SKRIPSI
-
Upload
tyka-asta-bunbun-skm -
Category
Documents
-
view
1.772 -
download
3
description
Transcript of SKRIPSI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan pestisida dalam pembangunan di berbagai sektor
seperti pertanian, kesehatan masyarakat, perdagangan dan industri
semakin meningkat. Pestisida terbukti mempunyai peranan yang penting
dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Pada bidang pertanian
termasuk pertanian rakyat maupun perkebunan yang dikelola secara
profesional dalam skala besar menggunakan pestisida yang sebagian
besar adalah golongan organofosfat. Demikian pula pada bidang
kesehatan masyarakat pestisida yang digunakan sebagian besar adalah
golongan organofosfat. Karena golongan ini lebih mudah terurai di alam.
Penggunaan pestisida di bidang pertanian saat ini memegang peranan
penting. Sebagian besar masih menggunakan pestisida karena
kemampuannya untuk memberantas hama sangat efektif
(Handojo,2009:1).
Pestisida adalah bahan yang beracun dan berbahaya, yang bila tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak
diinginkan. Dampak negatif tesebut akan menimbulkan berbagai masalah
baik secara langsung ataupun tidak, akan berpengaruh terhadap
kesehatan dan kesejahteraan manusia seperti keracunan. Khususnya
2
pada para petani yang sering/intensif menggunakan pestisida (Handojo,
2009:2).
Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan
program lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP). 1-5 juta kasus
kercunan pestisida terjadi pada pekerja yang bekerja disektor pertanian.
Sebagian besar kasus keracunan pestisida tersebut terjadi di negara
sedang berkembang, yang 20.000 kasus diantaranya berakibat fatal.
Jumlah keracunan yang sebenarnya yang terjadi diperkiran lebih tinggi
lagi mengingat angka angka tersebut didapat dari kasus yang dilaporkan
oleh korban sendiri, belum termasuk dari laporan instansi (Eas, 2005:1).
Angka kejadian keracunan pestisida di beberapa daerah di Indonesia
termasuk tinggi. Berdasarkan hasil pemantauan cholinisterate darah
terhadap 347 pekerja di bidang pertanian dan pembuatan pestisida di
jawa tengah, di temukan 23,64 % pekerja keracunan sedang dan 35,73
% keracunan berat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 1989 melaporkan bahwa di Tawamangu, Kabupaten Karanganyer,
Jawa Tengah telah terjadi kasus keracunan pestisida sebesar 42,2 %
(Hanifa, 1997). Di Kabupaten Cianjur pada tahun 1995, di dapatkan
41,10 % petani mengalami keracunan dengan 31,5 % termasuk
keracunan ringan dan 9,60 % keracunan sedang (Budiono, 2005:2).
3
Salah satu penyebab dari terjadinya keracunan akibat pestisida
adalah petani kurang memperhatikan penggunaan alat pelindung diri
(APD) dalam melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida.
APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri
dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh
pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia
(Anonim, 2010:1).
Penggunaan alat pelindung diri dalam melakukan pekerjaan sangat
penting sekali agar terhindar dari kecelakaan kerja. Para petani dalam
melakukan penyemprotan hama harus menggunakan alat pelindung diri
agar terhindar dari paparan pestisida, ternyata kita di lapangan jarang
menggunakan alat pelindung diri pada waktu menyemprot. Berdasarkan
hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor apa yang berhubugnan dengan penggunaan alat pelindung
diri pada petani tersebut. Penelitian ini termasuk explanatory, dengan
menggunakan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah 54 petani padi yang aktif dalam menyemprot hama di Desa
Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan
penggunaan alat pelindung diri (0,001<0,05), ada hubungan antara
4
tingkat pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri
(0,007<0,05), ada hubungan antara ketersediaan sarana dengan
penggunaan alat pelindung diri (0,010<0,05), ada hubungan antara jenis
pestisida dengan penggunaan alat pelindung diri (0,024<0,05). Untuk
lebih meningkatkan kesadaran para petani tentang manfaat dan
pentingnya alat pelindung diri perlu dilakukan penyuluhan yang lebih
insentif (Endro, 2004:1).
Untuk menghindari adanya efek keracunan terhadap pestisida, petani
perlu memperhatikan perilaku penggunaan pestisida dan kepatuhan
menggunakan APD pada saat melakukan pencampuran dan
penyemprotan tanaman. APD terdiri dari pelindung kepala, pelindung
badan, pelindung tangan, pelindung kaki, serta memperhatikan arah
mata angin, dan ketentuan-ketentuan lain yang diisyaratkan oleh
Departemen Kesehatan tentang penggunaan pestisida (Suharso dalam
Wulandari,1999).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petugas penyuluh
pertanian pada wilayah kerja Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang masih banyak petani yang tidak menggunakan APD
pada saat melakukan pencampuran dan penyemprotan tanaman.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
pada petani di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten
5
Pinrang untuk mengetahui sejauh mana kepatuhan, perilaku,
pengetahuan petani padi pada pengguna pestisida pada tahun 2010.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dibuatlah rumusan masalah,
sebgai berikut :
1. Bagaimana hubungan karakteristik umur, jenis kelamin dan tingkat
pendidikan dengan penggunaan petani pengguna pestisida dalam
menggunakan alat pelindung diri di Kelurahan Teppo Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang?
2. Bagaimana hubungan pengetahuan dengan penggunaan petani
pengguna pestisida dalam menggunakan alat pelindung diri di
Kelurahan Teppo Kecmatan Patampanua Kabupaten Pinrang?
3. Bagaimana hubungan syarat APD dengan penggunaan petani
pengguna pestisida dalam menggunakan alat pelindung diri di
Kelurahan Teppo Kecmatan Patampanua Kabupaten Pinrang?
4. Bagaimana hubungan gangguan kesehatan dengan penggunaan
petani pengguna pestisida dalam menggunakan alat pelindung diri di
Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang?
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan penggunaan
petani pengguna pestisida dalam menggunakan alat pelindung diri di
Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang.
2. Tujuan Khusus
b. Untuk mengetahui hubungan karakteristik umur, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan dengan penggunaan petani pengguna pestisida
dalam menggunakan alat pelindung diri di Kelurahan Teppo
Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan
penggunaan petani pengguna pestisida dalam menggunakan alat
pelindung diri di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang.
d. Untuk mengetahui hubungan antara syarat APD dengan
penggunaan petani pengguna pestisida dalam menggunakan alat
pelindung diri di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang.
e. Untuk mengetahui hubungan antara gangguan kesehatan dengan
penggunaan petani pengguna pestisida dalam menggunakan alat
7
pelindung diri di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan
informasi pembanding bagi peneliti selanjutnya.
b. Merupakan pengalaman berharga serta dapat menambah
wawasan dan pengetahuan peneliti tentang faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan petani menggunakan alat
pelindung diri pada penggunaan pestisida.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan
sumbangan pemikiran kepada Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian
terkait.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian
utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan
untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga,
buah dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari
tanaman tersebut untuk di gunakan sendiri ataupun menjualnya kepada
orang lain. Mereka juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri,
seperti serealia untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, atau flax
untuk penenunan dan pembuatan pakaian (Anonim, 2010:1).
Sejarah pertanian telah mencatat bahwa pola pertanian masyarakat
petani awal adalah pertanian subsisten. Mereka menanam berbagai jenis
tanaman pangan sebatas untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-
hari. Mereka menanam berbagai jenis biji-bijian, antara lain padi,
gandum, dan jagung, ataupun tanaman sayur-sayuran. Dengan
demikian, bentuk pertanian yang ada sangat individual : kalau mau
dikatakan bersifat sosial, itu sangat sempit cakupannya, hanya dalam
keluarga. Pada abad-abad pertengahan, seni pertanian di dunia Barat
hanya terbatas di kebun-kebun biara. Jadi, pertanian merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan membiara, yang mampu
9
menghasilkan pangan, anggur, dan obat-obatan. Dalam pelembagaan
ada (estate) yang merupakan satuan dasar dari produksi pertanian yang
belum banyak terjalin interaksi dan komunikasi secara luas dalam
masyarakat (Sutomo, 2009:21).
B. Tinjauan Umum Tentang Pestisida
1. Pengertian Pestisida
a. Pestisida merupakan bahan racun maka penggunaan perlu kehati-
hatian, dengan memperhatikan keamanan operator, bahan yang
diberi pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk
pemakaian yang tercantum dalam label, dan peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan penggunaan bahan racun, khusus pestisida
(Rudi, 2005:1).
b. The United States Enviromental Control Act mendefinisikan
pestisida sebagai berikut:
1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang
khusus digunakan untuk mengandalikan, mencegah, atau
menangkis gangguan serangga, binatang pengerat nematoda,
gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang di anggap hama,
kecuali virus, bakteri atau jasad renik lain yang terdapat pada
hewan dan manusia.
10
2. Pestida merupakan semua zat atau campuran zat yang
digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan
tanaman.
c. Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor. 434. 1/Kpts/TP.
270/7/2001, tentang syarat dan tata cara pendaftaran pestisida,
yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau
bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
beberapa tujuan berikut:
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-
penyakit yang merusak tanaman bagian-bagian tanaman atau
hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumubuhan yang tidak
diinginkan.
4. Mengatur atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak.
5. Memberantas atau mencegah hama-hama liar.
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad
renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat
pengangkutan.
11
7. Mencegah atau memberantas binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
2. Petunjuk Penggunaan Pestisida
Untuk menghindari dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh
pestisida khususnya pada kesehatan petani dan kerusakan
lingkungan, maka hendaklah diperhatikan hal-hal yang diketahui
sebagai berikut :
a. Cara Penggunaan Pestisida
1. Proses sebelum mencampur pestisida.
Ketika petani mencampur pestisida hendaknya dilakukan di luar
rumah atau ditempat terbuka yang mempunyai cahaya dan
ventilasi serta memperhatikan label yang tertulis pada kaleng
pestisida.
2. Proses mencampur pestisida
Selama mencampur sebaiknya posisi badan menghadap
searah dengan angin dan dijaga agar campuran pestisida tidak
memercik mengenai anggota badan, jangan makan.
3. Proses penyemprotan pestisida
Kita harus meperhatikan :
a. Posisi penyemprotan sebaiknya searah dengan arah angin.
12
b. Waktu yang paling baik untuk melakukan penyemprotan
yang dilakukan adalah pukul 06.00-11.00 atau sore hari
pukul 15.00-18.00. penyemprotan yang dilakukan terlalu
pagi atau telalu sore akan mengakibatkan pestisida yang
menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama
mongering, hingga bisa mengakibatkan tanaman yang
diobati keracunan. Selain itu pada pagi hari biasanya daun-
daun masih berembun, sehingga pestisida yang
disemprotkan tidak bisa merata di seluruh permukaan daun.
Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari
terik, dapat mengakibatkan pestisida tidak dapat
mengendap di atas permukaan tanaman. Jika cuaca buruk
atau akan hujan dan angin bertiup kencang, sebaiknya
penyempotan yang dilakukan saat matahari terik, dapat
mengakibatkan pestida tidak dapat mengendap di atas
permukaan tanaman. Jika cuaca buruk atau akan hujan dan
angin bertiup kencang, sebaiknya penyemprotan
diperhatikan dulu. Hal ini disebabkan disebabkan akan
banyak pestisida yang tidak jatuh pada permukaan sasaran
dan untuk menghindari bahaya keracunan karena
semprotan mengenai petani itu sendiri.
13
b. Cara penyemprotan
1. Arah sempritan harus sama dengan arah angin.
2. Petani penyemprot berjalan searah dengan arah angin dan
diusahakan untuk tida melalui daerah yang telah disemprot.
3. Arah angin dan ketinggian harus sesuai dengan sasaran.
4. Semakin lama petani kontak dengan pestisida semakin besar
kemungkinan terpapar. Jadi sebaiknya waktu menyemprot
tidak boleh lebih dari lima jam per hari.
c. Frekuensi Penyemprotan
Semakin sering petani melakukan penyemprotan pestisida
Semakin besar kemungkinan terpapar penyemprotan pestisida
tidak boleh lebih dari 5 kali seminggu.
1. Proses sesudah penyemprotan pestisida
Sesudah melakukan penyemprotan hendaknya cepat
membersihkan badan yaitu mandi dengan memakai sabun.
2. Proses penimpanan pestisida
Menyimpan pestisida dengan cara yang baik dapat menolong
mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan dan
mencegah terjadinya kerusakan pada pestisida, serta
mencegah terjadinya keracunan pada manusia dan juga
hewan.
14
Beberapa petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu diketahui
yaitu:
1. Setiap barang yang akan dimasukkan dalam gudang pestisida
terlebih dahulu harus melalui pemeriksaan barang agar dapat
disimpan secara tepat dan aman.
2. Dilarang menyimpan bahan makanan tekstil atau pakaian dan
barang sejenis lainnya dalam satu ruangan dengan pestisida.
3. Setiap kemasan pstisida tidak boleh diletakkan langsung diatas
lantai
d. Cara Masuk Pestisida Kedalam Tubuh Manusia
Cara masuknya pestisida dan penyerapannya kedalam tubuh
melalui 3 cara yaitu :
1. Melalui mulut atau alat pencernaan dengan jalan termakan
atau terminum melalui mulut jarang terjadi, biasanya
disebabkan oleh tangan yang kotor atau tangan yang tercemar
oleh bahan–bahan yang beracun, dapat juga melalui makanan
yang tercemar oleh pestisida.
2. Melalui kulit dengan jalan kontak/bersentuhan atau tertumpah
di kulit.
3. Melalui alat pernafasan dengan jalan menghirup. Keracunan
melalui alat pernafasan paling banyak terjadi dan merupakan
15
hal yang harus diperhatikan oleh setiap orang, karena
penghirupan pestisida melalui alat pernafasan dan sebagian
lainnya menembus jaringan paru-paru.
3. Bahaya Pestisida
Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari
penggunaannya untuk mengendalikan hama dan jasad pengganggu
lainnya. Pestisida tidak saja membawa dampak yang positif terhadap
peningkatan produk pertanian, tapi juga membawa dampak negatif
terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengarahan dan penggunaan yang
lebih tepat kepada para penggunaan dalam hal pemberian dosis,
waktu aplikasi, cara kerja yang aman, akan mengurangi
ketidakefisienan penggunaan pestisida pada lingkungan dan
mengurangi sekecil mungkin pencemaran yang terjadi (Erlan, 2010).
Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua
pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida
mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah.
Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan
pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun
bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker,
mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency
Syndrom) (Erlan 2010:1).
16
Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih
menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh
pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga
yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida
(Ton dalam Erlan 2010). Pestisida yang paling banyak menyebabkan
kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah
pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan
senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan
tidak mudah terurai (Erlan 2010:2).
Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia
pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran
lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di
lingkungan. Sebagian besar bahan-bahan kimia pertanian yang
disemprotkan jatuh ke tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme.
Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimana akan diuraikan
oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah
(Erlan,2010:2).
Pestisida bergerak dari lahan pertanaian menuju aliran sungai dan
danau yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut
pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut
17
bersama dengan aliran air tanah. Penumpahan yang tidak disengaja
atau membuang bahan-bahan kimia yang berlebihan pada permukaan
air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air
dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan keberadaan dan
tingkat keracunannya, dimana kemampuannya untuk diangkut adalah
fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel
tanah.
Dari uraian diatas, kita dapat mengambil sebuah pelajaran
besar kita harus sadar terhadap lingkungan yaitu dengan
memperhatikan keseimbangan lingkungan, sebagaimana yang
dipaparkan dalam surah Al-Baqarah ayat: 205
Terjemahan:Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
Berdasarkan ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
terjadinya kerusakan karena perbuatan manusia itu sendiri. Salah satu
contoh kerusakan adalah gangguan keseimbangan alam dan
munculnya masalah kesehatan yang baru dibidang pertanian. Hal ini
disebabkan oleh manusia itu sendiri yang tidak bertanggung jawab
dalam mengelola lingkungan. Perbuatan manusia yang tidak
18
bertanggung jawab dalam mengelola lingkungan. Perbuatan manusia
yang tidak bertanggung jawab tersebut misalnya pemakaian pestisida
dan penggunaan dosis pestisida yang tidak sesuai prosedur berakibat
muncul masalah baru seperti keterpaparan pestisida sampai pada
kelumpuhan.
C. Tinjauan Umum Tentang Alat Pelindung Diri
Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan disamping harus melakukan
prosedur kerja yang standard juga harus memakai alat pelindung diri. Ini
untuk menjaga supaya risiko bahaya yang mungkin terjadi dapat dihindari.
Alat pelindung diri adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang bekerja, yang berfungsi melindungi tenaga kerja
dari bahaya-bahaya di lingkungan kerja baik secara fisik maupun kimiawi.
Alat pelindung diri yang akan digunakan di tempat kerja harus
memperhatikan, yaitu:
a. Berat alat pelindung diri hendaknya seringan mungkin dan alat
tersebut tidak menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.
b. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel
c. Bentuknya harus cukup menarik
d. Alat pelindung diri harus tahan untuk pemakaian lama
e. Alat pelindung diri tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi
pemakaiannya
19
f. Alat pelindung harus memenuhi setandar yang telah ada
g. Alat pelindung diri tidak membatasi gerak dan persepsi sensoris
pemakaiannya
h. Alat pelindung diri harus memberikan perlindungan yang adekuat
terhadap bahaya yang spesifik yang dihadapi oleh tenaga kerja
(Usman dalam wulandari, 2004).
Peralatan perlindungan diri meliputi semua peralatan atau pakaian
dan berbagai macam rupa yang dapat melindungi pemakainya terhadap
cedera atau lapisan kedua. Didalam beberapa pekerjaan yang khusus
seperti pekerjaan pertanian maka keselamatan kerja tidak memungkinkan
atau tidak dapat dilaksanakan maka perlindungan untuk pekerja pada
bidang tersebut dapat bergantung pada perlindungan diri (Soeharso,
1990).
Oleh karena itu, sangat diperlukan alat pelindung diri bagi pekerja
penyemprot pestisida. Adapun jenis-jenis alat pelindung diri sebagai
berikut :
1. Pakaian pelindung (Protektive Cloting)
Untuk melindungi badan dari pemaparan pestisida, kita harus
mempergunakan pakaian pelindung yang terdiri dari :
a. Baju lengan panjang
20
Baju lengan panjang tidak boleh memiliki lipatan-lipatan terlalu
banyak, kalau perlu tidak usah diberi kantong baju atau lipatan
lengan, kerah leher harus diiikat menutup leher.
b. Celana panjang
Celana panjang tidak boleh ada lipatan, karena lipatan-lipatan itu
akan berfungsi sebagai tempat penyimpanan partikel-partikel
pestisida.
c. Pakaian terusan (Wepaak)
Merupakan pakaian kerja yang diinginkan karena bentuknya yang
dapat menutupi seluruh tubuh, praktis dan lebih khusus, lengan
bajunya harus lengan panjang.
1. Sarung tangan (Gloves)
Bila pekerja menangani pestisida yang mempunyai konsentrasi
tinggi (high concentrated) maka diperlukan sarung tangan
neoprene. Syarat-syarat sarung tangan yang digunakan bagi
pekerja penyemprot adalah :
a. Sarung tangan harus panjang sehingga menutupi bagian
pergelangan tangan.
b. Sarung tangan untuk menangani pestisida tidak boleh
terbuat dari kulit karena pestisida yang melekat akan sukar
dicuci.
21
c. Sarung tangan harus dipakai menutup lengan baju bagian
bawah. Agar kemungkinan masuknya pestisida kedalam
tubuh melalui tangan dapat dicegah, atau kemungkinan
mengalirnya pestisida ke dalam sarung tangan dapat
dihindari.
2. Topi (Hat)
Untuk mencegah masuknya racun melalui kulit kepala, maka
diperlukan topi penutup kepala. Beberapa persyaratan topi yang perlu
diperlukan adalah :
a. Topi harus terbuat dari bahan yang kedap cairan (liquid proof) dan
tidak terbuat dari kain atau kulit.
b. Topi yang digunakan sedapat mungkin dapat melindungi bagian-
bagian kepala (tengkuk, mulut, mata, dan muka). Oleh karena itu
topi harus berpinggiran lebar.
c. Topi yang dipergunakan harus bersifat kedap air dan tidak terasa
bila dipakai dibawah terik matahari.
3. Sepatu boot (boots)
22
Sepatu boot sangat penting bila pekerja dengan jenis pestisida
yang berbentuk debu (dust) atau menyemprot residual. Sepatu boot
dapat terbuat dari neoprene.
4. Pelindung muka (Google=fase shield)
Pelindung muka merupakan suatu pelindung yang terbuat dari
bahan transparan yang anti api tergantung pada ikatan kepala yang
dapat disesuaikan, juga dapat dengan mudah diturun naikkan di depan
muka. Alat tersebut ringan dan dapat dipakai untuk bekerja
penyemprotan pestisida.
Pelindung muka berguna untuk melindungi muka dari penetrasi
pestisida. Biasanya google ini terbuat dari bahan yang anti air,
sehingga muka tidak terkena partikel dan pestisida.
D. Tinjauan Umum Tentang Karakteristik
Menurut Boore (2008), karakteristik adalah ciri khas seseorang
dalam meyakini, bertindak ataupun merasakan. Berbagai teori pemikiran
dari karakteristik, tumbuh untuk menjelaskan berbagai kunci.
Dalam penelitian ini ada dua karakteristik yang digunakan yaitu umur,
jenis kelamin dan tingkat pendidikan petani.
1. Umur
23
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun
yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur
sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam
Suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya
proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan
spesies itu. Jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek gender,
karena terjadi diferensiasi peran sosial yang dilekatkan pada masing-
masing jenis kelamin. Pada masyarakat yang mengenal "machoisme",
umpamanya, seorang laki-laki diharuskan berperan secara maskulin
("jantan" dalam bahasa sehari-hari) dan perempuan berperan secara
feminin.
3. Tingkat Pendidikan
Definisi pendidikan menurut para ahli, diantaranya adalah :
a. Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses
pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di
dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan
orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan
dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social.
24
Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang
yang belum dewasa dan kelompok dimana dia harus hidup.
b. Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia
yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan
sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia (A.Yunus,
1999).
c. Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses
atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior)
manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap
tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh
sesorang (A. Yunus, 1999).
d. Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang
terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa
dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan
dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan APD yaitu
tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan
sikap petani dalam penggunaan APD, semakin tinggi pendidikan
petani maka tingat pengetahuan dan sikap dalam penggunaan APD
25
semakin tinggi pula, begitupun sebaliknya, jika pendidikannya rendah
maka tingkat pengetahuan dan sikap dalam penggunaan APD juga
masih rendah.
E. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil “tahu” dan ini
terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengideraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmojo, 1993).
Pengetahuan merupakan salah satu unsur yang diperlukan
seseorang individu agar ia berbuat sesuatu, adapun unsur-unsur tersebut
yaitu:
a. Pengetahuan, pengertian, dan pemahaman tentang apa yang akan
dilakukannya.
b. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa
yang akan dilakukannya.
c. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh
kebutuhan yang dirasakannya.
Soekidjo Notoatmodjo menggunakan model teori Bloon, dijelaskan
bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
26
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan yang
diucapkan didalam domain kognitif mempunyai 6 lingkungan yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain dengan menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang telah
paham terhadap objek oleh materi harus dapat menjelskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnay, misalnya
penggunaan hukum-hukum, rumus atau metode-metode yaitu:
1. Analisis (Analysis)
Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen yang masih ada
27
kaitannya antara satu sama lain. Misalnya mengelompokkan,
membedakan dan sebagainya.
2. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun,
dapat merencanakan, dapat menyesuaikan dan sebagainya,
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
3. Evaluasi (Evaluation)
Dari uraian tersebut di atas dapat dilihat bahwa
pengetahuan itu memang suatu hal yang penting dalam
menunjukkan perilaku seseorang/individu.
Hubungan antara pengetahuan dengan alat pelindung diri
adalah jika pengetahuan petani tinggi dan petani bersikap
positip terhadap alat pelindung diri maka penerapan dalam
penggunaan alat pelindung diri akan maksimal yang pada
akhirnya petani akan terhindar dari resiko pemaparan pestisida
(Sudarta, 2009:1).
F. Tinjauan Umum Syarat Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan
perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma’mur, 1991:1).
28
Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-
bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD
dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang
diperlukan. Menurut ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat
Pelindung Diri adalah :
1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan
3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel
4. Bentuknya harus cukup menarik
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama
6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya
yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena
salah dalam menggunakannya
7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris
pemakainya
9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah
pemeliharaannya
29
Suma’mur (1994) menggolongkan alat pelindung diri menurut bagian
tubuh yang dilindunginya ke dalam 8 golongan yaitu :
1. Alat Pelindung Kepala
Tujuan dari penggunaan alat ini adalah melindungi kepala dari
bahaya terbentur dengan benda tajam atau keras yang menyebabkan
luka tergores, terpotong, tertusuk, terpukul oleh benda jatuh, melayang
dan meluncur, juga melindungi kepala dari panas radiasi, sengatan
arus listrik, api, percikan bahan-bahan kimia korosif dan mencegah
rambut rontok dengan bagian mesin yang berputar Jenisnya berupa
topi pengaman yang terbuat dari plastik, fiberglass, bakelite.
2. Alat Pelindung Mata
Masalah pencegahan yang paling sulit adalah kecelakaan pada
mata, oleh karena biasanya tenaga kerja menolak untuk memakai
pengaman yang dianggapnya mengganggu dan tidak enak dipakai.
Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari
kemungkinan kontak dengan bahaya karena percikan atau kemasukan
debu, gas, uap, cairan korosif partikel melayang, atau kena radiasi
gelombang elektromagnetik.
3. Alat Pelindung Muka
Alat Pelindung Muka digunakan untuk mencegah terkenanya muka
oleh partikel-partikel yang dapat melukai muka seperti terkena
30
percikan logam pada saat melakukan pengelasan. Alat pelindung
muka sekaligus pula dapat melindungi mata. Alat pelindung muka
yang biasa digunakan berupa tameng muka atau perisai muka seperti
goggles, helm pengelas dan topi penutup.
4. Alat Pelindung Telinga
Hilangnya pendengaran adalah kejadian umum di tempat kerja dan
sering dihiraukan karena gangguan suara tidak mengakibatkan luka.
Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dan
telinga dalam. Selain itu, alat ini melindungi pemakainya dari bahaya
percikan api atau logam panas misalnya pada saat pengelasan. Alat
pelindung telinga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
Sumbat telinga, Alat ini memberikan perlindungan yang paling
efektif karena langsung dimasukkan ke dalam telinga Tutup telinga.
Alat ini dipakai di luar telinga dan penutupnya terbuat dari sponge
untuk memberikan perlindungan yang baik
5. Alat Pelindung Pernafasan
Secara umum alat pelindung pernafasan dapat dibedakan menjadi 2
alat yaitu :Respirator, yang berfungsi membersihkan udara yang telah
terkontaminasi yang akan dihirup oleh pemakainya Breathing
Apparatus, yang mensuplay udara bersih atau oksigen kepada
pemakainya
31
6. Alat Pelindung Tangan
Alat Pelindung Tangan merupakan alat yang paling banyak
digunakan karena kecelakaan pada tangan adalah yang paling banyak
dari seluruh kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Pekerja harus
memakai pelindung tangan ketika terdapat kemungkinan terjadinya
kecelakaan seperti luka tangan karena benda-benda keras, luka gores,
terkena bahan kimia berbahaya, luka sengatan dan lain-lainnya.
7. Alat pelindung Kaki
Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari
bahaya kejatuhan benda-benda berat, terinjak benda yang berputar
melalui kjaki, kepercikan larutan asam dan basa yang korosif atau
cairan panas, menginjak benda tajam. Sepatu pelindung dan boot
harus memiliki ujung sepatu yang terbuat dari baja dan solenya dapat
menahan kebocoran. Ketika bekerja di tempat yang mengandung aliran
listrik, maka harus digunakan sepatu tanpa logam yang dapat
menghantarkan aliran listrik. Jika bekerja di tempat biasa maka harus
vdigunakan sepatu yang tidak mudah tergelincir, sepatu yang terbuat
dari karet harus digunakan ketika bekerja dengan bahan kimia.
8. Pakaian pelindung
Pakaian pelindung dapat berbentuk APRON yang menutupi
sebagian dari tubuh yaitu mulai dari dada sampai lutut dan overalla
32
yang menutup seluruh badan. Pakaian pelindung digunakan untuk
melindungi pemakainya dari percikan cairan, api, larutan bahan kimia
korosif dan oli, cuaca kerja (panas, dingin, dan kelembapan). APRON
dapat dibuat dari kain, kulit, plastik, karet, asbes atau kain yang dilapisi
aluminium. Perlu diingat bahwa APRON tidak boleh dipakai di tempat-
tempat kerja yang terdapat mesin berputar.
G. Tinjauan Umum Tentang Gangguan Kesehatan
Di seluruh dunia, para petani dan keluarganya yang memakai
pestisida atau tinggal dekat dengan orang lain yang memakai pestisida.
Kekuatiran mereka yang utama adalah bagaimana pestisida ini dapat
mempengaruhi kesehatan meraka. Bukan hanya para petani atau para
pekerja yang menyemprot pestisida saja yang perlu diperhatikan. Para
keluarga dan tetangga yang tinggal dekat mereka juga perlu diperhatikan.
Ibu-ibu hamil juga harus memperhatikan anak dalam kandungannya.
Ternak, ikan dan burung juga harus diperhatikan. Masyarakat dengan air
atau makanan yang dapat terkontaminasi pestisida harus diperhatikan.
Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida
karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya,
misalnya pusing dan kudis. Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini
tidak muncul dengan cepat, seperti gangguan sistem syaraf atau kanker,
33
orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh
pestisida. (Hasan, 2004:1)
Pestisida meracuni manusia melalui kulit. Hal ini dapat terjadi apabila
pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit. Ketika petani
memegang tanaman yang baru saja disemprot, ketika pestisida terkena
pada kulit atau pakaian, ketika petani mencampur pestisida tanpa sarung
tangan, atau ketika anggota keluarga mencuci pakaian yang telah
terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja lapangan, cara keracunan
yang paling sering terjadi adalah melalui kulit. (Hasan, 2004:1).
Semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi kesehatan. Ada
dua tipe keracunan, yaitu keracunan langsung dan jangka panjang.
Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan
langsung pada saat itu. Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan
pada kesehatan membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang.
Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau
bahkan bertahun-tahun setelah terkena pestisida. Beberapa efek
kesehatan akut adalah:
1. Pusing
2. Sakit kepala
3. Mual
4. Kudis
34
5. Muntah-muntah
6. Sakit dada
7. Kram
8. Sulit bernafas
9. Kabur
10.Diare
11.Keringat berlebihan
12.Kematian
Hubungan antara gangguan kesehatan dengan alat pelindung diri
yaitu pemakaian alat pelindung diri (APD) memegang peranan penting
dalam gangguan kesehatan. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
ada hubungan antara pemakaian APD dengan kejadian keracunan atau
gangguan kesehatan yang dialami petani. Pada umumnya perilaku
petani menggunakan APD yang tidak lengkap. Pada umumnya mereka
hanya menggunakan rata-rata 3 APD yang berupa baju lengan panjang,
celana panjang dan topi (Afriyanto, 2009:1).
35
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian
Beradasarkan dari tinjauan pustaka yang telah diutarakan dalam bab
sebelumnya, maka landasan teori dan asumsi tentang kerangka konsep
yang akan diteliti adalah bagaimana hubungan kepatuhan petani untuk
menggunakan alat pelindung diri dalam penggunaan pestisida. Dalam hal
ini petani masih belum memperhatikan pentingnya menggunakan alat
pelindung diri dalam penggunaan pestisida.
Dalam penelitian ini hubungan kepatuhan petani akan dilihat dari
variabel-variabel yang akan diteliti yaitu, pada variabel karakteristik yaitu
umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan yang dilihat adalah suatu
tindakan yang menjadi tolak ukur untuk mengetahui bagaimana
pemahaman petani sekilas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya
termasuk dalam keputusan pada kepatuhan menggunakan alat pelindung
diri pada saat bekerja, variabel pengetahuan yang dilihat adalah adanya
pengetahuan petani menggunakan alat pelindung diri, sikap yang dilihat
adalah bagaimana penilaian petani terhadap kepatuhan menggunakan
alat pelindung diri, variabel tindakan yang dilihat bagaiman kepatuhan
petani menggunakan alat pelindung diri, dan untuk variabel gangguan
36
kesehatan yang dilihat adalah gangguan kesehatan yang dirasakan atau
dampak kesehatan yang dirasakan oleh si petani yang menggunakan
pestisida tanpa alat pelindung diri.
B. Bagan Pola Pikir Variabel
Keterangan :
: Variabel Dependen
: Variabel Independen
Karaktersitik :1. Umur2. Jenis Kelamin3. Tingkat Pendidikan
Pengetahuan
Syarat APD
Gangguan Kesehatan
Menggunakan Alat Pelindung Diri
37
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Yang dimaksud penggunaan alat pelindung diri dalam penelitian ini
adalah bagaimana penggunaan petani menggunakan alat pelindung
diri berupa, pakaian pelindung, topi, sepatu boot, pelindung muka,
pada penggunaan pestisida.
Kriteria Objektif :
Patuh : Jika menggunakan semua dari alat pelindung diri
(pakaian pelindung, topi,sepatu boot dan pelindung
muka).
Tidak Patuh : Jika tidak menggunakan semua alat pelindung diri
diatas.
2. Karakteristik
1. Umur
Yang di maksud dengan umur dalam penelitian ini adalah umur
petani yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir.
2. Jenis Kelamin
Yang di maksud dengan jenis kelamin dalam penelitian ini adalah
jenis kelamin berdasarkan fisik (dari luar).
38
3. Tingkat Pendidikan
Yang dimaksud tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah
jenjang pendidikan yang telah dilalui dan ditamatkan oleh petani
serta mendapatkan ijazah.
Kriteria Objektif :
Rendah : Jika pendidikan petani hanya sampai pada tingkat
SD sampai SMP
Tinggi : Jika pendidikan petani lebih tinggi dari tingkat SMP
sampai Perguruan Tinggi.
3. Pengetahuan
Yang dimaksud pengetahuan dalam penelitian ini adalah apa yang
diketahui petani tentang alat pelindung diri.
Kriteria Objektif :
Cukup : Apabila memperoleh skor nilai ≥ 62.5% dari total
pertanyaan pengetahuan petani tentang APD.
Kurang : Apabila memperoleh skor nilai < 62.5% dari total
pertanyaan pengetahuan petani tentang APD.
Cara Perhitungan Kriteria Objektif
Jumlah pertanyaan : 6
Range nilai jawaban : 1-4
Skor tertinggi : Jumlah pertanyaan x bobot tertinggi
39
: 6x 4
: 24 (100%)
Skor terendah : Jumlah pertanyaan x bobot terendah
: 6 x 1
: 6 (25%)
Skor terendah diperoleh jika responden hanya mampu menjawab
(6/24x100% = 25%), 25% dari seluruh pertanyaan.
Skor antara : skor tertinggi – skor terendah
: 100% - 25%
: 75%
Kriteria objektif sebanyak 2 kategori (cukup dan kurang)
Interval : skor antara / kategori
:75/2
:37.5%
Skor standar : 100% - 37.5%
: 62.5%
Sehingga :
Dikatakan Cukup bila jawaban responden ≥ 62.5%
Dikatakan Kurang bila jawaban responden < 62.5%
40
4. Syarat APD
Yang dimaksud syarat APD dalam penelitian ini adalah alat pelindung
diri yang di pakai oleh petani sudah sesuai dengan syarat APD yang
dikeluarkan oleh HIPERKES.
Kriteria Objektif :
Memenuhi syarat : Jika APD yang digunakan petani sesuai
dengan syarat dari Hiperkes
Tidak memenuhi syarat : Jika APD yang digunakan petani tidak
sesuai dengan syarat dari Hiperkes
5. Gangguan Kesehatan
Yang dimaksud dalam gangguan kesehatan dalam penelitian ini
adalah apakah petani pernah mengalami keterpaparan atau dampak
kesehatan akibat penggunaan pestisida dengan tidak menggunakan
alat pelindung diri.
Kriteria Objektif :
Pernah Mengalami : Jika petani pernah mengalami salah
satu gejala pusing, sakit kepala, mual,
kudis, muntah-muntah, sakit dada,
kram, sulit bernapas, kabur, diare, dan
keringat berlebihan.
41
Tidak pernah : Jika petani tidak pernah mengalami
gejala-gejala diatas.
D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nol (Ho) adalah sebagai berikut :
a. Tidak ada hubungan antara karakteristik umur, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan petani pengguna pestisida dengan penggunaan
alat pelindung diri di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010.
b. Tidak ada hubungan antara pengetahuan petani pengguna pestisida
dengan penggunaan alat pelindung diri di Kelurahan Teppo
Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010.
c. Tidak ada hubungan antara syarat alat pelindung diri pengguna
pestisida dengan penggunaan alat pelindung diri di Kelurahan Teppo
Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010.
d. Tidak ada hubungan antara gangguan kesehatan petani pengguna
pestisida dengan penggunaan alat pelindung diri di Kelurahan Teppo
Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010.
2. Hipotesisi Alterrnatif (Ha) adalah sebagai berikut :
a. Ada hubungan antara karakteristik umur, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan petani dengan penggunaan alat pelindung diri pada saat
42
menggunakan pestisida di Kelurahan Teppo Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010.
b. Ada hubungan antara pengetahuan petani dengan penggunaan alat
pelindung diri pada saat menggunakan pestisida di Kelurahan
Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010.
c. Ada hubungan antara sikap petani dengan penggunaan alat
pelindung diri pada saat menggunakan pestisida di Kelurahan
Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010.
d. Ada hubungan antara gangguan kesehatan petani dengan
penggunaan alat pelindung diri pada saat menggunakan pestisida di
Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang
Tahun 2010.
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan metode penelitian survei analitik
dengan rancangan cross sectional study, yaitu untuk menilai hubungan
antara tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan gangguan kesehatan
dengan penggunaan alat pelindung diri dalam menggunakan pestisida di
Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun
2010.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Teppo Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang ada di
Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang yang
berjumlah 721 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang termasuk dalam
kelompok tani yang ada di Kelurahan Teppo Kecamatan patampanua
44
Kabupaten Pinrang. Dan untuk menentukan besar sampel maka
digunakan rumus :
n=N
1+N (d ) ²
n= 7211+721 (0,05 ) ²
n=7211+1,80
n=257.5
n=258 sampel
Keterangan :
n = Besarnya sampel
N = Besarnya Populasi
d = Tingkat kemaknaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
3. Cara Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik “simple random
sampling” yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana.
D. Pengumpulan Data
1. Data PrimerDiperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung
dan menggunakan kuesioner yang telah disusun berdasarkan tujuan
penelitian.
45
2. Data Sekunder
Diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini, yaitu kantor
pertanian Patampanua Kabupaten Pinrang.
E. Pengolahan Data dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan komputerisasi melalui program SPSS.
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase
yang disertai dengan penjelasan.
F. Analisis dan Interpretasi Data
Data yang diperoleh dari hasil kuesioner kemudian diolah dengan
menggunakan program SPSS. Penyajian data disajikan dalam bentuk
tabel dan dilengkapi dengan narasi. Adapun uji statistik yang akan
digunakan meliputi :
1. Untuk mengetahui deskripsi dari semua variabel penelitian
(independent dan dependent) akan digunakan analisis univariat.
2. Untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan, sikap,
tindakan, dan gangguan kesehatan pada pengguna alat pelindung
diri pada penggunaan pestisida akan digunakan analisis bivariat. Uji
statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan tingkat
kemaknaan (α = 0,05) dan derajat kebebasan (df) = 1
Rumus :
46
X 2=∑ (0−E )2
E
Keterangan :
X2 = Chi square
0 = Nilai yang diamati
E = Nilai yang diharapkan
3. Interpretasi Data
a. Bila p value < 0,05 maka Ho ditolak berarti terdapat hubungan
yang bermakna antara variabel yang diteliti.
b. Bila p value ≥ 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan
yang bermakna antara variabel yang diteliti.
47
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
1. Geografis dan Demografis
Teppo adalah nama Kelurahan di Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang dengan Luas Wilayah 1,112 Ha, dengan batas
wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Benteng
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tonyamang
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Pincara
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Maccarina
Secara geografis wilayah Keluraha Teppo menurut
penggunaannya, pemukiman umum sebanyak ± 638 Ha,
perkantoran ± 2 Ha, sekolah 5 Ha, tempat peribadatan 3 Ha,
perkebunan 411 Ha, jalan 417 Ha, pertanian 592 Ha, lapangan
olah raga ± 1 Ha, keadaan kondisi geografis tinggi tempat dari
permukaan laut 0,5, keadaan suhu rata-rata 29 ºC, dengan jumlah
penduduk 17.225 jiwa, dengan persebaran rata-rata : laki-laki
sebanyak 15.215 jiwa dan perempuan 1.940 jiwa.
48
2. Keadaan Sosial Masyarakat
a. Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat di Kelurahan Teppo pada
umumnya adalah petani yaitu sebanyak 721 orang, sisanya
perkebunan 25 orang, peternakan 5 orang,wiraswasta ± 12
orang, PNS ± 100 orang
b. Tingkat Pendidikan
Masyarakat di Kelurahan Teppo rata-rata memiliki tingkat
pendidikan tamat SD sebanyak 457 orang.
B. Hasil Penelitian
Pengumpulan data ini di lakukan di Kelurahan Teppo Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang, dari tanggal 16 April sampai 21 April
2010. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian kuesioner
kepada responden, yang dalam penelitian ini adalah petani pengguna
pestisida dengan jumlah responden sebanyak 258 orang responden.
Adapun hasil penelitian yang diperoleh yaitu sebagai berikut:
1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penelitian
Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang digunakan,
yang terdiri dari variable dependen dan variabel independen.
Variabel dependen yaitu karakteristik responden, pengetahuan
49
responden tentang APD, syarat APD dan gangguan kesehatan
yang timbul akibat tidak menggunakan APD; sedangkan variabel
independennya yaitu penggunaan APD.
a. Variabel Dependen
1. Karakteristik
a. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur
Tabel 5.1 pada halaman selanjutnya menunjukkan
bahwa distribusi responden berdasarkan kelompok umur
petani tertinggi berada pada umur 30-39 tahun yaitu
sebanyak 76 orang (29,5%), dan kelompok umur petani
terendah berada pada umur ≥ 60 tahun yaitu sebanyak 22
orang (8,5%).
Table 5.1Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur Di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Kelompok Umur
Jumlah (N) Persen (%)
20-29 41 15,9
30-39 76 29,5
40-49 62 24,0
50-59 57 22,1
≥ 60 22 8,5
50
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
b. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin
Tabel 5.2Distribusi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin di
Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Jenis Kelamin
Jumlah (N) Persen (%)
Laki-Laki 256 99,2Perempuan 2 0,8
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
Table 5.2 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu
256 orang (99,2%), dan jenis kelamin paling sedikit adalah
perempuan yaitu 2 orang (0,8%).
c. Karakteritik Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Pendidikan Jumlah (N) Persen (%)TT.SD 45 17,4
Tamat SD 61 23,6Tamat SMP 87 33,7Tamat SMA 60 23,3Perguruan
Tinggi5 1,9
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
51
Table 5.3 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan tingkat pendidikan petani terbanyak adalah
tamat SMP yaitu 87 orang (33,7%) dan tingkat pendidikan
petani yang paling sedikit adalah perguruan tinggi yaitu 5
orang (1,9%).
2. Pengetahuan Petani
a. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Pengertian APD
Table 5.4Distribusi Pengetahuan Petani Pengguna Pestisida Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pengertian
APD di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Pengertian APDJumlah
(N)Persen
(%)Alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam bekerja
189 73,3
Alat yang mempunyai kemampuan untuk membantu seseorang dalam bekerja
37 14,3
Alat yang digunakan untuk menanam padi
17 6,6
Alat yang digunakan untuk memanen padi
155,8
Jumlah 258 100
Sumber : Data Primer 2010
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan pengetahuan petani tentang pengertian
APD adalah, dari 258 responden terdapat 189 (73,3%)
52
responden yang menjawab benar, dan terdapat 15
(5,85%) responden yang menjawab salah.
b. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Manfaat Penggunaan APD
Tabel 5.5Distribusi Pengetahuan Petani Pengguna Pestisida
Berdasarkan Manfaat Penggunaan APD di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Manfaat Penggunaan APDJumlah
(N)Persen
(%)Untuk melindungi tubuh dari pemaparan pestisida
107 41,5
Untuk terhindar dari penyakit yang mungkin terjadi
96 37,2
Untuk terhindar dari sinar matahari pada saat bekerja
37 14,3
Untuk terhindar dari serangan hewan buas
18 7
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan pengetahuan petani tentang manfaat
penggunaan APD adalah, dari 258 responden terdapat
107 (41,5 %) responden yang menjawab dengan benar,
dan terdapat 18 (7%) responden yang manjawab salah.
c. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Contoh APD
Tabel 5.6 pada halaman selanjutnya menunjukkan
bahwa distribusi responden berdasarkan pengetahuan
53
petani tentang contoh APD adalah, dari 258 responden
terdapat 182 (70,5 %) responden yang menjawab
dengan benar, dan terdapat 2 (0,8%) responden yang
menjawab salah.
Tabel 5.6Distribusi Pengetahuan Petani Pengguna Pestisida
Berdasarkan Contoh Dari Alat Pelindung Diri Di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Contoh dari APDJumlah
(N)Persen
(%)Baju lengan panjang, celana panjang, pelindung muka, sarung tangan, dan sepatu boot.
182 70,5
Baju lengan panjang, celana panjang, masker, sarung tangan, dan baju lengan panjang.
74 28,7
Sarung, celana pendek, sandal jepit, dan sepatu.
0 0
Sapu tangan, tissue dan baju dalam.
2 0,8
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
d. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Syarat Sarung Tangan Yang Baik
Tabel 5.7 pada halaman selanjutnya menunjukkan
bahwa distribusi responden berdasarkan pengetahuan
petani tentang syarat sarung tangan yang baik
digunakan sebagai APD adalah, dari 258 responden
terdapat 219 (84,9%) responden yang menjawab dengan
54
benar dan terdapat 3 (1,2%) responden yang menjawab
salah.
Table 5.7Distribusi Pengetahuan Pengetahuan Petani
Berdasarkan Syarat Sarung Tangan Yang Baik Di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Syarat APDJumlah
(N)Persen
%Sarung tangan harus panjang sehingga menutupi pergelangan tangan
219 84,9
Sarung tangan harus panjang sehingga menutupi pergelangan tangan hingga siku
34 13,2
Sarung tangan harus besar dan panjang
2 0,8
Sarung tangan harus besar dan pendek
3 1,2
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
e. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Syarat Pelindung Muka Yang Baik Digunakan Sebagai APD
Tabel 5.8Distribusi Pengetahuan Petani Pengguna
Pestisida Berdasarkan Syarat Pelindung Muka Yang Baik Di Kelurahan Teppo Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Syarat Pelindung MukaJumlah (N)
Persen (%)
Transparan yang anti api 149 57,8Terbuat dari bahan plastic yang transparan
78 30,2
Terbuat darikain katun 28 10,9Terbuat dari kain sutra 3 1,2
55
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan pengetahuan petani tentang syarat
pelindung muka yang baik digunakan sebagai APD
adalah, dari 258 terdapat 149 (57,8%) responden yang
menjawab dengan benar dan terdapat 3 (1,2%)
responden yang menjawab salah.
f. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Yang Di Timbulkan Dari Penggunaan Pestisida Tanpa Menggunakan APD
Tabel 5.9Distribusi Pengetahuan Petani Pengguna Pestisida
Berdasarkan Penyakit Yang Mungkin Di Timbulkan Dari Penggunaan Pestisida Tanpa Menggunakan APD
Di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
PenyakitJumlah
(N)Persen
%Pusing, sakit kepala, mual, kudis, dan sulit bernafas
190 73,6
Sakit kepala, batuk-batuk, flu, dan hipertensi
62 24
Hipertensi, diabetes, tipus, dan malaria
0 0
Malaria,filariasis, magg, dan kurang darah
6 2,3
Jumlah 258 100 Sumber : Data Primer 2010
56
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan pengetahuan petani tentang penyakit yang
mungkin timbul dari penggunaan pestisida tanpa
menggunakan APD adalah, dari 258 responden terdapat
190 (73,6%) yang menjawab dengan benar, dan 6
(2,3%) yang menjawab salah.
3. Kesesuaian APD yang digunakan dengan Syarat APD
oleh HIPERKES
Tabel 5.10Distribusi Responden Berdasarkan Syarat APD Di
Kelurahan Teppo kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Syarat APDYa Tidak Jumlah
N % N % N %
APD harus memberikan perlindungan yang adekuat
231 89,5 27 10,5 258 100
Berat alat seringan mungkin
243 94,2 15 5,8 258 100
Alat harus dapat dipakai secara fleksibel
168 65,1 90 34,9 258 100
Bentuknya harus cukup menarik
118 45,7 140 54,3 258 100
Alat tidak menumbulkan bahaya
228 88,4 30 11,6 258 100
Alat harus memenuhi standar yang telah ada
216 83,7 42 16,3 258 100
57
Alat tidak membatasi gerakan
240 93,0 18 7,0 258 100
Suku cadang harus mudah di dapat
242 93,8 16 6,2 258 100
Sumber : Data Primer 2010
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan kesesuaian APD yang digunakan dengan syarat
APD oleh HIPERKES yang tertinggi adalah berat alat harus
seringan mungkin dengan jumlah jawaban responden yaitu
sebanyak 243 (94,2%), dan yang terendah adalah bentuk
APD harus cukup menarik dengan jumlah jawaban
responden yaitu sebanyak 118 (45,7%).
4. Gangguan Kesehatan
Tabel 5.11Distribusi Berdasarkan Gangguan Kesehatan Yang Pernah Dialami Petani Pengguna Pestisida Tanpa Menggunakan
APD Di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Gejala Gangguan Kesehatan
Ya Tidak Jumlah
N % N % N %
Pusing 214 82,9 44 17,1 258 100Sakit Kepala 196 76,0 62 24,0 258 100Mual 86 33,3 172 66,7 258 100Kudis 41 15,9 217 84,1 258 100Muntah-muntah 61 23,6 197 76,4 258 100Sakit dada 103 39,9 155 60,1 258 100Kram 114 44,2 144 55,8 258 100Sulit bernafas 134 51,9 124 48,1 258 100Kabur 71 27,5 187 72,5 258 100Diare 52 20,2 206 79,8 258 100Keringat berlebihan
174 67,4 84 32,6 258 100
58
Sumber : Data Primer 2010
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan gangguan kesehatan yang pernah dialami oleh
petani karena tidak menggunakan APD, tertinggi adalah
pusing dengan jumlah responden sebanyak 214 (82,9%) dan
terendah adalah kudis dengan jumlah responden sebanyak
41 (15,9%)
b. Variabel Independen
Pada penelitian ini yang menjadi variable independen adalah
penggunaan APD, dan hasil penelitian yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
Table 5.12Distribusi Berdasarkan Penggunaan APD Pada Petani
Pengguna Pestisida di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang
Tahun 2010
Alat PelindungDiri
Ya Tidak Jumlah
N % N % N %Menggunakan Sarung Tangan
106 41,1 152 58,9 258 100
Menggunakan pakaian pelindung
203 78,7 55 21,3 258 100
Menggunakan topi
239 92,6 19 7,4 258 100
Menggunakan sepatu boot
119 46,1 139 53,9 258 100
Menggunakan pelindung
170 65,9 88 34,1 258 100
59
muka Sumber : Data Primer 2010
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan penggunaan alat pelindung diri tertinggi yaitu pada
penggunaan topi yaitu sebanyak 239 orang (92,6%), dan paling
sedikit adalah yang menggunakan sarung tangan yaitu 106
orang (41,1%).
2. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Antar Variabel Penelitian
a. Hubungan Antara Karakteristik Dengan Penggunaan APD
1. Hubungan Antara Karakteristik Umur Dengan Penggunaan APD
Tabel 5.13Hubungan Karakteristik Umur Dengan Penggunaan APD Pada Petani Pengguna Pestisida di Kelurahan Teppo
Kecamatan Patampanua Kabupaten PinrangTahun 2010
Kelompok Umur
Ya Tidak JumlahpValue
N % N % N %
20-2930-3940-4950-59≥ 60
10211033
24,427,616,15,3
13,6
3155525419
75,672,483,994,786,4
258258258258258
100100100100100
0,014
Sumber : Data Primer 2010
Tabel 5.13 bahwa distribusi responden berdasarkan
kelompok umur petani tertinggi berada pada umur 30-39
60
tahun yaitu sebanyak 76 orang (29,5%), dan kelompok umur
petani terendah berada pada umur ≥ 60 tahun yaitu
sebanyak 22 orang (8,5%). Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh nilai probabilitas (p Value) = 0,014 < nilai alpha (α
= 0,05) sehingga Ho ditolak dengan interpretasi bahwa ada
hubungan yang bermakna antara karakteristik umur dengan
penggunaan APD.
2. Hubungan Antara Karakteristik Jenis Kelamin Dengan
Penggunaan APD
Tabel 5.14Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Dengan
Penggunaan APD Pada Petani Pengguna Pestisida di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Jenis Kelamin
Ya Tidak Jumlah pValue
N %N % N %
1,000Laki-Laki47
18,4 209 81,6 25
8
100
Perempuan 0 0 2 18,4 Sumber : Data Primer 2010
Table 5.14 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu
256 orang (99,2%), dan jenis kelamin paling sedikit adalah
61
perempuan yaitu 2 orang (0,8%). Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh nilai probabilitas (p Value) = 1,000 > nilai
alpha (α = 0,05) sehingga Ho diterima dengan interpretasi
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
karakteristik jenis kelamin dengan penggunaan APD.
3. Hubungan Antara Karakteristik Pendidikan Dengan
Penggunaan APD
Tabel 5.15Hubungan Karakteristik Pendidikan
Dengan Penggunaan APD Pada Petani Pengguna Pestisida di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
PendidikanYa Tidak Jumlah
pValueN % N % N %
Rendah 22 11,4 171 88,6
258100
0,000
Tinggi 25 38,5 40 61,5
Sumber : Data Primer 2010
Table 5.15 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan tingkat pendidikan petani terbanyak adalah
tamat SMP yaitu 87 orang (33,7%) dan tingkat pendidikan
petani yang paling sedikit adalah perguruan tinggi yaitu 5
orang (1,9%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai
probabilitas (p Value) = 0,000 < nilai alpha (α = 0,05)
62
sehingga Ho ditolak dengan interpretasi bahwa ada
hubungan yang bermakna antara karakteristik pendidikan
dengan penggunaan APD.
b. Hubungan Antara Pengetahuan Petani Dengan
Penggunaan APD
Tabel 5.16Hubungan Antara Pengetahuan Petani
Dengan Penggunaan APD Pada Petani Pengguna Pestisida di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Pengetahuan
Ya Tidak Jumlahp
ValueN % N % N %
Kurang 0 0 2 1,6 258 1001,000
Cukup 47 18,4 209 81,6 Sumber : Data Primer 2010
Table 5.16 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan pengetahuan petani terbanyak adalah cukup yaitu
256 (99,2%) responden dan pengetahuan petani yang paling
sedikit adalah kurang yaitu 2 (0,8%) responden. Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p Value) = 1,000 >
nilai alpha (α = 0,05) sehingga Ho diterima dengan interpretasi
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan penggunaan APD.
63
c. Hubungan Antara Syarat APD Dengan Penggunaan APD
Tabel 5.17 pada halaman selanjutnya menunjukkan bahwa
distribusi responden berdasarkan kesesuaian APD yang
digunakan petani dengan syarat APD yang dikeluarkan oleh
HIPERKES yaitu terdapat 72 (27,9%) responden yang
menggunakan APD sesuai dengan syarat, dan 186 (72,1%)
responden yang menggunakan APD tidak sesuai dengan
syarat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas
(p Value) = 0,000 < nilai alpha (α = 0,05) sehingga Ho ditolak
dengan interpretasi bahwa ada hubungan yang bermakna
antara syarat APD dengan penggunaan APD.
Tabel 5.17Hubungan Antara Syarat APD Dengan Penggunaan
APD Pada Petani Pengguna Pestisida di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Syarat APDYa Tidak Jumlah p
ValueN % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat
21 11,3 165 88,7258 100 0,000
Memenuhi Syarat 26 36,1 46 63,9 Sumber : Data Primer 2010
d. Hubungan Antara Gangguan Kesehatan Dengan
Penggunaan APD
64
Table 5.18 pada halaman selanjutnya menunjukkan bahwa
distribusi responden berdasarkan gangguan kesehatan yang
pernah dialami petani terbanyak adalah pernah mengalami
yaitu 251 (97,3%) responden dan yang paling sedikit adalah
tidak pernah mengalami 7 (2,7%) responden. Berdasarkan hasil
uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p Value) = 0,356 < nilai
alpha (α = 0,05) sehingga Ho ditolak dengan interpretasi bahwa
ada hubungan yang bermakna antara gangguan kesehatan
dengan penggunaan APD.
Tabel 5.18Hubungan Antara Gangguan Kesehatan Yang Dialami
Petani Dengan Penggunaan APD Pada Petani Pengguna Pestisida di Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang Tahun 2010
Gangguan
Kesehatan
Ya Tidak Jumlah p
ValueN % N % N %
Pernah
Mengalami47 18,7 204 81,3
258 100 0,356Tidak Pernah
Mengalami0 0 7 100
Sumber : Data Primer 2010
C. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup
65
maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima
belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu
dihitung.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 258
responden yang ada kelompok umur responden tertinggi
berada pada kelompok umur 30-39 yaitu sebanyak 76 (29,5%)
dengan jumlah yang menggunakan APD adalah sebanyak 21
(27,6%) dan yang tidak menggunakan APD adalah sebanyak
55 (72,4%); sedangkan kelompok umur terendah adalah umur ≥
60 tahun yaitu sebanyak 22 (8,5%) dengan jumlah yang
menggunakan APD adalah sebanyak 3 (13,65%), dan yang
tidak menggunakan APD adalah sebanyak 19 (86,4%).
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara karakteristik umur
responden dengan penggunaan APD, dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa kelompok umur terbanyak adalah pada
umur 30-39 tahun dan merupakan kelompok umur pekerja yang
masih muda, yang pada umumnya mempunyai fisik lebih kuat,
dinamis, dan kreatif, serta yang paling banyak menggunakan
APD, meskipun masih ada pada kelompok umur ini yang tidak
menggunakan APD . Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor
66
lain misalnya faktor kemalasan atau masa bodoh; sedangkan
kelompok umur yang paling rendah adalah ≥ 60 tahun, yang
merupakan usia yang memasuki masa senja dan memiliki fisik
yang sudah tidak kuat untuk bekerja lagi, dan kurang
memperhatikan perkembangan teknologi dan cenderung kearah
yang lebih tardisional, sehingga merupakan kelompok umur
yang sangat sedikit menggunakan APD.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian dari
Meilani Astining Asih dengan judul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Alat Pelindung Diri Pada Tenaga Kerja
Bagian Produksi Divisi PM 6 PT. PURA BARUTAMA KUDUS
Tahun 2005, hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada
hubungan antara karakteristik umur dengan penggunaan APD.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk
dalam Suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat
digunakannya proses reproduksi seksual untuk
mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin
dikaitkan pula dengan aspek gender, karena terjadi diferensiasi
peran sosial yang dilekatkan pada masing-masing jenis
kelamin. Pada masyarakat yang mengenal "machoisme",
67
umpamanya, seorang laki-laki diharuskan berperan secara
maskulin ("jantan" dalam bahasa sehari-hari) dan perempuan
berperan secara feminin.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 258
responden yang ada terdapat 256 (99,2%) responden yang
berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah yang menggunakan
APD adalah 47 (18,4%) dan yang tidak menggunakan APD
adalah 209 (81,6%); sedangkan responden perempuan
sebanyak 2 (0,8%) responden dan keduanya tidak
menggunakan APD.
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang berarti antara jenis kelamin dengan
penggunaan APD itu sendiri, sebab baik responden laki-laki
atau perempuan masih banyak yang tidak menggunakan APD.
Hasil penelitian ini
c. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan
biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda,
mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk
untuk menghasilkan kesinambungan sosial.
68
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 258
responden terdapat 193 (74,8%) yang berpendidikan rendah
dengan jumlah yang menggunakan APD sebanyak 22 (11,45),
dan yang tidak menggunakan APD sebanyak 171 (88,6%);
sedangkan terdapat 65 (25,5%) yang berpendidikan tinggi
dengan jumlah yang menggunakan APD sebanyak 40 (61,55%)
dan yang tidak menggunakan sebanyak 25 (38,55%).
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan
responden dengan penggunaan APD, hal ini menunjukkan
bahwa responden yang berpendidikan rendah lebih banyak
yang tidak menggunakan APD jika dibandingkan dengan
responden yang berpendidikan tinggi, meskipun masih ada
responden yang berpendidikan tinggi yang tidak menggunakan
APD hal ini dapat disebabkan oleh faktor lain misalnya faktor
kebiasaan dan kemalasan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Endro Hari
Yulianto yang berjudul Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Petani Dalam
Penyemprotan Hama, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
69
ada hubungan antara tingkat pendidikan petani dengan
pengguanaan APD.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengetahuan petani tentang pengertian APD, manfaat APD, contoh
APD, syarat APD, dan penyakit yang ditimbul jika melakukan
penyemprotan dengan pestisida tanpa menggunakan APD.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 258
responden yang ada, sebanyak 256 (99,2%) responden memiliki
pengetahuan cukup tentang APD, dengan jumlah responden yang
tidak menggunakan APD sebanyak 209 (81,6%) responden dan
yang menggunakan APD 47 (18,4%) responden; sedangkan
sebanyak 2 (0,8%) responden yang memiliki tingkat pengetahuan
kurang tentang APD, dan kedunya tidak patuh menggunakan APD.
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara pengetahuan petani tentang APD
dengan penggunaan APD itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun tingkat pengetahuan petani lebih dominan pada yang
70
memiliki pengetahuan cukup, mereka tetap tidak menggunakan
menggunakan APD.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Meilani Astining Asih dengan judul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Alat Pelindung Diri Pada Tenaga Kerja
Bagian Produksi Divisi PM 6 PT. PURA BARUTAMA KUDUS
Tahun 2005. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian APD.
3. Syarat APD
Syarat APD menurut HIPERKES yang baik adalah APD harus
dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya
spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja, berat alay
hendaknya seringahn mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan, alat harus
dapat dipakai secara fleksibel, bentuknya harus cukup menarik,
alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagai
pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahannya yang tidak
tepat atau karena salah dalam menggunakannya, alat pelindung
harus memenuhi standar yang telah ada, alat tersebut tidak
membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya, suku
71
cadangnya harus muda didaptkan guna memepermudah
pemeliharaannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dari 258 jumlah
responden yang ada sebanyak 186 (72,1%) responden yang
penggunaan APD nya tidak memenuhi syarat, dengan jumlah yang
menggunakan APD adalah 21 (11,3%) dan yang tidak
menggunakan APD adalah 165 (88,7%); sedangkan yang
pengguaan APD nya memenuhi syarat adalah sebanyak 72
(27,9%) responden, dengan jumlah yang menggunakan APD
adalah 26 (36,1%) dan yang tidak menggunakan APD adalah 46
(63,9%) responden.
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa
ada hubungan antara syarat APD dengan penggunaan APD, hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak responden yang penggunaan
APD nya tidak memenuhi syarat tidak menggunakan APD, jika
dibandingkan dengan responden yang penggunaan APD nya
sesuai dengan syarat, begitupun dengan yang menggunakan APD,
lebih banyak yang menggunakan APD dari responden yang
penggunaan APD nya sesuai syarat jika dibandingkan dengan
responden yang penggunaan APD nya tidak memenuhi syarat.
72
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Lambang Satria Himmawan yang bejudul Pengaruh
Pemakaian Alat Pelindung Diri Terhadap Kapasitas Fungsi Paru
Petani Sayuran Pengguna Pestisida Semprot yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara syarat APD dengan penggunaan APD
itu sendiri.
4. Gangguan Kesehatan
Gangguan kesehatan adalah gangguan-gangguan yang terjdi
akibat terpapar suatu penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan fungsi tubuh dan dapat menghambat produktifitas
seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 258
responden terdapat 251 (97,3%) responden yang pernah
mengalami gangguan kesehatan dengan jumlah yang
menggunakan APD tapi tetap mengalami gangguan kesehatan
adalah 47 (18,7%), dan yang tidak menggunakan APD dan
mengalami gangguan kesehatan adalah 204 (96,7%); sedangkan
terdapat 7 (2,7%) responden yang tidak pernah mengalami
gangguan kesehatan tetapi tidak menggunakan APD.
73
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara gangguan kesehatan dengan
penggunaan APD, sebab ada responden yang tetap mengalami
gangguan kesehatan meskipun responden tersebut menggunakan
APD, dan adapula reponden yang tidak pernah mengalami
gangguan kesehatan meskipun tidak menggunakan APD. Hal ini
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu
kekebalan tubuh yang memungkinkan sesorang tidak mudah
mengalami gangguan kesehatan.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Afriyanto dengan judul Keracunan Pestisida Pada
Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kelurahan Bangdang
Kabupaten Semarang, yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara pemakaian APD dengan kejadian keracunan atau gangguan
kesehatan yang dialami petani.
74
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Penggunaan Petani
Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri Pada Pengguna Pestisida Di
Kelurahan Teppo Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Tahun
2010, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Untuk karakteristik umur hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
258 responden yang ada kelompok umur responden tertinggi
berada pada kelompok umur 30-39 yaitu sebanyak 76 (29,5%)
dengan jumlah yang menggunakan APD adalah sebanyak 21
(27,6%) dan yang tidak menggunakan APD adalah sebanyak 55
(72,4%); sedangkan kelompok umur terendah adalah umur ≥ 60
tahun yaitu sebanyak 22 (8,5%) dengan jumlah yang menggunakan
75
APD adalah sebanyak 3 (13,65%), dan yang tidak menggunakan
APD adalah sebanyak 19 (86,4%). Berdasarkan hasil analisis chi-
square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
karakteristik umur responden dengan penggunaan APD.
2. Untuk karakteristik jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan dari
258 responden yang ada terdapat 256 (99,2%) responden yang
berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah yang menggunakan APD
adalah 47 (18,4%) dan yang tidak menggunakan APD adalah 209
(81,6%); sedangkan responden perempuan sebanyak 2 (0,8%)
responden dan keduanya tidak menggunakan APD.
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang berarti antara jenis kelamin dengan
penggunaan APD.
3. Untuk karakteristik pendidikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 258 responden terdapat 193 (74,8%) yang berpendidikan
rendah dengan jumlah yang menggunakan APD sebanyak 22
(11,45), dan yang tidak menggunakan APD sebanyak 171 (88,6%);
sedangkan terdapat 65 (25,5%) yang berpendidikan tinggi dengan
jumlah yang menggunakan APD sebanyak 40 (61,55%) dan yang
tidak menggunakan sebanyak 25 (38,55%). Berdasarkan hasil
analisis chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang
76
bermakna antara tingkat pendidikan responden dengan
penggunaan APD.
4. Untuk variabel pengetahuan, hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 258 responden yang ada, sebanyak 256 (99,2%) responden
memiliki pengetahuan cukup tentang APD, dengan jumlah
responden yang tidak menggunakan APD sebanyak 209 (81,6%)
responden dan yang menggunakan APD 47 (18,4%) responden;
sedangkan sebanyak 2 (0,8%) responden yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang tentang APD, dan kedunya tidak patuh
menggunakan APD. Berdasarkan hasil analisis chi-square
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan
petani tentang APD dengan penggunaan APD.
5. Untuk variabel syarat APD, hasil penelitian yang diperoleh, dari
258 jumlah responden yang ada sebanyak 186 (72,1%) responden
yang penggunaan APD nya tidak memenuhi syarat, dengan jumlah
yang menggunakan APD adalah 21 (11,3%) dan yang tidak
menggunakan APD adalah 165 (88,7%); sedangkan yang
pengguaan APD nya memenuhi syarat adalah sebanyak 72
(27,9%) responden, dengan jumlah yang menggunakan APD
adalah 26 (36,1%) dan yang tidak menggunakan APD adalah 46
(63,9%) responden. Berdasarkan hasil analisis chi-square
77
menunjukkan bahwa ada hubungan antara syarat APD dengan
penggunaan APD.
6. Untuk variabel gangguan kesehatan hasil penelitian menunjukkan
bahwa, dari 258 responden terdapat 251 (97,3%) responden yang
pernah mengalami gangguan kesehatan dengan jumlah yang
menggunakan APD tapi tetap mengalami gangguan kesehatan
adalah 47 (18,7%), dan yang tidak menggunakan APD dan
mengalami gangguan kesehatan adalah 204 (96,7%); sedangkan
terdapat 7 (2,7%) responden yang tidak pernah mengalami
gangguan kesehatan tetapi tidak menggunakan APD.
Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara gangguan kesehatan dengan penggunaan
APD.
B. Saran
1. Disarankan bagi masyarakat khususnya para petani agar
memperahatikan penggunaan dari alat pelindung diri pada
pemakaian pestisida atau bahan kimia lainnya sehingga tidak
terjadi pemaparan terhadap petani itu sendiri.
2. Disarankan bagi Dinas Kesehatan/Puskesmas, agar meberikan
penyuluhan kepadapetani para petani akan bahaya pestisida dan
pentingnya menggunakan alt pelindung diri dengan APD yang baik
78
(memenuhi syarat) untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan akibat kerja, karena selama ini penyuluhan tentang
pestisida hanya dilakukan oleh PPL Pertanian, sehingga materi
tentang perlunya APD hanya sekilas dan materi bahaya pestisida
tidak luas.
3. Bagi Dinas Pertanian, agar memonitoring penggunaan pestisida
para petani karena penggunaan pestisida di kalangan petani tidak
lagi bersifat indikatif.