SKENARIO3KARDIO

10
SKENARIO Sakit Jantungkah saya? Laki-laki 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien tidak menderita Diabetus Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak meningkat. Pada inspeksi menunjukkan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi. Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto thorax CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukkan jantung dalam batas normal. B. Rumusan Masalah 1. Apa hubungan Diabetus Melitus dengan penyakit jantung? 2. Apakah jantung koroner dapat diturunkan? 3. Apa hubungan keluhan dengan hasil pemeriksaan fisik? 4. Mengapa hasil pemeriksaan fisik cenderung normal?

description

KGJGUHKJH

Transcript of SKENARIO3KARDIO

SKENARIOSakit Jantungkah saya?Laki-laki 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien tidak menderita Diabetus Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak meningkat.Pada inspeksi menunjukkan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto thorax CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukkan jantung dalam batas normal.B. Rumusan Masalah1. Apa hubungan Diabetus Melitus dengan penyakit jantung?2. Apakah jantung koroner dapat diturunkan?3. Apa hubungan keluhan dengan hasil pemeriksaan fisik?4. Mengapa hasil pemeriksaan fisik cenderung normal?5. Apa hubungan kebiasaan pasien dengan jantung koroner?6. Bagaimanakah penilaian hasil CTR?7. Bergesernya apeks ke lateral mengarah pada kelainan apa?8. Mengarah kemanakah bila pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya kelainan?9. Apakah EKG abnormal hanya dijumpai pada orang dengan penyakit jantung saja?10. Apa gold standart pemeriksaan kardiovaskuler?11. Bagaimanakah Differential Diagnosis?12. Bagaimana patofisiologi perbedaan gejala kelainan jantung dengan gejala kelainan pada paru?13. Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam skenario?DASAR TEORI DAN PEMBAHASAN Nyeri Dada

Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:

1. Nyeri dada pleuritik Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik.

2. Nyeri dada non pleuritik Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.

a. Kardial 1) Iskemik miokard.Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan O2 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Ada 3 sindrom iskemik yaitu : Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort): Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi. Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut): Jenis angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama. Infark miokard: Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung. 2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. 3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.

b. Perikardikal Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardikal lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis. c. Aortal Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan. D. ElektrokardiografiOtot jantung menghasilkan arus listrik selama depolarisasi dan repolarisasi. Berhubung tubuh merupakan suatu konduktor maka arus yang dibentuk oleh jantung dapat menyebar ke seluruh tubuh. Sebagian aktivitas listrik ini dapat mencapai permukaan tubuh dan dapat dideteksi dengan sebuah galvanometer melalui elektroda-elektroda yang diletakkan pada berbagai posisi di permukaan tubuh. Grafik yang tercatat melalui rekaman ini disebut elektrokardiogram (EKG), ilmu yang mempelajari EKG disebut elektrokardiografi.Gelombang EKG normal Gelombang P: mewakili depolarisasi atrium atau saat atrium berkontraksi Segmen PR: perlambatan nodus AV Kompleks QRS: depolarisasi ventrikel dan repolarisasi atrium, gelombang pada depolarisasi ventrikel lebih besar daripada gelombang depolarissasi atrium karena massa otot ventrikel yang lebih besar Segmen ST: waktu yang diperlukan ventrikel untuk kontraksi dan mengosongkan diri Gelombang T: repolarisasi atrium atau saat atrium berelaksasi Interval TP: waktu yang digunakan ventrikel berelaksasi dan mengisi diri dan ketika otot jantung beristirahat total Gelombang U:defleksi positif yang kecil sesudah gelombang T, disebut juga after potensial. Gelombang U yang negatif selalu berarti abnormal.Aplikasi KlinisPola EKG dapat memberikan informasi tentang status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama, dan kesehatan otot-ototnya. Beberapa deviasi utama yang dapat diketahui melalui elektrokardiogram antara lain:a. Kelainan kecepatan, jarak antara dua kompleks QRS diartikan sebagai kecepatan denyut jantung, apabila jarak semakin pendek maka jantung semakin cepat berdenyut.

b. Kelainan irama, irama yang terekam EKG dapat mempunyai pola tidak teratur yang disebut aritmia, seperti: Flutter atrium, depolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat.

Fibrilasi ventrikel, kelainan irama yang mengacu pada kontraksi yang kacau dan tidak terkoordinasi pada ventrikel.

Blok jantung, timbul akibat defek pada sistem penghantaran jantung, sehingga atrium tetap kontraksi tetapi ventrikel tidak dapat berkontraksic. Miopati jantung, merupakan kerusakan otot jantung yang dapat menimbulkan gelombang yang abnormal pada elektrokardiogram.

E. Hubungan Diabetus Melitus dengan penyakit jantungPenyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe I maupun DM tipe II) adalah penyakit jantung koroner, yang merupakan salah satu penyulit makrovaskuler pada diabetus melitus. Penyulit makrovaskuler ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Pada pasien DM resiko payah jantung kongestif meningkat sampai 4 kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa pasien DM dapat pula mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan aterosklerosis dini arteri koroner yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik juga dapat terjadi perubahan-perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan struktur troponin T dan peningkatan aktifitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung serta peningkatan tekanan end-diastolic sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.Dari hasil penelitian didapatkan bahwa: 1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada pasien DM dibanding populasi non DM; 2. Pasien DM mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis dan peningkatan respon inflamasi; 3. Pada pasien DM terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah.Lesi aterosklerosis pada pasien DM dapat terjadi karena: hiperglikemia, resistensi insulin dan hiperinsulinemia, hiperamilinemi, inflamasi, trombosis, dislipidemia, hipertensi maupun hiperhomosisteinemia.Manifestasi klinis penyakit jantung pada pasien DM yaitu terjadinya iskemi atau infark miokard kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang khas (angina pektoris). Keadaan ini dikenal dengan silent myocardial ischaemia atau silent myocardial infarction (SMI). Terjadinya SMI pada pasien DM diduga akibat gangguan sensitivitas sentral terhadap rangsang nyeri, penurunan konsentrasi endorpin, neuropati perifer yang menyebabkan denervasi sensorik. (Sudoyo, dkk, 2009)

F. Hubungan Kebiasaan Pasien dengan Sakit JantungFaktor risiko aterosklerosis ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang penting dan dapat dimodifikasi adalah merokok, hiperlipoproteinemia, dan hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes mellitus, dan kegemukan (obesitas). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin (pria), riwayat keluarga dengan penyakit aterosklerosis.

Merokok adalah salah satu faktor resiko yang dapat dimodifikasi. Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. (Hanafi dan Kusmana, 2003)

Selain itu, kebiasaan pasien yang jarang berolahraga menjadi salah satu faktor risiko minor yang tidak langsung karena mungkin saja terjadi dislipidemia akibat gaya hidup yang tidak sehat.

G. Apex Jantung Bergeser ke Lateral:1. Hipertrofi Ventrikel Kanan

Ventrikel kanan letaknya di belakang sternum. Bila ventrikel ini membesar, dinding nya akan menempel jauh keatas pada sternum sehingga mediastinum anterior superior tampak sempit. Selain itu pembesaran ventrikel kanan mendesak ventrikel kiri ke lateral sehingga terjadi perputaran jantung dan jantung melebar ke kiri dengan iktus tetap diatas diafragma. Pada foto thoraks PA terlihat membesar ke kiri, dan pinggang jantung mendatar atau menonjol oleh pembesaran arteri pulmonalis.

2. Hipertrofi Ventrikel Kiri

Hipertrofi Ventrikel Kiri menyebabkan bayangan jantung bergeser ke kiri, dan biasanya apeks jantung tampak di bawah diafragma kiri. Selain ke bawah, pembesaran ventrikel kiri juga mengarah ke belakang. Pada foto lateral pembesaran ventrikel kiri menutupi ruang di belakang jantung, bahkan kadang-kadang menutupi sebagian kolumna vertebralis.

Kesulitan pada penafsiran pembesaran ventrikel kiri ini terjadi apabila ventrikel kiri besar sekali sehingga ada kemungkinan seluruh jantung terdorong ke depan. Ventrikel kanan ikut terdorong ke depan dan menekan sternum jauh ke atas, sehingga timbul kesan seolah-olah ventrikel kanan yang membesar. Sebaliknya bila ventrikel kanan membesar, ada kemungkinan ventrikel kanan ini mendorong ventrikel kiri ke belakang dan ke bawah, sehingga timbul kesan seolah-olah ventrikel kiri yang membesar.

(Soedarmo. 1996)

H. Tingkat Keparahan AnginaBerdasarkan sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society Classification, keparahan gejala pada angina dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

Grade 0: Pasien tidak mengalami angina/ gejala angina.

Grade I: Angina dengan pengerahan tenaga yang berat, cepat, atau berkepanjangan (aktivitas fisik biasa seperti naik tangga tidak memprovokasi angina).

Grade II: Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (Angina terjadi dengan postprandial, berjalan menanjak, atau cepat; ketika berjalan lebih dari 2 blok dari permukaan tanah atau berjalan menaiki lebih dari 1 tangga; selama stres emosional, atau pada jam-jam awal setelah bangun tidur).

Grade III: Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa (Angina terjadi dengan berjalan 1-2 blok atau mendaki tangga pada kecepatan yang normal).

GradeIV: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman (nyeri saat istirahat terjadi).

Berdasar klasifikasi di atas, jika grade masi pada tahap awal manifestasi klinisnya tidak berubah. Pemeriksaan fisiknya pun masih dalam batas normal.

(Sylvia A Price, 2006)

I. Pemeriksaan JantungGold standard pemeriksaan jantung berbeda-beda menurut jenis penyakitnya. Akan tetapi, pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) merupakan pemeriksaan diagnostik yang penting, sehingga pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya diketahui berdasarkan EKG saja. Tetapi, pemeriksaan EKG juga harus disertai dengan pemeriksaan keadaan pasien, yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pada penyakit jantung koroner EKG merupakan sarana diagnostik yang penting, karena yang dapat ditangkap ialah kelainan miokard yang disebabkan terganggunya aliran koroner. Terganggunya aliran koroner ini menyebabkan kerusakan miokard yang dibagi menjadi tiga tingkat:

- Iskemia

Kelainan yang paling ringan dan masih reversible.

- Injuri

Kelainan yang lebih berat tetapi masih reversible.

- Nekrosis

Kelainan yang irreversibel karena kerusakan sel-sel miokardnya sudah permanen.

(Pratanu et.al, 2009)

J. PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada angina pectoris:

1. Pengobatan terhadap serangan akut, berupa nitrogliserin sublingual 1 tablet yang merupakan obat pilihan yang bekerja sekitar 1-2 menit dan dapat diulang dengan interval 3-5 menit.

2. Pencegahan serangan lanjutan:

a. Long-acting nitrate, yaitu ISDN 3 x 10-40 mg oral.

b. Beta blocker: propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.

c. Kalsium antagonis: verapamil, diltiazem, nifedipin, nikardipin, atau isradipin.

3. Tindakan invasif: percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA), laser coronary angioplasty, coronary artery bypass grafting (CABG).

4. Olahraga yang disesuaikan.

(Mansjoer A, Kapsel 2000)