SKRIPSI ANALISIS REMBESAN PADA BENDUNGAN TYPE URUGAN
Transcript of SKRIPSI ANALISIS REMBESAN PADA BENDUNGAN TYPE URUGAN
SKRIPSI
ANALISIS REMBESAN PADA BENDUNGAN TYPE URUGAN
(UJI SIMULASI LABORATORIUM)
Oleh :
IHWAN SUHARDIMAN
105 81 1654 12 105 81 1663 12
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
JURUSAN SIPIL PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
i
ANALISIS REMBESAN PADA BENDUNGAN TIPE URUGAN
(UJI SIMULASI LABORATORIUM)
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Teknik Pengairan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Disusun dan diajukan oleh
IHWAN SUHARDIMAN
105 81 1654 12 105 81 1663 12
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2017
iv
ANALISIS REMBESAN PADA BENDUNGAN TIPE URUGAN(UJI SIMULASI LAB)
Suhardiman1) dan Ihwan2)1) Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
[email protected]) Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar
ABSTRAK
Analisis Rembesan pada Bendungan Tipe Urugan (Uji Simulasi Lab) dibimbing oleh MaruddinLaining dan Nurnawaty. Bendungan adalah sebuah struktur konstruksi yang dibangun untuk menahanlaju air dari sisi hulu ke hilir. Salah satu masalah pada bendungan adalah rembesan. Rembesandidefenisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan cairan yang berupa air atau minyakmengalir melewati rongga pori. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasitinggi hidrostatis terhadap rembesan yang terjadi pada tubuh bendungan. Material pembentuk tubuhbendungan adalah jenis tanah lempung organik. Penelitian ini meninjau pola rembesan dan debitrembesan terhadap variasi tinggi hidrostatis. Debit rembesan (Qf) dihitung menggunakan 3 metodeyaitu metode Dupuit, metode Schaffernak, dan metode Cassagrande. Variasi tinggi hidrostatis yangditinjau adalah H10, H15, dan H20. Pada metode Cassagrande memperlihatkan debit yang tertinggiuntuk H10 dan H15, pola rembesan yang terjadi tidak signifikan, karena waktu rembesannya sangatlambat, akibatnya debit rembesan yang dihasilkan pun sangat kecil. Sedangkan pada tinggihidrostatis H20 metode Schaffernak memperlihatkan debit yang tertinggi. Berbeda dengan variasitinggi H20 pola rembesan yang terjadi sangat signifikan, Karena waktu rembesannya sangat cepat,akibatnya debit rembesan yang dihasilkan pun sangat besar.Kata kunci : Rembesan, Tinggi Hidrostatis, Bendungan Urugan
ABSTRACT
Seepage Analysis on Urugan Type Dam (Lab Simulation Test) is guided by Nurnawaty and MaruddinLaining. A dam is a construction structure built to withstand water rates from upstream todownstream. One of the problems with the dam is the seepage. The permeability is defined as thenature of the porous material that allows liquid in the form of water or oil to flow through the porecavity. The purpose of this study is to determine the effect of hydrostatic high variation on seepagethat occurs in dam body. The body building material of the dam is a type of organic clay soil. Thisstudy looks at seepage patterns and seepage discharge against high hydrostatic variations. Theseepage discharge (Qf) is calculated using 3 methods of Dupuit method, Schaffernak method, andCassagrande method. The hydrostatic high variations studied were H10, H15, and H20. In theCassagrande method showing the highest discharge for H10 and H15, the seepage pattern is notsignificant, because the seepage time is very slow, resulting in the resulting seepage discharge is verysmall. While on hydrostatic high H20 Schaffernak method showed the highest discharge. In contrastto the high variation of H20 seepage pattern that occurs very significant, Because the time of seepageis very fast, resulting in the resulting seepage discharge is very large.Keywords: Seepage, Hydrostatic Height, Urugan Dam
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi Ujian Akhir ini dengan
baik.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil dan Perencanaan
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir
kami adalah: “Analisis Rembesan pada Bendungan Tipe Urugan (Uji Simulasi
Laboratorium)”
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak masukan
yang berguna dari berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu dengan segala ketulusan serta keikhlasan hati, kami mengucapkan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
Bapak Ir. H Maruddin Laining, MS selaku pembimbing I dan Ibu
Ir. Hj. Nurnawaty, ST., MT selaku pembimbing II, yang telah meluangkan
banyak waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya
tugas akhir ini.
Demikian pula kepada Bapak Ir. Hamzah Al Imran, ST., MT. sebagai
Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak
Muh. Syafaat S. Kuba, ST. sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
vi
Selanjutnya terima kasih kepada Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai
pada Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani kami
selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Ucapan terima kasih pula kepada Ayahanda dan ibunda tercinta yang
senantiasa memberikan limpahan kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada
penulis, serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku
Angkatan 2012 dengan rasa persaudaraan yang tinggi banyak membantu dan
memberi dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Pada akhir penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa tugas akhir
ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta saran dan kritik
sehingga laporan tugas akhir ini dapat menjadi lebih baik dan menambah
pengetahuan kami dalam menulis laporan selanjutnya. Semoga laporan tugas
akhir ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan untuk pembaca pada
umumnya.
Wassalamu`alaikum, Wr. Wb.
Makassar, 18 Mei 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
PENGESAHAN .................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGATAR .............................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................x
DAFTAR TABEL.................................................................................................xii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ............................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................4
E. Batasan Masalah........................................................................................4
F. Sistematika Penulisan ...............................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Bendungan Urugan....................................................................................8
1. Definisi Bendungan.............................................................................8
2. Tipe-tipe Bendungan Urugan..............................................................11
3. Bagian-Bagian Utama Bendungan Urugan.........................................15
viii
4. Perancangan Untuk Bendungan Urugan .............................................15
5. Bahan Bendungan ...............................................................................16
B. Analisa saringan ........................................................................................18
1. Batas Ukuran Butiran Menurut ASTM...............................................19
2. Klasifikasi Tanah ................................................................................20
C. Rembesan ..................................................................................................21
1. Pengertian Rembesan ..........................................................................21
2. Perkiraan Debit Rembesan..................................................................23
3. Rembesan pada Struktur bendungan...................................................24
4. Filter pada Bedungan ..........................................................................27
5. Kapasitas Aliran Filtrasi......................................................................28
6. Tekanan Rembesan .............................................................................29
7. Pola Rembesan ....................................................................................29
8. Tekanan Hidrostatis ............................................................................29
D. Tekanan Kapiler ........................................................................................30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................35
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data .............................................................35
C. Alat, Bahandan Model Penelitian .............................................................36
1. Alat......................................................................................................36
2. Bahan...................................................................................................36
3. Model Penelitian .................................................................................37
D. Variabel yang Diteliti ................................................................................38
ix
E. Profil Rembesan ........................................................................................38
F. Langkah- Langkah Pengujian ...................................................................39
G. Pencatatan Data........................................................................................41
H. Analisa Data ..............................................................................................41
I. Flow Chart Penelitian................................................................................43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tanah...................................................................................44
B. Data Hasil Pengamatan .............................................................................44
1. Data Hasil Pengaruh Tekanan Hidrostatis Terhadap Waktu Rembesan...............................................................................................................47
2. Data Antara Hubungan Tekanan dan Jarak Rembesan ........................47
C. Analisa Data ..............................................................................................54
1. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Dupuit .........................54
2. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Schaffernak .................57
3. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Cassagrande ................60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...............................................................................................65
B. Saran..........................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................67
LAMPIRAN..........................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Hal.
1. Gambar potongan melintang bendungan urugan .....................................11
2. Gambar klasifikasi umum bendungan urugan...........................................12
3. Potongan melintang bendungan dengan inti kedap air miring..................13
4. Bendungan urugan zonal miring ...............................................................13
5. Potongan melintang bendungan urugan zonal inti tegak ..........................14
6. Rencana teknis bendungan sekat...............................................................14
7. Perhitungan metode Dupuit sumber: Hary Christady H. ..........................25
8. Perhitungan metode Schaffernak sumber: Hary Christiady H..................26
9. Perhitungan metode Casagrande sumber: Hary Christiady H...................27
10. Gambar jaringan aliran rembesan pada bendungan ..................................29
11. Tekanan Rembesan (sumber: sumber: Hardiyatmo, 2012) ......................30
12. Tekanan Hidrostatis (sumber: Arianty dan Soehoed (2012)....................31
13. Garis rembesan pada tubuh bendung (sumber: sumber:Hardiyatmo, 2012) ....................................................................................32
14. Jaringan aliran dalam tubuh bendung (sumber: sumber:Hardiyatmo, 2012) ....................................................................................33
15. Analogi tekanan air kapiler dalam lapisan tanah dankedudukannya ( sumber: Hardiyatmo, 2012)............................................34
16. Gambar model penelitian .........................................................................37
17. Gambar profil rembesan H10 .....................................................................38
18. Gambar profil rembesan H15 .....................................................................39
xi
19. Gambar Profil Rembesan H20....................................................................39
20. Bagan alir penelitian .................................................................................43
21. Hubungan tekanan hidrostatis yang bervariasi dan Wakturembesan ...................................................................................................45
22. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian pertama H10.............................................................................47
23. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian kedua H10 ..................................................................................48
24. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian ketiga H10..................................................................................49
25. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian pertama H15...............................................................................50
26. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian kedua H15 ..................................................................................50
27. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian ketiga H15..................................................................................51
28. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian pertama H20...............................................................................51
29. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian kedua H20 ..................................................................................52
30. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian ketiga H20..................................................................................53
31. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan .................................53
32. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengantinggi hidrostatis yang bervariasi pada metode Dupuit.............................56
33. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengantinggi hidrostatis yang bervariasi pada Metode Schaffernak ....................60
34. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengantinggi hidrostatis yang bervariasi pada Metode Cassagrande ...................63
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Hal.
1. Ukuran butiran menurut ASTM (modul mektan) .....................................19
2. Dimensi kotak model ................................................................................40
3. Dimensi bendungan ..................................................................................40
4. Hasil rata-rata pengaruh tekanan hidrostatis yang bervariasi dengan wakturembesan .................................................................................................45
5. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian pertama H10 ....47
6. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Kedua H10.......48
7. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Ketiga H10 ......48
8. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Pertama H15 ......49
9. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Kedua H15 ..........50
10. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Ketiga H15..........50
11. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Pertama H20 ......51
12. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Kedua H20 ..........52
13. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Ketiga H20..........52
14. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan .................................53
15. Hasil perhitungan debit rembesan metode Dupuit ....................................56
16. Hasil perhitungan debit rembesan metode Schaffernak............................59
17. Hasil perhitungan debit rembesan metode Cassagrande...........................63
xiii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
t = Waktu rembesan
L = Jarak rembesan
γb = Berat volume tanah basah
γk = Berat volume kering
h1 = Tinggi muka air di hulu bendungan
h2 = Tinggi muka air di hilir bendungan
K = Koefisien permeabilitas
H = Tinggi muka air banjir (MBA)
a = Tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan
d = Jarak lintasan rembesan di dasar bendungan
α = Sudut kemiringan lereng hilir bendungan
Qf = Debit rembesan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang sering terjadi pada bendungan adalah rembesan
pada tubuh bendungan. Rembesan merupakan aliran air yang secara terus menerus
mengalir dari sisi hulu menuju sisi hilir, aliran air ini merupakan aliran dari air
sungai, danau atau waduk melalui material yang lolos air (permeable), baik
melalui tubuh bendungan maupun pondasi. Menurut Hardiyatmo HC (2012),
tanah yang berbutir halus mempunyai rembesan yang kecil dan daya rembes yang
besar. Sedangkan tanah yang berbutir kasar memiliki rembesan yang besar dan
daya rembes yang kecil. Tanah yang bersifat rembesan kecil dan daya rembes
besar disebabkan ukuran pori-pori dan butiran-butiran tanah yang kecil,
sedangkan tanah yang bersifat rembesan besar dan daya rembes kecil disebabkan
ukuran pori-pori dan butiran tanah yang besar.
Pada penjelasan ini koefisien permebilitas tanah (K) yaitu untuk
mengetahui besarnya rembesan yang terjadi pada tubuh bendungan. Permebilitas
adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah, koefisien permebilitas
tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran
partikel dan struktur tanah. Hukum Darcy menjelaskan tentang kemampuan air
mengalir pada rongga-rongga (pori) dalam tanah dan sifat-sifat yang
memengaruhinya. Ada dua asumsi utama yang digunakan dalam
penetapan hukum Darcy ini. Asumsi pertama menyatakan bahwa aliran
2
fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar. Sedangkan asumsi kedua menyatakan
bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh.
Apabila permebilitas ini sudah terjadi, maka akan terbentuklah lajur
rembesan (jaringan aliran) antara bagian sisa hulu dan sisi hilir bangunan. Jika
rembesan air yang terjadi terlalu besar, akan mengakibatkan terganggunya
pengoperasian bendungan, rawan terjadi longsor atau runtuh, hal ini diakibatkan
meluncurnya massa tanah timbunan yang timbul tekanan besar. Selain daripada
itu akibat rembesan yang terlalu besar akan menimbulkan erosi butiran yang
mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolis. Bila
kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang
berangsur–angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga
membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada
tubuh bendungan.
Untuk itu, dalam pembuatan bendungan terutama tipe urugan diperlukan
syarat teknis, pertama pemilihan jenis tanah timbunan yaitu tanah yang ukuran
porinya lebih kecil agar supaya stabilitas pada tubuh bendungan tidak terlalu
besar, dan kedua kepadatan tanah yaitu kepadatannya harus lebih maksimal agar
di dalam rongga pori tidak mudah lolos air yang akan bisa menimbulkan piping.
Dari uraian di atas rembesan merupakan hal yang sangat sulit untuk di
hindari dalam pembuatan bendungan baik itu bendungan urugan maupun
bendungan beton. Dimana kita ketahui bahwa bendungan merupakan sebagai
penampung air harus direncanakan dengan bahan pembentuk tubuh bendungan
yang baik dan berdiri di atas pondasi yang stabil. Pondasi bendungan sebagai
3
penopang tubuh bendungan yang harus memenuhi persyaratan tertentu.
Persyaratan pondasi agar bendungan stabil salah satunya adalah stabil terhadap
erosi akibat rembesan.
Pada penelitian ini penulis melaksanakan uji simulasi dengan ukuran,
skala yang ditetapkan dan sesuai dengan kapasitas alat di Laboratorium Fakultas
Teknik. Sebagaimana kita rencanakan dimensi ukuran model bendungan ini
mempunyai ukuran lebar puncak yaitu 5 cm, tinggi 28 cm, serta lebar bawah 72
cm dan kemirinan 1:1,2 cm.
Terkait dengan uraian yang dijelaskan di atas, maka dari itu kami ingin
mengamati bagaimana debit rembesan yang terjadi pada bendungan yang
disimulasikan di laboratorium. Dari sinilah kami tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang “Analisis Rembesan pada Bendungan Tipe Urugan (Uji
Simulasi Laboratorium)”.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini dapat dijabarkan dalam
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola rembesan pada bendungan urugan dengan tinggi hidrostatis
yang bervariasi ?
2. Berapa besar debit rembesan (Qf) pada bendungan urugan dengan tinggi
hidrostatis yang bervariasi ?
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa :
1. Membandingkan pola rembesan pada bendungan tipe urugan dengan tinggi
hidrostatis yang bervariasi.
2. Menganalisis besar debit rembesan pada bendungan urugan dengan tinggi
hidrostatis yang bervariasi.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya
sebagai berikut :
1. Melatih penulis menganalisis permasalahan secara sistematis di hasil
kesimpulan, sebagai suatu hasil akhir dari proses analisis.
2. Membentuk sikap diri berfikir ilmiah kepada diri penulis.
E. Batasan Masalah
Dalam memberikan penjelasan dari permasalahan guna memudahkan
dalam menganalisa, maka terdapat batasan masalah yang diberikan pada
penulisan tugas akhir mengenai studi pengaruh rembesan di bagian tubuh
bendungan urugan yaitu :
1. Penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorium Fakultas Teknik Univesitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Skala yang digunakan ditentukan berdasarkan kemampuan alat atau fasilitas
Laboratorium Unismuh Makassar
3. Kepadatan tanah untuk model bendungan seragam dengan 25 tumbukan.
5
4. Fluida yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tanah/ tawar.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan ini merupakan susunan yang serasi dan teratur oleh karena itu
dibuat dengan komposisi bab-bab mengenai pokok-pokok uraian sehingga
mencakup pengertian tentang apa dan bagaimana, jadi sistematika penulisan
diuraikan sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Batasan Masalah
F. Sistematika Penulisan
2. Bab II Tinjauan Pustaka
A. Bendungan Urugan
1. Definisi Bendungan
2. Tipe-tipe Bendungan Urugan
3. Bagian-Bagian Utama Bendungan Urugan
4. Perancangan untuk Bendungan Urugan
5. Bahan Bendungan
B. Analisa Saringan
1. Batas Ukuran Butiran Menurut ASTM
2. Klasifikasi Tanah
6
C. Rembesan
1. Pengertian Rembesan
2. Perkiraan Debit Rembesan
3. Rembesan pada Struktur bendungan
4. Filter pada Bedungan
5. Kapasitas Aliran Filtrasi
6. Tekanan Rembesan
7. Tekanan Hidrostatis
8. Pola Rembesan
D. Tekanan Kapiler
3. Bab III Metode Penelitian
A. Waktu danTempat Penelitian
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data
C. Alat, Bahan dan Model Penelitian
1. Alat
2. Bahan
3. Model Penelitian
D. Variabel yang Diteliti
E. Propil Rembesan
F. Langkah-Langkah Penelitian
G. Pencatatan Data
H. Analisa Data
I. Flow Chart Penelitian
7
4. Bab IV Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik Tanah
B. Data Hasil Pengamatan
1. Data Hasil Uji Jarak Rembesan Terhadap Waktu Rembesan
2. Data Hubungan Antara Tekanan dan Jarak Rembesan
C. Analisa Data
a. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Depuit
b. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Schaffernak
c. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode L. Cassagrande
5. Bab V Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
b. Saran.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bendungan Urugan
1. Definisi Bendungan
Menurut Asiyanto (2011), bendungan atau dam adalah sebuah struktur
konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air atau sungai bawah tanah yang
pada umumnya akan menjadi waduk atau danau artificial. Bendungan pada
umumnya memiliki tujuan utama untuk menahan air tetapi juga memiliki bagian
yang disebut pintu air atau tanggul yang digunakan untuk mengelola, mencegah
atau membuang aliran air ke daerah lain, secara bertahap atau berkelanjutan.
Seringkali juga bendungan digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah
Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA.
Pada umumnya, bendungan dapat diklasifikasikan dari bentuk strukturnya,
ukurannya (tingginya) ataupun dari tujuan dibangunnya bendungan itu. Jika
dilihat berdasarkan struktur dan bahan yang digunakan, bendungan
diklasifikasikan sebagai dam kayu, bendungan lengkungan-gravitasi (arch-gravity
dam), bendungan tanggul/urugan (embankment dam) atau masonry dam.
Bendungan urugan (embankment dam) terdapat 2 jenis tipe bendungan
urugan yang umum digunakan, yaitu timbunan tanah (earth-fill dam) dan
timbunan batu (rock-fill dam), tergantung dari material dominan yang menyusun
bendungan tersebut. Bendungan Tanah (earth dams) adalah bendungan yang
dibangun dengan material inti tanah yang telah dipadatkan dan telah memenuhi
9
persyaratan bendungan. Bendungan ini diklasifikasikan sebagai jenis bendungan
urugan (embankment dams) karena mereka dibangun dalam bentuk sebuah
tanggul atau wedge yang berfungsi untuk memblokir jalur air. Salah satu
keuntungan untuk membangun bendungan tanah adalah karena tidak akan
memakan biaya yang banyak dibandingkan biaya yang diperlukan untuk
membangun sebuah bendungan beton. Karena sebagian besar dari bendungan
tanah terbuat dari tanah yang telah dipadatkan (dan juga campuran batu, krikil,
pasir dan lain lain) mereka dapat dibuat dengan mudah dengan bahan-bahan lokal
yang pasti tersedia, sehingga mengurangi biaya dalam membawa bahan luar ke
lokasi pembangunan.
Dahulu pembangunan bendungan urugan menggunakan tanah homogen
lokal yang diangkut oleh manusia dan dipadatkan oleh binatang. Kemajuan yang
besar dalam menjamin ke dapan bendungan urugan terhadap air dilakukan oleh
Telford (1820) dengan menggunakan lempung puddle sebagai inti bendungan
(Asiyanto, 2011). Seiring berkembangnya zaman, Jenis bendungan mengalami
kemajuan dengan munculnya bendungan beton seperti arch dam yaitu bendungan
yang berbentuk lengkungan untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar.
Menurut Sosrodarsono (1977), Beberapa karakteristik utama dari
bendungan urugan, adalah sebagai berikut,
1) Bendungan urugan selalu dapat dibangun dengan menggunakan bahan batuan
yang terdapat di sekitar calon bendungan. Dibandingkan dengan jenis
bendungan beton, yang memerlukan bahan-bahan fabrikat seperti semen dalam
10
jumlah besar dengan harga yang tinggi dan didatangkan dari tempat yang jauh,
maka bendungan urugan dalam hal ini menunjukkan tendensi yang positif.
2) Dalam pembangunannya, bendungan urugan dapat dilakukan secara mekanis
dengan intensitas yang tinggi (full mechanized) dan karena banyaknya tipe-
tipe peralatan yang diproduksi, maka dapat dipilih peralatan yang cocok, sesuai
dengan sifat-sifat bahan yang akan digunakan serta kondisi lapangan
pelaksanaannya.
3) Akan tetapi karena tubuh bendungan terdiri dari timbunan tanah atau timbunan
batu yang berkomposisi lepas, maka bahaya jebolnya bendungan umumnya
disebabkan oleh hal-hal berikut:
a. Longsoran yang terjadi baik pada lereng udik, maupun lereng hilir tubuh
bendungan.
b. Terjadinya sufosi (erosi dalam atau piping ) oleh gaya-gaya yang timbul
dalam aliran filtrasi yang terjadi dalam tubuh bendungan.
c. Suatu konstruksi yang kaku tidak diinginkan di dalam tubuh bendungan,
karena konstruksi tersebut tidak dapat mengikuti gerakan konsolidasi dari
tubuh bendungan tersebut.
d. Proses pelaksanaan pembangunannya biasanya sangat peka terhadap
pengaruh iklim. Lebih-lebih pada bendungan tanah, dimana kelembaban
optimum tertentu perlu dipertahankan terutama pada saat pelaksanaan
penimbunan dan pemadatannya.
11
2. Tipe-tipe Bendungan Urugan
Menurut Sosrodarsono (1977), ditinjau dari penempatan serta susunan
bahan yang membentuk tubuh bendungan untuk dapat memenuhi fungsinya
dengan baik, maka bendungan urugan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) tipe
utama, yaitu:
a. Bendungan homogen
Suatu bendungan urugan digolongkan dalam tipe homogen, apabila bahan
yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang hampir sejenis
dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam.
Pada gambar 1 dijelaskan bahwa tubuh bendungan secara keseluruhannya
berfungsi ganda, yaitu sebagai bangunan penyangga dan sekaligus sebagai
penahan rembesan air.
Gambar 1. Potongan melintang bendungan urugan (sumber :Sosrodarsono, 1977)
b. Bendungan zonal
Bendungan urugan digolongkan tipe zonal, apabila timbunan yang
membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi (susunan ukuran
butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan tertentu.
12
Pada bendungan ini sebagai penyangga terutama dibebankan pada
timbunan yang lulus air (zone lulus air), sedangkan penahan rembesan dibebankan
pada timbunan yang kedap air (zone kedap air), dapat dilihat pada gambar 2
Gambar 2. Klasifikasi umum bendungan urugan (sumber : Sosrodarsono,1977)
Berdasarkan letak dan kedudukan dari zone kedap airnya, maka tipe ini
masih dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
a) Bendungan urugan zonal dengan tirai kedap air atau bendungan tirai (front
core fill type dam). Pada gambar 3 adalah bendungan zonal dengan zone
kedap air yang membentuk lereng udik bendungan tersebut.
b) Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air miring atau bendungan inti
miring, pada keterangan gambar 4, bendungan zonal yang zone kedap airnya
terletak di dalam tubuh bendungan dan berkedudukan miring ke arah hilir.
13
Gambar 3. Potongan melintang bendungan dengan inti kedap air miring(sumber : Sosrodarsono, 1977)
Gambar 4. Bendungan urugan zonal miring (sumber : Sosrodarsono,1977)
c) Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air tegak atau bendungan inti
tegak (central-core fill type dam), ialah bendungan zonal yang zone kedap
airnya terletak di dalam tubuh bendungan dengan kedudukan vertikal.
Biasanya inti tersebut terletak di bidang tengah dari tubuh bendungan seperti
pada gambar 5.
14
Gambar 5. Potongan melintang bendungan urugan zonal inti tegak(sumber : Sosrodarsono, 1977)
c. Bendungan urugan bersekat (bendungan sekat)
Bendungan urugan digolongkan dalam type sekat (facing) apabila di
lereng udik tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lulus air (dengan
kekedapan yang tinggi) seperti lembaran baja tahan karat, beton aspal, lembaran
beton bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok, sesuai pada gambar 6
Gambar 6. Rencana teknis bendungan sekat (sumber : Sosrodarsono,1977)
15
3. Bagian-bagian Utama Bendungan Urugan
Menurut Sosrodarsono (1977), dibandingkan dengan tipe bendungan yang
lain, bagian atas bendung/mercu bendung pada bendungan urugan tidak boleh
dilalui oleh air sebab akan merusak bendung itu sendiri. Selain itu bendungan
urugan memiliki bagian-bagian yang serupa dengan tipe bendungan yang lain,
yaitu:
1) Tubuh pada bendungan urugan berupa timbunan tanah atau batu yang terdiri
dari zona kedap dan lolos air.
2) Waduk, merupakan tempat penampungan air sungai.
3) Pintu outlet, pintu pengeluaran air bendungan.
4) Peredam energi, berfungsi untuk meredam energi dari aliran air yang keluar
dari bendungan.
5) Pelimpah, berfungsi untuk melimpahkan air yang berlebihan, melebihi
kapasitas waduk.
6) Intake, bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air menuju sawah yang
akan diairi dari bendungan.
4. Perancangan Untuk Bendungan Urugan
Menurut Asiyanto (2011), fakta-fakta bahwa desain Embankment Dam,
biasanya dilaksanakan cukup lama dan mengalami berbagai musim kemarau dan
musim hujan. Oleh karena itu bila memungkinkan program pelaksanaan
(construction) harus membuat kegiatan yang paling besar pada setiap musim
kering.
16
Program ini perlu disesuaikan dengan pengalokasian sumber daya dan juga
cash flow baik oleh kontraktor maupun Owner.
Dengan demikian durasi proyek dibagi dalam dua bagian yaitu bagian
musim kering dimana kegiatan dibuat maksimal dan bagian musim hujan kegiatan
hanya dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak terlalu terpengaruh oleh hujan.
Menurut Husni Sabar (2013), adapun faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan bendungan yaitu,
1) Topografi,
2) Pondasi bendungan,
3) Ketersediaan bahan bangunan,
4) Bahaya banjir,
5) Bahaya gempa,
6) Jadwal pelaksanaan pembangunan proyek,
7) Keadaan musim/cuaca,
8) Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan bendungan dan sumber daya air,
antara lain mengenai keselamatan bendungan (dam safety)
5. Bahan Bendungan
Menurut Sosrodarsono (1977), atas dasar pemikiran, bahwa tipe bendung
yang sangat ekonomis tentunya itu yang menjadi pilihan utama, maka dari itu
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut;
1) Kwalitas dan kwantitas bahan yang ingin digunakan terdapat di sekitar lokasi
pembangunan bendung.
17
2) Jarak pengangkutannya dari daerah penggalian (borrow-pits and quarry-areas)
ke tempat penimbunan calon tubuh bendung.
Konsep dasar dari bendung tipe urugan adalah harus dapat dibangun atau
didesain dengan menggunakan material lokal yang ada. Hal ini dipertimbangkan
atas dasar efesiensi biaya dan waktu pelaksanaan.
Lokasi bahan yang terdapat di daerah calon bendung merupakan perhatian
pertama, sebelum mempertimbangkan bahan-bahan yang terdapat di daerah
lainnya, dengan demikian material yang bagus akan menghasilkan bendungan
yang lebih efisien dibanding material yang kurang bagus karena tentunya akan
mempengaruhi dimensi struktur bendung.
Survey yang intensif diperlukan untuk menemukan quarry rock pada
jarak yang layak dari lokasi bendungan untuk mempertimbangkan biaya.
Mengingat hampir semua bahan (seperti: tanah, pasir, kerikil, dan batu) dapat
digunakan untuk konstruksi tubuh bendung urugan, maka akan banyaklah
alternatif yang harus dipertimbangkan dan diperbandingkan, sebelum
mendapatkan sebuah alternative konstruksi tubuh bendung yang paling ekonomis.
Untuk mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan volume timbunan tubuh bendungan, maka penyediaan bahan sebaiknya
2 (dua) kali lebih banyak dari pada perhitungan volume rencana teknisnya.
Namun demikian bila rock yang bagus ada pada jarak yang jauh, masih
dapat dianggap layak dengan tetap memperhitungkan biaya angkut ekstra daripada
menggunakan rock yang dekat tetapi kualitasnya kurang.
18
a. Untuk bahan kedap air
a) Menyesuaikan agar kadar air (kelembaban) dengan kebutuhan (kalau terlalu
tinggi dijemur, kalau terlalu rendah disiram air.)
b) Mencampurkan beberapa macam bahan galian asli, sehingga dapat diperoleh
bahan dengan gradasi yang diinginkan.
c) Mengeluarkan butiran-butiran yang terlalu besar, di luar ukuran-ukuran yang
diinginkan.
b. Untuk bahan lulus air
a) Memperbaiki gradasi (dengan mencampur-campur beberapa bahan galian)
agar dapat digunakan untuk bahan filter.
b) Memproses batuan lunak agar tidak mudah pecah.
c) Mengayak bahan berbutiran lepas untuk bahan dasaran atau timbunan-
timbunan khusus lainnya.
B. Analisa Saringan
Menurut Asiyanto ( 2011), dalam Jurnal Sukirman ( 2014), sifat suatu
tanah tergantung juga pada ukuran butiran, oleh karena itu pengukuran butiran
tanah sangat penting dalam mekanika tanah sebagai dasar untuk
mengklasifikasikan tanah tersebut. Dalam menentukan ukuran butiran tanah dapat
kita lakukan dengan dua cara, yaitu analisa saringan dan analisa hidrometer.
Menurut ukuran partikelnya, British standar mengklasifikasikan tanah menjadi
lima yaitu, lanau, pasir, kerikil, cobles dan boulders.
Untuk mengetahui gradasi butiran tanah dapat dilakukan dengan cara
pengayakan dan penggetaran sampel tanah melalui set ayakan/saringan dari yang
19
terbesar sampai yang terkecil. Pada saringan kasar ukurannya ditentukan menurut
dimensi lubangnya begitu pula dengan saringan yang lebih halus.
Banyaknya jenis tanah tergantung dari beberapa ukuran dan besarnya lebih
dari dua rentang ukuran.
1. Batas Ukuran Butiran Menurut ASTM
Tabel 1. Ukuran butiran menurut ASTM (Modul mektan)
Tanah Berbutir KasarTanah Berbutir
Halus
Bolders Cobbler Gravel Sand Lanau LempungCoarse Medium FineUkuran(mm) 7,5 4,75 2 0,42 0,075 0,005
NoSaringan 3 4 10 40 200
1) Untuk membedakan antara tanah bebutir kasardan tanah berbutir halus, kita
memakai saringan No. 200 :
a. Tanah berbutir kasar adalah butiran yan gtertahan saringan No. 200 dan
kandungan fraksinya > 50 %.
b. Tanah berbutir halus adalah butiran yang lolos saringan No. 200 dan
kandungan fraksinya > 50%.
2) Untuk membedakan kerikil dengan pasir, kita memakai saringan No. 3,4, dan
200 :
a. Kerikil, butiran yang lolos saringan No.3 (7.5 mm) dan tertahan saringan
No. 4 (4.75 mm).
b. Pasir, butiran yang lolos saringan No. 4 (4.75 mm) dan tertahan saringan
No. 200 (0.075 mm).
20
3) Untuk menganalisa lebih lanjut, kita dapat membuat klasifikasi tanah menurut
sisten AASTHO dan sistem UNIFIED.
2. Klasifikasi Tanah
Menurut Darwis Buku Mektan 1 (2013), klasifikasi tanah sangat
membantu perancangan dalam menentukan metode rancangan yang dipergunakan,
melalui cara empiris yang tersedia dari hasil-hasil pengalaman terdahulu. Akan
tetapi perancangan harus tetap berhati hati dalam penerapannya karena
penyelesaian masalah-masalah yang didasarkan pada klasifikasi tanah, sering kali
memberikan hasil yang tidak tepat, terutama dalam hal perhitungan penurunan
(kompressi) stabilitas dan aliran air tanah.
Ada dua cara yang dapat dipergunakan di dalam menentukan klasifikasi
tanah yakni:
1) Metode klasifikasi Unified yang pertama kali diusulkan oleh Casagrande
(1942), kemudian direvisi oleh kelompok ahli dari USBR ( United State
Bureau Of Reclamation)
Pada sistem Unifed tanah diklasifikasi ke dalam tanah berbutir kasar (pasir
dan kerikil) jika kurang dari 50% lolos saringan no 200, dan sebagai tanah
berbutir halus (lempung dan lanau) bila lebih dari 50% lolos saringan 200.
Selanjutnya tanah disklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan sub
kelompok. Digunakan simbol-simbol dalam sistem Unifed sebagai berikut:
G = gravel ( kerikil)
S = sand ( pasir)
C = clay (lempung)
21
M = silt ( lanau)
O = lanau atau lempung organik
Pt = peat ( tanah gambut atau tanah organik tinggi)
W = well-graded ( gradasi baik)
P = poorly-graded (gradasi buruk)
H = high-plasticity (plasticy tinggi)
L = low-plasticy (plastisitas rendah)
2) Metode klasifikasi AASHTO (Americana Assosecation of State Highway and
Transportation Officials)
Pengujian tanah yang diperlukan dalam klasifikasi ini adalah “analisis
saringan” dan “uji batas batas atterberg” selanjutnya dihitung indeks
kelompok (grup index-gl) yang digunakan untuk mengevaluasi
pengelompokkan tanah-tanah.
C. Rembesan
1. Pengertian Rembesan
Menurut Hardiyatmo HC (2012), permebilitas atau rembesan
didefenisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan
dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga pori. Pori-pori
tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehigga air dapat
mengalir dari titik tinggi energi yang lebih rendah. Untuk tanah permebilitas
dilukiskan sebagai sifat tanah yang mengalirkan air melalui rongga pori tanah.
22
Di dalam tanah, sifat aliran mungkin laminer atau turbulen. Tahanan
terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, rapat massa, serta
bentuk geometri rongga pori. Temperatur juga sangat mempengaruhi tahanan
aliran (kekentalan dan ketegangan permukaan). Walaupun secara teoritis, semua
jenis tanah lebih atau kurang mempunyai rongga pori, dalam praktek, istilah
mudah meloloskan air (permeable) dimaksudkan untuk tanah yang benar-benar
mempunyai sifat meloloskan air. Sebaliknya, tanah disebut kedap air
(impermeable), bila tanah tesebut mempunyai kemampuan meloloskan air yang
sangat kecil, sehingga konsep dasar rembesan dari tinggi energi dan kehilangan
energi ketika air mengalir melalui tanah telah disebutkan ketika air mengalir
melalui medium berpori seperti tanah akan terjadi kehilangan energi yang terserap
oleh tanah.
Rembesan atau permeabilitas dalam konstruksi bangunan air adalah hal
yang perlu diperhitungkan sebelum melakukan pembangunan bendungan. dimana
aliran rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak akan mengalir lewat
rongga pori, sehingga akan dapat mempengaruhi longsoran, erosi lereng dan
kehilangan air pada bendugan.
Pada dasarnya untuk menghitung koefisien permebilitas (k) diperlukan
paling sedikit dua sumur pengamat. Penurunan penurunan air di suatu lokasi,
berkurang dan bertambahnya jarak dari sumur uji. Bentuk teoritis garis penurunan
berupa lingkaran dengan pusat lingkaran pada sumur uji. Jari-jari R dalam teori
hidrolika sumuran disebut jari-jari pengaruh kerucut penurunan.
23
Aliran air ke dalam sumur merupakan aliran gravitasi dimana muka air
tanah mengalami tekanan atmosfer. Debit pemompaan pada kondisi aliran yang
telah stabil dinyatakan oleh persamaan Darcy:
q = vA = kiA = k (dy/dx) A (m3/dtk) ……………………………(1)
Dengan,
v = kecepatan aliran
A = luas aliran (m3)
i = dy/dx = gradien hidrolik
dy = ordinat kurva penurunan
dx = absis kurva penurunan
2. Perkiraan Debit Rembesan
Menurut Asiyanto (2011), rembesan pada bendungan dan pondasi
merupakan faktor penting dalam stabilitas bendungan. Rembesan merupakan
aliran yang secara terus menerus mengalir dari hulu menuju hilir. Aliran air ini
merupakan aliran dari air sungai melalui material yang lolos air (permeable), baik
melalui tubuh bendungan maupun pondasi. Untuk itu, pola aliran dan debit
rembesan yang keluar melalui tubuh bendungan atau di bawah tubuh bendung
sangat penting dan perlu untuk diperhatikan, analisa rembesan pada bendungan
umumnya dimodelkan baik secara fisik maupun secara empiris untuk mengetahui
fenomena pola aliran dari rembesan. Selain itu, kondisi aliran yang digunakan
dalam permodelan ini yaitu aliran tetap. atau (steady flow) terjadi di titik manapun
jika kondisi seperti kecepatan, tekanan, dan kedalaman aliran tidak terjadi
24
perubahan terhadap waktu, rata-rata kecepatan dan tekanan aliran tersebut konstan
sehingga mengalami kondisi pergerakan tanah akibat karena tekanan aliran tetap
terus menerus mengalir dari hulu ke hilir.
3. Rembesan Pada Struktur Bendungan.
Menurut Hardiyatmo HC (2012), hukum Darcy dapat digunakan untuk
menghitung debit rembesan yang melalui struktur bendungan. Dalam
merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan stabilitasya terhadap bahaya
longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui tubuh
bendungan. Beberapa cara diberikan untuk menentukan besarnya rembesan yang
melewati bendungan yang dibangun dari tanah homogennya. Dalam hal ini
disajikan beberapa cara untuk menentukan debit rembesan.
a. Cara Dupuit
Potong melintang sebuah bendungan ditunjukkan pada gambar 7.Garis AB
adalah garis freatis, yaitu garus rembesan paling atas. Besarnya rembesan
persatuan lebar arah tegak lurus bidang gambar yang diberikan oleh Darcy, adalah
q = kiA. Dupuit (1863) dalam Hardiyatmo HC (2012) menganggap bahwa
gradient hidrolik (i) adalah sama dengan kemiringan permukaan freatis dan
besarnya konstan dengan kedalamannya yaitu i = dz/dx , Maka,
q = k z
= .q = (H1² − 2²)………………………………………………(2)
25
Dengan:
h₁ = tinggi muka air dihulu bendungan (cm)
h₂= tinggi muka air dihilir bendungan (cm)
K = koefisien permeabilitas
i = kemiringan freatis
Gambar 7. Perhitungan metode Dupuit (sumber: Hardiyatmo HC, 2012)
b. Cara Schaffernak
Untuk menghitung rembesan yang lewat banguan, Schaffernak (1917)
dalam Hardiyatmo HC (2012), menganggap bahwa permukaan freatis akan
merupakan garis AB dalam gambar 8, yang memotong garis kemiringan hilir pada
jarak dari dasar lapisan kedap air. Rembesan persatuan panjang bendungan dapat
ditentukan dengan memperhatikan bentuk segitiga BCD dalam gambar 8.
Debit rembesan q = kiA
Luas aliran A = BD x 1 = a sin α
dari anggapan Dupuit , gradient hidrolik I = dz/dx = tg α maka,
26
a = - √(d2 / cos2 α – sin2 α) ......................................................(3)
q = kz = k a sin α tg α………………………………………….(4)
q = debit rembesan (ml/jam)
h = tinggi muka air dihulu bendungan (cm)
α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan ( ° )
i = = kemiringan freatis
Gambar 8. Perhitungan metode Schaffernak (sumber: Hardiyatmo HC, 2012).
c. Cara Casagrande
Casagrande (1937) dalam Hardiyatmo HC (2012), mengusulkan cara
untuk menghitung rembesan lewat tubuh bendungan yang didasarkan pada
pengujian model. Besarnya debit rembesan dapat ditentukan dengan:
q=kz = ka sin² α………………………………………………(5)
dimana :
a = tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan ( cm )
H = tinggi muka air banjir MAB (cm )
α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan ( ° )
k = koefisien permeabilitas
27
i = = kemiringana freatis
Gambar 9. Perhitungan metode Cassagrande (sumber: Hardiyatmo HC. 2012).
4. Filter pada Bendungan
Menurut Hardiyatmo HC (2012), bila air rembesan mengalir dari lapisan
berbutir lebih halus menuju lapisan yang lebih kasar, kemungkinan terangkutnya
butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi.
Erosi butiran ini mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien
hidrolik. Bila kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran
yang berangsur-angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi,
sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan
keruntuhan pada bendungan.
Ketebalan lapisan filter dan transisi zones akan tergantung pada tekanan
air yang akan ditahan dan pertimbangan ekonomi. Pada bendungan besar, filter
harus menggunakan batu pecah yang cukup mahal. Oleh karena itu lebar lapisan
28
ini sekecil mungkin yang dapat dipadatkan, yaitu sekitar 3 (tiga) meter. Lapisan
filter yang kasar biasanya juga digunakan dengan kerikil alam.
Filter atau drainase untuk mengendalikan rembesan, harus memenuhi dua
persyaratan:
a. Ukuran pori-pori halus cukup kecil untuk mencegah butir-butir tanah
terbawa aliran.
b. Permeabilitas harus cukup tinggi untuk mengizinkan kecepatan drainase
yang besar dari air masuk filternya.
1) Keamanan Terhadap Bahaya Piping dan Boiling
Menurut Hardiyatmo HC (2012), telah disebutkan bahwa bila tekanan
rembesan ke atas yang terjadi dalam tanah sama dengan ic, maka kondisi tanah
akan pada kondisi mengapung. Keadaan semacam ini juga dapat berakibat
terangkutnya butir butir halus, sehingga terjadi pipa-pipa di dalam tanah yang
disebut piping. Akibat jerjadinya pipa-pipa yang membentuk rongga-rongga dapat
mengakibatkan pondasi bangunan mengalami penurunan, sehingga mengganggu
stabilitas bangunan.
Sedangkan pada boiling adalah kondisi yang terjadi pada saat tegangan
efektif tanah sama dengan nol. Untuk mengatasi perlu dianalisis besarnya safety
factor minimal yang dibutuhkan oleh owner agar bendungan tetap aman terhadap
boiling ≤ 1,5.
Analisis boiling ini dilakukan dengan menggunakan software seef/w yang
berbasisis metode elemen hingga, dimana dengan menggunakan software seef/w
ini maka dapat dihasilkan out put berupa, pressure head dan debit banjir. Namun
29
sebelum menganalisis SF terhadap boiling perlu diketahui potongn dan dimensi
dari bendungan yang akan dianalisis.
5. Kapasitas Aliran Filtrasi
Menurut Husni Sabar (2013), kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas
rembesan air yang mengalir ke hilir melalui tubuh dan pondasi bendungan.
Kapasitas filtrasi suatu bendungan mempunyai batas-batas tertentu yang mana
apabila kapasitas filtrasi melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang
terjadi cukup besar, disamping itu kapasitas filtrasi yang besar dapat menimbulkan
gejala suposi (piping) dan gejala semburan (boiling) yang sangat membahayakan
kestabilan tubuh bendungan.
Untuk memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi suatu bendungan (baik
yang melalui tubuh bendungan maupun yang melalui lapisan pondasi) dapat
dilakukan dengan menggunakan jaringan trayektori aliran filtrasi.
Gambar 10. Gambar jaringan aliran rembesan pada bendungan (sumber:Sosrodarsono, 1977)
6. Tekanan Rembesan
Menurut Hardiyatmo HC (2012), air pada keadaan statis di dalam tanah,
akan mengakibatkan tekanan hidrostatis yang arahnya ke atas (upltift). Akan
30
tetap, jika air mengalir lewat lapisan tanah, aliran air akan mendesak partikel
tanah sebesar tekanan rembesan hidrodinamis yang bekerja menurut arah
alirannya. Besarnya tekanan rembesan akan merupakan fungsi dari gradien
hidrolik (i).
Sebuah struktur bendungan tanah yang didasari lapisan kedap air
diperlihatkan pada gambar 11 (Jumikis, 1962). Panjang garis aliran sama dengan
dL dan luas potongan melintang tabung aliran adalah dA
Gambar 11. Tekanan rembesan (sumber: Hardiyatmo HC, 2012)
Besarnya gaya tekanan air dapat dinyatakan sebagai fungsi dh, sebagai
berikut:
Dp = ɣwdh.dA
Dengan ɣw adalah berat volume air dan dp adalah gaya hidrodinamis yang
disebut gaya rembesan.
7. Tekanan Hidrostatis
Menurut Hardiyatmo HC (2006) dalam Ariany dan Soehoed (2012),
Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang bergantung pada kedalaman terhadap
suatu luas bidang tekan pada kedalaman tertentu . Besarnya tekanan ini
bergantung pada ketinggian zat cair, massa jenis dan percepatan gravitasi.
31
Tekanan yang dirasakan oleh dasar wadah yang berisi air sama dengan besarnya
gaya berat zat cair yang menekan.
Gambar 12. Tekanan hidrostatis (sumber: Ariany dan Soehoed, 2012)
P = ρ.g.h ……………………………………………………………….(6)
Keterangan :
P = tekanan hidrostatis (Pa)
ρ = massa jenis (kg/m3)
g = percepatan gravitasi bumi( m/s2)
h = kedalaman dari permukaan zat cair (m)
Dari persamaan (6) dapat diketahui besarnya tekanan hidrostatis
tergantung pada jenis dan kedalaman zat cair. Semakin dalam dari permukaan zat
cair maka semakin besar tekanannya. Tekanan hidrostatis jenis zat cair yaitu
massa jenisnya dan tidak tergantung dengan bentuk wadahnya.
8. Pola Rembesan
Menurut Fukuda dan Tutsui (1973), dalam Adam Surya Praja, (2013)
menyatakan bahwa perembesan air dapat terjadi di dalam tubuh tanggul, baik
secara lateral (seepage) dan secara vertikal (perkolasi), yang dipengaruhi oleh
permeabilitas, porositas, tekstur, kedalaman pori, kelembaban dan muka air tanah.
Perkiraan rembesan penting dalam pembangunan bendungan baik jenis urugan
32
termasuk tanggul, maupun beton. Pada sebagian besar bendungan dapat terjadi
rembesan baik melalui tubuh bendungan itu sendiri (pada jenis bendungan
urugan), maupun melalui dasarnya (untuk bendungan urugan maupun beton).
Apabila material dasar dan pinggirnya merupakan batuan, maka batuan tersebut
biasanya disuntik dengan adukan encer (grouting) untuk mengisi retakan-retakan
dan mengurangi permeabilitas. Suntikan adukan encer kadang-kadang juga
digunakan untuk mengurangi permeabilitas pada bendungan urugan.
Garis freatik sama dengan muka air tanah, yaitu batas paling atas dari
daerah dimana rembesan berjalan. Garis freatik dimulai pada posisi A’ dan
berakhir hingga B. Jarak antara titik B dan ujung tanggul bagian hilir (C)
merupakan panjang zona basah (a).
Gambar 13. Garis rembesan pada tubuh bendungan (sumber: HardiyatmoHC, 2012)
Garis ekuipotensial adalah garis-garis yang mempunyai tinggi tekanan
yang sama (Hardiyatmo, 1992). Kemiringan garis ekuipotensial adalah tegak lurus
terhadap garis aliran. Pada tanah yang yang homogen dapat digambarkan deretan
garis ekuipotensial dan deretan garis aliran yang saling berpotongan secara tegak
lurus. Gambar seperti ini disebut jaringan aliran (flow net) (Wesley, 1973).
Ilustrasi jaringan aliran dalam tubuh tanggul terdapat pada Gambar 14
33
(Hardiyatmo, 1992). Garis aliran berpotongan tegak lurus dengan garis
ekuipotensial membentuk jaringan yang jumlahnya dinyatakan dengan Nf. Dua
buah garis ekuipotensial membentuk interval (Δh) dengan jumlah tertentu yang
dinotasikan dengan Nd.
Gambar 14. Jaringan aliran dalam tubuh bendung (sumber: HardiyatmoHC, 2012)
D. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler dapat timbul karena adanya tarikan lapisan tipis
permukaan air sebelah atas. Kejadian ini disebabkan oleh adanya pertemuan
antara dua jenis material yang berbeda sifatnya. Pada prinsipnya, tarikan
permukaan adalah hasil perbedaan gaya tarik antara molekul-molekul pada bidang
singgung pertemuan dua material yang berbeda sifatnya.
Kejadian tarikan permukaan dapat dilihat dari percobaan laboratorium
pada pipa kapiler yang dicelupkan dalam bejana berisi air. Ketinggian air dalam
pipa kapiler akan lebih tinggi dari pada tinggi air dalam bejana (Gambar 15).
Permukaan air dalam cairan membentuk sudut α terhadap dinding pipa. Tekanan
pada permukaan air dalam pipa dan tekanan pada permukaan air pada bejana akan
sama dengan tekanan atmosfer. Tidak adanya gaya luar yang mencegah air dalam
34
pipa dalam kedudukannya menunjukan bahwa suatu gaya tarik bekerja pada
lapisan tipis permukaan air dalam pipa kapiler, seperti yang ditunjukkan pada
gambar berikut:
Gambar 15. Analogi tekanan air kapiler dalam lapisan tanah dankedudukannya (sumber: Hardiyatmo, 2012)
Pengaruh tekanan kapiler adalah akibat air tanah tertarik ke atas melebihi
permukaannya. Pori-pori tanah sebenarnya bukan sistem pipa kapiler, tapi teori
kapiler dapat diterapkan guna mempelajari kelakuan air pada zone kapiler. Air
dalam zone kapiler ini dapat dianggap bertekanan negative, yaitu mempunyai
tekanan di bawah tekanan atmosfer. Tinggi minimum dari (min) dipengaruhi
oleh ukuran maksimum pori-pori tanah. Di dalam batas antara (min) dan
(mak), tanah dapat bersifat jenuh sebagian (partially saturated).
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laborotorium Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar, dengan waktu pengujian selama 2 bulan, apabila
diakumulasikan penelitian ini selama 12 bulan mulai dari Juli - Mei 2017.
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Jenis penelitian yang digunakan adalah uji simulasi, dimana kondisi
tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti, dengan tujuan untuk menyelidiki ada
tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat
tersebut dengan cara memberikan perbandingan antara beragam macam bahan
bendungan (tanah) terhadap daya rembesan.
Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari simulasi model
fisik laboratorium.
2. Data sekunder , yaitu data yang diperoleh dari literature dan hasil penelitian
yang sudah ada baik yang telah dilakukan di laboratorium maupun dilakukan
di tempat lain yang bekaitan dengan penelitian tentang rembesan pada tubuh
bendungan urugan tanah.
36
C. Alat, Bahan dan Model Penelitian
Secara umum jenis alat, bahan dan sketsa model penelitian yang akan
dipergunakan dalam percobaan antara lain :
1. Alat
1) Mistar ukur untuk mengukur kedalaman air dan jarak rembesan
2) Mesin pompa air untuk digunakan pengisian air ke dalam kotak model yang
dibuat.
3) Stop watch untuk mengukur kecepatan aliran rembesan.
4) Ayakan atau saringan untuk bahan tanah.
5) Kamera dan peralatan lainya yang digunakan untuk foto dokumentasi.
6) Selang air untuk pengaliran air ke dalam kotak model
7) Bak penampung air, untuk air cadangan yang akan berputar masuk ke dalam
kotak madel.
8) Curren meter, untuk mengukur kecepatan air di dalam kotak model (running
kosong)
2. Bahan
1) Tanah
2) Balok dengan berat 2,8 kg
3) Air tawar
4) fiber
5) Kertas
37
6) Pulpen/spidol
7) Pipa
8) Lem kaca/fiber
3. Model Penelitian
Gambar 16. Contoh gambar model penelitian
Keterangan gambar:
a. Pipa pengaliran
b. Mesin pompa air
c. Pipa pembuang
d. Bak penampung air
e. Kerang pembuang air
f. Titik Pengamatan tekanan di tubuh bendungan
a
a
d
b
ef
c
38
D. Variabel yang Diteliti
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada Bab
sebelumnya, maka variable yang diteliti yaitu :
1. Variabel bebas
1) Waktu ( t )
2) Tinggi muka air hulu ( h1)
3) Tinggi muka air hilir ( h2 )
4) Panjang jarak horizontal ( L )
5) Tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan ( a )
6) Jarak lintasan rembesan di dasar bendungan ( d )
7) Sudut kemiringan lereng hilir bendungan (α )
2. Variabel terikat
1) Debit rembesan (Qf)
2) Koefisien permeabilitas ( k )
E. Profil rembesan
a. Muka air H10
Gambar 17. Sketsa rembesan muka air H10
39
b. Muka air H15
Gambar 18. Sketsa rembesan muka air H15
c. Muka air H20
Gambar 19. Sketsa rembesan muka air H15
F. Langkah – langkah Pengujian
1. Prosedur penyiapan sampel
1) Pengadaan bahan pengujian meliputi tanah, air.
2) Persiapan peralatan pengujian yaitu kotak model.
3) Pemilihan air yang digunakan pada pengujian.
2. Prosedur pengujian model
1) Setting alat model dan melakukan running kosong
40
2) Material pembentuk tubuh bendungan sebelum dipadatkan, diayak
terlebih dahulu dengan menggunakan saringan no 8.
3) Pada saat pembentukan, tanah dipadatkan dengan menggunakan balok
kayu. Tanah dipadatkan perlapisan (10 cm perlapisan) dengan jumlah
tumbukan yang tetap dan berdasarkan tingkat kepadatan tanah yang
diinginkan. Tanah ditimbun membentuk trapezium dengan lebar
puncak bendungan 5 cm, panjang 72 cm dan tinggi 28 cm.
4) Air diisi pada bagian hulu tubuh bendungan sebagai daerah genangan
dengan tinggi muka air 10, 15 dan maksimum 20 cm.
5) Pengamatan garis aliran pada tubuh bendungan diamati dengan
mempersiapkan spidol dan mistar ukur..
6) Setelah membentuk sebuah garis rembesan, kemudian di garis dengan
menggunakan spidol pada dinding model, dan menghitung waktu
rembesan disetiap selang.
7) Observasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan tinggi air tampungan
secara bervariasi yaitu: 10, 15 dan 20 cm.
8) Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali dengan berbagai variasi
tinggi muka air.
Model bendungan yang direncanakan merupakan model dengan skala 1cm
: 100 cm, dengan pertimbangan untuk disesuaikan dengan alat kotak model yang
akan dibuat, bisa dilihat pada tabel 1. Sedangkan untuk dimensi model yang suda
diskalakan bisa dilihat pada Tabel 2.
41
Tabel 2. Dimensi Kotak Model
Dimensi Kotak Model
Tinggi 35 cm
Lebar 50 cm
Panjang 100 cm
Sumber: Desain pengamatan
Tabel 3. Dimensi Bendungan
Dimensi Model
H ( tinggi muka air) cm 10, 15, 20 cm
H (tinggi bendungan )cm 28 cm
b (Lebar dasar bendung) 72 cm
B (lebar atas mercu) cm 5 cm
Kemiringan 1 : 1,2
Sumber: Desain pengamatan
G. Pencatatan data
Hal yang penting dalam setiap penelitian adalah pencatatan data pada
dasarnya yang diambil adalah yang akan difungsikan sebagai parameter dalam
analisa.
H. Analisis Data
Data dari lapangan/laboratorium diolah sebagai bahan analisa terhadap
hasil studi ini, sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data yang diolah
42
adalah data yang relevan yang dapat mendukung dalam menganalisa hasil
penelitian, antara lain :
1. Perhitungan debit rembesan (Qf)
2. Perhitungan waktu rembesan ( t )
43
I. Flow Chart Penelitian
.
Tidak
Ya
Y a
Gambar. 20. Bagan Alir Penelitian
Mulai
Studi LiteraturLiteratu literatur berupa:
1. Jurnal2. Buku-buku3. Informasi yang menunjang
Persiapan Alat dan Bahan Penelitian
Perancangan dan Pembuatan Model bendungan urugantanah
Uji Model /Simulasi
Pengamatan danPengambilan data
DataValid /
Analisa Data
Kesimpulan
selesai
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tanah
Pengambilan sampel tanah di daerah Bolangi tepatnya Kabupaten Gowa
Sulawesi Selatan, dengan sampel tanah berwarna kecoklatan. Dari sampel tanah
ini kami jadikan sebagai bahan pengujian simulasi bendungan urugan.
Dan kami laksanakan pengujian permeabilitas sehingga menghasilkan
koefisien rembesan (K) 0,0204, yang dilaksanakan di Laboratorium Universitas
Muhammadiyah Makassar. Dari hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa karakteristik tanah yang diuji di Laboratorium Universitas Muhammadiyah
Makassar yaitu, jenis tanahnya lempung Organik. Apabila ingin lebih jelasnya
bisa dilihat pada lampiran II pecobaan permeabilitas dan berat jenis tanah.
B. Data Hasil Pengamatan
1. Data Hasil Pengaruh Tekanan Hidrostatis Terhadap Waktu Rembesan.
Air pada keadaan statis di dalam tanah, akan mengakibatkan tekanan
hidrostatis yang arahnya keatas (uplift). Hasil rata-rata waktu rembesan terhadap
bendungan dengan tekanan hidrostatis yang bervariasi dan dapat dilihat pada tabel
pengamatan di bagian lampiran 1.
45
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
0 20 40 60 80
Wak
tu R
embe
san
(men
it)
Jarak Rembesan (cm)
H 10
H 15
H 20
Tabel 4. Hasil rata-rata pengaruh tinggi hidrostatis yang bervariasi denganwaktu rembesan
N0
Waktu Rembesan (t)Menit
Jarak Rembesan(cm)
H 10 H 15 H 20 H 10 H 15 H 20
1 25,30 17,49 9,23 28 28 282 19,2 7,32 6,00 38 38 383 25,2 8,35 6,00 48 48 484 34,2 10,08 5,47 58 58 58
5 33,44 7,49 5,06 68 68 68Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 21. Hubungan tekanan hidrostatis yang bervariasi dan wakturembesan
Pada gambar 21 menunjukkan dimana untuk setiap pertambahan tinggi
hidrostatis maka tekanan rembesan akan semakin meningkat. Dan semakin tinggi
hidrostatis pada bendungan (h) maka waktu rembesan semakin pendek, begitu
pula sebaliknya semakin rendah tinggi hidrostatis maka akan semakin panjang
pula waktu rembesan yang akan terjadi.
46
Pada gambar 21 dengan tinggi tekanan hidrostatis H10 waktu rembesan
yang terjadi dari titik nol sampai ke selang 1, kecepatan rembesannya mencapai
25,30 menit dengan jarak 28 cm. Untuk selang 1 ke selang 2 terjadi peningkatan
waktu yaitu 19,20 menit dengan jarak 38 cm, kemudian dari selang 2 ke selang 3
kecepatan rembesan 25,20 menit dengan jarak 48 cm, dari selang 3 ke selang 4
terjadi kecepatan rembesan 34,20 dengan jarak 58 cm. Dari selang 4 ke selang
terakhir yaitu selang 5 kecepatan rembesannya 33,44 menit dengan jarak 68 cm.
Untuk tinggi tekanan hidrostatis H15 mengalami peningkatan kecepatan
rembesan dibandingkan dengan H10. Sesuai data yang kami peroleh dari titik nol
sampai ke selang 1 adalah 17,49 menit dengan jarak 28 cm. Dari selang 1 ke
selang 2 mengalami peningkatan waktu yaitu 7,32 menit dengan jarak 38 cm, dari
selang 2 ke selang 3 terjadi kecepatan rembesan 8,35 menit dengan jarak 48 cm,
dari selang 3 ke selang 4 terjadi kecepatan rembesan 10,08 menit dengan jarak
58 cm, dari selang 4 ke selang terakhir yaitu selang 5 kecepatan rembesannya
7,49 menit dengan jarak 68 cm.
Untuk tinggi tekanan hidrostatis H20 mengalami peningkatan kecepatan
rembesan dibandingkan dengan H10 dan H 15. Sesuai data yang kami peroleh, dari
titik nol sampai ke selang 1 adalah 9,23 menit dengan jarak 28 cm. dari selang 1
ke selang 2 terjadi peningkatan waktu yaitu 6,00 menit dengan jarak 38 cm, dari
selang 2 ke selang 3 terjadi kecepatan rembesan 6,00 menit dengan jarak 48 cm,
dari selang 3 ke selang 4 terjadi kecepatan rembesan 5,47 menit dengan jarak 58
cm, dari selang 4 ke selang terakhir yaitu selang 5 kecepatan rembesannya 5,06
menit dengan jarak 68 cm.
47
2. Data Antara Hubungan Tinggi Hidrostatis dan Tinggi Rembesan
1) Data tekanan hidrostatis dan tinggi garis rembesan diambil berdasarkan hasil
pengukuran pada model bendungan dengan hidrostatis (H10). Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada lampiran 1.
Tabel 5. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujianpertama
Bendungan H 10
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
12 1028 838 748 7.558 568 4
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 22 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian pertama
48
Tabel 6. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian kedua
Bendungan H 10
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
12 1028 638 648 558 568 3.3
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 23 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian kedua
Tabel 7. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian ketiga
Bendungan H 10
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
12 1028 7.538 648 658 5.568 4.3
Sumber : Pengelolah Data, 2016
49
Gambar 24 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesanpada pengujian ketiga
2) Data tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan diambil berdasarkan hasil
pengukuran pada model bendungan dengan hidrostatis (H15).
Tabel 8. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian Pertama
Bendungan h 15
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
18 1528 1238 1148 858 8.568 5
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 25 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesanpada pengujian pertama
50
Tabel 9. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian keduaBendungan H 15
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
18 1528 1138 948 8.558 868 5.6
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 26 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesanpada pengujian kedua
Tabel 10. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian ketigaBendungan H 15
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
18 1528 1138 948 8.658 7.468 6.2
Sumber : Pengelolah Data, 2016
51
Gambar 27 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesanpada pengujian ketiga
3) Data tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan diambil berdasarkan hasil
pengukuran pada model bendungan dengan hidrostatis (H20).
Tabel 11. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian pertama
Bendungan H 20
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
24 2028 1538 1348 1158 868 7.5
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 28 . Hubungan tinggi hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian pertama
52
Tabel 12. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan padapengujian Kedua
Bendungan H 20
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
24 2028 13.538 1248 1058 1068 6.7
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 29 . Hubungan tinggi hidrostatis dan tinggi rembesanpada pengujian kedua
Tabel 13. Tinggi hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujianketiga
Bendungan H 20
Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)
24 2028 1538 1348 1058 868 6
Sumber : Pengelolah Data, 2016
53
Gambar 30 . Hubungan tinggi hidrostatis dan tinggi rembesanpada pengujian ketiga
4) Hasil rata-rata tinggi rembesan dengan tinggi hidrostatis yang bervariasi
terhadap bendungan, dapat dilihat pada tabel pengamatan di bagian 14. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1.
Tabel 14. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan
Bendungan H 10 Bendungan H 15 Bendungan H 20
Tinggicm
JarakCm
Tinggicm
JarakCm
TinggiCm
Jarakcm
10 12 15 18 20 247 28 11 28 14 286 38 10 38 13 386 48 8,4 48 10 485 58 8 58 8,7 58
3,3 68 5,6 68 6,7 68Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 31 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi garis rembesan
54
Pada gambar 31 Hubungan tinggi hidrostatis dan tinggi garis rembesan
dengan tiga variasi tinggi tekanan hidrostatis pada bendungan. Dari ketiga tinggi
hidrostatis maka dapat disimpulkan semakin tinggi tekanan hidrostatis (h)
bendungan maka semakin tinggi pula garis rembesan, itu disebabkan karena
adanya tekanan hidrostatis. Semakin kecil tekanan hidrostatis bendungan maka
semakin pendek pula garis rembesan.
C. Analisa Data
Dari beberapa teori tentang formasi garis depresi dan perhitungan debit
rembesan pada bendungan urugan type homogen dengan menggunakan tiga
metode adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan Debit Rembesan Dengan Metode Dupuit
Dengan menggunakan metode depuit debit rembesan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.
a. Perhitungan debit rembesan untuk bendungan dengan tinggi hidrostatis H10.
Berdasarkan tabel hasil pengujian (laboratorium lampiran II) diketahui :
k = 0,0204 cm3/det
h1 = 10 cm
h2 = 3,3 cm
L = 72 cm
=( ² )
=, ( , ²)
55
= ,=0,0126 / det = 0,4543 /
b. Perhitungan debit rembesan untuk bendungan dengan dengan tinggi
hidrostatis H15. Berdasarkan tabel hasil pengujian lab (lampiran II )
diketahui :
k = 0,0204 cm3/det
h1 = 15 cm
h2 = 5,6 cm
L = 72 cm
=( ² ²
= , ( , )= ,=0,0275 ³/ det = 0,99 /
c. Perhitungan debit rembesan untuk bendungan dengan dengan tinggi
hidrostatis H20. Berdasarkan tabel hasil pengujian lab ( lampiran II )
diketahui :
k = 0,0204 cm3/det
h1 = 20 cm
h2 = 6,7 cm
L = 72 cm
=( ² )
= , ( , ²)
56
0.00000.01000.02000.03000.04000.05000.06000.07000.0800
0 20 40 60 80
Debi
t Rem
besa
n (m
l/ja
m)
Jarak Rembesan (cm)
H 10
H 15
H 20
= ,=0,0503 ³/ det = 1,8108 /
Untuk perhitungan selanjutnya pengaruh tinggi hidrostatis terhadap debit
rembesan dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Hasil perhitungan debit rembesan metode DupuitJumlah
Tumbukank ml/detik h1
(cm)h2
(cm)L (cm) ml/jam cm3/dtk Rata-
rata
25
0,0204 10 7 28 0,6688 0,0186
0,01510,0204 10 6 38 0,6184 0,01720,0204 10 6 48 0,4896 0,01360,0204 10 5 58 0,4748 0,01320,0204 10 3,3 68 0,4543 0,0126
25
0,0204 15 11 28 1,3639 0,0379
0,03230,0204 15 10 38 1,2079 0,03360,0204 15 8 48 1,1815 0,03280,0204 15 8 58 1,0193 0,02830,0204 15 5,4 68 0,99 0,0275
25
0,0204 20 14 28 2,6753 0,0743
0,0620
0,0204 20 13 38 2,2322 0,06200,0204 20 10 48 2,2950 0,06380,0204 20 9 58 2,0532 0,05700,0204 20 6,7 68 1,8108 0,0533
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Gambar 32. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengantinggi hidrostatis yang bervariasi pada Metode Dupuit
57
Dari gambar 32 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan
hidrostatis maka akan semakin besar debit rembesan. Untuk tekanan hidrostatis
H10 debit rembesannya sebesar 0,0151 ml/jam, tekanan hidrostatis H15 debit
rembesannya sebesar 0,0323 ml/jam, dan tekanan hidrostatis H20 debit
rembesannya sebesar 0,0620 ml/jam
2. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Schaffernak
Dengan menggunakan metode Schaffernak debit rembesan dapat
ditentukan dengan persamaan 4.
a. Perhitungan debit rembesan untuk tinggi hidrostatis H10 cm
Rumus :
a = −²
− ²²
= ,°− ,
²( °) − ²²( °)
= ,, − ,, − ,= 68,4073 − 2745,76 − 118,6440= 68,4073 − 67,579 m
= 0,832 cm
= . . tan= 0,0204 x 0,832 x sin 40 x tan 40
= 0,0092 cm³/det = 0,3312 ml/jam
58
b. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H15
Rumus :
a = −²
− ²²
= ,°− ,
²( °) − ²²( °)
= ,, − ,, − ,= 68,4073 − 4685,76 − 292,978= 68,4073 − 66,2767
= 2,1306 cm
= . sin . tan= 0,0204 x 2,1306 x sin 40 x tan 40
= 0,0234 cm³/det = 0,8424 ml/jam
c. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H20
Rumus :
a = −²
− ²²
= ,°− ,
²( °) − ²²( °)
= ,, − ,, − ,= 72,0626 − 46835,5972 − 474,5762= 68,4073 − 64,8923
59
= 3,515 cm
= . sin . tan= 0,0204 x 3,515 x sin 40 x tan 40
= 0,0386 cm³/det = 1,3896 ml/jam
Untuk perhitungan selanjutnya pengaruh tinggi hidrostatis terhadap debit
rembesan dan dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Hasil Perhitungan Debit Rembesan Metode SchaffernakTinggi
Muka Air D L ( cm) H disetiapselang Q ml/jam cm/dtk Rata-rata
ml/jam
10
52,4 28 7 0,3312 0,0092
0,275045,4 38 6 0,2772 0,007738,4 48 6 0,3312 0,009231,4 58 5 0,2808 0,007824,4 68 3,3 0,1548 0,0043
15
52,4 28 11 0,8424 0,0234
0,702045,4 38 10 0,8064 0,022438,4 48 8,4 0,6732 0,018731,4 58 8 0,7524 0,020924,4 68 5,4 0,4356 0,0121
20
52,4 28 14 1,3896 0,0386
1,079345,4 38 13 1,3932 0,038738,4 48 10 0,9648 0,026831,4 58 9 0,9648 0,026824,4 68 6,7 0,6840 0,0190
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Dari gambar 33 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan hidrostatis
maka akan semakin besar debit rembesan. Untuk tekanan hidrostatis H10 debit
rembesannya sebesar 0,2750 ml/jam, tekanan hidrostatis H15 debit rembesannya
sebesar 0,7020 ml/jam, dan tekanan hidrostatis H20 debit rembesannya sebesar
1,0793 ml/jam.
60
00.20.40.60.8
11.21.41.6
0 20 40 60 80
Debi
t Rem
besa
n (m
l/ja
m)
Jarak Rembesan (cm)
H 10
H 15
H 20
Gambar 33. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesandengan tinggi hidrostatis yang bervariasi pada MetodeSchaffernak
3. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode L. Cassagrande
Casagrande (1937) mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat
tubuh bendungan yang didasarkan pada pengujian model. Besarnya debit
rembesan dapat ditentukan dengan persamaan 5.
a. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H10
rumus :
k = 0,0204 cm/det = 0,7344cm/jam
H = 7 cm
AD = 28 cm
0,3 (AD) = 8,4 cm
d = 52,4 cm
= tan̄ ¹(1/3) = 40°
a = ( + ) - ( − )= (52,4 + 7 ) - (52,4 − 7 40°)
61
= (2794,76 - (2745,76 − ( 49( )40°) )= 2794,76 − 51,733= 1,132 cm
= . ²
= 0,0204 x 1,132 x sin² 40°
= 0,0095 cm³/det = 0,342 ml/jam
b. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H15
rumus :
k = 0,0204 cm/det = 0,7344 cm/jam
H = 11 cm
AD = 28 cm
0,3(AD) = 8,4 cm
d = 52,4 cm
= tanˉ¹(1/3) = 40°
a = ( + ) - ( − )= (52,4 + 11 ) - (52,4 − 11 40°)= (2866,76 - (2745,76 − ( 121( )40°) )= 53,542−50,738
= 2,804 cm
= . ²
62
= 0,0204 x 2,804 x sin² 40
= 0,023 cm³/det = 0,851 ml/jam
c. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H20
rumus :
k = 0,0204 cm/det = 0,7344 m/jam
H = 14 cm
AD = 28 cm
0,3(AD) = 8,4 cm
d = 52,4 cm
= tanˉ¹(1/3) = 40°
a = ( + ) - ( − )= (52,4 + 14 ) - (52,4 − 14 32°)= (2941,76 - (2745,76 − ( 196( )32°) )= (2941,76 - (2745,76 − ( 196(1,19) )= 54,237 − 49,681= 4,556 cm
= . ²
= 0,0204 x 4,556 x sin² 40
= 0,0384 cm³/det = 1,382 ml/jam
Untuk perhitungan selanjutnya pengaruh tinggi hidrostatis terhadap debit
rembesan dapat dilihat pada tabel 17.
63
00.20.40.60.8
11.21.41.6
0 20 40 60 80
Debi
t Rem
besa
n (m
l/ja
m)
Jarak Rembesan (cm)
H 10
H 15
H 20
Tabel 17. Hasil Perhitungan Debit Rembesan Metode CassagrandeTinggi
Muka AirD L ( cm) H disetiap
selang cm/det Q ml/jam Rata-rataml/jam
10
52,4 28 7 0,0095 0,342
0,286545,4 38 6 0,0081 0,291638,4 48 6 0,0095 0,342031,4 58 5 0,0081 0,291624,4 68 3,3 0,0046 0,1656
15
52,4 28 11 0,0236 0,8496
0,713545,4 38 10 0,0226 0,813638,4 48 8 0,0188 0,676831,4 58 8 0,0209 0,752424,4 68 5,4 0,0132 0,4752
20
52,4 28 14 0,0384 1,3824
1,057645,4 38 13 0,0382 1,375238,4 48 10 0,0267 0,961231,4 58 9 0,0247 0,889224,4 68 6,7 0,0189 0,6804
Sumber : Pengelolah Data, 2016
Grafik 34. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengantinggi hidrostatis yang bervariasi pada Metode Cassagrande
Dari gambar 34 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan
hidrostatis maka akan semakin besar debit rembesan. Untuk tekanan hidrostatis
64
H10 debit rembesannya sebesar 0,2865 ml/jam, tekanan hidrostatis H15 debit
rembesannya sebesar 0,7135 ml/jam, dan tekanan hidrostatis H20 debit
rembesannya sebesar 1,0576 ml/jam.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Dari hasil pengamatan langsung dapat disimpulkan bahwa pola rembesan
yang terjadi pada setiap variasi hidrostatis itu berbeda-beda, Itu
disebabkan karena tekanan hidrostatis yang mempengaruhi kecepatan
rembesan. Semakin tinggi tekanan hidrostatis pada bendungan maka akan
semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk merembes, dan semakin
tinggi tekanan hidrostatis maka semakin tinggi garis rembesan pada
bendungan, sehingga potensial terjadinya boiling.
2. Dari hasil perhitungan debit rembesan dengan tiga metode yaitu, metode
Dupuit, Schaffernak dan Cassagrande, dengan tekanan hidrostatis yang
bervariasi menghasilkan debit rembesan yang berbeda-beda. Terlihat
dengan adanya fenomena yang mana dengan hasil pengamatan bahwa
semakin tinggi tekanan hidrostatis maka akan semakin besar debit
rembesan yang terjadi. Namun diantara ketiga metode tersebut terdapat
perbedaan yaitu, dengan tiga variasi tinggi hidrostatis. Pada metode
Cassagrande memperlihatkan debit yang tertinggi untuk H10 dan H15.
Sedangkan pada tinggi hidrostatis H20 Metode Schaffernak
memperlihatkan debit yang tertinggi.
66
B. Saran
Dari pengamatan di dalam Penelitian ini penulis memberikan saran-saran
untuk penelitian lebih lanjut, yaitu :
1. Untuk mendapatkan pencatatan yang lebih akurat dalam eksperimen
laboratorium maka perlu dilengkapi alat pencatat otomatis agar mampu
mendapatkan data yang lebih akurat untuk penelitian selanjutnya.
2. Penelitian tentang pengaruh rembesan pada tubuh bendungan urugan perlu
dikembangkan dengan variasi kepadatan tanah dan jenis tanah yang
digunakan.
3. Penelitian tentang rembesaan pada bendungan urugan tanah ini perlu
dikembangkan lagi dengan jenis tanah yang digunakan pada setiap model
Bendungan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Asianto. 2011. Metode Konstruksi Bendungan, Penerbit Universitas Indonesia UIPress,Jakarta.
Aryani dan Soehoed Y.D.M (2012), Tinjauan Tinggi tekanan Air dan Rembesanpada Bendungan Menggunakan Alat Peraga Bendung Tanpa Turap.Majalah Ilmiah UKRIM Edisi 1/th XVII/2012. Jurusan Teknik SipilUniversitas Keristen Immanuel Yogyakarta.
Hardiyatmo, Hary C. 2012. Mekanika Tanah 1, ,Penerbit Gadjah Mada UniversityPress,Yogyakarta
Husni Sabar, 2013 Waduk Dan Tenaga Air, Penerbit ITB Institut TeknologiBandung
Muchammad Ilham , 2015). Analisa stabilitas tubuh bendungan pada bendunganutama tugu kabupaten trenggalek.Universitas Brawijaya
Neogroho Djarwanti, 2008. Komparasi Koefisien Permebilitas (k) Pada TanahKohesif, FT UNS
Panguriseng Darwis, Mekanika Tanah 1. Bahan Ajar Mata Kuliah 2013
Prasetyo siagian dan N. Suharta 2012 Permebilitas Tanah, Artikel ( diakses pada19 november 2016)
Sukirman, 2014. Analisis Rembesan Pada Bendung Tipe Urugan Melalui UjiHidrolik, Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 2, No. 2, Juni 2014 diLaboratorium Hidro FT UNSRI, Universitas Sriwijaya.
Sosrodarsono, Suyono. Ir. 1977. Bendungan type Urugan. P.T Pradnya Paramita.Jakarta.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Percobaan ho = 10 cm, Jarak rembesan (x) =10 cm
TitikPengamatan
1 2 3 4 5 Waktu Hilir
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Jarak (cm) 28 28 28 38 38 38 48 48 48 58 58 58 68 68 68
4 3,3 4,328 38 48 58 68
Waktu (t) 28,4 22 25,3 18,5 20,4 18,5 26,2 23,26 25,2 36,23 34,13 32,17 30,5 35,39 34,4725,28 19,16 25,23 34,18 33,44
Debit (ml) 25 75 45 32. 35 28 10 48 22 2 4 3 0 0 0
3,8748 21 27 3 0Tinggi
Rembesan8 6 7,5 7 6 6 7,5 5 6 5 5 5,5 4 3,3 4,3
7 6 6 5 3,9
Percobaan ho = 15 cm, Jarak rembesan (x) =10 cm
TitikPengamatan
1 2 3 4 5 Waktu Hilir
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Jarak (cm) 28 28 28 38 38 38 48 48 48 58 58 58 68 68 68
5 5,6 6,228 38 48 58 68
Waktu (t) 18,5 15 19,5 7,21 8,55 7,2 8,05 6,45 9,34 9,22 9,41 10,4 6,12 9,28 7,0818,01 7,65 8,35 10,08 7,49
Debit (ml) 123 98 133 177 154 170 205 131 52 76 25 8 5 3 0
5,6074 155 169 51 5
Tinggi Rembesan 12 11 11 11 9 9 8 8,5 8,6 8,5 8 7,4 5 5,6 6,211 10 8,4 8 5,6
Percobaan ho = 20 cm, Jarak rembesan (x) =10 cm
TitikPengamatan
1 2 3 4 5 Waktu Hilir
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Jarak (cm)28 28 28 38 38 38 48 48 48 58 58 58 68 68 68
7,5 6,7 628 38 48 58 68
Waktu (t) 9,03 10 8,43 4,17 5,59 7,05 6,39 6,11 4,29 7,2 4,09 5,11 4,02 4,58 6,579,23 5,60 5,60 5,47 5,06
Debit (ml) 150 138 147 222 167 189 178 200 163 87 100 83 1 2,5 1,5
6,73145 193 180 90 2
Tinggi Rembesan15 14 15 13 12 13 11 10 10 8 10 8 7,5 6,7 6
15 13 10 8,7 6,7
Laboratorium Fakultas TeknikJurusan Teknik SipilUniversitas Muhammadiyah MakassarJl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung G Lt.1 Tlp.(0411)866972
PERMEABILITAS
(Falling Head)
Diameter Bured (d) : 0,6 cm
Diameter Sampel (D) : 3,2 cm
No. Test 1 2Luas potongan melintang buret (a=1/4πd2) cm2 0,2826 0,2789Luas potongan melintang sampel (A=1/4πd2) cm2 8,0384 8,0428Tinggi puncak hidrolik pada permulaan pengujian h1 cm 5,5 5,4Tinggi puncak hidrolik pada akhir pengujian (hf) cm 13,5 13,5Panjang sampel (L) cm 13,5 13,5Waktu pengujian (t) detik 249 247Temperatur (T) oC 28 28Koreksi vikositas (hT/h20) - 31 31Koefisien permeabilitas, kT=(a.L/A.t) x ln(h1/hf) cm/det 0,1962 0,1304Koefisien permeabilitas standar, k20 (kT(hT/h20)) cm/det 0,02854 0,01226Koefisien permeabilitas rata-rata cm/det 0,0204
ASISTEN Kepala Laboratorium TeknikLapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar
HJ. NURNAWATY , ST,. MTNBM. 795 108
Lampiran : Dikerjakan :
Jenis Percobaan : Permeabilitas Diperiksa :
Tgl Pemeriksaan :
Laboratorium Fakultas TeknikJurusan Teknik SipilUniversitas Muhammadiyah MakassarJl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung G Lt.1 Tlp.(0411)866972
BERAT JENIS SPESIFIK
Nomor Percobaan I
Berat Piknometer, W1(gram) 79Berat Piknometer + air, W2(gram) 279Berat Piknometer + air + tanah, W3(gram) 329Berat tanah kering, Ws(gram) 112Temperatur,T (0C) 26Faktor koreksi, a 0,99860Berat Jenis, Gs 1,80Berat Jenis Rata-rata, Gs 1,80
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai berat jenis sebesar 1,80 gram
ASISTEN Kepala Laboratorium TeknikLapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar
HJ. NURNAWATY , ST,. MTNBM. 795 108
Lampiran : Dikerjakan :
Jenis Percobaan :Berat Jenis Spesifik Diperiksa :
Tgl Pemeriksaan :
Laboratorium Fakultas TeknikJurusan Teknik SipilUniversitas Muhammadiyah MakassarJl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung G Lt.1 Tlp.(0411)866972
HASIL PERHITUNGAN ANALISA SARINGAN
No.
Saringa
n
DiameterSaringan
BrtSaringan+Tertaha
n
BrtTertahan
£ Brt
Tertahan
Persen %
Tertahan Lolos
4 4,75 635 139 139 6,95 93,05
8 2,36 1401 908 1047 52,35 47,65
14 1,4 792 304 1357 67,55 32,45
16 1,18 589 104 1455 72,55 27,25
40 0,425 826 350 1805 90,25 9,75
50 0,300 518 47 1852 92,6 7,4
100 0,150 519 74 1926 96,3 3,7
200 0,075 487 36 1962 98,1 1,9
Pan - 613 38 2000 100 0
ASISTEN Kepala Laboratorium TeknikLapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar
HJ. NURNAWATY , ST,. MTNBM. 795 108
Lampiran : Dikerjakan :
Jenis Percobaan : Analisa Saringan Diperiksa :
Tgl Pemeriksaan :
Lampiran : Dikerjakan :
Jenis Percobaan : Sand Cone Test Diperiksa :
Tgl Pemeriksaan :
Laboratorium Fakultas TeknikJurusan Teknik SipilUniversitas Muhammadiyah MakassarJl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung G Lt.1 Tlp.(0411)866972
SAND CONE TEST
Water Content Sample - I IITest Number gram A BWeight of Container gram 13 13Weight of Container + Wet soil gram 121 115Weight of Container + Dry soil gram 97 93Weight of wet soil gram 24 22Weight of Dry soil gram 84 80Water Content,w=Ww/Ws*100% gram 28,571 23,563Average Of water Content % 26,114
No. Titik 1 2Berat botol + corong kosong (W1) Gram 758 707Berat Botol+Corong air (W2) Gram 5300 5300Berat botol +pasir + corong (W3) Gram 7322 7400Berat sisa pasir+ botol + corong (W4) Gram 1773 2400Berat tanah basah + kaleng lapangan (W5) Gram 5683 7600Berat tanah basah dalam lubang W = W5 - W6 Gram 525 525Voleme sisa pasir dilubang, V = W7 / gsand Gram 5158 6175Berat isi tanah basah gw = W / V Gram 8,266 9,299Berat isi tanah kering gd = gw/(1 + w ) cm3 3,647 3,445
ASISTEN Kepala Laboratorium TeknikLapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar
HJ. NURNAWATY , ST,. MTNBM. 795 108
Lampiran : Dikerjakan :
Jenis Percobaan : Kompaksi Diperiksa :
Tgl Pemeriksaan :
Laboratorium Fakultas TeknikJurusan Teknik SipilUniversitas Muhammadiyah MakassarJl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung G Lt.1 Tlp.(0411)866972
KOMPAKSI
Berat tanah gram 1500 1500 1500 1500 1500Kadar air mula-mula % 18,89 18,89 18,890 18,89 18,89Penambahan air 200 300 230 190 270Kadar air akhir % 23,12 22,47 26,55 37,81 21,58
Berat Isi Basah (Wet density)
No. Mould - 1 2 3 4 5Berat Mould gram 5000 5000 5000 5000 5000Berat tanah basah + Mould gram 7000 7000 7000 7000 7000Berat tanah basah, Wwet gram 2000 2000 2000 2000 2000Volume Mould cm3 369,26 369,26 369,26 369,26 369,26
Berat isi keringwet=Wwet/Vmould
gr/cm3 5,4162 5,4162 5,4162 5,4162 5,4162
Kadar Air (Water Content)
No. Container - 1 2 3 4 5
Berat Tin Box gram 13 13 13 13 13
basah +Container gram 108 112 125 130 142 123 117 119 142 133
Berat tanahkering +Container
gram 88 93 97 94 85 96 94 85 112 87
Berat air gram 20 19 28 36 57 27 23 34 30 46Berat container gram 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13Berat tanahkering gram 75 80 84 81 72 83 81 72 99 74
Kadar air (ω) % 26,67 23,75 33,33 44,44 79,17 32,53 28,40 47,22 30,30 62,16
Kadar air rata-rata % 25,21 38,89 55,85 37,81 46,23
Berat tanah basah, Wwet gram 2000 2000 2000 2000 2000
Laboratorium Fakultas TeknikJurusan Teknik SipilUniversitas Muhammadiyah MakassarJl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung G Lt.1 Tlp.(0411)866972Kadar air rata-rata % 25,21 38,89 55,85 37,81 46,23
Wdry= gram 1597,338 1440,000 1283,298 1451,288 1367,684
Volume Mould cm3 369,26 369,26 369,26 369,26 369,26
dry = gr/cm3 4,326 3,900 3,475 3,930 3,704
w = Gs/(1+(.Gs)) gr/cm3 1,240 1,060 0,899 1,072 0,984
ASISTEN Kepala Laboratorium TeknikLapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar
HJ. NURNAWATY , ST,. MTNBM. 795 108
Dokumentasi Alat Dan Pelaksanaan Pengujian
Tanah siap disaring
Proses penyaringan Sampel Tanah
Sampel Tanah dan sendok
Proses Pembuatan model bendungan
Proses San Cone Pada Model Bendungan
Proses San Cone Pada Model Bendungan
Proses Pengujian Rembesan Pada Bendungan
Proses Pengujian Rembesan Pada Bendungan
Proses Pengambilan Data pada Pengujian Rembesan Pada Bendungan
Proses Pengambilan Data pada Pengujian Rembesan Pada Bendungan