SKENARIO.doc
-
Upload
rahardi-febryanto -
Category
Documents
-
view
98 -
download
16
description
Transcript of SKENARIO.doc
1
SKENARIO
Penurunan Kesadaran
Seorang laki-laki usia 25 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan penurunan
kesadaran. Pasien terlibat dalam kecelakaan lalu lintas 2 jam sebelum masuk RumahSakit.
Pada pemeriksaan GCS 9, tekanan darah 80/50 mmHg, denyut nadi radialis tidak teraba,
denyut nadi brachialis 120 x/menit, tampak tonjolan tulang dan perdarahan aktif pada regio
femur dekstra. Akral teraba dingin.
STEP I. CLARIFY UNFAMILIAR TERMS
1. GCS (Glasgow Coma Scale) : merupakan metode untuk menilai kesadaran secara
kuantitatif menilai dari mata, motorik dan verbal. Ada dua macam penilaian, yaitu :
a. Kualitatif : composmentis, dll
b. Kuantitatif : GCS (3 - 15) mata (4), verbal (5), motorik (6)
2. Penurunan Kesadaran : keadaan dimana pasien tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau
terbangun secara utuh sehingga kesadaran tidak memberikan respon normal terhadap
stimulus.
3. Akral Dingin : bagian distal dari ekstremitas tubuh terasa dingin karena adanya
gangguan perfusi.
STEP II. DEFINE THE PROBLEM(S)
1. Etiologi dari penurunan kesadaran secara umum
2. Klasifikasi dari penurunan kesadaran
3. Apa penyebab terjadinya akral dingin?
4. Apakah ada hubungan dari kecelakaan dan penurunan kesadaran?
5. Macam – macam fraktur
6. Penatalaksanaan fraktur pada kasus dan penurunan kesadaran
7. Macam – macam syok
8. Gejala dan tanda syok
9. Bagaimana mekanisme terjadinya penurunan tekanan darah setelah kecelakaan
10. Penatalaksanaan kegawatdaruratan pada kecelakaan
11. Klasifikasi perdarahan
12. Penatalaksanaan syok
2
STEP III. BRAINSTORM POSSIBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION
1. – Hipovolemik
- Trauma
- Perdarahan
- Luka bakar
- Dehidrasi
- Sirkulasi
- Ensefalitis
- Ensefalitis
- Metabolik
- Elektrolit
- Neoplasma
- Intoksikasi
- Trauma
- Elektrolit
2. Apatis : acuh tak acuh
Delirium : bingung, gelisah, halusinasi
Somnolen : kesadaran menurun, psikomotor lambat
Sopor : tampak tertidur lelap tapi masih berespon
Koma : tidak berespon
3. Tekanan penurunan sistolik hipovolemik terjadi kompensasi tubuh untuk
mempertahankan perfusi jaringan organ vital. Kompensasi tersebut berupa
vasokonstriksi kapiler pucat dan dingin.
4. Pasien perdarahan hipovolemik penurunan kesadaran
Jika seorang pasien kehilangan darah hampir setengah dari jumlah darah dalam tubuh,
seseorang bisa mengakibatkan penurunan kesadaran dalam tubuh.
5. - Fraktur terbuka
- Fraktur tertutup
- Fraktur kompresi
- Fraktur impresi
- Fraktur komplit
- Fraktur inkomplit
6. Pemeriksaan aliran darah distal atasi perdarahan bersihkan luka
balut bidai melewati 2 sendi fiksasi
7. Meminta pertolongan evakuasi IGD Airway, Breathing,
Circulation, Disability, Exposure (Look, Feel, Listen)
8. Syok hipovolemik : cairan intravaskuler menurun
Syok kardiogenik : kegagalan pompa jantung
Syok septik : infeksi sistemik berat
Syok anafilaktik : reaksi imun berlebihan
Syok neurogenik : reaksi vasovagal >>
Syok distributif : vasokonstriktif perifer
Syok obstruktif : adanya sesuatu yang mengakibatkan pada aliran darah
9. SB
10. SB
11. Kehilangan darah 15 % ringan
Kehilangan darah 15 % - 30 % sedang
Kehilangan darah 30 % - 40 % berat
Kehilangan darah > 40 % sangat berat
12. SB
STEP IV. ARRANGE EXPLANATIONS INTO TENTATIVE SOLUTIONS
STEP V. DEFINE LEARNING OBJECTIVES
1. Menjelaskan tentang Syok
2. Mekanisme penurunan tekanan darah setelah terjadi kecelakaan
STEP VI. INFORMATION GATHERING (PRIVATE STUDY)
STEP VII. SYNTHESIZE AND TEST ACQUIRED INFORMATION (Share
the results of information gathering and private study)
1. Klasifikasi Syok
1.1 Syok Anafilaktik
A. Definisi
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang
diperantarai oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP
dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya
suatu Reaksi Antigen-Antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen
yang sensitif untuk seseorang telah masuk dalam sirkulasi.
Secara harafiah, anafilaktik berasal dari kata ana = balik; phylaxis =
perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi
(prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari
pada melindungi (anti-phylaxis = anaphylaxis). Istilah ini pertama kali
digunakan oleh Richet dan Portier pada tahun 1902 untuk menerangkan
terjadinya renjatan yang disusul dengan kematian pada anjing yang
disuntik bisa anemon laut. Pada suntikan pertama tidak terjadi reaksi,
tetapi pada suntikan berikutnya sesudah beberapa hari terjadi reaksi
sistemik yang berakhir dengan kematian.
Renjatan anafilaktik merupakan salah satu manifestasi reaksi
anafilaktik yang berat dengan tanda-tanda kolaps vaskular dengan atau
tanpa penurunan kesadaran. Reaksi ini terjadi akibat pengeluaran
mediator mastosit jaringan atau basofil darah perifer yang mengakibatkan
vasodilatasi umum pembuluh darah perifer dan peningkatan
permeabilitas. Akibatnya terjadi kebocoran cairan ke jaringan sehingga
volume darah efektif menurun, disamping hipoksemia dan disfungsi
ventrikel.
Reaksi anafilaktik terjadi akibat pajanan ulang alergen yang sama
yang dimediasi oleh IgE spesifik yang melekat pada dinding mastosit dan
basofil. Reaksi ini dapat diperberat dan diperpanjang oleh mediator
sekunder yang dikeluarkan oleh sel-sel radang yang tertarik ke lokasi
reaksi. Reaksi anafilaktik timbulnya tiba-tiba, tidak terduga dan potensial
mematikan, serta memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Oleh
karena itu harus dimengerti dan selalu diwaspadai.
Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu :
1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam
setelah terpapar dengan alergen.
2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah
terpapar dengan alergen
3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi > 24 jam setelah terpapar
dengan alergen.
B. Etiologi Syok Anafilaksis
Banyak material yang dapat menyebabkan terjadinya syok anafilaksis,
yaitu :
1. Protein heterolog dalam bentuk hormon seperti : Insulin, vasopressin,
paratohormone
2. Enzim : Tripsin, kimotripsin, penisilinase, streptokinase
3. Bahan-bahan tumbuhan :Alang-alang, rumput, pohon
4. Bahan-bahan bukan tumbuhan : Kutu, bulu anjing dan kucing, dan
hewan uji coba laboratorium
5. Makanan : Susu, telur, ikan laut, kacang,padi-padian, biji-bijian,
gelatin pada kapsul
6. Antiserum : Antilimsofitik Gamma Globulin
7. Protein yang berhubungan dengan pekerjaan : Bahan latex karet
8. Racun serangga : Sengatan lebah penyengat, lebah madu,semut api
9. Polisakarida seperti dextram dan thiomerosal pada bahan pengawet
10. Golongan protamin dan antibiotika : Golongan Penisilin, amfotericin
B, nitrofurantoin, golongan kuinolon
11. Anastesi lokal : Prokain, lidokain
12. Relaksan otot : Suxamethonium, gallamine, pancuronium
13. Vitamin : Thiamin, asam folat
14. Agen untuk diagnostik : Sodium dehidrokolat, sulfobromophthalein
15. Bahan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan : Etilen oksida
Dengan melihat ada begitu banyak alergen yang dapat menyebabkan atau
mencetuskan syok anafilaksis, maka dari itu, khusus untuk pemberian terapi
(obat-obatan) sebaiknya dilakukan ’skin test’ terlebih dahulu untuk
mencegah terjadinya syok anafilaksis tersebut. Teknik pelaksanaan skin test,
antara lain :
a. Fiksasi daerah follar antebrachi
b. Suntikkan 0,02 ml intra-kutan, obat yang akan digunakan dalam
pengobatan nantinya
c. Lalu buat lingkaran dengan diameter ± 2 cm mengelilingi daerah
suntikan
d. Tunggu ± 15 menit untuk melihat apakah terjadi pembesaran melebihi
daerah lingkaran yang dibuat (dianggap dapat mengkibatkan
anafilaksis bila lingkaran kemerahan akibat suntikan mencapai 1 inci
= 2,54 cm)
C. Patogenesis syok anafilaktik
Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul
dalam reaksi anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan
mediator oleh mastosit/ basofil baik yang timbul segera (yang timbul
dalam beberapa menit) maupun yang timbul belakangan ( sesudah
beberapa jam).
Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan
mediatornya, mekanismenya dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE
(IgE mediated anaphylaxis). Pada pajanan alergen, alergen ditangkap
oleh APC (Antigen Presenting Cell) seperti makrofag, sel dendritik, sel
langerhans, atau yang lain. Kemudian antigen tersebut dipersembahkan
bersama beberapa sitokin ke sel T-Helper melalui MHC kelas II. Sel T-
Helper kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin yang merangsang sel B
melakukan memori, proliferasi dan peralihan menjadi sel plasma yg
kemudian menghasilkan antibodi termasuki IgE lalu melekat pada
permukaan basofil, mastosit dan sel B sendiri. Apabila di kemudian hari
terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama maka alergen itu akan
ditangkap oleh IgE terutama yang melekat pada mastosit/basofil, ikatan
alergen dengan IgE spesifiknya ini akan merangsang mastosit/basofil
mengeluarkan mediator, baik yang segera maupun yang lambat. Mediator
tersebut menyebabkan dilatasi venula, peningkatan permeabilitas kapiler,
bronkospasme, kontraksi otot polos dan dilatasi arteriol sehingga timbul
manifestasi klinik reaksi anafilaktik berupa urtikaria, angioedema, edema
laring, asma, mual/muntah, kram usus, dan renjatan yang bisa
menyebabkan kematian tiba-tiba. Reaksi inilah yang sebenarnya disebut
reaksi anafilaktik.
D. Gambaran klinik
Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya
reaksi maupun luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam
beberapa detik atau menit sesudah terpajan alergen dan gejala ringan
dapat menetap sampai 24 jam meskipun diobati. Gejala dapat dimulai
dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang
langsung berat. Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan
antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain
kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf
pusat dan sistem saluran kencing. Keluhan yang sering dijumpai pada
fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan
kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing,
lemas dan sakit perut.
Gejala yang timbul pada organ ialah :
1. Kardiovaskuler
Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi
perifer dapat dilihat dari pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu
kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan
penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah rendah,
vena perifer kolaps, CVP rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi,
aritmia, penurunan volume efektif plasma, nadi cepat dan halus
sampai tidak teraba, renjatan, pingsan, pada EKG dapat ditemukan
aritmia, T mendatar atau terbalik, irama nodal, fibrilasi ventrikel
sampai asistol.
2. Respirasi
Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal
dihidung, batuk , sesak, mengi, stridor, suara serak, gawat napas,
takipnea sampai apnea, kongesti hidung, edema dan hiperemi mukosa,
obstuksi jalan napas, bronkospasme, hipersekresi mukus, wheezing
dispnea, dan kegagalan pernafasan.
3. Gastrointestinal
Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal.
Mual, muntah, sakit perut, diare.
4. Kulit : Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.
5. Mata : Gatal , lakrimasi, merah, bengkak.
6. Susunan saraf pusat : Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang,
koma.
7. Sistem saluran kencing : Produksi urin berkurang.
Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau
renjatan yang irreversible. Selain beberapa gangguan pada beberapa
sistem organ, Manifestasi klinik syok Anafilaksis masih dibagi dalam
derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut :
a. Ringan
1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan
tenggorok.
2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-
bersin, mata berair.
3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah
pemajanan.
b. Sedang
1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah
bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea,
batuk dan mengi.
2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.
3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
c. Parah
1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-
gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai
kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea
berat dan sianosis.
2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.
3. Henti jantung dan koma jarang terjadi.
Secara sederhana gajala & tanda syok anafilaktik tertera pada tabel
dibawah ini :
Tanda dan gejala Keterangan
Tekanan darah Turun sampai sangat turun
Tekanan nadi Turun sampai sangat turun
Denyut nadi Meningkat sampai sangat
meningkat
Isi nadi Normal atau kecil
Vasokonstriksi perifer Meningkat
Suhu kulit Dingin
Warna Normal atau pucat
Tekanan vena sentral Normal atau rendah
Diuresis Tidak ada
EKG Normal
Foto paru Normal
E. Diagnosis Banding
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :
1. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan.
Pasien tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan
dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan
tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih
mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.
2. Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada,
dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak
tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan
pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.
3. Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau
sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak
sadar. Tekanan darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai
tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik
ditemui obstruksi saluran napas.
4. Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas,
hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun
hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi
anafilaksis.
5. Carsinoid syndrome
Pada syndrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan,
nyeri kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma.
6. Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah
pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila
penggunaan lebih dari 5gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan
darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata
dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.
7. Asma bronchial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara
napas yang berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor
pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering
terjadi pada pagi hari.
8. Rhinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung,
gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena
faktor pencetus, mis. debu, terutama di udara dingin.dan hampir
semua kasus asma diawali dengan RA.
F. Terapi Syok Anafilaksis
1. Penderita langsung dibaringkan.
2. Pemberian oksigen dimana dapat dipertimbangkan intubasi
endotrakheal.
3. Diberikan larutan salin (cairan IVFD Ringer Laktat atau NaCl 0,9%)
untuk mengisi kekurangan cairan pada pembuluh darah yang melebar.
Juga ditambahkan nutrisi dengan Dextrosa 5%.
4. Diberikan suntikan adrenalin IM/SK 0,3 – 0,5 ml larutan 1:1000 bila
keadaan ringan, ulangi setiap 5 – 10 menit bila keadaan parah.
5. Dapat juga diberikan adrenalin secara IV yaitu 3 – 5 ml IV larutan 1 :
10000
6. Bisa diberikan obat alternatif seperti :
a. Aminofilin bila ada bronkospasme dengan dosis 5 – 6 mg/kg
perinfus selama 20 menit dan dilanjutkan 0,4 – 0,9 mg/kg/jam.
b. Kortikosteroid/hidrokortison , IV 100-200 mg untuk mencegah
relaps.
c. Antihistamin IV seperi difenhidramin 50 – 100 mg IM/IV, namun
kurang efektif terlebih apabila penanganan syok sudah teratasi.
G. Profilaksis Syok Anafilaksis
Pencegahan syok anafilaksis merupakan langkah terpenting dalam
setiap pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk
dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain :
1. Pemberian obat harus benar – benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang
mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko
lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaksis.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita
dapat mentoleransi pemberian obat – obat tersebut, tetapi tidak berarti
pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang dengan
tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai
kemungkinan reaksi sebesar 1-3% dibandingkan dengan kemungkinan
terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anfilaksis atau
anafilaktoid serta adanya alat –alat bantu resusitasi kegawatan.
1.2 Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan tipe syok paling umum ditandai dengan
penurunan volume intravaskular. Cairan tubuh terkandung dalam
kompartemen intraselular dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati
hampir 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler
ditemukan dalam salah satu kompartemen intravaskuler dan interstisial.
Volume cairan interstisial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravaskuler. ,
Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750ml sampai 3000 ml pada pria
dengan berat badak 70kg. Paling sering, syok hipovolemik merupakan
akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
A. Etiologi syok hipovolemik
Syok terbagi atas:
1. Syok hipovolemik
2. Syok kardiogenik
3. Syok obstruktif
4. Syok distributif
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa
terjadi akibat perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.
Syok hipovolemik dapat terjadi akibat:
1. Kehilangan darah / syok hemoragik
a. Hemoragik eksternal : trauma, pendarahan gastrointestinal
b. Hemoragik internal : hemato
c. hematotoraks, hemoperitonium
2. Kehilangan plasma
Misalnya: luka bakar, dermatitis eksfoliatif, peritonitis
3. Kehilangan cairan dan elektrolit
a. Eksternal : muntah, diare, keringat berlebih, keadaan hiperosmolar
(ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik)
b. Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus
Tabel 5. Penyebab Syok HipovolemikPerdarahan
Hematom subkapsular hati Aneurisma aorta pecah Perdarahan gastrointestinal Perlukaan berganda
Kehilangan plasma Luka bakar luas Pancreatitis Deskuamasi kulit Sindrom Dumping
Kehilangan cairan ekstraseluler Muntah Dehidrasi Diare Terapi diuretic yang agresif Diabetes insipidus Insufisiensi adrenal
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-
pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun
perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari
luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak
terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum,
cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah
tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh
yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui
permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau
diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler.
Pada obstruksi ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan
cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat
ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta
difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume,
kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang,
tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ
vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti
ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal
melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem
saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah
untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi
hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi
interstitial.
Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah,
gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.
Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma
benda tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik
adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh
darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan
femur, dan laserasi pada tengkorak.
Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak
kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi
arteri-vena.
Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok
hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus
peptikum, dan Mallory-Weiss tears.
Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan
ektopik terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes
kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.
B. Patofisiologi Syok hipovolemik
Jalur akhir dari syok adalah kematian sel. Begitu sejumlah besar sel
dari organ vital telah mencapai stadium ini, syok menjadi ireversibel dan
kematian terjadi meskipun dilakukan koreksi penyebab yang mendasari.
Mekanisme patogenetik yang menyebabkan kematian sel tidak
seluruhnya dimengerti. Satu dari denomiator yang lazim dari ketiga
bentuk syok adalah curah jantung rendah. Pada pasien dengan syok
hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok obstruktif ekstrakardiak serta
pada sebagian kecil syok distributif, timbul penurunan curah jantung
yang berat sehingga terjadi penurunan perfusi organ vital. Pada awalnya,
mekanisme kompensasi seperti vasokonstrikisi dapat mempertahankan
tekanan arteri pada tingkat yang mendekati normal. Bagaimanapun, jika
proses yang menyebabkan syok terus berlangsung, mekanisme
kompensasi ini akhirnya gagal dan menyebabkan manifestasi klinis
sindroma syok. Jika syok tetap ada, kematian sel akan terjadi dan
menyebabkan syok ireversibel.
Orang dewasa sehat dapat mengkompensasi kehilangan 10% volume
darah total yang medadak dengan menggunakan mekanisme
vasokonstriksi yang diperantarai sistem simpatis. Akan tetapi, jika 20
sampai 25 persen volume darah hilang dengan cepat, mekanisme
kompensasi biasanya mulai gagal dan terjadi sindroma klinis syok. Curah
jantung menurun dan terdapat hipotensi meskipun terjadi vasokonstriksi
menyeluruh. Pengaturan aliran darah lokal mempertahankan perfusi
jantung dan otak sampai pada kematian sel jika mekanisme ini juga
gagal. Vasokonstriksi yang dimulai sebagai mekanisme kompensasi pada
syok mungkin menjadi berlebihan pada beberapa jaringan dan
menyebabkan lesi destruktif seperti nekrosis iskemik intestinal atau jari-
jari. Faktor depresan miokard telah diidentifikasi pada anjing dengan
syok hemoragik tetapi faktor ini tidak dikaitkan secara jelas dengan
gangguan fungsi miokard klinis. Akhirnya, jika syok terus berlanjut,
kerusakan organ akhir terjadi yang mencetuskan sindroma distres
respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler diseminata,
dan gagal multiorgan yang menyebabkan kematian.
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-
rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang
menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di
bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa
organ:
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan
berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan
perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain
seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan
energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat
tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan
oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat
untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak.
Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh
hingga <60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi
sel di semua organ akan terganggu.
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh
baroreseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan
dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak
lain.
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan
ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol
volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi
jaringan adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung.
Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada
akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi
jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka
terjadi peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri
gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran
pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan
memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi.
Frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan
pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut
akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang
nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan
mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal
berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju
filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi.
C. Gejala dan tanda
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non
perdarahan serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan
dalam kecepatan timbulnya syok. Respons fisiologi yang normal adalah
mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki
volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi
peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps
pelepasan hormon stres serta ekspansi besar guna pengisian volume
pembuluh darah dengan menggunakan cairan intersisial, intraselular dan
menurunkan produksi urin.
D. Klasifikasi Syok hipovolemik
• Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardi
ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita
muda yang sedang berbaring. Penurunan perfusi hanya pada jaringan
dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang.
Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah,
tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible).
Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit
menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan (Tabel 2).
• Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi
lebih cemas dan takikardia lebih jelas meski tekanan darah bisa
ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan
dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Perfusi ke organ vital
selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini
tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak,
kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5
mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif
masih baik.
• Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan
darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien
menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke
susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok
bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Perfusi
ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok
beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok
lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi
oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap
atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang
memiliki penyakit berat di mana kematian mengancam. Dalam waktu
yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan
resusitasi agresif dan cepat.
Tabel 2. Gejala Klinis Syok Hipovolemik
Ringan
( <20% volume
darah)
Sedang
(20-40% volume
darah)
Berat
(> 40% volume darah)
Ekstremitas dingin
Waktu pengisian
Kapiler
meningkat
Diaporesis
Vena kolaps
Cemas
Sama, ditambah:
Takikardi
Takipnea
Oliguria
Hipotensi ortostatik
Sama, ditambah:
Hemodinamik tak stabil
Takikardi bergejala
Hipotensi
Perubahan kesadaran
Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik
karena penatalaksanaan yang berbeda. Keduanya memang memiliki
penurunan curah jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi
dengan menemukan adanya tanda syok kardiogenik seperti distensi vena
jugularis, ronki dan gallop S3 maka semua dapat dibedakan.
E. Tanda-tanda syok hipovolemik
Seperti setiap keadaan patologis lain, diagnosis dini menambah
kemungkinan keberhasilan penatalaksaan syok yang sering terjadi sangat
mendadak dan menampilkan sedikit tanda peringatan.
Sangat sering kepucatan dan dingin jelas sebelum sirkulasi
memperlihatkan tanda kegagalan. Sedikit penurunan tekanan sistolik dan
penambahan beberapa denyut per menit dalam kecepatan nadi harus
dipandang dengan kecurigaan bila syok cenderung terjadi, dengan nadi
dan tekanan darah diobservasi setiap lima menit setelah itu.
Syok karena endotoksin sering ditandai oleh hipotensi hebat, demam,
dan kekakuan (rigor). Kulit bisa hangat dan kering pada permulaan, baru
kemudian menjadi abu-abu kebiruan. Kegagalan ginjal dapat menyusul.
Dengan kelebihan dosis obat, tonus vaskular hilang dan darah cenderung
"mengumpul" (pool), hipotermia biasa, dan ventilasi sering tertekan
hebat.
Bila syok disebabkan oleh kehilangan darah atau cairan, seperti biasa
pada meja operasi, tanda-tandanya adalah penurunan tekanan darah,
kenaikan frekuensi nadi, pucat, berkeringat dan kulit dingin.
F. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada
penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi
ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan
pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin,
kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen
100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok
hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok
neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk
mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk
mengatasi vasodilatasi perifer.
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat
berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input
cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu
termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk
kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan
menurunkan angka mortalitas.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan
kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi
syok hipovolemik. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam
sesudah cedera luka bakar.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan
gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena
perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian,
memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat
dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk
perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena
yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau
Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross
test. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah
tranfusi darah. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi
dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer
Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi.
Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek
samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis
metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan
cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah
besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis
metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan
Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan
Ringer Laktat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil
pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh
jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan
Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat.
Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit
berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana,
tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti
kehilangan cairan akut dan rumatan mengganti kebutuhan harian.
Penanganan di UGD terdapat tiga objektif yang ingin dicapai di UGD
pada pasien syok hipovolemik seperti berikut: (1) memaksimalkan
pemberian oksigen-lengkap dengan memastikan pemberian ventilasi
yang adekuat, meningkatkan saturasi oksigen ke dalam darah dan
mengembalikan aliran darah, (2) mengontrol perdarahan lanjut, dan (3)
pemberian resusitasi cairan. Selain itu, desposisi pasien haruslah
ditentukan secara cepat dan tepat.
Pemantauan dilakukan terus menerus terhadap pernapasan, denyut
nadi, tekanan darah, suhu badan dan kesadaran.
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus
dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi,
menjaga jalur pernafasan dan diberikan resusitasi cairan dengan cepat
lewat akses intravena atau cara lain yang memungkinkan seperti
pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau jalur
intraarterial. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes
dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan
cairan garam seimbang seperti Ringer’s laktat (RL) dengan jarum infus
yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan
koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit
diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.
Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel dapat dilakukan pemeriksaan
tekanan baji paru dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Bila
hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan cairan
belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar
hemoglobin ≤ 10 g/dL perlu penggantian darah dengan transfusi. Jenis
darah transfusi tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang
digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila sangat
darurat maka dapat digunakan Packed red cells tipe darah yang sesuai
atau O-negatif.
Pada keadaaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan,
dukungan inotropik dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup
setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin infus
tidak banyak memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian
nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3 -5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg
dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat membantu meningkatkan MAP.
Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan
oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat
dikerjakan. Kerusakan organ akhir jarang terjadi dibandingkan dengan
syok septik atau traumatik. Kerusakan organ dapat terjadi pada susunan
saraf pusat, hati dan ginjal dan ingat gagal ginjal merupakan komplikasi
yang penting pada syok ini.
1. Pemantauan
Parameter di bawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan
pengobatan : denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah,
tekanan vena sentral (CVP) dan pengeluaran urin. Pengeluaran urin
yang kurang dari 30 ml/jam (atau 0.5 ml/kg/jam) menunjukkan perfusi
ginjal yang tidak adekuat.
2. Penatalaksanaan pernapasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker
atau kanula. Jalan napas yang bersih dipertahankan dengan posisi
kepala dan mandibula yang tepat dan aliran pengisapan darah dan
sekret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial harus dilakukan
untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan
secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus
diintubasi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur.
Volume tidal harus diatur sebesar 12 – 15 ml/kg, frekuensi pernapasan
sebesar 12 – 16 kali/menit. Oksigen harus diberikan untuk
mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. Jika pasien “melawan”
terhadap ventilator, maka obat sedatif atau pelumpuh otot harus
diberikan. Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan
oksigenase yang adekuat, atau jika fungsi paru – paru menurun harus
ditambahkan 3 – 10 cm tekanan ekspirasi akhir positif.
3. Pemberian cairan
a) Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan
Ringer laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan
pemberian dan jumlah aliran intravena yang diperlukan bervariasi
tergantung beratnya syok. Umumnya paling sedikit 1 – 2 liter
larutan Ringer laktat harus diberikan dalam 45-60 menit pertama
atau bisa lebih cepat lagi apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat
diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi
bahwa kehilangan darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap
berlangsung, harus dilakukan transfusi darah pada pasien – pasien
ini secepat mungkin, dan kecepatan serta jumlah yang diberikan
disesuaikan dengan respons dari parameter yang dipantau.
1) Darah yang belum dilakukan reaksi silang atau yang
bergolongan O-negatif dapat diberikan terlebih dahulu, apabila
syok menetap dan tidak ada cukup waktu (kurang lebih 45
menit) untuk menunggu hasil reaksi silang selesai dikerjakan.
2) Segera setelah hasil reaksi silang diperoleh, jenis golongan
darah yang sesuai harus diberikan.
3) Koagulopati dilusional dapat timbul pada pasien yang mendapat
transfusi darah yang masif. Darah yang disimpan tidak
mengandung trombosit hidup dan faktor pembekuan V dan VI.
Satu unit plasma segar beku harus diberikan untuk setiap 5 unit
whole blood yang diberikan. Hitung jumlah trombosit dan
status koagulasi harus dipantau terus-menerus pada pasien yang
mendapat transfusi masif.
4) Hipotermia juga merupakan konsekuensi dari transfusi masif.
Darah yang akan diberikan harus dihangatkan dengan koil
penghangat dan suhu tubuh pasien dipantau.
b) Vasopresor – Pemakaian vasopresor pada penanganan syok
hipovolemik akhir – akhir ini kurang disukai. Alsannya adalah
bahwa hal ini akan lebih mengurangi perfusi jaringan. Pada
kebanyakan kasus, vasopresor tidak boleh digunakan; tetapi
vasopresor mungkin bermanfaat pada beberapa keadaan.
Vasopresor dapat diberikan sebagai tindakan sementara untuk
meningkatkan tekanan darah sampai didapatkannya cairan
pengganti yang adekuat. Hal ini terutama bermanfaat bagi pasien
yang lebih tua dengan penyakit koroner atau penyakit pembuluh
darah otak yang berat. Zat yang digunakan adalah norepinefrin 4-8
mg yang dilarutkan dalam 500 ml dektrosa 5% dalam air (D5W),
yang bersifat vasokonstriktor predominan dengan efek yang
minimal pada jantung. Dosis harus disesuaikan dengan tekanan
darah.
1.3 SYOK OBSTRUKTIF
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami
hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada
ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan
penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada obstruksi vena cava,
emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium (misalnya :
tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma. Penanggulangan syok
dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi
jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh.
Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya
syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya
aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.
A. Etiologi syok obstruktif
Syok obstruktif adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan
pengisian pada ventrikel kananmaupun kiri yang dalam keadaan berat
bias menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal inibias terjadi pada
obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan
padapericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa
atrial myxoma.
Berikut ini ada empat tanda syok yang paling penting :
1. Hipotensi terjadi akibat dari berkurangnnya curah jantung. Dikatakan
hipotensi jika tekanan darah systole dibawah 80 mmHg atau tekanan
nadi dibawah 20 mmHg.
2. Takikardi terjadi akibat dari refleks simpatis terhadap keadaan
hipotensi. Pada orang dewasa frekuensi nadi 60-100 kali/menit, jadi
dikatakan takikardi jika frekuensi nadi diatas 100 kali/menit. Pada
anak-anak dikatakan takikardi jika di atas 120 kali/menit.
3. Takipnu terjadi akibat usaha tubuh untuk mengkompensasi hipoksia
pada keadaan syok. Pernapasan di katakana takipneu, jika
frekuensinya di atas 24 kali/menit.
4. Penurunan kesadaran terjadi akibat aliran darah ke saraf pusat tidak
memadai. Penurunan kesadaran ini bisa berupa kebingungan, letargia,
agitasi dan koma.
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri):
(a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark.
(b) Obat-obat yang mendepresi jantung.
(c) Gangguan irama jantung.
2. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah):
(a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan.
(b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar.
(c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama),
cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah,
fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
3. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung):
(a) Tamponade jantung.
(b) Pneumotorak.
(c) Emboli paru.
4. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer):
(a) Syok neurogenik
(b) Cedera medula spinalis atau batang otak
(c) Syok anafilaksis
(d) Obat-obatan
(e) Syok septik
(f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia,
dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami
hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada
ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa
menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada
obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada
pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial
myxoma. Gejalanya sulit dibedakan dengan syok kardiogenik, namun
dari riwayat penyakit pasien, syok ini bisa didiagnosa. Berikut ini
beberapa gejala-gejala syok, baik yang bersifat subyektif ataupun objektif
:
B. Gejala syok obstruktif
1. Pernapasan cepat & dangkal
Nadi capat dan lemah
Akral pucat, dingin & lembab
Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung
Pandangan hampa & pupil melebar
Gejala Subyektif
1. Mual dan mungkin muntah
Rasa haus
Badan lemah
Kepala terasa pusing
C. Penanganan
a. Penanganan Awal :
1. segera bawa penderita ketempat teduh dan aman
2. Tenangkan dan yakinkan penderita bahwa dia akan ditangani
dengan baik
3. Tidurkan penderita, dengan posisi terlentang, tungkai ditinggikan
20-30 cm(± 30°).
4. Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan
minuman.
5. Kontrol ABC
6. Segera rujuk ke fasilitas kesehatan.
b. Penanganan lanjut :
1. Syok Hipovolemik :
- Pulihkan status volume
- Koreksi gangguan elektrolit
- Tangani penyebab
2. Syok kardiogenik
- Perbaiki fungsi jantung (Dopamin)
3. Syok Obstruktif
- Lakukan penanganan syok secara umum.
- Penanganan sesuai dengan penyebab :
Tamponade :Pericardiosintesis
Emboli paru : Trombokinase
Atrial Myxoma, Pneumotoraks : Operasi
4. Syok Distributif
- Dopamin, epinefrin, Antibiotik (sesuai penyebab),
Kortikosteroid.
1.4 Syok Septik
a. Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik penjamu terhadap infeksi dimana
pathogen atau toksin di lepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga
terjadi aktivitas proses infalamasi. Menurut American collage of chest
physician and society of critical care medicine pada tahun 1992
mendefinisikan sepsis merupakan sindroma respon inflamasi sistemik.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga
mengganggu metabolisme sel atau jaringan. Syok septic merupakan
keadaan dimana tekanan darah menurun disertai ditandai dengan
kegagalan sirkulasi. Syok septic merupakan suatu kegawat darutan yang
penanganannya segera.
b. Etiologi
Endotoksik akibat infeksi
c. Patofisologi
Patofisiologi syok septic tidak terlepas dari patofisologi sepsis.
Endotoksin (lipopolisakarida) yang dilepaskan oleh bakteri
mengakibatkan proses inflamasi yang melibatkan mediator inflamasi
seperti sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dll. Proses ini merupakan
proses homeostatis dimana keseimbangan antara proses inflamasi dan
antiinflamasi. Bila mana proses inflamasi melebihi kemampuan
homeostatis, maka akan terjadi proses maladaptive. Keadaan ini akan
menimbulkan gangguan pada tingkat selular pada berbagai organ.
Gangguan pada tingkat sel yang menyebabkan disfungsi endotel,
vasodilatasi yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga
terjadi hipoperfusi jaringan dan penurunan curah jantung.
d. Gejala
Multiple organ failure
Gangguan neurologis akibat syok sepsis dapat di ketahui dengan
adanya
- Demam akut
- Nyeri kepala
- Mual, muntah
- Kesadaran menurun
- pada keadaan yang berat dapat ditemukan gangguan gerakan
okuler, gangguan refleks pupil, nafas cheynestoke.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok septic merupakan bagian dari penatalaksanaan
sepsis yang komperhensif. Penatalaksanaan hipotensi dan syok septic
merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan segera mungkin.
Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama.dimulai ketika
pasien masuk UGD tindakan yang mencangkup.
Airway
Breathing
Circulation
Disability
Exposure
a. Oksigenisasi
b. Terapi cairan
Hipovolemia →Kristaloid (Nacl 0,9% atau RL
Albumin untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma
Jika pada pendarahan aktif Hb ↓ →Transfusi eritrosit
c. Vasopresor dan inotropik
Jika masih hipotensi setelah pemberian cairan secara adekuat →
vasoreseptor, diberiakan dengan dosis terendah terlebih dahulu secara
titrasi.
(ex : dopamine dengan dosis >8 mcg /kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5
mcg/kg/menit, fenileferin 0,5- 8 mcg/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit)
d. Bikarbonat
e. Disfungsi renal
f. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,
cairan, vitamin perlu di berikan secara dini mungkin
g. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi dicoba pemberiannya pada sepsis berat
dan rejatan dengan hasil tidak terbukti menurunkan mortalitas. Saat ini
terapi kortikosteroid hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi
adrenal dan dapat deberikan secara emprik bila terdapat dugaan
keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus intravena
4 kali sehari selama 7 hari pada pasien renjatan septic menunjukkan
penurunan mortalitas di bandingkan control.
2. Mekanisme penurunan tekanan darah setelah terjadi kecelakaan
Trauma perdarahan 1500-2000 ml penurunan aliran balik vena curah
jantung menurun perfusi jaringan menurun tekanan darah menurun
syok hipovolemik
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
Darah
hilang
> 750 cc 750-1500 cc 1500-2000 cc 2000 cc /
lebih
Presentase > 15 % 15-30 % 30-40 % 4 % / lebih
Nadi < 100 x/menit > 100 x /
menit
> 120 x /
menit
140 x/ menit
atau lebih
Tekanan
darah
Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan
nadi
Normal atau
meningkat
Menurun Menurun Menurun
Tes
kapiler
Normal (+) (+) (+)
Respirasi 14-20 x / menit 20-30 x / menit 30-40 x / menit > 35 x / menit
Urin 30 cc/ menit
atau lebih
20-30 cc/
menit
5-15 cc/ menit Tidak ada urin
SSP Sedikit cemas Cemas Sangat Cemas Konfus latergi
Cairan
pengganti
Kristaloid Kristaloid Kristaloid +
darah
Kristaloid +
darah
Klasifikasi Perdarahan
Sumber : (Abdul Gofar Sastrodiningrat, 2007)
Klasifikasi syok hemoragik pada trauma
1) Pendarahan Kelas I : pendarahan ringan
Kehilangan volume darah sampai 15 %
- Gejala klinis minimal
- Takikardia minimal
- Tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernafasan normal
2) Pendarahan Kelas II : pendarahan sedang
Kehilangan volume darah 15 % sampai 30 %
- Takikardia (> 100 pada orang dewasa)
- Takipnea
- Tekanan nadi berkurang
- Tekanan sistolik berubah sedikit
- Cemas, ketakutan
- Produksi urin 20-30 mL/jam untuk orang dewasa.
3) Pendarahan Kelas III : pendarahan berat
Kehilangan volume darah dari 30 % sampai 40 % volume darah :
- Perfusi tidak adekuat (takikardia dan takipnea yang jelas)
- Tekanan sistolik menurun
4) Pendarahan Kelas IV : Pendarahan sangat berat
Kehilangan volume darah lebih dari 40 % volume darah :
- Jiwa terancam
- Penurunan tekanan darah sistolik yang cukup besar
- Tekanan nadi sangat sempit
- Produksi urin hampir tidak ada dan kesadaran menurun
Daftar Pustaka
Wijaya IP. Syok hipovolemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
Keempat. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007.Hal.180-1
Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL.
Harrison: prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 1. Edisi 13. Jakarta:
EGC; 1999.Hal.259-62.
Mansjoer, A. Kegawatdaruratan; hipotensi dan syok. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran. ed.3. jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000. Hal. 610-3.
Wolak E, Grant EJ, Hardin SR. Shock. In : Kaplow R, Hardi SR, editors. Critical
Care Nursing : Synergy For Optimal Outcome. London : Jones and Bartlett;
2007.Hal. 243-55