SKRIPSI APRIL 2013 Faktor-Faktor yang Berpengaruh …

42
1 SKRIPSI APRIL 2013 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Depresi pada Pengasuh Pasien Diabetes Melitus di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar pada Tahun 2013 OLEH : Firdaus Fabrice Hannanu (C111 08 272) PEMBIMBING dr. Irwin Aras, M. Epid DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/KEDOKTERAN PENCEGAHAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Transcript of SKRIPSI APRIL 2013 Faktor-Faktor yang Berpengaruh …

  1  

SKRIPSI

APRIL 2013

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Depresi pada Pengasuh

Pasien Diabetes Melitus di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar pada Tahun

2013

OLEH :

Firdaus Fabrice Hannanu (C111 08 272)

PEMBIMBING

dr. Irwin Aras, M. Epid

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/KEDOKTERAN

PENCEGAHAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013  

  2  

FAKTOR-­‐FAKTOR  YANG  BERPENGARUH  TERHADAP  KEJADIAN  DEPRESI  PADA  

PANGASUH  PASIEN  DIABETES  MELITUS  DI  RSUP  WAHIDIN  SUDIROHUSODO  

MAKASSAR  TAHUN  2013  

Firdaus  Fabrice  Hannanu  

 

ABSTRAK  

 

Salah satu hal penting dalam penanganan penyakit diabetes melitus (DM) adalah

peran pengasuh dalam pencegahan sekunder dan tersier diabetes. Namun, beberapa penelitian

menunjukkan adanya gejala depresi pada para pengasuh pasien dengan penyakit-penyakit

kronik, termasuk diabetes melitus. Oleh karena itu perlu untuk diketahui faktor-faktor apa

saja yang dapat berpengaruh terhadap kejadian depresi pada pengasuh pasien DM. Tujuan

penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian depresi pada pengasuh pasien DM tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo. Jenis

penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional, dan

teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Prevalensi depresi pada pengasuh pasien

DM yang ditemukan adalah sebesar 40%. Dari semua variabel yang diteliti, yang memiliki

hubungan bermakna secara statistik dengan kejadian depresi adalah variabel jenis kelamin

(p=0,02), dan variabel lama pengasuhan (p=0,01). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat

hubungan antara jenis kelamin dan lama pengasuhan dengan kejadian depresi, dan perempuan

memiliki risiko 3,92 kali lebih besar terkena depresi dibanding laki-laki, sedangkan

pengasuhan selama 6 bulan atau lebih memiliki risiko 4,67 kali lebih besar untuk mengalami

depresi dibanding pengasuhan kurang dari 6 bulan.

 

Kata  kunci:  Diabetes  Melitus,  pengasuh,  depresi  

  3  

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia Nya

sehingga skripsi dengan judul Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap

Kejadian Depresi pada Pengasuh Pasien Diabetes Melitus di RSUP Wahidin

Sudirohusodo Makassar Tahun 2013 dapat terselesaikan, yang tersusun dalam

rangka memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Begitu banyak tantangan dan keterbatasan yang dihadapi dalam tahap

persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi ini. Namun, dengan bimbingan,

dorongan semangat, bantuan, serta doa dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat

diselesaikan. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan secara tulus

dan ikhlas kepada:

1. Yang saya hormati dan kagumi, dr. Irwin Aras, M. Epid, selaku pembimbing

yang dengan kesediaan, keikhlasan dan kesabaran meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan dan arahannya.

2. Kepala bagian dan staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin atas

sumbangsih ilmu dan bimbingan selama ini.

3. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, staf pengajar dan seluruh

karyawan atas izin penelitian dan informasi mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan penelitian ini.

  4  

4. Kepala Rumah Sakit Umum Pusat Wahidin Sudirohusoso dan seluruh staf

kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Wahidin Sudirohusoso atas izin

penelitian sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

5. Kedua orang tua saya yang tercinta, Sjahrir Hannanu dan Elly Wahyudin yang

selalu memberikan doa, cinta kasih dan dorongan baik berupa moril maupun

materi.

6. Teman masa kecil yang senantiasa menemani penulisan skripsi ini, mulai dari

proposal, sampai penulisan hasil dan ujian akhir.

7. Kepada yang tercinta sahabat-sahabat, teman-teman seperjuangan, rekan-

rekan dan semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu, namun

bantuannya begitu besar dan penting dalam terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda kepada kita

semua, dan semoga tulisan ini dapat berguna untuk kepentingan keilmuan dan

pengabdian kepada masyarakat, serta bernilai ibadah di sisi-Nya.

Saya menyadari tulisan ini tidak luput dari salah dan khilaf, karena itu saran,

kritik dan masukan dari pembaca adalah sesuatu yang senantiasa diharapkan demi

perbaikan dan kemajuan bersama. Harapan penulis, semoga tulisan ini dapat

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Makassar, April 2013

Firdaus Fabrice Hannanu

  5  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus tipe 2 (DM) merupakan penyakit metabolik yang

prevalensinya meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia dengan jumlah penduduk

yang melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan

jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak di dunia. Menurut penelitian epidemiologi

yang dilakukan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4

sampai 1,6%. DM merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut maupun

kronik. Dengan pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan mortalitas dapat

diturunkan. Dalam pengelolaan DM, diperlukan juga usaha koreksi faktor-faktor

risiko penyakit kardiovaskuler yang sering menyertai DM, seperti hipertensi,

dislipidemia, resistensi insulin dan lain-lain. Hiperglikemia kronik yang terjadi pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan

beberapa organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1

Diakui bahwa perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak

mengatasi berbagai permasalahan diabetes. Tetapi untuk memperbaiki taraf kesehatan

pasien diabetes melitus secara global tidak dapat hanya mengandalkan pada tindakan

kuratif, karena penyakit ini dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan menjauhi pola

hidup berisiko. Salah satu hal penting dalam penanganan penyakit diabetes melitus

adalah peran pengasuh (caregiver) dalam pencegahan sekunder dan tersier diabetes,

yaitu mencegah timbulnya komplikasi serta kecacatan yang diakibatkannya. Diabetes

melitus merupakan penyakit kronik yang membutuhkan perubahan kebiasaan dalam

keluarga pasien. Prognosis pasien diabetes melitus sangat ditentukan oleh perubahan

gaya hidup, pola makan, serta monitor dan pengendalian glukosa darah, dimana peran

pengasuh sangat diperlukan.2 Pada pasien yang memiliki anggota keluarga yang

mendukung penanganan diabetes seperti monitor glukosa darah, pengaturan jadwal

makan, dan olahraga, lebih mudah untuk beradaptasi dengan penyakitnya.3

Namun, di sisi lain anggota keluarga yang terlibat dalam pengasuhan pasien

diabetes melitus berisiko untuk mengalami masalah, baik secara fisik maupun

emosional. Pada pasien terutama dengan komplikasi diabetes, pengasuh mengalami

penurunan aktivitas sosial dan kehilangan waktu untuk bekerja, yang sangat

berpengaruh terhadap kualitas hidup pengasuh. Permasalahan paling umum pada

  6  

pengasuh adalah biaya pengobatan diabetes.3 Data di Amerika mengenai biaya untuk

penyakit diabetes (Cost of Diabetes) menunjukkan total 174 milyar USD, dengan

rincian 116 milyar USD untuk biaya medis langsung, dan 58 milyar USD untuk biaya

tidak langsung (disabilitas, kehilangan pekerjaan, dan mortalitas prematur).4

Penelitian di Inggris menunjukkan pengasuh yang mengalami pengurangan

pemasukan mengalami tingkat stres yang lebih tinggi, dan hasil yang lebih buruk

ditemukan di negara-negara berkembang. 5

Menurut American Psychiatric Association,6 depresi merupakan masalah

kesehatan yang serius, dan 10-25% wanita serta 7-12% laki-laki pernah mengalami

satu episode depresi dalam seumur hidupnya. Beberapa penelitian lain menunjukkan

angka depresi yang lebih tinggi pada ibu dengan anak yang masih sangat muda.

Faktor risiko demografis lain yang berhubungan dengan depresi adalah status

ekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah, tidak bekerja, stres, dan warna kulit

selain kulit putih (non-white).3 Oleh karena itu, untuk pencegahan depresi disarankan

untuk berolahraga teratur, menjaga kebiasaan tidur yang cukup, mencari kegiatan

yang menyenangkan, seperti menjadi relawan atau terlibat dalam aktivitas kelompok,

berbicara dengan orang terpercaya, mencoba untuk berada di sekitar orang-orang

yang peduli dan positif, dan tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang.2

Beberapa penelitian di negara maju menunjukkan adanya gejala-gejala

depresi pada para pengasuh pasien dengan penyakit-penyakit kronik, seperti

alzheimer’s disease,7 fibrosis kistik,3 dan diabetes melitus tipe 1.3 Penyakit-penyakit

tersebut membutuhkan tim dari berbagai disiplin kesehatan, penanganannya sangat

kompleks dan banyak memakan waktu. Seperti, jadwal makan dan makanan ringan

yang harus diatur dan monitor intake kalori. Obat-obat yang diberi juga harus

disesuaikan dengan makanan dan status penyakit untuk tiap harinya.3 Namun, belum

ada penelitian serupa di Indonesia, dan perlu untuk diketahui faktor-faktor apa saja

yang dapat berpengaruh terhadap kejadian depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2.

  7  

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini

adalah: Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian depresi pada

pengasuh pasien DM tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian depresi pada pengasuh pasien DM

tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2 di

RSUP Wahidin Sudirohusodo

2. Untuk mengetahui karakteristik pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP

Wahidin Sudirohusodo berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, aktivitas rutin, jumlah pengasuh, lama mengasuh, tingkat sosial

ekonomi, dan hubungan kekerabatan

3. Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap terjadinya depresi pada

pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

4. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap terjadinya depresi pada

pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

5. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

6. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas rutin terhadap terjadinya depresi pada

pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

7. Untuk mengetahui pengaruh jumlah pengasuh terhadap terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

8. Untuk mengetahui pengaruh lama pengasuhan pasien terhadap terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

9. Untuk mengetahui pengaruh tingkat sosial ekonomi terhadap terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

10. Untuk mengetahui pengaruh hubungan kekerabatan terhadap terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo

  8  

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan untuk para pengasuh dan pasien diabetes melitus

untuk dapat lebih memahami dan mencegah terjadinya depresi.

2. Sebagai informasi ilmiah dalam penanganan dan pengendalian diabetes

melitus tipe 2 secara menyeluruh.

3. Sebagai bahan masukan kepada para petugas kesehatan untuk dapat

memberikan konseling baik kepada pengasuh maupun kepada pasien untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas DM Tipe 2.

4. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai solusi-solusi yang

dapat diberikan dalam pencegahan dan penanganan depresi pada pengasuh

pasien diabetes melitus tipe 2.

5. Sebagai informasi tambahan dan bahan bacaan untuk peneliti dan pembaca.

  9  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Depresi

2.1.1. Pengertian

Depresi adalah gangguan mental umum dengan gambaran mood depresi,

kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu

atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi

kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan individu

untuk mengurus tanggung jawab sehari-harinya. Episode depresi biasanya

berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung

selama 2 tahun atau lebih. 8

Menurut American Psychiatric Association,6 depresi merupakan masalah

kesehatan yang serius, dan 10-25% wanita serta 7-12% laki-laki pernah mengalami

satu episode depresi dalam seumur hidupnya. Beberapa penelitian lain menunjukkan

angka depresi yang lebih tinggi pada ibu dengan anak yang masih sangat muda.

Faktor risiko demografis lain yang berhubungan dengan depresi adalah status

ekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah, tidak bekerja, stres, dan warna kulit

selain kulit putih (non-white).

2.1.2. Penyebab Depresi

Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk

mengetahui penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan,9 faktor-faktor yang

dihubungkan dengan penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor

genetik dan faktor psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

a. Faktor Biologis

Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin

merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi

gangguan mood. Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah

dasar antara turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon antidepresan

secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi. 9

  10  

Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik

dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan

penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik

juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang

dilepaskan. Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi. Faktor

neurokimia lainnya seperti gamma-aminobutyric acid (GABA) dan neuroaktif

peptida (vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi

gangguan mood. 9

b. Faktor Genetik

Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam

perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar

terhadap gangguan depresi berat pada anak, pada anak kembar monozigot adalah

50%, sedangkan dizigot 10-25%. Menurut penelitian Hickie et al., menunjukkan

penderita late onset depresi terjadi karena mutasi pada gene methylene

tetrahydrofolate reductase yang merupakan kofaktor yang terpenting dalam

biosintesis monoamin. Mutasi ini tidak bisa diketemukan pada penderita early

onset depresi. 9

c. Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan

klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh

ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan

bahwa stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan

fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya

perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai risiko yang tinggi untuk

menderita gangguan mood selanjutnya. 9

Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian

atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua

orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe

kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang

besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya. 9

  11  

2.1.3. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko untuk terjadinya depresi adalah:

1. Faktor Usia

Berbagai penelitan mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu

remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini diasumsikan

terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas

perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa

remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta

masa pubertas ke masa pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata

penderita depresi semakin menurun yang menunjukan bahwa remaja dan anak-

anak semakin banyak yang terkena depresi. Survey masyarakat terakhir

melaporkan prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depersi pada golongan

usia dengan dewasa muda 18-44 tahun.10

2. Gender

Adanya perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang

berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga menopause yang

membuat wanita lebih rentan menjadi depresi. Penelitan Angold menunjukan

bahwa periode meningkatkan risiko deresi pada wanita terjadi ketika masa

pertengahan pubertas. Data yang dihimpun oleh World Bank menyebutkan

prevalensi terjadinya depresi sekitar 30% terjadi pada wanita dan 12,6%

dialami oleh pria. 10

Radloff dan Rae berpendapat bahwa adanya perbedaan tingkat depresi

pada pria dan wanita lebih ditentukan oleh factor biologis dan lingkungan,

yaitu adanya perubahan peran sosial sehingga menimbulkan berbagai konflik

serta membutuhkan penyesuaian diri yang lebih intens, adanya kondisi yang

penuh stressor bagi kaum wanita, misalnya penghasilan dan tingkat

pendidikan yang rendah dibandingkan pria, serta adanya perbedaan fisiolog

dan hormonal disbanding pria, seperti masalah reproduksi serta berbagai

perubahan hormone yang dialami wanita sesuai kodratnya. Lebih jauh lagi

jumlah wanita tercatat mengalami depersi biasa juga disebabkan oleh pola

komunikasinya. 10

Menurut Pease dan Pease, pola komunikasi wanita berbeda dengan

pria. Jika seorang wanita mendapatkan masalah, maka wanita tersebut ingin

  12  

mengkomunikasikannya dengan orang lain dan memerlukan dukungan atau

bantuan orang lain, sedangkan pria cenderung untuk memikirkan masalahnya,

pria juga jarang menunjukan emosinya sehingga kasus depresi ringan dan

sedang pada pria jarang diketahui. 10

3. Kepribadian

Aspek-aspek kepribadian ikut mempengaruhi tinggi rendahnya depresi

yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada indvidu-individu yang

lebih rentan terhadap depresi yaitu mempunyai konsep diri serta pola pikir

yang negatif, pesimis, juga tipe kepribadian introvert. Tampaknya ada

hubungan antara karakteristik kepribadian tertentu dengan depresi. Seseorang

yang menunjukan hal-hal berikut memiliki risiko terkena depresi: 10

a. Mengalami kecemasan tingkat tinggi, seorang pencemas atau mudah

terpengaruh

b. Seorang pemalu atau minder

c. Seseorang yang suka mengkritik diri sendiri atau memiliki harga diri yang

rendah

d. Seseorang yang hipersensitif

e. Seseorang yang perfeksionis

f. Seseorang dengan gaya memusatkan perhatian pada diri sendiri (self-

focused).

4. Lingkungan Keluarga

Ada beberapa penyebabnya yaitu: 10

a. Kehilangan orang tua ketika masih anak-anak. Ada bukti bahwa indivdu

yang kehilangan ibu mereka ketika muda memiliki risiko lebih besar

terserang depresi. Kehilangan yang besar ini akan membekas secara

psikologis dan membuat seseorang lebih mudah terserang depresi tetapi,

di satu sisi, mungkn saja membuat orang lebih tabah. Akibat psikologis,

sosial, dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua yang

lebih penting daripada kehilangan itu sendiri.

b. Jenis Pengasuhan. Psikolog menemukan bahwa orang tua yang sangat

menuntut dan kritis, yang menghargai kesuksesan dan menolak semua

  13  

kegagalan membuat anak-anak lebih mudah terserang depresi di masa

depan.

c. Penyiksaan fisik dan seksual ketika kecil. Penyiksaan fisik atau seksual

dapat membuat seseorang berisiko terserang depresi berat sewaktu

dewasa.

5. Faktor Genetik

Seseorang yang dalam kelurganya diketahui menderita depresi berat

memiliki risiko lebih besar menderita gangguan depresi daripada masyarakat

pada umumnya. Gen (kode biologis yang diwariskan dari orang tua)

berpengaruh dalam terjadinya depresi tetapi ada banyak gen di dalam tubuh

kita dan tidak ada seorangpun peneliti yang mengetahui secara pasti

bagaimana gen bekerja dan tidak ada bukti langsung bahwa penyakit depresi

yang disebabkan oleh faktor keturunan. 10

Pengaruh gen lebih penting pada depresi berat daripada depersi

ringan dan lebih penting pada indvidu muda yang menderita depresi daripada

individu yang lebih tua. Gen lebih berpengaruh pada orang-orang yang punya

periode dimana mood mereka tinggi dan mood rendah atau gangguan

bipolar.10

2.1.3. Gambaran Klinis

Pada penderita depresi dapat ditemukan berapa tanda dan gejala umum

menurut Diagnostic and Statistical Manual IV (DSM-IV) oleh American Psychiatric

Association: 6

1. Perubahan fisik

a. Penurunan nafsu makan

b. Gangguan tidur

c. Kelelahan atau kurang energi

d. Agitasi

e. Nyeri, sakit kepala, otot kram dan nyeri tanpa penyebab fisik

2. Perubahan Pikiran

a. Merasa bingung, lambat berpikir

b. Sulit membuat keputusan

  14  

c. Kurang percaya diri

d. Merasa bersalah dan tidak mau dikritik

e. Adanya pikiran untuk membunuh diri

3. Perubahan Perasaan

a. Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan hubungan

suami istri

b. Merasa sedih

c. Sering menangis tanpa alasan yang jelas

d. Irritabilitas, mudah marah dan terkadang agresif

4. Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari

a. Menjauhkan diri dari lingkungan sosial

b. Penurunan aktivitas fisik dan latihan

c. Menunda pekerjaan rumah

2.1.4 Diagnosis

Berdasarkan buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa di Indonesia, diagnosis episode depresif (F32) ditegakkan berdasarkan: 11

Gejala utama (mayor):

1. Afek depresif

2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas

Gejala lainnya (minor):

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang;

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;

f. Tidur terganggu;

g. Nafsu makan berkurang.

  15  

Episode Depresif Ringan (F32.0)

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

tersebut di atas

2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

4. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu

5. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya

Episode Depresif Sedang (F32.1)

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

tersebut di atas

2. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

3. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu

4. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan

dan urusan rumah tangga

Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2)

1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada

2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat

3. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk

melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

4. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,

maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu

kurang dari 2 minggu.

5. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat

terbatas.

  16  

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F32.3)

1. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut

diatas;

2. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi

auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau

menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor

yang berat dapat menuju pada stupor.

Untuk keperluan penelitian, khususnya penelitian epidemiologi, gejala

depresi yang didefinisikan oleh American Psychiatric Association Diagnostic and

Statistical Manual (DSM-IV) dapat dinilai menggunakan Center for Epidemiological

Studies-Depression Scale - Revised (CESD-R), yang merupakan daftar cek yang

terdiri dari 20 item pertanyaan, dengan cut-off point klinis skor diatas atau sama

dengan 16 dinilai depresi. Pada penelitian di Amerika, realibilitas yang ditemukan

untuk CESD-R menggunakan koefisien α adalah dengan nilai α 0,88 pada pengasuh

pasien DM tipe 1, dan 0,89 pada pengasuh anak dengan fibrosis kistik. 12

Berikut adalah kelompok gejala disertai nomor pertanyaan yang

berhubungan pada CESD-R:

1. Kesedihan (dysphoria): pertanyaan no. 2, 4, 6

2. Kehilangan minat (Anhedonia): pertanyaan no. 8, 10

3. Nafsu makan: pertanyaan no 1, 18

4. Tidur: pertanyaan no. 5,11,19

5. Berpikir/Konsentrasi: pertanyaan no. 3, 20

6. Rasa bersalah (Worthlessness): pertanyaan no. 9, 17

7. Lelah (Fatigue): pertanyaan no. 7, 16

8. Gerakan (Agitation): pertanyaan no. 12, 13

9. Pemikiran bunuh diri: pertanyaan no. 14, 15

2.1.6. Prognosis

Pada kebanyakan kasus depresi dapat membaik setelah pemberian

antidepresan selama seminggu, walaupun pada beberapa kasus hanya membaik

  17  

setelah 4-9 bulan untuk sembuh dan merasa lebih baik, serta untuk mencegah depresi

timbul kembali. Komplikasi yang dapat terjadi pada depresi adalah penggunaan obat-

obat terlarang dan alkohol, serta kemungkinan bunuh diri. 10

2.1.7. Pencegahan

Penanganan paling baik untuk depresi adalah dengan pencegahan. Depresi

dapat dicegah dengan: 10

1. Berolahraga teratur

2. Menjaga kebiasaan tidur yang cukup

3. Mencari kegiatan yang menyenangkan

4. Menjadi relawan atau terlibat dalam aktivitas kelompok

5. Berbicara dengan orang terpercaya

6. Mencoba untuk berada di sekitar orang-orang yang peduli dan positif

7. Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang

2.2. Pengasuh (Caregiver) Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, ataupun kedua-duanya. Hiperglikemia kronik yang terjadi pada diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa

organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Tujuan pengobatan

diabetes melitus adalah untuk mengurangi gejala, dan untuk mencegah, atau minimal

memperlambat terjadinya komplikasi. Risiko komplikasi ke mikrovaskuler seperti

retinopati dan nefropati diabetik dapat dikurangi melalui kontrol gula darah dan

tekanan darah, sedangkan komplikasi makrovaskuler seperti penyakit jantung

koroner, stroke, dan lain-lain dapat dikurangi dengan mengontrol kadar lipid dan

hipertensi, berhenti merokok, dan pemberian aspirin. 2

Pengasuh diabetes melitus tipe 2 adalah keluarga yang membantu pasien

dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, serta membantu pasien dalam

proses perawatan dan pengobatannya. Istilah pengasuh sering digunakan bersamaan

dengan istilah keluarga, anak, suami/istri, dan lain-lain pada beberapa negara untuk

situasi pengasuhan yang berbeda-beda, dan juga untuk membedakan dari pengasuh

yang digaji, atau yang biasa disebut Personal Care Assistant atau Personal Care

Attendant (PCA). Diabetes merupakan salah satu penyakit kronik yang sangat

  18  

membutuhkan peran pengasuh dalam penanganannya, dan perawatan pasien diabetes

sebaiknya dilakukan oleh tim multidisiplin dari tiap profesional di bidang kesehatan,

berkolaborasi dengan pasien dan pengasuh pasien.3

Secara umum manajemen diabetes adalah sebagai berikut: Perubahan pola

makan dan gaya hidup, medikamentosa, monitor glukosa darah, monitor komplikasi

secara reguler, dan pemeriksaan laboratorium. Dalam hal-hal di atas, pengasuh

banyak berperan, seperti: 2

1. Pengaturan jadwal makan

2. Pengaturan jumlah intake kalori

3. Membantu mengingatkan pasien dan dokter baik dalam terapi medikamentosa

maupun insulin

4. Memantau kondisi pasien sehari-hari

5. Membantu mengontrol kadar glukosa darah pasien secara rutin,

6. Berdiskusi dengan dokter atau perawat mengenai penyakit pasien,

7. Membantu pasien untuk mandi dan berpakaian,

8. Mengurus hal-hal yang bersifat administratif di Rumah Sakit, dan

9. Hal-hal lain yang tidak dapat dilakukan oleh pasien sendiri

Prognosis pasien diabetes melitus sangat ditentukan oleh perubahan gaya

hidup, pola makan, serta monitor dan pengendalian glukosa darah. Pasien yang

memiliki anggota keluarga yang mendukung penanganan diabetes seperti monitor

glukosa darah, pengaturan jadwal makan, dan olahraga, lebih mudah untuk

beradaptasi dengan penyakitnya.2 Dalam UKPDS (United Kingdom Prospective

Diabetes Study), 5000 pasien dengan DM tipe 2 dilakukan follow-up selama 10

tahun, dan menunjukkan hasil bahwa pasien yang ditangani secara intensif memiliki

progresi komplikasi mikrovaskuler yang lebih rendah secara signifikan dibanding

pasien yang mendapat penanganan standar. 13

2.3 Depresi pada pengasuh

Anggota keluarga yang terlibat dalam pengasuhan pasien diabetes melitus

berisiko untuk mengalami masalah, baik secara fisik maupun emosional. Pada pasien

terutama dengan komplikasi diabetes, pengasuh mengalami penurunan aktivitas sosial

dan kehilangan waktu untuk bekerja, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup

pengasuh. 3

  19  

Menurut American Psychiatric Association,6 depresi merupakan masalah

kesehatan yang serius, dan 10-25% wanita serta 7-12% laki-laki pernah mengalami

satu episode depresi dalam seumur hidupnya. Beberapa penelitian lain menunjukkan

angka depresi yang lebih tinggi pada ibu dengan anak yang masih sangat muda.

Faktor risiko demografis lain yang berhubungan dengan depresi adalah status

ekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah, tidak bekerja, stres, dan warna kulit

selain kulit putih (non-white). Oleh karena itu, untuk pencegahan depresi disarankan

untuk berolahraga teratur, menjaga kebiasaan tidur yang cukup, mencari kegiatan

yang menyenangkan, seperti menjadi relawan atau terlibat dalam aktivitas kelompok,

berbicara dengan orang terpercaya, mencoba untuk berada di sekitar orang-orang

yang peduli dan positif, dan tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang.2

Beban pada pengasuh (Caregiver Burden) dapat dibagi menjadi beberapa

jenis, yaitu berupa fisik, psikologi, sosial, dan finansial, atau menurut pembagian lain

dapat dibagi menjadi subjektif dan objektif, dimana beban subjektif adalah

konsekwensi emosional dari pengasuhan. Untuk pengasuh secara umum, beberapa

faktor yang berhubungan dengan beban dan stres adalah jenis kelamin perempuan,

hubungan yang kurang dengan Care-recipient (CR), dukungan sosial yang kurang,

serta CR yang mengalami demensia.14

Beberapa penelitian di negara maju menunjukkan adanya gejala-gejala

depresi pada para pengasuh pasien dengan penyakit-penyakit kronik, seperti

alzheimer’s disease,7 fibrosis kistik,3 dan diabetes melitus.3 Angka yang lebih tinggi

ditemukan pada pengasuh perempuan, yaitu 36-44% mengalami gejala-gejala depresi,

sedangkan pada pengasuh laki-laki sebanyak 12-33%, walaupun penelitian mengenai

depresi pada pengasuh laki-laki masih sangat sedikit. Khusus untuk penyakit

Alzheimer, pengasuh yang mengalami depresi sebanyak 23,5%, sedangkan yang

mengalami kecemasan sebanyak 10,5%.7

Permasalahan paling umum pada pengasuh adalah biaya pengobatan

diabetes. Data di Amerika mengenai biaya untuk penyakit diabetes (Cost of Diabetes)

menunjukkan total 174 milyar USD, dengan rincian 116 milyar USD untuk biaya

medis langsung, dan 58 milyar USD untuk biaya tidak langsung (disabilitas,

kehilangan pekerjaan, dan mortalitas prematur).4 Penelitian di Inggris menunjukkan

pengasuh yang mengalami pengurangan pemasukan mengalami tingkat stres yang

lebih tinggi, dan hasil yang lebih buruk ditemukan di negara-negara berkembang.5

  20  

Selain menjadi masalah untuk pengasuh itu sendiri, depresi pada pengasuh

dapat berdampak pada pasien yang diasuhnya. Pada pasien dari pengasuh yang

mengalami depresi, kemampuannya untuk konsisten terhadap regimen pengobatan

akan menurun. Selain itu, pasien dengan pengasuh yang depresi juga memiliki risiko

yang lebih tinggi untuk juga mengalami depresi dibanding pasien dengan pengasuh

yang tidak depresi. Khusus untuk pasien anak dengan pengasuh depresi, mengalami

beberapa kesulitan saat dewasa, dengan angka kecemasan yang lebih tinggi, dan

gangguan psikososial umum.3

  21  

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka, beberapa faktor risiko terjadinya depresi,

terutama pada pengasuh pasien DM tipe 2 adalah faktor genetik, umur, jenis

kelamin, kepribadian, aktivitas rutin, tingkat pendidikan, hubungan kekerabatan,

dan sosial ekonomi. Faktor risiko yang dijadikan variabel pada penelitian ini

adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, aktivitas rutin, jumlah pengasuh,

lama pengasuhan, sosial ekonomi, dan hubungan kekerabatan.

Variabel jumlah pengasuh dimasukkan dalam variabel penelitian untuk

mengurangi bias akibat durasi pengasuhan yang berbeda akibat jumlah pengasuh

yang berbeda, demikian pula untuk variabel lama pengasuhan. Faktor genetik

sulit untuk diukur pada penelitian ini, karena riwayat depresi pada keluarga

pengasuh sulit untuk dinilai oleh responden maupun peneliti. Demikian pula pada

faktor risiko kepribadian, yang sulit dinilai secara langsung dalam sekali

pertemuan ataupun dengan kuesioner.

3.2. Kerangka Konsep

3.2.1 Variabel Independen

Variabel independen dari penelitian ini adalah:

1. Umur pengasuh

2. Jenis kelamin pengasuh

3. Tingkat pendidikan pengasuh

4. Aktivitas rutin pengasuh

5. Jumlah pengasuh

6. Lama pengasuhan

7. Tingkat sosial ekonomi

8. Hubungan kekerabatan

3.2.2 Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini ialah depresi pada pengasuh pasien DM tipe 2.

  22  

Bagan 1. Kerangka Konsep

3.3. Definisi Operasional Variabel

1. Umur pengasuh

Definisi : Yaitu lama hidup subjek dihitung mulai dari tanggal lahir

sampai saat dilakukan penelitian, data diambil dari kuesioner

yang diisi oleh pengasuh.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi kolom umur pada kuesioner yang disediakan

Hasil ukur:

• Berisiko : 18 - 44 tahun

• Tidak berisiko : < 18 tahun atau > 44 tahun

2. Jenis kelamin pengasuh

Definisi : Yaitu identitas gender subjek

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi kolom jenis kelamin pada kuesioner yang

disediakan

  23  

Hasil ukur :

• Perempuan

• Laki-laki

3. Tingkat pendidikan pengasuh

Definisi : Yaitu pendidikan terakhir yang diikuti oleh subjek

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi kolom tingkat pendidikan terakhir pada

kuesioner yang disediakan

Hasil ukur :

• Menengah ke bawah : tidak lulus SMA

• Menengah ke atas : telah lulus SMA

4. Aktivitas rutin

Definisi : Yaitu hal yang secara rutin dilakukan subjek sehari-hari di luar

mengasuh pasien

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi kolom aktivitas rutin pada kuesioner yang

disediakan

Hasil ukur :

• Tidak ada aktivitas

• Ada aktivitas

5. Jumlah pengasuh

Definisi : Yaitu jumlah keluarga/orang yang bertindak sebagai

pengasuh/penjaga pasien selain dokter dan perawat yang

bertugas di RS. Data diambil dari kuesioner yang diisi oleh

pengasuh.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi kolom jumlah pengasuh pada kuesioner yang

disediakan

Hasil ukur :

• 1 orang

  24  

• > 1 orang

6. Lama pengasuhan

Definisi : Yaitu durasi mengasuh pasien dari saat mulai mengasuh

sampai saat dilakukan pengambilan data

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi kolom lama mengasuh pada kuesioner yang

disediakan

Hasil ukur :

• < 6 bulan

• ≥ 6 bulan

7. Tingkat Sosial Ekonomi

Definisi : Yaitu kemampuan dari segi finansial

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi jaminan yang digunakan dalam perawatan

pasien selama di rumah sakit

Hasil ukur :

• Menengah ke bawah : Jaminan Jamkesda atau Jamkesmas

• Menengah ke atas : Jaminan Askes atau umum

8. Hubungan Kekerabatan

Definisi : Yaitu hubungan antara subjek dengan pasien DM tipe 2 yang

diasuhnya.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Subjek mengisi kolom hubungan kekerabatan pada kuesioner

yang disediakan

Hasil ukur :

• Ada hubungan keluarga

• Tidak ada hubungan keluarga

  25  

9. Depresi pada pengasuh

Definisi : Yaitu tingkat depresi pada subjek menurut American

Psychiatric Association DSM IV

Alat ukur : Center for Epidemiologic Studies Depression Scale - Revised

(CESD-R)

Cara ukur : Subjek mengisi kuesioner CESD-R, yang terdiri dari 20 item

pertanyaan, berupa hal-hal yang mungkin dilakukan atau

dirasakan subjek selama satu/dua minggu terakhir,

berdasarkan frekuensinya. Nilai dari masing-masing pilihan

yang tersedia adalah:

a. Tidak pernah/kurang dari sehari = 0

b. 1-2 hari = 1

c. 3-4 hari = 2

d. 5-7 hari = 3

e. hampir setiap hari selama 2 minggu = 4

Dengan interpretasi yaitu subjek yang memiliki skor sama atau

lebih dari 16 (cut-off point) dianggap depresi.

Hasil ukur:

• Depresi

• Tidak depresi

3.4. Hipotesis Penelitian

3.4.1. Hipotesisi Nol (H0)

1. Tidak terdapat hubungan antara umur pengasuh dengan terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2

2. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin pengasuh dengan terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2

3. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pengasuh dengan

terjadinya depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2

4. Tidak terdapat hubungan antara aktivitas rutin dengan terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2

5. Tidak terdapat hubungan antara jumlah pengasuh dengan terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2

  26  

6. Tidak terdapat hubungan antara lama mengasuh dengan terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2

7. Tidak terdapat hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2

8. Tidak terdapat hubungan antara hubungan kekerabatan dengan terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2

3.4.2. Hipotesisi Alternatif (Ha)

1. Terdapat hubungan antara umur pengasuh dengan terjadinya depresi pada

pengasuh pasien DM Tipe 2

2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin pengasuh dengan terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2

3. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pengasuh dengan terjadinya

depresi pada pengasuh pasien DM Tipe 2

4. Terdapat hubungan antara aktivitas rutin dengan terjadinya depresi pada

pengasuh pasien DM Tipe 2

5. Terdapat hubungan antara jumlah pengasuh dengan terjadinya depresi pada

pengasuh pasien DM Tipe 2

6. Terdapat hubungan antara lama mengasuh dengan terjadinya depresi pada

pengasuh pasien DM Tipe 2

7. Terdapat hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2

8. Terdapat hubungan antara hubungan kekerabatan dengan terjadinya depresi

pada pengasuh pasien DM Tipe 2

  27  

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain

cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

terjadinya depresi pada pengasuh pasien DM tipe 2 di RSUP Wahidin

Sudirohusodo. Jenis penelitian dipilih karena keuntungannya pada waktu

penelitian yang relatif lebih singkat dengan biaya yang lebih kecil, sehingga

sesuai dengan waktu yang tersedia. Selain itu, hubungan sebab-akibat pada

variabel independen dan dependen pada penelitian ini tidak bersifat timbal

balik, karena tidak memungkinkan untuk depresi pada pengasuh menyebabkan

faktor-faktor risiko yang diteliti. Pada penelitian ini data pada semua variabel,

baik variabel dependen maupun independen diambil pada saat yang bersamaan,

menggunakan kuesioner.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dari tanggal 4-17 Maret 2013, bertempat di RSUP

Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan.

4.3. Populasi dan Sampel

4.5.1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah pengasuh pasien DM Tipe 2

pada RSUP Wahidin Sudirohusodo. Populasi terjangkau pada penelitian ini

adalah pengasuh pasien rawat inap DM Tipe 2 pada RSUP Wahidin

Sudirohusodo pada periode 4-10 Maret 2013.

4.5.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah pengasuh pasien rawat inap DM

Tipe 2 di RSUP Wahidin Sudirohusodo pada periode 4-17 Maret 2013. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.

  28  

Rumus untuk besar sampel jenis penelitian cross-sectional:

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

Z = nilai baku distribusi normal (1,96)

p = proporsi variabel dependen dan independen pada penelitian sebelumnya

q = 1-p (proporsi pengasuh pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami depresi

d = derajat akurasi atau presisi absolut

Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel minimal yang dibutuhkan

pada penelitian ini adalah 97 sampel, dengan nilai d = 0,1 (10%), dan p = 0,5 (belum

ada data dari penelitian sebelumnya).

4.4. Kriteria Sampel

4.4.1. Kriteria Inklusi

a. Dapat berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan

b. Bersedia menjadi subjek penelitian

c. Rutin mengasuh pasien minimal selama 4 jam dalam seminggu

4.4.2. Kriteria Eksklusi

a. Menderita penyakit kronik

4.4. Jenis Data dan Instrumen Penelitian

4.5.1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh

langsung dari pengasuh pasien rawat inap dengan diagnosis DM tipe 2 di RSUP

Wahidin Sudirohusodo yang mengisi kuesioner penelitian

  29  

4.5.2. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data dan instrumen penelitian yang digunakan adalah

kuesioner dan Center for Epidemiological Studies-Depression Scale-Revised

(CESD-R) untuk mengambil data demografis dan faktor risiko pengasuh dan

menilai derajat gejala depresi pada pengasuh.

4.5. Manajemen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak

pemerintah dan RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Kemudian mengambil

data dari kuesioner dan CESD-R yang telah diisi oleh pengasuh pasien DM tipe

2 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

4.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dilakukan setelah pengumpulan data dari kuesioner, dan

dimasukkan ke dalam tabel data. Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

dan proporsi dari variabel independen dan dependen digunakan analisis

univariat, sedangkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua variabel

digunakan analisis bivariat.

Untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel pada penelitian ini

digunakan digunakan mean dan standar deviasi untuk variabel numerik

sedangkan untuk variabel kategorik digunakan modus dan proporsi.

Metode statistik yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan

hubungan antara variabel kategorik tabel 2x2 adalah uji Chi Square (X2).

Syarat untuk uji Chi Square adalah:

a. Setiap sel yang mempunyai nilai expected (harapan) sebesar 1

b. Sel-sel dengan frekuensi kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel

c. Besar sampel sebaiknya > 40

Jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka uji alternatif yang

digunakan adalah uji Fisher. Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat

kemaknaan α (P alpha) sebesar 10% dengan catatan jika p <0,1 (p value ≤ p

alpha) maka H0 di tolak (ada hubungan antara variabel bebas dengan terikat),

sedangkan bila p>0,1 maka H0 diterima (tidak ada hubungan antara variabel

bebas dengan terikat). Sedangkan untuk mengetahui besarnya faktor risiko

maka digunakan analisis Prevalence Odds Ratio (POR).

  30  

Untuk menghitung POR, data untuk tiap variabel dependen dan

independen dimasukkan di dalam tabel, dan diolah menggunakan rumus

berikut:

Faktor Risiko Penyakit (+) Penyakit (-) Jumlah

Faktor risiko (+) A B a+b

Faktor risiko (-) C D c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d (N)

a/b ad

Interpretasi Prevalence Odds Ratio (POR) adalah sebagai berikut:

a. Bila POR = 1, variabel yang diduga faktor risiko tersebut tidak berpengaruh

dalam terjadinya efek (tidak ada hubungan).

b. Bila POR > 1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1,

berarti exposure merupakan faktor risiko terjadinya efek.

c. Bila POR <1, dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1,

berarti exposure yang diteliti dapat mengurangi terjadinya efek (faktor

pencegah).

POR  =  c/d  

=  bc  

  31  

4.6. Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait etika dengan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin pada beberapa

instansi terkait, antara lain Sub BALITBANGDA Daerah TK. I Sulsel, Kepala

RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam medik,

sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang

dilakukan.

4.7. Alur Penelitian

Rumusan  masalah  

Identifikasi  variabel  dependen  (tergantung)  dan  variabel  independent  (bebas)  

Penentuan  subjek  penelitian  (populasi  dan  sampel)  

Pengumpulan  data  (pengisian  kuesioner)  

Kriteria  eksklusi  

Pengolahan  dan  analisis  data  

Hasil  penelitian  

Kriteria  inklusi    

Kesimpulan    

  32  

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP Wahidin Sudirohusodo pada tanggal 4-

17 Maret 2013. Berdasarkan rumus perhitungan sampel, dibutuhkan sebanyak 97

sampel, akan tetapi di tempat dilakukan penelitian dengan metode pengambilan

sampel secara consecutive sampling hanya ditemukan 51 sampel , dan 1 sampel

diantaranya tidak dapat dimasukkan dalam penelitian ini karena tidak memenuhi

salah satu kriteria inklusi yaitu dapat berbahasa Indonesia baik baca maupun tulis,

sehingga jumlah sampel yang dapat diolah berjumlah 50. Dari data yang

diperoleh, 20 dari 50 sampel (40%) yang ditemukan memenuhi kriteria depresi.

Pengolahan dan analisis data lebih lanjut kemudian dilakukan terhadap sampel

tersebut dengan menggunakan beberapa uji, antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menilai distribusi frekuensi

variabel-variabel pada penelitian ini, dan dapat dilihat pada tabel 5.1. Dari

hasil yang ditemukan, lebih dari setengah (54%) pengasuh berada pada

kelompok umur 20-39 tahun, dengan rata-rata usia 38,68 tahun

(SD=13,11) dengan umur terbesar 69 tahun dan terendah 19 tahun. Juga

ditemukan lebih banyak pengasuh perempuan (56%) dibandingkan laki-

laki (44%) walaupun perbedaannya tidak signifikan.

Sebagian besar pengasuh telah lulus tingkat SMA (42%), dan

memiliki aktivitas rutin di luar mengasuh pasien (70%). Dari variabel

jumlah pengasuh, 80% pasien DM diasuh oleh lebih dari satu orang

dengan pergantian jadwal pengasuhan, dengan rata-rata sebanyak 2

pengasuh (SD=0,75). Pada variabel lama pengasuhan tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara kelompok ≥ 6 bulan dan < 6 bulan, yaitu

48% dan 52% secara berurutan.

  33  

Dari variabel tingkat sosial ekonomi, sebagian 74% pengasuh

termasuk dalam kelompok menengah ke bawah, dan sisanya pada

kelompok menengah ke atas. Dari seluruh pengasuh yang ditemukan pada

penelitian ini, semuanya memiliki hubungan keluarga dengan pasien yang

dirawat.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pengasuh Pasien DM di RSUP Wahidin Sudirohusodo Periode 4-17 Maret 2013

Karakteristik Pengasuh n (50) % 1. Umur <20 tahun 1 2 20-39 tahun 27 54 40-59 tahun 19 38 >60 tahun 3 6 2. Jenis kelamin

Perempuan 28 56 Laki-laki 22 44 3. Tingkat Pendidikan

SD 4 8 SMP 19 38 SMA 21 42 S1 6 12 4. Aktivitas rutin

Tidak ada aktivitas 15 30 Ada aktivitas 35 70 5. Jumlah pengasuh

1 orang 10 20 > 1 orang 40 80 6. Lama pengasuhan

≥6 bulan 24 48 <6 bulan 26 52 7. Tingkat sosial ekonomi

Menengah ke bawah 37 74 Menengah ke atas 13 26 8. Hubungan kekerabatan

Tidak ada hubungan 0 0 Ada hubungan 50 100

Sumber: Data primer

2. Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat digunakan uji chi-square untuk menemukan

adanya asosiasi antara tiap variabel, yaitu faktor-faktor risiko dengan

  34  

kejadian depresi, dan juga dilakukan uji statistik Prevalence Odds ratio

(POR) untuk menentukan kekuatan asosiasi di antaranya.

Tabel 5.2 Hubungan Beberapa Faktor Risiko Dengan Kejadian Depresi di RSUP

Wahidin Sudirohusodo Makassar Pada Periode 4-17 Maret 2013

Variabel Kategori Depresi

p value POR 95% CI Ya Tidak N % n %

Umur Berisiko 11 22 21 42

0,28 0,5 0,16-1,7 Tidak berisiko 9 18 9 18

Jenis Kelamin Perempuan 15 30 13 26

0,03 3,9 1,13-13,6 Laki-laki 5 10 17 34 Tingkat

pendidikan Menengah ke bawah 10 20 13 26 0,64 1,3 0,42-4,07 Menengah ke atas 10 20 17 34

Aktivitas rutin Tidak ada 8 16 7 14

0,20 2,2 0,63-7,5 Ada 12 24 23 46 Jumlah

pengasuh 1 orang 5 10 5 10 0.47 1,7 0,41-6,72 >1 orang 15 30 25 50

Lama pengasuhan

≥ 6 bulan

14

28

10

20 0,01 4,7 1,37-15,82 < 6 bulan 6 12 20 40

Tingkat sosial ekonomi

Menengah ke bawah 16

32

21

42 0,43 1,7 0,44-6,58 Menengah ke atas 4 8 9 18

Hubungan kekerabatan

Tidak ada 0

0

0

0 NA NA NA

Ada 20 40 30 60 Sumber: Data primer

Tabel di atas menunjukkan hubungan antara variabel dependen dan

independen. Nilai yang dipakai adalah nilai Pearson Chi-Square bila nilai expected

kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Dari hasil tabulasi silang tidak

didaptkan nilai expected yang kurang dari 5 sehingga tidak digunakan uji alternatif

lainnya. Untuk interpretasi hasil, hipotesis nol (Ho) diterima apabila perhitungan nilai

probabilitas (p) ≥ 0.05, sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima apabila

perhitungan nilai probabilitas (p) < 0.05. Dari perhitungan nilai p didapatkan dua

variabel yang memiliki nilai p<0,05, yaitu pada variabel jenis kelamin (p=0,027), dan

pada variabel lama pengasuhan (p=0,011). Pada perhitungan kekuatan asosiasi

menggunakan Prevalence Odds Ratio (POR) ditemukan POR lebih dari 1 pada kedua

variabel tersebut, yaitu POR=3,92 95%CI 1,13-13,6 pada variabel jenis kelamin, dan

POR=4,67 95%CI 1,37-15,82 pada variabel lama pengasuhan. Pada variabel lain

tidak ditemukan hasil yang bermakna secara statistik. Pada variabel hubungan

  35  

kekerabatan, tidak ditemukan sampel yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan

pasien, sehingga nilai p dan POR tidak dapat ditentukan.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Hubungan beberapa faktor dengan kejadian depresi

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan

software statistik, maka pembahasan hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Hubungan antara umur pengasuh dengan kejadian depresi

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan menggunakan uji statistik chi

square didapatkan nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima,

yaitu tidak terdapat hubungan antara umur pengasuh dengan kejadian depresi

yang bermakna secara statistik. Penemuan ini berbeda dengan teori bahwa pada

umur 18-44 tahun ditemukan prevalensi depresi yang tinggi dan lebih berisiko

dibanding umur <18 tahun maupun >44 tahun. 10

b. Hubungan antara jenis kelamin pengasuh dengan kejadian depresi

Pada analisis hubungan antara jenis kelamin dengan depresi, ditemukan

hubungan yang bermakna secara statistik. Dengan kata lain dapat disimpulkan

bahwa jenis kelamin merupakan faktor risiko terjadinya depresi pada pengasuh,

serta pengasuh perempuan memiliki risiko untuk mengalami depresi sebesar 3,92

kali lebih besar dibanding laki-laki.

Penemuan ini mendukung teori sebelumnya bahwa terdapat perubahan

hormonal dalam siklus menstruasi dan juga menopause yang membuat wanita

menjadi lebih rentan terkena depresi. Selain itu, juga diasumsikan bahwa adanya

perbedaan ini ditentukan oleh faktor lingkungan, seperti adanya perubahan peran

sosial sehingga menimbulkan berbagai konflik dan membutuhkan penyesuaian

diri yang lebih intens, penghasilan dan tingkat pendidikan yang cenderung lebih

rendah dibandingkan pria, serta perbedaan pola komunikasi yang digunakan.10

c. Hubungan antara tingkat pendidikan pengasuh dengan kejadian depresi

Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat

pendidikan pengasuh dengan kejadian depresi. Hasil ini berbeda dengan hasil

yang ditemukan oleh American Psychiatric Association,6 bahwa pendidikan yang

  36  

rendah berhubungan dengan kejadian depresi. Bahkan, pada beberapa hasil

kuesioner yang dikumpulkan beberapa subjek dengan pendidikan menengah ke

atas, baik lulusan SMA maupun S1 malah memiliki skor dehidrasi menurut

CESD-R yang lebih tinggi dibandingkan beberapa subjek lain dengan pendidikan

menengah ke bawah. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena pada subjek

dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat memahami kuesioner CESD-R

secara lebih baik.

d. Hubungan antara aktivitas rutin pengasuh dengan kejadian depresi

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara aktivitas rutin pengasuh dengan kejadian depresi yang

bermakna secara statistik. Hasil ini tidak sesuai dengan teori pada tinjauan

pustaka bahwa tindakan pengasuhan pasien diabetes mellitus dapat mengurangi

aktivitas rutin pengasuh sehingga juga mengurangi kualitas hidup pengasuh dan

lebih rentan mengalami depresi.3 Selain itu, menurut American Psychiatric

Association,6 tidak adanya aktivitas atau pekerjaan merupakan faktor risiko

demografis untuk kejadian depresi.

e. Hubungan antara jumlah pengasuh dengan kejadian depresi

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara jumlah pengasuh dengan kejadian depresi. Hasil

ini menunjukkan bahwa jumlah pengasuh yang lebih banyak tidak dapat

mengurangi risiko kejadian depresi.

f. Hubungan antara lama pengasuhan dengan kejadian depresi

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara lama pengasuhan dengan kejadian depresi. Dari

hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa pengasuhan selama 6 bulan atau lebih

berisiko 4,67 kali lebih besar untuk kejadian depresi dibandingkan dengan

pengasuhan selama kurang dari 6 bulan.

Hasil ini mendukung hipotesis awal bahwa semakin lama masa

pengasuhan, maka paparan pengasuh terhadap stressor juga semakin tinggi dan

membuatnya lebih rentan untuk mengalami depresi. Akan tetapi, belum diketahui

apakah intensitas pengasuhan juga berpengaruh terhadap kejadian depresi, sebab

pada variabel lama pengasuhan hanya dinilai mulai dari saat pertama kali

mengasuh hingga saat dilakukan penelitian, namun tidak dinilai intensitas

pengasuhan.

  37  

g. Hubungan antara tingkat sosial ekonomi pengasuh dengan kejadian depresi

Tingkat sosial ekonomi pengasuh tidak memiliki hubungan yang bermakna

secara statistik dengan kejadian depresi. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil dari

American Psychiatric Association,6 bahwa status ekonomi yang rendah

merupakan faktor risiko demografis untuk kejadian depresi. Akan tetapi, pada

variabel ini masih terdapat beberapa kekurangan dan faktor perancu, karena yang

digunakan untuk menilai status ekonomi pengasuh adalah jaminan yang

digunakan, dan beberapa jenis jaminan tidak tepat menggambarkan status

ekonomi pasien, sehingga disarankan untuk penelitian berikutnya menggunakan

alat ukur variabel yang lebih relevan.

h. Hubungan antara hubungan kekerabatan dengan kejadian depresi

Pada penelitian ini dimasukkan variabel hubungan kekerabatan untuk

melihat adanya pengaruh hubungan tersebut pada kejadian depresi, akan tetapi

pada saat dilakukan penelitian tidak ditemukan satu pun pengasuh yang tidak

memiliki hubungan kekeluargaan dengan pasien yang diasuh. Sebagian besar dari

pengasuh merupakan anak, suami, istri, maupun menantu dari pasien yang

diasuh, sehingga pada penelitian ini tidak dapat ditentukan ada atau tidaknya

hubungan antara kedua variabel. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini

dapat terjadi akibat jumlah sampel yang masih minim pada penelitian ini. Untuk

penelitian berikutnya disarankan untuk mengambil jumlah sampel yang lebih

besar dari populasi yang lebih luas untuk dapat menilai hubungan ini.

5.2.2 Keterbatasan Penelitian

Tentu saja disadari bahwa terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini,

yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian berikutnya,

seperti:

a. Pada penelitian ini tidak dilakukan kontrol terhadap faktor eksternal selain

tindakan pengasuhan yang dapat memicu dan mempengaruhi terjadinya depresi

pada pengasuh, seperti faktor lingkungan, stres kerja, kehidupan keluarga, dan

lain-lain, sehingga belum dapat dipastikan bahwa depresi yang terjadi pada

pengasuh merupakan efek dari tindakan pengasuhan tersebut, bukan karena

faktor lain.

  38  

b. Jumlah sampel yang ditemukan pada penelitian ini sangat minim, dengan

participation rate sebesar 0,51 sehingga menurunkan validitas eksterna penelitian

ini. Hal ini dapat disebabkan karena dilakukan pada jangka waktu yang relatif

singkat, sehingga pada penelitian berikutnya disarankan untuk dilakukan dengan

jangka waktu yang lebih panjang, atau juga dapat dilakukan di beberapa rumah

sakit yang berbeda untuk mendapat jumlah sampel yang cukup.

c. Beberapa poin pada kuesioner CESD-R yang telah diterjemahkan ke dalam

Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat ukur depresi pada penelitian ini

seringkali tidak dimengerti oleh beberapa subjek dengan tingkat pendidikan

menengah ke bawah, sehingga membutuhkan penjelasan verbal dan cenderung

meningkatkan bias dalam pengukuran depresi tersebut. Untuk penelitian

berikutnya disarankan untuk mengubah terjemahan tersebut dalam bahasa yang

lebih sederhana agar lebih mudah dimengerti. Beberapa poin pertanyaan yang

seringkali kurang dimengerti adalah:

1. Saya tidak dapat melepaskan diri dari rasa sedih (pertanyaan no.2)

2. Saya sedang tidak mood (pertanyaan no.7)

3. Saya merasa kehilangan minat untuk aktivitas saya sehari-hari (pertanyaan

no.10)

  39  

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian depresi pada pengasuh pasien DM di RSUP Wahidin

Sudirohusodo adalah:

1. Prevalensi depresi pada pengasuh pasien DM yang ditemukan adalah sebesar

40%.

2. Karakteristik pengasuh yang ditemukan adalah:

a. Populasi pengasuh terbanyak berada pada kelompok umur 20-39.

b. Lebih banyak pengasuh perempuan dibanding laki-laki, namun

perbedaannya tidak signifikan

c. Mayoritas sampel memiliki tingkat pendidikan terakhir yang setara

dengan SMP dan SMA

d. Sebagian besar pengasuh memiliki aktivitas rutin di luar mengasuh

pasien.

e. Sebagian besar pasien DM diasuh oleh lebih dari satu orang dengan

pergantian jadwal pengasuhan.

f. Lebih banyak pengasuh yang telah mengasuh pasien selama <6 bulan

dibandingkan ≥ 6 bulan, namun perbedaannya tidak signifikan.

g. Sebagian besar pengasuh berada pada tingkat sosial ekonomi menengah

ke bawah.

h. Seluruh pengasuh pada penelitian ini memiliki hubungan keluarga dengan

pasien yang dirawat.

3. Tidak terdapat hubungan antara umur, tingkat pendidikan, aktivitas rutin,

jumlah pengasuh, dan tingkat sosial ekonomi dengan kejadian depresi.

4. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian depresi, dan

perempuan memiliki risiko 3,92 kali lebih besar terkena depresi dibanding

laki-laki.

5. Terdapat hubungan antara lama pengasuhan dengan kejadian depresi.

Pengasuhan selama 6 bulan atau lebih memiliki risiko 4,67 kali lebih besar

untuk mengalami depresi dibanding pengasuhan kurang dari 6 bulan.

  40  

6. Tidak dapat diketahui hubungan antara hubungan kekerabatan dengan

kejadian depresi akibat kurangnya variasi sampel yang ditemukan

6.2. Saran

1. Pihak yang berwenang diharapkan dapat mengambil kebijakan mengenai

usaha-usaha promotif dan preventif terhadap terjadinya depresi pada

pengasuh, dalam upaya menangani penyakit diabetes melitus secara holistik.

2. Petugas kesehatan sebaiknya memberikan konseling dan edukasi yang

komprehensif baik kepada pengasuh maupun kepada pasien.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor eksternal yang

dapat menyebabkan depresi pada pengasuh, untuk mengurangi faktor perancu.

4. Untuk mendapatkan jumlah sampel yang cukup dan hasil yang lebih akurat

dan reliabel, durasi penelitian dapat diperpanjang, ataupun dilakukan pada

populasi yang lebih luas di beberapa rumah sakit yang berbeda.

  41  

DAFTAR PUSTAKA

1. Hawkins M, Rossetti L. Insulin Resistance and Its Role in the Pathogenesis of Type 2

Diabetes. In : Kahn CR, King GL, Moses AC, Weir GC, Jacobson AM, Smith RJ

(Eds) Joslin’s Diabetes Mellitus. Lippincott Williams & Wilkin. Philadelphia. p. 425-

448, 2005

2. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo (AW),

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid III Edisi 11. Interna Publishing. Jakarta. p. 1880-1883, 2009

3. Driscoll KA, Johnson SB, Barker D, Quittner AL, Deeb LC, Geller DE, et al. Risk

Factors Associated with Depressive Symptoms in Caregivers of Children with Type 1

Diabetes or Cystic Fibrosis. Journal of Pediatric Psychology 2010; 35(8) p. 814-822

4. American Diabetes Association. Economic costs of diabetes in the U.S. In 2007.

Diabetes Care. 2008;31(3). p 596-615

5. Awadalia AW, Ohaeri JU, Al-Awadi SA, Tawfiq AM. Diabetes Mellitus Patients’

Family Caregivers’s Subjectiove Quality of Life. Journal of the National Medical

Association. 95(5) 2006. p 727-736

6. American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of

mental disorders – text revision (Fourth ed.). Washington DC: American Psychiatric

Association

7. Mahoney R, Regan C, Katona C, Livingston G. Anxiety and depression in family

caregivers of people with Alzheimer’s disease – the LASER-AD study. Am J Geriatr

Psychiatry. 2005 Sep;13(9):795-801.

8. Barroso MG. Depression: Clinical Definition and Case Histories. The International

Journal of Transpersonal Studies. Vol 22. 2003. p 89-99

9. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. Behavior

Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007, p.527-

30.

10. Lumongga LN. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group. 2009

11. Maslim, Rusdi (ed), Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (Rujukan dari PPDGJ-

III), Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,

Departemen Kesehatan RI, 1993

12. Van Dam NT, Earleywine M. Validation of the Center for Epidemiologic Studies

Depression Scale--Revised (CESD-R): pragmatic depression assessment in the

general population. Psychiatry Res. 2011 Mar 30;186(1):128-32

  42  

13. Holman RR, Paul SK, Bethel MA, Matthew DR. 10-Year Follow-up of Intensive

Glucose Control in Type 2 Diabetes. N Engl J Med 2008; 359:1577-1589

14. Sahoo S, Brahma PK, Mohapatra PK. Burden of Caregiver’s Among the Mentally Ill

and Diabetic Patients-A Comparative Study. The Orisa Journal of Psychiatry. 2010. p

39-47