SKRIPSI
-
Upload
liza-hussein -
Category
Documents
-
view
12.626 -
download
0
Transcript of SKRIPSI
TINJAUAN LAMA PERAWATAN PASCA SEKSIO SESAREA DI INSTALASI RAWAT INAP OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE 1 JANUARI-31 DESEMBER 2006
SKRIPSI
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riausebagai pemenuhan salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
LIZA NOVITANIM. 0210333
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU2007
1
ABSTRAK
Tinjauan Lama Perawatan Pasca Seksio Sesareadi Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi
RSUD Arifin Achmad PekanbaruPeriode 1 Januari-31 Desember 2006
Oleh
LIZA NOVITA
Latar belakang: Masa perawatan setelah persalinan perabdominal lebih lama dibandingkan dengan setelah persalinan pervaginam. Seorang pasien yang baru menjalani seksio sesaria lebih aman bila diperbolehkan pulang pada hari keempat atau kelima post partum dengan syarat tidak terdapat komplikasi selama masa puerperium. Banyak hal yang dapat mempengaruhi lamanya perawatan di rumah sakit diantaranya adalah komplikasi, indikasi pembedahan, rencana pembedahan, penggunaan antibiotik dan jenis insisi abdomen.Tujuan: Mengetahui jumlah kasus pasca seksio sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006.Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan deskriptif retrospektif terhadap 99 pasien seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari. Pencatatan dilakukan terhadap lama hari perawatan, komplikasi, indikasi, rencana pembedahan, penggunaan antibiotik dan jenis insisi abdomen. Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.Hasil penelitian : Dari 99 sampel didapatkan bahwa lama hari perawatan terbanyak adalah 6-8 hari sebanyak 62,63%, komplikasi tersering adalah luka basah yaitu 48,49%, cephalopelvik disproporsi merupakan indikasi terbanyak yaitu 20,20%, sebanyak 86,87% kasus dilakukan pembedahan dalam keadaan darurat atau tidak terencana, sebagian besar kasus diberiakan antibiotik setelah pembedahan dilaksanakan yaitu sebanyak 94,95% dan sebanyak 33,33% insisi abdomen dilakukan dengan jenis longitudinal (midline).Kesimpulan: Sebagian besar kasus dirawat selama 6-8 hari, komplikasi tersering adalah luka basah, indikasi terbanyak adalah cephalopelvik disproporsi, seksio sesarea lebih banyak dilakukan dalam keadaan darurat atau tidak terencana, sebagian besar kasus diberikan antibiotik setelah pembedahan dilakukan dan jenis longitudinal merupakan jenis insisi abdomen terbanyak dilakukan.
Kata kunci: Seksio sesarea, lama perawatan, morbiditas pasca seksio sesarea.
2
ABSTRACT
Evaluation of Treatment Period After Secsio Cesarea at Department of Obstetric and Ginaecology
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru in Period 1th January-31th December 2006
By
LIZA NOVITA
Back ground: Period of treatment after the abdominal delivery longer then after the vaginal delivery. A new sectio caesarea patient is more safety if the patient allowed to leave the hospital after 4th or 5th days after fetus delivery with condition there was not complication in puerperium period. Many things could effected treatment period in hospital, they are; complication, indication for surgery, surgery planning, antibiotic consumptive, and type of abdominal surgery.Purpose: To know the amount of after section cesarean cases with treated period more than 5 days at department of obstetric and gynaecologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru in perio 1st January-31stDecember 2006.Design methods: The research is done to 99 sectio caesarea patient that was treated for more than 5 days. The noted is done to days of treatment, complication, indication, surgery planning, antibiotic consumptive, and type of abdominal surgery. Then, data will displayed in tables and diagrams.Results: From 99 samples known that the most period of treatment is 6-8 days (62,63%), the most complication is wet injury (48,49%), cephalopelvic disproportion is the most indication (20,20%), surgery are done to 86,89% case in emergency situation or non planning, more than half case given antibiotic after the surgery was done (94,95%), and 33,33% abdominal surgery are longitudinal (midline) type.Conclusion: Most from the case treated for 6-8 days, most complication is wet injury, most indication is cephalopelvic disproportion, sectio caesarea are more likely done in emergency or non planning situation, most of the case given antibiotic after the surgery and the longitudinal (midline) is the most abdominal surgery type.
Keywords: Sectio caesarea, period of treatment, and morbiditas pasca section caesarea.
3
KATA PENGANTAR
Assalammua’laikum wr.wb.
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kesehatan, motivasi dan
kekuatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
“Tinjauan Lama Perawatan Pasca Seksio Sesarea di Instalasi Rawat Inap Obstetri
dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember
2006”.
Skripsi ini diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riau sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked). Dalam
pelaksanaan Skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dan dorongan baik
secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dekan Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan staf pengajar yang
telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama ini.
2. Bapak dr. Syamsul Bahri, Sp.OG sebagai pembimbing I dan Ibu Fifia
Chandra, SKM. M.K.M sebagai pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu dan fikiran dengan penuh kesabaran untuk membimbing
penulis demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dr. M. Yusuf, Sp.OG, dr. Laode Burhanuddin, M. Kes, dan Ibu drg.
Tuti Restuastuti, M. Kes sebagai penguji Skripsi.
4
4. Ibu dr. Ismawati, M. Biomed selaku pembimbing akademis yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan dalam menempuh pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
5. Kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Drs. Zakaria dan Ibunda Herlina, S.Pd
yang senantiasa mendo’akan, memberikan semangat dan mencurahkan kasih
sayang yang tiada tara.
6. Adik-adikku tersayang Yeni Fitria, Jefri Hendranata, Deni Wiratama, Diana
Devilia, Nadia Zariska dan Ilham Hernanda yang telah memberikan perhatian
dan kasih sayang yang begitu besar kepada penulis selama ini.
7. M. Fatwa, atas kesabaran, perhatian, dan kasih sayangnya selama penulisan
skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku Rendra, Rio, Kak Nola, Mira, Sari, bang Yayan, bang Heru
yang telah begitu banyak membantu dan memberikan semangat selama
penulis menyelesaikan skripsi ini.
Semoga semua bantuan, bimbingan, dorongan, saran-saran, dan amal kebaikan
yang telah diberikan mendapat imbalan rahmat dari Allah SWT.
Dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memperkaya ilmu
pengetahuan dan berguna bagi kita semua di masa yang akan datang.
Pekanbaru, Agustus 2007
Penulis
5
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT........................................................................................................ iiiABSTRAK........................................................................................................ iv KATA PENGANTAR...................................................................................... vDAFTAR ISI..................................................................................................... viiDAFTAR TABEL............................................................................................. ixDAFTAR GAMBAR....................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN1.1....................................................................................... Latar Belakang
................................................................................................... 11.2................................................................................... Perumusan Masalah
................................................................................................... 31.3..................................................................................... Tujuan Penelitian
................................................................................................... 3 1.3.1. Tujuan Umum............................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus.............................................................. 31.4.................................................................................... Manfaat Penelitian
................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi Seksio Sesarea............................................................ 52.2. Epidemiologi............................................................................ 52.3. Klasifikasi................................................................................ 62.4. Jenis Insisi Dinding Abdomen................................................. 72.5. Penutupan Luka Insisi.............................................................. 92.6. Indikasi Seksio Sesarea............................................................ 102.7. Kontraindikasi Seksio Sesarea................................................. 112.8. Perawatan Pasca Pembedahan................................................. 11
2.8.1. Perawatan Luka Insisi.................................................... 13 2.8.2. Pemberian Cairan........................................................... 13 2.8.3. Diit................................................................................. 13 2.8.4. Pengelolaan nyeri........................................................... 14 2.8.5. Mobilisasi....................................................................... 14 2.8.6. Kateterisasi..................................................................... 14 2.8.7. Antibiotik....................................................................... 15 2.8.8. Perawatan Rutin............................................................. 16
2.9. Pemulangan Pasien................................................................... 16 2.10. Komplikasi Pasca Seksio Sesarea........................................... 16
2.10.1. Faktor Predisposisi........................................................ 172.10.2. Macam Komplikasi....................................................... 17
2.10.2.1. Demam Puerperalis........................................... 172.10.2.2. Perdarahan......................................................... 192.10.2.3. Emboli Cairan Amnion..................................... 21
2.11.Pengelolaan............................................................................... 21 2.12.Kerangka Penelitian.................................................................. 22
6
2.12.1. Kerangka Teori............................................................. 222.12.2. Kerangka Konsep.......................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN3.1.Jenis Penelitian.......................................................................... 243.2.Lokasi Penelitian....................................................................... 243.3.Waktu Penelitian....................................................................... 243.4.Populasi dan Sampel................................................................. 243.5.Variabel Penelitian.................................................................... 253.6.Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data................................. 253.7.Definisi Operasional................................................................. 26
BAB IV HASIL PENELITIAN4.1.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Lama Hari Perawatan....................... 274.2.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi........................................ 284.3.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi............................................. 304.4.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan....................... 314.5.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik........................ 324.6.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen........................ 34
BAB V PEMBAHASAN5.1........................................................Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 hari Berdasarkan Lama Hari Perawatan........................ 365.2........................................................Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi........................................ 375.3........................................................Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi............................................. 385.4........................................................Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan....................... 395.5........................................................Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik........................ 405.6........................................................Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih
Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen........................ 41
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN6.1.Simpulan................................................................................... 436.2.Saran......................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 44LAMPIRAN
7
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Indikasi Seksio Sesarea di 4 Negara Maju; Norwegia, Skotlandia, Swedia dan USA, 1990.................................................................27
Tebel 4.1. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Lama Hari Perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...........................................................29
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi Pasca Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...........................................................30
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi pembedahan di RSUD Aifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...........................................................32
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...........................................................33
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...........................................................33
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...........................................................34
8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Skema 2.11.1. Kerangka Teori.......................................................................22Skema 2.11.2. Kerangka Konsep....................................................................23Diagram 4.1. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama
Perawatan Lebih dari 5 Hari Berdasarkan Lama Perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006.....................................................28
Diagram 4.2. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi Pasca Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006.....................................29
Diagram 4.3. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006.......................................................................31
Diagram 4.4. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006.....................................32
Diagram 4.5. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006.....................................................33
Diagram 4.6. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006.....................................................34
9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen PenelitianLampiran 2. Tabel distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama
perawatan lebih dari 5 hari yang memenuhi lebih dari 5 variabel yang diteliti.
Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Pra Riset Untuk Bagian Bina Program dan Rekam Medik
Lampiran 4. Surat Pengangkatan/Pemberhentian Tim Pembimbing dalam Penulisan Skripsi dan Penelitian
Lampiran 5 Riwayat Hidup Penulis
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih relatif tinggi,
dimana angka kematian maternal menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun
2001 adalah 369 dalam 100.000 kelahiran hidup dengan penyebab utama terfokus
pada komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Angka tersebut
merupakan angka kematian maternal tertinggi di kawasan Asia Tenggara yang
rata-rata hanya 5-142 dalam 100.000 kelahiran hidup (Budiarta, 2004).
Persalinan yang dilakukan di klinik dengan ketersediaan tenaga kesehatan
terlatih, peralatan dan obat-obatan lebih memberikan jaminan kesehatan daripada
persalinan yang dilakukan di rumah. Cara persalinan di klinik dapat dilakukan
melalui dua cara yang berbeda, yaitu persalinan perabdominal dan persalinan
pervaginam. Persalinan perabdominal atau seksio sesaria (SS) biasanya dilakukan
bila penundaan kelahiran bayi yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang
serius bagi ibu, janin ataupun keduanya. Menurut surat edaran Dirjen Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2002, salah satu indikator mutu pelayanan
obstetri dan ginekologi adalah “Caesarian Section Rate (CSR)”. Untuk rumah
sakit pendidikan atau rujukan angka seksio sesaria tidak lebih dari 20% dari total
persalinan pertahun sedangkan bagi rumah sakit non pendidikan tidak lebih dari
15% dari total persalinan dalam setahun (Birza, 2003). Di Rumah Sakit RSUD
11
Arifin Achmad pada tahun 2006 didapatkan sebanyak 996 kasus seksio sesarea
dari 3361 total persalinan (29,63%).
Tindakan seksio sesaria saat ini semakin baik dengan adanya antibiotik,
transfusi darah yang memadai, teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesi
yang lebih baik. Morbiditas maternal setelah menjalani tindakan seksio sesaria
masih 4-6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena ada
peningkatan risiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai proses
perawatan setelah pembedahan. Komplikasi utama bagi wanita yang menjalani
seksio sesaria berasal dari tindakan anestesi, risiko perdarahan, keadaan sepsis,
dan serangan tromboemboli serta transfusi. Hal ini menyebabkan morbiditas dan
mortalitas maternal lebih sering terjadi setelah tindakan seksio sesaria daripada
setelah tindakan persalinan pervaginam. Komplikasi yang ditimbulkan pada
pembedahan seksio sesarea darurat atau yang tidak direncanakan lebih tinggi
dibandingkan dengan seksio sesarea yang telah direncanakan sebelumnya.
Anestesi berperan 4-12% dari seluruh kematian maternal. Dan dari seluruh angka
kematian maternal 0,33-1,5 % diantaranya terjadi setelah seksio sesaria sebagai
akibat dari prosedur pembedahan maupun keadaan yang mengindikasikan suatu
seksio sesarea (Chesnut, 1994).
Lama perawatan setelah persalinan perabdominal lebih lama dibandingkan
dengan persalinan yang dilakukan pervaginam. Seorang pasien yang baru
menjalani seksio sesaria lebih aman bila diperbolehkan pulang pada hari keempat
atau kelima post partum dengan syarat tidak terdapat komplikasi selama masa
puerperium. Komplikasi setelah tindakan pembedahan dapat memperpanjang
lama perawatan di rumah sakit dan memperlama masa pemulihan (Cunningham
dkk, 2005). Namun tidak semua kasus seksio di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
12
yang dipulangkan setelah lebih dari 5 hari selalu dikarenakan oleh komplikasi.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh masih banyaknya jenis jahitan yang digunakan
pada penutupan abdomen dengan menggunakan jahitan simpul diluar. Jenis
jahitan ini mengharuskan pasien tetap berada di rumah sakit sampai hari kelima
atau keenam sampai dilakukannya proses pemotongan benang jahitan.
1.2 Perumusan Masalah
Belum adanya data dasar mengenai lama perawatan pasca seksio sesarea di
RSUD Arifin Achmad mendorong penulis untuk melakukan penelitian secara
deskriptif retrospektif untuk mengetahui bagaimanakah gambaran kasus seksio
sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca
seksio sesarea, indikasi seksio sesarea, rencana seksio sesarea, penggunaan
antibiotik dan jenis insisi abdomen di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1
Januari-31 Desember 2006.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui jumlah kasus pasca seksio sesaria dengan lama perawatan lebih
dari 5 hari di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui jumlah kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5
hari di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 berdasarkan:
13
1. Lama hari perawatan
2. Komplikasi pasca seksio sesarea
3. Indikasi seksio sesarea
4. Rencana seksio sesarea
5. Penggunaan antibiotik
6. Jenis insisi abdomen
1.4 Manfaat Penelitian
a. Penulis
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai morbiditas pasca seksio
sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari.
2. Menambah wawasan mengenai tata cara melakukan penelitian deskriptif
retrospektif dengan baik dan benar.
b. RSUD Arifin Achmad
Memberikan informasi mengenai morbiditas pasca seksio sesaria dengan lama
perawatan lebih dari 5 hari kepada pihak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
c. Masyarakat ilmiah
Menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Seksio Sesarea
Seksio sesarea merupakan suatu pembedahan untuk melahirkan janin melalui
insisi pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi
ini tidak termasuk pengangkatan janin dari kavum abdomen pada kasus ruptur
uteri atau kehamilan abdominal (Hacker, 2001). Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah kematian ibu dan bayi karena kemungkinan-kemungkinan komplikasi
yang dapat timbul bila persalinan tersebut berlangsung pervaginam (Sari, 2005).
2.2 Epidemiologi
Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi seksio sesarea
adalah 40-80% dalam 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan resiko
yang ditimbulkan setelah pembedahan 25 kali lebih besar dibandingkan persalinan
pervaginam. Untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan persalinan pervaginam, sedangkan komplikasi akibat
tindakan anestesi sekitar 10% dari seluruh angka kematian ibu setelah seksio
sesarea (Marcello, 1991). Dari seluruh angka kematian maternal 0,33-1,5%
diantaranya terjadi setelah seksio sesaria sebagai akibat dari prosedur pembedahan
maupun keadaan yang mengindikasikan suatu seksio sesarea. Daniel dkk
melaporkan dari hasil penelitian terhadap 100 orang wanita yang telah menjalani
operasi seksio sesarea diberikan secara acak placebo atau antibiotik profilaksis
dosis tunggal ceftizoxime, diperoleh hasil dari kelompok yang mendapat placebo
15
jumlah kasus demam pasca pembedahan sebanyak 32,7% dari seluruh populasi,
endometritis terjadi 24%, infeksi pada dinding abdomen 4,1%. Sedangkan
kelompok yang mendapatkan antibiotik profilaksis dosis tunggal ceftizoxime
jumlah kasus demam pasca bedah hanya 14%, endometritis 6%, dan infeksi
dinding abdomen 2%. Kurang lebih 90% dari morbiditas ibu pasca operasi
disebabkan oleh infeksi, termasuk didalamnya infeksi pada rahim, organ-organ
saluran kemih, usus, dan pada luka operasi. Komplikasi lain yang dapat terjadi
saat seksio sesarea dengan frekuesi di atas 11% antara lain; cedera kandung
kemih, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus dan dapat pula terjadi
cedera pada bayi. Pada operasi seksio sesarea yang direncanakan resiko untuk
terjadinya komplikasi setelah pembedahan kurang lebih 4,2%, sedangkan operasi
seksio sesarea darurat didapatkan kurang lebih 19% dari total kasus pembedahan
(Mary dkk, 1998).
2.3 Klasifikasi Seksio Sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:
a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan
melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2002). Hampir
99% dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan
dengan menggunakan teknik ini, karena memiliki beberapa keunggulan seperti
kesembuhan lebih baik, dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun
kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga
memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan
perdarahan (Manuaba, 1999).
b. Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri.
Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai
16
dengan aman (misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria
akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah
uterus atau karsinoma serviks invasif), bayi besar dengan kelainan letak
terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Charles, 2005). Teknik ini juga
memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit,
kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan
kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar
(Manuaba, 1999).
c. Seksio sasarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah
seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain,
pada uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri
yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Cunningham dkk, 2005).
d. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke
dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek
obstetri (Charles, 2005).
e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi
peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih
ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di
segmen bawah (Charles, 2005).
2.4 Insisi Dinding Abdomen
Ada dua macam bentuk insisi dinding abdomen yang lazim dilakukan pada
operasi seksio sesarea, yaitu (Manuaba, 1999):
a. Insisi menurut Pfannenstiel
17
- Insisi dilakukan di suprapubis, pada perbatasan rambut pubis sampai
mencapai fasia abdominalis.
- Perdarahan dirawat dengan tindakan ligasi atau termokauter.
- Fasia dipotong melintang dengan memisahkannya dari muskulus
abdominalis dan muskulus piramidalis.
- Perdarahan arteri/vena epigastrika inferior rawat.
- Tepi atas dan bawah fasia dapat diikatkan pada kulit abdomen.
- Muskulus rektus dan piramidalis dipisahkan pada garis tengahnya
sehingga peritoneum terlihat.
- Peritoneum dibuka dengan cara mengangkatnya menggunakan pinset dan
dipotong dengan pisau atau gunting. Insisi peritoneum diperlebar sehingga
uterus terlihat.
b. Insisi longitudinal (mid line)
- Insisi dilakukan antara umbilikus sampai suprapubis.
- Perdarahan dirawat dengan tindakan ligasi atau kauterisasi.
- Fasia dibuka sepanjang insisi, kemudian dibebaskan dari otot dinding
abdomen.
- Otot dinding abdomen dipisahkan ke samping sehingga peritoneum
terlihat.
- Peritoneum dibuka, dipegang dengan Mikuliez.
- Insisi peritoneum diperlebar ke atas dan ke bawah sehingga seluruh uterus
terlihat.
Dari kedua jenis insisi ini, Schorr dkk (1998) melaporkan bahwa komplikasi
luka insisi yang ditimbulkan dengan teknik longitudinal dua kali lebih sering dari
pada teknik pfannenstiel.
18
2.5 Penutupan Luka Insisi
Penutupan luka insisi abdomen dimaksudkan untuk mempertemukan dan
mempertahankan posisi kedua permukaan luka tanpa mengganggu peredaran
darah setempat supaya luka dapat sembuh dengan sempurna. Ada beberapa cara
untuk menjahit kulit:
Cara jahit simpul tunggal, dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan.
Keuntungan jahitan ini adalah apabila benang putus, hanya satu tempat yang
terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan ditempat yang
terinfeksi. Akan tetapi dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan
teknik jahitan ini.
Cara jahitan jelujur, digunakan satu benang untuk seluruh panjang luka
sehingga pengerjaannya lebih cepat. Akan tetapi bila ada benang yang putus
maka seluruh panjang luka akan terbuka.
Jahitan matras vertikal, dilakukan dengan menjahit sedalam penampang
vertikal luka. Keuntungan cara ini adalah luka tertutup rapat sampai ke dasar
luka sehingga dapat dihindari terjadi rongga dalam luka.
Cara jahit subkutikuler, yaitu dengan melakukan jahitan jelujur pada jaringan
lemak tepat dibawah dermis. Hasil jahitan ini sangat rapi dan sering tidak
tampak.
2.6 Indikasi Seksio Sesarea
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu
persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu),
19
psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor
tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan
dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika
keadaan tersebut berlanjut (Manuaba, 1999).
Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang
lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau bahkan
keduanya, atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan
aman. Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di negara-negara maju
seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1, di Norwegia diperoleh hasil bahwa
indikasi terbanyak untuk seksio sesarea adalah distosia 3,6%, diikuti oleh
presentasi bokong 2,1%, gawat janin 2,0%, riwayat seksio sesarea sebelumnya
1,4% dan lain-lain 3,7% dari 12,8% kasus seksio sesarea yang terjadi
(Cunningham dkk, 2005).
Di Skotlandia diperoleh bahwa distosia sebagai indikasi seksio sesarea
terbanyak yaitu 4,0%, sedangkan riwayat seksio sesarea sebelumnya 3,1%, gawat
janin 2,4%, presentasi bokong 2,0% dan lain-lain 2,7% dalam 14,2% kasus seksio
sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari
10,7% kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu 3,1%, diikuti oleh
distosia dan presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8%, sedangkan
gawat janin hanya 1,6% dan lain-lain 2,4%. Di USA, riwayat seksio sesarea
sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 23,6% kasus seksio sesarea yang
terjadi yaitu 8,5%, dan distosia berperan dalam 7,1%, presentasi bokong 2,6%,
gawat janin 2,2% dan lain-lain 3,2% (Cunningham dkk, 2005). Sebaran indikasi
seksio sesarea di negara-negara maju tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
20
Table 2.1 Indikasi seksio sesarea di 4 negara maju; Norwegia,
Skotlandia, Swedia dan USA, 1990
Indikasi
Seksio sasarea tiap 100 persalinan
Norwegia Skotlandia Swedia USA
Distosia 3,6 4,0 1,8 7,1
Riwayat seksio sebelumnya 1,4 3,1 3,1 8,5
Presentasi bokong 2,1 2,0 1,8 2,6
Gawat janin 2,0 2,4 1,6 2,2
Lainnya 3,7 2,7 2,4 3,2
Seksio sesarea 12,8 14,2 10,7 23,6
Di negara-negara berkembang dilaporkan dari penelitian selama 15 tahun
terhadap indikasi seksio sesarea, ada empat faktor klinis utama yang menjadi
indikasi seksio sesarea yang tidak berubah, yakni gawat janin (22%), partus tidak
maju (20 %), seksio sesarea ulangan (14%), dan presentasi bokong (11 %). Alasan
kelima yang paling sering membuat tindakan seksio sesarea adalah permintaan ibu
(7%). Di RSUP H Adam Malik dan RS Dr Pirngadi Medan dilaporkan oleh Mahdi
(1997) bahwa kejadian seksio sesarea dengan indikasi terbanyak adalah gawat
janin (15,85%), dan diikuti oleh kelainan letak (13,94%), panggul sempit
(13,76%), dan plasenta previa (12,20 %) (Birza, 2003).
2.7 Kontraindikasi Seksio Sesarea
Pada prinsipnya seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin
sehingga dalam praktik obstetri tidak terdapat kontraindikasi pada seksio sesarea.
21
Dalam hal ini adanya gangguan mekanisme pembekuan darah ibu, persalinan
pervaginam lebih dianjurkan karena insisi yang ditimbulkan dapat seminimal
mungkin (Cunningham dkk, 2005).
2.8 Perawatan Pasca Pembedahan
Perawatan pasca bedah sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya
komplikasi pasca seksio sesarea. Perawatan pertama yang harus dilakukan setelah
operasi adalah pembalutan luka (wound dressing) dengan baik (Mochtar, 1998).
Sebelum penderita dipindahkan dari kamar operasi periksa terlebih dahulu tanda-
tanda vital, yaitu tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, frekuensi
jantung, jumlah cairan yang masuk dan keluar dan suhu tubuh. Pengukuran dan
pencatatan terhadap tanda-tanda vital ini diteruskan sampai beberapa jam pasca
bedah dan beberapa kali sehari untuk perawatan selanjutnya (Cunningham dkk,
2005).
2.8.1 Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan alkohol atau cairan suci hama, dan ditutup
dengan kain penutup luka. Pembalut luka diganti dan luka dibersihkan setiap hari.
Perhatikan pula apakah luka sembuh perprimum atau dibawah luka terdapat
eksudat. Pada luka yang mengalami komplikasi seperti hanya sebagian luka yang
sembuh sedangkan sebagian mengalami infeksi dengan eksudat, luka terbuka
sebagian, atau luka terbuka seluruhnya, memerlukan perawatan khusus bahkan
memerlukan reinsisi. Komplikasi-komplikasi tersebut sering dijumpai pada kasus-
kasus kebidanan dengan diabetes mellitus, obesitas dan partus lama atau partus
terlantar.
2.8.2nd Pemberian cairan
22
Selama 24 jam pertama pasca pembedahan pasien diharuskan untuk berpuasa,
maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia, dehidrasi, dan komplikasi pada
organ-organ tubuh lainnya. Bila kadar haemoglobin darah rendah berikan
transfusi darah atau packed-cell sesuai dengan kebutuhan. Jumlah cairan yang
keluar ditampung, untuk dijadikan pedoman pemberian cairan. Pemberian cairan
perinfus dihentikan setelah pasien flatus, dan mulailah pemberian makanan dan
cairan peroral.
2.8.3 Diit
Kemajuan yang pesat dalam bidang anestesi dapat mengurangi timbulnya
keluhan mual dan muntah pasca pembedahan yang sampai saat ini bahkan jarang
ditemukan, kecuali bila peristaltik usus kurang baik dan perut kembung. Setelah
cairan infus dihentikan, berikan makanan bubur saring, minuman air buah dan
susu dan selanjutnya secara bertahap pasien diperbolehkan makan bubur dan
makanan biasa. Pemberian obat-obatan peroral sudah boleh diberikan sejak
pemberian minum pertama kali. Pemberian makanan rutin tersebut dapat berubah
bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan seperti adanya kembung pada
perut, meteorismus dan peristaltik usus yang abnormal.
2.8.4 Pengelolaan Nyeri
Sejak penderita sadar, sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan
di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-
obatan analgesik dan penenang seperti suntikan intramuskular pethidin atau
morfin secara perinfus. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang
dengan sendirinya seiring dengan penyembuhan luka.
2.8.5 Mobilisasi
23
Mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk membantu
penyembuhan luka insisi. Kemajuan mobilisasi tergantung pada jenis operasi yang
dilakukan dan komplikasi yang mungkin ditemukan. Mobilisasi berguna untuk
mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Sebaliknya bila terlalu dini
melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
2.8.6 Kateterisasi
Perawatan pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan perabdominal
sama saja dengan persalinan pervaginam tanpa perlukaan yang luas pada jalan
lahir. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah iritasi dan pencemaran luka oleh
urin. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Karena itu dianjurkan
pemasangan kateter tetap selama 24 sampai 48 jam atau lebih pasca pembedahan.
Selain itu tindakan kateterisasi dapat diketahui jumlah urin yang keluar secara
periodik.
2.8.7 Antibiotik
Obat-obatan ini sangat diperlukan pasca pembedahan, karena dapat
mengurangi atau mencegah terjadinya infeksi puerperalis. Pemberian antibiotik
biasanya diberikan hanya berdasarkan pengalaman atau secara empiris tanpa
berdasarkan hasil dari pemeriksaan laboratorium. Dengan berkembangnya obat-
obat antibiotik, sejumlah percobaan pernah dilakukan untuk mencatat nilai
pemberian antibiotik sebagai profilaksis. Febris merupakan salah satu komplikasi
pasca seksio sesarea yang sering ditemukan. Banyak laporan yang menunjukkan
bahwa morbiditas febris mengalami penurunan setelah antibiotik diberikan secara
profilaksis. Di rumah sakit Parkland, Cunningham dkk melaporkan pernah
diidentifikasi sekelompok wanita dengan resiko tinggi untuk terjadinya infeksi
24
panggul yang serius setelah pembedahan. Dilaporkan bahwa infeksi terjadi pada
85% wanita inpartu dengan ketuban yang sudah pecah lebih dari 6 jam dan
kemudian melahirkan dengan seksio sesarea. Angka kejadian infeksi tersebut
hanya terjadi 29% pada wanita yang menjalani seksio sesarea setelah menjalani
seksio sesarea dengan ketuban yang masih utuh. Depalma dkk mengevaluasi
intervensi terapeutik pada wanita nullipara kelompok resiko tinggi yang menjalani
persalinan sesarea atas indikasi disproporsi sefaloselfik. Mereka
mempertimbangkan pemberian antibiotik lebih sebagai pengobatan daripada
profilaksis. Dilaporkan bahwa pemberian penicillin plus gentamisin atau
pemberian sefamandol dosis tunggal segera setelah tali pusat diklem, yang diikuti
dengan pemberian obat yang sama dengan interval 6 jam, telah menurunkan
angka morbiditas akibat infeksi seperti metritis, abses pada luka insisi dan
tromboflebitis panggul. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bambang
Wibowo dkk di Rumah dr. Kariadi Semarang tahun 2004, pemberian antibiotik
sebelum pembedahan dapat menurunkan morbiditas pasca seksio sesarea menjadi
7%.
2.8.8 Perawatan rutin
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan
pengukuran, yaitu; tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, jumlah
cairan masuk dan keluar, suhu tubuh, dan pemeriksaan lainnya menurut kasus
yang ditemukan seperti pemeriksaan terhadap abnormalitas atau komplikasi yang
terjadi dan pemberian terapi. Pengukuran ini sekurang-kurangnya dilakukan setiap
4 jam.
2.9 Pemulangan Pasien
25
Seorang pasien yang baru menjalani tindakan seksio sesaria lebih aman bila
diperbolehkan pulang pada hari keempat atau kelima post partum dengan syarat
tidak terdapat komplikasi selama masa puerperium dan telah dinyatakan sehat dari
luka operasi. Aktivitas ibu selama seminggu berikutnya harus dibatasi hanya
untuk perawatan diri sendiri dan perawatan bayi dengan bantuan orang lain
(Cunningham dkk, 2005).
2.10 Komplikasi Pasca Seksio Sesarea
Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pembedahan
adalah keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan dan
komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea (Boggs, 2006). Morbiditas maternal
pada seksio sesarea jauh lebih besar jika dibandingkan dengan persalinan
pervaginam Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal
dari tindakan anestesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli,
perdarahan dan perlukaan pada traktus urinarius (Manuaba, 2003).
2.10.1 Faktor Predisposisi
Komplikasi setelah seksio sesarea umumnya disebabkan oleh adanya
perdarahan, emboli cairan ketuban dan infeksi selama masa nifas. Infeksi setelah
pembedahan seksio sesarea menyebabkan 15% kematian ibu di Negara-negara
berkembang. Pemberian antibiotik profilaksis yang adekuat juga dapat
mengurangi angka kejadian infeksi pasca bedah seksio sesarea. Selain itu ada
beberapa hal yang memudahkan terjadinya komplikasi pasca seksio sesarea
antara lain; persalinan dengan ketuban pecah lama, ibu menderita anemia,
obesitas, gizi buruk, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain pada ibu seperti
ibu penderita diabetes mellitus (Cunningham dkk, 2006; Garrey dkk, 1980).
2.10.2 Macam komplikasi
26
2.10.2.1 Demam puerperalis
Didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5oC pasca bedah (Heler,
1997). Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah
diagnosis, yang menandakan adanya suatu komplikasi serius. Morbiditas febris
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca pembedahan seksio
sesarea dan lebih sering ditemui pada wanita dengan ekonomi rendah
dibandingkan wanita dengan ekonomi menengah ke atas (Rayburn, 2001). Ada
beberapa diagnosis banding yang dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya
demam pasca bedah (Cunningham dkk, 2005).
a. Infeksi luka insisi
- Abses dinding abdomen
Biasanya menyebabkan demam yang dimulai pada hari keempat atau lebih
sesudah pembedahan. Pada kebanyakan kasus, abses dinding abdomen
didahului oleh adanya infeksi pada uterus dan menyebabkan demam
persisten meskipun terapi antimikroba sudah memadai. Namun
kemungkinan adanya infeksi kuman patogen yang diperoleh dari rumah
sakit (infeksi nosokomial) juga harus dicurigai (Cunningham dkk, 2005).
- Infeksi uterus
Infeksi yang terjadi berkaitan erat dengan faktor sosioekonomi, lamanya
pembedahan berlangsung dan pecah ketuban. Penyebaran infeksi ke rongga
peritoneum dapat menyebabkan peritonitis yang lebih lanjut akan
menghambat proses penyembuhan luka (Cunningham, 2005). Profilaksis
sebagai pencegahan timbulnya infeksi pasca bedah dapat menggunakan
antibiotik berspektrum luas terutama terhadap bakteri aerob yang dalam hal
ini sangat dominan sebagai penyebab infeksi (Danforth, 2002).
27
b. Pembengkakan payudara
Terjadi oleh karena pembendungan payudara yang juga dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan suhu sesaat. Sekitar 15 % wanita post partum
mengalami demam akibat pembengkakan payudara yang jarang melebihi 39oC
dan biasanya berlangsung tidak lebih dari 24 jam (Cunningham dkk, 2005).
c. Komplikasi respiratorik
Merupakan komplikasi pasca bedah seksio sesaria yang paling sering terlihat
dalam waktu 24 jam pertama setelah menjalani persalinan perabdominal
dengan teknik anestesi umum. Komplikasi yang terjadi mencakup pneumonia
aspirasi, atelektasis, atau pneumonia bakterialis yang disebabkan oleh kuman
aerob Gram-positif atau mikoplasma. Atelektasis paling baik dicegah dengan
cara batuk dan bernafas dalam secara rutin setiap 4 jam selama sedikitnya 24
jam setelah anestesi umum (Heller, 1997).
d. Tromboflebitis
Trombosis vena superfisialis atau profunda di tungkai dapat menyebabkan
peningkatan suhu ringan pada masa nifas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pengamatan di tungkai yang membengkak dan nyeri. Terapi antikoagulansia
merupakan strategi penanganan yang primer pada trombosis vena
(Cunningham dkk, 2005).
e. Pielonephritis
Radang pada ginjal juga dapat dicurigai sebagai penyebab demam pasca
bedah, dengan terjadinya peningkatan suhu yang tinggi, nyeri ketok di sudut
kostovertebra, bakteriuria dan piuria menunjukkan adanya infeksi ginjal.
Diagnosis klinik pielonephritis dipastikan dengan pemeriksaan mikroskopik
28
dan kultur urin yang diperoleh melalui kateterisasi. Tapi terapi secara empiris
dimulai segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan kultur (Cunningham dkk,
2005).
2.10.2.2 Perdarahan
Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefinisikan sebagai kehilangan
darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan
mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat
atoni uteri (Karsono dkk, 1990).
a. Atoni uteri
Atonia uteri merupakan sebagian besar penyebab terjadinya perdarahan pasca
bedah (Rabe, 2002). Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi
terjadinya atoni uteri, yaitu distensi dinding rahim yang berlebihan (kehamilan
ganda, polihidramnion atau makrosomia janin), pemanjangan masa persalinan
dan grandemultiparitas (Taber, 2004).
b. Ligasi luka yang terlepas
Terlepasnya ligasi pada bekas jahitan merupakan suatu komplikasi
postoperatis yang cukup serius. Adanya infeksi pada luka, distensi dinding
abdomen, dan hematoma merupakan beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan terlepasnya ligasi pada bekas insisi. Untuk itu perlu dilakukan
operasi pembedahan yang segera dan penggantian darah yang cukup (Rabe,
2002).
c. Cedera organ sekitar insisi
Usus besar, kandung kemih, pembuluh darah dalam ligament yang lebar dan
ureter merupakan organ intraabdomen yang secara anatomi berada di sekitar
29
daerah insisi sehingga memiliki resiko besar mengalami cedera terutama pada
proses pembedahan (Garrey dkk, 1980).
d. Kelainan pembekuan darah
Dapat terjadi karena ketidakmampuan darah ibu untuk membentuk bekuan
darah yang stabil di luka insisi. Akibat kerusakan di dinding abdomen dan
dinding uterus menyebabkan terjadinya pelepasan tromboplastin yang banyak
ke dalam sirkulasi ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-
mana, yang akan menghabiskan persediaan fibrinogen (Charles, 2005).
2.10.2.3 Emboli Cairan Amnion
Cairan amnion masuk ke sirkulasi akibat terbukanya pembuluh darah ibu
setelah insisi dan akan menyumbat mikrovaskular pulmonal. Hal ini menyebabkan
terjadinya hipoksia dan hipotensi secara mendadak pada ibu (Manuaba, 1999).
2.11 Pengelolaan
Hampir tidak ada regimen antimikroba yang efektif terhadap semua patogen
yang menjadi penyebab infeksi. Walaupun demikian, terapi awal setelah seksio
sesarea ditujukan kepada sebagian besar flora campuran dan polimikroba yang
biasanya menyebabkan infeksi pada masa nifas. Pada tahun 1979, Dizerega dkk
membandingkan efektifitas klindamisin plus gentamisin dengan penisilin G plus
gentamisin yang diberikan untuk mengobati infeksi panggul pasca seksio sesarea.
Sembilan puluh lima persen wanita yang mendapat regimen klindamisin-
gentamisin memperlihatkan respon yang memuaskan, dan sampai saat ini regimen
ini masih dianggap sebagai regimen standart untuk menilai regimen lain.
Brumfield dkk, melaporkan 54% dari 322 yang diterapi dengan klindamisin plus
gentamisin dapat disembuhkan dari infeksi panggul, dan 40% lainnya
memberikan respon positif setelah mendapatkan tambahan ampisilin, sedangkan 7
30
orang dari 6% wanita yang tidak memberikan respon positif terhadap terapi tripel
ini, mengalami infeksi luka insisi yang memerlukan drainase (Cunningham dkk,
2005).
Pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, berikan infus
oksitosin untuk memacu kontraksi otot rahim. Apabila uteri tetap atonik maka
berikan secara intramuskular ergonovin maleat atau metilergonovin. Pada
perdarahan yang disertai dengan cedera organ sekitar, lakukan segera perbaikan
dengan cara pembedahan. Sedangkan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan
pembekuan darah ibu, lakukan transfusi sesuai dengan komponen darah yang
diperlukan.
Tujuan utama penatalaksanaan pada emboli cairan ketuban adalah
mempertahankan sistem pernapasan dan mengoreksi syok yang terjadi.
2.12 Kerangka Penelitian
2.12.1 Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan di atas dapat dibuat
sebuah kerangka teori sebagai berikut:
31
Indikasi seksio sesarea
Rencana seksio sesarea
Komplikasi pasca seksio
sesareaLama hari perawatan
Status gizi
Penyakit yang menyertai ibu
Status ekonomi
Skema 2.12.1 Kerangka teori
2.12.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas penulis mencoba melakukan penelitian
terhadap jumlah kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari
dengan kerangka konsep sebagai berikut:
Skema 2.12.2 Kerangka konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara deskriptif retrospektif yang
menggunakan data sekunder yang tercatat di Rekam Medik dari Instalasi Rawat
32
Indikasi seksio sesarea
Rencana seksio sesarea
Penggunaan antibiotik
Komplikasi pasca seksio
sesareaLama hari perawatan
Tindakan anestesi
Jenis insisi abdomen
Penggunaan antibiotik
Jenis insisi abdomen
Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari–
31 Desember 2006.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru .
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 April sampai 12 Mei 2007.
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah semua kasus seksio sesaria dengan lama
perawatan lebih dari 5 hari yang tercatat di Bagian Rekam Medik RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006. Sedangkan sampel pada
penelitian ini adalah semua kasus seksio sesaria yang memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut:
Tercatat di Bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1
Januari-31 Desember 2006.
Telah menjalani seksio sesarea dan telah menjalani lama perawatan selama
lebih dari lima hari.
Seluruh variabel yang diteliti tercatat di dalam Rekam Medik pasien.
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah semua pasien di
Instalasi rawat inap RSUD Arifin Achmad yang telah mendapat seksio sesarea
yang tercatat di Bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode
1 Januari–31 Desember 2006 tetapi tidak memiliki data yang lengkap.
33
3.5 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lama perawatan
2. Komplikasi pasca seksio sesarea
3. Indikasi seksio sesarea
4. Rencana seksio sesarea
5. Penggunaan antibiotik
6. Jenis insisi
3.6 Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data yang diteliti dikumpulkan secara manual, kemudian diolah secara
komputerisasi dan disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
diagram.
3.7 Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lama perawatan adalah lama perawatan pasien di rumah sakit setelah
menjalani seksio sesarea yang tercatat di Rekam Medik RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru periode 1 Januari–31 Desember 2006, yang dikelompokkan dalam;
6-8 hari, 9-11 hari dan >11 hari.
2. Komplikasi pasca seksio sesarea adalah macam keadaan patologis yang
muncul setelah seksio sesarea dan tercatat di rekam medik.
3. Indikasi seksio sesarea adalah faktor yang menjadi penyebab dilakukannya
suatu seksio sesarea yang tercatat di rekam medik.
34
4. Rencana seksio sesarea adalah rencana seksio sesarea sebelum seksio sesarea
dilaksanakan dan tercatat di rekam medik.
5. Penggunaan antibiotik adalah pemberian antibiotik kepada pasien pada seksio
sesarea dan tercatat di rekam medik yang dikelompokkan dalam; sebelum dan
sesudah seksio sesarea, dan sesudah seksio sesarea.
6. Jenis Insisi abdomen adalah teknik sayatan abdomen yang digunakan dalam
seksio sesarea dan tercatat di rekam medik yang dikelompokkan dalam;
pfannenstiel dan longitudinal (mid line).
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Bagian Obsteri dan Ginekologi RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 didapatkan 996
kasus seksio sesarea dan 242 kasus (24,29%) diantaranya adalah kasus seksio
sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari.
35
Dari total 242 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari
hanya 99 kasus yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel dalam penelitian
ini. Sedangkan 143 kasus lainnya tidak diambil sebagai sampel penelitia karena
tidak memiliki catatan rekam medik yang lengkap.
4.1 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari
Berdasarkan Lama perawatan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rekam Medik RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru terhadap kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5
hari dan tercatat di bagian Rekam Medik pada tahun 2006, dapat disajikan dalam
bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan lama hari perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006
Lama perawatan (hari) Jumlah kasus Persentase (%)6-8 62 62,639-11 17 17,1711 20 20,20
Total 99 100
Dari tabel 4.1 terlihat distribusi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan
lebih dari 5 hari terbanyak berkisar antara 6-8 hari yaitu 62 kasus (62,63%),
diikuti oleh kelompok 9-11 hari sebanyak 17 kasus (17,17%) dan kelompok >11
hari sebanyak 20 kasus (20,20%). Dan dapat digambarkan kedalam bentuk
diagram di bawah ini:
Diagram 4.1 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan lama perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006
36
4.2 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih dari 5 Hari
Berdasarkan Komplikasi pasca seksio sesarea
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rekam Medik RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru berdasarkan jumlah kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan
lebih dari 5 hari dan tercatat di bagian Rekam Medik pada tahun 2006 berdasarkan
komplikasi pasca seksio sesarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
Macam komplikasi Jumlah kasus Persentase (%)Luka basah 48 48,49
Luka terbuka 18 18,18Febris 16 16,16
Hematuri 9 9,09Retensi urine 4 4,04
Anemis 3 3,03
37
Flebitis 1 1,01Total 99 100
Dari tabel 4.2 tersebut terlihat bahwa komplikasi yang paling banyak terjadi
setelah pembedahan dilaksanakan adalah luka basah sebanyak 48 kasus (48,49%),
diikuti oleh luka terbuka sebanyak 18 kasus (18,18%), febris sebanyak 16 kasus
(16,16%), hematuri sebanyak 9 kasus (9,09%), retensi urin sebanyak 4 kasus
(4,04%), anemis sebanyak 3 kasus (3,03%), dan flebitis sebanyak 1 kasus
(1,01%). Hasil tersebut dapat disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Diagram 4.2 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
4.3rd Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih dari 5 Hari
Berdasarkan Indikasi
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada
kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan
indikasi seksio sesarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan indikasi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
Indikasi seksio sesarea Jumlah kasus Persentase (%)
38
Cephalopelvik disproporsi
20 20,20
Perdarahan Antepartum 16 16,17Kelainan letak janin 14 14,14
Gagal induksi 10 10,10Bekas SC 7 7,07
Preeklamsia 7 7,07Partus lama 6 6,06Fetal distress 6 6,06
Eklamsia 5 5,05Gagal vakum 4 4,04
Tangan menumbung 1 1,01Kehamilan+Myoma 1 1,01Ketuban Pecah Dini 1 1,01
Anak mahal 1 1,01Total 99 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa CPD merupakan indikasi terbanyak pada
kasus seksio sesarea yaitu sebanyak 20 kasus (20,20%), diikuti oleh perdarahan
antepartum (HAP) sebanyak 16 kasus (16,17%), kelainan letak janin 14 kasus
(14,14%), gagal induksi 10 kasus (10,10%), bekas seksio sesarea sebelumnya 7
kasus (7,07%), preeklamsia 7 kasus (7,07%), partus lama sebanyak 6 kasus
(6,06%), fetal disstress sebanyak 6 kasus (6,06%), eklamsia sebanyak 5 kasus
(5,05%), gagal vakum sebanyak 4 kasus (4,04%), tangan menumbung sebanyak 1
kasus (1,01%), kehamilan yang disertai myoma uteri sebanyak 1 kasus (1,01%),
ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 1 kasus (0,53%), dan tindakan seksio sesarea
atas indikasi anak mahal sebanyak 1 kasus (0,53%). Dalam bentuk diagram dapat
digambarkan sebagai berikut:
Diagram 4.3 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan indikasi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
39
4.4th Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama perawatan Lebih dari 5 Hari
Berdasarkan Rencana seksio sesarea
Sebaran kasus seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang
menjalani perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan rencana seksio sesarea dapat
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan rencana seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
Rencana seksio sesarea Jumlah kasus Persentase (%)Terencana 13 13,13
Tidak terencana 86 86,87Total 99 100
Dari tabel di atas dapat dilihat sebanyak 13 kasus (13,13%) memiliki rencana
seksio sesarea dan 86 kasus lainnya tidak memiliki rencana seksio sesarea
40
sebelumnya (86,87%). Distribusinya juga dapat disajikan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:
Diagram 4.4 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan rencana seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
.
4.5th Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama perawatan Lebih dari 5 Hari
Berdasarkan Pemberian Antibiotik
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada
kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari terhadap jenis
insisi abdomen seksio sasarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
Pemberian antibiotik Jumlah kasus Persentase (%)Pra+Post op 5 5,05
Post op 94 94,95Total 99 100
Dari tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari total 99 kasus seksio sesarea
dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
41
ditemukan hanya5 kasus (5,05%) yang mendapatkan antibiotik sebelum dan
sesudah pembedahan dilaksanakan, sedangkan 94 kasus lainnya (94,95%)
mendapatkan antibiotik setelah pembedahan dilaksanakan. Distribusinya dapat
disajikan dengan diagram sebagai berikut:
Diagram 4.5 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
4.6th Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama perawatan Lebih dari 5 Hari
Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
pada kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari terhadap
jenis insisi abdomen seksio sasarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
Jenis insisi Jumlah kasus Persentase (%)
42
Pfannenstiel 33 33,33Longitudinal (mid line) 66 66,67
Total 99 100
Dari tabel 4.6 ini dapat dilihat bahwa jenis insisi terbanyak yang dilakukan
pada kasus seskio sesarea adalah Longitudinal (mid line) sebanyak 66 kasus
(66,67%), diikuti oleh jenis insisi Pfannenstiel sebanyak 33 kasus (33,33%).
Dalam bentuk diagram dapat dilihat sebagai berikut:
Diagram 4.6 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa jenis insisi abdomen
terbanyak pada kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 adalah
jenis insisi mid line, yaitu sebanyak 66,67%.
43
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian retrospektif pada catatan rekam medik pasien seksio
sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember
2006 dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut:
44
5.1st Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari
Berdasarkan Lama perawatan
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.1, yaitu distribusi kasus
seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari didapatkan terbanyak pada
kelompok 6-8 hari yaitu sebanyak 62 kasus (62,63%). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Agus Suwarni pada tahun 1999 di rumah sakit
pemerintah dan swasta provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu didapatkan
bahwa rerata lama perawatan adalah 6-8 hari. Hal ini mungkin dapat dipengaruhi
oleh teknik seksio sesarea yang digunakan di RSUD Arifin Achmad, seperti jenis
jahitan yang mengharuskan pembukaan jahitan dilakukan pada hari ke5-7 yang
nantinya akan memperlama masa perawatan di rumah sakit. Rendahnya kasus
lama perawatan 9-11 hari dan >11 hari dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh
sudah optimalnya perawatan yang diberikan pasca pembedahan sehingga
komplikasi yang muncul setelah seksio sesarea dapat segera diatasi dengan
penatalaksanaan dan pemberian antibiotik yang tepat dan optimal.
Hal serupa juga didapatkan pada keseluruhan kasus seksio sesarea dengan
lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan lama hari perawatan (242 kasus)
bahwa kelompok dengan lama perawatan 6-8 hari merupakan kasus terbanyak
yaitu sebanyak 175 kasus (72,31%).
5.2nd Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari
Berdasarkan Komplikasi pasca seksio sesarea
Dari hasil penelitian yang diperoleh di bagian Rekam Medik RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru terhadap kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih
dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea didapatkan bahwa luka
45
basah merupakan komplikasi terbanyak yang timbul pasca seksio sesarea, yaitu
sebanyak 48,49%. Luka basah atau luka yang terinfeksi dapat terjadi pada
beberapa kondisi seperti persalinan dengan ketuban pecah yang lama, ibu
menderita anemia, hipertensi, obesitas, gizi buruk, dan dapat juga disebabkan oleh
penyakit lain yang diderita ibu seperti Diabetes mellitus. Selain dari beberapa hal
yang disebutkan di atas, ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan tingginya
kasus infeksi pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru seperti
kurangnya kesadaran pasien dalam menjaga kebersihan diri, dan masih kurangnya
kebersihan lingkungan ruang perawatan sehingga memungkinkan untuk terjadinya
infeksi nosokomial. Tingginya kasus infeksi pasca pembedahan dalam penelitian
ini juga didapatkan oleh Bensons dan Pernolls bahwa 90% dari morbiditas pasca
seksio sesarea disebabkan oleh infeksi puerperalis.
Dari 242 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari
didapatkan hanya 132 kasus yang memiliki catatan rekam medik yang lengkap
terhadap variabel yang diteliti yaitu komplikasi pasca seksio sesarea. Dan
didapatkan bahwa kelompok dengan komplikasi luka basah merupakan kasus
terbanyak yaitu sebanyak 48 kasus (36,36%).
5.3rd Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari
Berdasarkan Indikasi seksio sesarea
Dari hasil penelitian berdasarkan indikasi seksio sesarea terhadap 99 sampel
dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
didapatkan bahwa Cephalopelvik disproporsi (CPD) merupakan kasus terbanyak,
yaitu sebanyak 20 kasus (20,20%). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anna Sari bahwa HAP atau perdarahan antepartum adalah indikasi
46
terbanyak yang ditemukan yaitu sebanyak 23,9%. Dalam setiap seksio sesarea
memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Pada kasus operasi dengan indikasi
bekas seksio sesarea sebelumnya dapat ditemukan perlekatan organ dalam
panggul, atau dalam keadaan persalinan macet dikarenakan janin yang besar
sering menyulitkan dalam mengeluarkan janin sehingga dapat memperluas luka
insisi. Tingginya kasus CPD dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh
kurangnya kesadaran ibu hamil dalam memeriksakan kandungannya secara
berkala sehingga tidak dapat diketahui secara dini kondisi yang seharusnya
memerlukan tindakan khusus saat persalinan, seperti seksio sesarea. Selain itu
keterlambatan pertolongan yang diberikan dapat menimbulkan komplikasi baik
pada ibu, janin atau keduanya. Hal inilah yang pada akhirnya akan meningkatkan
risiko morbiditas pasca pembedahan.
Hal serupa juga didapatkan dari keseluruhan kasus seksio sesarea dengan lama
perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan indikasi seksio sesarea (242 kasus),
didapatkan bahwa kelompok dengan indikasi cephalopelvik disproporsi
merupakan kasus terbanyak yaitu sebanyak 44 kasus (18,18%).
5.4th Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari
Berdasarkan Rencana seksio sesarea
Dari hasil penelitian terhadap kasus seksio sesarea dengan lama perawatan
lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31
Desember 2006 diketahui bahwa sebagian besar seksio sesarea dilaksanakan
dalam keadaan darurat atau tanpa direncanakan sebelumnya sebanyak 86 kasus
(86,87%). Tindakan darurat dilakukan karena kehamilan harus segera diakhiri
dengan segera, karena penundaan persalinan akan memperburuk keadaan ibu,
47
janin atau keduanya. Sementara tindakan elektif atau seksio sesarea yang
direncanakan dapat dilakukan pada indikasi seksio sesarea ulangan atau kondisi
lain yang tidak begitu mengancam jiwa ibu dan janin. Anna Sari melaporkan
bahwa risiko morbiditas wanita dengan persalinan seksio sesarea dalam keadaan
darurat 3 kali lebih besar daripada seksio sesarea elektif. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Bensons dan Pernolls bahwa kemungkinan
munculnya komplikasi pada seksio sesarea yang direncanakan berkurang menjadi
4,2%. Tingginya kasus seksio sesarea darurat atau tidak terencana di RSUD
Arifin Achmad mungkin dapat disebabkan oleh pasien yang datang adalah pasien
rujukan dari puskesmas-puskesmas atau praktek dokter/bidan yang tidak memiliki
sarana dan prasarana yang memadai sehingga pasien yang datang sudah
membutuhkan tindakan yang segera.
Dari 242 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari
didapatkan hanya 188 kasus yang memiliki catatan rekam medik yang lengkap
terhadap variabel yang diteliti yaitu rencana seksio sesarea. Dan didapatkan
bahwa kelompok seksio sesarea yang tidak terencana merupakan kasus terbanyak
yaitu sebanyak 165 kasus (87,77%).
5.5th Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari
Berdasarkan Pemberian Antibiotik
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pemberian antibiotik didapatkan bahwa
dari seluruh sampel (242) didapatkan sebanyak 10 kasus atau sebanyak 4,13%
diberikan antibiotik baik sebelum maupun sesudah seksio sesarea sedangkan
sebanyak 232 kasus (95,87%) mendapatkan antiobiotik sesudah pembedahan
dilaksanakan. Sehubungan dengan jumlah sampel yang memenuhi syarat atau
kriteria inklusi hanya 99 kasus, didapatkan sebanyak 5 kasus (5.05%) dari kasus
48
seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari yang tercatat di bagian
Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru mendapatkan antibiotik sebelum
dan sesudah seksio sesarea dilaksanakan dan sebanyak 94 kasus (94,95%)
mendapatkan antibiotik setelah seksio sesarea dilaksanakan. Cunningham dalam
bukunya menyatakan bahwa pemberian antibiotik baik sebelum dan sesudah
seksio sesarea sangat diperlukan karena dapat mengurangi atau mencegah
terjadinya komplikasi pasca seksio sesarea. Pendapat cunningham juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Bambang Wibowo dkk di Rumah Sakit dr.
Kariadi pada tahun 2004 bahwa pemberian antibiotik sebelum seksio sesarea
dilaksanakan dapat menurunkan angka morbiditas menjadi 7%.
Tingginya kasus seksio sesarea dengan pemberian antibiotik setelah
pembedahan mungkin dapat disebabkan oleh terbatasnya kemampuan ekonomi
pasien dalam menyediakan biaya pengobatan, sehingga dengan memberikan
antibiotik setelah pembedahan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh
pasien.
Hal serupa juga didapatkan dari keseluruhan kasus seksio sesarea dengan lama
perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan penggunaan antibiotik (242 kasus)
didapatkan bahwa sebagian besar kasus seksio sesarea diberikan antibiotik setelah
pembedahan dilaksanakan yaitu sebanyak 195 kasus (80,58%).
5.6th Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari
Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen
Dari hasil penelitian yang diperoleh di bagian Rekam Medik RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru pada tahun 2006 seperti yang terlihat pada tabel 4.6 diketahui
bahwa jenis insisi abdomen terbanyak pada kasus seksio sesarea dengan lama
49
perawatan lebih dari 5 hari adalah jenis insisi longitudinal (midline) sebanyak 66
kasus (66,67%). Manuaba dalam bukunya menyatakan bahwa masa penyembuhan
yang diperlukan pada inisisi pfannenstiel lebih singkat dibandingkan dengan insisi
longitudinal (midline). Schorr dkk pada tahun 1998 melaporkan bahwa
komplikasi luka insisi yang ditimbulkan dengan insisi longitudinal (midline) 2
kali lebih sering daripada insisi pfannenstiel. Tingginya kasus seksio sesarea
dengan insisi longitudinal (midline) di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD
Arifin Achmad mungkin disebabkan oleh tingkat kesulitan pada insisi
longitudinal lebih rendah dibandingkan dengan insisi pfannenstiel, karena pada
insisi pfannenstiel sulit untuk melahirkan bayi terutama pada bayi yang besar,
sulit untuk memperbesar lapangan operasi, dan operasi membutuhkan waktu yang
lebih lama.
Dari 242 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari
didapatkan hanya 188 kasus yang memiliki catatan rekam medik yang lengkap
terhadap variabel yang diteliti yaitu jenis insisi abdomen dan didapatkan bahwa
kelompok dengan jenis insisi longitudinal (midline) merupakan kasus terbanyak
yaitu sebanyak 127 kasus (66,49%).
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di bagian Rekam Medik Obstetri dan
Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember
2006, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
50
1. Selama periode 1 Januari-31 Desember 2006 terdapat 242 kasus seksio sesarea
dengan lama perawatan lebih dari 5 hari dan hanya 99 kasus yang memenuhi
kriteria inkusi sebagai sampel.
2. Kelompok dengan lama perawatan antara 6-8 hari (62,63%) merupakan
kelompok yang terbanyak ditemui dari seluruh kasus seksio sesarea dengan
lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
3. Luka basah merupakan komplikasi yang terbanyak ditemukan pasca
pembedahan yaitu sebanyak 48,49%.
4. Cephalopelvik disproporsi (CPD) merupakan indikasi terbanyak pada kasus
seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru yaitu sebanyak 20,20%.
5. Sebagian besar dari kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5
hari menjalani pembedahan dalam keadaan darurat atau tanpa direncanakan
sebelumnya (86,87%).
6. Dari seluruh kasus seksio sesarea dengan lama perawatan pasca seksio sesarea
dengan lama perawatan pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru hanya diberikan antibiotik setelah pembedahan dilaksanakan
(94,95%).
7. Sebagian besar kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari
ditemukan sebanyak 66,67% dilakukan insisi abdomen jenis longitudinal
(midline).
6.2 Saran
51
1. Melakukan perbaikan-perbaikan dalam penulisan dan kelengkapan catatan
rekam medik pasien di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru khususnya penulisan
catatan riwayat seksio sesarea pasien.
2. Memberikan pendidikan, latihan dan keterampilan kepada tenaga-tenaga
kesehatan dibidang obstetri dan ginekologi khususnya seksio sesarea agar
dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca seksio sesarea.
3. Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit, baik sarana maupun prasarana
untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
4. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama ibu-ibu hamil tentang
pentingnya pemeriksaan kehamilan sehingga dapat diketahui apakah
persalinan dapat dilakukan secara spontan atau memerlukan tindakan khusus
seperti seksio sesarea.
5. Memberikan pengertian kepada ibu-ibu yang harus menjalani persalinan
dengan seksio sesarea agar selalu memeriksakan diri kepada tenaga-tenaga
ahli secara teratur sehingga dapat dipersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam
seksio sesarea.
6. Mengusahakan pemberian antibiotik sebelum dan sesudah pembedahan untuk
mencegah terjadinya infeksi pasca seksio sesarea.
7. Mempertimbangkan insisi pfannenstiel dalam melakukan seksio sesarea.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang W, Hari P, Inge C, Gyssens. Perbandingan kejadian infeksi luka operasi pasca bedah sesar pada penderita dengan antibiotik profilaksis pra-bedah dan setelah penjepitan tali pusat di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang, 2004.
52
Birza. Gambaran seksio sesarea di RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan 1 Januari 1999-31 Desember 2003. Dibacakan pada PIT POGI XV Batam; Medan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Sumatera Utara-RSUD dr. Pirngadi, Juli 2005.
Budiarta. Karakteristik Persalinan dengan Ekstraksi Forceps di RS Sanglah Denpasar Tahun 2004. Dibacakan pada PIT POGI XV Batam; Madan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Udayana Denpasar, Juli 2005.
Boggs W. Maternal Complication Increase With Multiple Caecarean Deliveries. Obstetry Gynecology. 2006, Vol. 108Budiarta. Karakteristik Persalinan dengan Ekstraksi Forceps di RS Sanglah Denpasar Tahun 2004. Dibacakan pada PIT POGI XV Batam; Madan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Udayana Denpasar, Juli 2005.
Charles Y, Evaluasi Terhadap Luaran Kasus Rujukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Prof. dr. RD. Kandou Manado yang Dilakukan Persalinan Secara Tindakan di Tahun 2004. Dibacakan pada PIT POGI XV Batam; Medan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Sam Ratulangi Rumah Sakit Umum Prof. dr. RD. Kandou Manado , Juli 2005.
Chestnut D. Obstetric Anesthesia Principles and Practice. USA: Mosby, 1994. Cunningham FG, MacDonald, gant NF. Williams Obstetrics. 22rd
Edition. New York: Appleton & Lange, 2005. 511-59, 592-5.
Cunningham FG, MacDonald, gant NF. Williams Obstetrics. 22rd Edition. New York: Appleton & Lange, 2005. 511-59, 592-5.
Danforth. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
Garrey, et al. Obstetrics Illustrated. 3rd Edition. New York: Churchill Livingstone, 1980.
Hacker, Neville F. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Alih bahasa: Edi Nugroho. Ed. II. Jakarta: hipokrates, 2001.319-41.
Heller, Luz. Gawat Darurat Ginekologi dan Obdtetri. Alih Bahasa: H. Mochamad Martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
Karsono B, dkk. Kedacillin Dosis Tunggal Sebagai Antibiotik Profilaksis pada Seksio Sesarea, MOGI. Jakarta: POGI, 1990.
Khomeini. Frekuensi Seksio Sesarea di RS M. Jamil Padang tahun 2001. Skripsi; Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2002.
Marcello Pietrantoni, MD, Michael T. Parsons, MD, William F. O’brien, MD, Evan Collins, MD, Robert A. Knuppel, MD, MPH, William N. Spellacy,
53
MD. Peritoneal Closure or Non Closure at Cesarean. American Journal of Obstetrics and Gynecology 1991;77:293-5.
Manuaba IBG. Operasi Kebidanan Kandungan dalam Keluarga Berencana. Jakarta: EGC, 1999.
Manuaba IBG. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: EGC, 2003.
Mary B. Munn, MD, Dwight J. Rouse, MD, John Owen, MD. Intraoperative Hypothermia and Post Caesarean Wound Infection. American Journal of Obstetrics and Gynecology 1998;91:582-4.
Rabe, Thomas. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Alih Bahasa: Manuaba IBG, dkk. Jakarta: Hipokrates, 2002.
Rayburn, William F. Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik. Jakarta: Widya Madika, 2001.
Roeshadi Haryono. R. Sulbaktam/Ampisilin sebagai Antibiotik Profilaksis pada Seksio Sesarea Elektif di RSIA Rosiva Medan. Dibacakan pada PIT POGI XV Batam; Medan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Udayana Denpasar, Juli 2005.
Sari DA. Evaluasi Tindakan Seksio Sesaria di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2004. Dibacakan pada PIT POGI XV Batam; Medan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juli 2005.
Taber, Ben-Zion. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: Teddy Supriyadi, Johannes Gunawan. Edisi kedua. Jakarta: EGC, 2004.
Lampiran 2
Tabel distribusi frekuensi populasi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari.
1. Berdasarkan lama hari perawatanLama hari perawatan Jumlah Persentase (%)
6-8 hari 175 72,31
54
9-11 hari 43 17,77>11 hari 24 9,92
Total 242 100
2. Berdasarkan komplikasi pasca seksio sesareaMacam komplikasi Jumlah kasus Persentase (%)
Luka basah 48 36,36Febris 31 23,48
Luka terbuka 25 18,94Retensi urin 13 9,85
Hematuri 9 6,82Anemis 4 3,03Flebitis 2 1,52Total 132 100
3. Berdasarkan indikasi seksio sesareaIndikasi seksio sesarea Jumlah kasus Persentase (%)
Cephalopelvik disproporsi
44 18,18
Perdarahan antepartum 36 14,88Bekas SC 35 14,46
Preeklamsia 29 11,98Kelainan letak janin 27 11,16
Gagal induksi 18 7,44Partus lama 15 6,20Fetal distress 9 3,72
Eklamsia 7 2,89Ketuban Pecah Dini 6 2,48
Gagal vakum 6 2,48Kehamilan+Myoma 4 1,65Ketuban Pecah Dini 4 1,65
Anak mahal 2 0,83Total 242 100
4. Berdasarkan rencana pembedahanRencana seksio sesarea Jumlah kasus Persentase (%)
Terencana 23 12,23Tidak terencana 165 87,77
Total 188 100
5. Berdasarkan penggunaan antibiotikPemberian antibiotik Jumlah kasus Persentase (%)
Pra+Post op 47 19,42Post op 195 80,58Total 242 100
6. Berdasarkan jenis insisi abdomenJenis insisi Jumlah kasus Persentase (%)
55
Pfannenstiel 64 33,51Longitudinal (mid line) 127 66,49
Total 191 100
RIWAYAT HIDUP PENULIS
56
A. IDENTITASIdentitas diriNama : Liza NovitaTempat, tanggal lahir : Pekanbaru, 25 Nopember 1984Agama : IslamAlamat : Jl. Duyung Villa Putri Duyung Blok G/4
Tangkerang Barat-Pekanbaru
Identitas orang tuaNama ayah : Drs. ZakariaPekerjaan ayah : Pegawai Negeri SipilNama ibu : Herlina, S. PdPekerjaan ibu : Pegawai Negeri Sipil
B. RIWAYAT PENDIDIKAN1. TK Eka Dharma Siak Sri Indrapura, lulus tahun 1990.2. SD Negeri 03 Siak Sri Indrapura, lulus tahun1996.3. SLTP Negeri 04 Siak Sri Indrapura, lulus tahun 1999.4. SMU Negeri 01 Siak Sri Indrapura, lulus tahun2002.5. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
57