
Ekonomi Bisnis: Universitas Brawijaya, 2014)
https://jimfeb.ub.ac.id/indeks.php/jimfeb/article/views/957 (diakses pada 24 januari 2019).
30
9. Utang murabahah tunduk pada jaminan, hipotek, dan juga langkah-langkah
mitigasi resiko gagal bayar lainnya.
10. Hal ini sederhana, mudah di mengerti dan rapi.
2.2.13 Ketentuan umum murabahah bil wakalah dalam lembaga keuangan
syariah
1. Lembaga keuangan syariah dan anggota harus melakukan akad murabahah
yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah Islam.
3. Lembaga keuangan syariah membiayai sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Anggota membayar barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.
5. Jika lembaga keuangan syariah hendak mewakilkan kepada anggota untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang secara prinsip menjadi, menjadi milik lembaga keuangan
syariah.30
2.2.14 Rukun Murabahah bil Wakalah
Dalam rukun murabahah bil wakalah sama dengan akad murabahah, namun
perbedaan dalam akad murabahah bil wakalah terdapat wakil dalam pembelian
barang.
1. Penjual (ba‟i)
2. Pembeli (musytary)
30Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2006), h. 280.
31
3. Barang yang dibeli
4. Harga barang, dalam hal ini harga barang harus diketahui secara jelas yaitu
harga beli dan margin yang akan disepakati oleh kedua belah pihak.
Sehingga kedua belah pihak akan melakukan keputusan harga jual dan
jangka waktu pengangsuran.
5. Muwakil atau pemberi kuasa adalah pihak yang memberikan kuasa kepada
pihak lain.
6. Taukil atau objek akad
7. Shigat atau ijab dan Qabul
2.2.15 Pandangan Islam Tentang Murabahah bil Wakalah
Pandangan hukum Islam terhadap akad wakalah dalam produk murabahah
adalah dibolehkan oleh Islam karena sangat dibutuhkan oleh manusia dalam
kenyataan hidup sehari-hari karena tidak semua orang mampu melaksanakan sendiri
semua urusannya, sehingga sehingga dierlukan seseorang untuk mewakilkannya
dalam menyelesaikan urusannya31
. Perwakilan dalam ulama fiqih sepakat
mengatakan bahwa Al-wakalah dalam produk murabahah dibolehkan, dengan syarat
tidak terdapat unsur tipuan dalam perwakilan tersebut dan mashab maliki sepakat
mengatakan bahwa akad wakalah boleh ditentukan waktunya susuai dengan
kebutuhan orang yang diwakili dalam kontrak produk murabahah Bank BNI Syariah
cabang parepare.32
Jadi akad wakalah dalam produk murabahah hukumnya
31Murni, “Penerapan Akad Wakalah Dalam Produk Murabahah Pada Bank Muamalat Kota
Parepare (Tinjauan Hukum Islam)”, h. 64.
32Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Haeve,2001), h. 1914.
32
dibolehkan selama hal tersebut tidak mengandung unsur riba yang dapat merugikan
sesama manusia terhadap pihak peminjam yang mengalami masalah dalam pelunasan
hutangnya.
2.2.16 Skema Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah Yang Benar Secara Teori
3. Beli 1. Pesan Barang
5. akad murabahah dan
barang jadi milik pembeli
4. Kirim barang atas nama bank 2. Akad Wakalah
Gambar 1. Skema Akad Murabahah bil Wakalah33
2.2.17 Tujuan Pembiayaan Murabahah bil Wakalah
Tujuan pembiayaan murabahah bil wakalah adalah untuk membiayai calon-
calon pengusaha, pengusaha mikro kecil yang akan memperbesar usahanya dan
pembiayaan yang sifatnya konsuntif seperti rumah, tanah, took, mobil, motor, dan
sebagainya. Menurut al-marghinani, adalah untuk melindungi konsumen yang tidak
berdaya terhadap tipu muslihat para pedagang yang curang karena konsumen itu tidak
memiliki keahlian dalam jual beli34
.
33
Kiki Priscillia Ramadhani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Murabahah:
Studi Kasus PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Kota Mojokerto”, h. 36
34Dimas Pandu Syahrangga, “Implementasi Produk Pembiayaan Murabahah bil Wakalah
Dalam Usaha Mikro di BRI Syariah Cabang Pati” (Skripsi Diploma III: Jurusan Perbankan Syariah:
Universitas Negeri Walisongo Semarang, 2017) h. 39
http://eprints.walisongo.ac.id/7271/3/BAB%20II.pdf (3 februari 2019).
Supplier Nasabah Bank
33
2.2.18 Cara Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah bil Wakalah
1. Bank mengangkat nasabah sebagai agen bank.
2. Nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen bank, melakukan pembelian
barang atas bahan baku produksi atas nama bank dan sebelum debitus
melunasi. pembiayaan ini maka sertifikat pembelian atas nama barang-
barang tersebut dipegang oleh bank.
3. Bank menjual barang atau bahan baku tersebut kepada nasabah dengan
harga sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan bank.
4. Nasabah membeli barang atau bahan tersebut dan pembayarannya dengan
cara tangguh (pada tanggal jatuh tempo)35
.
35
Kiki Priscillia Ramadhani, “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Murabahah:
Studi Kasus PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Kota Mojokerto”, h. 40
34
2.3 Tinjauan Konseptual
Agar tidak terjadi keselahpahaman dalam memberikan pengertian, maka
peneliti memberikan sedikit penjelasan dari beberapa kata yang dianggap penting
agar mudah dipahami, yaitu sebagai berikut :
2.3.1 Implementasi sendiri berasal dari bahasa Inggris “to implement” artinya
mengimplementasikan. Tak hanya sekedar aktivitas, implementasi merupakan
suatu kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan dengan serius juga
mengacu pada norma-norma tertentu guna mencapai tujuan kegiatan.36
2.3.2 Hybrid Contract merupakan suatu kontrak perjanjian dimana dalam kontrak
tersebut terdapat lebih dari satu kontrak didalamnya.
2.3.3 Murabahah bil Wakalah merupakan salah satu pembiayaan mikro yang ada di
Bank syariah, dimana murabahah bil wakalah adalah jual beli dengan sistem
wakalah. Dalam hal ini pihak Lembaga Keuangan Syariah mewakilkan
pembeliannya kepada nasabah, dengan demikian akad pertama adalah akad
wakalah, setelah akad wakalah berakhir yang ditandai dengan penyerahan
barang dari nasabah kepada pihak Lembaga Keuangan Syariah barulah
kemudian pihak lembaga memberikan akad murabahah.
Berdasarkan pengertian diatas maka yang dimaksud dalam judul
penulis adalah suatu kegiatan yang telah direncakan kemudian dilaksanakan
berdasarkan beberapa ketentuan yang telah disepakati pada satu produk
pembiayaan mikro yang ada di Bank syariah yaitu Murabahah bil Wakalah.
Dimana dalam pembiayaan ini terdapat dua akad yang digunakan dalam satu
36
Alihamdan, “Pengertian Implementasi,” Blog Pelajaran.
https://blog.currentapk.com/implementasi/ (3 Februari 2019).
35
kontrak perjanjian yaitu Murabahah dan Wakalah yang dikenal dengan istilah
Hybrid Contract akan tetapi, dalam pembiayaan tersebut kedua akad tidak
serta merta langsung dilaksanakan pada waktu yang bersamaan melainkan
akad pertama yang harus digunakan adalah akad wakalah dimana selesainya
akad tersebut ditandai dengan penyerahan barang yang telah dibeli oleh
nasabah atas nama bank kepada kepada lembaga barulah kemudian akad
murabahah boleh dilakukan dalam artian barang tersebut harus benar-benar
secara prinsip menjadi milik bank baru kemudian melakukan akad wakalah.
36
2.4 Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2. Bagan Kerangka Fikir
BNI Syariah Cabang
Makassar
Hybrid Contract
Implementasi
Unsur Pelaksana Kelompok sasaran Program yang
dilaksanakan
Murabahah bil Wakalah
Rukun Syarat
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Jenis Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (Field
Research) yang dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan mencari data yang
secara langsung dari lokasi penelitian.
Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan fenomenologi yang
merupakan pemaknaan etika dalam berteori dan berkonsep, bukan hendak
menampilkan teori dan konseptualisasi yang sekedar anjuran.37
Sehingga akan
menghasilkan deskripsi mengenai gambaran situasi yang diteliti serta pemaknaan
yang terkandung dalam data hasil pengamatan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Bank BNI Syariah Cabang
Makassar yang bertempat di kota Makassar Jalan DR. Sam Ratulangi, Sulawesi
Selatan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang digunakan penulis di dalam penyusunan penelitian di
BNI Syariah KC Parepare sekurang-kurangnya menggunakan waktu selama dua bula
37
Engkus Kuswarno, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Widya Padjajaran, 2009).
37
38
3.3 Fokus Penelitian
Umumnya objek penelitian ini adalah Hybrid Contract di BNI Syariah KC
Makassar. Penelitian ini terfokus pada implementasi pembiayaan murabahah bil
wakalah pada BNI Syariah KC Makassar serta mengetahui kesesuaian pembiayaan
murabahah bil wakalah ditinjau dari fatwa DSN nomor 04/DSN MUI/IV/2000
tentang murabahah.
3.4 Jenis dan sumber data yang digunakan
3.4.1 Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang yang diperoleh langsung dari tangan pertama
peneliti. Sumber data primer adalah informan individu ataupun kelompok focus, ini
merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri dan merupakan data yang
belum pernah dikumpulkan sebelumnya.
3.4.2 Sumber Data Sekunder
Data sekunder, merupakan jenis data yang telah tersedia dimana peneliti
hanya perlu mencari tempat untuk mendapatkan data38
. data-data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah dipublikasikan dalam buku
atau internet yang terkait hybrid contract terfokus pada pembiayaan murabahah bil
wakalah di BNI Syariah KC. Makassar.
38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h. 187.
39
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Observasi
Observasi didefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan
mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.
Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan
suatu kesimpulan atau diagnosis.39
Peneliti akan melakukan pengamatan dan
pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diteliti, penelitian akan
dilakukan dengan melihat atau mengamati kejadian terkait implementasi hybrid
contract pada pembiayaan murabahah bil wakalah di BNI Syariah KC. Makassar.
3.5.2 Interview (wawancara)
Tekhnik ini penulis gunakan untuk mendapatkan data tentang sejarah berdiri,
prinsip operasional, visi dan misi, tujuan yang ingin dicapai oleh BNI Syariah KC
Makassar, adapun pihak yang akan diwawancarai adalah Kepala cabang BNI Syariah
KC Parepare serta karyawan BNI Syariah KC Makassar. Karena ciri-ciri utama
metode interview adalah kontak langsung dan tatap muka antara pencari informasi
dan pemberi informasi.
3.5.3 Dokumentasi
Proses dokumentasi dilakukan oleh peneliti guna untuk merekan hasil
tanggapan dari informan sebagai bentuk pertanggung jawaban dalam penelitian ini.
Baik itu dalam bentuk rekaman suara, rekaman video, foto ataupun file data.
39
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi , dan Focus Groups, (2013). Jakarta: rajawali
pers. h. 131.
40
3.6 Tekhnik Analisis Data
Setelah menghasilkan data dari hasil penelitian langsung yang dilakukan oleh
peneliti, langkah selanjutnya yakni meneliti keabsahan data tersebut dengan
menerapkan tekhnik analisis data sebagai berikut:
3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan Data yang akam dilakukan oleh peneliti dalam hal
mengumpulkan data-data dari hasil penelitian untuk kemudian dilakukan langkah
selanjutnya. Hasil- hasil tersebut baik dari hasil wawancara, file data yang diperoleh
pada lembaga maupun catatan-catatan lapangan.
3.6.2 Reduksi Data
Setelah semua data dikumpulkan dari metode sebelumnya, langkah
selanjutnya peneliti akan mereduksi data dengan cara menggolongkan, membuang
yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehigga kesimpulan dapat
ditarik dan diverifikasi.
3.6.3 Triagulasi
Selain menggunakan reduksi data peneliti juga menggunakan Tekhnik
Triagulasi sumbernya yaitu mewawancarai beberapa informan yang berbeda sebagai
tekhnik mengecek keabsahan data.
3.6.4 Penyajian Data
Setelah data-data yang sebelumnya sudah dikumpulkan dan diklasifikasikan
dan di uji keabsahannya, langkah selanjutnya adalah peneliti akan mendeskripsikan
secara tertulis agar mudah dipahami dengan baik dan mempermudah penarikan
kesimpulannya.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum BNI Syariah Cabang Makassar
PT. Bank BNI Syariah KCU Makassar merupakan lembaga keuangan syariah
yang lokasinya sangat strategis dan sangat mudah di jangkau oleh masyarakat yang
beralamat di Jl. DR. Ratulangi, Parang, Kec. Mamajang, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan. Yang semula berlokasi di jalan AP. Pettarani Ruko Sardony mulai tanggal 18
Mei 2017 berpindah ke Jalan DR. Sam Ratulangi, yang merupakan salah satu dari 8
aset gedung kantor Cabang BNI Syariah. Makassar sebagai ibukota provinsi Sulawesi
selatan yang merupakan kota metropolitan terbesar di Indonesia timur, serta
merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi
yang paling tinggi. Hal ini yang mendorong BNI Syariah untuk membuka layanan di
kota Makassar sejak tahun 2001.
Dengan adanya lokasi baru yang lebih strategis, lebih besar dan lebih nyaman
akan memberikan tambahan semangat baru bagi segenap karyawan BNI Syariah
untuk memberikan layanan yang lebih baik. Berkat dukungan seluruh stakeholders,
hingga Maret 2017 BNI Syariah tumbuh kea rah positif. Hal tersebut ditandai dengan
pertumbuhan aset sebesar 21.01% menjadi Rp 29,86% dan pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga (DPK) sebesar 23,38%. Pertumbuhan tersebut diikuti dengan pertumbuhan
kinerja positif KC BNI Syariah Makassar Per Maret 2017 tercatat laba yang didapat
sebesar Rp 13,8 Miliar dengan total penghimpunan DPK sebesar Rp 596 Miliar dan
Pembiayaan sebesar Rp 561 Miliar. Hal tersebut menunjukan bahwa kehadiran BNI
Syariah disambut baik oleh masyarakat.
41
42
4.2 Ketentuan Hybrid Contract pada Pembiayaan Murabahah bil Wakalah di
BNI Syariah Cabang Makassar
Produk pembiayaan merupakan salah satu produk dari bank BNI Syariah dan
bank-bank lainnya, yang merupakan pemberian fasilitas penyaluran dan penyediaan
dana dari pihak-pihak yang surplus unit untuk membantu memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan defisit unit salah satunya di Bank BNI Syariah Cabang
Makassar
Hybrid contract itu sendiri merupakan kesepakatan dua pihak untuk
melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih. Istilah Hybrid
Contract atau penggunaan dua akad atau lebih dalam suatu pembiayaan pada instansi
lembaga keuangan memang banyak digunakan, hal tersebut merupakan cara bank
atau lembaga keuangan lainnya untuk mempermudah jalannya suatu pembiayaan
yang memerlukan akad pelengkap meskipun tidak semua pembiayaan memerlukan
akad pelengkap dan tidak semua akad boleh di gabungkan.
Menghimpun dua akad atau lebih dalam satu pembiayaan memang dibolehkan
menurut DSN MUI selaku otoritas ulama di Indonesia meskipun ada beberapa hadits
yang melarang transaksi tersebut. Akan tetapi sebenarnya menghimpun dua akad atau
lebih di haramkan apabila dua akad tersebut menimbulkan riba atau menyerupai riba
seperti menggabungkan qardh dengan akad yang lain, seperti qardh dengan jual beli.
Demikian pula menggabungkan jual beli cicilan dengan jual beli cash, meskipun
penggabungan akad tersebut dilarang akan tetapi hal tersebut masih banyak di
terapkan dalam beberapa kegiatan usaha. Sedangkan dalam praktik yang ada di bank
BNI Syariah Cabang Makassar implementasi hybrid contract yang diterapkan hanya
43
murabahah bil wakalah, hal tersebut sesuai dengan apa nyang dijelaskan”Salam M
Bustan” bahwa:
“Disini kita hanya pake multiakad murabahah bil wakalah saja, kalau untuk pembiayaan lain belum ada yang pake dua akad atau lebih, yang murabahah bil wakalah saja yang diterapkan disini baru kita pakai kalau bank benar-benar tidak mampu atau tidak bisa turun tangan langsung untuk beli objek yang na mau nasabah, menurut pemahaman dari saya pribadi sebenarnya ini multiakad tidak sembarang diterapkan juga dilembaga keuangan syariah, ditakutkan kalau diterapkan juga terjadi penyimpangan didalamnya yang melanggar prinsip syariah”
40
Berdasarkan hasil wawancara diatas diperoleh data bahwa penggunaan hybrid
contract dalam pembiayaan yang diterapkan di BNI Syariah Cabang Makassar
hanyalah murabahah bil wakalah meskipun penerapan akad wakalah dalam
pembiayaan murabahah tidak selalu digunakan. Pihak bank lebih sering
menggunakan murabahah murni dalam produk pembiayaannya. penerapan akad
wakalah hanya dilakukan apabila bank benar-benar tidak bisa turun langsung
membeli objek murabahah yang di perlukan nasabah baru kemudian pihak bank
memberikan akad wakalah.
Dalam suatu pembiayaan penggunaan hybrid contract atau multiakad
memang tidak serta merta harus selalu digunakan dalam suatu pembiayaan,
penggunaan hybrid contract dalam pembiayaan hanya sebagai pelengkap saja apabila
pihak lembaga keuangan syariah memerlukan akad lain untuk membantu
memudahkan jalannya suatu pembiayaan.
Penggunaan hybrid contract juga tidak serta merta langsung diterapkan dalam
produk pembiayaan karena dalam hal ini memang ada akad yang sangat dilarang
untuk dihimpun dengan akad lain dikarenakan apabila kedua akad tersebut disertakan
maka, akan menimbulkan penyimpangan yang melanggar prinsip syariah yakni
40
Salam M Bustan“Consumer Financing Head” (Wawancara pada Tanggal 18 Juni 2019).
44
seperti akad jual beli dengan Qard (memberi pinjaman), larangan ini bertujuan untuk
menghindari terjerumusnya seseorang kepada riba yang diharamkan, contohnya
seperti seseorang ingin membeli sebuah pulpen akan tetapi tidak memiliki uang dan
salah seorang lainnya ingin menjual pulpennya dengan harga 800, agar pulpennya
bisa laku dengan harga yang semula 800 menjadi harga 1.000, si penjual tersebut
meminjamkan uang kepada orang yang ingin membeli pulpen tersebut sebanyak
1.000 untuk kemudian uang tersebut dipakai untuk membeli pulpen yang tadinya
seharga 800 menjadi 1,000. Artinya pihak yang bertindak sebagai penjual dan
pemberi pinjaman tersebut memperoleh keuntungan lebih sebanyak 200 dari hasil
meminjamkan uang tersebut untuk membeli pulpen darinya. hal tersebut yang
menjadi salah satu contoh mengapa tidak semua akad dapat digabungkan.
Hybrid contract dalam pembiayaan murabahah bil wakalah artinya
menghimpun dua akad yang berbeda dalam satu pembiayaan yakni akad murabahah
dan akad wakalah yang memiliki ketentuan serta syarat-syarat dalam
pengimplementasiannya pada bank BNI Syariah Cabang Makassar yang telah diatur
dalam Surat Keputusan Pembiayaan (SKP) yang menjadi bagian tak terpisahkan
dalam akad Murabahah.
Berdasarkan hal tersebut apabila pembiayaan murabahah yang digunakan
disertakan dengan akad wakalah maka sesuai dengan kesepakatan para pihak dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa akad pembiayaan murabahah harus di
dahului terlebih dahulu dengan akad wakalah. hal tersebut sesuai dengan penjelasan
“A. Kardita Savitri” Bahwa:
“Disini kalau pembiayaan yang di ambil pake akad murabahah bil wakalah itu memang harus kita dahulukan akad wakalah dulu karna itu memang sudah menjadi ketentuan yang tidak boleh kita ubah karna kan itu akad wakalah adalah akad pemberian kuasa dimana bank berikan
45
kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang dia mau karna bank tidak punya stock barang yang dibutuhkan nasabah”
41
Hal senada juga dijelaskan oleh “Andi Wina” bahwa
“Sebenarnya, secara teori jika membahas mengenai akad yang harus didahulukan terlebih dahulu jika mengambil pembiayaan yang menggunakan akad murabahah bil wakalah tentunya kita harus mendahulukan akad wakalah karena jika barang secara prinsip belum menjadi milik bank sedangkan bank dengan nasabah telah melakukan penandatangan akad murabahah berarti itu sudah terjadi penyimpangan dong, artinya bank sudah menjual barang yang belum ada dan itu menunjukkan sifat gharar yang dilarang dalam islam. Kalau kita disini menjalankan pembiayaan tersebut sesuai dengan aturannya akan tetapi di bank-bank syariah lainnya dan tidak menutup kemungkinan juga Bank BNI Syariah cabang lain menjalankan pembiayaan tersebut tidak sesuai dengan ketentuannya, itu sebenarnya tergantung dari oknum-oknum yang bertanggung jawab didalamnya karena biasanya mereka ingin simplenya saja tanpa memikirkan apakah itu melanggar ketentuan atau tidak, kebanyakan dari mereka tidak mau repot kalau harus bolak balik tandatangani akad, jadi mereka langsung saja kasih akad murabahah sama wakalahnya untu tandatangani secara bersamaan meskipun barang secara pinsip belum jadi miliknya bank”
42
4.2.1 Syarat serta ketentuan Murabahah bil Wakalah
Syarat dan ketentuan akad murubahah bil wakalah dalam pembiayaan di bank
BNI Syariah Cabang Makassar tertuan dalam pasal-pasal sebagai berikut:
4.2.1.1 Pasal 1 Definisi
1) Akad pembiayaan Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada nasabah dan nasabah membayar
kepada bank dengan harga jual bank, yaitu harga beli bank ditambah
keuntungan yang disepakati.
2) Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan berdasarkan akad ini.
41
Andi Kardita Savitri”Sales Officer”(Wawancara pada tamggal 18 Juni 2019).
42 Andi Wina”Sales Head”(Wawancara pada tanggal 18 juni 2019).
46
3) Hari kerja adalah hari-hari dimana bank beroperasi untuk menjalankan
usahanya dan pada saat itu Bank Indonesia buka untuk menyelenggarakan
kliring antar bank.
4) Rekening pembiayaan adalah rekening yang dibuka oleh Bank untuk
mencatat atau mengadministrasikan realisasi dan pembayaran pembiayaan
Nasabah.43
4.2.1.2 Pasal 2 Pembiayaan
Pasal ini berisikan tujuan pembiayaan yang digunakan untuk pembelian
seperti apa serta perincian harga-harganya sehingga Nasabah dapat mengetahui
jumlah kewajiban atau utang yang harus dibayar oleh nasabah kepada Bank yang
meliputi :
1) Harga perolehan
2) Uang Muka
3) Harga beli Bank
4) Keuntungan Bank
5) Harga jual Bank44
4.2.1.3 Pasal 3 Tujuan Pembiayaan
Dalam pasal ini bersikan tujuan dari pembiayaan, apakah pembiayaan tersebut
untuk modal kerja, konsumtif atau investasi.45
43
Akad Murabahah BNI Syariah h. 1 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
44 Akad Murabahah BNI Syariah h. 1-2 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
45 Akad Murabahah BNI Syariah h. 2 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
47
4.2.1.4 Pasal 4 Jangka Waktu
Dalam pasal ini berisikan jangka waktu pembiayaan yang diambil apakah 2
tahun, 5 tahun, 10 tahun dan sebagainya yang terhitung mulai dari jangka waktu
diberinya pembiayaan hingga jangka waktu selesainya pembiayaan.46
4.2.1.5 Pasal 5 Realisasi Pembiayaan
1) Bank akan melakukan realisasi pembiayaan setelah nasabah memenuhi
syarat-syarat dan ketentuan serta menandatangani Akad pembiayaan
murabahah
2) Bank akan merealisasikan dengan cara mengkredit rekening Tabungan
Nasabah sebagai wakil (kuasa) Bank sebagaimana surat kuasa yang
diberikan.47
4.2.1.6 Pasal 6 Pembayaran Angsuran Pembiayaan
1) Nasabah wajib melakukan pelunasan pembiayaan kepada bank secara
angsuran sesuai dengan jadwal angsuran pembiayaan terlampir yang
merupakan satu kesatuan dengan Akad ini dan harus lunas selambat-
lambatnya pada saat berakhirnya jangka waktu pembayaran.
2) Pembayaran angsuran pembiayaan dilakukan dengan cara Nasabah
melakukan setoran angsuran setiap hari kerja yang akan dipungut oleh
Bank dan dibukukan dalam rekening tabungan nasabah sebagai afiliasi,
yang selanjutnya dilakukan pendebetan oleh Bank untuk pembayaran
46
Akad Murabahah BNI Syariah h. 2 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
47 Akad Murabahah BNI Syariah h. 2 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
48
angsuran pembiayaan, angsuran wajib tersedia di rekening tersebut
selambat-lambatnya pada tanggal angsuran
3) Jika kewajiban pembayaran nasabah berdasarkan Akad ini jatuh pada hari
di luar hari kerja, maka nasabah wajib melakukan pembayaran tersebut
selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya.
4) Pembukuan dan catatan-catatan yang ada pada Bank dan telah
diberitahukan oleh bank kepada nasabah merupakan bukti yang cukup dari
jumlah utang nasabah berdasarkan akad ini.48
4.2.1.7 Pasal 7 Ganti Rugi
Apabila nasabah dengan sengaja atau karena kelalaian terlambat atau tidak
melakukan pembayaran angsuran pembiayaan maka nasabah dikenakan ganti rugi
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kerugian riil yang diderita bank dan harus
dibayar lunas oleh nasabah kepada bank.49
4.2.1.7 Pasal 8 Penyelenggaraan Rekening Pembiayaan
1) Sebagai pelaksana dakam pembiayaan ini, bank membuka rekening
pembiayaan tersendiri atas nama nasabah yang dinamakan rekening
pembiayaan.
2) Penyelenggara rekening pembiayaan tersebut dilakukan oleh kantor cabang
Makassar dan/atau yang ditunjuk oleh pihak bank.
48
Akad Murabahah BNI Syariah h. 2 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
49 Akad Murabahah BNI Syariah h. 2 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
49
3) Untuk keperluan administrasi, bank mewajibkan nasabah membuka
Rekening Tabungan pada Kantor Cabang Bank atau Kantor Cabang
Pembantu Mikro.
4) Dalam menggunakan rekening pembiayaan tersebut, nasabah tunduk pada
syarat/ketentuan mengenai pembukuan rekening yang berlaku pada bank.50
4.2.1.9 Pasal 9 Kuasa Bank Atas Rekening Nasabah
Untuk memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ini nasabah memberi
persetujuan dan kuasakepada bank, kuasa dan persetujuan tersebut merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari akad ini yang tidak akan berakhir oleh sebab–sebab yang
ditentukan oleh pasal 1813, pasal 1814 dan pasal 1816 KUH Perdata, untuk
membebani dan/atau mendebet Tabungan, Rekening Giro dan/atau Rekening
Pembiayaan dan/atauRekening lain Nasabah yang ada pada Bank, untuk pembayaran
pembiayaan, Denda, Ganti Rugi, premi asuransi,biaya-biaya pengikatan barang
agunan dan biayalainnya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan akad ini.51
4.2.1.10 Pasal 10 Agunan
1) Segala harta kekayaan nasabah, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada dikemudian hari,
menjadi jaminan bagi pelunasan seluruh utang nasabah yang timbul karena
Akad ini.
2) Guna lebih menjamin pembayaran kembali pembiayaan, nasabah
menyerahkan agunan kepada Bank. Perubahan dan penggantian agunan-
50
Akad Murabahah BNI Syariah h. 3 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
51Akad Murabahah BNI Syariah h. 3 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
50
agunan tersebut dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
Sedangkan jenis dan pengikatan agunan tersebut sebagaimana tercantum
dalam rincian barang agunan tersebut serta biaya-biaya pengikatannya
menjadi beban nasabah.
3) Bukti-bukti pemilikan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal
ini harus diserahkan dan akta-akta pengikatan agunan yang berkaitan
dengan barang-barang agunan tersebut harus sudah ditandatangani oleh
pemegang hak dan bank serta diterima oleh bank sebelum dilakukan
penarikan/realisasi pembiayaan, kecuali ditentukan lain oleh bank.
4) Selamanya berlakunya akad ini, nasabah sepakat untuk melakukan
perpanjangan /pengurusan hak atas agunan. Apabila nasabah tidak
melakukan perpanjangan/pengurusan hak atas agunan,sedangkan bank
memandang perlu untuk melakukan perpanjangan/pengurusan hak atas
agunan, maka pengurusan perpanjangan/permohonan hak atas agunan
dapat dapat dilakukan oleh bank atau pihak ketiga yang ditunjuk atau
ditentukan oleh bank dan untuk itu nasabah memberikan kuasa kepada
bank untuk melakukan perpanjangan/pengurusan tersebut dan/atau
menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pengurusan tersebut, namun
demikian hal tersebut bukan merupakan kewajiban bagi bank. Segala biaya
yang timbul akibat perpanjangan/pengurusan tersebut menjadi beban dan
wajib bayar nasabah, baik secara tunai maupun dengan mendebet rekening
nasabah yang ada pada bank.
5) Selama masih menjadi jaminan pembiayaan, nasabah wajib menanggung
ongkos-ongkos pemeliharaan dan perawatan-perawatan agunan tersebut.
51
6) Setelah utang dinyatakan lunas oleh bank atau berdasarkan pertimbangan
bank barang-barang pada ayat (2) pasal ini sudah tidak diperlukan lagi
sebagai agunan pembiayaan, bank akan mengembalikan bukti-bukti
kepemilikan barang agunan tersebut kepada pemilik agunan yakni pihak
yang namanya tercantum sebagai pemilik atau pemegang hak dalam surat
bukti kepemilikan tersebut atau pihak yang menerima pengalihan hak atas
agunan atau kuasanya.52
4.2.1.11 Pasal 11 Asuransi
1) Nasabah wajib menutup asuransi jiwa, gangguan usaha dan/atau asuransi
kerugian atas barang-barang jaminan kepada perusahaan asuransi jiwa dan
perusahaan asuransi kerugian yang disepakati antara bank dengan nasabah.
Untuk ini nasabah menyetujui segala ketentuan /syarat –syarat asuransi
jiwa dan /atau asuransi kerugian.
2) Premi asuransi jiwa, gangguan usaha dan/atau premi asuransi kerugian atas
barang-barang jaminan dalam pelaksanaan akad ini harus sudah dibayar
lunas atau dicadangkan oleh nasabah dibawah penguasaan bank sebelum
dilakukan realisasi pembiayaan atau perpanjangan jangka waktu
pembiayaan.
3) Dalam polis asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal
ini, harus dicantungkan bangker‟s clause, sehingga jika ada pembayaran
ganti rugi dari pihak perusahaan asuransi, maka bank berhak untuk
memperhitungkan hasil pemabayaran klaim tersebut dengan seluruh
utang/kewajiban nasabah kepada bank.
52
Akad Murabahah BNI Syariah h. 3 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
52
4) Guna pelaksanaan ketentuan pasal ini dengan ini nasabah member kuasa
kepada bank, kuasa mana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
akad ini dan oleh karenanya kuasa ini tidak akan berakhir karena sebab-
sebab yang ditentukan oleh pasal 1813 KUH Perdata untuk menutup
asuransi atas beban nasabha dan menentukan macam resiko asuransi yang
harus ditutup, nilai asuransinya serta jangka waktunya, apabila nasabah
tidak melaksanakan kewajiban pada ayat (1) dan (2) pasal ini.53
4.2.1.12 Pasal 12 Beban Biaya-Biaya
1) Nasabah menyetujui untuk menanggung segala biaya-biaya yang
diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan akad initermasuk biaya yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Nasabah wajib membayar kepada bank secara bayar dimuka biaya-biaya
yang timbul karena dan waktu pelaksanaan akad ini.54
4.2.1.13 Pasal 13 Hak Bank Untuk Mengakhiri Jangka Waktu Pembiayaan
1) Menyimpan dari jangka waktu yang telah ditentukan dalam akad ini, bank
dapat mengakhiri jangka waktu pembiayaan dengan mengesampingkan
ketentuan pasal 1266 dan pasal 1267 kitab undang-undang Hukum Perdata,
sehingga nasabah wajib membayar lunas seketika dan sekaligus seluruh
utangnya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh bank kepada
nasabah, apabila nasabah dinyatakan cedera janji (wanprestasi) berdasarkan
pasal 14 ayat (1) akad ini.
53
Akad Murabahah BNI Syariah h. 4 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
54Akad Murabahah BNI Syariah h. 4 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
53
2) Apabila setelah berakhirnya jangka waktu pembiayaan karena sebab
apapun juga dan menurut pertimbangan bank, nasabah tidak melunasi
hutangnya berdasarkan akad ini, bank berhak mengambil tindakan hukum
dengan cara apapun dan melaksanakan haknya berdasarkan berdasarkan
akad ini dan/ atau dokumen jaminan yang merupakan satu kesatuan dan
bagian yang tak terpisahkan dengan akad ini.55
4.2.1.14 Pasal 14 Peristiwa Cidera Janji (WANPRESTASI)
1) Kejadian cedera janji (wanprestasi) timbul apabila terjadi salah satu atau
lebih dari kejadian-kejadian/peristiwa-peristiwa dibawah ini:
a. Nasabah tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam akad
ini
b. Nasabah tidak melakukan pelunasan pembiayaan yang jatuh tempo
c. Terjadi tunggakan atas kewajiban nasabah dan/atau tagihan lainnya
selama jangka waktu yang ditetapkan berdasar ketentuan regulator jasa
keuangan walaupun pembiayaan tersebut belum jatuh tempo.
d. Nasabah melakukan perbuatan dan/atau terjadinya peristiwa dalam
bentuk dan dengan nama apapun yang atas pertimbangan bank dapat
mengancam kelangsungan pembayaran pembiayaan nasabah sehingga
kewajiban nasabah kepada bank menjadi tidak terjamin sebagaimana
mestinya.
2) Nasabah menyetujui bahwa apabila terjadi kejadian cidera janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, secara sepihak dapat
55
Akad Murabahah BNI Syariah h. 4 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
54
mengakhiri jangka waktu pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal
13 akad ini.56
4.2.1.15 Pasal 15 Kewenangan Bank Dalam Rangka Penyelamatan dan
Penyelesaian Pembiayaan
Dalam rangka penyelamatan pembiayaan, bank berwenang melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) Menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan pelunasan
pembiayaan, apabila dianggap perlu oleh pihak bank.
2) Memasuki objek agunan, memasang papan tanda, stiker atau bentuk-bentuk
lainnya yang dipasang atau dituliskan pada objek agunan pembiayaan tanpa
memerlukan persetujuan/izin terlebih dahulu dari nasabah.
3) Nasabah menyetujui bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan bank dalam
pasal ini bukan merupakan tindakan pencemaran nama baik nasabah
ataupun perbuatan tidak menyenangkan dan bukan pula tindakan yang
melanggar hukum, sehingga nasabah tidak akan mengajukan gugatan
perdata maupun pidana.
4) Melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya hukum lainnya yang
dianggap perlu oleh bank sebagai upaya penyelamatan dan penyelesaian
pembiayaan, baik yang dilakukan sendiri oleh bank maupun pihak ketiga
yang ditunjuk oleh bank.57
56
Akad Murabahah BNI Syariah h. 4-5 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
57Akad Murabahah BNI Syariah h. 5 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
55
4.2.1.16 Pasal 16 Korespondensi
1) Setiap pemberitahuan/korespondensi mengenai akad ini dari satu pihak
kepada pihak lainnya harus disampaikan secara tertulis dan dapat melalui
kurir, surat tercatat atau faksimili kepada alamat Bank serta alamat
Nasabah.
2) Kecuali jika ditentukan lain dalam akad ini, maka segala pemberitahuan dan
korespondensi sehubungan dengan akad ini dianggap telah disampaikan :
a. Apabila tanggal penerimaan surat tersebut dikirim melaluikurir atau
diantar sendiri;
b. Apabila melalui surat tercatat, 5 (lima) hari kerja setelah pengiriman
surat tersebut;
c. Apabila melalui faksimili, pada saat berita tersebut diterima dengan
baik oleh pihak yang bersangkutan.
Apabila dilakukan leboh dari satu cara tersebut diatas, maka pemberitahuan
tersebut dianggap telah disampaikan memalui cara yang paling efektif.
Segala pemberitahuan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
akad ini dilaksanakan dalam Bahasa Indonesia.
3) Setai perubahan alamat yang tercantum/diatur dalam ayat (1) pasal ini
wajib diberitahukan secara tertulis oleh pihak yang bersangkutan kepada
pihak lainnya selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelumnya. Apabila
tidak ada pemberitahuan secara tertulis, maka alamat yang tercantum/diatur
56
dalam akad ini adalah alamat terakhir yang tercatat pada masing-masing
pihak.58
4.2.1.17 Pasal 17 Keadaan Memaksa (Force Majeure)
1) Yang dimaksud dengan keadaan memaksa (force majeure) adalah suatu
peristiwa atau keadaan yang terjadi diluar kekuasaan atau kemampuan
salah satu atau para pihak, yang mengakibatkan salah satu atau para pihak
tidak dapat melaksanakan hak-hak dan atau kewajiban-kewajiban sesuai
dengan ketentuan dalam perjanjian ini, termasuk namun tidak terbatas pada
kebakaran, bencana alam, peperangan, aksi militer, huru hara, malapetaka,
pemogokan, epidemic, dan kebijaksanaan maupun peraturan pemerintah
atau penguasa setempat yang secara langsungdapat mempengaruhi
pemenuhan pelaksanaan perjanjian.
2) Dalam hal terjadi keadaan memaksa (force majeure), pihak yang mengalami
peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaan yang memaksa (force
majeure) wajib memberitahukan secara tertulis tentang hal tersebut kepada
lainnya, dengan melampirkan bukti secukupnya dari kepolisian atau
instansi yang berwenang mengenai terjadinya keadaan memaksa (force
majeure) tersebut selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak terjadinya keadaan yang memaksa (force majeure) tersebut.
3) Bilamana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya
pemberitahuan dimaksud, belum atau tidak ada tanggapan dari pihak yang
58
Akad Murabahah BNI Syariah h. 5-6 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
57
menerima pemberitahuan, maka adanya peristiwa tersebut dianggap telah
disetujui oleh pihak tersebut.
4) Para pihak dapat menunda untuk melaksanakan isi akad ini, baik sebagian
maupun keseluruhan apabila kegagalan atau keterlambatan melaksanakan
kewajiban tersebut disebabkan karena keadaan memaksa (force majeure).
5) Setelah berakhir keadaan memaksa (force majeure), pihak yang mengalami
keadaan memaksa (force majeure) wajib segera melaksanakan kewajiban-
kewajiban yang tertunda.
6) Segala akibat yang timbul dari terjadinya force majeure menjadi tanggung
jawab masing-masing pihak.59
4.2.1.18 Pasal 18 Penyelesaian Perselisihan
1) Segala perselisihan yang timbul akibat akad ini antara para pihak berkenaan
dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan akad ini, para pihak sepakat untuk
menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat dengan tunduk pada
prinsip syariah.
2) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kelender sejak dilakukan penyelesaian
perselisihan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
tidak tercapai kesepakatan, maka para pihak sepakat untuk
menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama atau Pengadilan Agama
Makassar.60
59
Akad Murabahah BNI Syariah h. 6 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
60Akad Murabahah BNI Syariah h. 6-7 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
58
4.2.1.19 Pasal 19 Domisili Hukum
Pasal ini berisikan domisili hukum yang dipilih dalam menyelesaikan
masalah yang timbul dikemudian hari.61
4.2.1.20 Pasal 20 Addendum
Hal-hal yang belum diatur dan/atau belum cukup diatur dan/atau diperlukan
perubahan syarat-syarat dalam akad ini, para pihak sepakat untuk menuangkan dalam
suatu persetujuan perubahan akad pembiayaan yang ditandatangani oleh para pihak,
yang merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari akad ini.62
4.2.1.21 Pasal 21 Tambahan
a) Didudukkan dalam akad pembiayaan murabahah angsuran.
b) Biaya-biaya yang timbul sebagai akibat pembiayaan ini menjadi beban
nasabah.
c) Saldo rekening tabungan afiliasi pembiayaan nasabah akad di blokir
sebesar 1 (satu) kali angsuran ditambah saldo minimum rekening tabungan
biaya pengelolaan rekening tabungan dan rekening pembiayaan setiap
bulannya sampai pembiayaan selesai,
d) Lain-lain cf. ketentuan yang berlaku di BNI Syariah.
e) Pembayaran angsuran harus dilakukan tepat waktu.
f) Setiap inormasi nasabah antara lain data nasabah, pengurus dan pemilik,
fasilitas penyedia dana, agunan, penjamin dan keuangan nasabah, akan
dilaporkan bank kepada Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan atau
61
Akad Murabahah BNI Syariah h. 7 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
62 Akad Murabahah BNI Syariah h. 7 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
59
instansi berwenang lainnya dalam Sistem Informasi Debitu (SID) atau
Sistem Layananan Informasi Keuangan (SLIK) atau melalui bentuk
layanan penyampaian lainnya yang diwajibkan dalam ketentuan yang
berlaku.63
4.2.1.22 Pasal 22 Penutup
1) Akad ini telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
termasuk ketentuan peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
2) Lokasi penandatanganan akad ini yang dibuat dalam rangkap 2 (dua)
masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan pembuktian
yang sama bagi para pihak.64
63
Akad Murabahah BNI Syariah h. 7 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
64Akad Murabahah BNI Syariah h. 7 (dikutip pada tanggal 18 Juni 2019).
60
4.3 Implementasi Ketentuan Hybrid Contract Pada Pembiayaan Murabahah bil
Wakalah di BNI Syariah Cabang Makassar
Terdapat beberapa macam Produk Pembiayaan yang ada di Bank BNI Syariah
Cabang Makassar yang diantaranya menggunakan akad murabahah yang merupakan
akad unggulan yang diterapkan di semua bidang perbankan syariah dalam produk
pembiayaannya. akad murabahah yang dalam penerapannya memang telah diatur
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN/-MUI/IV/2000 Tentang
Murabahah. jadi, secara prinsip dan aturan penerapan murabahah sesuai dengan
prinsip syariah. Produk pembiayaan murabahah memang salah satu produk yang
paling sering digunakan di Bank Syariah khususnya di BNI Syariah Cabang
Makassar. Proses pembiayaan yang menggunakan akad murabahah tersebut memiliki
beberapa tahap sebagaimana yang dijelaskan oleh “Salam M. Bustan” bahwa:
“Dalam tranksaksi Murabahah Murni awalnya itu nasabah melihat objek atau barang yang akan dibelinya terlebih dahulu kepada Supplier atau Develover baru kemudian, ini nasabah na sampaikan objek yang akan dia beli pada pihak bank, baru kemudian pihak bank pergi melihat objek yang disampaikan nasabah dari Supplier/Develover untuk diteliti barangnya dulu. setelah itu Bank kemudian meneliti berkas Nasabah apakah benar dia layak diberikan pembiayaan tersebut. kalau layak, Bank baru pergi beli barang yang di minta nasabah dari Supplier/Develover. Setelah barang menjadi miliknya Bank, baru Bank menjual kepada Nasabah dengan harga jual = harga beli + Margin yang disepakati bersama.”
65
Sejalan dengan hal tersebut dalam penerapan dan perkembangannya, akad
murabahah ini mengalami modifikasi. Yakni, setiap melakukan pembiayaan dengan
akad murabahah terkadang disertai dengan akad wakalah meskipun hal tersebut tidak
berlaku setiap melakukan pembiayaan murabahah. jika pihak bank masih bisa untuk
turun langsung dalam hal membeli objek murabahah yang diminta oleh nasabah,
65
Salam M Bustan “Consumer Financing Head”(Wawancara pada Tanggal 18 Juni 2019).
61
pihak bank tidak perlu memberikan akad wakalah hal tersebut sesuai dengan
penjelasan “Salam M. Bustan” yang mengatakan bahwa:
“Sebenarnya disini, pembiayaan murabahah bil wakalah tidak selalu digunakan, artinya kadang kita juga lebih sering gunakan murabahah murninya saja. Selama kita masih bisa turun langsung untuk belikan nasabah barang yang dia mau contohnya itu kayak nasabah mau beli mobil. Itu biasanya kita pake murabahah murni ji karna masih bisaki handle ki itu, ituji biasa ki pake Murabahah bil Wakalah kalau kita tidak bisa turun langsung kayak produk BNI Griya IB Hasanah untuk merenovasi rumah atau ruko, kita sebagai pihak bank tidak mungkin pergi belikan pasir, semen kerikil dan lain-lain. Jadi biasanya kalau pembiayaan begitu kita baru pake Murabahah bil Wakalah.”
66
Berdasarkan hasil wawancara diatas peneliti juga melakukan wawancara
dengan salahsatu nasabah Bank BNI Syariah Cabang Makassar yang mengambil
pembiayaan menggunakan akad murabahah “Zurya Achmady M” yang mengatakan
bahwa:
“Pembiayaan yang saya ajukan itu untuk membeli rumah BTN yang rencananya nanti mau saya kontrakkan lagi tapi saya tanda tangani akad murabahah saja, tidak ada akad wakalahnya karna bank ji yang langsung beli bukan ji saya, setelah na beli bank baru saya yang beli lagi di bank secara angsuran”.
67
Berbeda halnya dengan pembiayaan murabahah murni tanpa menyertakan
akad wakalah didalamnya. Pelaksanaan pembiayaan murabahah dengan penyertaan
akad wakalah didalamnya memiliki tahapan yang berbeda pula dengan pembiayaan
yang hanya menggunakan akad murabahah murni dengan kata lain alur yang
dilakukan juga berbeda dengan adanya penyertaan akad wakalah tersebut.,
sebagaimana yang dijelaskan oleh “Muh Saleh” bahwa:
“Itu kalau kita sertakan akad wakalah dalam pembiayaan murabahah otomatis berubah juga skema alurnya, awalnya itu nasabah pergi na lihat objek yang dia mau atau dia ingin beli to, kemudian kalau objek barang
66
Salam M Bustan “Consumer Financing Head”(Wawancara pada Tanggal 18 Juni 2019).
67Zurya Achmad M “Karyawan Swasta”(Wawancara pada Tanggal 18 Juni 2019).
62
yang dia mau sudah ada baru kemudian na sampaikan kepada bank, itu objek barang yang dia mau. Setalah bank melihat objek barang dan meneliti objek tersebut baru kemudian pihak bank meneliti berkas nasabah apakah nasabah tersebut layak untuk diberikan pembiayaan. kemudian apabila nasabah tersebut dinyatakan layak dan bank tidak mampu melaksanakan tugasnya barulah kemudian bank memberi akad wakalah kepada nasabah untuk membeli atas nama bank syariah dengan menggunakan akad murabahah bil wakalah kepada Supplier/Develover. Setelah objek murabahah dibeli oleh nasabah atas nama bank syariah, objek tersebut kembali diserahkan terlebih dahulu kepada Bank Syariah untuk diteliti kebenarannya.setelah barang menjadi milik Bank, barulah bank menjual kepada nasabah dengan harga jual = Harga Beli + Margin yang disepakati bersama.”
68
Akad murabahah adalah akad yang digunakan pada produk pembiayaan mikro
dan dalam pembiayaan mikro tersebut memiliki beberapa jenis berdasarkan tujuan
nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan. Beberapa tujuan nasabah
mengambil pembiayaan yaitu untuk modal kerja, Investasi dan konsumtif.
Pengungkapan harga pokok dalam pembiayaan murabahah murni maupun
murabahah bil wakalah pada bank BNI Syariah cabang mengalami sedikit perubahah
yakni tidak dijelaskannya harga pokok didalamnya karena dianggap mengurangi
kesyariahan pembiayaan tersebut sehingga masih banyak di kritisi mengenai hal
tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh “Salam M Bustan” bahwa :
“Kalau pengungkapan harga pokok dan margin kepada nasabah disini sudah mengalami perubahan. Awalnya disini harga pokok atau harga beli kita jelaskan juga pada saat akad kepada nasabah tapi sekarang harga pokok tidak lagi kita sebutkan pada saat akad karna itu bisa mengurangi kesyariahannya. Contohnya, dulu itu kita jelaskan anggaplah uang muka 20juta, harga beli bank 100juta, keuntungan bank 50juta dan harga jual bank sebanyak 150 juta. Nah distu jelas sekali harga pokoknya kan. Seharusnya kalau kita mengikuti aturan syariah harusnya harga pokok tidak disebutkan karna dalam istilah syariah pokok dan margin ini satu kesatuan, yang disebutkan itu hanya harga jual bank, keuntungan bank, uang muka dan sisa kewajiban bank.”
69
68
Muh Saleh “Sales Assistant”(Wawancara pada Tanggal 20 Juni 2019).
69Salam M Bustan “Consumer Financing Head”(Wawancara pada Tanggal 20 Juni 2019).
63
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dalam ketentuan pasal 2 tentang
pembiayaan pada akad murabahah bil wakalah di bank BNI Syariah cabang makassar
telah mengalami sedikit perubahan karena dalam pembiayaan dengan akad
murabahah bil wakalah harga perolehan atau harga pokok sudah tidak lagi disebutkan
pada saat akad karena harga pokok dengan margin menurut pandangan bank BNI
Syariah KC Makassar merupakan satu kesatuan yang dianggap mengurangi
kesyariahan dari akad murabahah apabila dijelaskan pula mengenai harga pokoknya
sedangkan pada awalnya dalam ketentuan pasal 2 tentang pembiayaan murabahah bil
wakalah harus disebutkan harga beli dan margin keuntungan bank hal tersebut juga
sesuai dengan definisi pembiayaan murabahah yang tertuan dalam pasal 1 yakni akad
murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada nasabah dan nasabah membayar kepada bank dengan harga jual bank, yaitu
harga beli ditambah keuntungan yang disepakati.
Apabila bank tidak menegaskan harga pokok dari objek murabahah tersebut
hal itu juga melanggar ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN/-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah bulir 6 yaitu “Bank kemudian menjual barang
tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli ditambah
keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan”.
Dalam pembiayaan mikro pada Bank BNI Syariah Cabang Makassar yang
menggunakan akad murabahah memiliki tujuan pembiayaan yang dipilih nasabah
apabila ingin melakukan pembiayaan dengan menggunakan akad murabahah bil
wakalah yakni untuk pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumtif setinggi-
tingginys 50% dari tujuan produktif nasabah tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 3
64
tentang tujuan pembiayaan. pembiayaan mikro ini diperuntukan bagi wirausaha atau
pengusaha dengan lama usaha minimal 2 tahun.
4.3.1 Jenis-Jenis Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah Cabang Makassar
Pada Bank BNI Syariah terdapat beberapa macam produk pembiayaan
konsumtif yang dilengkapi dengan keunggulan masing-masing yang dalam
pembiayaan tersebut semuanya menggunakan akad murabahah diantaranya :
4.3.1.1 BNI Griya IB Hasanah, yaitu fasilitas pembiayaan konsuntif untuk
membeli, membangun, merenovasi rumah/ruko ataupun untuk membeli
kavling siap bangun (KSB).70
a) Keunggulan
Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 15 tahun atau 20 tahun (untuk
Nasabah Fixed Income.
Harga bersaing
Uang muka ringan
Angsuran tetap sampai dengan lunas
Bebas biaya provisi dan appraisal
Bebas biaya administrasi (khusus akad murabahah) dan tanpa denda
b) Persyaratan
Warga Negara Indonesia.
Usia Minimal 21 Tahun dan maksimal sampai dengan saat pensiun
pembiayaan pembiayaan harus lunas.
Berpenghasilan tetap dan masa kerja minimal 2 tahun.
Mengisi formulir dan melengkapi dokumen yang dibutuhkan.
70
Browsur Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah (dikutip pada tanggal 20 Juni 2019).
65
c) Dokumen yang dilengkapi
Dokumen Karyawan Pengusaha Profesional
1. Fotocopy KTP pemohon dan
suami/istri
2. Pasfoto 4x6cm pemohon dan
suami/istri
3. Fotocopy surat nikah/cerai/pisah
harta (jika pisah harta)
4. Fotocopy kartu keluarga
5. Fotocopy surat WNI, surat
keterangan ganti nama bagi WNI
keturunan
6. Fotocopy NPWP (pembayaran
diatas RP50 Juta)
7. Fotocopy rekening
Koran/tabungan 3 bulan terakhir
8. Asli slip gaji terakhir/surat
keterangan penghasilan
9. Asli surat keterangan masa kerja
dan jabatan terakhir
diperusahaan/instansi
66
10. neraca dan laba rugi/ informasi
keuangan 2 tahun terakhir
11. Akte perusahaan, SIUP dan TDP
12. Fotocopy surat ijin praktek
profesi
13. Dokumen kepemilikan jaminan :
-Fotocopy sertifikat & IMB
-Surat pesanan/penawaran
-fotocopy bukti setoran PBB terakhir
-Rencana anggaran biaya (RAB)
14. Denah lokasi rumah tinggal
Tabel 4.1 Persyaratan Dokumen pembiayaan konsumtif
4.3.1.2 BNI Multiguna iB Hasanah, yaitu fasilitas pembiayaan konsumtif yang
diberikan kepada anggota masyarakat untuk pembelian barang dan
penggunaan jasa dengan agunan berupa rumah tinggal.71
a) Dokumen yang dilengkapi
Sesuai syarat BNI Griya iB Hasanah, butir 1 s/d 14
b) Keunggulan
71
Browsur Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah (dikutip pada tanggal 20 Juni 2019).
67
Uang muka ringan/tidak dipersyaratkan
Minimal pembiayaan Rp 50 Juta s/d Rp 2 Milyar
Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 10 tahun
Angsuran tetap sampai dengan lunas dan tanpa denda
4.3.1.3 BNI Oto iB Hasanah, yaitu fasilitas pembiayaan untuk pembelian
kendaraan bermotor (Mobil/Motor) baru dengan agunan kendaraan bermotor
yang dibiayai dengan pembiayaan ini.72
a) Dokumen yang dilengkapi
Sesuai dengan BNI Griya iB Hasanah, butir 1 s/d 12
Dokumen kepemilikan jaminan (BPKB Kendaraan)
b) Keunggulan
Maksimal pembiayaan sampai dengan Rp 1 Milyar
Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 5 Tahun
Harga bersaing
Angsuran tetap sampai dengan lunas dan tanpa denda
4.3.1.4 BNI Fleksi iB Hasanah, yaitu fasilitas pembiayaan konsumtif bagi
pegawai/karyawan suatu Perusahaan/Lembaga/Instansi untuk pembelian
barang dan penggunaan jasa sesuai Syariah Islam.73
a) Dokumen yang dilengkapi
Sesuai syarat BNI Griaya iB Hasanah, butir 1 s/d 9 untuk pegawai
b) Keunggulan
72
Browsur Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah (dikutip pada tanggal 20 Juni 2019).
73 Browsur Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah (dikutip pada tanggal 20 Juni 2019).
68
Maksimal pembiayaan sampai dengan Rp 30 Juta atau Rp 300 Juta (untuk
nasabah kerjasama payroll)
Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 5 tahun
Harga bersaing
Angsuran tetap sampai dengan lunas.
4.3.1.5 BNI Fleksi Umrah iB Hasanah, yaitu fasilitas pembiayaan konsumtif untuk
memenuhi kebutuhan pembelian manfaat jasa paket perjalanan ibadah
Umrah bekerjasama dengan biro perjalanan umrah.74
a. keunggulan.
Dapat membiayai perjalanan Ibadah Umrah orang tua/mertua, suami/istri
dan anak-anak dengan total pembiayaan sampai dengan Rp200 juta.
Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 5 tahun (untuk nasabah payroll
BNI/BNI Syariah)
Angsuran pembiayaan tetap sampai dengan lunas
Tanpa denda
b. Persyaratan Umum
Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Usia minimal 21 tahun
Pembiayaan lunas sebelum pensiun
Penghasilan tetap dengan repayment capacity sesuai ketentuan
74 Browsur Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah (dikutip pada tanggal 20 Juni 2019).
69
c. Persyaratan Dokumen, Uang muka dan Agunan
Tabel 4.2 Persyaratan Dokumen pembiayaan khusus Fleksi Umrah iB Hasanah
4.3.1.6 BNI Emas iB Hasanah, yaitu fasilitas pembiayaan konsumtif yang
diberikan untuk membeli emas logam mulia dalam bentuk batangan yang
diangsur secara rutin/tetap setiap bulannya.75
a. Persyaratan Umum
Berstatus sebagai pegawai aktif/professional/pengusaha
Berusaha minimal 21 tahun, pada saat pembiayaan lunas berusia
maksimum 60 tahun (usia pension)
Mempunyai penghasilan tetap dan kemampuan mengangsur
75 Browsur Pembiayaan Konsumtif BNI Syariah (dikutip pada tanggal 20 Juni 2019).
Dokumen Fixed Income
Payroll
Fixed Income
Payroll
Non Fixed
Income
Fotocopy KTP pemohon dan
Suami/Istri
NPWP
Surat nikah (yang telah menikah
& kartu keluarga)
Slip gaji
Legalitas usaha dan profesi
Rekening simpanan 3 bulan
Uang muka 0% 15% 30%
Agunan Tidak ada Ada Ada
70
Mengisi formulir permohonan pembiayaan konsumtif serta wawancara
Fotocopy KTP dan NPWP
Kartu identitas pegawai (untuk pegawai)
b. Keunggulan
Angsuran tetap setiap bulannya selama masa pembiayaan sampai dengan
lunas.
Pembayaran angsuran melalui debet rekening secara otomatis
Jangka waktu pembiayaan minimal 2 sampai 5 tahun
Harga bersaing dan tanpa denda.
Realisasi pembiayaan pada Bank BNI Syariah Cabang Makassar dilakukan
apabila syarat serta ketentuan pembiayaan telah dipenuhi seperti verifikasi awal
melalui Bi Cheking nasabah, Kelengkapan berkas nasabah kemudian dilakukan
analisa terhadap data agunan nasabah hal tersebut yang didasarkan pada ketentuan
pasal 5 terkait realisasi pembiayaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh peneliti di Bank BNI Syariah
Cabang Makassar, diperoleh data tentang alur pembiayaan murabahah bil wakalah
yang dibedakan menjadi tiga tujuan yaitu pembiayaan modal kerja, investasi dan
konsumtif. Peneliti akan menjelaskan bagaimana alur pembiayaan konsumtif karena
secara garis besar ketiga tujuan pembiayaan tersebut alurnya sama yakni
menggunakan akad murabahah yang juga kadang menyertakan akad wakalah
didalamnya. Seperti yang dijelaskan oleh “Asdar” bahwa :
“Sebenarnya semuanya sama ji karna sama-sama menggunakan akad murabahah yang biasa juga kadang sertakan dengan akad wakalah. Investasi, konsumtif dan modal kerja, semua harus ada DPnya semua, kalau aturannya minimal 20%”.
76
76
Asdar”Consumer Processing Assistant”(Wawancara pada Tanggal 20 Juni 2019).
71
4.3.2 Alur Pembiayaan Murabahah Konsumtif
1) Nasabah datang ke bank untuk mengajukan permohonan pembiayaan dengan
membawa persyaratan yang ditentukan. Sales assistant memverifikasi awal
permohonan pembiayaan nasabah, baik melalui BI Cheking ataupun melalui
data lapangan . Seperti yang dikatakan oleh “Fadliansyah” bahwa:
“BI Cheking adalah penentu untuk memberi pinjaman, kalau BI Chekingnya jelek mau diapa kasih lagi pinjaman, tahapan prosesnya itu banyak. Proses pengajuan pinjaman bukan bilang besar usahanya pasti banyak untungnya bisa layak diberikan pinjaman, tidak berpatokan dari situ. Yah kalau diperiksa ternyata jelek identitasnya itu nasabah nda bisa juga diberikan pinjaman tapi, kalau BI Chekingnya bagus usahanya juga bagus nah itu baru layak diberikan pinjaman, intinya kalau surat pengajuanmu sudah masuk di bagian marketing disitu mulaimi memang di periksa semua cuma disana pemeriksaanya masih kasar”.
77
Pada saat nasabah ingin mengajukan pembiayaan sangat penting untuk
dilakukan pengecekan terlebih dahulu BI Chekingnya. Karena BI Cheking
merupakan penentu layak atau tidaknya nasabah tersebut diberikan
pembiayaan meskipun usaha nasabah bagus akan tetapi pada saat diperiksa
dan ternyata BI Chekingnya jelek maka nasabah tersebut tidak dapat diberikan
pembiayaan karena untuk mendapatkan persetujuan pembiayaan dari bank,
nasabah harus memiliki usaha yang bagus serta BI Cheking yang bagus.
2) Sales assistant menyerahkan data agunan nasabah kepada Consumer
Financing Assistant (CPH) untuk kemudian dilakukan review dan dilakukan
analisa kembali terhadap data agunan nasabah. Ketentuan agunan pada bank
BNI Syariah Cabang Makassar merupakan sesuatu yang wajib adanya untuk
semua jenis ataupun tujuan pembiayaan baik itu yang bergerak ataupun tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Itu
77
Fadliansyah”Sales Assistant”(Wawancara pada tanggal 24 Juni 2019).
72
akan menjadi jaminan pelunasan seluruh utang nasabah. Hal tersebut sesuai
dengan penjelasan”Fadliansyah” bahwa:
“Kalau disini agunan itu wajib, apapun tujuan pembiayaannya semuanya wajib memberikan agunan mau itu pembiayaan konsumtif, modal kerja ataupun investasi, nilai agunannya juga kami perhitungkan, tidak mungkin dia ambil pembiayaan 500juta sedangkan nilai agunannya itu 100juta”
78
Pemberian agunan dalam pembiayaan murabahah juga telah sesuai dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN/-MUI/IV/2000 ketentuan
jaminan dalam murabahah point pertama “Jaminan dalam murabahah
dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya”. Bukti kepemilikan
barang agunan tersebut juga harus diserahkan kepada pihak bank serta data
agunan tersebut harus ditandatangani oleh pemegang hak dan bank serta harus
diterima oleh bank sebelum direalisasikannya pembiayaan tersebut. hal itu
telah diatur dalam pasal 10 tentang agunan dalam ketentuan akad murabahah
dan semua rincian serta biaya-biaya pengikatan serta biaya premi asuransi
jiwa, gangguan usaha dan asuransi kerugian atas barang-barang jaminan harus
sudah dibayar lunas atau di cadangkan oleh nasabah dibawah penguasaan
bank sebelum dilakukan realisasi hal tersebut juga telah diatur dalam pasal 11
tentang asuransi serta beban biaya-biaya yang diatur dalam pasal 12 dalam
ketentuan akad murabahah.
3) Setelah dilakukan analisa terhadap data agunan nasabah oleh Consumer
Financing Assistant (CPH) selanjutnya, data tersebut di berikan kepada
pemutus yang memiliki tugas dan wewenang masing-masing. Seperti yang
dikatakan “Fadliansyah” bahwa:
78
Fadliansyah”Sales Assistant”(Wawancara pada tanggal 24 Juni 2019).
73
“Kalau pemutus disini tidak hanya satu orang saja tapi, ada dua orang yang pertama itu ada Bussines Manager (BNM) kemudian ada juga yang dibilang Branch Manager, kalau pembiayaan yang diajukan itu maksimal 500 Juta berarti yang tangani itu Cuma Bussines Manager tapi, kalau pembiayaan yang diajukan itu lebihmi dari 500 Juta yang tangani itu Branch Manager.”
79
4) Setelah melalui tahap tersebut, selanjutnya data agunan nasabah diberikan
kepada bagian Financing Administrasi Head (FAH) untuk kemudian
diberikan surat keputusan kepada nasabah bahwa pengajuan pembiayaan
tersebut telah disetujui dan biaya-biaya yang timbul dalam proses itu akan di
bebankan kepada nasabah yang selanjutnya akan dibuatkan akad Murabahah
dan Wakalah.
5) Setelah semua proses penandatanganan akad murabahah dan wakalah selesai
selanjutnya Collection Assistant yang yang menjalankan tugasnya dalam hal
memantau angsuran nasabah sampai lunas. Pelunasan pembiayaan nasabah
kepada bank wajib dilakukan secara angsuran sesuai dengan jadwal angsuran
pembiayaan tersebut yang dilakukan mengunakan jasa layanan PUAN
(Penjemputan Uang Angsuran Nasabah) atau nasabah yang langsung ke bank
dalam hal melakukan setoran angsuran setiap hari kerja kemudian pihak bank
yang bertugas malakukan layanan PUAN ataupun yang menerima setoran
angsuran langsung dari nasabah akan dibukukan yang selanjutnya akan
dilakukan pendebetan oleh bank, hal tersebut sesuai dengan penjelasan
“Fadliansyah” bahwa:
“Kalau uang angsuran nasabah disini biasa dibayar langsung oleh nasabah di bank, ya kalau nasabah tidak datang membayar biasanya kita jemput. Disini ada yang namanya layanan PUAN (Penjemputan Uang Angsuran Nasabah) kalau untuk layanan itu kita lakukan secara bergilir”.
80
79
Fadliansyah”Sales Assistant”(Wawancara pada tanggal 24 Juni 2019).
80Fadliansyah”Sales Assistant”(Wawancara pada tanggal 24 Juni 2019).
74
Hal tersebut juga telah diatur dalam ketentuan pembiayaan murabahah bil
wakalah pasal 6 tentang pembayaran angsuran pembiayaan.
Dari alur di atas dapat dideskripsikan bahwa ketika nasabah datang dan
mengajukan pembiayaan konsumtif kepada Bank BNI Syariah, maka pihak bank akan
menunjukan persyaratan apa saja yang harus dipenuhi sesuai dengan jenis
pembiayaan yang diambil. Selain itu juga akan dilakukan uji kelayakan nasabah
melalui BI Checking yang dilakukan oleh Sales assistant. Setelah nasabah sudah
melengkapi persyaratan yang yang telah ditetapkan oleh pihak bank dan pengecekan
BI Chekingnya bagus Maka selanjutnya, Consumer Financing Assistant (CPH) yang
akan memeriksa dan mereview kembali berkas atau data agunan nasabah. Selanjutnya
setelah melalui tahap tersebut dan dinyatakan layak, berkas tersebut selanjutnya
diberikan kepada pemutus yaitu Bussines Manager (BNM) yang menangani
pembiayaan maksimal Rp 500Juta dan apabila pembiayaan yang diminta lebih dari
itu maka akan dialihkan oleh Branch Manager.
Selanjutnya, pada bagian Financing Administrasi Head (FAH) akan
memberikan surat pemberitahuan kepada nasabah bahwa pembiayaan tersebut telah
disetujui dan seluruh biaya-biaya seperti notaris dan lain sebagianya akan dibebankan
kepada nasabah dan selanjutnya akan diberikan akad wakalah dan akad murabahah
hingga proses pembelian objek tersebut selesai. Barulah kemudian Collection
Assistant yang akan memantau angsuran nasabah tersebut sampai lunas.
Dalam pembiayaan murabahah bil wakalah pada Bank BNI Syariah Cabang
Makassar apabila dikemudian hari nasabah dengan sengaja atau karena lalai dan tidak
melakukan pemabayaran angsuran kepada bank, maka nasabah harus mengganti
kerugian bank yakni sebesar 100% dari jumlah kerugiaan rillnya yang wajib dibayar
75
lunas oleh nasabah. Cara yang dilakukan pihak bank apabila terjadi hal seperti itu
telah diatur dalam ketentuan pembiayaan dalam akad murabahah bil wakalah pasal 7.
Pihak bank BNI Syariah KC Makassar akan mengirimkan surat peringatan terlebih
dahulu kepada nasabah yang bersangkutan melalui kurir atau diantar sendiri oleh
pihak bank sesuai pasal 16 tentang korespondensi. hal tersebut juga dijelasan oleh
“Fadliansyah” bahwa:
“Kalau ada nasabah yang bermasalah, seperti tidak mau membayar angsuran pembiayaannya, biasanya kita kasih dulu surat teguran kalau sudah dikasih dan nasabah belum juga melakukan kewajibannya baru kemudian kita turun langsung biasanya itu kalau agunan pembiayaanya itu berupa bangunan atau lahan kosong biasnya kita berikan papan tanda atau stiker”
81
Dalam ketentuan pasal 14 tentang peristiwa cedera janji dalam rangka
melakukan penyelamatan pembiayaan maka bank berwenang dalam hal memasang
papan tanda, stiker terhadap agunan nasabah atau menggunakan pihak ketiga untuk
melakukan penagihan pelunasan pembiayaan sesuai dengan ketentuan pasal 15. Hal
tersebut sesuai dengan penjelasan “Muh Saleh”
“Kalau seumpama nasabahnya tidak mampu lagi bayar angsuran pembiayaannya, kan ada jaminannya. Kalau sudah dikasih surat teguran lantas belum na tunaikan kewajibannya dan tidak ada konfirmasinya, baru kita turun untuk lakukan sesuatu sesuai dengan perintah atasan, kalau jaminannya rumah biasanya rumahnya kita kasih papan tanda.”
82
Sedangkan apabila terjadi wanprestasi atau cedera janji bank juga memiliki
wewenang untuk mengakhiri jangka waktu pembiayaan jika nasabah tidak mampu
membayar angsuran pembiayaannya dan nasabah wajib membayar lunas sekaligus
utangnya dengan tenggang waktu yang diberikan pihak bank. Hal tersebut telah diatur
81
Fadliansyah”Sales Assistant”(Wawancara pada tanggal 24 Juni 2019).
82Muh Saleh “Sales Assistant”(Wawancara pada Tanggal 25 Juni 2019).
76
dalam ketentuan murabahah bil wakalah pasal 13. Hal tersebut sesuai dengan
penjelasan “Muh Saleh” Bahwa”
“Kalau nasabah tidak bisa penuhi kewajibannya disini kita punya wewenang untuk membatalkan perjanjian atau akadnya. Biasanya itu nasabah tidak bisa bayar angsurannya padahal sudah jatuh tempo kecuali, kan sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang tidak bisa diperkirakan misalnya nasabah mendapat musibah kebakaran atau dirampok kita pihak bank biasanya bisa memberikan toleransi pembayaran tapi, harus ada surat keterangan bahwa benar nasabah ini mendapat masalah seperti yang dinyatakan dari kepolisian”
83
Apabila dalam masa pembiayaan terjadi keadaan memaksa (Force majeure)
sesuai dengan hasil wawancara diatas seperti terjadi kebakaran ataupun bencana alam
yang dilengkapi dengan bukti secukupnya dari pihak yang berwenang mengenai
terjadinya keadaan memaksa tersebut sehingga nasabah tidak mampu memenuhi
kewajibannya dalam hal membayar angsuran pembiayaannya. Maka pihak bank akan
memberikan waktu hingga berakhirnya keadaan memaksa tersebut hal tersebut telah
diatur dalam pasal 17.
Dalam penyelenggaraan rekening pembiayaan yang telah diatur dalam
ketentuan pasal 8, pelaksanaan pembiayaan dengan akad murabahah bil wakalah
nasabah juga diwajibkan untuk membuka rekening pembiayaan serta rekening
tabungan tersendiri atas nama nasabah yang dilakukan di bank tempat pelaksanaan
pembiayaan tersebut yang digunakan untuk keperluan administrasi hal tersebut juga
sesuai dengan pasal 9 tentang kuasa bank atas rekening nasabah dan berkaitan denagn
pasal 21 tentang tambahan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan “Asdar “ bahwa:
“Nasabah harus punya rekening tabungan dan rekening pembiayaan, karna memang itu sudah menjadi aturannya, kan nanti saldo rekening tabungan akan di blokir sebanyak ssatu kali angsuran, rekening
83
Saleh “Sales Assistant”(Wawancara pada Tanggal 25 Juni 2019).
77
pembiayaan,biaya pengelolaan rekening dan lainnya setiap bulan sampai selesai pembiayaannya”
84
Jadi, bank miliki kuasa atas rekening nasabah untuk mendebet tabungan atau
rekening pembiayaan nasabah yang ada pada bank untuk keperluan pembayaran
pembiayaan, denda, ganti rugi dan lain sebagainya.
Apabila dalam masa pembiayaan terjadi perselisihan yang timbul akibat akad
maka, kedua pihak harus sepakat menyelesaikan perselisihan tersebut melaui
musyawarah dan dalam 30 hari hal tersebut telah dilakukan dan perselisihan belum
terselesaikan maka para pihak berhak untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan
Negeri Makassar sesuai dengan ketentuan pasal 18 tentang penyelesaian perselisihan.
Itulah sebabnya dalam proses penandatangan akad terdapat domisili hukum yang
dipilih apabila terjadi perselisihan pada pasal 19. Hal tersebut sesuai dengan
penjelasan “Asdar” Bahwa:
“Kan dalam akad memang sudah dicantumkan apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak maka proses penyelesainnya itu dulu dilakukan secara musyawarah kalau seumpa masalahnya belum juga bisa diselesaikan maka barulah kepengadilan”
85
Dalam pembiayaan murabahah bil wakalah dengan dua akad yang digunakan
dalam satu produk pembiayaan, maka pasti ada akad yang didahulukan dan ada juga
akad yang diakhirkan. Dalam proses penyertaan akad murabahah dan wakalah ini,
bank menggunakan akad wakalah terlebih dahulu untuk ditandatangani, setelah
barang secara prinsip sudah menjadi milik bank barulah kemudian pihak bank
memberikan akad murabahah untuk ditandatangani. Meskipun hal tersebut tidak
selalu dijalankan sesuai ketentuan oleh bank-bank syariah lainnya yang menggunakan
84
Asdar”Consumer Processing Assistant”(Wawancara pada Tanggal 25 Juni 2019).
85Asdar”Consumer Processing Assistant”(Wawancara pada Tanggal 25 Juni 2019).
78
akad murabahah bil wakalah bahkan tidak menutup kemungkinan ada juga bank BNI
Syariah yang tidak mengikuti aturan tersebut. Seperti yang di katakan oleh”Salam M
Bustan”
“Sebenarnya, secara teori jika membahas mengenai akad yang harus didahulukan terlebih dahulu jika mengambil pembiayaan yang menggunakan akad murabahah bil wakalah tentunya kita harus mendahulukan akad wakalah karena jika barang secara prinsip belum menjadi milik bank sedangkan bank dengan nasabah telah melakukan penandatangan akad murabahah berarti itu sudah terjadi penyimpangan dong, artinya bank sudah menjual barang yang belum ada dan itu menunjukkan sifat gharar yang dilarang dalam islam. Kalau kita disini menjalankan pembiayaan tersebut sesuai dengan aturannya akan tetapi di bank-bank syariah lainnya dan tidak menutup kemungkinan juga Bank BNI Syariah cabang lain menjalankan pembiayaan tersebut tidak sesuai dengan ketentuannya, itu sebenarnya tergantung dari oknum-oknum yang bertanggung jawab didalamnya karena biasanya mereka ingin simplenya saja tanpa memikirkan apakah itu melanggar ketentuan atau tidak, kebanyakan dari mereka tidak mau repot kalau harus bolak balik tandatangani akad, jadi mereka langsung saja kasih akad murabahah sama wakalahnya untu tandatangani secara bersamaan meskipun barang secara pinsip belum jadi miliknya bank.”
86
Dalam hal tersebut peneliti juga melakukan wawancara dengan salahsatu
nasabah Bank BNI Syariah Cabang Makassar yang mengambil pembiayaan dengan
menggunakan akad murabahah bil wakalah “Irma Haryani” hasil wawancara sebagai
berikut:
“Kalau saya ini ambil pembiayaan Griya iB Hasanah untuk bangun kost putri, kebetulan dekat rumah ada lahan kosong daripada nda di manfaatkan jadi saya bangun saja kost-kost khusus putri, kalau pas akad itu saya tanda tangani akad wakalah dulu, saya yang beli semua bahan untuk bangun kost-kost ku baru saya tanda tangani lagi akad murabahah, sebenarnya mauka dulu tanda tangani langsung semua saja daripada saya kembali lagi cuma untuk tanda tangan tapi bilang bank tidak boleh, akad murabahah baru bisa di tanda tangani kalau selesai semua mi proses pembelian.”
87
86
Salam M Bustan “Consumer Financing Head”(Wawancara pada Tanggal 25 Juni 2019)
87Irma Haryani”Wiraswasta”(Wawancara pada Tanggal 26 Juni 2019).
79
Berdasarkan hasil wawancara tersebut Bank BNI Syariah Cabang Makassar
benar-benar sudah menjalankan ketentuan yang berlaku dalam pembiayaan
murabahah bil wakalah bahwa akad yang harus didahulukan apabila mengambil
pembiayaan menggunakan akad murabahah bil wakalah adalah akad wakalah setelah
akad wakalah berakhir atau barang secara prinsip sudah menjadi milik bank sesuai
dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN/-MUI/IV/2000
Tentang Murabahah bulir 9 bahwa “Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank” serta ketentuan dan syarat yang
ada dalam pembiayaan dengan akad murabahah bil wakalah telah diterapkan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan tersebut.88
88
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 04/DSN/MUI/2000 bulir 9.
80
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneitian diatas, peneliti mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
5.1.1 Ketentuan Hybrid Contract dalam pembiayaan murabahah bil wakalah pada
Bank BNI Syariah KC Makassar pada dasarnya sama saja dengan ketentuan
yang berlaku di BNI Syariah lainnya, hal tersebut dikarenakan dalam
ketentuannya telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan termasuk ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang kemudian diatur
kedalam beberapa pasal yang diantaranya membahas mengenai ketentuan
pembiayaan, tujuan dari pembiayaan, kewenangan bank dalam rangka
penyelamatan dan lain sebagainya.
5.1.2 Implementasi ketentuan hybrid contract pada pembiayaan murabahah bil
wakalah pada Bank BNI Syariah KC Makassar berdasarkan hasi penelitian
tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Hal tersebut disebabkan karena perubahan ketentuan pembiayaan murabahah
bil wakalah pada bank BNI Syariah Cabang Makassar yang tertuan dalam pasal
2 tentang pembiayaan, dimana pengungkapan harga pokok tidak lagi
disebutkan pada saat akad, hal tersebut dikarenakan pemahaman bank BNI
Syariah Cabang Makassar bahwa pokok dan margin itu satu kesatuan sehingga
harga pokok atau harga beli atas objek murabahah tersebut tidak lagi boleh
disebutkan karena hal tersebut dapat mengurangi kesyariahan baik itu
pembiayaan dengan akad murabahah murni ataupun dengan akad murabahah
80
81
bil wakalah sehingga melanggar ketentuan murabahah bil wakalah itu sendiri
yang tertuan dalam pasal 1 tentang definisi murabahah serta melanggar
ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN/-MUI/IV/2000 Tentang
Murabahah bulir 6. Sedangkan dalam proses penandatanganan akad murabahah
bil wakalah pada BNI Syariah Cabang Makassar telah sesuai dengan ketenuan
yang berlaku karena penandatanganan akad tersebut didahului dengan akad
wakalah apabila bank belum memiliki objek murabahah yang diperlukan
nasabah.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan beberapa kritik dan saran
kepada berbagai pihak yaitu:
1) Bagi Bank Syariah, harus bisa memberikan inovasi produk-produk
yang menggunakan akad hybrid contract sesuia dengan kebutuhan
transaksi masyarakat tanpa mengesampinkan produk yang sesuai
dengan ketentuan islam.
2) Bagi praktisi Bank Syariah, hedaknya meningkatkan kemampuan dan
pelayanan nasabah, utamanya produk-produk yang ditawarkan untuk
menghindari ketidakpahaman dan menghindari kemungkinan
terjadinya riba.
3) Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya bersedia mencari tema
pembahasan yang lain utamanya membahas mengenai sesuatu yang
lebih sensitive lagi yang kadang tidak terfikirkan oleh beberapa orang.
82
DAFTAR PUSTAKA.
Al-Qur’an dan Terjemahan.
Afandi, Yazid. 2009. Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Logung Pustaka.
Arifin, Zainul. 2000. Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, dan Prospek. Jakarta: t.p.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika Ofset.
Al-Mushih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi. 2004. Fiqh Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.
Dahlan, Ahmad. 2012. Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik. Yogyakarta: Teras.
Dahlan dan Abdul Aziz. 2001. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Haeve.
Hafiduddin, Didin. 2003. Manajemen Syariah Dalam Praktek. Jakarta: Insani.
Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara, Observasi , dan Focus Groups. Jakarta: Rajawali pers.
Karim, Adiwarman. 2006. Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Karim, Adiwarman. 2003. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: IIIT
Indonesia.
Machmud, Amir dan Rukmana. 2013. Bank syariah teori, kebijakan, dan studi empiris di Indonesia, t.t. t.th.
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: AMPYKPN.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Muslehuddin, Muhammad. 2002. Sistem Perbankan Dalam Islam. Jakarta: Rhineka
Cipta
Nur Aisyah, Binti. 2014. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: Teras.
82
83
Saeed, Abdullah. 2004. Menyonyal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis. Jakarta: ParamadinaSetiawan, Guntur. 2004. Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Prenada Media.
Suharsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Usman, Nurdin. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Wirdiyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 10/DSN-MUI/2000.
Tanggal 28 Dzulhijjah 1420 H/13 April 2000 M tetang Murabahah.
sites.google.com/site/alministfile/fatwa-dsn-mui/10-Wakalah.pdf. (diakses
pada tanggal 24 Januari 2019)
Kuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Widya
Padjajaran. http://www.unpad.ac.id/buku/fenomenologi-metodologi-
penelitian-komunikasi/ (diakses pada tanggal 22 februari 2019)
Abdulahanaa, Mardhaniah. 2014. Kaedah-Kaedah Keabsahan Multi Akad Hybrid
Contract. http://repositori.stain-watampone.ac.id/59/ (diakses pada tanggal 11
januari 2019)
Isfandiar, Ali Amin. 2013. “Analisis Fiqh Muamalah tentang Hybrid Contract Model dan Penerapannya pada lembaga Keuangan Syariah. “vol. 10 no. 2 (November 2013). http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/penelitian/article/download/361/570/ (diakses 10 januari 2019)
Khofsah, Solihatin. 2017. “Implementasi Produk Murabahah Bil Wakalah Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Ekonomi Peternak Sapi di Bmt Al-Hijrah Kan Jabung.” Tesis; Jurusan Ekonomi Syariah: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim: Malang. http://etheses.uin-malang.ac.id/10194/ (diakses 5 januari 2019)
Murni. 2013. “Penerapan Akad Wakalah Dalam Produk Murabahah Pada Bank Muamalat Kota Parepare (Tinjauan Hukum Islam)”. Skripsi Sarjana; Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam: STAIN Parepare.
Ramadhani, Kiki Priscilia. 2014. “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Murabahah: Studi Kasus PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Kota Mojokerto”https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/957 (diakses 24 Januari 2019)
84
Syahrangga, Dimas Pandu. 2017. “Implementasi Produk Pembiayaan Murabahah bil Wakalah Dalam Usaha Mikro di BRI Syariah Cabang Pati”. Skripisi Diploma III; Jurusan Perbankan Syariah: Universitas Negeri Walisongo Semarang. http://eprints.walisongo.ac.id/7271/3/BAB%20II.pdf (diakses pada 3 februari 2019)
Yayuk. 2018. “Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Hybrid Contract dalam
Perbankan Syariah”. Skrpsi;Jurusan Hukum Syariah Institu Agama Islam Negeri Ponorogo. http://etheses.iainponorogo.ac.id/5303/1/SKRIPSI%20YAYUK.pdf (diakses 2 januari 2019)
Agustianto. 2013. ” Hybrid Contract dalam Keuangan Syariah.” Administrator 25
September. http://www.iaei-pusat.org/en/article/ekonomi-syariah/hybrid-contract-dalam-keuangan-syariah--1 (1 April 2019)
Alihamdan. 2019. “Pengertian Implementasi,” Blog Pelajaran.
https://blog.currentapk.com/implementasi/ (3 Februari 2019) Tinarbuka, Anggit. 2019. “Multi Akad Hybrid Contract,” Blog Anggit Tinarbuka.
http://elsyadii.blogspot.com/2015/01/multi-akad-hybrid-contract.html (3 Februari 2019)
http://alminist.blogspot.com/2010/08/fatwa-dsn-mui.html (diakses 5 januari 2019)
Repository.uin-suska.ac.id/8909/4/BAB%20III.pdf ( diakses 24 januari 2019)
http://perencanaankota.blogspot.com/2012/01/beberapa-teori-tentang-implementasi.html, (diakses tanggal 1 februari 2019)
https://elib.unikom.ac.id/download.php?id=148736 (diakses tanggal 1 januari 2019)