SKRIPSI HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN ...repository.stikes-bhm.ac.id/392/1/SKRIPSI...
Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN ...repository.stikes-bhm.ac.id/392/1/SKRIPSI...
-
SKRIPSI
HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN
MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA
PADA BALITA DI DESA SELOTINATAH KECAMATAN
NGARIBOYO KABUPATEN MAGETAN
Oleh :
IMROATUL HASANAH
NIM : 201303023
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
-
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN SANITASI FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN
MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA
PADA BALITA DI DESA SELOTINATAH KECAMATAN
NGARIBOYO KABUPATEN MAGETAN
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
IMROATUL HASANAH
NIM : 201303023
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
-
iii
-
iv
-
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Apabila kamu tidak memberikan kebaikan kepada orang lain dengan
kekayaanmu, maka berilah mereka kebaikan dengan wajahmu yang berseri-
seri disertai akhlak yang Mulia” {Nabi Muhammad SAW}.
“Jadilah orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain, karena untuk apa
pendidikan tinggi jika ilmu yang dimiliki tidak disebarkan ke orang lain”
seperti kata pepatah ilmu yang tidak diajarkan bagaikan pohon yang tidak
berbuah {Penulis}.
1. Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua Saya yang menjadi
motivator dalam pencapaian tujuan hidup ini. Mereka adalah pemberi
inspirasi terhebat di dunia, pemberi kasih sayang yang terkuat dan
terkokoh, yang tak pernah bosan menyebutkan namaku dalam setiap sujud
dan do’amu. Tanpa mereka saya bukanlah apa-apa dan tak mungkin saya
bisa menjadi seperti saat ini.
2. Untuk kakak dan keponakanku yang menjadi penyemangat dan pemberi
canda tawa serta kasih sayang yang telah tercurah di setiap langkah ku.
3. Sahabat-sahabatku yang saya sayangi karena kebaikkan,ketulusan dan
motivasi kalian saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Almamater tercinta STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
-
vi
-
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :Imroatul Hasanah
Tempat/Tanggal Lahir :Magetan, 14 Agustus 1994
Jenis Kelamin :Perempuan
Agama :Islam
Alamat :Desa Banjarejo, Kec. Ngariboyo, Kab.
Magetan
Riwayat Pendidikan :
1. Lulus RA BANJAREJO tahun 2001
2. Lulus MI BANJAREJO tahun 2007
3. Lulus MTsN GORANGGARNG tahun 2010
4. Lulus MAN TAKERAN tahun 2013
5. Menempuh pendidikan di Program Studi
Kesehatan Masyarakat STIKES BHAKTI
HUSADA MULIA MADIUN sejak tahun
2013
-
viii
ABSTRAK
Imroatul Hasanah. 201303023
“Hubungan Sanitasi Fisik Rumah dan Kebiasaan Merokok Keluarga Dengan
Kejadian Pneumonia Pada Balita di Desa Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo,
Kabupaten Magetan”
80 halaman + 15 tabel + 6 gambar + 11 Lampiran
Pneumonia merupakan masalah kesehatan dan penyumbang terbesar
kematian pada balita. Kasus Pneumonia di Desa Selotinatah tahun 2014-2016
mengalami kenaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi
fisik rumah dan kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di
Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan
case control. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling,
dimana 30 Balita sebagai kasus dan 30 Balita sebagai kontrol dengan total sampel
sebanyak 60 responden. Teknik analisis data menggunakan uji statistik chi-square
Hasil penelitian : 1) Ada hubungan antara Luas Ventilasi dengan kejadian
pneumonia pada balita (p=0,001; OR=6,41; 95% CI=2,08-19,75) 2) Ada
hubungan antara Pencahayaan dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,013;
OR=3,0; 95% CI=1,04-8,60), 3) Ada hubungan antara Jenis lantai dengan
kejadian pneumonia pada balita (p=0,020; OR=6,3; 95% CI=1,20-10,19), 4) Ada
hubungan antara Jenis dinding dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,010;
OR=4,0; 95% C1=1,37-11,83), 5) Ada hubungan antara Kebiasaan merokok
anggota keluarga dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,004; OR=4,6;
95% CI= 1.57–13.86).
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diajukan adalah menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok di dalam rumah maupun di
dekat Balita, meningkatan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
syarat rumah sehat sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan.
Kata Kunci : Pneumonia, Balita, Sanitasi Fisik Rumah.
Kepustakaan : 44 (2003–2016)
-
ix
ABSTRACT
Imroatul Hasanah. 201303023
"Relationship of Household Physical Sanitation and Smoking Family Habits With
Pneumonia Incidence In Toddlers in Selotinatah Village, Ngariboyo Subdistrict,
Magetan District"
80 pages + 15 tables + 6 images + 11 enclosure
Appendix Pneumonia is a health problem and the biggest contributor to death in
infants. Cases of Pneumonia 2014-2016 in Selotinatah Village increased. This
study aims to determine the relationship of house physical sanitation and smoking
habits with the incidence of pneumonia in infants in the Village Selotinatah
Ngariboyo District Magetan.
This type of research is observational research with case control approach. The
sampling technique used simple random sampling, where 30 children under five
as case and 30 children under five as control with total sample counted 60
responder. The data analysis technique used chi-square statistical test.
Result of research: 1) There is a relationship between Ventilation Area and the
incidence of pneumonia in infants (p = 0,001; OR = 6,41; 95% CI = 2.08-19,75)
2) There is a correlation between lighting with pneumonia incidence in toddlers
(P = 0,013; OR = 3.0; 95% CI = 1.04-8,60); 3) There is a correlation between
Type of floor with incidence of pneumonia in toddler (p = 0,020; OR = 6,3; 95%
CI = 1.20-10.19), 4) There is a relationship between the type of wall with
incidence of pneumonia in infants (p = 0.010; OR = 4.0; 95% C1 = 1.37-11.83);
5) There is a relationship between smoking habit of family members and the
incidence of pneumonia in infants (p = 0,004; OR = 4,6; 95% CI = 1.57-13.86).
Based on the result of the research, the suggestion is the need to familiarize the
behavior of clean and healthy life such as not smoking in the house or near
toddler, increasing the extension activity to the community about healthy house
condition so that preventive action can be done.
Keywords: Pneumonia, Toddler, Home Physical Sanitation.
Literature: 44 (2003-2016)
-
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Sanitasi Fisik Rumah dan Kebiasaan Merokok Keluarga dengan
Kejadian Pneumonia pada Balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun.
Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak banyak yang bisa
penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
menyampaikan rasa hormat dan terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya
selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada :
1. Bpk. Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun dan selaku pembimbing 2 yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
3. Bapak dr. Moch. Hariyadi selaku Kepala UPTD Puskesmas Ngariboyo
Kabupaten Magetan.
-
xi
4. Ibu Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi
ini.
5. Bapak Agus Widodo, S.KM., M.MKes selaku penguji skripsi yang telah
memberikan bimbingan masukan yang bermanfaat dalam skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu tersayang yang telah memberikan do’a, semangat, nasihat,
dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah
inspirator terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.
7. Kakak dan Saudara-saudaraku tersayang yang telah memberikan inspirasi
untuk segala hal, dorongan, nasihat, rasa sayang, dan selalu membuatku
semangat dan tak mudah putus asa.
8. Sarah, Ecka, Murdiana, Wiwik, Kurnia, Dwi Nur, Kurnia kalian adalah
sahabatku dan teman seperjuangan yang selalu membantu, memberikan
dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Semua teman-teman seperjuangan Kesmas angkatan 2013.
10. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Madiun, Agustus 2017
Penulis
-
xii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Depan ............................................................................................. i
Sampul Dalam .............................................................................................. ii
Lembar Persetujuan...................................................................................... iii
Lembar Pengesahan .................................................................................... iv
Lembar Persembahan ................................................................................... v
Lembar Keaslian Penelitian ........................................................................ vi
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. vii
Abstrak ......................................................................................................... viii
Abstract ........................................................................................................ ix
Kata Pengantar ............................................................................................. x
Daftar Isi ...................................................................................................... xii
Daftar Tabel ................................................................................................. xiv
Daftar Gambar ............................................................................................. xv
Daftar Lampiran ........................................................................................... xvi
Daftar Istilah dan Singkatan ......................................................................... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 8
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 9
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 10
1.5. Keaslian Penelitian ............................................................... 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pneumonia ……………………......................... 13
2.2. Penyebab Pneumonia………………………………….. ..... 13
2.3. Klasifikasi Pneumonia ………………………. ................... 14
2.4. Epidemiologi Pneumonia …………….. .............................. 16
2.5. Pencegahan Pneumonia........................................................ 17
2.6. Pengobatan Pneumonia ………………………………….. 21
2.7. Sanitasi Fisik Rumah…………………………………….. 21
2.8. Faktor Resiko Pneumonia ……………………………….. 27
2.9. Merokok Sebagai Faktor Resiko ………………………… 34
2.10. Kerangka Teori ………………………………………….. 36
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep ................................................................. 37
3.2. Hipotesis Penelitian.............................................................. 38
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian.................................................................. 40
4.2. Populasi dan Sampel ............................................................ 41
4.3. Teknik Sampling………………………………………… 44
-
xiii
4.4. Variabel Penelitian………………………………………. 44
4.5. Definisi Operasional Variabel…………………………… 45
4.6. Kerangka Kerja Penelitian………………………………. 47
4.7. Instrument Penelitian…………………………………… 48
4.8. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………….. 50
4.9. Prosedur Pengumpulan Data…………………………….. 50
4.10. Teknik Pengolahan Analisis Data……………………….. 51
4.11. Etika Penelitian…………………………………………… 54
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum ................................................................. 56
5.2. Karakteristik Responden ...................................................... 58
5.3. Hasil Penelitian .................................................................... 61
5.4. Pembahasan .......................................................................... 66
BAB 6. PENUTUP
6.1. Kesimpulan ……………… ................................................. 78
6.2. Saran …………………………………........……………… 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian …………………………………… 11
Tabel 1.2 Matrik Perbedaan Penelitian ……………………………….. 12
Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Pneumonia Berdasarkan Kelompok
Umur dan Gejala yang Menyertainya ……………………… 15
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel ……………………………… 45
Tabel 4.2 Analisis Bivariat……………………………………………. 52
Tabel 5.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Selotinatah Tahun 2016 57
Tabel 5.2 Mata Pencaharian Penduduk Desa Selotinatah Tahun 2016… 57
Tabel 5.3 Agama Penduduk Desa Selotinatah Tahun 2016 58
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan,
Pekerjaan dan Pendapatan……………………………….. 59
Tabel 5.5 Karakteristik Balita Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin 60
Tabel 5.6 Luas Ventilasi Rumah Responden Di Desa Selotinatah 61
Tabel 5.7 Pencahayaan Rumah Responden di Desa Selotinatah 62
Tabel 5.8 Jenis Lantai Rumah Responden Di Desa Selotinatah 63
Tabel 5.9 Jenis dinding rumah responden di desa selotinatah 64
Tabel 5.10 Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Di Desa Selotinatah 65
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori…………………………………………… 36
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ……………………………………….. 37
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Case Control……………… 40
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian…….…………………………. 47
Gambar 4.3 Rollmeter………………………………………………… 49
Gambar 4.4 Luxmeter………………………………………………… 49
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Permohonan Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 2 Surat Permohonan Calon Responden
Lampiran 3 Surat Pernyataan Persetujuan( informed consent
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Lembar Pengukuran Observasi Sanitasi Fisik Rumah
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Data Mentah SPSS
Lampiran 8 Hasil Analisis SPSS
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 10 Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran 11 Format Revisi Skripsi
-
xvii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
ARI : Acute Respiratory Infections
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
CO2 : Karbon Dioksida
CI : Confidence Interval
DPT : Dipteri Pertusis Tetanus
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
O2 : Oksigen
OR : Odd Ratio
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PPOM : Penyakit Paru Obstruktif Menahun
SD : Sekolah Dasar
SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
The Forgotten Disease : Penyakit Yang Terlupakan
The Neglegted Disease : Penyakit Yang Terabaikan
UMR : Upah Minimum Regional
UNICEF : United Nations International Children’s
Emergency Fund
WHO : World Health Organization
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan investasi untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan. Tujuan Sistem Kesehatan
Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara
sinergis, berhasil-guna dan berdayaguna, sehingga tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan RI,
2009:21).
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan
penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun
(anak-balita). Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit
lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh
lebih dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di
negara berkembang. Di Negara berkembang pneumonia merupakan
penyakit yang terabaikan (the neglegted disease) atau penyakit yang
terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak anak yang
meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian yang
diberikan kepada masalah pneumonia. (Kemenkes RI, 2010).
Di negara berkembang diperkirakan lebih dari 150 juta kasus
pneumonia terjadi setiap tahun, 60% kasus pneumonia disebabkan oleh
-
2
bakteri. Menurut hasil Riskesdas 2013 proporsi kematian Balita karena
pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Di negara
berkembang, penyakit pneumonia merupakan merupakan 25%
penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari
dua bulan, morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan
pada balita sebesar 40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat
pneumonia sebesar 24% dan pada balita sebesar 36% (Kemenkes RI,
Dirjen P2PL, 2011 ).
Di Indonesia kejadian pneumonia pada balita diperkirakan 10-20%
per tahun dan 10% dari penderita pneumonia balita akan meninggal bila
tidak diberi pengobatan, yang berarti bahwa tanpa pengobatan akan
didapat 250.000 kematian balita akibat pneumonia setiap tahunnya.
Perkiraan angka kematian pneumonia pada balita secara nasional adalah 5
per 1000 balita atau sebanyak 140.000 balita per tahun, atau rata-rata 1
anak balita Indonesia meninggal akibat pneumonnia setiap 5 menit. Setiap
anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA per tahun, ini berarti
seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai
6 kali per tahun. (Kemenkes RI, Dirjen P2PL, 2011 ).
Di Jawa Timur penderita pneumonia tahun 2010 sebesar 89.410
dengan jumlah penderita yang ditangani sebesar 62.629 (cakupan
penanganan 70,05%), sedangkan jumlah penderita tahun 2011 sebanyak
98.050 dengan jumlah penderita ditangani 93.215 (cakupan penanganan
95,07%). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan cakupan penemuan
-
3
penderita sebanyak 8.640 orang (9,66%) dengan cakupan penanganan
sebesar 25,02% (Bidang P2PL Dinkes Jatim,2011).
Di Kabupaten Magetan kasus pneumonia pada balita yang di
temukan dan di tangani dari tahun 2010-2015 selalu mengalami kenaikan,
pada tahun 2010 sebanyak 191 kasus, tahun 2011 sebanyak 727 kasus,
tahun 2012 sebanyak 798 kasus, tahun 2013 sebanyak 1.326 kasus, tahun
2014 sebanyak 1.420 kasus dan tahun 2015 sebanyak 1.461 kasus.
Pneumonia pada balita umumnya terjadi karena kasus gizi kurang dengan
kondisi lingkungan yang tidak sehat (asap rokok, polusi). (Bidang P2PL
Dinkes Kab. Magetan 2014)
Berdasarkan data kunjungan yang diperoleh dari Puskesmas
Ngariboyo penyakit ISPA menduduki peringkat tiga teratas selama tiga
tahun berturut-turut yakni pada tahun 2014 sebanyak 4.748 kasus, tahun
2015 sebanyak 3.785 kasus dan tahun 2016 sebanyak 3.793 kasus.
Kecamatan Ngariboyo menjadi peringkat kedua yang paling banyak
ditemukan penyakit pneumonia pada balita. Kasus pneumonia pada balita
yang ditangani pada tahun 2014 sebanyak 131 kasus, tahun 2015 sebanyak
131 kasus, sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 141 kasus. Desa
Selotinatah merupakan desa yang paling banyak penderita Pneumonia
pada balita, tahun 2014 sebanyak 9 kasus, tahun 2015 sebanyak 19 kasus,
dan tahun 2016 sebanyak 30 kasus. Wilayah Kerja Puskesmas Ngariboyo
terdiri dari 12 Desa/Keluruhan, yaitu: Ngariboyo, Balegondo, Baleasri,
Sumberdukun, Selopanggung, Bangsri, Selotinatah, Pendem, Banyudono,
-
4
Banjarpanjang, Mojopurno, dan Banjarejo (Bidang P2P Puskesmas
Ngariboyo 2016).
Menurut profil kesehatan puskesmas Ngariboyo cakupan rumah
sehat di Desa Selotinatah masih dibawah target, dari 1.511 rumah yang
diperiksa 896 dikategorikan rumah sehat, sedangkan 615 rumah belum
memenuhi syarat sehat. Kondisi fisik rumah sangat mempengaruhi
kesehatan dari penghuni rumah khususnya pada balita karena sistem
kekebalan tubuh balita sangat rentan terhadap penyakit. Rumah menjadi
tempat tumbuh, berkembang, bermain dan berteduh dari panas dan hujan
sehingga harus dijaga kebersihannya agar tidak menjadi tempat
bersarangnya sumber penyakit (Bidang P2 Puskesmas Ngariboyo 2016).
Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah,
sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan
hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak dari tanah. (Dinkes Jatim
2014).
Secara umum faktor risiko terjadinya Pneumonia yaitu faktor
lingkungan fisik, faktor host/ pejamu, faktor agent serta faktor lingkungan
sosial. Faktor agent yaitu bakteri penyebab pneumonia yaitu streptococcus
pneumonia, hemophilus influenza, dan staphylococcus aureus. Faktor
lingkungan fisik meliputi , luas ventilasi rumah, pencahayaan rumah, serta
jenis lantai dan dinding rumah. Faktor host meliputi umur, jenis kelamin,
status gizi, defisit vitamin A dan zink, dan status imunisasi, tidak ASI
-
5
Eksklusif. Sedangkan faktor lingkungan sosial meliputi pekerjaan
orangtua, pendidikan ibu, derajat kesehatan yang rendah serta perilaku
merokok anggota keluarga (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2011), kurangnya ventilasinya rumah akan
menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang
bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Ventilasi juga
menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang
tinggi akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri
penyebab penyakit pneumonia.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit
pneumonia pada balita adalah kondisi fisik rumah, kebersihan rumah,
kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah, Selain itu juga
faktor kepadatan penghuni, ventilasi, suhu dan pencahayaan (Ambarwati
dan Dina, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Novita dan Galuh (2011),
diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara ventilasi, dan jenis
lantai dengan kejadian Pneumonia pada balita. Faktor lingkungan juga
dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam rumah seperti asap rokok.
Kebiasaan kepala keluarga yang merokok di dalam rumah dapat
berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita.
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), tidak kurang dari
900.000.000 (84%) perokok sedunia hidup di negara-negara berkembang
atau transisi ekonomi termasuk di Indonesia. Indonesia menempati urutan
-
6
ketiga terbanyak jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa. The
Tobacco Atlas mencatat, ada lebih dari 10 juta batang rokok dihisap setiap
menit, setiap hari, di seluruh dunia oleh satu miliar laki-laki, dan 250 juta
perempuan (Evy Rachmawati, 2008:2).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Furi Rahayu mengenai
faktor-faktor kondisi fisik rumah yang berhubungan dengan timbulnya
penyakit pneumonia pada Balita tahun 2007, faktor yang berhubungan
secara bermakna yaitu dinding rumah, lantai rumah, kepadatan hunian
rumah, luas ventilasi tamu, dan luas ventilasi ruang tidur balita. Presentase
rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat Kabupaten Magetan
tahun 2014 terdapat 38.546 (62,3%) rumah tangga yang dikategorikan
sebagai rumah tangga ber-PHBS dari 61.877 rumah tangga yang disurvei,
hal ini masih dibawah target yaitu sebesar 70%. Berdasarkan Profil
Kesehatan Puskesmas Ngariboyo Desa Selotinatah dengan cakupan rumah
sehat hanya 59,30% sehingga masih dibawah target rumah sehat sebesar
70%.
Perilaku manusia merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam
menentukan derajat kesehatan. Perilaku masyarakat yang buruk dapat
menimbulkan berbagai penyakit, meskipun sarana sanitasi dasar telah
tersedia, misalnya terjadinya penyakit pneumonia. Salah satu contohnya
yaitu perilaku merokok anggota keluarga di dalam rumah akan
meningkatkan terjadinya kasus pneumonia pada balita, hal tersebut sesuai
dengan penelitian Yuwono yang menyatakan bahwa merokok dalam
-
7
rumah merupakan salah satu faktor yang bermakna dalam kejadian ISPA
termasuk pneumonia. Lama merokok dan jumlah konsumsi rokok
mempunyai hubungan bermakna dengan prevalensi penyakit ISPA,
pneumonia, serta jantung. Maka dari itu penting bagi setiap masyarakat
untuk menjaga dan memelihara sanitasi fisik rumah menerapkan gaya
hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi
resiko terkena penyakit yang berhubungan dengan lingkungan terutama
yang mengenai balita.
Berdasarkan uraian di atas, kejadian pneumonia balita di Desa
Selotinatah cenderung meningkat setiap tahunnya dan presentase rumah
tangga sehat masih dibawah target yang telah ditentukan. Maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Sanitasi Fisik
Rumah dan Kebiasaan Merokok Keluarga Dengan Kejadian pneumonia
Pada Balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupaten
Magetan.
-
8
I.2 Rumusan Masalah
a. Masalah umum
Apakah ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dan kebiasaan
merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan ?
b. Masalah khusus
1. Apakah ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan?
2. Apakah ada hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan?
3. Apakah ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan?
4. Apakah ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan?
5. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga
dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan?
-
9
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah dan kebiasaan
merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.
b. Tujuan khusus
1. Mengetahui hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan.
2. Mengetahui hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan.
3. Mengetahui hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan.
4. Mengetahui hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan.
5. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga
dengan kejadian pneumonia pada balita di Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.
-
10
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat pada umumnya, dan khususnya ibu yang mempunyai balita
yang menderita pneumonia tentang pentingnya menjaga sanitasi fisik
rumah seperti ventilasi yang memenuhi standar, pencahayaan rumah
yang cukup, lantai dan dinding yang baik, serta memperhatikan
kebiasaan merokok anggota keluarga tidak di dalam rumah.
b. Bagi instansi terkait khususnya Puskesmas Ngariboyo
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
Puskesmas Ngariboyo khususnya di bidang tatalaksana P2PL tentang
data hasil penelitian yang meliputi luas ventilasi rumah, pencahayaan
rumah, jenis lantai rumah, jenis dinding rumah, dan kebiasaan
merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Pneumonia.
c. Bagi peneliti lain
Sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti
tentang hubungan sanitasi fisik rumah dengan kejadian pneumonia
pada balita.
-
11
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian
NO JUDUL
PENELITIAN
NAMA
PENELITI
TEMPAT
DAN TAHUN
PENELITIAN
RANCANGAN
PENELITIAN
VARIABEL
PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1
.
Hubungan
Sanitasi Fisik
Rumah
Dengan
Kejadian
ISPA Pada
Balita di
Desa Cepogo
Kecamatan
Cepogo
Kabupaten
Boyolali
Vita Ayu
Oktaviani
Desa
Cepogo
Kecamatan
Cepogo
Kabupaten
Boyolali
tahun 2009.
Jenis
penelitian
ini adalah
penelitian
observasion
al dengan
pendekatan
cross
sectional.
Variabel Bebas
Sanitasi fisik
Rumah:
Ventilasi,
Pencahayaan
alami,
Kelembaban,
Lantai, Dinding,
Atap Variabel
Terikat
Kejadian ISPA
pada balita
Ada hubungan antara
ventilasi rumah
(p=0,046), pencahayaan
alami (p=0,001), lantai
rumah(p=0,025),
dinding rumah
(p=0,00), atap rumah
(p=0,026), dengan
kejadian ISPA.
Tidak ada hubungan
antara kelembaban
rumah p=0,883 dengan
kejadian ISPA.
2
.
Faktor –
faktor yang
Berhubungan
Dengan
Kejadian Ispa
Pada Balita
di Puskesmas
Pati I
Kabupaten
Pati
Ike
Suhandaya
ni
Puskesmas
PatiI
Kabupaten
Pati tahun
2007.
Jenis
penelitian
ini adalah
deskriptif
analitik
dengan
pendekatan
case
control.
Variabel bebas Status Gizi ASI
Eksklusif Umur
Imunisasi
Kepadatan
Hunian
Ventilasi Jenis
Lantai
Kepemilikan
Lubang Asap
Jenis Bahan
Bakar
Keberadaan
Keluarga Yang
Merokok
Keberadaan
Keluarga yang
Menderita ISPA
Variabel
terikat:
KEJADIAN
ISPA PADA
BALITA
Ada hubungan antara
pemberian ASI
Eksklusif(p=0,010;OR
=2,6), kepadatan
hunian ruang tidur
(p=0,003;OR=3,21),
ventilasi kamar
(p=0,030;OR=2,22),
keberadaan keluarga
yang merokok
(p=0,00;OR=4,63)
keberadaan anggota
keluarga yang
menderita
ISPA(p=0,00;OR=3,7T
idak ada hubungan
antara status gizi, status
imunisasi, lantai ruang
tidur, kepemilikan
lubang asap dapur, dan
penggunaan jenis bahan
bakar dengan kejadian
ISPA pada balita.
-
12
MATRIK PERBEDAAN PENELITIAN
Tabel 1.2 : Matrik Perbedaan Penelitian
No Perbedaan Vita Ayu Oktaviani Ike Suhandayani Imroatul Hasanah
1. Tempat Desa Cepogo
Kecamatan Cepogo
Kabupaten Boyolali
Puskesmas Pati I
Kabupaten Pati
Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan
2. Waktu 2009 2007 2017
3. Sampel 62 124 60
4. Desain Penelitian Cross Sectional Case Control Case Control
5. Cara Pengambilan
Sampel
Cluster Random
Sampling
Simple Random
Sampling
Simple Random Sampling
6. Variabel Penelitian Variabel Bebas :
1. Ventilasi Pencahayaan
Alami
Kelembaban
Lantai
Dinding
Atap
Variabel Terikat :
Kejadian ISPA
Pada Balita
Variabel Bebas :
Status Gizi Pemberian
ASI Eksklusif
Umur Kelengkapan
Imunisasi Kepadatan
Hunian Ventilasi
Jenis Lantai
Kepemilikan Lubang
Asap Jenis
Bahan Bakar
Keberadaan Anggota
Keluarga Yang
Merokok Keberadaan
Anggota Keluarga
Yang Menderita ISPA
Variabel Terikat :
Kejadian ISPA Pada
Balita
Variabel Bebas :
1. Luas Ventilasi 2. Pencahayaan 3. Jenis Lantai 4. Jenis Dinding 5. Kebiasaan Merokok
Anggota Keluarga
Variabel Terikat :
Kejadian Pneumonia
Pada Balita
-
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pneumonia
Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit infeksi saluran
pernafasan atas yang meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai
dengan epiglottis dan laring seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga
(otitis media), dan radang tenggorokan (faringitis). Menurut Prof. Dr. H.
Mardjanis, Sp.A(K), Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang
disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada
bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering
adalah sttrptococcus pneumonia (pneumokokus) Hemophilus Influnzae
tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus.
2.2 Penyebab Pneumonia
Pneumonia pada anak balita paling sering disbabkan oleh virus
pernafasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun, sedangkan pada
anak umur sekolah paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma
Pneumoniae. Dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama
bakteriologik pneumonia anak-balita adalah Streptococcus
pneumoniae/pneumococcus (30-50 % kasus) dan Hemophilus influenzae
type b/Hib (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela
pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma
pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp, Escherichia coli (E coli)
-
14
juga menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak
disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli di
samping bakteri Gram positif seperti S pneumoniae, grup b streptokokus
dan S aureus.
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV)
yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B,
parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010
melaporkan estimasi insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah
33.8 juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta episode pneumonia
berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian
66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% terjadi di
negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV sebagai
etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai
penyebab tunggal maupun bersama dengan penyebab bakteri lain.
2.3 Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan buku pedoman Pemberantasan ISPA (Ditjen P2PL
Depkes RI, 2007) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana ISPA
adalah Balita dengan gejala batuk, dan atau kesukaran bernafas.Sedangkan
untuk menghitung pernafasan dipergunakan Ari Timer. Ari Timer adalah
alat semacam stop watch yang dirancang khusus untuk menghitung
frekuensi nafas, dengan menekan tombolnya maka dalam jangka waktu 30
detik dan 60 detik Ari Timer akan mengeluarkan bunyi (alarm) yang
menandakan selesainya penghitungan nafas, dengan syarat penderita yang
-
15
diperiksa harus dalam keadaan tenang (Gold standar diagnosa pneumonia
di Puskesmas).
Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok,
yaitu: kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun dan kelompokuntuk umur < 2
bulan. (Ditjen P2PL Depkes, 2007; MTBS Depkes, 2008). Selanjutnya
klasifikasi penyakit Pneumonia berdasarkan kelompok umur dan gejala
klinis yang menyertainya dapat diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 2.1 : Klasifikasi Penyakit Pneumonia Berdasarkan Kelompok
Umur dan Gejala yang Menyertainya
Kelompok
Umur
Klasifikasi Tanda Penyerta selain Batuk dan atau
Umur sukar Bernapas.
2 Bln -< 5 Th
Pneumonia Berat Tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam (Chest indrawing).
Pneumonia Napas cepat sesuai golongan umur :
2 Bln -< 5 : 50 kali atau lebih / menit
1 - < 5 Th : 40 kali atau lebih / menit
Bukan Pnumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tari
kan dinding dada bag bawah ke dalam.
< 2 Bulan
Pneumonia Berat Napas cepat :>60 kali atau lebih
permenit tarikan kuat dinding dada
bagian bawahke dalam (Chest
indrawing).
Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam.
(Sumber : Kemenkes RI, Dirjen P2PL, 2007; MTBS Depkes 2008)
-
16
2.4 Epidemiologi Pneumonia
Menurut UNICEF dan WHO (tahun 2008), pneumonia merupakan
pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of
children”). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan
campak. Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia,
berarti 1 dari 5 orang balita meninggal di dunia. Pneumonia merupakan
penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara dengan angka
kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%),
terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed).
Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai
1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus
per tahun. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia
terjadi di negara berkembang.
Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di
Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per
empat kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara.
Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan
menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun
1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai
kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada
penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki
-
17
tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan
menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus.
Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok tahun 1998 sampai 2002
mendapatkan hasil sebagai berikut: kejadian pneumonia pada anak usia
kurang dari 2 tahun adalah sebesar 30,433 per 100.000 anak/tahun,
kejadian pneumonia Hib adalah 894 per 100.000 anak/tahun, dan kematian
anak karena pneumonia Hib adalah 92/100 anak/tahun.
2.5 Pencegahan Pneumonia
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau
mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan,
yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan
petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan
pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif,
dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang
pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan
asupan zink, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi
udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian
terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi
kejadian pneumonia. Menurut Prof. Dr. Cisy B. Kartasasmita, dr, SpA
(K), M.Sc usaha untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu:
A. Pencegahan Non spesifik, yaitu:
1. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi
a) Menurunkan Kemiskinan
-
18
b) Meningkatkan pendidikan
c) Menurunkan angka Kurang gizi
d) Meningkatkan derajat kesehatan
e) Menurunkan Morbiditas dan mortalitas
2. Lingkungan yang bersih, bebas polusi
B. Pencegahan Spesifik
1. Cegah BBLR
2. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang
3. Berikan Imunisasi
Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia
adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus
influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya,
yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi
nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan
pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan,
kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun.
Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang
memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional
imunisasi.
1. Vaksin Campak
Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh
dengan sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai
-
19
komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan
kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan
gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada
anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian
penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat
menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah
ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi
mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit
campak masih menyerang 30 – 40 juta anak.
2. Vaksin Pertusis
Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus
hari. Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan
infeksi bacteria Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit
ini sudah lama masuk ke dalam program imunisasi nasional di
Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri dan
tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka
kematian masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak
pertahun.
3. Vaksin Hib
Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b
(Hib) merupakan penyebab pneumonia dan radang otak
(meningitis) yang utama. Diduga Hib mengakibatkan penyakit
berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib sudah
-
20
tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih
terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib
telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum.
Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi
Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di
negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini
dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi
yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib diberikan kepada
semua anak di negara berkembang
4. Vaksin Pneumococcus
Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada
anak di negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama
tersedia untuk anak usia diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin
pneumokokus untuk bayi dan anak dibawah 3 tahun sudah tersedia,
yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate vaccine (PCV).
Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil
penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara
rutin pada bayi, menunjukkan penurunan bermakna kejadian
pneumonia pada anak dan keluarganya terutama para lansia. Saat
ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin mengandung
7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan
tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika),
dengan pemberian imunisasi PCV 9 terjadi penurunan kasus
-
21
pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita yang harus
dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian
pada anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin
tersebut sangat efektif untuk menurunkan kem matian pada anak
karena pneumonia.
2.6 Pengobatan Pneumonia
Pemberian antibiotika segera pada anak yang terinfeksi pneumonia
dapat mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan
pedoman untuk diagnosis dan pengobatan pneumonia di komunitas untuk
negara berkembang yang telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat
sasaran. Antibiotika yang dianjurkan diberikan untuk pengobatan
pneumonia di negara berkembang adalah kotrimoksasol dan amoksisilin.
Beberapa penelitian menunjukkan, pemberian kotrimoksasol maupun
amoksisilin selama 3 hari pada anak dengan pneumonia tidak berat sama
hasil akhirnya dengan pemberian selama 5 hari (Kartasasmita dkk, 2010).
2.7 Sanitasi Fisik Rumah
2.7.1 Pengertian sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup
bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung
dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan
harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan
manusia. Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma
pembangunan kesehatan lingkungan lima tahun kedepan yang
-
22
lebih menekankan pada aspek pencegahan yang baik, angka
kejadian penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat
dicegah. Selain itu anggaran yang diperlukan untuk preventif juga
relative lebih terjangkau dari pada melakukan upaya pengobatan.
(Mundiatun & Daryanto 2015)
2.7.2 Pengertian rumah
Menurut Notoatmodjo (2011), rumah adalah suatu persyaratan
pokok bagi kehidupan manusia. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam membangun suatu rumah :
a. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun
lingkungan sosial. Maksudnya dalam membangun suatu rumah
harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan.
b. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat
Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan
keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat
yang murah missal bambu, kayu atap rumbia dan sebagainya
adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu
dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri
pada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya.
(Mundiatun dan Daryanto 2015)
-
23
Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential
Environment dari WHO (1974), antara lain :
1) Harus dapat melindungi dari hujan, panas,dingin, dan
berfungsi sebagai tempat istirahat.
2) Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, memasak, mandi,
mencuci, kakus, dan kamar mandi.
3) Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari
pencemaran.
4) Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
5) Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat
melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan
penyakit menular.
6) Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.
(Budiman Chandra 2006)
2.7.3 Ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke
atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.
Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap
sejuk.
b) Untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri
patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-
menerus.
-
24
c) Untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam
kelembaban (humidity) yang optimum.
Ada dua macam ventilasi, yaitu:
1. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut
terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin,
lubang-lubang pada dinding, dan sebagainya.
2. Ventilasi buatan, yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus
untuk mengalirkan udara ke dalam rumah, misalnya kipas
angin, dan mesin pengisap udara (Notoatmodjo, 2011).
Perlu diperhatikan di sini bahwa sistem pembuatan ventilasi
harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi,
harus mengalir. Artinya dalam ruangan rumah harus ada jalan
masuk dan keluarnya udara. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang peraturan
rumah sehat menetapkan bahwa luas ventilasi alamiah yang
permanen yaitu lebih dari atau sama dengan 10% dari luas
lantai rumah, sedangkan tidak memenuhi syarat jika kurang
dari 10% luas lantai rumah.
Menurut Derani (2008), secara umum penilaian ventilasi
rumah dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara
luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan
rollmeter.
-
25
2.7.4 Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang
dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam
rumah, terutama cahaya matahari, di samping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya
dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat
merusak mata. Menurut Notoatmodjo, cahaya dapat dibedakan
menjadi dua, yakni :
a. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting,
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah,
misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan
masuk cahaya luasnya sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas
lantai yang terdapat dalam ruangan rumah.
b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan
alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.
Menurut Suryanto (2003), pencahayaan alami dianggap baik jika
besarnya antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau
lebih dari 120 lux.
-
26
2.7.5 Lantai
Menurut Notoatmodjo, Lantai rumah yang baik adalah ubin atau
semen. Syarat yang penting adalah tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit Pneumonia karena lantai yang
tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk
perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab Pneumonia. Lantai
yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak
lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi
paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi
ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen PPM dan PL,
2009).
2.7.6 Dinding
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding
rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang
berdinding papan, kayu dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat
pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak
rapat seperti papan, kayu dan bamboo dapat menyebabkan
penyakit pernafasan yang berkelanjutan seperti ISPA, karena angin
malam yang langsung masuk ke dalam rumah. Jenis dinding
mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit
dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
-
27
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman (Suryanto, 2003).
2.8 Faktor Resiko Pneumonia
Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan
seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Faktor
risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian
karena pneumonia Menurut Kemenkes RI 2010 (Buletin Jendela
Epidemiologi), yaitu :
1. Faktor Host
a. Umur
Faktor umur merupakan salah satu faktor risiko kematian pada
balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita
yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil
risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang
berusia muda. Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia
lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang
lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih
sempit (Rahmat, 2012).
b. Status Gizi
Menurut Supariasa bahwa Status gizi adalah ekspresi dari
keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu. Status
-
28
gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi
dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau
keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh
tubuh (Suharsono, 2010). Status gizi (gizi kurang dan gizi buruk
meningkatkan resiko). Asupan gizi yang kurang merupakan
resiko untuk kejadian dan kematian balita dengan infeksi saluran
pernapasan.
c. Jenis Kelamin
Meskipun secara fisik pria cenderung lebih kuat dibandingkan
wanita, wanita sejak bayi hingga dewasa memiliki daya tahan
lebih kuat dibandingkan laki-laki, baik itu daya tahan akan rasa
sakit dan daya tahan terhadap penyakit. Anak laki-laki lebih
rentan terhadap berbagai jenis penyakit dan cacat dibandingkan
wanita. Selain itu, secara neurologis anak perempuan lebih
matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga masa
remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih cepat. Wanita
cenderung hidup lebih lama daripada pria (Friedman, Howard &
Schustack, Miriam. 2006).
d. Pemberian Vitamin A dan Zink
Suplementasi vitamin A dan zink dapat mengurangi resiko.
Program pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah
dilaksanakan di Indonesia. Vitamin A bermanfaat untuk
meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari
-
29
infeksi kuman. Hasil penelitian Sutrisna di Indramayu
menunjukkan peningkatan risiko kematian pneumonia pada anak
yang tidak mendapatkan vitamin A. Namun, penelitian
Kartasasmita menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna
insidens dan beratnya pneumonia antara balita yang
mendapatkan vitamin A dan yang tidak, hanya waktu untuk sakit
lebih lama pada yang tidak mendapatkan vitamin A.
Suplementasi Zink (Zn) perlu diberikan untuk anak dengan diet
kurang Zink di negara berkembang. Penelitian di beberapa
negara Asia Selatan menunjukkan bahwa suplementasi Zink pada
diet sedikitnya 3 bulan dapat mencegah infeksi saluran
pernapasan bawah. Di Indonesia, Zink dianjurkan diberikan pada
anak yang menderita diare. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
mempunyai risiko untuk meningkatnya ISPA, dan perawatan di
rumah sakit penting untuk mencegah BBLR (Kartasasmita,
2010).
e. Status Imunisasi
Imunisasi sesungguhnya adalah pemindahan atau transfer
antibodi (imunoglobulin) secara pasif. Sementara vaksinisasi
adalah pemberian vaksin atau antigen (kuman/bagian kuman
yang dilemahkan) yang dapat merangsang pembentukan imunitas
(antibodi) dalam tubuh. Vaksinisasi disebut juga imunisasi aktif.
Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena
-
30
pneumonia. Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian
penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis (DPT), campak,
Haemophilus influenza, dan pneumokokus (Sudarti, 2010).
f. Pemberian ASI
Asi ekslusif adalah pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi,
bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti
susu formula, madu, bahkan air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi,
dan tim. Jangka waktu pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan
minimal 4 bulan dan akan lebih baik lagi apabila diberikan
sampai bayi berusia 6 bulan. Pemberian ASI Eksklusif dapat
mengurangi resiko, perbaikan gizi seperti pemberian ASI ekslusif
dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan
penyakit pada anak (Sudarti, 2010).
2. Faktor Agent (Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae
dan Staphylococcus aureus)
Dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik
Pneumonia anak-balita adalah Streptococcus
Pneumoniae/Pneumococcus(30-50% kasus) dan Hemophilus
Influenza type b/Hib(10-30% kasus), diikuti Stahylococcus Aureus
dan Klebsiela Pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti
Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp,
-
31
Escherichia coli (E coli) juga menyebabkan pneumonia (Mardjanis
Said 2010).
3. Faktor Lingkungan Fisik
a. Luas Ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara
ke atau dari ruangan baik secara alami maupun mekanis. Luas
ventilasi penting karena berfungsi untuk menjamin kualitas dan
kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan masuk ruangan. Luas
ventilasi yang kurang dapat menyebabkan suplai udara segar
yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran
udara kotor ke luar rumah juga tidak maksimal. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999
tentang peraturan rumah sehat bahwa luas ventilasi alamiah yang
permanen yaitu lebih dari atau sama dengan 10% dari luas lantai
rumah, sedangkan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat
kesehatan adalah kurang dari 10% dari luas lantai rumah.
b. Pencahayaan
Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya
60 lux serta tidak menyilaukan (Suryanto, 2003).
c. Jenis Lantai
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan
tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah
-
32
dibersihkan, jadi paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih
baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan
(Ditjen P2PL, 2011).
d. Jenis Dinding
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding
rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang
berdinding papan, kayu dan bambu. Hal ini disebabkan
masyarakat pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang
berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu dapat
menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan seperti
ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam
rumah (Notoatmodjo, 2011).
4. Faktor Lingkungan Sosial
a. Pekerjaan Orang Tua
Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil
pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang
rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas
perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang
memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan
tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk
penyakit pneumonia.
-
33
b. Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor risiko
yang meningkatkan angka kematian ISPA terutama Pneumonia.
Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan
perawatan oleh ibu kepada anak-yang menderita ISPA. Jika
pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika
bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko
meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan
dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat.
c. Derajat Kesehatan Yang Rendah
Menurut Mulholland K derajat kesehatan masyarakat yang
rendah menyebabkan penyakit infeksi termasuk infeksi kronis
dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain
seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi
seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring,
tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau
tidak memberikan ASI dan imunisasi memperburuk derajat
kesehatan.
d. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima
tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang
tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok
-
34
aktif yang merokok dalam rumah akan menderita sakit infeksi
pernafasan lebih sering dibandingkan dengan anak dari keluarga
bukan perokok (Evy Rahmawati, 2008).
Faktor dasar di atas tidak berdiri sendiri melainkan berupa sebab-akibat,
saling terkait dan saling mempengaruhi yang terkait sebagai faktor-risiko
pneumonia pada anak. Faktor-risiko ini seharusnya diperhatikan secara
serius dan perlu intervensi segera agar penurunan insidens pneumonia
berdampak signifikan pada penurunan Angka Kematian Anak-Balita.
2.9 Merokok sebagai Faktor Risiko
Tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok berada pada
peringkat pertama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia.
Tembakau menyebabkan satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh
dunia, dan mengakibatkan 5,4 juta kematian pada tahun 2006. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata terjadi satu kematian setiap 6,5 detik. Jika
hal itu terus berlanjut, maka diperkirakan kematian pada tahun 2020 akan
mendekati dua kali jumlah kematian saat ini (Evy Rachmawati, 2008:2).
Sumber polusi yang telah menjadi masalah kesehatan umum yang
paling serius adalah merokok. Masalah bagi perokok pasif menjadi
keprihatinan dari Asosiasi Jantung Amerika yang menerbitkan suatu
makalah ilmiah yang memperkirakan bahwa mereka yang terkena perokok
pasif meningkatkan resiko kematian karena penyakit jantung sampai 30%
dan menyebabkan sampai 40.000 kematian setiap tahun. Bahaya dari
-
35
perokok yang tidak sengaja ialah mata pedih, batuk, sakit kepala, radang
hidung, memperburuk asma dan alergi pernafasan, penyakit penyempitan
saluran udara. Terdapat 30% resiko kanker paru. Anak-anak mengidap
bronchitis (penyakit saluran pernafasan) dan Pneumonia (Mundiatun dan
Daryanto 2015).
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk beberapa
penyakit, seperti: batuk menahun, penyakit menahun, penyakit paru
obstruktif menahun (PPOM), bronkhitis, dan empisema, ulkus peptikum,
infertiliti, gangguan kehamilan, artherosklerosis sampai penyakit jantung
koroner, beberapa jenis kanker seperti kanker mulut, kanker paru. Variabel
merokok sebagai variabel independen dalam suatu penelitian mempunyai
variasi yang cukup luas dalam kaitannya dengan dampak yang
diakibatkannya. Oleh karena itu, paparan rokok perlu diidentifikasi
selengkapnya dari berbagai segi diantaranya:
1. Jenis perokok: perokok aktif atau perokok pasif
2. Jumlah rokok yang dihisap: satu batang, bungkus, atau pak perhari.
3. Jenis rokok yang dihisap: keretek, cerutu atau rokok putih, pakai filter
atau tidak.
3. Umur mulai merokok: sejak umur 10 tahun atau lebih.
Berdasarkan hal tersebut jenis perokok juga dapat dibagi atas perokok
ringan sampai berat, diantaranya:
1. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang per hari.
2. Perokok sedang jika menghisap rokok antara 10-20 batang per hari.
-
36
3. Perokok berat jika merokok lebih dari 20 batang per hari.
2.10 Kerangka Teori
FAKTOR RESIKO PNEUMONIA
diteliti
tidak diteliti
cetak tebal : diteliti
cetak tipis : tidak diteliti
Gambar 2.1: Kerangka Teori
Sumber: Kemenkes RI, 2010 Buletin Jendela Epidemiologi.
Faktor Host
1. Umur 2. Status Gizi Kurang/ Buruk 3. Tidak Asi Ekslusif 4. Defisit Vit A Dan Zink 5. Status Imunisasi Tidak Lengkap 6. Jenis Kelamin Laki-Laki
Faktor Agent
1. Streptococcus Pneumoniae 2. Hemophilus Influenzae
3. Staphylococcus Aureus
FAKTOR Lingkungan Fisik
1. Luas Ventilasi 2. Pencahayaan 3. Jenis Lantai Rumah 4. Jenis Dinding Rumah
FAKTOR Lingkungan Sosial
1. Pekerjaan Orang Tua
2. Pendidikan Ibu
3. Derajat Kesehatan Rendah
KEJADIAN
PNEUMONIA
PADA
BALITA
4. Kebiasaan merokok
anggota keluarga
-
37
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran pada
penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi, dan tinjauan
pustaka. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian
KETERANGAN :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Berhubungan
Sanitasi Fisik Rumah :
1. Luas Ventilasi
2. Pencahayaan
3. Jenis Lantai
4. Jenis Dinding
Faktor Lingkungan Sosial :
1. Pekerjaan Orang Tua
2. Pendidikan Ibu
3. Derajat Kesehatan Rendah
KEJADIAN
PNEUMONIA
PADA
BALITA
4. Kebiasaan merokok
keluarga(Ayah,Anggota
Keluarga, Kerabat)
-
38
Dari kerangka konsep diatas kejadian pneumonia pada balita di Desa
Selotinatah dipengaruhi oleh:
Sanitasi fisik rumah meliputi : Luas ventilasi, pencahayaan, jenis lantai
dan jenis dinding rumah. Sedangkan faktor lingkungan sosial meliputi :
Pekerjaan orang tua, Pendidikan ibu, derajat kesehatan rendah, Kebiasaan
merokok keluarga (Ayah, Anggota Keluarga, Kerabat). Peneliti melakukan
pengukuran pada luas ventilasi rumah, pencahayaan rumah, jenis lantai
dan dinding rumah untuk mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah
serta kebiasaan merokok keluarga terhadap kejadian pneumonia pada
balita.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Soekidjo
Notoatmodjo, 2012). Sedangkan menurut Kothari (2009) Hipotesis
penelitian adalah sebuah statement prediksi yang menghubungkan
independent variable terhadap dependent variable. Biasanya research
hypothesis berisi minimal satu independent variable dan satu dependent
variable.
Dalam penelitian, dikenal dua jenis hipotesis, yaitu (Thomas et al.,
2010) :
1. Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya
hubungan diantara variabel atau menyatakan tidak adanya perbedaan
diantara variabel atau bisa juga menyatakan tidak ada pengaruh antara
-
39
satu variabel dengan variabel yang lainnya. Hipotesis nol ditulis
dengan “Ho”
2. Hipotesis alternatif disebut juga hipotesis kerja. Hipotesis ini
menyatakan adanya perbedaan satu variabel dengan variabel yang
lainnya atau menyatakan adanya hubungan diantara satu variabel
dengan variabel lainnya atau menyatakan ada pengaruh diantara satu
variabel dengan variabel yang lain. Hipotesis alternatif ini ditulis
dengan “Ha”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ho : Tidak ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dan
kebiasaan merokok keluarga dengan kejadian pneumonia pada
Balita di Desa Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten
Magetan, jika p ≥ 0,05.
2. Ha : Ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dan kebiasaan
merokok keluarga dengan kejadian pneumonia pada Balita di Desa
Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, jika p ≤
0,05.
-
40
BAB IV
Metode Penelitian
4.1 Desain Penelitian
Jenis dan rancangan pada penelitian ini adalah penelitian survei
analitik dengan rancangan case control yaitu suatu penelitian (survey)
analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan
menggunakan pendekatan retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit
atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko
diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang lalu
(Notoatmodjo,2012). Rancangan penelitian case control dapat
digambarkan sebagai berikut :
Faktor risiko +
Retrospektif (kasus) Efek +
Faktor risiko -
Populasi
Faktor risiko + (sampel)
Retrospektif (kontrol) Efek –
Faktor risiko -
Gambar 4.1: Skema Rancangan Penelitian Case Control
Tahap-tahap penelitian case control adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi variabel-veriabel penelitian (faktor risiko dan efek).
2. Menetapkan subyek penelitian (populasi dan sampel).
-
41
3. Identifikasi kasus.
4. Pemilihan subjek sebagai kontrol.
5. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang) untuk
melihat faktor resiko.
6. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-
variabel objek penelitian dengan variabel-variabel control.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini
ada dua yaitu : Populasi kasus adalah balita yang menderita
Pneumonia pada tahun 2016 dan tinggal di Desa Selotinatah.
Populasi kontrol adalah Balita yang tidak menderita Pneumonia
dan tinggal di Desa Selotinatah.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
Simple Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara
random atau acak (Notoatmodjo, 2012) karena dimaksudkan untuk
menghindari kerancuan sehingga taksiran pengaruh faktor
penelitian terhadap variabel hasil benar-benar murni pengaruh
faktor penelitian itu.
Berikut ini rumus besar sampel dengan desain case control :
-
42
P = 0,75
Keterangan :
P = Proporsi paparan
N = Besar sampel
R = Odds Ratio = 3
Zα = Kesalahan tipe α = 1,96
Zβ = Kesalahan tipe β = 0,842
Q = 1-P = 0,25
Dengan taraf kepercayaan sebesar 95% (Zα=1,960), power sebesar
80% (Zβ=0,842) serta nilai OR dari penelitian terdahulu, maka
besar sampel penelitian ini adalah 30 sampel. Dengan
perbandingan 1:1, maka diperoleh :
-
43
Sampel Kasus : Balita yang menderita Pneumonia pada tahun 2016
berjumlah 30 balita.
Sampel Kontrol : Balita yang tidak menderita Pneumonia pada
tahun 2016 berjumlah 30 balita.
Kriteria Inklusi sampel kasus meliputi :
1. Balita dan Ibu Balita yang tinggal di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.
2. Balita usia 0-59 bulan yang didiagnosis menderita pneumonia pada tahun 2016.
3. Memahami bahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani serta bersedia menjadi responden.
Kriteria Eksklusi kelompok kasus adalah sebagai berikut :
1. Balita dan ibu yang bukan penduduk Desa Selotinatah.
2. Ibu yang tidak bersedia untuk menjadi Responden Penelitian.
Berikut ini kriteria inklusi sampel kontrol :
1. Balita dan Ibu Balita yang tinggal di Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.
2. Balita yang tidak menderita Pneumonia.
3. Memahami bahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani serta
bersedia menjadi responden.
Kriteria Eksklusi kelompok kontrol adalah sebagai berikut :
1. Balita dan Ibu Balita yang bukan penduduk Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan.
2. Ibu yang tidak bersedia menjadi Responden penelitian
-
44
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014). Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi.
Sampel dalam penelitian ini adalah balita penderita pneumonia
usia 0-59 bulan yang ada di Desa Selotinatah yang berjumlah 30,
sedangkan 30 balita tidak menderita pneumonia. Responden dalam
penelitian ini adalah ibu balita.
4.3 Tehnik Sampling
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Pada penelitian
ini teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling.
Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
sampel yang diambil secara dependen. (Notoatmodjo,2012).
4.4 Variabel Penelitian
Pada penlitian ini variabel yang digunakan adalah :
4.4.1 Variabel Bebas (Variable Independent)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah sanitasi fisik rumah yang
meliputi : luas ventilasi, pencahayaan, jenis lantai, jenis dinding ,
dan kebiasaan merokok anggota keluarga.
-
45
4.4.2 Variabel Terikat (Variable Dependent)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Pneumonia
pada balita.
4.5 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel penelitian adalah fenomena observasional
yang memungkinkan peneliti untuk menguji secara empiris, apakan
outcome yang diprediksi tersebut benar atau salah (Thomas, et al., 2010).
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Definisi
operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
NO Variabel Definisi
Operasional
Kategori Skala
1. Luas
ventilasi
Hasil pengukuran luas
ventilasi dengan luas
lantai diukur pada
tempat dimana
responden
menghabiskan
sebagian besar
waktunya.
0. Tidak baik (
-
46
jika sebagian atau
seluruh lantai
rumah
diplester/ubin atau
berkeramik.
4. Jenis dinding
rumah
Hasil observasi
terhadap jenis bahan
yang digunakan untuk
membuat dinding
rumah
0. Tidak baik atau tidak memenuhi syarat,
jika sebagian atau
seluruh Dinding
rumah terbuat dari
kayu.
1. Baik atau memenuhi syarat,
jika sebagian atau
seluruh Dinding
rumah terbuat dari
batu-bata/Batako.
Nominal
5. Kebiasaan
merokok
Hasil observasi
terhadap anggota
keluarga tentang
kebiasaan merokok
0. Merokok, Jika ada anggota keluarga
yang merokok.
1. Tidak Merokok, Jika tidak ada
anggota keluarga
yang merokok.
Nominal
6. Kejadian
pneumonia
pada Balita
Infeksi saluran
pernapasan yang
ditandai : ada tarikan
dinding dada sebelah
bawah ke dalam, ada
peningkatan frekuensi
nafas yang dihitung
dengan ari timer :
-
47
4.6 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja penelitian adalah suatu yang abstrak, logikal secara
arti harfiah dan akan membantu peneliti dalam mengubungkan hasil
penemuan dengan body of knowledge (Nursalam,2011). Kerangka kerja
penelitian ini sebagai berikut :
Teknik Sampling
Simple Random Sampling
Sampel
Sampel berjumlah 60 Responden terdiri dari : Balita Penderita pneumonia
sebanyak 30 (kasus) dan Balita bukan penderita pneumonia sebanyak 30
(kontrol).
Pengumpulan Data
Pengukuran pencahayaan, luas ventilasi, pengamatan jenis lantai dan
dinding rumah.
Pengolahan Data
Editing, Skoring, Tabulating, dan analisis data dengan SPSS uji chi-square
Hasil Penelitian
Diuji untuk mengetahui ada atau tidak ada hubungan antara sanitasi fisik
rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian
Pneumonia pada Balita dengan uji chi-square.
Populasi
Balita penderita Pneumonia yang bertempat timggal di Desa Selotinatah
Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan. Sebanyak 30 penderita
pneumonia.
-
48
Gambar 4.2 Kerangka kerja penelitian sanitasi fisik rumah dan kebiasaan
merokok keluarga terhadap kejadian pneumonia di Desa Selotinatah, Kecamatan
Ngariboyo, Kabupaten Magetan tahun 2017.
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk
memperoleh data yang kemudian diolah dan dianalisis. Berdasarkan
kerangka konsep dan dari tabel penelitian, kemudian disusun instrumen
untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu kuesioner dan pengukuran.
4.7.1 Kuesioner
Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk
memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian
tersebut. Oleh karena itu, isi dari kuesioner adalah sesuai dengan
hipotesis penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
4.7.2 Pengukuran
4.7.2.1 Pengukuran Luas Ventilasi Rumah
Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi
lebih dari atau sama dengan 10% luas lantai dan tidak memenuhi
syarat apabila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Alat yang
digunakan untuk pengukuran luas ventilasi adalah rollmeter.
-
49
Gambar 4.3 : Rollmeter (Sumber: Bpi. Lipi, 2012:1)
Cara pengukurannya yaitu:
1. Luas ventilasi ruang tamu, ruang keluarga dan kamar tidur
diukur.
2. Luas lantai ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur diukur.
3. Luas ventilasi dibandingkan dengan luas lantai rumah.
4.7.2.2 Pengukuran Pencahayaan Rumah
Kriteria pencahayaan yang memenuhi syarat adalah jika besarnya
antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih
dari 120 lux. Alat yang digunakan untuk pengukuran pencahayaan
adalah luxmeter.
Gambar 4.4: Luxmeter Sumber: Aditya, 2011:2
-
50
Cara penggunaannya yaitu:
1. Geser tombol “Off/On” kearah On.
2. Pilih kisaran Range yang akan diukur (2.000 lux, 20.000 lux
atau 50.000 lux) pada tombol Range.
3. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada
permukaan daerah yang akan diukur kuat penerangannya.
4. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dalakukan di Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo
Kabupaten Magetan dengan sampel yaitu balita yang menderita penyakit
pneumonia. Waktu penelitian yaitu pada bulan juni sampai juli 2017.
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
4.9.1 Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan
pengukuran. Wawancara secara langsung ditujukan kepada ibu
yang memiliki balita dengan menggunakan pedoman wawancara
semi terstruktur, observasi dan pengukuran mengenai sanitasi fisik
rumah dilakukan dengan menggunakan peralatan untuk mengukur
luas ventilasi, pencahayaan, jenis lantai, jenis dinding, dan
kebiasaan merokok anggota keluarga.
-
51
4.9.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Magetan, Puskesmas Ngariboyo, Desa
Selotinatah dan berbagai sumber lainnya.
4.10 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
4.10.1 Pengolahan data
Menurut Notoatmodjo (2012), kegiatan dalam proses pengolahan
data meliputi editing, coding, entry, cleaning dan tabulating data.
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna
jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada
kuesioner.
2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan
proses pengolahan data.
3. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
4. Cleaning, mengecek kembali data yang sudah dimasukkan
untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-
kesalahan kode, kelengkapan, dan sebagainya kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
5. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang
akan diteliti guna memudahkan analisis data.
-
52
4.10.2 Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan
program SPSS 16. Analisis data meliputi :
1. Analisis univariat
Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk
menggambarkan distribusi frekuensi, baik variabel bebas
(independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi
karakteristik responden.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat untuk
mengetahui kemaknaan hubungan (p) dengan analisis Chi
Square dan besarnya risiko dengan Odd Ratio (OR).
Odd Ratio (OR) yaitu penilaian berapa sering terdapat paparan
pada kasus dibandingkan dengan control (Sudigdo
Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2002:119).
OR
Analisis dapat dibuat dalam bentuk Tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2 Analisis Bivariat
KATEGORI KASUS KONTROL
KASUS KONTROL JUMLAH
FAKTOR YA A B A+B
RESIKO TIDAK C D C+D
JUMLAH A+C B+D A+B+C+D
-
53
Keterangan:
A = Kasus yang mengalami paparan
B = Kontrol yang mengalami paparan
C = Kasus yang tidak mengalami paparan
D = kontrol yang tidak mengalami paparan
Interpretasi nilai OR dan 95% CI :
1) Bila OR > 1 dan 95% CI > angka 1: faktor risiko yang
diteliti merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
2) Bila OR > 1 dan 95% CI = angka 1: faktor risiko yang
diteliti belum tentu faktor risiko timbulnya penyakit.
3) Bila OR = 1 dan 95% CI 0,05 maka hipotesis penelitian (Ho)
diterima, sedangkan (Ha) di tolak.
b. Jika nilai sig p≤0,05 maka hipotesis penelitian (Ha)
diterima, sedangkan (Ho) di tolak.
-
54
4.11 Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
tahap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak
yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh
dampak dari hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
a. Informed consent (informasi untuk responden)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan
informan dengan memberikan lembar persetujuan melalui inform
consent, kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan. Setelah
calon responden memahami penjelasan peneliti terkait penelitian ini,
selanjutnya peneliti memberikan lembar informed consent untuk