Skrip Si
-
Upload
annisawira -
Category
Documents
-
view
138 -
download
6
Transcript of Skrip Si
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA (Passiflora ligularis, Juss.) ASAL
KABUPATEN JENEPONTO TERHADAP MENCIT JANTAN (Mus musculus)
ANNISYIAH WIRA MAHKOTA N111 09 108
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA (Passiflora ligularis, Juss.) ASAL KABUPATEN JENEPONTO TERHADAP
MENCIT JANTAN (Mus musculus)
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
ANNISYIAH WIRA MAHKOTA N111 09 108
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA (ligularis, Juss.) ASAL
Pembimbing Pertama, Dra.Rosany Tayeb, NIP. 19561011 198603 2 002
iii
PERSETUJUAN
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA (Juss.) ASAL KABUPATEN JENEPONTO TERHADAP MENCIT
JANTAN ( Mus musculus)
ANNISYIAH WIRA MAHKOTA
N111 09 108
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
Drs.H.Kus Haryono, MS, Apt. NIP. 19501126 197903 1 002
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
M.Si., Apt. Dra.Ermina Pakki, 19561011 198603 2 002 NIP. 19610606 198803 2 002
Pada tanggal
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA ( Passiflora JENEPONTO TERHADAP MENCIT
Pembimbing Kedua,
Dra.Ermina Pakki, M.Si., Apt. 19610606 198803 2 002
Pada tanggal Juli 2013
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA (ligularis, Juss.) ASAL
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji SkripsiFakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Panitia Penguji Skripsi
1. Ketua
Dra. Christiana Lethe
2. Sekretaris
Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt.
3. Ex Officio
Drs.H.Kus Haryono, M.S
4. Ex Officio
Dra. Rosany Tayeb
5. Ex Officio
Dra. Ermina Pakki
6. Anggota
Abd. Rahim, S.Si, M.Si, Apt.
iv
PENGESAHAN
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA (Juss.) ASAL KABUPATEN JENEPONTO TERHADAP
MENCIT JANTAN ( Mus musculus)
Oleh : ANNISYIAH WIRA MAHKOTA
N111 09 108
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji SkripsiFakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 25 Juli 2013
Panitia Penguji Skripsi
Dra. Christiana Lethe , M.Si., Apt. :………………..
Sartini, M.Si., Apt. : ……………….
H.Kus Haryono, M.S ., Apt. : ……………….
Rosany Tayeb , MSi., Apt. : ……………….
Ermina Pakki , M.Si., Apt. : ……………….
Abd. Rahim, S.Si, M.Si, Apt. : ……………….
Mengetahui :Dekan Fakultas FarmasiUniversitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyu d NIP. 19560114 198601 2 001
UJI AKTIVITAS AFRODISIAKA EKSTRAK BIJI MARKISA ( Passiflora JENEPONTO TERHADAP
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
:………………..
: ……………….
: ……………….
: ……………….
: ……………….
: ……………….
Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
din, DEA., Apt. 9560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Juli 2013
Penyusun,
Annisyiah Wira Mahkota
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
rahmatNya, penulis mampu merampungkan penyusunan skripsi ini
sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada
Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini,
namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, penulis
menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:
1. Bapak Alm.Drs.H.Kus Haryono, M.S., Apt. sebagai pembimbing utama
yang telah memberikan arahan, nasihat, dan solusi-solusi dengan
penuh kesabaran dan keramahan serta dorongan hingga akhir
hayatnya agar penulis segera menyelesaikan studi, Ibu Dra. Rosany
Tayeb, M.Si., Apt. sebagai pembimbing pertama atas bimbingan,
arahan dan motivasinya, serta Ibu Dra.Ermina Pakki, M.Si., Apt.
sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan masukan judul,
bimbingan, arahan, dan motivasinya. Penulis menyadari skripsi dan
penelitian ini mungkin tidak akan selesai dengan cepat jika beliau tidak
henti-hentinya mengingatkan penulis untuk cepat menyelesaikan
studi.
2. Dekan, Wakil Dekan, serta staf dosen Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin atas bantuan serta motivasi-motivasi yang diberikan.
vii
3. Bapak Drs.Abd.Muzakkir Rewa, M.Si., Apt. selaku penasehat
akademik yang telah memberikan arahan dalam perencanaan masa
studi dari semester I hingga semester akhir.
4. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Ir.H.Ismail Makkarateng dan
ibunda Hj.Siti Sahara, atas segala pengorbanan materi, kasih sayang,
ketulusan hati mendoakan sehingga penulis bisa menyelesaikan
kuliah sampai saat ini.
5. Saudara-saudari penulis (Nurul Afrillah Mahkota, Hidayat Amir
Mahkota, dan Suci Febriyanti Mahkota), atas dukungan dan kasih
sayang kalian selama ini. Semoga kita senantiasa menjadi anak yang
berbakti, memberikan yang terbaik untuk orang tua kita.
6. Saudara-saudari farmasi angkatan 2009 (Ginkgo 09), terkhusus Nur
Afni, Nurfitriyanti, Whyllies Agung, Amira Lestari, A.Padariani, Ayu
Asyhari, Faisah, Sasmita, dan Indah untuk beberapa tahun yang
sangat menyenangkan.
7. Saudara Nurhadri Azmi, S.Si atas segala bantuan, kesenangan,
waktu, dan menjadi tempat berkeluh kesah bagi penulis selama ini.
8. Seluruh Laboran Fakultas Farmasi, Kak Haslia, Kak Syamsiah, Kak
Sumiati, Kak Dewi, Ibunda Adriana, dan Arti Setiawati, terima kasih
telah memberi bantuan atas segala kesulitan yang dihadapi penulis
mulai dari awal hingga akhir penelitian.
9. Kepada kanda Andi Arjuna, S.Si., Apt, Andi Dian Permana, S.Si, Apt.
dan Muhammad Nur Amir, S.Si., Apt., serta Inul Hajar S.Ali, S.Si, Apt.
viii
yang telah memberi motivasi, saran, nasihat, arahan, dan memberikan
insiprasi bagi penulis yang masih diingat hingga detik ini.
10. Kepada pihak yang tidak sempat disebut namanya. Semoga Allah
membalas semua kebaikan kalian selama ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi terciptanya suatu karya yang lebih bermutu. Akhirnya,
semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan ke depannya.
Makassar, Juli 2013
Penulis
ix
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian uji aktivitas afrodisiaka ekstrak biji markisa (Passiflora ligularis, Juss.) asal jeneponto terhadap mencit jantan (Mus musculus). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas afrodisiaka dari ekstrak biji markisa. Biji markisa (BM) diekstraksi menggunakan metanol. Penelitian menggunakan mencit jantan (Mus musculus) galur Swiss-Webster yang dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 3 ekor, kontrol negatif digunakan NaCMC 1% (I), ekstrak 100 mg/kgBB (II), ekstrak 150 mg/kgBB (III), dan ekstrak 200 mg/kgBB (IV). Tingkah laku mencit jantan menaiki betina (mounting) diamati, dicatat, dan dianalisis. Hasil analisis statistik menggunakan program spss menujukkan aktivitas afrodisiaka terbesar pada (IV) dengan tingkah mounting dengan rata-rata sebanyak 13,57 kali selama 7 hari.
x
ABSTRACT
The research of activity of extract passion fruit seed (Passiflora ligularis, Juss.) from Jeneponto against male mice (Mus musculus). This study is aims to prove aphrodisiac activity from extract passion fruit seed. Passion fruit seed (BM) was extracted with methanol. The aphrodisiac test was perform in male mice (Swiss-Webster) that were divided into 4 groups (3 mice each), negative control treated with NaCMC 1% (I), treated with extract 100 mg/kgBW (II), treated with extract 150 mg/kgBW (III), and treated with extract 200mg/kgBW (IV). The male’s behavior when the male climb the female (mounting) were recorded and analysed. The result using by spss program indicated that the highest aphrodisiac activity was demonstrated by group IV, mounting 13,57 times during 7 day.
xi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iiii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. ix
ABSTRACT ................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 4
II.1 Uraian Tanaman .................................................................................. 4
II.1.1 Klasifikasi ......................................................................................... 4
II.1.2 Nama daerah .................................................................................... 4
II.1.3 Morfologi Tanaman ........................................................................... 4
II.1.4 Kandungan Kimia ............................................................................. 5
II.1.5 Kegunaan Tanaman ........................................................................ 6
II.2 Ekstraksi .............................................................................................. 6
II.2.1 Maserasi ........................................................................................... 7
xii
II.3 Organ Reproduksi Pria ........................................................................ 9
II.4 Proses Seksual .................................................................................. 10
II.5 Infertilitas............................................................................................ 12
II.5.1 Pengertian Infertilitas ...................................................................... 12
II.5.2 Disfungsi Seksual Pria .................................................................... 13
II.6 Afrodisiaka ......................................................................................... 16
II.6.1 Pengertian Afrodisiaka .................................................................... 16
II.6.2 Afrodisiaka Sintetik ......................................................................... 17
II.6.3 Mekanisme Kerja Afrodisiaka .......................................................... 19
II.7 Uraian Hewan Uji ............................................................................... 20
II.7.1 Sifat-Sifat Mencit ............................................................................. 20
II.7.2 Cara Pemilihan dan Penyiapan Mencit ........................................... 20
II.7.3 Cara Penanganan Mencit ............................................................... 21
II.7.4 Organ Reproduksi Mencit Jantan .................................................... 21
II.7.5 Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan ................................................ 23
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN .................................................... 25
III.1 Alat dan Bahan ................................................................................. 25
III.2 Metode Kerja .................................................................................... 25
III.2.1 Pengambilan Sampel .................................................................... 25
III.2.2 Ekstraksi Sampel ......................................................................... 25
III.2.3 Pembuatan Bahan Penelitian ......................................................... 26
III.2.3.1 Pembuatan Larutan Koloidal NaCMC 1% ................................... 26
III.2.3.2 Suspensi Ekstrak Metanol Biji 100 mg/kgBB .............................. 26
xiii
III.2.3.3 Suspensi Ekstrak Metanol Biji 150 mg/kgBB .............................. 26
III.2.3.4 Suspensi Ekstrak Metanol Biji 200 mg/kgBB .............................. 26
III.3 Penyiapan Hewan Uji.. ...................................................................... 27 III.4 Perlakuan Terhadap Hewan Uji ........................................................ 27
III.5 Pengamatan ..................................................................................... 28
III.6 Pengumpulan dan Analisis Data ...................................................... 28
III.7 Pembahasan Hasil ........................................................................... 28
III.8 Pengambilan Kesimpulan ................................................................ 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 30
IV.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 30
IV.2 Pembahasan .................................................................................... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 36
V.1 Kesimpulan ........................................................................................ 36
V.2 Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37
LAMPIRAN............................................................................................... 41
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Rendamen Ekstrak
2. Data Total Jantan Naik Betina (mounting) selama 7 hari
3. Gambaran Frekuensi Jantan Naik Betina (mounting) setelah pemberian perlakuan selama 7 hari
4. Data Harian Jantan Naik Betina (mounting)
5. Anova
6. Perbandingan Ganda Hasil Anova 7. Duncan
30
30 31 45 47 47 48
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Organ Reproduksi Pria
2. Histogram rata-rata jantan naik betina (mounting) selama 7 hari
3. Histogram frekuensi jantan naik betina (mounting) selama 7 hari
4. Tanaman Markisa
5. Ekstraksi Biji Markisa
6. Mounting mencit jantan ke mencit betina
7. Mounting mencit jantan ke mencit betina
10
31
32
49 49 50 50
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja
2. Perhitungan Dosis 3. Perhitungan Statistik 4. Gambar
41
43
45
49
1
BAB I
PENDAHULUAN
Afrodisiaka dapat digambarkan sebagai beberapa zat yang dapat
membantu dalam fertilisasi berupa makanan, obat, tindakan serta alat.
Selain itu, rangsangan cahaya, sentuhan, bau, rasa (pengecapan) dan
suara (pendengaran) bisa juga dikatakan sebagai afrodisiaka. Walaupun
begitu, ada hal-hal yang tidak dapat dihindari salah satunya adalah
infertilitas (1,2).
Infertilitas merupakan masalah sosial dan medis yang terjadi pada
kurang dari 10-15% pasangan suami istri. WHO memperkirakan bahwa
sekitar 60-80 juta pasangan yang mengalami infertil, sehingga pasangan-
pasangan tersebut berusaha mengobatinya (3).
Telah banyak obat diformulasikan sebagai stimulan seks dan untuk
meningkatkan aktivitas seksual baik pada pria maupun wanita. Meskipun
demikian, penggunaannya tetap menimbulkan efek samping. Penggunaan
afrodisiaka sintetik secara terus menerus menunjukkan dilatasi pembuluh
darah sehingga menyebabkan rasa sakit kepala, pusing, dan pingsan.
Apabila digunakan terus menerus dengan dosis yang tinggi, dapat pula
menyebabkan muka menjadi merah, pandangan kabur, dan sensitif
terhadap cahaya (4).
Sehingga, afrodisiaka dari tanaman atau herbal yang berlawanan
dengan bahan sintetis mulai dipertimbangkan dalam pengobatan. Salah
satu pemanfaatan tumbuhan obat adalah sebagai afrodisiaka oleh
2
masyarakat Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Tumbuhan
obat yang digunakan untuk meningkatkan vitalitas seksual pada kaum pria
adalah biji buah markisa (3).
Markisa merupakan tanaman budidaya yang umumnya
mengandung fitokonstituen berupa senyawa alkaloid, fenol, glikosida,
flavonoid, sianogenik, passiflorisin, poliketida, dan α-piron. Pada
umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai afrodisiaka
mengandung senyawa-senyawa turunan sterol, saponin, alkaloid, tannin,
dan senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh dan
memperlancar peredaran darah. Sehingga, penggunaan markisa sebagai
afrodisiaka patut dilakukan pemeriksaan (5,6).
Ingale et al. menyatakan bahwa senyawa chrysine yang diisolasi
dari ekstrak bunga markisa jenis Passiflora caetulea mempunyai aktivitas
sebagai antiansietas ketika diinjeksikan pada tikus dengan dosis
1mg/kgBB, sedangkan Ichimura mengemukakan bahwa ekstrak metanol
markisa jenis Passiflora edulis dapat menunjukkan efek antihipertensi
pada dosis per oral 10mg/kgBB. Patel, DK et al, mengemukakan bahwa
ekstrak metanol markisa jenis Passiflora incarnata menunjukkan aktivitas
afrodisiaka tertinggi pada dosis 100mg/kgBB p.o pada mencit jantan.
Adapun penelitian terhadap markisa jenis Passiflora ligularis,
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri baik pada gram positif dan gram
negatif (7,8).
3
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang timbul
adalah bagaimana efek afrodisiaka terhadap berbagai ekstrak biji markisa
(Passiflora ligularis Juss.) terhadap mencit jantan dengan melihat
parameter frekuensi jantan naik betina (mounting) (9).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman (10,11) Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Sapindales
Suku : Passifloraceae
Marga : Passiflora
Jenis : Passiflora ligularis, Juss.
II.1.2 Nama Daerah (12,13)
Nama daerah markisa antara lain buah negri (Jawa), paksi (Sunda),
konyal (Jawa Barat), areuy pasi, buah monyet, granadilla (Amerika Selatan),
maracuya (Spanyol), dan markisa (Melayu).
II.1.3 Morfologi (10)
Markisa (Passiflora ligularis, Juss.) merupakan herba berkayu,
mamanjat, berakar tunggang, memiliki batang segi empat, dan ada sulur
5
yang keluar dari ketiak daun. Daun tunggal tersebar, bangun daun bulat telur
memanjang, pertulangan daun menjari, serta ada daun penumpu (stipula)
yang berukuran kecil. Pangkal daun berbentuk jantung bertaju tiga,
permukaan daun licin, tepi daun bergigi tidak dalam dan runcing. Bunga
keluar dari ketiak daun, hermaprodit, mahkota bunga berlepasan, dan ada
mahkota tambahan. Bakal buah menumpang, buah buni, biji berarellus
berwarna kuning, kulit buah yang masih muda berwarna hijau, hijau
keunguan, setelah masak berwarna kuning tua. Panjang buah 9 cm, tebal
kulit buah 1 cm, dan ada tiga daun buah membentuk satu ruang. Dialypetalae
artinya mahkota bunga berlepasan, tanaman markisa konyal termasuk famili
Passifloraceae artinya markisa-markisaan.
II.1.4 Kandungan Kimia (5,14)
Markisa merupakan tanaman budidaya yang umumnya mengandung
fitokonstituen berupa senyawa alkaloid, fenol, glikosida, flavonoid,
sianogenik, passiflorisin, poliketida, dan α-piron.
Markisa (Passiflora ligularis, Juss.) mengandung karotenoid 1,16%
pada varietas ungu, 0,06% pada varietas kuning; flavonoid 1,06% pada ungu,
1% pada kuning; alkaloid (terutama harman yang dapat mengurangi cemas)
0,01% pada ungu, 0,70% pada kuning. Di dalam sari buah markisa terdeteksi
7 alkaloid, empat diantaranya telah teridentifikasi yaitu harman, harmol,
harmin dan harmalin.
6
II.1.5 Kegunaan Tanaman (8,14,15)
Di negara asalnya Brazilia, tanaman markisa telah berabad-abad
digunakan dalam ramuan tradisional, daun markisa digunakan sebagai
sedatif, sedangkan sari buahnya sebagai heart tonic. Satu cangkir seduhan
daun atau dua gelas sari buah secara alamiah dapat menenangkan anak
sangat hiperaktif (autis). Minuman yang dibuat dari bunga markisa biasa
digunakan untuk mengobati asma, batuk dan bronkhitis. Di Peru, negara di
Amerika Latin juga menggunakan sari buah markisa untuk mengobati infeksi
saluran kencing dan sebagai diuretik. Juga diinformasikan bahwa minyak biji
buah markisa telah digunakan sebagai obat alami untuk relaksasi, sebagai
depresan SSP. Buah markisa dapat mengurangi ketegangan otot,
menurunkan cemas, sakit kepala, kejang otot dan spasme, serta menurunkan
tekanan darah, sedangkan daunnya bagus untuk insomnia. Selain itu markisa
juga memiliki daya anti bakteri serta dapat pula untuk mengobati malaria.
II.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh
dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan
menggunakan medium pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula. Ekstraksi
dapat dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang diperoleh sesudah
pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micela”. Micelle ini
7
dapat diubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair dan tinktura
atau sebagai produk/bahan antara yang selanjutnya dapat diproses menjadi
ekstrak kering.(16)
II.2.1 Maserasi
Proses maserasi merupakan proses sederhana untuk mendapatkan
ekstrak dan diuraikan dalam kebanyakan farmakope. Cara ini sesuai, baik
untuk skala kecil maupun skala industri. Proses yang paling sederhana hanya
menuangkan pelarut pada simplisia. Sesudah mengatur waktu sehingga
sesuai untuk tiap – tiap bahan tanaman (simplisia), ekstrak dikeluarkan, dan
ampas hasil ekstraksi dicuci dengan pelarut yang segar sampai didapat berat
yang sesuai. Prosedur ini sama dengan pembuatan tingtur atau ekstrak
khusus, dan kadang – kadang merupakan satu – satunya prosedur untuk
tanaman yang mengandung zat berlendir (musilago) tinggi. Sebetulnya cara
ini tidak begitu berguna karena tidak pernah dapat menarik zat berkhasiat
dari tanaman secara sempurna. Ampas menahan sejumlah besar solute,
yang untuk perolehanya harus dilakukan proses pemerasan (penekanan)
atau cara sentrifugasi (16).
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia
dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian
dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, sambil berulang-ulang diaduk.
Setelah 3-5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari
secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak
8
100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya,
selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan.
Maserasi dapat dimodifikasi misalnya:
• Digesti, adalah maserasi dengan pemanasan lemah, yaitu pada suhu
40-500C. Hanya untuk simplisia yang zat aktifnya tahan pemanasan.
Dengan adanya pemanasan, kekentalan pelarut berkurang, yang
dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan pembatas. Selain
itu keuntungan yang diperoleh adalah daya melarutkan cairan penyari
akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh
yang sama dengan pengadukan. Keuntungan lainnya adalah koefisien
difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik
dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada
kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila
suhu dinaikkan.
• Maserasi dengan mesin pengaduk, yaitu dengan mesin yang terus
berputar, maserasi dapat dipersingkat 6-24 jam.
• Remaserasi, dimana cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia
dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah
diendaptuangkan, ampas disari lagi dengan cairan penyari kedua.
• Maserasi melingkar. Dengan cara ini, penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat
9
aktifnya. Adapun keuntungan yang dapat diperoleh antara lain, aliran
cairan penyari mengurangi lapisan batas, cairan penyari akan
didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil
kepekatan setempat, dan waktu yang diperlukan lebih singkat.
• Maserasi melingkar bertingkat, hampir sama dengan maserasi
melingkar. Hanya saja, bejana penampungnya lebih dari 1, atau
disesuaikan.
Keuntungannya adalah cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan lebih sederhana dan mudah
diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna (17, 18).
II.3 Organ Reproduksi Pria
Alat reproduksi pada pria terdiri dari beberapa organ yang
berhubungan, yaitu testis adalah organ kelamin pria tempat pembentukan
spermatozoa serta penghasil testosteron. Epididimis adalah organ kecil yang
terkait pada testis dan terletak di belakang testis. Vas deferens adalah
sebuah saluran yang berjalan dari bagian bawah epididimis, naik di belakang
testis masuk ke dalam pelvis. Vesikula seminalis atau kandung mani adalah
dua buah kelenjar tubuler yang terletak kanan dan kiri di belakang leher
kandung kemih. Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besar, terletak
di bawah kandung kemih,
majemuk, saluran-saluran dan otot polos.
berupa kantong yang terdiri atas kulit tanpa lemak
jaringan otot. Penis atau zakar, tempat muara
penis adalah preputum atau kulum (
Gambar 1. Organ Reproduksi PriaParamedis.
II.4 Proses Seksual
Seksualitas merupakan sesuatu
sudut pandang biologis, fisiologi,
Perilaku seksual pada tikus jantan terdiri dari tiga tahap,
(tunggangan) adalah posis
dalam vagina. Tahap kedua adalah
di bawah kandung kemih, mengelilingi uretra dan terdiri atas kelenjar
saluran dan otot polos. Skrotum adalah sebuah struktur
berupa kantong yang terdiri atas kulit tanpa lemak sub kutan, berisi sedikit
jaringan otot. Penis atau zakar, tempat muara uretra. Kulit p
penis adalah preputum atau kulum (19).
Gambar 1. Organ Reproduksi Pria (sumber: Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2009)
II.4 Proses Seksual
Seksualitas merupakan sesuatu yang komplek, berhubungan
sudut pandang biologis, fisiologi, interpersonal, dan behavioural
Perilaku seksual pada tikus jantan terdiri dari tiga tahap,
(tunggangan) adalah posisi bersetubuh, tetapi penis belu
dalam vagina. Tahap kedua adalah intromission (intromisi), yaitu penis masuk
10
terdiri atas kelenjar
adalah sebuah struktur
sub kutan, berisi sedikit
uretra. Kulit pembungkus glan
Anatomi dan Fisiologi untuk (19)
yang komplek, berhubungan dengan
behavioural (kebiasaan).
Perilaku seksual pada tikus jantan terdiri dari tiga tahap, yaitu: mount
i bersetubuh, tetapi penis belu dimasukkan ke
(intromisi), yaitu penis masuk
11
ke dalam vagina saat tunggangan. Ejaculation (ejakulasi) adalah pemancaran
semen (20).
Proses seksual pria dapat diklasifikasikan menjadi tiga. Klasifikasi
pertama menyebutkan bahwa respon psychosexual terdiri dari empat tahap:
excitement, plateau, orgasme dan resolusi. Klasifikasi kedua berdasarkan
pada perubahan penodynamic, yaitu psycosexual dibagi menjadi latency dan
tumescence; plateau dibagi menjadi ereksi dan rigiditas; orgasme dibagi
menjadi emisi dan ejakulasi; resolusi dibagi menjadi detumescence dan
refractoriness. Klasifikasi ketiga berdasarkan pada aktivitas fungsional
selama siklus seksual, yaitu libido, ereksi, ejakulasi, orgasme, dan
detumescence (20).
1) Libido
Libido adalah hasrat atau dorongan yang bersifat produktif, konstruktif
serta bertujuan kepada integrasi (penyempurnaan yang menyeluruh), bersifat
seksual, dan dapat dipengaruhi dengan cara hormonal maupun non
hormonal (1). Libido merupakan kebutuhan biologis atas rangsangan seksual
dan sering kali ditandai sebagai perilaku seksual (20).
2) Ereksi
Ereksi adalah kondisi pembesaran dan kekakuan penis yang telah
mencapai puncak untuk penetrasi ke dalam vagina. Sewaktu jaringan erektil
penis terisi darah, vena mengalami tekanan dan aliran keluar terhambat
sehingga turgor organ bertambah. Ereksi dapat timbul karena rangsangan
12
psikogenik dan sensoris, berupa imajinasi, visual, audio, penciuman, dan
genital reflexogenic (20,21).
3) Ejakulasi
Ejakulasi adalah proses refleks spinal yang meliputi dua tahap. Tahap
pertama, emisi yaitu pergerakan semen ke dalam uretra. Tahap kedua,
ejakulasi sebenarnya yaitu terdorongnya semen keluar uretra pada saat
orgasme (19). Semen adalah ejekulat yang berasal dari seorang pria berupa
cairan kental dan keruh, berisi secret dari kelenjar prostat, kelenjar lain dan
spermatozoa (22).
4) Orgasme
Orgasme merupakan puncak dari aktivitas seksual (20).
5) Detumescence
Detumescence adalah penurunan penis setelah ejekulasi. Bagian
tubuh yang mengalami perubahan akibat perangsangan dan peningkatan
setelah tahap orgasme akan berangsur-angsur kembali normal (1).
II.5 Infertilitas
II.5.1 Pengertian Infertilitas
Infertilitas berarti ketidakmampuan hamil atau menyebabkan
kehamilan. Infertilitas merupakan masalah yang lazim ditemui pada
pasangan suami istri. Suatu pasangan dapat dikatakan infertil apabila
kehamilan tidak terjadi setelah satu tahun melakukan koitus normal dan tidak
13
menggunakan kontrasepsi apapun. Masalah-masalah infertilitas total atau
sebagian pada pria adalah 40% sampai 50%, faktor pada wanita 40%, dan
faktor yang tidak diketahui sekitar 10% dari kasus yang ditemui.
Faktor-faktor pada pria termasuk frekuensi koitus, masalah insersi
penis, abnormalitas anatomi dari sistem reproduksi, defisiensi nutrisi berat,
gangguan psikologis, dan kebiasaan sosial seperti penyalahgunaan alkohol
atau obat-obatan. Faktor-faktor pada wanita termasuk segala hal yang
mengganggu perkembangan ovum yang sehat, implantasi pada uterus, dan
pertumbuhan serta kelahiran normal bayi. Faktor-faktor lain yang terlibat
adalah setiap hal yang mengganggu penyimpanan sperma dalam vagina
atau sperma lewat melalui vagina, serviks, uterus, dan tuba ke ovum. Selain
itu, defisiensi nutrisi, gangguan endokrin, masalah psikologis, dan keadaan
penyakit kronik, reaksi imunologi terhadap sperma dapat menjadi faktor
umum penyebab infertilitas. Frekuensi koitus dan kesulitan mencapai atau
mempertahankan ereksi serta kebiasaan mengkonsumsi alhokol dan obat-
obatan dapat pula menjadi faktor-faktor penting yang menyebabkan
infertilitas. (23,24)
II.5.2 Disfungsi Seksual Pria (1)
Disfungsi seksual dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Gangguan psikologi : perasaan cemas, depresi, stres, takut akan
kegagalan seksual.
14
2) Defisiensi androgen : defisiensi testosteron, hiperprolactinemia.
3) Penyakit kronis : diabetes mellitus, hipertensi.
4) Insufisiensi vaskuler : aterosklerosis, venous leakage.
5) Penyakit penile : Peyronie’s, priapism, phinosis, disfungsi otot polos.
6) Penyakit neurologi : Parkinson’s disease, stroke, trauma otak,
Alzheimer’s disease.
7) Obat-obatan : efek samping dari antihipertensi, antiulcer,
antidepresan, dan antiandrogen.
8) Gaya hidup : konsumsi alkohol kronis, merokok.
9) Penuaan : penurunan jumlah hormon.
10) Penyakit sistemik : penyakit kardiovaskuler, hati, ginjal, kanker,
metabolik, pasca transplantasi organ.
Disfungsi seksual dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Gangguan gairah seksual
Disfungsi ini meliputi gairah seksual hipoaktif, yaitu berkurang atau
tidak munculnya fantasi seksual dan hasrat untuk melakukan aktivitas
seksual, dan gairah seksual kompulsif (20).
2) Disfungsi ereksi
Disfungsi ereksi adalah kesulitan mencapai kondisi penetrasi. Hal ini
setidaknya terjadi 50% dari aktivitas seksual selama rentang waktu enam
bulan.
15
3) Gangguan ejakulasi
a) Ejakulasi prematur
Ejakulasi prematur merupakan disfungsi seksual yang paling umum
terjadi pada laki-laki. Dapat diikuti oleh ejakulasi dengan rangsangan seksual
yang minim secara persisten atau temporal yang terjadi sebelum, ketika, atau
setelah penetrasi dan sebelum seseorang menginginkan hal tersebut; sulit
dalam berkomunikasi; serta kondisi yang tidak muncul sebagai efek langsung
dari suatu obat.
b) Ejakulasi nyeri
Ejakulasi yang terjadi sebagai efek samping dari antidepresan trisiklik,
yaitu nyeri pada organ genital selama atau sekejap setelah ejakulasi.
c) Ejakulasi yang terhambat yaitu ejakulasi tidak terjadi sepenuhnya.
d) Ejakulasi retrograde
Terjadi saat ejakulasi dipaksa kembali ke dalam testis daripada
melewati uretra untuk dikeluarkan penis pada waktu orgasme.
4) Gangguan orgasme
Gangguan orgasme adalah penundaan secara persisten atau
temporal, atau tidak terjadi orgasme selama aktivitas seksual.
5) Kegagalan detumescence
Kegagalan detumescence adalah perpanjangan waktu ereksi,
biasanya berakhir sekitar empat jam atau lebih (20).
16
II.6 Afrodisiaka
II.6.1 Pengertian Afrodisiaka (1,2,20)
Afrodisiaka adalah semacam zat perangsang yang konon dapat
meningkatkan gairah seks. Afrodisiaka berasal dari kata Aphrodite dalam
mitologi Yunani yang berarti dewi cinta (seksual), kecantikan, dan kesetiaan.
Afrodisiaka didefinisikan sebagai substansi yang mampu meningkatkan
dorongan dan kepuasan seksual, berupa makanan, obat, tindakan serta alat.
Rangsangan cahaya, sentuhan, bau, rasa (pengecapan) dan suara
(pendengaran) bisa juga dikatakan sebagai afrodisiaka.
Berdasarkan mekanisme aksinya afrodisiaka dapat dibagi menjadi
tiga:
1) Afrodisiaka yang menyediakan nilai gizi, sehingga mampu
meningkatkan kesehatan atau kebugaran, akibatnya performa seksual dan
libido mengalami peningkatan. Contoh, dalam tradisi orang-orang Cina
menggunakan tanduk badak sebagai afrodisiaka, sebab tanduk badak terdiri
dari jaringan serabut yang mengandung kalsium dan fosfat. Defisiensi
kalsium dan fosfat dapat menyebabkan lemah otot dan tubuh terasa lelah,
sedangkan penggunaan dosis tinggi kalsium dan fosfat dapat meningkatkan
stamina.
2) Afrodisiaka yang mempengaruhi efek psikologi secara spesifik.
Afrodisiaka mempengaruhi aliran darah, gairah seksual dan
meningkatkan durasi aktivitas seksual. Contoh: bahan aktif pada Spanish fly,
17
kristal lakton dan cantharidin yang diberikan secara topical menimbulkan
gairah seksual luar biasa, karena dilaporkan bahwa Spanish fly bisa
meningkatkan aliran darah di dalam tubuh.
Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa tumbuhan afrodisiaka
mengandung senyawa-senyawa saponin, alkaloid, tannin dan senyawa –
senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan peredaran darah
pada sistem saraf pusat (serebal) atau sirkulasi darah tepi (perifer). Efek
meningkatkan sirkulasi darah ini terjadi juga pada genital pria. Peningkatan
sirkulasi darah akan memperbaiki fungsi organ. Obat-obat lain yang
mempunyai efek psikologis digunakan untuk memperpanjang ereksi,
membantu membatasi pengaruh dari sistem saraf simpatetik. Contoh:
Sildenafil citrate (Viagra), dan yohimbe dari Pausinystalia yohimbe
3) Afrodisiaka yang aktif secara biologis adalah afrodisiaka yang alami
aktif secara psikologi. Afrodisiaka dapat melewati sawar darah otak dan
menstimulasi beberapa perangsang seksual. Contoh: hormon, pheromone
dan berbagai macam neurotransmitter.
II.6.2 Afrodisiaka Sintetik
II.6.2.1 Sildenafil (25,26)
Sildenafil pada mulanya ditujukan sebagai vasodilator koroner pada
angina pektoris. Efek vasodilatasinya terhadap miokard kurang memuaskan,
tetapi efektif untuk memelihara ereksi selama beberapa jam. Mekanisme
18
kerjanya berdasarkan penghambatan enzim fosfodiesterase (PDE) dengan
jalan memblokir reseptornya di badan pengembang, sehingga cGMP
terhambat penguraiannya dan ereksi diperpanjang. Karena tidak
menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya memperkuat dan
memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum terdapat
stimulasi atau eksitasi seksual. Dosis yang digunakan 25-100mg (sebagai
sitrat) 1 jam sebelum aktivitas seksual, maksimal sekali dalam sehari.
Resorpsinya dari usus cepat dengan bioavaibilitas 41% dan efeknya
sudah tampak setelah kurang lebih 20 menit. Kadar puncak dicapai setelah
0,5-2jam. Dalam hati dirombak oleh enzim CYP3A4 menjadi N-
desmetilsildenafil dengan aktivitas 50% dan waktu paruh 4 jam. Eksresinya
sebagai metabolit terutama melalui feses (80%) dan urin (13%).
Efek samping umumnya bersifat singkat dan tergantung dari dosis.
Paling sering timbul ialah sakit kepala, muka merah, gangguan penglihatan,
dan mual. Semua efek ini berkaitan dengan blokade PDE yang terdapat di
seluruh tubuh. Selain itu, dapat pula mengakibatkan hilangnya kesadaran
akibat turunnya tekanan darah yang terlalu drastis, terutama bila dikombinasi
dengan nitrogliserin atau antihipertensi lainnya.
Obat ini dikontra-indikasikan pemakaiannya bersama dengan obat
yang juga dirombak oleh enzim CYP3A4, seperti simetidin, ketokonazol,
itrakonazol, eritromisin dan obat anti-HIV penghambat protease.
19
II.6.2.2 Apomorfin (25,26)
Penggunaan apomorfin memiliki mekanisme kerja yang sama dengan
sildenafil, yakni melalui neurotransmitter nitrogenoksida (NO) yang
mendorong produksi cGMP. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam
darah memuncak dalam 40-60 menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20
menit dengan waktu paruh 3 jam.
Efek samping utama adalah mual, sakit kepala, dan pusing. Efek
samping lainnya berupa rasa kantuk, menguap, batuk, pilek, dan sakit
tenggorokan. Penderita penyakit jantung dan hipotensi tidak dianjurkan
minum apomorfin.
Dosis yang digunakan 2mg sublingual dilarutkan di bawah lidah
kurang lebih 20 menit menjelang aktivitas seksual. Bila perlu dosis dapat
ditingkatkan sampai 3mg. Dosis kedua dapat diminum setelah 8 jam.
II.6.3 Mekanisme Kerja Afrodisiaka
Ereksi terjadi karena pada eksitasi seksual saraf-saraf otak
memberikan sinyal ke penis yang melepaskan sejumlah neurotransmitter oleh
semua sel dinding pembuluh di badan pengembangnya, antara lain
nitrogenoksida (NO). Gas neurotransmitter ini berperan penting pada
ketahanan umum serta imunomodulasi dan dengan demikian terlibat pada
banyak gangguan peradangan. Antara lain NO mengaktifkan enzim
guanylatcyclase yang menstimulir perubahan GTP (guanyltriphosphate)
20
menjadi cGMP (cyclic guanyl-monophosphate). Secara biokimiawi ereksi
bercirikan adanya keseimbangan antara cGMP dan enzim PDE-5
(phosphodiesterase tipe-5) yang menguraikan cGMP menjadi 5GMP. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara cGMP dan PDE, obat-obat afrodisiaka
membantunya dengan cara menghambat enzim PDE sehingga cGMP
penguraiannya terhambat dan ereksi diperpanjang (25).
II.7 Uraian Hewan Uji
II.7.1 Sifat-Sifat Mencit
Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat
berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya
cukup besar serta sifat anatomi dan fisiologinya terkarakterisasi dengan baik.
Mencit hidup dalam daerah yang luas penyebarannya mulai dari iklim dingin,
sedang maupun panas dan dapat hidup terus menerus dalam kandang atau
secara bebas sebagai hewan liar. Mencit dapat mengapai umur 2-3 tahun.
Mencit paling banyak digunakan di laboratorium untuk berbagai penelitian
dan yang sering digunakan adalah mencit albino Swiss (27).
II.7.2 Cara Pemilihan dan Penyiapan Mencit
Hewan yang digunakan harus sehat, tidak menunjukkan kelainan yang
berarti. Mencit yang digunakan adalah mencit albino dengan berat 20-35 g.
Sekurang-kurangnya dua minggu sebelum pengujian, hewan sudah harus
dipelihara dan dirawat sebaik-baiknya (27).
21
II.7.3 Cara Penanganan Mencit
Mencit bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan.
Sebaliknya bila diperlakukan dengan kasar, mereka akan menjadi agresif
dan bahkan menggigit. Mencit dapat dikekang dengan cara memegang
ekornya dengan jari atau pinset yang ujungnya dilapisi karet, sedangkan
tangan kanan memegang bagian leher (27).
Untuk tujuan penyuntikan dan pemeriksaan mencit diangkat ekornya
lalu ditempatkan pada permukaan kasar sehingga mencit terdiam karena
kakinya berpegang pada permukaan kasar tersebut. lalu tangan yang satu
memegang punggung dan leher (27).
II.7.4 Organ Reproduksi Mencit Jantan (28)
Testis merupakan salah satu organ yang penting dalam reproduksi
jantan. Testis berfungsi untuk memproduksi sperma dan hormon reproduksi
yaitu testosteron. Wischnitzers (1967) menyatakan bahwa testis terdiri dari
sepasang gonad yang berbentuk oval. Testis dibungkus skrotum yang terdiri
dari tiga atau empat lapisan. Lapis superficial kulit, dibawahnya terdapat lapis
fibrosa dan jaringan otot yaitu tunica dartos dibawahnya terdapat tunica
vaginalis yang menutupi dinding skrotum (Hartono, 1988). Bagian dalam
testis terdapat lobuli-lobuli yang didalamnya terdiri dari saluran-saluran kecil
yang bergulung yang disebut tubulus seminiferus yang menghasilkan dan
berisi spermatozoa. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari dua tipe sel yaitu
sel yang memproduksi sperma dan sel pendukung yang memproduksi cairan
22
sumber makanan sperma. Sel-sel pendukung tersebut dikenal sebagai sel
sertoli. Disamping itu, terdapat sel interstitialyang berada diantara tubulus
seminiferus yang memproduksi hormon testosteron.
Organ kopulatoris hewan jantan, penis, mempunyai tugas ganda yaitu
pengeluaran urin dan peletakan semen ke dalam saluran reproduksi hewan
betina. Penis terdiri dari akar, badan dan ujung bebas yang berakhir pada
kepala penis. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang relatif
besar dan diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal berwarna putih, tunica
albuginea. Di bagian ventral terdapat korpus kavernikum uretra, suatu
struktur yang relatif lebih kecil yang mengelilingi uretra.
Epididimis adalah suatu struktur memanjang yang bertaut rapat
dengan testis. Ia mengandung ductus epididimidis yang sangat berliku-liku.
Epididimis dapat dibagi atas kepala, badan dan ekor (Toelihere, 1985).
Epididimis terletak dibagian permukaan dorsal testis. Organ tersebut terdiri
dari tubulus-tubulus yang bersambung dari testis melalui ductus efferentes
yang lembut (Wischnitzers, 1967). Secara makroskopis dibedakan adanya
kepala (caput), badan (corpus) dan ekor (cauda) epididimis. Epididimis
berfungsi untuk pematangan spermatozoa dan untuk menyimpan
spermatozoa yang sudah matang (dewasa). Saluran epididimis dan vas
deferens juga berfungsi untuk transpor spermatozoa.
Vas deferens atau ductus deferens adalah saluran yang berliku-liku
yang berjalan sejajar dengan epididimis yang mengangkut sperma dari ekor
23
epididimis ke uretra. Dindingnya mengandung otot-otot licin yang penting
dalam mekanisasi pengangkutan semen waktu ejakulasi.
Fungsi vas deferens adalah untuk transportasi spermatozoa. Kedua
vas deferens yang terletak bersebelahan diatas vesica urinaria lambat laun
akan menebal dan membesar membentuk ampula. Penebalan ampula
disebabkan karena banyak terdapat kelenjar pada dinding saluran. Kelenjar-
kelenjar ini bersifat tubuler dan secara histologis sangat mirip dengan struktur
kelenjar vesicularis.
II.7.5 Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan (28)
Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong
skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa
embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar aksesoris, uretra dan
penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan. Epididimis
adalah tuba terlilit yang panjangnya mencapai 20 kaki (4 m sampai 6 m).
Epididimis terletak pada bagian dorsolateral testis, merupakan suatu struktur
memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri
dari bagian kaput, korpus dan kauda epididimis. Bagian ini menerima sperma
dari duktus eferen.
Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat duktus eferen
menuju kepala epididimis. Epididimis merupakan pipa dan berkelok-kelok
yang menghubungkan vas eferensia pada testis dengan duktus eferen (vas
deferen). Kepala epididimis melekat pada bagian ujung dari testis dimana
24
pembuluh-pembuluh darah dan saraf masuk. Badan epididimis sejajar
dengan aksis longitudinal dari testis dan ekor epididimis selanjutnya menjadi
duktus deferen yang rangkap dan kembali ke daerah kepala. Epididimis
berperan sebagai tempat untuk pematangan spermatozoa sampai pada saat
spermatozoa dikeluarkan dengan cara ejakulasi. Spermatozoa belum matang
ketika meninggalkan testikel dan harus mengalami periode pematangan di
dalam epididimis sebelum mampu membuahi ovum.
Jika spermatozoa terlalu banyak ditimbun, seperti oleh abstinensi (tak
ejakulasi) yang lama atau karena sumbatan pada saluran keluar, sel
epididimis dapat bertindak fagositosis terhadap spermatozoa. Spermatozoa
itu kemudian berdegenerasi dalam dinding epididimis. Pada orang vasektomi,
epididimis juga berperan untuk memphagocytosis spermatozoa yang
tertimbun terus-menerus (di samping makrofag). Terbukti spermatozoa yang
diambil dari daerah kaput dan korpus tak fertil, sedang yang diambil dari
daerah kauda fertil; sama halnya dengan spermatozoa yang terdapat dalam
ejakulat.
25
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah bejana maserasi, gelas Erlenmeyer 50ml
(Pyrex), gelas tentuukur 100ml (Pyrex), gelas ukur 25ml (Pyrex), cawan
porselin, spoit oral, kandang mencit, timbangan hewan (Denver), timbangan
analitik (Sartorius), rotavapor (Buchii).
Bahan yang digunakan adalah aqua destillata, ekstrak biji markisa
(Passiflora ligularis), metanol, NaCMC.
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Pengambilan Sampel
Sampel biji markisa (Passiflora ligularis Juss.) diperoleh dari
Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Buah kemudian
dibelah, diambil dan dikeringkan bijinya.
III.2.2 Ekstraksi Sampel
Metode ekstraksi yang dilakukan adalah metode maserasi. Sampel biji
markisa (Passiflora ligularis Juss.) dikeringkan di oven hingga diperoleh biji
kering, lalu diblender. Selanjutnya, ditimbang sebanyak 100g. Setelah itu,
diekstraksi secara maserasi dengan pelarut metanol, sebanyak 750ml dan
dibiarkan 3x24 jam sambil sesekali diaduk. Kemudian diremaserasi kembali
hingga diperoleh ekstrak.
26
III.2.3 Pembuatan Bahan Penelitian
III.2.3.1 Pembuatan Larutan Koloidal Natrium CMC 1%
Sebanyak 0,5g Natrium CMC dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam 50ml air suling panas (700C) sambil diaduk dengan pengaduk elektrik
hingga terbentuk larutan koloidal dan dicukupkan volumenya dengan air
suling hingga 100ml.
III.2.3.2 Suspensi Ekstrak Metanol Biji 100 mg/kg BB
Sebanyak dosis 100 mg/kg BB ekstrak metanol ditimbang kemudian
digerus di lumpang, ditambah 10ml larutan koloidal NaCMC 1% sedikit demi
sedikit sambil digerus hingga homogen. Sediaan yang homogen dimasukkan
dalam labu tentuukur 25ml dan volume dicukupkan hingga 25ml dengan
larutan koloidal NaCMC 1%.
III.2.3.3 Suspensi Ekstrak Metanol Biji 150 mg/kg BB
Sebanyak dosis 150 mg/kg BB ekstrak metanol ditimbang kemudian
digerus di lumpang, ditambah 10ml larutan koloidal NaCMC 1% sedikit demi
sedikit sambil digerus hingga homogen. Sediaan yang homogen dimasukkan
dalam labu tentuukur 25ml dan volume dicukupkan hingga 25ml dengan
larutan koloidal NaCMC 1%.
III.2.3.4 Suspensi Ekstrak Metanol Biji 200 mg/kg BB
Sebanyak dosis 200 mg/kg BB ekstrak metanol ditimbang kemudian
digerus di lumpang, ditambah 10ml larutan koloidal NaCMC 1% sedikit demi
27
sedikit sambil digerus hingga homogen. Sediaan yang homogen dimasukkan
dalam labu tentuukur 25ml dan volume dicukupkan hingga 25ml dengan
larutan koloidal NaCMC 1%.
III.3 Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) sebanyak
30 ekor, dan dikelompokkan dalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok
terdiri dari 3 ekor mencit jantan dan 3 ekor mencit betina yang dewasa
berumur 2-4 bulan, sehat, bersih, dan aktivitas normal, dengan bobot badan
rata-rata 20-30 g. diadaptasikan di lingkungan sekitar 1-2 minggu (29,30).
III.4 Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Setiap mencit ditimbang bobot badannya kemudian dibagi menjadi 5
kelompok perlakuan secara acak. Sebelum dilakukan perlakuan, hewan coba
berkelamin betina dibuat sehingga mengalami fase estrus. Mencit jantan
dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yang akan diberi ekstrak, kelompok I
sebagai kontrol negatif diberikan larutan koloidal NaCMC 1% sebagai
plasebo, mencit grup perlakuan diberi suspensi ekstrak metanol biji 100
mg/kg BB ( kelompok II), diberi suspensi ekstrak metanol biji 150 mg/kg BB
(kelompok III), dan diberi suspensi ekstrak metanol biji 200 mg/kg BB
(kelompok IV). Pemberian dilakukan secara per oral sekali sehari selama 7
28
hari berturut-turut. Pengamatan aktivitas afrodisiaka dilakukan pada selama 7
hari pemberian secara per oral kepada mencit berkelamin jantan.
III.5 Pengamatan
Diamati kecepatan aktivitas afrodisiaka yaitu dengan melihat frekuensi
JNB setelah pemberian ekstrak. Pengamatan dilakukan selama 3 jam dimulai
dari 15 menit setelah awal pemberian ekstrak, dengan cara menghitung
frekuensi JNB yang terjadi pada waktu mencit jantan menunggangi mencit
betina (29).
III.6 Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan terhadap hewan uji yang
memperlihatkan aktivitas afrodisiaka dalam setiap kelompok setelah
pemberian beberapa ekstrak markisa (Passiflora ligularis ,Juss.) secara per
oral, data diambil berdasarkan hasil pengamatan. Data yang diperoleh dari
hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan metode Rancangan Acak
Lengkap dengan menggunakan perangkat spss for windows.
III.7 Pembahasan Hasil
Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil penelitian
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Hasil pengujian aktivitas afrodisiaka berbagai ekstrak biji markisa asal
jeneponto adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Rendamen Ekstrak
Bobot Simplisia Kering Bobot Ekstrak Rendamen(%)
100 g 1,119 g 1,119%
Tabel 2. Data total jantan naik betina (mounting) selama 7 hari
Hari
Kelompok
K1
(NaCMC
1%)
K2
(100 mg/kg
BB)
K3
(150 mg/kg
BB)
K4
(200 mg/kg
BB)
Sub T
1 2 5 9 9
2 3 5 9 10
3 2 6 10 10
4 5 8 12 13
5 3 10 13 17
6 3 11 11 17
7 5 10 12 19
Total 23 55 76 95 249
Rerata 3,286 7,857 10,857 13,571
31
Gambar 2. Histogram rata-rata jantan naik betina (mounting) selama 7 hari
Tabel 3. Gambaran Frekuensi jantan naik betina (mounting) setelah pemberian perlakuan selama 7 hari
Kelompok Hari
1 2 3 4 5 6 7
K1 0,6 1 0,6 1 1 1,7 1,7
K2 1,67 1,67 2 2,66 3,32 3,66 3,34
K3 3,33 3 3,34 4 4,33 3,67 4
K4 3 3,34 3,33 4,33 5,67 5,67 6,33
0,000
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
6,33 K4
Rata-rata Jantan Naik Betina (mounting) selama 7 hari
Rata-rata
32
Gambar 3. Histogram Frekuensi jantan naik betina (mounting) setelah perlakuan selama 7
hari
Keterangan :
K1 = kelompok dengan perlakuan NaCMC 1%
K2 = kelompok dengan perlakuan ekstrak metanol 100 mg/kgBB
K3 = kelompok dengan perlakuan ekstrak metanol 150 mg/kgBB
K4 = kelompok dengan perlakuan ekstrak metanol 200 mg/kgBB
IV.2 Pembahasan
Dalam penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas
afrodisiaka mencit dengan menggunakan parameter jumlah jantan naik
betina (JNB) atau mounting. Hasil pengamatan terhadap aktivitas afrodisiaka
dapat dilihat pada tabel 2, tabel 3 dan tabel 4 dimana menggunakan
parameter tersebut diatas.
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7
K1
K2
K3
K4
33
Dalam proses penelitian ini, digunakan ekstrak metanol biji markisa
yang memiliki dosis ekstrak metanol daun 100mg/kgBB untuk aktivitas
afrodisiakanya. Berdasarkan data tersebut, selanjutnya dilakukan penelitian
secara in vivo untuk melihat aktivitas afrodisiaka dari ekstrak metanol biji
markisa.
Penelitian ini dilakukan dengan mengekstraksi simplisia kering
sebanyak 100g menggunakan metanol. Kemudian dilakukan maserasi
selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Maserasi dilakukan karena metode ini
merupakan metode yang cocok dan tidak merusak kandungan senyawa
kimia di dalam biji markisa. Setelah diperoleh ekstrak, hewan coba dibagi
menjadi 5 kelompok hewan perlakuan secara acak. Sebelum dilakukan
perlakuan, mencit berkelamin jantan terlebih dahulu diseleksi dengan melihat
potensinya dapat melakukan hubungan seksual atau tidak untuk menghindari
hasil negatif palsu. Mencit jantan dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yang
akan diberi ekstrak, mencit grup perlakuan diberi suspensi ekstrak metanol
biji 100 mg/kg BB (kelompok I), diberi suspensi ekstrak metanol biji 150
mg/kg BB (kelompok II), diberi suspensi ekstrak metanol biji 200 mg/kg BB
(kelompok III) dan sebagai kontrol negatif diberikan larutan koloidal NaCMC
1% sebagai plasebo (kelompok IV). Pemberian dilakukan secara per oral
sekali sehari selama 7 hari berturut-turut. Pengamatan aktivitas afrodisiaka
dilakukan pada selama 7 hari pemberian secara per oral kepada mencit
berkelamin jantan.
34
Frekuensi jantan naik betina (JNB) merupakan parameter yang
digunakan untuk mengetahui efek afrodisiaka. Frekuensi JNB merupakan
indikator terhadap libido. Kenaikan frekuensi JNB dapat membuktikan bahwa
terjadi perbaikan terhadap libido serta kekuatan dalam berhubungan (29).
Banyak faktor yang mempengaruhi pembuahan (coitus) misalnya
viabilitas sperma yang rendah sehingga sperma tersebut tidak mampu untuk
mengadakan pembuahan. Faktor hambatan ini dapat berasal dari struktur
histologi saluran reproduksi pria, struktur sperma yang diperoleh selama di
dalam alat genital, enzim-enzim yang terdapat di dalam saluran reproduksi
pria serta dalam spermatozoa itu sendiri. Sperma yang belum dewasa
maupun bentuk-bentuk yang tidak sempurna tidak akan mampu membuahi
(28). Umur, berat badan yang tidak berimbang, dan kadar hormon juga
memberi pengaruh terhadap terjadinya coitus. Umur dari hewan coba,
berpengaruh terhadap fase estrus dari mencit betina. Fase estrus merupakan
periode ketika mencit betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan
perkawinan. Pada saat fase estrus terjadi mencit betina terlihat tidak tenang
dan lebih aktif (32).
Pada perhitungan jumlah jantan naik betina (JNB) atau mounting
selama 7 hari, menunjukkan bahwa pemberian/induksi ekstrak biji markisa
dengan dosis 100mg/kgBB, 150mg/kgBB dan 200mg/kgBB dapat
menunjukkan terjadinya frekuensi JNB dengan jumlah rata-rata masing-
35
masing 7,857 kali, 10,85 kali, dan 13,571 kali dibandingkan dengan serta
kontrol negatif NaCMC 1% yang jumlahnya mencapai 3,286 kali.
Berdasarkan analisis statistik menggunakan software spss for
windows, maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji markisa 200 mg/kg BB
memiliki hasil yang signifikan terhadap kontrol negatif dan terhadap
perlakuan lainnya.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Urutan aktivitas afrodisiaka mulai dari yang terkuat hingga terlemah
yaitu ekstrak biji markisa 200mg/kgBB dengan JNB sebesar 13,571
kali dalam 7 hari, ekstrak biji markisa 150mg/kgBB dengan JNB
sebesar 10,85 kali dalam 7 hari, dan ekstrak biji markisa 100mg/kgBB
dengan JNB sebesar 7,857 kali dalam 7 hari.
2. Ekstrak metanol biji markisa 200 mg/kg BB memiliki hasil signifikan
terhadap kontrol negatif.
V. 2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan
efek afrodisiaka berbagai jenis varietas markisa dan tiap bagian
tanamannya.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsanto, Winoto Adi. Uji Afrodisiaka Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol 70% Kuncup Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr.&Perry) Terhadap Libido Tikus Jantan. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah. Surakarta. 2010. Hal 2
2. Wani, J.A., Achur, R.N., Nema, R.K. Phytochemical Screening and Aphrodisiac Activity of Asparagus racemosus. International Journal of Pharmaceutical Science and Drug Reseach. Vol 3, issue 2. 2011. pp 112, 115.
3. World Health Organisation. Binnial Report : Prevention of Infertility. Office of Publication, W.H.O. Geneva.1992-93, pp. 161-166.
4. Kulkani, SK., Reddy, DS. Pharmacotherapy of Male Erectile Dysfunction with Sildenafil. India : J.Pharmacol. 1998. p 367
5. Patil, A.S., Paikrao, H.M. Bioassay Guided Phytometabolites
Extraction for Screening of Potent Antimicrobials in Passiflora foetida L. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol 2(9): [6 screen]. 2012. pp 137-138.
6. Jurnal Penelitian Afrodisiaka Tumbuhan Drymis. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 2010. Hal 1-3
7. Ingale, AG., Hivrale, AU. Pharmacological Studies of Passiflora sp and
Their Bioactive Coumpund. African journal of Plant Science. Vol 4(10): [10screen]. 2010. pp 1-4
8. Patel, DK., Kumar, R., Prasad, SK., Hemalata, S. Pharmacologically Screened Aphrodisiac Plant-A Review of Current Scientific Literature. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine. S131-138: [8screen]. 2011. pp 131-133, 136
38
9. Suhartinah. Efek Aprodisiak Kombinasi Serbuk Akar Pasak Bumi, Cabe Jawa, dan Rimpang Jahe Merah terhadap Frekuensi Climbing Tikus Putih Jantan Wistar. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi. Solo. 2008. Hal 4
10. Klasifikasi dan Identifikasi Markisa Konyal. Laboratorium Botani FMIPA UNHAS. Makassar. 2012
11. United State Departement of Agriculture. 2003. Passiflora ligularis-
Sweet Granadilla. 20 Oktober. 2 halaman. http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=pali8. Diakses 1 Juni 2013
12. Heyne, K. Tumbuhan berguna Indonesia. Departemen Kehutanan.
Jakarta. 1987. Hal 1456-1459 13. Kasahara, S., Hemmi. Medicinal Herb Index in Indonesia. PT. Eisai
Indonesia. Jakarta. 1995. Hal 48
14. Joy,PP. Passion Fruit, Passifloraceae. India: Kerala Agricultural University. 2010. pp 670-686
15. Njoroge, Grace N., Bussman, Rainer W. Diversity and Utilizationof Antimalarial Ethnophytotherapeutic Remedies among the Kikuyus. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Vol 2(8): [7screen]. 2006. p 129
16. Agoes.G.Teknologi Bahan Alam. ITB Press. Bandung. 2007. Hal 21, 38 – 39.
17. Harborne. J.B. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso. ITB Press. Bandung. 1987. Hal 69-94, 142-158, 234-238.
18. Hargono, Djoko. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI . Jakarta. 1986. Halaman 10-16
39
19. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2009
20. Yakubu MT, Akanji MA, Oladiji AT. Male sexual dysfunction and
methods used in Assessing Medicinal Plants with Aphrodisiac Potentials. Pharmacognosy Review. Vol 1(1). 2007. pp49–56.
21. Ganong, W.F. Fisiologi Kedokteran terjemahan Adrianto, P. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000
22. Gandasoebrata. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit Dian Rakyat. Yogyakarta. 2007
23. Swartz, Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik terjemahan Petrus Lukmanto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995. Hal 271
24. Hamilton, Persis Mary. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6 terjemahan Ni Luh Gede Yasmin. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995. Hal 19
25. Tjan, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2007. Hal 685-687
26. Departemen Farmakologi dan Terapi. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Hal 89
27. Malole M.B.M, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan Percobaan di laboratorium. Institut Pertanian Bogor.. Bogor. Hal 94.
28. Setyadi, Aditya Dwi. Organ Reproduksi dan Kualitas Sperma Mencit (Mus musculus) yang Mendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Segar. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2006. Hal 5-7
40
29. Hutabarat, Desmina Kristiani. Studi Testosteron Plasma, Kuantitas Dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian Kombinasi Hormon Testosteron Undekanoat (TU) dan Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa aegyptica, Roxb.). Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Medan. 2011. Hal 3
30. Pande, Milind., Pathak, Anupam. Aphrodisiac Activity of Roots of Mimosa pudica, Linn. Ethanolic Extract in Mice. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology. Vol 2, issue 1: [10screen]. 2009. p 2
31. Evacuasiany, Endang., Puradisastra, Sugiarto. Ekstrak Biji Pala (Myristica fragans, Houtt.) dan Cabe Jawa (Piper retrofractum, Vahl.) sebagai Afrodisiak Pada Tikus dan Mencit. Jurnal Kedokteran Maranatha. Vol 10(2). 2011. Hal 160
32. Tirindelli, R., Dibattista, M., Pifferi, S., Menini, A. From Pheromone to Behaviour. Physiol Rev. 2009. p 921
41
LAMPIRAN I
SKEMA KERJA
• Skema Kerja Ekstraksi Biji Markisa (Passiflora ligularis Juss.)
Biji dikeringkan di oven
Dibuka kulit buahnya
Dipekatkan dengan rotavapor
Sampel Segar Buah Markisa (Passiflora
ligularis, Juss.)
Biji dan Selaput dipisah @100 g
Diblender
Diekstraksi dengan maserasi
Metanol
Ekstrak Metanol Biji
42
• Skema Kerja Uji Aktivitas Afrodisiaka Ekstrak Biji Markisa (Passiflora
ligularis Juss.)
Mencit Jantan (Mus musculus)
• Pemeliharaan & penyesuaian
• Dipuasakan 3 jam • Penimbangandan
pengelompokan
Perlakuan
Kelompok I Kontrol Negatif
(NaCMC)
Kelompok II Ekstrak Metanol
Biji 100 mg/kg BB
Kelompok III Ekstrak Metanol
Biji 150 mg/kg BB
Kelompok IV Ekstrak Metanol Biji 200
mg/kg BB
Pengamatan dan Pengambilan Data
Analisis Data
Pembahasan dan Kesimpulan
43
LAMPIRAN II
PERHITUNGAN DOSIS
A. Perhitungan Konversi Volume Pemberian Sampel
1. Volume maksimal pemberian sediaan = 1ml
2. Hewan uji dengan BB tertinggi = 35 g
3. Sediaan stok untuk dosis 100 mg/kg BB
Konversi dari 100 mg/kg BB = 0,1 mg/g BB
Untuk hewan 35 g dalam 1 ml = 3,5 mg/35 g BB
mengandung
Jumlah ekstrak yang ditimbang = 87,5 mg
dalam sediaan stok 25 ml
4. Sediaan stok untuk dosis 150 mg/kg BB
Konversi dari 150 mg/kg BB = 0,15 mg/g BB
Untuk hewan 35 g dalam 1 ml = 5,25 mg/35 g BB
mengandung
Jumlah ekstrak yang ditimbang = 131,25 mg
dalam sediaan stok 25 ml
5. Sediaan stok untuk dosis 200 mg/kg BB
Konversi dari 200 mg/kg BB = 0,2 mg/g BB
Untuk hewan 35 g dalam 1 ml = 7 mg/35 g BB
mengandung
44
Jumlah ekstrak yang ditimbang = 175 mg
dalam sediaan stok 25 ml
6. Volume pemberian sediaan/sampel = 1ml/30gBB
Untuk Hewan Uji dengan BB <35g =
BB (g) x 1 ml
35 g
45
LAMPIRAN III
PERHITUNGAN STATISTIK
A. Tabel Data JNB
KLP Ulangan Hari 1 Hari 2 Hari 3
15' 60' 120' 180' 15' 60' 120' 180' 15' 60' 120' 180'
K1
1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
2 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
∑ 1 1 0 0 0 1 2 0 1 0 1 0
Rerata 0,33 0,33 0 0 0 0,33 0,67 0 0,33 0 0,33 0
K2
1 0 2 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0
2 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 2 0
3 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0
∑ 0 3 2 0 0 3 2 0 1 2 3 0
Rerata 0 1 0,67 0 0 1 0,67 0 0,33 0,67 1 0
K3
1 0 2 1 0 0 2 0 0 0 1 2 0
2 0 1 0 0 0 2 2 1 0 2 1 0
3 1 3 1 0 0 2 0 0 0 2 2 0
∑ 1 6 2 0 0 6 2 1 0 5 5 0
Rerata 0,33 2,33 0,67 0 0 2 0,67 0,33 0 1,67 1,67 0
K4
1 0 1 2 1 0 1 2 0 0 1 2 1
2 0 2 0 1 0 2 1 0 0 1 2 0
3 0 1 1 0 0 2 2 0 0 2 1 0
∑ 0 4 3 2 0 5 5 0 0 4 5 1
Rerata 0 1,33 1 0,67 0 1,67 1,67 0 0 1,33 1,67 0,33
46
KLP Ulangan Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7
jumlah
rata-
rata 15' 60' 120' 180' 15' 60' p120' 180' 15' 60' 120' 180' 15' 60' 120' 180'
K1
1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0
2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1
3 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1
∑ 1 2 0 0 0 2 0 1 0 2 2 1 0 1 2 2 23 0,82
Rerata 0,33 0,67 0 0 0 0,67 0 0,33 0 0,67 0,67 0,33 0 0,33 0,67 0,67 7,67 0,27
K2
1 1 2 1 0 0 1 1 1 0 2 2 0 0 2 2 0
2 0 1 2 0 1 2 1 0 0 1 2 1 0 1 2 0
3 0 0 1 0 0 1 2 0 1 1 1 0 0 2 1 0
∑ 1 3 4 0 1 4 4 1 1 4 5 1 0 5 5 0 55 1,96
Rerata 0,33 1 1,33 0 0,33 1,33 1,33 0,33 0,33 1,33 1,67 0,33 0 1,67 1,67 0 18 0,66
K3
1 1 3 1 1 0 3 1 1 0 2 2 1 0 2 1 0
2 1 2 0 0 0 2 2 0 0 3 1 1 0 2 1 1
3 1 1 1 0 1 1 2 0 0 1 1 0 0 2 2 1
∑ 3 6 2 1 1 6 5 1 0 6 3 2 0 6 4 2 76 2,71
Rerata 1 2 0,67 0,33 0,33 2 1,67 0,33 0 2 1 0,67 0 2 1,33 0,67 25,7 0,92
K4
1 0 2 1 1 1 1 3 1 0 2 2 0 1 2 2 0
2 1 2 3 0 0 2 2 0 0 3 2 0 2 2 3 0
3 0 2 1 0 1 3 2 1 2 4 2 0 1 3 3 0
∑ 1 6 5 1 2 6 7 2 2 9 6 0 4 7 8 0 95 3,39
Rerata 0,33 2 1,67 0,33 0,67 2 2,33 0,67 0,67 3 2 0 1,33 2,33 2,67 0 31,7 1,13
Descriptives
hasil
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
K1 7 3.29 1.254 .474 2.13 4.45 2 5
K2 7 7.86 2.545 .962 5.50 10.21 5 11
K3 7 10.86 1.574 .595 9.40 12.31 9 13
K4 7 13.57 4.077 1.541 9.80 17.34 9 19
Total 28 8.89 4.597 .869 7.11 10.68 2 19
47
ANOVA
hasil
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 407.821 3 135.940 20.033 .000
Within Groups 162.857 24 6.786
Total 570.679 27
Multiple Comparisons
Dependent Variable:hasil
(I)
perlaku
an
(J)
perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD K1 K2 -4.571* 1.392 .003 -7.45 -1.70
K3 -7.571* 1.392 .000 -10.45 -4.70
K4 -10.286* 1.392 .000 -13.16 -7.41
K2 K1 4.571* 1.392 .003 1.70 7.45
K3 -3.000* 1.392 .041 -5.87 -.13
K4 -5.714* 1.392 .000 -8.59 -2.84
K3 K1 7.571* 1.392 .000 4.70 10.45
K2 3.000* 1.392 .041 .13 5.87
K4 -2.714 1.392 .063 -5.59 .16
K4 K1 10.286* 1.392 .000 7.41 13.16
K2 5.714* 1.392 .000 2.84 8.59
K3 2.714 1.392 .063 -.16 5.59
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
48
hasil
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana K1 7 3.29
K2 7 7.86
K3 7 10.86
K4 7 13.57
Sig. 1.000 1.000 .063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7,000.
49
LAMPIRAN IV
GAMBAR
Gambar 4. Foto Tanaman Markisa (Passiflora ligularis, Juss.)
Gambar 5. Foto Proses Ekstraksi Biji Markisa