Skripsi Fix Rusmin

78
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Skripsi, Februari 2013 RUSMIN USMAN (10542014609) WIWIEK DEWIYANTI HABAR “FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BAYI YANG DIBERIKAN ASI EKSKLUSIF DENGAN BAYI YANG DIBERIKAN SUSU FORMULA DI PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR TAHUN 2012” ABSTRAK LATAR BELAKANG : Prioritas pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya penurunan angka kematian bayi dan balita. Salah satu penyebab utama kematian bayi menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 adalah kejadian diare. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. TUJUAN : Untuk mengetahui apakah ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula di wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar tahun 2012. METODE : Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive sampling dari populasi bayi yang berusia 6-12 bulan, dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden dengan jumlah sampel sebanyak 91 responden. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi square dengan menggunakan program komputer dengan tingkat signifikansi 5% (0,05). HASIL : Hasil penelitian diperoleh kategori cara pemberian susu persentase tertinggi pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebesar 51,6%, sedangkan untuk kategori kejadian diare persentase tertinggi terdapat iii

description

skripsi

Transcript of Skripsi Fix Rusmin

Page 1: Skripsi Fix Rusmin

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARSkripsi, Februari 2013

RUSMIN USMAN (10542014609)WIWIEK DEWIYANTI HABAR

“FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BAYI YANG DIBERIKAN ASI EKSKLUSIF DENGAN BAYI YANG DIBERIKAN SUSU FORMULA DI PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR TAHUN 2012”

ABSTRAK

LATAR BELAKANG : Prioritas pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya penurunan angka kematian bayi dan balita. Salah satu penyebab utama kematian bayi menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 adalah kejadian diare. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. TUJUAN : Untuk mengetahui apakah ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula di wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar tahun 2012.METODE : Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive sampling dari populasi bayi yang berusia 6-12 bulan, dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden dengan jumlah sampel sebanyak 91 responden. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi square dengan menggunakan program komputer dengan tingkat signifikansi 5% (0,05).HASIL : Hasil penelitian diperoleh kategori cara pemberian susu persentase tertinggi pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebesar 51,6%, sedangkan untuk kategori kejadian diare persentase tertinggi terdapat pada bayi yang tidak mengalami diare yaitu sebesar 59,3%. Dari uji statistik chi square didapat nilai p sebesar 0.009 lebih kecil dari 0,05, sehingga dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula, SARAN : Bagi ibu-ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar harus berusaha memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur minimal 6 bulan, bagi pengelola program gizi Puskesmas Kassi-kassi Makassar, diharapkan dapat memberikan penyuluhan tentang ASI eksklusif kepada masyarakat, bagi setiap instansi ataupun pabrik serta tempat kerja lain diharapkan dapat memberikan kelonggaran cuti melahirkan dan kemudian memberikan izin kepada pekerjanya untuk menyusui anaknya dalam waktu kerja.KATA KUNCI : ASI eksklusif , Susu formula, Diare

iii

Page 2: Skripsi Fix Rusmin

FACULTY OF MEDICINEMUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF MAKASSARUndergraduate Thesis, February 2013

RUSMIN USMAN (10542014609)WIWIEK DEWIYANTI HABAR

"FREQUENCY OF OCCURRENCE OF DIARRHEA IN BABIES GIVEN EXCLUSIVE BREASTFEEDING PROVIDED WITH BABY MILK FORMULA IN HEALTH CENTER KASSI-KASSI MAKASSAR IN 2012"

ABSTRACT

BACKGROUND: health development priorities focused on efforts to reduce infant and child mortality. One of the main causes of infant death by Household Health Survey (Survey) 2001 is the incidence of diarrhea. Diarrheal disease remains a public health problem in developing countries such as Indonesia, because the morbidity and mortality are still high. Leading cause of death from diarrhea is improper governance both at home and in health facilities.OBJECTIVE: To determine whether there are differences in the frequency of diarrhea among infants breast-fed exclusively with formula-fed infants in the Puskesmas Kassi-kassi Makassar in 2012.METHODS: This study was an observational study, the cross-sectional approach. Purposive sampling technique based on sampling from a population of infants aged 6-12 months, using questionnaires that asked directly to respondent with a total sample of 91 respondents. Data analysis was performed using univariate and bivariate statistics using chi square test using a computer program with a significance level of 5% (0,05).RESULTS: The results obtained category means the highest percentage feeding in infants who are exclusively breastfed for 51.6%, while for category contained the highest percentage of occurrence of diarrhea in infants who did not have diarrhea that is equal to 59.3%. Of the chi-square statistical test obtained p value of 0.009 is smaller than 0.05, so from this study it can be concluded that there are significant differences between the frequency of diarrhea in infants given breast milk with formula-fed infants, SUGGESTION: For the mother mother-toddler in the Puskesmas Kassi-kassi Makassar should try to give exclusive breastfeeding until the baby was at least 6 months, the nutrition program manager Kassi-kassi Makassar Health Center, is expected to provide counseling on exclusive breastfeeding to the community, for any agency or factory as well as place Additional work is expected to make allowances for maternity leave and then grant permission to employees to breastfeed their children in work time.KEYWORDS: exclusive breastfeeding, milk formula, Diarrhea

iv

Page 3: Skripsi Fix Rusmin

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

ABSTRAK.................................................................................................... v

ABSTRACT ............................................................................................... vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii

BAB I P E N DA H U L U A N

1.1. Latar Belakang............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah........................................................................ 5

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 5

1.3.1. Tujuan Umum..................................................................... 5

1.3.2. Tujuan Khusus..................................................................... 5

1.4. Manfaat Penelitian........................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI)........................................................................ 7

2.1.1. Pengertian ASI.................................................................... 7

2.1.2. Komposisi ASI................................................................... 8

2.1.3. Volume ASI........................................................................ 9

2.1.4. Aspek Imunologik Air Susu Ibu......................................... 9

2.1.5 Penggunaan ASI secara Tepat............................................. 11

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan ASI........ 12

2.2. Pemberian ASI Eksklusif ........................................................... 13

v

Page 4: Skripsi Fix Rusmin

2.2.1. Pengertian pemberian ASI Eksklusif................................. 13

2.2.2. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif.................................... 13

2.3. Susu Formula............................................................................... 17

2.3.1 Manfaat Susu Formula....................................................... 18

2.3.2 Komposisi Susu Formula................................................... 19

2.3.3 Cara Pemberian Susu Formula........................................... 21

2.3.4 Kekurangan dari susu formula........................................... 23

2.4. Diare............................................................................................ 23

2.4.1. Definisi Diare.................................................................... 23

2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare......... 24

2.5. Kerangka Teori............................................................................ 25

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep........................................................................ 26

3.2.Variabel Penelitian........................................................................ 26

3.2.1.Variabel bebas (X).............................................................. 26

3.2.2. Variabel terikat (Y)............................................................ 26

3.3. Hipotesis...................................................................................... 27

3.4. Definisi Operasional.................................................................... 27

3.4.1. variabel bebas.................................................................... 27

3.4.2. variabel terikat................................................................... 27

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian............................................................................ 28

4.2. Lokasi Penelitian......................................................................... 28

vi

Page 5: Skripsi Fix Rusmin

4.3. Populasi dan Sampel................................................................... 28

4.3.1. Populasi............................................................................. 28

4.3.2. Sampel.............................................................................. 28

4.4. Metode Pemilihan Sampel.......................................................... 29

4.5. Pengolahan Data.......................................................................... 29

4.5.1. Editing............................................................................... 29

4.5.2. Koding............................................................................... 30

4.5.3. Tabulasi data...................................................................... 30

4.6. Analisis data............................................................................... 30

4.7. Uji statistik.................................................................................. 30

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................... 31

5.2. Deskripsi karakteristik subjek..................................................... 32

5.3. Hasil Penelitian........................................................................... 33

5.3.1. Distribusi sampel berdasarkan umur................................. 33

5.3.2. Distribusi sampel berdasarkan pemberian Susu................ 33

5.3.3. Distribusi sampel menurut kejadian diare......................... 34

5.3.4. Hubungan pemberian ASI eksklusif dan susu formula

terhadap kejadian diare .................................................... 34

5.3.5. Hubungan umur bayi terhadap kejadian diare ................. 35

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Cara Pemberian Susu......... 37

6.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Diare................... 38

vii

Page 6: Skripsi Fix Rusmin

6.3. Hubungan Cara Pemberian Susu dengan Kejadian Diare.... 39

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan.................................................................................. 41

7.2. Saran............................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 43

LAMPIRAN

viii

Page 7: Skripsi Fix Rusmin

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kenaikan berat badan bayi berdasarkan umur................................ 12

Tabel 5.3.1 Distribusi sampel berdasarkan umur bayi................................... 33

Tabel 5.3.2 Distribusi sampel berdasarkan cara pemberian susu

(ASI eksklusif/susu formula)......................................................... 33

Tabel 5.3.3 Distribusi sampel berdasarkan kejadian diare............................. 34

Table 5.3.4 Hubungan cara pemberian susu dengan kejadian diare............... 34

Table 5.3.5 Hubungan umur bayi terhadap kejadian diare............................. 35

ix

Page 8: Skripsi Fix Rusmin

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.5 Kerangka Teori........................................................................... 25

Gambar 3.1 Kerangka Konsep............................................................................. 26

x

Page 9: Skripsi Fix Rusmin

BAB I

P E N DA H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Prioritas pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya penurunan angka

kematian bayi dan balita. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih

tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN.

Berdasarkan Human Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31

per 1.000 kelahiran. "Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia.

Juga, 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika

dibandingkan dengan Thailand (Ali, 2010).

Tiga penyebab utama kematian bayi menurut Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) 1995 adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi

perinatal, dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75 persen

kematian bayi. Pada 2001 pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah

dari periode sebelumnya, yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti

oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare, tetanus neotarum, saluran

cerna, dan penyakit saraf. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama

(penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf termasuk meningitis dan

encephalitis dan tifus) (Anonim, 2005)

Di Indonesia berdasarkan data laporan Survei Terpadu Penyakit (STP) dan

Rumah Sakit (RS) secara keseluruhan angka insidens Diare selama kurun waktu

lima tahun dari tahun 2002 sampai tahun 2006 cenderung berfluktuasi dari 6,7 per

1000 pada tahun 2002 menjadi 9,6 per 1000 pada tahun 2006 ( angka insiden

1

Page 10: Skripsi Fix Rusmin

bervariasi antara 4,5- 25,7 per 1000). Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2001 penyakit diare menduduki urutan ke dua dari penyakit infeksi

dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas 3,8%. Dilaporkan pula

bahwa penyakit Diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian (9,4%) dari

seluruh kematian bayi. Dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas) Balitbangkes

tahun 2007, dilaporkan bahwa prevalensi Diare 9,0%, dan diantara 33 provinsi

bervariasi antara 4,2% - 18,9% dengan prevalensi tertinggi terjadi di provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam dan terendah di DI Yogyakarta (Agtini, 2011).

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih

tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada

tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi

374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun

2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih

sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69

Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).

Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang,

dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB

diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang

(CFR 1,74 %.) (Agtini, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota

Makassar tahun 2007 , jumlah penderita diare sebanyak 52.278 orang dan 14.493

2

Page 11: Skripsi Fix Rusmin

atau sebesar 28 % di antaranya adalah balita. Secara keseluruhan dilaporkan 10

penderita diare meninggal dunia (Anonim, 2007).

Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat

baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena

diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Salah satu langkah dalam

pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi

2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke

tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di

Indonesia. (Agtini, 2011)

Pada era sekarang 80% bayi di Indonesia tidak lagi menyusu sejak 24 jam

pertama sejak mereka lahir, dimana seharusnya ibu memberikan ASI yang

merupakan makanan utama yang sangat diperlukan bayi. Berdasarkan hasil

penelitian Unicef di Indonesia setelah krisis ekonomi dilaporkan bahwa hanya

14% bayi yang disusui dalam 12 jam setelah kelahiran. Kolostrum dibuang oleh

kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik bagi bayi. Unicef juga

mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui berdasarkan tingkat umur dari

pengamatannya diketahui bahwa 63% disusui hanya pada bulan pertama, 45%

bulan kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan keempat, 12% bulan kelima dan hanya

6% pada bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau 5% dari populasi bayi

di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali (Roesli, 2000).

Hasil penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabotabek (1995) diperoleh

fakta bahwa yang dapat memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan pertama

3

Page 12: Skripsi Fix Rusmin

kelahiran bayi hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui bayinya.

Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% ibu-ibu tidak pernah

mendengar informasi tentang ASI sedangkan 70,4% ibu-ibu tidak pernah

mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli, 2000).

Proses menyusui memerlukan pengetahuan dan latihan yang tepat, supaya

proses menyusui dapat berjalan dengan baik, namun sering kali proses menyusui

dilakukan tidak tepat, akhirnya ASI tidak keluar dan ibu tidak mau menyusui dan

bayinya pun tidak mau menyusu (Utami Roesli, 2000). Tidak heran bila hasil

survei membuktikan masih sedikit bayi yang menerima ASI eksklusif sampai bayi

berusia minimal 4 bulan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010

menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, persentase

bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini

disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI

masih relatif rendah. Padahal kandungan ASI kaya akan karotenoid dan selenium,

sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah

berbagai penyakit. Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk

pencegahan penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan

kandungan yang terdapat dalam susu formula (Anonim, 2010)

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI eksklusif

dengan bayi yang diberi susu formula di Puskesmas Kassi-kassi Makassar.

4

Page 13: Skripsi Fix Rusmin

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas maka

dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: apakah ada perbedaan

frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu

formula di Puskesmas Kassi-kassi Makassar.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui adanya

perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang

diberi susu formula.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui frekuensi diare pada bayi yang minum ASI Eksklusif.

2. Untuk mengetahui frekuensi diare pada bayi yang minum susu formula.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber

informasi dan bahan pertimbangan dalam mengatasi diare pada bayi yang

semakin meningkat

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan dan merupakan bahan acuan bagi penelitian

selanjutnya demi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

5

Page 14: Skripsi Fix Rusmin

3. Manfaat bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti sendiri adalah Sebagai pengalaman langsung dalam

melakukan penelitian dan dapat menerapkan pengetahuan yang telah

diperoleh.

6

Page 15: Skripsi Fix Rusmin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1. Pengertian ASI

Secara alamiah, seorang ibu mampu menghasilkan Air Susu Ibu (ASI)

segera setelah melahirkan. ASI diproduksi oleh alveoli yang merupakan bagian

hulu dari pembuluh kecil air susu. ASI merupakan makanan yang paling cocok

bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan

makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan

seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing. Pemberian ASI secara penuh

sangat dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan

manusia (susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh

seorang bayi, seperti yang diperoleh dari susu kolostrum (Krisnatuti dan Yenrita,

2000).

Pernyataan tersebut didukung oleh Syahmien Moehji yang mengatakan

bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak untuk bayi yaitu pada usia 4-6 bulan

pertama kehidupannya. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh

bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika dibandingkan

dengan susu sapi, Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kelebihan antara lain mampu

mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu dipersiapkan

terlebih dahulu. Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketenteraman jiwa bagi

bayi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi.

7

Page 16: Skripsi Fix Rusmin

Dengan demikian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai

kelebihan yang tidak dimiliki oleh susu sapi (Moehji, 2002).

Oleh karena itu ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI

pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi.

Pemberian air gula, air teh, air tajin dan makanan prelaktal (sebelum ASI lancar

produksi) lain, harus dihindari untuk mendapatkan manfaat maksimal dari ASI,

maka sebaiknya menyusui dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit

setelah bayi lahir) karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk merangsang

pengeluaran ASI selanjutnya

2.1.2. Komposisi ASI

ASI memiliki komposisi yang berbeda-beda dari hari ke hari

1. Kolostrum.

Kolostrum merupakan cairan pertama yang berwarna kekuning-kuningan

(lebih kuning dibandingkan susu matur). Cairan ini dari kelenjar payudara dan

keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-tujuh dengan komposisi yang

selalu berubah dari hari kehari. Kolostrum mengandung zat anti infeksi 10-17

kali lebih banyak dibandingkan ASI matur. Selain itu, kolostrum dapat

berfungsi sebagai pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak

terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan

makanan bayi bagi makanan yang akan datang.

8

Page 17: Skripsi Fix Rusmin

2. ASI Transisi (Peralihan).

ASI transisi diproduksi pada hari ke-4 sampai 7, hari ke-10 sampai 14. Pada

masa ini kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak serta

volumenya semakin meningkat.

3. ASI Mature.

ASI mature merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya

dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dan memiliki

jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling

baik bagi bayi sampai umur enam bulan (Roesli, 2000).

2.1.3. Volume ASI

Dalam kondisi normal ASI diproduksi 100 cc pada hari kedua, kemudian

produksi meningkat sampai 500 cc pada Minggu kedua. Bayi yang sehat

selanjutnya mengkonsumsi sejumlah 700-800 cc ASI per 24 jam. Tetapi

kadang-kadang ada yang mengkonsumsi kurang dari 600 cc atau bahkan

sebaliknya ada yang mengkonsumsi hampir 1 liter per 24 jam dan tetap

menunjukan tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan keadaan kurang gizi

pada ibu baik pada waktu hamil maupun menyusui mempengaruhi volume

ASI. Volume ASI menjadi lebih sedikit, yaitu hanya berkisar 500-700 cc pada 6

bulan pertama usia bayi, 400-600 cc pada 6 bulan kedua dan 300-500 cc pada

tahun kedua usia anak (Krisnatuti dan Yenrita, 2000).

2.1.4. Aspek Imunologik Air Susu Ibu

Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat

membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan substansi

9

Page 18: Skripsi Fix Rusmin

bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang dapat

memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan

imunologis. ASI memberikan kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut.

Selain itu ASI juga mengandung beberapa komponen antiinflamasi.

1. Imunoglobulin G.

IgG sudah terbentuk pada kehamilan bulan ketiga, dapat menembus plasenta

pada waktu bayi lahir kadarnya sudah sama dengan kadar IgG ibunya. Fungsi

dari pada IgG ini ialah anti bakteri, anti jamur, anti virus dan anti toksik.

2. Imunoglobulin M.

IgM mulai dibentuk pada kehamilan minggu ke-14 dan mencapai kadar seperti

orang dewasa pada umur 1-2 tahun. Fungsi dari pada IgM ini ialah untuk

aglutinasi.

3. Imunoglobulin A.

IgA sudah dibentuk pula oleh janin tetapi jumlahnya masih sangat sedikit. Ada

2 macam IgA ialah serum (di dalam darah) dan IgA sekresi (berasal dari sel

mokosa) yang selanjutnya disebut SIgA. IgA serum mencapai kadar seperti

pada orang dewasa pada usia 12 tahun, sedangkan SIgA sudah mencapai

puncaknya pada usia 1 tahun.

4. Imunoglobulin D.

IgD belum banyak diketahui, baik pembentukannya maupun fungsinya.

5. Imunoglobulin E.

IgE belum diketahui tetapi diduga berfungsi seperti anti alergik.

6. Perpindahan Immunoglobulin dari Ibu ke Bayi.

10

Page 19: Skripsi Fix Rusmin

Selain imunoglobulin, ASI juga mengandung zat antivirus dan antibakteri

yang terkandung di dalam kolostrum seperti berikut ini:

1. Lysozyme, tugasnya menghancurkan dinding sel bakteri patogen, sekaligus

melindungi saluran pencernaan bayi.

2. Bifidobakteri, bertugas mengasamkan lambung sehingga bakteri patogen

dan parasit tidak mampu bertahan hidup.

3. Lactoferin, bertugas mengikat zat besi sehingga bakteri patogen yang

membutuhkan zat besi diboikot, tidak mendapatkan suplai zat besi hingga

mati.

4. Lactoperoksida, bersama unsur lainnya berperang melawan bakteri

streptococus (yang dapat menimbulkan gejala penyakit paru),

Pseudomonas, dan Escheria coli.

5. Makrofage, berfungsi melindungi kelenjar susu ibu dan saluran

pencernaan bayi (Widjaja, 2008).

2.1.5 Penggunaan ASI secara Tepat

ASI betapapun baik mutunya sebagai makanan bayi, tapi belumlah

merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan

secara tepat dan benar (Sjahmien Moehji). Ibu tidak dapat melihat berapa banyak

ASI yang telah masuk ke perut bayi (Joan Nelson) Untuk mengetahui banyaknya

produksi ASI, beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai patokan untuk

mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak yaitu:

1. Air Susu Ibu yang banyak dapat merembes keluar melalui puting

2. Sebelum disusukan payudara merasa tegang

11

Page 20: Skripsi Fix Rusmin

3. Berat badan naik dengan memuaskan sesuai dengan umur, untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Kenaikan berat badan bayi berdasarkan umurUmur Kenaikan Berat Badan Rata-Rata

1-3 bulan 700 gr/ bulan

4-6 bulan 600 gr/ bulan

7-9 bulan 400 gr/ bulan

Sumber: Soetjiningsih(1997:20).

4. Jika ASI cukup, setelah menyusu bayi akan tertidur tenang selama 3-4 jam

5. Bayi kencing lebih sering, sekitar 8 kali sehari (Soetjiningsih, 1997)

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan ASI

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ibu memberikan ASI kepada bayinya

antara lain:

1. Perubahan sosial budaya.

a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.

b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu

botol.

2. Faktor psikologis

a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.

b. Tekanan batin

3. Faktor fisik ibu

Ibu sakit, seperti mastitis biasanya enggan menyusui bayinya karena

payudaranya terasa nyeri bila digunakan untuk menyusui bayinya.

12

Page 21: Skripsi Fix Rusmin

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat

penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.

5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.

6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang

menganjurkan penggantian ASI dari susu kaleng (Soetjiningsih, 1997)

2.2. Pemberian ASI Eksklusif

2.2.1. Pengertian pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Utami Roesli). Pemberian ASI

eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu minimal 4 bulan dan akan lebih baik

lagi apabila diberikan sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan ia

harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, dan pemberian ASI dapat

diteruskan sampai ia berusia 2 tahun (Roesli, 2000).

2.2.2. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek

gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis

dan aspek penundaan kehamilan (Anonim. 2001)

1. Aspek Gizi

Manfaat Kolostrum

a. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi

bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

13

Page 22: Skripsi Fix Rusmin

b. Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung

karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi

pada hari-hari pertama kelahiran.

c. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama

berwarna hitam kehijauan.

Komposisi ASI

a. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga

mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat

dalam ASI tersebut.

b. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.

c. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara

Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein

merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI

mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan

protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai

perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap.

Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

a. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang

berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses

maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi

taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.

14

Page 23: Skripsi Fix Rusmin

b. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam

lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang

diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA

dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan

kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat

dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-

masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

2. Aspek Imunologik

a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

b. Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup

tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri

patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.

c. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan

yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

d. Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan

salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak

daripada susu sapi.

e. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per

mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue

(BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT)

antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue

(MALT) antibodi jaringan payudara ibu.

15

Page 24: Skripsi Fix Rusmin

f. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang

pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman

flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang

merugikan.

3. Aspek Psikologik

a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui

dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi

oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan

produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan

meningkatkan produksi ASI.

b. Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi

tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi

karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact).

Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh

ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi

masih dalam rahim.

4. Aspek Kecerdasan

a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk

perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan

bayi.

b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ

point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada

16

Page 25: Skripsi Fix Rusmin

usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan

dengan bayi yang tidak diberi ASI.

5. Aspek Neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan

bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

6. Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya

untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan

menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan

peralatannya.

7. Aspek Penundaan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,

sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara

umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL)

2.3. Susu Formula

Menurut WHO ( World Health Organization ), Susu Formula adalah

susu yang sesuai dan bisa diterima sistem tubuh bayi. Susu formula yang

baik tidak menimbulkan gangguan saluran cerna seperti diare, muntah atau

kesulitan buang air besar.

Susu Formula Bayi adalah cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang

diberikan pada bayi. Susu formula berfungsi sebagai pengganti ASI. Susu

formula memiliki peranan yang penting dalam makanan bayi karena sering

kali digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Oleh karena itu

17

Page 26: Skripsi Fix Rusmin

komposisi susu formula yang diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati. 

Oleh FDA (Food and Drugs Association/Badan Pengawas Obat dan

Makanan Amerika) mensyaratkan produk ini harus memenuhi standar ketat

tertentu.

Susu Formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang

diubah komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI. Alasan

dipakainya susu sapi sebagai bahan dasar disebabkan oleh banyaknya susu

yang dapat dihasilkan oleh peternak (Jaka, 2010).

2.3.1 Manfaat Susu Formula

Menurut Arlene Eissenberg dalam bukunya mengenai Susu Formula, Manfaat

Pemberian Susu Formula adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Susu Formula Bagi Bayi 

Manfaat Pemberian Susu Formula bagi bayi yaitu kepuasan yang lebih lama bagi

bayi karena formula susu sapi yang di buat dari susu sapi lebih sulit dicerna dari

pada ASI, dan endapan besar sehingga meningalkan rasa kenyang pada bayi yang

lebih lama.

2. Susu Formula sebagai Nutrisi.

Susu Formula Bayi adalah susu yang jumlah kalori, vitamin dan mineral harus

sesuai, untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mencapai tumbuh kembang yang

optimal. Penggunaan merek susu formula yang sesuai usia anak selama tidak

menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah susu yang terbaik untuk anak bila

gangguan saluran cerna anak baik dan tidak terganggu.

3. Susu Formula Meningkatkan Kecerdasan

Penambahan AA, DHA, Spingomielin pada susu formula sebenarnya tidak

merupakan pertimbangan utama pemilihan susu yang terbaik. Penambahan zat

18

Page 27: Skripsi Fix Rusmin

yang diharap berpengaruh terhadap kecerdasan anak memang masih sangat

kontroversial. Terdapat dua faktor penentu kecerdasan anak, yaitu faktor genetika

dan faktor lingkungan.

a. Faktor genetika :  Faktor genetika atau faktor bawaan menentukan

apakah potensi genetika atau bawaan yang diturunkan oleh orang tua.

Faktor ini tidak dapat di manipulasi atau direkayasa.

b. Faktor lingkungan : Faktor lingkungan adalah faktor yang menentukan

apakah faktor genetik akan dapat tercapai secara optimal. Faktor ini

mempunyai banyak aspek dan dapat manipulasi atau direkayasa

(Sunardi, 1996).

Alasan pemberian susu formula pada bayi di tahun pertama biasanya

dilakukan karena keadaan – keadaan yang terjadi pada ibu yaitu Puting rata,

Putting lecet, Payudara bengkak, Saluran susu tersumbat, Infeksi payudara,

Abses payudara, dan Pekerjaan.

2.3.2 Komposisi Susu Formula

Komposisi zat gizi susu formula selalu sama untuk setiap kali

minum (sesuai aturan pakai), hanya sedikit mengandung imunoglobulin

yang sebagian besar merupakan jenis yang “salah” (tidak diperlukan oleh

tubuh). Kandungan zat gizi dalam susu formula diantaranya terdiri dari

lemak, protein, karbohidrat dan mineral lainnya. Akan tetapi di dalam susu

formula tidak mengandung sel-sel darah putih dan sel-sel lain dalam

keadaan hidup.

19

Page 28: Skripsi Fix Rusmin

Lemak

Kadar lemak disarankan antara 2.7 – 4.1 g tiap 100 ml. Komposisi asam

lemaknya harus sedemikian hingga bayi umur 1 bulan dapat menyerap

sedikitnya 85%.

Protein 

Kadar protein harus berkisar antara 1.2 dan 1.9 g/100 ml. Dengan rasio

laktalbumin/kasein kurang-lebih 60/40. Oleh karena kandungan protein

daripada formula ini relatif rendah maka komposisi asam aminonya harus

identik atau hampir indentik dengan yang terdapat dalam protein ASI.

Protein demikianlah yang dapat dipergunakan seluruhnya oleh bayi pada

minggu-minggu pertama setelah dilahirkan. Pemberian protein yang terlalu

tinggi dapat menyebabkan meningginya kadar ureum, amoniak, serta asam

amino tertentu dalam darah. Perbedaan antara protein ASI dan susu formula

terletak pada kandungannya (susu formula mengandung 3.3 g/100 ml.) dan

rasio antara protein whei dan kaseinnya: pada ASI 60/40, sedangkan pada

susu sapi 20/80. Bayi baru lahir dan terutama yang dilahirkan sebagai

prematur dapat mengubah asam amino metionin menjadi sistein, hingga

pemberian susu sapi tanpa diubah dahulu dapat menyebabkan kekurangan

relatif sistein. Penambahan protein whey akan memperbaiki susunan asam

aminonya hingga mendekati kandungan sistein yang terdapat dalam ASI.

Beberapa produsen susu menambahkan Taurin pada produk formula susu

bayinya.

20

Page 29: Skripsi Fix Rusmin

Karbohidrat

Kandungan karbohidrat yang disarankan pada susu formula  antara 5.4 dan

8.2 g bagi tiap 100 ml. Dianjurkan supaya sebagai karbohidrat hanya atau

hampir seluruhnya memakai laktosa, selebihnya glukosa atau destrin-

maltosa. Tidak dibenarkan pada pembuatan formula ini untuk memakai

tepung atau madu, maupun diasamkan (acidified) karena belum diketahui

efek sampingannya dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Mineral

Mineral dalam susu sapi seperti natrium, kalium, kalsium, fosfor,

magnesium, khlorida, lebih tinggi 3 sampai 4 kali dibandingkan dengan

yang terdapat dalam ASI. Pada pembuatan susu formula adaptasi kandungan

berbagai mineral harus diturunkan hingga jumlahnya berkisar antara 0.25

dan 0.34 g bagi tiap 100 ml. Kandungan mineral dalam susu formula

adaptasi memang rendah dan mendekati yang terdapat pada ASI Penurunan

kadar mineral sangat diperlukan  oleh karena bayi baru lahir belum dapat

mengekresi dengan sempurna kelebihannya

Energi

Banyaknya energi dalam formula demikian biasanya disesuaikan dengan

jumlah energi yang terdapat pada ASI.

2.3.3 Cara Pemberian Susu Formula

1. Pemilihan

Prinsip umum dalam pemilihan susu formula adalah bila susu formula yang

digunakan tidak menimbulkan masalah pada bayi, seperti diare, muntah,

21

Page 30: Skripsi Fix Rusmin

konstipasi dan gangguan kulit. Setiap bayi memiliki penerimaan yang

berbeda untuk setiap merk susu formula.

2. Pembuatan

Langkah pembuatan susu formula adalah :

a. Mencuci tangan dengan bersih.

b. Mencuci dan mensterilkan botol susu dan dot.

c. Memilih susu yang sesuai dengan anak.

d. Mengikuti petunjuk pembuatan dalam kemasan susu formula.

e. Mengatur suhu air dengan mencampur air dingin dengan air panas

dengan takaran sesuai dengan petunjuk.

f. Menggunakan sendok takar yang disediakan agar kekentalan sesuai.

g. Menghangatkan susu dengan merendam botol menggunakan air hangat.

h. Tidak mencampur berbagai merk susu.

i. Menyiapkan susu formula paling lama 2 jam sebelum digunakan.

j. Tidak mencampur susu sisa pembuatan yang lalu dengan susu yang

baru dibuat.

3. Frekuensi dan Jumlah Pemberian

Susu formula diberikan sebanyak 60 ml per kg berat badan per hari pada

minggu pertama dan 150 ml per kg berat badan per hari setelahnya.

Frekuensi pemberian setiap 3 – 4 jam atau bila bayi merasa lapar

4. Pemberian

Cara pemberian susu formula adalah :

a. Mengocok susu sebelum diberikan.

22

Page 31: Skripsi Fix Rusmin

b. Periksa suhu susu formula yang sudah dibuat.

c. Menyentuh mulut bayi dengan sendok atau gelas susu, dan secara

refleks bayi akan mengisap susu.

d. Gelas susu dipegang dengan posisi miring sampai bibir gelas

menyentuh bibir bayi .

e. Tidak memaksa bayi menghabiskan susu.

f. Menyendawakan bayi setelah pemberian susu.

g. Jangan memberikan susu formula dengan dot susu.

2.3.4 Kekurangan dari susu formula

Berikut ini adalah beberapa kekurangan dari susu formula dibandingkan

dengan ASI, diantaranya adalah :

1. Mudah menimbulkan alergi

2. Bisa menimbulkan Diare pada bayi. 

3. Nutriennya tidak sesempurna ASI.

4. Lebih mudah menimbulkan gigi berlubang.

5. Kurang memiliki efek psikologis yang menguntungkan.

6. Tidak merangsang involusi rahim.

7. Tidak menjarangkan kehamilan.

8. Tidak mengurangi kejadian kanker payudara.

9. Tidak praktis dan ekonomis.

10. Kerugian bagi negara menambah beban anggaran yang harus dikeluarkan

untuk membeli susu formula, biaya perawatan ibu, dan anak.

23

Page 32: Skripsi Fix Rusmin

2.4. Diare

2.4.1. Definisi Diare

Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak

normal dan cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan

sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan

frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi

buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi yang berumur

lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Hasan et al.,

1985).

2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare

Kejadian diare pada bayi dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan, akan

memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena

ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan

parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi

ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Roesli, 2000).

2. Status Gizi.

Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta

terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi

berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam

tubuh terutama penyakit diare (Moehji, 2002)

24

Page 33: Skripsi Fix Rusmin

3. Laktosa Intoleran.

Laktosa hanya dapat diserap oleh usus setelah dihidrolisis menjadi

monosakarida oleh laktosa, namun dalam keadaan tertentu aktivitas laktosa

menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga pencernaan laktosa terganggu

dan laktosapun tidak dapat dicerna. Laktosa yang tidak dapat dicerna tersebut

akan masuk ke usus besar, dan di dalam usus besar ini akan di fermentasi oleh

mikro flora usus sehingga dihasilkan asam laktat dan beberapa macam gas.

Adanya produksi gas ini dapat menyebabkan diare.

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.5 Kerangka Teori

25

DIAREPemberian ASI Eksklusif

Status Gizi

Intoleransi Laktosa

Kekebalan Tubuh

Pemberian Susu Formula

Kebersihan

Penyakit lain

Page 34: Skripsi Fix Rusmin

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

(Variabel Bebas) (Variabel Terikat)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2.Variabel Penelitian

3.2.1.Variabel bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian adalah pemberian ASI Eksklusif dan Susu

Formula.

Skala : Nominal

Kategori:

a. Bayi dengan diberi ASI eksklusif

b. Bayi dengan diberi Susu Formula.

3.2.2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diare.

Skala : Nominal

Kategori:

Bayi dengan diare dan bayi yang tidak diare

26

Pemberian ASI Pemberian Susu

FormulaDiare

Page 35: Skripsi Fix Rusmin

3.3. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan perumusan masalah maka hipotesis atau

dugaan sementara yang dapat diajukan yaitu:

Ha = Ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI secara

Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.

H0 = Tidak Ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI

secara Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.

3.4. Definisi Operasional

3.4.1. variabel bebas

1. Pemberian ASI eksklusif: bayi yang hanya diberikan ASI tanpa

tambahan makanan lain minimal sampai usia 6 bulan.

Hasil ukur : bayi hanya minum ASI sampai usia 6 bulan

2. Pemberian susu formula : bayi yang diberikan susu formula dengan

atau tanpa minum ASI sebelum usia 6 bulan.

Hasil ukur : bayi minum susu formula dengan atau tanpa ASI sebelum

usia 6 bulan.

3.4.2. Variabel terikat

1. Diare : adalah bayi yang pernah/ sedang mengalami diare (buang air

besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi

lebih dari 3 kali dalam sehari).

Hasil ukur : Diare atau tidak diare

27

Page 36: Skripsi Fix Rusmin

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan

pendekatan cross sectional, yaitu studi dimana pengukuran terhadap variabel

bebas dan terikat dilakukan pada titik waktu yang sama (Sastroasmoro, 2011)

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kassi-kassi Makassar, waktu penelitian

dilakukan pada bulan November 2012 – Januari 2013.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh bayi yang berusia 6-12 bulan di wilayah

kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar tahun 2012 yang berjumlah 120 bayi.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah bayi yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria,

dengan cara purposif sampling. Menentukan jumlah sampel minimal dengan

menggunakan rumus slovin

28

n=1201+0,3

=92n=120

1+120 x 0 , 052

n= N

1+Ne2

Page 37: Skripsi Fix Rusmin

4.4. Metode Pemilihan Sampel

Sampel diambil dari data primer yaitu dengan menggunakan kuesioner yang

ditanyakan langsung kepada responden dengan teknik wawancara. Adapun

kriteria populasi yang memenuhi syarat menjadi sampel adalah sebagai

berikut:

Kriteria Inklusi

1. Bayi berumur 6-12 bulan

2. Status gizi bayi baik

3. Bayi dengan diare dan tidak diare

4. Orang tua bayi yang bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi

1. Bayi dengan kelainan bawaan

4.5. Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

4.5.1.Editing

Editing bertujuan untuk meneliti kembali jawaban kuesioner menjadi

lengkap. Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau

ketidaksengajaan kesalahan pengisian dapat segera dilengkapi atau

disempurnakan. Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data,

mamperjelas serta melakukan pengolahan terhadap data yang dikumpulkan.

29

Page 38: Skripsi Fix Rusmin

4.5.2.Koding

Koding yaitu memberikan kode angka pada atribut variabel agar lebih mudah

dalam analisa data. Koding dilakukan dengan cara menyederhanakan data

yang terkumpul dengan cara memberi kode atau simbol tertentu.

4.5.3.Tabulasi data

Pada tahapan ini data dihitung, melakukan tabulasi untuk masing-masing

variabel. Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan

pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah,

disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.

4.6. Analisis data

Semua data hasil penilitian ditabulasi dan disajikan dalam bentuk

tabel dan kemudian dianalisa menggunakan uji statistik chi square,

Pengelolaan data dan uji hipotesis dengan menggunakan program komputer,

dengan tingkat signifikansi 5% (0.05).

4.7. Uji statistik

Berdasarkan data variabel penelitian di atas menunjukkan data skala

kategorik maka uji statistik yang paling sesuai adalah uji Chi Square. Chi

square dilakukan untuk menguji hipotesis pada data kategorik (dua kategorik

atau lebih). Chi square bertujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi suatu

kelompok berbeda (significantly different) dengan proporsi kelompok lain.

30

Page 39: Skripsi Fix Rusmin

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas kassi-kassi merupakan salah satu puskesmas pemerintah Kota

makassar dan merupakan unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kota

Makassar. Puskesmas kassi-kassi berdiri sejak tahun 1978/1979. Puskesmas kassi-

kassi merupakan puskesmas perawatan ke IV (Rumah Sakit Pembantu VI) di

Makassar. Puskesmas kassi-kassi /RSP-VI terletak di jalan Tamalatea I No.43

Kelurahan Kassi-kassi kecamatan Rappocini kota Makassar.

Batas-batas wilayah

Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Bara-baraya karuwisi

Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Panaikang Tamangapa

Sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Mangasa jongaya

Sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Maricaya Parangtambung

Tujuh Unit puskesmas yaitu

Unit 1 : Pencegahan dan pemberantasan penyakit

Unit 2 : Peningkatan kesehatan keluarga

Unit 3 : Pemeliharaan kesehatan rujukan

Unit 4 : Lingkungan penyuluhan dan peran serta masyarakat

Unit 5 : perawatan

Unit 6 : Penunjang

31

Page 40: Skripsi Fix Rusmin

Unit 7 : Pelaksana khusus

5.2. Deskripsi karakteristik subjek

Penelitian ini berlangsung selama 15 hari, mulai tanggal 28 Desember

2012 sampai 11 Januari 2013 di Puskesmas Kassi-kassi Makassar. Sampel dari

penelitian ini diambil dari data primer dengan menggunakan kuesioner yang

ditanyakan pada responden. Total sampel yang didapatkan dari penelitian ini yaitu

sebanyak 91 sampel, sesuai dengan perhitungan minimal sampel menggunakan

rumus slovin.

Karakteristik sampel dalam penelitian ini yang terdiri dari data mengenai

cara pemberian susu dan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Kassi-kassi Makassar. Data ini diperoleh dari responden yang dalam

hal ini yaitu ibu bayi di wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar yang

berjumlah 91 orang, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berdasarkan

pertimbangan peneliti.

Data tentang cara pemberian Susu diklasifikasikan dalam dua kriteria,

yaitu diberi ASI eksklusif dan diberi susu formula, demikian juga untuk data

tentang kejadian diare diklasifikasikan menjadi dua kriteria, yaitu bayi yang diare

dan tidak diare.

32

Page 41: Skripsi Fix Rusmin

5.3. Hasil Penelitian

5.3.1. Distribusi sampel berdasarkan umur

Tabel 5.3.1. Distribusi sampel berdasarkan umur bayi

Karakteristik umur

Frekuensi(n)

Persentase(%)

6 bulan 20 22.0

7 bulan 13 14.3

8 bulan 11 12.1

9 bulan 9 9.9

10 bulan 9 9.9

11 bulan 12 13.2

12 bulan 17 18.7

jumlah 91 100.0

Dari tabel 5.3.1 kita dapat melihat distribusi sampel menurut umur

diperoleh persentase terbesar terdapat pada sampel yang berumur 6 bulan sebesar

22% (20 sampel), persentase terbesar berikutnya terdapat pada sampel yang

berumur 12 bulan sebesar 18,7% (17 sampel), kemudian untuk sampel yang

persentasenya paling kecil terdapat pada sampel yang berumur 9 dan 10 bulan

yakni masing-masing sebesar 9,9% (9 sampel).

5.3.2. Distribusi sampel berdasarkan pemberian susu

Tabel 5.3.2. Distribusi sampel berdasarkan pemberian susu(ASI eksklusif/susu formula)

Cara pemberian ASIFrekuensi

(n)Persentase

(%)

ASI Eksklusif 47 51.6

Susu Formula 44 48.4

Jumlah 91 100.0

33

Page 42: Skripsi Fix Rusmin

Berdasarkan tabel 5.3.2 distribusi sampel berdasarkan jenis pemberian

susu, persentase tertinggi pada sampel yang diberi ASI eksklusif sebesar 51,6%

(47 sampel) dibandingkan sampel yang diberi susu formula sebesar 48,4% (44

sampel).

5.3.3. Distribusi sampel menurut kejadian diare

Tabel 5.3.3 Distribusi sampel berdasarkan kejadian diare

Riwayat diare Frekuensi (n) Persentase (%)

Diare 37 40.7

tidak diare 54 59.3

Jumlah 91 100.0

Berdasarkan tabel 5.3.3 distribusi sampel menurut kejadian diare yang

dikategorikan berdasarkan diare dan tidak diare, diperoleh bahwa persentase

tertinggi pada sampel yang tidak diare sebesar 59,3% (54 sampel) dibandingkan

sampel yang mengalami diare sebesar 40,7% (37 sampel).

5.3.4. Hubungan pemberian ASI eksklusif dan susu formula terhadap

kejadian diare

Tabel 5.3.4 Hubungan pemberian susu dengan kejadian diare

34

Page 43: Skripsi Fix Rusmin

Riwayat Diare

ASI eksklusif/ susu formula

diaretidak diare

OR95% CI

Nilai p

n % n %

Susu Formula 24 54.5% 20 45.5% 3,138 0,009

ASI Eksklusif 13 27.7% 34 72.3% 1,312-7,507

Jumlah 37 40.7% 54 59.3%

Berdasarkan tabel 5.3.4 dapat dilihat perbandingan antara pemberian ASI

eksklusif terhadap kejadian diare dengan pemberian susu formula terhadap

kejadian diare. Diperoleh jumlah terbesar kejadian diare pada sampel yang diberi

susu formula yaitu sebesar 54.5% (24 sampel), sedangkan untuk sampel yang

diberi ASI eksklusif dengan kejadian diare lebih sedikit sebesar 27.7% (13

sampel). sedangkan bayi yang tidak mengalami diare lebih banyak pada golongan

bayi yang mengonsumsi ASI eksklusif yaitu sebanyak 72,3% (34 sampel),

dibandingkan bayi yang minum susu formula sebanyak 45,5% (20 sampel).

Berdasarkan hasil uji statistic (Chi-Square), didapatkan nilai p sebesar

0.009 yang berarti nilai p lebih kecil dari nilai α (0,05), sehingga Ho ditolak dan

Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan

bayi yang diberi susu formula. Pada tabel di atas juga dapat dilihat Odds Ratio

(OR) sebesar 3,138 dan Confidence interval (CI 95%) antara 1,312-7,507 yang

berarti susu formula merupakan faktor risiko terhadap kejadian diare pada bayi.

5.3.5. Hubungan umur bayi terhadap kejadian diare

Table 5.3.5 Hubungan umur bayi terhadap kejadian diare

35

Page 44: Skripsi Fix Rusmin

Riwayat Diare

Umur bayi diare Tidak diare OR

95% CI

Nilai p

n % n %

1. 6-9 bulan 19 35.8% 34 64.2% 0,621 0,27

2. 10-12 bulan 18 47.4% 20 52.6% 0,266-1,451

Jumlah 37 40.7% 54 59.3%

Berdasarkan tabel 5.3.5 dapat dilihat perbandingan kejadian diare

berdasarkan kelompok umur. Persentase tertinggi kejadian diare berada pada

rentang umur 10-12 bulan yaitu sebesar 47,4% (18 sampel) dibandingkan

kelompok umur 6-9 bulan yaitu 35,8% (19 sampel)

Hasil uji statistik (Chi-Square), didapatkan nilai p sebesar 0,27 yang

berarti nilai p lebih besar dari α (0,05), sehingga Ho diterima dan Ha ditolak.

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara

frekuensi kejadian diare pada bayi kelompok umur 6-9 bulan dengan bayi

kelompok umur 10-12 bulan. Pada tabel di atas juga dapat dilihat Odds Ratio(OR)

sebesar 0,621 dan Confidence interval (CI 95%) antara 0,266-1,451 yang berarti

umur bayi merupakan faktor risiko terhadap kejadian diare pada bayi di

puskesmas Kassi-kassi Makassar.

36

Page 45: Skripsi Fix Rusmin

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian Susu

Berdasarkan hasil penelitian tentang cara pemberian susu terhadap 91

sampel, terdapat 51,6% (47 sampel) yang diberi ASI eksklusif. Jumlah ini lebih

besar bila dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif yaitu sebesar 48,4%

(44 sampel).

Hasil pencapaian pemberian ASI secara eksklusif hingga saat ini belum

menggembirakan, karena masih jauh dari target yang ingin dicapai yaitu sebesar

80%. Hal ini sesuai dengan penelitian Unicef di Indonesia setelah krisis ekonomi,

dilaporkan bahwa hanya 14 % bayi yang disusui dalam 12 jam setelah kelahiran.

Kolostrum dibuang oleh kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik

bagi bayi. Unicef juga mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui

berdasarkan tingkat umur, dari pengamatannya tercatat 63 % bayi disusui hanya

pada bulan pertama, 45 % bulan kedua, 30 % bulan ketiga, 19 % bulan keempat,

37

Page 46: Skripsi Fix Rusmin

12 % bulan kelima dan hanya 6 % pada bulan keenam bahkan lebih dari 200.000

bayi atau 5 % dari populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali

(Roesli, 2000)

Begitu juga penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabotabek (1995)

diperoleh fakta bahwa yang dapat memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan

pertama kelahiran bayi hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui.

Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% ibu-ibu tidak pernah

mendengar informasi khusus tentang ASI sedangkan 70,4% ibu-ibu tidak pernah

mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli, 2000).

6.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Diare

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pada sampel yang tidak

diare lebih tinggi dibandingkan persentase bayi yang diare, yaitu 59.3% (54

sampel) yang tidak diare sedangkan bayi yang diare sebesar 40.7% (37 sampel).

Tingginya persentase bayi yang tidak mengalami diare ini dikarenakan ada

beberapa faktor yang mendukung di antaranya sebagian besar ibu memberikan

kolostrum kepada bayinya pada 24 jam pertama setelah kelahiran bayi, sehingga

antibodi penting yang terkandung dalam kolostrum dapat melindungi bayi dari

berbagai macam penyakit.

Faktor berikutnya yang mendukung tingginya persentase bayi yang tidak

mengalami kejadian diare yaitu karena kebersihan dalam menyiapkan makanan

atau minuman yang diberikan kepada bayi dapat terjaga dengan baik, sehingga

kemungkinan bakteri untuk dapat masuk ke dalam tubuh bayi lebih kecil bila

dibandingkan bayi yang mendapatkan makanan dengan kebersihan dalam

persiapan makanan kurang. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Nuraini

38

Page 47: Skripsi Fix Rusmin

Irma Susanti bahwa gangguan diare pada bayi di bawah usia 4 bulan sering dapat

disebabkan karena makanan atau minuman yang dikonsumsi bayi sudah

terkontaminasi oleh kuman penyakit, namun dengan kemauan yang tinggi kuman

penyakit tidak dapat masuk ke dalam tubuh bayi apabila kebersihan selalu dijaga

dalam mempersiapkan makanan atau minuman bayi.

Faktor lain yang mendukung yaitu karena bayi yang dijadikan sampel

dalam penelitian ini semuanya berstatus gizi baik. Dalam keadaan yang demikian

tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap

penyakit infeksi (diare). Hal ini sesuai dengan teori dari Moehji (2002) yang

mengatakan bahwa antara keadaan gizi buruk dan penyakit diare terdapat

hubungan yang sangat kuat, sungguhpun sulit untuk mengatakan apakah

terjadinya gizi buruk akibat adanya diare ataukah kejadian diare disebabkan

keadaan gizi buruk.

6.3. Hubungan Cara Pemberian Susu dengan Kejadian Diare.

Hasil uji statistik menjelaskan adanya perbedaan yang signifikan antara

kejadian diare pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dibandingkan bayi yang

diberi susu formula. Bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang terkena diare

dibandingkan bayi yang diberi susu formula. Hal ini karena ASI eksklusif

memberikan kekebalan terhadap bayi seperti yang diungkapkan dalam Buku

Panduan Manajemen Laktasi Departemen Kesehatan RI (2001) yang mengatakan

bahwa keuntungan yang diperoleh dari pemberian ASI eksklusif kepada bayi

antara lain karena bayi akan mendapatkan zat kekebalan terhadap berbagai

39

Page 48: Skripsi Fix Rusmin

penyakit yang disebabkan bakteri, virus, jamur, dan parasit yang sering

menyerang manusia sehingga bayi dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi

terutama diare . Selain itu, saluran pencernaan bayi mudah mencerna ASI yang

masuk ke pencernaan bayi karena selain mengandung zat gizi yang sesuai juga

mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam

ASI tersebut (Anonim, 2001)

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan dari Dina Kamalia, 2005.

yang mengemukakah bahwa ada perbedaan yang signifikan antara bayi yang

mendapat ASI eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya diberi susu

formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah sakit dan sering

mengalami masalah kesehatan yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi

yang diberikan ASI biasanya jarang sakit.

Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai keterbatasan

penelitian. Beberapa keterbatasan penelitian yang dihadapi penulis diantaranya

yaitu keterbatasan dalam rancangan penelitian, dimana penelitian ini

menggunakan metode pendekatan cross sectional sehingga hubungan yang

ditentukan dari variabel independen dan variabel dependen bukanlah merupakan

sebab akibat karena penelitian dilakukan dalam waktu bersamaan dan tanpa

adanya follow up. Selain itu masih banyak variabel yang berhubungan dengan

kejadian diare pada bayi dan dapat dapat dijadikan sebagai variabel independen

dalam penelitian ini. Namun karena kemampuan peneliti terbatas dalam hal waktu

dan tenaga maka variabel independen yang digunakan terbatas.

40

Page 49: Skripsi Fix Rusmin

Selanjutnya, dalam proses pemgumpulan data sampel penelitian, penulis

dalam hal ini menggunakan kuesioner. Pengumpulan data menggunakan

kuesioner mempunyai dampak yang sangat subjektif sehingga kebenaran data

tergantung pada kejujuran dari responden. Peneliti belum menemukan standar

baku kuesioner sehingga sehingga instrumen tersebut dibuat berdasarkan

pemahaman dan pengalaman dari peneliti sendiri yang tentunya masih terbatas

sebagai peneliti pemula.

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Persentase tertinggi untuk pemberian susu ada pada bayi yang diberi ASI

eksklusif dari pada bayi yang minum susu formula

2. Bayi yang tidak diare persentasenya lebih tinggi bila dibandingkan dengan

bayi yang diare.

3. Bayi yang minum ASI eksklusif lebih jarang terkena diare dibandingkan

dengan bayi yang minum susu formula, yaitu berisiko tiga kali lebih besar

untuk terkena diare.

7.2. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, saran-saran yang dapat diberikan

adalah sebagai berikut:

41

Page 50: Skripsi Fix Rusmin

1. Bagi ibu-ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar harus

berusaha memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur minimal 6 bulan.

2. Bagi pengelola program gizi Puskesmas Kassi-kassi Makassar, diharapkan

dapat memberikan penyuluhan tentang ASI eksklusif kepada masyarakat,

khususnya kepada ibu-ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi

Makassar

3. Bagi setiap instansi ataupun pabrik serta tempat kerja lain diharapkan dapat

memberikan kelonggaran cuti melahirkan dan kemudian memberikan izin

kepada pekerjanya untuk menyusui anaknya dalam waktu kerja.

4. Bagi peneliti perlu penelitian lebih lanjut mengenai variabel-variabel perancu

lain yang berhubungan dengan kejadian diare.

42

Page 51: Skripsi Fix Rusmin

DAFTAR PUSTAKA

Agtini, M. D. 2011 Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia, Tahun 2000-2007. Situasi Diare di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI.

Ali, A. 2010. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. (Online), diakses Desember 2012).

Anonim 2001 Buku Panduan Manajemen Laktasi, Dit Gizi Masyarakat Depkes RI.

Anonim 2005 Tujuan 4 menurunkan angka kematian anak.

Anonim 2007 Porfil Kesehatan Kota Makassar.

Anonim. 2010. Laporan Nasional Riskesdas. (Online), (www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/, diakses desember 2012).

Hasan, R., Alatas, H. & Latief, A. 1985 Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Jaka. 2010. susu formula : manfaat dan kerugianya. (Online), diakses 5 Desember 2012).

Krisnatuti, D. & Yenrita, R. 2000 Menyiapkan Makanan Pendamping ASI, Jakarta, Puspa Swara.

Moehji, S. 2002 Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Jakarta, Bhratara.

Roesli, U. 2000 Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta, PT Elex Komputindo.

Sastroasmoro, S. 2011 Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, Jakarta, Sagung Seto.

Soetjiningsih 1997 Seri Gizi Klinik ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

43

Page 52: Skripsi Fix Rusmin

Sunardi, T. 1996 Makanan Untuk Tumbuh Kembang Bayi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Widjaja, M. C. 2008 Gizi Tepat Untuk Pengembangan Otak Dan Kesehatan Balita, Jakarta, Kawan Pustaka.

44