SKRIPSI HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN ...repository.stikes-bhm.ac.id/392/1/SKRIPSI...

122
SKRIPSI HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI DESA SELOTINATAH KECAMATAN NGARIBOYO KABUPATEN MAGETAN Oleh : IMROATUL HASANAH NIM : 201303023 PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2017

Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN ...repository.stikes-bhm.ac.id/392/1/SKRIPSI...

  • SKRIPSI

    HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN

    MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA

    PADA BALITA DI DESA SELOTINATAH KECAMATAN

    NGARIBOYO KABUPATEN MAGETAN

    Oleh :

    IMROATUL HASANAH

    NIM : 201303023

    PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

    PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

    STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

    2017

  • ii

    SKRIPSI

    HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN

    MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA

    PADA BALITA DI DESA SELOTINATAH KECAMATAN

    NGARIBOYO KABUPATEN MAGETAN

    Diajukan untuk memenuhi

    Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar

    Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

    Oleh :

    IMROATUL HASANAH

    NIM : 201303023

    PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

    PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

    STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

    2017

  • iii

  • iv

  • v

    LEMBAR PERSEMBAHAN

    “Apabila kamu tidak memberikan kebaikan kepada orang lain dengan

    kekayaanmu, maka berilah mereka kebaikan dengan wajahmu yang berseri-

    seri disertai akhlak yang Mulia” {Nabi Muhammad SAW}.

    “Jadilah orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain, karena untuk apa

    pendidikan tinggi jika ilmu yang dimiliki tidak disebarkan ke orang lain”

    seperti kata pepatah ilmu yang tidak diajarkan bagaikan pohon yang tidak

    berbuah {Penulis}.

    1. Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua Saya yang menjadi

    motivator dalam pencapaian tujuan hidup ini. Mereka adalah pemberi

    inspirasi terhebat di dunia, pemberi kasih sayang yang terkuat dan

    terkokoh, yang tak pernah bosan menyebutkan namaku dalam setiap sujud

    dan do’amu. Tanpa mereka saya bukanlah apa-apa dan tak mungkin saya

    bisa menjadi seperti saat ini.

    2. Untuk kakak dan keponakanku yang menjadi penyemangat dan pemberi

    canda tawa serta kasih sayang yang telah tercurah di setiap langkah ku.

    3. Sahabat-sahabatku yang saya sayangi karena kebaikkan,ketulusan dan

    motivasi kalian saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

    4. Almamater tercinta STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

  • vi

  • vii

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama :Imroatul Hasanah

    Tempat/Tanggal Lahir :Magetan, 14 Agustus 1994

    Jenis Kelamin :Perempuan

    Agama :Islam

    Alamat :Desa Banjarejo, Kec. Ngariboyo, Kab.

    Magetan

    Riwayat Pendidikan :

    1. Lulus RA BANJAREJO tahun 2001

    2. Lulus MI BANJAREJO tahun 2007

    3. Lulus MTsN GORANGGARNG tahun 2010

    4. Lulus MAN TAKERAN tahun 2013

    5. Menempuh pendidikan di Program Studi

    Kesehatan Masyarakat STIKES BHAKTI

    HUSADA MULIA MADIUN sejak tahun

    2013

  • viii

    ABSTRAK

    Imroatul Hasanah. 201303023

    “Hubungan Sanitasi Fisik Rumah dan Kebiasaan Merokok Keluarga Dengan

    Kejadian Pneumonia Pada Balita di Desa Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo,

    Kabupaten Magetan”

    80 halaman + 15 tabel + 6 gambar + 11 Lampiran

    Pneumonia merupakan masalah kesehatan dan penyumbang terbesar

    kematian pada balita. Kasus Pneumonia di Desa Selotinatah tahun 2014-2016

    mengalami kenaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi

    fisik rumah dan kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di

    Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan

    case control. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling,

    dimana 30 Balita sebagai kasus dan 30 Balita sebagai kontrol dengan total sampel

    sebanyak 60 responden. Teknik analisis data menggunakan uji statistik chi-square

    Hasil penelitian : 1) Ada hubungan antara Luas Ventilasi dengan kejadian

    pneumonia pada balita (p=0,001; OR=6,41; 95% CI=2,08-19,75) 2) Ada

    hubungan antara Pencahayaan dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,013;

    OR=3,0; 95% CI=1,04-8,60), 3) Ada hubungan antara Jenis lantai dengan

    kejadian pneumonia pada balita (p=0,020; OR=6,3; 95% CI=1,20-10,19), 4) Ada

    hubungan antara Jenis dinding dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,010;

    OR=4,0; 95% C1=1,37-11,83), 5) Ada hubungan antara Kebiasaan merokok

    anggota keluarga dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,004; OR=4,6;

    95% CI= 1.57–13.86).

    Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diajukan adalah menerapkan

    perilaku hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok di dalam rumah maupun di

    dekat Balita, meningkatan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat mengenai

    syarat rumah sehat sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan.

    Kata Kunci : Pneumonia, Balita, Sanitasi Fisik Rumah.

    Kepustakaan : 44 (2003–2016)

  • ix

    ABSTRACT

    Imroatul Hasanah. 201303023

    "Relationship of Household Physical Sanitation and Smoking Family Habits With

    Pneumonia Incidence In Toddlers in Selotinatah Village, Ngariboyo Subdistrict,

    Magetan District"

    80 pages + 15 tables + 6 images + 11 enclosure

    Appendix Pneumonia is a health problem and the biggest contributor to death in

    infants. Cases of Pneumonia 2014-2016 in Selotinatah Village increased. This

    study aims to determine the relationship of house physical sanitation and smoking

    habits with the incidence of pneumonia in infants in the Village Selotinatah

    Ngariboyo District Magetan.

    This type of research is observational research with case control approach. The

    sampling technique used simple random sampling, where 30 children under five

    as case and 30 children under five as control with total sample counted 60

    responder. The data analysis technique used chi-square statistical test.

    Result of research: 1) There is a relationship between Ventilation Area and the

    incidence of pneumonia in infants (p = 0,001; OR = 6,41; 95% CI = 2.08-19,75)

    2) There is a correlation between lighting with pneumonia incidence in toddlers

    (P = 0,013; OR = 3.0; 95% CI = 1.04-8,60); 3) There is a correlation between

    Type of floor with incidence of pneumonia in toddler (p = 0,020; OR = 6,3; 95%

    CI = 1.20-10.19), 4) There is a relationship between the type of wall with

    incidence of pneumonia in infants (p = 0.010; OR = 4.0; 95% C1 = 1.37-11.83);

    5) There is a relationship between smoking habit of family members and the

    incidence of pneumonia in infants (p = 0,004; OR = 4,6; 95% CI = 1.57-13.86).

    Based on the result of the research, the suggestion is the need to familiarize the

    behavior of clean and healthy life such as not smoking in the house or near

    toddler, increasing the extension activity to the community about healthy house

    condition so that preventive action can be done.

    Keywords: Pneumonia, Toddler, Home Physical Sanitation.

    Literature: 44 (2003-2016)

  • x

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum Wr. Wb

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah

    memberikan kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul

    “Hubungan Sanitasi Fisik Rumah dan Kebiasaan Merokok Keluarga dengan

    Kejadian Pneumonia pada Balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES

    Bhakti Husada Mulia Madiun.

    Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak banyak yang bisa

    penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis

    menyampaikan rasa hormat dan terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya

    selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada :

    1. Bpk. Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti

    Husada Mulia Madiun dan selaku pembimbing 2 yang telah memberikan

    bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

    2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi

    Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

    3. Bapak dr. Moch. Hariyadi selaku Kepala UPTD Puskesmas Ngariboyo

    Kabupaten Magetan.

  • xi

    4. Ibu Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes selaku pembimbing I yang telah

    memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi

    ini.

    5. Bapak Agus Widodo, S.KM., M.MKes selaku penguji skripsi yang telah

    memberikan bimbingan masukan yang bermanfaat dalam skripsi ini.

    6. Bapak dan Ibu tersayang yang telah memberikan do’a, semangat, nasihat,

    dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah

    inspirator terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.

    7. Kakak dan Saudara-saudaraku tersayang yang telah memberikan inspirasi

    untuk segala hal, dorongan, nasihat, rasa sayang, dan selalu membuatku

    semangat dan tak mudah putus asa.

    8. Sarah, Ecka, Murdiana, Wiwik, Kurnia, Dwi Nur, Kurnia kalian adalah

    sahabatku dan teman seperjuangan yang selalu membantu, memberikan

    dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

    9. Semua teman-teman seperjuangan Kesmas angkatan 2013.

    10. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

    memberikan dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

    Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

    Amin.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb

    Madiun, Agustus 2017

    Penulis

  • xii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    Sampul Depan ............................................................................................. i

    Sampul Dalam .............................................................................................. ii

    Lembar Persetujuan...................................................................................... iii

    Lembar Pengesahan .................................................................................... iv

    Lembar Persembahan ................................................................................... v

    Lembar Keaslian Penelitian ........................................................................ vi

    Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. vii

    Abstrak ......................................................................................................... viii

    Abstract ........................................................................................................ ix

    Kata Pengantar ............................................................................................. x

    Daftar Isi ...................................................................................................... xii

    Daftar Tabel ................................................................................................. xiv

    Daftar Gambar ............................................................................................. xv

    Daftar Lampiran ........................................................................................... xvi

    Daftar Istilah dan Singkatan ......................................................................... xvii

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

    1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 8

    1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 9

    1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 10

    1.5. Keaslian Penelitian ............................................................... 11

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Pneumonia ……………………......................... 13

    2.2. Penyebab Pneumonia………………………………….. ..... 13

    2.3. Klasifikasi Pneumonia ………………………. ................... 14

    2.4. Epidemiologi Pneumonia …………….. .............................. 16

    2.5. Pencegahan Pneumonia........................................................ 17

    2.6. Pengobatan Pneumonia ………………………………….. 21

    2.7. Sanitasi Fisik Rumah…………………………………….. 21

    2.8. Faktor Resiko Pneumonia ……………………………….. 27

    2.9. Merokok Sebagai Faktor Resiko ………………………… 34

    2.10. Kerangka Teori ………………………………………….. 36

    BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

    3.1. Kerangka Konsep ................................................................. 37

    3.2. Hipotesis Penelitian.............................................................. 38

    BAB 4. METODE PENELITIAN

    4.1. Desain Penelitian.................................................................. 40

    4.2. Populasi dan Sampel ............................................................ 41

    4.3. Teknik Sampling………………………………………… 44

  • xiii

    4.4. Variabel Penelitian………………………………………. 44

    4.5. Definisi Operasional Variabel…………………………… 45

    4.6. Kerangka Kerja Penelitian………………………………. 47

    4.7. Instrument Penelitian…………………………………… 48

    4.8. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………….. 50

    4.9. Prosedur Pengumpulan Data…………………………….. 50

    4.10. Teknik Pengolahan Analisis Data……………………….. 51

    4.11. Etika Penelitian…………………………………………… 54

    BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    5.1. Gambaran Umum ................................................................. 56

    5.2. Karakteristik Responden ...................................................... 58

    5.3. Hasil Penelitian .................................................................... 61

    5.4. Pembahasan .......................................................................... 66

    BAB 6. PENUTUP

    6.1. Kesimpulan ……………… ................................................. 78

    6.2. Saran …………………………………........……………… 79

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Keaslian Penelitian …………………………………… 11

    Tabel 1.2 Matrik Perbedaan Penelitian ……………………………….. 12

    Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Pneumonia Berdasarkan Kelompok

    Umur dan Gejala yang Menyertainya ……………………… 15

    Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel ……………………………… 45

    Tabel 4.2 Analisis Bivariat……………………………………………. 52

    Tabel 5.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Selotinatah Tahun 2016 57

    Tabel 5.2 Mata Pencaharian Penduduk Desa Selotinatah Tahun 2016… 57

    Tabel 5.3 Agama Penduduk Desa Selotinatah Tahun 2016 58

    Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan,

    Pekerjaan dan Pendapatan……………………………….. 59

    Tabel 5.5 Karakteristik Balita Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin 60

    Tabel 5.6 Luas Ventilasi Rumah Responden Di Desa Selotinatah 61

    Tabel 5.7 Pencahayaan Rumah Responden di Desa Selotinatah 62

    Tabel 5.8 Jenis Lantai Rumah Responden Di Desa Selotinatah 63

    Tabel 5.9 Jenis dinding rumah responden di desa selotinatah 64

    Tabel 5.10 Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Di Desa Selotinatah 65

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kerangka Teori…………………………………………… 36

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep ……………………………………….. 37

    Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Case Control……………… 40

    Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian…….…………………………. 47

    Gambar 4.3 Rollmeter………………………………………………… 49

    Gambar 4.4 Luxmeter………………………………………………… 49

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Permohonan Surat Izin Pengambilan Data Awal

    Lampiran 2 Surat Permohonan Calon Responden

    Lampiran 3 Surat Pernyataan Persetujuan( informed consent

    Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

    Lampiran 5 Lembar Pengukuran Observasi Sanitasi Fisik Rumah

    Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian

    Lampiran 7 Data Mentah SPSS

    Lampiran 8 Hasil Analisis SPSS

    Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian

    Lampiran 10 Kartu Bimbingan Skripsi

    Lampiran 11 Format Revisi Skripsi

  • xvii

    DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

    ARI : Acute Respiratory Infections

    BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

    CO2 : Karbon Dioksida

    CI : Confidence Interval

    DPT : Dipteri Pertusis Tetanus

    ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

    MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit

    O2 : Oksigen

    OR : Odd Ratio

    PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    PNS : Pegawai Negeri Sipil

    PPOM : Penyakit Paru Obstruktif Menahun

    SD : Sekolah Dasar

    SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga

    SMA : Sekolah Menengah Atas

    SMP : Sekolah Menengah Pertama

    The Forgotten Disease : Penyakit Yang Terlupakan

    The Neglegted Disease : Penyakit Yang Terabaikan

    UMR : Upah Minimum Regional

    UNICEF : United Nations International Children’s

    Emergency Fund

    WHO : World Health Organization

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.I Latar Belakang

    Kesehatan adalah hak asasi manusia dan investasi untuk keberhasilan

    pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan

    secara menyeluruh dan berkesinambungan. Tujuan Sistem Kesehatan

    Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua

    potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara

    sinergis, berhasil-guna dan berdayaguna, sehingga tercapai derajat

    kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan RI,

    2009:21).

    Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan

    penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun

    (anak-balita). Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit

    lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh

    lebih dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di

    negara berkembang. Di Negara berkembang pneumonia merupakan

    penyakit yang terabaikan (the neglegted disease) atau penyakit yang

    terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak anak yang

    meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian yang

    diberikan kepada masalah pneumonia. (Kemenkes RI, 2010).

    Di negara berkembang diperkirakan lebih dari 150 juta kasus

    pneumonia terjadi setiap tahun, 60% kasus pneumonia disebabkan oleh

  • 2

    bakteri. Menurut hasil Riskesdas 2013 proporsi kematian Balita karena

    pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Di negara

    berkembang, penyakit pneumonia merupakan merupakan 25%

    penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari

    dua bulan, morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan

    pada balita sebesar 40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat

    pneumonia sebesar 24% dan pada balita sebesar 36% (Kemenkes RI,

    Dirjen P2PL, 2011 ).

    Di Indonesia kejadian pneumonia pada balita diperkirakan 10-20%

    per tahun dan 10% dari penderita pneumonia balita akan meninggal bila

    tidak diberi pengobatan, yang berarti bahwa tanpa pengobatan akan

    didapat 250.000 kematian balita akibat pneumonia setiap tahunnya.

    Perkiraan angka kematian pneumonia pada balita secara nasional adalah 5

    per 1000 balita atau sebanyak 140.000 balita per tahun, atau rata-rata 1

    anak balita Indonesia meninggal akibat pneumonnia setiap 5 menit. Setiap

    anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA per tahun, ini berarti

    seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai

    6 kali per tahun. (Kemenkes RI, Dirjen P2PL, 2011 ).

    Di Jawa Timur penderita pneumonia tahun 2010 sebesar 89.410

    dengan jumlah penderita yang ditangani sebesar 62.629 (cakupan

    penanganan 70,05%), sedangkan jumlah penderita tahun 2011 sebanyak

    98.050 dengan jumlah penderita ditangani 93.215 (cakupan penanganan

    95,07%). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan cakupan penemuan

  • 3

    penderita sebanyak 8.640 orang (9,66%) dengan cakupan penanganan

    sebesar 25,02% (Bidang P2PL Dinkes Jatim,2011).

    Di Kabupaten Magetan kasus pneumonia pada balita yang di

    temukan dan di tangani dari tahun 2010-2015 selalu mengalami kenaikan,

    pada tahun 2010 sebanyak 191 kasus, tahun 2011 sebanyak 727 kasus,

    tahun 2012 sebanyak 798 kasus, tahun 2013 sebanyak 1.326 kasus, tahun

    2014 sebanyak 1.420 kasus dan tahun 2015 sebanyak 1.461 kasus.

    Pneumonia pada balita umumnya terjadi karena kasus gizi kurang dengan

    kondisi lingkungan yang tidak sehat (asap rokok, polusi). (Bidang P2PL

    Dinkes Kab. Magetan 2014)

    Berdasarkan data kunjungan yang diperoleh dari Puskesmas

    Ngariboyo penyakit ISPA menduduki peringkat tiga teratas selama tiga

    tahun berturut-turut yakni pada tahun 2014 sebanyak 4.748 kasus, tahun

    2015 sebanyak 3.785 kasus dan tahun 2016 sebanyak 3.793 kasus.

    Kecamatan Ngariboyo menjadi peringkat kedua yang paling banyak

    ditemukan penyakit pneumonia pada balita. Kasus pneumonia pada balita

    yang ditangani pada tahun 2014 sebanyak 131 kasus, tahun 2015 sebanyak

    131 kasus, sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 141 kasus. Desa

    Selotinatah merupakan desa yang paling banyak penderita Pneumonia

    pada balita, tahun 2014 sebanyak 9 kasus, tahun 2015 sebanyak 19 kasus,

    dan tahun 2016 sebanyak 30 kasus. Wilayah Kerja Puskesmas Ngariboyo

    terdiri dari 12 Desa/Keluruhan, yaitu: Ngariboyo, Balegondo, Baleasri,

    Sumberdukun, Selopanggung, Bangsri, Selotinatah, Pendem, Banyudono,

  • 4

    Banjarpanjang, Mojopurno, dan Banjarejo (Bidang P2P Puskesmas

    Ngariboyo 2016).

    Menurut profil kesehatan puskesmas Ngariboyo cakupan rumah

    sehat di Desa Selotinatah masih dibawah target, dari 1.511 rumah yang

    diperiksa 896 dikategorikan rumah sehat, sedangkan 615 rumah belum

    memenuhi syarat sehat. Kondisi fisik rumah sangat mempengaruhi

    kesehatan dari penghuni rumah khususnya pada balita karena sistem

    kekebalan tubuh balita sangat rentan terhadap penyakit. Rumah menjadi

    tempat tumbuh, berkembang, bermain dan berteduh dari panas dan hujan

    sehingga harus dijaga kebersihannya agar tidak menjadi tempat

    bersarangnya sumber penyakit (Bidang P2 Puskesmas Ngariboyo 2016).

    Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat

    kesehatan yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah,

    sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan

    hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak dari tanah. (Dinkes Jatim

    2014).

    Secara umum faktor risiko terjadinya Pneumonia yaitu faktor

    lingkungan fisik, faktor host/ pejamu, faktor agent serta faktor lingkungan

    sosial. Faktor agent yaitu bakteri penyebab pneumonia yaitu streptococcus

    pneumonia, hemophilus influenza, dan staphylococcus aureus. Faktor

    lingkungan fisik meliputi , luas ventilasi rumah, pencahayaan rumah, serta

    jenis lantai dan dinding rumah. Faktor host meliputi umur, jenis kelamin,

    status gizi, defisit vitamin A dan zink, dan status imunisasi, tidak ASI

  • 5

    Eksklusif. Sedangkan faktor lingkungan sosial meliputi pekerjaan

    orangtua, pendidikan ibu, derajat kesehatan yang rendah serta perilaku

    merokok anggota keluarga (Departemen Kesehatan RI, 2010).

    Menurut Notoatmodjo (2011), kurangnya ventilasinya rumah akan

    menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang

    bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Ventilasi juga

    menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses

    penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang

    tinggi akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri

    penyebab penyakit pneumonia.

    Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit

    pneumonia pada balita adalah kondisi fisik rumah, kebersihan rumah,

    kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah, Selain itu juga

    faktor kepadatan penghuni, ventilasi, suhu dan pencahayaan (Ambarwati

    dan Dina, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Novita dan Galuh (2011),

    diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara ventilasi, dan jenis

    lantai dengan kejadian Pneumonia pada balita. Faktor lingkungan juga

    dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam rumah seperti asap rokok.

    Kebiasaan kepala keluarga yang merokok di dalam rumah dapat

    berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita.

    Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), tidak kurang dari

    900.000.000 (84%) perokok sedunia hidup di negara-negara berkembang

    atau transisi ekonomi termasuk di Indonesia. Indonesia menempati urutan

  • 6

    ketiga terbanyak jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa. The

    Tobacco Atlas mencatat, ada lebih dari 10 juta batang rokok dihisap setiap

    menit, setiap hari, di seluruh dunia oleh satu miliar laki-laki, dan 250 juta

    perempuan (Evy Rachmawati, 2008:2).

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Furi Rahayu mengenai

    faktor-faktor kondisi fisik rumah yang berhubungan dengan timbulnya

    penyakit pneumonia pada Balita tahun 2007, faktor yang berhubungan

    secara bermakna yaitu dinding rumah, lantai rumah, kepadatan hunian

    rumah, luas ventilasi tamu, dan luas ventilasi ruang tidur balita. Presentase

    rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat Kabupaten Magetan

    tahun 2014 terdapat 38.546 (62,3%) rumah tangga yang dikategorikan

    sebagai rumah tangga ber-PHBS dari 61.877 rumah tangga yang disurvei,

    hal ini masih dibawah target yaitu sebesar 70%. Berdasarkan Profil

    Kesehatan Puskesmas Ngariboyo Desa Selotinatah dengan cakupan rumah

    sehat hanya 59,30% sehingga masih dibawah target rumah sehat sebesar

    70%.

    Perilaku manusia merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam

    menentukan derajat kesehatan. Perilaku masyarakat yang buruk dapat

    menimbulkan berbagai penyakit, meskipun sarana sanitasi dasar telah

    tersedia, misalnya terjadinya penyakit pneumonia. Salah satu contohnya

    yaitu perilaku merokok anggota keluarga di dalam rumah akan

    meningkatkan terjadinya kasus pneumonia pada balita, hal tersebut sesuai

    dengan penelitian Yuwono yang menyatakan bahwa merokok dalam

  • 7

    rumah merupakan salah satu faktor yang bermakna dalam kejadian ISPA

    termasuk pneumonia. Lama merokok dan jumlah konsumsi rokok

    mempunyai hubungan bermakna dengan prevalensi penyakit ISPA,

    pneumonia, serta jantung. Maka dari itu penting bagi setiap masyarakat

    untuk menjaga dan memelihara sanitasi fisik rumah menerapkan gaya

    hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi

    resiko terkena penyakit yang berhubungan dengan lingkungan terutama

    yang mengenai balita.

    Berdasarkan uraian di atas, kejadian pneumonia balita di Desa

    Selotinatah cenderung meningkat setiap tahunnya dan presentase rumah

    tangga sehat masih dibawah target yang telah ditentukan. Maka penulis

    tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Sanitasi Fisik

    Rumah dan Kebiasaan Merokok Keluarga Dengan Kejadian pneumonia

    Pada Balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupaten

    Magetan.

  • 8

    I.2 Rumusan Masalah

    a. Masalah umum

    Apakah ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dan kebiasaan

    merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan ?

    b. Masalah khusus

    1. Apakah ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan?

    2. Apakah ada hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan?

    3. Apakah ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan?

    4. Apakah ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan?

    5. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga

    dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan?

  • 9

    1.3 Tujuan Penelitian

    a. Tujuan umum

    Mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah dan kebiasaan

    merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

    b. Tujuan khusus

    1. Mengetahui hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan.

    2. Mengetahui hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan.

    3. Mengetahui hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan.

    4. Mengetahui hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian

    pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan.

    5. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga

    dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

  • 10

    1.4 Manfaat Penelitian

    a. Bagi masyarakat

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran

    masyarakat pada umumnya, dan khususnya ibu yang mempunyai balita

    yang menderita pneumonia tentang pentingnya menjaga sanitasi fisik

    rumah seperti ventilasi yang memenuhi standar, pencahayaan rumah

    yang cukup, lantai dan dinding yang baik, serta memperhatikan

    kebiasaan merokok anggota keluarga tidak di dalam rumah.

    b. Bagi instansi terkait khususnya Puskesmas Ngariboyo

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada

    Puskesmas Ngariboyo khususnya di bidang tatalaksana P2PL tentang

    data hasil penelitian yang meliputi luas ventilasi rumah, pencahayaan

    rumah, jenis lantai rumah, jenis dinding rumah, dan kebiasaan

    merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Pneumonia.

    c. Bagi peneliti lain

    Sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti

    tentang hubungan sanitasi fisik rumah dengan kejadian pneumonia

    pada balita.

  • 11

    1.5 Keaslian Penelitian

    Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian

    NO JUDUL

    PENELITIAN

    NAMA

    PENELITI

    TEMPAT

    DAN TAHUN

    PENELITIAN

    RANCANGAN

    PENELITIAN

    VARIABEL

    PENELITIAN

    HASIL PENELITIAN

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    1

    .

    Hubungan

    Sanitasi Fisik

    Rumah

    Dengan

    Kejadian

    ISPA Pada

    Balita di

    Desa Cepogo

    Kecamatan

    Cepogo

    Kabupaten

    Boyolali

    Vita Ayu

    Oktaviani

    Desa

    Cepogo

    Kecamatan

    Cepogo

    Kabupaten

    Boyolali

    tahun 2009.

    Jenis

    penelitian

    ini adalah

    penelitian

    observasion

    al dengan

    pendekatan

    cross

    sectional.

    Variabel Bebas

    Sanitasi fisik

    Rumah:

    Ventilasi,

    Pencahayaan

    alami,

    Kelembaban,

    Lantai, Dinding,

    Atap Variabel

    Terikat

    Kejadian ISPA

    pada balita

    Ada hubungan antara

    ventilasi rumah

    (p=0,046), pencahayaan

    alami (p=0,001), lantai

    rumah(p=0,025),

    dinding rumah

    (p=0,00), atap rumah

    (p=0,026), dengan

    kejadian ISPA.

    Tidak ada hubungan

    antara kelembaban

    rumah p=0,883 dengan

    kejadian ISPA.

    2

    .

    Faktor –

    faktor yang

    Berhubungan

    Dengan

    Kejadian Ispa

    Pada Balita

    di Puskesmas

    Pati I

    Kabupaten

    Pati

    Ike

    Suhandaya

    ni

    Puskesmas

    PatiI

    Kabupaten

    Pati tahun

    2007.

    Jenis

    penelitian

    ini adalah

    deskriptif

    analitik

    dengan

    pendekatan

    case

    control.

    Variabel bebas Status Gizi ASI

    Eksklusif Umur

    Imunisasi

    Kepadatan

    Hunian

    Ventilasi Jenis

    Lantai

    Kepemilikan

    Lubang Asap

    Jenis Bahan

    Bakar

    Keberadaan

    Keluarga Yang

    Merokok

    Keberadaan

    Keluarga yang

    Menderita ISPA

    Variabel

    terikat:

    KEJADIAN

    ISPA PADA

    BALITA

    Ada hubungan antara

    pemberian ASI

    Eksklusif(p=0,010;OR

    =2,6), kepadatan

    hunian ruang tidur

    (p=0,003;OR=3,21),

    ventilasi kamar

    (p=0,030;OR=2,22),

    keberadaan keluarga

    yang merokok

    (p=0,00;OR=4,63)

    keberadaan anggota

    keluarga yang

    menderita

    ISPA(p=0,00;OR=3,7T

    idak ada hubungan

    antara status gizi, status

    imunisasi, lantai ruang

    tidur, kepemilikan

    lubang asap dapur, dan

    penggunaan jenis bahan

    bakar dengan kejadian

    ISPA pada balita.

  • 12

    MATRIK PERBEDAAN PENELITIAN

    Tabel 1.2 : Matrik Perbedaan Penelitian

    No Perbedaan Vita Ayu Oktaviani Ike Suhandayani Imroatul Hasanah

    1. Tempat Desa Cepogo

    Kecamatan Cepogo

    Kabupaten Boyolali

    Puskesmas Pati I

    Kabupaten Pati

    Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan

    2. Waktu 2009 2007 2017

    3. Sampel 62 124 60

    4. Desain Penelitian Cross Sectional Case Control Case Control

    5. Cara Pengambilan

    Sampel

    Cluster Random

    Sampling

    Simple Random

    Sampling

    Simple Random Sampling

    6. Variabel Penelitian Variabel Bebas :

    1. Ventilasi Pencahayaan

    Alami

    Kelembaban

    Lantai

    Dinding

    Atap

    Variabel Terikat :

    Kejadian ISPA

    Pada Balita

    Variabel Bebas :

    Status Gizi Pemberian

    ASI Eksklusif

    Umur Kelengkapan

    Imunisasi Kepadatan

    Hunian Ventilasi

    Jenis Lantai

    Kepemilikan Lubang

    Asap Jenis

    Bahan Bakar

    Keberadaan Anggota

    Keluarga Yang

    Merokok Keberadaan

    Anggota Keluarga

    Yang Menderita ISPA

    Variabel Terikat :

    Kejadian ISPA Pada

    Balita

    Variabel Bebas :

    1. Luas Ventilasi 2. Pencahayaan 3. Jenis Lantai 4. Jenis Dinding 5. Kebiasaan Merokok

    Anggota Keluarga

    Variabel Terikat :

    Kejadian Pneumonia

    Pada Balita

  • 13

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Pneumonia

    Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit infeksi saluran

    pernafasan atas yang meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai

    dengan epiglottis dan laring seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga

    (otitis media), dan radang tenggorokan (faringitis). Menurut Prof. Dr. H.

    Mardjanis, Sp.A(K), Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang

    disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit infeksi saluran

    pernafasan akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada

    bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering

    adalah sttrptococcus pneumonia (pneumokokus) Hemophilus Influnzae

    tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus.

    2.2 Penyebab Pneumonia

    Pneumonia pada anak balita paling sering disbabkan oleh virus

    pernafasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun, sedangkan pada

    anak umur sekolah paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma

    Pneumoniae. Dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama

    bakteriologik pneumonia anak-balita adalah Streptococcus

    pneumoniae/pneumococcus (30-50 % kasus) dan Hemophilus influenzae

    type b/Hib (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela

    pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma

    pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp, Escherichia coli (E coli)

  • 14

    juga menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak

    disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli di

    samping bakteri Gram positif seperti S pneumoniae, grup b streptokokus

    dan S aureus.

    Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV)

    yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B,

    parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010

    melaporkan estimasi insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah

    33.8 juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta episode pneumonia

    berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian

    66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% terjadi di

    negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV sebagai

    etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai

    penyebab tunggal maupun bersama dengan penyebab bakteri lain.

    2.3 Klasifikasi Pneumonia

    Berdasarkan buku pedoman Pemberantasan ISPA (Ditjen P2PL

    Depkes RI, 2007) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana ISPA

    adalah Balita dengan gejala batuk, dan atau kesukaran bernafas.Sedangkan

    untuk menghitung pernafasan dipergunakan Ari Timer. Ari Timer adalah

    alat semacam stop watch yang dirancang khusus untuk menghitung

    frekuensi nafas, dengan menekan tombolnya maka dalam jangka waktu 30

    detik dan 60 detik Ari Timer akan mengeluarkan bunyi (alarm) yang

    menandakan selesainya penghitungan nafas, dengan syarat penderita yang

  • 15

    diperiksa harus dalam keadaan tenang (Gold standar diagnosa pneumonia

    di Puskesmas).

    Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok,

    yaitu: kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun dan kelompokuntuk umur < 2

    bulan. (Ditjen P2PL Depkes, 2007; MTBS Depkes, 2008). Selanjutnya

    klasifikasi penyakit Pneumonia berdasarkan kelompok umur dan gejala

    klinis yang menyertainya dapat diuraikan pada tabel berikut :

    Tabel 2.1 : Klasifikasi Penyakit Pneumonia Berdasarkan Kelompok

    Umur dan Gejala yang Menyertainya

    Kelompok

    Umur

    Klasifikasi Tanda Penyerta selain Batuk dan atau

    Umur sukar Bernapas.

    2 Bln -< 5 Th

    Pneumonia Berat Tarikan dinding dada bagian bawah

    kedalam (Chest indrawing).

    Pneumonia Napas cepat sesuai golongan umur :

    2 Bln -< 5 : 50 kali atau lebih / menit

    1 - < 5 Th : 40 kali atau lebih / menit

    Bukan Pnumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tari

    kan dinding dada bag bawah ke dalam.

    < 2 Bulan

    Pneumonia Berat Napas cepat :>60 kali atau lebih

    permenit tarikan kuat dinding dada

    bagian bawahke dalam (Chest

    indrawing).

    Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada

    tarikan dinding dada bagian bawah ke

    dalam.

    (Sumber : Kemenkes RI, Dirjen P2PL, 2007; MTBS Depkes 2008)

  • 16

    2.4 Epidemiologi Pneumonia

    Menurut UNICEF dan WHO (tahun 2008), pneumonia merupakan

    pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of

    children”). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi

    bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan

    campak. Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia,

    berarti 1 dari 5 orang balita meninggal di dunia. Pneumonia merupakan

    penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara dengan angka

    kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%),

    terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed).

    Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai

    1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus

    per tahun. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia

    terjadi di negara berkembang.

    Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di

    Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per

    empat kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara.

    Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan

    menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei

    Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun

    1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai

    kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada

    penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki

  • 17

    tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan

    menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus.

    Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok tahun 1998 sampai 2002

    mendapatkan hasil sebagai berikut: kejadian pneumonia pada anak usia

    kurang dari 2 tahun adalah sebesar 30,433 per 100.000 anak/tahun,

    kejadian pneumonia Hib adalah 894 per 100.000 anak/tahun, dan kematian

    anak karena pneumonia Hib adalah 92/100 anak/tahun.

    2.5 Pencegahan Pneumonia

    Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau

    mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan,

    yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan

    petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan

    pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif,

    dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang

    pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan

    asupan zink, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi

    udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian

    terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi

    kejadian pneumonia. Menurut Prof. Dr. Cisy B. Kartasasmita, dr, SpA

    (K), M.Sc usaha untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu:

    A. Pencegahan Non spesifik, yaitu:

    1. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi

    a) Menurunkan Kemiskinan

  • 18

    b) Meningkatkan pendidikan

    c) Menurunkan angka Kurang gizi

    d) Meningkatkan derajat kesehatan

    e) Menurunkan Morbiditas dan mortalitas

    2. Lingkungan yang bersih, bebas polusi

    B. Pencegahan Spesifik

    1. Cegah BBLR

    2. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang

    3. Berikan Imunisasi

    Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia

    adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus

    influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya,

    yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi

    nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan

    pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan,

    kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun.

    Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang

    memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional

    imunisasi.

    1. Vaksin Campak

    Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

    campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh

    dengan sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai

  • 19

    komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan

    kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan

    gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada

    anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian

    penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat

    menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah

    ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi

    mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit

    campak masih menyerang 30 – 40 juta anak.

    2. Vaksin Pertusis

    Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus

    hari. Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan

    infeksi bacteria Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit

    ini sudah lama masuk ke dalam program imunisasi nasional di

    Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri dan

    tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka

    kematian masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak

    pertahun.

    3. Vaksin Hib

    Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b

    (Hib) merupakan penyebab pneumonia dan radang otak

    (meningitis) yang utama. Diduga Hib mengakibatkan penyakit

    berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib sudah

  • 20

    tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih

    terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib

    telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum.

    Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi

    Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di

    negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini

    dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi

    yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib diberikan kepada

    semua anak di negara berkembang

    4. Vaksin Pneumococcus

    Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada

    anak di negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama

    tersedia untuk anak usia diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin

    pneumokokus untuk bayi dan anak dibawah 3 tahun sudah tersedia,

    yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate vaccine (PCV).

    Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil

    penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara

    rutin pada bayi, menunjukkan penurunan bermakna kejadian

    pneumonia pada anak dan keluarganya terutama para lansia. Saat

    ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin mengandung

    7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan

    tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika),

    dengan pemberian imunisasi PCV 9 terjadi penurunan kasus

  • 21

    pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita yang harus

    dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian

    pada anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin

    tersebut sangat efektif untuk menurunkan kem matian pada anak

    karena pneumonia.

    2.6 Pengobatan Pneumonia

    Pemberian antibiotika segera pada anak yang terinfeksi pneumonia

    dapat mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan

    pedoman untuk diagnosis dan pengobatan pneumonia di komunitas untuk

    negara berkembang yang telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat

    sasaran. Antibiotika yang dianjurkan diberikan untuk pengobatan

    pneumonia di negara berkembang adalah kotrimoksasol dan amoksisilin.

    Beberapa penelitian menunjukkan, pemberian kotrimoksasol maupun

    amoksisilin selama 3 hari pada anak dengan pneumonia tidak berat sama

    hasil akhirnya dengan pemberian selama 5 hari (Kartasasmita dkk, 2010).

    2.7 Sanitasi Fisik Rumah

    2.7.1 Pengertian sanitasi

    Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup

    bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung

    dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan

    harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan

    manusia. Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma

    pembangunan kesehatan lingkungan lima tahun kedepan yang

  • 22

    lebih menekankan pada aspek pencegahan yang baik, angka

    kejadian penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat

    dicegah. Selain itu anggaran yang diperlukan untuk preventif juga

    relative lebih terjangkau dari pada melakukan upaya pengobatan.

    (Mundiatun & Daryanto 2015)

    2.7.2 Pengertian rumah

    Menurut Notoatmodjo (2011), rumah adalah suatu persyaratan

    pokok bagi kehidupan manusia. Faktor-faktor yang perlu

    diperhatikan dalam membangun suatu rumah :

    a. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun

    lingkungan sosial. Maksudnya dalam membangun suatu rumah

    harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan.

    b. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

    Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan

    keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat

    yang murah missal bambu, kayu atap rumbia dan sebagainya

    adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu

    dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri

    pada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya.

    (Mundiatun dan Daryanto 2015)

  • 23

    Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential

    Environment dari WHO (1974), antara lain :

    1) Harus dapat melindungi dari hujan, panas,dingin, dan

    berfungsi sebagai tempat istirahat.

    2) Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, memasak, mandi,

    mencuci, kakus, dan kamar mandi.

    3) Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari

    pencemaran.

    4) Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

    5) Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat

    melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan

    penyakit menular.

    6) Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.

    (Budiman Chandra 2006)

    2.7.3 Ventilasi

    Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke

    atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

    Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

    a) Untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap

    sejuk.

    b) Untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri

    patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-

    menerus.

  • 24

    c) Untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam

    kelembaban (humidity) yang optimum.

    Ada dua macam ventilasi, yaitu:

    1. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut

    terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin,

    lubang-lubang pada dinding, dan sebagainya.

    2. Ventilasi buatan, yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus

    untuk mengalirkan udara ke dalam rumah, misalnya kipas

    angin, dan mesin pengisap udara (Notoatmodjo, 2011).

    Perlu diperhatikan di sini bahwa sistem pembuatan ventilasi

    harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi,

    harus mengalir. Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan

    masuk dan keluarnya udara. Berdasarkan Keputusan Menteri

    Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang peraturan

    rumah sehat menetapkan bahwa luas ventilasi alamiah yang

    permanen yaitu lebih dari atau sama dengan 10% dari luas

    lantai rumah, sedangkan tidak memenuhi syarat jika kurang

    dari 10% luas lantai rumah.

    Menurut Derani (2008), secara umum penilaian ventilasi

    rumah dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara

    luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan

    rollmeter.

  • 25

    2.7.4 Pencahayaan

    Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang

    dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam

    rumah, terutama cahaya matahari, di samping kurang nyaman, juga

    merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan

    berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya

    dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat

    merusak mata. Menurut Notoatmodjo, cahaya dapat dibedakan

    menjadi dua, yakni :

    a. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting,

    karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah,

    misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus

    mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan

    masuk cahaya luasnya sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas

    lantai yang terdapat dalam ruangan rumah.

    b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan

    alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.

    Menurut Suryanto (2003), pencahayaan alami dianggap baik jika

    besarnya antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau

    lebih dari 120 lux.

  • 26

    2.7.5 Lantai

    Menurut Notoatmodjo, Lantai rumah yang baik adalah ubin atau

    semen. Syarat yang penting adalah tidak berdebu pada musim

    kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah dapat

    mempengaruhi terjadinya penyakit Pneumonia karena lantai yang

    tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk

    perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab Pneumonia. Lantai

    yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak

    lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi

    paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi

    ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen PPM dan PL,

    2009).

    2.7.6 Dinding

    Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding

    rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang

    berdinding papan, kayu dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat

    pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak

    rapat seperti papan, kayu dan bamboo dapat menyebabkan

    penyakit pernafasan yang berkelanjutan seperti ISPA, karena angin

    malam yang langsung masuk ke dalam rumah. Jenis dinding

    mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit

    dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan

  • 27

    dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya

    kuman (Suryanto, 2003).

    2.8 Faktor Resiko Pneumonia

    Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan

    seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Faktor

    risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian

    karena pneumonia Menurut Kemenkes RI 2010 (Buletin Jendela

    Epidemiologi), yaitu :

    1. Faktor Host

    a. Umur

    Faktor umur merupakan salah satu faktor risiko kematian pada

    balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita

    yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil

    risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang

    berusia muda. Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan

    dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia

    lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang

    lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2

    tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih

    sempit (Rahmat, 2012).

    b. Status Gizi

    Menurut Supariasa bahwa Status gizi adalah ekspresi dari

    keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu. Status

  • 28

    gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi

    dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau

    keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh

    tubuh (Suharsono, 2010). Status gizi (gizi kurang dan gizi buruk

    meningkatkan resiko). Asupan gizi yang kurang merupakan

    resiko untuk kejadian dan kematian balita dengan infeksi saluran

    pernapasan.

    c. Jenis Kelamin

    Meskipun secara fisik pria cenderung lebih kuat dibandingkan

    wanita, wanita sejak bayi hingga dewasa memiliki daya tahan

    lebih kuat dibandingkan laki-laki, baik itu daya tahan akan rasa

    sakit dan daya tahan terhadap penyakit. Anak laki-laki lebih

    rentan terhadap berbagai jenis penyakit dan cacat dibandingkan

    wanita. Selain itu, secara neurologis anak perempuan lebih

    matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga masa

    remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih cepat. Wanita

    cenderung hidup lebih lama daripada pria (Friedman, Howard &

    Schustack, Miriam. 2006).

    d. Pemberian Vitamin A dan Zink

    Suplementasi vitamin A dan zink dapat mengurangi resiko.

    Program pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah

    dilaksanakan di Indonesia. Vitamin A bermanfaat untuk

    meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari

  • 29

    infeksi kuman. Hasil penelitian Sutrisna di Indramayu

    menunjukkan peningkatan risiko kematian pneumonia pada anak

    yang tidak mendapatkan vitamin A. Namun, penelitian

    Kartasasmita menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna

    insidens dan beratnya pneumonia antara balita yang

    mendapatkan vitamin A dan yang tidak, hanya waktu untuk sakit

    lebih lama pada yang tidak mendapatkan vitamin A.

    Suplementasi Zink (Zn) perlu diberikan untuk anak dengan diet

    kurang Zink di negara berkembang. Penelitian di beberapa

    negara Asia Selatan menunjukkan bahwa suplementasi Zink pada

    diet sedikitnya 3 bulan dapat mencegah infeksi saluran

    pernapasan bawah. Di Indonesia, Zink dianjurkan diberikan pada

    anak yang menderita diare. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

    mempunyai risiko untuk meningkatnya ISPA, dan perawatan di

    rumah sakit penting untuk mencegah BBLR (Kartasasmita,

    2010).

    e. Status Imunisasi

    Imunisasi sesungguhnya adalah pemindahan atau transfer

    antibodi (imunoglobulin) secara pasif. Sementara vaksinisasi

    adalah pemberian vaksin atau antigen (kuman/bagian kuman

    yang dilemahkan) yang dapat merangsang pembentukan imunitas

    (antibodi) dalam tubuh. Vaksinisasi disebut juga imunisasi aktif.

    Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena

  • 30

    pneumonia. Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian

    penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis (DPT), campak,

    Haemophilus influenza, dan pneumokokus (Sudarti, 2010).

    f. Pemberian ASI

    Asi ekslusif adalah pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi,

    bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti

    susu formula, madu, bahkan air putih, dan tanpa tambahan

    makanan padat seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi,

    dan tim. Jangka waktu pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan

    minimal 4 bulan dan akan lebih baik lagi apabila diberikan

    sampai bayi berusia 6 bulan. Pemberian ASI Eksklusif dapat

    mengurangi resiko, perbaikan gizi seperti pemberian ASI ekslusif

    dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan

    penyakit pada anak (Sudarti, 2010).

    2. Faktor Agent (Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae

    dan Staphylococcus aureus)

    Dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik

    Pneumonia anak-balita adalah Streptococcus

    Pneumoniae/Pneumococcus(30-50% kasus) dan Hemophilus

    Influenza type b/Hib(10-30% kasus), diikuti Stahylococcus Aureus

    dan Klebsiela Pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti

    Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp,

  • 31

    Escherichia coli (E coli) juga menyebabkan pneumonia (Mardjanis

    Said 2010).

    3. Faktor Lingkungan Fisik

    a. Luas Ventilasi

    Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara

    ke atau dari ruangan baik secara alami maupun mekanis. Luas

    ventilasi penting karena berfungsi untuk menjamin kualitas dan

    kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan masuk ruangan. Luas

    ventilasi yang kurang dapat menyebabkan suplai udara segar

    yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran

    udara kotor ke luar rumah juga tidak maksimal. Berdasarkan

    Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999

    tentang peraturan rumah sehat bahwa luas ventilasi alamiah yang

    permanen yaitu lebih dari atau sama dengan 10% dari luas lantai

    rumah, sedangkan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat

    kesehatan adalah kurang dari 10% dari luas lantai rumah.

    b. Pencahayaan

    Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak

    langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya

    60 lux serta tidak menyilaukan (Suryanto, 2003).

    c. Jenis Lantai

    Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan

    tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah

  • 32

    dibersihkan, jadi paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih

    baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan

    (Ditjen P2PL, 2011).

    d. Jenis Dinding

    Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding

    rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang

    berdinding papan, kayu dan bambu. Hal ini disebabkan

    masyarakat pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang

    berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu dapat

    menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan seperti

    ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam

    rumah (Notoatmodjo, 2011).

    4. Faktor Lingkungan Sosial

    a. Pekerjaan Orang Tua

    Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil

    pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang

    rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas

    perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang

    memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan

    tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk

    penyakit pneumonia.

  • 33

    b. Pendidikan Ibu

    Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor risiko

    yang meningkatkan angka kematian ISPA terutama Pneumonia.

    Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan

    perawatan oleh ibu kepada anak-yang menderita ISPA. Jika

    pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika

    bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko

    meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan

    dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat.

    c. Derajat Kesehatan Yang Rendah

    Menurut Mulholland K derajat kesehatan masyarakat yang

    rendah menyebabkan penyakit infeksi termasuk infeksi kronis

    dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain

    seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi

    seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring,

    tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau

    tidak memberikan ASI dan imunisasi memperburuk derajat

    kesehatan.

    d. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

    Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima

    tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang

    tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok

  • 34

    aktif yang merokok dalam rumah akan menderita sakit infeksi

    pernafasan lebih sering dibandingkan dengan anak dari keluarga

    bukan perokok (Evy Rahmawati, 2008).

    Faktor dasar di atas tidak berdiri sendiri melainkan berupa sebab-akibat,

    saling terkait dan saling mempengaruhi yang terkait sebagai faktor-risiko

    pneumonia pada anak. Faktor-risiko ini seharusnya diperhatikan secara

    serius dan perlu intervensi segera agar penurunan insidens pneumonia

    berdampak signifikan pada penurunan Angka Kematian Anak-Balita.

    2.9 Merokok sebagai Faktor Risiko

    Tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok berada pada

    peringkat pertama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia.

    Tembakau menyebabkan satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh

    dunia, dan mengakibatkan 5,4 juta kematian pada tahun 2006. Hal ini

    menunjukkan bahwa rata-rata terjadi satu kematian setiap 6,5 detik. Jika

    hal itu terus berlanjut, maka diperkirakan kematian pada tahun 2020 akan

    mendekati dua kali jumlah kematian saat ini (Evy Rachmawati, 2008:2).

    Sumber polusi yang telah menjadi masalah kesehatan umum yang

    paling serius adalah merokok. Masalah bagi perokok pasif menjadi

    keprihatinan dari Asosiasi Jantung Amerika yang menerbitkan suatu

    makalah ilmiah yang memperkirakan bahwa mereka yang terkena perokok

    pasif meningkatkan resiko kematian karena penyakit jantung sampai 30%

    dan menyebabkan sampai 40.000 kematian setiap tahun. Bahaya dari

  • 35

    perokok yang tidak sengaja ialah mata pedih, batuk, sakit kepala, radang

    hidung, memperburuk asma dan alergi pernafasan, penyakit penyempitan

    saluran udara. Terdapat 30% resiko kanker paru. Anak-anak mengidap

    bronchitis (penyakit saluran pernafasan) dan Pneumonia (Mundiatun dan

    Daryanto 2015).

    Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk beberapa

    penyakit, seperti: batuk menahun, penyakit menahun, penyakit paru

    obstruktif menahun (PPOM), bronkhitis, dan empisema, ulkus peptikum,

    infertiliti, gangguan kehamilan, artherosklerosis sampai penyakit jantung

    koroner, beberapa jenis kanker seperti kanker mulut, kanker paru. Variabel

    merokok sebagai variabel independen dalam suatu penelitian mempunyai

    variasi yang cukup luas dalam kaitannya dengan dampak yang

    diakibatkannya. Oleh karena itu, paparan rokok perlu diidentifikasi

    selengkapnya dari berbagai segi diantaranya:

    1. Jenis perokok: perokok aktif atau perokok pasif

    2. Jumlah rokok yang dihisap: satu batang, bungkus, atau pak perhari.

    3. Jenis rokok yang dihisap: keretek, cerutu atau rokok putih, pakai filter

    atau tidak.

    3. Umur mulai merokok: sejak umur 10 tahun atau lebih.

    Berdasarkan hal tersebut jenis perokok juga dapat dibagi atas perokok

    ringan sampai berat, diantaranya:

    1. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang per hari.

    2. Perokok sedang jika menghisap rokok antara 10-20 batang per hari.

  • 36

    3. Perokok berat jika merokok lebih dari 20 batang per hari.

    2.10 Kerangka Teori

    FAKTOR RESIKO PNEUMONIA

    diteliti

    tidak diteliti

    cetak tebal : diteliti

    cetak tipis : tidak diteliti

    Gambar 2.1: Kerangka Teori

    Sumber: Kemenkes RI, 2010 Buletin Jendela Epidemiologi.

    Faktor Host

    1. Umur 2. Status Gizi Kurang/ Buruk 3. Tidak Asi Ekslusif 4. Defisit Vit A Dan Zink 5. Status Imunisasi Tidak Lengkap 6. Jenis Kelamin Laki-Laki

    Faktor Agent

    1. Streptococcus Pneumoniae 2. Hemophilus Influenzae

    3. Staphylococcus Aureus

    FAKTOR Lingkungan Fisik

    1. Luas Ventilasi 2. Pencahayaan 3. Jenis Lantai Rumah 4. Jenis Dinding Rumah

    FAKTOR Lingkungan Sosial

    1. Pekerjaan Orang Tua

    2. Pendidikan Ibu

    3. Derajat Kesehatan Rendah

    KEJADIAN

    PNEUMONIA

    PADA

    BALITA

    4. Kebiasaan merokok

    anggota keluarga

  • 37

    BAB III

    KERANGKA KONSEPTUAL

    DAN HIPOTESA PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep

    Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran pada

    penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi, dan tinjauan

    pustaka. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

    berikut :

    Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

    KETERANGAN :

    : Diteliti

    : Tidak Diteliti

    : Berhubungan

    Sanitasi Fisik Rumah :

    1. Luas Ventilasi

    2. Pencahayaan

    3. Jenis Lantai

    4. Jenis Dinding

    Faktor Lingkungan Sosial :

    1. Pekerjaan Orang Tua

    2. Pendidikan Ibu

    3. Derajat Kesehatan Rendah

    KEJADIAN

    PNEUMONIA

    PADA

    BALITA

    4. Kebiasaan merokok

    keluarga(Ayah,Anggota

    Keluarga, Kerabat)

  • 38

    Dari kerangka konsep diatas kejadian pneumonia pada balita di Desa

    Selotinatah dipengaruhi oleh:

    Sanitasi fisik rumah meliputi : Luas ventilasi, pencahayaan, jenis lantai

    dan jenis dinding rumah. Sedangkan faktor lingkungan sosial meliputi :

    Pekerjaan orang tua, Pendidikan ibu, derajat kesehatan rendah, Kebiasaan

    merokok keluarga (Ayah, Anggota Keluarga, Kerabat). Peneliti melakukan

    pengukuran pada luas ventilasi rumah, pencahayaan rumah, jenis lantai

    dan dinding rumah untuk mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah

    serta kebiasaan merokok keluarga terhadap kejadian pneumonia pada

    balita.

    3.2 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Soekidjo

    Notoatmodjo, 2012). Sedangkan menurut Kothari (2009) Hipotesis

    penelitian adalah sebuah statement prediksi yang menghubungkan

    independent variable terhadap dependent variable. Biasanya research

    hypothesis berisi minimal satu independent variable dan satu dependent

    variable.

    Dalam penelitian, dikenal dua jenis hipotesis, yaitu (Thomas et al.,

    2010) :

    1. Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya

    hubungan diantara variabel atau menyatakan tidak adanya perbedaan

    diantara variabel atau bisa juga menyatakan tidak ada pengaruh antara

  • 39

    satu variabel dengan variabel yang lainnya. Hipotesis nol ditulis

    dengan “Ho”

    2. Hipotesis alternatif disebut juga hipotesis kerja. Hipotesis ini

    menyatakan adanya perbedaan satu variabel dengan variabel yang

    lainnya atau menyatakan adanya hubungan diantara satu variabel

    dengan variabel lainnya atau menyatakan ada pengaruh diantara satu

    variabel dengan variabel yang lain. Hipotesis alternatif ini ditulis

    dengan “Ha”.

    Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa hipotesis

    penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Ho : Tidak ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dan

    kebiasaan merokok keluarga dengan kejadian pneumonia pada

    Balita di Desa Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten

    Magetan, jika p ≥ 0,05.

    2. Ha : Ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dan kebiasaan

    merokok keluarga dengan kejadian pneumonia pada Balita di Desa

    Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, jika p ≤

    0,05.

  • 40

    BAB IV

    Metode Penelitian

    4.1 Desain Penelitian

    Jenis dan rancangan pada penelitian ini adalah penelitian survei

    analitik dengan rancangan case control yaitu suatu penelitian (survey)

    analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan

    menggunakan pendekatan retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit

    atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko

    diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang lalu

    (Notoatmodjo,2012). Rancangan penelitian case control dapat

    digambarkan sebagai berikut :

    Faktor risiko +

    Retrospektif (kasus) Efek +

    Faktor risiko -

    Populasi

    Faktor risiko + (sampel)

    Retrospektif (kontrol) Efek –

    Faktor risiko -

    Gambar 4.1: Skema Rancangan Penelitian Case Control

    Tahap-tahap penelitian case control adalah sebagai berikut:

    1. Identifikasi variabel-veriabel penelitian (faktor risiko dan efek).

    2. Menetapkan subyek penelitian (populasi dan sampel).

  • 41

    3. Identifikasi kasus.

    4. Pemilihan subjek sebagai kontrol.

    5. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang) untuk

    melihat faktor resiko.

    6. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-

    variabel objek penelitian dengan variabel-variabel control.

    4.2 Populasi dan Sampel

    4.2.1 Populasi

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :

    obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

    yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

    kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini

    ada dua yaitu : Populasi kasus adalah balita yang menderita

    Pneumonia pada tahun 2016 dan tinggal di Desa Selotinatah.

    Populasi kontrol adalah Balita yang tidak menderita Pneumonia

    dan tinggal di Desa Selotinatah.

    Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

    Simple Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara

    random atau acak (Notoatmodjo, 2012) karena dimaksudkan untuk

    menghindari kerancuan sehingga taksiran pengaruh faktor

    penelitian terhadap variabel hasil benar-benar murni pengaruh

    faktor penelitian itu.

    Berikut ini rumus besar sampel dengan desain case control :

  • 42

    P = 0,75

    Keterangan :

    P = Proporsi paparan

    N = Besar sampel

    R = Odds Ratio = 3

    Zα = Kesalahan tipe α = 1,96

    Zβ = Kesalahan tipe β = 0,842

    Q = 1-P = 0,25

    Dengan taraf kepercayaan sebesar 95% (Zα=1,960), power sebesar

    80% (Zβ=0,842) serta nilai OR dari penelitian terdahulu, maka

    besar sampel penelitian ini adalah 30 sampel. Dengan

    perbandingan 1:1, maka diperoleh :

  • 43

    Sampel Kasus : Balita yang menderita Pneumonia pada tahun 2016

    berjumlah 30 balita.

    Sampel Kontrol : Balita yang tidak menderita Pneumonia pada

    tahun 2016 berjumlah 30 balita.

    Kriteria Inklusi sampel kasus meliputi :

    1. Balita dan Ibu Balita yang tinggal di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

    2. Balita usia 0-59 bulan yang didiagnosis menderita pneumonia pada tahun 2016.

    3. Memahami bahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani serta bersedia menjadi responden.

    Kriteria Eksklusi kelompok kasus adalah sebagai berikut :

    1. Balita dan ibu yang bukan penduduk Desa Selotinatah.

    2. Ibu yang tidak bersedia untuk menjadi Responden Penelitian.

    Berikut ini kriteria inklusi sampel kontrol :

    1. Balita dan Ibu Balita yang tinggal di Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

    2. Balita yang tidak menderita Pneumonia.

    3. Memahami bahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani serta

    bersedia menjadi responden.

    Kriteria Eksklusi kelompok kontrol adalah sebagai berikut :

    1. Balita dan Ibu Balita yang bukan penduduk Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.

    2. Ibu yang tidak bersedia menjadi Responden penelitian

  • 44

    4.2.2 Sampel

    Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

    oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014). Bila populasi besar, dan

    peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,

    karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat

    menggunakan sampel yang diambil dari populasi.

    Sampel dalam penelitian ini adalah balita penderita pneumonia

    usia 0-59 bulan yang ada di Desa Selotinatah yang berjumlah 30,

    sedangkan 30 balita tidak menderita pneumonia. Responden dalam

    penelitian ini adalah ibu balita.

    4.3 Tehnik Sampling

    Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Pada penelitian

    ini teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling.

    Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana

    sampel yang diambil secara dependen. (Notoatmodjo,2012).

    4.4 Variabel Penelitian

    Pada penlitian ini variabel yang digunakan adalah :

    4.4.1 Variabel Bebas (Variable Independent)

    Variabel bebas pada penelitian ini adalah sanitasi fisik rumah yang

    meliputi : luas ventilasi, pencahayaan, jenis lantai, jenis dinding ,

    dan kebiasaan merokok anggota keluarga.

  • 45

    4.4.2 Variabel Terikat (Variable Dependent)

    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Pneumonia

    pada balita.

    4.5 Definisi Operasional Variabel

    Definisi operasional variabel penelitian adalah fenomena observasional

    yang memungkinkan peneliti untuk menguji secara empiris, apakan

    outcome yang diprediksi tersebut benar atau salah (Thomas, et al., 2010).

    Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Definisi

    operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

    NO Variabel Definisi

    Operasional

    Kategori Skala

    1. Luas

    ventilasi

    Hasil pengukuran luas

    ventilasi dengan luas

    lantai diukur pada

    tempat dimana

    responden

    menghabiskan

    sebagian besar

    waktunya.

    0. Tidak baik (

  • 46

    jika sebagian atau

    seluruh lantai

    rumah

    diplester/ubin atau

    berkeramik.

    4. Jenis dinding

    rumah

    Hasil observasi

    terhadap jenis bahan

    yang digunakan untuk

    membuat dinding

    rumah

    0. Tidak baik atau tidak memenuhi syarat,

    jika sebagian atau

    seluruh Dinding

    rumah terbuat dari

    kayu.

    1. Baik atau memenuhi syarat,

    jika sebagian atau

    seluruh Dinding

    rumah terbuat dari

    batu-bata/Batako.

    Nominal

    5. Kebiasaan

    merokok

    Hasil observasi

    terhadap anggota

    keluarga tentang

    kebiasaan merokok

    0. Merokok, Jika ada anggota keluarga

    yang merokok.

    1. Tidak Merokok, Jika tidak ada

    anggota keluarga

    yang merokok.

    Nominal

    6. Kejadian

    pneumonia

    pada Balita

    Infeksi saluran

    pernapasan yang

    ditandai : ada tarikan

    dinding dada sebelah

    bawah ke dalam, ada

    peningkatan frekuensi

    nafas yang dihitung

    dengan ari timer :

  • 47

    4.6 Kerangka Kerja Penelitian

    Kerangka kerja penelitian adalah suatu yang abstrak, logikal secara

    arti harfiah dan akan membantu peneliti dalam mengubungkan hasil

    penemuan dengan body of knowledge (Nursalam,2011). Kerangka kerja

    penelitian ini sebagai berikut :

    Teknik Sampling

    Simple Random Sampling

    Sampel

    Sampel berjumlah 60 Responden terdiri dari : Balita Penderita pneumonia

    sebanyak 30 (kasus) dan Balita bukan penderita pneumonia sebanyak 30

    (kontrol).

    Pengumpulan Data

    Pengukuran pencahayaan, luas ventilasi, pengamatan jenis lantai dan

    dinding rumah.

    Pengolahan Data

    Editing, Skoring, Tabulating, dan analisis data dengan SPSS uji chi-square

    Hasil Penelitian

    Diuji untuk mengetahui ada atau tidak ada hubungan antara sanitasi fisik

    rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian

    Pneumonia pada Balita dengan uji chi-square.

    Populasi

    Balita penderita Pneumonia yang bertempat timggal di Desa Selotinatah

    Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan. Sebanyak 30 penderita

    pneumonia.

  • 48

    Gambar 4.2 Kerangka kerja penelitian sanitasi fisik rumah dan kebiasaan

    merokok keluarga terhadap kejadian pneumonia di Desa Selotinatah, Kecamatan

    Ngariboyo, Kabupaten Magetan tahun 2017.

    4.7 Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk

    memperoleh data yang kemudian diolah dan dianalisis. Berdasarkan

    kerangka konsep dan dari tabel penelitian, kemudian disusun instrumen

    untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

    yaitu kuesioner dan pengukuran.

    4.7.1 Kuesioner

    Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk

    memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian

    tersebut. Oleh karena itu, isi dari kuesioner adalah sesuai dengan

    hipotesis penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).

    4.7.2 Pengukuran

    4.7.2.1 Pengukuran Luas Ventilasi Rumah

    Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi

    lebih dari atau sama dengan 10% luas lantai dan tidak memenuhi

    syarat apabila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Alat yang

    digunakan untuk pengukuran luas ventilasi adalah rollmeter.

  • 49

    Gambar 4.3 : Rollmeter (Sumber: Bpi. Lipi, 2012:1)

    Cara pengukurannya yaitu:

    1. Luas ventilasi ruang tamu, ruang keluarga dan kamar tidur

    diukur.

    2. Luas lantai ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur diukur.

    3. Luas ventilasi dibandingkan dengan luas lantai rumah.

    4.7.2.2 Pengukuran Pencahayaan Rumah

    Kriteria pencahayaan yang memenuhi syarat adalah jika besarnya

    antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih

    dari 120 lux. Alat yang digunakan untuk pengukuran pencahayaan

    adalah luxmeter.

    Gambar 4.4: Luxmeter Sumber: Aditya, 2011:2

  • 50

    Cara penggunaannya yaitu:

    1. Geser tombol “Off/On” kearah On.

    2. Pilih kisaran Range yang akan diukur (2.000 lux, 20.000 lux

    atau 50.000 lux) pada tombol Range.

    3. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada

    permukaan daerah yang akan diukur kuat penerangannya.

    4. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.

    4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dalakukan di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo

    Kabupaten Magetan dengan sampel yaitu balita yang menderita penyakit

    pneumonia. Waktu penelitian yaitu pada bulan juni sampai juli 2017.

    4.9 Prosedur Pengumpulan Data

    4.9.1 Data Primer

    Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan

    pengukuran. Wawancara secara langsung ditujukan kepada ibu

    yang memiliki balita dengan menggunakan pedoman wawancara

    semi terstruktur, observasi dan pengukuran mengenai sanitasi fisik

    rumah dilakukan dengan menggunakan peralatan untuk mengukur

    luas ventilasi, pencahayaan, jenis lantai, jenis dinding, dan

    kebiasaan merokok anggota keluarga.

  • 51

    4.9.2 Data Sekunder

    Data yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu dari Dinas

    Kesehatan Kabupaten Magetan, Puskesmas Ngariboyo, Desa

    Selotinatah dan berbagai sumber lainnya.

    4.10 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data

    4.10.1 Pengolahan data

    Menurut Notoatmodjo (2012), kegiatan dalam proses pengolahan

    data meliputi editing, coding, entry, cleaning dan tabulating data.

    1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna

    jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada

    kuesioner.

    2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan

    proses pengolahan data.

    3. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.

    4. Cleaning, mengecek kembali data yang sudah dimasukkan

    untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-

    kesalahan kode, kelengkapan, dan sebagainya kemudian

    dilakukan pembetulan atau koreksi.

    5. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang

    akan diteliti guna memudahkan analisis data.

  • 52

    4.10.2 Analisis Data

    Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan

    program SPSS 16. Analisis data meliputi :

    1. Analisis univariat

    Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk

    menggambarkan distribusi frekuensi, baik variabel bebas

    (independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi

    karakteristik responden.

    2. Analisis bivariat

    Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

    berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat untuk

    mengetahui kemaknaan hubungan (p) dengan analisis Chi

    Square dan besarnya risiko dengan Odd Ratio (OR).

    Odd Ratio (OR) yaitu penilaian berapa sering terdapat paparan

    pada kasus dibandingkan dengan control (Sudigdo

    Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2002:119).

    OR

    Analisis dapat dibuat dalam bentuk Tabel sebagai berikut:

    Tabel 4.2 Analisis Bivariat

    KATEGORI KASUS KONTROL

    KASUS KONTROL JUMLAH

    FAKTOR YA A B A+B

    RESIKO TIDAK C D C+D

    JUMLAH A+C B+D A+B+C+D

  • 53

    Keterangan:

    A = Kasus yang mengalami paparan

    B = Kontrol yang mengalami paparan

    C = Kasus yang tidak mengalami paparan

    D = kontrol yang tidak mengalami paparan

    Interpretasi nilai OR dan 95% CI :

    1) Bila OR > 1 dan 95% CI > angka 1: faktor risiko yang

    diteliti merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.

    2) Bila OR > 1 dan 95% CI = angka 1: faktor risiko yang

    diteliti belum tentu faktor risiko timbulnya penyakit.

    3) Bila OR = 1 dan 95% CI 0,05 maka hipotesis penelitian (Ho)

    diterima, sedangkan (Ha) di tolak.

    b. Jika nilai sig p≤0,05 maka hipotesis penelitian (Ha)

    diterima, sedangkan (Ho) di tolak.

  • 54

    4.11 Etika Penelitian

    Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk

    tahap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak

    yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh

    dampak dari hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).

    a. Informed consent (informasi untuk responden)

    Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan

    informan dengan memberikan lembar persetujuan melalui inform

    consent, kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan. Setelah

    calon responden memahami penjelasan peneliti terkait penelitian ini,

    selanjutnya peneliti memberikan lembar informed consent untuk