SKRIPSI

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hipertensi Hipertensi merupakan suatu kondisi kesehatan kronis dimana tekanan darah di arteri tinggi, dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan berbeda. Menurut Joint National Commmitte On Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII (JNC VII) 2003, kriteria hipertensi adalah apabila hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg (Corwin, 2009). B. Klasifikasi Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih diangap normal adalah kurang dari 130/80 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Seven report of the

description

TINJAUAN PSTAKA

Transcript of SKRIPSI

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hipertensi Hipertensi merupakan suatu kondisi kesehatan kronis dimana tekanan darah di arteri tinggi, dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan berbeda. Menurut Joint National Commmitte On Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII (JNC VII) 2003, kriteria hipertensi adalah apabila hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolic 90 mmHg (Corwin, 2009).B. Klasifikasi Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih diangap normal adalah kurang dari 130/80 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Seven report of the Joint National Committee VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Presure memberikan klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa 18 tahun yang tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit serius dalam jangka waktu tertentu (Indriyani, 2009).

Tabel 2.1 : Klasifikasi hipertensi menurut Seven report of the Joint National Committee VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Presure Kategori Sistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)

Normal100

Sumber : JNC-VII dalam Sudoyo, 2007

C. Epidemiologi Hipertensi 1. Distribusi penderita hipertensia. Distribusi penderita hipertensi berdasarkan orangTekanan darah tinggi lumrah bagi pasien yang sudah berlanjut usia (lansia). Ini karena terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah bagian dalam. Hal ini karena sebelumnya terjadi pengendapan lemak di dinding pembuluh darah. Berdasarkan hasil Riskesdas Balitbangkes tahun 2007, hipertensi tampak meingkat sesuai peningkatan umur responden. Prevalensi hipertensi pada responden yang berumur 45-54 tahun (42,40%), 55-64 tahun (53,70%), 65-74 tahun (63,50%), dan >75 tahun (67,30%).Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak terdistribusi secara merata. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita meningkat terus, hingah usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, prevalensi hipertensi pada kelompok umur >18 tahun, pada pria (31,30%) dan pada wanita (31,90%). Berdasarkan hasil penelitian Yulia (2010) yang dilakukan di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Sering Medan Tembung, diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada kelompok lansia yang bekerja (31,58%) dan pada kelompok yang tidak bekerja (37,88%). Berdasarkan hasil penelitian yang sama, diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada kelompok lansia yang memiliki kebiasaan merokok (70,97%) dan pada kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok (20,55%).b. Distribusi hipertensi berdasarkan tempatSaat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan resiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olahraga, merokok, alcohol, dan makanan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membahwa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degenerative seperti hipertensi. Tetapi hal ini sedikit berbeda dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, yang menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di perkotaan (30,80%) dan di pedesaan (32,20%).c. Distribusi penderita hipertensi berdasarkan waktuDi Indonesia berdasarkan hasil survey INA-MONICA (Multinational Monitoring of Trends and Determinants In Cardiovascular Disease) tahun 1988 angka hipertensi mencapai 14,90%, jumlah penderita hipertensi terus meningkat hingga 16,90% pada survey 5 tahun kemudian. Di Jawa Tengah, berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas, proporsi hipertensi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tidak menular secara keseluruhan, pada tahun 2004 proporsi kasus hipertensi sebesar 17,34% meningkat menjadi 29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 39,47%.

D. Penyebab HipertensiBerdasarkan penyebab hipertensi dapat dibedahkan menjadi dua golongan besar yaitu:1. Hipertensi primer, Disebut juga hipertensi idiopotik karena tidak diketahui penyebabnya. Terdapat 95% kasus. Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetic, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis system rennin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alcohol dan polisitemia.2. Hipertensi sekunder Terdapat 5% kasus. Ada penyebab spesifiknya yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.E. Gejalah Klinis Hipertensi tidak menimbulkan gejalah yang dapat dirasakan. Seseorang yang menderita penyakit jantung, stroke atau ginjal bisa saja tidak mengetahui bahwa menderita hipertensi sebelum dilakukan pemeriksaan, hal inilah yang menyebabkan hipertensi dikatakan sebagai the silent killer. Seseorang akan merasakan gejalah seperti mual, muntah, penglihatan kabur, cara berjalan yang tidak mantap, nokturia, dan adanya pembengkakan dependen sebagai manifestasi klinis karena orang tersebut telah menderita hipertensi selama bertahun-tahun (Corwin, 2009).F. Diagnosa hipertensi Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutup 80% lengan). Anamnesi yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler, dan lainnya, adanya riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan hipertensi, perubahan aktivitas/kebiasaan (seperti merokok), konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi antihipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan) (Kemenkes RI, 2013).G. PatofisiologiPatofisiologi hipertensi dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah peripher yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang menghambat gangguan peredaran darah peripher. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007).Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I yang bereaksi dengan ACE (Angiotensin Converting Enzyme/enzim pengubah anglotensin). Angiotensin sendiri adalah semacam protein yang dapat menyebabkan pembuluh darah menegang dan meningkatkan tekanan darah. ACE adalah enzim pengubah anglotensin, ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, proses selanjutnya oleh hormon renin (yang diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I, oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama, sehingga untuk membuat tekanan darah menjadi normal harus menghambat kinerja Enzym ACE, agar menghambat pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut, karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan, inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis, dengan cara yang sama tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah, hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat, sebaliknya jika terjadi aktivitas memompa jantung berkurang, maka yang terjadi arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka menyebabkan tekanan darah akan menurun (Russel, 2011).H. Faktor ResikoBerbagai faktor yang yang turut berperan sebagai penyebab hipertensi adalah : a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi1. Umur Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar resiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring bertambanya umur. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko terkena hipertensi dan penyakit DM (Diabetes Melitus). Dengan bertambanya umur, resiko terkena hipertensi lebih besar sehinggah prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambanya usia. Dengan bertambanya umur, dapat meningkatkan resiko hipertensi. Hipertensi bisa terjadi pada segalah usia, namun paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan darah kita sedikit meningkat dengan bertambanya umur. Ini sering disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Aswin, 2010).2. Jenis kelamin Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang bervariasi. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita meningkat terus, hinggam usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan karena terdapatnya hormone erstrogen pada wanita. 3. Riwayat keluarga Faktor genetik pada keluarga akan menyebabkan keluarga tersebut mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Yekti&Wulandari, 2011).Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa hipertensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30 - 50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya (Russel, 2011).b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi1. Obesitas Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang menyebabkan timbulnya resiko terhadap kesehatan (WHO,2006). Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan resiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatkan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Resiko relative untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Pengukuran berdasararkan IMT dianjurkan oleh FAO/WHO/ UNU tahun 1985 dalam Kemenkes (2013). Nilai IMT di hitung menurut rumus :Indeks Massa Tubuh = Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) orang

IMT (Kg/m2)KategoriKeadaan

< 17,017,0 18,5Kekurangan berat badan tingkat beratKekurangan berat badan tingkat ringanKurus

18,5 25,0Normal

25,0 27,0>27Kelebihan berat badan tingkat ringanKelebihan berat badan tingkat beratGemukObesitas

Sumber : Dit. Gizi Kemenkes RI Jakarta, 1994 dalam Kemenkes RI (2013)

2. Merokok Merokok adalah salah satu kebiasaan yang harus mulai dihentikan, dalam asap rokok yang dihisap, tembakau terbakar kurang sempurna sehingga menghasilkan karbon monoksida, tar, dan nikotin dihirup masuk ke dalam saluran pernapasan. Karbon monoksida, tar, nikotin berpengaruh terhadap syaraf yang menyebabkan: gelisah, tangan gemetar (tremor), cita rasa atau selera makan kurang, ibu hamil yang merokok dapat mengalami keguguran kandungannya. Tar dan asap rokok dapat juga merangsang jalan napas, dan tertimbun didalamnya sehingga menyebabkan: batuk atau sesak napas, kanker jalan napas, kanker lidah, dan kanker bibir. Nikotin merangsang bangkitnya adrenalin hormon dari anak ginjal yang menyebabkan jantung berdebar-debar, meningkatkan tekanan darah serta kadar kolestrol dalam darah. Gas karbon monoksida juga berpengaruh negatif terhadap jalan napas, karena lebih mudah terikat pada hemoglobin daripada oksigen, oleh karena itu darah yang banyak dimasuki karbon monoksida, akan berkurang daya angkut oksigen dan dapat menyebabkan seseorang meninggal dunia karena keracunan karbon monoksida (Russel, 2011).3. Asupan garam Asupan garam tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Asupan garam tinggi dapat menimbulkan perubahan tekanan darah yang dapat terdeteksi yaitu lebih dari 14 gram per hari atau jika dikonversi ke dalam takaran sendok makan adalah lebih dari 2 sendok makan, bukan berarti mengkonsumsi garam 2 sendok makan setiap hari tetapi garam tersebut terdapat dalam makanan-makanan asin atau gurih yang dimakan setiap hari (Yekti&Wulandari, 2011). Makanan yang mengandung garam/asin bisa meningkatkan tekanan darah. Makanan itu misalnya telur asin, otak, penggunaan vetsin (Monosodium glutamate/MSG), soda kue, jeroan, sarden, udang, dan cumi-cumi, sebaiknya kurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup) (Russel, 2011).

4. Stress Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag, diperkirakan prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stres atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka. Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Peningkatan darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stres emosional yang tinggi. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik, adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karateristik personal. Stres merupakan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntunan beban atasnya. Terdapat beberapa jenis penyakit yang berhubungan dengan stres yang dialami seseorang, diantaranya hipertensi atau peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Stres yang dialami seseorang akan membangkitkan saraf simpatetis yang akan memicu kerja jantung dan menyebabkan peningkatan tekanan darah (Yekti&Wulandari, 2011).Tingkat stres ini diukur dengan kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) yang telah dimodifikasi. DASS 42 merupakan instrumen yang digunakan oleh Lovibon dan Lovibon (1995) untuk mengetahui tingkat depresi, kecemasan dan stres. Tes ini merupakan tes standar yang sudah diterima secara internasional (Isnaeni, 2010). Penilaiannya adalah dengan memberikan skor yaitu:a. Skor 0 untuk setiap pernyataan yang tidak pernah dialamib. Skor 1 untuk setiap pernyataan yang jarang dialamic. Skor 2 untuk setiap pernyataan yang sering dialami dand. Skor 3 untuk setiap pernyataan yang selalu dialami.Peneliti menggunakan kuesioner DASS 42 yang telah dimodifikasi berdasarkan Isnaeni 2010 dan Setiawaty 2013 kemudian mengkategorikan menjadi 3 tingkatan stres yaitu:a. Stres ringan dengan skor < 56 % dari skor totalb. Stres sedang dengan skor 56-75 % dari skor totalc. Stres berat dengan skor >75 % dari skor total

I. Pencegahan HipertensiHipertensi adalah masalah yang relatif terselubung (silent) tapi mengandung potensi yang besar untuk masalah yang lebih besar. Hipertensi adalah awal untuk proses lanjut mencapai target organ untuk memberi kerusakan yang lebih berat, karena itu diperlukan manajemen yang tepat dalam upaya pencegahannya (Bustan, 2007).Pencegahan terhadap hipertensi dikategorikan 4 tingkatan (Roslina, 2008):a. Pencegahan primodial usaha pencegahan predisposisi terhadap hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contoh adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok, melakukan senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi.b. Pencegahan primer Pencegahan primer adalah upaya pencegahan sebelum seseorang terserang hipertensi, dilakukan pencegahan melalui pendekatan, seperti penyuluhan mengenai faktor faktor risiko hipertensi serta kiat agar terhindar dari hipertensi dengan cara menghindari merokok, konsumsi alkohol, obesitas, stres.c. Pencegahan sekunderUpaya pencegahan hipertensi ditujukan kepada penderita hipertensi yang sudah terserang agar tidak menjadi lebih berat. Tujuan pencegahan sekunder ini ditekankan kepada pengobatan penderita hipertensi untuk mencegah penyakit hipertensi kronis.d. Pencegahan tersierPencegahan terjadinya komplikasi yang berat dan menimbulkan kematian, contoh melakukan rehabilitasi. Pencegahan tersier ini tidak hanya mengobati juga mencakup upaya timbulnya komplikasi kardiovaskuler seperti infark jantung, stroke dan lain-lain, terapi diupayakan dalam merestorasi jaringan yang sudah mengalami kelainan atau sel yang sudah rusak akibat hipertensi, agar penderita kembali hidup dengan kulitas normal. J. Pengobatan HipertensiPengobatan hipertensi yang ideal diharapkan mempunyai sifat-sifat seperti (Bustan, 2007):a. Menurunkan tekanan darah secara bertahap dan aman.b. Mampu menurunkan darah secara multifaktoral.c. Berkhasiat untuk semua tingkat hipertensi.d. Melindungi organ-organ vital.e. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti DM.f. Mengurangi faktor risiko PJK dalam hal memperbaiki LVH (Left Ventricle Hypertrophy) dan mencegah pembentukan atherosklerosis.g. Mengurangi frekuensi dan beratnya serangan angina.h. Memperbaiki fungsi ginjal dan menghambat kerusakan ginjal lebih lanjut.i. Efek sampingan serendah mungkin seperti batuk, sakit kepala, edema, rasa lelah, mual, dan muka merah.j. Dapat membuat jantung bekerja lebih efisien.k. Melindungi jantung terhadap risiko infark.l. Tidak mengganggu gaya dan kualitas hidup penderita misalnya ngantuk dan batuk.Jenis-jenis obat hipertensi dapat berupa:a. Anti hipertensi nonfarmakologik.Tindakan pengobatan supportif sesuai anjuran Joint National Committee on Detenction, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure diantaranya menurunkan berat badan pada obesitas, pembatasan konsumsi garam dapur, mengurangi alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, diet rendah lemak jenuh dan pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah).b. Obat anti hipertensi farmakologikDiuretik, obat jenis ini biasanya merupakan obat yang pertama diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehinga daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan mengurangi tekanan darah.1. Beta-blockers, obat yang dipakai dalam upaya untuk mengontrol tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vosodilatasi) pembuluh darah. Contohnya Propanolol 10mg (Inderal, Farmadral), Atenolol 50, 100mg (Tenormin, Farnormin), atau Bisoprolol 2,5 dan 5mg (Concor).2. Angiotensin-Converting Ensyme (ACE) Inhibitor, bekerja dengan menghambat pembentuk zat angiotensin II (Zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contohnya : Kaptopril 12,5, 25, 50mg (Capoten,Captensin, Tensicap), Enalapril 5 dan 10mg (Tenase).3. Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs), obat-obat ARBs melindungi pembuluh darah dari efek angiotensin II, sebuah hormon yang menyebabkan pembelih darah menyempit. Contonya : Candesartan, Irbesartan, Losartan, Olmesartan, Telmisartan, Eposartan, dan Valsartan.4. Calcium Channel Blockers, obat-obatan CCBs membantu agar pembuluh darah tidak menyempit dengan menghalangi kalsium memasuki sel otot jantung dan pembuluh darah sehinggah darah menjadi rileks dan tekanan menurun.5. Alpa Blockers, Alpa Blockers membuat otot-otot tertentu menjadi rileks dan membantu pembuluh darah yang kecil tetap terbuka. 6. Clonidine, clonidine adalah obat antihipertensi yang bekerja di pusat kontrol sitem saraf di otak. Clonidine menurunkan tekanan darah dengan memperbesar arteri di seluruh tubuh.7. Vasodilator, vasodilator adalah pengobatan dengan melebarkan pembuluh darah. Obat ini bekerja langsung pada otot-otot di dinding arteri.

K. Kerangka Hubungan Antara Variabel

Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasiRiwayat keluarga

Kejadian hipertensiAktifitas fisikKonsumsi alkoholKonsumsi kopi Obesitas Kebiasaan merokokstresFaktor resiko yang dapat di modifikasiUmur Jenis kelamin

Gambar 2.3 Kerangka hubungan antara variabel

Keterangan : : Variabel independen yang diteliti : Variabel independen yang tidak diteliti : Variabel dependen yang diteliti

L. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Alak tahun 2015.2. Ada hubungan antar obesitas dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Alak tahun 2015.3. Ada hubungan antara stress dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Alak tahun 2015.4. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Alak tahun2015.