SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

77
SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN MELASMA Oleh : AMIN SIAGIAN 130100315 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

Page 1: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL

DENGAN KEJADIAN MELASMA

Oleh :

AMIN SIAGIAN

130100315

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Page 2: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL

DENGAN KEJADIAN MELASMA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh kelulusan

sarjana kedokteran

Oleh :

AMIN SIAGIAN

130100315

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Page 3: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …
Page 4: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

ii

ABSTRAK

Latar Belakang Angka kelahiran bayi yang terlalu tinggi tanpa disertai

kemampuan ekonomi yang memadai, justru akan merugikan dan menimbulkan

masalah bagi keluarga dan negara, berupa kematian ibu dan bayi, bayi kurang

gizi, dan masalah ekonomi dan kesehatan lainnya. Salah satu cara pemerintah

untuk mengatasi hal tersebut adalah program Keluarga Berencana (KB), dimana

salah satu dari pilar program tersebut adalah kontrasepsi. Kontrasepsi secara garis

besar dapat dibagi menjadi kontrasepsi non-hormonal dan hormonal. Namun,

ditemukan berbagai efek samping dari penggunaan kontrasepsi hormonal yang

dilaporkan oleh penggunanya. Salah satu efek samping yang dilaporkan adalah

bercak-bercak kehitaman di wajah yang disebut sebagai melasma.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan

kontrasepsi hormonal dengan kejadian melasma.

Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode

studi cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru. Data

diperoleh dengan instrumen kuesioner.

Hasil Didapatkan 41 responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal sebagai

dan 41 responden yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi

hormonal terbukti secara bermakna berhubungan dengan kejadian melasma. (p =

0,001.

Kesimpulan Diharapkan praktisi kesehatan selalu mengedukasi calon akseptor

kontrasepsi hormonal akan kemungkinan kejadian melasma sebagai efek yang

tidak diinginkan.

Kata kunci : Melasma, Kontrasepsi Hormonal

Page 5: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

iii

ABSTRACT

Backgrounds High birth rate in without a proper income would only deteriorate

the socioecomic status of the family and causing many fatal problems such as

high maternal and baby death number and babies with malnutrion. Governor, to

counter this phenomenon, creates a program with the main goal is to limit the

number of birth rate. The program is called the family planning program, with

contraception as one of the many pillars of the program. Contraception, can be

divided into two main categories, which is non hormonal and hormonal

contraception. As the program runs, unwanted or adverse effect from the use of

the hormonal contraception emerges. One of the common adverse effect of the

hormonal contraception is patches of hyperpigmentation macules called melasma.

Objectives This study conducted to determine the role of hormonal contraception

on the incidence of melasma.

Methods This study was an analitical study, with cross sectional type of study as

its method. This study took00 place in the Sentosa Baru primer health care

facility. The datas were acquired by questionnaire as the instrument.

Results Out of 82 patients, 41 used hormonal contraception, 41 patients didn’t use hormonal contraception. Hormonal contraception was proven related

significantly with the incidence of melasma (p = 0,001).

Conclusion The researcher concluded hormonal contraception is significantly

related to incidence of melasma and as its risk factor. Therefore, all health

practitioner should always educate the possibility of melasma to the hormonal

contraception acceptor candidate.

Keywords : Melasma, Hormonal Contraception

Page 6: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

selesainya skripsi yang berjudul “Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Dengan Kejadian Melasma” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

kelulusan Sarjana Kedokteran.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak. Untuk kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Dr. dr. Aldy S Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

2. dr. Nova Zairina Lubis, M.Ked(DV), Sp.DV selaku Dosen

Pembimbing I yang telah membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

3. dr. Eka Roina Megawati, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang

telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K) selaku Dosen Penguji yang

telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ(K) selaku Dosen Penguji

yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

7. Kedua orang tua yang penulis hormati dan sayangi Marjohan Siagian

dan Marhaida Purba yang telah banyak memberikan dorongan moril,

doa, dan materil dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kedua saudara kandung yang penulis sayangi Pandapotan Douglas

Pugasma Siagian dan Ben Oni Pugastri Siagianyang telah memberikan

dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

Page 7: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

v

9. Teman-teman saya, PLL Methosa (Tinik, Priska, Della, Janni, Beatrix,

Yunike), Riri, Firdaus, Catherine, Suyata, Sere, David S., Kak Yenis

Sinaga dan Siti Fatmawati, Meiya S., yang telah membantu dan

memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Saudara, kerabat dan teman-teman angkatan 2013 Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan

namanya satu per satu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan

kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan selanjutnya.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, Januari 2017

Hormat Saya

Amin Siagian

Page 8: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ......................................................................................... .i s

Abstrak ............................................................................................................... ii .

Abstract .............................................................................................................. iii .

Kata pengantar .................................................................................................. iv .

Daftar Isi ............................................................................................................ vi .

Daftar Tabel ................................................................................................................vii j

Daftar Gambar .................................................................................................. ix .

Daftar Lampiran ................................................................................................ x .

Daftar Singkatan ............................................................................................... xi ,

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1d

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1a

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3h

1.3 TujuanPenelitian .............................................................................................. 3a

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 3a

1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 3a

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 3z

1.4.1 Untuk Peneliti ........................................................................................ 3z

1.4.2Untuk Masyarakat ................................................................................... 3z

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4a

2.1 Kontrasepsi Hormonal ................................................................................... 4a

2.1.1 Definisi ........................................................................................................... 4..

2.1.2 Jenis Kontrasepsi Hormonal ................................................................... 4a

2.1.3 Siklus Ovarium-Endometrium .............................................................. 6a

2.1.4 Efek Samping Penggunaan Kontrasepsi Hormonal ............................... 10.

2.2 Sistem Pigementasi Kulit ................................................................................ 12.

2.3 Melasma .......................................................................................................... 17.

2.3.1 Definisi ................................................................................................... 17.

2.3.2 Epidemiologi .......................................................................................... 17.

-2.3.3 Etiologi .................................................................................................... 18.

2.3.4 Patogenesis ............................................................................................. 19.

2.3.5 Klasifikasi .............................................................................................. 20.

2.3.6 Diagnosis ................................................................................................ 21.

2.3.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 22.

2.4 Hubungan Kontrasepsi Hormonal Dengan Melasma ..................................... 27.

Page 9: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

vii

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ........................ 28.

3.1 Kerangka Teori................................................................................................ 28.

3.2 Kerangka Konsep ............................................................................................ 29.

3.3 Hipotesa Penelitian.......................................................................................... 29.

BAB 4 METODE PENELITIAN ...................................................................... 30.

4.1 Rancangan Penelitian ...................................................................................... 30.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 30.

4.2.1 Waktu Penelitian ................................................................................... 30.

4.2.2 Lokasi Penelitian ................................................................................... 30.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 30.

4.3.1 Populasi Penelitian ................................................................................ 30.

4.3.2 Sampel Penelitian ................................................................................. 30.

4.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 32.

4.5 Definisi Operasional........................................................................................ 32.

4.6 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................ 34.

BAB 5 HASIL PENELITIAN .......................................................................... 35.

5.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 35.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 35.

5.1.2 Deskripsi Krakteristik Responden ................................................... 35.

5.1.3 Hasil Analisis Statistik .................................................................... 39.

5.2 Pembahasan .............................................................................................. 41.

BAB 6 KESIMPULAN ...................................................................................... 44.

6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 44.

6.2 Saran ......................................................................................................... 44.

6.2.1 Bagi Penyedia Fasilitas KB ............................................................. 44.

6.2.2 Bagi Calon Akseptor KB ................................................................ 44.

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45.

LAMPIRAN ......................................................................................................... 50.

Page 10: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Jenis-jenis kontrasepsi hormonal

5

2.2 Melasma Area Severity Index Scale (MASI) Grading Scale 21

5.1 Distribusi frekuensi penggunaan alat KB hormon dari responden 35

5.2 Distribusi frekuensi umur dari responden 36

5.3 Distribusi frekuensi pendidikan dari responden 36

5.4 Distribusi frekuensi pekerjaan dari responden X 37

5.5 Distribusi frekuensi jenis alat KB hormon dari responden 37

5.6 Distribusi frekuensi lama pemakaian alat KB dari responden 38

5.7 Distribusi frekuensi melasma pada responden 38

5.8 Distribusi tipe melasma pada responden 38

5.9 Prevalensi melasma pada tiap jenis kontrasepsi hormonal 39

5.10 Analisis Uji Korelasi Chi Square antara Kontrasepsi Hormonal 40

dengan Kejadian Melasma

5.11 Analisis Uji Korelasi Chi Square antara Riwayat Keluarga 40

dengan Kejadian Melasma

5.12 Analisis Uji Korelasi Chi Square antara Riwayat 41

HiperpigmentasiPada Kehamilan dengan Kejadian Melasma

Page 11: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Siklus Ovarium-Endometrium 10

2.2 Skema Pembentukan Melanin 16

2.3 Melasma Pada Laki-laki 23

3.1 Skema Kerangka Teori Penelitian 28

3.2 Skema Kerangka Konsep Penelitian 29

Page 12: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Lembar Penjelasan Pasien 50

2 Lempar Persetujuan Setelah Penjelasan 52

3 Kuesioner Penelitian 53

4 Tabel Output SPSS 55

Page 13: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

xi

DAFTAR SINGKATAN

ACTH :Adrenocorticotropic Hormone

BSD : Brazilian Society of Dermatology

DHI : 5,6-dihydroxyindole

DHICA : 5,6-dihydroxyindole-2-carboxylicacid

DNA :Deoxyrybonucleic Acid

DOPA :3,4-dyhydroxyphenylalanine

FSH : Follicle Stimulating Hormone\

GABA : Gamma Amino Butyric Acid

GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone

hCG : Human Chorionic Gonadotropine

HDL : High Density Lipoprotein

KB : Keluarga Berencana

LH : Lutenizing Hormone

MASI :Melasma Area Severity Index

MMP : Metalloproteinase

MSH :Melanocyte Stimulating Hormone

PABA : Para Amino Benzoic Acid

POH :Preorbital Hyperpigmation

POMC :Proopiomelanocortin

ROS : Reactive Oxygen Species

SCW : Skin Whitening Complex

SPF : Sun Protection Factor

TRP : Tyrosinase Related Protein

UV : Ultraviolet

Page 14: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keluarga Berencana atau family planning adalah metode yang digunakan untuk

mengatur dan merencanakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga

Berencana (KB) dapat memberikan banyak keuntungan seperti pengaturan jarak

dan jumlah kehamilan. Hal ini akan mengurangi jumlah kematian ibu dan bayi

serta kehamilan yang tidak diinginkan.1

Salah satu komponen penting dalam

Keluarga Berencana adalah penggunaan kontrasepsi.

Kontrasepsi didefinisikan sebagai segala cara yang digunakan untuk mencegah

kehamilan, baik dengan pencegahan pembuahan sel ovum oleh sel sperma atau

dengan pencegahan implantasi sel ovum yang telah dibuahi di dinding uterus.

Kontrasepsi semakin populer di kalangan wanita usia reproduktif setiap tahunnya.

Kurang lebih sebanyak 64% wanita di seluruh dunia yang telah menikah atau pada

usia reproduktif menggunakan salah satu metode kontrasepsi.2

Kontrasepsi

hormonal merupakan salah satu jenis kontrasepsi yang sangat populer.

Selain dapat menekan jumlah kehamilan, kontrasepsi juga memiliki beberapa

kelebihan yang tidak berhubungan dengan proses kehamilan. Pemberian

kontrasepsi hormonal dapat mengatasi nyeri akibat endometriosis, adenomyosis,

menstrual migraine, serta pada kondisi premenstrual syndrome. Kontrasepsi dapat

juga mengatasi keadaan seborrhea, acne, hirsutisme, dan alopesia. Kontrasepsi

juga dapat mencegah kejadian fibroadenoma pada payudara dan beberapa jenis

kanker ovarium.3

Dibalik banyak keuntungan tersebut, kontrasepsi hormonal juga dapat

mengakibatkan beberapa efek samping bagi penggunannya. Efek samping tersebut

dapat berupa keluhan ringan seperti mual, nyeri kepala, penambahan berat badan,

breakthrough bleeding/spots, dan perubahan emosi tak menentu. Beberapa efek

Page 15: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

2

samping berbahaya seperti gangguan sistem kardiovaskular, hepatobilier, dan

hipertensi dapat terjadi pada pengguna kontrasepsi. Kontrasepsi oral juga terbukti

dapat meningkatkan resiko kanker payudara dan serviks.4

Salah satu efek yang

dapat ditimbulkan penggunaan kontrasepsi adalah kondisi kulit hiperpigmentasi

yaitu melasma.

Melasma merupakan kelainan pada kulit dengan faktor predisposisi utama

sinar ultraviolet (UV) dan hormon seks, digolongkan sebagai hipermelanosis yang

umumnya bersifat simetris, berupa makula yang tidak merata berwarna coklat

muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan

tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu.5-7

Melasma jarang dijumpai pada masa pra pubertas dan lebih sering dijumpai

pada wanita daripada pria, khususnya pada wanita masa reproduktif. Melasma

juga lebih sering dijumpai pada orang-orang berkulit gelap (tipe kulit Fitzpatrick

IV, V, VI).6

Melasma juga dapat diderita oleh laki-laki, dengan prevalensi

terbanyak diderita oleh laki-laki keturunan asli yang berasal dari daerah Amerika

Tengah, hingga mencapai angka 35%.7

Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor kausatif

yang dianggap berperan pada patogenesis melasma diantaranya adalah prediposisi

genetik, ras, pemakaian bahan kosmetika tertentu, obat-obatan terutama antibiotik,

defisiensi nutrisi, dan idiopatik. Faktor utama ialah paparan sinar ultraviolet dan

gangguan keseimbangan hormonal.5,7

Penggunaan kontrasepsi hormonal diduga

juga dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya melasma.

Penggunaan kontrasepsi hormonal diduga mengakibatkan ketidakseimbangan

hormonal, terutama hormon seks estrogen dan progesteron yang dapat memicu

kejadian melasma. Penelitian oleh Suhartono menunjukkan prevalensi melasma

sebesar 31,3% pada pengguna kontrasepsi.8

Penelitian oleh Oktarina menunjukkan

adanya hubungan bermakna antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan

kejadian melasma (p < 0,05).9

Page 16: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

3

Dari gambaran tersebut, peneliti tertarik untuk melihat apakah terdapat

hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian melasma.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan

kejadian melasma?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian melasma.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran profil

akseptor KB hormonal di masyarakat yang didapati juga menderita melasma, dan

menentupkan apakah terdapat hubungan antara riwayat keluarga dan

hiperpigmentasi pada kehamilan dan kejadian melasma.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Peneliti

Memperoleh pengetahuan dan data untuk melakukan pengembangan penelitian

di bidang yang sama.

1.4.2 Untuk Masyarakat

Sebagai sumber data untuk mengatasi dan mengobati penyakit melasma di

kalangan wanita akseptor KB hormonal.

Page 17: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi Hormonal

2.1.1 Definisi

Kontrasepsi hormonal didefinisikan sebagai segala cara yang digunakan untuk

mencegah kehamilan dengan cara memberikan hormon sintetis eksogen berupa

estrogen atau progesteron, atau campuran dari keduanya yang pada akhirnya akan

mencegah kehamilan.

2.1.2 Jenis Kontrasepsi Hormonal

Berikut ini merupakan jenis-jenis dari kontrasepsi hormonal.

Tabel 2.1 Jenis-jenis kontrasepsi hormonal2

Metode Deskripsi Mekanisme Kerja Keberhasilan

Kontrasepsi

oral kombinasi

Mengandung

hormon estrogen

dan progesteron

Mencegah ovulasi sel

telur menuju uterus

>99% dengan

penggunaan

yang benar

Pil hanya

progestin

Hanya

mengandung

hormon

progesteron

Menebalkan lapisan

mukus di serviks

untuk mencegah

kehamilan

>99% dengan

penggunaan

yang benar

Implan Sebuah batangan

kecil

dimaksukkan ke

dalam kulit

mengandung

hormon

progesteron

Menebalkan lapisan

mukus di serviks

untuk mencegah

kehamilan

>99%

Page 18: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

5

Suntikkan

progesteron

Suntikan hormon

progesteron ke

lapisan otot tiap 2

sampai 3 bulan

Menebalkan lapisan

mukus di serviks

untuk mencegah

kehamilan

97%

Suntikkan

kombinasi

estrogen dan

progesteron

Suntikkan

hormon

kombinasi tiap

sebulan

Mencegah ovulasi

sehingga mencegah

kehamilan

97%

Kombinasi

cincin vagina

dan tambalan

kontrasepsi

hormonal

Secara terus

menerus

mengeluarkan

hormon estrogen

dan progesteron

Mencegah ovulasi

sehingga mencegah

kehamilan

Jenis ini

merupakan jenis

kontasepsi baru

sehingga masih

sedikit data

mengenai

keberhasilannya

Intrauterine

device (IUD)

dengan

levonorgestrel

Sebuah alat kecil

berbentuk huruf T

yang dimasukkan

ke dalam uterus

dan mengeluarkan

levonorgestrel

sedikit-sedikit

tiap hari

Merusak sel sperma

yang masuk sambil

menganggu struktur

lapisan endometrium

sehingga non-

implantable

>99%

Kontrasepsi

emergensi

(levonorgestrel

1,5 mg)

Pil mengandung

levonergestrel

dalam jumlah

besar

Mencegah ovulasi

sehingga mencegah

kehamilan

>99%

Page 19: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

6

2.1.3 Siklus Ovarium-Endometrium

Merupakan suatu siklus yang dialami semua wanita dalam masa hidupnya. Siklus

ini dialami wanita tiap bulan dan dikenal oleh banyak orang banyak sebagai siklus

menstruasi. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal berkaitan erat dengan siklus

ini.

Siklus ovarium-endometrium dapat dibagi berdasarkan tempat kejadiannya,

yaitu di ovarium dan di endometrium. Di Ovarium, siklus ini terbagi menjadi fase

folikular dan luteal. Di Endometrium, siklus ini terbagi menjadi fase proliferatif

dan fase sekretorik. Siklus ini berlangsung 25 – 35 hari, selama kurang lebih 40

tahun masa reproduktif dari seorang wanita.10

1. Siklus Ovarium

a. Fase Folikular

Fase folikular ditandai dari hari 1 sampai hari 14 siklus ovarium.

Pada fase ini terjadi pematangan folikel-folikel di ovarium yang pada

akhirnya akan menghasilkan satu follicle de graaf yang akan

menghasilkan sel ovum. Selama tiap siklus ovarium, terjadi

pertumbuhan beberapa folikel stadium antral yang dikenal sebagai

cohort akibat peninggian rasio FSH:LH dari fase luteal sebelumnya.10,11

Folikel-folikel cohort ini mampu menghasilkan estradiol karena sel

granulosa dari folikel ini telah berkembang sehingga mendapat suplai

vaskular yang baik. Selanjutnya akan dipilih dari salah satu folikel-

folikel cohort ini suatu folikel dominan melalui mekanisme yang

belum diketahui, sementara sisa folikel lain akan mengalami atresia.

Hal ini terjadi akibat negative feedback dari peningkatan estradiol dan

produksi inhibin β dari folikel-folikel cohort untukmenghalangi

pelepasan FSH oleh hipofisis.10,11

Produksi estradiol ditentukan oleh dua sel, sesuai dengan hipotesis

dua gonadotropin, dua sel. Folikel yang paling sensitif terhadap FSH,

akan berkembang dan merangsang pembentukan reseptor LH di lapisan

Page 20: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

7

sel teka interna. Setelah munculnya reseptor LH, sel granulosa mulai

menyekresikan progesteron untuk memicu positive feedback untuk

pelepasan LH. LH akan merangsang sel teka untuk memproduksi

androgen yang akan berdifusi menuju sel granulosa, yang akan

diaromatisasi membentuk estrogen.10,11

b. Ovulasi

Ovulasi adalah lepasnya sel ovum dari folikel matang. Kejadian ini

diakibatkan oleh lonjakan hormon LH yang mencapai puncaknya 10 –

12 jam sebelum ovulasi. FSH juga mencapai puncaknya pada tahap ini.

Kadar estrogen yang meningkat drastis memberi positive feedback

terhadap hipotalamus untuk mengeluarkan GnRH secara masif.

Mekanisme terlepasnya sel ovum ini diperkirakan melalui beberapa

hal.10,11

Kadar LH yang meninggi secara drastis ini diduga mengakibatkan

suatu reaksi inflamasi lokal yang tidak berbahaya. Terjadi peningkatan

produksi mediator inflamasi seperti interleukin dan prostaglandin.

Mediator ini akan membantu reaksi koagulasi protein dari lapisan

folikel, sehingga terjadi degradasi dari lapisan tersebut. Reaksi

koagulasi ini dibantu juga oleh enzim kolagenase serta plasminogen

activator.10,11

c. Fase Luteal

Sisa dari follicle de graaf yang telah melepaskan sel ovum akan

membentuk suatu struktur baru yang bernama korpus luteum melalui

beberapa reaksi kimiawi. Sel-sel teka dan granulosa mengalami

hipertropi dan semakin beradaptasi untuk melakukan steroidogenesis.

Lapisan granulosa menjadi dipenuhi pembuluh darah oleh reaksi

vaskularisasi yang dibantu oleh vascular endothelial growth factor

(VEGF).10,11

Page 21: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

8

Korpus luteum merupakan organ endokrin sementara yang bila tidak

terjadi kehamilan akan mengalami regresi 9 sampai 11 hari pascaovulasi.

Tugas utama korpus luteum adalah memproduksi progesteron. Korpus

luteum dipengaruhi oleh LH, dimana tanpa LH korpus luteum akan

mengalami luteolisis. Progesteron yang dihasilkan akan menimbulkan

progesterone inhibiting feedback ke hipotalamus melalui nukleus dengan

neurotransmitter β-endorfin.10,11

2. Siklus Endometrium

a. Fase Proliferatif

Lapisan endometrium dari uterus seorang wanita terbagi menjadi

dua, yaitu stratum basalis yang berada tepat diatas lapisan miometrium

uterus, dan stratum fungsionalis yang meluruh selama proses

menstruasi. Stratum fungsionalis terbagi menjadi dua lagi, yaitu lapisan

superfisial yang terdiri dari leher kelenjar uteri dan miskin akan sel-sel

stroma, serta lapisan bawah yang terdiri dari badan kelenjar dan sel-sel

stroma.11

Pada awal siklus (hari 0) endometrium memiliki ketebalan berkisar

2-3 mm. Pada hari ke-5, epitel endometrium terlah terbentuk kembali

serta terjadi revaskularisasi. Selama fase ini,akvititas mitosis meningkat

dari sel-sel stroma endometrium. Terjadi hiperplasia kelenjar serta

penambahan volume. Epitel permukaan menjadi memiliki lebih banyak

mikrovillus. Fase ini terjadi akibat peningkatan kadar estrogen yang

dihasilkan oleh folikel-folikel antral.10,11

b. Fase Sekretorik

Pada fase ini, kelenjar-kelenjar dipenuhi oleh substansi glikogen

yang akan disekretorikan ke permukaan endometrium. Kegiatan mitotik

akibat estrogen juga dihambat akibat tingginya kadar progesteron. Fase

sekretorik ini juga dipengaruhi oleh protein glycodelin. Tujuan sekresi

Page 22: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

9

ini adalah menyediakan lingkungan yang cocok untuk implantasi

blastokista.10,11

3. Menstruasi

Ketika implantasi blastokista tidak terjadi, atau tidak terjadi

fertilisasi sel ovum oleh sel sperma, proses desidualisasi tidak akan

dimulai. Proses desidualisasi ini sangat penting untuk menjaga

kelangsungan korpus luteum akibat hormon human chorionic

gonadotropin (β-hCG) yang dapat menggantikan kerja LH untuk

merangsang membentukan progesteron saat terjadi negative feedback

ke hipotalamus.10,11

Mekanisme peluruhan dinding endometrium diperkirakan melalui

beberapa hal. Salah satu yang diduga berperan dalam proses ini adalah

kelompok enzim metalloproteinase (MMP), yang mengakibatkan

kerusakan matriks ekstrasel dan integritas dari pembuluh darah arteri

spiralis. Infiltrasi dari sel-sel imun seperti polymorphonuclear

leukocyte dan monocyte ikut berperan dalam proses ini karena dapat

memicu reaksi enzimatis dari MMP. Sel epitel endometrium

mengeluarkan faktor kemotaktik seperti IL-8 dan protein kemotaktik

MCP-1. Prostaglandin F2αikut berperan dalam proses ini melalui

mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah yang akan menyebabkan

keadaan hipoksia pada lapisan superfisial endometrium.10,11

Page 23: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

10

Gambar 2.1 Siklus ovarium-endometerium

12

2.1.4 Efek Samping Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Efek samping dapat dibagi menjadi tiga, yaitu ringan, sedang, dan berat.4

1. Efek ringan

Efek yang sering ditemukan berupa breakthrough bleeding. Efek ini

dipengaruhi jumlah estrogen dan progesteron yang terkandung pada

kontrasepsi. Efek lain berupa kenaikan berat badan dan gangguan

metabolik berupa peninggian kolesterol ringan dapat juga ditemukan.

Depresi dapat terjadi akibat aktivasi sistem GABA dan penurunan jumlag

serotonin di otak. Efek dermatologis seperti melasma atau urtikaria dapat

ditemukan.

Page 24: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

11

2. Efek sedang

Efek sedang yang dapat terjadi berupa gangguan sistem hepato-biliaris.

Dapat timbul kondisi sepery Budd-chiary Syndrome dan peliosis hepatis.

Estrogen dapat menyebabkan stasis aliran bilier sehingga dapat dijumpai

kondisi jaundis pada enam bulan pertama pemakaian. Migraine juga

merupakan efek samping dari kontrasepsi hormonal.

3. Efek berat

Salah satunya ialah gangguan sistem kardiovaskular. Hipertensi dapat

terjadi pada penggunaan kontrasepsi hormonal akibat gangguan dari

sistem renin-angiotensin-aldosteron. Pada pengguna kontrasepsi dengan

riwayat hipertensi, kontrasepsi hormonal dapat juga meningkatkan resiko

infark miokard dan stroke. Gangguan pembuluh darah arteri dapat terjadi,

terutama dengan kontrasepsi dengan dosis progesteron yang tinggi.

Progesteron memiliki efek mengurangi kadar kolesterol HDL sehingga

dapat merusak strukstur arteri. Resiko deep vein thrombosis dapat juga

meningkat.

Efek keganasan juga dapat ditimbulkan oleh kontrasepsi hormonal.

Kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan resiko kanker serviks dan

payudara pada penggunanya. Resiko untuk mendapatkan kanker liver juga

meningkat akibat penggunaan kontrasepsi hormonal.

4. Efek lain

Efek lain yang dapat terjadi berupa angioedema, vaskulitis, serta

gangguan penglihatan. Mekanisme untuk terjadinya efek-efek ini belum

diketahui secara pasti.

Page 25: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

12

2.2 Sistem Pigmentasi Kulit

Warna kulit manusia terutama ditentukan oleh pigmen melanin sebagai faktor

utama serta komponen-komponen seperti pembuluh kapiler superfisial, kolagen,

ketebalan dari tiap lapisan kulit, dan bahan-bahan seperti karotenoid dan bilirubin.

Melanin berfungsi untuk melindungi kulit manusia dari radiasi sinar ultraviolet

serta berbagai jenis trauma. Melanin diproduksi oleh suatu sel yang disebut

melanosit, dimana melanin kemudian akan dikemas dalam suatu organel yang

disebut melanosom. Melanosom kemudian disekresikan ke keratinosit melalui

prosesus dendritik kemudian akan berkumpul menutupi nukleus sel epidermis

basal, membentuk struktur supranuclear cap.13,14

Diperkirakan satu melanosit akan menyediakan melanosom kepada lima

sampai enam keratinosit. Densitas melanosit berkisar 550 sampai lebih dari 1200

dalam tiap milimeter kubik area kulit, dengan kepadatan tertinggi di daerah wajah

dan genital. Melanosit terdapat di berbagai jaringan tubuh, seperti epidermis,

folikel rambut, retina, leptomeningeal, dan telinga bagian dalam. Melanin yang

diproduksi oleh melanosit jaringan-jaringan tersebut akan memberikan fungsi

terutama melindungi struktur jaringan dari radikal oksidatif. Pada telinga bagian

dalam, melanin diduga berpengaruh dalam proses regulasi ion kalium dalam

cairan endolimfe, sehingga ikut berpengaruh dalam proses pendengaran.15

Tingkat pigmentasi kulit manusia dipengaruhi tidak hanya dari jumlah

melanin, tetapi berbagai macam faktor seperti penjalaran prosesus dendritik dari

melanosit, serta produksi dan transpor melanosom menuju keratinosit. Prosesus

dendritik melanosit adalah penjalaran dari sitoplasma melanosit yang akan

berinteraksi dengan keratinosit. Prosesus dendritik disusun oleh protein aktin dan

integrin yang mengatur hubungan antara aktin dan extracellular matrix. Prosesus

dendritik juga diatur oleh keseimbangan antara keluarga protein Rho dan Rac,

dimana protein Rho akan memicu formasi dari prosesus dendritik, sementara

protein Rac akan membuat prosesus memendek.14

Page 26: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

13

Transpor melanosom menuju ujung prosesus dendritik melanosit terjadi di

sepanjang mikrotubul yang tersusun secara paralel terhadap aksis panjang dari

prosesus dendritik. Transpor melanosom juga dipengaruhi oleh protein motor

kynesin dan dynein. Protein motor ini berfungsi sebagai jembatan penghubung

antara melanosom dan mikrotubul. Pada ujung prosesus, melanosom akan

berkumpul dan menempel ke filamen aktin yang dibantu oleh protein MyoVa.

Penempelan melanosom ke protein MyoVa sendiri dibantu oleh protein Rab27a

dan MIph atau protein melanophilin. Proses pengambilan melanosom oleh

keratinosit dapat terjadi melalui beberapa mekanisme seperti exocytosis,

cytophagocytosis, penggabungan dari membran plasma, dan transfer vesikel

membran.14

Terdapat dua macam melanin, yaitu eumelanin pigmen yang lebih gelap

(cokelat-hitam) dan feomelanin yang lebih terang (kuning-merah). Melanin

diproduksi dari tirosin, melalui enzim tirosinase. Tirosin akan dirubah menjadi

DOPA (3,4-dihydroxyphenylalanine) dan dopaquinoneterlebih dahulu sebelum

diubah menjadi pigmen eumelanin (dari indole-5,6-quinone) dan feomelanin (dari

cysteinyldopa). Degradasi melanin bersamaan dengan degradasi melanosom,

dilakukan oleh asam hidrolase lisosom selama keratinosit naik menuju permukaan

epidermis, dan akhirnya hilang bersama lepasnya stratum korneum.14,15

Faktor-faktor yang mempengaruhi pigmentasi kulit :

1. Genetik

Gen yang berperan dalam patogenesis melasma antara lain TYR,

TYRP1, dan TYRP2. Fungsi terutama dari gen ini adalah sintesis enzim

tirosinase dan ekspresi protein TRP 1 dan TRP 2 yang berperan dalam

proses sintesis melanin.14

Gen yang mempengaruhi faktor keturunan ini

adalah gen SLC24A5 (Solute Carrier Family 24 member 5), sebuah gen

yang terdapat pada kromosom ke-15 dalam tubuh manusia. Gen ini

tersusun dari 396 molekul asam amino. Menurut penelitian, aktivitas gen

SLC24A5 inilah yang menentukan jumlah dan aktivitas melanosit.

Page 27: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

14

Semakin tinggi aktivitas gen SLC24A5, semakin tinggi jumlah melanosit

yang akan memproduksi banyak melanin. Artinya, kulit akan semakin

gelap. Demikian pula sebaliknya, jika aktivitas gen SLC24A5 ini semakin

sedikit, kulit cenderung semakin terang.14,16

2. Sinar ultraviolet (UV)

Sinar ultraviolet (UV) sebagai faktor patogenesis melasma,

mempengaruhi sintesis melanin dengan beberapa cara. SinarUV akan

merusak gugus sulfhidril yang merupakan penghambat tirosinase sehingga

dengan adanya sinar UV, enzim tirosinase bekerja secara maksimal dan

memicu proses melanogenesis.5

Panjang gelombang dari radiasi sinar

matahari yang paling berisiko dalam pencapaiannya ke bumi adalah UVA

320-400 nm dan UVB 290-320. Sinar UV akan mempengaruhi

mempengaruhi melanogenesis melalui dua cara, secara langsung dan tidak

lagsung. Secara langsung, UVA akan menciptakan reaksi fotooksidasi,

sementara UVB akan merusak susunan DNA, yang akan memicu produksi

protein tumor supressor gene p53. Protein ini selanjutnya dapat

meningkatkan kerja enzim tirosinase. Secara tidak langsung, sinar UV

akan mempengaruhi keratinosit. Keratinosit akan memberikan sinyal

untuk penambahan proliferasi melanosit, pembentukan prosesus dendritik,

dan biosintesis melanin. Sinar UV akan juga meningkatkan proliferasi

keratinosit.13-15

3. Hormon

Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) dapat merangsang melanosit

melalui Melanocortin 1 Receptor (MC1R). Ikatan reseptor-ligan ini akan

menstimulasi aktivitasadenyl cyclase, meningkatkan kadarcAMP

intraselullar, dan juga meningkatkan pembentukan tirosinase. MSH

berasal dari protein precursor, sebuah preprohormone yang disebut

proopiomelanocortin (POMC). POMC merupakan protein yang akan

dipecah menjadi beberapa peptida, seperti ACTH, MSH, β-lipotropin, β-

Page 28: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

15

endorphin. ACTH juga dapat mempengaruhi melanosit melalui

mekanisme yang sama dengan MSH. ACTH memiliki efek 1/30 terhadap

melanosit dibanding MSH, namun karena MSH diproduksi dalam jumlah

yang kecil, diperkirakan ACTH lebih menentukan kadar melanin

tubuh.17

Estrogen dan progesteron ikut mempengaruhi proses

melanogenesis, dengan mekanisme yang belum jelas. Terdapat reseptor

estrogen tipe nuklear dan permukaan di setiap melanosit. Estrogen

meningkatkan aktifitas enzim tirosinase dan ekspresi protein TRP1 dan

TRP2. Melanosit juga memiliki reseptor hormon progesteron. Progesteron

dapat memicu proliferasi dari melanosit. Aktifitas tirosinase serta

proliferasi sel juga dapat ditingkatkan oleh Vitamin D.18

Melanosit juga

memiliki reseptor untuk mediator inflamasi seperti prostaglandin pada

selnya, termasuk untuk PGE2 dan PGE2α. Melanosit juga memiliki reseptor

untuk histamin, H1 dan H2. Prostaglandin dan histamin dapat

meningkatkan aktifitas enzim tirosinase dan penambahan prosesus

dendritik melanosit.15

Page 29: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

16

Tyrosine

tirosinase

L- DOPA

(L-3,4-dihydroxyphenylalanine)

tirosinase

DOPAquinone

(glutation atau sistein)

DHI (5,6-dihydroxyindole) DOPAchrome CysteinylDOPA

TRP 2 (Tyrosinase

tirosinase related protein)

DHICA

(5,6-dihydroxyindole-2-carboxylic acid)

Indole 5,6-quinone Indole 5,6-quinone Alanyl-hydroxy-benzothiazine

carboxylic acid

TRP 2 (Tyrosinase

related protein)

Feomelanin

(merah-kuning)

Eumelanin

(Cokelat-hitam)

Gambar 2.2 Skema pembentukan melanin15

Page 30: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

17

2.3 Melasma

2.3.1 Definisi

Melasma merupakan suatu bentuk kelainan hipermelanosis yang umumnya

didapat serta simetris. Kelainan berupa makula tidak rata berwarna cokelat muda

sampai cokelat tua kehitaman. Tempat predileksi melasma merupakan daerah

yang sering terpajan sinar ultra violet seperti dahi, pipi, hidung, atas bibir, dan

dagu.5-7

Melasma berasal dari kata Yunani, yaitu melas yang artinya hitam.

Chloasma (mask of pregnancy) merupakan bentuk lain dari melasma yang muncul

pada 50-70% wanita hamil.

2.3.2 Epidemiologi

Melasma dapat mengenai seluruh ras penduduk, namun paling banyak

ditemukan pada ras penduduk yang tinggal di daerah yang sepanjang tahun

terpajan sinar matahari (iklim tropis). Insiden terbanyak dimiliki oleh manusia

dengan tipe warna kulit yang lebih gelap (Fitzpatrick III, IV, V dan VI)6.

Diperkirakan di Amerika Serikat, sekitar 5-6 juta wanita menderita kelainan ini.

Prevalensi melasma pada kulit Asia tidak diketahui akan tetapi diperkirakan

berkisar 40% terjadi pada wanita dan 20% pada pria.19

Studi prevalensi melasma telah dilakukan di berbagai negara lain. Sebuah studi

yang dilakukan oleh Brazilian Society of Dermatology (BSD) pada tahun 2006

menunjukkan bahwa melanoderma (melasma termasuk didalamnya) menempati

urutan ke-3 sebagai kelompok penyakit yang terdiagnosis (8,4 % dari total kasus),

dengan prevalensi 5,9% - 9,1%.20

Studi epidemiologis di India menunjukkan dari

312 kasus melasma yang ditemukan dalam kurun waktu setahun, perbandingan

perempuan dan laki-laki adalah 4 : 1. Sebanyak 55,12% mengaku bahwa paparan

sinar matahari adalah faktor yang memperparah melasma, sementara dari 250

pasien, 56 pasien mengaku bahwa kehamilan dan 46 mengaku bahwa kontrasepsi

oral adalah faktor yang memperparah melasma mereka. Tipe sentrofasial

merupakan tipe melasma terbanyak.21

Page 31: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

18

Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24 : 1. Melasma

terutama diderita oleh wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena pajaran

sinar matahari dengan insidensi terbanyak pada usia 30-44 tahun.5Suatu penelitian

dilakukan di Lampung tepatnya di RS DR. H. Abdul Moeloek untuk melihat

kualitas hidup pasien melasma. Dari 40 pasien, 38 adalah wanita (95%) dan 2

adalah laki-laki (5%). Rentang usia terbanyak adalah 32 – 47 tahun (60%). Tipe

melasma terbanyak adalah tipe sentro-fasial (32,5%).22

Febrianti, et al

menggambarkan epidemiologi melasma di RS DR. Ciptomangunkusumo Jakarta

menunjukkan prevalensi melasma sebesar 432 kasus (2,39%) dengan insidensi

179 kasus (2,49%) dan distribusi 97,93% wanita dan 2,07% pria.23

2.3.3 Etiologi

Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor

kausatif yang dianggap berperan pada etiopatogenesis melasma adalahsebagai

berikut.5

1. Sinar ultraviolet (UV)

Gugus sulfhidril di epidermis adalah penghambat enzim tirosinase, bekerja

dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet

merusak gugus ini, sehingga enzim tirosinase tidak dihambat dan akhirnya

memacu proses melanogenesis.

2. Hormon

Hormon-hormon seperti Melanocyte Stimulating Hormone (MSH),

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) , estrogen, dan progesteron.

3. Obat

Obat-obatan ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan dapat

merangsang melanogenesis. Obat-obatan tersebut antara lain hidantoin,

Page 32: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

19

mesantoin, klorpromasin, minosiklin, dan obat-obatan yang bersifat

sitostatik.

4. Genetik

Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.

5. Ras

Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit

berwarna gelap. Laki-laki keturunan asli yang berasal dari Guatemala

memiliki faktor resiko yang lebih tinggi dari laki-laki Meksiko,

mengindikasikan bahwa melasma dipengaruhi faktor genetik.7

6. Kosmetik

Contoh yang paling sering ialah penggunaan kosmetik pemutih yang

mengandung hidrokuinon, yang dipakai tidak akurat, justru dapat merusak

sel dan DNA (Deocyribonucleatic Acid) dan menciptakan ROS (Reactive

Oxygen Species), menyebabkan hiperpigmentasi.24

7. Kelainan Autoimun

Salah satu keluhan Addison’s disease adalah hiperpigmentasi.

Hiperpigmentasi pada wajah akan menimbulkan kondisi klinis mirip

melasma. Terdapat hubungan antara melasma dengan penyakit autoimun

tiroid, terutama yang mendapat melasma pada waktu kehamilan dan

setelah konsumsi kontrasepsi oral.25

8. Idiopatik.

2.3.4 Patogenesis

Sampai sekarang patogenesis melasma belum diketahui secara pasti.Beberapa

penelitian dilakukan untuk melihat karakteristik kulit melasma secara

histopatologis, untuk mengetahui proses patogenesis melasma. Ditemukan

peningkatan jumlah melanin di lapisan epidermis kulit melasma, serta

peningkatan ekspresi protein TRP1 dan TRP2 di kulit penderita melasma

dibanding kulit normal. Ditemukan juga gangguan membran basal, peningkatan

Page 33: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

20

vaskularisasi, solar elastosis, dan peningkatan jumlah sel mast pada kulit dengan

lesi melasma dibanding kulit normal.26

Melasma merupakan kondisi hiperpigementasi, artinya terjadi peningkatan

produksi melanin, proliferasi melanosit, transpor melanosom, proliferasi

keratinosit, dan penjuluran prosesus dendritik. Hal ini dapat disebabkan banyak

hal, dengan paparan sinar UV dan gangguan hormonal terutama hormon seks

sebagai faktor utama.5-7

2.3.5 Klasifikasi

Berdasarkan gambaran klinisnya, melasma dapat diklasifikasikan menjadi 3

tipe.5

1.aBentuk sentrofasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial,

bawah hidung, serta dagu. (63%)

2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral. (21%)

3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula. (16%)

Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan Wood’s lamp, melasma dapat

diklasifikasikan menjadi 4 tipe.5

1. Tipe epidermal : umumnya lebih kontras antara melasma dengan kulit

sekitarnya

2.l.Tipe dermal h: kontras kurang nyata antara melasma dengan kulit

sekitarnya.

3. Tipe campuran : terdapat bagian yang kontras dan bagian yang tidak

kontras.

4. Tipe tidak jelas : dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan

dengan sinar biasa jelas terlihat (pada kulit tipe IV)

Berdasarkan pemeriksaan histopatologik, sesuai dengan letak pigmennya,

melasma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe.5

1. Tipe epidermal : pada umumnya berwarna coklat; melanin terutama

terdapat di lapisan basal dan suprabasal, sel-sel yang padat mengandung

Page 34: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

21

melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan basal, dan suprabasal, juga

terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.

2. Tipe dermal : biasanya berwarna coklat kebiruan; terdapat makrofag

bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan

bawah, pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.

3. Tipe campuran : dapat dijumpai dua keadaan tersebut.

2.3.6 Diagnosis

Diagnosis melasma ditegakkan dengan pemeriksaan klinis. Untuk menentukan

tipe melasma dilakukan pemeriksaan dengan Wood’s lamp, sedangkan

pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu.5

Penentuan keparahan melasma menggunakan skor Melasma Area

SeverityIndex (MASI).27

Formula untuk menentukan skor MASI :

MASI : 0,3 (DF + HF)AF + 0,3 (DRM + HRM)ARM + 0,3 (DLM +

HLM)ALM + 0,1 (DC + HC)AC

D : Darkness F : Forehead

H : Homogeneity RM : Right Malar

A : Area LM : Left Malar

C : Chin

Tabel 2.2 Melasma Area Severity Index Scale (MASI) Grading Scale27

Score Darkness(D) Homogeinity(H) Area(A)

0

1

2

3

4

5

6

Absent

Slight

Mild

Marked

Maximum

Minimal

Slight

Mild

Marked

Maximum

No involvement

<10%

10 – 29 %

30 – 49%

50 – 69%

70 – 89%

90 – 100%

Page 35: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

22

Tingkat Keparahan berdasarkan skor MASI :

Mendekati Normal : 0 – 12

Ringan : 13 – 24

Sedang : 25 – 36

Berat : 37 – 38

Gambar 2.3 Melasma 28

2.3.7 Penatalaksanaan Melasma

1. Pengobatan

Pengobatan bisa dilakukan melalui 3 cara yaitu :

1) Pengobatan secara topikal

a. Hidrokuinon

Hidrokuinon dipakai dengan konsentrasi 2-5% untuk terapi

melasma. Hidrokuinon menghambat konversi dari L-DOPA (L-3,4-

dihydroxyphenylalanine) terhadap melanin dengan menghambat

aktivitas dari enzim tirosinase. Cara pemakaian yang dianjurkan

adalah pengolesan 1 kali sehari pada malam hari selama beberapa jam

Page 36: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

23

pada minggu pertama, kemudian ditingkatkan dan digunakan

sepanjang malam. Pada pagi dan siang hari dianjurkan menggunakan

tabir surya. Agar efektif, hidrokuinon harus digunakan setidaknya

selama 2 bulan, karena biasanya respon awal berupa depigmentasi

nampak dalam waktu 6-8 minggu dan dapat diteruskan sampai 4

bulan.5Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efikasi

krim hidrokuinon. Ennes, et al, membandingkan penggunaan krim

hidrokuinon 4% dengan placebo. Dari 48 pasien, yang mendapat

perawatan selama 12 minggu, 38% mengalami perbaikan total, dan

57% mengalami perbaikan parsial.29

Haddad, et al membandingkan

efikasi krim hidrokuinon 4% dengan krim skin whitening complex 5%

(SCW 5%), mendapatkan hasil perbaikan sebesar 76,9% pada grup

hidrokuinon 4%, dengan efek yang tak diinginkan sebanyak 25% dari

total 15 pasien grup satu, sementara pada grup SCW 5%, sebanyak

66,7% dari total 15 pasien grup dua mengalami

perbaikan.30

Hidrokuinon memiliki efek yang tak diinginkan berupa

dermatitis kontak iritan dan alergika, confetti leukoderma,

diskolorisasi kuku, dan exogenous-ochronosis pada pemakaian secara

sembarangan tanpa resep dokter dan tak teratur.5,31

b. Asam retinoat

Asam retinoat 0,1% dapat digunakan sebagai terapi tambahan atau

terapi kombinasi. Krim dipakai saat malam hari, karena dapat terjadi

fotodegradasi pada siang hari.5 Asam retinoat memberikan hasil yang

lebih baik jika digabung dengan krim topikal lainnya. Contohnya

adalah Kligman and Willis formula (hidrokuinon 5%, tretinoin 0,1%,

deksametason 1%). Efek samping dari asam retinoat berupa eritema,

rasa terbakar dan nyeri, pengelupasan kulit.31,32

Page 37: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

24

c. Asam azeleat

Merupakan obat yang aman untuk dipakai. Cara kerja asam azeleat

adalah menghambat enzim tirosinase secara reversible. Efek samping

berupa rasa panas dan gatal.5,31,32

Sebuah studi komparatif dilakukan

untuk membandingkan efikasi dosis hidrokuinon 4% dengan asam

azeleat 20%, menunjukkan bahwa setelah dua bulan pengobatan, skor

Melasma Area Severity Index (MASI) dari hidrokuinon 4% 6,2 ± 3,6

sementara untuk asam azeleat 20% 3,8 ± 2,8 menunjukkan perbedaan

yang bermakna (t-test, CI 95% = 0.03–4.9).33

d. Asam kojik

Asam kojik diproduksi oleh jamur Aspergilline oryzae. Asam kojik

bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim tirosinase.5Banyak

penelitian dilakukan untuk membuktikan kefektifan asam kojik dalam

penanganan melasma. Shariati, et al, melakukan studi perbandingan

antara hidrokuinon 2% dengan asam kojik. Dari 100 pasien, sebanyak

58% mengalami perbaikan dengan asam kojik dan 30% untuk

hidrokuinon 2%.34

Penelitian oleh Sawitri membuktikan bahwa dari

total 86 sampel, setelah 10 minggu pengurangan skor MASI oleh

hidrokuinon tidak lebih banyak dari penggunaan asam kojik (chi

square, p<0,05).35

e. Kombinasi tripel

Kombinasi tripel antara hidrokuinon, asam retinoat, dan steroid

(5% hidrokuinon, 0.1% tretinoin, dan 0.1% deksametason), atau

disebut dengan Kligman and Willis formula telah dipakai untuk

meningkatkan efikasi obat dalam menangani melasma, serta dapat

mengurangi waktu terapi yang lama dan efek samping obat. Kemudian

muncul modifikasi kligman di berbagai daerah untuk penanganan

melasma.32

Suatu studi dilakukan untuk melihat efikasi kombinasi

tripel antara hidrokuinon 4%, tretinoin 0,05%, dan klobetason butirat

Page 38: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

25

0,05%, menunjukkan pengurangan skor MASI rerata 9,45 menjadi

4,62 pada 50 sampel setelah 12 minggu pengobatan.36

2) Pengobatan secara Sistemik

a) Vitamin C

Vitamin C memiliki efek mengubah melanin bentuk oksidasi

menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan

mencegah pembentukan melanin dengan mengubah DOPAquinone

menjadi DOPA.5

b) Glutation

Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfihidril yang

berpotensi menghambat pembentukan melanin dengan jalan

bergabung dengan cuprum dan tirosinase.5

c) Asam Traneksamat

Aamir dan Naseem, melakukan penelitian cross-sectional pada 65

pasien melasma, untuk mengetahui kefektifan asam traneksamat rute

oral untuk mengetahui keamanan dan efikasi asam traneksamat.

Sebanyak 41 pasien mendapat hasil baik, 15 sangat memuaskan, dan 8

hasil yang kurang baik.37

Penelitian Karn, et al menunjukkan

penambahan asam traneksamat oral dengan regimen topikal rutin

dalam penanganan melasma jauh lebih baik dibanding hanya regimen

topikal (11.08 ± 2.91 awal, 8.95 ± 2.08 pada minggu ke-8, dan 7.84 ±

2.44 pada minggu ke-12; p<0.05 untuk skor MASI pada minggu 8 dan

12).38

3) Tindakan khusus

a) Pengelupasan kimiawi

Pengelupasan kimiawi dapat dilakukan dengan mengoleskan asam

glikolat 50-70% selama 4 sampai 6 menit dilakukan setiap 3 minggu

selama 6 kali. Sebelumnya, diberikan krim asam glikolat 10% selama

14 hari.5Penelitian oleh Astari, menunjukkan penggabungan

Page 39: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

26

pengelupasan kimiawi baik dengan menggunakan larutan Jessner atau

asam glikolat dengan kombinasi tripel modifikasi dari Kligman and

Willis formula pada terapi melasma dapat menurunkan skor MASI

secara signifikan (p<0,05) setelah 2 bulan pengobatan.39

b) Bedah laser

Bedah laser contohnya adalah menggunakan Neodymium-Doped

Yttrium Aluminium Garnet(Nd:YAG) atau dengan Intense Pulsed

Light. Penelitian menunjukkan penggunaan kedua cahaya ini dapat

mengurangi skor MASI melasma tipe dermal yang sulit diobati

dengan agen topikal biasa.40,41

2. Pencegahan

Pencegahan melasma yang terutama adalah perlindungan terhadap sinar

matahari. Penderita diharuskan menghindari pajanan langsung sinar ultraviolet

terutama antara pukul 09.00-15.00. Menggunakan pakaian dan topi yang

melindungi dari sinar matahari dan menggunakan sunblock yang mengandung

SPF(Sun Protection Factor) 30 atau lebih yang melindungi dari UVA dan UVB

saat melakukan kegiatan di luar yang terpapar sinar matahari. Penggunaan

sunblock dianjurkan 30 menit sebelum paparan sinar matahari.5

Pencegahan dapat dilakukan juga dengan menghilangkan faktor yang

merupakan pencetus melasma misalnya penghentian pil kontrasepsi hormonal,

menggunakan obat pemutih hanya atas indikasi dokter, menjauhkan kosmetika

yang mengandung bahan-bahan pencetus melasma, serta berhati-hati dalam

penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi.5

2.4 Hubungan Kontrasepsi Hormonal Dengan Melasma

Kontrasepsi hormonal bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan menebalkan

mukus serviks untuk mencegah kehamilan. Dengan memberikan hormon estrogen

dan progesteron eksogen, umpan balik negatif akan dikirim menuju ke

Page 40: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

27

hipotalamus dan hipofisis untuk mengeluarkan gonadotropin.2Efek samping dari

penggunaan kontrasepsi ini adalah kadar estrogen dan progesteron yang menjadi

abnormal dalam tubuh wanita tersebut.

Terdapat reseptor estrogen tipe nuklear dan permukaan di setiap melanosit.

Estrogen meningkatkan aktifitas enzim tirosinase dan ekspresi protein TRP1 dan

TRP2. Melanosit juga memiliki reseptor hormon progesteron. Progesteron dapat

memicu proliferasi dari melanosit.18

Hal ini yang diduga menjadi penyebab

mengapa kontrasepsi hormonal dapat mengakibatkan kejadian melasma. Hal ini

juga merupakan penyebab bentuk melasma lain, yaitu chloasma yang berupa

bercak kehitaman pada masa kehamilan.

Penelitian oleh Suhartono menunjukkan bahwa prevalensi melasma pada

pengguna kontrasepsi hormonal di klinik KB RSUP Kariadi sebesar 31,3%. Pada

penelitian ini, didapati bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal memperberat

keadaan melasma pada pasien yang sudah menderita melasma sebelum

menggunakan kontrasepsi hormonal.8 Penelitian oleh Oktarina menunjukkan

adanya hubungan erat antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian

melasma (p< 0,05).9Mahmood, et al, dalam penelitiannya menemukan kadar

estrogen yang abnormal (kebanyakan meningkat) pada 123 pasien (89,1%) dari

138 pasien melasma, pada fase folikular (F1 dan F2) dan fase luteal (L1 dan L2),

sehingga disimpulkan estrogen merupakan salah satu faktor etiopatogenesis dari

melasma (p<0.001).42

Penelitian-penelitian ini menguatkan hipotesis bahwa

terdapat suatu hubungan antara kontrasepsi hormonal dengan kejadian melasma.

Page 41: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

28

BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP DAN

HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Gambar 3.1 Skema Kerangka Teori Penelitian

Kulit Manusia Sehat

Sistem Pigmentasi Kulit

Kontrasepsi Hormonal

Peningkatan kadar

Estrogen dan Progesteron

Melanin Perangsangan reseptor

estrogen dan progesteron

di melanosit

Hiperpigementasi :

Proliferasi melanosit

Produksi melanin dan

melanosom Prosesus dendritik

Melasma

Page 42: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

29

3.2 Kerangka Konsep

Variable Independen Variable Dependen

Gambar 3.2 Skema Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Hipotesa Penelitian

Terdapat hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian

melasma.

Penggunaan Kontrasepsi

Hormonal Melasma

Page 43: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

30

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian analitik observasional. Desain

penelitian yang digunakan pada penilitian ini adalah cross sectional, dimana

pengambilan data dilakukan hanya satu kali pada suatu saat.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai November 2016.

4.2.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien perempuan yang datang ke

Puskesmas Sentosa Baru.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel bersifat consecutive sampling,dengan sampel pada

penelitian ini merupakan pasien perempuan akseptor KB hormonal baik jenis

suntik, pil, atau tambalan yang datang ke klinik kontrasepsi di Puskesmas Sentosa

dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Jumlah sampel minimal yang diperlukan :

𝑛 = 𝑛 = (Z √ PQ + Z √P Q + P Q )P − P

Page 44: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

31

Keterangan :

n = Jumlah sampel

Zα = Deviat baku alpha (sebesar 1,96, dengan nilai z pada 95% confidence

ddd.interval α = 0,05

Zβ = Deviat baku beta (sebesar 0,842, dengan power penelitian sebesar

80%)

P1 = Proporsi efek standar (dari pustaka)

didapatkan sebesar 0,4

P1 - P2 = 0,2 (ditetapkan)

P = (P1+P2)

Maka, dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, didapati jumlah sampel minimal

yang diperlukan :

𝑛 = 𝑛 = ( , √ × , × , + , √ , × , + , × , ), − ,

𝑛 = 𝑛 =

Maka jumlah sampel minimal yang diperlukan sebanyak 81 sampel pada

penelitian ini

Dengan kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut.

1. Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan jenis kelamin perempuandandalamrentangusiareproduktif

2. Menggunakan kontrasepsi hormonal dalam bentuk pil, suntik, implan

atau bentuk yang hormonal yang lain.

3. Pernah atau sedang menggunakan kontrasepsi hormonal dalam waktu

minimal 6 bulan.

4. Responden bersedia untuk menjadi sampel penelitian

Page 45: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

32

2. Kriteria Ekslusi

1. Pasien tidak menggunakan kontrasepsi hormonal atau

menggunakannya dalam waktu kurang dari 6 bulan.

2. Pasien sedang menggunakan kosmetik yang mengandung bahan

pemutih atau fotosensitizer.

3. Pasien sedang tidak mengonsumsi obat-obat yang dapat menimbulkan

kondisi hiperpigmentasi.

4. Pasien menolak untuk menjadi sampel penelitian.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer, artinya data secara langsung

diperoleh peneliti dari sampel. Peneliti akan meminta izin terlebih dahulu kepada

responden, kemudian menjelaskan hal yang akan dilakukan. Responden

menunjukkan ketersediaannya untuk menjadi sampel penelitian dengan mengisi

informed consent. Peneliti kemudian akan mewawancarai sampel untuk mencari

data yang diperlukan.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Melasma

Melasma merupakan hipermelanosis dengan lesi berupa makula

hiperpigmentasi bersifat simetris dengan tempat predileksi di wajah

berwarna cokelat muda sampai biru kehitaman. Melama didiagnosis oleh

dokter spesialis kulit dan kelamin.

Cara ukur s: Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Nominal

Hasil .: 1.Positif melasma

2. Negatif melasma

Page 46: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

33

2. Kontrasepsi Hormonal

Segala cara yang digunakan untuk mencegah proses kehamilan

menggunakan suatu bahan hormonal eksogen berupa estrogen,

progesteron, atau kombinasi dari keduanya.

Cara ukur s: Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Nominal

Hasil .: Jenis kontrasepsi yang digunakan, apakah pil, suntik, susuk,

atau jenis KB hormonal jenis lain, dan lama penggunaan.

3. Usia

Gambaran penderita melasma dilihat dari usia. Melasma paling banyak

ditemukan pada usia 30-44 tahun.

Cara ukur s: Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil .: Usia responden

4. Pendidikan Terakhir

Gambaran pendidikan terakhir dari responden.

Cara ukur s: Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Nominal

Hasil .: Pendidikan terakhir responden

5. Pekerjaan

Gambaran pekerjaan dari responden.

Cara ukur s: Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Nominal

Hasil .: Pekerjaan responden

Page 47: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

34

6. Pola Lesi

Lesi yang ditemukan pada penderita melasma dapat berupa sentro fasial,

malar, atau mandibular.

Cara ukur s: Pemeriksaan langsung

Skala ukur : Nominal

Hasil .: 1.Sentro-fasial

2.Malar

3.Mandibular

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Data-data yang telah didapatkan akan dicatat dan dikelompokkan. Kemudian

tiap-tiap data tersebut dimasukkan ke dalam komputeryang akan dianalisis

menggunakan software komputer.

Page 48: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

35

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HasilPenelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Puskesmas Sentosa Baru, yang beralamat di Jl.

Sentosa baru No. 22, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan, Provinsi

Sumatera Utara.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 82 responden, dengan

ketentuan responden adalah wanita dalam batas usia reproduktif, yang belum

mengalami menopause. Dari keseluruhan responden, didapatkan distribusi

frekuensi karakteristik berdasarkan penggunaan alat KB hormon, yang

digambarkan oleh tabel berikut.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi penggunaan alat KB hormon dari responden

Penggunaan Alat KB Hormon N %

Menggunakan KB hormon 41 50%

Tidak menggunakan 41 50%

Total 81 100%

Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang menggunakan alat

KB hormon adalah 50 responden (50%) sedangkan jumlah responden yang tidak

menggunakan adalah 50 responden (50%).

Selanjutnya yang akan digambarkan adalah karakteristik responden

berdasarkan umur dan pendidikan terakhir dari tiap responden.

Page 49: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

36

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi umur dari responden

Umur N %

20 – 30 16 19,5%

31 – 40 36 43,9%

41 – 50 27 32,9%

>50 3 3,7%

Total 82 100%

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pendidikan dari responden

Pendidikan Terakhir N %

S1 10 12,2%

D1, D2, D3,D4 10 12,2%

SMA 48 58,5%

SMF 2 2,4%

SMK 7 8,5%

SMP 5 6,1%

Total 82 100%

Dari Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang termasuk dalam

kelompok umur 20 - 30 adalah 16responden (19,5%), kelompok umur 31 - 40

adalah 36 responden (43,9%), kelompok umur 41 – 50 adalah 27 responden

(32,9%), dan kelompok umur >50 adalah 3 orang (3,7%). Kelompok umur

terbanyak dari seluruh responden adalah kelompok umur 31 – 40 tahun, yaitu

berjumlah 36 responden (43,9%) dari total 82 responden. Usia responden tertua

yang dijumpai adalah 53 tahun namun responden belum mengalami menopause.

Dari Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki

pendidikan terakhir sampai tingkat SMP adalah 5 responden (6,1%), sampai

tingkat SMK adalah 7 responden (8,5%), sampai tigkat SMF adalah 2 responden

(2,4%), sampai tingkat SMA adalah 48 orang (58,5%), sampai tingkat D1, D2,

D3, D4 adalah 10 orang (12,2%), dan sampai tingkat S1 sebanyak 10 responden

(12,2%). Pendidikan terakhir terbanyak dari seluruh responden adalah SMA,

dengan total 48 responden (58,5%) dari total 82 responden.

Page 50: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

37

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi pekerjaan dari responden

Pekerjaan N %

CS 1 1.2%

Guru 3 3,7%

IRT 53 64,6%

Perawat 1 1,2%

PNS 4 4,9%

SPG 1 1,2%

Wiraswasta 19 23,2%

Total 82 100%

Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki pekerjaan

sebagai ibu rumah tangga sebanyak 53 responden (64,6%), dan merupakan jenis

pekerjaan terbanyak, diikuti oleh pekerjaan responden sebagai wiraswasta

sebanyak 19 responden (23,2%). PNS sebanyak 4 responden (4,9%), guru

sebanyak 3 responden (3,7%), dan untuk pekerjaan sebagai perawat, petugas

kebersihan, dan SPG sebanyak 1 responden (1,2%).

Karakteristik responden yang akan selanjutnya dibahas adalah jenis

penggunaan alat KB hormon dan lama penggunaannya.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi jenis alat KB hormon dari responden

Jenis KB Hormon N %

suntik 3 bulan 12 29,3%

suntik 1 bulan 14 34,1%

Pil 4 9,8%

Implan 11 26,8%

Total 41 100%

Page 51: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

38

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi lama pemakaian alat KB dari responden

Lama Pemakaian N %

6 bulan - 1 tahun 5 12,2%

1 - 5 tahun 19 46,3%

5 - 10 tahun 10 24,4%

>10 tahun 7 17,1%

Total 41 100%

Dari Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang menggunakan

kontrasepsi hormonal jenis suntik 1 bulan sebanyak 14 responden (34,1%), dan

merupakan jenis kontrasepsi hormonal terbanyak, diikuti oleh suntik 3 bulan

sebanyak 12 responden (29,3%), implan sebanyak 11 responden (26,8%), dan pil

kombinasi sebanyak 4 responden (9,8%).

Dari Tabel 5.6 dapat dilihat karakteristik lama penggunaan kontrasepsi

hormonal dari responden. Lama pemakaian selama 1 – 5 tahun merupakan jumlah

terbanyak yaitu sebanyak 19 responden (46,3%),5 – 10 tahun sebanyak 10

responden (24,4%), >10 tahun sebanyak 7 responden (17,1%), dan 6 bulan – 1

tahun sebanyak 5 responden (12,2%).

Selanjutnya yang akan dibahas adalah karakteristik dari pasien melasma yang

ditemukan dalam penelitian ini.

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi melasma pada responden

Melasma N %

Ya 21 25,6%

Tidak 61 74,4%

Total 82 100%

Tabel 5.8 Distribusi tipe melasma pada responden

Tipe Melasma N %

Sentrofasial 19 86,4%

Malar 2 13,6%

Mandibular 0 0%

Total 21 100%

Page 52: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

39

Tabel 5.7 menunjukkan jumlah responden yang mnderita melasma yang

berhasil didapatkan pada penelitian ini, yaitu sebanyak 21 responden (25,9%) dari

total 81 responden. Sebanyak 17 responden dengan melasma menggunakan

kontrasepsi hormonal, sementara 4 sisanya tidak.

Tabel 5.8 menunjukkan tipe melasma berdasarkan lokasi pada wajah.

Sentrofasial merupakan tipe terbanyak, yaitu berjumlah 19 responden (86,4%),

dan tipe malar berjumlah 2 responden (13,6%). Tidak dijumpai melasma tipe

mandibular pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan yang tertulis pada buku ajar

ilmu kesehatan kulit dan kelamin FK UI dan penelitian oleh Hadiyati, dimana

melasma jenis sntrofasial merupakan jenis yang terbanyak.5,22

5.1.3 Hasil Analisis Statistik

1. Prevalensi Melasma pada Setiap Jenis Kontrasepsi Hormonal

Tabel 5.9 Prevalensi melasma pada tiap jenis kontrasepsi hormonal

Jenis Kontrasepsi Hormonal N %

suntik 3 bulan 10 47,6%

suntik 1 bulan 2 9,5%

Pil 2 9,5%

Implan 3 14,3%

Tidak memakai 4 19,1%

Total 21 100%

Tabel 5.9 menunjukkan prevalensi melasma pada pengguna kontrasepsi

hormonal. Prevalensi melasma terbanyak ditemukan pada penggunaan kontrasepsi

hormonal tipe suntik 3 bulan, sebanyak 10 kejadian melasma (47,6%). Prevalensi

melasma yang ditemukan pada jenis kontrasepsi hormonal lain adalah sebagai

berikut, suntik 1 bulan dan pil masing-masing 2 kejadian melasma (9,5%), dan

untuk tipe implan terdapat 3 kejadian melasma (14,3%). Hal ini sedikit berbeda

hasil penelitian Suhartono, dimana prevalensi melasma justru paling banyak

ditemukan pada pengguna kontrasepsi hormonal jenis pil (35,3%).2

Page 53: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

40

2. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian s s ss

ddddMelasma

Tabel 5.10 Hubungan Antara Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Melasma

Melasma(+) Melasma (-) p

Σ % Σ %

KH(+) 17 81 24 39,3

0,001* KH(-) 4 19 37 60,7

Total 21 100 61 100

* Uji Chi Square

Tabel 5.10 menunjukan adanya hubungan bermakna antara penggunaan

kontrasepsi hormonal dengan kejadian melasma. Hal ini ditunjukkan melalui

besar nilai p yaitu 0,001 (p <0,05).

3. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Melasma

Tabel 5.11 Hubungan antara Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Melasma

Melasma (+) Melasma (-) p

Σ % Σ %

Riwayat

Keluarga(+)

6 28,6 11 18

0,354* Riwayat

Keluarga(-)

15 71,4 50 82

Total 21 100 61 100

* Uji Fisher Exact’s Test

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

riwayat keluarga dengan kejadian melasma, yaitu nilai p sebesar 0,354.

Page 54: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

41

4.Hubungan Hiperpigmentasi Pada Kehamilan dengan Kejadian s s s s

ssMelasma

Tabel 5.12Hubungan Antara Riwayat HiperpigmentasiPada Kehamilan dengan

sdddddddKejadian Melasma

Melasma (+) Melasma (-) P

Σ % Σ %

Hiperpigmentasi

Pada Kehamilan (+) 6 28,6 9 14,8

0,194* Hiperpigmentasi

Pada Kehamilan (-) 15 71,4 52 85,2

Total 21 100 60 100

* Uji Fisher Exact’s Test

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

riwayat hiperpigmentasi pada kehamilan dengan kejadian melasma, yaitu nilai p

sebesar 0,194.

5.2 Pembahasan

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian melasma.

Hal ini ditunjukkan melalui besar nilai p yaitu 0,001 (p < 0,05). Penemuan ini

sejalan dengan hasil penelitian Oktarina yang juga mendapatkan hasil korelasi

yang bermakna antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian

melasma, yaitu nilai p dibawah 0,05.9

Kontrasepsi hormonal seperti jenis suntik, pil, maupun implan mengandung

hormon estrogen dan progesteron sintetis, seperti ethinylestradiol dan

levonorgestrel.2Literatur menyebutkan bahwa hormon estrogen dan progesteron

berpengaruh terhadap aktivitas melanosit.Terdapat reseptor estrogen tipe nuklear

dan permukaan di setiap melanosit. Estrogen meningkatkan aktifitas enzim

tirosinase dan ekspresi protein TRP1 dan TRP2. Melanosit juga memiliki reseptor

hormon progesteron. Progesteron dapat memicu proliferasi dari melanosit.18

Page 55: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

42

Mahmood, et al, dalam penelitiannya menemukan kadar estrogen yang

abnormal (kebanyakan meningkat) pada 123 pasien (89,1%) dari 138 pasien

melasma, pada fase folikular (F1 dan F2) dan fase luteal (L1 dan L2), sehingga

disimpulkan estrogen merupakan salah satu faktor etiopatogenesis dari melasma

(p<0.001).42

Menurut penelitian Tamega, et al, terdapat peningkatan ekspresi

protein reseptor dari β-estrogen dan progesteron pada kulit dengan lesi melasma

dibanding dengan kulit normal dari pasien yang sama.43

Maka bisa disimpulkan

bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal berhubungan dengan kejadian melasma.

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian melasma. Riwayat keluarga

yang dimaksud adalah riwayat melasma pada saudara kandung responden, yaitu

ibu dan kakak atau adik perempuan. Hal ini sesuai dengan penemuan Oktarina

pada penelitiannya, yang juga mendapatkan nilai p dibawah 0,05.9

Hal ini namun

bertentangan dengan hasil penelitian Suhartono, yang justru mendapati hubungan

yang bermakna antara riwayat keluarga dan melasma.8

Literatur menyebutkan

adanya kejadian melasma pada keluarga sebesar 20-70%.5

Tamega, et al, menemukan bahwa walaupun terjadi peningkatan ekspresi

protein reseptor β-estrogen dan progesteron pada kulit dengan lesi melasma

dibanding dengan kulit normal dari pasien yang sama, namun tidak terjadi

perubahan ekspresi gen pada kulit dengan lesi melasma atau kulit normal.43

Chung, et aldalam penelitiannya, dengan menggunakan quantitative real time

polymerase chain reaction, berhasil menemukan 334 gen yang mengalami baik

up-regulation atau down-regulation pada kulit dengan lesi melasma dibanding

dengan kulit normal dari pasien yang sama.44

Penelitian-penelitian tersebut

menunjukkan bahwa perubahan expresi gen dan protein tersebut lebih dipengaruhi

oleh faktor ekstrinsik, bukan secara langsung akibat faktor keturunan. Maka dapat

disimpulkan bahwa hubungan antara kejadian melasma dengan riwayat keluarga

tidaklah signifikan.

Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara hiperpigmentasi pada waktu kehamilan dengan kejadian

melasma.Hiperpigmentasi pada kehamilan terjadi akibat kadar hormon seks yang

Page 56: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

43

abnormal, seperti estrogen, progesteron, MSH, LH, FSH.45,46

Riwayat

hiperpigmentasi yang dimaksud disini adalah lesi menyerupai melasma pada masa

kehamilan dan tingkat kegelapan yang bertambah dari keseluruhan wajah. Miranti

et al,dengan menggunakan darah yang diambil dari vena, mengukur kadar

estradiol wanita hamil dengan melasma dan yang tidak, mendapati kadar estradiol

pada grup wanita hamil dengan melasma lebih tinggi dari pada grup wanita tidak

melasma, namun hal ini tidaklah berhubungan secara bermakna

(p<0,05).47

Artinya, tidak semua wanita hamil mengalami kenaikan estrogen yang

signifikan sehingga dapat menyebabkan melasma. Sehingga, dapat disimpulkan,

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara hiperpigmentasi pada saat

kehamilan dengan kejadian melasma.

Page 57: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

44

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian di atas, dapat diambil

kesimpulan mengenai penelitian sebagai berikut.

1. Ditemukan hubungan yang bermakna antara penggunaan kontrasepsi

hormonal dengan kejadian melasma, yaitu dengan uji Chi-Squaredidapatkan

nilai p = 0,001 (dibawah 0,05 dianggap bermakna).

2. Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga

dan kejadian melasma, dengan uji Fisher’s Exact Test nilai p = 0,354 (diatas

0,05).

3. Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara hiperpigmentasi

pada waktu kehamilan dan kejadian melasma, dengan uji Fisher’s Exact Test

nilai p = 0,194 (diatas 0,05).

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Penyedia Fasilitas KB

1. Disarankan dokter atau bidan selaku penyedia alat KB untuk selalu

mengedukasi seluruh efek samping yang tidak diingankan dari alat KB

hormon, termasuk di dalamnya kemungkinan kejadian melasma.

2. Edukasi juga para calon akseptor untuk memperhatikan wajahnya selalu

untuk melihat apakah muncul atau tidak tanda-tanda melasma.

6.2.2 Bagi Calon Akseptor KB

Calon akeptor KB sebaiknya mencari informasi terlebih dahulu mengenai

seluruh jenis alat KB dan efek sampingnya, dan juga tetap bertanya kepada dokter

untuk kejelasan yang lebih baik mengenai alat KB.

Page 58: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

45

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Family planning and contraception. World

Health Organization; 2015.

2. World health Organization. Trends in contracptives use worldwide. World

health Organization; 2015.

3. Schindler AE. Non-contraceptives benefits of oral hormonal contraceptives.

Int J Endocrinol Metab. 2013.[cited 2016 July 6];11(1):41–47.Available

from PubMed:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC36

93657/

4. Sabatini R, Cagiano R, Rabe T. Adverse effect of hormonal contraception.

2011. J Reproduktionsmed Endokrinol 2011; 8(Special Issue 1):130–56

5. Soepardiman L. Kelainan pigmen. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,

editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2010. p.289-292.

6. Laperee H, Boone B, Schepper SD, et al. Hypomelanoses and

hypermelanoses. In: Fitzpatrick TB, Wolff K, editor. Dermatology in general

medicine. 7Th ed. New york: McGraw - Hill; 2008. p.622-640.

7. Distubances of pigmentation. In: James WD, Berger TG, Elston DM,

Neuhaus IM, editor. Andrew’s disease of the skin. 12th ed. Philadelphia: WB

Saunders Company; 2016. p. 858.

8. Suhartono D. Prevalensi dan beberapa karakteristik penderita melasma pada

pemakai kontrasepsi hormonal. Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro. 2001. [cited 2016 Apr 9] Available from:

http://eprints.undip.ac.id/14463/

9. Oktarina, PD. Faktor resiko penderita melasma. Karya Tulis Ilmiah.

Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012. [cited 2016

May 2] Available from: http://eprints.undip.ac.id/37732/

10. Implantasi, Embriogenesis, dan Perkembangan Plasenta. In: Cunningham FG,

Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, editor. Obstetri

williams. 23th ed. (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2009. p.37-46.

11. Ferin M, Lobo RA. In: Lentz GM, Lobo RA, Gershenson DM, Katz VL,

editor. Comprehensive gynecology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.

p. 83-92.

12. Menstrual cycles. 2013. [cited 2016 July 6]. Available from:

http://cnx.org/content/col11496/1.6/

13. Pillsbury DM, Shelley WB, Kligman AM. Dermatology. Philadelphia: WB

Saunders; 1956. p. 15-19.

14. Fitzpatrick TB, Wick MM. Biology and pathophysiology of the melanin

pigmentary system. In: Soter NA, Baden HP, editor. Pathophysiology of

dermatologic disease. New York : McGraw-Hill; 1984. p.223-238.

Page 59: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

46

15. Park HY, Pongpudpunth M, Lee J, Yaar M. Biology of melanocyte: melanin

biosynthesis. In: Fitzpatrick’s TB, Wolff Klaus, editor. Dermatology in

general medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill medical; 2008. p.593-602.

16. Makpol S, Nadia Mohd Arifin N, Ismail Z, et al. Modulation of melanin

synthesis and its gene expression in skin melanocytes by palm tocotrienol rich

fraction.Afr J Biochem Res. 2009;3(12):385-392.

17. Adrenocortical hormones. In: Guyton AC, Hall JE editor. Guyton and hall

textbook of medical physiology. 12th ed.Philadelphia: WB Saunders

Company; 2011. p. 934.

18. Ranson M, Solomon P, Mason RS. Human melanocytes as a target tissue for

hormones: in vitro studies with 1α-25, dihydroxyvitamin D3, α-melanocyte

stimulating hormone, and beta-estradiol. J Invest Dermatol.1988;(91):593-

598.

19. Chan, RA. Randomized controlled trial of the efficacy and safety of fixed

triple combination (fluocinolone acetonide 0.01%, hydroquinone 4%,

tretinoin 0.05%) compared with hydroquinone 4% cream in asian patient with

moderate to severe melasma. Br J Dermatol. 2008;159:697-703.

20. Penna G, Ramos A, Café ME. Nosologic profile of dermatologic visits in

Brazil. An Bras Dermatol. 2006;81(6):545-54.

21. Arun A, Rathi SK. Melasma : A clinico-epidemiological study of 312 cases.

Indian J Dermatol. 2011 Jul-Aug. [cited 2016 Apr 9]; 56(4): 380–382.,Available.from.PubMed:.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC

3178998/

22. Hadiyati PU. Hubungan antara derajat keparahan dengan kualitas hidup pada

pasien di RSUD DR. H. Abdul Moeloek provinsi Lampung. Skripsi.

Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2014. [cited 2016 Apr

9] Available from: http://digilib.unila.ac.id/2445/

23. Febrianti T, Sudharmono, Rata I, Bernadette I. Epidemiologi melasma di

poliklinik departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin RS Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta tahun 2004.[cited 2016 May 1]. Available

from:http://www.perdoski.org/index.php/public/information/mdvi-detail-

content/86

24. Dharmaraja AT, Charu J, Chakrapani H.Substituent effects on reactive oxygen

species (ROS) generation by hydroquinones. J Org Chem.

2014;79:9413−9417. 25. Lutfi RJ, Fridmanis M, Misiunas AL, et al. Association of melasma with

thyroid autoimmunity and other thyroidal abnormalities and their relationship

to the origin of the melasma. J Clin Endocrinol Metab. 1985 Jul. [cited 2016

May1];61(1):28-3..Available.from.Pub.Med:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3923030

26. Kwon SH, Park KC. Clues to the pathogenesis of melasma from its histologic

findings. Journal of Pigmentary Disorders. 2014;1(5):141.

Page 60: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

47

27. Bhor U, Pande S. Scoring systems in dermatology. Indian J Dermatol

Venereol Leprol..2006..[cited 2016 May 1];72:315-21. Available

from:,http://www.ijdvl.com/article.asp?issn=03786323;year=2006;volume=72

;issue=4;spage=315;epage=321;aulast=Bhor

28. Montemarano AD. Melasma. 2014 [cited 2016 May 2]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1068640-overview

29. Ennes SB, Paschoalick RC, Mota De Avelar Alchorne M. A double-blind,

comparative, placebo-controlled study of the efficacy and tolerability of 4%

hydroquinone as a depigmenting agent in melasma. JDermatolog Treat.

2000;11(3):173-9.

30. Haddad AL, Matos LF, Brunstein F, Ferreira LM, Silva A, Costa D Jr. A

clinical, prospective, randomized, double-blind trial comparing skin whitening

complex with hydroquinone vs. placebo in the treatment of melasma. Int J

Dermatol. 2003;42(2):153-6.

31. Bandyophadyay D. Topical treatment of melasma. Ind J Dermatol. 2009 Oct-

Dec. [cited 2016 May 2 ];54(4): 303–309. Available from PubMed:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2807702/

32. Shankar K, Godse K, Aurangabadkar S, et al. Evidence-based treatment for

melasma: expert opinion and a review. Dermatol Ther (Heidelb). 2014 Dec.

[cited.2016.May.2];4(2):165–186.Available.from

PubMed:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4257945/

33. Farshi S. Comparative study of therapeutic effects of 20% azelaic acid and

hydroquinone 4% cream in the treatment of melasma. J Cosmet Dermatol.

2011;10:282–287.

34. Shariati S, Espahbodi N, Abbasi A, Teimoorian M, Fizi R, Kalavi K. A

comparative study of kojic acid and hydroquinone 2% creams for the

treatment of melasma.Int J Res Med Health Sci. 2013;3(1):36-38.

35. Sawitri R. Uji banding penggunaan asam kojik 4% dengan hidrokuinon 4%

pada penderita melasma. [Thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2000.

36. Khan MMU, Ahamed ARS. Study of efficacy and safety of triple combination

agent (4% Hydroquinone, 0.05% Tretinoin and 0.05% Clobetasone Butyrate)

in the treatment of melasma. Faridpur Med CollJ. 2013;8(1):22-25.

37. Aamir S, Naseem R. Oral tranexamic acid in treatment of melasma in

Pakistani population: a pilot study. Journal of Pakistan Association

.ofDermatologists. 2014 ;24(3):198-203.

38. Karn D, KC S, Amatya A, Razouria EA, Timalsina M. oral tranexamic acid

for the treatment of melasma. Kathmandu Univ Med J. 2012;10(4):40-43.

39. Astari L, Hoetomo MM, Murtiastutik D. Perbandingan modifikasi Kligman

dan pengelupasan kimiawi larutan Jessner terhadap modifikasi Kligman dan

asam glikolat 20%: evaluasi penurunan skor MASI (Melasma Area Severity

Index) pada penderita melasma tipe epidermal. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit

& Kelamin. 2010;22(1):17-24.

Page 61: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

48

40. Zaleski L, Fabi S, Goldman MP.Treatment of melasma and the use of

intensepulsed light: a review. J Drugs Dermatol. 2012;11(11):1230-1316.

41. Zamanian A, Behrangi E, Ghafarpour H, et al. Effect of hydroquinone plus

Neodymium-Doped Yttrium Aluminium Garnet laser with and without CO2

fractional laser on resistant dermal melasma. J Skin Stem Cell.

2015;2(2):e30290.

42. Mahmood K, Nadeem M, Aman S, Hameed A, Kazmi AH. Role of estrogen,

progesterone, and prolactin in the etiopathogenesis of melasma in females.

Journal of Pakistan Association of Dermatologist. 2011;21(4):241-247.

43. Tamega AA, Miot HA, Moco NP, Silva MG, Marques MEA, Miot LDB.

Gene and protein expression of oestrogen-b and progesteronereceptors in

facial melasma and adjacent healthy skin in women. International Journal of

Cosmetic Science.2015;37:222–228.

44. Chung BY, Noh TK, Yang SH, Kim IH, Lee MW, Yoon TJ, Chang SE. Gene

expression profiling in melasma in korean women. Dermatology.

2014;229:333–342.

45. Goglia L, Bernacchi G, Gianfaldoni S. Melasma: a cosmetic stigma during

pregnancy. Journal of Pigmentary Disorders. 2014;S1:007

46. Massinde A, Ntubika S, Magoma M. Extensive hyperpigmentation during

pregnancy: a case report. J Med Case Reports. 2011 [cited 2016

November.28];.5:.464..Available.from.PubMed:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3183040/

47. Miranti A, Anwar AI, Djawad K, Patellongi I, Wahab S, Abdullah N. Analysis

level of serum estradiol hormone of pregnant women with melasma. American

Journal of Clinical and Experimental Medicine. 2016;4(2): 26-29.

Page 62: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

49

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amin Siagian

Tempat/ Tanggal lahir : Bontang / 17 April 1995

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Jangka Nomor 25 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. SD VIDATRA 2001

2. SMP VIDATRA 2007

3. SMA Methodist 1 Medan 2010

4. Fakultas Kedokteran USU 2013

Riwayat Organisasi : 1. Koordinator seksi publikasi dan dokumentasi KPU FK

USU 2015

2. Anggota seksi dana panitia natal FK USU 2015

3. Anggota seksi konsumsi panitia paskah FK USU 2015

4. Sekretaris panitia natal FK USU 2015

5. Anggota seksi dana panitia pengabdian masyarakat KMK

FK USU 2014

6. Anggota seksi dana panitia pengabdian masyarakat KMK

FK USU 2015

7. Anggota seksi penyuluhan panitia pengabdian masyarakat

KMK FK USU 2016

8. Peserta pengabdian masyarakat KMK St. Lukas USU 2015

9. Peserta pengabdian masyarakat KMK St. Lukas USU 2016

Page 63: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

50

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN

Salam Sejahtera,

Saya, Amin Siagian mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatra Utara, saat ini tengah melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan

Antara Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Melasma”.

Kontrasepsi didefinisikan sebagai segala cara yang digunakan untuk mencegah

kehamilan, baik dengan pencegahan pembuahan sel ovum oleh sel sperma atau

dengan pencegahan implantasi sel ovum yang telah dibuahi di dinding uterus.

Kontrasepsi semakin populer di kalangan wanita usia reproduktif setiap tahunnya.

Kontrasepsi merupakan pilar utama dari Keluarga Berencana.

Kontrasepsi memiliki banyak jenis, salah satunya ialah kontrasepsi hormonal.

Kontrasepsi hormonal didefinisikan sebagai segala cara yang digunakan untuk

mencegah kehamilan dengan cara memberikan hormon sintetis eksogen berupa

estrogen atau progesteron, atau campuran dari keduanya yang pada akhirnya akan

mencegah kehamilan.

Salah satu yang diduga sebagai efek samping dari kontrasepsi hormonal adalah

kejadian flek-flek hitam di wajah yang disebut sebagai melasma. Melasma

merupakan suatu bentuk kelainan hipermelanosis yang umumnya didapat serta

simetris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah benar penggunaan

kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko dari kejadian melasma.

Pada penelitian ini saya akan melakukan wawancara dengan menggunakan

kuesioner.

Wawancara akan berlangsung kurang lebih selama 5 menit

Peneliti akan langsung bertanya kepada responden, dan mengisi

sendiri kertas kuesioner sesuai jawaban responden.

Page 64: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

51

Hal-hal yang ditanyakan antara lain, identitas responden, lama

penggunaan dan jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan,

riwayat melasma pada keluarga, serta apakah ada pengobatan

tertentu yang sedang digunakan untuk memutihkan wajah.

Kemudian ditentukan apakah responden menderita melasma atau

tidak.

Saya mengharapkan keikutsertaan dan kerjasama dari para responden. Identitas

responden akan tetap dirahasiakan dan tidak akan dipublikasikan. Keikutsertaan

responden dalam penelitian ini sangat saya harapkan. Partisipasi responden

bersifat bebas dan tanpa ada paksaan. Responden berhak untuk menolak

berpartisipasi tanpa dikenakan sanksi apapun. Demikian penjelasan ini saya

sampaikan, atas partisipasi dan kesediaan para responden, saya ucapkan

terimakasih.

Medan, September 2016

Amin Siagian

130100315

Page 65: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

52

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(PSP)

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Telp/Hp:

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian ini yang berjudul

“Hubungan Antara Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian

Melasma” dan telah memahaminya, maka dengan ini saya secara sadar, sukarela,

dan tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, September 2016

Peneliti Responden

(Amin Siagian) (...................................)

Page 66: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

53

Lampiran 3

Kuesioner Penelitian

Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian

Melasma

No. Kuesioner :

Tanggal Pengisian :

Kuesioner dapat diisi dengan membulati jawaban yang benar dan jawaban singkat

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Usia :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Pekerjaan :

ANAMNESIS

1. .Apakah anda dalam enam bulan bulan terkahir sedang menggunakan

kontrasepsi hormonal baik dalam bentuk pil, suntuk, implan, atau bentuk

lainnya?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, sebutkan jenisnya...................................................................................

2. Apakah anda mempunyai flek-flek berwarna coklat muda/coklat tua/kehitaman

. di sekitar daerah wajah ( dahi, pipi, hidung, dagu)?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, apakah anda pernah melakukan pengobatan sebelumnya/hingga saat

ini?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, sebutkan pengobatan yang anda pakai...................................................

Sebutkan keluhan ( jika ada ) dari pengobatan yang anda pakai..........................

Page 67: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

54

..............................................................................................................................

3. Apakah anda merasa flek-flek hitam muncul saat memulai penggunaan

kontrasepsi hormonal?

a. Ya b. Tidak

(Jika jawaban nomor 3 adalah TIDAK)

4. Apakah anda merasa flek-flek hitam muncul saat kehamilan?

a. Ya b. Tidak

(Jika jawaban nomor 4 adalah YA)

5. Apakah anda merasa penggunaan kontrasepsi hormonal memperburuk kondisi

.flek hitam pada wajah anda?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah terdapat keluarga anda yang menderita flek-flek hitam seperti anda

miliki?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah anda sedang mengonsumsi obat-obatan fotosensitizer (seperti

antibiotik, antikonvulsan, antiaritmia, dan semacamnya)

a. Ya b. Tidak

8. Apakah anda sedang mengalami kondisi sakit seperti gangguan hormon tiroid

dan gangguan hormon adrenal

a. Ya b. Tidak

Kesimpulan :

Melasma (Lokasi Lesi : )

Tidak Melasma

Penganggung Jawab

dr. Nova Zairina Lubis, M.Ked(DV), SP.DV

Page 68: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

55

Lampiran 4

umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 20 - 30 16 19.5 19.5 19.5

31 - 40 36 43.9 43.9 63.4

41 - 50 27 32.9 32.9 96.3

>50 3 3.7 3.7 100.0

Total 82 100.0 100.0

pendidikanterakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid D1 1 1.2 1.2 1.2

D2 2 2.4 2.4 3.7

D3 6 7.3 7.3 11.0

D4 1 1.2 1.2 12.2

S1 10 12.2 12.2 24.4

SMA 48 58.5 58.5 82.9

SMF 2 2.4 2.4 85.4

SMK 7 8.5 8.5 93.9

SMP 5 6.1 6.1 100.0

Total 82 100.0 100.0

Page 69: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

56

pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid CS 1 1.2 1.2 1.2

Guru 3 3.7 3.7 4.9

IRT 53 64.6 64.6 69.5

Perawat 1 1.2 1.2 70.7

PNS 4 4.9 4.9 75.6

SPG 1 1.2 1.2 76.8

Wiraswasta 19 23.2 23.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

Jeniskbhormon

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid suntik 3 bulan 12 14.6 14.6 14.6

suntik 1 bulan 14 17.1 17.1 31.7

pil 4 4.9 4.9 36.6

implan 11 13.4 13.4 50.0

tidak memakai 41 50.0 50.0 100.0

Total 82 100.0 100.0

kloasma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 15 18.3 18.3 18.3

tidak 67 81.7 81.7 100.0

Total 82 100.0 100.0

Page 70: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

57

riwayatkeluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 17 20.7 20.7 20.7

tidak 65 79.3 79.3 100.0

Total 82 100.0 100.0

memakaipemutih

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 11 13.4 13.4 13.4

tidak 71 86.6 86.6 100.0

Total 82 100.0 100.0

Tipemelasma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid sentrofasial 19 23.2 23.2 23.2

malar 2 2.4 2.4 25.6

tidakmelasma 61 74.4 74.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Lamapemakaian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 6 bulan - 1 tahun 5 6.1 6.1 6.1

1 - 5 tahun 19 23.2 23.2 29.3

tidak memakai 41 50.0 50.0 79.3

5 - 10 tahun 10 12.2 12.2 91.5

>10 tahun 7 8.5 8.5 100.0

Total 82 100.0 100.0

Page 71: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

58

lamapemakaian * melasma Crosstabulation

melasma

Total ya tidak

lamapemakaian 6 bulan - 1 tahun Count 2 3 5

% within lamapemakaian 40.0% 60.0% 100.0%

1 - 5 tahun Count 5 14 19

% within lamapemakaian 26.3% 73.7% 100.0%

tidak memakai Count 4 37 41

% within lamapemakaian 9.8% 90.2% 100.0%

5 - 10 tahun Count 5 5 10

% within lamapemakaian 50.0% 50.0% 100.0%

>10 tahun Count 5 2 7

% within lamapemakaian 71.4% 28.6% 100.0%

Total Count 21 61 82

% within lamapemakaian 25.6% 74.4% 100.0%

jeniskbhormon * melasma Crosstabulation

melasma

Total ya tidak

jeniskbhormon suntik 3 bulan Count 10 2 12

% within jeniskbhormon 83.3% 16.7% 100.0%

suntik 1 bulan Count 2 12 14

% within jeniskbhormon 14.3% 85.7% 100.0%

pil Count 2 2 4

% within jeniskbhormon 50.0% 50.0% 100.0%

implan Count 3 8 11

% within jeniskbhormon 27.3% 72.7% 100.0%

tidak memakai Count 4 37 41

% within jeniskbhormon 9.8% 90.2% 100.0%

Total Count 21 61 82

Page 72: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

59

jeniskbhormon * melasma Crosstabulation

melasma

Total ya tidak

jeniskbhormon suntik 3 bulan Count 10 2 12

% within jeniskbhormon 83.3% 16.7% 100.0%

suntik 1 bulan Count 2 12 14

% within jeniskbhormon 14.3% 85.7% 100.0%

pil Count 2 2 4

% within jeniskbhormon 50.0% 50.0% 100.0%

implan Count 3 8 11

% within jeniskbhormon 27.3% 72.7% 100.0%

tidak memakai Count 4 37 41

% within jeniskbhormon 9.8% 90.2% 100.0%

Total Count 21 61 82

% within jeniskbhormon 25.6% 74.4% 100.0%

menggunakankb * melasma Crosstabulation

melasma

Total ya tidak

menggunakankb ya Count 17 24 41

% within melasma 81.0% 39.3% 50.0%

tidak Count 4 37 41

% within melasma 19.0% 60.7% 50.0%

Total Count 21 61 82

% within melasma 100.0% 100.0% 100.0%

Page 73: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 10.818a 1 .001

Continuity Correctionb 9.218 1 .002

Likelihood Ratio 11.454 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 10.686 1 .001

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

menggunakankb (ya / tidak)

6.552 1.965 21.846

For cohort melasma = ya 4.250 1.564 11.547

For cohort melasma = tidak .649 .492 .855

N of Valid Cases 82

kloasma * melasma Crosstabulation

melasma

Total ya tidak

kloasma ya Count 6 9 15

% within melasma 28.6% 14.8% 18.3%

tidak Count 15 52 67

% within melasma 71.4% 85.2% 81.7%

Total Count 21 61 82

% within melasma 100.0% 100.0% 100.0%

Page 74: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …

61

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.995a 1 .158

Continuity Correctionb 1.178 1 .278

Likelihood Ratio 1.857 1 .173

Fisher's Exact Test .194 .140

N of Valid Cases 82

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,84.

b. Computed only for a 2x2 table

riwayatkeluarga * melasma Crosstabulation

melasma

Total ya tidak

riwayatkeluarga ya Count 6 11 17

% within melasma 28.6% 18.0% 20.7%

tidak Count 15 50 65

% within melasma 71.4% 82.0% 79.3%

Total Count 21 61 82

% within melasma 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.056a 1 .304

Continuity Correctionb .512 1 .474

Likelihood Ratio 1.004 1 .316

Fisher's Exact Test .354 .233

N of Valid Cases 82

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,35.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 75: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …
Page 76: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …
Page 77: SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI …