SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

126
SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM METABOLIK PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI POSBINDU SAGITA KELURAHAN NAMBANGAN LOR MANGUHARJO Oleh : GEVINO VALENTINA WIDODO NIM : 201603023 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2020

Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

Page 1: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

SKRIPSI

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM METABOLIK

PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI POSBINDU SAGITA

KELURAHAN NAMBANGAN LOR MANGUHARJO

Oleh :

GEVINO VALENTINA WIDODO

NIM : 201603023

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2020

Page 2: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

ii

SKRIPSI

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM METABOLIK

PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI POSBINDU SAGITA

KELURAHAN NAMBANGAN LOR MANGUHARJO

Diajukan untuk memenuhi

Salah satu persayaratan dalam mencapai gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

GEVINO VALENTINA WIDODO

NIM : 201603023

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2020

Page 3: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

iii

Page 4: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

iv

Page 5: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

v

LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada

penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

pendidikan jenjang Sarjana di Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :

1. Tuhan yang Maha Esa, karena atas izin dan karunia-nya maka skripsi ini

dapat dibuat dan selesai tepat waktu. Puji syukur saya yang meridhoi dan

mengabulkan segala doa.

2. Kedua orang tua, Papa dan Mama, Kakak saya yang senantiasa memberikan

semangat dan doa-doanya yang tak pernah putus supaya cita-cita saya

terkabulkan dan menjadi orang sukses berhasil serta selalu mendidik saya

untuk selalu berdoa, berusaha, bersabar dan tawaduk dalam segala hal yang

baik.

3. Dosen pembimbing tugas akhir, Bapak Zaenal Abidin, S.K.M., M.Kes (Epid)

dan Bapak Pipid Ari Wibowo, S.K.M.,M.K.K, terimakasih telah memberikan

bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi saya dengan penuh

kesabaran selama ini, saya tidak akan lupa atas bantuan dan kesabaran Bapak,

Serta tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Ibu Avicena Sakufa

Marsanti, S.K.M.,M.Kes selaku dewan penguji skripsi saya. Tidak lupa saya

ucapkan terimakasih terhadap dosen prodi S1 Kesehatan Masyarakat dan

seluruh dosen Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun atas semua ilmu, didikan

dan bimbingan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas semua

kebaikan dan ilmu yang telah diberikan kepada saya.

4. Untuk teman-teman dan support system saya (Novia, Eni) serta orang-orang

terdekat saya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang sudah memberi

Page 6: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

vi

dukungan dan semangat kepada saya. Semoga Allah SWT membalas semua

kebaikan yang telah kalian berikan kepada saya.

5. Untuk teman-teman satu almamater dan seperjuangan khususnya kelas S1

Kesehatan Masyarakat angkatan 2016 STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun,

terimakasih atas kekompakan dan kebersamaannya selama 4 tahun ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat

membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhoi segalah usaha kita. Aamiin

Madiun, 20 Juli 2020

Peneliti,

Gevino Valentina W

NIM. 201603023

Page 7: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

vii

Page 8: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Gevino Valentina Widodo

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 14 Februari 1998

Agama : Islam

Alamat : Jln. Raya Poros Desa Bagi RT 12/ RW 02

Kecamatan Madiun Kabupaten Madiun

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. TK Bagi 01 2003-2004

2. SDN O3 Madiun Lor 2004-2010

3. SMPN 13 Madiun 2010-2013

4. SMAN 01 Nglames 2013-2016

5. STIKES BHM Madiun 2016-2020

Page 9: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada

penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

pendidikan jenjang Sarjana di Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :

1. Kepala Puskesmas Manguharjo Ibu Silverina Koesoemawati, S.KM., M.Kes

yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.

2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun dan sekaligus selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.K.M.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1

Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan sekaligus

Dewan Penguji yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Pipid Ari Wibowo, S.KM.,M.KKK, selaku Dosen Pembimbing 2 yang

telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Page 10: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

x

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang bersifat

membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Madiun, 20 Juli 2020

Peneliti,

Gevino Valentina W

NIM. 201603023

Page 11: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

SAMPUL DALAM ............................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................ v

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 8

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8

1.4 Manfaat ................................................................................................. 9

1.5 Keaslian Penelitian ................................................................................ 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 13

2.1 Konsep Sindrom Metabolik ................................................................ 13

2.1.1 Pengertian Sindrom Metabolik ............................................... 13

2.1.2 Epidemiologi ........................................................................... 13

2.1.3 Patofisiologi Sindrom Metabolik ............................................ 15

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Sindrom Metabolik ......... 17

2.1.5 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik ................................... 21

2.1.6 Pengukuran Komponen Sindrom Metabolik .......................... 24

2.2 Konsep Diabetes Mellitus ................................................................... 28

2.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus .................................................. 28

2.2.2 Etiologi DM ............................................................................ 29

2.2.3 Patofisiologi DM ..................................................................... 32

2.2.4 Tanda dan Gejala .................................................................... 33

2.2.5 Klasifikasi DM ........................................................................ 35

2.2.6 Pencegahan DM ...................................................................... 36

2.2.7 Penatalaksanaan DM ............................................................... 37

Page 12: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xii

2.3 Indeks Masa Tubuh (IMT) .................................................................. 40

2.3.1 Definisi Indeks Masa Tubuh (IMT) ........................................ 40

2.3.2 Klasifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT) ................................... 40

2.3.3 Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) .................................. 41

2.4 Lansia ................................................................................................. 41

2.4.1 Pengertian Lansia .................................................................... 41

2.4.2 Batasan Lansia ........................................................................ 42

2.4.3 Proses Menua .......................................................................... 43

2.4.4 Permasalahan Usia Lanjut ....................................................... 43

2.5 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) ................................................... 45

2.4.1 Pengertian Posbindu ............................................................... 45

2.4.2 Klasifikasi Posbindu ............................................................... 45

2.5 Kerangka Teori .................................................................................... 47

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS .............................. 48

3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 48

3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 49

BAB 4 METODE PENELITIAN ....................................................................... 51

4.1 Desain Penelitian ................................................................................. 51

4.2 Populasi dan Sampel ........................................................................... 51

4.2.1 Populasi ................................................................................... 51

4.2.2 Sampel .................................................................................... 52

4.2.3 Kriteria Sampel ....................................................................... 53

4.3 Teknik Sampling ................................................................................. 53

4.4 Kerangka Kerja Penelitian .................................................................. 55

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................................... 56

4.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian .............................................. 56

4.5.2 Definisi Operasional ............................................................... 56

4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................ 58

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 59

4.7.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 59

4.7.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 59

4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 60

4.8.1 Perijinan Penelitian ................................................................. 60

4.8.2 Data Sekunder ......................................................................... 61

4.9 Teknik Analisis Data ........................................................................... 61

4.9.1 Tahap Pengolahan Data .......................................................... 61

4.9.2 Analisa Data ............................................................................ 64

4.10 Etika Penelitian ................................................................................. 65

Page 13: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xiii

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 68

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 68

5.1.1 Gambaran Umum Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan

Lor ........................................................................................... 69

5.2 Karakteristik Responden ..................................................................... 70

5.3 Hasil Penelitian ................................................................................... 73

5.4 Pembahasan ......................................................................................... 74

5.5 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 79

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 81

6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 81

6.2 Saran .................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83

LAMPIRAN .......................................................................................................... 88

Page 14: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .......................................................................... 11

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabalik ........................................... 24

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT ............................................................................... 41

Tabel 4.1 Definisi Operasional ........................................................................ 57

Tabel 4.2 Perencanaan Jadwal Kegiatan (Ganchat) ......................................... 60

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............. 70

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Posbindu

Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............................. 70

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............. 71

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............. 71

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh (IMT) di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo ..................................................................................... 72

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sindrom

Metabolik di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo ..................................................................................... 72

Tabel 5.7 Tabulasi Silang Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan

Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo ............... 73

Page 15: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.5 Kerangka Teori .................................................................................. 47

Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 48

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 55

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Nambangan Lor ......................................... 68

Page 16: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Data Awal .............................................. 88

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian Kepada Dinkes Kota Madiun ..................... 89

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian Kepada Puskesmas Manguharjo Kota

Madiun ......................................................................................... 90

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian Kepada Kelurahan Nambangan Lor ........... 91

Lampiran 5 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Bankesbangpol ....................... 92

Lampiran 6 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Dinkes ................................... 93

Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian ............................................ 94

Lampiran 8 Lembar Pemohonan Menjadi Responden .................................... 95

Lampiran 9 Tabulasi Data .............................................................................. 96

Lampiran 10 Hasil Output SPSS Analisis Univariat dan Bivariat .................... 98

Lampiran 11 Lembar Bimbingan ...................................................................... 101

Lampiran 12 Lembar Revisian Seminar Hasil .................................................. 103

Lampiran 13 Dokumentasi Penelitian ............................................................... 105

Page 17: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xvii

DAFTAR SINGKATAN

ADA = American Diabetes Association

DM = Diabetes Mellitus

HLA = Human Leucocyte Antigen

IDF = International Diabetes Federation

WHO = World Health Organisation

KLB = Kejadian Luar Biasa

PTM = Penyakit Tidak Menular

UKM = Upaya Kesehatan Masyarakat

Posbindu = Pos Pelayanan Terpadu

SM = Sindrom Metabolik

HDL = High Density Lipoprotein

IMT = Indeks Masa Tubuh

PKV = Penyakit Kardiovaskular

NCEP-ATP = National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment

Panel

NIDDK = National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases

NIDDM = Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

HISOBI = Himpunan Studi Obesitas Indonesia

NHLBI = National Heart, Lung, and Blood Institute

WHF = World Health Federation

IAS = International Atherosclerosis Society

AHA = American Heart Association

TGM = Terapi Gizi Medis

ROS = Reactive Oxygen Species

GPO-PAP = Glyserol Peroxidase Phospat Acid

Page 18: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xviii

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2020

ABSTRAK

Gevino Valentina Widodo

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo

106 Halaman + 12 Tabel + 4 Gambar + 13 Lampiran

Latar Belakang: Sindrom metabolik merupakan sekumpulan penyimpangan

fungsi tubuh yang berupa obesitas sentral, tekanan darah tinggi, dislipidemia

(peningkatan kadar kolesterol terutama LDL, trigliserida, dan rendahnya kadar

HDL, DM). Prevalensi Sindrom Metabolik di dunia menyebutkan menurut data

epidemiologi tahun sebesar yaitu 20–25%. Prevalensi sindrom metabolik sangat

bervariasi oleh karena beberapa hal antara lain ketidakseragaman kriteria yang

digunakan, perbedaan etnis/ras, umur dan jenis kelamin. Tujuan penelitian ini

untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan sindrom metabolik pada

penderita DM tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.

Metode: Jenis penelitian ini desain studi Cross Sectional. Populasi studi adalah

penderita DM Tipe 2 yaitu menderita sindrom metabolik dan tidak menderita

sindrom metabolik. Metode yang digunakan adalah teknik Purposive Sampling

dengan analisis Uji Chi-Square.

Hasil: Variabel yang terbukti Indeks Massa Tubuh berhubungan dengan Sindrom

Metabolik pada penderita DM Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan

Lor Manguharjo adalah nilai ρ-value 0,000 < α 0,05 OR sebesar 20,0 dan (95% CI

= 6,5-61,1).

Kesimpulan: Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Penelitian ini menunjukkan

bahwa responden yang menderita DM Tipe 2 dengan disertai obesitas memiliki

kemungkinan lebih besar 20 kali lipat untuk menderita sindrom metabolik

dibandingkan dengan responden tidak obesitas.

Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, Sindrom Metabolik, Diabetes Mellitus

Kepustakaan : 61 (2000-2019)

Page 19: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

xix

Public Health Program

Health Science College of Bhakti Husada Mulia Madiun 2020

ABSTRACT

Gevino Valentina Widodo

The relationship between Body Mass Index and Metabolic Syndrome in

Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo

106 Pages + 12 Tables + 4 Pictures + 13 Appendixes

Background: Metabolic Syndrome is a set of deviation functions of the body in

the form of central obesity, high blood pressure, dyslipidemia (increased levels of

cholesterol especially LDL, triglyceride, and low HDL levels), and DM.

Metabolic syndrome is basically a pain condition that is characterized by a set of

abnormalities with a variety of consequences clinical if allowed to continue and

are not addressed early will lead to various degenerative diseases such as Diabetes

Mellitus. The purpose of this study is to determine the relationship between body

mass index and metabolic syndrome in type 2 DM patients in Posbindu Sagita

Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.

Method: This research used Cross Sectional study design. The population of this

study were the patients with Type 2 DM who is suffering from metabolic

syndrome and did not suffer from the metabolic syndrome. The method was

Purposive Sampling technique with the analysis of the Chi-Square Test.

Results: The Variables that proved by the Body Mass Index and associated with

Metabolic Syndrome in Type 2 DM patients in Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo were the value of the ρ-value of 0.000 < α 0.05 OR

by 20,0 and (95% CI = 6,5 to 61,1).

Conclusion: There is a relationship between Body Mass Index and the Metabolic

Syndrome in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. This study shows that

respondents who suffer from Type 2 diabetes with obesity are 20 times more

likely to suffer from metabolic syndrome than respondents who are not obesity.

Keywords : Body Mass Index, Metabolic Syndrome, Diabetes Mellitus

Bibliography : 61 (2000-2019)

Page 20: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh

pankreas yang tidak menghasilkan cukup insulin yang diproduksi secara efektif,

dan dapat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat. Diabetes

mellitus terjadi akibat kegagalan sel-sel beta pankreas untuk memproduksi insulin

yang cukup pada diabetes mellitus tipe 1 atau tubuh tidak dapat menggunakan

insulin secara efektif pada diabetes mellitus tipe 2. Penyakit diabetes mellitus

secara umum diakibatkan oleh konsumsi makanan yang tidak terkontrol atau

sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan tertentu. Diabetes mellitus

disebabkan oleh tidak cukupnya hormon insulin yang dihasilkan pankreas untuk

menetralkan gula darah dalam tubuh. Akibatnya pankreas tidak dapat

menghasilkan hormon insulin yang cukup untuk menetralkan gula darah (Pusat

Data & Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2018).

DM tipe 2 adalah jenis DM yang sering terjadi di masyarakat, biasanya

terjadi pada orang dewasa, akan tetapi kejadian DM tipe 2 pada anak-anak dan

remaja semakin meningkat (IDF, 2015). Pada DM tipe 2, sel-sel jaringan tubuh

dan otot penderita tidak peka terhadap insulin atau sudah resisten terhadap insulin

(resistensi insulin) (Krisnatuti, 2014).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2016, jumlah penderita

diabetes mellitus mengalami peningkatan dari 108 juta penduduk pada tahun 1980

menjadi 422 juta penduduk pada tahun 2016. Menurut International Diabetes

Page 21: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

2

Federation (IDF) pada tahun 2017 prevalensi DM di dunia mencapai 424,9 juta

jiwa dan diperkirakan akan mencapai 628,6 juta jiwa pada tahun 2045 yang

berusiaantara 20-79 tahun. Diabetes mellitus hingga saat ini masih menjadi

masalah kesehatan di dunia. Jumlah penyandang DM dari tahun ke tahun

cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan

jumlah populasi, usia, prevalensi obesitas dan penurunan aktivitas fisik (Puji,

2015).

Menurut data dari organisasi kesehatan di dunia World Health

Organisation (WHO), Di Indonesia merupakan negara dengan penderita DM

terbanyak ke enam di dunia dengan jumlah penderita DM mencapai 10,3 juta

jiwa. Indonesia dengan kejadian diabetes paling tinggi di bawah China, India,

USA, Brazil, Rusia, dan Meksiko. Diperkirakan angka tersebut akan terus

mengalami kenaikan hingga mencapai 16,7 juta jiwa pada tahun 2045 (IDF,

2017).

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam

peringkat 10 besar prevalensi Diabetes se-Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas

jumlah penderita diabetes di Jawa Timur tahun 2013-2018 telah meningkatyang

sebelumnya 6,9% tahun 2013 telah meningkat menjadi 10,9% penderita pada

tahun 2018 (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Madiun tahun 2017 pengamatan

penyakit berpotensi KLB dan penyakit tidak menular (PTM) yang diamati

puskesmas terdapat suatu pola dan trend penyakit pada diabetes mellitus sebesar

15,034 kasus dimana penyakit diabetes mellitus berada di 10 peringkat trend

Page 22: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

3

penyakit dan penyakit diabetes mellitus telah menempati urutan ke-3. (Profil

Kesehatan Kota Madiun, 2017).

Berdasarkan data yang didapatkan di Puskesmas Manguharjo Kota Madiun

angka kejadian diabetes mellitus masih tinggi dilihat dari tahun ke tahun telah

meningkat, dihitung pada tahun 2017 terdapat 1.511 kasus penderita diabetes

melitus, tahun 2018 naik 1.919 kasus penderita diabetes mellitus, dan terhitung

tahun 2019 sudah tercatat 267 kasus penderita diabetes mellitus, dimana total

keseluruhan kasus penderita diabetes mellitus di hitung dari tahun 2017-2019

adalah 3.697 kasus yang tersebar di 4 kelurahan yaitu Manguharjo, Nambangan

Lor, Nambangan Kidul, dan Winongo (Laporan PTM Puskesmas Manguharjo,

2019).Dari 4 kelurahan tersebut hasil laporan dari posbindu terdapat kasus

kejadian diabetes mellitus tipe 2 yang paling tinggi yaitu pada kelurahan

Nambangan Lor terdapat 109 orang yang menderita diabetes mellitus tipe 2.

(Laporan Posbindu Puskesmas Manguharjo, 2019).

Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) adalah kegiatan monitoring dan

deteksi dini faktor resiko PTM terintegrasi (Penyakit jantung dan pembuluh darah,

diabetes, penyakit paru obstruktif akut dan kanker) serta gangguan akibat

kecelakaan dan kekerasan dalam rumah tangga yang dikelola oleh masyarakat

melalui pembinaan terpadu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia (2016), dalam rangka mengendalikan penyakit tidak menular,

khususnya hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan kanker, dilakukan kegiatan

yaitu peningkatan deteksi dini faktor resiko PTM melalui posbindu. Melalui 5

posbindu yang terdapat pada kelurahan Nambangan Lor agar mampu

Page 23: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

4

mengendalikan penyakit seperti diabetes mellitus agar rutin mengecek kadar gula

darah dapat dilakukan dengan cara mengatur konsumsi makanan yang

mengandung lemak, olahraga, penggunan obat penurun kadar gula darah, serta

pengobatan alternative.

Penyakit DM memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhi yaitu

faktor yang tidak dapat diubah dan dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah

usia, riwayat keluarga, jenis kelamin. Faktor yang dapat diubah obesitas, aktivitas

fisik, pola makan, stres, hipertensi (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan Kemenkes

2018 penyakit DM lebih sering menyerang usia ≥40 tahun, karena produksi

insulin mulai berkurang. Selain itu, aktivitas sel-sel otot juga mulai menurun. Hal

ini berkaitan dengan peningkatan kadar lemak di otot sehingga glukosa lebih sulit

digunakan menjadi energi untuk beraktivitas. Hal tersebut yang menyebabkan usia

≥40 mudah terkena penyakit kronis seperti diabetes melitus tipe 2 (Nur

Syamsiyah, 2017). Diabetes Melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit

terbanyak yang terdapat di masyarakat. Dengan adanya Posbindu ini, penyakit

diabetes melitus dapat dikontrol, karena dilakukan pemeriksaan kadar gula darah.

Selain dilakukan pengukuran kadar gula darah, dalam kegiatan Posbindu juga

rutin diadakan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan dan juga pengukuran

lingkar perut.

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan nilai yang diambil dari perhitungan

hasil bagi antara berat badan (BB) dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi

badan (TB) dalam meter (Dhara & Chatterjee, 2015). IMT hingga saat ini dipakai

secara luas untuk menentukan status gizi seseorang, khususnya yang berkaitan

Page 24: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

5

dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Menurut Depkes RI tahun 2013,

Seseorang dikategorikan overweight jika IMT ≥ 23 dan obesitas jika IMT ≥ 25.

Orang dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) berlebih memiki risiko DM lebih besar

dibandingkan risiko penyakit lain. Obesitas yang diukur dari IMT dan lingkar

pinggang dikatakan sebagai faktor utama berkembangnya resistensi insulin pada

DM Tipe 2. Sekitar 70% penderita Diabetes Mellitus adalah overweight dan lebih

dari 50% pasien dengan obesitas mengalami penurunan toleransi glukosa.

Menurut Nurses Healthy Study dalam Syahbudin dalam Wiardani (2010),

peningkatan berat badan merupakan indikator kuat bagi risiko DM Tipe 2, dimana

peningkatan BB >20 kg setelah usia 18 tahun meningkatkan risiko DM hingga 12

kali dan risiko meningkat menjadi 61 kali lebih besar jika BMI diatas 35 kg/m2.

Sindrom metabolik (SM) merupakan sekumpulan penyimpangan fungsi

tubuh yang berupa obesitas sentral, tekanan darah tinggi, dislipidemia

(peningkatan kadar kolesterol terutama LDL, trigliserid, dan rendahnya kadar

HDL), gangguan resistensi insulin maupun diabetes mellitus (Lingga, 2012).

Seseorang dikatakan mengalami sindrom metabolik apabila seseorang memiliki

≥3 dari 5 kriteria yang adakriteria yaitu kadar glukosa darah puasa, profil lipid

(trigliserid dan kolesterol HDL), tekanan darah dan lingkar pinggang.

Menurut Sandra Rini (2015) Seseorang dikatakan menderita sindrom

metabolik apabila terdapat 3 dari 5 kriteria, yaitu obesitas sentral (lingkar perut ≥

90 sentimeter untuk pria Asia dan ≥ 80 sentimeter untuk wanita Asia), trigliserida

≥ 150 mg/dL atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliserida, kolesterol

high densitylipoprotein (HDL) < 40 mg/dL pada pria dan < 50 mg/dL pada wanita

Page 25: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

6

atau sedang dalam pengobatan untuk meningkatkan kadar kolesterol HDL,

tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau diastolik ≥ 85 mmHg atau sedang dalam

pengobatan untuk hipertensi, dan gula darah puasa ≥ 100 mg/dl atau diabetes

melitus tipe 2 (Sandra R, 2015).

Prevalensi Sindrom Metabolik di dunia menyebutkan menurut data

epidemiologi tahun 2015 sebesar yaitu 20–25%. Prevalensi sindrom metabolik

sangat bervariasi oleh karena beberapa hal antara lain ketidakseragaman kriteria

yang digunakan, perbedaan etnis/ras, umur dan jenis kelamin. Walaupun demikian

prevalensi SM cenderung meningkat karena meningkatnya prevalensi obesitas

maupun obesitas sentral. Penelitian terhadap urban Brazil ditemukan prevalensi

SM lebih tinggi pada pria muda dibanding wanita. Namun seiring dengan

pertambahan umur, prevalensinya meningkat pada wanita. Faktor resiko SM

meliputi gaya hidup (pola makan, merokok, aktivitas fisik), genetik, sosial

ekonomi (Sandra R, 2015).

Berdasarkan data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI)

bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% (Kembuan, Kandou, and

Kaunang, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh National Cholesterol Education

Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menyebutkan bahwa

prevalensi sindrom metabolik pada laki-laki lebih besar daripada perempuan,

yaitu 9,1% dibanding 3,7%. Berdasarkan penelitian pada kelompok usia 25-65

tahun yang dilakukan oleh Sirait tahun 2014 menyatakan sebesar 18,7%

mengalami sindrom metabolik. Berdasarkan berbagai penelitian tersebut dapat

Page 26: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

7

dilihat bahwa prevalensi sindrom metabolik cukup tinggi di dunia termasuk di

Indonesia khususnya pada kelompok usia produktif (Sirait, 2014).

Hasil penelitian Mega dkk menyatakan responden yang mengalami

sindrom metabolik dan mengalami komplikasi sebesar 80% sedangkan yang

mengalami sindrom metabolik dan tidak mengalami komplikasi sebesar 20%.

Sindrom Metabolik ini pada dasarnya merupakan kondisi prasakit yang ditandai

dengan sekumpulan kelainan dengan berbagai konsekuensi klinis yang apabila

dibiarkan berlanjut dan tidak ditangani sejak dini akan mengakibatkan berbagai

penyakit degeneratife seperti Diabetes Mellitus. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya membuktikan bahwa Sindroma Metabolik meningkatkan

risiko timbulnya DM tipe 2 dan apabila tidak ditangani dengan baik dapat

menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronis, baik makrovaskuler maupun

mikrovaskuler pada penderita Diabetes Mellitus. Sindroma Metabolik yang terjadi

pada pasien penderita DM Tipe 2 apabila tidak ditangani dengan baik dapat

menyebabkan komplikasi kronis, baik komplikasi makrovaskuler maupun

mikrovaskuler. Tindakan pengendalian penyakit diabetes mellitus dalam

mencegah terjadinya komplikasi sangat diperlukan khususnya dengan menjaga

tingkat gula darah pasien sedekat mungkin dengan normal.

Status metabolik pada pasien Diabetes Mellitus (Sugiani, 2011) yang

menyatakan bahwa meningkatnya kejadian sindrom metabolik dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi. Diperjelas lagi oleh Lingga (2012) yang

mengatakan bahwa peningkatan tekanan darah, penumpukan lemak perut,

Page 27: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

8

keseimbangan lemak darah terganggu merupakan deretan gejala akibat resistensi

insulin yang dapat menyebabkan komplikasi.

Berdasarkan dari hasil uraian di atas sebelumnya belum banyak dilakukan

penelitian-penelitian mengenai hubungan indeks masa tubuh dengan sindrom

metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Maka dari itu, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul tentang “Hubungan Indeks Masa

Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan yang telah diuraikan diatas maka peneliti merumuskan

masalah yaitu “Apakah ada Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengindentifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT) penderita DM Tipe 2

di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.

Page 28: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

9

2. Untuk mengindentifikasi sindrom metabolik penderita DM Tipe 2 di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.

3. Untuk menganalisa Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita

Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Puskesmas Manguharjo

Memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat pada institusi serta

memberikan wawasan bagi institusi tentang hubungan indeks masa tubuh dengan

sindrom metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2 sehingga dapat

dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya.

1.4.2 Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan bacaan dan referensi bagi

mahasiswa khususnya mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk melakukan

penelitian selanjutnya dan meningkatkan pengetahuan mengenai hubungan indeks

masa tubuh dengan sindrom metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada

masyarakat, khususnya penderita sindrom metabolik, mengenai hubungan indeks

massa tubuh dengan sindrom metabolik di Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo.

Page 29: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

10

1.4.4 Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu

yang diperoleh selama pendidikan, memberikan tambahan pengetahuan dapat

serta mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah didapatkan dari hasil penelitian ini

nantinya dapat untuk diimplementasikan dalam dunia kerja.

1.5 Keaslian Penelitian

Telah dilakukan upaya penelusuran pustaka dan tidak dijumpai adanya

penelitian atau publikasi sebelumnya yang telah menjawab permasalahan

penelitian tentang hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan sindrom

metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Adapun dijumpai penelitian

yang mirip terutama dalam segi variabel penelitian akan dijelaskan dalam tabel

dibawah ini:

Page 30: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

11

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian yang berhubungan

No Nama

Penelitian Judul Penelitian

Tahun

Penelitian

Variabel

Penelitian

Desain

Penelitian Hasil Penelitian

1. Liu Bo, Liu

Bowei

Hubungan antara indeks

kebulatan tubuh dansindrom

metabolik pada diabetes tipe 2

2019 1. Indeks Kebulatan

Tubuh DM

2. Sindrom

Metabolik DM

Cross

Sectional

Indeks Kebulatan Tubuh (BRI) ada

hubungannya dengan sindrom metabolik

pada pria dan wanita setelah

menyesuaikan riwayat DM, dan indeks

massa tubuh (P<0,05) dengan

menggunakan uji chi-square

2. Hutami Rieny Hubungan status gizi dan

sindrom metabolik dengan

kejadian komplikasi pasien

diabetes mellitus tipe 2

2017 1. Status Gizi DM

2. Sindrom

Metabolik DM

Cross

Sectional

Bahwa ada hubungan antara sindrom

metabolik dengan kejadian komplikasi

pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan tidak

ada hubungan antara status gizi dengan

kejadian komplikasi pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan menggunakan uji

chi-square

3. Sihombing

Marice

Hubungan komponen sindrom

metabolik dengan risiko

diabetes melitus tipe 2

2015 Komponen sindrom

metabolik dm tipe 2

Cross

Sectional

Sindrom metabolik berisiko 7,17 kali

lebih besar untuk terjadinya DM. Risiko

untuk terjadinya DM akan meningkat

yang memiliki 5 komponen SM dengan

yang tidak, dengan menggunakan uji chi-

square

4. Fadillah

Amalia

Hubungan antara gaya hidup

dan kejadian sindrom

metabolik pada karyawan

berstatus gizi obesitas

2017 1. Gaya Hidup

2. Sindrom

Metabolik

Cross

Sectional

Terdapat hubungan antara gaya hidup dan

kejadian sindrom metabolik pada status

gizi pada obesitas dengan menggunakan

uji chi-square

Page 31: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

12

No Nama

Penelitian Judul Penelitian

Tahun

Penelitian

Variabel

Penelitian

Desain

Penelitian Hasil Penelitian

5. Umiana

Soleha

Hubungan sindrom metabolik

dengan penyakit

kardiovaskuler

2016 1. Penyakit

Kardiovaskuler

2. Sindrom

Metabolik

Cross

Sectional

Bahwa ada hubungan nya sindrom

metabolik dengan penyakit kardiovaskuler

dengan menggunakan uji chi-square

6. Muhammad

Fahad

Hubungan pola makan dengan

metabolik syndromedan

gambaran aktivitas fisik

2015 1. Pola Makan

2. Aktivitas Fisik

3. Sindrom

Metabolik

Cross

Sectional

Bahwa ada hubungan pola makan dan

aktivitas fisik dengan kejadian sindrom

metabolik dengan menggunakan uji chi-

square

Perbedaan Penelitian

Terdapat pada perbedaan penelitian yaitu:

1. Variabel yang diteliti pada penelitian ini yaitu dengan variabel independent yaitu indeks massa tubuh dan variabel dependent

yaitu sindrom metabolik.

2. Lokasi penelitian.

3. Responden / subjek yang diteliti.

Page 32: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sindrom Metabolik

2.1.1 Pengertian Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik merupakan sekumpulan gangguan metabolisme yang

saling berkaitan dan mengarah terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti

penyakit kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes melitus tipe 2 (DM2). Dengan

maksud, sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik,

bukan nama sebuah penyakit, namun dapat menjadi indikator akan terjadinya

penyakit yang berkaitan dengan pembuluh darah (Anggraeni, D. 2007).

Berdasarkan National Cholesterol Education Program Third Adult

Treatment Panel (NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik memiliki kriteria sebagai

berikut: 1). Obesitas abdominal, peningkatan kadar trigliserida darah, penurunan

kadar kolesterol HDL, peningkatan tekanan darah (atau sedang memakai obat anti

hipertensi, peningkatan glukosa darah puasa (atau sedang memakai obat anti

diabetes). Seseorang dikatakan menderita sindrom metabolik ketika didapatkan

minimal 3 kriteria positif beresiko diantara 5 kriteria yang telah diukur (Adult

Treatment Panel III. 2001).

2.1.2 Epidemiologi

Data epidemiologi menyebutkan prevalensi sindrom metabolik dunia

adalah 20-25%. Menurut Cammeron, hasil penelitian di Perancis menemukan

prevalensi sindrom metabolik sebesar 23% pada pria dan 21% pada wanita.

Prevalensi sindrom metabolik pada populasi masyarakat perkotaan di China yaitu

Page 33: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

14

14% - 16% dan secara terus menerus mengalami peningkatan. Dari data

Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan prevalensi SM

sebesar 13,13%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Cholesterol

Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III), diketahui bahwa

prevalensi sindroma metabolik pada laki-laki lebih besar daripada perempuan,

yaitu 9,1% dibanding 3,7% (Zahtamal, 2014).

Diperkirakan juga bahwa paling kurang 47 juta orang Amerika akan

menderita sindrom metabolik pada tahun 2010. Di Indonesia, penelitian mengenai

prevalensi sindrom metabolik sangat bervariasi, di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

didapatkan bahwa dari 100 orang, 29% memenuhi kriteria WHO dan 31%

memenuhi kriteria ATP III menderita sindrom metabolik. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Dwipayana, dkk, yang menggunakan kriteria sindroma metabolik

baru berdasarkan statement bersama dari International Diabetes Federation

(IDF), National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), World Health

Federation (WHF), International Atherosclerosis Society (IAS), dan American

Heart Association (AHA), didapatkan prevalensi sindroma metabolik yang sedikit

berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan kriteria WHO, NCEP

ATP III maupun IDF, di mana pada penelitian ini didapatkan prevalensi sindrom

metabolik sebesar 18,2%.

Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan

berat badan. Karena populasi penduduk lebih dari separuh mempunyai berat

badan lebih atau gemuk, diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok

sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik

Page 34: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

15

juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.

WHO memperkirakan sindrom metabolik banyak ditemukan pada beberapa

kelompok etnis, termasuk beberapa etnis di Asia-Pasifik, seperti India, Cina,

Aborigin, Polinesia dan Micronesia.

2.1.3 Patofiologi Sindrom Metabolik

Etiologi sindrom metabolik belum dipahami seluruhnya, akan tetapi

resistensi insulin dan hiperinsulinemia diduga menjadi penyebab berkembangnya

sindrom metabolik dan berperan dalam patogenesis masing-masing

komponennya. Walaupun resistensi insulin tampak mempunyai peranan penting

dalam mekanisme yang mendasari sindrom metabolik, tidak seluruh individu

dengan resistensi insulin berkembang menjadi sindrom metabolik. Hal ini

menunjukkan bahwa faktor lain mungkin berkontribusi dalam patogenesis

sindrom metabolik. Obesitas, khususnya obesitas abdominal atau viseral, mediator

inflamasi, adipositokin, kortisol, stres oksidatif, predisposisi genetik, dan

karakteristik gaya hidup seperti aktivitas fisik dan diet diduga terlibat dalam

patofisiologi sindrom metabolik.

Asupan kalori yang berlebihan dan gaya hidup kurang gerak menyebabkan

kelebihan energi disimpan sebagai lemak. Depot jaringan lemak mempunyai

fungsi metabolic yang berbeda. Lemak viseral (dibandingkan dengan lemak),

ukuran partikel kolesterol (LDL/HDL) yang lebih kecil, dan peningkatan jumlah

partikel kolesterol (LDL dan VLDL) berkaitan dengan resistensi insulin yang

lebih tinggi. Pada individu yang rentan, ketidakmampuan sel ß untuk

mengompensasi resistensi insulin mengakibatkan hipoinsulinemia relatif,

Page 35: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

16

peningkatan aktivitas hormon sensitif lipase, dan lipolisis trigliserida berlebihan

dari adiposit, terutama yang berasal dari lemak abdominal, dengan pelepasan

asam lemak bebas/free fatty acids (FFA) berlebihan.

Asam lemak bebas yang berlebihan masuk ke dalam hati melalui sirkulasi

portal untuk disimpan sebagai trigliserida dan merangsang hati untuk membentuk

VLDL yang selanjutnya mengakibatkan hipertrigliseridemia. Pertukaran

trigliserida dari kolesterol dengan cholesteryl ester dari kolesterol HDL yang

dimediasi oleh cholesteryl ester transfer protein, selanjutnya menghasilkan klirens

HDL yang cepat. Kelebihan trigliserida juga akan ditransfer ke LDL yang

kemudian menjadi substrat untuk enzim hepatik lipase. Proses lipolisis trigliserida

tersebut selanjutnya menghasilkan partikel LDL berukuran kecil (small dense

LDL). Small dense LDL bersifat lebih aterogenik dibandingkan sub kelas LDL

yang lebih besar serta lebih rentan terhadap oksidasi dan penyerapan ke dalam

dinding pembuluh darah arteri. Secara klinis, dislipidemia pada obesitas

ditunjukkan sebagai hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL yang rendah, dan

peningkatan LDL/kolesterol LDL. Peningkatan aliran FFA ke jaringan perifer

juga menghambat sinyal insulin. Adanya resistensi insulin hepatik dan jumlah

FFA yang besar menyebabkan proses glukoneogenesis meningkat yang

berkontribusi terhadap hiperglikemia. Resistensi insulin mioselular juga

mengakibatkan penurunan penggunaan glukosa perifer. Sejalan dengan waktu, sel

ß pankreas berusaha melakukan dekompensasi terhadap peningkatan kebutuhan

insulin dalam mengatasi resistensi insulin yang akhirnya mengakibatkan DMT2.

Penyebab hipertensi adalah multifaktorial, yaitu: (1) disfungsi endotel yang

Page 36: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

17

disebabkan oleh FFA dan diperantarai oleh reactive oxygen species (ROS), (2)

hiperinsulinemia yang diinduksi oleh aktivasi sistem saraf pusat, (3) sitokin yang

diperoleh dari jaringan lemak, dan (4) hiperaktivitas sistem renin-angiotensin-

aldosteron (RAA) pada obesitas (Melita dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia,

2014)

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindrom Metabolik

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap terjadinya

sindrom metabolik. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor yang

dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Untuk faktor yang tidak dapat

diubah yaitu umur, jenis kelamin, genetik, sedangkan overwight, aktivitas fisik,

kebiasaan merokok, stress dan depresi, azupan gizi, sosial ekonomi merupakan

faktor yang dapat diubah sebagai berikut:

Faktor yang tidak dapat diubah sebagai berikut:

1. Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak diahirkan atau diadakan

(Soetardjo, 2011). Seiring dengan peningkatan umur, prevalensi sindrom

metabolic semakin meningkat. Usia lanjut dianjurkan untuk mengkonsumsi

karbohidrat kurang dari 60% dari total energi sebab peningkatan konsumsi

karbohidrat akan meningkatkan resistensi insulin terutama dalam populasi

usia lanjut.

2. Faktor Genetik

Faktor genetik yang dimaksud adalah penyakit genetik atau kelainan

genetik, yaitu penyimpangan dari sifat umum atau sifat rata-rata manusia,

Page 37: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

18

serta merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor-

faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia.

Faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian sindrom metabolik. Hal

tersebut terjadi karena setiap komponen sindrom metabolik baik obesitas,

resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia keberadaannya dapat

disebabkan karena faktor genetik. Sebagai contoh pada komponen resistensi

insulin dipengaruhi interaksi yang komplek antara gen dan lingkungan.

Komponen khusus dari sindrom metabolik dipengaruhi secara kuat oleh

lingkungan dan sebagian lainnya dipengaruhi oleh genetik (Wang, 2012).

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah penentuan kesadaran, sikap, dan kepercayaan

terhadap gender laki-laki atau perempuan secara cultural (Soewondo dan

Pramono, 2011). Pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi sindrom

metabolik hampir sama antara pria dan wanita. Namun prevalensi untuk pria

lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hal tersebut disebabkan pria

mempunyai lingkar pinggang yang lebih besar dibandingkan wanita yang

merupakan salah satu tanda adanya obesitas sentral.

Faktor yang dapat diubah sebagai berikut:

1. Overwight

Overweight adalah kondisi tubuh dengan Indeks Massa Tubuh lebih dari

25kg/m2. Risiko DM meningkat bersamaan dengan peningkatan berat badan

(Nadeau & Dabelea, 2008). Menurut KemenKes (2014) yang bersumber dari

Riskesdas tahun 2013, proporsi faktor risiko kegemukan atau berat badan

Page 38: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

19

berlebih (overweight) pada kelompok usia di atas 16-18 tahun adalah 5,7%,

dan 11,5% pada kelompok usia diatas 18 tahun. Data tersebut juga

menunjukkan proporsi faktor risiko kegemukan pada usia dibawah 15 tahun

cukup tinggi yakni sebesar 20,6%. Obesitas disebabkan oleh dua faktor yaitu

adanya peningkatan asupan makanan dan penurunan pengeluaran energi.

Untuk menjaga berat badan yang stabil diperlukan keseimbangan antara

energi yang masuk dan energi yang keluar. Hal yang menjadi masalah adalah

bahwa ternyata sangat sulit bagi seseorang untuk mengatur asupan dan

pengeluaran energinya. Namun tidak diragukan lagi bahwa obesitas adalah

stimulator utama untuk terjadinya berbagai penyakit terutama sindrom

metabolik.

2. Asupan Gizi

Konsumsi tinggi karbohidrat > 60 % dari total kalori yang dikonsumsi

meningkatkan risiko sindrom metabolik. Konsumsi tinggi karbohidrat

meningkatkan kadar trigliserida yang merupakan salah satu kriteria sindrom

metabolik. Hasil penelitian Esmaillzadeh (2006) di Tehran Iran diperoleh

bahwa konsumsi sayur yang tinggi dihubungkan dengan rendahnya risiko

kejadian sindrom metabolik. Tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi

buah dengan rendahnya kadar kolesterol HDL.

3. Stres dan Depresi

Stres adalah respon fisik dan psikologis terhadap tekanan (stressor), dan

merupakan faktor risiko yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan

seseorang. Stres dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti

Page 39: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

20

tekanan pekerjaan, menganggur, masalah keuangan, penyakit, penyakit pada

anggota keluarga, putus hubungan, dan hadirnya atau meninggalnya salah

satu anggota keluarga.

4. Merokok

Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalence

Study menunjukkan bahwa mereka yang merokok 20 batang atau lebih

perhari mengalami penurunan HDL sekitar 11% untuk laki-laki dan 14%

untuk perempuan, dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Orang

yang merokok 20 batang atau lebih perhari dapat meningkatkan efek dua

faktor utama risiko yaitu hipertensi dan hiperkolesterol. Risiko kejadian

penyakit kardiovaskuler secara signifikan 3 kali lebih besar pada orang yang

merokok dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dan juga 3 kali

lebih besar pada orang yang merokok kretek. Aktivitas fisik dapat

meningkatkan metabolik ratesehingga dapat membantu mengontrol berat

badan namun, perokok cenderung untuk kurang beraktivitas dibanding yang

tidak merokok.

5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Inaktivitas fisik telah

diidentifikasi sebagai faktor resiko terbesar pada urutan ke-4 yang mengarah

kepada kematian di dunia sekitar 6% dari kematian di dunia (WHO, 2013).

Pada wanita, penurunan aktifitas fisik meningkatkan risiko 2 kali lipat

sindrom metabolik. Aktivitas fisik merupakan faktor yang menentukan

Page 40: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

21

perkembangan sindrom metabolik sebab mempengaruhi obesitas dan

distribusi lemak serta proses inflamasi yang berhubungan dengan risiko

penyakit kardiovascular pada usia lanjut. Aktivitas fisik tingkat moderat dapat

menurunkan tekanan darah secara signifikan pada pasien hipertensi esensial

ringan hingga sedang. The Pawtucket Study menyebutkan bahwa terdapat

hubungan signifikan antara aktivitas fisik dan peningkatan kadar HDL. Selain

itu aktivitas fisik juga berperan pada peningkatan sensitivitas reseptor insulin

sehingga mencegah resistensi insulin.

6. Sosial Ekonomi

Peningkatan pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi

tertentu, terutama diperkotaan menyebabkan adanya perubahan pola makan

dan pola aktivitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah populasi

obesitas yang merupakan faktor risiko sindrom metabolik.

2.1.5 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

Hingga saat ini ada 3 definisi SM yang telah di ajukan, yaitu definisi

World Health Organization (WHO), NCEP ATP–III dan International Diabetes

Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama

dengan penentuan kriteria yang berbeda. Pada tahun 1988, Alberti dan Zimmet

atas nama WHO menyampaikan definisi SM dengan komponen – komponennya

antara lain:

1. Gangguan pengaturan glukosa atau diabetes.

2. Resistensi insulin.

3. Hipertensi.

Page 41: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

22

4. Dislipidemia dengan trigliserida plasma >150 mg/dL dan/atau kolesterol high

density lipoprotein (HDL– C) <35 mg/dL untuk pria; <39 mg/dL untuk

wanita.

5. Obesitas sentral (laki–laki: waistto–hip ratio >90; wanita: waist–to– hip ratio

>85) dan/atau indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2; dan

6. Mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio

albumin/kreatinin >30 mg/g).

Sindrom metabolik dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama

dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut, Jadi kriteria

WHO 1999 menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes

mellitus, dan atau resitensi insulin yang disertai sedikitnya 2 faktor risiko lainya

itu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminaria.

Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP–

ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati,

antara lain: lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm; hipertrigliseridemia

(kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL–C <40 mg/dL untuk pria, dan

<50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah >130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah

puasa >110 mg/dL. Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas

central menjadi indikator utama terjadinya SM sebagai dasar pertimbangan

dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh IDF tahun 2005 (IDF, 2005). Seseorang

dikatakan menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar perut >90 cm untuk pria

Asia dan lingkar perut >80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor

berikut:

Page 42: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

23

1. Trigliserida >150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk

hipertrigliseridemia;

2. HDL–C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan <50 mg/dL (1,29 mmol/L)

pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL–C;

3. Tekanan darah: sistolik >130 mmHg atau diastolik >85 mmHg atau sedang

dalam pengobatan hipertensi;

4. Gula darah puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2.

Hingga saat ini masih ada kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator

SM yang terbaru tersebut.

Kriteria diagnosis NCEP–ATP III menggunakan parameter yang lebih mudah

untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan lebih

mudah mendeteksi sindroma metabolik. Yang menjadi masalah adalah dalam

penerapan kriteria diagnosis NCEP– ATP III adalah adanya perbedaan nilai

“normal” lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis. Oleh karena itu pada tahun

2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang Asia ≥ 90 cm pada pria

dan wanita ≥ 80 cm sebagai batasan obesitas central (Sandra R, 2015). Adapun

kriteria diagnosis yang ditetapkan menurut WHO, ATP III dan IDF sebagai

berikut:

Page 43: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

24

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

Unsur SM WHO ATP III IDF

Hipertensi TD ≥ 140/90

mmHg atau

riwayat terapi anti

hipertensif

TD ≥ 130/85

mmHg atau

riwayat terapi anti

hipertensif

TD sistolik ≥ 130

mmHgTD diastolik

≥ 85 mmHg

Dislipdemia Plasma TG ≥150

mg/dL, HDL-C

L < 40 mg/dL

P< 50 mg/Dl

Plasma TG ≥ 150

mg/dL dan atau

HDL-C

L < 35 mg/dL

P< 40 mg/dL

Plasma TG≥150

mg/dL HDL-C

L < 40 mg/dL

P < 50 mg/dL atau

dalam pengobatan

dyslipidemia

Obesitas

Sentral

Waist to hip ratio:

Laki-laki: > 0,9

Wanita: > 0,85

atauIMB >30

Kg/m

Lingkar perut:

Laki-laki: 102 cm

Wanita : >88 cm

Lingkar perut:

Laki-laki: ≥90 cm

Wanita: ≥80 cm

Kadar

glukosa

darah

tinggi

Toleransi glukosa

terganggu, glukosa

puasa terganggu,

resistensi insulin

atau Diabetes

Melitus

≥ 110 mg/dl GD puasa ≥ 100

mg/dL atau diagnosis

DM tipe 2

Lain-lain Mikroalbuminuri

≥20 μg/menit (rasio

albumin: kreatinin ≥

30)

Sumber: World Health Organization, 2000. NCEP-ATP III. IDF, 2005.

2.1.6 Pengukuran Komponen Sindrom Metabolik

1. Lingkar Perut/Pinggang

Pengukuran antropometri lingkar perut dilakukan dengan menggunakan

pita ukur atau medline. Adapun cara pengukurannya menurut Riskesdas 2013

adalah:

Page 44: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

25

a. Menetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.

b. Menetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal panggul.

c. Menetapkan titik tengah antara titik tulang rusuk terakhir, titik ujung

lengkung tulang pangkal panggul dan ditandai titik tengah tersebut

dengan alat tulis.

d. Responden berdiri tegak dan bernafas normal.

e. Menarik pita meter mulai dari titik tengah, kemudian secara sejajar

horizontal melinggari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah

diawal pengukuran mendekati 0,1 cm.

f. Bila responden mempunyai perut gendut bawah, pita ukur dilingkarkan

mulai dari bagian yang paling buncit berakhir pada titik tengah tersebut.

2. Tekanan Darah

Adapun cara pengukurannya menurut Riskesdas (2013) adalah:

a. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden sebaiknya

menghindar kegiatan aktivitas fisik seperti olahraga, merokok, dan

makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk

beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran.

b. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres.

c. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi

kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan

responden diatas meja sehingga manset yang sudang terpasang sejajar

dengan jantung responden.

Page 45: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

26

d. Singsingkan lengan bajur esponden, memintanya untuk tetap duduk tanpa

banyak bergerak, dan tidak berbicara pada saat pengukuran.

e. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka

ke atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa manset.

f. Pasang manset pada lengan kanan responden dengan posisi kain

halus/lembut ada di bagian dalam dan D-ring (besi) tidak menyentuh

lengan, masukkan ujung manset melalui D-ring dengan posisi kain

perekat di bagian luar. Ujung bawah manset terletak kira-kira 1-2 cm di

atas siku. Posisi pipa manset harus terletak sejajar dengan lengan kanan

responden dalam posisi lurus dan relaks.

g. Tarik manset dan kencangkan melingkari lengan kanan responden. Tekan

kain perekat secara benar pada kain bagian luar manset. Pastikan manset

terpasang secara nyaman pada lengan kanan responden.

h. Tekan tombol “start”, pada layar akan muncul angka 888 dan semua

simbol.

i. Selanjutnya semua simbol gambar hati akan berkedip-kedip, sampai

denyut tidak terdeteksi dan tekanan udara dalam manset berkurang,

angka sistolik, distolik dan denyut nadi akan muncul.

j. Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya

antara 2 menit dengan melepas manset pada lengan. Pengukuran pertama

dan kedua dijumlahkan dan dibagi dua dan atat hasil pengukuran.

Page 46: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

27

3. Kadar Kolesterol HDL dan Kadar Trigliserida

Cara mengukur kadar kolesterol dapat dilakukan dengan melakukan

pemeriksaan di laboratorium ataupun dengan cara mengukur kolesterol secara

mandiri menggunakan cholesterol meter (alat ukur kolesterol). Hasil yg

didapatkan dari pengukuran dapat di klasifikasikan apakah kadar kolesterol

total pasien yg dilakukan pemeriksaan dalam rentang bagus, batang ambang

atas, ataupun tinggi (Mumpuni & Wulandari, 2011). Ketika akan dilakukan

pemeriksaan kolesterol, pasien biasanya diminta untuk melakukan puasa 10

jam sebelumnya, namun menurut studi yang dimuat dalam Archives of

Internal Medicine menyatakan bahwa puasa sebenarnya tidak diperlukan

karena orang yang melakukan puasa ataupun tidak hasilnya tidak jauh

berbeda

Pengukuran kadar trigliserida yang dapat diukur dengan menggunakan

sprektrofotometer. Motode pemeriksaan trigelisida adalah metode enzim atis

kolorimetri GPO-PAP (Glyserol Peroxidase Phospat Acid) (Sugiarto, 2012).

4. Kadar Gula Darah

Pengukuran kadar gula darah dalam penelitian ini menggunakan alat

glucometer. Alat ini bekerja dengan cara membaca elektron yang dihasilkan

dari proses pemecahan glukosa menjadi glukagon. Proses pemecahan ini

dilakukan oleh enzim glukosa oksidase yang terdapat dalam strip glucometer

dengan cara oksidasi. Semakin banyak glukosa dalam darah yang teroksidasi

menjadi glukagon, maka semakin banyak elektron yang dihasilkan sehingga

semakin tinggi nilai yang terbaca di alat. (Anani, S. 2012).

Page 47: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

28

2.2 Konsep Diabetes Melitus (DM)

2.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Menurut KemenKes (2014), DM atau disebut diabetes melitus saja

merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pancreas tidak

memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang

diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan

kadar gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam

darah (hiperglikemia). Menurut American Diabetes Association (ADA) (2012)

adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi kerana kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau

keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf

dan pembuluh darah. Menurut Maxine, Stephan J. dan Michael W. (2016), DM

adalah penyakit metabolik karena adanya masalah pada pengeluaran insulin, aksi

insulin atau keduanya.

Menurut WHO (2016), diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang

terjadi ketika pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup atau ketika

tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Klasifikasi

Diabetes Melitus dibagi menjadi empat tipe yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM

kehamilan (gestasional), dan DM tipe lainnya. DM tipe 2 dimulai dengan

dominan resistensi insulin disertai difisiensi insulin relatif sampai yang dominan

defek sekresi insulin disertai resistensi insulin (PERKENI, 2015).

Page 48: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

29

Diabetes melitus tipe 2 disebut juga sebagai noninsulin-dependent

diabetes, yaitu diabetes yang tidak tergantung pada insulin, kebanyak terjadi di

usia >40 tahun. Pada diabetes melitus tipe 2 pankreas masih mampu memproduksi

insulin dalam jumlah yang cukup namun sel-sel tubuh tidak merespon insulin

yang ada dengan benar.

Jadi dapat disimpulkan diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit

diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh tidak merespon insulin yang

dilepaskan pankreas, inilah yang disebut resisten insulin. Resisten insulin dapat

menyebabkan glukosa yang tidak dimanfaatkan sel akan tetap berada di dalam

darah, semakin lama semakin menumpuk. Pada saat yang sama, terjadinya

resistensi insulin membuat pankreas memproduksi insulin yang berlebih, dalam

kondisi yang tidak terkontrol pankreas akan mengurangi jumlah produksi insulin

(Sutanto, 2013).

2.2.2 Etiologi

1. DM Type I atau Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)

Diabetes type ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.

Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan

diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta, diabetes ini biasanya

terjadi pada usia 30 tahun menurut (Kemenkes, 2014) dibawah ini:

a. Faktor Genetika

Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi diabetes type I itu

sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke

arah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini ditemukan

pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte

Page 49: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

30

Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung

jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor Imunologi

Pada Diabetes type I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun.

Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada

jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut

yang dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. Auto antibody

terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi

pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya

tanda-tanda klinis diabetes type I.

c. Faktor Lingkungan

Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps), rubella,

sitomegalo virus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamine yang

terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun

yang menimbulkan destruksi sel beta pancreas.

2. DM Type II atau Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan HLA tidak nampak berperan dalam proses terjadinya NIDDM.

Akan tetapi faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Selain itu

terdapat pula faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses

terjadinya DM Type II yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga, dan kelomok

etnik tertentu menurut (Kemenkes, 2014) dibawah ini:

a. Usia

Resistensi insulin cenderung terjadi pada usia diatas 65 tahun.

Meningkatnya usia merupakan faktor resiko yang menyebabkan fungsi

Page 50: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

31

pankreas menjadi menurun sehingga produksi insulin oleh sel beta

pankreas juga ikut terganggu.

b. Obesitas

Riset melaporkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor

determinan yang menyebabkan terjadinya NIDDM, sekitar 80% klien

NIDDM adalah individu dengan masalah kegemukan atau obesitas (20%

diatas BB ideal) karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin

sehingga akan timbul kegagalan toleransi glukosa. Overweight

membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme tubuh. Terjadinya

hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai

kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau

mengalami kelainan dalam pengikatan dengan insulin. Kondisi seperti ini

apabila berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan

terjadinya resistensi insulin.

c. Riwayat Keluarga

Klien dengan riwayat keluarga menderita DM akan berisiko lebih

besar. Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa

diremehkan untuk seseorang terserang penyakit diabetes. Menghilangkan

faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan untuk seseorang bisa

terhindar dari penyakit diabetes mellitus karena sebab genetik adalah

dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan. Dengan memperbaiki

pola makan dan pola hidup insya Allah Anda akan terhindar dari

penyakit yang mengerikan ini.

Page 51: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

32

d. Kelompok Etnik

Misalnya penduduk di amerika serikat, dimana golongan Hispanik

serta penduduk asli amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih

besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan

Afrika.

e. Insiden

Tingkat prevalensi Diabetes Mellitus sangat tinggi di dunia terdapat

sekitar 16 juta kasus Diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya di

diagnosis 600.000 kasus baru diabetes merupakan penyebab kematian

ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada

orang dewasa akibat retinopati diabetic pada usia yang sama, penderita

diabetik paling sedikit 2 ½ kali 30 lebih sering terkena serangan jantung

dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes.

2.2.3 Patofisiologi DM

1. Patofisiologi Diabetes Tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel

yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2015). Kondisi tersebut

merupakan penyakit auto imun yang ditandai dengan ditemukannya anti

insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National

Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun

2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan

kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya

penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.

Page 52: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

33

Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya

kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh

karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan

merespon insulin yang menggunakan obat oral.

2. Patofisiologi Diabetes Tipe 2

Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini

berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi

insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2015). Resistensi insulin perifer

berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga

menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia

menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini,

ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai,

maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.

3. Patofisiologi Diabetes Gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonisinsulin yang

berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin

dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya

reseptor insulin yang rusak.

2.2.4 Tanda dan Gejala

Menurut Maxine, Stephan J. dan Michael W, (2016), dijelaskan bahwa

Tanda dan Gejala DM adalah sebagai berikut:

Page 53: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

34

1. DM tipe I atau DM tergantung insulin (IDDM).

a. Faktor keturunan.

b. BB menurun terus dan selera makan terus tinggi disebabkan oleh

(penipisan air, glikogen, dan trigliserida).

c. Massa otot berkurang terjadi asam amino dialihkan untuk membentuk

tubuh glukosa dan keton.

d. Volume plasma yang diturunkan menghasilkan gejala hipotensi postural.

e. Kehilangan potassium tubuh total dan protein otaku mum berkontribusi

pada kelemahan.

f. Ketoasidosis memperburuk.

g. Mual dan muntah.

h. Tingkat kesadaran pasien menurun.

i. Insulin berkurang.

2. DM Tipe II atau DM tergantung insulin (NIDDM).

a. Peningkatan buang air kecil dan haus.

b. Riwayat hiperglikemia (terutama pasien obesitas).

c. Komplikasi neuropati atau kardivaskuler.

d. Infeksi kulit kronis sering terjadi.

e. Penglihatan kabur.

f. Sering mengantuk.

Page 54: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

35

2.2.5 Klasifikasi DM

Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu

(WHO, 2014).

1. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena

kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA)

2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena

proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes

tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit

dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara

maju maupun di negara berkembang (IDF, 2015).

2. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).

Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu

setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari

penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari

memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya

aktivitas fisik.

3. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis

selama kehamilan (ADA, 2015) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar

glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan

diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama

Page 55: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

36

kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang

lebih tinggi di masa depan (IDF, 2015).

4. Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena

adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen

serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan

dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja

insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik

2.2.6 Pencegahan DM

Pencegahan DM berdasarkan PERKENI (2011) terdiri dari tiga tingkatan

meliputi:

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan suatu upaya pencegahan yang ditujukan

pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yaitu kelompok yang belum

mengalami DM tipe 2 tetapi memiliki potensi untuk mengalami DM tipe 2

karena memiliki faktor risiko. Pelaksanaan pencegahan primer dapat

dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan pada kelompok

masyarakat yang memiliki risiko tinggi merupakan salah satu aspek penting

dalam pencegahan primer.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan timbulnya

komplikasi pada pasien yang mengalami DM tipe 2. Pencegahan ini

Page 56: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

37

dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi

dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM tipe 2. Program

penyuluhan memegang peranan penting dalam meningkatkan kepatuhan

pasien dalam menjalani program pengobatan dan menuju perilaku sehat.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan suatu upaya yang ditujukan pada pasien

DM tipe 2 yang mengalami komplikasi untuk mencegah kecacatan lebih

lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum

kecacatan berkembang dan menetap. Penyuluhan dilakukan pada pasien serta

pada keluarga pasien. Materi yang diberikan adalah mengenai upaya

rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut agar

dapat mencapai kualitas hidup yang optimal (PERKENI, 2011). Pencegahan

tersier memerlukan pelayanan kesehatan yang menyeluruh antar tenaga

medis. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan

ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis,

gizi, podiatris, dan lain sebagainya) sangat diperlukan dalam menunjang

keberhasilan pencegahan tersier.

2.2.7 Penatalaksanaan DM

Menurut PERKENI (2015), Penatalaksanaan DM terdiri dari:

1. Edukasi

Diabetes mellitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan

perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang DM

memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim kesehatan

Page 57: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

38

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi yang di

berikan meliputi:

a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk

kelompok resiko tinggi.

b. Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk

pasien baru. Materi edukasi berupa pengertian diabetes, gejala,

penatalaksanaan, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik.

c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada

pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi: cara

pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.

2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara

menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain

dan pasien itu sendiri). Menurut Smeltzer et al, (2002) bahwa perencanaan

makan pada pasien diabetes meliputi:

a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus.

b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti

vitamin dan mineral.

c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil.

d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada

pasien diabetes mellitus jika serum lipid menurun maka resiko

komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun.

Page 58: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

39

e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi

yang dapat ditimbulkan dari diabetes mellitus.

3. Latihan Jasmani

Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko

kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian

insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan

menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida (ADA, 2012). Kegiatan

sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama

kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes

mellitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

4. Terapi farmakologis

Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah

raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.

Pasien diabetes mellitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.

Pasien diabetes mellitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti

diabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin

pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet.

5. Monitoring keton dan gula darah

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri

penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar

Page 59: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

40

glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar

kelima dianjurkan kepada pasien DM. Monitor level gula darah sendiri dapat

mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan

hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk

menurunkan resiko komplikasi dari DM.

2.3 Indeks Masa Tubuh (IMT)

2.3.1 Definisi Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan

antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat

menjadi indicator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang.

IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan

bahwa IMT berkolerasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti

underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry. Hasil pengukuran

IMT kemudian dikategorikan untuk menentuka nilai status gizi. (Ana vilda dan

Hartini Eko, 2018)

2.3.2 Klasifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh mempunyai keunggulan utama yakni

menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan

dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2

hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara

akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah

membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual. Adapun

klasifikasi IMT berdasarkan klasifikasi IMT menurut Depkes RI, yaitu:

Page 60: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

41

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT

Klasifikasi IMT (Indeks Masa Tubuh)

(Kg/m²)

Kurus IMT < 18,5

Normal IMT ≥18,5 -<24.9

Berat badan lebih IMT ≥25,0 -<27

Obesitas IMT ≥27,0

Sumber: Kemenkes, 2013

2.3.3 Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)

Menurut Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI (2016),

cara pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat dilakukan melalui rumus,

yaitu:

Menurut rumus metrik:

Berat badan (Kg)

IMT = -----------------------------------------

[Tinggi badan (m)]²

Pengukuran IMT tidak dapat dilakukan pada kondisi-kondisi khusus

seperti ibu hamil, atlet, dan orang dengan penimbunan cairan (di kaki tau perut)

(Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI, 2016).

2.4 Lansia

2.4.1 Pengertian Lansia

Lanjut usia (Lansia) yaitu seseorang dalam kelompok umur yang

mengalami tahap akhir dalam fase kehidupannya. Menurut UU No. 13/Tahun

1998 tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang

yang berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Proses menua adalah proses

Page 61: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

42

alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari awal seseorang hidup dan memiliki

beberapa fase yaitu anak, dewasa, dan tua (Kholifah, 2016).

Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi penurunan

dan perubahan fisik, psikologi, sosial yang saling berhubungan satu sama lain,

sehingga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun jiwa pada

lansia (Cabrera, 2015). Lansia mengalami penurunan biologis secara keseluruhan,

dari penurunan tulang, massa otot yang menyebabkan lansia mengalami

penurunan keseimbangan yang beresiko untuk terjadinya jatuh pada lansia

(Susilo, 2017).

2.4.2 Batasan Usia Lansia

Berikut ini adalah batasan-batasan usia lansia, menurut WHO ada empat

tahapan usia yaitu:

1. Usia pertengahan (Middle age) usia 45-59 tahun.

2. Lanjut usia (erderly) usia 60-74 tahun.

3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.

4. Usia sangat tua (Very old) usia >90 tahun.

Sedangkan menurut Depkes RI (2013) batasan umur lansia dikategorikan

sebagai berikut:

1. Pralansia, yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia, yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

Page 62: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

43

4. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya hanya bergantung pada bantuan orang lain.

2.4.3 Proses Menua

Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk

tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada

manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,

jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan

kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap penyakit

seperti sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.

2.4.4 Permasalahan Usia Lanjut

Lanjut usia mengalami sering masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari

kemunduran sel-sel tubuh sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta

faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering

dialami oleh lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan

mendadak, dll. Selain itu ada beberapa penyakit yang sering terjadi pada lansia

seperti hipertensi, gangguan pendengeran dan penglihatan, demensia,

osteoporosis, dsb. Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga

menimbulkan beberapa permasalahan. Adapun permasalahan tersebut adalah

sebagai berikut:

Page 63: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

44

1. Masalah fisik

Masalah yang dihadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah,

sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat,

indera penglihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai

berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering mengalami

sakit.

2. Masalah Kognitif

Masalah yang dihadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif,

adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk

bersosisalisasi dengan masyarakat disekitar.

3. Masalah Emosional

Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan emosional, yaitu

rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian

lansia kepada kelaurga menjadi besar. Selain itu, lansia sering marah apabila

ada sesuatu yang kurang sesuai denga kehendak atau keinginan pribadi dan

sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.

4. Masalah spiritual

Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah

kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang menurun,

merasa kurang tenang ketika anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah

dan merasa gelisah ketika menemui permasahaan hidup yang cukup serius.

Page 64: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

45

2.5 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)

2.5.1 Pengertian Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM

Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) adalah wujud peran serta masyarakat

dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor resiko PTM

secara mandiri dan berksinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk

kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor resiko PTM

pada awalnya tidak memberikan gejala (Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

2.5.2 Klasifikasi Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM

Menurut Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI (2016),

berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini yang

dapat dilakukan oleh Posbindu PTM, maka dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok Posbindu PTM, yaitu:

1. Posbindu PTM Dasar

Meliputi pemeriksaan deteksi dini faktor resiko yang dilakukan dengan

wawancara terarah melalui penggunaan instrumen atau formulir untuk

mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga dan yang

telah diderita sebelumnya, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar

perut, IMT, pemeriksaan tekanan darah, serta konseling.

2. Posbindu PTM Utama

Meliputi kegiatan Posbindu PTM Dasar ditambah dengan pemeriksaan

gula darah, kolesterol total, trigliserida, pengukuran APE, konseling dan

pemeriksaan IVA serta CBE, pemeriksaan kadar alkohol dalam darah dan tes

Page 65: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

46

amfetamin urin bagi pengemudi, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

terlatih (Dokter, Bidan, perawat kesehatan/tenaga ahli teknologi laboratorium

medik/lainnya).

Posbindu PTM Utama dilaksanakan bila memiliki sumber daya berupa

peralatan, tenaga kesehatan dan tempat pemeriksaan yang memadai. Bila

kelompok/organisasi/institusi di masyarakat ini belum memiliki sumber daya

yang mencukupi, maka pengembangan dilakukan pada tahap awal dengan

Posbindu PTM Dasar. Seiring dengan perkembangan sumber daya yang

dimiliki, maka Posbindu PTM dasar dapat ditingkatkan menjadi Posbindu

PTM Utama.

Page 66: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

47

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber: Modifikasi Soetardjo (2011))

Tidak

dapat

diubah

Dapat

diubah

Jenis kelamin

Genetik

Kadar hormon esterogen

Perubahan membran sel

Overwight

Asupan gizi

Stress&depresi

Merokok

Kurangnya aktivitas fisik

Sosial ekonomi

Tingginya kalori&karbohidrat

Peningkatan hormon adrenalin

Tingkat denyut jantung

IMT ≥ 25kg/m² Obesitas Sentral

Hipertensi

Kadar gula tinggi

Kadar HDL rendah

Sindrom

metabolik

(SM)

Kadar trigelisida

tinggi

Umur Produksi insulin menurun

Diabetes

mellitus

(DM) tipe 2

Page 67: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

48

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini merupakan proses simflikasi dari kerangka teori.

Berdasarkan kerangka konsep diatas, dijelaskan bahwa variabel yang diambil

dalam penelitian berfokus pada variabel bebas (independen) dan variabel terikat

(dependen).

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Diteliti

: Berhubungan

Variabel Independen Variabel Dependen

Indeks Masa Tubuh Sindrom Metabolik (SM)

Page 68: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

49

Faktor independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel yang lain. Pada penelitian ini, faktor independen (variabel

bebas) adalah indeks massa tubuh. Sedangkan faktor dependen (variabel terikat)

adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen.

Faktor dependen pada penelitian ini adalah sindrom metabolik yang gejalanya

meliputi obesitas sentral, hipertensi, kadar HDL rendah, kadar gulah darah tinggi,

trigelisida tinggi.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang akan

diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah dengan

cara terbatas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya

(Sugiyono, 2013).

Ditinjau dari operasi rumusannya, ada dua jenis hipotesis yaitu:

1. Hipotesis nol atau hipotesis nihil, hipotesis ini dituliskan dengan “H0” adalah

hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan

hubungan sebab akibat antar variabel.

2. Hipotesis Ha, hipotesis ini dituliskan dengan “Ha”, hipotesis ini digunakan

untuk menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Hipotesis ini menyatakan

adanya hubungan antar variabel.

Page 69: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

50

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan kerangka konsep dan

tujuan penelitian, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan indeks massa tubuh dengan sindrom metabolik pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo.

Page 70: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

51

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif yang bersifat

korelasional, yaitu terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Dalam

penelitian kesehatan, rancangan (desain) studi yang banyak digunakan adalah

studi potong lintang (cross-sectional study). Dalam arti luas, studi potong lintang

adalah suatu penelitian dengan peneliti melakukan observasi atau pengukuran

variabel hanya satu kali pada satu saat. Kata pada satu saat bukan berarti semua

subjek diamati tepat pada saat yang sama, tetapi berarti bahwa tiap subjek hanya

diobservasi satu kali dan pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat yang

sama (Dyan Kunthi, Nugrahaeni, 2011).

Studi potong lintang untuk penelitian analitik adalah studi yang

mempelajari hubungan faktor resiko (paparan) dan efek (penyakit/masalah

kesehatan) dengan cara mengamati faktor resiko dan efek secara serentak pada

banyak individu dari suatu populasi pada satu saat. Maka penelitian ini

dimaksudkan untuk melihat hubungan indeks masa tubuh (IMT) dengan sindrom

metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo. (Dyan Kunthi, Nugrahaeni, 2011).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam

suatu penelitian. Penentuan sumber data merupakan suatu hal yang sangat penting

Page 71: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

52

dan menentukan keakuratan hasil penelitian. (Saryono 2016). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 yang telah

terdiagnosis oleh dokter di Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo

Kota Madiun yaitu sejumlah 109 orang yang mengalami sindrom metabolik dan

tidak mengalami sindrom metabolik.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi.

Populasi yang akan diteliti terkadang jumlahnya sangat banyak, tempatnya luas

dan berasal dari strata atau tingkatan yang berbeda. Adanya keterbatasan waktu,

tenaga, biaya, dan sebab lain, penelitian hanya menggunakan sebagian dari

populasi sebagai sumber data (Saryono 2016). Jumlah sampel yang akan diambil

berdasarkan rumus Slovin, yaitu:

Keterangan:

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

e : Tingkat Signifikan/kesalahan (0,05)

Maka dapat dihitung besar sampel atau total sampel sebagai berikut:

Page 72: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

53

Jadi, sampel yang digunakan peneliti untuk dilakukannya penelitian adalah

sebesar 86 orang/sampel.

4.2.3 Kriteria Sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi

hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata

mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013):

1. Kriteria Inklusi

Pada penelitian ini kriteria inklusi meliputi:

a. Responden yang telah terdaftar dalam catatan/data posbindu PTM.

b. Responden yang bersedia untuk diteliti.

c. Responden yang berusia ≥ 40 tahun.

2. Kriteria Eksklusi

Pada penelitian ini kriteria eksklusi meliputi:

a. Responden bukan merupakan ibu hamil, atlet, dan orang dengan

penimbunan cairan (di kaki atau perut).

4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Menurut

Notoatmodjo (2018) Teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu

dalam mengambil sampel penelitian sehingga sampel tersebut sebisa mungkin

dapat mewakili populasinya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan

dengan teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling yaitu

teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai

Page 73: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

54

dengan yang dikehendaki oleh peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian),

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah sindrom

metabolikyaitu sejumlah 86 orang. Alasan menggunakan teknik purposive

sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan

fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih teknik Purposive

Sampling yang menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria

tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam

penelitian ini.

Page 74: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

55

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian ini terdiri dari:

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian

Teknik Sampel:

non probability sampling dengan metode purposive sampling

Desain Penelitian:

Desain penelitian dengan pendekatan Cross Sectional

Pengumpulan Data:

Pengumpulan data sekunder

Pengolahan Data:

Pengecekan data (editing), memberi kode data (coding), Entry Data, Tabulating

Analisis Data:

Uji Chi Square (Taraf signifikasi α=0,05)

Penyajian Hasil dan Kesimpulan

Variabel Bebas

Indeks Massa Tubuh

Variabel Terikat

Sindrom Metabolik

Populasi:

Seluruh penderita DM tipe 2 di wilayah Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan

Manguharjo yaitu sejumlah 109 orang

Sampel:

Penderita DM tipe 2 yang telah terdiagnosis oleh dokter di wilayah Kelurahan

Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo yaitu sejumlah 86 orang

Page 75: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

56

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian

4.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variable independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh

peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel terikat. Independent

Variable biasanya dimanipulasi, diamati, diukur untuk diketahui

hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2013).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah indeks massa tubuh (IMT).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan

oleh variabel lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari

manipulasi variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku, Dependent Variable

adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai

stimulus (Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

Sindrom Metabolik.

4.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variabel atau

tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional

adalah faktor utama pengumpulan data agar data antar responden yang berbeda

tetap konsisten (Notoatmodjo, 2018). Definisi Operasional dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Page 76: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

57

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor Kategorik

Variabel

Dependen:

Sindrom

Metabolik

Pengukuran sindrom metabolic

yang diukur dengan cara melihat

kriteria yang telah ditetapkan

yaitu

1. Obesitas sentral yang diukur

menggunakan pita ukur

dengan satuan cm

2. Kadar gula darah yang diukur

menggunakan glucometer

dengan satuan mg/Dl

3. Tekanan darah yang diukur

menggunakan tensimeter

dengan satuan mmHg

5. Kadar Trigelisida yang diukur

menggunakan

sprektrofotometer dengan

satuan mg/dl

6. Kadar Kolesterol HDL yang

diukur menggunakan

cholesterol meter dengan

satuan mg/dl

1. Obesitas sentral: LP

≥90cm (laki-laki), ≥80

cm (wanita)

2. Kadar gula darah: ≥

100 mg/Dl, atau sedang

pengobatan

hiperglikemik

3. Tekanan darah: sistolik

≥130 mmHg atau

distolik

7. ≥85 mmHg, atau

sedang pengobatan

hipetensi

3. Kadar Trigelisida: ≥150

mg/dl, atau sedang

dalam pengobatan

khusus lipid abnormal

4. Kadar Kolesterol HDL:

<40mg/dl(laki-laki)

untuk < 50 mg/dl

(wanita) atau sedang

dalam pengobatan

khusus lipid abnormal

Data Sekunder

Posbindu

PTM

Nominal 0= Sindrom

Metabolik

1= Tidak

Sindrom

Metabolik

0= Sindrom

Metabolik,

jika ≥ 3

kriteria yang

telah diukur

1= Tidak

Sindrom

Metabolik,

jika <3

kriteria yang

telah diukur

Page 77: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

58

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor Kategorik

Variabel

Independen:

IMT (Indeks

Masa Tubuh)

IMT merupakan suatu

pengukuran yang menghubungkan

atau membandingkan antara berat

badan (kg) dengan tinggi badan

(cm)

1. Obesitas apabila,

jika > 27,0 kg/m²

2. Tidak Obesitas apabila,

jika ≥18,5 - <27,0

kg/m².

Data Sekunder

Posbindu

PTM

Nominal 0= Obesitas

1= tidak

obesitas

0= Obesitas,

jika > 27,0

kg/m²

1= tidak obesitas,

jika ≥18,5 -

<27,0 kg/m².

Page 78: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

59

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik (cermat, lengkap, dan sistematis). Jenis instrumen penelitian dapat berupa

angket, checklist, pedoman wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaan

laboratorium dan lain – lain (Saryono, 2010). Dalam penelitian ini instrumen yang

digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

catatan/data posbindu PTM Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo.

Berikut instrumen pengumpulan data dalam penelitian:

1. Alat ukur dengan observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati,

mencatat dan melakukan pertimbangan. Cara yang paling efektif dalam

melakukan metode ini adalah menyusunnya kedalam format yang disusun

berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan

terjadi (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini, teknik observasi digunakan

untuk mengetahui gejala sindrom metabolik yang dilakukan dengan cara

pengukuran dengan melihat tekanan darah pada subyek yang diteliti dengan

menggunakan tensimeter, pengukuran indeks massa tubuh (IMT) yang

sebelumnya telah dilakukan penimbangan berat badan dan tinggi

badan,pengukuran lingkar perut menggunakan pita pengukur/metline,

pengukuran kadar gula darah dengan alat glucometer, pengukuran kadar

trigelisida dengan alat ukur spectrometer, pengukuran kadar kolesterol HDL

Page 79: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

60

dengan alat ukur cholesterol meter, setelah itu dicatat pada lembar observasi

yang telah disediakan.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.7.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di posbindu PTM wilayah Kelurahan Nambangan

Lor yaitu Posbindu Sagita.

4.7.2 Waktu Penelitian

Tabel 4.2 Realisasi Kegiatan Penelitian Tahun 2020

No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan

1. Pembuatan dan Konsul Judul 26 November 2019

2. Penyusunan dan Bimbingan

Proposal

06 Desember – 07 februari 2020

3. Ujian Seminar Proposal 27 februari 2020

4. Revisi Proposal 01 Maret 2020

5. Pengambilan Data 08 Juni – 16 Juni 2020

6. Ujian Skripsi 14 Juli 2020

7. Revisi Skripsi 20 Juli 2020

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian

(Nursalam, 2013).

4.8.1 Perijinan Penelitian

Proses-proses dalam penelitian ini pengumpulan data adalah sebagai

berikut:

1. Mengurus ijin kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia

Madiun.

Page 80: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

61

2. Mengurus ijin kepada Bakesbangpol.

3. Mengurus ijin kepada Dinas Kesehatan Kota Madiun.

4. Mengurus ijin kepada Puskesmas Manguharjo Kota Madiun.

5. Mengurus ijin kepada pemegang progam kegiatan Posbindu PTM di

Puskesmas Manguharjo Kota Madiun.

4.8.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan metode

observasi dengan melihat hasil catatan rekam medik/posbindu PTM yang dapat

memenuh kriteria penelitian, dan diperoleh juga melalui instansi kesehatan seperti

WHO, Riskesdas Indonesia, dinas kesehatan kota madiun, presentasi diabetes

mellitus didapat dari profil Penyakit Tidak Menular puskemas Manguharjo dan

penderita DM tipe 2 diperoleh dari Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo Kota Madiun berupa jumlah penderita diabetes mellitus, profil

kesehatan berupa data diabetes mellitus.

4.9 Teknik Analisis Data

4.9.1 Tahap Pengolahan Data

Tahap-tahap pengolahan data menurut notoatmodjo (2018) dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa atau pengecekan kembali data

maupun kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan

pada tahap pengumpulan data, pengisian kuesioner, dan setelah data

terkumpul (Notoatmodjo, 2018).

Page 81: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

62

2. Scoring

Pengolahan data selanjutnya adalah memberikan skor berdasarkan

kriteria yang telah ditetapkan. Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan

data, dilakukan interpretasi terhadap skor individual dalam skala gautaman

(Notoatmodjo, 2018).

a. Hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) dilakukan dengan observasi

data dan pengelompokan data. Pemberian nilai untuk indeks massa tubuh

(IMT) dengan kriteria penilaian kurus, normal, dan obesitas.

b. Hasil pengukuran sindrom metabolik dilakukan dengan observasi data

dan pengelompokan data. Pemberian nilai untuk sindrom metabolik

dengan kriteria penilaian sindrom metabolik dengan tidak sindrom

metabolik.

3. Coding

Coding adalah kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri dari beberapa kategori, coding atau mengkode data bertujuan

untuk membedakan berdasarkan karakter (Notoatmodjo, 2018). Coding pada

penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kode angka pada setiap

jawaban untuk mempermudah dalam pengolahan dan analisis data. Data yang

masuk dalam pengkodingan adalah sebagai berikut:

a. Untuk variabel indeks massa tubuh (IMT) dengan kategori:

0 = Obesitas, jika >27,0 kg/m².

1 = Tidak Obesitas jika ≥18,5 - <27,0 kg/m².

Page 82: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

63

b. Untuk variabel sindrom metabolik dengan kategori:

0 = sindrom metabolik

1 = tidak sindrom metabolik

4. Data Entry

Pengolahan data selanjutnya adalah processing yaitu data yang telah

didapatkan dari masing-masing kategori dalam bentuk “kode” dan

dimasukkan pada program software komputer. Dalam proses ini dituntut

ketelitian dari orang yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak maka

terjadi bias, meskipun hanya memasukkan data (Notoatmodjo, 2018).

5. Tabulating

Tabulating adalah mengelompokkan data setelah melalui editing dan

coding ke dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya,

sesuai dengan tujuan penelitian. Tabel ini terdiri atas kolom dan baris. Kolom

pertama yang terletak paling kiri digunakan untuk nomer urut atau kode

responden. Kolom yang kedua dan selanjutnya digunakan untuk variabel

yang terdapat dalam dokumentasi. Baris digunakan untuk setiap responden.

6. Cleaning

Cleaning yaitu proses pembersihan data, apabila semua data dari setiap

sumber atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk

melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,

ketidaklengkapan data, dan sebagainya. Untuk kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2018).

Page 83: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

64

4.9.2 Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang

mengungkap fenomena (Nursalam, 2013).

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Semua karakteristik responden seperti

umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan setiap variabel dalam

penelitian ini yaitu indeks massa tubuh dan sindrom metabolik pada penderita

diabetes mellitus di analisis menggunakan analisa proporsi dan dituangkan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menggunakan aplikasi software SPSS

for windows dengan tingkat kemaknaan ⍺ = 0,05.

2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen yang dianalisis dengan uji statistic Chi-

Square dan menggunakan SPSS for windows dengan tingkat kemaknaan ⍺ =

0,05. Analisa ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Syarat dari uji Chi-Square adalah

sebagai berikut:

Page 84: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

65

a. Skala data adalah kategorik (nominal/ordinal)

b. Tidak ada sel dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual

Count (F0) sebesar 0 (Nol)

c. Apabila bentuk tabel kontingensi 2x2, maka tidak boleh ada 1 sel saja

yang memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count (“Fh”)

kurang dari 5.

d. Apabila bentuk tabel lebih dari 2x2, misal 2x3, maka jumlah sel dengan

frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.

Hasil uji Chi-Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan

proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat menyimpulkan

ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik. Uji Chi-Square tidak

dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji Chi-Square tidak dapat

mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar dibanding

kelompok yang lain. Keputusan dari pengujian Chi-Square:

a. Jika ρ value ≤ 0,05, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Jika ρ value > 0,05, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

4.10 Etika Penelitian

Karya tulis ilmiah dalam bentuk penelitian pada umumnya melibatkan

responden baik pada aspek manajemen pelayanan atau individu sebagai sumber

data. Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitin harus memegang

Page 85: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

66

teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika

penelitian.

Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko

yang dapat merugikan atau membahayakan subjek penelitian, nmun peneliti harus

mempertimbangkan aspek sosio etika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat

kemanusiaan (Jacob, 2004 dalam Rosjidi & Liawati, 2013).

Berikut prinsip etika penelitian yang harus diperhatikan :

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Responden membaca dan menyetujui maksud dan tujuan dari penelitian

yang dijelaskan oleh peneliti dan yang sudah tertulis di dalam lembar

formulir. Kemudian mengisi formulir dan memberikan tanda tangan sebagai

persetujuan untuk menjadi responden penelitian.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasian subjek peneliti tidak mencantumkan nama

lengkap subjek pada lembar pengumpulan data. Peneliti memberikan

informasi kepada responden untuk mencantumkan inisial nama saja, namun

ada juga responden yang bersedia untuk mencantumkan nama lengkap, maka

penulis akan menjaga privasi dari responden tersebut.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Segala informasi yang didapat oleh peneliti baik dari responden langsung

maupun dari hasil pengamatan dijamin kerahasiannya oleh peneliti. Identitas

asli yang didapat dari informed consent disimpan oleh peneliti. Pada

kuesioner penelitian responden hanya mengisi pertanyaan dan peneliti

Page 86: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

67

memberikan kode pada kuesioner sehingga identitas reponden tidak

diketahui.

Page 87: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

68

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Nambangan Lor adalah sebuah kelurahan di Kecamatan

Manguharjo Kota Madiun Provinsi Jawa Timur, merupakan dataran rendah,

terletak antara 7-8 derajat lintang selatan dan 111-112 derajat Bujur Timur dengan

ketinggian lebih kurang 63 meter dari permukaan laut. Kelurahan Nambangan Lor

menempati lahan seluas 98,45 Ha, dengan batas-batas wilayah seperti berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Pangonganan, Kota Madiun

Sebelah Timur : Kelurahan Pandean, Kota Madiun

Sebelah Selatan : Kelurahan Nambangan Kidul, Kota Madiun

Sebelah Barat : Kelurahan Manguharjo, Kota Madiun

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Nambangan Lor

(Sumber: Puskesmas Manguharjo Kota Madiun)

Page 88: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

69

Kelurahan Nambangan Lor dihuni sebanyak 2.429 rumah. Jumlah

penduduk yang ada di Kelurahan Nambangan Lor sebanyak 13.341 jiwa, 3.505

KK dan 9.806 jiwa. Orang dengan urutan paling tertinggi yaitu perempuan

sebanyak 5.812 orang dan laki-laki 6.529 orang, yang tersebar di 70 RT dan 16

RW.

5.1.1 Gambaran Umum Posbindu Sagita PTM Kelurahan Nambangan Lor

Pengendalian PTM yang dilakukan di Posbindu Sagita PTM Kelurahan

Nambangan Lor adalah kegiatan diluar gedung yang berupa Posbindu dengan

menggunakan instrumen berupa KMS dan untuk kegiatan PTM dengan prinsip

dan tujuan tersebut yaitu untuk mengendalikan faktor risiko penyakit tidak

menular.

Posbindu PTM adalah salah satu kegiatan yang dilakukan program

pemberantasan penyakit tidak menular, dengan Posbindu PTM diperkenalkan kata

CERDIK yang merupakan jargon berisikan implementasi perilaku sehat untuk

pengendalian fakto risiko PTM. Kata CERDIK itu sendiri terdiri dari beberapa

huruf awal yang dirangkaikan menjadi kalimat perilaku sehat untukmencegah

terjadinya penyakit tidak menular, yaitu Cek kondisi kesehatan secara Berkala,

Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet yang sehat dengan kalori

berimbang, Istirahat yang cukup, Kendalikan stres.

Kegiatan Posbindu Sagita PTM Kelurahan Nambangan Lor Kota Madiun

dilaksanakan setiap satu bulan sekali yang meliputi wawancara masalah konsumsi

rokok, alkohol, kurang makan sayur-buah, aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh

(IMT), analisa lemak tubuh dan tekanan darah, serta meliputi pemeriksaan kadar

Page 89: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

70

gula darah, kolesterol darah, dan asam urat darah. Masyarakat yang dapat

mengikuti program Posbindu PTM yaitu mulai dari usia 15 tahun keatas. Adapun

jumlah yang menderita DM tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo ada sebanyak 109 orang. (Profil Puskesmas Manguharjo, 2019).

5.2 Karakteristik Responden

Hasil analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik

responden masing-masing variabel, baik variabel independen dan variabel

dependen. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 Laki-laki 29 33,7

2 Perempuan 57 66,3

Total 86 100,0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.1 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 57 orang (66,3%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo

No Usia Frekuensi Persentase (%)

1 36-45 tahun 8 9,3

2 46-55 tahun 24 27,9

3 56-65 tahun 25 29,1

4 ≥66 tahun keatas 29 33,7

Total 86 100,0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Page 90: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

71

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat diketahui bahwa responden dengan

usia paling banyak adalah berusia ≥ 66 tahun keatas yaitu sebanyak 29 orang

(33,7%), sedangkan responden dengan usia paling sedikit adalah berusia 36-

45 tahun yaitu sebanyak 8 orang (9,3%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendidikan di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 Tingkat Pendidikan Dasar 33 38,4

2 Tingkat Pendidikan Menengah 46 53,5

3 Tingkat Pendidikan Tinggi 7 8,1

Total 86 100,0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.3 diatas, bahwa sebagian besar responden memiliki

Tingkat Pendidikan Menengah yaitu sebanyak 46 orang (53,5%), sedangkan

sebagian kecil responden adalah dengan Tingkat Pendidikan Tinggi yaitu

sebanyak 7 orang (8,1%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuesnsi Karakteristik Responden Berdasarkan

Pekerjaan di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 Tidak Bekerja 37 43,0

2 Karyawan Swasta 29 33,7

3 Pedagang 8 9,3

4 Wiraswasta 8 9,3

5 Pensiunan 4 4,7

Total 86 100,0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Page 91: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

72

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, bahwa reponden yang paling banyak adalah

tidak bekerja yaitu sebanyak 37 orang (43,0%), sedangkan responden yang

paling sedikit adalah Pensiunan yaitu sebanyak 4 orang (4,7%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks

Massa Tubuh (IMT) di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan

Lor Manguharjo

No IMT Frekuensi Persentase (%)

1 Obesitas 46 53,5

2 Tidak Obesitas 40 46,5

Total 86 100,0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.5 diatas menunjukkan sebagian besar responden

mengalami obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu sebanyak

46 orang (53,5%), sedangkan responden yang tidak obesitas berdasarkan

Indeks Massa Tubuh (IMT) sebanyak 40 orang (46,5%).

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Sindrom Metabolik

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Sindrom Metabolik di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan

Lor Manguharjo

No Sindrom Metabolik Frekuensi Persentase (%)

1 Sindrom Metabolik 50 58,1

2 Tidak Sindrom Metabolik 36 41,9

Total 86 100,0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat diketahui menunujukkan bahwa

sebagian besar responden menderita sindrom metabolik yaitu sebanyak 50

orang (58,1%), sedangkan responden yang tidak menderita sindrom

metabolik yaitu 36 orang (41,9%).

Page 92: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

73

5.3 Hasil Penelitian

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui Hubungan antara Indeks

Massa Tubuh (IMT) dengan Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus

Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo. Penelitian ini

menggunakan uji Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) atau Ratio

Prevalens (RP) dengan taraf kepercayaan (CI) 95% dan tingkat kemaknaan 0,05.

Berikut adalah hasil analisa bivariat penelitian menggunakan pengolahan data

statistik.

1. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo

Tabel 5.7 Tabulasi Silang Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu

Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo

IMT

Sindrom Metabolik

RP 95% CI P Sindrom

Metabolik

Tidak

Sindrom

Metabolik

Total

N % N % N %

Obesitas 40 87,0 6 13,0 46 100 20,0 6,5-61,1 0,000

Tidak

Obesitas

10 25,0 30 75,0 40 100

Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2020

Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat diketahui bahwa responden

berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang obesitas yaitu sebanyak 40

orang (87,0%) mengalami sindrom metabolik, lebih besar dibandingkan

responden yang tidak obesitas yaitu sebanyak 10 orang (25,0%) mengalami

sindrom metabolik pada penderita DM tipe 2.

Page 93: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

74

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan uji Chi-Square

menunjukkan bahwa nilai ρ-value 0,000 < α 0,05 maka dapat ditarik

kesimpulan secara statistic yang berarti bahwa terdapat hubungan antara

indeks massa tubuh (imt) dengan sindrom metabolik pada penderita diabetes

mellitus tipe 2, dengan nilai RP sebesar 20,0 dan (95% CI = 6,5-61,1), maka

dapat disimpulkan bahwa responden yang menderita DM Tipe 2 yang

mengalami obesitas kemungkinan sebesar 20 kali lipat lebih besar untuk

menderita sindrom metabolik dibandingkan dengan responden tidak

mengalami obesitas.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo

Penderita Sindrom metabolik di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan

Lor Manguharjo yaitu sebanyak 50 orang (58,1%) sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 57 orang (66,3%), berusia ≥ 66 tahun

ke atas yaitu sebanyak 29 orang (33,7%), dan berlatar belakang pendidikan tingkat

menengah (SMP & SMA) yaitu sebanyak 46 orang (53,5%), serta sebagian besar

tidak bekerja yaitu sebanyak 37 orang (43,0%).

Hal ini dikarenakan bahwa responden perempuan lebih berisiko mendapat

penyakit sindrom metabolik dibandingkan dengan laki-laki, berdasarkan

kelompok umur diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya umur responden

maka insiden penyakit sindrom metabolik semakin meningkat. Secara umum,

umur semakin tua maka fungsi metabolisme atau fungsi fisiologi menurun di

Page 94: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

75

dalam tubuh sehingga kerap terjadi berbagai penyakit kronis seperti DM, PJK dan

stroke.

Adapun penyebab penderita sindrom metabolik di Posbindu Sagita

Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo adalah perilaku penderita yang kurang

menerapkan gaya hidup sehat, karena kebanyakan dari penderita sindrom

metabolik masih suka mengkonsumsi makanan/minuman manis, mengkonsumsi

minuman manis lebih dari satu kali perhari, kurang mengkonsumsi sayur dan

buah, makan dengan makanan yang berlemak, berkolestrol tinggi, seperti

makanan barat, konsumsi daging dan makanan gorengan yang dapat

meningkatkan sindrom metabolik, selain itu kurang sadarnya akan pentingnya

aktivitas fisik seperti jalan-jalan ringan, bersepeda santai, dan senam (3-5 kali

seminggu), dan stretching di sela-sela aktivas ringan agar tercipta taraf hidup yang

lebih sehat.

5.4.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada

Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

menderita DM Tipe 2 mengalami sindrom metabolik yang memiliki obesitas

berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu sebanyak 40 orang (87,0%). Hal

tersebut didukung dengan hasil uji Chi-Square dengan membaca Continuity

Correction karena memiliki nilai expected > 5 dan jumlah sel < 20% yang

menunjukkan bahwa nilai ρ. Value = 0,000 < α = 0,05 dan nilai RP sebesar 20,0

(95% CI (6,5-61,1)). Hasil tersebut membuktikan bahwa ada hubungan Indeks

Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

Page 95: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

76

di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo. Jadi responden yang

mengalami obesitas lebih banyak 20 kali lipat mengalami sindrom metabolik

daripada responden yang tidak mengalami obesitas.

Obesitas artinya berat badan yang minimal sebanyak 20% dari berat badan

normal atau Indeks Masa Tubuh. Obesitas menyebabkan reseptor insulin pada

target sel diseluruh tubuh kurang sensitif dan jumlahnya berkurang sehingga

insulin dalam darah tidak dapat dimanfaatkan akibatnya adalah kadar gula darah

menjadi meningkat (Ilyas dalam Soegondo, 2007).

Hasil penelitian Mega dkk menyatakan responden yang mengalami

sindrom metabolik dan mengalami komplikasi sebesar 80% sedangkan yang

mengalami sindrom metabolik dan tidak mengalami komplikasi sebesar 20%,

apabila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi kronis, baik

komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Sindrom Metabolik ini pada

dasarnya merupakan kondisi prasakit yang ditandai dengan sekumpulan kelainan

dengan berbagai konsekuensi klinis yang apabila dibiarkan berlanjut dan tidak

ditangani sejak dini akan mengakibatkan berbagai penyakit degeneratife seperti

Diabetes Mellitus.

Penelitian ini sejalan dengan Marice S 2015 ada hubungan sindrom

metabolik (SM) dengan penyakit DM. Semakin bertambah jumlah komponen

sindrom metabolik maka risiko untuk mendapat penyakit degeneratif salah

satunya DM semakin besar. Bahwa responden perempuan lebih berisiko mendapat

penyakit sindrom metabolik dibandingkan dengan laki-laki, berdasarkan

kelompok umur diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya umur responden

Page 96: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

77

maka insiden penyakit sindrom metabolik meningkat. Secara umum, umur

semakin tua maka fungsi metabolisme atau fungsi fisiologi menurun di dalam

tubuh sehingga kerap terjadi berbagai penyakit kronis seperti DM, PJK dan

stroke.

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, banyak responden penderita

DM Tipe 2 yang menderita sindrom metabolik dan juga mengalami obesitas yaitu

sebanyak 40 orang (87,0%), hal ini dikarenakan mempunyai lebih dari tiga

komponen dari sindrom metabolik dibarengi terdapat penyakit yang lainnya juga

menyertai jadi tidak hanya penyakit diabetes miletus saja namun ada beberapa

penyakit yang mereka alami seperti obesitas, hipertensi, kadar trigelisida tinggi

dan juga kadar HDL rendah.

Dikarenakan cenderung memiliki gaya hidupnya yang buruk seperti akibat

pola makan yang buruk dengan kecenderungan kurang mengkonsumsi sayur dan

buah, konsumsi makanan atau minuman manis lebih dari satu kali perhari,

makanan berlemak, berkolesterol, seperti makanan barat, konsumsi daging dan

makanan gorengan yang dapat meningkatkan syndrome metabolic, aktifitas fisik

yang tidak seimbang seperti pada orang obesitas cenderung malas bergerak aktif

dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi dan duduk bercerita, hal ini

terjadi penumpukan yang bergantung pada asupan yang diperoleh, karena bila

asupan makanan meningkat seperti pola makan yang berlebih, sedangkan

pengeluaran energinya tidak ditingkatkan, maka hal itulah yang menyebabkan

penumpukan lemak dapat meningkatkan syndrom metabolic.

Page 97: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

78

Sedangkan responden penderita DM tipe 2 yang menderita sindrom

metabolik tetapi tidak memiliki obesitas yaitu sebanyak 10 orang (25,0%) terdapat

komponen sindrom metabolik paling sedikit yaitu mempunyai penyakit hipertensi,

hal ini dikarenakan responden cenderung memperhatikan makanan yang

dikonsumsinya seperti mengurangi makanan yang berlemak dan makanan manis,

aktivitas fisik yang seimbang serta rutin dalam mengontrol gula darah setiap bulan

pada penderita DM tipe 2.

Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa

penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes melitus. Pada individu yang

obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin

adalah diproduksinya insulin secara berlebihan oleh sel beta pankreas, sehingga

insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan

meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh

ginjal dan meningkatkan kadar plasma norepinefrin. Insulin diperlukan untuk

mengelola lemak agar dapat disimpan ke dalam sel-sel tubuh. Apabila insulin

tidak mampu lagi mengubah lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh,

maka lemak akan tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam

darah (Soewondo, 2009).

Sindrom Metabolik yang terjadi pada pasien penderita DM Tipe 2 apabila

tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi kronis, baik

komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Tindakan pengendalian

penyakit diabetes mellitus dalam mencegah terjadinya komplikasi sangat

diperlukan khususnya dengan menjaga tingkat gula darah pasien sedekat mungkin

Page 98: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

79

dengan normal. Status metabolik pada pasien Diabetes Mellitus (Sugiani, 2011)

yang menyatakan bahwa meningkatnya kejadian sindrom metabolik dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi. Diperjelas lagi oleh Lingga (2012) yang

mengatakan bahwa peningkatan tekanan darah, penumpukan lemak perut,

keseimbangan lemak darah terganggu merupakan deretan gejala akibat resistensi

insulin yang dapat menyebabkan komplikasi.

Oleh karena itu perlu pentingnya kesadaran masyarakat untuk menjaga

kesehatan tubuhnya dengan rutin menerapkan gaya hidup yang lebih sehat seperti

perlu menerapkan pola makan yang sehat yaitu gizi yang seimbang, rendah kalori,

tinggi serat, dan tinggi antioksidan, serta melakukan aktivitas fisik yang seimbang

seperti menyisipkan aktivitas fisik ringan (stretching) disela-sela aktivitas duduk,

melakukan olahraga secara rutin, misalnya melakukan olahraga bersama seperti

senam 3 – 5 kali seminggu, bersepeda bersama, dan jalan bersama dan lebih rutin

mengontrol gula darah bagi penderita DM tipe 2.

5.5 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian.

Kelemahan atau hambatan Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo yaitu Ada beberapa kelemahan saat melakukan

penelitian yaitu terjadinya bias informasi dalam melakukan observasi dimana data

yang telah dikumpulkan oleh hasil catatan rekam medik dari Posbindu

dikumpulkan seadanya, dari sebagian data yang telah dikumpulkan beberapa data

tidak terisi/dicatat, adanya tidak kesesuaian dalam melakukan pengukuran,

Page 99: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

80

ketepatan pengukuran yang kurang oleh kader dari posbindu. Pada saat

pemeriksaan peneliti selalu didampingi oleh petugas kesehatan yang mengerti

dalam hal pemeriksaan.

Page 100: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

81

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian tentang

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada penderita DM

Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi frekuensi berdasarkan Indeks Massa Tubuh bahwa sebagian besar

responden adalah mengalami obesitas yaitu sebanyak 46 orang (53,5%).

2. Distribusi frekuensi berdasarkan Sindrom Metabolik bahwa sebagian besar

responden adalah mengalami sindrom metabolik yaitu sebanyak 40 orang

(87,0%).

3. Ada hubungan yang signifikan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada penderita DM Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan

Nambangan Lor Manguharjo.

6.2 Saran

1. Bagi Puskesmas Manguharjo

Dari pihak Puskesmas Manguharjo lebih meningkatkan kegiatan

penyuluhan dan pengetahuan tentang penyakit tidak menular, dan cara

pengendaliannya. Serta melibatkan anggota keluarga penderita penyakit

tidak menular agar keluarga juga ikut mendampingi dalam mengontrol

penyakit yang diderita oleh anggota keluarga.

Page 101: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

82

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan

tubuhnya dengan rutin menerapkan gaya hidup yang lebih sehat,

menerapkan pola makan yang sehat yaitu gizi yang seimbang, mengontrol

kesehatan bagi penderita, melakukan aktivitas fisik yang seimbang agar

dapat menurunkan resiko sindrom metabolik dan lebih rutin mengontrol

gula darah bagi penderita DM tipe 2.

3. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Informasi dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi referensi dan

membantu dalam pengerjaan tugas serta untuk menambah pengetahuan

tentang penyakit diabetes melitus.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti sarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi DM tipe 2 dan perlu diteliti lebih lanjut faktor

yang diketahuipenyakit DM tipe 2. Peneliti sarankan juga untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan uji Multivariat agar dapat mengetahui

faktor yang lebih mempengaruhi faktor yang lebih mempengaruhi pada

penderita DM tipe 2.

Page 102: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

83

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2012). Standards of Medical Care In

Diabetes. Diabetes Care.

American Diabetes Association (ADA). (2015). Diagnosis and classification of

diabetes mellitus. American Diabetes Care, pp, 8-16.

Amalia Fadillah. (2017). Hubungan Antara Gaya Hidup Dan Kejadian Sindrom

Metabolik Pada Karyawan Berstatus Gizi Obesitas.V.33.pp,12.

Atoillah, Mega. (2013). Kaitan Sindrom Metabolik dan Gaya Hidup Dengan

Gejala Komplikasi Mikrovaskuler. Berkala Epidemiologi, Vol. 1 No. 2

September 2013: 224-233.

Ceriello A, Motz E. (2004). Is Oxidative Stress the Pathogenic Mechanism

Underlying Insulin Resistance, Diabetes and CVD?. Jurnal Arteriosclerosis

Thrombosis. 24(6): 816–23.

D, Anggraeni. (2007). Mewaspadai Adanya Sindrom Metabolik. Jurnal

Kedokteran Indonesia, 25(6), pp.18-25.

Dabalea Dana, Kristen Nadeau. (2008). Epidemiology of Type 2 Diabatesin

Children and Adolescents. New York: Informa Healthcare.

Esmailzadeh dkk. (2006). Dietary Patterns, Insulin Resistance And Prevalence Of

The Metabolic Syndrome In Women. American Journal Of Clinical

Nutrition. 2007; 85(3): 910 – 8.

Fahad Muhammad. (2016). Hubungan Pola Makan Dengan Metabolik Syndrome

dan Gambaran Aktivitas Fisik, pp.17.

Ismawati Cahyo dan Proverawati Atikah. (2010). Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR). Yogyakarta: Nuha Medika.

International Diabetes Federation (IDF). (2005). The IDF Concencus Worldwidw

Definition of the Metabolic Syndrome. Journal American Medical

Association.

International Diabetes Federation (IDF). (2015). IDF Diabetes Atlas Seventh

Edition 2015. World: IDF.

International Diebetes Federation (IDF). (2015). IDF Diabetes Atlas – Seventh

Edition (7th ed). International Diabetes Federation.

Page 103: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

84

Infodatin. (2018). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta

Selatan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2014). Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom

Metabolik pada Anak Remaja. Jakarta.

Kementrian Kesehatan R1. (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Dan Analis Diabetes. Jakarta: Pusdatin

Kemenkes.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Upaya Pengendalian Faktor Resiko PTM.

Buku Pintar Posbindu PTM.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Penyakit Tidak Menular Dan Faktor Resiko.

Buku Pintar Posbindu PTM.

Krisnatuti, dkk (2014). Diet Sehat Untuk Penderita Diabetes Mellitus Edisi

Revisi. Jakarta Timur: Penebar Swadaya.

K, Chatterjee & S, Dhara (2015). A Study of Vo2max in Relation with Body

Mask Index (BMI) of Physical Educaion Students. Research Journal of

Physical Education Science, Vol. 3 No. 6, pp. 9-12.

L. Lingga. (2012). Program Anti-X Tanpa Obat, Sindrom X: Diabetes Tipe-2,

Hiperkolesterolemia, dan Hipertrigliserida, Hipertensi, dan Obesitas.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Liu Bo, Liu Bowei. (2019). Hubungan Antara Indeks Kebulatan Tubuh Dan

Sindrom Metabolik Pada Diabetes Tipe 2. Volume, 12, No.3.

Marice Sihombing. (2016). Hubungan Komponen Sindrom Metabolik Dengan

Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. Pp.18-28.

Maxine, dkk (2016). Current Medical Diagnosis & Treatment. University of

California, San Fransisco.

Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Page 104: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

85

Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Nugrahaeni, Dyan Kunthi. (2011). Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: ECG.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka. Cipta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2015). Penatalaksanaan

Diabetes Melitus. Fakultas Kedokteran. Jakarta.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2017). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur.

Puskesmas Manguharjo. (2017). SPM Bidang Kesehatan Tahun 2017. Madiun:

Puskesmas Manguharjo.

Puskesmas Manguharjo. (2018). SPM Bidang Kesehatan Tahun 2018. Madiun:

Puskesmas Manguharjo.

Puskesmas Manguharjo. (2018). Profil UPTD Puskesmas Manguharjo. Madiun:

Puskesmas Manguharjo.

Rini, S. (2015). Sindrom Metabolik. Penelitian: Fakultas Kedokteran, Universitas

Lampung.

Rieny Hutami. (2017). Hubungan Status Gizi Dan Sindrom Metabolik Dengan

Kejadian Komplikasi Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Hal.4.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2013). Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Jakarta.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2018). Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Jakarta.

R, Stocker dkk (2004). Role of Oxidative Modification in Atheroclerosis. Journal

Physiology. 84(5): 1381–1392. Azhari. 2007. Stress Oksidatif: Faktor

Penting Penyulit Vascular. Jurnal Farmacia. 15(4): 25–32.

Page 105: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

86

S, Anani. (2012). Hubungan Antara Perilaku Pengendalian Diabetes Kadar

Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD

Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Medicine Journal Indonesia. Vol.20

No.4:466-478.

S, Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi

Pemula. Yogyakarta: Mitra Cendekia.

Saryono. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Offset.

A, Shahab. (2012). Sindrom Metabolik. Jurnal media informasi Ilmu Kesehatan

dan Kedokteran.

Sirait, A.M., Sulistiowati, E. (2014). Sindrom Metabolik Pada Orang Dewasa Di

Kota Bogor. Media Penelitian dan Pengembangan.

Suzane C, Smeltzer. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth

Alih Bahasa Agung Waluyo, (et al). Jakarta: EGC.

Soewondo dkk. (2011). “Prevalence, Characteristics, and Predictors of

Prediabetes in Indonesia”. Medicine Journal Indonesia, Vol.20, No.4.

S, Sugiani. (2011). Status Gizi dan Status Metabolik Pasien Diabetes Mellitus

Rawat Jalan Di RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Ilmu Gizi. Vol 2 No 1,

Februari 2011: 49-57.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiarto. (2012). Hubungan Asupan Energi, Protein dan Suplemen dengan

Tingkat Kebugaran. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, 94-101.

S, Soetardjo. (2011). Gizi Usia Dewasa in: Gizi Seimbang Dalam Daur

Kehidupan. Atmatsier et al (Ed). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

S, Wang. (2012). Metabolic Syndrome. Eds. Ali, YS Medscape Reference.

Soleha Umiana. (2015). Hubungan Sindrom Metabolik Dengan Penyakit

Kardiovaskuler. Pp12-20.

Wirakmono. (2006). Sindrom Metabolik. Jurnal Kedokteran Indonesia. 35(10):

10–26.

Page 106: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

87

World Health Organization (WHO). (2013). Global Prevalence of Diabetes:

Estimetes for the Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Mellitus.

World Health Organization (WHO). (2014). Commission on Ending Childhood

Obesity. Geneva, World Health Organization, Departement of Non

communicable disease surveillance.

World Health Organization (WHO). (2016). Global Report On Diabetes. France.

World Health Organization (WHO). (2000). Informasi Kesehatan.

Zahtamal dkk (2014). Prevalensi Sindrom Metabolik Pada Pekerja Perusahaan.

Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 9 No 2

Page 107: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

LAMPIRAN

Page 108: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

88

LAMPIRAN 1

Page 109: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

89

LAMPIRAN 2

Page 110: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

90

LAMPIRAN 3

Page 111: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

91

LAMPIRAN 4

Page 112: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

92

LAMPIRAN 5

Page 113: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

93

LAMPIRAN 6

Page 114: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

94

LAMPIRAN 7

Page 115: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

95

LAMPIRAN 8

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

“ Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom

Metabolik pada penderita Dabetes Melitus Tipe 2 di

Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo”.

Yth. Bapak/ Ibu Calon Responden Penelitian Di Posbindu Sagita

KotaMadiun

Assalamua’alaikum Wr. Wb. Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Kesehatan

Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, akan melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Sindrom Metabolik pada

penderita Dabetes Melitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor

Manguharjo”. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa

jauh pengaruh sindrom metabolik dan IMT pada penderita diabetes melitus tipe

2. Untuk itu, saya mohon kesediaannya untuk menjadi responden dalam

penelitian ini dan saya akan menjamin segala kerahasiaan Bapak/ Ibu. Jika

bersedia menjadi responden, mohon untuk menandatangani lembar persetujuan

yang telah disediakan.

Demikian surat permohonan ini saya buat, atas partisipasinya dan

perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Madiun, 8 Juni 2020

Hormat Saya,

Gevino Valentina W

Page 116: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

96

LAMPIRAN 9

TABULASI DATA

NO

NAMA

RESPON

DEN

UMUR L/P PEND. PEK. IMT TEK.

DARAH

TRIGLIS

ERIDA HDL

1 AG 2 1 2 2 0 0 0 0

2 AL 4 2 2 1 0 0 1 0

3 AM 1 2 2 1 0 0 0 0

4 AN 4 1 1 2 0 0 0 1

5 AI 4 2 1 1 0 0 0 1

6 BA 1 1 1 2 0 0 0 1

7 BI 4 2 1 1 1 0 1 0

8 BS 4 2 1 1 0 0 0 0

9 CN 4 2 1 1 1 0 0 0

10 DA 1 2 1 1 0 0 0 0

11 DJ 3 1 1 1 1 0 0 0

12 DJI 4 1 1 2 1 0 1 1

13 DJU 3 1 2 2 0 0 0 1

14 DW 4 2 3 5 0 0 0 0

15 DH 3 2 2 1 1 0 0 0

16 DW 1 2 2 1 0 0 1 1

17 ED 1 2 2 1 0 0 1 0

18 EK 2 1 3 2 1 0 1 0

19 EN 2 2 3 2 0 0 0 0

20 GA 3 2 2 1 1 0 0 1

21 GU 4 2 2 1 0 1 1 1

22 HA 4 1 1 2 0 1 1 1

23 HA 4 2 1 2 0 0 0 0

24 HAR 3 1 1 4 1 0 0 0

25 HY 2 2 1 2 0 0 0 0

26 HE 4 2 1 1 0 1 1 1

27 IE 2 1 2 4 1 0 0 1

28 JA 1 1 2 2 0 0 0 0

29 JO 4 1 2 2 1 1 1 0

30 KU 2 1 2 2 1 0 0 0

31 KUS 2 1 3 2 0 1 0 0

32 LI 2 2 2 2 1 1 1 1

33 MA 3 1 1 3 1 0 0 1

34 MAR 2 2 2 2 0 0 1 0

35 MY 2 2 1 1 0 1 1 0

36 MIS 3 2 2 4 1 0 0 1

37 MIY 2 2 2 4 0 0 1 0

38 MU 4 2 1 3 0 1 1 0

39 MUL 4 1 3 5 0 0 0 0

40 MUR 2 1 1 2 1 0 0 0

41 MU 4 2 1 1 0 0 1 0

42 NO 4 2 2 2 1 1 0 0

Page 117: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

97

NO

NAMA

RESPON

DEN

UMUR L/P PEND. PEK. IMT TEK.

DARAH

TRIGLIS

ERIDA HDL

43 PA 4 2 2 3 0 0 1 1

44 PAR 2 1 2 2 1 0 0 1

45 PO 3 2 2 2 1 0 1 0

46 PON 4 2 1 1 1 0 0 0

47 PR 1 2 1 1 1 0 1 0

48 PRI 1 1 2 2 0 0 0 1

49 PU 3 2 1 1 1 0 0 0

50 RA 4 2 2 4 1 1 1 0

51 RAM 4 2 2 2 0 1 0 0

52 RAN 2 1 2 2 1 0 0 0

53 RI 4 1 1 2 1 0 1 0

54 RU 2 1 2 2 1 0 0 0

55 SA 3 2 2 1 1 1 0 1

56 SAM 4 1 2 3 0 0 0 1

57 SAR 3 2 1 1 1 0 1 1

58 SM 3 2 2 1 0 1 0 1

59 SAM 3 2 2 3 0 0 0 0

60 SI 4 2 2 2 1 0 0 0

61 SH 4 2 2 2 1 0 1 0

62 SI 3 1 2 2 1 1 0 0

63 ST 4 1 3 5 0 0 1 0

64 ST 3 1 1 3 1 0 0 0

65 SL 4 2 1 1 0 1 0 1

66 SW 3 2 2 1 0 0 0 0

67 SOE 2 2 2 1 1 0 0 0

68 SOE 4 2 1 1 0 1 1 0

69 SR 3 2 1 1 0 0 1 0

70 SI 3 2 2 1 0 0 0 0

71 SH 3 2 2 1 1 0 0 0

72 SI 2 1 2 4 1 0 1 1

73 SH 3 1 2 4 0 1 1 0

74 SW 4 1 1 3 1 0 0 0

75 SR 2 2 1 1 1 1 0 0

76 SL 3 2 1 1 0 1 0 0

77 SU 2 2 2 1 0 0 1 1

78 SUD 4 2 2 1 1 0 0 1

79 SUG 3 2 2 1 0 1 1 0

80 SUH 2 2 1 1 0 0 0 0

81 SUH 2 2 1 1 1 0 1 0

82 SUK 4 2 3 5 1 1 0 1

83 MH 3 2 2 1 0 0 0 1

84 NM 4 2 2 3 1 0 0 0

85 ML 2 2 2 2 0 0 0 0

86 NB 2 2 2 4 0 1 0 0

Page 118: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

98

LAMPIRAN 10

HASIL OUTPUT SPSS

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT

ANALISIS UNIVARIAT

Jenis_Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-Laki 29 33,7 33,7 33,7

Perempuan 57 66,3 66,3 100,0

Total 86 100,0 100,0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak bekerja 37 43.0 43.0 43.0

karyawan swasta 29 33.7 33.7 76.7

Pedagang 8 9.3 9.3 86.0

Wirawasta 8 9.3 9.3 95.3

Pensiunan 4 4.7 4.7 100.0

Total 86 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Tingkat Pendidikan Dasar 33 38,4 38,4 38,4

Tingkat Pendidikan Menengah 46 53,5 53,5 91,9

Tingkat Pendidikan Tinggi 7 8,1 8,1 100,0

Total 86 100,0 100,0

Page 119: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

99

Kat_Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 36-45 tahun 8 9,3 9,3 9,3

46-55 tahun 24 27,9 27,9 37,2

56-65 tahun 25 29,1 29,1 66,3

>=66 tahun keatas 29 33,7 33,7 100,0

Total 86 100,0 100,0

ANALISI BIVARIAT

Sindrom_Metabolik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

e Percent

Valid Sindrom Metabolik 50 58,1 58,1 58,1

Tidak Sindrom Metabolik 36 41,9 41,9 100,0

Total 86 100,0 100,0

Kat_IMT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Obesitas 46 53,5 53,5 53,5

Tidak Obesitas 40 46,5 46,5 100,0

Total 86 100,0 100,0

Kat_IMT * Sindrom_Metabolik Crosstabulation

Sindrom_Metabolik

Total

Sindrom

Metabolik

Tidak Sindrom

Metabolik

Kat_IMT Obesitas Count 40 6 46

Expected Count 26,7 19,3 46,0

% within Kat_IMT 87,0% 13,0% 100,0%

Tidak Obesitas Count 10 30 40

Expected Count 23,3 16,7 40,0

% within Kat_IMT 25,0% 75,0% 100,0%

Total Count 50 36 86

Expected Count 50,0 36,0 86,0

% within Kat_IMT 58,1% 41,9% 100,0%

Page 120: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact

Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 33,746a 1 ,000

Continuity Correctionb 31,248 1 ,000

Likelihood Ratio 36,322 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear

Association 33,353 1 ,000

N of Valid Casesb 86

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,74.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kat_IMT

(Obesitas / Tidak Obesitas) 20,000 6,543 61,135

For cohort Sindrom_Metabolik =

Sindrom Metabolik 3,478 2,010 6,018

For cohort Sindrom_Metabolik =

Tidak Sindrom Metabolik ,174 ,081 ,375

N of Valid Cases 86

Page 121: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

101

LAMPIRAN 11

Page 122: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

102

Page 123: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

103

LAMPIRAN 12

Page 124: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

104

Page 125: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

105

LAMPIRAN 13

DOKUMENTASI PENELITIAN

Pengukuran Tinggi Badan Penimbangan Berat Badan

Pengecekan Gula Darah Sewaktu Pengukuran Lingkar Perut

Page 126: SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM ...

106

Pengecekan Tekanan Darah